Material
KAJIAN INTERVAL RASIO AIR-POWDER BETON SELF-COMPACTING TERKAIT KINERJA KEKUATAN DAN FLOW (009M) Bernardinus Herbudiman1, dan Sofyan Ependi Siregar2 1
Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung, Jl. PHH. Mustofa 23 Bandung 40124 e-mail:
[email protected];
[email protected] 2 Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung, Jl. PHH. Mustofa 23 Bandung 40124
ABSTRAK Beton self-compacting mampu memadat sendiri tanpa penggetaran. Parameter kinerja yang utama dari beton ini adalah kekuatan tekan dan flow. Rasio air-powder yang rendah cenderung meningkatkan kekuatan beton. Namun, reduksi air harus diperhatikan, karena air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak tercapai seluruhnya, sehingga akan mempengaruhi flowabilitas dan kekuatan beton. Untuk mengatasi kebutuhan mendapatkan beton mutu tinggi dengan faktor air powder rendah dapat menggunakan superplasticizer. Dalam perancangan komposisi beton self-compacting, kajian eksperimen ini berkontribusi memberikan rekomendasi sejauh mana level rasio-air powder dapat diturunkan dengan memperhatikan flowabilitas melalui parameter slump spread. Kadar superplasticizer dibatasi pada rentang 1-1,8%. Beton self-compacting dalam penelitian ini menggunakan fly ash sebagai powder. Kadar fly ash yang digunakan adalah 15% dan 30%. Pada kadar fly ash 15%, rasio air-powder yang digunakan adalah 0,320, 0,301, 0,292, dan 0,282, yang terkait dengan kadar air sebesar 170, 160, 155 dan 150 kg/m3. Pada kadar fly ash 30%, rasio air-powder yang digunakan adalah 0,320, 0,301, dan 0,292, yang terkait dengan kadar air sebesar 170, 160, dan 155 kg/m3. Rekomendasi interval rasio air-powder untuk kadar fly ash 15% adalah 0,292-0,320 dengan rasio air-powder optimum 0,292 yang menghasilkan kekuatan tekan 28-hari sebesar 58,95 MPa dengan slump spread 525 mm. Untuk kadar fly ash 30%, rekomendasi interval rasio air-powder adalah 0,301-0,320 dengan rasio air-powder optimum 0,301 yang menghasilkan kekuatan tekan 28-hari sebesar 51,01 MPa dengan slump spread 540 mm. Kata kunci: beton self-compacting, rasio air-powder, kekuatan, flowabilitas
1.
PENDAHULUAN
Self Compacting Concrete (SCC) merupakan beton yang mampu mengalir dengan beratnya sendiri dan tidak memerlukan proses penggetaran seperti pada beton normal karena mampu memenuhi atau mengisi bekisting dan mencapai kepadatan tertingginya. Keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan SCC antara lain dapat mengurangi lamanya proses konstruksi dan upah pekerja, pemadatan dan penggetaran beton yang optimum, serta dapat mengurangi kebisingan yang dapat mengganggu lingkungan sekitarnya. Komposisi material SCC sendiri terdiri dari semen, agregat kasar, pasir, bahan pengisi (filler), air dan superplasticizer. Dalam pembuatan SCC ini, penggunaan filler dapat menggunakan fly ash, serbuk batu kapur, silica fume atau bahan lainnya. Dalam penelitian ini, akan digunakan limbah fly ash yang diperoleh dari hasil residu industri Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Fly ash sendiri mempunyai bentuk butiran partikel sangat halus dan juga mempunyai sifat pozzolanik, yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen saat proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat mengikat pada temperatur normal dengan adanya air sehingga akan mengurangi porositas yang terjadi pada beton. Menurut Mardiono (2010), besar dan kecilnya porositas juga dipengaruhi oleh besar dan kecilnya faktor air semen (fas) yang digunakan. Semakin besar fas yang digunakan maka porositas semakin besar, sebaliknya semakin kecil fas yang digunakan maka porositas semakin kecil. Untuk mendapatkan beton mutu tinggi maka harus dipergunakan fas rendah, namun jika fas-nya terlalu kecil pengerjaan beton akan semakin sulit, sehingga pemadatannya tidak bisa maksimal dan akan mengakibatkan beton menjadi keropos, sehingga mengakibatkan menurunnya kuat tekan beton. Pada SCC, istilah faktor air semen lebih dikenal sebagai faktor air powder. Powder adalah campuran antara semen dengan filler. Untuk mengatasi kebutuhan mendapatkan beton mutu tinggi dengan faktor air powder rendah dapat menggunakan superplasticizer yang sifatnya dapat mengurangi air (dengan menggunakan faktor air powder yang Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
