Kajian Invasi Tumbuhan pada Lahan Basah Taman Nasional Wasur, Merauke (Study of plant invasion on wetlands of Wasur National Park, Merauke) 1 Sarah Yuliana, Krisma Lekitoo & Junus Tambing2
Abstrak Lahan basah adalah salah satu tipe ekosistem dalam kawasan Taman Nasional (TN) Wasur yang sedang menghadapi masalah penurunan fungsi dan manfaat kawasan akibat masalah invasi tumbuhan pengganggu. Tulisan ini disusun untuk mengkaji jenis-jenis flora invasif dalam rawa-rawa kawasan TN Wasur. Metode yang digunakan dalam penulisan ini merupakan perpaduan antara wawancara dengan pengelola kawasan, pengamatan dalam petak-petak 2 m x 2 m di lapangan dan tinjauan dari sumber-sumber pustaka terkait. Jumlah jenis invasif yang dijumpai di Rawa Biru mencapai 25 jenis, di daerah Rawa Donggamit 7 jenis dan di Rawa Ukra mencapai 29 jenis. Jenis-jenis invasif yang dijumpai meliputi jenis rumput, teki, herba, semak, liana, paku-pakuan, tumbuhan air, sampai dengan pohon. Jenis-jenis invasif utama rawa yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut adalah Carex sp., Hanguana malayana, Thoracostachium sumatranum, Elaeocharis indica, Ludwigia oktovalvis, dan Stachytarpeta jamaicensis. Jenis lainnya yang perlu diwaspadai adalah Mimosa pigra yang dapat menjadi ancaman terhadap keberadaan lahan-lahan basah dan sabana dalam kawasan. Proses invasi jenis-jenis tersebut diperkirakan merupakan perpaduan beberapa karakter seperti akibat tiadanya musuh alami, toleransi jenis invasif yang luas, kemampuan jenis tersebut untuk memanfaatkan sumberdaya dan adanya sifat alelopatik pada jenis-jenis tertentu, selain didukung dengan kondisi lahan basah dalam kawasan yang secara alami menjadi penampung segala material yang masuk di dalamnya.
Kata kunci : flora invasif, rawa, TN Wasur, Merauke I.
PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Taman Nasional Wasur (TN Wasur) sebagai salah satu kawasan konservasi penting di Papua merupakan kawasan yang unik dan sangat penting secara ekologis dan ekonomis. Pada tahun 1978, kawasan hutan Wasur dan daerah Rawa Biru ditetapkan menjadi Suaka Margasatwa (SM) Wasur dan Cagar Alam (CA) Rawa Biru dengan luasan masing-masing sekitar 206.000 ha dan 4.000 ha. Luasan SM Wasur selanjutnya bertambah menjadi 98.000 ha pada tahun 1982,
1
Makalah disampaikan pada Seminar Hasil-hasil Penelitian BPK Manado – BPK Manokwari di Manado, 23-24 Oktober 2012 2 Balai Penelitian Manokwari, Jl. Inamberi Pasir Putih Susweni, Manokwari , Papua Barat 98312. No. telp. (0986) 213437, faks (0986) 213441, Email :
[email protected] . 1
hingga
304.000
ha
melalui
Keputusan
Menteri
Pertanian
Nomor
