KAJIAN KUALITAS NUTRIEN SILASE TOTAL MIXED RATION BERBAHAN DASAR ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes) YANG DIENSILASE DENGAN Lactobacillus plantarum Quality of Eichhornia crassipes-Based Total Mixed Ration Silage Added Inoculant Lactobacillus plantarum S. Mutmainah, 1), A.Muktiani2) dan B.W.H.E. Prasetiyono2) 1)
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Ternak, Pascasarjana, UNDIP 2) Dosen Fak Peternakan dan Pertanian UNDIP
ABSTRACT The aim of this experiment was to evaluate the quality of Eichhornia crassipes-based total mixed ration silage (TMR) added inoculant Lactobacillus plantarum, under laboratory condition. Silage TMR was made of Eichhornia crassipes mixed with ration and added silages additives homofermentative lactic acid bacteria (LAB) strain L. plantarum. All inoculants were applied at 106 cfu/ml. Uninoculated silage serve as control. Triplicate silos were opened in each treatment after 4,8,12,16 and 20 d. The experiment was design in factorial completely randomized design with 2 treatment (A and B) and 3 replication. The result showed that Lactobacillus plantarum had no significant effect in all parameters. Time of storage had significant effect of all parameters except in moisture content and crude protein. True protein of TMR silage was signicantly decrease linier with time of ensiling. Total of LAB After ensiling was increase to 107 cfu/ml in B3 and the lowest butyric acid was in B3. Extract eter and crude fiber was significantly decrease. Overall, homofermentative LAB strain Lactobacillus plantarum generally had no effect in TMR silase of this experiments. Uninoculated silage was as well as the inoculate silage. Good quality silage could be reach at 12 d.a positive effect on TMR silage characteristics Key Words : Eichhornia crassipes, silage, total mixed ration, inoculant, Lactobacillus plantarum ABSTRAK Pembuatan silase TMR dengan memanfaatkan tanaman eceng gondok merupakan salah satu upaya alternatif dalam menjaga ketersediaan pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektivitas pengaruh penambahan inokulan bakteri L. plantarum terhadap kualitas nutrien silase TMR berbahan dasar eceng gondok, yang meliputi kadar air (KA), protein kasar (PK),serat kasar (SK), lemak kasar (LK), protein murni, asam butirat, total asam dan total bakteri asam laktat. Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 5, dengan 2 faktor (faktor A dan faktor B) dan 3 ulangan. Faktor A adalah tanpa penambahan bakteri (A1) dan dengan penambahan bakteri L. plantarum (A2). Faktor B adalah lama pemeraman, yaitu 4,8,12,16 dan 20 hari (B1, B2, B3, B4, B5). Hasil penelitian menunjukkan penambahan penambahan inokulan bakteri L. plantarum tidak berpengaruh nyata sedangkan lama pemeraman berpengaruh nyata terhadap kualitas silase, namun antara kedua faktor tersebut tidak ada interaksi. Hasil penelitian menunjukkan total bakteri asam laktat terbaik pada B3, yaitu 1,95 x 107cfu/g. Asam butirat terendah pada B3, yaitu 6,10 g/kg BK. Kadar air dan protein kasar tidak berbeda nyata, namun pada pemeraman selama 12 hari terjadi penurunan lemak kasar dan serat kasar silase, menandakan silase termasuk berkualitas baik. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa silase TMR berbahan eceng gondok tanpa penambahan inokulan bakteri L.plantarum sama baiknya dengan silase yang ditambah inokulan bakteri L.plantarum. Pemeraman selama 12 hari sudah menghasilkan silase TMR berbahan eceng gondok dengan kualitas yang baik. Kata kunci : eceng gondok, silase, total mixed ration, L. plantarum
