KAJIAN FEMINIS TERHADAP NOVEL KEMBANG TURI KARYA BUDI SARDJONO Fitri Wahyuni, Martono, Agus Wartiningsih Bahasa Indonesia. FKIP Universitas Tanjungpura, Pontianak Email:
[email protected] Abstrak:Masalah penelitian ini adalahkedudukan wanita, profeminis, dan kontra feminis. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang perempuan dalam novel Kembang Turi karya Budi Sardjono.Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan bentuk penelitian kualitatif.Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kritik sastra feminis.Teknik yang digunakan adalah studi dokumenter.Sumber data adalah novel Kembang Turi.Berdasarkan hasil analisis data, penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: (a) kedudukan perempuan yang menyiratkan bahwa anggapan masyarakat bahwa posisi tawar perempuan, terutama masalah pekerjaan masih dipandang sebelah mata, (b) profeminis memunculkan sebuah fakta unik bahwa kaum lelaki ternyata juga berperan penting dalam memperjuangkan kesetaraan gender, (c) kontra feminis menunjukkan bahwa masih banyak kalangan masyarakat yang membentuk tembok antara kaum laki-laki dan kaum perempuan. Kata Kunci: novel, kajian feminis Abstract:The problemof thisproblems which discuss about woman position, pro feminist, and contra feminist. This research indents to describe about female in the novel of KembangTuri by Budi Sardjono.The method that is utilized in this research isquantitative descriptive method.The Approachused is feminist literature criticismapproach. . Used Technique is documentary study. The source of data is novel ofKembangTuri, observational data are anywords, phrases, and sentences that reflect feminist aspect of novel of KembangTuri by Budi Sardjono.Based on the result of analysis, this research results conclusions as follows: (1) female positions that imply that society assumption in which female position is insipid, particularly for occupations which seem to be underestimated, (2) profeministshows unique fact that male also hasimportant role in working out forgender equality, (3 )contra feminist shows that there are still a lot of communities in society that buildhigh wall to separate male and female. Key word: novel, feminist study
1
N
ovel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas. Ukuran yang luas Di sinidapat berarti cerita dengan plot yang kompleks, karakter yang banyak, tema yang komplek, suasana cerita yang beragam dan setting cerita yang beragam pula (Sumardjo, 1986:29). Namun ukuran luas di sini tidak mutlak demikian, mungkin yang luas hanya satu diantara unsur fiksinya saja, misalnya temanya saja sedangkan karakter, setting hanya satu saja. Penelitian terhadap karya sastra sangat penting dilakukan untuk mengetahui relevansi karya sastra dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat.Nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra pada dasarnya mencerminkan realitas sosial yang memberikan pengaruh terhadap masyarakat. Oleh karena itu, peneliti sangat tertarik untuk mengkajisebuah novel yang bertemakan tentang perempuan, dan didalam penelitian ini penelitimenggunkana pendekatan peneltian yaitu kritik sastra feminis. Goefe berpendapat bahwa feminisme ialah teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi, dan sosial atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan (Sugihastuti,2008:18). Sedangkan menurut Yubahar Ilyas (1997:11), feminisme adalah kesadaran atau ketidakadilan jendre yang menimpa kaum perempuan, baik dalam keluarga maupun masyarakat, serta tindakan sadar oleh perempuan, baik dalamn keluarga maupun masyarakat, serta tindakan sadar oleh perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut. Feminisme dalam penelitian ini bukan berarti sebagai perlawanan dari kaum perempuan terhadap kaum pria dari segi perbedaan jenis kelamin mereka. Namun kesadaran akan persamaan yang dimiliki oleh pria dan perempuan yang memiliki kedudukan yang sering menimpa kaum perempuan, baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Lebih khusus Wall (dalam Lestari 2010:23) mengungkapkan tentang kesetaran yang diinginkan perempuan bahwa menurutnya konsep feminisme bukanlah masalah kedudukan perempuan inferior atau superior terhadap laki-laki dalam hal semangat dan fisik.Kedua mahluk tersebut berbeda hanya untuk menjadi selaras satu dengan lainnya karena kemampuan moral mereka ditakdirkan untuk melengkapi. Alasan peneliti memilih novel Kembang Turi adalah inti dari konflik yang terjadi adalah perjuangan tokoh Marni yang pada usia sangat muda harus menjadi kepala rumah tangga bagi adiknya, Dirman. Kisah perjuangan dari tokoh Marni ini sangat menyiratkan aura feminis yang diaktualisasikan pada bentuk perjuangan mempertahankan hidup dan menuntut balas atas kematian kedua orang tuanya. Sebagai perempuan perjuangan tokoh Marni dapat dikategorikan sebagai perjuangan yang sangat heroik Alasan peneliti meneliti masalah perempuan, pertama dalam penelitian ini didasarkan pada eksisitensi perempuan yang selalu dianggap hanya sebagai
