Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
Kajian Komersialisasi Usaha Rumah Tangga Petani Padi pada Lahan Rawa Pasang Surut di Provinsi Jambi Ira Wahyuni1*), Amruzi Minha2), Andi Mulyana2), Zulkifli Alamsyah3) 1)
Mahasiswa Program Doktor Ilmu-Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian UNSRI 2) Dosen Program Doktor Ilmu-Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian UNSRI 3) Dosen Program Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian UNJA *) Corresponding author:
[email protected]
ABSTRAK Rumah tangga petani padi lahan pasang surut di Provinsi Jambi yang berada di dua kabupaten (Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat) mengusahakan beragam komoditas. Rumah tangga petani padi melakukan diversifikasi (multi) komoditas dengan multi produk (produk segar maupun produk olahan) yang dijual dan dikonsumsi. Rumah tangga petani padi, mengusahakan lebih dari dua komoditas (3-7 komoditas sekaligus), baik pada lahan yang sama maupun pada lahan yang berbeda yang dikuasai. Hal ini dimungkinkan karena rumah tangga petani memiliki berbagai jenis lahan (lahan basah/sawah dan lahan kering/ladang). Selain mengusahakan komoditas tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai) dan hortikultura (cabai, timun, terong, kangkung, pisang, duku, sukun, dst), juga mengusahakan komoditas tanaman perkebunan (kelapa sawit, pinang, karet, kopi, kelapa dalam, kakao, dst) ada yang merupakan komoditas subsisten dan ada yang komoditas komersial. Komersialisasi usaha rumah tangga petani padi dimungkinkan karena : (1) membaiknya pasar/dan harga komoditas tersebut, (2) keterbatasan sumberdaya manusia (tenaga kerja) dan teknologi alsintan (3) terbatasnya modal untuk kegiatan proses produksi (budidaya), panen dan pasca panen, serta (4) kemudahan memperoleh pendapatan tunai secara tetap (harian/mingguan). Komersialisasi usaha rumah tangga petani padi lahan pasang surut di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat, belum berada komersial penuh tapi masih pada semi komersial, katagori ini dinilai dari komoditas yang diusahakan, kegiatan produksi, kegiatan konsumsi, dan kegiatan penjualan hasil/pemasaran dari multi komoditas yang dihasilkan rumah tangga petani padi. Kata kunci : komersialisasi, lahan rawa pasang surut, usaha rumah tangga petani padi.
PENDAHULUAN Upaya pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan, khususnya beras merupakan salah satu peran strategis sektor pertanian dan merupakan tugas yang tidak ringan, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah dan pada tahun 2012 tercatat sebesar 259 juta orang dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49 persen per tahun. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan utama tersebut, Kementerian Pertanian telah menetapkan target pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan pada tahun 2014, dengan target sasaran produksi sudah pada posisi swasembada, maka target pencapaian selama 2010-2014 adalah swasembada berkelanjutan, dengan sasaran produksi padi sebesar 76,57 juta ton GKG pada tahun 2014 dan penetapan target tersebut sudah mencakup target surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014 (Kementerian Pertanian, 2014). 1
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