M-1
Material
kecil) tetapi mudah dikerjakan. Fungsi dari superplasticizer sendiri adalah untuk mendispersikan (menyebarkan) partikel semen menjadi merata dan memisahkannya menjadi partikel-partikel yang halus sehingga reaksi pembentukan C-S-H (gel pengikat) akan lebih merata dan lebih aktif. Pengurangan air yang dilakukan pada pengerjaan SCC juga harus diperhatikan, karena air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak tercapai seluruhnya, sehingga akan mempengaruhi flowabilitas dan kekuatan beton. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan flowabilitas dan kekuatan yang sesuai dengan yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh perubahan rasio water per powder (w/p) terhadap kekuatan dan flowabilitas SCC dengan membatasi kadar fly ash sebesar 15 % dan 30 %. Penelitian ini juga hendak mengobservasi pengaruh reduksi rasio w/p terhadap peningkatan kadar superplasticizer yang masih menghasilkan flowabilitas yang baik. Sebagai tambahan, penelitian ini juga hendak mengamati pertumbuhan kekuatan tekan SCC.
2.
SELF COMPACTING CONCRETE (SCC)
Self Compacting Concrete (SCC) adalah campuran beton yang mempunyai karakteristik dapat memadat dengan sendirinya tanpa menggunakan alat pemadat (vibrator). SCC dapat memadat ke setiap sudut dari struktur bangunan dan dapat mengisi tinggi permukaan yang diinginkan dengan rata (self leveling) tanpa mengalami bleeding dan segregasi sehingga dapat meminimalisir adanya air yang masuk ke dalam beton yang dapat menyebabkan karat pada besi tulangan. Gradasi yang tepat dari agregat yang dipakai dan kombinasi dari komposisi material yang dipergunakan, yang memiliki kadar bahan semen yang tinggi adalah hal utama dalam memenuhi syarat-syarat dari SCC. Suatu campuran beton dapat dikatakan SCC jika memiliki sifat-sifat sebagai berikut: pada beton segar, harus memiliki tingkat workabilitas yang baik, yaitu: a) filling-ability, kemampuan dari campuran beton segar untuk dapat mengisi ruangan tanpa vibrasi; b) passing-ability, kemampuan dari campuran beton segar untuk dapat melewati tulangan; c) segregation resistance, campuran beton yang tidak mengalami segregasi; pada beton keras (hardened concrete): a) memiliki tingkat absorpsi dan permeabilitas yang rendah, b) memiliki tingkat durabilitas yang tinggi, c) mampu membentuk campuran beton yang homogen. Kelebihan-kelebihan dalam penggunaan SCC antara lain: a) tidak memerlukan pemadatan dengan menggunakan vibrator, b) tenaga kerja yang diperlukan menjadi lebih sedikit, c) mengurangi kebisingan yang mengganggu lingkungan sekitar, d) pengecoran pada bagian elemen struktur beton yang sulit dipadatkan dengan vibrator menjadi lebih mudah, e) waktu pelaksanaan proyek menjadi lebih cepat, dan f) meningkatkan durabilitas struktur. Kekurangan-kekurangan dalam penggunaan SCC antara lain : a) dari segi biaya, SCC lebih mahal dari beton konvensional, b) pembuatan bekisting beton harus sangat diperhatikan karena mudah terjadi kebocoran akibat encernya campuran beton yang dihasilkan. Kelemahan yang paling mendasar dan paling penting untuk diperhatikan adalah beton tidak boleh mengalami segregasi namun tetap harus memenuhi syarat flowabilitas. Untuk membuat campuran SCC yang baik, metode mix design yang biasa tidak dapat digunakan. Okamura (1993), mengusulkan metode mix design yang sederhana dengan mengacu pada material yang sudah tersedia pada pabrik beton ready-mix. Kadar