Mutmainah, S. dkk./Buletin Nutrisi dan makanan Ternak 11(1) : 19- 24
PENDAHULUAN Ketersediaan lahan hijauan tanaman pakan semakin terbatas sebagai akibat dari pengalihan lahan untuk perumahan, industri dan perkebunan, maka diperlukan suatu usaha alternatif mencari bahan pakan baru. Dewasa ini banyak penelitian yang memanfaatkan limbah dan gulma sehingga menjadi lebih berdaya guna, sekaligus membantu mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan. Salah satu tanaman gulma yang menjadi perhatian karena sulit ditangani adalah tanaman eceng gondok. Eceng gondok memiliki laju pertumbuhan yang sangat cepat dan sangat mudah beradaptasi dengan lingkungannya. Villamagna (2009) menyebutkan bahwa eceng gondok memiliki laju reproduksi yang cepat. Reproduksinya secara seksual dan nonseksual, 10-100% biji akan berkecambah dalam waktu 6 bulan. Pasaribu dan Sahwalita (2007) melaporkan bahwa dalam waktu 6 bulan pertumbuhan eceng gondok pada areal 1 ha dapat mencapai bobot basah sebesar 125 ton. Penelitian terdahulu telah dilakukan untuk menguji pemanfaatan tanaman eceng gondok sebagai bahan pakan ternak dengan beberapa teknik pengolahan. Salah satunya adalah dengan cara menjadikannya silase total mixed ration. Penelitian yang dilakukan oleh Muktiani (2013) yang memberikan silase total mixed ration berbahan dasar eceng gondok pada domba ekor tipis menunjukkan performa produksi yang sama baiknya dibandingkan dengan domba yang diberi pakan konvensional yang terdiri dari konsentrat dan rumput. Silase dibuat dengan tujuan agar pakan hijauan menjadi awet, namun berdampak pada menurunnya kandungan nutrisi pakan akibat perombakan nutrisi-nutrisi pakan, terutama protein yang dilakukan oleh bakteri proteolitik. Menurunnya kandungan nutrisi pakan sangat berkaitan dengan lama pemeraman. Semakin lama difermentasi, maka semakin banyak nutrisi yang hilang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menambahkan inokulan bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat yang digunakan pada penelitian ini adalah dari jenis Lactobacillus plantarum. Lactobacillus plantarum adalah bakteri asam laktat yang paling sering digunakan sebagai inokulan karena sekitar 90% metabolit yang dihasilkan berupa asam laktat yang merupakan asam organik yang diperlukan untuk ensilase.
MATERI DAN METODE Materi Penelitian Materi penelitian meliputi tanaman eceng gondok segar dari Rawa Pening, Jawa Tengah, konsentrat dengan komposisi kulit kacang tanah, onggok, bekatul, bungkil kelapa sawit, kulit kopi, bungkil kelapa,bungkil biji kapuk dan molasses; serta inokulan bakteri Lactobacillus plantarum komersial. Peralatan yang dibutuhkan meliputi chopper, timbangan, plastik bening kapasitas 810 kg, plastik hitam, cetakan silase,yaitu toples makanan, termometer, pH meter, blender dan berbagai macam bahan dan alat untuk analisis proksimat dan protein murni. Penyediaan Inokulan L. plantarum Inokulan Lactobacillus plantarum diperbanyak menggunakan media jus kubis. Kubis diblender bersama aquades kemudian disaring dengan kain kassa sehingga menghasilkan cairan bening yang selanjutnya disebut ekstrak kubis. Ekstrak kubis kemudian disterilkan di dalam autoklaf selama sekitar 1 jam, ditunggu sampai dingin untuk kemudian dioles dengan inokulan L. plantarum sebanyak 1-2 ose. Ekstrak kubis yang telah tercampur dengan inokuan kemudian diinkubasi selama 3 hari kemudian dilakukan penghitungan