Indonesian Process Metallurgy 2011
KAJIAN NERACA POSFOR DAN STUDI KEMUNGKINAN UNTUK MELAKUKAN PROSES DEPOFORISASI DI LADLE PADA PABRIK PELEBURAN FERRONIKEL PT ANTAM TBK Zulfiadi Zulhan2), Tri Hartono1), Faisal Alkadrie1), Sunara Purwadaria2) 1. Pabrik Peleburan Ferronikel, Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Sultra, PT Antam Tbk 2. Program Studi Teknik Metalurgi, FTTM – Institut Teknologi Bandung
ABSTRAK Kandungan posfor dalam crude ferronikel menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat hingga lebih besar dari spefikasi produk ferronikel yaitu maksimum 0,03% posfor. Sebagai konsekuensinya, PT Antam Tbk hanya dapat memproduksi LC-FeNi dimana proses deposforisasi dilakukan di LD-Converter setelah proses desilikonisasi dan dekarburisasi. Analisis neraca posfor pada proses peleburan ferronikel mengindikasikan bahwa penyebab kenaikan posfor dalam crude ferronikel lebih dominan disebabkan oleh naiknya posfor dalam bijih nikel. Dengan menggunakan rasio distribusi posfor di slag dan di metal, kandungan posfor dalam crude FeNi dapat diprediksi dengan mengetahui jumlah posfor yang masuk ke dalam electric furnace. Mengacu ke teknik deposforisasi di industri besi baja, maka deposforisasi di ladle dengan menggunakan slag oksidatif pada prinsipnya dapat diterapkan di pabrik peleburan ferronikel. Akan tetapi rute proses pemurnian menjadi lebih panjang serta waktu yang dibutuhkan menjadi lebih lama sehingga tidak praktis untuk diterapkan. Kata kunci: posfor, ferronikel, ladle, slag oksidatif, LD-Converter I.
PENDAHULUAN Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Sultra PT Antam Tbk memproduksi HC-
FeNi (high carbon ferronickel) dan LC-FeNi (low carbon ferronickel) di pabrik peleburan feronikel Pomalaa. Komposisi kimia dari kedua produk tersebut diberikan pada Tabel 1. Tabel 1: Komposisi kimia tipikal dari produk HC-FeNi dan LC-FeNi Produk
%Ni
%C
%Si
%Cr
%P
%S
%Fe
HC – FeNi
20,53 1,52
1,78
0,69
0,025 0,02 75,09
LC – FeNi
22,70 0,02
0,10
0,10
0,02
0,02 76,70
Pada satu tahun terakhir ini, kandungan posfor dalam produk HC-FeNi memperlihatkan kecenderungan meningkat sehingga lebih besar dari maksimum posfor yang dipersyaratkan dalam produk (P ≤ 0,03%). Untuk produk LC-FeNi, posfor dapat diturunkan kadarnya dengan menghembuskan oksigen dan membuat terak basa di LDKonverter. Oleh karena tingginya kandungan posfor, maka saat ini PT Antam Tbk UBPN Sultra saat ini hanya memproduksi LC-FeNi. Adapun tujuan dari kajian ini adalah
1
Indonesian Process Metallurgy 2011 melakukan analisis penyebab naiknya kandungan posfor pada produk ferronikel dan melakukan perhitungan / simulasi proses dephosphorisasi untuk mendapatkan teknik dephosphorisasi di ladle yang dapat diintegrasikan dengan proses pemurnian di Pabrik Ferronikel PT Antam UBPN Sulawesi Tenggara. II.
NERACA POSFOR DAN PREDIKSI KANDUNGAN POSFOR DALAM CRUDE FERRONIKEL
2.1 neraca posfor dan analisis kenaikan posfor dalam crude FeNi Posfor yang tinggi dalam crude FeNi dapat disebabkan oleh tingginya kandungan posfor dalam bijih nikel, dalam abu batubara baik yang digunakan sebagai bahan bakar (coal firing) maupun sebagai reduktor dan juga dalam oil sludge. Selain itu, kandungan nikel yang rendah dalam bijih serta terdapat material sirkulasi baik berupa terak oksidasi / de-S (pasir metal dan split metal) maupun scrap oksidasi juga berperan dalam meningkatkan kandungan posfor dalam crude FeNi. Sumber dan aliran posfor pada proses pembuatan ferronikel di UBPN Sultra PT Antam Tbk diberikan pada Gambar 1.
