J. Agrivigor 11(2): 202-213, Mei – Agustus, 2012; ISSN 1412-2286
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI HIBRIDA PADA PEMBERIAN PUPUK HAYATI DAN JUMLAH BIBIT PER LUBANG TANAM Growth dan yield of hybrid rice on biofertilizer aplication and seeds number per hill Syatrianty A. Syaiful 1, Nadira S. Sennang 1, Maryam Yasin 2 E-mail :
[email protected] 1. 2.
Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Hasanuddin Jl. P. Kemerdekaan Km 10, Makassar, Fax (o411) 586014 Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Andi Djemma
ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan pupuk hayati dan pengaruh jumlah bibit per lubang tanam terhadap pertumbuhan dan produksi padi hibrida. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan September 2011, bertempat di Desa Benteng Kecamatan Pitumpanua, Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan. Percobaan menggunakan Rancangan Faktorial dua faktor yang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK). Faktor pertama adalah pemupukan yang terdiri dari enam jenis yaitu, 75 kg ha-1 nitrogen , 75 kg ha-1 nitrogen + Pupuk hayati 2 L ha-1, 75 kg ha-1 nitrogen + Pupuk hayati 4 L ha-1, 75 kg ha1 nitrogen + Pupuk hayati 6 L ha-1, Pupuk hayati 2 L ha-1, Pupuk hayati 4 L ha-1 dan Pupuk hayati 6 L ha-1. Faktor kedua adalah jumlah bibit per lubang yang terdiri atas 3 level yaitu 1 bibit per lubang tanam, 2 bibit per lubang tanan dan 3 bibit per lubang tanam. Penggunaan pupuk hayati dosis 6 L ha-1 merupakan dosis yang efektif untuk meningkatan produksi padi. Aplikkasi pupuk hayati 6 L ha-1 dan penanaman 1 bibit per lubang memberikan jumlah anakan umur 50 HST (24,74), anakan produktif (91,46%), bobot 1000 biji (33,57 g) dan gabah kering panen (9,33 t ha-1 ).
Kata kunci : Pupuk hayati, jumlah bibit dan padi hibrida
ABSTRACT The research aims to determine the effectiveness of biofertilizer application and the effect of seeds number per hole on growth and production of hybrid rice. The research was conducted from May to September 2011, in Benteng Village, Wajo Regency South Sulawesi. It was arranged as factorial experiment in randomized complete block design. The first factor was fertilizer that consisted of 6 levels i.e. 75 kg ha-1 nitrogen ,75 kg ha-1 nitrogen + bio fertizer 2 L ha-1, 75 kg ha-1nitrogen + bio fertizer 4 L ha-1, 75 kg ha-1 nitrogen + bio fertizer 6 L ha-1, bio fertizer 2 L ha-1, bio fertizer 4 L ha-1, bio fertizer 6 L ha-1. The second factor was seed number per hill consisted of 3 levels; 1 seed in a hole, 2 seeds in a hole and 3 seeds in a hole. The results indicated that application of 6 L ha-1 biofertilizer recorded higher rates growth and production. Application of 6 L ha-1 biofertilizer and 1 seed per hole recorded higher tillers (24,74), productive tilliers persentage (91,46),Weight of 1000 grains (33,57g) and grain yield (9,33 t ha-1).
Key words: Biofertilizer, seeds number and hibryd rice
PENDAHULUAN Produksi padi selama tiga tahun terakhir menunjukkan grafik yang meningkat. Pada tahun 2008 produksi padi Indonesia berkisar 38.074 juta ton, dan
tahun 2009 meningkat menjadi 40.895 juta ton, sedang pada tahun 2010 meningkat 45.322 juta ton (BPS, 2010b). Menurut data Badan Pusat Statistik produksi padi Sulawesi Selatan tahun 2008 202
Produksi padi hibrida pada pemberian pupuk hayati dan jumlah bibit per lubang sebesar 4.083.356 ton dengan luas panen 836.298 ha dengan rata-rata produksi 4 ton ha-1. Pada tahun 2009 produksi padi meningkat sebesar 4.324.178 ton dengan luas panen 836.017 ha. Namun demikian peningkatan produksi padi tersebut tidak dapat mengimbangi peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah dengan cepat, karena dengan perhitungan pertambahan jumlah penduduk dari 188,91 juta orang pada 2008 meningkat menjadi 204,24 juta orang pada tahun 2009 dengan rata-rata 1,57% per tahun. Padi hidrida mempunyai sifat genetik seperti batang kokoh, malai panjang dan lebat, umur pendek 110 - 145 hari, mempunyai jumlah anakan yang banyak, daun lebar berwarna hijau tua, produksi tinggi 6-12 ton ha-1 (Berkelar, 2001). Untuk mendapatkan produksi maksimal, padi varietas hibrida harus ditanam pada lahan yang subur, unsur hara harus tersedia, pengairan yang cukup, pengendalian hama terpadu, dan pengelolaan tanaman harus dilakukan secara baik. Pemupukan merupakan salah satu dari paket program intensifikasi, yang sudah lama dipraktekkan di tingkat petani, namun pemupukan tak selamanya berhasil meningkatkan produktivitas. Kebanyakan lahan sawah di Sulawesi Selatan telah menunjukkan gejalah tanah masam. Selama periode 1991 sampai sekarang laju pertambahan kebutuhan pupuk meningkat. Padahal telah terjadi kelangkaan dan kenaikan harga pupuk di pasaran. Hal ini terjadi karena tingkat kebutuhan yang tidak seimbang dengan kemampuan suplai (Naim, 2005).
