KAJIAN EFISIENSI SISTEM PENGOLAHAN AIR LIMBAH PT. UNITEX SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PERAIRAN
NOVITA SURYANI
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Kajian Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX Serta Dampaknya Terhadap Perairan adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2009
Novita Suryani C24052245
RINGKASAN
Novita Suryani. C24052245. Kajian Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX Serta Dampaknya Terhadap Perairan. Dibawah bimbingan I Nyoman N. Suryadiputra dan Gunawan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji : (a) tingkat efisiensi masingmasing unit pengolahan air limbah PT. UNITEX (b) kualitas air limbah olahannya dikaitkan dengan baku mutu air limbah olahan industri tekstil yang ditetapkan Pemerintah RI (c) volume dan cara penanganan by product (berupa lumpur kimia dan biologi) dari hasil pengolahan air limbah PT. UNITEX (d) besarnya kontribusi bahan pencemar (berasal dari air limbah terolah PT. UNITEX) terhadap badan air penerima. Penelitian ini dilakukan di IPAL PT. UNITEX Jln. Raya Tajur No. 1 Bogor, pada April – Juli 2009. Pengambilan air contoh dilakukan di tiga titik IPAL PT. UNITEX yaitu pada inlet, aerasi dan outlet sebanyak enam kali pengamatan, serta tiga titik Sungai Cibudig yaitu 20 m sebelum saluran akhir air limbah olahan PT. UNITEX , 20 m dan 200 m setelah saluran akhir air limbah olahan PT. UNITEX Pengukuran kualitas air berupa parameter fisika (suhu dan TSS), parameter kimia (pH, DO, BOD dan COD) dan parameter biologi (Jenis mikroorganisme, F/M Ratio da SVI). Efisiensi IPAL PT. UNITEX secara keseluruhan (inlet-outlet) cukup tinggi (69,11% untuk BOD, 78,97% untuk COD, dan 83,73% untuk TSS), sehingga secara umum konsentrasi bahan pencemar (28,97 mg/l untuk BOD, 142,71 untuk COD, 40 untuk TSS, suhu 33,60C, pH 7 dan DO 3,6 mg/l) dari air limbah olahan yang dibuang ke Sungai Cibudig telah memenuhi baku mutu limbah cair industri tekstil yang ditetapkan pemerintah (SK. Gub. Jawa Barat No. 6 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Industri di Jawa Barat). Proses pengolahan limbah PT. UNITEX menghasilkan produk sampingan (by product) berupa lumpur (sludge), yang berasal dari unit pengolahan kimia yaitu lumpur kimia serta berasal dari unit pengolahan biologi berupa lumpur biologi. Jumlah lumpur kimia yang dihasilkan setiap harinya sebanyak 20 m3/hari, sedangkan lumpur biologi dikembalikan ke dalam tangki aerasi (Return Activated Sludge) sebanyak 90 m3/jam. Lumpur biologi ini akan dipadatkan apabila ketinggian lumpur yang mengendap pada tangki aerasi memiliki nilai MLSS (mixed liquor suspended solid) melebihi 3000 mg/l. Proses pengolahan lumpur dilakukan dengan menggunakan mesin belt filter press, yang menghasilkan lumpur padat kurang lebih sebanyak 20 ton/bulan, dan dibawa ke PPLI (Prasadha Pemusnah Limbah Industri) untuk pengolahan selanjutnya. Kontribusi air limbah terolah PT. UNITEX ke Sungai Cibudig cukup besar dengan debit rata-rata sebesar 1517,3 m3/hari, yaitu sebesar 43,96 kg/hari, beban COD sebesar 216,54 kg/hari dan beban TSS sebesar 60,69 kg/hari, sehingga beban tersebut dapat menurunkan kualitas air sungai. Selain dari air limbah olahan PT. UNITEX kontribusi beban pencemar Sungai Cibudig berasal dari kegiatan penduduk di sekitar sungai yang turut menambah pencemaran Sungai Cibudig.
KAJIAN EFISIENSI SISTEM PENGOLAHAN AIR LIMBAH PT. UNITEX SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PERAIRAN
NOVITA SURYANI C24052245
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul
: Kajian Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX Serta Dampaknya Terhadap Perairan
Nama Mahasiswa
: Novita Suryani
NRP
: C24052245
Program Studi
: Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. I Nyoman N. Suryadiputra NIP 19561121 198111 1 001
Ir. Gunawan NIP 1300
Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP 19660728 199103 1 002
Tanggal Lulus : 28 Desember 2009
i
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Kajian Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX Serta Dampaknya Terhadap Perairan”. Skripsi ini disusun sebagai hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni 2009 dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari adanya ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih bagi ilmu pengetahuan serta bagi upaya pengelolaan lingkungan perairan dan perikanan.
Bogor, Desember 2009
Penulis
i
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Ir. I. Nyoman Ngurah Suryadiputra selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2.
Ir. Gunawan dari pihak PT. UNITEX selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingannya baik selama di lokasi penelitian dan dalam penulisan skripsi ini.
3.
Dr. Ir. Yunizar Ernawati, M.S. selaku penguji dari komisi pendidikan dan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku penguji tamu.
4.
Bapak Sukoco, Ibu Dedeh, Bapak Maman serta seluruh staf Seksi Air Limbah PT. UNITEX yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas informasi dan bantuannya selama penelitian.
5.
Dr. Ir. Unggul Aktani, M.Sc (Alm) dan Dr. Ir. Achmad Fahrudin, MS selaku pembimbing akademik yang telah memberikan banyak masukan selama masa perkuliahan.
6.
Keluarga tercinta; papa, mama, kak Rina, adik-adik ku tersayang (Devia dan Adit) dan Mas Teddy atas kasih sayang, doa, pengorbanan, serta dukungan semangatnya.
7.
Seluruh staff Tata Usaha, staf Laboratorium Produktivitas Lingkungan dan Perairan, civitas Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan serta temanteman MSP 42 yang tidak bisa disebutkan satu-persatu atas semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
ii
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Garut, pada tanggal 29 November 1988, merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Cecep Suryana dan Ibu Sri Darmayanti.
Pendidikan
formal pertama diawali dari TK Purnama (1993), SDN Bangka 3 (1999), SMPN 4 Bogor (2002), dan SMAN 6 Bogor (2005). Pada tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah setahun melewati tahap Tingkat Persiapan Bersama, penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan mengikuti kerja magang di BRPBAT (Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar), Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan IPB serta PT. UNITEX Penulis juga aktif dalam organisasi seperti anggota ASC (Aquatic Study Club) HIMASPER (Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan) periode 2007/2008. Penulis juga aktif mengikuti seminar dan berpartisipasi dalam kepanitiaan di lingkungan kampus IPB. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul “Kajian Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX Serta Dampaknya Terhadap Perairan”.
iii
iv
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ...............................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
viii
1. PENDAHULUAN .........................................................................................
1
1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
Latar Belakang ....................................................................................... Perumusan Masalah ............................................................................. Tujuan ..................................................................................................... Manfaat ..................................................................................................
1 2 3 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 2.1. Karakteristik Air Limbah Secara Umum ........................................... 2.2. Karakteristik Air Limbah Tekstil ......................................................... 2.3. Sumber Pencemar Air Limbah Pada Industri Tekstil ...................... 2.5. Proses Pengolahan Air Limbah Industri Tekstil ............................... 2.5.1. Pengolahan pendahuluan (Pre Treatment) ............................... 2.5.2. Pengolahan pertama (Primary Treatment) ................................ 2.5.3. Pengolahan kedua (Secondary Treatment) ................................ 2.5.4. Pengolahan ketiga (Tertiary Treatment) .................................... 2.6. Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah ............................................ 2.7. Standar Mutu Air Limbah Industri Tekstil ....................................... 2.7.1. Parameter fisika .......................................................................... 2.7.2. Parameter kimia ...........................................................................
4 4 4 5 6 8 8 10 13 13 17 17 18
3. METODOLOGI ............................................................................................. 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................. 3.2. Alat dan Bahan ...................................................................................... 3.3. Metode Kerja .......................................................................................... 3.3.1. Pengamatan langsung ................................................................ 3.3.2. Pengumpulan data primer dan sekunder ............................... 3.3.3. Wawancara .................................................................................. 3.4. Analisis Data .......................................................................................... 3.4.1. Analisis beban pencemaran ....................................................... 3.4.2. Analisis efisiensi .......................................................................... 3.4.3. Konsep keseimbangan massa .................................................... 3.4.4. Analisis pengolahan biologi ......................................................
21 21 21 22 22 23 23 23 23 24 24 25
iv
v 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum PT. UNITEX ............................................................. 4.1.1. Sejarah berdirinya PT. UNITEX ................................................ 4.1.2. Lokasi dan tata letak .................................................................. 4.1.3. Struktur organisasi PT. UNITEX .............................................. 4.1.4. Ketenagakerjaan dan kesejahteraan karyawan ...................... 4.1.5. Proses produksi tekstil PT. UNITEX ........................................ a. Pemintalan (Spinning) ........................................................... b. Penenunan (Weaving) ............................................................ c. Pencelupan (Dyeing) ............................................................. 4.1.6. Utilitas produksi .......................................................................... 4.2. Kualitas Fisika Kimia Air Limbah sebelum Pengolahan ................. 4.3. Kualitas Fisika Kimia Air Limbah Olahan PT. UNITEX ................. 4.3.1. Parameter fisika air limbah ........................................................ 4.3.2. Parameter kimia air limbah ....................................................... 4.4. Nutrisi atau Unsur Hara ...................................................................... 4.5. Analisa Pengolahan Biologi dengan Lumpur Aktif ......................... 4.5.1. Nilai MLSS, SVI dan F/M Ratio ................................................ 4.5.2. Jenis mikroorganisme ................................................................. 4.6. Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah ........................................... 4.6.1. Efisiensi untuk Nilai BOD .......................................................... 4.6.2. Efisiensi untuk Nilai COD ......................................................... 4.6.3. Efisiensi untuk Nilai TSS ............................................................ 4.7. Volume dan Cara Penanganan Lumpur Hasil Pengolahan Air Limbah ............................................................................................. 4.8. Analisis Kualitas Air Sungai Cibudig ................................................ 4.9. Analisis Beban Pencemaran Limbah PT. UNITEX terhadap Sungai Cibudig ..................................................................................... 4.10.Konsep Keseimbangan Massa ............................................................. 4.11.Tangki Ekualisasi (Dimensi Fisik dan Kenyataan di Lapang) ........
27 27 27 28 28 28 29 29 29 30 31 32 32 34 39 39 39 40 42 43 43 45 47 49 51 53 55
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ............................................................................................ 5.2. Saran .......................................................................................................
64 64
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
65
LAMPIRAN ........................................................................................................
67
v
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
1. Komposisi air limbah industri tekstil jenis katun (Jorgensen, 1979) ......................................................................................
5
2. Dimensi unit – unit pengolahan air limbah PT. UNITEX .................
10
3. Baku mutu limbah cair untuk industri tekstil .....................................
17
4. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian ...........................
22
5. Kualitas fisika-kimia air limbah PT. UNITEX sebelum diolah ........................................................................................
30
6. Hasil pengujian parameter biologi pada lumpur aktif PT. UNITEX .............................................................................................
39
7. Jenis dan kelimpahan mikroorganisme pada tangki aerasi ..............
41
8. Perbandingan nilai efisiensi unit pengolahan air limbah PT. UNITEX .............................................................................................
46
9. Hasil analisis kualitas air Sungai Cibudig ...........................................
50
10. Beban pencemaran air limbah PT. UNITEX .......................................
51
11. Keseimbangan massa di Sungai Cibudig ............................................
57
12. Analisa data tangki ekualisasi saat produksi air limbah maksimum (Februari 2008) ....................................................................
56
13. Perhitungan faktor pengaman tangki ekualisasi bulan Februari ..........................................................................................
57
14. Analisa data tangki ekualisasi saat produksi air limbah Minimum (Desember 2008) ...................................................................
58
15. Perhitungan faktor pengaman tangki ekualisasi bulan Desember .......................................................................................
59
16. Analisa data waktu tinggal (Retention time) tangki ekualisasi selama tahun 2008 ....................................................................................
61
vi
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar
1. Skema rumusan masalah efisiensi pengolahan limbah industri tektil dan kontribusi terhadap perairan .................................................
2
2. Skema pengelompokkan zat-zat yang terdapat dalam air limbah (Sugiharto, 1987) ........................................................................................
4
3. Bagan alir pengolahan air limbah PT. UNITEX ...................................
9
4. Mekanisme penghilangan BOD dalam air limbah (CRS Group Engineers, 1978) ..................................................................
11
5. Grafik Hubungan MLSS, SVI dan Return Sludge Ratio (Joint Committee of the Water Pollution Control Federation and the American Society of Civil Enggineers in Suryadiputra, 1995)............
15
6. Skema pengolahan air limbah konvensional yang memperlihatkan adanya WAS dan RAS (Metcalf dan Eddy 2003) ..................................
16
7. Lokasi penelitian dan keadaan sekitar pabrik ......................................
21
8. Konsep keseimbangan massa (Tebbutt, 1990) .....................................
25
9. Proses SVI (http://water.me.vccs.edu/courses) .................................
26
10. Grafik nilai suhu air limbah PT. UNITEX selama penelitian ............
32
11. Grafik nilai TSS air limbah PT. UNITEX selama penelitian ..............
34
12. Grafik nilai pH air limbah PT. UNITEX selama penelitian ...............
35
13. Grafik nilai DO air limbah PT. UNITEX selama penelitian ...............
36
14. Grafik nilai BOD air limbah PT. UNITEX selama penelitian ............
37
15. Grafik nilai COD air limbah PT. UNITEX selama penelitian ............
38
16. Grafik efisiensi pengolahan limbah untuk nilai BOD ........................
42
17. Grafik efisiensi seluruh pengolahan limbah untuk nilai BOD ..........
43
18. Grafik efisiensi pengolahan air limbah untuk nilai COD ..................
44
19. Grafik efisiensi seluruh pengolahan limbah untuk nilai COD .........
44
20. Grafik efisiensi pengolahan air limbah untuk nilai TSS .....................
45
21. Grafik efisiensi seluruh pengolahan limbah untuk nilai TSS ............
46
22. Grafik perbandingan faktor pengaman ................................................
60
vii
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Struktur organisasi PT. UNITEX .................................................................
68
2. Diagram alir proses produksi tekstil PT. UNITEX ....................................
69
3. Baku mutu limbah cair industri tekstil menurut SK. Gub. Jawa Barat No. 6 Tahun 1999 ........................................................................
70
4. Baku mutu limbah cair (SK. Gub. Jawa Barat No. 6 Tahun 1999) .....................................................................................................
71
5. Kriteria baku mutu air berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2001 ................
72
6. Hasil pengujian kualitas air limbah PT. UNITEX ......................................
73
7. Hasil pengujian kualitas air Sungai Cibudig ..............................................
73
8. Nilai efisiensi dari setiap unit pengolahan limbah PT. UNITEX ............
74
9. Keseimbangan massa di Sungai Cibudig.....................................................
75
10. Prosedur pengukuran parameter fisika kimia air limbah..........................
76
11. Lokasi penelitian ...........................................................................................
80
viii
1. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan air semakin meningkat, diantaranya penggunaan air
pada proses - proses industri. Industri tekstil merupakan jenis industri yang memanfaatkan air dalam setiap unit proses produksinya. Air yang masuk dalam proses produksi akan dikeluarkan dalam bentuk air limbah yang mengandung zatzat atau materi baik dalam bentuk terlarut, koloid maupun tersuspensi, dan akhirnya akan menurunkan kualitas perairan alami jika langsung dilepaskan ke alam tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Upaya pengendalian kualitas air limbah buangan terus dilakukan agar tidak
menimbulkan
dampak
negatif
terhadap
sumberdaya
alam
dan
lingkungannya. Terkait dengan hal ini pemerintah mengeluarkan PP RI No.20 tahun 1990 mengenai pengendalian pencemaran yang menjelaskan bahwa agar air dapat bermanfaat secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan, maka pengendalian pencemaran menjadi sangat penting dan merupakan salah satu segi upaya pengelolaan lingkungan hidup. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pengolahan limbah cair. Dalam proses industri, pengolahan limbah cair bertujuan untuk menghilangkan atau meminimumkan kadar bahan pencemar yang terkandung, sehingga memenuhi syarat untuk dibuang. PT. UNITEX merupakan salah satu industri tekstil di Indonesia yang telah melakukan pengolahan air limbahnya sebelum dilepaskan ke perairan, yaitu melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan metoda fisik, kimia dan biologi. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi dari unitunit pengolahan air limbah PT. UNITEX serta mutu air olahannya yang dibuang ke perairan Sungai Cibudig terkait dengan nilai baku mutu air limbah yang dikeluarkan oleh pemerintah.
2 1.2.
Rumusan Masalah Air limbah yang dihasilkan oleh industri tekstil mengandung berbagai
kontaminan terlarut maupun tersuspensi yang berasal dari proses produksi tekstil. Untuk mengurangi kadar bahan kontaminan dari air limbah sebelum dibuang ke perairan alam, dibutuhkan suatu pengolahan. Air limbah industri tekstil dapat diolah secara kimia, biologi atau gabungan dari keduanya. Namun hasil olahan ini, meskipun dapat menjadikan mutu air limbah olahan menjadi lebih baik, akan menimbulkan produk sampingan (by product) berupa lumpur kimia dan lumpur biologi (lihat diagram Gambar 1). Banyak tidaknya lumpur yang dihasilkan dan baik buruknya hasil olahan air limbah ini akan sangat tergantung dari kinerja (performance) masing-masing unit pengolahan yang digunakan oleh industri tekstil yang bersangkutan. Kinerja yang buruk dari suatu instalasi pengolahan air limbah (IPAL) tidak hanya merugikan pihak industri (menimbulkan citra buruk dan pengeluaran biaya yang sia-sia) tapi juga berpengaruh terhadap lingkungan perairan di sekitarnya yang menerima limbah.
Air limbah industri
tekstil
Tidak memenuhi baku mutu
Tangki pengolahan air limbah, diolah secara fisika, kimia dan biologi
Air limbah hasil olahan
Memenuhi baku mutu
Lumpur biologi
Lumpur kimia
Badan air penerima
PPLI
Gambar 1. Skema rumusan masalah efisiensi pengolahan limbah industri tekstil dan kontribusi terhadap perairan
2
3 Untuk memperbaiki kinerja IPAL tersebut, maka kajian terhadap efisiensi IPAL perlu dilakukan, yaitu melalui analisis terhadap hasil olahan air limbah dari unit pengolahannya, hingga mutu air olahan yang dibuang ke sekitarnya. Kualitas air olahan yang buruk (akibat kurang baiknya kinerja IPAL), jika dibuang ke perairan alami, akan menimbulkan pencemaran dan rusaknya ekosistem perairan umum di sekitarnya. Hal demikian bisa dicirikan dengan adanya kematian ikan dan hewan air lainnya serta menimbulkan bau air yang busuk dan sebagainya.
1.3.