Posfor di bijih Posfor di abu coal firing Posfor di abu coal firing
Posfor di abu elektroda grafit
Electric Furnace De – S KR Impeller
HC - FeNi LD Konverter
Posfor di scrap
RK
Posfor di abu reduction coal Posfor di oil sludge
Posfor di pasir metal, split metal
RD
Slag Treatment
LC - FeNi
Gambar 1: Sumber dan aliran posfor pada proses pembuatan ferronikel.
Posfor stabil di alam dalam bentuk P2O5 (diposfor pentoksida). Pada proses peleburan, P2O5 dapat tereduksi oleh karbon, silikon dan besi membentuk P yang larut dalam lelehan logam. (P2O5) + 5 [C] = 2 [P] + 5 {CO}
(1)
(P2O5) + 5/2 [Si] = 2 [P] + 5/2 (SiO2)
(2)
(P2O5) + 5 [Fe] = 2 [P] + 5 (FeO)
(3)
2
Indonesian Process Metallurgy 2011 Di dalam slag, P2O5 diikat oleh CaO dalam bentuk 3CaO.P2O5 atau disingkat dengan C3P.
Kehadiran silika (SiO2) dapat memecahkan ikatan 3CaO.P2O5 seperti
diberikan oleh persamaan reaksi berikut ini, 3CaO.P2O5 + 3 SiO2 = 3 (CaO.SiO2) + P2O5
(4)
sehingga P2O5 dengan mudah direduksi oleh karbon, silikon atau besi. Sumber utama posfor pada proses peleburan ferronikel di PT Antam UBPN Sultra dapat berasal dari batubara dan bijih nikel. Flux hanya ditambahkan di Electric Furnace I. Data hasil analisis kimia P2O5 di bijih nikel dan abu batubara diresumekan pada Tabel 2. Secara umum, kandungan posfor dalam abu batubara lebih besar dibandingkan dengan kandungan posfor dalam bijih, akan tetapi kebutuhan batubara dan jumlah abu batubara yang terbentuk pada proses pembuatan ferronikel lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan bijih nikel.
Tabel 2: Kandungan P2O5 dalam bijih nikel dan dalam abu batubara % P2O5 dalam bijih nikel
% P2O5 dalam abu batubara
8
36
Maksimum
0,031
0,620
Minimum
0,009
0,020
Rata-rata
0,018
0,310
Deviasi standar
0,029
0,018
Jumlah data
Untuk menentukan persentase posfor dari charging material yang masuk dalam crude FeNi, maka digunakan persamaan rasio distribusi posfor di slag dan di metal (LP), dimana LP didefinisikan sebagai berikut: (5) (%P) adalah persentase posfor dalam slag dan [%P] adalah persentase posfor dalam lelehan logam (metal). Beberapa persamaan empirik telah dipublikasi untuk menentukan LP: 1. Persamaan “Healy” [i] (6) 2. Persamaan “Suito-Inoue” [ii]
(7)
3
Indonesian Process Metallurgy 2011 dimana (% Fetotal) adalah persentase total besi dalam bentuk oksida yang terdapat dalam slag, (%CaO) adalah persentase CaO dalam slag, (%MgO) adalah persentase MgO dalam slag dan T adalah temperatur dalam satuan Kelvin.
Kandungan MgO dalam slag peleburan ferronikel lebih dominan dibandingkan dengan CaO, maka persamaan yang digunakan untuk memprediksi rasio distribusi posfor adalah persamaan yang disarankan oleh “Suito-Inoue”. Jumlah posfor total yang masuk ke electric furnace dapat ditentukan dari kandungan posfor dan jumlah dari materialmaterial yang masuk ke dalam furnace.
Dengan menggunakan metoda iterasi maka didapatkan bahwa pada temperatur 1500oC, persentase posfor dari charging material yang masuk ke dalam lelehan metal adalah 64%. Persentase posfor yang masuk ke metal (crude FeNi) akan bertambah
Persentase Posfor dari "Charging Material" yang masuk ke dalam Crude FeNi
seiring dengan meningkatnya temperatur pada antarmuka slag-metal, Gambar 2.
