KAJIAN EKONOMI PRODUKTIVITAS USAHA PERTAMBAKAN DI KECAMATAN BALIKPAPAN TIMUR, KOTA BALIKPAPAN The Economic Study of Productivity Fishpond Bussiness in East Balikpapan Sub District, Balikpapan City
Irhan Hukmaidy1), Helminuddin2) dan Bambang I. Gunawan2) Abstract. The purpose of this research were to study economically the effect of production factors on tiger prawn (Penaeus monodon) and milkfish (Chanoschanos) productivities and also to determine efficiency level of utilization production factors on productivity of fishpond bussiness in East Balikpapan Sub District, Balikpapan City. This field data was obtained from June 15 th to August 15th, 2005. Sample of respondents was determined by purposive sampling methods. Interviewed was done to 80 tiger prawn and milkfish pond farmers. The data were analyzed by using Cobb-Douglas Production Function. Result of this research showed that fishpond production for all respondent was 24,370 kg/ha/period or 305 kg/ha/period/respondent. Pond width, amount of shrimp-fry and milkfish-fry, pesticide, lime and fertilizer dosages were effected significantly to the productivity of fishpond bussiness. The efficient level of determined milkfish amounted of 16.16 and lime dosage of 2.09 were not efficient yet, while pond width of -2,220.22, shrimp-fry amounted of -1.32, pesticide dosage of -187.56 and fertilizer dosage of -0.098 were inefficient. Kata kunci: produktivitas, faktor produksi, pendapatan, udang windu, bandeng.
Pelaksanaan intensifikasi tambak (Intam) dimulai sejak tahun 1984 yaitu sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor 05/SK/Mentan/Bimas/ IV/1984 tentang perlunya melaksanakan Intam dilanjutkan dengan perubahan program Intam menjadi Inbudkan (Intensifikasi Budidaya Ikan) sesuai dengan perubahan struktur Direktorat Jenderal Perikanan menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan. Perubahan Intam menjadi Inbudkan tersebut didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Departemen Kelautan dan Perikanan nomor 09/Men.DKP/2002 dan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya nomor 1903/OPB.3/IK.130.03/V/02 tentang Inbudkan (Anonim, 2003). Program Intensifikasi budidaya udang merupakan kelanjutan dari program Intam yang dilaksanakan sebelumnya. Namun demikian batasan dan kriteria ___________________________________________________________________ 1) Subdinas Perencanaan Dinas Perikanan & Kelautan Prop. Kaltim, Samarinda 2) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unmul, Samarinda
148
149
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (2), OKTOBER 2007
teknologi yang diterapkan mengalami perubahan sesuai dengan permasalahan teknis yang dihadapi di lapangan dan perkembangan teknologi budidaya udang, baik untuk teknologi sederhana (ekstensif), madya (semi-intensif) dan maju (intensif). Pada prinsipnya perubahan teknologi tersebut adalah dengan penerapan sistem resirkulasi baik secara tertutup maupun semi tertutup, yang disesuaikan dengan kondisi lokasi (Anonim, 2003). Usaha pertambakan di Kalimantan Timur dirasakan berkembang dengan pesat. Tambak-tambak dibangun secara besar-besaran di berbagai wilayah pesisir Propinsi Kalimantan Timur. Usaha pertambakan menjadi satu di antara mata pencaharian utama bagi masyarakat setempat dan juga sumber pendapatan bagi pengusaha. Manfaat ekonomi dari usaha pertambakan dalam jangka pendek dapat segera dirasakan, namun dalam jangka panjang dapat menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Konversi hutan mangrove menjadi tambak merupakan satu di antara permasalahan utama kerusakan dan penurunan luas hutan mangrove yang perlu menjadi perhatian semua pihak. Permasalahan lain adalah banyaknya tambak yang produktivitasnya makin menurun dan bahkan tidak produktif lagi akibat pola pengelolaan yang tidak berkelanjutan. Kerusakan dan penurunan luas hutan mangrove selain menyebabkan permasalahan bagi lingkungan sekitarnya, juga berdampak terhadap produktivitas tambak. Kasus yang sering terjadi bahwa satu di antara penyebab gagalnya produksi tambak akibat dikonversinya hutan mangrove secara besar-besaran. Propinsi Kalimantan Timur merupakan satu di antara daerah pengembangan usaha budidaya di tambak dengan luas areal pertambakan yang tersedia adalah 150.000 ha dan yang telah digarap sampai dengan tahun 2003 adalah 56.042 ha atau 37,36 %. Daerah sasaran yang sangat potensial untuk usaha pengembangan budidaya tambak di Propinsi Kalimantan Timur adalah Kabupaten Pasir, Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Berau, Bulungan, Penajam Paser Utara, Balikpapan, b Tarakan dan Bontang (Anonim, 2004 ). Produktivitas budidaya di tambak untuk dapat dinaikkan masih memiliki kemungkinan yang sangat besar. Persoalan selanjutnya adalah penambahan faktor produksi apa yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi dan pendapatan petambak. Berdasarkan uraian di atas dengan melihat jumlah dan nilai produksi yang selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yang mana produksi total tambak tahun 2003 sebesar 636,90 ton menjadi 853,95 ton pada tahun 2004, maka perlu dikaji seberapa besar peningkatan produksi tambak yang dihasilkan berdasarkan penambahan faktor produksi terhadap tingkat produksi di Kecamatan Balikpapan Timur Kota Balikpapan (Anonim, 2004a). Penelitian dalam rangka mengetahui tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan pengaruhnya terhadap produksi serta pendapatan pembudidaya tambak di Kecamatan Balikpapan Timur Kota Balikpapan masih perlu dilaksanakan guna mengetahui pengaruh dan tingkat efisiensi yang dipakai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji secara ekonomi pengaruh faktor produksi terhadap tingkat produksi tambak udang windu dan ikan bandeng di Kecamatan Balikpapan Timur Kota Balikpapan dan untuk mengetahui tingkat
