KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN SEKTOR PARIWISATA DI KOTA BENGKULU ( Studi Kasus Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi )
BARIKA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kajian Dampak Pengembangan Sektor Pariwisata di Kota Bengkulu (Studi Kasus Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi) adalah merupakan karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor,
Januari 2009
Barika NIM : H051060031
ABSTRACT BARIKA. A Study Effect On Developing Tourism Sector In Bengkulu City (Case Study of Developing Tourism Region of Pantai Panjang and Tapak Paderi). Under direction of BAMBANG JUANDA, SAID RUSLI
Tourism is one of the development sectors having double benefits or multiplier effects. For the government revenue it takes place through increasing of PAD and for society welfare through the extension of job opportunities and income improvements. In Bengkulu province tourism has become one of priority programs, because Bengkulu has natural and cultural tourism objects. At present, the priority of tourism development is allocated at Pantai Panjang and Tapak Paderi which are located in the Bengkulu city. This research aims to investigate how local society participation and perception on tourism development programs in Bengkulu. The findings of the research indicate that most societies members are only involved in the utilization of result while process of planning, evaluation and execution are conducted by government. For economic aspect the tourism development in Bengkulu can improve family earnings, improve of PAD, the extension of job opportunity and the change of life patterns. Multiple regression analysis shows that education level, amount of family members and expenditure are variables that are statistically significant effect on family income. Therefore activities of tourism at Pantai Panjang and Tapak Paderi have significant effect on local society income. There is a difference between per capita income of people involving tourism activity and people not involving tourism activity. According to AHP analysis, alternative programs for tourism development in Bengkulu are the development of Pantai Panjang and Tapak Paderi, the development of Pantai Panjang, and the development of Tapak Paderi. Keywords: Tourism, Participation, perception, local society income and welfare
RINGKASAN BARIKA. Kajian Dampak Pengembangan Sektor Pariwisata di Kota Bengkulu (Studi Kasus Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi). Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA dan SAID RUSLI Penerapan otonomi daerah memberikan konsekwensi logis bagi daerah untuk mampu mengurus rumahtangga sendiri, dan memiliki tanggung jawab yang intens terhadap kemakmuran rakyatnya melalui kegiatan pembangunan. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang mempunyai manfaat ganda atau multiplier effect secara ekonomi bagi pemerintah daerah melalui peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan ekonomi masyarakat melalui perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan. Upaya pemerintah kota Bengkulu yang baru untuk mengangkat perekonomian rakyat melalui sektor pariwisata dan menjadikan Bengkulu menjadi kawasan wisata internasional merupakan upaya yang bagus, namun berhasil atau tidaknya upaya mewujudkan Bengkulu menjadi kawasan wisata internasional tergantung pada keseriusan pemerintah daerah bekerja sama dengan instansi lainnya dan dibantu oleh masyarakat dalam mengembangkan bisnis pariwisata di kota Bengkulu, juga diperlukan partisipasi dari berbagai unsur untuk dapat mencapainya termasuk partsisipasi aktiv dari masyarakat sekitar lokasi wisata. Untuk dapat melaksanakan pembangunan pariwisata berbasis partisipasi masyarakat perlu adanya kajian tentang pandangan atau persepsi masyarakat mengenai pembangunan objek wisata tersebut, karena masyarakat selaku produsen dan juga konsumen merupakan fokus dari kegiatan pembangunan, dan mengingat potensi yang dimiliki kawasan ini mengandung nilai jual sehingga dari sisi ekonomi dapat dilihat kontribusinya terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar. Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengkaji bagaimana persepsi dan partisipasi masyarakat lokal terhadap pengembangan wisata Pantai Panjang dan pantai Tapak Paderi kota Bengkulu secara ekonomi dan sosial. (2) Menelaah Sejauh mana pengaruh pengembangan pariwisata terhadap kesejahteraan masyarakat yang memanfaatkan potensi wisata maupun yang tidak memanfaatkan. (3) Mengetahui bagaimana proses perencanaan pembangunan pariwisata di kota Bengkulu dan mengetahui alternatif kawasan mana yang menjadi prioritas untuk dikembangkan dimasa yang akan datang Penelitian ini menggunakan data yang terdiri dari data primer dan data sekunder, di mana pengumpulan data primer dilakukan dengan cara observasi dan wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data sekunder di dapatkan dari dinas dan instansi yang terkait dengan penelitian ini diantaranya dari BPS, Dinas Pariwisata, Bappeda Provinsi Bengkulu, Bappeda Kota Bengkulu dan Bapedalda Provinsi Bengkulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Persepsi masyarakat lokal terhadap pengembangan wisata Pantai Panjang dan pantai Tapak Paderi kota Bengkulu secara ekonomi, sosial, dan lingkungan memperlihatkan bahwa masyarakat setuju dengan adanya pengembangan kawasan wisata pantai di kota Bengkulu khususnya kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi. Secara ekonomi umumnya masyarakat menilai bahwa kegiatan pengembangan sektor pariwisata bermanfaat
dalam meningkatkan pendapatan keluarga yang terlibat memanfaatkan potensi pariwisata, membuka peluang usaha di sektor informal, peningkatan PAD, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan jasa. Keterlibatan atau partisipasi masyarakat lokal lebih pada aspek pemanfaatan hasil dimana aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dilakukan oleh pemerintah dan swasta. Masyarakat lokal umumnya menyatakan setuju jika pengelolaan kawasan wisata dilaksanakan oleh masyarakat karena masyarakat lokal selaku orang yang terdekat dengan kawasan wisata merasa lebih mengetahui tentang kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi. (2) Dampak dari kegiatan kepariwisataan terhadap kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan dianalisis dengan pendekatan perkapita perbulan dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan perkapita masyarakat yakni umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah pengeluaran perkapita serta keikutsertaan dalam memanfaatkan potensi pariwisata ( dummy ). (3) Berdasarkan analisis yang di lakukan terhadap manfaat dari pengembangan kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi, pendapat gabungan responden perumus kebijakan menunjukkan bahwa aspek ekonomi menjadi prioritas pertama untuk memperoleh manfaat dari pengembangan sektor pariwisata di ikuti dengan aspek sosial. Dampak negatif dari pengembangan kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi menurut responden yang dirasakan adalah kerugian dari segi lingkungan, selanjutnya kerugian ekonomi dan kerugian sosial. Alternatif pengembangan Sektor Pariwisata di Kota Bengkulu berdasarkan rasio Manfaat – Biaya adalah Pengembangan Kawasan Pantai Panjang dan Tapak Paderi dengan rasio 1,0162, Pengembangan Pantai Panjang saja dengan rasio 1,0049 dan Pengembangan Tapak Paderi saja dengan rasio 0,9296. Berdasarkan hasil SWOT di dapatkan strategi yang dapat di lakukan yakni melakukan pengembangan kawasan wisata berbasis partisipasi masyarakat untuk meningkatakan peran serta masyarakat, untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja yang pada akhirnya meningkatkan PAD. Selanjutnya strategi yang dapat dilakukan adalah pembinaan masyarakat yang sadar wisata, strategi diversivikasi usaha dan strategi menciptakan produk wisata yang menjadi ciri khas daerah Bengkulu yang berbeda dengan daerah lain Untuk mengatasi masalah – masalah pemanfaatan ruang yang saling tumpang tindih dan adanya kerusakan lingkungan maka pemerintah dapat melakukan strategi pengembangan kawasan wisata dengan tetap mengacu pada aturan – aturan yang berlaku seperti mengacu pada Undang-Undang Tata Tuang No 26 tahun 2007 dan mengacu pada RTRW Kota Bengkulu. Agar efek – efek negatif dari pengembangan sektor wisata dapat ditekan maka harus ada strategi penegakan hukum yang tegas terhadap setiap kegiatan-kegiatan yang mengakibatkan kerugian pada lingkungan, dan sosial masyarakat. Agar kota Bengkulu dapat dikenal oleh daerah lain maka di lakukan strategi promosi – promosi daya tarik wisata Kota Bengkulu Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan beberapa hal yaitu : Agar masyarakat sekitar lokasi wisata yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata lebih meningkatkan lagi kapasitasnya supaya pendapatan yang di peroleh bisa lebih besar. Masyarakat harus bisa membaca peluang yang ada di sektor pariwisata dengan menawarkan sesuatu yang bisa menjadi event untuk memicu jumlah wisatawan meningkat dan kembali berkunjung ke kota Bengkulu. Pemerintah agar bisa melakukan pembinaan pada masyarakatnya untuk bisa menjadi masyarakat
yang sadar wisata, masyarakat yang bisa melihat dan menjual daya tarik pariwisatanya dengan tetap mempertahankan nilai – nilai lokal dan keagamaan. Perubahan pola pikir masyarakat sangat diperlukan untuk memajukan sektor pariwisata maka diharapkan pemerintah dan stakeholder pariwisata lainnya bersama-sama mendorong peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan formal mupun informal di bidang pariwisata. Akademisi agar melakukan kajian lanjutan yang lebih mendalam untuk mengetahui dampak dan keberhasilan dari pengembangan sector pariwisata di Bengkulu. Kata kunci : Pariwisata, kesejahteraan, masyarakat lokal, kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi
© Hak cipta milik IPB, Tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang – undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB
KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN SEKTOR PARIWISATA DI KOTA BENGKULU ( Studi Kasus Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Pantai Tapak Paderi )
BARIKA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi : Dr. Ir. Luky Adrianto, M.sc
HALAMAN PENGESAHAN Judul Penelitian
: Kajian Dampak Pengembangan Sektor Pariwisata di Kota Bengkulu (Studi Kasus Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi)
Nama
: Barika
NRP
: H051060031
Program Studi
: Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan ( PWD )
Menyetujui Komisi Pembimbing,
Dr. Ir. Bambang Juanda. MS Ketua
Ir. Said Rusli, MA Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Bambang Juanda. MS
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,MS
Tanggal Ujian :06 Januari 2009
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Kajian Dampak Pengembangan Sektor Pariwisata di Kota Bengkulu (Studi Kasus Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi) ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari program studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Bambang Juanda, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Said Rusli,MA selaku Anggota Komisi Pembimbing serta Prof. Ir. Isang Gonarsyah,Ph.D yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan yang bermanfaat bagi penulisan penelitian ini. Disamping itu, terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga besar penulis dan rekan-rekan di Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan selama ini. Kepada Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Bapak Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MS dan Ketua Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Bapak Dr. Ir. Bambang Juanda,MS penulis ucapkan terima kasih atas kesediaannya menerima penulis untuk mengikuti pendidikan magister, serta penulis juga menghaturkan terima kasih kepada para Dosen PS.PWD atas bekal ilmu yang telah diberikan pada penulis yang sangat berguna bagi penulis di masa yang akan datang. Terima kasih juga disampaikan kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas atas kesempatan untuk memperoleh beasiswa dan juga kepada pihak Universitas Ratu Samban Bengkulu Utara atas dukungan yang telah diberikan selama penulis menempuh studi. Kepada Bapak, A. Ramli Musa dan Ibu, Helda, Bapak mertua, Pairan dan Ibu mertua, Zulaiha(alm) terima kasih atas doa yang senantiasa diberikan dimanapun penulis berada. Pada saudara – saudaraku Nikson, Eva, Halim - Dini, Chairil Ansorie dan terutama ”Mem” yang telah membantu penelitian di lapangan
terima kasih atas dukungannya, Keponakanku Lala, Sari dan juga pada keluarga besarku di Timur Indah Bengkulu: kel Margono, kel Zumrawi, kel Akmaludin, kel Habibi dan kel Hamka Penulis juga mengucapkan terima kasih pada K’ Pensi, Y’ Iin, Erik, Jajak, Iyang, Fattah, bapak Atim&mak yam sekeluarga terima kasih atas doanya dan juga pada semua keluarga besar di Palembang. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan pada rekan-rekan PWD 06 (Sury_ Abul, Anne_Lili’, Novi, Paulin, Weren, Laode, Nelson, Galuh, P’ Maman) dan mb’ elva yang senantiasa membantu penulis selama menempuh studi di PS.PWD. Dan tak lupa penulis ucapkan terima kasih pada Dian Novita, Daner Sagala, Epry dan rekan – rekan mahasiswa dari Bengkulu atas kebersamaan yang terjalin selama di IPB semoga terus berlanjut dikemudian hari. Terkhusus Karya ini saya persembahkan kepada Suami tercinta, Aan Zulyanto, SE yang senantiasa selalu ikhlas mendoakan, memberikan dukungan untuk keberhasilan penulis, terima kasih atas penantian dan pengorbanan yang telah di lakukan. Penulis sadar bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik, saran, dan tanggapan sangat diharapkan dari para pembaca dan penulis akan menerima dengan baik. Semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2009
Barika
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukarami Pagaralam pada tanggal 11 September 1978 sebagai anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan A.Ramli Musa dan Helda. Menikah dengan Aan Zulyanto, SE pada tahun 2006. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Dasar ( SD ) sampai Perguruan Tinggi di Provinsi Bengkulu. Tahun 1997 penulis lulus dari SMUN 1 Bengkulu dan pada tahun yang sama lulus seleksi UMPTN di Universitas Bengkulu Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Studi Pembangunan. Kesempatan untuk memperoleh gelar magister pada program studi Ilmuilmu perencanaan pembangunan wilayah dan perdesaan pada tahun 2006 dengan beasiswa pascasarjana dari Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdiknas. Penulis bekerja pada Fakultas Ekonomi Universitas Ratu Samban Bengkulu Utara sejak tahun 2001 hingga sekarang.
