Prosiding
FNPKSI-V KNV 12
KAJIAN KARAKTERISTIK HABITAT DAN KELIMPAHAN STOK IKAN ARWANA IRIAN (Scleropages jardinii) DI SUNGAI MARO, KUMBE DAN KIMAAM, KABUPATEN MERAUKE - PAPUA Hendra Satria, Agus Arifin Sentosa, dan Fayakun Satria Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Karakteristik habitat ikan arwana irian atau arwana papua (Scleropages jardinii) di ketiga perairan (Sungai Maro, Sungai Kumbe dan Kimaam) pada umumnya tidak berbeda yaitu dengan ciri-ciri seperti bahwa ikan arwana menyukai habitat tetumbuhan seperti adanya: 1) Rerumputan yang terendam air di pinggiran sungai seperti perairan Sungai Maro dan Sungai Kumbe. Habitat di perairan sungai dan rawa-rawa di Kimaam jenis rerumputan ini ada yang mengapung (seperti pulau terapung), 2) Semak belukar yang terendam air pada waktu hujan. Habitat ini dijumpai di ketiga perairan sungai tersebut terutama yang memiliki hamparan rawa-rawa yang sangat luas seperti perairan rawa Kimaam, 3) Pepohonan yang terendam air, seperti pohon bus dan pohon dan pohon tingkat tinggi lainnya, terutama di Sungai Maro dan Kimaam, 4) Pepohonan yang ada di pinggiran sungai dan pohon yang tumbang. Habitat yang semacam ini dijumpai di perairan Sungai Maro dan Kumbe, 5) Perairan dengan warna kehitaman, yang banyak dijumpai pada perairan yang berteluk dan perairan yang tenang. Perairan semacam ini dijumpai di ketiga perairan, terutama yang mempunyai arus yang relatif tenang. Produksi anakan ikan arwana (Scleropages jardinii) di ketiga perairan (Sungai Maro, Sungai Kumbe dan Sungai Kimaam) masing-masing adalah sebesar 97.774, 38.512 dan 40.650 ekor anakan. Kepadatan induk dan anakan pada masing-masing lokasi adalah 1,5 induk/ha dan 72 anakan/Ha (Maro), 1,17 induk/ha dan 58 ekor (Kumbe) dan sebesar 2,59 ind/Ha dan 170 anakan/ha (Kimaam). Hal tersebut dapat telihat dari produksi yang dapat dihasilkan tiap ekor induk masing-masing lokasi yaitu masing masing sebesar 47 ekor, 87 ekor dan 63 ekor anakan pada luasan yang tercakup masing masing sebesar 1.362 ha, 619 ha dan 244 ha.
Kata Kunci: Arwana Papua (Scleropages jardinii), habitat, kelimpahan stok, Merauke PENDAHULUAN Ikan arwana papua (Scleropages jardinii) merupakan salah satu jenis ikan hias potensial dan bernilai ekonomis tinggi. Penangkapan ikan ini cukup besar terutama pada musim penghujan, yaitu dimulai pada bulan Oktober dan berakhir sampai bulan Februari. Penangkapan ikan arwana terutama di wilayah Kabupaten Merauke, seperti di wilayah perairan rawa dan Sungai Maro, Kumbe, Kimaam dan beberapa tempat lainnya di wilayah Kabupaten Merauke. Sungai Maro berada pada posisi 8o 28’ 17.40” LS dan 140o 21’ 5.73 “ BT
FNPKSI - V
(muara) sampai 7o 16’ 4.9” LS dan 140o 55’ 2.67” BT (hulu) dengan lebar sungai 18 – 900 m dan panjang sungai sekitar 514 km. Sungai Kumbe berada pada posisi 8o 21’ 25.92” LS dan 7o 26’ 55.27” LS dan 140o 13’ 40.52” BT (muara) sampai 7o 26’ 55.27” LS dan 140o 33’ 22.54” BT (hulu) memiliki lebar sungai 10 – 600 m dan panjang 302 km. Sungai Kimaam berada pada posisi 8o 00’ 47.07” LS dan 138o 53’ 33.76”BT (muara) sampai 7o 39’ 35.50” LS dan 138o 44’ 46.42” BT (hulu) dengan lebar sungai 2 – 120 m dan panjang sungai 96 km, namun perairan rawanya terhampar luas di kiri kanan badan sungai (Satria et al., 2013).