agregat kasar dan halus ditentukan terlebih dahulu dan self compacting (pemadatan sendiri) dapat didapatkan dengan mengatur faktor water-per powder dan dosis superplasticizer saja. Spesifikasinya antara lain: 1) agregat kasar yang digunakan adalah 50% volume solid, agar mortar dapat melewati sela-sela dari agregat kasar yang kurang rapat tersebut, 2) volume agregat halus ditetapkan hanya 40% dari total volume mortar, yang bertujuan mengisi void dari agregat kasar, 3) rasio volume untuk air dan powder yang rendah, dan 4) dosis superplasticizer yang tinggi. Pada beton konvensional, faktor air-semen digunakan untuk mendapatkan kekuatan akhir, sementara pada SCC faktor air-semen digunakan untuk mendapatkan sifat self compacting (pemadatan sendiri). Faktor ini sangat mempengaruhi sifat beton segarnya, dan kekuatan hanya sebagai quality control. Mix design SCC dirancang dan diuji untuk memenuhi kebutuhan proyek. Kemampuannya yang dapat mengalir membuat beton jenis ini dapat dipompa dan dialirkan melalui pipa. Hal ini sangat membantu sekali dalam pekerjaan di proyek terutama ketika hendak mengerjakan struktur dengan elevasi yang tinggi. Selain itu, pencegahan segregasi agregat yang tinggi membuat SCC lebih unggul karena dengan tinggi jatuh mencapai kurang lebih 2 meter beton jenis ini tidak mengalami segregasi. Dalam penelitian ini mix design yang digunakan mengacu pada metode mix design Okamura. Menurut Ardiansyah (2010), pengujian SCC yang penting dan yang paling dikembangkan adalah pengujian slump flow, dikarenakan kondisi workabilitas beton dapat terlihat dari sebaran beton segarnya. Selain itu, pengaplikasian di lapangan lebih mudah jika dibandingkan dengan pengujian yang lain. Atas dasar inilah, penelitian ini hanya akan difokuskan pada pengujian slump flow.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
M-2
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Material
Menurut Brouwers (2005), komposisi material penyusun SCC terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Komposisi Material Penyusun SCC Filler yang digunakan dalam penelitian ini adalah fly ash. Fly ash (abu terbang) didefinisikan sebagai butiran halus hasil residu pembakaran batubara dan berwarna abu-abu kehitaman. Fly ash mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat pozzolanic. Superplasticizer mempunyai pengaruh yang besar dalam meningkatkan workabilitas beton. Ini merupakan sarana untuk menghasilkan beton mengalir tanpa terjadi pemisahan (segregasi/bleeding) yang umumnya terjadi pada beton dengan jumlah air yang besar, maka bahan ini berguna untuk pencetakan beton di tempat-tempat yang sulit seperti tempat pada penulangan yang rapat. Superplasticizer dapat memperbaiki workabilitas namun tidak berpengaruh besar dalam meningkatkan kuat tekan beton untuk faktor air semen yang diberikan. Namun kegunaan superplasticizer untuk beton mutu tinggi secara umum sangat berhubungan dengan pengurangan jumlah air dalam campuran beton. Pengurangan ini tergantung dari kandungan air yang digunakan, dosis dan tipe dari superplasticizer yang dipakai. Kegunaan dari superplasticizer dapat diuraikan sebagai berikut: 1) meningkatkan workabilitas sehingga menjadi lebih besar daripada water reducer biasa, 2) mengurangi kebutuhan air (25-35%), 3) memudahkan penuangan pada tulangan yang rapat atau pada bagian yang sulit dijangkau oleh pemadatan yang memadai. Adva Cast 512 adalah pencampur pengurang air dengan range tinggi yang dibuat khusus untuk memproduksi beton berkekuatan awal tinggi di aplikasi precast. Kemampuan Adva Cast 512 melebihi kemampuan normal pencampur pereduksi air (tipe WR) dan pereduksi air rentang tinggi (tipe HWR), sehingga dosis superplasticizer yang dibutuhkan lebih rendah dan mengurangi kebutuhan air secara ekstrem, menjadikan beton memiliki flowabilitas yang baik dan menjadikan beton berperilaku SCC.