15/Kpts/Um/1/82. Kedua kawasan tersebut (SM Wasur dan CA Rawa biru0 pada akhirnya dikukuhkan menjadi TN Wasur melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 448/Kpts-II/1990 tanggal 24 Maret 1990 dengan luas keseluruhan 308.000 hektar. Keputusan ini selanjutnya diperkuat dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 282/Kpts-IV/1997 tanggal 23 Mei 1997 yang menetapkan TN Wasur dengan luasan 413.810 hektar. Kondisi fisik kawasan TN Wasur sedikitnya terdiri dari 10 (sepuluh) formasi vegetasi, yang sebagian besar meliputi daerah lahan basah. Berdasarkan formasi tersebut, tampak bahwa TN Wasur memiliki potensi air permukaan yang cukup besar , salah satunya adalah kawasan Danau Rawa Biru dengan luas 12.570 Ha dan beberapa sungai antara lain Sungai Maro, Sungai Yauram, Maar dan Torasi (Balai TN Wasur, 1999). Rawa Biru merupakan salah satu sumber air yang pokok bagi kebutuhan air bersih kota Merauke, yang dimanfaatkan sejak jaman Belanda sampai saat ini (Purba, 1999). Kawasan ini juga didiami oleh beberapa fauna khas seperti Kanguru Pohon (Dendrolagus spadix), Walabi (Macropus agilis), Rusa Timor (Cervus timorensis), Buaya Air Tawar (Crocodylus novaeguineae), Buaya Muara (C. porosus), Kasuari (Casuarius casuarius sclateri), Mambruk (Goura sp), Cenderawasih Kuning Besar (Paradisaea apoda novaeguineae), Cenderawasih Raja (Cicinnurus regius rex), dan beberapa jenis kura-kura air tawar. Selain itu, kawasan ini juga ditetapkan menjadi kawasan konservasi milik dunia sebagai salah satu habitat burung migran dari Australia (Balai TN Wasur, 1999; Prasetyo dan Hartana, 2011). Sebagai kawasan konservasi dengan lahan basah terluas di Papua dan potensi keanekaragaman hayati yang tinggi, TN Wasur juga menghadapi permasalahan yang berpotensi menurunkan keanekaragaman hayati baik flora, fauna maupun ekosistem kawasan secara keseluruhan. Permasalahan tersebut meliputi tingginya aktivitas masyarakat di dalam kawasan yang berupa perburuan liar, penebangan liar, pembukaan lahan untuk pertanian dan perladangan, penjualan tanah di dalam kawasan, penggembalaan dan kebakaran lahan yang tidak terkendali, serta yang saat ini terlihat sangat mendesak fungsi ekosistem yaitu berupa invasi jenis tumbuhan dan satwa eksotik sehingga mengganggu 2
keberadaan jenis-jenis asli beserta habitatnya. Sebagai akibatnya, kota Merauke saat ini menghadapi masalah terancamnya ketersediaan sumber air bersih akibat terinvasinya daerah Rawa Biru oleh tumbuhan air (Hartono dkk, 2006; Prasetyo, 2011). Masalah invasi tumbuhan ini menjadi penting untuk dikaji, terutama berkaitan dengan karakteristik lahan basah dan jenis-jenis yang menginvasi, sebagai bahan informasi awal untuk langkah penanganan selanjutnya. B.
Tujuan dan Metode Tulisan ini disusun untuk mengkaji kerentanan lahan basah dalam kawasan TN Wasur terhadap penyebaran tumbuhan invasif.
Metode yang digunakan
dalam penulisan ini merupakan perpaduan antara penelitian dan pengamatan di lapangan, wawancara dengan pengelola kawasan, dan tinjauan dari sumbersumber pustaka terkait. Kegiatan pengamatan di lapangan meliputi penyusunan daftar jenis-jenis invasif dan pengamatan pada petak-petak pengukuran berukuran 2 m x 2 m yang diletakkan pada masing-masing lokasi pengamatan. II.
KONDISI BIOFISIK KAWASAN TN WASUR A.