1
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan pusat dan daerah ( sebagai revisi UU N0.22 dan No.25 Tahun 1999 ), pemerintah dituntut untuk semakin kreatif dalam menggali potensi daerahnya untuk dapat memberikan sumber Pendapatan Asli Daerah ( PAD ), termasuk didalamnya adalah potensi pariwisata. Penerapan otonomi daerah memberikan konsekwensi logis bagi daerah untuk mampu dan mengurus rumahtangga sendiri, dan memiliki tanggung jawab yang intens terhadap kemakmuran rakyatnya melalui kegiatan pembangunan. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang mempunyai manfaat ganda atau
multiplier effects secara ekonomi bagi
pemerintah daerah melalui peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan ekonomi masyarakat melalui perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan. Pembangunan kepariwisataan mempunyai beragam manfaat dalam aspek sosial, politik dan ekonomi. Secara ekonomi investasi kegiatan pembangunan kepariwisataan akan lebih mempercepat sirkulasi ekonomi suatu negara atau daerah karena bermanfaat ganda dari adanya kunjungan wisatawan baik asing maupun domestik yang dapat menciptakan pendapatan dalam perekonomian termasuk membantu pelaksanaan pembangunan pada daerah terpencil yang memiliki daya tarik wisata. Dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pemerintah Provinsi dan Kota Bengkulu mengambil langkah mengembangkan sektor pariwisata karena Provinsi Bengkulu memiliki sejarah yang unik dan kaya akan potensi wisata dimana terdapat 80 objek wisata yang meliputi wisata alam dan budaya, diantaranya wisata bahari atau wisata pantai. Pantai Panjang atau yang biasa disebut long beach merupakan pantai yang membentang sepanjang 7 km terkenal dengan pasir putihnya yang bersih yang terletak di Kecamatan Ratu Samban. Di sepanjang pantai terdapat banyak pohon cemara dan beberapa rumah makan, side cottage dan kolam renang. Pantai panjang terletak sekitar 3 km dari pusat kota. Tapak Paderi yang berada di Kecamatan Teluk Segara juga merupakan
2
objek wisata yang banyak menarik minat wisatawan (Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu, 2002). Peranan sektor pariwisata dapat dilihat dari kontribusinya terhadap PDRB. Walaupun tidak ada angka pasti untuk sektor pariwisata dalam catatan statistik, tetapi meningkatnya kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran yang disumbangkan untuk PRDB merupakan peranan dari sektor pariwisata. Dalam struktur perekonomian Kota Bengkulu berdasarkan lapangan usaha dan atas dasar harga konstan diketahui bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan penyumbang urutan pertama diikuti sektor jasa-jasa dan keuangan, persewaan & jasa perusahaan terhadap PDRB. Pada tahun 2000 sektor ini memberikan sumbangan pada PDRB sebesar Rp.433.938 juta atau sebesar 35.14 persen dan cenderung fluktuatif. Pada tahun 2006 menjadi 613.355 juta sedikit lebih tinggi dari tahun 2005 yakni sebesar 571.434 juta. Meskipun sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan penyumbang urutan pertama akan tetapi kontribusi dari sektor hotel dan restoran sangatlah kecil yakni di bawah 2 persen. Pada tahun 2006 sumbangan hotel dan restoran sebesar 1.79 persen menurun sekitar 0.02 persen dari tahun sebelumnya, untuk lebih jelas kontribusi sektor pariwisata dapat di lihat pada tabel 1. Tabel 1 Kontribusi Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Terhadap PDRB Kota Bengkulu tahun 2000-2006 ( Juta Rupiah ) Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Total Sektor Perdagngan, Hotel dan Restoran 433,938 461,460 486,486 515,567 543,565 571,434 613,355
Sektor Hotel dan Restoran
Total PDRB
23,29 24,37 25,53 27,23 27,83 28,93 30,33
1,234,825 1,289,993 1,356,890 1,431,098 1,503,901 1,598,060 1,694,655
% Sektor Perdangan,Hotel & Restoran terhadap PDRB 35,14 35,77 35,85 36,03 36,14 35,76 36,19
% Sektor Hotel dan Restoran terhadap PDRB 1,89 1,89 1,88 1,90 1,85 1,81 1,79
(Sumber : BPS ; Kota Bengkulu dalam angka. data diolah )
Perhatian pemerintah daerah Provinsi Bengkulu terhadap pengembangan pariwisata tertuang dalam strategi pengembangan pembangunan wisata yang meliputi : (1) Kebijakan investasi (investment policy) melalui penerapan kebijakan yang
kondusif
terhadap
pembangunan
usaha
pariwisata
baru
maupun
pengembangan usaha yang telah ada. (2) Pengembangan infrastruktur dengan memperbesar aksesibilitas menuju dan dalam destinasi pariwisata melalui
3
pembangunan serta perluasan jaringan jalan, bandara, pelabuhan laut, jaringan telekomunikasi, penyediaan listrik dan air bersih. (3) Ketersediaan infrastruktur yang memadai akan meningkatkan daya saing serta daya tarik dalam penyediaan fasilitas kepariwisataan di suatu kawasan. (4) Pengembangan SDM melalui peningkatan kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat lokal guna mengembangkan kompetensi masyarakat dalam penyediaan barang dan jasa kepariwisataan serta pelayanan bagi wisatawan baik mancanegara maupun nusantara. Pelaksanaan kebijakan tersebut tercermin dari pelaksanaan program pembangunan sektor pariwisata yang dirintis sejak tahun 2006 hingga saat ini. Untuk menunjang keberhasilan program pengembangan wisata ini, maka sangat diperlukan adanya partisipasi masyarakat disekitar lokasi objek wisata dan keseriusan pemerintah daerah bekerja sama dengan instansi lainnya dalam mengembangkan bisnis pariwisata di Kota Bengkulu. Kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi merupakan salah satu kawasan yang menjadi tujuan utama wisatawan berkunjung ke Provinsi Bengkulu, hal ini akan berpengaruh pada pendapatan masyarakat sekitar lokasi wisata, karena walau bagaimanapun kegiatan wisata tidak terlepas dari interaksi masyarakat disekitarnya. Oleh karena itu seyogyanya jika ada pengembangan pariwisata akan diikuti peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar. Untuk menunjang keberhasilan pengembangan wisata ini, maka sangat diperlukan adanya partisipasi masyarakat disekitar lokasi objek wisata. Penelitian ini perlu dilakukan karena untuk melaksanakan pembangunan pariwisata berbasis partisipasi masyarakat perlu adanya pandangan atau persepsi masyarakat mengenai pembangunan objek wisata tersebut, karena masyarakat selaku produsen dan juga
konsumen merupakan
fokus dari kegiatan
pembangunan, dan mengingat potensi yang dimiliki kawasan ini mengandung nilai jual sehingga dari sisi ekonomi dapat dilihat kontribusinya terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar.