Tujuan Terkait dengan uraian diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengkaji efisiensi unit pengolahan air limbah PT. UNITEX dan kualitas air limbah buangannya dikaitkan dengan baku mutu air limbah olahan industri tekstil yang ditetapkan Pemerintah RI 2. Mengkaji volume dan cara penanganan by product (berupa lumpur kimia dan biologi) dari hasil pengolahan air limbah PT. UNITEX 3. Mengkaji besarnya kontribusi bahan pencemar (berasal dari air limbah terolah PT. UNITEX) terhadap badan air penerima
1.4.
Manfaat Manfaat penelitian ini adalah untuk: 1. Memberikan informasi kepada PT. UNITEX mengenai efisiensi unit-unit pengolahan air limbah, sehingga kinerja IPAL PT. UNITEX dapat lebih ditingkatkan 2. Memberikan informasi mengenai beban bahan pencemar yang berasal dari air limbah olahan PT. UNITEX yang terbuang ke Sungai Cibudig, sehingga dapat memantau dampak suatu kegiatan industri terhadap lingkungan sekitarnya
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Karakteristik Air Limbah Secara Umum Air limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan dan terutama terdiri
dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa bendabenda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik. Kotoran-kotoran itu merupakan campuran dari zat-zat mineral dan organik dalam banyak bentuk, seperti partikel-partikel besar dan kecil benda padat, sisa-sisa bahan larutan dalam keadaan terapung, koloid dan setengah koloid (Mahida, 1981). Menurut Sugiharto (1987), zat-zat yang terdapat dalam air limbah secara garis besar dapat dikelompokkan seperti pada Gambar 2.
Air limbah
Air (99,9 %)
Bahan padat (0,1 %) Organik
Anorganik
Protein (65 %)
Butiran
Karbohidrat ( 25 %)
Garam
Lemak (10 %)
Metal
Gambar 2. Skema pengelompokan zat-zat yang terdapat dalam air limbah (Sugiharto, 1987)
2.2.
Karakteristik Air limbah tekstil Widyanto dan Soerjani (1983) in Rachmawati (1994), menyatakan bahwa
bahan-bahan yang mungkin mengkontaminasi air limbah industri tekstil melalui proses dyeing/finishing, antara lain adalah NaOH, Na2CO3, deterjen, coloring, substances, starch, wax, pectines, alkohol dan acids. Air limbah industri tekstil (rayon) mungkin akan mengandung bahanbahan pembantu yang digunakan sebagai bahan koagulasi (Na2SO4, ZnSO4, H2SO4),
5 bahan yang dipakai dalam proses dulling, finishing, bleaching, water treatment, effluent treatment dan zat untuk pembebas sulfur. Sedangkan limbah padat terdiri dari bahan pengotor (debu, pasir, dan lain sebagainya), bahan dari pulp yang tidak larut, selulosa dan serat rayon yang lolos (Suratmo,1991). Air limbah dari proses pemerseran mengandung soda kaustik sebanyak lebih kurang 5%. Air limbah ini bersifat alkali, mengandung banyak zat padat terlarut (TDS) dengan nilai BOD tinggi. Secara umum air limbah yang dihasilkan dari proses basah mempunyai sifat basa, BOD tinggi, berwarna, berbusa, berbau dan memiliki suhu tinggi (BAPEDAL, 1994) Menurut Jorgensen (1979) in Rachmawati (1994), pencemaran akibat limbah industri tekstil sangatlah bervariasi dan tergantung pada jenis tekstil yang diproduksi. Komposisi air limbah tekstil jenis katun pada umumnya seperti tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi air limbah industri tekstil jenis katun (Jorgensen, 1979) Parameter pH Total dissolved matter Volatile dissolved matter Permanganate value BOD Chloride Organic Nitrogen Ammonium Nitrogen Warna * tidak
2.3.
Satuan mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l -
Nilai 6 – 10 500 – 3000 300 – 2500 100 – 2000 300 – 1200 100 – 300 10 – 30 Hanya sedikit *) Kuning muda Kecoklatan
ada keterangan lebih lanjut
Sumber Pencemar Air Limbah Pada Industri Tekstil Secara umum proses produksi industri tekstil terdiri dari proses
pemintalan, penenunan, perajutan, penyempurnaan, dan konveksi. Pemintalan, penenunan, perajutan dan konveksi hanya memerlukan sedikit air, sedangkan penyempurnaan untuk proses basah memerlukan air dalam jumlah besar dan menghasilkan air limbah yang besar pula. Menurut BPPI (1986) in Rachmawati (1994), kebutuhan air pada proses penyempurnaan tergantung dari proses basah yang dilakukan. Untuk setiap
5
6 kilogram bahan tekstil yang diproses, air yang dibutuhkan dapat mencapai 300-400 liter. Sedangkan bahan pewarna, zat kimia dan bahan pembantu penyempurnaan diperlukan 5 % dari berat tekstil yang diproses. Bahan-bahan ini sebagian kecil terserap oleh bahan tekstil dan tetap berada dalam bahan tekstil sampai proses selesai, sedangkan sisanya akan terbuang sebagai air limbah. Sumber pencemar air limbah pada industri tekstil dibagi menjadi 2, yaitu yang berasal dari proses produksi dan limbah domestik. Proses produksi tekstil yang menghasilkan air limbah adalah proses penghilangan kanji (desizing), pemerseran
(mercerizing),
pengelantangan
(bleaching),
pencelupan
(dyeing),
pencapan (printing) dan penyempurnaan (finishing). Dari semua proses ini, pencelupan (dyeing) dan pembilasan kanji (desizing) memerlukan air dalam jumlah besar, sehingga jumlah limbah cair yang dihasilkan relatif tinggi. Semakin besar kapasitas produksi, maka akan semakin besar pula limbah yang akan dihasilkan. Banyaknya limbah tersebut seringkali menyebabkan peningkatan debit air limbah yang masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) (Andalusia, 2006). Sumber bahan pencemar air limbah yang lain adalah limbah domestik. Limbah domestik berasal dari toilet dan air limbah kantin. Limbah dari toilet akan dikumpulkan dalam septic tank, kemudian dipisahkan limbah padat dan cair. Limbah padat akan diendapkan dalam septic tank, sedangkan limbah cair akan dialirkan menuju Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
2.4.
Proses Pengolahan Air Limbah Industri Tekstil Menurut Sugiharto (1987), tujuan pengolahan air limbah adalah untuk
mengurangi BOD, partikel tersuspensi, serta membunuh organisme patogen. Selain itu, pengolahan bertujuan pula untuk menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun, serta bahan yang tidak dapat didegradasikan agar konsentrasi yang ada menjadi rendah. Pada umumnya terdapat empat tahapan perlakuan dalam pengolahan limbah
konvensional yaitu : pengolahan pendahuluan atau pretreatment,
pengolahan pertama yaitu pengolahan fisik (sedimentasi) atau primary treatment, pengolahan kedua yaitu pengolahan biologi (filtrasi biologi atau lumpur aktif) atau secondary treatment dan pengolahan lumpur atau sludge treatment (pelapukan
6
7 anaerobik dari lumpur yang dihasilkan pengolahan pertama dan pengolahan kedua) (Mara 1976 in Rachmawati 1994). Odum (1971) menyebutkan bahwa ada tiga tahap pengolahan air limbah yang umum dilakukan yaitu : pengolahan pertama (primary treatment), pengolahan kedua (secondary treatment) dan pengolahan ketiga (tertiary treatment). Pengolahan pertama akan memisahkan benda-benda yang mengapung atau yang akan mengendap dari air limbah. Semua proses untuk mengurangi kadar polutan dikerjakan secara fisika yang sering disebut sebagai tahap pengolahan mekanik yang meliputi
pengambilan
pasir (grit
removal),
penyaringan
(screening),
penyortiran (sorting) benda kasar (griding) dan pengendapan (sedimentation). Dalam hal ini Odum (1971) menggabungkan antara pre-treatment dan primary treatment sebagai pengolahan pertama. Pengolahan kedua mencakup proses oksidasi biologi dengan tujuan utama untuk menghilangkan BOD. Terdapat tiga metode yang sering dipakai, yaitu : penggunaan lumpur aktif (activated sludge), penyaringan dengan tetesan (tricking filter) atau kolam oksidasi (oxidation ponds). Pengolahan ketiga yang sering disebut pengolahan lanjutan (advanced treatment) adalah pengolahan secara kimiawi meliputi koagulasi dan flokulasi. Dari berbagai litelatur dan kenyataan di lapang, urutan-urutan pengolahan limbah dapat saja berbeda. Misalnya pengolahan kimia (koagulasi dan flokulasi) ditempatkan pada urutan pertama (sebagai primary treatment), yaitu setelah penyaringan, pengambilan pasir dan pemisahan minyak (pretreatment), selanjutnya diikuti oleh tahap pengolahan kedua atau secondary treatment (misalnya dengan metode biologi). Bagan alir pengolahan air limbah PT. UNITEX secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 3. Pengolahan mengendalikan
air
atau
limbah membatasi
PT.
UNITEX
terbuangnya
dilakukan bahan-bahan
dalam
rangka
pencemar
ke
lingkungan perairan di sekitarnya. Meskipun bahan-bahan pencemar ini tidak sepenuhnya dapat dihilangkan dari air limbah, namun diharapkan dapat memenuhi ambang baku mutu air buangan yang ditetapkan pemerintah. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang terdapat di PT. UNITEX melakukan penanganan air limbah secara berkesinambungan selama 24 jam dengan kapasitas pengolahan maksimum sebesar 3000 m3 per hari. Proses penanganan air limbah PT. UNITEX dilakukan dengan cara fisika, kimia dan biologi (Irawan, 2006).
7
8 2.4.1
Pengolahan pendahuluan (Pre Treatment) Pengolahan pendahuluan yang dilakukan berupa penyaringan air limbah,
baik menggunakan saringan kasar maupun halus. Saringan kasar berupa rangka berjeruji (iron bars) dengan jarak antar jeruji 50 mm, 20 mm dan 10 mm. Penyaringan ini bertujuan untuk menyaring sisa-sisa benang atau kain yang terbawa dalam air limbah pada saat proses, sedangkan saringan halus berfungsi untuk menyaring padatan tersuspensi lainnya (Jamhari, 2006). Pada awal berdirinya IPAL PT. UNITEX tahun 1988, PT. UNITEX memisahkan air limbah berwarna dengan air umum (tidak berwarna), namun sejak Maret 2001 kedua macam air tersebut dicampurkan menjadi satu tangki melalui pipa yang saling berhubungan. Hal ini dilakukan untuk menghomogenkan karakteristik air limbah (mengencerkan bahan pencemar yang terdapat pada salah satu air limbah tersebut) sehingga lebih mudah dalam proses pengolahan selanjutnya.
2.4.2.
Pengolahan pertama (Primary Treatment) Proses pengolahan pertama air limbah PT. UNITEX adalah proses kimia,
yaitu : koagulasi, flokulasi dan sedimentasi, bertujuan agar zat padat terlarut maupun tersuspensi dapat dihilangkan. Menurut (Irawan, 2006) air limbah yang terdapat pada tangki ekualisasi dialirkan ke tangki koagulasi 1 (volume 14,2 m3) untuk penambahan bahan kimia SPT atau ferro sulfat sebagai bahan koagulan untuk mengikat zat warna terlarut maupun yang tersuspensi. Koagulan ini hanya bisa bekerja pada pH diatas 8, sehingga penambahan pH increase dibutuhkan pada saat pH inlet air limbah kurang dari 8, serta penambahan flokulan (polymer) untuk memperbesar pembentukan gumpalan/flok sehingga mudah untuk diendapkan. Air limbah dengan gumpalan-gumpalan/flok kemudian dialirkan ke tangki sedimentasi pertama (primary clarifier, volume 407 m3) untuk diendapkan. Endapan ini lalu dialirkan menuju belt filter press (pengepresan lumpur) untuk dipisahkan airnya. Lumpur hasil pengepresan selanjutnya ditangani sebagai limbah padat,
8
10 sedangkan airnya dikembalikan ke dalam tangki ekualisasi. Air (supernatant) yang terpisahkan dari tangki sedimentasi di atas lalu dialirkan ke tangki aerasi untuk selanjutnya mengalami pengolahan tahap kedua secara biologi (disebut juga Secondary Treatment). Dimensi masing-masing unit pengolahan air limbah PT. UNITEX dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Dimensi unit-unit pengolahan air limbah PT. UNITEX Unit Pengolahan
Jumlah
Volume (m3)
Total
Debit Air *
Waktu
volume
(m3/hari)
Retensi
(m3) Pengolahan pertama (Primary Treatment) Tangki air limbah
2
650+100
750
2160
8,3 jam
Tangki Ekualisasi
1
2000
2000
2160
22,2 jam
Tangki Koagulasi 1
1
14,2
14,2
2160
9,4 menit
Tangki Sedimentasi 1
1
407
407
2160
4,5 jam
Tangki Intermediet
2
3,6+57
60,6
2160
40,4menit
Tangki Aerasi
3
1250+925
2175
2160
24,2 jam
Tangki Sedimentasi 2
1
407
407
2160
4,5 jam
Tangki Koagulasi 2
1
12
12
2160
8 menit
Tangki Sedimentasi 3
1
207
207
2160
2,3 jam
Kolam Ikan
1
15
15
2160
10 menit
Pengolahan Kedua (Secondary Treatment)
Pengolahan Ketiga (Tertiary Treatment)
* Debit air limbah maksimum PT. UNITEX
2.4.3.
Pengolahan kedua (Secondary Treatment) Pengolahan kedua adalah pengolahan biologi dengan metode lumpur aktif,
yang memanfaatkan aktivitas metabolisme organisme dalam menguraikan bahan organik dan mengurangi padatan tersuspensi. Proses lumpur aktif merupakan teknik penanganan limbah dengan cara mencampurkan lumpur biologis (mikroorganisme) pada limbah cair yang diaerasi dan diaduk secara teratur (Metcalf & Eddy 2003).
11 Menurut CRS Group Engineers (1978) mekanisme penghilangan (Removal) bahan organik dalam air limbah (Gambar 4) dengan menggunakan metode lumpur aktif dapat dijelaskan melalui tiga tahapan penting, yaitu : 1. Transfer Bahan organik terlarut secara langsung akan masuk atau terserap ke dalam sel bakteri melalui dinding sel atau membran bakteri. Langkah transfer ini sebagai suatu usaha bakteri untuk mengubah bahan organik karbon dalam air limbah menjadi karbondioksida, air, amonia, dan energi (katabolisme). Mekanisme transfer dalam instalasi pengolahan air limbah secara biologi berlangsung pada tangki aerasi dan untuk menciptakan kondisi aerobik, oksigen dapat ditambahkan melalui aerator. 2. Konversi Merupakan suatu perubahan dari kesediaan bahan makanan (BOD) dalam air limbah menjadi sel – sel bakteri baru dengan menggunakan energi yang diperoleh sebelumnya (anabolisme). 3. Flokulasi Langkah yang menggambarkan, apabila bakteri sudah kenyang dan aktivitasnya menurun maka mereka akan tenggelam atau mengendap di dasar pada kondisi air yang tenang. Pada instalasi pengolahan limbah secara biologi konvensional yang menggunakan lumpur aktif, peristiwa pengendapan bakteri berlangsung pada tangki sedimentasi (clarifier).
Gambar 4. Mekanisme penghilangan BOD dalam air limbah (CRS Group Engineers, 1978)
12 Sistem lumpur aktif PT. UNITEX merupakan sistem aerobik yang terdiri atas: tangki aerasi, tangki penjernih (tangki sedimentasi 2 atau secondary clarifier dengan volume 407 m3), sistem pemompaan untuk mengembalikan lumpur (Return Activated Sludge) yang terendapkan dalam tangki sedimentasi 2 dan untuk membuang kelebihan lumpur (Wasting Sludge) ke belt filter press serta sistem pemompaan udara (aerasi). PT. UNITEX memiliki 3 tangki aerasi yang saling berhubungan dengan total kapasitas 2175 m3, 7 buah pengaduk (surface aerator) dengan kecepatan pengadukan 1440 rpm dan blower yang berfungsi sebagai alat pemasok udara ke dalam air.
Pengaduk dan blower juga berfungsi untuk
mencegah timbulnya gumpalan, serta penggerak laju aliran limbah (Jamhari, 2006). Proses pengolahan biologi air limbah berlangsung pada tangki aerasi 1 (tangki berbentuk oval), tangki aerasi 2 dan 3 (berbentuk empat persegi panjang). Dalam tangki aerasi, air limbah bercampur dengan massa mikroorganisme (lumpur aktif)
dan terjadi penguraian bahan organik serta
pembentukan
sel-sel
mikroorganisme baru. Pada proses penguraian bahan organik oleh lumpur aktif diperlukan suplai oksigen yang memadai. Konsentrasi oksigen tidak boleh terlalu tinggi ataupun rendah, berkisar antara 1-2 mg/l. Jika konsentrasi oksigen terlalu tinggi serta debit air yang masuk besar maka flok-flok di tangki sedimentasi 2 akan sulit diendapkan, kondisi seperti ini menimbulkan adanya lumpur mumbul (rising sludge) yang disebut carry over. Untuk mengatasi hal ini dilakukan penanganan dengan cara mengurangi jumlah kerja pengaduk (surface aerator) pada tangki aerasi agar lumpur yang terbawa ke tangki sedimentasi 2 lebih kecil, memperbesar konsentrasi koagulan (polymer) agar flok-flok yang terbentuk lebih cepat diendapkan serta penambahan Alum (Al2(SO4)3) yang membantu dalam proses penjernihan dan mampu menurunkan kekeruhan air, karena jika terjadi carry over kekeruhan air akan meningkat tinggi. Proses selanjutnya berlangsung dalam tangki sedimentasi 2, disini terjadi pemisahan antara air yang telah ’bersih’ (berkurang nilai BOD nya) dengan lumpur aktif dari tangki aerasi. Lumpur dalam tangki sedimentasi 2 sebagian (atau sekitar 90 m3/jam) dikembalikan (sebagai return activated suldge) ke tangki aerasi 1 untuk regenerasi mikroorganisme serta untuk menjaga keseimbangan sistem biologi, sedangkan sebagian lagi akan dialirkan ke dalam belt filter press sebagai lumpur buangan (wasting activated sludge).
13
2.5.4.