Penelitian-penelitian sebelumnya Penelitian di TN Wasur yang dilakukan oleh BPK Manokwari menyangkut peran dan fungsi kawasan diawali pada tahun 2006, yang saat itu secara khusus mengkaji perihal sistem kelembagaan yang berlaku di dalam pengelolaan TN Wasur. Aspek lain yang dikaji pada tahun tersebut adalah kondisi sosial ekonomi masyarakat di dalam kawasan. Pada tahun selanjutnya tidak ada penelitian yang berlokasi di TN Wasur, karena yang menjadi fokus adalah kawasan konservasi lainnya yaitu TN Teluk Cenderawasih. Setelah menimbang kegiatan pada tahun 2006 tersebut, pihak Kementerian Kehutanan kembali menjadikan TN Wasur lokus penelitian sejak tahun 2008. Kegiatan pada tahun 2008 dan 2009 dilakukan untuk mengumpulkan informasi biofisik kawasan dengan pertimbangan masih diperlukannya informasi terkini menyangkut kondisi dan situasi kawasan, terutama di daerah-daerah yang disurvei. Dalam dua tahun belakangan ini kegiatan penelitian di lokasi TN Wasur dititikberatkan pada kegiatan penilaian atau valuasi potensi dan manfaat kawasan. Gambaran lokasi TN Wasur ditampilkan dalam peta pada Lampiran 1, dengan 3
yaitu : 1) Hutan Dominan Melaleuca sp. (Dominan melaleuca forest); 2) Hutan Co-Dominan Melaleuca sp-Eucalypthus sp, (Codominant Melaleuca-Eucalypthus forest); 3) Hutan jarang (Woodland forest); 4) Hutan pantai (Coastal forest); 5) Hutan Musim (Monsoon forest); 6) Hutan Pinggir Sungai (Rivarian Forest); 7) Hutan bakau (Mangrove Forest); 8) Sabana (Savannah); 9) Padang Rumput (Grassland); 10) Padang Rumput Rawa (Grass Swamp) (Balai TN Wasur, 2011). B.
Permasalahan dan Kebutuhan Salah satu perubahan yang dialami kawasan yang ikut teramati selama rangkaian kegiatan penelitian dilaksanakan adalah menyebarnya jenis-jenis tumbuhan tertentu, yang mengubah kondisi lahan dalam kawasan, sekaligus mempengaruhi fungsi dan manfaat kawasan tersebut. Penyebaran jenis-jenis tumbuhan ini diketahui telah mengganggu fungsi kawasan sebagai penampung dan penyedia air permukaan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber air bersih bagi masyarakat. Pengendalian jenis-jenis tumbuhan invasif ini menjadi mendesak untuk dilakukan. Beberapa langkah awal yang diperlukan untuk kegiatan ini adalah pengumpulan informasi menyangkut jenis-jenis tumbuhan pengganggu ini, yang berkaitan dengan karakter biologis, penyebarannya dikaitkan dengan ekosistem lahan basah yang dirugikannya, sekaligus memperkirakan kemungkinan menghambat dan membatasi penyebarannya.
III. TUMBUHAN INVASIF DALAM KAWASAN TN WASUR A.
Pengertian dan Batasan Ada beberapa istilah yang sering digunakan dalam tulisan ini. Istilah-istilah tersebut adalah invasi tumbuhan, lahan basah, dan jenis invasif. Invasi tumbuhan adalah pergerakan satu atau lebih jenis tumbuhan dari satu daerah ke daerah lainnya sehingga akhirnya jenis-jenis itu menetap di daerah tersebut.
Proses ini merupakan suatu rangkaian dari proses-proses migrasi,
eksistensi, dan kompetisi, yang seluruhnya terkait dengan aspek waktu dan ruang. Proses invasi seringkali terjadi di daerah yang gundul, namun dapat juga terjadi di kawasan dengan tumbuhan.
Dalam dunia ekologi, invasi merupakan bentuk
permulaan suksesi yang pada akhirnya secara terus menerus akan menghasilkan 4
tahapan suksesi hingga terbentuk klimaks (Wittenberg & Cock, 2001; Zedler & Kercher, 2004; Zimdahl, 2007). Lahan basah dalam tulisan ini dibatasi pada daerah rawa-rawa air tawar yang berada dalam kawasan TN Wasur. Selain rawa, pada dasarnya setiap tipe lahan basah seperti danau, sungai, dan rawa air asin juga mempunyai potensi untuk terkena invasi oleh tumbuhan pengganggu. Tumbuhan invasif adalah jenis-jenis tumbuhan yang mampu berkembang sangat cepat pada suatu lingkungan sehingga dapat merugikan secara ekonomis maupun ekologis (Wittenberg & Cock, 2001; Zedler & Kercher, 2004; Zimdahl, 2007).
Ciri-ciri tumbuhan invasif antara lain mampu tumbuh dengan cepat,
reproduksinya cepat seringkali mampu bereproduksi secara vegetatif, memiliki kemampuan menyebar tinggi, toleransi yang besar terhadap kondisi lingkungan, dan umumnya berasosiasi dengan manusia. Tumbuhan invasif dapat merupakan jenis asli dan juga jenis asing (eksotik). Penyebaran jenis asli yang menyebar secara meluas di habitatnya seringkali dianggap tidak terlalu membahayakan dibanding dengan keberadaan jenis asing yang invasif.