Hukmaidy dkk. (2007). Kajian Ekonomi Produktivitas Usaha
150
efisiensi penggunaan faktor produksi pada tambak udang windu dan ikan bandeng di Kecamatan Balikpapan Timur Kota Balikpapan. METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di pertambakan rakyat yang termasuk dalam wilayah Kota Balikpapan. Lokasi yang dipilih adalah Kecamatan Balikpapan Timur. Penelitian ini memakan waktu selama 2 bulan. Hasil observasi di Kecamatan Balikpapan Timur terdapat pembudidaya tambak sebanyak 269 KK. Adapun metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah purposive sampling, yakni memilih orang-orang tertentu karena dianggap berdasarkan penilaian tertentu mewakili statistik, tingkat signifikansi dan prosedur pengujian hipotesis (Jalaluddin, 2002). Sampel yang diambil di lokasi penelitian adalah responden yang sesuai dengan tujuan penelitian yaitu responden yang membudidayakan udang windu dan ikan bandeng di tambak dengan teknologi sederhana. Sampel diambil sebanyak 30 % dari jumlah populasi yang ada yaitu sebanyak 80 KK. Data yang diperoleh diharapkan dapat menguji hubungan faktor produksi antara luas lahan, jumlah benur, jumlah nener, dosis obat, dosis kapur dan dosis pupuk terhadap produktivitas usaha pertambakan di Kecamatan Balikpapan Timur serta diketahui pula tingkat efisiensi masing-masing penggunaan faktor produksi tersebut terhadap pendapatan pembudidaya tambak. Pengujian data di atas dikaitkan dengan beberapa teori dasar yang memiliki hubungan normatif dengan permasalahan yang akan di teliti, sehingga juga diperlukan data yang bersumber dari pustaka, untuk itu dilakukan penelusuran buku-buku yang ada relevansinya dengan penelitian ini. Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik parametrik dengan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) Versi 11,5 (Santoso, 2001). Adapun yang ingin diketahui dan alat analisis yang dipakai meliputi: a. Analisis fungsi produksi Cobb-Douglas Model fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan untuk mengetahui faktorfaktor produksi yang mempengaruhi tingkat produksi pertambakan di lokasi studi. Model fungsi produksi Cobb-Douglas menurut Soekartawi (1994) adalah sebagai berikut: Y = α X1β1 X2β2 X3β3 X4β4 X5β5 X6β6 Y = produktivitas tambak (kg/ha/MT). X1 = luas lahan (ha). X2 = jumlah benur (ekor/ha/MT). X3 = jumlah nener (ekor/ha/MT). X4 = dosis obat (kg/ha/MT). X5 = dosis kapur (kg/ha/MT). X6 = dosis pupuk (kg/ha/MT). Selanjutnya untuk pengujian hipotesis apakah ada pengaruh variabel-variabel bebas (X) terhadap variabel tidak bebas (Y), maka dilakukan pengujian F (F-test) taraf signifikansi (α) 5 %. Sementara itu untuk menguji apakah masing-masing variabel X berpengaruh terhadap produktivitas tambak digunakan pengujian t (ttest) dengan taraf signifikan (α) 5 %. Nilai koefisien determinasi yang disesuaikan (R2 adjusted) dihitung untuk mengetahui apakah model cukup fit (goodness of fit).
151
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (2), OKTOBER 2007
Nilai koefisien determinasi mengukur proporsi variasi produksi tambak yang disebabkan oleh variabel bebas. Nilai elastisitas produksi usaha tambak diukur dengan tujuan untuk mengetahui persentase perubahan output bila terjadi persentase perubahan input produksi, sehingga diketahui besarnya respon perubahan output tersebut akibat terjadinya perubahan input. Tingkat elastisitas faktor produksi dapat diihat dari koefisien regresi pada fungsi produksi Cobb-Douglas. Untuk mengetahui kondisi atau sejauh mana input-input produksi dapat ditingkatkan atau dikurangi untuk menghasilkan skala ekonomis tertentu, maka koefisien-koefisien regresi fungsi produksi Cobb-Douglas dijumlahkan (b1+b2+b3+b4+b5+b6) sehingga diketahui apakah usaha pertambakan dalam skala keuntungan menurun (decreasing) jika Σ bi < 1, tetap (constant) jika Σ bi = 1 atau meningkat (increasing return to scale) Σ bi > 1. b. Uji asumsi klasik Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah model dugaan regresi linear berganda memenuhi asumsi-asumsi klasik atau asumsi Gauss Markov, yaitu: (1) Uji Asumsi Multikolinearitas, bertujuan untuk mengetahui apakah model ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Nilai tolerance atau nilai variance inflation factor menjadi dasar untuk melihat apakah terjadi multikolinearitas. Nilai cut-off yang umum dipakai adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF di atas 10, bila nilai tolerance lebih kecil dari 0,10 dan atau nilai VIF lebih kecil dari 10 maka tidak terjadi multikolinearitas pada model (Ghozali, 2001). (2) Uji Asumsi Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada observasi satu dengan lainnya. Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan uji Durbin Watson (Ghozali, 2001). (3) Uji Asumsi Heterokedastisitas, bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk itu dilakukan pembuatan grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID) (Ghozali, 2001). c. Analisis efisiensi penggunaan faktor produksi pertambakan Efisiensi penggunaan input produksi diukur sebagai upaya melihat efisiensi penggunaan input untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Hal ini akan terjadi bila pembudidaya mampu membuat suatu upaya bila nilai produk marginal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input (P). Menurut Soekartawi (1994), NPMx dalam kenyataannya tidak selalu sama dengan Px, yang sering terjadi adalah (NPMx / Px) > 1, artinya penggunaan input X belum efisien dan untuk mencapai efisien, input X perlu ditambah dan bila (NPMx / Px) < 1, artinya penggunaan input X tidak efisien dan untuk mencapai efisien, input X perlu dikurangi.
