KAJIAN FENOMENA KRISIS IDENTITAS BUDAYA DAN ANCAMAN EKSPANSI ARUS BUDAYA KOREA- JEPANG DALAM KOMUNITAS MAHASISWA FSSR UNS
Oleh Evi Baiturohmah C0308033
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
Abstrak Ganyang Malaysia!!! Teriakan “Ganyang Malaysia”
beberapa waktu lalu begitu semarak digaungkan oleh
mahasiswa di jalanan yang mana merupakan respon atas klaim beberapa budaya bangsa oleh Negara tetangga tersebut. Sebutlah Reog, Batik, dan lagu Rasa Sayange yang menadi korban klaim budaya oleh Malaysia. Keringat mahasiswa yang lantang menyuarakan tuntutan pemutusa hubungan dan tuntutann kebijakan pemerintah untuk menyelamatkan aset budaya tampaknya sangat ironis jika dibandingkan dengan keseharian mahasiswa itu sendiri. Spesifikasi untuk komunitas mahasiswa yang bergelut atau mengambil mayor program studi ilmu sastra dan budaya, sense berbudaya tampaknya masih jauh dari harapan masyarakat bangsa. Lebih khusus menengok ke komunitas mahasiswa Sastra dan Seni Rupa, animo mahasiswa unuk intens melestarikan budaya local masih jauh dari harapan. Dari survey yang penulis lakukan, dapat disimpulkan betapa rendahnya minat budaya local. Terlebih hal itu berbanding terbalik dengan signifikannya minat budaya luar, terutama budaya Jepang dan Korea. Arus Hallyu semakin gencar merasuki minat mahasiswa yang notabene akademisi kampus. Dari
Lampiran Nara Sumber: SNSD (grupnya mbak makna) Mas Faris (DKV 07) Adit D3 DKV 08>> 085727844523 PERDANA D3 INGGRIS 09>> 085642258017
Questionnaire 1. Apa anda tertarik dengan kebudayaan lokal? 2. Apa anda mengetahui adanya kegiatan ekstrakurikuler karawitan di FSSR? 3. Apa anda tertarik mengikutinya? 4. Apa anda mengikuti kegiatan yang mengacu pada pelestarian budaya lokal? (karawitan,tari tradisional, lagu daerah misalnya) 5. Bagaimana opini anda tentang adanya kebijakan untuk mewajibkan satu mata kuliah berbasis kebudayaan? 6. Bagaimana opini anda tentang klaim budaya oleh Malaysia?
1. Apa anda menyukai hal-hal yang berhubungan dengan Jepang dan Korea? 2. Jika iya, dari option di bawah ini, mana yang lebih anda suka? (bisa lebih dari satu) a. Drama TV b. Film c. Artis d. Produk Teknologi e. Lagu 3. Apa yang menyebabkan anda tertarik dengan kebudayaan Jepang- Korea? 4. Sejauh mana anda menyukai hal- hal yang berhubungan dengan kebudayaan JepangKorea? (maniak, kolektor, biasa)
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Djohan Efendi dalam sebuah diskusi yang bertema Pluralisme, Konflik, dan Pendidikan di Indonesia, di Pontianak mengungkapkan bahwa aksi kekerasan yang berkembang akhir- akhir ini tak bisa lepas dari terabaikannya pendidikan nilai, moral serta kesenian. Hati nurani menjadi beku,, sebab tidak ada lagi kepekaan estetik dalam diri manusia. Sikap kasar lalu menonjol ke permukaan dan bermuara pada munculnya tindak kekerasan sesame manusia (Kompas hal 22:16/8/1999) Hal yang perlu digarisbawahi adalah semakin merosotnya nilai- nilai kesenian, nilai- nilai estetika yang ternyata berdampak luar biasa terhadap perilaku remaja. Dapat kita katakana bahwa kebudayaan daerah telah mengalami situasi kolaps lantaran dijauhi generasi muda dan pewarisan. Hal ini semakin mempertegas bahwa keadaan kita, kebudayaan dan kesenian local kita sedang berada dalam jurang degradasi nilai maupun eksistensi. Generasi muda adalah ujung tombak Sebagian para penderita demam Korea adalah mahasiswi, meskipun tidak menutup kenyataan bahwa banyak pula mahasiswa yang gandrung terhadap budaya Asia Timur itu. Kegemaran mereka terhadap kedua kebudayaan ini tidak hanya meliputi kesukaan pasif, akan tetapi riset penulis menunjukkan adanya proses imitative aktif yang dilakukan oleh para penggemar Hallyu
dalam rangka memenuhi kepuasan mereka sebagai seorang pecinta budaya