koloni bakteri dengan metode total plate coun (TPC) sampai diperoleh konsentrasi bakteri 106 cfu/ml. Pembuatan Silase dan Penyiapan Sampel Eceng gondong dilayukan terlebih dahulu di tempat terbuka dan teduh selama 24 jam. Setelah itu, eceng gondok dicacah menggunakan chopper dengan ukuran 3-5 cm untuk kemudian dicampur dengan konsentrat yang telah dibuat secara homogen sehingga jadilah pakan yang disebut total mixed ration (TMR). Total mixed ration kemudian dimasukkan ke dalam silo plastik lalu ditutup rapat sampai tidak ada udara. Total mixed ration yang lain ditambahkan inokulan L. plantarum dengan dosis 2% (v/b) atau 20 ml/kg bahan (Santoso et al., 2011) sebelum dimasukkan ke dalam silo. Silase disimpan dalam silo plastik dengan kondisi kedap udara dan dengan volume yang telah disesuaikan dengan standar kepadatan silase, yaitu 600-700 kg/m3. Kapasitas silase yang dibuat dalam penelitian ini masing-masing sebesar 3 kg per plastik. Silase disimpan dalam 20
Mutmainah, S. dkk./Buletin Nutrisi dan makanan Ternak 11(1) : 19- 24
suhu kamar (± 270C) dan dipanen setiap 4,8,12,16 dan 20 hari. Setiap pemanenan silase, diambil sampel untuk dikeringkan dan diekstraksi. Sampel kering untuk analisis KA, Abu, PK, LK dan SK, sementara ekstrak silase digunakan untuk analisis protein murni, asam butirat dan total asam. Ekstraksi silase dilakukan dengan cara mengambil beberapa gram silase kemudian dicampur dengan aquades lalu diblender. Perbandingan silase dan aquades adalah 2: 7, misal 20 gram silase dan 70 ml aquades. Silase yang sudah diblender kemudian disimpan dalam lemari es dengan suhu 4°C selama 12 jam. Ekstrak silase kemudian disaring dengan 2 lembar kain kassa, filtratnya digunakan untuk analisis protein murni (Santoso et al., 2011).
disebabkan oleh degradasi protein menjadi peptida dan asam amino oleh enzim tanaman.
Analisis Statistik Data dianalisis statistik menggunakan analisis sidik ragam, sedangkan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan. Olah data menggunakan program SPSS versi 16.
Berdasarkan lama pemeraman, SK silase mengalami penurunan yang nyata, 36,72% menjadi 34,79%. Penurunan SK kemungkinan disebabkan oleh aktivitas BAL yang terdapat di dalam silase. Ratnakomala et al. (2006) menyatkan bahwa penambahan inokulum L. plantarum akan mempercepat proses fermentasi dan semakin banyak substrat yang didegradasi. Salah satu nutrien yang didegradasi adalah SK, sehingga kadarnya menurun. Sandi et al. (2010) melaporkan bahwa penambahan inokulan L. plantarum pada umbi singkong mampu menurunkan SK selama fermentasi. Tinggi rendahnya penurunan SK erat kaitannya dengan komponen penyusun SK terutama lignin. Lignin yang tinggi akan menyebabkan sulitnya bakteri mendegradasi bahan, sehingga penurunan SK juga rendah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Hasil analisis ragam menunjukkan penambahan L. plantarum dan lama pemeraman dan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air, abu, protein kasar dan total bakteri asam laktat. Lama pemeraman berpengaruh nyata terhadap lemak kasar, serat kasar, protein murni, asam butirat dan total asam silase. Namun tidak ada interaksi antara kedua faktor tersebut (P < 0,05) (Tabel 1). Protein Kasar dan Protein Murni Silase Protein kasar mencerminkan keseluruhan komponen N yang terdeteksi sebagai protein sehingga nilai protein kasar selalu lebih tinggi daripada protein murninya. Protin kasar pada silase TMR eceng gondok penelitian ini tidak berbeda nyata, yaitu rata-rata sebesar 13,47% . Meskipun PK tidak berbeda nyata, protein murni silase justru menunjukkan penurunan linier pada setiap penambahan waktu peram. Protein murni silase turun dari 5,56% (B1) menjadi 2,15 (B5). Hal tersebut diduga karena terjadi degradasi protein oleh bakteri. Santoso dan Hariadi (2009) menyatakan terjadi sejumlah penurunan nutrien selama ensilase. Penurunan protein