90 85 80 75 70 65 60 1450
1500
1550
1600
1650
1700
Temperatur [oC]
Gambar 2: Hasil perhitungan pengaruh temperatur terhadap persentase posfor yang masuk ke lelehan crude FeNi di electric furnace. Pengaruh menurunnya kandungan nikel dari 2,2% menjadi 1,8% dalam bijih terhadap kenaikan kandungan posfor dalam lelehan crude FeNi diperlihatkan pada Gambar 3. Terlihat bahwa menurunnya kandungan nikel dari 2,2% menjadi 1,8% dalam bijih dapat menaikkan kandungan posfor dalam crude FeNi, akan tetapi kontribusi kenaikan posfornya relatif kecil (<3,5%). Sebelum tahun 2008, kandungan posfor dalam crude FeNi lebih kecil dari 0,03%. Pada tahun 2010 hingga saat ini, kandungan posfor dapat mencapai 0,12%. Dari Gambar 3 terlihat bahwa peningkatan kandungan posfor dalam crude FeNi tidak didominasi oleh menurunnya kandungan nikel dalam bijih.
4
Indonesian Process Metallurgy 2011
% Posfor di Crude FeNi
0.160 0.140
y = ‐0.010x + 0.156 R² = 1
0.120 0.100 0.080
y = ‐0.006x + 0.089 R² = 0.999
0.060 0.040
y = ‐0.002x + 0.038 R² = 0.999
0.020 1.6
1.7
1.8
1.9
2
2.1
2.2
2.3
2.4
% Nikel di Bijih P2O5 di bijih dan batubara = maksimum P2O5 di bijih dan batubara = Rata‐rata P2O5 di bijih dan batubara = minimum
Gambar 3: Pengaruh menurunnya kandungan nikel dalam bijih terhadap kandungan posfor dalam crude FeNi. Pengaruh kenaikan posfor dalam abu batubara terhadap kenaikan posfor dalam crude FeNi diberikan Gambar 4. Kenaikan P2O5 dalam abu batubara dari 0,02% hingga 0,62% dapat
meningkatkan kandungan posfor dalam crude FeNi sebesar ~33%.
Kontribusi posfor dalam charging material (batubara dan bijih nikel) diberikan pada Gambar 5 untuk berbagai berbagai persentase posfor dalam batubara dan bijih nikel. Secara umum terlihat bahwa posfor dalam bijih nikel lebih dominan dibandingkan dengan posfor dalam batubara dalam hal untuk meningkatkan kandungan posfor dalam crude ferronikel. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan bijih nikel lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan batubara untuk menghasilkan ferronikel.
% Posfor di Crude FeNi
0.120 0.100 0.080
y = 0.036x + 0.066 R² = 1
0.060 0.040 0.020 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
% P2O5 di Abu Batubara
Gambar 4: Pengaruh kenaikan kandungan P2O5 dalam abu batubara terhadap kandungan posfor dalam crude FeNi, kandungan P2O5 dalam bijih nikel adalah 0,018%.
5
Indonesian Process Metallurgy 2011 Batubara 2%
Batubara 41%
Bijih Nikel 59%
Bijih Nikel 98%
a. P2O5 di bijih = 0,009% dan P2O5 di abu b. P2O5 di bijih = 0,009% dan P2O5 di abu batubara = 0,02% batubara = 0,62% Batubara 17%
Batubara 1%
Bijih Nikel 83%
Bijih Nikel 99%
c. P2O5 di bijih = 0,031% dan P2O5 di abu d. P2O5 di bijih = 0,031% dan P2O5 di abu batubara = 0,02% batubara = 0,62% Gambar 5: Persentase posfor dalam bijih dan dalam batubara yang masuk ke furnace. Kenaikan P2O5 dari 0,009% hingga 0,031% dalam bijih dapat meningkatkan kandungan posfor dalam crude ferronikel hingga ~182%, Gambar 6. Terdapat kemungkinan yang besar bahwa kandungan posfor yang tinggi dalam crude FeNi disebabkan oleh kandungan P2O5 dalam bijih nikel yang meningkat. Kandungan posfor dalam bijih belum dianalisis secara rutin di pabrik peleburan ferronikel PT Antam UBPN Sultra.