203
Rata-rata dosis pupuk nitrogen yang digunakan dalam bercocok tanam padi berkisar antara 100 - 350 kg Nitrogen (urea) ha-1, bergantung dari varietas, kondisi tanah dan iklim setempat. Rekomendasi dosis pupuk urea untuk padi adalah 100 - 200 kg ha-1, namun saat ini mencapai 200 - 400 kg ha-1 Nitrogen (urea), bahkan dilaporkan di Jawa, dan Sulawesi Selatan tingkat penggunaan pupuk anorganik urea telah melampaui dosis rekomendasi sebesar 189 % (Rahayu, 2010). Hal ini dapat meningkatkan jumlah pembiayaan yang sangat mahal dan tidak ekonomis. Serta penggunaan pupuk an organik buatan yang terus-menerus tanpa disertai penggunaan organik telah berdampak terhadap kualitas lahan termasuk penurunan fisik, kimia dan biologi tanah. Badan Litbang Pertanian (2008) melaporkan bahwa, lahan sawah di Sulawesi Selatan terutama di sentra produksi padi di sektor Timur dan Barat mempunyai C-organik yang sangat rendah (<2%). Alternatif yang mungkin dilakukan adalah dengan penggunaan bahan organik termasuk pupuk hayati. Dengan semakin meningkatnya permintaan akan produk pertanian maka peningkatan produktivitas menjadi keharusan. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan berbagai macam pupuk , insektisida dan pestisida yang berdampak negatif terhadap lingkungan dan kesuburan tanah. Pupuk hayati seperti rhizobium, azotobacter dan azospirillum telah lama dimanfaatkan dan merupakan pupuk organik ramah lingkungan dan lebih ekonomis dibanding pupuk kimia. Keuntungan menggunakan pupuk hayati adalah dapat bersimbiose dengan akar tanaman, relatif
Syatrianty A. Syaiful, Nadira S. Sennang, dan Maryam Yasin
lebih ekonomis dibanding pupuk kimia dan ramah lingkungan (Vessey, 2003). Pupuk hayati merupakan kompenen yang esensial dalam pertanian organik yang berperan dalam memelihara kesuburan tanah (Mahdil and Hassan, 2010). Penggunaan pupuk biologis atau hayati merupakan upaya efisiensi penggunaan pupuk nitrogen pada pertanaman padi dengan tetap meningkatkan produksi. Berdasarkan hasil uji menunjukkan bahwa pupuk hayati mengandung semua hara esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Di-temukan bahwa mikroorganisme secara sempurna mengurai bahan organik kompleks menjadi bahan organik sederhana (Boraste and Joshi. 2009) Penelitian pada padi menunjukkan bahwa penggunaan inokulan cyanobacterial dengan atau tanpa pupuk kimia, sangat nyata meningkatkan hasil biji dan brangkasan. Penggunaan pupuk hayati cyanobacterial dapat menghemat 25 kg N ha-1 (Jha and Prasad. 2006) dan Azotobacter dapat menambat N2 2 – 15 mg (media kultur) dan dapat memperbaiki aggregat tanah (Triphathy and Ayyappan. 2007). Berdasarkan hasil penelitian azotobacter dapat memfiksasi N dari udara. Azotobacter ditemukan dapat meningkatkan ketersediaan N bagi tanaman diantaranya tanaman sereal, sayuran , kapas dan lain-lain. Juga ditemukan dapat meningkatkan persentasi perkecambahan 20 – 30 % (Chandrasekar, Ambros and Jayabalan. 2005) dan Lumbatobing (2009), menemukan bahwa penggunaan pupuk hayati yang diinokulasi Azospirillum dan Azotobakter mampu mensubtitusi 50% pupuk
anorganik pada tanaman padi. Menurut Algazali (2009) penggunaan pupuk hayati 4 L ha-1 pada tanaman padi dapat menghemat pupuk anorganik 50% dan mampu mengontrol kenaikan hasil panen 40% . Selain itu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi adalah tehnik pengelolaan secara baik, diantaranya adalah jumlah bibit yang ditanam per lubang tanam. Sistem budidaya secara konvensional umumnya memakai bibit 3 - 7 bibit per lubang tanam sehingga terjadi persaingan unsur hara serta ruang gerak untuk perkembangan akar dan anakan kurang stabil yang pada akhirnya produktivitas rendah (Uphoff, 2001) Hasrizart (2008) mengungkapkan bahwa