107
Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V
Ikan arwana papua banyak ditemukan di wilayah bagian tengah sampai ke bagian hulu sungai. Sentra produksi ikan arwana di Kabupaten Merauke, terdapat di daerah aliran sungai (DAS) bagian hulu di daerah rawa dan banyak tumbuhan air dengan arus air tenang. Beberapa sungai di Kabupaten Merauke yang memiliki potensi ikan arwana adalah Sungai Maro, Kumbe, Bian, Rawa Biru, Unum, Wamek, Buraka, Malo, Heli, Rugai, Dambu, Mambu, Tabonji, Merah, Bogeram dan Korimen. Sekitar Sungai Maro merupakan daerah rawarawa dengan tumbuhan air yang padat sehingga cocok sebagai habitat ikan arwana (Dinas Perikanan Kabupaten Merauke, 2005). Ikan arwana papua (Scleropages jardinii) atau yang lebih dikenal oleh masyarakat Merauke dan sekitarnya dengan nama Kaloso mempunyai nilai komersial yang sangat tinggi. Seiring dengan meningkatnya permintaan pasar baik dalam maupun luar negeri maka pengurasan terhadap sumberdaya arwana jardini di alam/habitat aslinya juga semakin meningkat. Ikan arwana termasuk surface feeder dengan pakan alami berupa mikrokrustasea, insekta, ikan kecil, krustasea dan sedikit material tumbuhan (Allen, 1991). Di Indonesia terdapat dua jenis yaitu ikan siluk (Scleropages formosus) dan ikan kaloso (S. jardinii). Kedua jenis ikan tersebut sudah termasuk satwa yang dilindungi. Jenis ikan Scleropages formosus telah dilindungi secara internasional dan telah masuk kedalam Red Data Book-IUCN dan pada Appendix I dari CITES sehingga dilarang untuk diperdagangkan kecuali hasil penangkaran, sedangkan S. jardinii baru dilindungi secara nasional (Haryono & Tjakrawidjaja 2003) atau masuk kedalam Apendidix II dari CITES dengan pemanfaatan terbatas atau kuota. Ikan
108
arwana merupakan jenis ikan air tawar yang termasuk dalam family Osteoglossidae juga dikenal sebagai bony tongues (Allen et al., 2002b). Ikan ini dapat mengambil napas dengan cara mengisap oksigen langsung dan masuk ke dalam gelembung renangnya (Berra & Tim M, 2001). Diketahui ada 10 jenis spesies ikan arwana yang sudah teridentifikasi, tiga spesies dari Amerika Selatan, satu spesies dari Afrika, empat spesies dari Asia dan dua spesies dari Australia (Allen et al., 2002a). Di Indonesia terdapat dua jenis ikan yang termasuk famili Osteoglossidae ini yaitu Scleropages formosus dan S. jardinii. Jenis S. formosus banyak ditemukan di wilayah Kalimantan dan Sumatera, sementara jenis S. jardinii banyak ditemukan di wilayah Papua terutama Kabupaten Merauke. Aktivitas penangkapan ikan arwana papua banyak dilakukan selama musim penghujan, yaitu pada bulan November, Desember, Januari dan Februari setiap tahunnya. Pada saat musim hujan, air sungai melimpah di kiri-kanan badan sungai menjadi lahan rawa-rawa genangan air atau disebut rawa genangan atau rawang (Satria et al., 2013). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi tentang karakteristik habitat dan kelimpahan stok ikan arwana papua (Scleropages jardinii) di ketiga lokasi tersebut. BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan di Sungai Maro (Tahun 2006 - 2007), Sungai Kumbe (Tahun 2012 - 2013) dan Sungai Kimaam (2014) yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Merauke – Papua (Gambar 1).
KNV 12
Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V
Gambar 1. Lokasi penelitian di Sungai Maro, Kumbe dan Kimaam
yang tumbang dan yang tenggelam. Semua pola tingkah laku ikan arwana ini tercermin pada karakteristik habitat yang dikelompokkan menjadi: a. rerumputan; b. semak belukar; c. pepohonan yang terendam; d. Pinggiran sungai dengan perakaran pohon yang tenggelam. Karakteristik habitat ikan arwana dilakukan secara visual dalam persentase luasan wilayah yang diamati. Ikan ditangkap dengan menggunakan jaring insang dari beberapa ukuran mata jaring yaitu: 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 3,5; 4,0; dan 4,5 inci, sedangkan pancing, rawai dan bubu dipasang pada wilayah pinggiran/tepi sungai. Untuk menangkap ikan arwana papua (Scleropages jardinii) menggunakan jaring insang (experimental gill net) dengan ukuran: 3,0; 3,5; 4,0; 4,5 dan 5,0 inci. Jaring insang dipasang pada daerah-daerah yang diperkirakan sebagai tempat pemijahan dan pembesaran anakan ikan arwana papua. Ikan yang tertangkap diukur panjang total dan bobot ikan serta diamati jenis kelaminnya, sedangkan untuk menghitung pendugaan stok ikan arwana dan anakannya dilakukan
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data menggunakan metode deskriptif dengan mensintesis berbagai data dan informasi yang dikumpulkan dari lapangan dan masyarakat serta instansi terkait. Stasiun pengamatan di ketiga sungai (Maro, Kumbe dan Kimaam) ditentukan dengan pertimbangan daerah yang merupakan sebagai tempat penangkapan ikan arwana yang juga merupakan pola tingkah laku ikan, yaitu: 1) Nursery ground (mengasuh anaknya dalam mulut) dimana induk anakan ikan arwana akan ditangkap, 2) daerah pemijahan (spawning ground) ikan arwana, berdasarkan tangkapan induk yang telah matang gonad dan informasi nelayan, 3) Daerah pembesaran, dimana anak-anak ikan setelah keluar dari mulutinduk dan mencari makanan sendiri, biasanya pada daerah rerumputan dan semak belukar, 4) Daerah perlindungan, biasanya ikan berlindung pada daerah-daerah dimana terdapat carang-carang kayu, perakaran pohon yang tenggelam dan pepohonan
KNV 12
109
Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V
bersama nelayan dengan melakukan pemburuan ke hutan, dengan menggunakan jaring insang ukuran 3.5 inci. Analisis parameter kualitas air, kelimpahan dan jenis dari plankton dan makrozoobethos serta vegetasi riparian. Metode/alat yang digunakan untuk pengukuran parameter lingkungan disajikan pada Tabel 1.