Kenaikan permintaan produk pangan dan pertanian, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas juga karena adanya peningkatan penduduk dengan kelas pendapatan menengah (middle-incame class), yaitu mereka yang berpendapatan lebih dari Rp. 60 juta pertahun. Dalam 10-15 ke depan kelas menengah di Indonesia akan naik dua kali lipat dan pada tahun 2030 di Indonesia akan terjadi pertumbuhan kelas menengah yang juga akan menjadi kelompok masyarakat berkonsumsi tinggi (consuming class) menjadi 135 juta jiwa dari 45 juta jiwa pada tahun 2012. Pada tahun 2020 saja diperkirakan penduduk Indonesia sudah mencapai 270 juta jiwa, dengan 75 juta termasuk kelas menengah (Krisnamurti, 2014a). Kawasan rawa pasang surut dapat menjadi sumber pertumbuhan baru produksi (komoditas) pertanian, karena memiliki beberapa keunggulan : ketersediaan air yang melimpah, topografi relatif datar, akses ke daerah pengembangan dapat melalui jalur darat dan jalur air sehingga memudahkan jalur distribusi, pemilikan lahan yang luas dan ideal bagi pengembangan usahatani secara mekanis (Noor, Dedy dan Arifin, 2014). Provinsi Jambi diperkirakan memiliki lahan rawa seluas 684.000 ha, berpotensi untuk pengembangan pertanian 246.481 ha terdiri dari lahan rawa pasang surut 206.832 ha dan lahan non pasang surut (rawa lebak) 40.521 ha. Lahan rawa pasang surut yang telah dimanfaat seluas 52.803 ha. Sisanya masih 154.029 ha masih belum dimanfaatkan. Berarti masih banyak terdapat potensi lahan yang dapat dimanfaatkan untuk komoditas padi dan komoditas lainnya. Lahan sawah rawa pasang surut terluas di Provinsi Jambi adalah Kabupaten Tanjung Jabung Timur seluas 33.827 ha (64,06 %), kemudian Kabupaten Tanjung Jabung Barat seluas 17.470 ha (33,09 %), selanjutnya Kabupaten Muara Jambi seluas 1.290 ha (2,44 %) dan Kabupaten Tebo hanya 216 ha (0,41 %) (BPS Provinsi Jambi, 2014). Lahan rawa pasang surut sebagai lahan pangan sudah lama diusahakan rumah tangga petani terutama penduduk suku jawa, merupakan transmigrasi tahun 70-an. Diduga kondisi rumah tangga petani padi pada lahan rawa pasang surut terkungkung dalam kondisi subsistensi. Keterisoliran membuat usaha rumah tangga petani tetap subsisten. Kabupaten Tanjung Jabung Tmur dan Kabupaten Tanjung Jabung merupakan dua kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Tanjung Jabung (Undang-Undang No 54 tanggal 4 Oktober 1999) dulunya ke dua kabupaten ini merupakan wilayah terisolir terumah tanggama kabupaten Tanjung Jabung Timur. Terbukanya akses terbuka serta mempunyai akses dalam perekonomian, adanya informasi harga, tersedianya sarana dan prasarana transportasi darat dan air, adanya kegiatan distribusi dan pemasaran produk pertanian lokal, nasional dan ekspor (perdagangan internasional), memicu alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian, alih fungsi lahan dari komoditas pertanian satu ke komoditas pertanian lainnya. Alih fungsi lahan ini dipicu oleh membaiknya pasar dan harga komoditas tertentu kelapa sawit dan karet, pinang dibandingkan dengan komoditas pangan padi/jagung/kedelai disamping pengelolaannya budidaya, panen dan pasca panen lebih mudah ditambah lagi dengan kemudahan lainnya memperoleh cash income secara priodik/mingguan Namun rumah tangga petani telah berorientasi pasar (komersial) dan memberoleh keuntungan, dapat dilihat dari komoditas yang diusahakan rumah tangga petani. Peningkatan produksi padi atau produksi komoditas lainnya dapat menjadi terkendala karena relatif banyaknya perang komoditas di lahan terbatas dan sumberdaya (sumberdaya manusia) lainnya yang terbatas. Tahun 2014 terdapat 18 komoditas nasional, yang terus digenjot produktivitasnya oleh pemerintah. Berbagai komoditas saling berlomba dengan programnya dan program tersebut berasal bisa berasal dari instansi yang sama dan yang berbeda. Kondisi ini merupakan peluang bagi petani untuk menentukan keputusan dalam berproduksi. Orientasi berproduksi petani dan anggota keluarga petani menentukan kualitas dan kuantitas output yang dihasilkan maupun input yang digunakan. 2