metode penanaman padi dengan pemakaian bibit yang lebih sedikit yaitu satu bibit perlubang tanam mampu memberikan hasil panen yang jauh lebih tinggi dari pada metode tradisional menanam 3 bibit per lubang tanam. Penelitian ini juga sejalan dengan metode SRI (System Rice of Intensification) yang menerapkan teknologi penanaman satu bibit per lubang tanam dengan umur 7 hari setelah semai memberikan jumlah anakan lebih banyak bila dibandingkan dengan penanaman konvensional 7 bibit per lubang. Metode SRI yang dikembangkan oleh lembaga penelitian dan pengembangan pertanian mendapatkan hasil rata-rata 7,23 t ha-1, dimana hasil ini jauh lebih tinggi dibanding rata-rata hasil metode budidaya konvensional yang hanya rata-rata hasilnya hanya 3,92 t ha-1 (Sony, 2008). Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengkaji efektivitas penggunaan pupuk 204
Produksi padi hibrida pada pemberian pupuk hayati dan jumlah bibit per lubang hayati dan jumlah bibit per lubang tanam terhadap pertumbuhan dan produksi padi hibrida.
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Desa Benteng Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo Propinsi Sulawesi Selatan, yang berlangsung mulai Mei hingga September 2011. Bahan-bahan yang digunakan adalah benih padi hibrida varietas Hipa 6, pupuk urea, SP 36, KCl, pupuk hayati, pestisida hayati. Alat-alat yang digunakan adalah traktor tangan, garu, cangkul, sabit, timbangan, tali rapiah, ember, hand sprayer, label dan alat tulis menulis. Penelitian berbentuk percobaan faktorial dua faktor yang disusun dalam bentuk ran-cangan Acak Kelompok (RAK). Faktor pertama adalah pemu-pukan (n) yang terdiri dari tujuh jenis yaitu: n0 = 75 kg ha-1 N ,n1 = 75 kg ha-1 N + pupuk hayati 2 L ha-1 ,n2 = 75 kg ha-1 N + pupuk hayati 4 L ha-1,n3 =75 kg ha-1 N + pupuk hayati 6 L ha-1, n4 = Pupuk hayati 2 L ha-1, n5 =Pupuk hayati 4 L ha-1, n6 = Pupuk hayati 6 L ha-1. Faktor kedua adalah jumlah bibit per lubang yang terdiri dari b1 = 1 bibit per lubang tanam b2 = 2 bibit per lubang tanam b3 = 3 bibit per lubang tanam. Masing-masing kombinasi diulang sebanyak 3 kali sehingga seluruhnya terdapat 63 unit petak percobaan dengan ukuran 4 m x 6 m. Pelaksanaan Percobaan 1. Persiapan Petak Percobaan a. Pengolahan Tanah Tanah dibajak sampai kondisi remah sedalam 15 - 25 cm dengan traktor tangan dan setelah itu dibiarkan selama 205
7 - 14 hari. Penggaruan dilakukan sampai bongkahan tanah hancur hingga tanah berlumpur. b.
Pembuatan petak percobaan Setelah pengolahan tanah kedua, dil-akukan pembuatan petak - dengan ukuran 4 m x 6 m, jarak setiap petak percobaan dalam ulangan 50 cm dan 75 cm antar ulangan. Setelah pembuatan petak dilakukan penyiraman pupuk hayati sesuai dengan perlakuan. 2. Persiapan Benih dan Persemaian Agar diperoleh hasil maksimal dari benih padi hibrida yang akan ditanam. Maka benih yang digunakan diseleksi terlebih dahulu sebelum disemaikan. Benih diseleksi dengan cara dibersihkan lebih dahulu dan direndam selama 24 jam dalam air yang mengandung garam. Benih yang mengapung dibuang dan benih yang tenggelam disemaikan. Sebelum disemai, benih dicuci dengan air bersih lalu ditiriskan dan diperam selama 24 jam. Benih disemaikan dengan menggunakan persemaian basah (macak-macak) dengan ukuran 2 m x 10 m dan tinggi bedengan 30 cm. 3. Penanaman Bibit ditanam pada umur 18 hari setelah semai pada i tanah macak-macak. Sistem tanam yang digunakan adalah sesuai perlakuan yaitu 1 bibit per lubang, 2 bibit per lubang dan 3 bibit per lubang. Bibit ditanam dangkal pada kedalaman 2 - 3 cm dengan bentuk perakaran horizontal (seperti huruf L), dan menggunakan sistem tanam Legowo 4 : 1 dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm x 12.5 cm.