2
pelaku domestik, Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pelaku domestik adalah wilayah hak dan kewajiban perempuan hanya sebatas lingkungan rumah tangga.Lebih jauh lagi, feminisme menolak ketidakadilan sebagai akibat masyarakat patriarki.Kedua, melalui analisis terhadap kajian feminis dalam novel Kembang Turi ini, akan diketahui keberadaan perempuan seperti kedudukan, atau peranan perempuan dalam lingkungan keluarga, dan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa novel adalah suatu karya sastra bergenre prosa fiksi yang di dalamnya berisi rangkaian cerita bernilai esensial yang terinspirasi dari kehidupan nyata dan selanjutnya diekspresikan dengan bahasa yang estetis.Novel sebagai suatu karya sastra memiliki daya pikat dan kemampuan menarik minat publik terhadap karya sastra.Novel dapat saja dijadikan sebagai bahan ajaran dalam menyampaikan materi pembelajaran karena mudah didapatkan dan dapat menarik minat siswa dalam mempelajari karya sastra serta mengapresiasi sastra. Pembelajaran mengenai kesastraan di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) telah didapati oleh siswa sejak berada di bangku sekolah dasar.Khususnya dalam pembelajaran sastra dengan genre prosa fiksi novel ini terdapat pada satuan pembelajaran mengenai kesusastraan yang secara khusus membahas unsur-unsur pembangun karya sastra. Berdasarkan latar belakang diatas masalah umum tersebut dibagi menjadi submasalah yang membahas tentang kedudukan wanita, profeminis, dan kontra feminis. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang perempuan dalam novel Kembang Turi karya Budi Sardjono. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat baik secara teoritis maupun praktis.Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pembaca, khususnya guru dan siswa di SMA/ MA. Bagi mahasiswa, penelitian terhadap novel Kembang Turi karya Budi Sardjono ini dapat dijadikan acuan untuk mengadakan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan nilai maupun segi lain dari karya sastra. Ketika membicarakan konsep feminis maka akan selalu ada hal yang disebut dengan konsep maskulinitas. Maskulinitas adalah bentuk karakterisasi laki-laki yang menganggap perempuan merupakan bagian dari laki-laki, hal ini terjadi karena laki-laki belajar mendefenisikan diri mereka bukan sebagai perempuan (Chodorow dalam Humm 2002:272).Secara sederhana maskulinitas dapat disimpulakan sebagai sesuatu yang menunjukkan sifat lelaki. Fakta sebenarnya banyak di antara kaum laki-laki yang mendukung teori feminis. Kaum laki-laki dapat dikatakan sebagai kaum feminis selama ikut memperjuangkan hak-hak kaum perempuan.Hal yang mendasari konsep ini karena teori feminisme menfokuskan diri pada pentingnya kesadaran mengenai persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam semua bidang. Siapapun yang memperjuangkan kepentingan kesetaraan gender
3
antara laki-laki dan perempuan termasuk ke dalam kaum feminis. Yang dimaksud dengan maskulin adalah sifat yang merujuk pada laki-laki, sedangkan feminis adalah upaya untuk memperjuangkan kesetaraan gender. Kedudukan Perempuan merupakan kesadaran terhadap nasib, citacita, dan hak membuat perempuan bangkit untuk memperjungkan kesetaraan yang menjadikannya sebagai perempuan kuasa. Perempuan kuasa dapat juga dideskripsikan sebagai perempuan yang menyadari bahwa ia mempunyai potensi yang sama dengan laki-laki dalam membangun negara dan masyarakat. Seperti yang terlihat sekarang ini banyaknya perempuan yang berhasil menduduki posisi atau kedudukan yang sama bahkan yang lebih penting dari laki-laki di salah satu instansi-instansi penting. Tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat pria. Menurut Endaswara (2003:148), dominasi pria terhadap perempuan telah mempengaruhi kondisi sastra antara lain: (a) nilai dan konvensi sastra didominasi oleh kekuasaan pria, sehingga perempuan selalu berada pada posisi berjuang terus-menerus kearah kesetaraan gender, (b) perempuan selalu dijadikan objek kesenangan sepintas oleh laki-laki, (c) perempuan adalah figure yang menjadi bungabunga bangsa, sehingga sering terjadi tindak asussila pria, seperti pemerkosaan dan sejenisnya yang akan memojokan perempuan pada posisi lemah. Gerakan feminis adalah suatu gerakan untuk mendobrak tataran sosial secara keseluruhan terhadap nilai-nilai perempuan agar mendapatkan kedudukan dan derajat yang sama baik dalam bidang sosial politik, ekonomi, dan