Hukmaidy dkk. (2007). Kajian Ekonomi Produktivitas Usaha
152
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kecamatan Balikpapan Timur merupakan satu di antara kecamatan yang berada di Kota Balikpapan yang berjarak 20 km dari pusat pemerintahan Kota Balikpapan. Sarana jalan darat dan laut yang sangat baik mengakibatkan lalu lintas dari dan ke Kecamatan Balikpapan Timur tersebut sangat lancar sehingga menunjang perkembangan kecamatan tersebut. Kecamatan Balikpapan Timur memiliki luas wilayah 13.218,85 ha yang merupakan daerah pantai dengan ketinggian tanah ±0,25 m dari permukaan laut, sedangkan curah hujan rata-rata 2.700 mm/tahun (Anonim, 2005). Jumlah penduduk Kecamatan Balikpapan Timur adalah 43.543 orang, umumnya sebagian besar bekerja sebagai nelayan. Adapun potensi yang terdapat di Kecamatan Balikpapan Timur di antaranya adalah perladangan, perkebunan, industri dan perikanan. Usaha perikanan yang dilakukan adalah usaha penangkapan ikan dan udang di laut, pertambakan, cold storage dan hatchery (rumah benih) skala rumah tangga. Kecamatan Balikpapan Timur mempunyai potensi luas lahan sebesar 13.219 ha, yang telah dikelola adalah seluas 18 ha untuk industri, 30 ha untuk perdagangan, 7 ha untuk perkantoran, 1.157 ha untuk perkebunan rakyat dan 68 ha untuk tempat rekreasi. Kecamatan Balikpapan Timur terdiri dari 4 kelurahan yaitu Kelurahan Manggar, Manggar Baru, Lamaru dan Teritip dengan jumlah penduduk 43.543 jiwa, jumlah penduduk pria tercatat 23.160 jiwa dan wanita sebesar 20.383 jiwa. Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Balikpapan Timur yang paling dominan adalah swasta yaitu sebesar 2.809 orang dan nelayan sebesar 2.444 orang serta yang sedikit adalah pemulung yaitu sebanyak 152 orang. Selebihnya penduduk bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil, TNI/Polri, wiraswasta, petani, pertukangan, buruh tani, pensiunan dan pelayanan jasa. Tingkat pendidikan penduduk di Kecamatan Balikpapan Timur yang paling besar adalah lulusan Sekolah Dasar sebesar 40,37 % dan yang paling sedikit adalah lulusan Pasca Sarjana sebesar 0,03 %, sedangkan lulusan D1/D3 seimbang dengan lulusan Sarjana yaitu rata-rata 1,90 %. Usaha budidaya tambak di Kecamatan Balikpapan Timur dimulai sejak tahun 1970-an, kemudian berkembang menjadi suatu usaha yang memasyarakat dan terjadi secara turun-temurun. Usaha budidaya tambak ini banyak dilakukan oleh pendatang asal Sulawesi Selatan (suku Bugis) yang bermukim dan memiliki tambak di sepanjang pesisir pantai Manggar, Manggar Baru, Lamaru sampai Teritip. Kepemilikan lahan yang diusahakan kebanyakan adalah milik sendiri dan produk yang paling dominan dihasilkan di antaranya adalah udang windu (Penaeus monodon), ikan bandeng (Chanos chanos) dan udang bintik (Metapeneaus sp.). Kedalaman air tambak di Kecamatan Balikpapan Timur Kota Balikpapan rata-rata ±80 cm dari permukaan air sampai ke dasar galian tanggul tambak. Lokasi penggantian air umumnya pintu air berada ditengah tanggul yang menghadap ke kanal pemasok air. Sumber air tambak ini umumnya berasal dari air laut yang
153
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (2), OKTOBER 2007
masuk ke sungai besar yang selanjutnya dimasukkan ke kanal primer dan dimasukkan ke tambak-tambak melalui kanal sekunder. Selama ini dalam pengelolaan tambak, para petambak di Kecamatan Balikpapan Timur Kota Balikpapan umumnya dengan modal sendiri tanpa ada keterkaitan dengan punggawa serta tergabung dalam kelompok pembudidaya dan dibina oleh petugas teknis lapangan Kantor Perikanan Kelautan Kota Balikpapan. Dalam menjalankan usaha tambak ini para petambak menggunakan tenaga kerja anggota keluarga dan di luar anggota keluarga. Untuk tenaga kerja anggota keluarga biasanya dikerjakan untuk menjaga tambak. Tenaga kerja di luar anggota keluarga dikerjakan untuk persiapan atau pembukaan petakan tambak, membersihkan tambak dari kotoran serta mengangkat lumpur saat tambak akan dikeringkan. Keperluan benur dan nener bagi usaha budidaya di Kecamatan Balikpapan Timur dapat diperoleh di Balai Benih Udang Manggar Balikpapan dan rumah pembenihan skala rumah tangga yang ada di Kota Balikpapan. Bila kebutuhan benur dan nener masih tidak mencukupi sesuai dengan kebutuhan, umumnya para petambak mendatangkan dari Jawa dan Sulawesi Selatan. Sementara itu untuk sarana produksi seperti kapur, pupuk dan pestisida mereka dapat membeli ke punggawa maupun toko-toko