Syatrianty A. Syaiful, Nadira S. Sennang, dan Maryam Yasin
4. Pemupukan Pemupukan Urea diberikan sesuai dengan perlakuan bersama pupuk dasar yaitu: SP36 100 kg ha-1 dan KCl 100 kg ha-1. Pemupukan dilakukan pada umur 7 HST. Larutan pupuk hayati dibuat dengan cara melarutkan pupuk hayati 2 L ha-1, 4 L ha-1 dan 6 L ha-1 dalam 1 liter air. Setelah itu, larutan pupuk hayati tersebut disimpan selama 3 jam, dan diaplikasikan pada setiap petakan dengan cara disiram. 5. Pengairan dan penyiangan Proses pengairan pada petakan sawah dilakukan berdasarkan pada tahap-tahap pertumbuhan tanaman padi yaitu: a. Awal pertumbuhan tanaman padi: Pada saat tanaman berumur 1 - 8 HST, air diberikan dalam kondisi macak-macak. b. Pembentukan anakan: Pada saat umur padi 9 - 59 HST air mulai diberikan dengan ketinggian genangan 2 cm dan melakukan penyiangan. c. Pertumbuhan generatif: Pada saat umur padi 60 HST sawah diairi setinggi 5 cm dan kondisi ini dipertahankan sampai padi masak susu (90 HST) dan 10 hari sebelum panen sawah tidak diairi. 6. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Hama dan penyakit dikendalikan dengan menggunakan konsep pengendalian hama secara terpadu, yaitu dengan cara menanam secara serempak dan pengendalian secara mekanik dengan menggunakan perangkap tikus dan peng-usir burung. Pengendalian
organisme pengganggu tanaman dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati 2 mL. Sedangkan pengendalian gulma dilakukan pada saat fase penggenangan dengan menggunakan garu yang berfungsi sebagai pencabut gulma. 7. Panen Pemanenan dilakukan dengan menggunakan sabit setelah tanaman padi mencapai masak fisiologis dengan cici-ciri: bulir padi dan daun bendera sudah menguning, tangkai menunduk karena beratnya butir-butir padi, serta butir padi bila ditekan terasa keras dan berisi. Pengamatan 1. Jumlah anakan per rumpun (batang), dihitung jumlah anakan yang terbentuk pada umur 50 HST. 2. Jumlah anakan produktif (batang), di-hitung berdasarkan anakan padi yang memiliki malai 3. Umur berbunga (hari), dihitung pada saat tanaman berbunga 50%. 4. Bobot 1000 butir (g), diperoleh dari penimbangan 1000 butir gabah setelah dikeringkan satu hari. 5. Produksi padi ha-1, gabah kering panen (KA 14%), dikumpulkan dari setiap petak percobaan. Sebelum gabah ditimbang terlebih dahulu dipisahkan kotoran dan gabah hampa. Berat gabah dalam satuan kg petak-1 akan dikon-versi dalam ton ha-1. 6. Uji mikroogranisme untuk bakteri Azospirillum dan Azotobacter yang dilakukan pada akhir percobaan.
206
Produksi padi hibrida pada pemberian pupuk hayati dan jumlah bibit per lubang
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Jumlah Anakan Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan dan jumlah bibit per lubang berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah anakan pada umur 50 HST. Hasil pada Tabel 1 menunjukkan Kombinasi pemupukan dosis 75 kg ha-1 nitrogen + pupuk hayati 6 L ha-1 dan penanaman 1 bibit per lubang (n3b1) menunjukkan jumlah anakan tertinggi yaitu: 26,83 anakan dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk hayati 6 L ha-1 dan penanaman 1 bibit per lubang (n6b1).
Jumlah Anakan Produktif Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan dan jumlah bibit per lubang berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah anakan produktif Kombinasi penggunaan pupuk hayati 6 L ha-1 dan penanaman 1 bibit per lubang (n6b1) menunjukkan persentase jumlah anakan produktif tertinggi yaitu: 91,46 %. Umur Berbunga Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan berpengaruh sangat nyata terhadap umur berbunga.