4
1.2. Perumusan Masalah Tujuan pengembangan sektor pariwisata adalah agar sektor ini dapat memberikan multiplier effect bagi masyarakatnya seperti perluasan kesempatan kerja di bidang pariwisata melalui pembangunan objek wisata dan industri pariwisata, meningkatkan PAD, meningkatkan kunjungan wisatawan asing dan wisatawan nusantara. Jumlah wisatawan yang datang terlihat dari jumlah kunjungan tamu yang menginap di hotel. Meskipun jumlah tamu hotel tidak selalu identik dengan wisatawan. Pada gambar 1 dapat dilihat perkembangan jumlah wisatawan yang datang ke Provinsi Bengkulu, pada tahun 2000 total wisatawan yang ke Bengkulu adalah sebanyak 44.289 orang dan karena adanya gempa di tahun 2000 jumlah wisatawan menurun pada tahun 2002 menjadi sebanyak 30.688 orang dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2006 menjadi sebanyak 91.513orang. Kunjungan wisatawan ke Bengkulu setiap tahun paling banyak terjadi pada bulan Muharram dalam kalender Islam karena setiap tanggal 1 – 10 Muharram itu dilaksanakan perayaan ritual budaya daerah Bengkulu yaitu perayaan Tabut yakni perayaan untuk memperingati kematian Husein cucu Nabi Muhammad SAW di Padang Karbala. Akhir dari perayaan adalah Tabut yang berbentuk bangunan kerucut yang berhiaskan bunga - bunga dan telah disucikan oleh keluarga Tabut dibuang di daerah Karbala yang jaraknya hanya 3,5 km dari pusat kota, wisatawan yang datang pada saat pembuangan Tabut terdiri dari masyarakat Provinsi Bengkulu, dari Sumatera Selatan, Padang dan Lampung. Puncak perayaan Tabut mampu menyerap wisatawan yang jumlahnya cukup tinggi dikerenakan daerah pembuangan Tabut berada di pusat kota, maka pada saat-saat ini lokasi wisata yang berada di dalam kota juga mengalami peningkatan terutama Pantai Panjang dan juga Tapak Paderi. Tabel 2 Perkembangan Jumlah Wisatawan Ke Bengkulu Tahun 2000-2006 Tahun Wisman 2000 531 2001 542 2002 195 2003 292 2004 313 2005 295 2006 419 Sumber : BPS Provinsi Bengkulu dalam Angka ( 2006 )
Wisnus 43.758 40.548 30.493 42.026 43.710 63.313 91.094
Total 44.289 41.090 30.688 42.318 44.023 63.608 91.513
5
Aksesibilitas menuju Bengkulu saat ini masih terganjal oleh terbatasnya transportasi. Oleh karena itu, transportasi, terutama jasa penerbangan, menjadi prioritas pembangunan industri pariwisata di Provinsi/Kota Bengkulu. Selain sulitnya transportasi ke Bengkulu, kurang dikenalnya Bengkulu di daerah atau di negara lain juga disebabkan kurang gencarnya promosi. Adapun sarana dan prasarana penunjang industri pariwisata di Kota Bengkulu yakni terdapat 4 hotel berbintang dan 34 hotel kelas melati dengan jumlah kamar sebanyak 907 kamar. Banyaknya jumlah wisatawan dari luar ke Kota Bengkulu akan berakibat pada tinggi rendahnya PAD dari komponen pajak dan retribusi. Melalui pembangunan sektor pariwisata diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap PAD. Adapun kontribusi sektor pariwisata yang di dapatkan dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, retribusi tempat rekreasi, retribusi penginapan serta retribusi biro wisata yang kesemuanya merupakan unsur pendapatan sektor pariwisata masih relatif kecil dimana kontribusi sektor pariwisata masih kurang dari 6 persen. Tabel 3 Kontribusi Sektor Pariwisata Terhadap PAD Kota Bengkulu Tahun 2003-2006 Sektor Pariwisata PAD Bengkulu % Pariwisata thd PAD Rp(Juta) % Naik-turun Rp(Juta) % Naik-turun Tahun 2003 485,797 9.685,850 5,02 2004 547,058 0,13 15.495,500 0,60 3,53 2005 619,666 0,13 13.920,330 -0,10 4,45 2006 752,482 0,21 18.326,770 0,32 4,11 Sumber : Dispenda Kota Bengkulu ( data di olah )
Pengembangan pariwisata di Bengkulu saat ini tertuang dalam program pengembangan pariwisata Bengkulu menuju kawasan wisata internasional yang meliputi pembangunan infrastruktur seperti sarana transportasi, pengembangan daya tarik kawasan atau objek wisata unggulan seperti pengembangan kawasan pantai panjang dan pantai tapak paderi, penyiapan sosial, penyiapan kelembagaan serta promosi yang di lakukan sejak tahun 2006 hingga sekarang. Dalam proses perencanaannya pengembangan kawasan wisata dilakukan oleh pemerintah Provinsi Bengkulu melalui dinas instansi terkait. Dukungan dari pemerintah daerah Provinsi Bengkulu sebagai upaya meningkatkan peluang berusaha bagi masyarakat di sektor pariwisata dapat di lihat dari biaya pengembangan sektor pariwisata Biaya pembangunan di sektor
6
pariwisata dan telekomunikasi daerah, pada tahun 2000 adalah Rp. 533,66 juta atau sebesar 0,09 persen dari total dana pembangunan dan tahun 2001 meningkat menjadi sebesar Rp. 637,88 juta atau sebesar 1,74 persen dari total dana pembangunan yaitu sebesar Rp. 36,595,74 juta. Begitu juga dengan sektor transportasi pada tahun 2000 sebesar Rp. 4,743,89 juta menjadi Rp. 6,103,62 juta pada tahun 2002 atau sebesar 11,8 persen dari total dana pembangunan. Industri pariwisata akan berkembang jika didukung oleh keadaan eksternal yang baik. Masyarakat disekitar kawasan wisata merupakan lingkungan eksternal yang berpengaruh besar. Masyarakat sekitar/masyarakat lokal merasakan dampak langsung maupun tidak langsung dari kegiatan pengembangan kawasan objek wisata secara sosial, ekonomi dan budaya. Meskipun pembangunan kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi masih sedang dilaksanakan namun keluhan – keluhan dari masyarakat sekitar mulai timbul. Dari segi ekonomi dengan adanya pembangunan Mega Mall di kawasan wisata akan berdampak pada pendapatan pedagang kecil. Dari sudut sosial budaya terdapat kalangan masyarakat yang mempersepsikan pengembangan kawasan wisata hanya akan meningkatkan pergaulan bebas dan kehidupan malam dengan menjamurnya diskotik dan tempat karaoke di kawasan wisata tersebut serta masih adanya tindakan premanisme di pantai panjang dan pantai tapak paderi (Pascal, 2007). Pendapat dari kalangan akademisi (mahasiswa) menyatakan bahwa sikap masyarakat terkesan acuh tak acuh dengan program pengembangan pariwisata karena mereka berpendapat hasil pembangunan ini hanya akan dinikmati golongan menengah ke atas. Upaya pemerintah Provinsi dan Kota Bengkulu untuk mengangkat perekonomian rakyat melalui sektor pariwisata dan menjadikan Bengkulu menjadi kawasan wisata internasional sangatlah bagus, namun berhasil atau tidaknya upaya mewujudkan Bengkulu menjadi kawasan wisata internasional tergantung pada keseriusan pemerintah daerah bekerja sama dengan instansi lainnya dan dibantu oleh masyarakat dalam mengembangkan bisnis pariwisata di kota Bengkulu, juga diperlukan partisipasi dari berbagai unsur untuk dapat mencapainya. Bertolak dari keadaan dan permasalahan yang diketahui
7
sehubungan dengan pengembangan sektor pariwisata di Kota Bengkulu yang telah dikemukakan, maka masalah yang hendak diteliti adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana
persepsi
dan partisipasi
masyarakat
lokal
terhadap
pengembangan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi Kota Bengkulu secara ekonomi, sosial, dan lingkungan ? 2. Bagaimana pengaruh pengembangan pariwisata terhadap kesejahteraan masyarakat yang memanfaatkan potensi wisata maupun yang tidak memanfaatkan? 3. Bagaimana
kebijakan
pemerintah
daerah
Bengkulu
dalam
pengembangan pariwisata dan kawasan mana yang menjadi prioritas untuk dikembangkan dimasa yang akan datang ?
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengkaji bagaimana persepsi dan partisipasi masyarakat lokal terhadap pengembangan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi Kota Bengkulu secara ekonomi dan sosial dan lingkungan. 2) Menelaah sejauh mana pengaruh pengembangan pariwisata terhadap kesejahteraan masyarakat yang memanfaatkan potensi wisata maupun yang tidak memanfaatkan. 3) Mengetahui bagaimana proses perencanaan pembangunan pariwisata di Kota Bengkulu dan mengetahui alternatif kawasan mana yang menjadi prioritas untuk dikembangkan di masa yang akan datang
1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai masukan kepada pihak yang terkait dalam menetapkan kebijakan perencanaan
pembangunan
sektor
pariwisata,
guna
peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan wisata. 2. Penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan pemikiran bagi penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan sebagai dasar bagi penelitian sejenis dalam bidangnya sebagai pengembangan iptek.
8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pembangunan dan Perencanaan Pembangunan Sebenarnya dalam banyak hal istilah pembangunan dan pengembangan banyak digunakan dalam hal yang sama yang dalam bahasa inggrisnya adalah development. Pengembangan adalah melakukan sesuatu yang tidak dari nol melainkan melakukan sesuatu yang sebelumnya sudah ada namun kualitas dan kuantitasnya saja yang ditingkatkan atau diperluas (Rustiadi dan Saefulhakim, 2007) Menurut Todaro ( 2004) pembangunan adalah merupakan suatu proses yang multidimensional yang mencakup beberapa perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusional-institusional nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atas perubahan sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok sosial di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik secara material maupun spiritual. Sedangkan
Amartya
Sen
dalam
Todaro
mengemukakan
bahwa
pertumbuhan ekonomi dengan sendirinya tidak dapat dianggap sebagai tujuan akhir. Pembangunan haruslah lebih memperhatikan peningkatan kualitas hidup yang dijalani dan kebebasan yang dimiliki. Sen juga menyatakan bahwa kapabilitas untuk berfungsi adalah yang paling menentukan status miskin tidaknya seseorang, dimana kapabilitas adalah sebagai kebebasan yang dimiliki sesorang dalam arti pilihan function dengan kontrol yang dimiliki terhadap komoditi. Nilai dasar dalam pembangunan yang paling hakiki adalah kecukupan (sustenance), harga diri ( self-esteem) dan Kebebasan ( freedom ). Adapun tiga tujuan inti pembangunan adalah (1) Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup, (2) Peningkatan standar hidup
9
dan (3) Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu dan bangsa. Menurut Kay dan Alder ( 1999 ) dalam Rustiandi dan Saefulhakim (2007) perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin kita capai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahap yang di butuhkan untuk mencapainya. Dengan demikian proses perencanaan dilakukan dengan menguji arah pencapaian serta mengkaji berbagai ketidakpastian yang ada, mengukur kemampuan (capability) kita untuk mencapainya kemudian memilih arah-arah terbaik untuk mencapainya. Perencanaan
pembangunan
dimaksudkan
untuk
membangun
perekonomian secara keseluruhan. Yang mencakup penerapan sistem pemilihan yang rasional terhadap sejumlah bidang investasi dan kekuatan pembangunan lainnya
yang layak.
Di
bawah perencanaan
pembangunan
pemerintah
merumuskan rencana pembangunan bagi perekonomian secara keseluruhan. Perencanaan pembangunan ekonomi mempertimbangkan semua agregat ekonomi yang penting seperti tabungan total, investasi, output, pengeluaran pemerintah dan transaksi luar negeri. Investasi negara mencakup keseluruhan sarana dan prasarana perekonomian termasuk investasi di bidang kesehatan, pendidikan dan latihan. Sektor swasta dianggap sebagai mitra dalam usaha pembangunan ekonomi. Dalam melaksanakan rencana pemerintah tidak memaksa sektor swasta malah memberi rangsangan melalui kebijakan moneter, fiskal dan pengawasan langsung ( Jhingan, 2004 ).
2.1.2. Pengembangan Pariwisata Pariwisata diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan perjalanan untuk rekreasi, pelancongan dan turisme. Dalam kamus besar bahasa Indonesia wisata didefinisikan sebagai kegiatan bepergian bersama untuk memperluas pengetahuan, bersenang-senang dan sebagainya. Hilyana (2001) menyatakan bahwa pariwisata adalah industri yang kelangsungan hidupnya sangat ditentukan oleh baik buruknya lingkungan dan selanjutnya di sebutkan bahwa tujuan pariwisata pada hakekatnya adalah untuk mendapatkan rekreasi.