% Posfor di Crude FeNi
0.140 0.120 0.100 0.080
y = 3.690x + 0.011 R² = 1
0.060 0.040 0.020 0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
0.035
% P 2O5 di Bijih
Gambar 6: Pengaruh kenaikan P2O5 dalam bijih terhadap kandungan posfor dalam crude FeNi, kadungan P2O5 dalam batubara adalah 0,031%. Data rata-rata per bulan kandungan posfor dalam crude FeNi pada tahun 2010 untuk EF (electric furnace) 1, 2 dan 3 diberikan pada Gambar 7. Secara umum terlihat bahwa kecenderungan posfor meningkat baik untuk EF1, EF2 maupun EF3. Posfor di
6
Indonesian Process Metallurgy 2011 lelehan crude FeNi dari EF2 lebih tinggi karena ke dalam EF2 ditambahkan split metal dan pasir metal yang merupakan material sirkulasi dari slag de-S / slag oksidasi. 0.140
%Posfor dalam crude FeNi
0.120
EF#1
EF#2
EF#3
0.100 0.080 0.060 0.040 0.020 0.000
Jan
Feb
Mar
Apr
May
Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
Gambar 7: Kandungan posfor rata-rata di crude FeNi pada tahun 2010. Hubungan antara posfor dan silikon di EF1 – EF3 diperlihatkan pada Gambar 8. Kecenderungannya adalah silikon yang tinggi akan memberikan posfor yang tinggi di crude FeNi, sesuai dengan persamaan reaksi (2), dimana silikon akan mereduksi P2O5 dalam slag yang berasal dari bijih / abu batubara.
0.140
0.120
P (%)
0.100
0.080
0.060
EF 3 EF 2 EF 1 Linear (EF 3) Linear (EF 2) Linear (EF 1)
0.040
0.020 1.70
1.90
2.10
2.30
2.50
2.70
2.90
Si (%)
Gambar 8: Hubungan antara kandungan posfor dan kandungan silikon di crude FeNi, data Desember 2010 2.2 Prediksi kandungan posfor di crude FeNi Karena data analisis kimia dari P2O5 baik dalam bijih maupun dalam abu batubara tidak dianalisis secara rutin maka data kandungan P2O5 pada Tabel 2 digunakan untuk memprediksi kandungan Posfor dalam crude FeNi untuk Furnace 1, 2 dan 3. Hasil perhitungan diberikan pada Tabel 3. Perbandingan hasil perhitungan (calculated) dengan
7
Indonesian Process Metallurgy 2011 posfor di crude FeNi dari sample (measured / analisis laboratorium) untuk bulan Januari, April, Juli dan Oktober 2010 diberikan pada Gambar 9. Penambahan split metal / pasir metal ke dalam EF2 sudah dipertimbangkan. Persen posfor perhitungan dalam crude FeNi dilakukan dengan menganggap bahwa kandungan P2O5 baik dalam bijih nikel maupun dalam batubara adalah konstan. Pada kenyataannya terdapat kemungkinan bahwa kandungan P2O5 dalam bijih dan batubara bervariasi dengan waktu. Tabel 3: Perhitungan kandungan posfor dalam crude FeNi, data Juli 2010
EF1 EF2 EF3
Temp. o C 1522 1537 1577
Fe 6.65 8.76 9.75
SiO2 52.04 53.35 53.88
MgO 28.56 27.53 28.18
Ca O 8.31 3.74 1.77
[%P]Measure d
0.045 0.072 0.039
{(%P)/[%P ]} 0.157 0.123 0.088
[%P]Calc. 0.045 0.078 0.062
Dari Tabel 3 dan Gambar 9 terlihat bahwa dengan mengetahui kandungan posfor dalam bijih, batubara serta split metal / pasir metal serta jumlah konsumsinya, maka
0.070
0.070
0.060
0.060 % Posfor di Crude FeNi
% Posfor di Crude FeNi
kandungan posfor dalam crude FeNi saat tapping electric furnace dapat diprediksi.
0.050 0.040
%P Calculated
0.030
%P Measured
0.020 0.010
0.040
%P Calculated
0.030
%P Measured
0.020 0.010
0.000
0.000 EF1
EF2
EF3
EF1
a. Data rata-rata bulan Januari 2010 0.080
0.070
0.070
0.060
0.060 0.050 %P Calculated
0.040
%P Measured
0.030
EF2
EF3
b. Data rata-rata bulan April 2010
% Posfor di Crude FeNi
% Posfor di Crude FeNi
0.050
0.020
0.050 0.040
%P Calculated
0.030
%P Measured
0.020 0.010
0.010 0.000
0.000 EF1
EF2
EF3
EF1
c. Data rata-rata bulan Juli 2010
EF2
EF3
d. Data rata-rata bulan Oktober 2010
Gambar 9: Prediksi (calculated) kandungan posfor dalam crude FeNi.