Tabel 1. Rata – rata Jumlah Anakan Pada Umur 50 hari setelah tanam 1 bibit 2 bibit Perlakuan (b1) (b2) n0 (75 kg ha-1 nitrogen) 23,25 ax 22,83 ax n1 (75 kg ha-1 nitrogen + pupuk hayati 2 L ha-1) 24,96 axy 25,13 axy n2 (75 kg ha-1 nitrogen + pupuk hayati 4 L ha-1) 26,00 axy 26,33 ay n3 (75 kg ha-1 nitrogen + pupuk hayati 6 L ha-1) 26,83 ay 25,63 ay 23,76 ax 23,07 axy n4 (Pupuk hayati 2 L ha-1) n5 (Pupuk hayati 4 L ha-1) 23,90 ax 24,00 ax n6 (Pupuk hayati 6 L ha-1) 24,74 axy 22,65 ax
3 bibit (b3) 22,58 ax 24,65 axy 25,67 ay 26,25 ay 23,17 ax 23,54 ax 22,62 ax
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom (a, b, c) dan baris (x, y, x) berarti sangat berbeda nyata pada taraf uji BNJα=0,05
Tabel 2. Rata-rata Persentase Jumlah Anakan Poduktif (%) 1 bibit 2 bibit Perlakuan (b1) (b2) -1 a n0 (75 kg ha nitrogen) 83,82 x 85,85 axy n1 (75 kg ha-1 nitrogen + pupuk hayati 2 L ha-1) 75,94 ax 91,67 ay n2 (75 kg ha-1 nitrogen + pupuk hayati 4 L ha-1) 84,61 axy 84,73 axy -1 -1 a 88,89 y 90,71 ay n3 (75 kg ha nitrogen + pupuk hayati 6 L ha ) n4 (Pupuk hayati 2 L ha-1) 82,28 ax 82,92 ax 84,60 axy 83,34 ax n5 (Pupuk hayati 4 Lha-1) 91,46 ay 89,49 ay n6 (Pupuk hayati 6 L ha-1)
3 bibit (b3) 82,59 ax 89,03 ay 86,91 axy 89,21 ay 79,19 ax 82,49 ax 89,59 ay
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom (a, b, c) dan baris (x, y, z) berarti sangat berbeda nyata pada taraf uji BNJα=0,05
207
Syatrianty A. Syaiful, Nadira S. Sennang, dan Maryam Yasin
Tabel 3. Rata – rata Umur Berbunga (hari) Perlakuan n0 (75 kg ha-1 nitrogen) n1 (75 kg ha-1 nitrogen + pupuk hayati 2 Lha-1) n2 (75 kg ha-1 nitrogen + pupuk hayati 4 Lha-1) n3 (75 kg ha-1 nitrogen + pupuk hayati 6 L ha-1) n4 (Pupuk hayati 2 L ha-1) n5 (Pupuk hayati 4 L ha-1) n6 (Pupuk hayati 6 L ha-1)
b2 (2 bibit) 61,54 60,68 59,18 60.15 60,99 61,15 60,68
b1 (1 bibit) 62,40 60,38 58,38 59.58 60,89 59,79 59,54
b3 (3 bibit) 61,71 60,19 59,13 60,75 61,08 61.04 60,11
Rataan 61,95 bc 60,41 b 58.89 a 60,16 ab 60,98 b 60,66 b 60,11 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom (a, b, c) dan baris (x, y, z) berarti sangat berbeda nyata pada taraf uji BNJα=0,05
Tabel 4 . Rata – rata Bobot 1000 biji (g) Perlakuan n0 (75 kg ha-1 nitrogen) n1 (75 kg ha-1 nitrogen + pupuk hayati 2 L ha-1) n2 (75 kg ha-1 nitrogen + pupuk hayati 4 L ha-1) n3 (75 kg ha-1 nitrogen + pupuk hayati 6 L ha-1) n4 (Pupuk hayati 2 L ha-1) n5 (Pupuk hayati 4 L ha-1) n6 (Pupuk hayati 6 L ha-1)
b1 (1 bibit) 24,14 at 26,99 ar 29,32 ayz 34,81 axp 27,11 azr 29,90 ayq 33,57 axp
b2 (2 bibit) 23,17 bs 26,21 arq 29,40 aq 33,54 abp 25,99 ar 27,87 aq 32,32 ap
b3 (3 bibit) 21,46 bs 25,72 arq 27,29 aq 31,94 bp 25,00 ar 28,46 aq 31,96 ap
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom (a, b, c) dan baris (x, y, z) berarti sangat berbeda nyata pada taraf uji BNJα=0,05
Tabel 5. Rata – rata Produksi Gabah Kering Panen (ton ha-1). b1 b2 Perlakuan (1 bibit) (2 bibit) n0 (75 kg ha-1 nitrogen) 5,67 5,00 n1 (75 kg ha-1 nitrogen + pupuk hayati 2 L ha-1) 7,33 7,33 8,33 n2 (75 kg ha-1 nitrogen + pupuk hayati 4 L ha-1) 8,67 9,33 n3 (75 kg ha-1 nitrogen + pupuk hayati 6 L ha-1) 9,63 n4 (Pupuk hayati 2 L ha-1) 7,00 6,33 9,00 8,33 n5 (Pupuk hayati 4 L ha-1) -1 9,33 9,33 n6 (Pupuk hayati 6 L ha ) Rataan
8,05a
7,76b
b3 (3 bibit) 5,33 6,67 7,67 8,67 5,67 7,33 8,33
Rataan 5,33a 7,11c 8,22d 9,11e 6.33e 8,22d 9,11e
7,10c
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom (a, b, c) dan baris (x, y,z) berarti sangat berbeda nyata pada taraf uji BNJα=0,05
208