10
Untuk menciptakan kondisi wisata yang baik maka diperlukan kegiatan pengelolaan yang dikembangkan secara professional. Mackinnon et al (1986) dalam Hilyana (2001) menyatakan bahwa faktor – faktor yang membuat kawasan menarik bagi pengunjung adalah : 1. Letaknya dekat, cukup dekat atau jauh terhadap bandara internasional atau pusat wisata. 2. Perjalanan ke kawasan tersebut mudah dan nyaman, perlu sedikit usaha, sulit atau berbahaya. 3. Kawasan tersebut memiliki atraksi yang menonjol misalnya satwa liar yang menarik atau khas tempat tertentu 4. Kemudahan untuk melihar atraksi atau satwa terjamin 5. Memiliki beberapa keistimewaan yang berbeda 6. Memiliki budaya yang menarik 7. Unik dalam penampilannya 8. Mempunyai objek rekreasi pantai, danau, sungai, air terjun, kolam renang atau rekreasi lainnya 9. Cukup dekat dengan lokasi lain yang menarik bagi wisatawan sehingga dapat menjadi bagian dari kegiatan wisata lain 10. Sekitar kawasan memiliki pemandangan sangat indah 11. Keadaan makanan dan akomodasi tersedia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang pariwisata, tujuan pengembangan pariwisata tidak lain adalah untuk menciptakan multiplier effect , diantaranya adalah : 1) Memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja 2) Meningkatkan
Pendapatan
Nasional
dalam
rangka
meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat 3) Mendorong Pendayagunaan produksi nasional. Dengan kata lain, pengembangan pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata selalu akan diperhitungkan keuntungan dan manfaat bagi rakyat banyak (Yoeti, 1997). Melihat begitu banyaknya unsur yang berinteraksi dalam suatu kegiatan pariwisata serta beratnya misi yang diembannya, maka dalam pengembangan
11
pariwisata diperlukan campur tangan pemerintah untuk mengantisipasi terjadinya berbagai dampak negatif dari mekanisme pasar terhadap pembangunan daerah serta menjaga agar pembangunan dan hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang bermukim di wilayah objek pariwisata dan tentunya melalui pengambangan pariwisata kesejahteraan masyarakat disekitar lokasi wisata dapat ditingkatkan. Dari segi peluang usaha dan kesempatan kerja, pengembangan pariwisata berpengaruh positif. Peluang usaha atau kesempatan kerja tersebut lahir karena adanya permintaan wisatawan. Dengan demikian kedatangan wisatawan ke suatu daerah akan membuka peluang bagi masyarakat daerah tersebut untuk menjadi pengusaha
hotel,
wisma,
homestay,
restoran,
cafe,
warung,
angkutan,
perdagangan, sarana olahraga, dan jasa lainnya. Peluang usaha tersebut akan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bekerja sekaligus dapat meningkatkan pendapatan untuk menunjang kehidupan rumah tangganya. Sosial budaya juga merupakan satu aspek penunjang karakteristik suatu kawasan wisata sehingga menjadi daya tarik bagi wisatawan. Sosial budaya dapat memberikan ruang bagi kelestarian sumberdaya alam, sehingga hubungan antar sosial budaya masyarakat dan konservasi sumber daya alam memiliki keterkaitan yang erat. Oleh karena itu, kemampuan melestarikan dan mengembangkan budaya yang ada harus menjadi perhatian pemerintah dan lapisan sosial masyarakat.
2.1.2.1. Ekowisata Definisi
ekowisata
yang
pertama
diperkenalkan
oleh
organisasi
Ecotourism Society (1990) sebagai berikut: Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. Menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) dalam Winarno (2004), ekowisata adalah perjalanan dan kunjungan yang bertanggungjawab terhadap lingkungan yang relatif tidak
12
mengganggu kawasan alami dalam hal menikmati alam, studi dan apresiasi alam termasuk aspek budayanya, untuk menunjang konservasi yang semua aktivitas pengunjung berdampak negatif rendah dan mendukung kesejahteraan masyarakat sekitar (Ceballos-Lascurain, 1996) The Ecotourism Society (Eplerwood, 1999) dalam Fandeli (2000) menyebutkan ada delapan prinsip ekowisata yaitu : 1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat. 2. Pendidikan konservasi lingkungan. Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi. Proses pendidikan ini dapat dilakukan langsung di alam. 3. Pendapatan langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dan conservation tax dapat dipergunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam. 4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula di dalam pengawasan, peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif. 5. Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam. 6. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam. Apabila ada upaya disharmonize dengan alam akan merusak produk wisata ekologis ini. Hindarkan sejauh mungkin penggunaan minyak, mengkonservasi flora dan fauna serta menjaga keaslian budaya masyarakat. 7. Daya dukung lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan. Meskipun mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunglah yang membatasi.
13
8. Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara. Apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja wisatawan didorong sebesar-besarnya dinikmati oleh negara atau negara bagian atau pemerintah daerah setempat.
2.1.2.2. Permintaan (Demand) dan Penawaran (Supply) Pariwisata Untuk merencanakan suatu pengelolaan areal rekreasi atau pariwisata dapat dilakukan dengan analisis terhadap permintaan dan penawaran pariwisata (Gold, 1980 dalam Hilyana, 2004). Sediaan rekreasi atau penawaran rekreasi merupakan gambaran tentang ruang, fasilitas dan pelayanan yang ditawarkan, sedangkan permintaan rekreasi merupakan gambaran tentang permintaan akan kegiatan dan perilaku rekreasi. Konsep perencanaan wisata adalah sistem hubungan interaksi antara faktor permintaan (demand) dan penawaran (supply).
Faktor
–
faktor
yang
mempengaruhi permintaan wisatawan domestik dan internasional serta penduduk lokal diantaranya adalah atraksi wisatawan, fasilitas dan pelayanan. Sedangkan faktor – faktor yang mempengaruhi penawaran pariwisata diantaranya atraksi dan aktivitasnya, akomodasi, pelayanan dan aktivitas lain. Atraksi wisata termasuk atraksi alam, budaya dan pemandangan spesial serta aktivitas yang berhubungan dengan atraksi tersebut. Adapun bentuk – bentuk akomodasi pariwisata diantaranya adalah tempat wisatawan bermalam seperti hotel, motel, guest house dan tipe penginapan lainnya. Fasilitas dan pelayanan wisata di antaranya operasional tour dan travel, restoran, tempat perbelanjaan, money changer, bank, fasilitas kesehatan dan pelayanan. Elemen lain yang berhubungan dengan faktor penawaran termasuk infrastruktur seperti transportasi (udara, air, darat), jaringan air, energi listrik, telekomunikasi dan pembuangan limbah. Elemen lainnya adalah institusi, legislasi dan regulasi, ketersediaan dana, pemasaran dan promosi ( WTO, 1995 dalam Winarno 2004)
14
2.1.3. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Pariwisata Soemarwoto dalam Sulaksmi ( 2006 ) menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama
menghasilkan kebudayaannya,
mempunyai hubungan yang erat antar warganya yang di dalamnya terdiri dari struktur dan stratifikasi yang khusus serta sadar sebagai suatu kesatuan. Dikaitkan antara masyarakat dengan wisata, masyarakat lokal adalah sekumpulan orang yang terkait secara langsung ( masyarakat disekitar objek wisata ) maupun masyarakat yang tidak terkait secara langsung, yaitu masyarakat yang dipengaruhi oleh lokasi dan jarak. Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungannya baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi ( Thoha, 1999 ). Menurut Litterer ( Asngari, 1984 ), persepsi adalah ” the understanding or view people have of things in the world around them “. Dalam hal ini berarti bahwa persepsi adalah pemahaman atau pandangan seseorang tentang segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Selanjutnya dikemukakan bahwa persepsi orang dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada suatu keadaan, fakta atau tindakan. Karena itu individu perlu mengerti dengan jelas tugas dan tanggung jawab yang dipikulkan kepadanya. Theodorson ( 1979 ) menyatakan persepsi adalah “ the selection, organization, and interpretation by an indiviual of specific stimuli in a situation, according to prior learning, activities, interest. perception is a process and pattern of response to stimuli. it is an function of situational field, that is, of total configuration of stimuli, as well as of previous social and cultural conditioning, recognition or awareness of an object or event through the sense organs” yang berarti bahwa persepsi merupakan pemilihan, pengorganisasian, dan penafsiran oleh seorang individu dari stimuli yang spesifik di suatu situasi, menurut hasil belajar sebelumnya, aktivitas, minat. persepsi adalah suatu proses dan pola dari tanggapan pada stimuli. Satu fungsi yang bersifat situational, yang merupakan
15
konfigurasi total dari stimuli, seperti juga dari kondisi sosial budaya sebelumnya. Persepsi merupakan pengenalan atau kesadaran dari suatu obyek atau peristiwa melalui panca indera. Desirato ( Rakhmat, 2000 ) mengatakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa dan hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan stimulasi inderawi ( sensory stimuli ). Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional ( Rakhmat, 2000 ). Partisipasi oleh banyak ahli dinyatakan sebagai keikutsertaan masyarakat dalam suatu kegiatan, yang bila dikaitkan dengan pembangunan, maka berarti keikutsertaan dalam pembangunan. Slamet ( 1990 ) dalam Winarto ( 2003 ) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat sangatlah mutlak demi berhasilnya suatu program pembangunan. Dapat dikatakan bahwa tanpa adanya partisipasi masyarakat maka setiap pembangunan akan kurang berhasil. Lebih lanjut dikatakan bahwa masyarakat yang berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan akan melalui suatu proses belajar. Oleh karena itu, masyarakat perlu belajar untuk mengetahui kesempatan-kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, dan seringkali kemampuan dan keterampilan mereka masíh harus ditingkatkan agar dapat memanfaatkan kesempatan-kesempatan tersebut. Sastroputro ( 1988 ) berpendapat bahwa secara umum faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan adalah (1) kedaan sosial masyarakat, (2) kegiatan program pembangunan dan (3) keadaan alam sekitar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa keadaan sosial masyarakat berupa pendidikan,
pendapatan,
kebiasaan,
kepemimpinan,
keadaan
keluarga,
kemiskinan, kedudukan sosial dan sebagainya. Bentuk program pembangunan merupakan kegiatan yang dirumuskan serta dikendalikan oleh pemerintah dapat berupa
organisasi
kemasyarakatan
dan
tindakan-tindakan
kebijaksanaan.
Sedangkan keadaan alam sekitar adalah faktor fisik daerah yang ada pada lingkungan tempat hidup masyarakat.
16
2.1.4. Kesejahteraan Masyarakat Konsep tentang kesejahteraan juga berkaitan dengan konsep kemiskinan. Pengaitan dua konsep ini semata-mata dimaksudkan untuk menentukan penggolongan yang lebih objektif mengenai batas kemiskinan. Klasifikasi kemiskinan menurut Sayogyo dalam Budiarta (1999 ) didasarkan pada nilai pengeluaran perkapita pertahun yang diukur dengan nilai beras yaitu : 1. Miskin, apabila pengeluaran perkapita pertahun lebih rendah dari setara 320 kg beras dan untuk perdesaan 480 kg beras untuk daerah kota. 2. Miskin sekali, apabila pengeluaran perkapita pertahun lebih rendah dari setara 240 kg beras dan untuk perdesaan 360 kg beras untuk daerah kota. 3. Paling miskin, apabila pengeluaran perkapita pertahun lebih rendah dari setara 180 kg beras dan untuk perdesaan 270 kg beras untuk daerah kota. Membicarakan kesejahteraan, tidak terlepas dari konsep kemiskinan karena dengan demikian dapat ditentukan tingkat taraf hidup. Kemiskinan dapat didefenisikan sebagai situasi serba kekurangan dari penduduk dan disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktifitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin dan terbatasnya kesempatan berperan dalam pembangunan. Kesejahteraan adalah sesuatu yang bersifat subjektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda-beda terhadap faktorfaktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Menurut Adam Smith dalam Asdi ( 2006 ) ekonomi kesejahteraan menggunakan ukuran fisik, berdasarkan pada jumlah barang yang dikonsumsi dan menggunkan produk perkapita sebagai ukuran kesejahteraan. Bila produk perkapita meningkat, kesejahteraan pun meningkat yang disini berarti bahwa kesejahteraan berkorelasi positif dengan produk perkapita. Dan dalam hal ini berarti
bahwa
dengan
adanya
peningkatan
kesejahteraan
maka
terjadi
pertumbuhan ekonomi. Biro Pusat Statistik ( 1998 ) dalam menganalisis kesejahteraan rumah tangga berdasarkan kepada komponen-komponen kebutuhan hidup antara lain pendapatan, pemilikan barang tahan lama berikut fasilitasnya, tingkat kesehatan, kondisi lingkungan dan tempat tinggal, gizi, pendidikan, pangan dan pakaian dan
17
kebutuhan dasar manusia lainnya. Sedangkan Supriatna ( 1997 ) menyatakan bahwa strategi kesejahteraan pada dasarnya dimaksudkan untuk memperbaiki taraf hidup atau kesejahteraan penduduk perdesaan melalui pelayanan dan peningkatan program-program pembangunan sosial yang berskala besar atau nasional seperti peningkatan pendidikan, perbaikan kesehatan dan gizi, penanggulangan urbanisasi, perbaikan pemukiman penduduk, pembuatan sarana dan prasarana sosial lainnya seperti transportasi, pendidikan, tempat ibadah dan fasilitas umum lainnya diperdesaan. Pendapatan dari sektor pariwisata merupakan sumber dana bagi negara / daerah dimana pariwisata itu berada. Dengan semakin meningaktnya kunjungan wisata maka berarti bahwa semakin bertambah pengeluaran wisatawan, yang berakibat naiknya permintaan terhadap barang atau jasa-jasa yang diperlukan wisatawan tersebut yang berakibat bertambahnya lapangan kerja yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang pariwisata pada umumnya telah banyak dilakukan, baik penelitian wisata alam, bahari dan budaya. Terbukti di beberapa daerah sektor pariwisata cukup berperan dalam menopang perekonomian. Menurut Putra ( 2006 ) dalam penelitiannya tentang persepsi masyarakat terhadap ekowisata perkampungan budaya betawi sebagai pelestarian situs dan cagar budaya menyimpulkan adanya persepsi yang berbeda antara warga asli betawi dan non betawi, dimana warga asli kawasan memiliki persepsi yang cukup baik terhadap ekowisata perkampungan budaya betawi sedangkan pemudik dan pemerhati memiliki persepsi yang baik. Namun warga pendatang masih kurang baik. Kurang baiknya persepsi warga pendatang diduga karena kurangnya intensitas kontrak dengan kawasan akibatnya intensitas pesan ekotourisme kawasan yang diterima warga pendatang menjadi sangat terbatas dan menyebabkan ekotourisme tidak menarik perhatian warga pendatang. Hal lain karena mereka kurang dilibatkan dalam berbagai kegiatan yang dilakukan di kawasan.