JepangKorea. Indikasi lapangan yang sangat mudah kita kenali adakah semakin wajarnya kita melihat mahasiswa dengan dengan melihat adanyaTidak dapat dipungkiri, bahwa gelombang demam Jepang – korea menyentak banyak kalangan. Pada awalnya, Jepan lebih dulu merajai pasar Indonesia dengan produk komoditas Komik dan trend Harajuku. Tak berselang lama, Korea tampil memukau jutaan masyarakat, tak terkecuali para civitas akademika kampus. Trend Jepang- Korea ini rupanya telah menumbuhkan fenomena baru yakni pembentukan komunitas- komunitas yang angotanya mempunyai minat yang sama terhadap kedua kebudayaan ini. RUMUSAN MAKALAH
BAB II PEMBAHASAN 1. Trend Budaya Jepang Pada tanggal 15 November 2009, di Bandung, Jawa Barat diselenggarakanlah sebuah pertemuan nasional untuk komunitas pecinta origami. Diprakarsai oleh Maya Hami, kegiatan tersebut akan menjadi salah satu ujung tombak kegiatan rutin mereka ke depan. Satu hal menggelitik di fikiran kita ketika begitu massivenya gerakan komunitas yang semakin menggandrungi budaya Jepang. Maraknya perkembangan budaya Jepang lambat laun memunculkan satu kenyataan yang ironis mengenai kebudayaan local kita sendiri. Tak bisa dipungkiri bahwa sesungguhnya kita mulai lebih mencintai budaya Jepang itu dengan gandrungnya para kaum muda membaca, menggambar dan mengekspresikan kecintaannya pada komik atau manga. Jepang menjadi salah satu center point kebudayaan yang sangat massive mendominasi ekses kebudayaan internasional. Tidak akan mengherankan bagi kita menemukan banyak sekali restoran yang menyediakan menu makanan khas Jepang. Jika China telah menguasai banyak Negara dengan mendirikan “China Town” atau kawasan Pecinan, maka Jepang menularkan budayanya dengan berbagai macam produk hiburan, makanan, fashion dan gaya hidup yang eksotis. Siapa yang tidak mengenal komik doraemon, Shinchan, atau Naruto. Siapa juga yang tidak mengenal sushi, dorayaki, harajuku dan ritual minum the dari Jepang yang sangat unik tersebut. Banyak dari kalangan akademisi kini pun terseret peradaban Jepang tanpa mampu melindungi diri mereka dengan konsep yang kuat akan kesenian local mereka. 2. Ekspansi Hallyu Kegemaran
Faiq
(Kehutanan
’07),
dengan
budaya
Korea
bahkan
mendorongnya untuk mengikuti kursus bahasa Korea. “Alasanku belajar karena aku juga pengen tinggal di Korea, entah itu karena studi atau kerja,” ungkapnya, (detik.com) Begitulah salah satu fakta di lapangan yang menunjukkan secara nyata pengaruh Halyyu yang merebak di seluruh pelosok daerah. Hallyu adalah istilah yang dipakai untuk mewakili satu fenomena tentang arus transformasi budaya Korea. Jika budaya Jepang telah lebih dulu meluas dalam kancah internasional, maka wabah Hallyu ini mulai dirasakan pada awalnya di daerah China. Banyak pemuda yang tergila- gila dengan film, drama, bahkan fashion yang dibawa oleh produk budaya
Korea. Fenomena ini kemudian berlanjut di Negara- Negara Asia lainnya seperti Vietnam, Singapura, Taiwan dan tak ketinggalan Thailand. (Nugroho, Suray Agung, 2006). Pemerintah Korea nampaknya juga tidak satu tangan membantu menjual produk budayanya ke pasar asing. Didukung oleh lebih dari 100 stasiun televisi kabel dalam negeri dan televisi siaran internasional seperti Arirang (Kim, Kyu.,1994) yang setiap hari menyiarkan apa saja yang terjadi di Korea, maka dalam hal ini pemerintah menggunakannya sebagai salah satu media penyebaran yang sangat efektif, kompak dan komprehensif yang kemudian memunculkan dan menjamurkan produk budaya Korea di dunia luas. Fenomena Hallyu ini pun mulai menjangkiti masyarakat Indonesia pada awal tahun 2002 dengan boomingnya drama Korea seperti Endless Love. Sejak kemunculannya di stasiun televise swasta dan respon baik dari masyarakat akan hadirnya film dengan latar budaya Korea, tampaklah banyak pihak yang semakin gencar melakukan penetrasi balik atas budaya Korea dengan mengomersialkannya secara massive di media massa. Diawali dengan produk- produk hasil teknologi Negara Ginseng tersebut, kemajuan dan ekspansi budaya Korea semakin menjadi. Produk- produk tayangan hiburan seperti film, drama dan juga music mulai mendapatkan simpati positif dari masyarakat. Dan sekarang bisa kita lihat disekitar kita, banyak hal yang dapat kita jadikan contoh sebagai parameter betapa budaya K-pop telah melanda masyarakat Indonesia terutama kawula muda.