hukum seperti yang diperoleh oleh laki-laki selama ini. Profeminis Istilah profeminis bagi kalangan feminis di Indonesia masih sangat baru dan belum terdengar akrab di telinga, itupun baru bebrapa pergerakan feminisme dan belum sampai pada taraf studi yang intensif yang berupa pengembangan wacana yang kritis dan analisis sifatnya apalagi masalah feminis laki-laki (Arivia dalam Subono, 2011:1). Secara sederhana bisa dikatakan bahwa mereka adalah laki-laki yang secara aktif kesetaraan dan keadilan gender (Subono, 2001:70). Pandangan profeminis muncul karena adanya gerakan kaum feminisme yang menolak keterlibatan laki-laki dalam penyetaraan masalah gendre.Menurut Sofia (2003:35), inti tujuan feminisme dengan kedudukan serta derajat perempuan agar sama sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki. Laki-laki pun bias menjadi feminis jika sikap dan tingkah laku mereka menunjukkan sikap menghargai menghormati perempuan. Indikator individu maupun kelompok yang termasuk ke dalam profeminis adalah minat serta perjuangan terhadap persamaan hak dan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. Hal ini biasanya dapat dilihat secara konkret maupun usaha-usaha terselubung. Kontra Feminis adalah Sebuah bentuk deskontruksi, ketika istilah profeminis, bearti akan ada paradoksal yang menyatakan kebalikan dalam hal ini biasa disebut kontra feminis. Hal ini merupakan bentuk dari oposisi
4
biner.Kontra feminis merupkan kebalikan dari profeminis, jika profeminis mempunyai sifat menghargai terhadap perempuan, maka kontra feminis adalah sifat yang menentang perempuan. Secara sederhana kontra feminis dapat diartikan sebagai bentuk penentangan terhadap emansipasi perempuan (Sugihastuti, 2010:239) Sikap laki-laki yang kontra feminis terlihat dari tingkah laku mereka yang tidak menghargai perempuan, bahkan cendrung semena-mena (Adian dalam Subono, 2001:26). Tokoh kontra feminis ini tidak mempunyai upaya untuk menyelamatkan perempuan atau bahkan menghargai perempuan, tokoh seperti ini hanya menginginkan keuntungan saja tanpa memperdulikan orang lain. Asal ia puas dan bahagia maka jalan apa saja akan ia tempuh. Sifat inilah yang membedakan antara tokoh feminis dan kontra feminis, namun seperti halnya tokoh laki-laki pun ada yang bersifat kontra feminis. Tokoh laki-laki yang bersifat seperti ini cendrung tidak menghargai sosok perempuan dan tidak mendukung ide-ide feminisme. Secara nyata tokoh laki-laki yang kontra feminis ini sangat menikmati keistimewaan yang melekat pada dirinya, bahkan ia tidak ingin keistimewaan itu hilang. Kontra feminis muncul seiring dengan adanya budaya patriarki dalam masyarakat secara umum. Patriarki merupakan suatu sistem otoritas laki-laki yang menindas perempuan melalui institusi sosial (Humm, 2002:332). Patriarki merupakan sebuah sistem otoritas yang menempatkan laki-laki secara struktur berada di atas perempuan di dalam maupun di luar rumah.Bahkan patriarki dapat dinyatakan sebagai bentuk kontrol laki-laki terhadap reproduksi perempuan (Millet dalam Humm, 2002:333). Menyikapi isu laki-laki feminis, kalangan feminis terbagi menjadi dua bagian yaitu mereka yang sepakat dan meraka yang kontra. Mereka yang sepakat mengemukakan argumentasi sebagai berikut: pertama, terbukti bahwa dalam dua dekade belakangan ini laki-laki telah menjadi sekutu yang efektif dalam perjungan feminis, kedua generasi muda feminis tidak merasakan perlunya melakukan segregasi gendre seperti yang dilakukan feminis generasi sebelumnya. Perubahan konteks sosio-historis memakasa mereka untuk menyadari pentingnya peran laki-laki dalam perjungan feminis, ketiga tidak semua laki-laki merasa nyaman dengan statusnya sebagai penindas kemanusian.Laki-laki yang muak dengan status tersebut dan meninggalkan sebuah realasi sosial yang lebih satara dan manusiawi. Sebaliknya, mereka yang kontra memberi argumentasi sebagai berikut: pertama mereka menuduh laki-laki feminis sebagai mereka yang mempelajari habis-habisan femisme demi keuntungan sosial, akademis dan politik, kedua mustahil seorang lakilaki menjadi feminis, laki-laki sudah terlampau lama menjadi warga kelas satu peradaban dengan segala keistimewaan, (Adian dalam Subono, 2001:23-34). Laki-laki pun biasa menjadi feminis jika sikap mereka mau menunjukkan penghormatan dan sikap menghargai terhadap perempuan. Hal ini yang paling sederhana jika laki-laki mau membantu perempuan ketika
5