Needham (1963). Sedangkan untuk identifikasi populasi ikan, analisis biologi ikan dari hasil tangkapan menggunakan metoda yang dikemukanan oleh Allen (1991), Allen (1995), Effendie (1979), identifikasi plankton berdasarkan buku Edmonson, 1959; Needham & Needham, 1963. Penentuan kelimpahan fitoplankton dilakukan dengan menggunakan metode Lackey drop microtransect counting chamber (APHA, 2005) dengan persamaan sebagai berikut:
Tabel 1. Parameter dan alat/metode
Suhu Oksigen terlarut Karbondioksida bebas Alkalinitas pH
o
C mg/L
Metode /Alat Horiba Horiba
mg CaCO3/L
Titrimetri
mg/L
Turbiditas Konduktivitas Kecerahan Plankton Bentos
NTU µm cm Ind./L Ind./L
Ikan
Ekor /ha
Tumbuhan air Posisi Koordinat Peta
Jenis / ha Derajat, menit, detik Peta rupa bumi Gambar foto
Titrimetri Horiba/pH indikator Horiba Horiba Sechi disk Plankton net Ekmand drage Jaring insang, Cacah /deskriptif Visual GPS
Parameter
Foto dokumentasi Film dokumentasi
Satuan
Audio video film
Keterangan: N = jumlah total fitoplankton n = jumlah rataan total individu per lapang pandang A = luas gelap penutup (mm2) B = luas satu lapang pandang (mm2) C = volume air terkonsentrasi (ml) D = Volume air satu tetes (ml) dibawah gelas penutup E = Volume air yang disaring (l)
Pendugaan stok dilakukan dengan metode deskriptif statistik, dengan menghitung hasil tangkapan ikan arwana irian per satuan luas dari lokasi penangkapan (jumlah ekor per satuan luas (jumlah/Ha). Jumlah total induk ikan arwana dalam luasan pada sentra-sentra produksi atau lokasi penghasil anakan ikan arwana papua di tiga perairan sungai. Sedangkan untuk mendapatkan jumlah total anakannya diperoleh dari hasil perhitungan jumlah anakan arwana yang berada di dalam mulut induknya. Kajian kelimpahan stok ikan arwana dilakukan dengan metode sapuan (swept area), yaitu dengan menyapu suatu perairan yang tertutup dan diketahui luasannya. Ikan arwana yang tertangkap dihitung
Bakosurtanal Digital foto Handycam
Analisis Data Analisis data kesuburan perairan menggunakan metoda yang dikemukakan oleh APHA (1989), Davis (1983), Edmonson (1959), dan Needham &
110
KNV 12
Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V
dan juga anakannya. Metode ini telah dilakukan di perairan Sungai Maro (Satria & Kartamihardja, 2010). Sampling ikan untuk menduga stok ikan arwana irian dilakukan dengan membatasi suatu kawasan area tertentu menggunakan jaring (net blocking), kemudian pada kawasan tersebut dilakukan penangkapan ikan arwana dengan menggunakan jaring insang/ gill-net ukuran mata jaring berbeda. Penangkapan ikan di kawasan tersebut diulang beberapa kali sehingga jumlah hasil tangkapan mengalami penurunan sampai ikan arwana tidak tertangkap lagi. Populasi ikan arwana dihitung dari hubungan antara hasil tangkapan per upaya (CPUE) dengan kumulatif hasil tangkapan. Kelimpahan stok ikan arwana dikaji menggunakan metode perhitungan langsung menurut Satria & Kartamihardja (2010), yaitu upaya menghitung kelimpahan stok ikan arwana, khususnya induk ikan dan anaknya berdasarkan hasil tangkapan selama musim asuhan. Rumusan perhitungan kelimpahan adalah sebagai berikut:
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik habitat Karakteristik habitat arwana irian di Sungai Maro, secara visual pada umumnya menyukai tempat-tempat dimana terdapat rerumputan, pepohoman dan semak belukar yang terendam air, yang terdapat di pinggiran Sungai. Tumbuhan air yang berada di tepi sungai antara lain seperti teratai biru (Nymphaea sp), eceng gondok (Eicchornia crassipes), alang-alang (Cyperus globosul), kangkung sungai (Polygonum barbatum L), rumput-rumputan (Echinochloa crusgalli) (L.J. Baeuv) dan (Saccharum sp). Biasanya pada musim hujan, di Sungai Maro melimpah ke pinggiran sungai di kiri - kanan dan melebar menjadi rawarawa genangan air. Pada musim hujan inilah ikan ikan arwana menyukai habitat yang seperti ini, sebagai tempat untuk untuk melakukan pemijahan (spawning ground), asuhan (nursery ground), pembesaran dan sebagai tempat mencari makan. Jenis tumbuhan air yang paling dominan di perairan Sungai Maro di bagian hulu sungai adalah dari jenis rumput-rumputan, terutama Echinochloa crus-galli dengan luas area antara 1 - 15 m dari dari tepi sungai. Sedangkan di rawarawa genangan adalah tanaman (pohon kayu bus) dan semak belukar yang terendam air seperti Combretum trifoliatum Vent. Tumbuhan pinggiran sungai yang agak ke darat, banyak terdapat tanaman bambu dan tamanan perdu. Pada musim hujan (air tinggi), umumnya habitat penangkapan ikan adalah merupakan daerah-daerah genangan banjir, sebagai akibat dari melimpahnya Sungai Maro ke daerah-daerah pinggiran sungai. Fenomena ini sama pada lokasi di Sungai Kumbe,
(P) = Ni / Ls Dimana: P = Populasi yang dicari Ni = Jumlah individu (ekor) Ls = Luas yang diamati (ha)
Dimana: P (total)
= Populasi total induk arwana pada sentra produksi arwana P(nelayan) = Populasi total induk arwana dari tangkapan nelayan
KNV 12
111
Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V
namun pada bagian selatan Sungai Kumbe terutama di daerah Sakor banyak terdapat bambu rawa, yaitu sejenis tumbuhan air yang cukup besar dan dengan batang pohon yang berhubungan satu dengan lainnya, sehingga bambu air ini dianggap hama oleh peduduk setempat karena mengganggu alur lalu lintas sungai. Sedangkan di sungai dan rawa-rarta Kimaam di samping tumbuhan air tersebut di atas, dijumpai pula tumbuhan alangalang yang rapat dan mencuat ke atas, sehingga ini juga mengganggu alur lalu lintas air, dan terdapat tumbuhan air yang juga mengganggu alur lalu lintas, yaitu yang disebut dengan rumput pisau. Berdasarkan karakteristik tumbuhan air dan genangan banjir pada musim hujan yang berupa rawa-rawa banjiran dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok
karakter habitat ikan arwana. Keempat kelompok ini, juga merupakan tipe habitat penangkapan ikan arwana. Keempat kelompok karakter habitat ikan arwana adalah: a. Pepohonan yang terendam; b. Rerumputan baik terendam atau yang mengapung; c. Semak belukar yang terendam; dan d. Perakaran pohon pinggiran sungai dan pohon yang tumbang (Gambar 2). Di samping empat kelompok habitat tersebut, ditemukan juga tangkapan ikan arwana pada perairan dengan warna kehitamanan. Warna perairan yang agak kehitaman ini pada mumumnya dijumpai pada daerah yang relatif tenang yang jauh dari badan sungai atau pada daerahdaerah yang beteluk dengan kedalaman antara 0,5 m - 2,5 m.