Jenis asing dapat masuk secara sengaja, misalnya melalui
introduksi untuk keperluan tertentu, atau secara tidak sengaja akibat terbawa oleh manusia ke dalam suatu kawasan. Jenis
asing
selanjutnya
dapat
menjadi
invasif
apabila
mampu
menyingkirkan jenis asli dari kompetisi memperebutkan sumber daya seperti zat hara, cahaya, air dan ruang tumbuh.
Jenis invasif asing mungkin saja mampu
mengandalkan sumber daya yang sebelumnya tidak mampu dijangkau jenis asli dan menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan hidupnya yang baru. B.
Jenis-jenis Invasif pada Rawa-rawa TN Wasur TN Wasur mencakup beberapa daerah lahan basah yang penting untuk sistem tata air kawasan dan habitat satwa seperti burung air dan kangguru. Rawarawa tersebut antara lain adalah Rawa Biru, Rawa Donggamit dan Rawa Ukra. Dari pengamatan di lapangan, rawa-rawa tersebut sudah mengalami proses invasi dari beragam jenis tumbuhan.
5
Daerah Rawa Biru sebagai rawa air tawar terbesar dalam kawasan, yang sangat penting sebagai penyedia air bersih untuk kota Merauke, telah mengalami invasi oleh sedikitnya 25 jenis tumbuhan invasif dari berbagai habitus, mulai dari semak, teki, rumput, herba, liana, paku-pakuan, sampai dengan pohon (Tabel 1). Jenis-jenis tersebut dijumpai menginvasi rawa pada urutan yang bervariasi juga. Tabel 1. Jenis-jenis invasif yang dijumpai di daerah Rawa Biru No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Species Alstonia sphatulata Carex sp.** Cassytha filliciformis Cida rhombifolia Blechnum orientalis Eleocharis indica Eleusina indica Eriochaulon longifolium Fymbristilis sp. Hanguana malayana** Imperata cylindrica Ischaemum timoriense Ludwigia oktovalvifolia Lygodium sp. Macropthylium sp. Melaleuca cajuputi Melaleuca leucadendron Nephentes gracilis Paspalum conjugatum Passiflora foetida Scyrpus glossus Stenochlaena palustris Thoracostachium sumatranum** Uncaria indica Vigna angulata
Habitus Pohon Rumput Liana Semak Paku-pakuan Rumput Rumput Herba Rumput Herba Rumput Rumput Semak Paku-pakuan Teki Pohon Pohon Liana Rumput Liana Teki Paku-pakuan Herba Liana Liana
Sumber : Hasil pengamatan dan pengukuran
Rawa Biru mengalami tekanan akibat penutupan oleh pertumbuhan jenisjenis invasif yang cukup pesat.
Dalam pengamatan di lapangan jenis-jenis
rerumputan (famili Poaceae) tampak sangat dominan dan menutupi sebagian besar badan air dan hanya menyisakan jalur yang tidak terlalu lebar di bagian tengah rawa, yang masih dapat dilalui oleh perahu-perahu masyarakat. Kondisi di beberapa tempat bahkan dapat berupa lapisan yang cukup kuat untuk dipijak. Jenis Hanguana malayana menginvasi bagian terluar dari badan air, kemudian disusul dengan jenis-jenis lainnya.
Jenis Carex sp. dijumpai
mendominasi hampir seluruh badan air, dan saat ini sudah menjadi ancaman serius pada daerah Rawa Biru.
Jenis lainnya yang menjadi masalah adalah 6
Thoracostachium sumatranum, yang bersama-sama dengan jenis-jenis lainnya membentuk lapisan yang sangat rapat pada badan air Rawa Biru (Gambar 1.).
Gambar 1. Bentuk invasi tumbuhan dalam Rawa Biru dengan Carex sp. sebagai tumbuhan dominan. Rawa lainnya yang berada dalam kawasan TN Wasur adalah Rawa Donggamit.