Pengolahan Ketiga (Tertiary Treatment) Pengolahan ketiga merupakan pengolahan lanjutan setelah pengolahan
biologi dengan lumpur aktif dalam tangki aerasi (pengolahan kedua), bertujuan untuk mengikat partikel tersuspensi (partikel mikroorganisme dan koloid) yang masih lolos dari pengolahan sebelumnya, meliputi proses koagulasi, flokulasi dan sedimentasi (Rachmawati, 1994). Air limbah hasil pengolahan biologi pada tangki aerasi akan mengalir menuju tangki sedimentasi 2 untuk dilakukan pengendapan. Kemudian air limbah yang telah diendapkan tersebut akan mengalir menuju tangki koagulasi 2, untuk proses
penghilangan
padatan
tersuspensi
dan
penjernihan
air
dengan
menggunakan Al2(SO4)3 dan polymer. Selanjutnya, air limbah akan dialirkan ke tangki sedimentasi 3 (volume 207 m3) dan ditambahkan antifoam untuk menghilangkan busa yang timbul pada effluent. Tangki sedimentasi 3 merupakan tahapan akhir dari proses pengolahan air limbah PT. UNITEX Air limbah pada tangki sedimentasi 3 telah melalui tahapan proses penjernihan dan telah melalui pengukuran uji seperti pH, temperatur, dan warna. Kualitas air limbah pada tangki sedimentasi 3 telah sesuai dengan baku mutu lingkungan sebelum dibuang ke badan air. Sebelum dialirkan ke saluran akhir, sebagian air limbah olahan dialirkan ke kolam ikan, untuk menguji apakah air tersebut sudah layak untuk dibuang ke badan air serta tidak berbahaya bagi makhluk hidup di lingkungan sekitar.
2.6.
Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah Menurut Clark et al. (1977), pengolahan biologi dengan lumpur aktif
menunjukkan efisiensi terbaik (sekitar 91 %) dalam menghilangkan BOD. Sedangkan tricking filter memiliki efisiensi terbaik sekitar 83 % dan pengolahan pertama sekitar 40 %. Pada pengolahan biologi, efisiensi penghilangan BOD akan menurun bila pH bergeser keluar dari kisaran 6-9. Pada proses sedimentasi, efisiensi penghilangan padatan tersuspensi adalah 60 % dan penghilangan BOD sekitar 40 % (Imhoff, 1940 in Rachmawati 1994). Efisiensi proses pengolahan biologi dipengaruhi oleh beberapa parameter yaitu :
14 Rasio F/M (Food to microorganism) F/M (satuan per hari) adalah rasio keseimbangan antara ketersediaan bahan organik (BOD5, COD, TOC) sebagai bahan makanan (F=Food) dengan massa organime (M atau MLVSS= mixed liquor volatile suspended solid) dalam tangki aerasi (Clark, 1977). Menurut CRS Group Engineers (1978), nilai rasio F/M antara 0,2 – 0,4 per hari menunjukkan lumpur aktif yang bekerja pada kondisi terbaik dimana tergantung pada sifat limbah dan berbagai faktor lain. Nilai F/M ini dikontrol oleh kegiatan wasting, yaitu kegiatan pembuangan bagian lumpur biologi dari tangki aerasi atau dari tangki pengendap kedua. Jika laju wasting-nya tinggi maka nilai F/M akan meningkat, yang akan mengakibatkan mikroorganisme jenuh dengan makanan, hasilnya berupa efisiensi pengolahan rendah. Sebaliknya, jika laju wasting-nya rendah maka nilai F/M rendah dan mikroorganismenya menjadi kelaparan, yang mengakibatkan efisiensi pengolahannya juga menurun.
Oleh
karenanya nilai F/M diupayakan berada dalam kisaran yang optimum, yaitu 0,2 – 0,4 /hari (Suryadiputra, 1995).
SVI (Sludge Volume Index) SVI adalah tes pengendapan untuk mengetahui kondisi lumpur aktif atau rasio antara sludge volume dan mixed liquor suspended solids. SVI berguna sebagai ukuran yang digunakan untuk mengendalikan sludge return ke dalam reaktor kolam aerasi. Oleh karena itu SVI akan mempengaruhi laju pengembalian lumpur aktif dan nilai konsentrasi MLSS di dalam kolam aerasi. Nilai khas untuk SVI dengan MLSS antara 2000 – 3500 mg/l adalah sekitar 80 – 150 ml/g (Suryadiputra, 1995). Menurut CRS Group Engineers (1978) SVI dengan kisaran antara 80 – 120 ml/g menunjukkan kondisi lumpur yang baik. Nilai SVI 200 ml/g menunjukkan kondisi lumpur yang jelek dengan sifat lumpur sulit mengendap atau karena terdapatnya mikroorganisme berbentuk filament, sehingga sistem tidak berjalan efisien (Siregar, 2005). Sedangkan untuk nilai MLSS yang dirancang tidak perlu melampaui jumlah yang diinginkan, karena pada nilai MLSS yang tinggi akan menyebabkan efektifitas kerja dari tangki pengendap (Secondary Clarifier) menjadi kritis. Konsentrasi MLSS merupakan fungsi dari SVI dan rasio lumpur balik (V) (lihat Gambar 5).
15
Gambar 5. Grafik Hubungan MLSS, SVI dan Return Sludge Ratio (Joint Committee of the Water Pollution Control Federation and the American Society of Civil Enggineers in Suryadiputra,1995)
CRT (Cell Retention Time) CRT adalah waktu yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk melakukan metabolisme makanan (BOD). Nilai BOD pada air hasil olahan (effluent) yang masih tinggi berarti CRT terlalu pendek sehingga tidak cukup waktu bagi mikroorganisme untuk melakukan metabolisme bahan organik di air limbah (Clark et al., 1977).
RAS (Return Activated Sludge) RAS adalah konsentrasi lumpur aktif yang dikembalikan ke tangki aerasi guna mencukupi kebutuhan lumpur aktif (lihat Gambar 6). RAS dipengaruhi oleh CRT dan konsentrasi MLSS (CRS Group Engineers, 1978).
WAS (Wasting Activated Sludge) WAS adalah konsentrasi lumpur yang harus dibuang dari clarifier (lihat Gambar 6). Pembuangan lumpur dapat dilakukan bila terdapat kelebihan lumpur aktif dalam tangki aerasi selama peningkatan beban bahan organik. Menurut
16 Suryadiputra (1995), apabila jumlah lumpur aktif yang dibuang (WAS) terlalu banyak maka nilai MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid) di dalam tangki aerasi akan berkurang, selanjutnya turunnya nilai MLSS akan meningkatkan nilai F/M rasio dan menurunkan nilai CRT. Jadi untuk mempertahankan nilai F/M rasio dan CRT yang memadai maka pelaksanaan WAS harus tepat.
Influent
Tangki Aerasi
Tangki Pengendapan
Effluent
RAS WAS Gambar 6. Skema pengolahan air limbah konvensional yang memperlihatkan adanya WAS dan RAS (MetCalf dan Eddy, 2003)
Populasi protozoa Dengan mengetahui populasi protozoa yang terdapat dalam lumpur aktif, maka kita dapat mengetahui kondisi dalam proses lumpur aktif. Aktifitas operasional dari lumpur aktif tergantung pada mikroorganisme yang terkandung di dalamnya, seperti bakteri, alga dan protozoa. Protozoa adalah hewan multisellular yang terdiri dari 3 kelompok utama yaitu amuba, ciliata dan flagellate. Dari ketiga kelompok ini, yang terpenting dalam pengolahan air limbah adalah kelompok ciliata. Ciliata tertentu mampu mengkonsumsi sejumlah besar bakteri. Jumlah ciliata yang terdapat dalam pengolahan air limbah berkisar 103 sampai 104 per ml (Mara 1976 in Rachmawati 1994). Kehadiran sejumlah besar flagellata menunjukkan kondisi kekurangan oksigen dan usia lumpur aktif yang masih muda. Jika gumpalan berukuran kecil dan terdapat sejumlah besar rotifer, menunjukkan bahwa gumpalan lumpur aktif berusia tua. Kehadiran dari bebagai jenis dan jumlah mikroorganisme, seperti protozoa menunjukkan suatu proses yang seimbang (CRS Group Engineers, 1978).
Dengan demikian, keberadaan
protozoa dari jenis-jenis tertentu dapat dijadikan indikator akan sehat tidaknya kondisi lumpur aktif dan indikator akan keberadaan bakteri di dalam lumpur aktif.
17
2.7.
Standar Mutu Air Limbah Industri Tekstil Pencemaran air merupakan gejala pengotoran atau perubahan kualitas dari
air oleh zat-zat lain sehingga mencapai tingkat yang menggangu pemanfaatan atau kelayakan peruntukan dan kelestarian lingkungan perairan tersebut. Pencemaran air dapat berupa pencemaran fisika, kimia dan biologi. Besarnya beban pencemaran yang ditampung oleh suatu perairan dapat diperhitungkan berdasarkan jumlah polutan yang berasal dari berbagai sumber aktifitas yang meliputi air limbah dari berbagai proses (Sutamihardja, 1978). Menurut Sugiharto (1987), parameter yang perlu diperhatikan dalam air limbah industri tekstil adalah : BOD5, COD, pH, Total Padatan Tersuspensi, suhu, Total Padatan Terlarut, minyak dan lemak, warna, bahan beracun, fenol, sulfida.
Tabel 3. Baku mutu air limbah cair untuk industri tekstil Parameter
BOD-5 (mg/L) COD (mg/L) TSS (mg/L) Fenol Total (mg/L) Krom Total (Cr) (mg/L) Amonia Total (NH3-N) (mg/L) Sulfida (mg/L) Minyak dan Lemak (mg/L) pH Debit limbah maksimum (m3/ton produk)
Baku Mutu KepMen LH No. SK.Gub. Jabar No.6 51 Tahun 1995 Tahun 1999 60 60 150 150 50 50 0,5 0,5 1,0 1,0 8,0 8,0 0,3 0,3 3 3 6–9 6–9 150 100
Sumber : KepMen LH No.51 Tahun 1995 tentang baku mutu limbah cair kegiatan industri dan SK.Gub. Jabar No.6 tahun 1999 tentang baku mutu limbah cair kegiatan industri di Jawa Barat
2.7.1.
Parameter fisika
Suhu Suhu air merupakan pengatur utama proses alami dalam lingkungan perairan. Suhu air mempengaruhi kecepatan reaksi kimia dan biokimia yang terjadi dalam air dan organime hidup di dalamnya. Suhu merupakan parameter kualitas air yang kritis, karena langsung mempengaruhi jumlah oksigen terlarut (DO) di
18 dalam air, dimana oksigen ini dibutuhkan oleh mikroorganisme yang hidup dalam air (Siregar, 2005). Clark et al. (1977) menegaskan bahwa suhu air limbah yang tinggi akan meningkatkan aktifitas biologi dari mikroorganisme, sedangkan pada suhu yang rendah akan menyebabkan turunnya efisiensi pengambilan (removal) BOD dari air limbah. Suhu air limbah tekstil berkisar antara 30o – 70o C, suhu tinggi diperoleh dari proses pencucian kain setelah dicetak dan proses pencelupan (dyeing) pada bagian heat setting (Rachmawati, 1994).
Padatan Tersuspensi Total Padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid) adalah bahan-bahan tersuspensi yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45µm (Effendi, 2003). Pengendapan dan pembusukan air limbah yang mengandung padatan tersuspensi tinggi dapat menggangu organisme air. Menurut Clark (1977), padatan tersuspensi setara dengan MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid) yang terdapat dalam pengolahan biologi.
2.7.2 . Parameter kimia pH Pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif mensyaratkan pH optimum berkisar antara 6 – 8 (Mahida, 1992). Oleh karena itu pengaturan pH sangat penting pada air limbah sebelum masuk sistem pengolahan. Air limbah industri tekstil pada umumnya bersifat alkali, karena dalam proses pengolahannya banyak menggunakan senyawa alkali. Air limbah bersifat alkalis apabila konsentrasi ion hidroksil lebih besar daripada ion hidrogen dengan satuan pH lebih besar dari 7 sampai 14 (BPPI, 1986 in Rachmawati 1994).
Oksigen Terlarut Oksigen yang terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) adalah jumlah oksigen terlarut di dalam air yang diukur dalam satuan milligram per liter (mg/l).
19 Komponen ini merupakan parameter yang sangat penting bagi berbagai organisme yang ada di dalam air, seperti ikan. Besarnya oksigen yang terlarut dalam suatu cairan dipengaruhi oleh suhu air. Semakin tinggi suhu air akan semakin rendah kelarutannya di dalam air dan demikian pula sebaliknya Ketersediaan oksigen terlarut merupakan informasi penting dalam reaksi secara biologi dan biokimia di perairan. Konsentrasi oksigen yang tersedia berpengaruh secara langsung pada kehidupan akuatik khususnya dalam respirasi aerobik, pertumbuhan dan reproduksi. Konsentrasi oksigen terlarut di perairan juga menentukan kapasitas perairan untuk menerima beban bahan organik tanpa menyebabkan gangguan atau mematikan organisme hidup di dalamnya (Umaly and Cuvin, 1988 in Effendi, 2003).
BOD (Biochemical Oxygen Demand) BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam proses dekomposisi bahan organik (termasuk proses respirasi) pada keadaan aerob. Pada umumnya, lebih tinggi jumlah material organik ditemukan di air maka semakin besar oksigen yang digunakan untuk oksidasi aerobik (Siregar, 2004). Nilai BOD digunakan untuk menduga jumlah bahan organik di dalam air limbah yang dapat dioksidasi dan nantinya akan diuraikan oleh mikroorganisme melalui proses biologi (Sugiharto, 1987). Semakin banyak kandungan bahan organik maka akan semakin tinggi nilai BOD yang diperoleh.
COD (Chemical Oxygen Demand) Penentuan nilai COD diperlukan untuk mengukur kadar bahan organik yang terkandung dalam limbah industri yang berisi komponen-komponen yang bersifat racun bagi kehidupan biologis. Karena materi yang dapat dioksidasi secara kimia lebih banyak daripada yang dapat dioksidasi secara biologis maka nilai COD secara umum akan lebih besar daripada nilai BOD5 (Metclaft dan Eddy, 2003). Menurut Gaudy dan Gaudy (1980), delta COD (∆ COD) yang merupakan selisih antara nilai COD air limbah sebelum masuk ke dalam sistem pengolah
20 limbah dan nilai COD pada saat air limbah sudah diolah merupakan suatu pendekatan pengukuran yang baik tentang jumlah bahan organik yang terambil (remove) .
Unsur Hara Unsur
hara
yang
dibutuhkan
dalam
jumlah
yang
cukup
untuk
pertumbuhan organisme adalah nitrogen dan fosfat. Dalam sistem pengolahan biologi, N dan P merupakan unsur hara terbesar yang dibutuhkan sebagai elemen dasar pembentukan protein, enzim dan nucleid acids. Perbandingan antara BOD dengan unsur N dan P dalam pengolahan air limbah dengan metode biologi adalah BOD : N : P = 100 : 5 : 1. Dalam sistem aerobik, N terdapat dalam bentuk amonia, nitrat dan nitrit. Sedangkan P terlarut dalam berbagai bentuk dapat dimanfaatkan dalam sistem aerobik (Azad, 1978).
21
3. METODE PENELITIAN
3.1.
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juli 2009, berlangsung di
bagian Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. UNITEX, Jl. Raya Tajur No. 1 Ciawi Bogor serta di Sungai Cibudig (Gambar 7). Analisis contoh air limbah dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan dan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan saat penelitian meliputi alat untuk pengambilan air
contoh dan analisis kualitas air. Bahan yang digunakan antara lain contoh air limbah PT. UNITEX serta bahan-bahan kimia untuk analisis kualitas air. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
Gambar 7. Lokasi penelitian dan keadaan di sekitar pabrik PT. UNITEX
22 Tabel 4. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian Kegiatan Pengambilan air sampel Analisis Kualitas Air Fisika : Pengukuran Suhu Pengukuran TSS Kimia : Pengukuran pH Pengukuran DO Pengukuran BOD
Alat/Metode Ember, Vandorn Water Sampler
Bahan -
Termometer Vaccum pump, oven, dessikator
Kertas saring aquades
pH meter dan pH stick DO meter BOD inkubator, botol BOD, gelas piala, plastik hitam, aerator
Sulfamic acid, MnSO4, NaOH-KI, H2SO4 pekat, Amylum, aquades, nutrient H2SO4 pekat, K2Cr2O7 0,025 N, FAS 0,025 N, feroin, akuades CuSO4, H2SO4, NaOH 25%, HCl 0,01 N, indicator metal red, aquades
0,45µm,
Pengukuran COD
Buret, Erlenmeyer, pipet mohr
Pengukuran Total N
Kjeldahl
Pengukuran Total P
Spektrofotometer
Indicator phenolphthalein, H2SO4 30%, K2S2O8, NaOH 6 N, mix reagen
Mikroskop, object glass, pipet Titrimetri Gelas ukur 1 liter dan timer pengukur waktu
Contoh air tangki aerasi Contoh air tangki aerasi Contoh air tangki aerasi
Biologi Jenis Mikroorganisme F/M Ratio SVI
3.3.
Metode Kerja Metode kerja yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian, meliputi
metode pengamatan langsung, pengumpulan data primer dan sekunder, serta wawancara.
3.3.1.
Pengamatan langsung Pengamatan langsung terhadap proses produksi tekstil yang menghasilkan
air limbah, proses pengolahan air limbah serta pengamatan terhadap Sungai Cibudig sebelum dan setelah melewati saluran buangan air limbah terolah PT. UNITEX.
23 3.3.2.
Pengumpulan data primer dan sekunder Data primer diperoleh melalui pengambilan langsung contoh air beserta
analisisnya selama penelitian berlangsung. Pengambilan contoh air dilakukan sebanyak enam kali, dengan tujuan untuk memperoleh data yang lebih mewakili. Lokasi pengambilan contoh air dibagi menjadi dua bagian, yaitu lokasi di IPAL PT. UNITEX meliputi inlet, aerasi dan outlet serta lokasi di Sungai Cibudig yang terdiri dari 20 m sebelum saluran akhir air limbah olahan PT. UNITEX, 20 m dan 200 m setelah saluran akhir air limbah olahan PT. UNITEX , untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3. Data sekunder yang diperlukan adalah data-data yang berhubungan dengan kegiatan produksi tekstil, kegiatan unit pengolah air limbah PT. UNITEX dan kegiatan pengolahan lumpur (sludge) hasil sampingan pengolahan air limbah.
3.3.3.
Wawancara Wawancara dilakukan terhadap staf PT. UNITEX bagian personalia, bagian
utility, dan seksi air limbah. Wawancara juga dilakukan terhadap penduduk yang tinggal di sekitar lokasi pengambilan air contoh di Sungai Cibudig.
3.4.
Analisis Data
3.4.1.
Analisis beban pencemaran Analisis ini dilakukan untuk mengetahui besarnya beban bahan pencemar
(BOD, COD, atau TSS) yang terdapat dalam air limbah olahan PT. UNITEX, dengan rumus (MetCalf and Eddy, 2003) :
L=CxQ
keterangan : C = Konsertasi BOD, COD atau TSS (mg/l) Q = Debit air limbah (m3/hari) L = Beban bahan pencemar (BOD, COD, TSS), (kg/hari) Hasil analisis digunakan untuk menetukan kontribusi beban bahan pencemar (BOD, COD, TSS) terhadap perairan.
24 3.4.2.