3.
METODOLOGI PENELITIAN
Pemeriksaan Agregat Pemeriksaan agregat halus: berat volume: gembur (gram/cm3) 1,43; padat (gram/cm3) 1,58; bulk specific-gravity kondisi SSD 2,55; kadar lumpur (%) 2,67; modulus kehalusan (FM) 2,8. Pemeriksaan agregat kasar: berat volume: gembur (gram/cm3) 1,24; padat (gram/cm3) 1,40; bulk specific-gravity kondisi SSD 2,59; kadar lumpur (%) 1,21; modulus kehalusan (FM) 6.9.
Trial Mix Pembuatan komposisi campuran ini diawali dengan mengacu pada metode Standar Nasional Indonesia (SNI 032834-2000), water/powder diambil sebesar 0,32 dengan kuat tekan rencana f’c 40 MPa. Komposisi agregat kasar yang digunakan mengikuti simple mix design Okamura, diambil sebesar 45% dari berat volumenya. Kadar fly ash yang digunakan sebesar 15% dari berat binder dan kadar superplasticizer sebesar 1,2 % dari berat binder. Trial mix design percobaan pertama ini menghasilkan beton SCC dengan diameter sebaran adukan beton segarnya rata-rata sebesar 59,5 cm. Sebaran telah memenuhi syarat untuk beton SCC yang mengharuskan sebaran yang terjadi minimal 50 cm. Namun dari hasil pengamatan, hasil sebaran adukan semen tersebut terlalu besar akibat dari kadar superplasticizer yang dipakai terlalu besar. Untuk efisiensi, maka dilakukan percobaan kedua dengan menurunkan kadar superplasticizer-nya. Pada percobaan kedua diharapkan didapatkan sebaran beton yang lebih kecil dari sebaran tersebut tetapi masih memenuhi syarat minimum sebaran SCC, agar mix design yang dihasilkan lebih efisien. Kadar superplasticizer sebesar 1 % dari berat binder. Percobaan kedua menghasilkan beton SCC dengan diameter sebaran adukan beton segar sebesar 55 cm. Sebaran ini lebih kecil daripada percobaan pertama, tetapi masih memenuhi syarat untuk beton SCC yang Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
M-3
Material
mengharuskan sebaran minimal 50 cm, oleh karena itu percobaan ini dapat dijadikan acuan untuk trial mix design selanjutnya. Selanjutnya, pada percobaan ketiga, kadar fly ash dinaikkan menjadi 30%. Rasio water/powder diambil sebesar 0,32 dengan kuat tekan rencana f’c 40 MPa. Komposisi agregat kasar yang digunakan 45 % dari berat volumenya. Kadar superplasticizer sebesar 1 % dari berat binder. Percobaan ketiga ini menghasilkan beton SCC dengan diameter sebaran adukan beton segarnya rata-rata sebesar 42,5 cm. Sebaran yang terjadi tidak memenuhi syarat untuk beton SCC dengan sebaran minimal 50 cm, sehingga mengharuskan dilakukannya trial mix design selanjutnya untuk mendapatkan flowabilitas minimum yang ditetapkan. Pada percobaan keempat dilakukan perubahan dengan menaikkan kadar superplasticizer-nya sebesar 1,2 %. Pada percobaan keempat ini dihasilkan sebaran adukan beton segar sebesar 56,5 cm. Sebaran ini telah memenuhi syarat untuk beton SCC yang mengharuskan sebaran minimal 50 cm, oleh karena itu percobaan ini dapat dijadikan acuan untuk dilakukannya trial mix design selanjutnya pada kadar fly ash 30%. Dalam perencanaan trial mix design selanjutnya ini dilakukan beberapa variasi komposisi material, dimana dari komposisi mix design tersebut dilakukan perubahan-perubahan komposisi material untuk mendapatkan karakteristik material terhadap segi flowabilitas dan kekuatan, sehingga dapat menjadi acuan untuk mendapatkan komposisi campuran yang optimal. Adapun komposisi campuran untuk trial mix design lanjutan dapat terlihat pada Tabel 1. Trial mix design ini dilakukan guna untuk mengetahui pengaruh variasi