18
Penelitian lainnya yang berkaitan dengan persepsi masyarakat terhadap pengembangan wisata adalah penelitian dari Hastari ( 2005 ) yang membahas karakteristik objek wisata dan persepsi masyarakat sebagai dasar dalam pengembangan wisata alam yang dilakukan di Arboretum Nyaru Enteng Palangkaraya. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa persepsi masyarakat pada umumnya baik dan positif terhadap kegiatan wisata yang berlangsung di ANM maupun pengembangannya di masa depan, meskipun tingkat partisipasi masyarakat dalam mendukung kegiatan wisata masih rendah yang ditunjukkan dengan masih sedikitnya pekerjaan sampingan yang ditekuni masyarakat yang berhubungan dengan wisata. Hal ini perlu menjadi motivasi dalam pengembangan dan pengelolaan wisata alam ANM yang lebih baik dimasa yang akan datang. Prawiranegara ( 2002 ) dalam penelitiannya tentang kajian hubungan kesejahteraan nelayan dengan keterlibatan nelayan pada industri pariwisata pesisir pantai carita di Kecamatan Labuan menyimpulkan bahwa industri pariwisata berdasarkan skor dari indikator kesejahteraan keluarga berhubungan nyata terhadap kesejahteraan masyarakat yang berarti industri pariwisata memberikan kontribusi yang cukup baik terhadap kesejahteraan masyarakat. Dimana nilai X2 hitung sebesar 35.718 lebih besar dari X2 tabel sebesar 5.99 artinya industri pariwisata memberikan kontribusi yang cukup baik terhadap kesejahteraan masyarakat. Manfaat lebih besar daripada kerugian, bahwa faktor eksternal sangat berpengaruh terhadap masyarakat lokal terutama peluang. Peluang tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat setempat, hal ini berkaitan dengan sumberdaya manusia yang masih rendah dan perlu ditingkatkan. Oleh karena itu strategi bagaimana memaksimalkan kekuatan dan peluang suatu kegiatan industri pariwisata dan secara bersamaan meminimalkan kelemahan dan ancaman pada kegiatan tersebut. Penelitian Wulaningsih ( 2004 ), menemukan bahwa dalam kegiatan pengembangan pariwisata di kawasan Gunung Salak Endah, kemauan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kepariwisataan cukup tinggi. Masyarakat lokal GSE sangat tergantung pada kawasan ini untuk dapat melangsungkan kehidupannya. Tingkat partisipasi masyarakat lokal GSE dalam
19
pengembangan pariwisata cukup tinggi ( aktif dan sangat aktif ) terutama pada tahap pelaksanaan. Penelitian lain yang berhubungan dengan kepariwisataan adalah yang membahas
dampak
pariwisata
terhadap
perekonomian
wilayah.
Dalam
penelitiannya Safri ( 1996 ) di Kabupaten Dati II Batang Hari Jambi menyatakan bahwa berdasarkan nilai Location Quotient atas dasar indikator pendapatan maupun tenaga kerja masih kecil sumbangan pariwisata ini terhadap perekonomian wilayah dan juga terdapat perbedaan rata-rata pendapatan masyarakat pariwisata dengan non pariwisata. Adapun Sari ( 2007 ) dalam penelitiannya tentang dampak multiplier ekonomi sektor pariwisata berdasarkan tabel I-O jawa tengah menunjukkan bahwa peranan sektor pariwisata dalam perekonomian Jateng relatif kecil. Dari sektor pembentukan struktur permintaan, total permintaan sektor pariwisata menduduki peringkat ke empat setelah sektor pertambangan. Rampon ( 2006 ) menyatakan bahwa sektor pariwista di Tana Toraja berada pada kelompok tersier dan merupakan sektor non basis. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pengembangan objek wisata Londa Lembang Sandai Wai relatif kurang, hal ini dipengaruhi oleh terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang peluang yang ada, mengakibatkan keputusan yang ada belum aspiratif dan terbatasnya waktu anggota masyarakat mengakibatkan kurangnya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan objek wisata. Pengembangan
pariwista
di
Kabupaten
Tana
Toraja
secara
kumulatif
menunjukkan bahwa hanya dampak ekonomi yang relatif memberikan manfaat, karena angka rasionya lebih besar dari satu. Berdasarkan hasil penelitian-penelitan tentang pariwisata tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi yang positif dari masyarakat terhadap kegiatan pembangunan
akan
mendorong
masyarakat
untuk
berpartisipasi
dalam
memanfaatkan pembangunan serta akan ada tanggung jawab dari masyarakat untuk menjaga pembangunan tersebut. Dengan kegiatan pembangunan pariwisata masyarakat dapat meningkatkan pendapatan melalui usaha-usaha di bidang kepariwisataan.
20
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya tujuan utama dalam pembangunan suatu wilayah adalah mencapai suatu pembangunan wilayah yang berkelanjutan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Secara sosial, ekonomi dan budaya konsep pembangunan berkelanjutan mensyaratkan bahwa manfaat yang diperoleh dari kegiatan pembangunan
serta
sumberdaya
alamnya
harus
diprioritaskan
untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitar kegiatan tersebut, terutama bagi mereka yang tergolong dalam kelompok ekonomi lemah. Hal ini bertujuan untuk menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Dengan penerapan UU no. 22 tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi UU no. 32 tahun 2004 di Indonesia tentang pemerintahan daerah, menjadi peluang pada tiap daerah di Indonesia untuk memanfaatkan potensi yang ada dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Maka Pemerintah Propinsi Bengkulu melakukan kegiatan pembangunan pariwisata yang berbasis industri rakyat dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sumber PAD, serta meningkatkan pendapatan masyarakat disekitar objek wisata. Pelaksanaan kebijakan pengembangan sektor pariwisata di provinsi Bengkulu salah satunya tercermin dari program pengembangan sektor pariwisata yang
meliputi
pembangunan
infrastruktur
seperti
sarana
transportasi,
pengembangan daya tarik kawasan atau objek wisata unggulan seperti pengembangan kawasan pantai panjang dan tapak paderi, penyiapan sosial, penyiapan kelembagaan serta promosi yang dirintis sejak tahun 2006. Adanya program pengembangan sektor pariwisata yang telah dan sedang dilaksanakan memerlukan adanya penelitian untuk mengetahui apakah program pengembangan pariwisata dapat mendukung dan meningkatkan industri rakyat yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi objek wisata. Berangkat dari pemikiran tersebut, penelitian ini diarahkan untuk mengkaji persepsi masyarakat yang terlibat langsung dengan kegiatan pengembangan wisata tapak paderi, bagaimana persepsi masyarakat lokal
21
terhadap pembangunan kawasan wisata ini dan juga tentang kebijakan pembangunan wisata yang telah dilakukan pemerintah selama ini untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Disamping itu diharapkan dapat diketahui sejauh mana tingkat pengetahuan, keinginan serta partisipasi yang telah dilakukan oleh masyarakat disekitar lokasi wisata selama ini. Mengacu pada kajian teoritik dapat dikemukan bahwa partisipasi positif terhadap program pengembangan pariwisata dapat terjadi jika masyarakat memiliki persepsi yang positif pada kegiatan tersebut. Persepsi masyarakat ini menyangkut pandangan dan interpretasi terhadap makna kegiatan pengembangan pariwisata Pantai Panjang & Tapak Paderi yang akan mempengaruhi partisipasi. Partisipasi lebih diorientasikan pada keterlibatan emosional dan mental serta kontribusi terhadap kegiatan pengembangan kawasan
wisata
tersebut.
Secara
umum,
dengan
adanya
partisipasi
masyarakat, maka peluang masyarakat untuk meningkatkan pendapatan akan semakin terbuka dan selanjutnya kesejahteraan masyarakat akan meningkat. -
Kebijakan/program Peningkatan Infrastruktur Pengembangan DTOW Penyiapan sosial kelembagaan & Promosi
Persepsi Masyarakat thd Aspek ekonomi pembangunan kwsn wst Aspek sosial Aspek ekologis
Karakteristik Masyarakat Umur Pendidikan Pendapatan Pengeluaran Jumlah tanggungan
Pengembangan objek wisata pantai panjang dan tapak paderi Who? How? What? Positif Negatif
Partisipasi 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Evaluasi 4. Pemanfaatan hasil
Mendukung Menghambat
Kamauan berpartisipasi Kemampuan berpartisipasi Peluang berpartisipasi
RT yang memanfaatkan potensi pariwisata
-
Gambar 1
Peluang bekerja / berusaha Pendapatan masyarakat Kontrbusi terhadap PDRB / PAD
RT yang tidak memanfaatkan potensi pariwisata
Kesejahteraan Pendapatan Pengeluaran/konsumsi Pendidikan Kesehatan Kondisi perumahan Fasilitas rumah
Kerangka Berpikir Untuk Menganalisis Hubungan Antara Karakteristik Masyarakat Dengan Persepsi Dan Partisipasi Masyarakat Dalam Kegiatan Pengembangan Pariwisata Pantai Bengkulu.
22
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang pariwisata, tujuan pengembangan pariwisata tidak lain adalah untuk menciptakan multiplier effects, diantaranya adalah memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, meningkatkan Pendapatan Nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, mendorong Pendayagunaan produksi nasional. Oleh karena itu pengembangan pariwisata di Kota Bengkulu juga di arahkan seperti tujuan di atas melalui tindakan – tindakan kebijakan. Berdasarkan identifikasi terhadap issu-issu permasalahan yang ada maka kemudian dilakukan analisis terhadap kenyataan – kenyataan di lapangan sehingga akan diketahui apakah sasaran dan tujuan yang ditetapkan telah tercapai atau belum. Keluaran dari analisis ini adalah dipahaminya kondisi real yang terjadi dan bagaimana pendekatan kebijakan selanjutnya dapat digunakan untuk meminimalkan masalah dalam mencapai tujuan- tujuan pembangunan pariwisata. Modus Empiris
Modus Evaluatif
Kebijakan: Pegembangan kegiatan pariwisata Sasaran: Pertumbuhan ekonomi Peningkatan sumber PAD Kesejahteraan masyarakat Alternatif Tindakan: Peningkatan Infrastruktur Pengembangan DTOW Penyiapan social kelembagaan
Evaluasi Kebijakan
Ya
Apakah relevan dengan sasaran
Tidak
Alternatif Kabijakan Kebijakan yang sesuai
Isu Kebijakan: Kurangnya investor Terbatasnya kemampuan keuangan daerah
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Analisis Kebijakan Pengembangan Pariwisata di Kota Bengkulu.