terdekat di mana petambak tinggal menetap. Kerugian akibat kematian udang windu dan ikan bandeng yang sering dialami para petambak menyebabkan para petambak tidak memberikan makanan tambahan bagi udang windu dan ikan bandeng untuk memperkecil kerugian yang terjadi, melainkan hanya memberikan pupuk yang cukup. Hal ini dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan kelekap dan ganggang biru sebagai makanan alami bagi udang dan ikan. Tambak-tambak di Kecamatan Balikpapan Timur umumnya dikelola dengan teknologi sederhana. Untuk pengelolaan tambak-tambak tersebut umumnya dilakukan sebanyak dua kali musim tebar dalam setahun. Usaha tambak meliputi sebuah kegiatan yang dimulai dari persiapan pembukaan petakan tambak, penebaran benih, pemupukan dan peralatan produksi lainnya sesuai dengan skala usaha yang dilakukan. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut: a. Persiapan atau pembukaan petakan tambak Persiapan petakan tambak meliputi pembukaan lahan (tebas, tebang dan bakar) pembersihan lahan dan pengeringan lahan. Setelah kegiatan ini selesai, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan konstruksi tambak (ukuran tinggi, lebar tanggul dan pematang, parit keliling, pintu air serta pondok jaga). b. Penebaran benur dan nener Sebelum benur dan nener ditebar, terlebih dahulu dilakukan pengukuran parameter kualitas air sebagai media pemeliharaan seperti suhu air, salinitas, pH dan kandungan oksigen terlarut. Benur dan nener dapat diperoleh dari hatchery dan ada pula yang dari alam. Jumlah benur yang ditebar harus cukup dan sesuai dengan kebutuhan dan rencana skala usaha yang telah ditetapkan. Untuk satu hektar
Hukmaidy dkk. (2007). Kajian Ekonomi Produktivitas Usaha
154
tambak, jumlah rata-rata benur udang windu yang ditebarkan oleh petambak di Kecamatan Balikpapan Timur sebanyak 12.306 ekor/ha dengan ukuran post larva 15. Sementara itu untuk nener yang ditebarkan oleh petambak rata-rata sebanyak 2.728 ekor/ha. c. Pemupukan Untuk mempercepat pertumbuhan klekap dan ganggang biru yang berperan sebagai makanan alami bagi udang windu dan ikan bandeng umumnya petambak menggunakan pupuk urea dan TSP yang sebagian diberikan ke dalam tambak pada saat tambak dikeringkan dan sebagian diberikan bersamaan dengan masuknya air ke dalam tambak. Satu kali musim tebar rata-rata dosis pupuk yang diperlukan untuk tambak di Kecamatan Balikpapan Timur tersebut rata-rata 353 kg/ha/MT. d. Penggantian air Penggantian air yang dilakukan petambak umumnya dengan memasukkan air pada waktu nyorong dan frekuensi penggantian air sebanyak dua kali dalam sebulan. Petambak sebenarnya tidak perlu menunggu pasang surut dalam penggantian air bila digunakan teknologi yang semi intensif (dilengkapi dengan pompanisasi). Petambak akan dapat memasukkan air setiap hari sesuai dengan kebutuhan tambak yang diperlukan bagi udang windu dan ikan bandeng. e. Pemberantasan hama dan penyakit Pemberantasan hama dilakukan setelah tambak dikeringkan lalu pestisida dimasukkan melalui pintu air bersamaan air masuk ke dalam tambak. Jenis pestisida yang umum digunakan para petambak di Kecamatan Baikpapan Timur adalah Thiodan dan Saponin, hal ini dianggap mampu untuk memberantas hama dan jenis penyakit yang umumnya terjadi di tambak. f. Panen Panen dilakukan pada saat udang windu berumur 45 bulan atau rata-rata 30 ekor/kg/MT, 40 ekor/kg/MT dan 50 ekor/kg/MT. Sementara ikan bandeng dipanen pada ukuran rata-rata 3 ekor/kg, 4 ekor/kg dan 5 ekor/kg. Khusus untuk udang bintik, panen dilakukan pada saat udang windu berumur ±2 bulan setelah tebar. Untuk jenis kepiting, para petambak tidak pernah melakukan pemanenan, melainkan siapa saja dapat mengambilnya tanpa ada perhitungan harga. Berdasarkan data hasil penelitian usaha tambak udang windu dan ikan bandeng dari 80 responden yang berada di Kecamatan Balikpapan Timur diketahui bahwa rata-rata penggunaan luas lahan untuk masing-masing responden adalah sebesar 1,10 ha (11.025 m2), jumlah benur sebesar 12.306 ekor/ha/MT, jumlah nener 2.728 ekor/ha/MT, penggunaan dosis obat sebesar 339 kg/ha/MT dan penggunaan dosis kapur sebesar 353 kg/ha/MT serta penggunaan pupuk sebesar 23 kg/ha/MT. Produktivitas usaha tambak yang dihasilkan adalah udang windu dan ikan bandeng dengan total produksi rata-rata per responden adalah sebesar 305 kg/ha/MT, dengan rincian untuk udang windu 23 kg/ha/MT dan untuk ikan bandeng sebesar 282 kg//ha/MT.