Lemak Kasar Uji Duncan memperlihatkan bahwa LK silase mengalami penurunan nyata dengan semakin bertambahnya lama pemeraman, dari 1,08 menjadi 1,02%. Hasil ini sesuai dengan penelitian Asminaya (2012) yang mensilase ransum komplit berbahan baku limbah pasar. Lemak kasar turun dari 5,15% menjadi 4,07%. Penurunan LK diduga karena komponen LK mudah terfermentasi sehingga didegradasi secara enzimatis oleh bakteri asam laktat. Serat Kasar
Total Asam Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan L. plantarum tidak berbeda nyata terhadap total asam silase. Lama pemeraman berbeda nyata namun tidak ada interaksi yang berpengaruh nyata diantara penambahan L. plantarum dan lama pemeraman terhadap total asam silase (P < 0,05). Produksi total asam tertinggi dihasilkan oleh silase B5 (20 hari), yaitu sebesar 3,83 ± 0,23 mg/ml. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Ratnakomala et al. (2006) yang mensilase rumput gajah dengan tambahan L. Plantarum sebesar 0,3%, yaitu 5,38 mg/ml. Hal tersebut diduga karena silase 100% hijauan menghasilkan asam yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan silase TMR. 21
Mutmainah, S. dkk./Buletin Nutrisi dan makanan Ternak 11(1) : 19- 24
Total asam silase TMR berbasis eceng gondok di atas menunjukkan bahwa dengan semakin bertambahnya masa pemeraman, maka semakin bertambah pula produksi total asamnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Allaily et al. (2011) yang menyebutkan bahwa lama penyimpanan sampai minggu ketiga (21 hari) dapat meningkatkan total asam. Total asam
semakin meningkat dan nyata lebih tinggi pada penyimpanan minggu ketiga. Total asam menurun pada minggu keempat karena BAL memasuki fase kematian, sehingga jumlah total asam yang terbentuk juga menurun. Bakteri asam laktat akan menghentikan pertumbuhannya akibat kehabisan gula untuk berlangsungnya proses fermentasi.
Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat TMR dan Silase TMR Eceng Gondok Berdasarkan Lama Pemeraman Analisis Proksimat KA (%) Abu (% BK) PK (% BK) LK (% BK) SK (% BK) Total Asam (mg/ml) Butirat (g/kg BK) Protein Murni (%) Total BAL (cfu/g)
B1(4 hari) 62,85a 11,71a 12,78a 1,08d 36,72a 1,40a 8,09b 5,56c 2,02 x 103a
B2(8 hari) 64,52a 12,99a 14,10a 1,05c 38,37a 1,88b 12,17c 5,35c 1,82 x 103a
Lama Pemeraman B3(12 hari) B4(16 hari) 64,11a 61,67a a 12,15 12,33a 13,67a 13,05a ab 1,03 1,05bc ab 33,41 33,23ab a 1,11 1,24a a 6,10 6,61ab b 3,35 3,64b 7b 1,95 x 10 4,60 x 104a
B5(20 hari) 64,78a 13,07a 13,66a 1,02 a 34,79b 3,83c 17,67d 2,15a 1,34 x 105a
Keterangan: KA : kadar air, PK : protein kasar, LK : lemak kasar, SK : serat kasar, BETN : bahan ekstrak tanpa nitrogen. abc Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
