Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2015 Vol. 4 No.1 Hal : 1-9 ISSN 2302-6308
Available online at: http://umbidharma.org/jipp E-ISSN 2407-4632
KAJIAN EFEKTIVITAS TIGA BAHAN PENGENCER LOKAL PUPUK HAYATI PADA DUA SISTEM TANAM PADI (Study The Effectiveness of Three Local Diluent of Biofertilizer on Two Cropping Systems of Paddy) Nana Danapriatna1*, Is Zunaini Nursinah1 1Fakultas
Pertanian, Universitas Islam “45” Jl. Cut Meutia 83 Bekasi 17113 *Korespondensi:
[email protected]
Diterima: 02 Maret 2015 / Disetujui: 11 April 2015 ABSTRACT Intensive use of fertilizer N will stimulate mineralization of soil organic matter, causing a decrease in organic C content dan decreased soil health. Remediation of health and fertility of paddy fields can be done by utilizing the integrated biofertilizer with straw compost. This study aims to get a diluent of biofertilizer and available around the farmers as well as to test the ability of biofertilizers in increasing rice yields with two cropping systems (IPAT and Legowo). IPAT application of cropping systems on biofertilizer application with three a diluent (husk, compost and manure) gives the average number of panicles per hill and higher grain yield, respectively for 23,23% and 11,3% compared to treatment legowo cropping systems. Diluents rational biofertilizer is manure and compost, good for cropping systems and Legowo IPAT. The highest grain yield occurred at doses of urea fertilizer application of 200 kg ha-1, 2 ton ha-1 straw compost and 400 g ha-1 biofertilizer, planting system IPAT with compost as a diluent of biofertilizer that is equivalent to 8,85 tons ha -1. Keywords: biofertilizer, straw compost, IPAT, Legowo ABSTRAK Penggunaan pupuk N secara intensif akan memacu mineralisasi bahan organik tanah sehingga menyebabkan terjadinya penurunan kadar C organik dalam tanah dan penurunan kesehatan tanah. Pemulihan kesehatan dan kesuburan sawah dapat dilakukan dengan memanfaatkan pupuk hayati yang terintegrasi dengan kompos jerami. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengencer pupuk hayati yang tersedia di sekitar petani serta untuk menguji kemampuan pupuk hayati dalam meningkatkan hasil panen padi pada dua sistem tanam Intensifikasi Padi Aerob Terkendali (IPAT) dan Legowo. Penerapan sistem tanam IPAT pada tiga bahan pengencer (sekam, kompos dan pupuk kandang) menghasilkan rata-rata jumlah malai per rumpun dan hasil gabah lebih tinggi, masing-masing 23,23% dan 11,3%, dibandingkan sistem tanam legowo. Bahan pengencer pupuk hayati yang rasional diterapkan adalah pupuk kandang dan kompos, baik untuk sistem tanam IPAT maupun Legowo. Hasil gabah kering panen tertinggi (diatas potensi hasil) terjadi pada aplikasi pemupukan dengan takaran urea sebesar 200 kg ha-1, 2 ton ha-1 kompos jerami dan 400 g ha -1 pupuk hayati, sistem tanam IPAT dengan kompos sebagai bahan pengencer pupuk hayati yaitu setara dengan 8,85 ton ha -1. Kata kunci: pupuk hayati, kompos jerami, IPAT, legowo
2
DANAPRIATNA DAN NURSINAH PENDAHULUAN
Pemanfaatan pupuk hayati penambat nitrogen bebas seperti Azotobacter sp. dan Azospirillum sp. mampu menurunkan penggunaan urea, mencegah penurunan bahan organik tanah dan mengurangi polusi lingkungan sehingga dapat dipertimbangkan untuk diaplikasikan pada padi sawah. Inokulasi Azotobacter sp. dapat menaikkan hasil antara 15-100% dan mengurangi penggunaan pupuk buatan hingga 30% (Danapriatna et al. 2010; Kader et al. 2002; Sattar et al. 2008; Simarmata 1994). Katupitiya dan Vlassak (1990) menyimpulkan bahwa Azospirillum sp. mampu memacu peningkatan hasil pertanian penting 30 sampai 50 % pada kondisi tanah dan iklim yang berbeda pada jangka waktu 20 tahun. Danapriatna et al. (2012) melaporkan bahwa aplikasi pupuk, baik pupuk hayati dan kompos jerami maupun pupuk urea dengan takaran meningkat, mampu meningkatkan populasi Azotobacter sp. dan Azospirillum