Produksi padi hibrida pada pemberian pupuk hayati dan jumlah bibit per lubang .Tabel
6. Hasil Uji Bakteri Azotobacter dan Azospirillum Azotobacter
n0b1
0
0
n0b2
0
0
n0b3
0
0
n1b1
7,2.106
7,3.106
n1b2
7,2.106
7,3.106
n1b3
7,2.106
7,3.106
n2b1
8,9.106
2,0.107
n2b2
8,9.106
2,0.107
n2b3
8,9.106
2,0.107
n3b1
4,3.107
3,4.107
n3b2
4,3.107
3,4.107
n3b3
4,3.107
3,4.107
n4b1
3,5.107
2,5.107
n4b2
3,5.107
2,5.107
n4b3
3,2.107
2,5.107
n5b1
4,5.107
3,9.107
n5b2
4,5.107
3,9.107
n5b3
4,5.107
3,9.107
n6b1
7,4 .107
7,4 .107
n6b2
7,4.107
7,4.107
n6b3
7,3.107
7,3.107
Hasil pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kombinasi pemupukan dosis 75 kg ha-1 nitrogen + pupuk hayati 4 L ha-1 (n2) berbunga lebih awal (58.89 hst) dan berbeda tidak nyata dengan pemupukan pupuk hayati 6 L ha-1 (n6). 1. Bobot 1000 biji Sidik ragam menunjukkan bahwa per-lakuan kombinasi pemupukan 75 kg ha-1 nitrogen + pupuk hayati 6 L ha-1 dan pe-nanaman 1 bibit perlubang (n3b1) berpengaruh sangat nyata bobot 1000 biji dan berbeda tidak nyata dengan pemupukan pupuk hayati 6 L ha-1 (n6). 209
Azospirillum
Perlakuan
2. Produksi Gabah Kering Panen per hektar Sidik ragam menunjukkan bahwa pemupukan dan jumlah bibit per lubang berpengaruh sangat nyata terhadap produksi tapi tidak terdapat interaksinya. Hasil Tabel 5 menunjukkan bahwa per(n6) lakuan pupuk hayati 6 L ha-1 dengan hasil tertinggi yaitu 9,11 ton ha-1 dan pe-nanaman 1 bibit per lubang tanam (b1) menghasilkan produksi tertinggi sebesar 8,05 ton ha-1.
Syatrianty A. Syaiful, Nadira S. Sennang, dan Maryam Yasin
3.
Uji mikroorganisme bakteri Azotobacter dan Azospirillum Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa pada pemupukan pupuk hayati dosis 6 L ha-1 (n6) terdapat koloni bakteri Azotobacter yang terbanyak (7,4.107) dibandingkan dengan pemupukan pupuk hayati dosis 4 L ha-1. Sedangkan pemupukan dosis 75 kg ha-1 nitrogen + pupuk hayati 4 L ha-1 (n1) menunjukkan koloni bakteri Azotobacter yang terkecil (7,2 .106). Pada Tabel 6 juga menunjukkan bahwa perlakuan yang mempunyai koloni bakteri Azospirillum yang terbanyak adalah perlakuan dosis pupuk hayati 6 L ha-1 (n6) yaitu 7,4 x 107 . Sebaliknya perlakuan yang mempunyai koloni te-rendah adalah perlakuan pemupukan dosis 75 kg ha-1 nitrogen + pupuk hayati 2 L ha-1 ( n1) yaitu, 7,3 . 106. Pembahasan Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Aplikasi pupuk hayati dengan kom-binasi pupuk Nberpengaruh sangat nyata terhadap jumlah anakan umur 50 HST, jumlah anakan produktif, umur berbunga, bobot 1000 biji dan produksi gabah kering panen. Namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk hayati 6 Lha-1 . Hal ini disebabkan karena pupuk hayati yang digunakan mengandung Azotobacter dan Azospirillum, yang me-rupakan bakteri non-simbiosis yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hasil serupa ditemukan pada pengujian yang dilakukan pada benih gandum yang diinokulasi dengan 2 jenis pupuk hayati yaitu Phosporine (P bakteri Bacillus megatherium) dan
Nitrobien (N – bakteri Azotobacter chrooccoccum+ Azospirillum liposerum) masing-masing dikombinasi dengan pemberian pupuk Amonium Nitrat dan urea pellet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi biji dan brangkasan meningkat pada pemberian kombinasi pupuk N dengan pupuk hayati. Hasil tertinggi diperoleh pada kombinasi Urea dan pupuk hayati (El-Sirafy,. Woodard and El-Norjar, 2006 ). Sejalan dengan Penelitian yang dilakukan pada Echinochloa frumentacea yang melihat pengaruh kombinasi pupuk hayati (Azotobacter dan