Kadar Asam Butirat Uji Duncan menunjukkan asam butirat berbeda nyata. Silase yang baik adalah yang jumlah asam butiratnya sedikit dan dominan dengan asam laktat (Church, 1991). Asam butirat terendah pada penelitian ini adalah pada pemeraman 12 hari (B3), yaitu 6,10 g/kg BK, sedangkan yang tertinggi adalah pada pemeraman selama 20 hari (B5), yaitu 17,67 g/kg BK. Nilai ini lebih kecil dibandingkan persentase asam butirat pada silase rumput raja yang diteliti Antaribaba et al. (2009), yaitu 39,6 g/kg BK. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas silase TMR eceng gondok yang dibuat dalam penelitian ini termasuk baik. Asam butirat tersebentuk akibat aktifitas bakteri Clostridium sp. McDonald et al. (1987) menyatakan bahwa Clostridium sp. akan aktif jika kadar air silase lebih dari 75%. Clostridium sp. akan mengubah asam laktat menjadi asam butirat, Co2 dan panas. Asam butirat akan menurunkan kualitas silase karena menyebabkan terjadinya pembusukan. Pada penelitian ini, kadar air tidak lebih dari 75% atau masih dalam kisaran normal kadar air (65-75%), yaitu 63,59%. Hanafi (2004) menyebutkan bahwa silase yang kandungan airnya tinggi akan
memicu pertumbuhan jamur dan asam butirat. Kadar air silase TMR justru cenderung menurun dan keberadaan jamur sangat kecil persentasenya, sehingga dalam kondisi ideal asam butirat juga kecil. Hal ini didukung dengan cepatnya penurunan pH pada B3, yaitu 4,56 (Mutmainah, 2014) yang merupakan pH minimal yang baik agar silase awet. Kondisi asam menyebabkan aktivitas bakteri Clostridium sp. terhambat sehingga tidak dapat atau hanya sedikit menghasilkan asam butirat. Asam butirat merupakan asam yang menyebabkan bau busuk pada silase. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (2009) yang menyatakan bahwa Clostridium sp. yang terdapat pada silase bersifat tidak toleran terhadap asam dan aktivitasnya sangat tergantung pada kecepatan produksi asam laktat. Total Bakteri Asam Laktat Uji ragam menunjukkan bahwa lama pemeraman dan penambahan inokuan bakteri L. plantarum sama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap populasi BAL di dalam silase (P> 0,05). Tidak ada interaksi antara lama pemeraman dan penambahan inokulan bakteri L. plantarum yang berpengaruh nyata terhadap total populasi BAL silase (Tabel 1). 22
Mutmainah, S. dkk./Buletin Nutrisi dan makanan Ternak 11(1) : 19- 24
Meskipun Uji Duncan memperlihatkan lama pemeraman dan penambahan inokuan bakteri L. plantarum tidak berpengaruh nyata, namun jumlah tersebut sudah cukup untuk membantu fermentasi. McDonald et al. (1987) menyatakan keberhasilan pengontrolan dalam proses fermentasi dengan menggunakan inokulan tergantung pada sejumlah faktor, salah satunya yaitu inoculation rate, sekitar 105-106 organisme/ gram hijauan segar dan adanya karbohidrat terlarut yang memadai. Secara deskriptif, populasi BAL semula kecil dan cenderung tak berubah dari B1 sampai B2, kemudian naik secara cepat pada B3 dan perlahan menurun pada B4 dan B5. Fase ini sesuai dengan fase pertumbuhan bakteri pada umumnya yang membentuk kurva sigmoid (S). Pada B1 dan B2 (1-8 hari), populasi BAL cenderung tetap, yaitu 2,02-2,8 x 103. Kemungkinan BAL sedang dalam fase adaptasi ( lag phase), sehingga tidak terlihat aktivitas pertumbuhan bakteri. Populasi BAL terbanyak adalah pada B3 (12 hari), yaitu 1,95 x 107, pada fase ini BAL sedang mengalami fase pertumbuhan cepat (logarithmic phase atau eksponential phase) dimana sel bakteri membelah diri dengan laju konstan dan massa yang dihasilkan 2 kali lipat dari fase sebelumnya. Pada B4 dan B5, BAL menurun. Kemungkinan bakteri telah memasuki fase stabil (stationary phase) . Pada fase ini jumlah bakteri cenderung konstan karena kandungan nutrien pada substrat mulai berkurang. Bakteri mulai berkompetisi mempertahankan hidup, ada yang mati dan ada yang tetap hidup dan tumbuh (Ferdiaz, 1992).