sp., respirasi tanah, C organik tanah, konsentrasi N pupus tanaman, jumlah anakan produktif, panjang malai dan hasil padi. Aplikasi pupuk hayati 400 g ha-1 (9,3 x 109 cfu g-1 Azotobacter sp. dan 6,9 x 109 cfu g-1 Azospirillum sp.) dan kompos jerami padi 2 ton ha-1 merupakan kombinasi pupuk yang terbaik dengan pengurangan penggunaan pupuk N sebesar 33% dengan peningkatan hasil sebesar 4%. Azotobacter sp. dan Azospirillum sp. merupakan bakteri aerobik, maka ketersediaan oksigen perlu diperhatikan. Sistem intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organik (IPAT-BO) diharapkan dapat meningkatkan kemampuan bakteri tersebut dalam menambat nitrogen. Selain teknologi IPATBO di dalam budidaya tanaman padi sawah berkembang pula sistem tanam legowo. Sistem tanam jajar legowo merupakan rekayasa teknik tanam dengan mengatur jarak tanam antar rumpun dan antar barisan sehingga terjadi pemadatan rumpun padi dalam
JIPP
barisan dan melebar jarak antar barisan sehingga seolah-olah rumpun padi berada dibarisan pinggir dari pertanaman yang memperoleh manfaat sebagai tanaman pinggir (border effect). Oleh karena itu, perlu adanya penelitian untuk mengetahui peranan pupuk hayati pada kedua sistem tanam tersebut. Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO) adalah sistem produksi holistik terpadu berbasis input lokal (kompos jerami, pupuk hayati, dan input lainnya) dengan konsep LEISA (low external input sustaibale agriculture) dan managemen tata air, tanaman dan pemupukan untuk memanfaatkan kekuatan biologis tanaman (potensi sistem perakaran dan jumlah anakan produktif) maupun kekuatan biologis tanah atau soil biological power (kelimpahan organisme tanah menguntungkan) berdasarkan rancang bangun teknologi dan manajemen input untuk mencapai target produksi (input oriented management) secara terencana (by design). Teknologi IPAT-BO dikembangkan sejak tahun 2007 oleh Tim peneliti Fakultas Pertanian Unpad bekerjasama dengan Kementerian Negara Riset dan Teknologi (Simarmata 2008). Sistem tanam legowo merupakan cara tanam padi sawah dengan pola beberapa barisan tanaman yang diselingi satu barisan kosong. Tanaman yang seharusnya ditanam pada barisan yang kosong dipindahkan sebagai tanaman sisipan di dalam barisan. Rekayasa teknik tanam padi dengan cara tanam Jajar Legowo 2:1 atau 4:1. Berdasarkan hasil penelitian terbukti dapat meningkatkan produksi padi sebesar 12-22% (Bobihoe 2013). Sistem tanam jajar legowo untuk padi sawah secara umum bisa dilakukan dengan berbagai tipe yaitu: legowo (2:1), (3:1), (4:1), (5:1), (6:1) atau tipe lainnya. Namun dari hasil penelitian, tipe terbaik untuk mendapatkan produksi gabah tertinggi dicapai oleh legowo 4:1. Sistem tanam legowo 4:1 tipe 2 merupakan pola tanam dengan
Vol. 4, 2015
Respon Pemberian Kepadatan Populasi
hanya memberikan tambahan tanaman sisipan pada kedua barisan tanaman pinggir. Populasi tanaman 170.667 rumpun/ha dengan persentase peningkatan hanya sebesar 6,67% dibanding pola tegel (25x25) cm. Pola ini cocok diterapkan pada lokasi dengan tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Meskipun penyerapan hara oleh tanaman lebih banyak, tetapi karena tanaman lebih kokoh sehingga mampu meminimalkan resiko kerebahan selama pertumbuhan. Aplikasi pupuk hayati per luasan pertanaman padi relatif sedikit yaitu sekitar 400 g ha-1. Karena itu diperlukan bahan pengencer untuk mempermudah dalam aplikasinya. Bahan pengencer yang dapat digunakan adalah bahan yang mudah didapat disekitar lokasi pertanian diantaranya pupuk kandang, arang sekam dan kompos sampah rumah tangga. Penerapan teknologi budidaya itu berpeluang tidak hanya dapat menekan biaya produksi, memperbaiki kesuburan tanah, memulihkan kesehatan tanah dan meningkatkan hasil tanaman, tetapi juga mengarah pada sistem pertanian berkelanjutan yang dapat menjamin kelestarian berusaha tani dengan biaya relatif murah dan input lokal yang ramah lingkungan. Penelitian ini didasarkan pada konsep optimasi pemanfaatan keragaman hayati yang memiliki potensi tinggi sebagai pupuk hayati terutama dalam penambatan nitrogen udara. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui pengaruh kombinasi sistem tanam dan tiga bahan pengencer pupuk hayati terhadap hasil dan komponen hasil padi