155
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (2), OKTOBER 2007
Pada penelitian ini digunakan tujuh variabel yang dianalisis yaitu produktivitas tambak (kg/ha/MT) sebagai variabel tidak bebas (Y). Sementara itu luas tambak (ha), jumlah benur (ekor/ha/MT), jumlah nener (ekor/ha/MT), dosis obat (kg/ha/MT), dosis kapur (kg/ha/MT) dan dosis pupuk (kg/ha/MT) sebagai variabel bebas (X1, X2, X3, X4, X5 dan X6). Dari hasil analisis terhadap variabel tersebut diperoleh persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas sebagai berikut: Y = 145.211,16 .X11,042.X20,066 .X30,417 .X40,006 .X50,031 .X60,098 (12,300)
(8,088)
(1,271)
(5,235)
(0,119)
(0,555)
(1,475)
Luas lahan, jumlah benur, jumlah nener, dosis obat, dosis kapur dan dosis pupuk secara simultan berpengaruh terhadap produktivitas para petambak. Hal ini terbukti dari uji statistik dengan menggunakan Analisis Ragam (Anova), yang mana Fhitung (12,287) > Ftabel 0,05 (2,31), dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya, faktor luas lahan, jumlah benur, jumlah nener, dosis obat, dosis kapur dan dosis pupuk merupakan faktor-faktor penting yang harus mendapatkan perhatian dalam rangka peningkatan produktivitas usaha pertambakan di Kecamatan Balikpapan Timur. Hasil penelitian dapat diketahui bahwa luas lahan dan jumlah nener masingmasing berpengaruh secara signifikan terhadap produktivitas tambak, sedangkan untuk jumlah benur, dosis obat, dosis kapur dan dosis pupuk tidak berpengaruh signifikan terhadap produktivitas tambak. Hal ini terbukti dari uji statistik dengan menggunakan uji t. Nilai t-hitung dari X1 (8,088) dan X3 (5,235) lebih besar dari ttabel 0,05 (2,000), maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya luas lahan dan nener berpengaruh signifikan terhadap produktivitas tambak. Untuk nilai t-hitung dari X2 (1,271), X4 (0,119), X5 (0,555) dan X6 (1,475) lebih kecil dari t-tabel 0,05 (2,000), maka Ho diterima dan Ha ditolak yang artinya jumlah benur, dosis obat, dosis kapur dan dosis pupuk tidak berpengaruh signifikan terhadap produktivitas tambak. Hasil uji statisik ditabulasikan seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengujian Signifikansi Parameter Regresi Parameter regresi Nilai t-hitung Signifikansi Luas lahan -8,088 0,000* ts Jumlah benur 1,271 0,208 Jumlah nener 5,235 0,000* ts Dosis obat -0,119 0,905 ts Dosis kapur 0,555 0,581 ts Dosis pupuk -1,475 0,144 * = berbeda siginifikan. ts = tidak berbeda signifikan
Menurut Budiono (1995), jumlah maksimal tambak atau luas maksimal lahan yang dibuka untuk dapat berproduksi secara berkelanjutan pada tingkat teknologi yang diterapkan, artinya semakin luas lahan yang dibuka tanpa ditunjang dengan teknologi yang sesuai maka tidak akan mempengaruhi kenaikan produksi. Penggunaan dosis obat, kapur dan pupuk yang tidak sesuai dapat menimbulkan penurunan produktivitas serta pemborosan yang berdampak pada penurunan produktivitas tambak. Untuk itu diperlukan kesadaran petambak yang selama ini
Hukmaidy dkk. (2007). Kajian Ekonomi Produktivitas Usaha
156
masih dianggap rendah untuk mengkaji dan menimba ilmu pengetahuan serta keterampilan dalam alih teknologi pertambakan modern. Sumbangan yang diberikan dari input faktor produksi yang diteliti adalah sebesar 50,2 % sedang sisanya 49,8 % disumbangkan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini, seperti input tenaga kerja dan rekayasa teknologi. Elastisitas input produksi menunjukkan besarnya respon perubahan output akibat perubahan input, dengan kata lain persentase perubahan output bila terjadi persentase perubahan input produksi. Elastisitas input produksi luas lahan, jumlah benur, jumlah nener, dosis obat, dosis kapur dan dosis pupuk dapat diketahui dari hasil persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas sebagai berikut Y = 145.211,16 X11,042.X20,066 .X30,417 .X40,006 .X50,031 .X60,098 Nilai koefisien regresi b1, b2, b3, b4, b5 dan b6 pada persamaan di atas menunjukkan elastisitas input produksi. Dari hasil persamaan di atas diperoleh elastisitas input produksi luas lahan sebesar 1,042, elastisitas input produksi jumlah benur sebesar 0,066, elastisitas input produksi jumlah nener sebesar 0,417, elastisitas input produksi dosis obat sebesar 0,006, elastisitas input produksi kapur sebesar 0,031 dan elastisitas input produksi pupuk sebesar 0,098. Hasil interpertasi untuk masing-masing input produksi dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) Interpertasi untuk nilai elastisitas luas lahan sebesar 1,042 adalah jika luas lahan dinaikkan sebesar 1 % maka produktivitas tambak akan turun sebesar 1,042 %, ceteris paribus. (b) Interpertasi untuk nilai elastisitas jumlah benur sebesar 0,066 adalah jika jumlah benur dinaikkan sebesar 1 % maka produktivitas tambak akan naik sebesar 0,066 %, ceteris paribus. (c) Interpertasi untuk nilai elastisitas jumlah nener sebesar 0,417 adalah jika jumlah nener dinaikkan sebesar 1 % maka produktivitas tambak akan naik pula sebesar 0,417 %, ceteris paribus. (d) Interpertasi untuk nilai elastisitas dosis obat sebesar 0,006 adalah jika dosis obat dinaikkan sebesar 1 % maka produktivitas tambak akan turun sebesar 0,006 %, ceteris paribus. (e) Interpertasi untuk nilai elastisitas kapur sebesar 0,031 adalah jika kapur dinaikkan sebesar 1 % maka produktivitas tambak akan naik pula sebesar 0,031 %, ceteris paribus. Interpertasi untuk nilai elastisitas pupuk sebesar 0,098 adalah jika pupuk dinaikkan sebesar 1 % maka produktivitas tambak akan turun sebesar 0,098 %, ceteris paribus. Nilai elastisitas input produksi luas lahan, jumlah benur, jumlah nener, dosis obat, dosis kapur dan dosis pupuk dilihat dari interpertasi di atas, maka nilai elastisitas luas lahan dan jumlah nener yang cukup besar bila dibandingkan dengan input produksi lainnya, artinya pengaruh luas lahan dan padat penebaran jumlah nener relatif lebih besar daripada input produksi lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekartawi (1994), bahwa agar produksi dapat berjalan untuk menciptakan hasil (output), maka diperlukan beberapa masukan (input).