perempuan tersebut membutuhkan bantuannya.Mereka tidak segan-segan membantu.Sebaliknya laki-laki bisa menjadi kontra feminis jika mereka tidak mempunyai upaya untuk menyelamatkan perempuan atau bahkan tidak menghargai perempuan. Meraka hanya menginginkan keuntungan saja tanpa memperdulikan orang lain. Sudah saatnya laki-laki dan perempuan saling bekerjasama dalam membangun agenda pemikiran dan aksi untuk menciptakan masyarakat yang bebas dari diskriminasi. Suatu tatanan kehidupan sosial masyarakat di mana laki-laki dan perempuan merasa aman dan terlindungi. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena data di dalam penelitian ini berupa kata-kata, dan kalimat bukan berupa angka-angka sebagai hasil perhitungan statistik. Selain itu laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran deskripsi laporan tersebut. Data itu berasal dari teks novel.Hal ini sejalan dengan pendapat Bogdandan Biklen (dalam Munandir, 1982:34-37) bahwa dalam metode deskriptif dikumpulkan berbentuk kata atau gambaran dari pada angka. Dengan kata lain, metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan keadaan objek yang diteliti dengan menguraikan hal-hal yang menjadi pusat perhatian yang mendukung objek penelitian. Sehingga penelitian ini akan menghasilkan data deskriptif yang kemudian data tersebut akan memberikan gambaran dan paparan yang dimaknai dan ditafsirkan oleh peneliti secara mendalam sehingga peneliti akan melaporkan tentang bentuk Penelitian. Alasan peneliti menggunakan metode deskriptif dapat mengungkapkan, menggambarkan, dan memaparkan mengenaiKajian Feminis Terhadap Novel Kembang Turi Karya Budi Sardjono.Penelitian ini menggunakan pendekatan kritik sastra feminis.Kritik sastra feminis merupakan pendekatan penelitian yang serbaguna dan untuk menunjukkan reprepentasi perbedaan manusia dan mengupayakan perubahan sosial melalui hubungan spesial dengan pembaca hasil penelitian ini (Reinharz dalam Djajanegara, 2003:27).Para pengkritik sastra feminis memiliki tujuan penting dari kritik sastra feminis, yaitu ingin membantu agar pembaca dapat memahami, mendeskripsikan, menafsirkan, serta, menilai karya-karya yang ditulis oleh pengarang (Djajanegara, 2003:27). Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, karena bentuk penelitian ini akan menghasilkan data dalam bentuk kata-kata maupun kalimat dan tidak dalam bentuk angka-angka atau pun mengadakan perhitungan. Data dalam penelitian ini adalah kutipan berupa kata, frasa, kalimatkalimat, kutipan berupa kalimat naratif maupun dialog.Data menurut Syam (2011:84), merupakan keterangan yang dijadikan sebagai dasar kajian untuk sampai pada simpulan yang objktif.
6
Sumber data penelitian ini adalah novel Kembang Turi karya Budi Sardjono dengan tebal halaman 305 yang diterbitkan oleh DIVA Press, Yogyakarta 2011. Menurut Syam (2011:12) di dalam penelitian sastra terdapat beberapa sumber data yang berasal dari teks sastra. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen kunci. Peneliti sebagai instrumen kunci berkedudukan sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis, penafsir data, dan pada akhirnya pelapor hasil penelitian (Moleong,2011:173). Selain peneliti sebagai instrumen kunci, peneliti juga menggunakan alat lainnya berupa kartu pencatat dan alat tulis. Teknik analisis data adalah proses mengatur urutan data menggolongkannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar (Moleong, 2011:248).Teknik analsis data yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut.Data yang sudah diklasifikasi kemudian dibaca kembali secara intensif, menganalisis data sesuai dengan masalah yaitu kedudukan, profeminis, dan kontra feminis, untuk menguji keabsahan hasil analisis data, peneliti melakukan ketekunan pengamatan kemudian melakukan triangulasi dengan dosen pembimbing dan diskusi dengan teman sejawat agar hasil analisis data lebih objektif, menyimpulkan hasil analisissesuai dengan masalah penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Sumber data penelitian ini adalah novel Kembang Turi karya Budi Sardjono dengan tebal halaman 305 yang diterbitkan oleh DIVA Press, Yogyakarta 2011. Menurut Syam (2011:12) di dalam penelitian sastra terdapat beberapa sumber data yang berasal dari teks sastra. Analisis Kedudukan Wanita dalam Novel Kembang Turi Karya Budi Sardjono Kedudukan perempuan dalam novel Kembang Turi karya Budi Sardjono secara dominan menggambarkan posisi perempuan dalam hal pekerjaan. Beberapa jenis pekerjaan baik yang positif maupun yang bertentangan dengan norma masyarakat dibahas dalam novel ini. Beberapa di antaranya adalah sebagai, pesinden, buruh tani, pedagang pasar, pelacur, wanita simpanan, germo, serta pekerja salon.Berikut beberapa kutipan yang menunjukkan kedudukan wanita dalam novel Kembang Turi karya Budi Sardjono. Pesinden: Bukan sembarangan gadis, Mas. Dia pernah menjadi pesinden.Banyak orang tergila-gila, tapi dia tidak mau atau belum mauterikat dengan laki-laki. Lalu akhirnya, malah dijadikan istri muda pegawai kecamatan. (Sardjono, 2011:15).