Sistem Tanam IPAT-TS
3
sawah yang diaplikasi pupuk hayati penambat N (Azotobacter dan Azospirillum) dan kompos jerami; (2) mendapatkan bahan pengencer pupuk hayati yang rasional dengan bahan baku yang berasal dari sekitar lokasi petani. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian uji efektivitas tiga bahan pengencer lokal pupuk hayati pada dua sistem tanam padi telah dilaksakan mulai Bulan April sampai dengan Oktober 2014 di lahan sawah petani Sukakarya, Kabupaten Bekasi. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk hayati, kompos jerami padi, dekomposer, benih padi varietas Ciherang, pupuk urea, SP36, KCl dan bahan pengencer lokal yaitu arang sekam, kompos dan pupuk kandang. Kompos jerami padi diproses secara insitu menggunakan dekomposer. Persemaian dan pengolahan tanah serta plot petakan sesuai dengan perlakuan dilaksanakan di sawah petani Desa sukakarya, Kecamatan Sukakarya Kabupaten Bekasi. Penelitian menggunakan petak dengan ukuran 500 cm x 400 cm sebanyak 24 petak. Jarak tanam yang digunakan adalah 30 cm x 35 cm untuk sistem tanam IPAT-TS dan 25 cm x 25 cm untuk sistem tanam Legowo 4:1 tipe 2 yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Sistem Tanam Legowo 4 :1 tipe 2
Gambar 1 Sistem tanam yang digunakan dalam penelitian
4
DANAPRIATNA DAN NURSINAH
Pupuk hayati majemuk bakteri penambat N2 dalam bentuk serbuk dibuat dengan komposisi bahan pembawa gambut dan kompos dengan perbandingan 1 : 1 dikemas menggunakan alumunium foil berukuran 50 g yang dilakukan di Laboratorium Quality Control CV. Bintang Asri Artahuly Bandung. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode ekperimental dengan rancangan percobaan RAK satu faktor dengan 4 ulangan. Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Entisol asal Sukakarya, Kabupaten Bekasi. Tanaman indikator menggunakan padi varietas Ciherang (varietas terbanyak yang ditanam di Sukakarya). Kombinasi perlakuan dari dua sistem tanam (IPAT-TS dan Legowo 4:1 tipe 2) dan tiga bahan pengencer (arang sekam, pupuk kandang dan kompos) adalah sebagai berikut (1) bahan pengencer arang sekam dan metode tanam IPAT-TS; (2) bahan pengencer kompos rumah tangga dan metode tanam IPAT-TS; (3) bahan pengencer pupuk kandang dan metode tanam IPAT-TS; (4) bahan pengencer arang sekam dan metode tanam Legowo 4: 1 tipe 2; (5) bahan pengencer kompos rumah tangga dan metode tanam Legowo 4: 1 tipe 2; (6) bahan pengencer pupuk kandang dan metode tanam Legowo 4: 1 tipe 2. Peubah respons yang diamati pada setiap satuan percobaan adalah (1) kandungan N tanaman pada fase vegetatif aktif, diperoleh berdasarkan analisis N jaringan tanaman menurut metode Kjeldahl; (2) hasil (gabah kering panen) dan komponen hasil padi (jumlah malai per rumpun dan bobot 1000 butir) tiap petak percobaan saat panen. Analisis data hasil pengamatan menggunakan analisis varians untuk mengetahui apakah perlakuan memberi efek nyata terhadap variabel respons dan dilanjutkan dengan uji LSD pada taraf 5 % (Gomez dan Gomez 1995). Analisis
JIPP