Rawa ini merupakan rawa air payau yang mendapat pengaruh
pasang surut air laut di dekat daerah Ndalir, Merauke. Rawa ini merupakan rawa yang sangat penting bagi populasi burung-burung air dan burung-burung migran yang kerap mengunjungi wilayah Wasur setiap tahunnya. Sedikitnya ada 7 (tujuh) jenis tumbuhan yang dijumpai menginvasi badan air dan bantaran rawa (Tabel 2). Jenis-jenis yang teramati ini merupakan jenisjenis yang tampak pada musim kering. Kondisi ini diketahui agak berbeda saat musim hujan, yang menyebabkan rawa ini meluas akibat tingkat ketergenangan yang cukup tinggi. Tabel 2. Jenis-jenis invasif yang dijumpai di daerah Rawa Donggamit No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Species Aschynomene americana Elaeocharis indica** Eragrostris tenuifolia Iscaemum timoriense Portulaca grandiflora Sphaeranthus africanus Scyrpus glossus
Habitus Semak Rumput Rumput Rumput Semak Herba Teki
Sumber : Hasil pengamatan dan pengukuran
7
Jenis dominan yang dijumpai saat pengukuran di lapangan adalah Eleaeocharis indica. Jenis ini mampu menutupi lebih dari 50% dari badan air rawa, mempercepat pengendapan lumpur dan mengurangi luasan badan air terbuka yang dapat dimanfaatkan burung-burung air. Hamparan jenis rumput ini bersama-sama dengan jenis-jenis invasif lainnya sudah menjadi masalah utama di dalam Rawa Donggamit (Gambar 2).
Gambar 2. Bentuk invasi Eleocharis indica pada badan air Rawa Donggamit Salah satu rawa penting lain dalam kawasan TN Wasur adalah Rawa Ukra. Rawa ini termasuk daerah habitat kangguru dan tikus tanah yang berbatasan dengan formasi sabana.
Daerah rawa dan sabana di sekitarnya juga telah
mengalami efek invasi dari sedikitnya 29 (dua puluh sembilan) jenis semak, rumput, teki, herba, liana, paku-pakuan, sampai dengan tumbuhan air (Tabel 3). Invasi tumbuhan pada badan air rawa umumnya didominasi oleh jenis Ludwigia oktovalvifolia, Oryza sp. dan Imperata cylindrica. Sementara jenis Stachytarpeta jamaicensis dijumpai dominan di daerah sabana tepi Rawa Ukra. Kondisi badan air pada bagian pinggiran Rawa Ukra mengalami penutupan yang rapat oleh jenis-jenis tumbuhan tersebut, sehingga dapat dilalui dengan berjalan kaki di atasnya, meskipun masih cukup goyah dan berair pada bagian bawahnya. Sementara di daerah sabana, sebaran kelompok-kelompok Stachytarpeta jamaicensis dan Imperata cylindrica tampaknya tidak mengalami tekanan berarti akibat kebakaran, kedua jenis ini tetap tumbuh dan menjadi invasif (Gambar 3). 8
Tabel 3. Jenis-jenis invasif yang dijumpai di daerah Rawa Ukra No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.
Species Ageratum conyzoides Androphogon asicullaris Cassia tora Centrosema pubescens Cida acuta Cida cordifolia Crotalaria indica Cyperus rotundus Digitarium insularis Fymbristilis sp. Glochidion sp. Helminthostachys zeylanica Imperata cylindrica Ipomoea reptansi Ischaemum timoriense Ludwigia oktovalvifolia** Lygodium scandens Melastoma malabathricum Mimosa pudica Nymphoides sp. Oryza sp. Ossimum basilicum Passiflora foetida Physalis angulata Scyrpus glossus Senna alata Stachytarpeta jamaicensis** Stenochlaena palustris Vigna angulata
Habitus Semak Rumput Semak Liana Semak Semak Semak Teki Rumput Rumput Semak Paku-pakuan Rumput Liana Rumput Semak Paku-pakuan Semak Semak Teratai kecil Rumput Semak Liana Semak Teki Semak Semak Paku-pakuan Liana
Sumber : Hasil pengamatan dan pengukuran
Gambar 3. Bentuk invasi pada Rawa Ukra dan sabana tepi Rawa Ukra 9
Berdasarkan daftar jenis dari ketiga tabel sebelumnya, sedikitnya terdapat 6 (enam) jenis invasif yang perlu mendapat perhatian lebih. 1.