157
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (2), OKTOBER 2007
Input luas lahan dan padat penebaran nener relatif lebih berpengaruh langsung terhadap produktivitas usaha tambak secara kuantitas bila dibandingkan dengan jumlah benur, dosis obat, dosis kapur dan dosis pupuk, karena luas lahan dan padat penebaran nener langsung mempengaruhi produktivitas usaha tambak. Bila dibandingkan dengan produksi udang windu, maka sumbangan produksi ikan bandeng jauh lebih besar dibandingkan dengan udang windu. Skala ekonomis usaha adalah tingkat pengembalian dari suatu usaha. Dengan kata lain skala ekonomis usaha adalah kondisi atau sejauh mana input-input produksi dapat ditingkatkan atau dikurangi untuk menghasilkan skala output tertentu. Skala usaha ekonomis usaha pertambakan (return to scale) dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu skala keuntungan menurun (decreasing return to scale), skala keuntungan tetap (constant return to scale) dan skala keuntungan meningkat (increasing return to scale). Skala ekonomis usaha pertambakan di Kecamatan Balikpapan Timur dapat diketahui dari penjumlahan koefisien-koefisien regresi fungsi produksi CobbDouglas sebesar (b1+b2+b3+b4+b5+b6) = 0,577. Nilai penjumlahan elastisitas inputinput produksi tersebut <1, artinya skala ekonomis usaha pertambakan di Kecamatan Balikpapan Timur dalam kondisi skala keuntungan menurun (decreasing return to scale). Artinya jika input-input produksi luas lahan, jumlah benur, jumlah nener, dosis obat, dosis kapur dan dosis pupuk ditambah, maka produktivitas tambak semakin menurun. Dengan kata lain penambahan input-input produksi tersebut tidak direkomendasikan untuk peningkatan produktivitas tambak. Luas lahan, jumlah benur, jumlah nener, dosis obat, dosis kapur dan dosis pupuk diketahui berpengaruh signifikan terhadap produktivitas tambak di Kecamatan Balikpapan Timur dan bila ditinjau dari skala ekonomis, maka usaha pertambakan di Kecamatan Balikpapan Timur dalam keadaan menurun dan tidak mendukung untuk peningkatan produktivitas usaha pertambakan. Model regresi yang didapat kemudian diuji dengan uji asumsi klasik yang mana tujuannya adalah untuk mengetahui apakah model persamaan regresi yang didapat dari hasil perhitungan sudah yang terbaik dan tidak bias. Uji asumsi tersebut adalah: a. Uji asumsi multikolinearitas Tujuan melakukan uji multikolinearitas adalah untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem multikolinearitas. Hasil perhitungan yang terlihat untuk masing-masing variabel bebas memiliki nilai VIF untuk X1 = 1,625, X2 = 1,229, X3 = 1,628, X4 = 1,091, X5 = 1,115 dan X6 = 1,330, yang mana nilai masing-masing variabel bebas tersebut <10, yang berarti tidak terjadi multikolinearitas pada model. Sesuai dengan pendapat Soekartawi (1994), bahwa sebelum seseorang merancang untuk menganalisis kaitan input dan output maka diperlukan pemahaman dan identifikasi terhadap variabel-variabel apa yang mempengaruhi proses produksi. b. Uji asumsi autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
Hukmaidy dkk. (2007). Kajian Ekonomi Produktivitas Usaha
158
pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Secara umum bisa diambil patokan untuk menguji autokorelasi, yaitu: (1) angka D-W di bawah -2, berarti ada autokorelasi positif (2) angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi (3) angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif. Pada angka dalam D-W (Durbin Watson) menunjukkan angka +1,547. Hal ini berarti model regresi yang ada tidak terdapat masalah autokorelasi atau tidak terjadi kesalahan pengganggu pada waktu sekarang dengan kesalahan pada waktu sebelumnya. Menurut Singgih (2001), jika terdapat masalah autokorelasi, maka regresi yang seharusnya signifikan menjadi tidak layak untuk dipakai. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil F-hitung yang lebih besar dari F-tabel sehingga terdapat pengaruh yang signifikan antara input dan output. Selain itu nilai signifikansinya (0,000) dari F-hitung menunjukkan angka yang berbeda sangat signifikan. c. Uji Asumsi Heterokedastisitas Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan variasi residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Adapun model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas. Deteksi terjadinya heterokedastisitas adalah dengan melihat grafik yang dihasilkan dari perhitungan. Adapun dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut: (1) jika ada pola tertentu, seperti titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka telah terjadi heterokedastisitas. (2) jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas. Grafik yang dihasilkan titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi sehingga model regresi layak dipakai untuk prediksi berdasarkan masukan variabel bebasnya. Menurut Singgih (2001), jika varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika varians berbeda disebut heterokedastisitas. Penellitian ini memiliki nilai varians yang berbeda-beda sehingga jelas menunjukkan model regresi yang baik yaitu model yang tidak terjadi heterokedastisitas. Efisiensi ekonomi tercapai pada tercapainya keuntungan maksimum yakni bila nilai produk marginal dari penggunaan setiap faktor produksi sama dengan harganya. Nilai produk marginal yang diperoleh terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Analisis Efisiensi Produksi Tambak di Kecamatan Balikpapan Timur Variabel Luas lahan Jumlah benur Jumlah nener Dosis obat Dosis kapur Dosis pupuk