statistik menggunakan bantuan program SPSS versi 20. Pelaksanaan percobaan dimulai dengan pengenceran pupuk hayati dengan bahan pengencer sesuai perlakuan setara dengan 50 kg per ha kemudian diberikan dengan takaran setara dengan 400 g ha-1 pupuk hayati. Kompos jerami padi dengan takaran dengan takaran 2 ton ha-1 diberikan dengan cara diinkorporasikan ke dalam tanah dua hari sebelum tanam sebagai pupuk dasar. Pada setiap petak percobaan dilakukan penanaman satu bibit berumur 14 hari per lubang tanam menggunakan jarak tanam 30 x 35 cm² dengan sistem bibit kembar untuk sistem tanam IPAT-TS. Perlakuan sistem tanam legowo 4 : 1 tipe 2 menggunakan jarak tanam 25 x 25 cm². Pemupukan dilakukan dengan takaran pupuk yang digunakan sesuai dengan rekomendasi Permentan No. 40/Permentan/OT.140/04/2007 kecuali urea diberikan 2/3 bagian dari takaran rekomendasi. Pupuk diberikan dengan takaran 200 kg ha-1 Urea, 50 kg ha-1 KCl, 100 kg ha-1 SP36, 2 ton ha-1 kompos dan 400 g ha-1 pupuk hayati penambat N. Pupuk urea diberikan dalam tiga tahap yaitu sebagai pupuk dasar, pupuk susulan I pada 18 – 21 HST dan pupuk susulan II pada 35 – 38 HST dengan cara disebar. Pupuk KCl diberikan dalam dua tahap sebagai pupuk dasar dan pupuk susulan II, sedangkan SP-36 diberikan semuanya sebagai pupuk dasar bersamaan dengan pemberian kompos jerami padi dan inokulasi pupuk hayati penambat N. Selama percobaan berlangsung kondisi tanah setiap petak percobaan dipertahankan pada keadaan macakmacak (standar sawah IPAT-BO). Pada saat pematangan dilakukan pengeringan. Tanaman percobaan dipelihara dan dijaga agar terhindar dari organisme pengganggu tanaman. Setelah tanaman mencapai fase pertumbuhan vegetatif aktif (55 HST), dilakukan pengambilan contoh tanaman untuk anlisis tanaman pada masing-masing
Vol. 4, 2015
Respon Pemberian Kepadatan Populasi
petak percobaan. Panen gabah dilakukan pada fase matang fisiologis dengan cara penimbangan hasil saat panen. HASIL DAN PEMBAHASAN Tanah entisol asal Sukakarya yang digunakan dalam percobaan memiliki kemasaman netral, yaitu sebesar 7,14 dan kejenuhan Al dd rendah (0,01 cmol kg-1). Kondisi pH tanah yang netral merupakan ciri khas dari tanah sawah (Hardjowigeno dan Rayes 2005). Menurut Sanchez (1992) tanah masam akan naik pH-nya akibat penggenangan karena dibebaskannya ion OH- bila senyawa Fe(OH)3 dan sejenisnya tereduksi menjadi Fe(OH)2 atau Fe(OH)3. Pada tanah yang asalnya basa, penggenangan mengakibatkan penurunan pH sampai kira-kira 7 karena naiknya tekanan CO2 yang mengakibatkan pembebasan ion H+. Kondisi pH tanah yang netral akan meningkatkan ketersediaan unsur hara makro seperti nitrogen, fosfor dan kalium sehingga memudahkan tanaman untuk menyerapnya. Kapasitas tukar kation tanah ini tergolong tinggi (36,1 cmol kg-1) dan kejenuhan basa tergolong sedang (37,1 %). Kandungan basa-basa dapat tukar (K dan, Na) tanah ini tergolong rendah kecuali Ca sedang dan Mg tinggi. Kandungan N total tanah tergolong tinggi, yaitu 0,62 % dan fosfor tersedia sedang (10,3 mg kg-1). Kandungan C organik tergolong sedang yaitu sebesar
5
2,12 %. Tekstur tanah di lokasi penelitian tergolong lempung berliat. Berdasarkan kandungan N, P, K dan C organik yang rendah sampai tinggi serta liat yang tinggi mencirikan bahwa tanah tersebut mempunyai tingkat kesuburan yang sedang. karena itu, inokulasi mikroba penambat N2 untuk menambah ketersedian N perlu dilakukan. Selain itu, untuk menunjang peningkatan populasi dan aktivitas mikroba maka perlu adanya penambahan C organik melalui pemberian kompos. Penerapan kombinasi sistem tanam dan bahan pengencer pupuk hayati yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap konsentrasi N pupus tanaman padi (Tabel 1). Hal ini terjadi karena adanya penambahan ketersediaan N dalam tanah akibat penambatan N oleh bakteri asal pupuk hayati. Selain itu, A. chroococcum dan A. irakense dari pupuk hayati yang diinokulasikan mampu memproduksi hormon tumbuh sehingga perakaran tanaman padi berkembang dan mampu meningkatkan serapan N. Konsentrasi N pada pupus tanaman secara keseluruhan masih dalam kondisi cukup sebagaimana kriteria kecukuan menurut Fageria (2009). Perbedaan kombinasi sistem tanam dan bahan pengencer pupuk hayati memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah malai per rumpun, sedangkan bobot seribu butir tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan tersebut (Tabel 2).