faktor nilai air powder terhadap flowabilitas dan kuat tekan SCC dengan kadar fly ash 15% dan 30%. Variasi faktor air powder yang dilakukan pada tahap ini adalah dengan melakukan variasi pengurangan air yang dibutuhkan sampai batas maksimal air yang dapat dikurangi tetapi dengan flowabilitas yang masih tercapai. Dengan pengurangan air dan powder yang tetap, akan berpengaruh terhadap kuat tekan dan flowabilitas yang terjadi, yang disebabkan karena nilai dari water per powder (w/p) yang menjadi lebih kecil. Pada kadar fly ash 15%, pengurangan air dibatasi sampai 155 kg/m3, karena ketika air dikurangi lebih kecil dari 155 kg/m3, sebaran beton atau flowabilitas yang terjadi tidak memenuhi syarat minimal untuk SCC yaitu 50 cm. Sedangkan pada kadar fly ash 30%, pengurangan air dibatasi sampai 160 kg/m3. Tabel 1. Komposisi trial mix design Trial Mix Design
PCC (kg/m3)
Kadar Fly Ash
Fly Ash (kg/m3)
Agregat Halus (kg/m3)
Agregat Kasar (kg/m3)
Ratio W/P
Kadar Air (kg/m3)
Kadar Superplasticizer
Superplasticizer (kg/m3)
I
451.563
15 %
79,688
927,54
769,31
0.32
170
1%
5,313
II
451.563
15 %
79,688
927,54
769,31
0.301
160
1%
5,313
III
451.563
15 %
79,688
927,54
769,31
0.282
150
1.8 %
9,563
IV
451.563
15 %
79,688
927,54
769,31
0.292
155
1.8 %
9,563
V
371.875
30 %
159,375
927,54
769,31
0.32
170
1.2 %
6,375
VI
371.875
30 %
159,375
927,54
769,31
0.301
160
1.2 %
6,375
VII
371.875
30 %
159,375
927,54
769,31
0.292
155
1.8 %
9,563
Pengujian SCC Pada penelitian ini, dilakukan beberapa pengujian untuk mengetahui karakteristik dan batasan-batasan yang harus dicapai suatu varian beton untuk memenuhi kriteria SCC dengan dilakukan beberapa pengujian baik pada beton segar ataupun beton keras yaitu: 1) untuk beton segar dilakukan pengujian slump flow; 2) untuk pengujian beton keras hanya dilakukan pengujian kuat tekan. Pengujian slump flow bertujuan untuk mengetahui kemampuan beton segar untuk mengalir serta mengetahui kemampuan beton segar dalam mengisi ruangan (fillingability). Adapun langkah-langkah kerja dari metode pengujian slump flow ini adalah sebagai berikut: 1) sebelum dilakukan pengujian, dilakukan persiapan terhadap alat slump flow; persiapan yang dilakukan adalah dengan membasahi alat dengan air sehingga seluruh permukaan alat ini basah; 2) alat slump flow (kerucut Abram) diletakkan seperti sebagaimana melakukan pengujian slump pada beton normal. Alat slump flow diletakkan pada papan datar yang lebar. Papan tersebut digunakan sebagai alas agar beton dapat mengalir dengan baik tanpa ada hambatan; 3) setelah adukan beton siap, adukan beton segar dimasukkan ke dalam kerucut Abram sampai dengan volume penuh dan tidak dilakukan penusukan terhadap Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
M-4
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Material
campuran beton tersebut; 4) kemudian kerucut Abram diangkat secara perlahan dan konstan. Aliran beton tidak boleh terputus; 5) data yang diambil hanyalah data nilai akhir diameter sebaran adukan beton segar (diameter maksimum yang dihasilkan) sampai beton tersebut tidak mengalir (diam), seperti tampak pada Gambar 2. Kemudian dari pengujian slump flow ini dapat diamati kondisi workabilitas dari campuran beton tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mengamati kondisi sebagai berikut: 1) homogenitas dari beton tersebut, dilihat dengan kondisi beton tidak terjadi segregasi; 2) tidak boleh terjadi bleeding dan agregat halus tersebar merata.