8
Indonesian Process Metallurgy 2011 III.
Deposforisasi di Ladle dengan Slag Oksidatif
3.1. Rute proses deposforisasi Rute dan perkiraan waktu pemurnian untuk produk HC-FeNi dan LC-FeNi diberikan pada Gambar 10 dan Tabel 4, secara berurutan. Produk LC-FeNi mempunyai rute pemurnian yang panjang dan waktu pemurnian yang lama dibandingkan dengan HC-FeNi. Selain itu, biaya pemurnian untuk LC-FeNi juga lebih besar. Karena kandungan posfor yang tinggi dalam crude FeNi maka HC-FeNi tidak dapat diproduksi. Untuk menurunkan posfor dalam produk HC-FeNi maka proses deposforisasi hot metal dari blast furnace yang telah berhasil dilakukan di industri besi baja diadaptasi untuk industri peleburan ferronikel.
Tapping Electric Furnace
O2lancing Slag Skimming
De-S Slag Skimming Shot Making
LDKonverter Slag Skimming
HC - FeNi
Shot Making LC - FeNi
Gambar 10: Rute pemurnian untuk produk HC-FeNi dan LC-FeNi.
Tabel 4: Perkiraan waktu pemurnian produk HC-FeNi dan LC-FeNi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Aktivitas Tapping EF Ladle Transfer Oxygen Lancing Ladle Transfer dan Slag Skimming Desulphurization Ladle Transfer dan Slag Skimming LD-Converter Ladle Transfer dan Slag Skimming Shot making Waktu total (menit)
HCFeNi 30 5 30 10
LC-FeNi 30 5 30 10
Menit Menit Menit Menit
30 10
30 10
Menit Menit
50 10
Menit Menit
30 205
Menit Menit
30 145
9
Satuan
Indonesian Process Metallurgy 2011 Kondisi ideal yang umum untuk deposforisasi adalah sebagai berikut: -
Temperatur rendah
-
Potensial oksigen tinggi
-
Basisitas terak tinggi
Untuk produk HC-FeNi, kondisi yang pertama yaitu temperatur yang rendah dapat dicapai. Potensial oksigen yang tinggi dalam metal sulit untuk dicapai karena HC-FeNi mengandung silikon (>1%) dan carbon (>1%). Basisitas slag tinggi dapat diatur dengan menambahkan slag baja di permukaan crude FeNi.
Secara umum, di pabrik pembuatan besi, hot metal yang di-tapping dari blast furnace dilakukan deposforisasi dengan menambahkan terak oksidatif (top slag) untuk mendapatkan kondisi potensial oksigen non-equilibrium tinggi pada antarmuka teraklogam yang dapat mengoksidasi posfor dari lelehan logam. Selain itu, oksigen juga dihembuskan ke dalam lelehan untuk mendapatkan suasana oksidatif.
Mengacu ke proses deposforisasi di hot metal
[iii,iv,v]
, bijih besi bersama flux (CaO,
CaF2) dapat ditambahkan ke lelehan crude FeNi, asalkan kandungan silikon dalam lelehan crude FeNi < 0,1%. Rute proses pebuatan HC-FeNi yang melibatkan proses deposforisasi diperlihatkan pada Gambar 11. Terlihat bahwa rute proses menjadi lebih panjang dan tentu saja waktu yang dibutuhkan juga menjadi lebih lama.
Tapping Electric Furnace
O2lancing 1 Slag Skimming
Deposforisasi De-S Slag Skimming
O2lancing 2 % P > 0,03 Heating LF
% P ≤ 0,03 Shot Making
Slag Skimming
Slag Skimming
Slag Skimming
De-P
Shot Making HC - FeNi
HC - FeNi
Gambar 11: Rute pembuatan HC-FeNi untuk crude FeNi yang mengandung posfor rendah (P ≤ 0,03%) dan posfor tinggi (P > 0,03%). Untuk posfor dari crude FeNi yang rendah (P < 0,03%) maka tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut:
10
Indonesian Process Metallurgy 2011 1.
Tapping dari EF.
2.
O2-lancing untuk meningkatkan temperatur dari ~1350oC menjadi ~1550oC sebagai persyaratan untuk temperatur desulfurisasi serta untuk mengantisipasi temperatur drop selama proses desulfurisasi dan memenuhi temperatur untuk shot making.