Azospirillum) dengan Urea. Hasil pene-litian tersebut menunjukkan bahwa per-tumbuhan, hasil dan kompenen biokimiawi meningkat pada semua taraf kombinasi pupuk hayati dengan urea dibandingkan pada perlakuan tunggal yang hanya menggunakan pupuk hayati atau hanya Urea (Chandrasekar, Ambros and Jayabalan, 2005) Penelitian yang dilakukan oleh Sangeetha, and Thevanathan (2010) menemukan bahwa Penggunaan pupuk hayati pada tanaman padi meningkatkan terbentuknya akar lateral bibit 264 – 390 % dibanding kontrol. Jumlah daun dan luas daun juga lebih tinggi. Perlakuan pupuk hayati dosis 6 -1 L ha lebih efektif karena pupuk hayati berperan dalam membangkitkan kehidupan tanah secara alami melalui proses mikro-biologi, mekanisme kerja yang dilakukan oleh pupuk hayati lebih dititik beratkan pada peningkatan aktivitas biologi dalam tanah untuk menuju keseimbangan lahan dan kesuburan tanah. Sehingga dapat memperbaiki 210
Produksi padi hibrida pada pemberian pupuk hayati dan jumlah bibit per lubang sifat fisik, kimia tanah dan meningkatkan unsur hara yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu penggunaan pupuk hayati berharga murah serta ramah lingkungan. Sehingga cocok untuk pemakaian alternatif bagi petani untuk memanfaatkan pemasok nitrogen dan fosfor. Pengamatan jumlah bibit perlubang tanam berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah anakan umur 50 HST, persentase anakan produktif, bobot 1000 biji dan produksi gabah kering. Hal ini disebabkan karena pada penanaman 1 bibit per lubang tanam tidak mengalami persaingan dalam mengambil unsur hara dan penyerapan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, sehingga proses partumbuhan dan perkem-bangan tanaman menjadi lebih baik, se-hingga produktivitas tanaman padi akan meningkat. Penanaman 1 bibit per lubang tanam menunjukkan karakteristik fisiologi perkembangan akar lebih baik sehingga kandungan gula terlarut, nitrogen dan prolin pada daun mening-kat sehingga tanaman tersebut lebih tahan terhadap kekeringan dan anakan yang terbentuk lebih banyak (Shao-Hua, Wexcing, Dong, 2002). Sejalan dengan Berkelaar (2001) yang menyatakan bahwa metode SRI (The System Of Rice Intensification), dengan penanaman satu tanaman per lubang tanaman akan mening-katkan proses fiksasi nitrogen, bakteri dan mikroba yang bebas hidup di sekitar akar padi dapat bersimbiosis dan menguraikan nitrogen sehingga tersedia bagi tanaman. Penanaman 1 bibit per lubang tanam, sebelum keluar anakan pertama 211
tumbuh pada batang primer, tanaman tersebut mempunyai waktu untuk kembali menstabilkan diri di lapangan akhirnya anakan yang terbentuk akan maksimal. Anakan pertama tumbuh pada kondisi yang terbaik, sehingga terbentuk anakan yang banyak dan rumpun yang besar (Vallois, Upphoff and Collick., 2000). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa interaksi antara pemupukan dan jumlah bibit per lubang tanam berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah anakan umur 50 HST, pesentase anakan produktif dan bobot 1000 biji, Hal tersebut diduga bahwa interaksi antara pemberian pupuk hayati penambat nitrogen telah dapat memenuhi kebutuhan unsur nitrogen tananam yang ditanam dengan 1 bibit per lubang.
KESIMPULAN Pupuk hayati dosis 6 L ha-1 merupakan dosis yang efektif untuk peningkatan produksi padi. Aplikkasi pupuk hayati 6 L ha-1 dan penanaman 1 bibit per lubang menghasilkan jumlah anakan umur 50 HST (24,74), persentase anakan produktif (91,46%), bobot 1000 biji (33,57 g) dan gabah kering panen (9,33 ton ha-1 ).