Gambar 2. Pengukuran slump spread pada pengujian slump flow
4.
HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
Slump Spread Karakteristik campuran beton segar SCC diukur melalui pengujian slump flow. Dalam pengujian slump flow ini penelitian menitikberatkan pada panjang diameter sebaran adukan beton segar yang dihasilkan dengan mengabaikan waktu yang dibutuhkan beton untuk mengalir. Hasil pengujian slump flow dari trial mix design yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Pengujian Slump Spread dari Trial Mix Design Trial Mix Design
PCC (kg/m3)
Kadar Fly Ash
Ratio W/P
Kadar Air (kg/m3)
Kadar Superplasticizer
Diameter Slump Spread (cm)
I
451.563
15 %
0.32
170
1%
55
II
451.563
15 %
0.301
160
1%
54.5
III
451.563
15 %
0.282
150
1.8 %
45.5*
IV
451.563
15 %
0.292
155
1.8 %
52.5
V
371.875
30 %
0.32
170
1.2 %
56.5
VI
371.875
30 %
0.301
160
1.2 %
54
VII 371.875 30 % 0.292 155 1.8 % Ket : (*) Tidak memenuhi flowabilitas yang diharapkan, yaitu > 50 cm
44*
Pada Tabel 2, tampak bahwa diameter sebaran beton segar terbesar yang diperoleh adalah 56,5 cm. Pada trial mix design I s.d IV dengan kadar fly ash 15 %, diameter sebaran beton yang terjadi mengalami penurunan akibat penurunan kadar air yang dilakukan, sehingga mempengaruhi flowabilitas yang terjadi. Pada saat pengurangan air hingga 150 kg/m3, diameter sebaran yang terjadi sebesar 45.5 cm. Sebaran tersebut tidak memenuhi syarat minimum SCC, meskipun dengan penambahan superplasticizer hingga 1,8%. Kemudian dilakukan percobaan dengan menaikkan kadar air menjadi 155 kg/m3, yang bertujuan untuk mengetahui apakah kadar air tersebut dapat mencapai sebaran yang diharapkan dengan kadar superplasticizer sebesar 1,8%. Dengan diameter sebaran yang terjadi sebesar 52,5 cm, maka sebaran ini masih memenuhi syarat minimal untuk beton SCC, yaitu sebesar 50 cm.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
M-5
Material
Sedangkan pada trial mix design V s.d VII dengan kadar fly ash 30%, diameter sebaran beton yang terjadi juga mengalami penurunan akibat dari reduksi kadar air yang dilakukan. Pada saat pengurangan air dari 170 kg/m3 menjadi 160 kg/m3, sebaran yang dihasilkan masih memenuhi syarat flowabilitas yang diharapkan. Sehingga tidak diperlukan adanya penambahan superplasticizer untuk campuran beton tersebut. Tetapi pada saat pengurangan air menjadi 155 kg/m3 dengan kadar superplasticizer 1,8%, diameter sebaran yang dihasilkan adalah sebesar 44 cm. Dan hal ini tidak memenuhi flowabilitas beton SCC yang diharapkan. Sehingga percobaan yang dilakukan pada kadar fly ash 30% dibatasi pada kadar air 160 kg/m3.