Analisis efisiensi Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi setiap tahap
pengolahan limbah dan efisiensi secara keseluruhan pengolahan. Dengan diketahuinya efisiensi pengolah limbah maka dapat ditentukan apakah setiap tahap atau unit pengolahan air limbah berfungsi seperti yang diharapkan atau tidak. Analisis efisiensi dengan menggunakan rumus :
Efisiensi =
( A − B) x100% A
keterangan: A = Nilai konsentrasi BOD, COD dan TSS di air limbah sebelum diolah atau pada influent (catatan : A ≠ 0) B = Nilai konsentrasi BOD, COD dan TSS di air limbah setelah diolah atau pada effluent Apabila nilai efisiensi negatif (-) berarti terjadi peningkatan konsentrasi bahan pencemar ke dalam unit pengolahan tersebut. Jika nilai positif berarti sebaliknya yaitu terjadi penurunan konsentasi bahan pencemar.
3.4.3.
Konsep Keseimbangan Massa Analisis konsep keseimbangan massa (Tebbut, 1990) digunakan untuk
menentukan kontribusi bahan pencemar yang memasuki Sungai Cibudig. Konsep keseimbangan massa dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Q3C3 = [Q1C1 + Q2C2]
keterangan: Q1 Q2 Q3 C1
= Debit air sungai sebelum saluran air limbah tekstil PT. UNITEX (m3/hari) = Debit air limbah tekstil PT. UNITEX (m3/hari) = Debit air sungai setelah saluran air limbah tekstil PT. UNITEX (m3/hari) = Konsentrasi BOD, COD dan TSS pada Sungai Cibudig, ± 20 m sebelum menerima air limbah tekstil PT. UNITEX (mg/l)
25 C2 = Konsentrasi BOD, COD dan TSS air limbah tekstil PT. UNITEX pada saluran akhir pembuangan (mg/l) C3 = Konsentrasi BOD, COD dan TSS pada Sungai Cibudig, ± 20 m setelah menerima air limbah tekstil PT. UNITEX (mg/l)
Gambar 8. Konsep keseimbangan massa (Tebbutt, 1990)
3.4.4. Analisis pengolahan biologi a. F/M (Food to Microorganism Ratio) Merupakan parameter yang umum dipakai dalam proses lumpur aktif, dimana F adalah ketersediaan bahan makanan (F=BOD) dengan jumlah mikroorganisme (M=MLVSS) pada lumpur aktif dalam kolam aerasi, dinyatakan sebagai berikut :
= Kriteria : < 0,1
= Gumpalan lumpur menyebar dan keluar bersama effluent (Azad, 1978)
26 0,2 – 0,4 Asumsi
= Kondisi terbaik dalam lumpur aktif (CRS Group Engineers, 1978) : MLVSS = 0,7 x MLSS MLSS = Mixed Liquor Suspended Solid (mg/l) MLVSS = Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (mg/l)
b. SVI (Sludge Volume Index) SVI merupakan tes pengendapan untuk mengetahui kondisi lumpur aktif atau rasio antara sludge volume dan mixed liquor suspended solids. Proses penentuan sludge volume (SV30) diawali dengan mengambil lumpur aktif pada tangki aerasi lalu dimasukkan kedalam gelas ukur 1 liter dan diendapkan selama 30 menit untuk dihitung berapa volume lumpur yang mengendap. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 9.
SVI (ml/g) =
X 1000 (mg/g)
Keterangan : SV30 = Endapan lumpur aktif dalam gelas ukur 1 liter setelah diendapakan selama 30 menit (ml/l) MLSS = Mixed Liquor Suspended Solid (mg/l) Kriteria : 80 – 120 = Menunjukkan kondisi lumpur yang baik (CRS Group Engineers,1978) > 200 = Menunjukkan lumpur yang miskin dan mempunyai kecenderungan terjadnya bulking ( Siregar, 2005)
Keterangan : Warna coklat merupakan lumpur aktif tangki aerasi
Gambar 9. Proses SVI (http://water.me.vccs.edu/courses)
27
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Keadaan Umum PT. UNITEX PT. UNITEX adalah sebuah perusahaan gabungan Indonesia – Jepang yang
bergerak dalam bidang tekstil terpadu (Fully Iintegrated Textile Manufacture). Keadaan umum PT. UNITEX secara detail, dapat dilihat pada penjelasan dibawah ini, meliputi : sejarah berdirinya, lokasi dan tata letak, struktur organisasi, ketenagakerjaan dan kesejahteraan karyawan, proses produksi, hingga utilitas produksi.
4.1.1
Sejarah berdirinya PT. UNITEX PT. UNITEX didirikan pada tanggal 14 Mei 1971 berdasarkan: (a) Undang-
Undang Penanaman Modal Asing No.1/1967, (b) akta notaris Eliza Pondang, SH No.25, dan (c) kerjasama dengan PT. UNITIKA (Jepang) yang merupakan suatu industri yang bergerak di bidang tekstil terpadu (Fully Iintegrated Textile Manufacture). Akta pendirian ini telah disahkan oleh Menteri Kehakiman dengan Surat Keputusan No. JA. 5/128/14 tanggal 30 Juli 1971. PT. UNITEX mulai berproduksi secara komersil pada tanggal 22 September 1972 dengan total pegawai saat ini berjumlah 1.245 orang.
4.1.2
Lokasi dan tata letak Pabrik PT. UNITEX berlokasi di Jalan Raya Tajur No. 1, Desa Sindangrasa,
Kecamatan
Ciawi,
Kabupaten
Bogor.
Lokasi
pabrik
dipilih
berdasarkan
pertimbangan mudahnya memperoleh tenaga kerja dan pengangkutan bahan baku maupun hasil produksi. Lokasi pabrik juga berdekatan dengan Sungai Cibalok sehingga air yang diperlukan untuk produksi mudah tersedia. Perusahaan berdiri di atas lahan seluas 150.700 m2, luas bangunan 53.800 m2 dengan enam bangunan utama yaitu bagian administrasi, pemintalan, penenunan, pencelupan, utility, unit pengolahan air (water treatment), dan instalasi pengolahan air limbah (wastewater treatment). Selain itu dibangun juga fasilitas untuk karyawan seperti klinik, mesjid, kantin, tempat istirahat serta sarana olahraga.
28 4.1.3
Struktur organisasi PT. UNITEX PT. UNITEX dipimpin oleh seorang presiden direktur yang merupakan
pemegang
kekuasaan
tertinggi,
bertugas
memimpin
perusahaan
secara
keseluruhan dan bertanggung jawab terhadap maju mundurnya perusahaan. Presiden direktur membawahi 3 orang direktur yaitu direktur marketing, direktur administrasi dan direktur pabrik. Masing-masing direktur membawahi beberapa bagian dan dari bagian dibagi lagi menjadi beberapa seksi. Untuk penanganan air limbah, maka dibentuk Seksi Air Limbah yang termasuk dalam Bagian Utility (Lampiran 1).
4.1.4
Ketenagakerjaan dan kesejahteraan karyawan Berdasarkan data tahun 2008, PT. UNITEX memperkerjakan 1245 orang
karyawan. Jenjang pendidikan dasar tenaga kerja berkisar pada tingkat sekolah dasar sampai sarjana. Khusus yang berpendidikan sarjana diusahakan untuk diberikan kesempatan oleh perusahaan untuk mengikuti pelatihan lokal ke luar negeri (Jepang) dalam rangka peningkatan kemampuan dan keterampilan kerja. Hal ini dilakukan secara intensif dan berkesinambungan bagi karyawan yang terpilih oleh pihak perusahaan. Dalam menjalankan kegiatannya PT. UNITEX tetap menjaga kesejahteraan karyawannya. Fasilitas kesejahteraan yang diberikan kepada karyawan antara lain mess atau perumahan, klinik dan mobil ambulance, mesjid, sarana olahraga, gedung serikat pekerja, kendaraan antar jemput, koperasi, kantin, barber shop dan tempat istirahat. Perusahan juga memberikan fasilitas-fasilitas tunjangan seperti tunjangan jabatan, tunjangan insentif, tunjangan hari raya, dan lain-lain serta JAMSOSTEK bagi seluruh karyawan demi kesejahteraan karyawannya.
4.1.5
Proses produksi tekstil PT. UNITEX PT. UNITEX adalah sebuah industri tekstil terpadu (Integrated Textile
Industry) yang menyediakan bahan baku sendiri dan mengolahnya sampai menjadi hasil akhir berupa kain dengan produksi utamanya adalah cotton dan tetoron. Cotton merupakan kain yang 100% bahan bakunya berasal dari kapas, sedangkan
29 tetoron merupakan kain yang bahan bakunya berasal dari campuran kapas dan polyester dengan perbandingan 35 : 65. Bahan baku selain diperoleh dari dalam negeri, juga diimpor dari berbagai negara seperti Cina, Amerika dan Australia. Disamping bahan baku tersebut, digunakan pula beberapa bahan pembantu diantaranya adalah zat untuk pemasakan seperti NaOH, zat pemutih H2O2, zat warna serta zat-zat kimia penyempurna agar tahan air, tahan api dan anti jamur. Proses produksi tekstil PT. UNITEX meliputi proses pemintalan (Spinning), penenunan (Weaving), dan pencelupan (Dyeing). Sedangkan produk yang dihasilkan berupa benang yang dicelup (yarn died) dan kain yang dicelup (piece yard) serta sistem produksi didasarkan atas pemesanan.
a. Pemintalan (Spinning) Proses
pemintalan
terdiri
dari
beberapa
tahap,
yaitu
:
blowing
(penghembusan dan pembersihan serat), carding (penyisiran), combing (pemilihan panjang serat), drawing (penyatuan serat), rooving (penghalusan serat), ring spinning (pemintalan benang). Setelah benang dipintal, proses selanjutnya adalah winding (penggulungan benang), lalu reeling (benang digulung dalam gulungan besar yang selanjutnya dicelup) dan menghasilkan yarn dyed (benang yang telah dicelup).
b.
Penenunan (Weaving) Setelah proses pemintalan selesai, proses produksi tekstil dilanjutkan
dengan
proses
(penyimpanan
penenunan penggulungan
yang
meliputi
spool),
proses
weaving
warping
(penenunan)
spool dan
winding inspecting
(pemeriksaan hasil penenunan). Kain-kain yang lolos dalam proses pemeriksaan, selanjutnya akan diolah dalam proses basah yaitu pencelupan.
c.
Pencelupan (Dyeing) Bagian pencelupan dibagi ke dalam beberpa seksi,
yaitu persiapan,
pencelupan dan rezin-finish. Proses pencelupan dimuai dengan preparing (persiapan) seperti penyambungan dan penentuan pencelupan warna. Proses kemudian dilanjutkan dengan proses scouring dan bleaching (pembersihan dan
30 pemutihan), mercerizing (proses pengolahan tekstil dengan menggunakan larutan soda kaustik (NaOH) agar kain lebih mudah dicelup dan memberikan kilauan yang baik), heat setting (pemanasan), dyeing (pencelupan dengan pewarna sintetik), resin finishing
straching
(penyelesaian
dengan
damar
atau
kanji),
sanforizing
(pengurangan pengerutan kain), inspecting (pemeriksaan akhir), making up (pemotongan sesuai pesanan dan pengepakan) dan yang terakhir produk (hasil akhir di ekspor ke luar negeri, seperti Amerika, Australia dan Eropa).
4.1.6
Utilitas produksi Utilitas produksi merupakan sarana penunjang dalam proses produksi.
Sarana penunjang produksi yang berperan penting dalam proses produksi tekstil meliputi : 1. Listrik Kebutuhan akan energi listrik dalam industri sangat diperlukan sekali dalam menunjang berjalannya proses produksi. Sumber energi listrik PT. UNITEX diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan kapasitas 4330 kVA dan 5 unit diesel generator dengan kapsitas 1100kVA, serta 1 unit yang berkapasitas 1750 kVA. 2. Uap (steam) Uap (steam) dihasilkan oleh dua buah boiler yang ditempatkan pada power station dengan kapasitas 15 ton uap/hari. Boiler berfungsi untuk merubah potensi air menjadi uap panas dengan memanfaatkan panas pembakaran. Seluruh uap panas yang dihasilkan, terlebih dahulu dipusatkan dalam sebuah tabung sebelum didistribusikan ke masing-masing bagian. Hal ini berguna untuk mengatur kestabilan suplai uap panas (steam). 3. Air Kebutuhan air bersih PT. UNITEX diperoleh dari instalasi pengolahan air baku yang mampu menghasilkan air bersih dengan kapasitas 300 m3/jam. Sumber air yang digunakan sebagai bahan baku air bersih berasal dari aliran Sungai Cibalok yang berlokasi di depan pabrik.
31 4. Air conditioner (AC) Air conditioner (AC) dipasang pada tiap bagian pabrik, terutama ruang kantor. Udara dingin dialirkan untuk menjaga suhu udara dalam pabrik agar tetap normal dan nyaman.
4.2.
Kualitas Fisika Kimia Air Limbah PT. UNITEX Sebelum Pengolahan Air limbah industri tekstil umumnya memiliki karakteristik seperti pH dan
suhu tinggi, warna pekat, serta kandungan bahan organik dan padatan tersuspensi dalam jumlah tinggi. Nilai kualitas fisika kimia air limbah tekstil PT. UNITEX sebelum diolah menunjukkan beberapa parameter melebihi baku muku yang ditetapkan pemerintah (Tabel 5).
Tabel 5. Kualitas fisika kimia air limbah PT. UNITEX sebelum diolah Mutu Air Limbah Parameter Suhu TSS pH
Unit
Inlet
Baku mutu*
0C
39,35
38
mg/l
136,67
50
-
10,23
6–9
BOD
mg/l
174,37
60
COD
mg/l
747,54
150
Keterangan: * Berdasarkan SK Gub Jawa Barat No.6 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri di Jawa Barat
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa hasil analisis kualitas fisika – kimia air limbah PT. UNITEX sebelum diolah memiliki nilai parameter (Suhu, TSS, pH, DO, BOD, COD) yang melebihi baku mutu yang ditetapkan pemerintah. Nilai pH dan suhu air limbah yang tinggi berturut-turut dihasilkan dari proses produksi yang menggunakan bahan kimia bersifat basa (seperti NaOH) serta adanya penaikan suhu sampai 80oC pada saat proses pencelupan. Tingginya nilai TSS, BOD dan COD yang terkandung dalam air limbah menunjukkan banyaknya bahan tersuspensi dan bahan organik yang terkandung dalam air limbah. Air limbah ini akan berbahaya jika langsung dibuang ke perairan karena akan menimbulkan pencemaran lingkungan, oleh sebab itu diperlukan pengolahan terlebih dahulu.
32 4.3.
Kualitas fisika – kimia air limbah olahan PT. UNITEX Hasil pengukuran parameter kualitas air di Instalasi Pengolahan Air
Limbah PT. UNITEX pada beberapa titik pengamatan (Gambar 3) mulai dari inlet sampai dengan outlet, serta kualitas air Sungai Cibudig baik sebelum dan setelah menerima air limbah olahan PT. UNITEX dapat dilihat pada lampiran 6 dan 7.
4.3.1.
Parameter fisika air limbah
4.3.1.1.Suhu Berdasarkan pengukuran, suhu air limbah (sebelum diolah) yang dihasilkan PT. UNITEX berkisar antara 37 – 410C, dengan rata-rata sebesar 39,350C. Air limbah tekstil mempunyai suhu yang tinggi, disebabkan karena adanya proses pencelupan (dyeing) yang memerlukan suhu yang panas serta mendidih.
Gambar 10. Grafik nilai suhu air limbah PT. UNITEX selama penelitian
Suhu air limbah yang tinggi, akan mengakibatkan aktifitas biologi dari mikroorganisme meningkat tetapi konsentrasi oksigen menurun sehingga menyebabkan kondisi anaerob dan dapat menimbulkan bau busuk. Pengukuran
33 suhu pada tangki aerasi berkisar antara 33 – 340C dengan rata-rata suhu sebesar 33,500C. Dari hasil tersebut diketahui adanya penurunan suhu, hal ini menunjukkan besarnya peranan cooling tower dan tangki ekualisasi serta adanya proses agitasi (pengadukan) air limbah pada tiap unit pengolahan selama mengalami proses flokulasi, koagulasi serta aerasi. Kisaran suhu pada tangki aerasi menunjukkan bahwa proses pengolahan air limbah PT. UNITEX dengan metode lumpur aktif berada dalam batas-batas operasional yang layak. Hal ini didukung oleh Clark et al. (1977) yang menyatakan bahwa sebagaian besar sistem pengolahan biologi dioperasikan pada kisaran suhu 20 – 400C dan pada kisaran suhu ini bakteri mesofilik memiliki pertumbuhan terbaik (Gambar 10). Sedangkan suhu air limbah pada outlet atau air limbah olahan yang akan dibuang ke sungai berkisar antara 31 – 330C, dengan rata-rata sebesar 32,870C. Nilai ini sudah berada di bawah baku mutu menurut SK. Gub. Jawa Barat No.6 Tahun 1999 yaitu 380C. Penurunan suhu dari setiap unit pengolahan menunjukkan adanya efisiensi pengolahan, maka dapat dikatakan bahwa pengolahan air limbah PT. UNITEX berfungsi dengan baik.
4.3.1.2.TSS (Total Suspended Solid) Nilai TSS dari hasil pengukuran air limbah industri PT. UNITEX sebelum diolah (inlet) adalah berkisar 92 – 242 mg/l, dengan rata-rata sebesar 139,67 mg/l. Sedangkan pada tangki aerasi nilai TSS berkisar 56 – 128 mg/l, dengan rata-rata 82,33 mg/l. Penurunan diduga terjadi karena adanya proses koagulasi dan flokulasi yang berjalan dengan baik, serta proses pengendapan pada tangki sedimentasi 1, sehingga dapat mengurangi padatan tersuspensi yang terdapat dalam air limbah (Gambar 11). Sedangkan nilai TSS yang diukur setelah melewati unit pengolahan (outlet) nilainya berkisar antara 12 – 40 mg/l dengan nilai rata-rata 19 mg/l. Nilai kisaran ini sudah berada di bawah baku mutu limbah industri tekstil yaitu 50 mg/l (SK. Gub. Jawa Barat No.6 Tahun 1999).
34
Gambar 11. Grafik nilai TSS air limbah PT. UNITEX selama penelitian
4.3.2.
Parameter kimia air limbah
4.3.2.1.pH Air limbah PT. UNITEX umumnya bersifat basa dengan pH cukup tinggi berkisar antara 10 – 11. Sifat basa ini disebabkan adanya pemakaian NaOH pada proses pencelupan (dyeing). Keadaan pH air limbah yang cukup tinggi pada bagian inlet dapat mempermudah dalam proses pengolahan secara kimia, karena proses flokulasi dan koagulasi akan berjalan maksimum apabila nilai pH air limbah berkisar 10 – 11. Nilai pH pada proses lumpur aktif atau tangki aerasi PT. UNITEX berada pada kisaran 7 – 8. Menurut MetCalf dan Eddy (2004) kisaran pH yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme dalam pengolahan biologi yaitu berkisar 6,5 – 8,5, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai pH pada tangki aerasi sudah sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme. Dilihat dari grafik, kisaran pH yang diperoleh dari hasil pengukuran pada outlet atau air limbah olahan PT. UNITEX telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan dalam SK. Gub. Jawa Barat No.6 Tahun 1999 yaitu berkisar antara 6 – 9.