3.
Slag skimming, membuang slag yang terbentuk pada saat O2-lancing yang didominasi oleh SiO2 (slag asam). Slag asam tidak diinginkan untuk proses desulfurisasi.
4.
Melakukan proses desulfurisasi
5.
Membuang slag desulfurisasi, karena slag tidak diharapkan masuk ke kolam granulasi di shot making.
6.
Shot making
Untuk posfor dari crude FeNi yang tinggi (P > 0,03%) maka tahap-tahap yang dilakukan adalah tahap seperti sebelumnya ditambah: 1.
O2-lancing (de-silikonisasi) dilakukan untuk mengurangi kandungan silikon sisa sehingga didapatkan kandungan silikon dalam lelehan crude FeNi lebih kecil dari 0,1%. Harus diperhatikan bahwa proses de-silikonisasi dapat menaikkan temperatur lelehan logam. 0,1% silikon yang dibakar menaikkan temperatur lelehan sekitar 30oC.
2.
Slag skimming dilakukan untuk membuang slag desilikonisasi.
3.
Proses deposforisasi dilakukan dengan menambahkan bijih besi dan fluks.
4.
Slag skimming dilakukan untuk mencegah terjadinya “phosphorous reversion” dari slag ke lelehan logam karena temperatur dinaikkan.
5.
Pemanasan di ladle furnace untuk mendapatkan temperatur yang diinginkan untuk “shot making”
6.
Pada saat “pemanasan” di ladle furnace, flux ditambahkan untuk membentuk slag. Slag ini harus dibuang dari ladle sebelum ladle dikirim ke shot making
7.
Shot making.
3.2. Prediksi kandungan posfor sebagai fungsi waktu Perbandingan bijih besi dengan kapur bakar yang digunakan untuk deposforisasi adalah antara 2:1 hingga 4:1[iii,iv,v]. Bijih besi (Fe2O3) yang ditambahkan pada temperatur tinggi diasumsikan akan menjadi FeO, maka perbandingan antara CaO dan FeO diberikan pada Tabel 5. Plot komposisi slag untuk deposforisasi diperlihatkan pada Gambar 12, dimana slag mempunyai temperatur leleh terendah pada diagram biner FeO-
11
Indonesian Process Metallurgy 2011 CaO.
Posfor dalam lelehan logam pada saat kesetimbangan dapat diprediksi dengan
menggunakan persamaan “Healy” (persamaan 6 dan 5). Hasil perhitungan untuk melihat pengaruh temperatur terhadap kandungan akhir posfor dalam lelehan logam (pada saat kesetimbangan) diberikan pada Gambar 13.
Tabel 5: Perbandingan CaO dan FeO untuk deposforisasi. CaO
Fe2O3
FeO
%CaO
%FeO
1.0
2.0
1.8
35.7
64.3
1.0
3.0
2.7
27.0
73.0
1.0
4.0
3.6
21.7
78.3
Gambar 12: Plot komposisi slag untuk deposforisasi pada penambahan bijih besi dan CaO (kapur bakar). 0.012
% Posfor di akhir proses
0.010 0.008 0.006 0.004 0.002 0.000 1480
1500
1520
1540
1560
1580
1600
1620
Temperatur [oC]
Gambar 13: Prediksi kandungan posfor di akhir proses (pada saat kesetimbangan) sebagai fungsi temperatur.