7
Berdasarkan kutipan di atas, dapat diketahui bahwa perempuan sebagai pesinden dianggap memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan bila hanya menjadi istri muda seorang pejabat.Hal yang menandai profesi sebagai pesinden adalah memiliki popularitas, cantik, dan memiliki suara yang merdu.Aspek ekonomi sering memengaruhi perilaku masyarakat dalam kehidupan sosial.Berbagai perilaku yang tidak lazim sering diperagakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.Daerah Gunung Kidul terkenal sebagai daerah gersang yang sulit untuk ditumbuhi berbagai macam tanaman.Hal ini berakibat langsung terhadap kelangsungan hidup masyarakatnya. Menghalalkan segala cara menjadi beberapa jalan yang dipilih untuk memenuhi kesejahteraan hidup. Dengan posisi sosial yang lemah, maka kaum perempuan sering dijadikan sebagai objek praktis dalam mendapatkan uang.Satu di antaranya adalah dengan menjajakan diri, menjadi simpanan, atau menjadi istri muda. Dengan demikian akan ada penghasilan tambahan dari beberapa pekerjaan terlarang tersebut. Perilaku ini menjadi hal yang lumrah di daerah-daerah miskin.Kebutuhan ekonomi menjadi faktor utama yang membawa masyarakat pada pola pikir praktis tentang keuangan, dari manapun sumbernya. Perempuan kuno. Tahunya Cuma sawah, dapur, dan lumpur. Tidak punya pergaulan.Kumpulannya Cuma bakul-bakul kaki lima. (Sardjono, 2011:24). Dari kutipan di atas menandakan bahwa perempuan di wilayah Gunung Kidul sangat bisa ditebak kegiatannya sehari-hari. Secara kodrat kaum wanita memang bertanggungjawab untuk melayani keluarga.Namun, dalam konteks kehidupan masyarakat Gunung Kidul yang tercermin dalam novel Kembang Turi peran perempuan lebih dari sekadar sebagai ibu rumah tangga.Bekerja keras, membanting tulang layaknya kaum laki-laki juga menjadi kewajiban kaum perempuan. Peranan ini diakibatkan oleh kondisi ekonomi dan kultur masyarakat yang beranggapan bahwa perempuan adalah makhluk kelas dua. Tidak banyak pilihan bagi kaum perempuan, kecuali menjalani kodrat dan kultur masyarakat. Hal inilah yang kadang-kadang menjadi bumerang tersendiri bagi kaum perempuan.Karena kesibukan mencari nafkah, kewajiban mengabdi pada keluarga menjadi terabaikan.Hal yang menandai “perempuan kuno” adalah lingkungan pekerjaan kaum perempuan di gunung Kidul yang hanya terbatas pada sawah, dapur, dan lumpur. Menjadi seorang germo yang kegiatannya adalah menyalurkan jasa perempuan kepada lelaki hidung belang merupakan kegiatan yang tidak menggambarkan kepedulian terhadap perempuan. “Bagaimana Mas?Yang ini asli dari Solo.Tangannya halus dan pandai memijit. (Sardjono, 2011:84) Dari kuitipan di atas kerja serabutan dengan menajalani beberapa pekerjaan sekaligus menjadi alternatif pekerjaan yang sering dipilih oleh
8
kaum perempuan. Selain mengasilkan lebih banyak pemasukan, pekerjaan rangkap seperti ini juga lebih praktis karena tetap sejalan dengan pekerjaan utama.Dalam dunia prostitusi panti pijat ataupun keahlian memijat menjadi popular bagi individu dan kelompok yang berkecimpung dalam dunia prostitusi untuk mengelabui sebagian masyarakat.Dengan sekaligus menjadi tukang pijit, para perempuan penghibur tidak harus selalu memberikan pelayanan seksual kepada para pelanggan yang memang lebih membutuhkan pijitan.Selain itu, pekerjaan rangkap menjadi solusi bagi masalah ekonomi yang juga menjadi faktor utama yang menyebabkan maraknya bisnis prostitusi.Hal yang menandai dari profesi memijit adalah promosi dari pegawai hotel yang menyatakan bahwa pijitan gadis yang ditawarkannya disukai banyakpelanggan. Analisis Unsur Profeminis dalam Novel Kembang Turi Karya Budi Sardjono Sebagian kaum feminis berpendapat bahwa laki-laki dapat menyatakan diri mereka feminis sepanjang mereka ikut berjuang bagi kepentingan kaum perempuan. Sekelompok feminis lain beranggapan bahwa laki-laki tidak dapat menjadi feminis karena tidak mengalami diskriminasi dan penindasan sebagaimana dialami kaum perempuan. Oleh karena itu, kaum laki-laki yang ikut berjuang melawan penindasan terhadap perempuan lebih tepat dikatakan sebagai kelompok profeminis. Marni mengangguk.Ia mengambil uang dari buntalan kain. Uang itu ia sodorkan, tapi segera ditolak oleh kondektur tadi. (Sardjono, 2011:62). Dari kutipan di atas jelas bahwa pada beberapa kalangan, menghargai dan menghormati kaum wanita merupakan sebuah penghargaan dan apresisasi terhadap aturan norma, dan adat istiadat orang timur. Bentuk penghargaan yang diberikan dapat bermacam-macam. Dalam kasus yang dialami oleh Marni ketika akan meninggalakan wilayah Gunung Kidul yang mengharuskan ia dan adiknya untuk menumpang