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
KERAGAAN USAHATANI LAHAN RAWA PASANG SURUT Luas Lahan Di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur rumah tangga petani padi mengusahakan beberapa komoditas sekaligus. Rumah tangga petani padi melakukan usahatani dengan multi komoditas dimungkinkan karena lahan yang dimiliki rumah tangga petani relatif luas, dengan beragam jenis lahan (basah dan kering) untuk jelasnya luas lahan yang dikuasai rumah tangga petani dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Luas Lahan yang Dikuasai Rumah Tangga Usaha Pertanian, Tahun 2013 Luas Lahan (ha) Provinsi Jambi Kabupaten Tanjung Jabung Tanjung Jabung Barat Timur Ruta % Ruta % Ruta % < 0,50 70.255 16,28 3.503 8,48 4.286 10,44 0,50–0,99 39.657 9,19 3.909 9,46 3.250 7,92 1,00-2,99 202.987 47,03 20.400 49,39 20.278 49,40 ≥ 3,00 118.690 27,50 13.495 32,67 13.235 32,24 Jumlah 431.589 100,00 41.307 100,00 41.049 100,00 Sumber : data diolah dari BPS Provinsi Jambi (2014) Dari Tabel 1. dapat diketahui luas lahan yang dikuasai rumah tangga petani di Propinsi Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur relatif luas, luas lahan ≥ 1 ha dikuasai masing-masingnya sebesar 32,17 %, 80,83 % dan 81,64 %. Kondisi data diatas menunjukkan jumlah rumah tangga meningkat dan luas lahan yang dimiliki juga relatif luas. Walaupun komoditas yang diusahakan adalah komoditas komersial (pinang, kelapa, kelapa sawit, karet, kopi, dan lain-lain) namun dalam pengelolaan masih dengan cara-cara tradisional (subsisten). Sumberdaya Manusia dan Teknologi Pertanian Modern Potensi lainnya pada lahan rawa pasang surut terjadinya peningkatan jumlah rumah tangga usaha pertanian pada tahun 2013 dibandingkan tahun 2003, dan peningkatan terbanyak rumah tangga petani di subsektor perkebunan (kelapa sawit, karet dan pinang), kemudian peningkatan rumah tangga petani padi, sementara rumah tangga petani tanaman pangan lainnya menurun. Di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, peningkatan rumah tangga usaha pertanian 8.803 rumah tangga (27,09 %) dari 32.504 rumah tangga tahun 2003 menjadi 41.307 rumah tangga pada tahun 2013. Di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, terjadinya peningkatan 3.258 rumah tangga (8,62 %) dari 37.791 rumah tangga tahun 2003 menjadi 41.049 rumah tangga pada tahun 2013 (BPS Provinsi Jambi, 2014). Walaupun jumlah rumah tangga petani usaha pertanian meningkat tetapi sumberdaya manusia petani terbatas jumlahnya, hal ini menjadi kendala dalam pengelolaan usahatani. Data sensus pertanian 2013, dimana jumlah rumah tangga petani tidak jauh diatas jumlah petani. Di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, jumlah rumah tangga petani di sektor pertanian 41.307 rumah tangga dengan jumlah petani 45.278 jiwa. Hal yang sama terjadi juga di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, jumlah rumah tangga petani sebanyak 41.059 rumah tangga dengan jumlah petani 48.642 jiwa. Dari data tersebut, menunjukkan dalam satu rumah tangga hanya ada 1-2 orang petani per rumah tangga. Jika diperkirakan jumlah anggota rata-rata 5 jiwa per rumah tangga berarti ada 3-4 orang yang tidak terlibat dalam mengelola usahatani. Sehingga dapat 3
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