a. Pepohonan yang terendam
b. Rerumputan yang terendam/mengapung
c. Semak belukar yang terendam
d. Tepi sungai dan pohon tumbang
Gambar 2. Beberapa ciri habitat ikan arwana
112
KNV 12
Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V
Fisika – Kimia Air
luas dan terdapat komunitas sagu, yang tidak jauh dari perkampungan penduduk. Kedalaman perairan relatif dangkal berkisar antara 80 - 240 cm dengan kecerahan yang umumnya memcapai dasar. Bau air relatif normal dan hanya berbau pada beberapa bagian perairan yang banyak terdapat sisa-sisa tumbuhan yang mati. Warna air cenderung jernih dan terkadang berwarna kekuningan karena pengaruh gambut dan partikel humus terlarut (Kartikasari et al., 2012) yang terdapat hampir di seluruh lahan basah rawa di Pulau Kimaam. Mengingat pengamatan dilakukan pada siang hari, maka suhu udara relatif tinggi berkisar antara 30 - 42°C. Tingginya suhu udara tersebut dikarenakan faktor topografi berupa dataran rendah yang sebagian besar berupa padang savana basah yang terbuka tanpa kanopi sehingga intensitas pemanasan oleh matahari menjadi lebih tinggi. Tingginya suhu udara tentu akan meningkatkan suhu air secara tidak langsung mengingat air memiliki kapasitas penyimpan panas yang baik sehingga peningkatan suhu udara tidak selalu diiringi oleh perubahan suhu air secara drastis. Suhu air selama pengamatan berkisar antara 27,05 - 31,52°C. Kisaran suhu tersebut mash mendukung bagi kehidupan ikan dan biota perairan lainnya. Mulyanto (1992) menyatakan suhu yang baik untuk kehidupan ikan di daerah tropis berkisar antara 25 - 32°C. Suhu air antara 20 - 30°C juga optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan (Effendi, 2003). Kondisi kualitas air pada karakteristik ekosistem rawa menunjukkan dengan pH air yang cenderung bersifat asam dengan pH berkisar antara 4,57 - 5,64 dengan rerata 5,06.
Karakteristik fisika dan kimia air di tiga perairan sungai (Maro, Kumbe dan Kimaam), cenderung rendah, namun kondisi tersebut masih masih cukup baik untuk mendukung kehidupan ikan di perairan sungai dan rawa-rawa. Kandungan oksigen terlarut di Sungai Maro berkisar antara 2,09 – 5,17 mg/L. Rendahnya kandungan oksigen ini adalah merupakan salah satu ciri dari perairan sungai-rawa yang disebabkan karena adanya proses dekomposisi dari bahan organik tumbuhan yang terendam air, dan memerlukan kandungan oksigen. Hasil pengamatan kualitas air juga menunjukkan konsentasi karbondioksida tinggi dan alkalinitas rendah. Karbondioksida yang tinggi ini, disebabkan karena proses dekomposisi yang menghasilkan karbondioksida dan perairan yang cenderung masam, dengan pH berkisar antara 4 – 6,5 unit. Karena perairan sungai-rawa ini cenderung asam sehingga alkalinitas menjadi rendah. Di Sungai Kumbe data kisaran kualitas air untuk ikan arwana papua sebagai berikut: keasaman (4,5 - 7,9), suhu (23 - 30,2 0C), alkalinitas (1,92 - 54,50 mg/l), kesadahan (8,45 - 116,9 mg/l), nitrat (0,1 - 4,26 mg/l), amoniak (0,10 - 3,10 mg/l), kecerahan (50 – 55 cm) dan kekeruhan (4 - 7,5 mg/l). Menurut Pescod (1973) menyarankan agar suhu yang aman bagi ikan dan fauna akuatik lainnya kurang dari 320C dan kandungan CO2 kurang dari 12 ppm. Sesuai dengan pernyataan Allen et. al. (2000), ikan arwana pada saat memijah di musim kemarau menyukai suhu 300C. Di sungai dan rawa-rawa Sungai Kimaam, wilayah cakupan stasiun pengamatan selama penelitian berupa rawa-rawa genangan yang terbentang
KNV 12
113
Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V
Hal tersebut didukung oleh rendahnya alkalinitas yang hanya berkisar antara 10,53 - 21,06 mg/L, sehingga kemampuan untuk menyangga agar perubahan pH tidak terlalu besar mengingat nilai alkalinitas yang baik berkisar antara 30 - 500 mg/L (Effendi, 2003). Derajat keasaman (pH), alkalinitas dan CO2 merupakan parameter yang saling terkait di perairan (Mackereth et al., 1989). pH dan alkalinitas berbanding lurus, namun berbanding terbalik terhadap kadar CO2. Kadar CO2 bebas di rawa Kimaam berkisar antara 0,00 - 15,05 mg/L. Hal tersebut diduga karena kandungan bahan organik yang relatif tinggi sehingga dalam proses dekomposisinya menghasilkan kadar CO2 yang meningkat. Walaupun demikian, kandungan O2 terlarut kisaran antara 1,47 - 6,65 mg/L karena pengaruh tingginya laju fotosintesis oleh tumbuhan air dan tingkat difusi oksigen dari udara ke air yang tinggi juga oleh faktor aliran air atau arus dan agitasi air oleh angin.