Pencarian indikator sebagai ukuran-ukuran yang jelas pada dasarnya sangat diperlukan bagi perumusan kebijakan yang konsisten dengan skenario pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan menilai manfaat ”dampak positif” dan biaya ”dampak negatif” dari berbagai aspek yang sering disebut ekternalitas dalam ekonomi
23
konvensional ke dalam skenario pembangunan berkelanjutan. Namun hal ini sulit dilakukan terhadap hal-hal yang tidak terukur secara kuantitatif, terutama hal-hal yang menyangkut pada persepsi stakeholders. Untuk itu melalui pendekatan PHA diharapkan masalah tersebut dapat diatasi. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dapat disusun pendekatan operasional dalam penelitian ini yaitu: Kondisi dan Potensi Wisata Pengembangan Pariwisata Persepsi Masyarakat - Aspek ekonomis - Aspek Sosial - Aspek Lingkungan
Analisis Deskriptif
Evaluasi
Tingkat kesejahteraan masyarakat Pendapatan perkapita, pengeluaran,pendidikan, kesehatan, perumahan, fasilitas rumah
Analisis uji beda pendapatan ( Uji t ) & skoring
Persepsi Pengambil Keputusan Manfaat dan kerugian pembangunan pantai panjang & tapak paderi
Persepsi Wisatawan Potensi objek wisata, ketersediaan sarana dan prasarana dan lingkungan
Analisis Deskriptif & AHP
Analisis Deskriptif
ANALISIS Pendekatan baru dalam penyusunan dan strategi pengembangan pariwisata Pembangunan Pariwisata yang Berkelanjutan
Gambar 3 Pendekatan Operasional Pengembangan Pariwisata di Kota Bengkulu.
3.2. Hipotesis Berdasarkan uraian permasalahan dan kerangka pikir yang digunakan maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Rata – rata pendapatan perkapita masyarakat di sekitar objek wisata yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata sama dengan rata – rata pendapatan perkapita masyarakat dengan yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata. 2. Partisipasi masyarakat terhadap sektor pariwisata memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.
24
3.3 Definisi Operasional 1. Masyarakat lokal adalah masyarakat yang menetap di sekitar kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi baik yang memanfaatkan maupun yang tidak memanfaatkan potensi pariwisata. 2. Masyarakat lokal yang memanfaatkan potensi pariwisata dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bekerja di sektor swasta informal atau non formal yang berperan aktif secara ekonomi dalam kegiatan pariwisata seperti pedagang makanan dan minuman di lokasi wisata, penyewa penginapan, pedagang souvenir, karyawan hotel dan lain-lain yang berkenaan dengan industri pariwisata. 3. Masyarakat yang tidak memanfaatkan potensi wisata dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bekerja di sektor swasta informal/ non formal akan tetapi tidak ikut terlibat secara ekonomi atau tidak ikut berusaha/mencari nafkah dengan adanya pembangunan di kawasan wisata seperti buruh bangunan, buruh kapal, pedagang kecil dan kaki lima di luar lokasi wisata, pekerja/karyawan swasta. 4. Tingkat kesejahteraan yang akan diukur adalah tingkat pandapatan perkapita, tingkat pengeluaran perkapita, pendidikan, kesehatan, kondisi perumahan dan fasilitas yang ada di rumah. 5. Pendapatan adalah semua pendapatan yang diperoleh oleh seluruh anggota keluarga dalam
rumah tangga baik dari usaha memanfaatkan potensi
pariwisata maupun bukan yang dinyatakan dalam rupiah, pendapatan perkapita adalah pendapatan dalam keluarga yang dibagi dengan jumlah anggota keluarga 6. Pengeluaran/konsumsi adalah seluruh pengeluaran untuk makanan maupun non makanan dalam sebulan dinyatakan dalam rupiah, pengeluaran perkapita adalah pengeluaran sebulan dari rumah tangga yang dibagi dengan jumlah anggota keluarga. 7. Pendidikan adalah pendidikan formal responden yang diperoleh secara resmi yang dinyatakan dalam lamanya tahun pendidikan yang dikecam. Tingkat pendidikan rumah tangga dilihat dari persentase tamat Sekolah Dasar
25
8. Kesehatan adalah kondisi kesehatan anggota keluarga selama 3 bulan terakhir yang dinyatakan dalam persentase sering sakit. 9. Kondisi perumahan adalah kondisi rumah responden baik yang bersifat permanen, semi permanen maupun non permanen. 10. Persepsi adalah pemahaman atau pandangan seseorang tentang objek wisata pantai panjang & tapak paderi. Dalam hal ini persepsi di ukur berdasarkan persentase dari pertanyaan tentang : (a) Penilaian terhadap aspek ekonomi dari adanya pengembangan pariwisata pantai panjang dan tapak paderi. (b) Penilaian terhadap aspek sosial budaya dari adanya pengembangan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi bagi masyarakat. (c) Penilaian terhadap aspek lingkungan dari adanya pengembangan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi bagi masyarakat. 11. Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari satu tempat ke tempat lainnya dengan tujuan bukan untuk berusaha atau mencari nafkah ditempat yang dikunjungi tetapi sematamata menikmati perjalanan tersebut. 12. Daerah tujuan wisata adalah suatu daerah yang memiliki daerah-daerah wisata yang ditunjang dengan sarana dan prasarana serta masyarakat. 13. Objek wisata adalah perwujudan ciptaan manusia, tata hidup seni budaya serta sejarah bangsa dan tepat atau keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi. 14. Wisatawan adalah pengunjung objek wisata dengan motivasi tertentu seperti memperoleh kesenangan, kepuasan, pengujian, observasi dan penelitian. 15. Wisatawan manca negara adalah wisatawan yang berasal dari negara lain yang melakukan perjalanan melampaui batas wilayah negaranya. 16. Wisatawan nusantara adalah wisatawan dalam negeri yaitu seorang warga negara melakukan perjalanan di wilayah negaranya sendiri tanpa melewati batas negara lain. 17. Partisipasi adalah keterlibatan emosi dan mental seseorang dalam situasi kelompok
yaitu adanya kesediaan untuk mengambil bagian dalam
26
menetapkan tujuan bersama, serta kesediaan memikul tanggung jawab demi pencapaian tujuan bersama.
3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi di Provinsi Bengkulu. Pelaksanaan penelitian ini direncanakan dimulai pada bulan Maret dan berakhir pada bulan Desember 2008. Kawasan Wisata Tapak Paderi Kecamatan Teluk Segara Kelurahan Malabroh dan Kebun Keling
Kawasan Wisata Pantai Panjang Kecamatan Ratu Samban Kelurahan Penurunan
Gambar 4 Lokasi Penelitian di Kawasan Wisata Pantai Panjang & Tapak Paderi Kota Bengkulu.
3.5. Pengumpulan Data dan Informasi Dalam penelitian ini data yang dibutuhkan terdiri dari data primer dan data sekunder dimana pengumpulan data primer dilakukan dengan cara observasi dan wawancara dengan menggunakan kuesioner, yang mencakup persepsi responden terhadap kegiatan pembangunan kawasan wisata di objek wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi. Untuk melihat partisipasi masyarakat dan dampak pembangunan pariwisata khususnya perekonomian masyarakat disekitar wilayah pariwisata dilakukan terhadap sejumlah responden yang terlibat langsung dengan objek-objek wisata yang ada di kota Bengkulu diantaranya masyarakat disekitar Objek wisata, para pedagang disekitar objek dan pengunjung. Wawancara dengan kuisioner juga dilakukan pada responden yang mempunyai kemampuan dalam memahami permasalahan (Key Person) diantaranya adalah : DPRD Provinsi Bengkulu, Bappeda Provinsi Bengkulu, Bappeda Kota Bengkulu, Dinas
27
Pariwisata, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, tokoh masyarakat, LSM, Himpunan pedagang, Swasta dan Perguruan Tinggi. Adapun pengumpulan data sekunder yang terkait dengan penelitian ini diambil dari dokumen-dokumen atau monografi yang diperoleh dari instansiinstansi terkait seperti : Badan Pusat Statistik propinsi dan kota Bengkulu, Bappeda propinsi dan kota Bengkulu, Dinas Pariwisata Propinsi Bengkulu dan dari dinas instansi lainnya.
3.6. Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Disproportional Stratified Sampling yaitu cara penentuan sampel dengan membagi populasi ke dalam beberapa sub kelompok dan penentuan sampel dari tiap kelompok ditentukan secara quota dan purposive sampling. Tujuan dari quota Sampling adalah untuk memastikan diri bahwa beberapa karakteristik populasi terwakili dalam contoh yang akan dipilih. Sedangkan untuk informan kunci ( Stakeholders lainnya) diambil secara purposive sampling (Juanda, 2007). Adapun jumlah sampel responden dapat di lihat pada Tabel 4.
28
Tabel 4 Sebaran Jumlah Responden No
Jenis Responden
Pantai panjang Lk
1
Tapak paderi
Pr
Lk
Pr
Jumlah
Masyarakat yang memanfaatkan potensi wisata
7
8
6
9
30
Masyarakat yang tidak memanfaatkan potensi wisata
7
8
9
6
30
JUMLAH I
30
30
60
Stakeholder lainnya
2
Bappeda provinsi dan kota Bengkulu
2
2
Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu
1
1
Dinas perindustrian & perdagangan Prov. Bengkulu
1
1
DPRD Prov Bengkulu
1
1
Tokoh masyarakat
1
1
Himpunan pedagang di kawasan wisata
1
1
Pengusaha
1
1
LSM
1
1
Perguruan tinggi
1
1
JUMLAH II
10
10
Total Jumlah Responden
70
3.7. Metode Analisis Berdasarkan pada data primer yang terkumpul kemudian dilakukan proses tabulasi dan pengelompokan data untuk dijadikan data base, lalu data tersebut dianalisis secara deksriptif dan kuantitatif melalui penyajian dalam bentuk tabel dan gambar. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : 3.7.1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk mengkaji persepsi masyarakat terhadap pengembangan sektor pariwisata. Dalam analisis ini akan dikaji bagaimana persepsi masyarakat pada : (a) aspek ekonomi, (b) aspek sosial , (c) aspek lingkungan dari pengembangan pariwisata di kota Bengkulu.dan juga di gunakan untuk mengkaji bagaimana kondisi sosial ekonomi rumah tangga masyarakat yang memanfaatkan potensi pariwisata dengan yang tidak memanfaatkan.
29
3.7.2. Analisis Uji Beda Pendapatan Untuk mengetahui ada dan tidaknya perbedaan antara karakteristik rumah tangga yang memanfaatkan dan tidak memanfaatkan potensi pariwisata (umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran perkapita dan pendapatan perkapita ) dilakukan dengan menggunakan uji t dengan pengujian hipotesis Ho : 𝑌 1 = 𝑌 2, rata-rata pendapatan perkapita rumahtangga yang aktif memanfatkan potensi pariwisata sama dengan rata-rata pendapatan perkapita rumah tangga responden yang tidak aktif memanfaatkan. Ha
: 𝑌 1 ≠ 𝑌 2, terdapat perbedaan rata-rata pendapatan perkapita rumah tangga responden yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata dengan yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata.