kendaraan umum menuju Yogyakarta. Saat itu seorang kondektur bus menolak pembayaran dari Marni karena merasa kasihan dan prihatin terhadap kondisi Marni yang seorang gadis kecil harus merawat dan menjaga adiknya.Kondisi ini merupakan bentuk dukungan sebuah lingkup kecil dalam masyarakat terhadap perjuangan seorang anak perempuan dalam menjalani kehidupan. Pada konteks ini sang kondektur yang merupakan seorang laki-laki telah menunjukkan sikap profeminis. Kehidupan selalu memiliki dua sisi yang berlainan. Pada kondisi tertentu Marni dan adiknya harus bertemu dengan orang-orang yang memperlakukan mereka tak lebih dari seekor binatang, namun pada kondisi lain, masih banyak orang yang peduli dan memberikan sesuatu yang layak untuk memngapresiasi kehidupan mereka sebagai manusia. Hal yang menandai perilaku laki-laki yang profeminis adalah kondektur yang menolak bayaran dari Marni karena
9
merasa kasihan terhadap gadis kecil itu.Dirman adalah seorang laki-laki yang ikut memunjukan sikap profeminis terhadap perempuan. Nah, karena itu, kamu harus sudah punya cita-cita sejak dini” (Sardjono, 2011:89) Penyakit sosial merupakan sebuah fenomena yang selalu muncul dalam konteks sosial masyarakat di berbagai kalangan.Pemerintah maupun masyarakat umum kadang-kadang melihat kasus penyakit sosial dengan sudut pandang negatif, sehingga bentuk penangananannya pun dilakukan dengan tindakan-tindakan yang kurang bersahabat. Usaha untuk memperbaiki sesuatu dengan cara yang keras kadang-kadang justru tidak memberikan efek jera bahkan semakin memperumit sebuah permasalahan sehingga semakin merajalela. Kutipan di atas menunjukkan bahwa dalam memberikan pandangan terhadap orang-orang yang secara langsung berkecimpung dalam dunia gelap tidak harus melalui cara dan tindakan keras. Pada kasus ini Dirman justru memotivasi seorang pelacur yang mendatangi kamarnya untuk memiliki citacita yang tinggi. Karena menurut Dirman setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk berubah dan memperbaiki kehidupannya sehingga tidak perlu dilakukan dengan cara maupun tindakan yang keras. Karena sesuatu yang didasarkan pada paksaan maupun kekerasan biasanya justru menimbulkan efek kebencian. Penandai perilaku laki-laki yang profeminis adalah upaya Dirman untuk menasihati seorang pelacur agar mempunyai citacita sejak dini. Perjuangan penyetaraan kedudukan serta derajat perempuan agar sama sejajar dengan kedudukan laki-laki merupakan bentuk perjuangan perempuan dalam meneggakkan hak perempuan. Hal ini dapat kita lihat pada kutipan berikut ini. “dan satu hal yang dijaga mami, dia tidak pernah mau menerima gadis dari tangan calo. Mami malah kayaknya sangat membenci dengan calocalo itu. (Sardjono, 2011:172) Peristiwa pada kutipan di atas menunjukkan bahwa meskipun menjadi seorang germo atau mucikari, Marni tidak menginginkan gadis-gadis yang dibawa oleh calo untuk dijadikan seorang pelacur. Calo-calo biasanya menyediakan gadis-gadis lugu untuk dijadikan pelacur dengan cara menipu dan memperdaya gadis-gadis tersebut. Sehingga keinginan untuk menjadi seorang pelacur muncul karena adanya keterpaksaan ataupun ancaman dari pihak lain. Hal inilah yang menjadi dasar Marni tidak mau menerima gadisgadis yang disediakan oleh calo.Berdasarkan pengalaman pribadinya yang terpaksa harus masuk ke dunia hitam karena tipu daya seorang calo.Marni hanya menampung perempuan yang memang secara sukarela untuk menjadi seorang pelacur apapun penyebabnya asal buakan ditipu dan diperdaya oleh sorang calo.Tindakan Marni ini setidaknya merupakan sebuah bentuk usaha kecil untuk tidak semakin memperkeruh dunia prostitusi dengan masuknya orang-orang baru yang merupakan gadis-gadis yang terspedaya oleh tipuan
10
maupun paksaan dari seorang calo.Hal yang menandai perilaku perempuan yang profeminis adalah tindakan Marni yang tidak mau menerima gadis-gadis dari calo. Analisis Unsur Kontra Feminisdalam Novel Kembang Turi Karya Budi Sardjono Berikut kutipan-kutipan yang menunjukkan berbagai perilaku kontrafeminis dalam novel Kembang Turi karya Budi sardjono.Kutipankutipan ini sebagian besar menunjukkan bahwa kaum lelaki yang menagnggap kaum perempuan sebagai objek eksploitasi. Calo tanah. Sikap laki-laki yang kontra feminis terlihat dari tingkah laku mereka yang tidak menghargai perempuan, bahkan cendrung semena-mena terhadap perempuan, hal ini terlihat dari kutipan berikut. Kata orang wanita secantik dan sebahenol para penyanyi dangdut itu bisa dibeli di kota (Sardjono, 2011:9) Dari kutipan di atas terlihat bahwa pola pikir masyarakat, terutama kaum lelaki yang selalu memandang rendah kaum perempuan