dari kelas Chlorophyceae yaitu Chlorella sp, Cosmarium sp, Protococcus sp dan Ulotrix sp. Dari kelas Bacillariophyceae yaitu Diatoma sp dan Tabellaria sp, kelas Dinophyceae yaitu Peridinium sp. serta dari kelas Bacteria yaitu Micrococcus sp dan Siderocapsa sp. Melihat kuantitas plakton di Sungai Maro, Merauke yang sangat besar selama pengamatan maka perairan ini termasuk kedalam perairan eutrofik. Namun demikian, tingkat kesuburan ini tidak menyatakan suatu tingkat kesuburan untuk semua tipe perairan. Kasus yang ada di perairan Sungai Maro, tingkat kesuburannya berasal dari alam, sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam pembagian tingkat seperti yang dilaporkan. Tingginya plankton di perairan Sungai Maro, antara lain disebabkan oleh proses dekomposisi dari bahan organik yang ada di daratandaratan di pinggiran Sungai Maro yang tergenang pada waktu musim hujan. Kelimpahan fitoplankton di Sungai Kumbe antara 2.012 - 24.150 sel/L dan 1.006 - 3.019 ind/L bagi zooplankton. Fitoplankton didominasi dari kelas Bacillariophyceae terutama dari jenis Nitzchia sp., Stauroneis sp., Synedra sp., Cyclotella sp., Frustia sp., dan Melosira sp. Sedangkan dari Chlorophyceae terutama dari jenis Staurastrum sp., Staurodesmus sp, Tetraedon sp., Ulotrix sp., Chodatella sp., Cladophora sp., Closterium sp. dan Cosmarium sp. Dari famili Euglenophyceae terutama dari jenis Euglena sp., Phacus sp. dan Trachelomonas sp. Sedangkan zooplankton terutama didominasi oleh Nauplius sp., Anuraepsis sp., Baranchionus sp., Polyarthra sp., Tricoceca sp., Dinobriyo sp. Sedangkan di sungai dan rawa-rawa Kimaan kelimpahan fitoplankton berkisar antara 0 - 79.061 sel/L dan zooplankton berkisar antara 0 - 1.198 ind/L. Jumlah
Kelimpahan Plankton Kelimpahan plankton di Sungai Maro berkisar antara 68.722 – 83.364 sel/liter untuk fitoplankton) dan untuk zooplankton berkisar antara 6.036 - 7.981 ind/liter. Di Sungai Maro plankton ditemukan sebanyak 57 genera plankton yang terdiri dari 46 genera fitoplankton dari kelas Chlorophyceae (27 genera), Cyanophyceae (5 genera), Bacillariophyceae (9 genera), Dinophyceae (3 genera) dan Euglenaphyceae (2 genera). Serta 11 genera zooplankton dari kelas Copepoda (1 genera), Cladocera (1 genera), Rotifera (7 genera) dan Protozoa (2 genera). Genera plankton yang ditemukan di perairan Sungai Maro didominasi oleh fitoplankton
114
KNV 12
Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V
kelimpahan fitoplankton dibandingkan zooplankton.
lebih
tinggi
makanan sendiri. Hal ini ditunjukkan dengan penangkapan anakan ikan arwana pada daerah-daerah pembesaran khususnya pada daerah rerumputan air yang terendam (tipe rerumputan) dengan alat seser. Produksi anakan ikan arwana yang dihasilkan dari Sungai Kumbe adalah sebesar 38.812 ekor anakan dari induk arwana sebesar 760 ekor. Dengan demikian tiap satu ekor induk dapat menghasilkan sebanyak 51 ekor anakan sedikit lebih besar dari Sungai Maro (Tabel 2). Pada akhir bulan Oktober – awal November, anakan ikan arwana pada umumnya masih berupa kuning telur (“masih tidur”), sehingga bila induk ikan arwana yang tertangkap banyak berisi anakan yang mengandung kuning telur (Gambar 3).