disimpulkan adanya kendala terbatasnya sumberdaya manusia (tenaga kerja keluarga) dalam mengelola usahatani. Teknologi modern/mesin : pompa air, traktor tangan (handtractor) untuk pengolahan lahan, teknologi perontok (power thresher) gabah, teknologi alat pengering (dryer) gabah. Namun penggunaan teknologi modern ini selain terkendala sumberdaya manusia yang kualitasnya relatif rendah, terumah tanggama tidak didukung keadaan finansial petani. Selain dapat mempercepat proses poduksi padi menjadi beras tetapi juga kalau benar kalau penggunaan teknologinya kurang tepat dapat menyebabkan susut/kehilangan hasil panen Produksi , Produktivitas dan Keuntungan Produktivitas usahatani padi lahan rawa pasang surut di Provinsi Jambi masih rendah, yaitu berkisar 3,00-3,90 ton per tahun. Produksi tersebut masih dapat ditingkatkan menjadi 5-6 ton per tahun melalului introduksi teknologi padi, seperti benih unggul, VUB, pemupukan, pemberian bahan amelioran (bahan pembenah tanah dapat berupa kapur atau dolomit maupun bahan organik, abu sekam, serbuk gergajian), pengendalian mengendalikan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) (Alihamsyah, et.al. 2003). Dari hasil pengkajian Jumakir et.al. (2014), lahan pasang surut Provinsi Jambi menunjukkan bahwa penggunaan VUB dengan pendekatan PTT telah mampu meningkatkan hasil padi terumah tanggama VUB Inpara (inbrida padi rawa merupakan varietas padi yang dilepas untuk adaptasi di lahan rawa), terumah tanggama Inpara 3. Produktivitas VUB Inpara 3 (7,04 t/ha) lebih tinggi dibanding VUB Inpara 1 (5,60 t/ha), Cisokan (4,64 t/ha) dan Ciherang. Pendapatan tertinggi Inpara 3 sebesar Rp 7.025.000,(R/C 1,61) dan pendapatan terendah diperoleh varietas Ciherang, yaitu Rp 1.275.000,(R/C 1,12), sedangkan varietas Inpara 1 dan Cisokan adalah Rp 3.625.000,- (R/C 1,33) dan Rp 2.115.000,- (R/C 1,21). Angka analisis untuk VUB Inpara 1, VUB Inpara 3, VUB Cisokan dan VUB Ciherang R/C ≥ 1, namun tidak ada yang bernilai R/C ≥ 4, ini menunjukkan usahatani padi yang dijalankan kurang layak atau tidak menguntungkan. Berarti rumah tangga petani padi lahan pasang surut belum berorientasi komersial karena berusaha belum tercapai keuntungan. Hampir semua komoditas tanaman yang diusahakan di lahan pasang surut (lahan suboptimal), produksi, produktivitas dan keuntungan yang dihasilkan dan diperoleh lebih rendah bila dibandingkan pada lahan optimal. Walaupun kenyataannya demikian petani di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Tanjung Jabung Barat, menggarap lahannya dengan beragam komoditas menikmati penerimaan maksimal tanpa mengeluarkan biaya yang optimal tetapi dengan biaya sangat minimal. Komersialisasi usahatani dapat terjadi pada sisi output dengan peningkatan produk yang dijual (marketed surplus), tetapi juga dapat terjadi pada sisi input dengan peningkatan penggunaan pembelian input (von Braun, 1995). Komersialisasi usahatani adalah rasio lahan yang dialokasikan untuk usahatani perorangan (individu) terhadap total lahan usahatani, rasio nilai masukan (input) yang diperoleh dari nilai produksi (output) di pasar, rasio penjualan output relatif terhadap nilai output (Balint, 2014). Melalui komersialisasi usahatani, rumah tangga petani semakin berpartisipasi dalam ekonomi pasar untuk mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi dan keluar dari kemiskinan dan kerawanan pangan. Komersialisasi usahatani adalah proses peralihan dari subsisten, semi subsisten ke semi komersial dan kemudian ke komersialisasi penuh (Pingali dan Rosegrant, 2012). Melalui proses komersialisasai usahatani, tujuan berusahatani berubah dari untuk memenuhi kebutuhan pangan sendiri menjadi memperoleh pendapatan tunai dan keuntungan (Pingali, 2013).