Kriteria pengujian : Jika thitung ≤ ttabel pada taraf kepercayaan 95% ( =0,05)maka Ho diterima Ha ditolak sedangkan jika thitung ≥ ttabel maka Ha diterima Ho ditolak. t hitung S2
Y1 Y 2 S (1 / n1 1 / n2 ) 2
S 22 ( n1 1) S 22 ( n2 1) n1 n2 2
KV
S x100 % (Y )
Dimana : 𝑌1
=
Nilai rata - rata pendapatan perkapita rumah tangga
yang
memanfaatkan potensi pariwisata. 𝑌2
=
Nilai rata-rata pendapatan perkapita rumah tangga yang tidak memanfaatkan potensi pariwisata.
S1
=
Varians pendapatan perkapita rumah tangga yang memanfaatkan potensi pariwisata.
S2
=
Varians pendapatan perkapita rumah tangga yang tidak memanfaatkan potensi pariwisata.
KV
=
Koefisien variasi
30
3.7.3. Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Masyarakat Untuk mengetahui faktor – faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat lokal/masyarakat setempat dapat dihitung dengan analisis regresi berganda, dengan fungsi regresi sebagai berikut : Yi = α +β1X1i+β2X2i+β3X3i+β4X4i+β5Di+ε Untuk i = 1, 2, 3,...,n Dimana : Yi = Pendapatan rumah tangga(Rp/kapita/bulan) responden ke-i X1i = Umur kepala keluarga ( tahun ) responden ke-i X2i = Tingkat pendidikan ( tahun ) responden ke-i X3i = Pengeluaran rumah tangga ( Rp/kapita/bulan) responden ke-i X4i = Jumlah tanggungan kepala keluarga ( orang ) responden ke-i Di = Dummy keikutsertaan responden ke-i dalam kegiatan pariwisata, 1 jika aktif dan 0 jika tidak aktif dalam kegiatan pariwisata α = Konstanta β1–β5 = Koefisien Regresi ε = Error term Untuk tingkat kepercayaan ( level of significant ) α, maka kriteria yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah : jika Fhitung ≥ Ftabel pada level =0.05 maka kegiatan pemanfaatan potensi pariwisata berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat sekitar kawasan. jika Fhitung ≤ Ftabel pada level =0.05 maka kegiatan pemanfaatan potensi wisata tidak berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat sekitar kawasan.
3.7.4. Analisis Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Tingkat kesejahteraan rumah tangga yang memanfaatkan dan tidak memanfaatkan
potensi
pariwisata
dilihat
berdasarkan
indikator-
indikator kesejahteraan dianalisis secara deskriptif dengan sistem skor dan uji statistik. Dalam hal penelitian ini dibedakan atas 3 (tiga) kelompok yang tinggi, sedang dan rendah serta digunakan indikator menurut SUSENAS, Dirjen Tata Guna Tanah, indikator Sajogyo. Indikator yang dipergunakan adalah pendapatan
31
perkapita rumah tangga, pengeluaran perkapita rumah tangga, Pendidikan keluarga, Kesehatan keluarga, Kondisi perumahan serta kelengkapan fasilitas perumahan. Indikator-indikator tersebut dapat di lihat pada Tabel 5 berikut: Tabel 5 Indikator Kesejahteraan NO
INDIKATOR TINGKAT KESEJAHTERAAN
1. Tingkat pendapatan/penghasilan keluarga diukur berasarkan kriteria kemiskinan dari Dirjen Tata Guna Tanah melalui besarnya pengeluaran untuk sembilan bahan pokok a. Tinggi atau tidak miskin ( pendapatan/kapita/tahun >200% dari total pengeluaran sembako dalam setahun) b. Sedang atau hampir miskin ( 126% - 200 % ) c. Rendah atau miskin ( 75% - 125% ) d. Rendah sekali atau miskin sekali ( <75% ) 2. Tingkat konsumsi/pengeluaran keluarga diukur berdasarkan kriteria kemiskinan Sajogyo ) a. Tinggi atau tidak miskin (pengeluaran/kapita/tahun >320 kg beras b. Sedang atau miskin ( 240 – 320 Kg ) c. Rendah miskin sekali ( 180 – 240 Kg ) d. Sangat rendah atau paling miskin ( < 180 Kg ) 3. Pendidikan keluarga dibagi menjadi 3 kategori a. > 60% jumlah keluarga tamat SD (tamat SD) b. 30% - 60% jumlah keluarga tamat SD (tidak tamat SD) c. < 30% jumlah keluarga tamat SD (tidak sekolah)
SKOR
Skor 3 Skor 2 Skor 1 Skor 0
Skor 3 Skor 2 Skor 1 Skor 0 Skor 0 Skor 3 Skor 2 Skor 1
4. Kesehatan keluarga dibagi menjadi 3 kategori a. < 25% jumlah anggota keluarga sering sakit (baik) b. 25% - 50% jumlah anggota keluarga sering sakit (sedang) c. > 50% jumlah anggota keluarga sering sakit (buruk)
Skor 3 Skor 2 Skor 1
5. Kondisi perumahan keluarga dibagi 3 kategori a. Keadaan permanen (skor 15-19) b. Keadaan semi permanen (skor 10 - 14) c. Keadaan tidak permanen (skor 5 - 9 )
Skor 3 Skor 2 Skor 1
6. Fasilitas rumah keluarga dibagi menjadi 3 kategori a. Lengkap (skor 21-27) b. Semi lengkap (skor 14 - 20) c. Tidak lengkap (skor 7 - 1 3)
Skor 3 Skor 2 Skor 1
dan kemudian membandingkan dengan klasifikasi bcrikut ini : a. Tingkat kesejahteraan tinggi jika skor
14 - 18
b. Tingkat kesejahteraan sedang jika skor
10 - 13
c. Tingkat kesejahteraan rendah jika skor
6 - 9
3.7.5. Metode Analisis Hierarchy Process ( AHP ) Untuk mengetahui strategi kebijakan pengembangan pariwisata di Bengkulu dievaluasi dari tiga aspek yaitu dampaknya terhadap ekonomi, sosial serta lingkungan. Analisis hierararchy proses (AHP) digunakan dalam kerangka manfaat “dampak positif” dan biaya “dampak negatif” dari pengembangan
32
kawasan wisata pantai panjang dan tapak paderi. Analisis hierararchy proses (AHP) bertujuan untuk mendapatkan prioritas pengembangan kawasan wisata yang terbaik pada masa yang akan datang. Alternatif yang dapat di uraikan dalam pendekatan AHP hal-hal yang bersifat kualitatif dapat di identifikasikan melalui sistem yang diamati dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran umum terhadap sistem yang dikaji. Selanjutnya dari hasil identifikasi tersebut akan diperoleh beberapa variabel yang cukup mendominasi dan signifikan yang menggambarkan dampak yang terjadi akibat adanya kebijakan pembangunan pariwisata. Adapun langkah–langkah menganalisis data menurut Suryadi dan Ramdhani, (1998) adalah : 1) Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2) Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, subtujuan – subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan yang paling bawah. 3) Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau ktriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan didasarkan pada jugdement dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibanding elemen lainnya. 4) Melakukan
perbandingan
berpasangan
sehingga
diperoleh
judgment
seluruhnya sebanyak n x [(n-1/2)] buah. Dalam hal ini n adalah banyaknya elemen yang diinginkan. 5) Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten pengambilan data diulangi lagi. 6) Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk setiap hierarki. 7) Meghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan, nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis judgment dalam menentukan pioritas-prioritas elemen-elemen pada hierarki terendah sampai pada pencapaian tujuan. 8) Memeriksa konsistensi hierarki, jika nilainya lebih dari 10 persen maka penilaian data judgment harus diperbaiki.
33
Penyususunan
hierarki
atau
struktur
keputusan
dilakukan
untuk
menggambarkan elemen sistem atau alternatif keputusan yang teridentifikasi. Penentuan prioritas untuk setiap kriteria dan alternatif, harus melakukan perbandingan berpasangan yaitu membandingkan setiap elemen dengan elemen lainnya pada setiap hierarki secara berpasangan, sehingga didapat nilai tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat kualitatif untuk mengkuantifikasi pendapat kualitatif tersebut. Sehingga digunakan skala penilaian dan selanjutnya akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka Menurut Saaty ( 1991 ) untuk berbagai permasalahan terlebih dahulu harus ditetapkan skala kuantitatif satu ( 1 ) sampai sembilan ( 9 ), skala ini merupakan skala terbaik dalam mengkualifikasikan pendapat, yaitu berdasakan akurasinya yang ditunjukan denga nilai RMS (Root Mean Square deviation) atau MAD (Median Absolute Deviation ). Nilai dan defenisi perbandingan Saaty dapat dilihat pada tabel 6 berikut : Tabel 6 Skala Penilaian Perbandingan Intensitas kepentingan 1 3
Defenisi Kedua elemen sama pentingnya Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen lainnya ( moderate ) Elemen yang satu lebih penting dari elemen lainnya ( strong )
5
7
Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya ( verry strong ) Satu elemen mutlak penting dari pada elemen lainya ( extreme )
9
2,4,6,8 Kebalikan
Penjelasan Dua mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya Satu elemen yang kuat di sokong dan dominan terlihat dalam praktek
Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai-nilai antara dua nilai Nilai ini diberikan jika ada dua kompromi pertimbangan yang berdekatan diantara dua pilihan Jika untuk aktivitas i mendapat angka 2 jika dibandingkan aktivitas j, maka j mempunyai nilai ½ dibanding dengan i
Pada dasarnya formulasi matematis model AHP dilakukan dengan suatu matriks, dalam hal ini dalam suatu subsistem operasi terdapat elemen operasi yaitu A1, A2,.....,An, maka hasil perbandingan secara berpasangan elemen-elemen operasi tersebut dapat membentuk matriks perbandingan sebagai berikut
34
A1 A2 . An
A1 a11 a21
A2 a12 a22
.... .... ....