Kelimpahan induk dan anakan Hasil pengamatan produksi anakan ikan arwana papua di Sungai Maro adalah sebesar 97.774 ekor anakan dari 2020 ekor induk sehingga satu satu ekor induk dapat menghasilkan anakan sebesar 48 ekor anakan, sedangkan dari hasil percobaan dengan experimental gill net diperoleh bahwa untuk 1 ekor induk dapat menghasilkan 50 ekor anakan (Tabel 2). Penangkapan induk ikan arwana haruslah mendapakan perhatian yang serius, dalam pengambilan anakan ikan arwana yang berada dalam mulut induk. Hal ini disebabkan banyak para nelayan, yang mengambil anakan ikan arwana tersebut, tidak melepaskan kembali ke perairan. Hasil pemantauan hanya sebagian kecil saja, yaitu sebesar 0,08 (8 %) yang masuk ke perairan. Satria (2010) melaporkan bahwa dalam seleksi anakan yang dilakukan oleh Kepala Marga atau Ketua Kelompok Masyarakat, memberikan contoh yang baik kepada rekan-rekanya untuk menyeleksi anakan yang telah dikumpulkan. Hasil dari seleksi anakan ikan arwana ini, seperti: ada yang luka, cacat ataupun gerakannya tidak gesit (lambat) dilepas kembali ke perairan, yang jumlahnya sebesar 0,08 (8%). Kegiatan penangkapan ikan arwana di Sungai Kumbe dengan experimental gill net pada umumnya sudah lepas kuning telur. Hal ini menujukkan bahwa anakanak ikan arwana sudah dilepas dari asuhan mulut induk, yang didisebabkan karena stres sebagai akibat dari kegiatan penangkapan sehingga memuntahkan anaknya dari mulut induk, dan sebagian lagi memang sudah waktunya anakan ikan arwana dilepas untuk mencari
Gambar 3. Anakan ikan arwana irian (Scleropages jardinii) yang masih mengandung dan yang tidak mengandung kuning telur
Di perairan Sungai Kumbe di samping nelayan yang dibantu oleh para pengumpul, khususnya berupa jaring
KNV 12
115
Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V
dan akomodasinya, banyak juga para nelayan di sekitar perairan Sungai Kumbe yang melakukan kegiatan penangkapan ikan arwana, dengan menggunakan jaring arawana dengan ukuran 3.5 - 4,5 inci. Biasanya para nelayan ini, masih ada hubungan kekerabatan atau marga, ataupun kelompok dalam suatu daerah tertentu yang masih satu kampung. Kegiatan penangkapan ikan arwana ini sama yang dilakukan oleh nelayan yang di beri bantuan oleh Pengumpul. Beberapa nelayan yang diberi bantuan oleh para pengumpul, juga ada yang melakukan kegiatan penangkapan untuk kelompoknya, biasanya para nelayan ini memanfaatkan jaring yang diberi bantuan oleh para pengumpul untuk dipakai kepada nelayan lain dalam kelompoknya atau kerabatnya. Hal ini disebabkan karena harga jual anakan ikan tidak sesuai dengan keinginan mereka. Seperti di perairan Sungai Maro dan Kumbe, nelayan di perairan rawa-rawa dan sungai Kimaam banyak yang menangkap
ikan arwana di wilayah bagian utara, yaitu di lokasi Caburene, Yobi, Rawa Terbakar, Rawa Bulat dan Rawa Panjang. Lokasi lainnya kurang banyak yang melakukan kegiatan penangkapan ikan arwana dan hanya melakukan kegiatan penangkapan ikan untuk kebutuhan sehari-hari dengan alat berupa jaring dan pancing. Khusus untuk penangkapan ikan arwana irian dengan menggunakan jaring insang ukuran 3,0 sampai 4,0 inci. Alat tangkap jaring insang ini diperoleh dari pengumpul anakan ikan arwana yang datang ke lokasi. Nelayan di Pulau Kimaam tidak akan menangkap ikan arwana irian apabila para pembeli/pengumpul tidak ada yang datang ke lokasi. Pada musim tahun 2014 tidak ada kegiatan penangkapan ikan arwana irian. Data hasil tangkapan ikan arwana yang diperoleh dari wawancara dari para nelayan, pada musim tangkapan 2012 - 2013. Kelimpahan induk dan anakan ikan arwana di Pulau Kimaam adalah sebesar 2.59 induk/ha dan sebesar 170 anakan/ha (Tabel 2).
