II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Usaha Kerbau Peternakan adalah kegiatan usaha dalam memanfaatkan kekayaan alam biotik berupa ternak dengan cara produksi untuk memenuhi perkembangan kebutuhan hidup manusia dengan memperhatikan keseimbangan ekologi dan kelestarian alam (Atmadilaga, 1975).
Selanjutnya dikemukakan bahwa usahaternak merupakan
kegiatan dalam usaha meningkatkan manfaat ternak melalui organisasi operasional penerapan zooteknis tertentu secara ekonomis menguntungkan atau sekurang– kurangnya menjamin kelangsungan usaha. Posisi ternak dalam budidaya terdiri atas tiga manfaat utama, yakni sebagai sumberdaya, ternak sebagai komoditas dan ternak penghasil produk. Ternak sebagai komoditas, adalah sekelompok ternak yang dihasilkan dari turunan ternak sumberdaya melalui suatu perkawinan tertentu atau kelompok ternak yang telah terpilih melalui satu jalur perkawinan tertentu atau seleksi genetis tertentu berdasarkan ciri-ciri karakteristik yang diunggulkan. Ternak komoditas berfungsi menghasilkan bakalan unggul. Ternak sebagai penghasil produk adalah kelompok ternak yang berfungsi menghasilkan daging, susu, telur secara efisien (Yusdja dan Ilham, 2006). Tujuan utama dari usaha ternak ialah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, baik berupa uang maupun berwujud hasil. Pada pokoknya usaha ternak bisa digolongkan menjadi dua:
8
9 1. Hasil pokok. a. Berupa bahan makanan seperti : daging, susu, telur b. Berupa tenaga, seperti tenaga kerbau dalam membajak 2. Hasil ikutan (by product) Pada umumnya, dari usaha ternak, selain memberikan hasil utama, juga menghasilkan hasil sampingan yang bisa dimanfaatkan, antara lain; a. Pupuk, dari hewan ternak dapat diperoleh kotorannya yang sangat besar manfaatnya bagi usaha pertanian b. Kulit untuk sepatu, tas, alat musik dan wayang c. Tanduk, dipergunakan untuk tangkai kipas, tangkai wayang, sisir, kancing baju, dll d. Tulang, dipergunakan sebagai tepung tulang yang dapat digunakan sebagai pakan ayam dan babi e. Darah, sebagai tepung darah yang berguna sebagai pakan ayam dan babi (AAK, 1986). Menurut Sosroamidjojo (1991), seperti halnya dengan ternak yang lain di Indonesia kerbau juga mempunyai beberapa manfaat, salah satu manfaat yang banyak digunakan adalah sebagai ternak untuk tenaga pertanian. Kerbau sangat cocok untuk dipekerjakan pada daerah–daerah pertanian yang berlumpur karena tenaganya kuat dan kukunya lebar, serta kuku belakangnya tumbuh agak baik, sehingga kedua hal ini dapat menahan masuknya kaki lebih dalam ke dalam lumpur. Kerbau mempunyai sifat suka dengan air dan lumpur, oleh karena itu untuk keperluan bekerja di daerah seperti ini sapi tidak dapat menandinginya. Kelemahan kerbau dalam bekerja ialah tidak tahan terik matahari, maka dari itu untuk menghindarkan terik matahari kerbau
10 dianjurkan untuk bekerja pada pagi dan sore hari. Meskipun kerbau merupakan ternak yang amat cocok untuk membajak di sawah dan petani menyukai ternak ini, tetapi tidak semua petani mampu memilikinya, dengan demikian biasanya pekerjaan mengerjakan sawah dilakukan dengan menyewa ternak dari pemilik lain atau diupahkan secara borongan. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa, kedudukan kerbau di Jawa sebagai tenaga untuk pertanian, berangsur – angsur terdesak oleh sapi. Hanya di Jawa Barat karena iklimnya yang selalu basah, kaya akan air dan hutannya banyak, kerbau masih dapat bertahan hingga kini. Hal tersebut berbeda dengan di Jawa Tengah ke arah timur kerbau berangsur–angsur berkurang, karena dengan adanya sistem pengairan yang baik, tanah pertanian di daerah–daerah itu menjadi dangkal, tidak lagi berlumpur. Hasil pengamatan Sumadi dan Kuncoro (1982) mendapatkan bahwa waktu yang dibutuhkan ternak kerbau membajak sawah seluas satu Ha adalah 29,8 jam dan untuk menggaru memerlukan waktu 6,5 jam. Apabila peternak mengerjakan ternaknya tiga jam perhari, maka untuk membajak lahan seluas satu Ha memerlukan waktu 10 hari kerja (dibajak sekali) dan untuk menggaru 4,3 hari kerja (digaru dua kali). 2.2. Usaha Tani Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari cara-cara menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga produksi pertanian menghasilkan pendapatan petani yang lebih besar. Ilmu usahatani juga didefinisikan sebagai ilmu mengenai cara petani mendapatkan kesejahteraan (keuntungan), jadi ilmu usahatani mempelajari cara-cara petani menyelenggarakan pertanian (Tohir, 1991).