35
Gambar 12. Grafik nilai pH air limbah PT. UNITEX selama penelitian
4.3.2.2.Oksigen Terlarut Kandungan oksigen terlarut air limbah sebelum diolah (inlet) berkisar antara 0,86 – 4,37 mg/l, dengan rata-rata sebesar 2,62 mg/l. Kandungan oksigen terlarut ini relatif rendah, diduga karena air limbah tekstil umumnya memiliki kandungan bahan organik cukup tinggi dan suhu yang tinggi. Menurut Effendi (2001), semakin tinggi suhu maka kelarutan oksigen akan semakin berkurang. Pada tangki aerasi kandungan oksigen terlarut berkisar antara 0,49 – 0,83 mg/l (Gambar 13) dengan rata-rata sebesar 0,66 mg/l. Menurut CRS Group Engineers (1978) kisaran oksigen terlarut ini cukup untuk memenuhi kebutuhan mikroorganisme selama melakukan aktivitas metabolisme pada tangki aerasi, begitu juga saat pengembalian lumpur aktif ke dalam tangki aerasi. Di dalam proses lumpur aktif kecukupan oksigen terlarut sangatlah penting, untuk mencapai proses pengolahan limbah secara aerobik. Tingginya kebutuhan kandungan oksigen terlarut di dalam tangki aerasi diperlukan adanya pasokan oksigen dari aerator dan akhirnya akan berdampak terhadap biaya pengolahan. Oleh karenanya kadar oksigen di dalam tangki aerasi diharapkan memenuhi atau layak untuk berlangsungnya proses dekomposisi secara aerobik, yaitu minimal 0,5 – 2 mg/l.
36
Gambar 13. Grafik nilai DO air limbah PT. UNITEX selama penelitian
Konsentrasi oksigen terlarut dalam air limbah terolah di saluran outlet berkisar antara 3,20 – 4,80 mg/l dengan rata-rata 3,73 mg/l. Nilai ini memperlihatkan adanya peningkatan oksigen bila dibandingkan dengan nilai oksigen padai inlet dan tangki aerasi. Peningkatan ini diduga karena adanya input oksigen melalui proses agitasi sejak air limbah keluar dari tangki aerasi hingga ke tangki sedimentasi 3 yang melalui saluran terbuka. Jika dibandingkan dengan baku mutu Golongan III menurut PPRI No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, secara umum kandungan oksigen terlarut air limbah olahan PT. UNITEX masih berada pada kisaran aman bagi kegiatan perikanan.
4.3.2.3.BOD BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan organik yang terdapat dalam air limbah secara biologi. Semakin tinggi nilai BOD maka semakin banyak tingkat pencemaran bahan organik dalam perairan, sehingga semakin banyak jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik dan semakin
37 sedikit jumlah oksigen yang tersedia/tersisa untuk kehidupan organisme di perairan.
Gambar 14. Grafik nilai BOD air limbah PT. UNITEX selama penelitian
Nilai BOD pada inlet PT. UNITEX berkisar antara 22,36 – 285,96 mg/l dengan rata-rata sebesar 174,34 mg/l. BOD limbah industri tekstil berasal bahan baku yang sebagian besar merupakan bahan organik. Pada pengamatan di tangki aerasi diperoleh nilai BOD berkisar antara 20,55 – 164,06 mg/l dengan rata-rata sebesar 106,19 mg/l. Penurunan nilai BOD terjadi karena proses biologis yang dilakukan oleh mikroorganisme dalam lumpur aktif telah mampu memanfaatkan bahan organik yang terdapat dalam air limbah. Sedangkan nilai BOD yang diperoleh setelah dilakukan pengolahan (outlet) nilainya berkisar antara 8,78 – 124,12 mg/l dengan rarta-rata sebesar 41,81 mg/l, pada jam pengamatan pukul 24.00 tingginya nilai BOD diduga penghilangan bahan organik pada proses pengolahan belum optimal. Berdasarkan baku mutu menurut SK. Gub. Jawa Barat No. 6 Tahun 1999, nilai BOD ini tidak melampaui baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 60 mg/l.
38 4.3.2.4.COD Hasil pengukuran COD pada inlet yang dihasilkan PT. UNITEX, berkisar antara 432,85 – 1123,64 mg/l dengan rata-rata 747,54 mg/l. Pengukuran COD dalam air limbah menunjukkan jumlah bahan organik, baik yang mudah didegradasi secara biologi (biodegradable) maupun yang sulit didegradasi (nonbiodegradable).
Gambar 15. Grafik nilai COD air limbah PT. UNITEX selama penelitian
Pada tangki aerasi diperoleh konsentrsi COD berkisar antara 240,96 – 732,19 dengan rata-rata 569,73 mg/l. Setelah melewati seluruh pengolahan (outlet) diperoleh nilai COD berkisar antara 64,92 – 173,42 mg/l dengan rata-rata 144,84 mg/l. Berdasarkan penjelasan diatas terlihat adanya penurunan nilai COD dari tiap unit pengolahan air limbah. Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi dari unit-unit pengolahan sudah berjalan dengan baik dan nilai COD pada outlet telah memenuhi baku mutu menurut SK. Gub. Jawa Barat No. 6 Tahun 1999 sebesar 150 mg/l. Sehingga dapat diduga bahwa limbah terolah PT. UNITEX sudah layak untuk dibuang ke perairan.
39 4.4.
Nutrisi atau Unsur Hara Pengukuran total N dan total P dilakukan satu kali di effluent tangki
sedimentasi I. Hasil pengukuran total N didapat nilai sebesar 1,175 mg/l, dan nilai total P sebesar 0,1690 mg/l. Dilihat dari nilai total N dan P serta nilai BOD yang memasuki tangki aerasi I sebesar 284,91 mg/l, maka dapat dinyatakan perbandingan nilai BOD, total N dan P (BOD : N : P) sebesar 284,91 : 1,175 : 0,1690 atau 100 : 0,41 : 0,06. Apabila perbandingan tersebut dibandingkan dengan kondisi optimal yang diperlukan bagi suatu pengolahan biologis yaitu BOD : N : P = 100 : 5 : 1 (Mara, 1976 in Rachmawati 1994), maka proses pengolahan air limbah secara biologi PT. UNITEX masih kekurangan unsur N dan P sehingga untuk mengatasinya perlu ditambahkan pupuk urea dan TSP ke dalam unit pengolahan secara biologi.
4.5.
Analisa Pengolahan Air Limbah Biologi dengan Lumpur Aktif MLSS, SVI dan F/M Ratio serta keberadaan jenis-jenis mikroorganisme
dalam lumpur aktif merupakan parameter yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi lumpur aktif dalam menentukan keberhasilan unit pengolahan air limbah biologi.
4.5.1. Nilai MLSS, SVI dan F/M ratio Tabel 6 memperlihatkan hasil pengukuran MLSS, SVI dan F/M ratio pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. UNITEX yang diolah secara biologi dengan menggunakan lumpur aktif.
Tabel 6. Hasil pengujian parameter biologi pada lumpur aktif PT. UNITEX MLSS (mg/l)
SVI (ml/g)
F/M Ratio ( /hari)
Sumber
2500
26,18
-
Laporan PT.UNITEX
2400
29,17
0,310
Penulis
40 Dari data tersebut dapat diketahui bahwa nilai MLSS pada tangki aerasi sebesar 2400 mg/l. Nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan laporan PT. UNITEX dan menunjukkan bahwa jumlah biomassa mikroorganisme yang terdapat pada tangki aerasi tersebut cukup banyak. Menurut Suryadiputra (1995), kisaran nilai MLSS yang memadai bagi proses pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif adalah sebesar 2.000 – 3.500 mg/l. Jika dilihat dari nilai MLSS, maka proses lumpur aktif pada tangki aerasi dapat berjalan dengan baik. Nilai SVI yang terdapat dari hasil pengukuran pada tangki aerasi PT. UNITEX adalah sebesar 29,17 ml/g sedangkan laporan PT. UNITEX sebesar 26,18 ml/g. Nilai SVI seperti ini (kurang dari 80 ml/g) menunjukkan kondisi lumpur aktif yang kurang baik dalam hal pengendapan dan jumlahnya. Besarnya nilai SVI sangat dipengaruhi oleh kualitas dan nilai konsentrasi MLSS di dalam tangki aerasi. Secara teoritis, nilai SVI yang rendah terjadi akibat adanya konsentrasi MLSS yang terlalu tinggi, kurangnya jumlah lumpur buangan (wasting sludge), komunitas mikroorganisme penyusun lumpur aktif yang belum terbentuk dengan sempurna, dan komposisi bakteri yang terdapat dalam lumpur aktif berumur muda dan/atau berbentuk filament sehingga sulit mengendap, kondisi demikian disebut dengan istilah lumpur mumbul (bulky). Dari hasil pengukuran F/M Ratio pada tangki aerasi diperoleh nilai sebesar 0,310 per hari. Menurut Suryadiputra (1995) nilai ini menunjukkan bahwa ketersediaan bahan organik sebagai bahan makanan (F=BOD) dengan jumlah mikroorganisme (M=MLSS) pada lumpur aktif dalam tangki aerasi cukup seimbang, karena berkisar antara 0,1 – 1,0 per hari.
4.5.2. Jenis mikroorganisme Menurut Suryadiputra (1995), mikroorganisme berperan dalam pengolahan limbah secara biologi yaitu sebagai penstabil bahan organik. Mikroorganisme ini digunakan untuk mengubah bahan organik karbon baik yang terlarut maupun koloid menjadi berbagai jenis gas dan jaringan sel. Mikroorganisme yang berperan pada proses lumpur aktif adalah bakteri, flagellata dan ciliata. Proses lumpur aktif yang terdapat pada pengolahan limbah merupakan proses penguraian bahan organik oleh mikroorganisme, sehingga menghasilkan
41 karbon dan energi, selanjutunya karbon dan energi ini dalam air limbah diubah menjadi massa mikroorganisme atau biomass dan pembentukan sel-sel baru.
Tabel 7. Jenis dan kelimpahan mikroorganisme pada tangki aerasi Jenis Mikroorganisme Protozoa: Polytema Paramecium Rotifer: Keratella Dicranophorus Chromagaster Euchlanis Testudinella
Kelimpahan ## # ## #### ## # #
Chloropycheae: Spirogyra
###
Ankistrodesmus
#
Scenedesmus Protococcus
# #
Zygnema
#
Phormidium
#
Oedogonium
#
Ket : semakin banyak jumlah tanda # maka semakin berlimpah mikroorganisme yang ditemukan
Tabel 7 diatas menunjukkan bahwa jenis Dicranophorus merupakan mikroorganisme yang paling banyak ditemukan pada lumpur aktif tangki aerasi. Bila dihubungkan dengan rantai makanan bakteri- ciliata, dapat diketahui bahwa adanya mikroorganisme-mikroorganisme indikator pemakan bakteri seperti Paramaecium dan Polytema yang tergolong dalam kelompok ciliata, menunjukkan bahwa bakteri telah memanfaatkan bahan organik yang terkandung dalam air limbah, hal ini terlihat dari penurunan nilai BOD dan COD setelah melewati pengolahan limbah pada tangki aerasi. Keberadaan ciliata dan flagellata yang jumlahnya kurang memadai, diduga karena konsumsi bakteri oleh rotifera cukup tinggi.
42 4.6.
Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah Perhitungan efisiensi sistem pengolahan air limbah PT. UNITEX dilakukan
terhadap tangki aerasi, outlet (akhir pengolahan air limbah) dan efisiensi seluruh pengolahan air limbah (inlet-outlet). Dengan diketahui nilai efisiensi pengolahan air limbah maka dapat ditentukan apakah unit pengolahan air limbah berfungsi seperti yang diharapkan atau tidak serta mununjukkan apakah air limbah olahan PT. UNITEX sudah memenuhi baku mutu yang ditetapkan pemerintah.
4.6.1.
Efisiensi untuk Nilai BOD Nilai efisiensi dari unit pengolahan air limbah dalam menurunkan nilai
BOD dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Grafik efisiensi pengolahan limbah untuk nilai BOD
Dari grafik terlihat adanya fluktuasi nilai efisiensi dari setiap unit pengolahan limbah. Efisiensi untuk nilai BOD pada tangki aerasi berkisar antara 8,09 – 56,63%, dengan rata-rata 32,28%. Nilai efisiensi tersebut menunjukkan adanya penurunan nilai BOD setelah dilakukan proses pengolahan air limbah. Penurunan nilai BOD dapat berjalan dengan baik karena adanya mikroorganisme dalam lumpur aktif yang mampu mendegradasi kandungan polutan organik pada air limbah serta adanya proses pengadukan pada tangki aerasi sehingga oksigen
43 yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik dalam air limbah tersedia cukup. Nilai efisiensi BOD pada outlet mengalami peningkatan dibandingkan dengan tangki aerasi, yaitu sekitar 13,45 – 89,46%. Hal ini diduga terjadi karena air limbah mengalami proses pengendapan pada tangki sedimentasi 2 dan 3, sehingga menyebabkan penurunan nilai BOD air limbah pada akhir pengolahan (outlet).
Gambar 17. Grafik efisiensi seluruh pengolahan limbah untuk nilai BOD
Sedangkan nilai efisiensi dari keseluruhan pengolahan air limbah PT. UNITEX untuk BOD dari inlet sampai outlet sebesar 24,51 – 92,96% dengan ratarata 69,11% (Gambar 17). Nilai ini menunjukkan bahwa proses pengolahan air limbah PT. UNITEX sudah berjalan dengan baik dalam hal penurunan nilai BOD.
4.6.2.
Efisiensi untuk Nilai COD Nilai efisiensi dari unit pengolahan air limbah dalam menurunkan nilai
COD air limbah PT. UNITEX dapat dilihat pada Gambar 18. Penuruan nilai COD pada tangki aerasi dan outlet menunjukkan bahwa pengolahan air limbah PT. UNITEX telah berjalan cukup efisien dalam menurunkan kandungan bahan organik yang terdapat dalam air limbah.
44
Gambar 18.Grafik efisiensi pengolahan air limbah untuk nilai COD
Dari grafik tersebut terlihat besarnya kisaran efisiensi pada tangki aerasi dalam menurunkan nilai COD berkisar antara 6,94 – 44,33%, dengan rata-rata 23,01%. Sedangkan efisiensi untuk outlet sebesar 33,76 – 87,07%, rata-rata 70,70%. Nilai tersebut menunjukkan adanya peningkatan efisiensi pada pengolahan air limbah PT. UNITEX Peningkatan efisiensi ini diduga karena adanya aerasi yang membantu proses penguraian bahan organik.
Gambar 19. Grafik efisiensi seluruh pengolahan limbah untuk nilai COD
Nilai efisiensi untuk keseluruhan proses pengolahan (inlet-outlet) PT. UNITEX dalam menurunkan nilai COD dimulai dari inlet sampai pada outlet adalah sebesar 63,13 – 88,63%, dengan rata-rata 78,97%. Nilai ini menunjukkan
45 bahwa proses pengolahan air limbah PT. UNITEX dalam penurunan konsentrasi COD sudah berjalan dengan baik (Gambar 19).
4.6.3. Efisiensi untuk nilai TSS Nilai efisiensi dari unit pengolahan air limbah dalam menurunkan nilai COD PT. UNITEX dapat dilihat pada Gambar 20. Kisaran efisiensi untuk konsentrasi TSS pada tangki aerasi adalah sebesar 17,95 – 66,12%, dengan rata-rata 37,71%. Nilai ini menunjukkan efisiensi relatif kecil, karena pada tangki aerasi tidak terjadi pengendapan seperti yang terjadi pada tangki sedimentasi.
Gambar 20.Grafik efisiensi pengolahan air limbah untuk nilai TSS
Setelah air limbah memasuki tangki aerasi maka akan melalui tangki sedimentasi 2 dan 3, maka air limbah akan mengalami proses pengendapan sehingga konsentrasi TSS akan menurun. Hal ini terlihat dari peningkatan efisiensi yang terjadi pada outlet sebesar 33,33 – 87,80% dengan rata-rata sebesar 73,43%. Menurut Imhoff (1940) in Rachmawati (1994), menyatakan bahwa efisiensi penghilangan padatan tersuspensi pada proses sedimentasi kurang lebih sebesar 60%.
46
Gambar 21. Grafik efisiensi seluruh pengolahan limbah untuk nilai TSS
Efisiensi penurunan nilai TSS untuk keseluruhan proses pengolahan air limbah PT. UNITEX, berkisar antara 56,52 – 92,56%, dengan rata-rata sebesar 83,73% (Gambar 21). Nilai tersebut menggambarkan bahwa proses pengolahan air limbah PT. UNITEX sudah berjalan dengan baik dalam hal penurunan konsentrasi TSS.
Tabel 8. Perbandingan nilai efisiensi unit pengolahan air limbah PT. UNITEX Efisiensi (%)
Sumber
BOD
COD
TSS
-28,39
-15,91
46,05
Rachmawati (1994)
68,75
68,26
75,86
PT. UNITEX (Januari, 2007)
68,16
67,82
71,77
PT. UNITEX (Januari, 2008)
69,11
78,97
83,73
Penulis
Tabel diatas menunjukkan nilai efisiensi yang berbeda dari hasil penelitianpenelitian
terdahulu.
Pada
penelitian
Rachmawati
(1994)
terlihat
sistem
pengolahan air limbah PT. UNITEX belum berhasil menghilangkan beban pencemar BOD dan COD, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh penulis dan data sekunder menunjukkan bahwa air limbah PT. UNITEX telah mampu menghilangkan beban pencemar BOD, COD dan TSS dan memiliki efisiensi sebesar 69,11% untuk BOD, 78,97% untuk COD dan 83,73% untuk TSS. Hal ini diduga karena adanya perbaikan kinerja IPAL PT. UNITEX seperti pengurangan
47 penggunaan bahan kimia dalam pengolahan air limbah dan peningkatan teknik operasional IPAL sehingga memungkinkan adanya peningkatan efisiensi unit pengolahan air limbah. Maka dapat diduga bahwa seluruh tahap pengolahan air limbah PT. UNITEX memiliki nilai efisiensi yang cukup baik dalam menurunkan kadar BOD, COD dan TSS.
4.7.