Tebel 2. Produksi dan kelimpahan ikan arwana papua (Scleropages jardinii) di Sungai Maro, Kumbe dan Kimaam Sungai Maro
Sungai Kumbe
Sungai Kimaam
(tahun 2007)
( tahun 2013)
( tahun 2014)
Jumlah induk
12
15
2
Jumlah anakan
601
680
182
Rata induk/anakan
50
45
91
Jumlah induk
2.020
760
646
Jumlah anakan
97.774
38.812
40.650
48
51
63
Jumlah induk
2020
621
0
Jumlah anakan
147.515
31.146
0
73
50
0
Tangkapan ikan arwana papua Experimental Gill Net
Tangkapan nelayan
Rata induk / anakan Pengumpul
Rata induk / anakan
116
KNV 12
Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V
Sungai Maro
Sungai Kumbe
Sungai Kimaam
(tahun 2007)
( tahun 2013)
( tahun 2014)
9
8
6
1362
619
274
Jumlah induk / ha
1,5
1,17
2,59
Jumlah anakan /ha
72
58
170
total produksi anakan (ekor)
122.644
44.812
40.650
Pelestarian / konservasi (80 % )
98.115
35.849
32520
Kebijakan ( 50 % )
61.322
22.406
20.325
Tangkapan ikan arwana papua Kemelimpahan Jumlah lokasi sentra Luasan
Pemanfaatan / kuota
Tidak adanya pembeli/pengumpul yang datang ke pulau Kimaam dikarenakan biaya operasional untuk mendapatkan anakan ikan arwana cukup tinggi, sedangkan dengan harga jual anakan ikan arwana di Kota Merauke tidak dapat menutupi biaya operasional. Hal ini didukung dari hasil wawancara dengan pengumpul/pembeli dari penangkar yang ada di Merauke. Kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan pada musim tangkapan 2012 - 2013 sama yang dilakukan pada musim kegiatan penangkapan pada tahun 2014 - 2015, yaitu puncaknya pada pertengahan bulan Desember dan berakhir sampai bulan Februari atau penangkapan ikan arwana irian banyak dilakukan pada musim hujan. Biasanya pada musim hujan tersebut, sungai-sungai kecil (saluran air) tidak terlihat lagi alur sungainya dan menjadi hamparan air yang luas dan menutupi lahan rawa basah menjadi perairan rawa yang disebut rawa genangan. Pada rawa-rawa genangan inilah kegiatan penangkapan ikan banyak dilakukan oleh para nelayan. Induk ikan arwana irian yang sudah memijah pada bulan Oktober-November pada perairan kolam rawa, kemudian mengasuh anaknya
mulut induknya dan mencari daerah yang berupa rawa genangan. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan di Kimaam, dapat dikatakan hanya terdiri satu kelompok, yaitu kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan dengan bantuan kepada pengumpul/pembeli. Hal ini berbeda dengan kegiatan penangkapan yang dilakukan di Sungai Kumbe dan Sungai Maro, yang terdiri dari 2 kelompok. Kelompok pertama adalah kegiatan penangakapan yang dilakukan oleh pengumpul yang memberikan modal atau bantuan berupa jaring termasuk akomodasinya kepada nelayan. Kelompok kedua adalah kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan dengan modal sendiri. Rendahnya penangkapan ikan arwana papua (Scleropages jardinii) di Kimaam, pada musim tahun ini (2014 - 2015) salah satunya disebabkan adanya bantuan Pemerintah seperti Program Respek, Gerbangku, PNPM Mandiri, dan Bantuan Langsung dari Pemerintah yaitu dana dari subsidi BBM pada tahun ini (2014) yang dialokasikan ke masyarakat miskin. Hal ini dapat dibuktikan dari para nelayan penangkap ikan, bila ada
KNV 12
117
Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V
suatu bantuan dari pemerintah tidak bersemangat lagi untuk mencari induk ikan arwana karena kebutuhan rumah tangga mereka sudah terpenuhi. Berdasarkan analisis karakteristik habitat dan lingkungan dengan nilai skoring di ketiga perairan Sungai tersebut di atas (Sungai Maro, Kumbe dan Kimaam), kemudian dipilih calon suaka perikanan dan dihitung luasan
yang dapat dijadikan calon Suaka Perikanan. Perhitungan luasan calon dilakukan dengan menghitung luasan areal yang dijadikan calon suaka dan perhitungan luasan berdasarkan pada peta kesesuaian. Perbandingan karakteristik habitat dan produksi ikan arwana papua yang dihasilkan di 3 lokasi pengamatan (Sungai Maro, Kumbe dan Kimaam) disajikan pada Tabel 3, di bawah ini.
Tabel 3. Karakteristik habitat ikan arwana papua (Scleropages jardini) di Sungai Maro, Kumbe dan Kimaam Parameter
Sungai Maro
Sungai Kumbe
Sungai Kimaam
514 km 48 - 900 m 4 - 20 m 0,4 - 1,38 m/detik
300 km 20 - 600 m 4.5 - 18 m 0,3 - 1,2 m/detik
94 km 2 - 20 m 0.5 - 2 m 0,1 - 0,4 m/detik
(10 - 38 %) (5 - 18 %) (2 - 5 %) (0,4 - 1,2 %)
(15 - 40 %) (10 - 25 %) ( 5 - 10 %) (0,2 5 - 1 5 %)
(40 - 80 %) (20 - 40 %) (1 - 3 %) (0,5 - 1 %)
(5 - 12%) ( 40 - 50%) (18 - 23%) (10 - 15 %)
(7 - 14 %) (20 - 40 %) ( 12 - 19 % ) ( 10 - 18 % )
(4 - 9 %) (40 - 70 %) ( 12 - 24 %) ( 5 - 20 %)
Baik
Baik
Baik
68.722 sel/liter 6.036 ind./liter 10 - 20 ekor/m2 9,7% ada ada
24.150 sel/liter 3.019 ind./liter 5 - 25 ekor /m2 51% ada ada
79.601 sel/liter 1.198 ind/liter
1.143 ha 3 lokasi 43,5 ha
619 ha 3 lokasi 28,13 ha
274 ha 1 lokasi 2,2 ha
Topografi Posisi Panjang Sungai Lebar Sungai Kedalaman Arus Air Karakteristik Habitat Rerumputan Semak Belukar Pepohonan yg terendam Pinggiran sungai dan pohon tumbang Pola tingkah laku Pemijahan (Spawning) Asuhan (Nursery) Pembesaran Perlindungan Lingkungan Kualitas air Plankton Phyto Zoo Benthose Predator Aktifitas Manusia Pencemaran
8% kurang tidak ada
Suaka Perikanan luas yang terkover Jumlah calon Suka Perikanan Luasan calon Suka Perikanan
118
KNV 12
Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V
freshwater fishes of Australia. Western Australian Museum, Perth, Western Australia. 394 p.