12
Indonesian Process Metallurgy 2011 Kandungan posfor akhir adalah kandungan posfor yang diprediksi secara termodinamika. Kandungan posfor ini harus didapatkan sekecil mungkin untuk meningkatkan driving force laju reaksi. Hubungan antara posfor akhir dan berat terak diperlihatkan pada Gambar 14. 0.006
% Posfor di akhir proses
0.005 0.004 0.003 0.002 0.001 0 0
200
400
600
800
1000
1200
1400
Berat Flux (CaO + FeO) yang harus ditambahkan [Kg]
Gambar 14: Prediksi kandungan posfor di akhir proses (pada saat kesetimbangan) sebagai fungsi berat flux, untuk posfor awal = 0,12% dan temperatur proses 1550oC. Persamaan kinetika reaksi dan prediksi konstanta laju reaksi berikut digunakan untuk memprediksi perubahan posfor sebagai fungsi waktu [vi,vii]:
⎡ [%P]t - [%P]f ⎤ ⎛ [%P]i − [%P]f ln⎢ ⎥ ⎜⎜ [%P]i ⎣ [%P]i - [%P]f ⎦ ⎝
⎞ ⎛ Wm ⎞ ⎟⎟ = - k m .t ⎟⎟ ⎜⎜ ⎠ ⎝ ρm A ⎠
⎛• H2 ⎞ 125000 ⎟⎟ log k m = 1,98 + 0,5 log ⎜⎜ ε ⎝ 100 * L ⎠ 2,3 R T
(8)
(9)
Stirring energi ditentukan dari persamaan berikut:
⎛ . ⎞ ⎞ H ⎜ V * T ⎟ ⎛⎜ ⎟ ε = 14.23⎜ log⎜1 + ⎟ ⎜ M ⎟ ⎝ 1.48 * PO ⎟⎠ ⎝ ⎠ •
(10)
dimana: Wm
= berat lelehan logam (kg)
A
= luas antarmuka terak - lelehan (m2)
km
= konstanta perpindahan massa (m/menit)
ρm
= densitas dari lelehan logam (kg/m3)
.
V
= laju alir gas inert argon atau nitrogen (Nm3.menit-1)
T
= temperatur (K)
13
Indonesian Process Metallurgy 2011 M
= berat lelehan baja (ton)
H
= tinggi lelehan dalam ladle (m)
Po
= tekanan gas pada permukaan lelehan (atm)
Prediksi perubahan kandungan posfor sebagai fungsi waktu sebagai variasi dari temperatur diperlihatkan pada Gambar 15 dan 16. Secara termodinamika deposforisasi lebih baik dilakukan pada temperatur rendah, akan tetapi secara kinetika temperatur tinggi diinginkan untuk deposforisasi.
0.14 Temperatur = 1500 C
% Posfor di metal
0.12
Temperatur = 1550 C
0.1
Temperatur = 1600 C
0.08 0.06 0.04 0.02 0 0
50
100
150
200
Waktu [menit]
Gambar 15: Prediksi penurunan posfor sebagai fungsi waktu untuk temperatur yang berbeda. 0.14
% Posfor di metal
0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 0
50
100
150
200
Waktu [menit]
Gambar 16: Prediksi penurunan posfor sebagai fungsi waktu untuk posfor awal yang berbeda. Dari gambar tersebut terlihat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk deposforisasi adalah sangat lama (lebih dari 200 menit) sehingga deposporisasi dengan menggunakan metoda ini tidak praktis untuk diaplikasikan. Waktu yang lama tentu saja akan menyebabkan temperatur lelehan drop, ditambah dengan temperatur yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur dari bijih besi dan flux yang ditambahkan.
14
Indonesian Process Metallurgy 2011 IV.
Deposforisasi di LD Converter Dari subbab sebelumnya terlihat bahwa deposforisasi di ladle tidak praktis untuk
diaplikasikan karena rute yang lebih panjang serta waktu treatment yang sangat lama. Oleh karenanya, metoda yang dapat dilakukan untuk menurunkan kandungan posfor dalam produk ferro nikel adalah dengan menggunakan LD-Konverter dan produk akhirnya adalah LC-FeNi (bukan HC-FeNi). Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah apakah LDKonverter masih dapat menurunkan posfor jika kandungan awal posfor lebih dari 0,12%. Hubungan antara kandungan posfor sebelum dan sesudah LD-Konverter diperlihatkan pada Gambar 17. Jika kandungan posfor awal (sebelum LD-Konverter) tinggi, maka kandungan posfor setelah LD-Konverter juga memperlihatkan kecenderungan yang meningkat.
Posfor setelah LD‐Converter (%)
0.070 0.060 0.050 0.040 0.030 0.020 0.010 0.000 0.020
0.040
0.060
0.080
0.100
0.120
Posfor sebelum LD‐Converter (%)
Gambar 17: Hubungan antara kandungan posfor sebelum dan setelah LD-Konverter, data bulan Desember 2010. Prediksi kandungan posfor setelah LD Konverter pada basisitas slag 1 hingga 2 diberikan pada Gambar 18 untuk %P awal adalah 0,071%. Pada temperatur akhir proses ~ 1600oC,
%P lebih kecil dari 0,03% masih dapat dicapai. Gambar 19 memperlihatkan
prediksi %P setelah LD-Konverter untuk %P awal yang bervariasi dari 0,05% hingga 0,20%. Terlihat bahwa untuk %P awal 0,20%, kandungan %P setelah LD-Konverter adalah ~0,035% pada temperatur 1600oC. Akan tetapi dengan membuat basisitas slag yang lebih tinggi serta membuat slag yang lebih banyak, kandungan posfor dibawah 0,03% juga masih mudah dicapai di LD-Konverter.