Volume dan Cara Penanganan Lumpur Hasil Pengolahan Air Limbah Pengolahan air limbah PT. UNITEX menghasilkan produk sampingan
berupa lumpur atau sludge. Lumpur yang dihasilkan dari sistem pengolahan air limbah PT. UNITEX, dibedakan menjadi dua, yaitu lumpur kimia dan lumpur biologi. Lumpur kimia berasal dari pemisahan hasil perlakuan proses kimia, sedangkan lumpur biologi berasal dari perlakuan proses biologi. Umumnya lumpur yang dihasilkan masih memiliki kandungan air cukup tinggi, oleh karena itu perlu adanya perlakuan terhadap lumpur berupa dewatering (pengambilan air dari padatan lumpur) yang merupakan bagian dari penanganan air limbah. Tujuan utama pengolahan lumpur adalah mengurangi volume lumpur dengan cara memisahkan air dari dalam lumpur (dewatering) sebelum dibuang agar mempermudah dalam pengangkutan. Pentingnya pengelolaan lumpur yang dihasilkan dari pengolahan limbah, dikarenakan lumpur yang terdapat dalam limbah tekstil termasuk jenis limbah B3, sehingga perlu dilakukan pengolahan lumpur untuk mencegah timbulnya pencemaran serta tidak menimbulkan dampak negatif terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya. Untuk dapat mengelola lumpur secara efektif dan tepat, perlu diketahui karakteristik lumpur tersebut. Karakteristik lumpur dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : sumber lumpur, jenis industri penghasil air limbah, proses dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah, sifat fisik, komposisi kimia serta teknik pengolahan yang ditentukan. Lumpur yang dihasilkan PT. UNITEX berasal dari tangki sedimentasi I, sedimentasi II dan sedimentasi III. Jenis lumpur yang dihasilkan dari tangki sedimentasi I dan III merupakan lumpur kimia, dengan jumlah yang dihasilkan kurang lebih sebanyak 20 m3/hari. . Sedangkan tangki sedimentasi II menghasilkan lumpur biologi yang sebagian dikembalikan ke tangki aerasi dan lebih dikenal
48 dengan Return Activated Sludge (RAS) sebanyak 90 m3/jam, sedangkan untuk lumpur buangan Wasting Activated Sludge (WAS) jumlahnya tidak diketahui, karena lumpur biologi hanya dibuang apabila ketinggian lumpur yang mengendap pada tangki aerasi memiliki nilai MLSS (mixed liquor suspended solid) melebihi 3000 mg/l. Pengolahan lumpur PT. UNITEX diawali dengan proses pengurangan air (dewatering) menggunakan mesin belt filter press. Belt filter press terdiri atas tiga tahapan operasi, yaitu : pengkondisian lumpur secara kimia (conditioning), penirisan (gravity draining) dan pengepresan. Pada proses pengkondisian lumpur secara kimia (conditioning), lumpur yang berasal dari tangki sedimentasi I dan tangki sedimentasi III dialirkan melalui pipa menuju tangki penampungan lumpur dengan bantuan pompa, kemudian lumpur diendapkan agar terpisah dengan airnya, sehingga diperoleh lumpur dengan konsentrasi tinggi. Bagian air akan dialirkan kembali menuju tangki penampungan air limbah sedangkan lumpur akan dialirkan ke dalam suatu wadah/tangki ukur, dimana pada wadah ini ditambahkan larutan polymer jenis kation, lumpur kemudian diaduk dalam mixing tank yang dilengkapi dengan alat pengaduk berkecepatan 50 rpm dalam 1 – 2 menit, sampai lumpur tercampur sempurna dengan polymer (catatan: di sini terjadi pengikatan padatan tersuspensi dan koloid oleh polymer di dalamnya dan akhirnya membentuk partikel flok). Setelah tercampur sempurna, lumpur akan dialirkan untuk proses penirisan (gravity draining) dan pengepresan. Proses penirisan (gravity draining) dan pengepresan lumpur dapat dilakukan melalui dua tahapan, yaitu : 1.
Daerah pengeluaran air (Draining zone), pada daerah ini lumpur mengalir dan tersebar di atas lembaran belt, pengeluaran air dilakukan tanpa tekanan hanya mengandalkan gravitasi hingga mencapai kadar padatan tertentu, selanjutnya lumpur akan memasuki daerah pengeringan bertekanan
2.
Daerah pengeringan bertekanan (Pressing zone), air akan keluar dari lumpur dengan cara dijepit diantara dua lembaran (belt) sambil ditekan oleh rol secara bertahap di daerah pressing zone, dengan tekanan meningkat seiring mengecilnya rol. Pada saat dijepit, air diperas keluar sampai akhir daerah bertekanan.
49 Lumpur yang jatuh dan sisa air perasan akan dialirkan kembali menuju bak berkapasitas 2 m3 untuk diendapkan kembali. Bagian lumpur akan dialirkan menuju tangki penampungan lumpur untuk diolah kembali dengan menggunkan belt filter press sedangkan airnya akan dialirkan menuju tangki penampungan air limbah (tangki air limbah) untuk dilakukam proses pengolahan kembali. Hasil lumpur yang telah dipadatkan akan diangkut dengan kendaraan menuju tempat penampungan sementara (TPS) dan disimpan dalam karung berkapasitas kurang lebih 1 ton selama satu minggu atau lebih. Jumlah lumpur padat yang dihasilkan PT. UNITEX kurang lebih sebanyak 20 ton/bulan. Selanjutnya lumpur akan dibawa ke PPLI (Prasadha Pemusnah Limbah Industri) untuk dilakukan penanganan limbah B3.
4.8.
Analisis Kualitas Air Sungai Cibudig Sungai Cibudig merupakan salah satu anak Sungai Ciliwung yang terdapat
di Desa Tajur, Kecamatan Ciawi, Bogor. Sungai ini dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk berbagai keperluan dan aktifitas, seperti mencuci, keperluan rumah tangga, penunjang kegiatan perikanan, pertanian, dll. Selain itu, sungai ini dimanfaatkan oleh pihak PT. UNITEX sebagai tempat pembuangan air limbah terolahnya. Karakteristik Sungai Cibudig dicirikan dengan lebar sungai kurang lebih 2 - 3 m, kedalaman bervariasi antara 20 – 80 cm dan tipe substrat berlumpur campur pasir, kerikil dan berbatu. Air limbah olahan yang dikeluarkan oleh PT. UNITEX akan sangat mempengaruhi kualitas perairan Sungai Cibudig sebagai badan air penerima air limbah olahan, oleh karena itu dilakukan pengukuran kualitas air Sungai Cibudig yang bertujuan untuk melihat konstribusi air limbah olahan PT. UNITEX terhadap perairan, sehingga dapat diketahui apakah terjadi perubahan kualitas air sungai akibat adanya masukan air limbah olahan PT. UNITEX Pengukuran kualitas air dilakukan pada 3 lokasi yaitu 20 m sebelum saluran air limbah, 20 dan 200 m setelah saluran air limbah. Hasil analisa contoh air dapat dilihat pada Tabel 9. Secara umum terjadi perubahan konsentrasi dari berbagai parameter, baik parameter fisika maupun kimia, pada badan air Sungai Cibudig setelah menerima air limbah olahan PT. UNITEX.
50 Tabel 9. Hasil anallisis kualitas air Sungai Cibudig Lokasi Parameter
Satuan
Suhu pH DO BOD COD TSS
0C
mg/l mg/l mg/l mg/l
Mutu air limbah PT. UNITEX
20 m sebelum
20 m sesudah
200 m sesudah
33,6 7 3,6 28,97 142,71 40
26,8 6,98 4,9 20,84 27,58 20
28,8 6,85 5,7 15,00 56,75 20
28,2 6,86 4,9 16,68 62,89 40
Suhu air Sungai Cibudig mengalami peningkatan sebesar 20C pada 20 m setelah menerima air limbah olahan PT. UNITEX, jika dibandingkan dengan sebelum menerima air limbah olahan PT. UNITEX Peningkatan suhu tersebut diduga merupakan pengaruh langsung dari adanya masukan air limbah olahan PT. UNITEX yang masih hangat ke dalam perairan Sungai Cibudig. Nilai pH di sungai pada lokasi 20 m setelah saluran mengalami penurunan sebesar 0,13 satuan yaitu dari 6,98 menjadi 6,85. Penurunan yang sangat kecil ini (diduga bukan oleh akibat buangan PT. UNITEX) tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas air dan keberadaaan biotanya, karena nilai pH ini masih memenuhi kriteria berdasarkan PPRI No. 82 Tahun 2001 untuk Golongan III. Konsentrasi oksigen terlarut tampak mengalami peningkatan setelah melewati saluran air limbah. Konsentrasi oksigen terlarut pada 20 m sebelum saluran air limbah sebesar 4,9 mg/l. Setelah 20 m melewati saluran air limbah sebesar 5,7 mg/l. Hal ini diduga karena masuknya air limbah terolah yang memiliki konsentrasi oksigen terlarut cukup tinggi sebesar 3,6 mg/l serta adanya agitasi (pengadukan) antara air limbah olahan PT. UNITEX dengan air Sungai Cibudig dan kontak dengan udara. Konsentrasi oksigen terlarut pada lokasi 200 m setelah saluran air limbah kembali pada nilai semula yaitu 4,9 mg/l. Hal ini diduga karena adanya pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme yang terdapat pada perairan Sungai Cibudig. Menurut Kriteria Baku Mutu Air Golongan III berdasarkan PPRI No. 82 Tahun 2001, kondisi oksigen terlarut masih memenuhi syarat untuk kegiatan perikanan. Nilai BOD pada lokasi 20 m sebelum saluran air limbah sebesar 20,84 mg/l, setelah 20 m saluran air limbah terjadi penurunan nilai BOD sebesar 15,00 mg/l.
51 Penurunan diduga karena terjadi proses pencampuran yang cukup baik antara air limbah olahan PT. UNITEX dengan air Sungai Cibudig dan adanya dekomposisi bahan organik oleh bakteri serta pengendapan di dalam badan air Sungai Cibudig. Sedangkan pada lokasi 200 m setelah saluran air limbah, terjadi kenaikan nilai BOD sebesar 1,68 mg/l, hal ini diduga karena adanya kegiatan penduduk yang ikut menambah konsentrasi bahan organik di Sungai Cibudig. Nilai COD pada lokasi 20 m sebelum saluran air limbah sebesar 27,58 mg/l, setelah 20 m saluran air limbah terjadi perubahan nilai COD menjadi 56,75 mg/l. Hal ini diduga karena masuknya air limbah olahan PT. UNITEX memiliki nilai COD relatif besar yaitu 142,71 mg/l. Nilai COD pada lokasi 200 m setelah saluran air limbah sebesar 62,89 mg/l, adanya peningkatan ini diduga terjadi karena adanya masukan air limbah kegiatan penduduk sekitar yang ikut menambah nilai COD di Sungai Cibudig. Konsentrasi TSS pada lokasi 20 m sebelum saluran dan 20 m setelah saluran bernilai sama, yaitu sebesar 20 mg/l. Hal ini terjadi diduga karena konsentrasi TSS air limbah terolah PT. UNITEX yang masuk ke perairan Sungai Cibudig tidak begitu besar, yaitu sebesar 40 mg/l. Menurut Alabaster dan Lloyd (1982) in Effendi (2003), nilai konsetrasi TSS 25 – 80 mg/l memberi sedikit pengaruh terhadap kepentingan perikanan. Sedangkan pada lokasi 200 m setelah saluran air limbah, konsentrasi TSS meningkat menjadi 40 mg/l. Peningkatan konsentrasi TSS diduga akibat masuknya air limbah buangan penduduk sekitar ke dalam Sungai Cibudig. Dari uraian di atas terlihat bahwa input atau masukan air limbah olahan PT. UNITEX terhadap air sungai Cibudig ternyata tidak banyak merubah mutu air badan penerima limbah, namun dalam jangka panjang harus diantisipasi karena akumulasi beban pencemar akan menggangu habitat bagi biota akuatik pada perairan.
4.9.
Analisis Beban Pencemaran Limbah PT. UNITEX terhadap Sungai Cibudig Analisa beban bahan pencemaran merupakan suatu analisis untuk
mengetahui beban pencemar yang boleh dikeluarkan oleh suatu industri
52 berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah (SK. Gub. Jawa Barat No. 6 Tahun 1999). PT. UNITEX pada bulan Juni 2009 menghasilkan 1.074.000 meter kain setara dengan 168,3 ton kain dan benang sebanyak 133,1 ton, sehingga nilai total produksi adalah 301,4 ton/bulan (10,05 ton/hari). Hasil produksi tersebut menghasilkan air limbah yang harus diolah oleh IPAL PT. UNITEX Jika debit air limbah PT. UNITEX sebesar 1517,3 m3/hari, maka jumlah air limbah yang dihasilkan dari proses produksi adalah 151 m3/ton produksi. Besarnya beban pencemaran air limbah olahan PT. UNITEX yang masuk ke Sungai Cibudig dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Beban pencemaran air limbah PT. UNITEX
Parameter
Beban Pencemaran Air Limbah Olahan PT. UNITEX (Kg/ton (Kg/hari) produksi)
Baku Mutu Beban Pencemaran Maksimum Kep Men LH SK. Gub Jawa Barat * No.51/1995** (Kg/ton (Kg/ton (Kg/hari) produksi) (Kg/hari) produksi)
BOD
43,96
4,37
90
6
191,125
12,75
COD
216,54
21,55
225
15
562,5
37,5
60,69 6,04 1517,3(m3/hari)
75
5
135
9
TSS Debit air limbah Debit Maksimum (m3/ton produk) Produksi kain dan benang
151
100
150
10,05 ton/hari
* SK Gub. Jawa Barat No. 6 Tahun 1999 tentang baku mutu limbah cair industri tekstil di Jawa Barat ** Kep Men LH No. 51 Tahun 1995 tentang baku mutu limbah cair industri Sumber : Laporan PT. UNITEX bulan Juni 2009
Dari tabel tersebut terlihat bahwa Sungai Cibudig menerima beban pencemar air limbah PT. UNITEX setiap harinya sebesar 43,96 kg BOD/hari; 216,54 kg COD/hari dan 60,69 kg TSS/hari untuk debit air limbah air olahan sebesar 1517,13 m3/hari. Nilai beban pencemar BOD, COD dan TSS dalam kg/hari sudah memenuhi standar baku muku limbah cair industri tekstil yang ditetapkan oleh
53 pemerintah (SK. Gub. Jawa Barat No. 6 Tahun 1999 dan Kep Men LH No. 51 Tahun 1995). Dilihat dari sisi konsentrasi, air limbah olahan PT. UNITEX telah memenuhi baku mutu limbah industri tekstil, namun beban pencemaran yang tinggi akibat besarnya debit air akan memberatkan bagi badan air penerima, dan akan sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem Sungai Cibudig. Sehingga dalam jangka panjang penurunan kualitas air sungai akibat adanya beban pencemaran yang tinggi dari PT. UNITEX perlu diantisipasi. Sedangkan besarnya beban bahan pencemar air limbah olahan PT. UNITEX dalam kg/ton produksi untuk nilai BOD sebesar 4,37 kg/ton produksi; COD 21,55 kg/ton produksi dan TSS 6,04 kg/ton produksi. Nilai BOD telah memenuhi baku mutu namun untuk parameter COD dan TSS, nilainya sedikit melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah dalam SK. Gub. Jawa Barat No 6 Tahun 1999, sedangkan menurut Kep Men LH No. 51 Tahun 1995 nilai beban pencemaran air limbah olahan PT. UNITEX dalam kg/ton produksi untuk semua parameter telah memenuhi baku mutu. Tingginya nilai beban pencemaran dalam kg/ton diduga karena debit air limbah/ton produksi tekstil PT. UNITEX telah melebihi batas yaitu sebesar 151 m3/ton, sedangkan debit limbah cair maksimum menurut SK. Gub. Jawa Barat No. 6 Tahun 1999 yaitu sebesar 100 m3/ton (Lampiran 3). Peningkatan jumlah produksi diduga mempengaruhi jumlah air bersih yang dibutuhkan dan jumlah air limbah yang dihasilkan, dimana debit air
limbah sangat besar
pengaruhnya terhadap beban (load). Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dilakukan optimalisasi penggunaan air baku dalam proses produksi dan peningkatan kinerja IPAL PT. UNITEX sehingga air buangan limbah yang dihasilkan menjadi minimum dan mutunya tidak berdampak buruk terhadap kualitas badan air penerimanya
4.10.
Konsep Keseimbangan Massa Konsep keseimbangan massa dihitung untuk mengetahui seberapa besar
input atau kontribusi buangan air limbah olahan PT. UNITEX dan kontribusi beban pencemar lain (kg beban limbah/hari) terhadap perairan Sungai Cibudig serta
54 untuk mengetahui apakah terjadi kenaikan atau penurunan beban pencemaran. Hasil perhitungan konsep keseimbangan massa dapat dilihat dalam Tabel 11.
Tabel 11. Keseimbangan massa di Sungai Cibudig Parameter (kg/hari) Beban Pencemaran
BOD
COD
TSS
Q1C1 (a)
504,05
667,25
483,84
Q2C2 (b)
43,96
216,54
60,69
Q3C3 (c)
518,40
1961,23
691,20
(c ) - [(a) + (b)]
-29,11
+1077,43
+146,67
Keterangan : (a) =Lokasi ± 20 m sebelum saluran akhir PT. UNITEX (b) = Lokasi saluran akhir PT.UNITEX (c) = Lokasi ± 20 m setelah saluran akhir PT. UNITEX (-) = Penurunan nilai beban pencemar (+) = Penambahan nilai beban pencemar
Dari data tersebut terlihat bahwa beban pencemar pada lokasi 20 m setelah saluran akhir pembuangan air limbah olahan PT. UNITEX memiliki nilai yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan 20 m sebelum saluran akhir pembuangan air limbah olahan PT. UNITEX Dapat diduga bahwa sumber beban pencemar Sungai Cibudig tidak hanya berasal dari air limbah olahan PT. UNITEX, karena PT.UNITEX memberikan kontribusi nilai BOD sebesar 43,96 kg/hari; COD 216,54 kg/hari dan TSS 60,69 kg/hari. Sebagian besar beban pencemar di Sungai Cibudig diperoleh dari sumber lain yang jumlahnya relatif tinggi, yaitu sebesar 1077,43 kg COD/hari dan 146,67 kg TSS/hari. Sumber beban pencemar lain yang berkontribusi terhadap Sungai Cibudig adalah limbah rumah tangga serta adanya kegiatan perikanan dari penduduk setempat. Sedangkan untuk nilai BOD terjadi penurunan nilai beban pencemaran sebesar 29,61 kg BOD/hari, hal ini diduga terjadi karena adanya pengadukan (agitasi) yang cukup tinggi dan dekomposisi bahan organik oleh bakteri yang terdapat dalam badan air.
55 4.11.