seperti inilah yang juga menghambat usaha perjuangan kesetaraan gender dalam lingkungan masyarakatAnggapan bahwa perempuan bisa dibeli tentu saja sangat merendahkan martabat kaum perempuan dan semakin menunjukkan bahwa perempuan itu seperti objek yang dapat diperlakukan secara semena-mena. Kaum lelaki seperti ini biasanya merupakan orang-orang yang turut berperan serta dalam munculnya berbagai penyakit masyarakat yang berhubungan dengan kaum perempuan.Garda terdepannya tentu saja bisnis prostitusi yang sifat eksploitasinya adalah masalah sosial yang secara langsung merupakan “kebutuhan” kaum lelaki. Bagian yang menjadi permasalahan adalah genralisasi anggapan bahwa semua perempuan itu samalah yang pada akhirnya menimbulkan sinisme di kalangan masyarakat tentang posisi perempuan dalam kehidupan sehari-hari.Budaya “jual-beli” perempuan pada akhirnya menjadi suatu yang lumrah dan biasa saja di lingkungan masyarakat karena adanya anggapan dan pola pikir yang melumrahkan berbagai kejadian yang berhubungan dunia prostitusi.Hal yang menandai perilaku laki-laki yang kontra feminis adalah anggapan kaum lelaki yang menganggap bahwa setiap perempuan bisa dibeli. Asli Mas, gadis desa. Biarlah dia menemani Mas Dirman barang semalam . Mau, kan? (Sardjono, 2011:14) Pertentangan-pertentangan masalah perempuan yang terjadi di masyarakat tentang perempuan tidak jarang menimbulkan konflik sosial tersendiri yang pada akhirnya semakin menyudutkan posisi perempuan dalam kehidupan bermasyarakat.Dari sudut pandang masyarakat maupun perempuan itu sendiri pada akhirnya membentuk tatanan budaya baru yang tidak lagi memperhatikan norma dan aturan yang seharusnya berlaku di lingkunagn masyarakat. Segala sesuatu yag pada awalnya dianggap tabu dan pantang
11
dibahas dalam masyarakat pada masa sekarang menjadi suatu hal yang lumrah dan menjadi rahasia masyarakat secara umum. Dengan dalih tahu sama tahu atau atas dasar asas saling pengertian fenomena eksploitasi perempuan menjadi sesuatu hal yang biasa saja. Pada kutipan di atas menunjukkan bahwa tawar-menawar perempuan manjadi sebuah kebiasaan baru dalam bentuk sosialisasi masyarakat.Hal di atas menunjukkan bagaimana Manaf, seorang calo tanah menawarkan seorang gadis untuk menemani Dirman untuk menginap di Gunung Kidul.. Hal yang menandai perilaku laki-laki yang kontra feminis adalah tindakan Manaf yang secara terang-terangan menawarkan gadis desa kepada Dirman. Giyem adalah perempuan yang merasa terjepit oleh faktor ekonomi sehingga ia rela diperistri Dulkarim yang lebih pantas menjadi kakeknya. Seperti nasib Giyem, perempuan asli Jatinom, utara Klaten itu. Ia mau saja diperistri Dulkarim, yang pantas menjadi kakeknya. (Sardjono, 2011:253) Satu hal yang juga menjadi permasalahan di dalam masyarakat adalah sistem tatanan hidup masyarakat yang mengahalakan segala cara untuk memperoleh kemapananan hidup. Meskipun tidak seekstrim permasalahan prostistusi, dari kutipan di atas menunjukkan bahwa maslah kawin paksa pun menjadi sebuah fenomena baru yang juga menarik untuk diperbincangkan.Secara tidak langsung perilaku seperti ini manjadi upaya terselubung untuk dapat berhubungan dengan sekian banyak wanita sekaligus. Hal seperti ini sangat rawan, mengingat kedudukan perempuan sangat lemah, karena biasanya orang yang malakukan sistem kawin paksa seperti ini adalah seorang lelaki mampan yang telah memiliki istri. Hak-hak mereka juga sering terabaikan, meskipun pada awalnya telah dijanjikan berbagai hal yang luar biasa.Meskipun disebut kawin paksa, fenomena ini tidak jarang dilakukan seccara sukarela oleh para pelakunya dengan dalih memperbaiki perekonomian keluarga.Hal yang menandai perilaku perempuan yang kontra feminis adalah tindakan Giyem yang mau diperistri oleh Dulkarim yang lebih pantas menjadi kakeknya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan analisis tentang kajian feminisme dalam novel Kembang Turi karya Budi Sardjono maupun kaitannya dengan pembelajarn sastra di sekolah, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sastra yang berkaitan dengan feminisme tidak dapat dilepaskan dengan kehidupan sehari-hari. Konsep feminisme yang berkaitan dengan penelitian dapat menjadi acuan bagi
12