Pengaruh Variasi Faktor Air Powder (W/P) terhadap Flowabilitas dan Kuat Tekan SCC
!B.A*28.;(.A.(.A. #&.
Sifat mekanis beton yang ditinjau adalah nilai kuat tekan beton ketika berumur 28 hari. Adapun hasil pengujian kuat tekan beton yang terjadi berdasarkan variasi water per powder pada kadar fly ash 15% ditunjukkan pada Gambar 3, sedangkan pada kadar fly ash 30 % ditunjukkan pada Gambar 4.
!.1.?- &
!B.A*28.;(.A.(.A.#&.
Gambar 3. Kuat tekan rata-rata 28 hari versus kadar w/p pada SCC dengan kadar fly ash 15%
!.1.?- & Gambar 4. Kuat tekan rata-rata 28 hari versus kadar w/p pada SCC dengan kadar fly ash 30% Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan SCC dengan kadar fly ash 15% yang terlihat pada Gambar 3, trial mix design IV menghasilkan kuat tekan sebesar 56.47 MPa, dengan flowabilitas yang masih memenuhi syarat yang diharapkan.. Nilai kuat tekan ini tercapai dengan menggunakan komposisi campuran rasio water per powder sebesar 0,29. Sedangkan pada trial mix design III kuat tekan yang dihasilkan lebih tinggi, yaitu 58,95 MPa, namun flowabilitas yang terjadi tidak memenuhi syarat minimal sebaran yang diharapkan, meskipun dengan menaikkan kadar superplasticizer hingga sebesar 1,8 %. Sedangkan untuk kadar fly ash 30% kuat tekan yang dihasilkan juga semakin besar dengan faktor air powder yang semakin kecil. Pengujian variasi rasio water per powder terhadap kuat tekan beton pada trial mix design VI menghasilkan nilai kuat tekan sebesar 47,03 MPa, dengan flowabilitas yang baik. Untuk trial mix design VII terjadi kenaikan kuat tekan beton sebesar 51,01 MPa, tetapi flowabilitas yang terjadi tidak memenuhi syarat minimal sebaran yang diharapkan. Jika dibandingkan antara hasil kuat tekan pada kadar fly ash 15% dengan 30%, kuat tekan yang dihasilkan pada kadar fly ash 15% lebih besar daripada menggunakan kadar fly ash 30%. Hal ini disebabkan karena pada kadar fly ash 30%, kadar semen yang digunakan pada campuran beton lebih sedikit, sehingga hasil hidrasi antara semen dengan air berkurang. Meskipun kuat tekan yang dihasilkan pada kadar fly ash 30% lebih kecil dibandingkan Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
M-6
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Material
dengan fly ash 15%, kuat tekan yang dihasilkan pada kadar fly ash 30% masih cukup tinggi, yaitu sebesar 47,03 MPa.
Pertumbuhan Kuat Tekan SCC
+:B?2A<;.?6
!B.A*28.;(.A.(.A.#&.
!B.A*28.;(.A.(.A. #&.
Pengujian beton keras SCC dilakukan pada umur beton 3 hari, 7 hari, 14 hari, dan 28 hari, dan 56 hari dengan tujuan agar diketahui perkembangan kuat tekan beton. Hasil pengujian kuat tekan berdasarkan umur beton dengan kadar fly ash 15% tampak pada Gambar 5a, dan untuk kadar fly ash 30% tampak pada Gambar 5b.