Tangki Ekualisasi (dimensi fisik dan kenyataan di lapang) Ekualisasi adalah suatu cara atau teknik untuk menyeragamkan berbagai
parameter air limbah sebelum air limbah tersebut diolah. Instalasi Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX memiliki tangki ekualisasi berbentuk oval dengan ukuran diameter 1 dan 2 sebesar 32,6 m dan 14 m, tinggi 4 m dan kapasitas 2000 m3 serta letaknya berada sebelum pengolahan biologis. Ekualisasi digunakan untuk mengatasi masalah yang timbul dalam operasional akibat perubahan aliran dan memperbaiki hasil pada proses berikutnya. Fungsi dari tangki ekualisasi yaitu : (a) menyeragamkan mutu air limbah yang akan diolah, (b) meminimasi kebutuhan bahan kimia, (c) memberi pasokan air limbah secara kontinu kepada unit pengolahan selanjutnya, (d) mengurangi konsentrasi bahan beracun yang tinggi pada pengolahan air limbah secara biologis. Berdasarkan hasil pengolahan data sekunder PT. UNITEX, diperoleh produksi air limbah maksimum terjadi pada enam bulan pertama yaitu Januari sampai Juni, hal ini terlihat dari volume dan debit air limbah yang cenderung tinggi jika dibandingkan dengan enam bulan berikutnya. Debit air limbah tertinggi terjadi pada bulan Februari, hal ini diduga adanya produksi maksimum, kondisi ini didukung dengan adanya data hasil olahan pada tangki ekualisasi (Tabel 12). Dari data tersebut dapat dilihat pola aliran limbah pada bulan Februari adalah konstan, dengan puncak debit air limbah berada pada pukul 10.00 sebesar 200,52 m3/jam. Untuk perhitungan volume tangki ekualisasi secara teoritis (seperti tersebut pada Tabel 12) diperoleh hasil sebesar 86,04 m3. Namun dengan volume tangki sebesar ini, maka pada jam 01.00 s/d 9.00 tangki ekualisasi akan kosong (tidak berair). Kondisi semacam ini sangat tidak baik bagi suatu instalasi pengolahan air limbah. Untuk menanggulangi kosongnya tangki tersebut, berikut ini adalah beberapa contoh simulasi (dengan memperbesar ukuran tangki) dengan menggunakan faktor pengaman (safety faktor) yaitu 50%, 100% dan 500% (lihat Tabel 13).
56 Tabel 12. Analisa data tangki ekualisasi saat produksi air limbah maksimum (Februari 2008)
Jam pengukuran
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 24.00
debit limbah (m3/jam)
debit kumulatif (m3)
Debit kumulatif rata-rata (m3)
110.17 110.17 110.00 109.31 109.31 111.38 110.69 109.31 107.59 200.52 108.10 110.00 111.55 113.45 113.79 114.31 113.97 113.10 112.41 111.72 111.21 107.93 108.28 109.14 2,747.41 114.48 200.52 107.59 1.75
110.17 220.34 330.34 439.66 548.97 660.34 771.03 880.34 987.93 1188.45 1296.55 1406.55 1518.10 1631.55 1745.34 1859.66 1973.62 2086.72 2199.14 2310.86 2422.07 2530.00 2638.28 2747.41
114.48 228.95 343.43 457.90 572.38 686.85 801.33 915.80 1030.28 1144.76 1259.23 1373.71 1488.18 1602.66 1717.13 1831.61 1946.09 2060.56 2175.04 2289.51 2403.99 2518.46 2632.94 2747.41
debit kumulatif debit kumulatif rata-rata (m3) -4.30 -8.61 -13.08 -18.25 -23.41 -26.51 -30.29 -35.46 -42.35 43.69 37.32 32.84 29.92 28.89 28.21 28.05 27.54 26.16 24.10 21.35 18.08 11.54 5.34 0.00
jumlah total Rataan Max 43.69 Min -42.35 peak faktor volume tank, VT (m3) 86.04 Nilai safety faktor 50% dari VT 43.02 Nilai safety faktor 100% dari VT 86.04 Nilai safety faktor 500% dari VT 430.21 VT Ekualisasi Max + SF 50% VT Ekualisasi Min + SF 50% VT Ekualisasi Max + SF 100% VT Ekualisasi Min + SF 100% VT Ekualisasi Max + SF 500% VT Ekualisasi Min + SF 500% kedalaman 4 m Luas bak pada VTE max + SF50% Luas bak pada VTE max + SF100% Luas bak pada VTE max + SF500% ketinggian air saat volume tanki ekualisasi minimum dengan SF 50% ketinggian air saat volume tanki ekualisasi maximum dengan SF 50% ketinggian air saat volume tanki ekualisasi minimum dengan SF 100% ketinggian air saat volume tanki ekualisasi maximum dengan SF 100% ketinggian air saat volume tanki ekualisasi minimum dengan SF 500% ketinggian air saat volume tanki ekualisasi maximum dengan SF 500%
vol ekualisasi setelah ditambah 50% safety
vol ekualisasi setelah ditambah 100% safety
vol ekualisasi setelah ditambah 500% safety
38.72 34.41 29.94 24.77 19.61 16.51 12.73 7.56 0.67 86.71 80.34 75.86 72.94 71.91 71.23 71.07 70.56 69.18 67.12 64.37 61.10 54.56 48.36 43.02
81.74 77.43 72.96 67.79 62.63 59.53 55.75 50.58 43.69 129.73 123.36 118.88 115.96 114.93 114.25 114.09 113.58 112.20 110.14 107.39 104.12 97.58 91.38 86.04
425.91 421.60 417.13 411.96 406.80 403.70 399.92 394.75 387.86 473.90 467.53 463.05 460.13 459.10 458.42 458.26 457.75 456.37 454.31 451.56 448.29 441.75 435.55 430.21
86.71 0.67
129.73 43.69
473.90 387.86
86.71 0.67 129.73 43.69 473.90 387.86 21.68 32.43
118.48 0.03 4.00 1.35 4.00 3.27 4.00
57 Tabel 13. Perhitungan faktor pengaman tangki ekualisai bulan Februari Ukuran Volume Tangki Ukuran tangki ekualisasi yang dihasilkan (m3) Volume air minimum&maksimum (m3) Retensi saat volume minimum&maksimum (jam) Kejadian minimummaksimum
Ukuran volume tangki ekualisasi yang ada di PT. UNITEX (m3) Ketinggian air tangki ekualisasi saat volume minimum&maksimum (m)
Faktor Pengaman 100% 500% 173,43 861,76
0% 86,04
50% 87,38
1100% 1930,22
-42,35 – 43,69
0,67 – 86,71
43,69 – 129,73
387,86 – 473,90
922,09 – 1008,13
-0,40 – 0,22
0,0062-0,43
0,40 – 0,65
2,3 – 3,60
5,02 – 8,57
Pukul 09.00 pagi (min) & pukul 10pagi (maks)
Pukul 09.00 pagi (min) & pukul 10pagi (maks)
Pukul 09.00 pagi (min) & pukul 10pagi (maks)
Pukul 09.00 pagi (min) & pukul 10pagi (maks)
Pukul 09.00 pagi (min) & pukul 10pagi (maks)
2000
2000
2000
2000
2000
-3,9 – 4
0,03 – 4
1,35 – 4
3,27 – 4
3,66 – 4
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari ketiga faktor pengaman tersebut dapat disarankan bahwa faktor pengaman 100% merupakan kondisi yang optimal untuk tangki ekualisasi jika dibandingkan dengan faktor pengaman 50% dan 500%. Faktor pengaman 100% menghasilkan ukuran tangki ekualisasi sebesar 173,43 m3 dan retensi waktu air limbah sebesar 0,40 – 0,45 jam, kondisi ini diduga dapat melakukan pengolahan air limbah dengan baik dan dapat menampung air limbah pada saat kondisi maksimum dan minimum. Pada saat faktor pengaman 50% volume tangki ekualisasi hanya 0,67 m3 dengan ketinggian air 0,03 m; dan waktu retensi 0,0062 jam (saat kondisi minimum), kondisi ini menyebabkan kesulitan dalam hal pengadukan dan pengolahan karena air limbah hanya akan lewat begitu saja tanpa mengalami pengolahan terlebih dulu, untuk faktor pengaman 500% dinilai kurang tepat karena efisiensi pengolahan berkurang jika dilihat dari segi waktu, tenaga serta biaya yang dibutuhkan.
58 Tabel 14. Analisa data tangki ekualisasi saat produksi air limbah minimum (Desember 2008)
Jam pengukuran
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 24.00
debit limbah (m3/jam)
debit kumulatif (m3)
debit kumulatif rata-rata (m3)
debit kumulatif - debit kumulatif rata-rata (m3)
104.35 5.16 11.29 7.58 5.81 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.42 9.35 10.16 14.68 16.29 18.06 17.74 18.71 17.90 15.81 15.16 13.39 303.87 24.00 12.66 104.35 0.00 8.24
104.35 109.52 120.81 128.39 134.19 134.19 134.19 134.19 134.19 134.19 134.19 134.19 136.61 145.97 156.13 170.81 187.10 205.16 222.90 241.61 259.52 275.32 290.48 303.87
10.50 20.99 31.49 41.99 52.49 62.98 73.48 83.98 94.48 104.97 115.47 125.97 136.46 146.96 157.46 167.96 178.45 188.95 199.45 209.95 220.44 230.94 241.44 251.94
93.86 88.52 89.31 86.40 81.71 71.21 60.71 50.22 39.72 29.22 18.72 8.23 0.15 -0.99 -1.33 2.85 8.64 16.21 23.45 31.67 39.07 44.38 49.05 51.94
jumlah total Jumlah pengamatan Rataan Max Min peak faktor volume tank, VT (m3) Nilai safety faktor 50% dari VT Nilai safety faktor 100% dari VT 95.19 Nilai safety faktor 500% dari VT 475.94 VT Ekualisasi Max + SF 50% VT Ekualisasi Min + SF 50% VT Ekualisasi Max + SF 100% VT Ekualisasi Min + SF 100% VT Ekualisasi Max + SF 500% VT Ekualisasi Min + SF 500% kedalaman 4 m Luas bak pada VTE max + SF50% Luas bak pada VTE max + SF100% Luas bak pada VTE max + SF500% ketinggian air saat volume tanki ekualisasi minimum dengan SF 50% ketinggian air saat volume tanki ekualisasi maximum dengan SF 50% ketinggian air saat volume tanki ekualisasi minimum dengan SF 100% ketinggian air saat volume tanki ekualisasi maximum dengan SF 100% ketinggian air saat volume tanki ekualisasi minimum dengan SF 500% ketinggian air saat volume tanki ekualisasi maximum dengan SF 500%
vol ekualisasi setelah ditambah 50% safety 141.46 136.12 136.91 134.00 129.31 118.81 108.31 97.82 87.32 76.82 66.32 55.83 47.75 46.61 46.27 50.45 56.24 63.81 71.05 79.27 86.67 91.98 96.65 99.54
vol ekualisasi setelah ditambah 100% safety 189.05 183.71 184.50 181.59 176.90 166.40 155.90 145.41 134.91 124.41 113.91 103.42 95.34 94.20 93.86 98.04 103.83 111.40 118.64 126.86 134.26 139.57 144.24 147.13
vol ekualisasi setelah ditambah 500% safety 569.81 564.47 565.26 562.35 557.66 547.16 536.66 526.17 515.67 505.17 494.67 484.18 476.10 474.96 474.62 478.80 484.59 492.16 499.40 507.62 515.02 520.33 525.00 527.89
93.86 -1.33 95.19 47.59
141.45 46.26 189.05 93.86 569.80 474.61 35.36
47.26 142.45 1.31 4.00 1.99 4.00 3.33 4
59 Produksi air limbah minimum PT. UNITEX terjadi pada bulan Juli – Desember, terlihat dari volume dan debit air limbah yang cendrung lebih rendah dibandingkan dengan enam bulan sebelumnya, produksi paling minimum terjadi pada bulan Desember. Berikut hasil pengolahan data sekunder PT. UNITEX, dapat dilihat pada Tabel 14. Berdasarkan data diatas terlihat pola aliran limbah pada bulan Desember sangat fluktuatif. Puncak debit air limbah terjadi pada pukul 01.00 sebesar 104, 35 m3/jam, diduga hal ini terjadi karena adanya pencucian mesin – mesin produksi yang menyebabkan debit air limbah tinggi. Sedangkan pada pukul 06.00 – 10.00, tidak terdapat air limbah yang masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), diduga PT. UNITEX tidak melakukan proses produksi, sehingga pengolahan air limbah dihentikan. Dari pengolahan data secara teoritis diperoleh volume tangki ekualisasi sebesar 95,19 m3. Namun dengan volume tersebut, pada jam 14.00 dan 15.00 tangki ekualisasi akan kosong (tidak berair), sehingga dibuat beberapa contoh faktor pengaman (safety faktor) yaitu 50%, 100% dan 500% (Tabel 15).
Tabel 15. Perhitungan faktor pengaman tangki ekualisai bulan Desember Ukuran Volume Tangki Ukuran tangki ekualisasi yang dihasilkan (m3) Volume air minimum&maksimum (m3) Retensi saat volume maksimum (jam) Kejadian minimummaksimum
Ukuran volume tangki ekualisasi yang ada di PT. UNITEX (m3) Ketinggian air tangki ekualisasi saat volume minimum&maksimum (m)
Faktor Pengaman 100% 500% 282,91 1044,41
0% 95,19
50% 187,71
1000% 1996,35
-1,33 – 93,88
46,26 – 141,45
93,86 – 189,05
474,61 – 569,80
950,59 – 1045,76
0,9
1,35
1,81
5,46
10,02
Pukul 06.00 – 12.00(min) & pukul 01.00 pagi (maks)
Pukul 06.00 – 12.00(min) & pukul 01.00 pagi (maks)
Pukul 06.00 – 12.00(min) & pukul 01.00 pagi (maks)
Pukul 06.00 – 12.00(min) & pukul 01.00 pagi (maks)
Pukul 06.00 – 12.00(min) & pukul 01.00 pagi (maks)
2000
2000
2000
2000
2000
-0,05&4
1,31&4
1,99&4
3,33&4
3,64&4
60 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa ukuran tangki ekualisasi yang dihasilkan secara teoritis adalah 95,19 m3. Dari ketiga pilihan untuk faktor pengaman dapat disarankan bahwa faktor pengaman 100 % merupakan kondisi yang sesuai jika dibandingkan dengan faktor pengaman 50% dan 500%, karena ukuran tangki ekualisasi yang dihasilkan pada faktor pengaman 100% sudah dapat menampung air limbah pada saat kondisi minimum dan maksimum dan memiliki waktu retensi yang cukup untuk pengolahan air limbah. Dari kedua penjelasan diatas dapat diketahui bahwa ukuran tangki ekualisasi yang diperoleh secara teoritis jika dibandingkan dengan kondisi di lapangan sangat jauh berbeda, hal ini diduga PT. UNITEX menerapkan faktor pengaman yang sangat tinggi yaitu sekitar 1100 % untuk meredam lonjakan debit limbah yang mencapai 114,48 m3/jam saat produksi maksimum pada bulan Februari, disamping itu air limbah diharapkan memiliki waktu retensi yang lebih lama (8,57 jam), diduga semakin lama waktu retensi dalam tangki ekualisasi dapat menyebabkan
terjadinya
dekomposisi
aerobik
sehingga
mempermudah
pengolahan selanjutnya dan karakteristik air limbah akan semakin homogen. Besarnya volume tangki ekualisasi yang diterapkan PT. UNITEX ini, terjadi karena pada
awalnya
tangki
tersebut
merupakan
tangki
aerasi,
namun
untuk
meningkatkan kapasitas dan efisiensi pengolahan maka tangki aerasi tersebut digantikan menjadi tangki ekualisasi.
Gambar 22. Grafik perbandingan faktor pengaman
61 Gambar 22 diatas menunjukkan perbandingan pengunaan faktor pengaman 50%, 100% dan 500% pada tangki ekualisasi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disarankan bahwa tangki ekualisasi dengan faktor pengaman 100% adalah paling optimal dalam pengolahan air limbah PT. UNITEX, karena sudah memadai atau sudah sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan untuk tangki ekualisasi, dengan mengacu pada persyaratan bahwa tangki tersebut telah mampu mengantisipasi kondisi air limbah saat minimum dan maksimum serta menghasilkan aliran yang konstan untuk proses pengolahan limbah selanjutnya. Untuk mengetahui tangki ekualisasi bekerja secara optimum, selain volume tangki ekualisasi dan faktor pengaman, perlu diketahui juga waktu tinggal (Retention time) dari air limbah, yang merupakan waktu inap dari air limbah pada sistem pengolahan, dimana semakin lama limbah menginap, maka proses pengolahan akan lebih baik, tetapi bila terlampau cepat, maka praktis air limbah hanya lewat saja, sehingga tidak terjadi proses pengolahan. Berdasarkan hasil pengolahan data sekunder PT. UNITEX diperoleh hasil perhitungan waktu tinggal (Retention time) sebagai berikut, dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Analisa data waktu tinggal (Retention time) tangki ekualisasi selama Tahun 2008 Perhitungan teoritis
Waktu
Debit limbah rata-rata (m3/jam)
Kondisi di lapangan
Volume tangki ekualisasi
Waktu Retensi
Volume tangki ekualisasi
Waktu Retensi
(m3)
(jam)
(m3)
(jam)
Januari
112.82
24.58
0.218
2000
17.727
Februari
114.48
86.04
0.752
2000
17.470
Maret
108.18
34.32
0.317
2000
18.488
April
66
80.32
1.217
2000
30.303
Mei
76.29
75.32
0.987
2000
26.216
Juni
73.51
37.71
0.513
2000
27.207
Juli
51.48
77.39
1.503
2000
38.850
Agustus
64.94
99.94
1.539
2000
30.798
September
35.15
84.83
2.413
2000
56.899
Oktober
32.79
64.27
1.960
2000
60.994
November
14.67
97
6.612
2000
136.333
Desember
12.66
95.19
7.519
2000
157.978
62 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan perhitungan teoritis diperoleh waktu retensi (Retention time) air limbah dalam tangki ekualisasi pada bulan Januari sangat kecil jika dibandingkan dengan bulan – bulan lainnya pada tahun 2008, yaitu sebesar 0,218 jam atau sekitar 13 menit, hal ini terjadi karena debit air limbah yang cukup tinggi dan volume air limbah tangki ekualisasi cukup rendah, sehingga dapat diduga pengolahan air limbah tidak berjalan dengan optimum, karena air limbah hanya lewat begitu saja dan belum terjadi pengolahan. Sedangkan waktu tinggal (Retention time) maksimum terjadi pada bulan Desember, sebesar 7,519 jam. Waktu retensi yang diperoleh secara teoritis, jika dibandingkan dengan kondisi di lapangan sangat jauh berbeda. Tingginya waktu retensi (kondisi di lapangan) disebabkan karena volume tangki yang cukup besar dan rendahnya debit air limbah yang masuk, kondisi seperti ini dapat menyebabkan proses dekomposisi dalam tangki ekualisasi, sehingga pengolahan limbah secara biologi sebenarnya telah terjadi di dalam tangki ekualisasi. Akan tetapi waktu tinggal (Retention time) yang terlalu tinggi tidak baik juga untuk pengolahan air limbah, karena akan menimbulkan pengendapan serta menghasilkan bau busuk. Waktu retensi yang optimum untuk pengolahan air limbah pada bak ekualisasi kurang lebih sekitar 8 jam, sehingga dapat diduga bahwa pengolahan air limbah yang optimum terjadi pada bulan Desember 2008 (berdasarkan perhitungan secara teoritis).