Koefisien regresi -1,042 -0,066 0,417 -0,006 0,031 -0,098
NPMx / Px -2.220,22 -1,32 16,16 -187,56 2,09 -1,76
Keterangan <1, tidak efisien <1, tidak efisien >1, belum efisien <1, tidak efisien >1, belum efisien <1, tidak efisien
159
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (2), OKTOBER 2007
Pada Tabel 2 terlihat, bahwa untuk perhitungan NPMx/Px hanya penggunaan jumlah nener dan penggunaan dosis kapur yang belum efisien, artinya penambahan nener dan dosis kapur masih dapat ditambah guna mengoptimalkan hasil produksi, sedangkan luas lahan, jumlah benur, dosis obat dan dosis pupuk menunjukkan penggunaan yang tidak efisien, yang mana penggunaan luas lahan, jumlah benur, dosis obat dan dosis pupuk tidak direkomendasikan untuk ditambah. Penggunaan luas lahan, jumlah benur, dosis obat dan dosis pupuk yang tidak efisien tidak direkomendasikan untuk ditambah dalam usaha pertambakan di Kecamatan Balikpapan Timur Kota Balikpapan, hal ini disebabkan pola pengelolaan teknologi tradisional yang masih digunakan dalam pengelolaan tambak, maka bila luas lahan ditambah akan menurunkan tingkat produktivitas usaha tambak. Penambahan jumlah benur juga tidak dapat menambah output produktivitas usaha tambak dikarenakan tingkat kematian udang windu akibat penyakit yang sering menyerang usaha budidaya tambak di Kecamatan Balikpapan Timur. Penyakit tersebut di antaranya penyakit bintik putih (white spot syndrome virus) dan insang merah yang sampai saat ini belum diketahui teknik penanggulangannya, sehingga sebaiknya jumlah penebaran benur dikurangi. Penggunaan dosis obat dan dosis pupuk seharusnya dikurangi, karena efisiensi penggunaan dosis obat yang kurang tepat sehingga tidak terlalu membawa manfaat terhadap penanggulangan penyakit yang menyerang usaha pertambakan. Penggunaan pupuk yang berlebihan juga berakibat terjadinya pengerasan pada dasar tambak, tanpa adanya suatu reklamasi terhadap dasar tambak, maka penggunaan pupuk dianggap tidak efisien. Penggunaan jumlah nener dan dosis kapur masih dianggap belum efisien, sehingga penggunaan input tersebut masih perlu ditambah agar dapat memberikan output yang optimal, sehingga skala keuntungan yang mulai menurun (decreasing) yang terjadi di Kecamatan Balikpapan Timur bisa lebih diminimalisir. Sumbangan produksi ikan bandeng yang jauh lebih besar dibandingkan dengan udang windu memberikan gambaran bahwa jumlah nener harus lebih ditambah jumlah penggunaannya, sehingga menambah produktivitivas usaha tambak, yang mana penambahannya sampai pada tingkat efisiensi NPMx / Px = 1. Penggunaan dosis pupuk juga masih dianggap perlu untuk ditambah dikarenakan pada umumnya Propinsi Kalimantan Timur memiliki jenis tanah gambut, sehingga penggunaan pupuk yang dianggap masih belum efisien di Kecamatan Balikpapan Timur masih perlu ditambah untuk mencapai tingkat efisiensi yang tepat. Rendahnya tingkat produktivitas tambak udang di Kecamatan Balikpapan Timur juga terjadi di kawasan Delta Mahakam Kabupaten Kutai Kartanegara. Berdasarkan survei tingkat produktivitas pertambakan di Delta Mahakam tahun 2005 diketahui bahwa rata-rata produksi komoditas udang windu sebesar 16,25 kg/ha/MT, sedang di lokasi penelitian sebesar 23 kg/ha/MT. Bila dibandingkan dengan rata-rata produktivitas udang Propinsi Kalimantan Timur tahun 2004 sebesar 122 kg/ha/MT, maka telah terjadi penurunan produksi yang diperkirakan disebabkan oleh faktor rekayasa tambak (pond engineering) dan lemahnya
Hukmaidy dkk. (2007). Kajian Ekonomi Produktivitas Usaha
160
pengelolaan teknis tambak udang (pond management) meliputi seleksi benih, pengelolaan air, manajemen pakan dan kesehatan tambak (Gunawan, 2005). Menurunnya produktivitas usaha pertambakan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor dan masalah yang dihadapi oleh petambak. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain: (1) Penyakit yang menyerang udang windu yang sampai saat ini belum diketahui jenisnya. Penyakit pada umumnya menyerang udang windu pada saat berumur lebih kurang dua bulan dan terjadi pada saat musim tebar di tambak. (2) Usia tambak yang rata-rata berumur 10 sampai 20 tahun yang mengakibatkan turunnya kualitas tambak akibat reklamasi tambak yang jarang dilakukan, sehingga produktivitas yang maksimal tidak dapat diharapkan. (3) Pola pengelolaan tradisional yang digunakan di Kecamatan Balikpapan Timur dianggap tidak dapat meningkatkan hasil produksi tambak. Kurangnya modal dan pengetahuan tentang rekayasa teknologi pertambakan menjadi satu di antara penyebab turunnya produktivitas hasil tambak. (4) Kualitas air yang menurun diakibatkan oleh pemberian pupuk dan dosis obat yang tidak sesuai kebutuhan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan udang windu dan ikan bandeng, sehingga kegagalan dalam pencapaian hasil sering terjadi. (5) Tidak diberikannya makanan tambahan oleh sebagian besar petambak dikarenakan biaya yang besar untuk pembelian pakan mengakibatkan antara udang windu dan ikan bandeng saling berlomba untuk mendapatkan makanan alami. Karena tidak seimbangnya jumlah padat penebaran dengan jumlah makanan alami yang ada, maka untuk mempertahankan hidupnya ada di antara mereka saling memangsa dan bila tidak mampu bersaing mereka akan mati. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Faktor produksi luas lahan, jumlah benur, jumlah nener, dosis obat, dosis kapur dan dosis pupuk secara simultan berpengaruh signifikan terhadap produktivitas tambak di Kecamatan Balikpapan Timur Kota Balikpapan, namun secara parsial hanya luas lahan dan jumlah nener yang berpengaruh signifikan, sedang jumlah benur, dosis obat, dosis kapur dan dosis pupuk tidak. Variasi produktivitas sebesar 50,2 % dipengaruhi oleh faktor input produksi dalam model penelitian ini, sedangkan sisanya disebabkan oleh variabel-variabel X lainnya di luar model. Elastisitas untuk input produksi jumlah nener menunjukkan interprestasi kenaikan tertinggi terhadap produktivitas usaha pertambakan dikuti oleh input jumlah benur sebesar 0,066 dan dosis kapur sebesar 0,031 sedangkan input produksi luas lahan, dosis obat dan dosis pupuk menunjukkan interprestasi penurunan terhadap produktivitas tambak di Kecamatan Balikpapan Timur Kota Balikpapan. Skala ekonomis usaha pertambakan (economic of scale) yang didapat dari hasil kumulatif b1+b2+b3+b4+b5+b6 adalah 0,577 yang berarti angka ini lebih kecil dari angka 1, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi usaha pertambakan di Kecamatan
161
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (2), OKTOBER 2007
Balikpapan Timur terjadi dalam skala keuntungan menurun (decreasing return to scale). Efisiensi penggunaan input produksi untuk masing-masing faktor produksi antara lain: (a) penggunaan jumlah nener dan dosis kapur belum efisien karena menunjukkan NPMx / Px > 1, artinya jumlah nener dan dosis kapur perlu ditambah; (b) penggunaan luas lahan, jumlah benur, dosis obat dan dosis pupuk tidak efisien karena menunjukkan NPMx / Px < 1, artinya luas lahan, jumlah benur, dosis obat dan dosis pupuk perlu dikurangi. Saran Luas lahan, jumlah benur, dosis obat dan dosis pupuk yang tidak efisien hendaklah dikurangi sedang untuk peggunaan jumlah nener dan dosis kapur masih perlu ditambah karena dianggap masih belum efisien. Teknologi tambak dengan penerapan manajemen budidaya secara baik (better management practices/BMP) perlu segera disosialisasikan di lokasi penelitian dan prinsip dasar penerapan teknologi BMP adalah persiapan tanah secara baik, penyiapan air berkualitas, benih bebas penyakit dan pengelolaan pakan yang baik. Penelitian lanjutan masih dirasakan perlu untuk mengetahui seberapa besar tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi luas lahan yang harus dikurangi, jumlah benur yang harus dikurangi, jumlah nener yang harus ditambah, dosis obat yang harus dikurangi, dosis kapur yang harus ditambah dan dosis pupuk yang harus dikurangi di Kecamatan Balikpapan Timur, sehingga jumlah penggunaan produksi yang optimal dapat dicapai. Hal tersebut diperlukan guna menyempurnakan hasil penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2003. Intensifikasi Budidaya Ikan. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Kalimantan Timur, Samarinda. 30 h. Anonim. 2004a. Laporan Tahunan Statistik Perikanan Kota Balikpapan. Kantor Perikanan dan Kelautan Kota Balikpapan, Balikpapan. 62 h. Anonim. 2004b. Laporan Tahunan Statistik Perikanan Propinsi Kalimantan Timur. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Kalimantan Timur. 31 h. Anonim. 2005. Monografi Kecamatan Balikpapan Timur. Budiono. 1995. Pengantar Ekonomi Mikro. Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 205 h. Ghozali. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Universitas Diponegoro, Semarang. 148 h. Gunawan, B.I. 2005. Pembangunan Budidaya Pertambakan Udang di Wilayah Pesisir dengan Referensi pada Wilayah Delta Mahakam Kalimantan Timur Indonesia. Makalah disajikan pada Konferensi Antar Universiti di Borneo-Kalimantan Ke-1 pada Tanggal 29-30 Agustus 2005, Universiti Malaysia Sarawak, Malaysia. 11 h. Jalaluddin, R. 2002. Metode Penelitian Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya, Bandung. 184 h. Santoso, S. 2001. Buku Latihan SPSS. Statistik Parametrik. Elex Media Komputindo, Jakarta. 390 h.
Hukmaidy dkk. (2007). Kajian Ekonomi Produktivitas Usaha
162
Singgih, S. 2001. Statistik Parametrik. PT Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia, Jakarta. 390 h. Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Pembahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Rajawali Pers, Jakarta. 205 h.