Carex sp. Jenis-jenis Carex spp. sering dikenal dengan nama rumput pisau, termasuk dalam famili teki-tekian (Cyperaceae) dengan pembeda ciri dengan rumput umumnya (famili Poaceae) terletak pada bagian batangnya yang solid, menyudut dan membentuk segitiga. Seperti jenis-jenis rumput lainnya, Carex sangat mudah
untuk menyebar di suatu lokasi dengan bantuan
rhizom dan bijinya. 2.
Hanguana malayana Jenis ini dikenal masyarakat dengan nama tebu rawa, meskipun jenis H. malayana sebenarnya tidak tergolong dalam kelompok tebu-tebuan (famili rumput-rumputan, Poaceae), melainkan termasuk dalam famili Hanguanaceae. Jenis ini diketahui merupakan tanaman hias yang berasal dari Semenanjung Malaya. Jenis ini tumbuh dan menyebar dengan mudah pada daerah yang tergenang air.
3.
Thoracostachium sumatranum Anggota teki-tekian ini dijumpai menginvasi daerah Rawa Biru bersamasama dengan rumput Carex sp.
Di beberapa lokasi juga membentuk
asosiasi dengan jenis-jenis lainnya. 4.
Elaeocharis indica Dijumpai dominan pada badan air Rawa Donggamit, jenis ini diketahui tahan terhadap kedua kondisi musim yang berbeda di kawasan.
Pada
musim penghujan jenis ini mampu bertahan dalam penggenangan yang cukup tinggi, sementara pada musim kering jenis ini ikut membantu perkembangan jenis-jenis invasif lainnya yang menyebar di di sekitar perakarannya, pada permukaan tanah rawa yang mengering. 5.
Ludwigia oktovalvifolia Herba berbunga kuning ini dijumpai tumbuh sangat rapat dan sering dijumpai bersama-sama dengan jenis-rerumputan lainnya menginvasi 10
daerah rawa-rawa dalam kawasan sehingga menyebabkan pendangkalan dan berkurangnya permukaan air yang terbuka. 6.
Stachytarpheta jamaicensis Jenis ini diketahui merupakan jenis asing yang sangat mudah menempati daerah-daerah terbuka dan terganggu. Tumbuhan ini cukup sulit diawasi penyebarannya karena biji yang dihasilkannya mampu bertahan terhadap kebakaran, dan sangat mudah tumbuh kembali setelah tergenang air pada musim penghujan.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Gambar 4. Jenis-jenis invasif penting pada beberapa rawa dalam TN Wasur : 1. Carex sp.. 2. H. malayana, 3. E. indica, 4. T. sumatranum 5. L. oktovalvifolia, 6. S. jamaicensis C.
Dugaan Penyebab dan Dampak Invasi Tumbuhan dalam Rawa-rawa TN Wasur Penyebaran jenis invasif dalam suatu ekosistem dapat terjadi karena berbagai sebab.
Beberapa kasus dan pustaka menyebutkan sedikitnya ada 4
(empat) dugaan atau hipotesis penyebab terjadinya invasi tumbuhan pada suatu daerah. Keempat hipotesis tersebut adalah sebagai berikut:
11
1.
Hipotesis ketiadaan musuh alami (the enemy release hypothesis) Suatu jenis tumbuhan dapat berkembang menjadi tumbuhan invasif di suatu ekosistem disebabkan oleh tidak adanya musuh alami berupa pemangsa alami dan patogen atau penyakit yang bisa menghambat pertumbuhan dan penyebaran jenis tumbuhan tersebut di ekosistem yang bersangkutan (Fine, 2002; Zedler & Kercher, 2004)
2.