Tabel 1 Pengaruh kombinasi sistem tanam dan bahan pengencer pupuk hayati terhadap Konsentrasi N pupus Tanaman (%) Kombinasi Sistem Tanam dan Bahan Pengencer Pupuk Hayati IPAT dan Arang Sekam IPAT dan Kompos IPAT dan Pupuk Kandang Legowo dan Arang Sekam Legowo dan Kompos Legowo dan Pupuk Kandang LSD (α = 0,05)
Konsentrasi N (%) 2,28 2,38 2,30 2,26 2,19 2,10 4
6
DANAPRIATNA DAN NURSINAH
Penerapan sistem tanam IPAT pada tiga bahan pengencer pupuk hayati memberikan hasil jumlah malai per rumpun yang lebih tinggi rata-rata sebesar 23,23 % dibandingkan perlakuan sistem tanam legowo. Peningkatan ini terjadi karena tercukupinya konsentrasi nitrogen dalam jaringan tanaman sebagai akibat adanya penambahan N tersedia tanah dari mikroba asal pupuk hayati yang mampu menambat N2 dan memproduksi hormon tumbuh. Selain itu, penerapan sistem IPAT dengan bibit kembar memungkinkan terjadinya pertumbuhan yang maksimal dari dua bibit yang berdekatan menjadi satu rumpun dengan tingginya anakan yang produktif. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang disampaikan oleh Simarmata (2007) bahwa sistem tanam IPAT yang diintegrasikan dengan bahan organik (IPAT-BO) mampu meningkatkan jumlah anakan produktif. Bobot seribu butir secara nyata tidak dipengaruhi oleh aplikasi kombinasi sistem tanam dan bahan pengencer yang berbeda. Hal ini diduga karena parameter bobot seribu butir lebih dipengaruhi oleh faktor genetis daripada faktor pemupukan. Varietas yang digunakan dalam penelitian ini adalah sama yaitu padi varietas Ciherang, sehingga bobot seributirnya pun tidak berbeda.
JIPP
Hasil panen pertanaman penelitian tidak maksimal karena mengalami serangan hama tikus pada saat awal pengisian malai. Namun demikian, hasil panennya masih diatas rata-rata hasil padi petani setempat serta rata-rata hasil menurut deskripsi varietas yaitu diatas 6 ton ha-1 (Suprihatno et al. 2010). Hal ini menunjukkan bahwa mikroba dari pupuk hayati dengan tiga jenis bahan pengencer yang berbeda mampu berkembang dan berperan menambat N udara serta mensuplai hormon tumbuh bagi tanama pada lingkungan, baik sistem tanam IPAT maupun legowo, yang diinkorporasi kompos jerami padi. Aplikasi pupuk hayati disertai dengan pemberian kompos jerami padi mampu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi melalui peningkatan ketersediaan N tanah hasil tambatan bakteri dan produksi hormon tumbuh pada kedua sistem tanam yang diterapkan. Sebagaimana hasil beberapa penelitian yang mengungkap bahwa Azotobacter sp. dapat menambat N (Wedhastri 2002) dan menghasilkan sitokonin (Taller dan Wong 1989) dan giberelin (Mrkovacki dan Milic 2001; Hindersah dan Simarmata 2004).