4
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
KOMERSIALISASI USAHA RUMAH TANGGA PETANI PADI Komersialisasi rumah tangga petani dapat dilihat sebagai proses dinamis seberapa kecepatan proporsi output yang dijual dan input yang dibeli berubah dari waktu ke waktu pada tingkat rumah tangga (Moti et al., 2010). Komersialisasi tidak dibatasi hanya untuk tanaman pangan sebagai tanaman tradisional yang dipasarkan pada batas tertentu juga menyangkut tanaman komersial yang sudah pasti berorientasi pasar (Gabremadhin and Moti, 2010). Spesialisasi tanaman pangan sebagai komoditas tradisional dianggap sebagai komoditas yang dapat dipasarkan selama proses komersialisasi dari subsisten ke komersial. Konsep komersialisasi rumah tangga petani dalam keputusan produksi tanaman pangan tradisional akan menargetkan pasar, bukannya hanya karena surplus produksi (Pingali dan Rosegrant, 2012). Penjualan Hasil Baragamnya komoditas yang diusahakan rumah tangga petani padi dimungkinkan karena adanya pasar yang mendukung. Pasar yang tersedia berupa pasar secara fisik yang tersedia maupun non fisik, banyaknya pedagang besar lokal dan eksportir, pedagang pengumpul yang langsung membeli di lokasi penelitian. Adanya informasi harga, informasi kualitas dan kuantitas produk yang transparan membuat bergairahnya usaha rumah tangga petani dalam menghasilkan produk. Penjualan hasil produk di kebun/rumah petani dan petani dapat mengantar sendiri ke pasar. Penjualan hasil padi yang dilakukan rumah tangga petani padi padi lahan rawa pasang hanya sekitar 46% rumah tangga petani rumah tangga bertujuan mengkonsumsi seluruh hasil panennya dan sekitar 52% hanya menjual sebagian dan hanya sebagian kecil sekitar 2 % rumah tangga petani yang menjual seluruh hasil panennya. Walaupun rumah tangga petani padi melakukan penjualan hasil padinya, bila tujuannya memenuhi kebutuhan konsumsi maka petani masih bertujuan subsisten. Untuk produk komoditas tanaman komersial (kelapa sawit, pinang, karet, kopi, kelapa dalam dan kakao) semua produk di jual segera setelah panen dan sebagian kecil menunggu harga tinggi. Diversifikasi Komoditas Dengan banyaknya kegiatan anggota rumah tangga petani padi, berarti rumah tangga petani harus mengalokasikan tenaga kerja keluargannya untuk berbagai kegiatan, Rumah tangga petani padi mengusahakan berbagai usaha tanaman padi dan pangan lainnya (jagung, kedelai), hortikultura (pisang, timun, cabe), tanaman perkebunan (kelapa, kelapa sawit, kopi, pinang, karet), usaha ternak dan pemeliharaan ikan, usaha transportasi ojek, pompong dan usaha lainnya. Diversifikasi komoditas usahatani, produk dan usaha di luar usahatani dilakukan disesuaikan dengan prasarana fisik yang tersedia (sungai-sungai, paritparit/saluran-saluran utama yang lebar, rawa/kolam, jalan utama dan jalan-jalan lintas) Komersialisasi usaha rumah tangga petani dapat ditunjukkan bila telah terpisahkan kegiatan produksi dan kegiatan konsumsi. Rumah tangga petani padi lahan pasang surut di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat belum terpisah kegiatan produksi dan kegiatan konsumsi sehingga belum dapat dikatakan usaha rumah tangga petani padi berorientasi komersial, berarti masih tergolong subsisten dan semi subsisten atau semi komersial. Keberhasilan dan kegagalan komersialisasi rumah tangga petani pada lahan pasang surut dipengaruhi oleh banyak faktor : keadaan fisik lahan pasang surut, tenaga kerja yang tersedia dalam rumah tangga (umur, kuantitas dan kualitas, jenis kelamin), alokasi waktu, adanya resiko, adanya pasar, budaya masyarakat, penguasaan teknologi budidaya, panen 5
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
dan pasca panen dan faktor individual, teknologi informasi, pasar input dan pasar output, pasar modal/uang serta kebijakan pemerintah. Dan faktor tersebut bisa sebagai faktor penghambat dan faktor pendorong komersialisasi. Rumah tangga petani padi memperoleh produksi berbagai komoditas dan pendapatan dari berbagai sumber, yang digunakan untuk konsumsi pangan dan non pangan, investasi untuk kegiatan usahatani dan sumberdaya manusia petani, mengambil pinjaman (kredit) bila ingin mengembangkan usahataninya dan menabung bila ada kelebihan dana tunai setelah tertutupi semua pengeluaran rumah tangga. Komersialisasi atau subsistensi perilaku ekonomi rumah tangga petani merupakan pilihan rumah tangga petani. Masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan.