15
Indonesian Process Metallurgy 2011
Prediksi [% P] di akhir LD‐ Konverter
0.060
%P prediksi, B = 1,0 0.050
0.040
%P prediksi, B = 1,5 %P prediksi, B = 2,0
0.030
0.020
0.010
0.000 1400
1500
1600
1700
1800
o
Temperatur [ C]
Gambar 18: Prediksi [%P] setelah LD Konverter untuk [%P] awal = 0,071% pada basisitas slag 1 hingga 2.
Prediksi [% P] di akhir LD‐ Konverter
0.100 0.090
%P awal = 0,20
0.080
%P awal = 0,15
0.070
%P awal = 0,10
0.060
%P awal = 0,05
0.050 0.040 0.030 0.020 0.010 0.000 1400
1500
1600
1700
1800
o
Temperatur [ C]
Gambar 19: Prediksi [%P] setelah-LD Konverter untuk basisitas slag 1,5 dan [%P] awal dari 0,05% hingga 0,2%. Deposforisasi di LD-Konverter juga sedang menjadi trend di industri besi baja seperti diperlihatkan pada Gambar 20.
Gambar 20: Rute pembuatan baja di POSCO[viii]
16
Indonesian Process Metallurgy 2011 V.
Kesimpulan Meningkatnya kandungan posfor dalam crude FeNi lebih dominan disebabkan
oleh meningkatnya posfor dalam bijih nikel. Kandungan posfor dalam crude ferronikel dapat diprediksi dengan mengetahui jumlah posfor yang terdapat dalam charging material ke electric furnace. Metoda deposforisasi dengan slag oksidatif tidak praktis untuk dilakukan karena rute proses menjadi lebih panjang serta waktu proses menjadi lebih lama. Deposforisasi dilakukan di LD-Konverter dengan produk LC-FeNi paling feasible untuk dilakukan dalam usaha mengatasi permasalahan tingginya kandungan posfor dalam crude FeNi.
Daftar Pustaka
B.J.
Monaghan, R.J. Pomfret, K.S. Coley, February 1998. The Kinetics of Dephosphorization of Carbon-Saturated Iron using an Oxidizing Slag, Metallurgical and Materials Transactions B, Vol. 29B,
H. Suito, R. Inoue, 2006. Behavior of Phosphorous Transfer from CaO-FetO-P2O5 (-SiO2) Slag to CaO Particles, ISIJ International, Vol 46 , No. 2, pp. 180-187. M. Suitoh, K. Aizawa, M. Ariyoshi, R. Nagai, H. Nishikawa, S. Omiya, April 1991, Total Hot Metal Pretreatment System at Kawasaki Steel, Kawasaki Steel Technical Report, No. 24, pp. 16-24. P.K. Tripathy, A. Banerjee, B. Singh, D. Das, A.K. Das, 2008. Approaches for Conversion of High Phosphorous Hot Metal to Steel for Flat Products, ISIJ International, Vol 48 , No. 5, pp. 578-583. Y. Hino, N. Kikuchi, S. Nabeshima, S. Takeuchi,2005. Effect of Iron Oxide Feeding Rate and Hot Metal Temperature on Dephosphorization Rate in Torpedo Car, ISIJ International, Vol 45 , No. 6, pp. 827-834. Y. Nabeshima, K. Taoka, S. Yamada, N. Tamura, M. Shimizu, April 1991, Hot Metal Dephoshorization Treatment in Torpedo Car, Kawasaki Steel Technical Report, No. 24, pp. 25-31. . S. Kitamura, T. Kitamura, K. Shibata, Y. Mizukami, S. Mukawa, J. Nakagawa, 1991. Effect of Stirring Energy, Temperature and Flux Composition on Hot Metal Dephosphorization Kinetics, ISIJ International, Vol 31, No. 11, pp. 1322-1328. W. Gebert, J. Mueller, M. Hiebler, 2006. Worldwide Trends and Developments in LD Converter Steelmaking, Ironmaking & Steelmaking, Paper No. 5.1, Linz, Austria,
17