Tabel 2 Pengaruh kombinasi sistem tanam dan bahan pengencer pupuk hayati terhadap hasil dan komponen hasil Kombinasi Sistem Tanam dan Bahan Pengencer Pupuk Hayati IPAT dan Arang Sekam IPAT dan Kompos IPAT dan Pupuk Kandang Legowo dan Arang Sekam Legowo dan Kompos Legowo dan Pupuk Kandang LSD (α = 0,05)
Malai per Rumpun 34 b 34 b 38 c 28 a 29 a 29 a 4
Bobot Butir 1000 Butir (g) 28,8 28,3 29,1 29,1 30,5 29,5 3
GKP 8,05 ab 8,83 c 8,55 bc 7,50 a 7,48 a 7,88 ab 0,66
Keterangan : Angka yang diikuti dengan hurup kecil yang sama dalam kolom menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji LSD dengan dengan taraf nyata 5%.
Vol. 4, 2015
Respon Pemberian Kepadatan Populasi
Selain mampu menambat N2 udara, isolat Azospirillum sp. juga memproduksi hormon tumbuh IAA, sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Lestari et al. (2007) yang menunjukkan bahwa Azospirillum sp. mampu menghasilkan auksin (IAA) pada kultur cair yang diduga berpengaruh lebih besar terhadap pertumbuhan tanaman dari pada kontribusi N yang ditambat oleh bakteri tersebut. Tersedianya N yang cukup dan keberadaan hormon tumbuh, maka pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi menjadi optimal sehingga memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan tanpa inokulasi pupuk hayati. Nitrogen mendorong pertumbuhan tanaman yang cepat dan memperbaiki tingkat hasil dan kualitas gabah melalui peningkatan jumlah anakan, pembentukan gabah, pengisian gabah, dan sintesis protein (De Datta 1981; Bank Informasi Teknologi Padi 2009; Fairhurst et al. 2007). Perbedaan kombinasi sistem tanam dan bahan pengencer pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap hasil gabah kering panen. Penerapan sistem tanam IPAT pada tiga bahan pengencer pupuk hayati memberikan hasil gabah kering panen padi yang lebih tinggi rata-rata sebesar 11,3% dibandingkan perlakuan sistem tanam legowo. Peningkatan ini terjadi karena jumlah anakan produktif pada sistem tanam IPAT lebih tinggi dibandingkan sistem tanam legowo. Hasil gabah kering panen tertinggi terjadi pada perlakuan takaran urea sebesar 200 kg ha-1, 2 ton ha-1 kompos dan 400 g ha-1 pupuk hayati, sistem tanam IPAT dengan kompos sebagai bahan pengencer pupuk hayati yaitu setara dengan 8,85 ton ha-1. Hasil panen kedua tertinggi terjadi pada perlakuan takaran 200 kg ha-1 Urea, 2 ton ha-1 kompos dan 400 g ha-1 pupuk hayati, sistem tanam IPAT, dengan pupuk kandang sebagai bahan pengencer pupuk hayati yaitu setara dengan 8,55 ton ha-1. Hasil panen gabah kedua perlakuan tersebut sudah diatas potensi
7
hasil berdasarkan deskripsi varietas Ciherang yaitu sebesar 8,50 ton ha-1. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Bahan pengencer pupuk hayati yang rasional diterapkan pada aplikasi pupuk hayati dalam rangka peningkatan efisensi pupuk N dan hasil padi adalah pupuk kandang dan kompos, baik untuk sistem tanam IPAT maupun Legowo Hasil gabah kering panen tertinggi (diatas potensi hasil) terjadi pada aplikasi pemupukan dengan takaran urea sebesar 200 kg ha-1, 2 ton ha-1 kompos jerami dan 400 g ha-1 pupuk hayati, sistem tanam IPAT dengan kompos sebagai bahan pengencer pupuk hayati yaitu setara dengan 8,85 ton ha-1. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi pupuk hayati dengan bahan pengencer lokal terhadap keragaman populasi bakteri asal pupuk hayati dan kemampuan bakteri dalam mengurangi dampak limbah industri di sekitar rhizosfer tanaman padi. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan ke-pada KOPERTIS Wilayah IV dan DP2M DIKTI atas hibah penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Bank Informasi Teknologi Padi. 2009. Pengelolaan Hara Tanaman. Melalui http://www.knowledgebank.irri.org/i ndonesia/docs/Nutrient%20manage ment.pdf. [10/05/2009]. Bobihoe, J. 2013. Sistem Tanam Padi Jajar Legowo. Balai Pengkajian Teknologi Padi Jambi. Jambi.