11 Usahatani adalah kegiatan mengorganisasikan atau mengelola aset dan cara dalam pertanian.
Usahatani juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
mengorganisasi sarana produksi pertanian dan teknologi dalam suatu usaha yang menyangkut bidang pertanian (Moehar, 2001). Beberapa definisi tersebut dapat dipersempit dan diartikan bahwa yang dimaksud dengan usahatani adalah usaha yang dilakukan petani dalam memperoleh pendapatan dengan jalan memanfaatkan sumber daya alam, tenaga kerja dan modal yang mana sebagian dari pendapatan yang diterima digunakan untuk membiayai pengeluaran yang berhubungan dengan usahatani. Menurut Mubyarto (1989) usahatani adalah himpunan dari sumber – sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh tanah dan air, perbaikan – perbaikan yang telah dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan–bangunan yang didirikan di atas tanah dan sebagainya. Usahatani dapat berupa bercocok tanam atau memelihara ternak. Pengelolaan usahatani pada hakikatnya akan dipengaruhi oleh perilaku petani yang mengusahakan. Perilaku tersebut tergantung dari banyak faktor, diantaranya: watak, suku, dan kebangsaan dari petani itu sendiri, tingkat kebudayaan bangsa dan masyarakatnya, dan juga dari kebijaksanaan pemerintah (Tohir, 1991). 2.3. Biaya Biaya merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab suatu tingkat harga yang tidak dapat menutupi biaya akan mengakibatkan kerugian operasional maupun biaya non operasional yang menghasilkan keuntungan. Biaya dibedakan menjadi dua yaitu biaya variabel yang merupakan biaya yang berubah-ubah untuk setiap kali proses
12 produksi, serta biaya tetap yaitu biaya yang dikeluarkan walaupun produksi tidak berjalan (Swastha & Sukartjo, 1993) Menurut pendapat Alma (2000), Biaya adalah setiap pengorbanan untuk membuat suatu barang atau untuk memperoleh suatu barang, yang bersifat ekonomis. Jadi dalam pengorbanan ini tidak boleh mengandung pemborosan, sebab segala pemborosan termasuk unsur kerugian, tidak di bebankan ke harga pokok. Menurut Abidin (2002) Biaya dibagi menjadi tiga bagian yaitu : 1. Biaya Tetap (Fixed Cost) 2. Biaya Variabel (Variable Cost) 3. Biaya Total (Total Cost) 2.3.1. Biaya Tetap Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang besarnya tetap, walaupun hasil produksinya berubah sampai batas tertentu. Termasuk dalam biaya tetap yaitu biaya sewa lahan, pembuatan kandang, serta pajak bumi dan bangunan (Abidin,2002). 2.3.2. Biaya Variabel (Variable Cost) Biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang jumlahnya berubah jika hasil produksinya berubah. Termasuk dalam biaya ini yaitu biaya pembelian pakan, biaya pembelian benih, biaya peralatan, biaya penyemprotan hama dan gulma serta biaya tenaga kerja. Lebih lanjut dijelaskan bahwa diluar biaya tersebut, perlu juga diperhitungkan biaya-biaya yang pada usaha peternakan tradisional tidak pernah diperhitungkan, seperti perhitungan gaji tenaga kerja dari anggota keluarga, dan biaya penyusutan (Abidin,2002).