+:B?2A<;.?6
Gambar 5. Pertumbuhan sifat mekanis beton pada trial mix design II dengan kadar fly ash 15 % dan 30% Dari Gambar 5a tampak bahwa kuat tekan rata-rata SCC pada umur 3 hari, 7 hari, dan 14 hari secara berturut-turut adalah sebesar 33 MPa (61,02%), 36 MPa (67,49%), dan 54,08 (82,68%). Kuat tekan yang terjadi mempunyai sifat early strength jika dibandingkan dengan beton normal pada umur 3 hari, 7 hari, dan 14 hari secara berturut-turut berkisar sebesar 40 %, 65 %, dan 88 %. Sedangkan pada umur 56 hari kuat tekan yang terjadi masih mengalami kenaikan, yaitu sebesar 54,23 MPa atau 0,277 % dibandingkan dengan umur 28 hari. Dari Gambar 5b tampak bahwa kuaSedangkan pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.5 menunjukkan pertumbuhan nilai kuat tekan terhadap umur beton dengan fly ash 30 % dari berat powdernya. Kuat tekan rata-rata yang terjadi pada umur 3 hari, 7 hari, dan 14 hari secara berturut-turut sebesar 26,95 MPa (54,42%), 32,83 MPa (66,29%), dan 45,58 MPa (85,98%). Kenaikan kuat tekan yang terjadi pada campuran beton ini juga mempunyai sifat early strength jika dibandingkan beton normal. Sedangkan pada umur 56 hari kuat tekan yang terjadi juga mengalami kenaikan, yaitu sebesar 49,71 MPa atau 0,384 % dibandingkan dengan umur 28 hari.
5.
KESIMPULAN
Pada kadar fly ash 15 % batas penurunan water–powder ratio direduksi dari 0,32 sampai 0,292, dengan kadar air pada w/p 0,292 sebesar 155 kg/m3, superplasticizer sebesar 1,8 %, flowabilitas yang dihasilkan sebesar 52,5 cm, dan kuat tekan sebesar 56,47 MPa. Pada kadar fly ash 30 % batas penurunan water–powder ratio direduksi dari 0,32 sampai 0,301, dengan kadar air pada w/p 0,301 sebesar 160 kg/m3, superplasticizer sebesar 1,2 %, flowabilitas yang dihasilkan sebesar 54 cm, dan kuat tekan sebesar 47,03 MPa. Pada kadar fly ash 15 % kuat tekan yang terjadi pada umur 3 hari, 7 hari, dan 14 hari secara berturut-turut adalah sebesar 61,021 %, 67,493 %, dan 82,678 % dari umur 28 hari. Pada kadar fly ash 30 % kuat tekan yang terjadi pada umur 3 hari, 7 hari, dan 14 hari secara berturut-turut adalah sebesar 54,422 %, 66,291 %, dan 85,98 % dari umur 28 hari. Hal ini menunjukkan sifat early strength jika dibandingkan dengan beton normal.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
M-7
Material
DAFTAR PUSTAKA Ardiansyah, R. 2010. Slump Flow Test. [Online]. Tersedia: ronymedia.wordpress.com/slump-flow-test/. ASTM C339-86 ”Standard Test Method for Compressive Cylindrical Concrete Specimen” [ASTM, 1993]. ASTM C94-92A “Standard Specification for Ready Mixed Concrete”. Brouwers, R. 2005. Cement and Concrete Research. [Online]. Tersedia: http://digilib.petra.ac.id. Mardiono, 2010. Pengaruh Pemanfaatan Abu Terbang (Fly Ash) dalam Beton Mutu Tinggi. Tersedia : http://wartawarga.gunadarma.ac.id/wp-content/uploads/2011/01/Jurnal.pdf Nugraha, P. dan Antoni. 2007. Teknologi Beton dari Material, Pembuatan, ke Beton Kinerja Tinggi. Jakarta: Andi. Okamura, H. and Ozawa, K. 1993. Self-Compactable High Performance Concrete. Detroit: American Concrete Institute. Okamura, H. and Ouchi, M. 2003. Self-Compacting Concrete, Journal of Advanced Concrete Technology Vol 1, No 1, 5-15. SNI 03-2834-2000. Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal, Badan Litbang PU. Rahardianto T. dan Sugiharti. 2006. Kajian Pemilihan Faktor Air Semen Optimal pada Kuat Tekan Beton. Tersedia: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/161084552_0854-4395.pdf Wibawa, T. 2004. Bahan Superplasticizer Untuk Beton. [Online]. Tersedia: http://tatangw.blogspot.com//bahansuperplasticizer-untuk-beton.html
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
M-8
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013