8
DANAPRIATNA DAN NURSINAH
Danapriatna N, R Hindersah dan Y Sastro. 2010. Pengembangan PuPuk Hayati Azotobacter dan Azospirillum Untuk Meningkatkan Produktivitas dan Efisiensi PengGunaan Pupuk N di tas 15 % pada Tanaman Padi. Laporan penelitian. Universitas Islam “45” Bekasi Kerjasama dengan Badan Litbang Departemen Pertanian. Bekasi. Danapriatna N, T Simarmata dan IZ Nursinah. 2012. Pemulihan kesehatan tanah sawah melalui aplikasi pupuk hayati penambat N dan kompos jerami padi. CEFARS 3(2): 1-10. De Datta SK 1981. Principles and Practices of Rice Production. John Wiley & Sons. Singapore. Fageria NK. 2009. The Use of Nutrients in Crop Plants. CRC Press. Boca Raton. Fairhurst T, A Dobermann, C QuijanoGuerta and V Balasubramanian. 2007. Kahat dan Keracunan Mineral. dalam T.H. Fairhurst, C. Witt, R.J. Buresh, dan A. Dobermann (eds.). Padi : Panduan Praktis Pengelolaan Hara. IRRI, IPNI, IPI. Gomez KA dan AA Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi kedua. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Hardjowigeno S dan ML Rayes. 2005. Tanah Sawah. Banyumedia Publishing. Malang. Hindersah R dan T Simarmata. 2004. Kontribusi rizobakteri Azotobacter dalam Meningkatkan Kesehatan Tanah Melalui Fiksasi N2 dan Produksi Fitohormon di Rizosfer. J. Natur Indon 6: 127-133. Kader MA, MH Mian and MS Hoque. 2002. Effect of Azotobacter Inoculant on Yield and Nitrogen Uptake by Wheat. OnLine J.Bio. Sci. 2: 259-251.
JIPP
Lestari P, DN Susilowati dan EI Riyanti. 2007. Pengaruh Hormon Asam Indol Asetat yang Dihasilkan Azospirillum sp. Terhadap Perkembangan akar padi. J. AgroBiogen. 3: 66-72. Mrkovacki N and V Milic. 2001. Use of Azotobacter chroococcum as Potentially Useful in Agricultural Application. Ann. Microbiol. 51: 145-158. Sanchez PA. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Penerbit ITB. Bandung. Sattar MA, MF Rahman, DK Das, and TMA Choudhury. 2008. Propects of Using Azotobacter, Azospirillum and Cyanobacteria as Supplements of Urea Nitrogen for Rice Production in Bangladesh. http://www.aciar.gov.au/system/files /node/9817/pr130+part+3.pdf. Diakses tanggal 24 Desember 2008. Simarmata T. 1994. Prospek Pemanfaatan Bioteknologi Tanah (Azotobacter sp. dengan Pupuk Kandang) dalam Meningkatkan Produktivitas Lahan Marginal Ultisol dengan Indikator Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum). Jurnal Agrikultura. 5(1): 60-74. Simarmata T. 2007. Teknologi Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO) untuk Melipatgandakan Produksi Padi dan Mempercepat Kemandirian dan Ketahanan Pangan. Pros. Seminar Apresiasi Hasil Penelitian Padi Menunjang P2BN. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Balitbangtan. Sukamandi. Simarmata T. 2008. Teknologi Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO) Untuk Melipatgandakan Produksi Padi, Mempercepat Kemandirian Dan Ketahanan Pangan Di Indonesia. Makalah pada Pengukuhan Guru Besar Pada Tanggal 2 Mei 2008.
Vol. 4, 2015
Respon Pemberian Kepadatan Populasi
Suprihatno B, AA Daradjat, Satoto, Baehaki, Suprihanto, A. Setyono, SD Indrasari, IP Wardana dan H Sembiring. 2010. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Subang Taller BJ and TY Wong. 1989. Cytokinins in Azotobacter vinelandii Culture Medium. Appl. Environ. Microbiol. 55 : 266-267.
9
Wedhastri, W. 2002. Isolasi dan Seleksi Azotobacter spp. penghasil faktor Tumbuh dan Penambat Nitrogen dari Tanah Masam. J. Ilmu Tanah dan Lingkungan. 3: 45-51