DAFTAR PUSTAKA Algazali, 2010. Menyiasati karakter jagung sebagai indikator nitrogen. http://bangkittani.com/topikutama/menyiasati-karakter-jagung sebagai-indikator-nitrogen/ (diakses Januari 2011) Badan Pusat Statistik, 2010. Produktivitas dan produksi padi. http://www.bps.go.id/index.hp?
Syatrianty A. Syaiful, Nadira S. Sennang, dan Maryam Yasin
news=755(diakses tgl 10 Oktober 2011) Berkelaar, D 2001. Sistem Intensifikasi Padi (The Sistem of Rice Intensification-SRI): Sedikit Dapat Memberi Lebih Banyak. Hal 7 Terjemahan Echo, Inc. 17391 Durrance Rd. North Ft. Myyers FL 33917. USA Boraste A., and B. Joshi. 2009. Biofertilizers: A novel tool for agriculture. International Microb. Res. 1(2): 23 – 32. Chandrasekar, B.R., G . Ambros and N. Jayabalan. 2005. Influence of biofertilizers and nitrogen source level on the growth and yield of Echinochloa frumentacea. Departemen of Plant Science, Bharattidasan University. Agri. Tech. 1(2): 223 – 234. El-Sirafy, Z.M., H.J. Woodard and E. M. El-Norjar. 2006. Contibution of biofertilizers and fertilizer nitrogen to nutrient uptake and yield of egyptian winter wheat. Plant Nut. 29 (4): 587 – 599. Hashem, A. 2001. Problem and prospects of cyanobacterial biofertilizer for rice cultivation. Australian. Plant Phys. 28 (9): 881 – 888 Hasrizart, I., 2008. Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Padi Sawah.http://repository.usu.ac. id/handle/123456789/386 (diakses Januari 2011) Jha, M.N and A.N. Prasad. 2006. Efficacy of inexpensive Cyanobacterial biofer-tilizer including its selflive. Chemistry and Material Science.
World. Micro-biology and Biotech. 22 (1) : 73 – 79. Lumbatobing, 2009. Uji efektifitas mikroba azotobacter dan Azospirillum. http://response-toriiph. acbilstream/handle/…1814-pdf (akses 2011) Mahdil, S., and G. I. Hassan. 2010. Biofertilizers in organic agriculture. Phytology 2 (10) : 42 – 45. Nair, S.K. 2001. Effect of biofertilizer application on groth of nutmeg seedlings. Tropical Agri. 39 : 65 – 70 Pilar, I., S. Gonnet, E. Deambrost and J. Monza. 2007. Cyanobacterial inoculation and nitrogen fertilization in rice. Chemistry and Material Science. World Microb. and Biotech. 23 (2) : 237 – 242. Saadatnia, H. 2009. Cyanobacteria from paddy field in Iran as a biofertilizer in rice plant. Faculty of Bioscience, Shahid Beheshti University. Iran. Plant Soil Environ. 55 (5) : 207 – 212 Sangeetha, V., and R. Thevanathan. 2010. Biofertilizer potensial of traditional and Panchagavya amended with seaweed extract. American Sci. 6 (2) : 39 – 45 Sony, 2008. Depertemen Pertanian Jawa Timur.http://Diperta.prop.jatim. go.id (diakses September 2011) Shao-hua, W, C., Wexcing, J., Dong, D. Tingho, and Z, Yan, 2002. Physiological Characteristic and highyiel Techniques With SRI Rice. Naanjing Agricultural University. China
212
Produksi padi hibrida pada pemberian pupuk hayati dan jumlah bibit per lubang Triphathy, P.R., and S. Ayyappan. 2007. Evaluation of Azotobacter and Azospirillum as biofertilizer in agriculture. World Microb. and Biotech. 21(8): 39 – 43. Uphoff N. 2001. Oppurtunities for raising yields by changing management practices: The system of rice intensification in Madagascar: Agroecological Innovation: Increasing roof prodction With Participatory Development. Vallois, P., N. Upphoff and A. Collick, 2000. Malagasy System of Rice Intensification (SRI). Early Rice Planting System. Miscellaneou. V.1.3-I.P.N.R.
213
Vancura, V. 1988. Microorganism, their mutual relation and function in the rhizosphere. Soil Microbial. Praha: Elsevier. Vessey, J.K. 2003. Plant growth promoting rhizobacteria as bio fertilizers. J. Plant Soil 255 : 571 – 586 Zhu Defeng C, Z. Shibua, Yuping, and L. Xiaqing, 2002. Tillering Pattrens and The Contribution of Tillers to Grain Yield With Hybrid Rice and Wide Spacing, China National Rice Research Institute, Hangzhou