Di Bogor telah berdiri BKCC (Bogor Korean Culture
Community) sebagai ajang perkumpulan mahasiswa IPB pecinta budaya Korea. Mereka sudah mempunyai beberapa agenda yang terencana untuk setiap minggunya termasuk pola kaderisasi (Open Recruitment). Organisasi yang dikenal sebagai Bogor Hansamo ini mempunyai agenda seperti belajar bahasa Korea, masak memasak makanan Korea, Nonton Film dan Drama Korea bareng dan kunjungan ke lembagalembaga yang berkaitan dengan Korea (Kedubes Korea dan Perusahaan Korea). Dengan adanya komunitas- komunitas seperti ini, kita dapat mengindikasikan adanya sebuah fenomena Hallyu yang benar- benar menerjang kaum muda kita. 3. REALITAS LAPANGAN Dalam pembahasan ini, penulis membuat analisis mengenai krisis identitas budaya yang melanda mahasiswa FSSR UNS dan ancaman yang nyata akan budaya KoreaJepang. Dari questionnaire dan hasil wawancara yang dilakukan pada sampel maka banyak sekali kenyataan yang penulis peroleh dalam kajian ini.
Mahasiswa FSSR merupakan mahasiswa plural yang sangat responsive terhadap perkembangan arus tren budaya. Disamping menguatnya mainstream budaya, hal tersebut tidak terlepas dari bidang ilmu yang mereka pelajari yang menuntut pengembangan mode terbaru. Perkembangan tren budaya Korea benar- benar terasa dengan adanya kelompok- kelompok pecinta grup music Korea seperti Super Junior, Shinee. Mereka menamakan diir mereka SNSD (Sastra Inggris), Shinee (Sejarah). Kelompok- kelompok informal seperti ini mempunyai satu magnet tersendiri bagi mahasiswa lain yang tidak terlalu mengenal budaya K-Pop sendiri. Rutinitas yang mereka lakukan setiap harinya seperti berkumpul dan menonton film, video music bersma bahkan menari menirukan gaya penyanyi idola menjadi satu keunikan tersendiri di tengah mahasiswa umum. Perbincangan dan bahan bacaan yang mereka bawa yang notabene berisi artis, actor, penyanyi maupun hal- hal seputar buadayaKorea turur menjadi pelengkap atributisasi budaya yang terang di kalangan mahasiswa. Keasyikan dan keunikan gaya yang mereka tawarkan nyatanya memang mengundang keingintahuan mahasiswa lain dan bahkan mempengaruhi mahasiswa untuk lebih mengenal dan mendalami budaya korea sendiri. Secara individual, tanpa bergabung dengan kelompok banyak mahasiswa yang sangat menggandrungi budaya Korea baik music, drama, film dan kelompok penyanyi. Alasan yang muncul pun beragam seperti; kelebihan fisik, keindahan suara, keunikan setting maupun kemasan yang menarik dari produk budaya tersebut. Sementara itu, realitas perih tak kalah menariknya. Banyak mahasiswa yang tidak mengetahui adanya ekstrakurikuler karawitan di FSSR. Bahkan lebih ironisnya mereka tak acuh menanggapi adanya ekstrakulikuler seni di FSSR. Kekurangan marketisasi organisasi dan juga ekslusivitas organisasi mereka anggap sebagai dua hal mengapa atmosfer seni budaya local tidak begitu terasa di FSSR terutama melalui jalur ini.