KESIMPULAN Karakteristik habitat ikan arwana papua (Scleropages jardinii) di ketiga perairan (Sungai Maro, Kumbe dan Kimaam) pada umumnya tidak berbeda yaitu dengan ciri-ciri seperti bahwa ikan arwana menyukai habitat tetumbuhan seperti adanya: 1) Rerumputan yang terendam air di pinggiran, 2) Semak belukar yang terendam air pada waktu hujan dan 3) Pepohonan yang terendam air, 4) Pepohonan yang ada di pinggiran sungai dan pohon yang tumbang. 5) Perairan dengan warna kehitaman, yang banyak dijumpai pada berairan yang berteluk dan perairan yang tenang. Produksi anakan dan kelimpahan ikan arwana papua di ketiga perairan (Sungai Maro, Sungai Kumbe, dan sungai Kimaam masing-masing adalah sebesar 97.774 ekor, 38.512 ekor dan 40.650 ekor anakan. Dengan kepadatan induk dan anakan pada masing-masing lokasi adalah 1,5 induk/ha dan 72 anakan/ha (Sungai Maro), 1,17 induk/ha dan 58 ekor (Sungai Kumbe) serta sebesar 2,59 ind/ha dan 170 anakan/ha (Sungai Kimaam).
Allen, G.R H. Ohee, P. Bole, R. Bawole & Warpur, M. 2002b. Fishes of the Yongsu and Dabra areas, Papua Indonesia, In Richard, S.J and S. Suryandi (eds). A biodiversity Assesment of Yongshu Cyclops Mountains and the Southern Memberamo Basin, Papua, Indonesia. R.A.P Bulletin of Biological Assesment 25. Conservation biological Assessment 25. Conservation International. Washinton D.C. Satria. H & D.W.H Tjahjo. 2008. Ikan Hias Nusantara: Pengelolaan Sumberdaya Ikan Arwana Irian (Sclerophages jardinii) Di Sungai Maro Melalui Upaya Konservasi Untuk Pemamfaatan Yang Berkelanjutan. Pusat Riset Perikanan Budidaya. 69-78. Satria, H., E.S. Kartamihardja, R.P. Prahoro, A. Rahman, A.A. Sentosa & U. Sukandi. 2013. Pendekatan Ekosistem untuk Pengelolaan Populasi Ikan Arwana Irian (Scleropages jardinii) di Sungai Kumbe, Merauke, Papua. Laporan Teknis Pengembangan dan Penelitian. Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan. Purwakarta. 48 hlm.
DAFTAR PUSTAKA Allen, G.R. 1991. Field Guide to the Freshwater Fishes of New Guinea. Christensen Research Institute, Madang - Papua New Guinea. 268 p.
Satria H & E.S Kartamihardja. 2010. Kelimpahan stok dan pengembangan suaka perikanan arwana irian Sclerophages jardinii (Saville-Kent, 1892) di Sungai Maro, Kabupaten Merauke, Propinsi Papua. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol 16 No 1. 49-62.
Allen GR. 1995. Rainbowfishes in natural and in the aquarium. Tetral-Verlag, Jerman Allen, G.R., K.G. Hortle & S.J. Renyaan. 2000. Freshwater Fishes of the Timika Region New Guinea. PT Freeport Indonesian Company, Timika. 175 p.
American Public Health Association (APHA). 1989. Standard Methods for The Examination of Water and Waste Water Including Bottom Sediment and Sludges. 12-th ed Amer. Publ. Health Association Inc,
Allen, G.R., S.H. Midgley and M. Allen, 2002a. Field guide to the
KNV 12
119
Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V
New York.Boyd, CE. 1982. Water Quality Management for Pond Fish culture. Elsevier Scientific Publishing Company, New York. p 318
Mackereth, F.J.H., J. Heron & J.F. Talling. 1989. Water Analysis. Freshwater Biological Association, Cumbria, UK. 120p. Mulyanto. 1992. Lingkungan Hidup untuk Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 138 hlm.
American Public Health Association (APHA). 2005. Standard methods for the examination of water and waste water including bottom sediment and sludges. 21-st Edited: Eaton A.D, L.S Clesceri, E.W Rice & A.E Greenberg. Amer. Publ. Health Association Inc. New York. 1296.
Needham, J.G and P,R, Needham. 1963 A Guide to the Study of Freshwater Biology. Fifth Edition. Revised and Enlarged, Holden Day, Inc, San Fransisco. 180 p. Pescod MB. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standards for Tropical countries. Asia Institute of Technology, Bangkok-Thailand.
Davis, G.A. 1983. The Marine and Freshwater Plankton. Michigan State University Press. USA. Edmonson, W.T. 1959. Freshwater Biology, 2 nd Ed. John Wiley & Sonc. Inc. New York. 1248p. Effendie, M.I. 1979. Metode biologi perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 p. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta. 258 hlm. Haryono & A.H Tjakrawidjaja. 2003. Bioekologi ikan siluk irian (Sclerophages jardinii) di Kabupaten Mearuke, Propinsi Papua. Berita Biologi. Edisi Khusus Kebun Biologi Wamena dan Biodiversitas Papua. Vol 6 No 3. Haryono & A.H Tjakrawidjaja. 2003. Bioekologi ikan siluk irian (Sclerophages jardinii) di Kabupaten Mearuke, Propinsi Papua. Berita Biologi. Edisi Khusus Kebun Biologi Wamena dan Biodiversitas Papua. Vol 6 No 3. Kartikasari, S.N., A.J. Marshall & B.M. Beehler (eds). 2012. Ekologi Papua. Seri Ekologi Indonesia, Jilid VI. Yayasan Obor Indonesia dan Conservation International, Jakarta. 982 hlm.
120
KNV 12