KESIMPULAN Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa silase TMR berbahan eceng gondok tanpa penambahan inokulan bakteri L.plantarum sama baiknya dengan silase yang ditambah inokulan bakteri L.plantarum. Pemeraman selama 12 hari sudah menghasilkan silase TMR berbahan eceng gondok dengan kualitas yang baik. DAFTAR PUSTAKA Allaily, N. Ramli dan R. Ridwan. 2011. Kualitas silase ransum komplit berbahan baku pakan lokal. J. Agripet 11 (2) : 35-40.
Antaribaba, M. A., N. K. Tero, B. Tj. Hariadi dan B. Santoso. 2009. Pengaruh taraf inokulum Bakteri Asam Laktat dari ekstrak rumput terfermentasi terhadap kualitas fermentasi silase rumput raja. JITV 14 (4): 278-283 Asminaya, N. S. 2012. Kualitas fisik dan kimia silase ransum komplit berbahan baku sampah organik pasar. J Agriplus 22 : 249-153. Church, D. C. 1991. Livestock Feed and Feeding. 3 rd Ed. Prentice Hall Inc, Englewood Cliffs, New Jersey. Hanafi, N. D., 2004. Perlakuan silase dan amoniasi daun kelapa sawit sebagai bahan baku pakan domba. Fakultas Pertanian-Program Studi Produksi Ternak Universitas Sumatera Utara. Laporan Penelitian: USU Digital Library. Harahap, A. F. 2009. Dalam Kajian daya hambat dan daya simpan bakteri asam laktat silase ransum komplit dengan dan tanpa kapsulasi. Sekolah Pasca Sarjana, IPB, Bogor. (Tesis) McDonald, P., R. A. Edwards and J. F. D. Greenhalgh. 1987. Animal Nutrition. Ed 4 th . Longman Group Ltd, England. Mutmainah, S. 2014. Kualitas fisik dan ph silase Total Mixed Ration berbasis Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) dengan penambahan inokulan L. plantarum. Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan 6. Pengembangan Peternakan Berbasis Sumberdaya Lokal Menuju Kedaulatan Pangan. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, 18 November 2014. Muktiani, A. 2013. Peningkatan Kualitas Pakan Ternak Berbahan Eceng Gondok. Prosiding. Workshop Penyelamatan Ekosistem Danau Rawa Pening. Penelitian Ilmiah sebagai Solusi Teknis Penyelamatan Ekosistem Danau Rawa Pening dalam Skala Super Prioritas. Semarang, 13 Juni 2013. Pasaribu, G dan Sahwalita. 2007. Pengolahan Eceng Gondok sebagai Bahan Baku Kertas Seni. Prosiding Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September 2006. Ratnakomala, S. , R. Ridwan, G. Kartika dan Y. Widyastuti. 2006. Pengaruh inokulum Lactobacillus plantarum 1A-2 dan 1BL-2 terhadap kualitas silase rumput gajah (Pennisetum purpureum). J. Biodiversitas. 7 (2) : 131-134.
23
Mutmainah, S. dkk./Buletin Nutrisi dan makanan Ternak 11(1) : 19- 24
Santoso, B. dan B.TJ. Hariadi. 2009. Evaluasi kualitas rumput signal (Brachiaria brizantha) yang diensilase dengan hijauan sumber tanin. JITV 13: 207-213. Santoso, B., B. Tj. Hariadi, Alimuddin dan D. Y. Seseray. 2011. Kualitas fermentasi dan nilai nutrisi silase berbasis sisa tanaman padi yang diensilase dengan penambahan inokulum bakteri asam laktat epifit. JITV 16 (1): 1-8.
Schroeder, J.W. 2004. Silage Fermentation and Preservation. http://www.ext.nodak.edu/ expubs/ansci/dairy/as1254w.btm.pdf. Villamagna, A.M. 2009. Ecological effecy of water hyacinth (Eichhornia crassipes) on Lake Chapala, Mexico. Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State University, Virginia (Dissertation).
24