Hipotesis toleransi yang luas (the broader tolerance hypothesis) Hipotesis ini memperkirakan bahwa pada dasarnya jenis tumbuhan invasif secara alami memiliki toleransi yang luas terhadap batas-batas kondisi lingkungan yang lebih luas dan beragam (Zedler & Kercher, 2004; Zimdahl, 2007).
Tumbuhan invasif diduga lebih mampu mentoleransi
kondisi-kondisi lingkungan yang lebih ekstrim jika dibanding dengan jenisjenis non invasif. 3.
Hipotesis efisiensi pemanfaatan sumberdaya (the efficient use hypothesis) Hipotesis ini menyatakan bahwa jenis-jenis tumbuhan invasif umumnya merupakan jenis-jenis yang mampu memanfaatkan sumberdaya di habitatnya secara lebih efisien dibandingkan dengan jenis-jenis non invasif (Westcott & Dennis, 2003; Zedler & Kercher, 2004; Zimdahl, 2007). Sumberdaya yang dimaksud dapat meliputi cahaya, zat hara, dan air. Tumbuhan invasif bisa saja berasal dari jenis yang memiliki musim tumbuh yang lebih panjang, tingkat fotosintesis yang lebih tinggi, ciri morfologis yang lebih efektif dalam pemanfaatan sumberdaya, dan lainlain.
4.
Hipotesis alelopati (the allelophaty hypothesis) Tumbuhan invasif seringkali merupakan jenis-jenis yang mampu mengeluarkan zat-zat kimia yang bersifat alelopatik. Zat-zat alelopatik ini dapat menghambat perkecambahan dan pertumbuhan anakan, atau mematikan jenis tumbuhan lainnya tanpa mempengaruhi pertumbuhan semai jenis tumbuhan invasif itu sendiri (Putnam, 1994; Zedler & Kercher, 2004; Zimdahl, 2007). Zat alelophatik ini dapat berasal dari bagian-bagian yang hidup, misalnya zat yang bisa menguap dari daun, pencucian dari daun dan eksudat akar, atau dari bagian tumbuhan yang membusuk. Keberadaan 12
zat alelopatik inilah yang diperkirakan menjadi salah satu pendukung penyebaran tumbuhan invasif secara meluas. IV. KESIMPULAN Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah : 1.
Jumlah jenis invasif yang dijumpai di Rawa Biru mencapai 25 jenis, di daerah Rawa Donggamit 7 jenis dan di Rawa Ukra mencapai 29 jenis. Jenis-jenis invasif yang dijumpai meliputi jenis rumput, teki, herba, semak, liana, paku-pakuan, tumbuhan air, sampai dengan pohon.
2.
Jenis-jenis invasif utama rawa yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut adalah Carex sp., Hanguana malayana, Thoracostachium sumatranum, Elaeocharis indica, Ludwigia oktovalvis, dan Stachytarpeta jamaicensis. Jenis lainnya yang perlu diwaspadai adalah Mimosa pigra yang dapat menjadi ancaman terhadap keberadaan lahan-lahan basah dan sabana dalam kawasan.
3.
Proses invasi jenis-jenis tersebut diperkirakan merupakan perpaduan beberapa karakter seperti akibat tiadanya musuh alami, toleransi jenis invasif yang luas, kemampuan jenis tersebut untuk memanfaatkan sumberdaya dan adanya sifat alelopatik pada jenis-jenis tertentu, selain didukung dengan kondisi lahan basah dalam kawasan yang secara alami menjadi penampung segala material yang masuk di dalamnya.