13 2.3.3. Biaya Total Menurut Swastha dan Sukartjo (1993) bahwa biaya total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan atau dengan kata lain biaya total ini merupakan jumlah dari biaya tetap dan biaya variabel. 2.4. Penerimaan dan Pendapatan Soekartawi, dkk (1986) dalam (Siregar, 2009) menyatakan bahwa penerimaan merupakan nilai produk total usaha tani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Menurut Soeharjo dan Patong (1973) dalam, (Siregar, 2009) menyatakan bahwa penerimaan merupakan hasil perkalian dari produksi total dengan harga per satuan. Produksi total adalah hasil utama dan sampingan, sedangkan harga adalah harga pada tingkat usaha tani atau harga jual petani. Penerimaan adalah hasil dari perkalian jumlah produksi dengan harga jual sedangkan pendapatan yaitu selisih dari total penerimaan dengan total biaya dengan rumus Pd = TR – TC, dimana Pd adalah Pendapatan, TR yaitu total penerimaan dan TC adalah total biaya (Soekartawi, 1995). Bentuk umum penerimaan dari penjualan yaitu TR = P x Q ; dimana TR adalah total revenue atau penerimaan, P adalah Price atau harga jual perunit produk dan Q adalah Quantity atau jumlah produk yang dijual. Besarnya penerimaan tergantung pada dua variabel yaitu harga jual dan jumlah produk yang dijual (Rasyaf, 2003). Pendapatan merupakan tujuan setiap jenis usaha, termasuk usaha. Pendapatan ekonomi dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah pengeluarannya. Semakin tinggi selisih tersebut, semakin meningkat keuntungan yang bisa diperoleh. Hal tersebut diartikan pula bahwa secara
14 ekonomi usaha tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Jika situasinya terbalik, usaha tersebut mengalami kerugian, dan secara ekonomi sudah tidak layak dilanjutkan (Sukirno, 2007). Angka yang pasti mengenai tingkat keuntungan atau kerugian suatu usaha, dapat diperoleh melalui pencatatan, baik untuk pengeluaran maupun penerimaan. Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu kegiatan usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen itu masih dapat ditingkatkan, atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana produksi. Analisa usaha tersebut merupakan keterangan yang rinci tentang penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu Aritonang, 1993 dalam (Siregar, 2009) Soeharjo dan Patong (1973) dalam (Siregar 2009), mengungkapkan bahwa dalam analisis pendapatan diperlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Selanjutnya tujuan analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan keadaan sekarang dan keadaan yang akan datang dari kegiatan usaha. 2.5. Efisiensi Usahaternak Soekartawi (2000) mengemukakan bahwa efisiensi adalah upaya penggunaan input faktor produksi yang sekecil mungkin untuk mendapatkan produk yang tertinggi dengan biaya yang serendah–rendahnya. Efisiensi sendiri mencakup hubungan antara input dan output. Jika biaya dikeluarkan untuk setiap unit output dapat diusahakan minimum, maka usaha tersebut secara ekonomi telah efisien berada di tingkat yang optimum. Selanjutnya Soekartawi (1995) Tingkat efisiensi dapat
15 diketahui dengan menggunakan analisis R/C ratio. Revenue Cost Ratio (R/C) merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya, revenue dihitung sebagai penerimaan sedangkan cost dihitung sebagai total biaya yang dikeluarkan Kategori nilai R/C ratio adalah sebagai berikut :
Nilai R/C ratio < 1, artinya usahaternak tidak efisien,
Nilai R/C ratio = 1, artinya usahaternak dalam keadaan impas (tidak mengalami keuntungan dan kerugian),
Nilai R/C ratio > 1, artinya usahaternak tersebut dapat dikatakan efisien.
2.6. Kontribusi Usaha Sodiq dan Abadin (2002) mengemukakan bahwa lebih dari 90% usaha peternakan di Indonesia merupakan usaha peternakan rakyat. Pada masa-masa mendatang, diharapkan terjadi pergeseran skala dan tipe usaha peternakan rakyat kearah industri peternakan. Usaha diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Usaha sambilan Tingkat pendapatan peternak dan usahanya tidak lebih tinggi dari 30 % total pendapatannya. 2. Cabang Usaha Pendapatan petani berkisar antara >30-70% dari total pendapatan usaha tani keseluruhan. 3. Usaha Pokok Tinggi pendapatan petani pada usahanya berkisar >70-100%. 4. Usaha Industri Tingkat pendapatan mencapai 100%.