peserta didik tentang bagaimana seharusnya menyikapi kesetaraan gender dalam masyarakat. Tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat pria. Jadi bisa dikatakan bahwa gerakan feminis adalah suatu gerakan untuk mendobrak tataran sosial secara keseluruhan terhadap nilai-nilai perempuan agar mendapatkan kedudukan dan derajat yang sama baik dalam bidang sosial politik, ekonomi, dan hukum seperti yang diperoleh oleh laki-laki selama ini. Dalam novel Kembang Turi karya Budi Sardjono kedudukan perempuan yang popular berupa posisi perempuan dalam hal mata pencahariannya di lingkungan masyarakat.Beberapa profesi popular seperti menjadi buruh tani, pembantu rumah tangga, serta pedagang pasar menjadi beberapa di antara profesi yang digeluti oleh perempuan Gunung Kidul. Selain itu, terdapat beberapa profesi lain yang terselubung yaitu, menjadi simpanan, penyinden sekaligus wanita panggilan, germo, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan eksploitasi seksual kaum perempuan. Jenis-jenis profesi inilah kemudian menjadi aspek penting kajian feminisme dalam novel Kembang Turi. laki-laki yang ikut berjuang melawan penindasan terhadap perempuan lebih tepat dikatakan sebagai kelompok profeminis, secara sederhana bisa dikatakan bahwa mereka adalah laki-laki yang secara aktif kesetaraan dan keadilan gender.Pandangan profeminis muncul karena adanya gerakan kaum feminisme yang menolak keterlibatan laki-laki dalam penyetaraan masalah gendre.Inti tujuan feminisme adalah penyetaraan kedudukan serta derajat perempuan agar sama sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki. Jadi laki-laki pun bias menjadi feminis jika sikap dan tingkah laku mereka menunjukan sikap menghargai menghormati perempuan. Dalam novel Kembang Turi karya Budi Sardjono perilakun profrminis justru ditunjukkan oleh orang-orang yang pernah atau sedang berkecimpung dalam dunia prostitusi, sedangkan masyarakat di luar konteks itu masih beranggapan negatif, terutama terhadap kaum perempuan yang menjajakan dirinya menjadi pelacur. Tokoh kontra feminis ini tidak mempunyai upaya untuk menyelamatkan perempuan atau bahkan menghargai perempuan, tokoh seperti ini hanya menginginkan keuntungan saja tanpa memperdulikan orang lain. Asal ia puas dan bahagia maka jalan apa saja akan ia tempuh. Sifat inilah yang membedakan antara tokoh feminis dan kontra feminis, namun seperti halnya tokoh laki-laki pun ada yang bersifat kontra feminis. Tokoh laki-laki yang bersifat seperti ini cendrung tidak menghargai sosok perempuan dan tidak mendukung ide-ide feminisme. Secara nyata tokoh laki-laki yang kontra feminis ini sangat menikmati keistimewaan yang melekat pada dirinya, bahkan ia tidak ingin keistimewaan itu hilang. Dalam novel Kembang Turi karya Budi Sardjono perilaku kontra feminis muncul dari kaum lelaki yang
13
beranggapan bahwa kaum perempuan hanya sebagai bagian dari kesenangan dunia semata.Selain itu, perilaku kontra feminis juga muncul dari kaum perempuan yang terlibat langsung dalam dunia prostitusi.Mereka menganggap profesinya sebagai sesuatu yang sudah terlanjur, sehingga penghargaan terhadap dirinya semakin berkurang.Hal ini yang menyebabkan mereka semakin terjerumus ke dalam lubang kemaksiatan. Saran Penelitian tentang Kajian Feminis terhadapNovel Kembang Turi dapat dijadikan acuan bagi banyak pihak. (a) Bagi lembaga pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan pengajaran sastra. Hasil penelitian ini juga dapat diajdikan alternatif dalam mengajarkan apresiasi sastra di sekolah.(b) bagi perserta didik, diharapkan dapat lebih mengetahui dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah karya sastra. (c) bagi sekolah, dapat menyediakan sarana pendukung pembelajaran apresiasi kesusastraan seperti cerpen dan novel. (d) penelitian ini juga dapat membantu perkembangan dalam penulisan karya sastra. Penulis dapat menjadikannya sebagai acuan agar dapat menyajikan tulisan yang tidak hanya besifat menghibur, tetapi juga memberikan muatan nilai-nilai kehidupan di dalamnya. (d) bagi masyarakat secara umum, penelitian ini dapat membantu memahami dalam menikmati karya sastra. Tujuannya, selain memperoleh hiburan, masyarakat juga mendapatkan pemahaman tentang nilai kehidupan setelah membaca karya sastra. DAFTAR RUJUKAN Djajanegara, Soedarjat. 2003. Kritik Sastra Feminis Sebuah Pengatar. Jakarta: Ikhar Mandiri. Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra, Edisi Revisi. Jakarta: MedPres. Hollows, Joanne. 2000. Feminisme, Yogyakarta: Jalasutra
Feminitas,
dan
BudayaPopuler.
Humm, Maggie. 2002. Ensiklopedia Feminisme. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sofia dan Sugihastuti.2003. Feminisme dan Sastra. Bandung: Kataris.
14
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1988.ApresiasiKesusastraan. Jakarta: Gramedia. Syam, Christanto. 2011. Ruang Lingkup Penelitian Sastra. Pontianak: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Syam, Christanto. 2011. Pemilihan dan Perumusan Masalah Penelitian Sastra. FKIP Untan.
15