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini didukung dengan dana APBN tahun 2012 pada Badan Litbang Kehutanan/FORDA (DIPA BPK Manokwari). Terima kasih disampaikan kepada Kepala Balai TN Wasur, staf SPTN Wasur Wilayah II (Wasur) dan SPTN Wasur Wilayah III (Ndalir), terutama Bapak Glen Kangiras, Rafik K., Mesakh Iwanggin, Ayub Awarawi, dan La Hisa, Bapak Marwan Maywa – Kepala Kampung Rawa Biru, dan Bapak Nataniel Ndimar –Kepala Kampung Tomerau, Merauke atas seluruh dukungan, bantuan dan fasilitasinya di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA Balai Taman Nasional Wasur. 1993. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Wasur. Balai Taman Nasional Wasur – WWF. Merauke.tidak dipublikasikan. Balai Taman Nasional Wasur. 1999. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Wasur. Buku II. Balai Taman Nasional Wasur – WWF. Merauke. Tidak dipublikasikan. 13
Balai Taman Nasional Wasur. 2011. Review Zonasi Taman Nasional Wasur Merauke, Provinsi Papua. Balai Taman Nasional Wasur – Pemda Kabupaten Merauke – WWF – Malind Anim Ha – FKPTNW. Tidak dipublikasikan Djufri. 2004. Review: Invasi Spesies Eksotik Akasia Berduri (Acacia nilotica (L.) Willd ex Del). di Taman Nasional Baluran Jawa Timur: Ancaman Terhadap Eksistensi Savana. ENVIRO 4 (2): 88-99, September 2004. PPLH-LPPM UNS Surakarta. Fine P. V. A. (2002) The invasibility of tropical forests by exotic plants. Journal of Tropical Ecology 18, 687-705. Hartono, Meteray, T. B. S., Farda, N. M. dan Kamal, M. 2006. Kajian ekosistem air permukaan Rawa Biru – Torasi Merauke Papua menggunakan Citra Penginderaan Jauh dan SIG. Forum Geografi, Vol. 20, No. 1, Juli 2006: 1-12. Prasetyo, E.E. 2011. Air Bersih Merauke Terancam. Artikel. Harian Kompas-online Senin, 8 Agustus 2011. Diunduh dari http://www1.kompas.com/read/xml/2011/08/08/ 21451346/ Sumber.Air.Bersih.Merauke. Terancam. -------------- & T. Hartana. 2011. TN Wasur, Plasma Nutfah Lintas Benua. Artikel.Harian Kompas-online Selasa, 26 Juli 2011. Diunduh dari http://www1.kompas.com/read/ xml/2011/07/26/03503692/ TN.Wasur.Plasma.Nutfah.Lintas.Benua. Putnam, A. R. 1994. Phytotoxicity of plant residues. In Managing agricultural residues (ed. Unger, P. W). pp 285-314. Lewis Pubs. (CSC Press). Boca Raton. Winara, A. & K. Lekitoo 2006. Kajian Kelembagaan Taman Nasional di Papua: Taman Nasional Wasur. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Papua dan Maluku. BPPKPM Manokwari. Tidak diterbitkan. --------------, K. Lekitoo & H. Warsito. 2008. Kajian Biofisik Taman Nasional di Papua (I): Taman Nasional Wasur. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Manokwari. BPK Manokwari. Tidak diterbitkan. --------------, K. Lekitoo, R. G. N. Triantoro & L. Mandibodibo 2009. Kajian Kelembagaan Taman Nasional di Papua (II): Taman Nasional Wasur. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Manokwari. BPK Manokwari. Tidak diterbitkan. --------------. 2010. Kajian Kelembagaan Taman Nasional Wasur. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Manokwari. BPK Manokwari. Tidak diterbitkan. Westcott D. A. & Dennis A. J. 2003. The ecology of seed dispersal in rainforests: implications for weed spread and a framework for weed management. In: Weeds of Rainforests and Associated Ecosystems (eds A. C. Grice and M. J. Setter) pp. 19-23. CRC for Tropical Rainforest Ecology and Management, Cairns, Australia. Wittenberg, R., dan Cock, M.J.W. (Eds.). 2001. Invasive Alien Species: A Toolkit of Best Prevention and Management Practices. CAB International, Wallingford, Oxon, UK Zedler, J. B. & S. Kercher. 2004. Causes and Consequences of Invasive Plants in Wetlands: Opportunities, Opportunists, and Outcomes. Critical Review in Plant Sciences, 23(5): 431-452. Taylor & Francis Inc. Zimdahl R. L. 2007. Fundamentals of Weed Science. Academic Press Elsevier, London.
14
Lampiran 1. Peta Kawasan TN Wasur (atas : Peta Kawasan, bawah : Peta Penutupan Lahan sumber : Balai TN Wasur, 2011)
15
16