KESIMPULAN Rumah tangga petani padi lahan pasang surut di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat belum tergolong komersial penuh, masih dalam katagori semi komersial, baik dari aspek pemilihan komoditas tanaman, penjualan hasil, kegiatan produksi dan kegiatan konsumsi rumah tangga. Dengan adanya program pengembangan lahan rawa (pasang surut) oleh Pemerintah Pusat dan Daerah, merupakan peluang bagi rumah tangga petani padi dan pemerintah dapat menentukan berproduksi pada lahan rawa pasang surut orientasi pasar (komersial) atau bertahan pada subsistensi, sehingga dapat dikembangkan model bagi bagi pelaku produksi, pelaku distribusi dan pemasaran serta bagi stakeholder .
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan pada Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Program Sarjana dan Magister Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi dan Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI yang telah mendanai perkuliahan saya sehingga terciptanya tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA Alihamsyah T, D Nazeim, Mukhlis, I Khairullah, HD Noor, M Sarwani, Sutikno, Y Rina, FN Saleh dan S Abdussamad. 2003. Empat puluh tahun Balittra; Perkembangan dan Program Penelitian Ke Depan. Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa. Badan Litbang Pertanian. Banjarbaru. Balint, B. 2014. Institutional Factors Influencing Agricultural Sales of the Individual Farmers in Romania, Studies on the Agricultural and Food Sector in Central and Eastern Europe, Vol.25, Hall (Saale), IAMO, pp. 238-256. BPS Provinsi Jambi. 2014. Potret Usaha Pertanian Provinsi Jambi Menurut Subsektor (Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Pertanian 2013 dan Survei Pendapatan Usaha Rumah tangga Pertania 2013). BPS Provinsi Jambi. Jambi.
6
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
Busyra, BSI, Adri dan Endrizal. 2014. Optimalisasi Lahan Sub Optimal Rawa Pasang Surut Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu dan Peningkatan Indek Pertanaman. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014, Palembang 26-27 September 2014. ISBN : 979-587-529-9. Gebremedhin, B. and Moti Jaleta. 2010. Commercialization of Smallholders: Is Market Participation Enough? Contributed Paper Presented at the Joint 3rd African Association of Agricultural Economists (AAAE) and 48th Agricultural Economists Association of South Africa (AEASA) Conference, Cape Town, South Africa, September 19-23, 2010. Kementerian Pertanian. 2014. Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2013. Biro Perencanaan Kementerian Pertanian. Jakarta. Krisnamurthi, B. 2014. Kebijakan Untuk Petani : Pemberdayaan untuk Pertumbuhan dan Pertumbuhan yang Memperdayaakan. Disampaikan pada Pembukaan Konferensi Nasional XVII dan Kongres Nasional XVI PERHEPI. Bogor Moti, J., Berhanu, G. and Hoekstra, D. 2010. Smallholder Commercialization:Processes, Determinants and Impact. Discussion Paper No. 18. Improving Productivity and Market Success (IPMS) of Ethiopian Farmers Project, ILRI (International Livestock Research Institute), Nairobi, Kenya. Najemi, D., Y. Rina, I. Ar-Riza dan S Saragih. 2013. Penerapan Sistem Surjan untuk Mendukung Diversifikasi dan Meningkatkan Pendapatan di Lahan rawa pasang surut. Desa Lagan Ulu Kecamatan Geragai Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi. Prosiding Seminar Nasional : Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian. ISBN 978-979-3450-28-5. Pingali, L.P. and Rosegrant, M.W., 2012. Agricultural Commercialisation and Diversification: Process and Polices. Food Policy, 20(3), pp.171–185. Pingali, L.P. 2013. From Subsistence to Commercial Production System: The Transformation of Asian Agriculture. American Journal of Agricultural Economics. 79(2): 628-634 Raharjo, B., Dedeh Hadiyanti1, Kgs. A. Kodir. 2012. KajianKehilangan Hasil Pada Pengeringan dan Penggilingan Padi di Lahan rawa pasang surut Sumatera Selatan. Jurnal Lahan Suboptimal. ISSN2252-6188 Vol. 1, No.1: 72-82, April 2012 Jumakir, Suparwoto, dan Endrizal. 2014. Potensi, Peluang dan Strategi Peningkatan Produktivitas Padi Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) di Lahan Pasang Surut. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014, Palembang 26-27 September 2014. ISBN : 979-587-529-9. von Braun, J. 1995. Agricultural Commercialization: Impacts On Income and Nutrition and Implications for Policy. Food Policy, 20 (3): 187 – 202
7