63
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Efisiensi IPAL PT. UNITEX secara keseluruhan cukup tinggi (69,11% untuk
BOD; 78,97% untuk COD dan 83,73% untuk TSS), sehingga secara umum konsentrasi bahan pencemar (28,97 mg/l untuk BOD; 142,71 untuk COD; 40 untuk TSS; suhu 33,60C; pH 7 dan DO 3,6 mg/l) dari air limbah olahan yang dibuang ke Sungai Cibudig telah memenuhi baku mutu limbah cair industri tekstil yang ditetapkan pemerintah (SK. Gub. Jawa Barat No. 6 Tahun 1999). Jumlah lumpur kimia dan biologi (sludge) yang dihasilkan dari pengolahan air limbah PT. UNITEX sebesar 20 ton per bulannya. Lumpur (sludge) biologi (jumlahnya tidak dilketahui persis) dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman sedangkan lumpur (sludge) kimia (jumlahnya juga tidak dilketahui persis) dibawa ke PPLI (Prasadha Pemusnah Limbah Industri) untuk pengolahan selanjutnya. Beban pencemaran PT. UNITEX yang dibuang ke Sungai Cibudig yaitu sebesar 4,37 kg BOD/ton; 21,55 kg COD/ton dan 6,04 kg TSS/ton. Nilai BOD telah memenuhi baku mutu namun untuk nilai COD dan TSS,nilainya sedikit melebihi baku mutu yang ditetapkan pemerintah daerah (SK.Gub Jawa Barat No. 6 Tahun 1999) namun menurut Kep MEN LH No. 51 Tahun 1995, nilainya sudah memenuhi baku mutu. Kontribusi air limbah olahan PT. UNITEX ke Sungai Cibudig cukup tinggi dengan debit rata-rata sebesar 1517,3 m3/hari, berisikan 43,96 kg BOD/hari; 216,54 kg COD/hari dan 60,69 kg TSS/hari, sehingga dalam jangka panjang beban tersebut diduga dapat menurunkan kualitas air Sungai Cibudig.
5.2.
Saran Perlunya pengendalian penggunaan air dalam setiap proses produksi
(internal control) agar air limbah yang dihasilkan minimum. Untuk meningkatkan kinerja IPAL PT. UNITEX, perlu dilakukan pemantauan terhadap: (a) unsur N dan P yang disesuaikan dengan removal BOD yang diinginkan, (b) kelimpahan dan jenis-jenis mikroorganisme (khususnya
64 micro-invertebrate) yang terdapat dalam lumpur aktif, (c) mengoptimalkan pengembalian lumpur balik ke dalam bak aerasi dan pembuangan lumpur dimana keduanya diusahakan setimbang, (d) memonitor setiap hari parameter biologi seperti rasio F/M (Food to Microorganism), MLSS (Mixed Liquid Suspended Solid), dan SVI (Sludge Volume Index) agar nilainya optimum sehingga efisiensi pengolahan dapat ditingkatkan. Serta perlunya pemantauan terhadap kualitas air di sepanjang saluran penerima air limbah olahan PT. UNITEX (yaitu di Sungai Cibudig) untuk mengetahui pengaruh buangan air limbah olahan agar tidak merugikan berbagai pihak.
65
DAFTAR PUSTAKA
Alerts and Santika. 1984. Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. 308 hlm. Andalusia, 2006. Mempelajari Pengolahan Air Bersih (Water Treatment) dan Pengolahan Pengolahan Air Limbah (Wastewater Treatment) PT. UNITEX, Bogor. [Skripsi]. Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara : Medan. Azad, H. S. 1978. Industrial Wastewater Management Handbook. McGraw Hill Book Company. New York. BAPEDAL (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan). 1994. Pedoman Pengendalian Pencemaran Oleh Industri Tekstil. Bandung. 174 hlm. Boyd, C. E. 1979. Water Quality Ponds for Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station. Auburn University. Alabama. 52 p. Clark, J. W., W. Viessman and M. J. Hammer. 1977. Water Supply and Pollution Control. Harper and Row Publishers. New York. CRS Group Engineers Inc. 1978. Operator’s Pocket Guide to Activated Sludge. Houston Texas. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hlm. Gaudy, A. F. and E. T. Gaudy. 1980. Microbiology for Environmental Scientist and Engineers. McGraw Hill Book Company. New York Hermanawati, Irma. 2001. Kajian terhadap Pengolahan Air Limbah Secara Biologi PT. Kertas Bekasi Teguh, Bekasi, Jawa Barat. [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor: Bogor. 85 hlm. http://water.me.vccs.edu/courses [2 September 2009 14.35 WIB] Irawan, Iwan. 2006. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. UNITEX [Skripsi]. Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor: Bogor. 40 hlm. Jamhari. 2006. Mempelajari Penerapan Teknologi dan Penanganan Limbah Industri Tekstil di PT. UNITEX, Ciawi – Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Departemen Teknologi dan Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor: Bogor.
66 Mahida, U. N 1981. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Alih Bahasa : G.A Ticoalu. C.V. Rajawali. Jakarta. MetCalf and Eddy. 2004. Wastewater Engineering Treatment and Use. 4th edition. McGraw-Hill Companies, Inc : NewYork. 1542 hlm. Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. Third Edition. W. B Saunders Company. Philadelphia, USA. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Rachmawati, T. S. 1994. Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX dan Kontribusi Air Limbah Terolah Terhadap Perairan. [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor: Bogor. 143 hlm. Siregar, A. S. 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Kanisius. Yogyakarta. 112 hlm. Siregar, M. R. T. 2004. Roadmap Teknologi : Pemantauan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Pengolahan Limbah. LIPI Press. Jakarta. Sugiharto, 1987.Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 190 hlm. Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 6 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri di Jawa Barat. Suratmo, G. G. 1991. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sutamihardja, R. T. M. 1978. Akibat Pencemaran Air terhadap Pertanian, Perikanan dan Kehidupan Akuatis dalam Seminar Pengairan. Pengendalian Pencemaran Air. Direktur Jendral Pengairan. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum. Suryadiputra, I. N. N. 1995. Teknologi Pengolahan Air Limbah. Fakultas Perikanan : Institut Pertanian Bogor. Tebbutt, T.H.Y. 1977. Principle of Water Quality Control. 2nd edition. Pergamon Press. --------------------. 1990. BASIC, Water and Wastewater Treatment. Butterworth and Co. Publisher Ltd. London.
13
LAMPIRAN
67
68
Lampiran 1. Struktur organisasi PT. UNITEX
President Director Yoshinori Endo
Factory Director N. Ozawa
Marketing Director
Marketing Dept. S. Matsuei, S.Kawagoe
Spinning K.Okubo, Syahrul
Weaving Y. Taniuchi, S. Sapta
Yarn Dyeing & Finishing N. Ozawa, Tri Ajmojo
Technical Production Ahmad Saputra
Administrasi Director Sugi HP
Guarantee of Quality N. Ozawa, Tri Ajmojo
Utilyty Sugi HP, Maman
GA & Personal Sugi HP
Accounting Heru Yulianto
69 Lampiran 2. Diagram alir proses produksi tekstil PT. UNITEX a. Spinning (Pemintalan) Carding (sisir)
Combing (Pemilihan panjang serat)
Rooving (Menghaluskan serat)
Drawing (Menyatukan serat)
Blowing (Hembusan pembersihan)
Ring spinning (pemintalan benang)
Winding (Penggulungan benang)
Reeling
Yarn Dyed (Celup benang)
Benang
b. Weaving (Penenunan) Benang
Warping Spool Winding (Penyimpanan penggulungan spool)
Weaving (Penenunan)
Inspecting (Pemeriksaan)
Kain
c. Dyeing (Pencelupan) Preparing (Persiapan)
Scouring and Bleaching (Pembersihan dan pemutihan)
Resin Finishing Straching (Penyelesaian dengan damar dan kanji)
Sanforizing (Calendering)
Inspecting (Pemeriksaan)
Mercerizing (Penyisihan untuk pencelupan)
Dyeing (Pencelupan)
Making up (Proses terakhir)
Heat setting (Pemanasan)
Produk akhir
70
Lampiran 3.Baku mutu limbah cair industri tekstil menurut SK. Gub. Jawa Barat No 6. Tahun 1999
71 Lampiran 4. Baku mutu limbah cair (SK.Gub. Jawa Barat No. 6 Tahu1999)
72 Lampiran 5. Kriteria baku mutu air berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2001
73
Lampiran 6. Hasil pengujian kualitas air limbah PT. UNITEX LOKASI
PARAMETER pH
Inlet
1
2
3
DO (mg/l)
SUHU (0C)
4
5
6
ratarata
1
10.23
2
3
4
5
6
ratarata
1
2
3
4
5
6
rata-rata
10
10.80
10.30
10
11
9.25
37.90
40.40
40.10
39.20
40.90
37.60
39.35
3.43
4.37
2.86
2.54
0.86
1.65
2.62
Aerasi
7
8
7
7.50
8
7
7.38
33.30
34.00
33.00
33.90
33.80
33.00
33.50
0.83
0.76
0.49
0.58
0.58
0.71
0.66
Outlet
7
7
7
7
7
7
7
33.40
33.60
33.40
31.80
32.40
32.60
32.87
3.20
3.60
3.60
4.80
3.60
3.60
3.73
BOD (mg/l) LOKASI Inlet
1
2
3
4
COD (mg/l) 5
6
ratarata
1
2
3
TSS (mg/l)
4
5
6
ratarata
1
2
3
4
5
6
rata-rata
286
285.6
183.7
22.36
164.4
104
174.34
432.9
1124
908.7
663.1
785.9
571
747.54
156
92
242
94
138
116
139.67
Aerasi
164.1
123.9
123.9
20.55
143.4
61.31
106.19
241
655.4
670.8
617.1
732.2
501.9
569.73
128
60
82
56
86
82
82.33
Outlet
32.89
28.97
12.94
8.78
124.1
43.57
41.88
159.6
142.7
156.5
171.9
173.4
64.92
144.84
16
40
18
18
12
10
19.00
Lampiran 7. Hasil pengujian kualitas air Sungai Cibudig Lokasi Parameter
Satuan
20 m sebelum
20 m sesudah
200 m sesudah
Suhu
0C
26.8
28.8
28.2
pH
-
6.98
6.85
6.86
DO
mg/l
4.9
5.7
4.9
BOD
mg/l
20.84
15.00
16.68
COD
mg/l
27.58
56.75
62.89
TSS
mg/l
20
20
40
74
Lampiran 8. Nilai Efisiensi dari setiap unit pengolahan limbah PT. UNITEX
Efisiensi Inlet - Aerasi Efisiensi (%) Parameter BOD COD TSS
E1 42.63 44.33 17.95
E2 56.63 41.67 34.78
E3 32.55 26.18 66.12
E4 8.09 6.94 40.43
E5 12.77 6.84 37.68
E6 41.03 12.10 29.31
E5
E6
Efisiensi Aerasi - Outlet Efisiensi (%)
Parameter
E1
E2
E3
E4
BOD
79.95
76.61
89.56
57.27
13.45
28.93
COD
33.76
78.23
76.66
72.15
76.31
87.07
TSS
87.50
33.33
78.05
67.86
86.05
87.80
Efisiensi Inlet - Outlet (Seluruh Pengolahan) Efisiensi (%) Parameter
E1
E2
E3
E4
E5
E6
BOD
88.50
89.86
92.96
60.73
24.51
58.09
COD
63.13
87.30
82.77
74.08
77.93
88.63
TSS
89.74
56.52
92.56
80.85
91.30
91.38
75
Lampiran 9. Keseimbangan Massa di Sungai Cibudig Parameter Beban Pencemaran (kg/hari)
BOD
COD
TSS
Q1C1 (a)
504.05
667.25
Q2C2 (b)
43.96
216.54
21.55
Q3C3 (c )
518.40
1961.23
691.20
(c ) - [(a) + (b)]
-29.61
1077.43
146.67
Lokasi
483.84
Debit (m3/hari)
20 m sebelum
24.192
Effluent
1517.3
20 m setelah
34.560
200 m setelah
37.152
Keterangan : (a) : beban bahan pencemar (kg/hari) di Sungai Cibudig sebelum menerima buangan air limbah olahan PT. UNITEX (b) : beban bahan pencemar (kg/hari) air limbah olahan PT. UNITEX (c) : beban bahan pencemar (kg/hari) di Sungai Cibudig setelah menerima buangan air limbah olahan PT. UNITEX (c) – [(a)+(b)] : beban bahan pencemar yang masuk ke Sungai Cibudig (Nilai negatif berarti terjadi penurunan nilai beban pencemaran, sedangkan nilai positif berarti terjadi penambahan nilai beban pencemaran di Sungai Cibudig)
76 Lampiran 10. Prosedur pengukuran parameter fisika-kimia air limbah A. Prosedur penentuan TSS (Total Suspended Solid) 1. Siapkan filter (Milliopore dengan porositas 0,45µm) dan vaccum pump. Saring 6 x 10 ml aquades 2. Keringkan kertas saring dalam oven selama satu
jam pada suhu 103 -
1050C. Dinginkan dalam dessikator lalu timbang (B mg) 3. Ambil 50 ml air contoh, kemudian saring dengan kertas saring yang sudah ditimbang 4. Keringkan filter dan residu dalam oven selama satu jam pada suhu 103 1050C. Dinginkan dalam dessikator lalu timbang (A mg) Rumus : TSS = (A – B) x (1000/ml contoh)
B. Prosedur penentuan pH 1. Siapkan pH-meter digital, lalu kalibrasi alat tersebut 2. Tekan power, mode, 2nd, nilainya sesuaikan dengan larutan buffer yang dipakai untuk kalibrasi 3. Setelah sesuai nilainya, bilas elektroda dengan aquades, bersihkan kemudian masukkan ke dalam air contoh 4. Tunggu sampai tanda ready muncul. Catat nilai pH-nya 5. Bilas pH-meter setalah digunakan dan sebelum digunakan untuk mengukur air contoh yang lain
C. Prosedur penentuan DO (Dissolved Oxygen) 1. Siapkan DO meter. Pilih mode untuk mengukur DO 2. Bilas probe dengan aquades, keringkan dengan tissue 3. Masukkan ke dalam air contoh 4. Catat nilai DO yang diperoleh 5. Bilas DO meter setelah digunakan dan sebelum digunakan untuk mengukur air contoh yang lain
77 D. Prosedur penentuan BOD5 1. Ambil air contoh
secukupnya, lalu encerkan air contoh
dengan
menggunakan aquades. 2. Aerasi air contoh yang telah diencerkan selama kurang lebih 15 menit 3. Masukkan air contoh yang telah melalui prosedur 1 dan 2 kedalam botol BOD terang dan gelap sampai penuh. Air dalam botol BOD terang segera dianalisis kadar oksigen terlarutnya (DO0). Air dalam botol BOD gelap diinkubasi dalam inkubator pada suhu 20 0C. Setelah 5 hari, tentukan kadar oksigen terlarutnya (DO5). Penentuan DO ini bisa dilakukan dengan cara titrimetrik atau dengan menggunakan DO meter. 4. Buat blanko dengan perlakuan seperti air contoh Rumus : BOD (mg/l) = (DO0 - DO5) x faktor pengenceran Keterangan : DO0 = Kandungan O2 pada saat awal (mg/l) DO5 = Kandungan O2 setelah hari ke-5 (mg/l)
E. Prosedur penentuan COD (titrimetri) 1. Pipet 10 ml air contoh, masukkan ke dalam erlenmeyer 2. Tambahkan 5 ml K2Cr2O7 0,025 N, aduk 3. Masukkan H2SO4 (15 ml) 4. Tutup erlenmeyer dengan kaca arloji untuk mencegah masuknay material asing, diamkan selam 30 menit 5. Setelah selesai buka tutupnya lalu dinginkan 6. Encerkan larutan contoh dengan 7,5 ml aquades 7. Tambahkan 2 – 3 tetes indikator feroin, kemudian titrasi kelebihan K2Cr2O7 menggunakan FAS 0,025 N (Ferrous Amonium Sulfat) sampai berubah warna dari kuning – oranye atau biru – kehijauan menjadi merah – kecoklatan. Catat ml titran (A ml) 8. Larutan blanko (10 ml aquades + prosedur 2 – 7 di atas), catat ml titran (B ml)
78 Rumus :
COD (mg/l) =
Keterangan : A = ml FAS yang terpakai untuk blanko B = ml FAS yang terpakai untuk air contoh M = Molaritas FAS (0,025 N) 8000 = miliekuivalen bobot oksigen x 1000 (ml/l) Untuk mendapatkan nilai COD yang mendekati hasil cara penentuan standar, nilai COD dari hasil perhitungan disubsitusikan kedalam persamaan regresi : Y = 3,02 + 1,505 X Y = nilai COD dengan metode standar X = nilai COD yang diperoleh dengan titrimetri
F. Prosedur penentuan Total Nitrogen 1. Masukkan 50 ml air contoh ke dalam labu Kjeldahl, tambahkan CuSO4 0,5 gram dan H2SO4 10 ml, lalu kocok hingga homogen dan panaskan sampai cairan jernih 2. Biarkan dingin, kemudian cairan dipindah ke labu didih untuk didestilasi. Dibasakan dengan menambah NaOH 25% sampai suasana basa, kemudian tambahkan aquades hingga volume 350 ml 3. Didestilasi dan tetesan ditampung dalam tabung erlenmeyer yang berisi 10 ml HCl 0,01 N dan indikator metil red. 4. Hasil dititrasi dengan NaOH 0,01 N 5. Dengan cara yang sama, tentukan blanko Rumus :
X (mg/l) =
79 Keterangan : X (mg/l) = Total nitrogen V (l) = volume air contoh A = Jumlah ml titrasi air contoh B = Jumlah ml titrasi blanko
G. Prosedur penentuan Total Phospor 1. Pipet 25 ml air contoh (tanpa disaring) 2. Tambahkan 1 ml H2SO4 30% 3. Tambahkan K2S2O8 0,5 gram, panaskan sampai volume kurang lebih 30 – 40 ml, dinginkan 4. Tambahkan indikator phenolpthalein 1 – 2 tetes, atur pH sampai 8,2 – 9,8 dengan menambahkan NaOH 6 N 5. Masukkan ke labu takar 50 ml, ambil 25 ml air contoh 6. Tambahkan mix regen (H2SO4 5N, antimonil tatrat, amonium molybdate, ascorbic acid) sebanyak 4 ml 7. Spektrofotometer dengan panjang gelombang 880 nm 8. Buat larutan blanko dengan menhggunakan 50 ml akuades, kemudian tambahkan pereaksi – pereaksi seperti prosedur 1 – 7 . Rumus : Total
phosfat
=
(abs
–
0,0169)/0,5383
80 Lampiran 11. Lokasi penelitian
Saluran Inlet IPAL PT. UNITEX
Bar Screen
Kolam Ekualisasi
Tangki Air Limbah
Cooling tower
Tangki Koagulasi
81
Tangki Sedimentasi
Kolam Aerasi
Saluran Akhir Air Limbah
Tangki Intermediet
Kolam Ikan
Belt filter press
82
Saluran Pembuangan Air Limbah
20 m setelah saluran akhir air limbah
20 m sebelum saluran akhir air imbah
200 m setelah saluran akhir air limbah