An a1n a2n
an1
an1
....
ann
Perbandingan berpasangan dimulai dari hierarki yang paling tinggi dimana suatu kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan. Jika vektor pembobotan elemen-elemen kegiatan A1, A2, An dinyatakan sebagai vektor W, dengan W = (W1, W2, Wn), maka intensitas kepentingan elemen kegiatan A1 dibandingan dengan A2 dinyatakan sebagai perbandingan bobot elemen A1 kegiatan A1 terhadap A2, yaitu W1/W2 = a 12. sehingga matriks perbandingan berpasangan dapat dinyatakan sebagai berikut: (Saaty, 1994). A1
A2
A3
An
A1
W1/W1
W1/W2
W1/W3…………………..W1/Wn
A2
W2/W1
W2/W2
W2/W3…………………..W2/Wn
A3
W3/W
W3/W2
W3/W3…………………..W3/Wn
Wn/W1
Wn/W2
Wn/W3…………………..Wn/Wn
. An
Nilai Wi/Wj, dengan i, j = 1, 2, 3,…….n didapat dari partisipasi yaitu para pengambil keputusan yang berkompeten dalam permasalahan yang dianalisis. Bila matriks ini dikalikan dengan vektor kolom W (W1, W2, W3…….Wn) maka diperoleh hubungan : A W = n W Bila matriks A diketahui dan ingin diperoleh nilai W, maka dapat diselesaikan melalui persamaan berikut : (A – n I) W = 0
Dimana : I = matriks
identitas Konsisensi logis nilai-nilai perbandingan berpasangan yang telah dilakukan harus diperiksa tingkat konsistensinya, misalnya dalam melakukan perbandingan di nilai bahwa A>B dan B>C maka secara logis harusnya A>C. Untuk menghitung konsistensi ini, AHP telah memiliki formulasi untuk menhitung Consistency ratio. CR merupakan parameter yang dapat digunakan
35
untuk memeriksa apakah penilaian perbandingan telah dilakukan dengan konsisten atau tidak. Proses penentuan parameternya adalah sebagai berikut : 1. Mengalikan matriks yang telah disusun berpasangan dengan nilai fakor ( nilai eigen ) sehingga diperoleh weighted sum vektor. 2. Menghitung konsistensi vektor dengan jalan menentukan nilai rata-rata weihgted sum vektor, yaitu membagi masing-masing weihgted sum vektor dengan nilai eigen. Selanjutnya hasil pembagian ini dijumlahkan seluruhnya dan dibagi dengan banyaknya eigen. 3. Menghitung nilai Consistency Index ( CI ) dengan menggunakan rumus : C Xmaks n /( n 1)
Dimana : n = Banyaknya alternatif Xmaks = Banyaknya eigen 4. Selanjutnya untuk menghitung Consistency Ratio ( CR ) dengan rumus CR = RI/CI Nilai RI ( Random Indeks ) diperoleh dari table yang telah disusun oleh Saaty seperti berikut : N
1
RI
0.00
2
3
0.00 0.58
4
5
6
7
8
9
10
0.90
1.12
1.24
1.32
1.41
1.45
1.49
Sumber : Saaty ( 1991 ) Sebagai alat analisis manfaat biaya merupakan metode praktis untuk : 1) pengambilan keputusan apakah akan melaksanakan suatu program/kegiatan atau tidak. 2) pemilihan aktivitas yang paling produktif dengan ratio manfaat/biaya tertinggi. 3) memaksimalkan total benefit dalam berbagai kendala. 4) peninjauan kembali keadaan setelah proyek pada suatu saat untuk melakukan eliminasi atau realokasi
sumberdaya.
Oleh
karena
itu
penelitian
ini
dicoba
untuk
mengaplikasikan AHP terhadap analisis manfaat dan biaya ABM yang sama-sama pendekatannya bertujuan untuk mendapatkan alokasi yang optimal dari pemanfaatan sumberdaya. Dalam ABM pemilihan alternatif dengan menghitung rasio manfaat/biaya yang tertinggi ( data kuantitatif ), sedangkan dalam AHP pemilihan alternatif dengan menangkap secara rasional persepsi orang, karena AHP mampu mengkonversi faktor-faktor yang intangible ( yang tidak terukur ) ke dalam aturan yang biasa sehingga bisa dibandingkan.
36
3.7.6. Analisis SWOT Analisis SWOT adalah suatu cara untuk mengidentifikasikan berbagai faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi pemecahan permasalahan. Analisis ini didasarkan pada logika dengan memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities) namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Analisis SWOT mempertimbangkan faktor lingkungan internal strength dan weaknesses serta lingkungan eksternal opportunities dan threats yang dihadapi (Marimin, 2004). Analisis SWOT membandingkan faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan sehingga dari analisis dapat diambil suatu keputusan strategi pengembangan kawasan wisata. Matrik SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Dari matriks ini akan terbentuk empat kemungkinan alternatif strategi. Tabel 7 Diagram Matrik SWOT Faktor Eksternal Kekuatan Kelemahan STRENGHTS (S) WEAKNESSES (W)
Faktor Internal Peluang OPPURTUNITIES (O)
Strategi SO
Strategi WO
Ancaman TREATHS (T)
Strategi ST
Strategi WT
Alternatif strategi yang diperoleh dari matrik diatas adalah:
Strategi SO : menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mendapatkan peluang yang sudah ada.
Strategi ST : menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki
untuk mengatasi ancaman.
Stategi WO : menciptakan strategi yang berusaha mendapatkan peluang yang ada dengan mengatasi kelemahan yang ada.
Stategi WT : menciptakan strategi yang berusaha meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.
37
BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1. Letak Geografis Kota Bengkulu adalah ibu kota Provinsi Bengkulu, Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 144,52 km². Kota Bengkulu terletak di tepi pantai pulau Sumatera yang menghadap ke Samudra Hindia. Provinsi Bengkulu sendiri terletak pada pantai barat pulau Sumatra pada posisi 101° 1' - 104° 46' BT dan 2° 16' sampai 5° 13' LS, yang membujur sejajar dengan Bukit Barisan dan berhadapan langsung dengan Samudra Hindia dengan panjang pantai 525 km dan luas teritorial 48.075 km². Secara administratif Kota Bengkulu terbagi dalam 8 kecamatan dimana 2 diantaranya yaitu Kecamatan Ratu Samban dan Kecamatan Teluk Segara merupakan daerah penelitian. Kedua kecamatan ini dipilih secara sengaja karena pada dua kecamatan ini lokasi penelitian berada dimana Pantai Panjang terletak di Kecamatan Ratu Samban dan Tapak Paderi berada di Kecamatan Teluk Segara. Tabel 8 Luas Kecamatan, Jumlah Kelurahan dan Jumlah Penduduk Kecamatan Luas Jumlah Kelurahan Jumlah Penduduk (Km2) ( Unit ) ( Jiwa ) Selebar 33.128 6 18.661 Kampung Melayu 68.721 6 28.139 Gading Cempaka 18.629 11 73.092 Ratu Agung 7.791 8 48.680 Ratu Samban 3.225 9 27.430 Teluk segara 2.175 13 21.335 Sungai serut 7.771 7 16.126 Muara Bangkahulu 23.674 7 28.157 Jumlah 144.52 67 261.620 Sumber : Kota Bengkulu dalam Angka, 2006
4.2. Topografi Bentuk permukaan wilayah kota Bengkulu relatif datar. Sebagian besar wilayah kota berada dalam kemiringan/kelerengan 0-15% yaitu seluas 14,224Ha (98,42%) dan sebagian kecil 1,58% dari wilayah kota Bengkulu memiliki kelerengan 15-40% seluas 228 Ha. Wilayah yang relatif datar terutama di wilayah pantai dengan ketinggian berkisar antara 0 – 10 meter dpl. Sedangkan di bagian timur ketinggiannya berkisar 25-50 Meter dpl.
38
4.3. Klimatologi dan Hidrologi Berdasarkan data stasiun meteorologi Padang Kemiling dan Stasiun klimatologi Pulau Baai Bengkulu, suhu udara diperkirakan minimum 21 0 dan maksimum 320 dengan rata-rata kelembaban mencapai 85%. Sepanjang tahun 2001 sampai 2003 kota Bengkulu cenderung turun hujan dengan rata-rata mencapai 21,92 hari hujan perbulannya sepanjang tahun 2001 sampai 2003 rataratanya berkisar 23 – 29 hari hujan perbulannya. Iklim wilayah kota Bengkulu adalah iklim tropis, dengan temperatur udara rata-rata 220C – 320C. Lama penyinaran matahari berksar antara 40 – 80 % dengan kelembaban udara 80 – 87%. Kondisi hidrologi di wilayah kota Bengkulu meliputi perairan darat dan perairan laut. Sungai-sungai di kota Bengkulu antara lain : air Bengkulu, air Jenggalu, air Hitam, air Babatan, air Betungan, air Muara, air Riak, air Lempuing dan air Sepan. Pada musim hujan terdapat daerah-daerah rawan tergenang air karena wilayahnya relatif rendah dan datar diantaranya adalah daerah Tanjung Agung dan Tanjung Jaya di Kecamatan Sungai Serut, Kelurahan Kebun Tebeng dan Sawah Lebar di Kecamatan Gading Cempaka, Kelurahan Penurunan di Kecamatan Ratu Samban, Rawa Makmur di Kecamatan Muara Bangkahulu.
4.4. Kondisi Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya Masyarakat 4.4.1. Keadaan Kependudukan Kependudukan sangat berpengaruh dalam pembangunan karena penduduk sebagai pelaku sekaligus menjadi sasaran dari pembangunan yang dilaksanakan. Dengan luas wilayah 144.52 Km2 kota Bengkulu memiliki penduduk berjumlah 261.620 jiwa pada tahun 2006. Dari jumlah tersebut, penduduk laki-lakinya berjumlah sekitar 129.368 jiwa dan perempuan sekitar 132.252 jiwa dengan kepadatan penduduk 1810 jiwa per kilometer persegi yang terbagi dalam delapan kecamatan.
39
Tabel 9 Luas Daerah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan Tahun 2006 Kecamatan Penduduk Luas Kepadatan penduduk (jiwa) (Km2) (jiwa/Km2) Selebar 18.661 33.128 563 Kampung Melayu 28.139 68.721 409,5 Gading Cempaka 73.092 18.629 3.923,5 Ratu Agung 48.680 7.791 6.248,2 Ratu Samban 27.430 3.225 8.505,4 Teluk segara 21.335 2.175 9.809 Sungai serut 16.126 7.771 2.075 Muara Bangkahulu 28.157 23.674 1.189 Jumlah 261.620 144.52 1.810,5 Sumber : BPS Kota Bengkulu 2006
Kecamatan yang paling padat adalah kecamatan Teluk Segara yang memiliki 12 kelurahan, tujuh diantaranya adalah kelurahan pesisir. Kecamatan Ratu Samban adalah kecamatan terpadat kedua yang terdiri dari 9 kelurahan. Kecamatan dengan kepadatan terendah adalah kecamatan Kampung Melayu yang terdiri dari 6 kelurahan. Tabel 10
Jumlah Penduduk Kota Bengkulu Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2006 ( jiwa ) Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Total 0–4 11.639 12.875 24.514 5–9 12.154 11.433 23.587 10 – 14 12.463 14.832 27.295 15 – 19 14.729 16.171 30.900 20 – 24 15.553 16.892 32.445 25 – 29 12.051 11.021 23.072 30 – 34 8.549 10.609 19.158 35 – 39 8.961 9.785 18.746 40 – 44 9.579 9.373 18.952 45 – 49 9.167 6.901 16.068 50 – 54 7.622 5.871 13.493 55 – 59 2.678 1.854 4.532 60 – 64 927 2.060 2.987 + 65 3.296 2.575 5.871 Jumlah 129.368 132.252 261.620 Sumber : BPS Kota Bengkulu, 2006
Berdasarkan tabel 10 diatas di ketahui bahwa penduduk kota Bengkulu yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada laki – laki. Berdasarkan kelompok umur maka yang paling tinggi adalah pada kelompok umur 20 – 24 tahun yakni sebanyak 32,445 jiwa.
40
4.4.2. Pekerjaan dan Mata Pencaharian Dari total populasi penduduk tahun 2006, yang termasuk dalam angkatan kerja berjumlah 117.007 penduduk atau setara dengan 62.8%. Dari jumlah angkatan kerja ini, penduduk laki-laki yang bekerja adalah sebanyak 72.203 atau sebesar 55,45% dari total angkatan kerja sedangkan proporsi penduduk perempuan yang bekerja yaitu 28,17%. Tabel 11 Penduduk Berumur 15 tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama Kota Bengkulu No. Kegiatan Utama Laki-Laki Perempuan Jumlah ( jiwa ) (jiwa) (jiwa) 1. Angkatan Kerja 72.203 44.806 117.009 a. Bekerja 64.890 32.960 97.850 b. Pengangguran 7.313 11.846 19.159 2. Bukan Angkatan kerja 20.909 48.307 69.216 a. Sekolah 14.729 14.729 29.458 b. Mengurus Rumah Tangga 618 31.415 32.033 c. Lainnya 5.562 2.163 7.725 Sumber : BPS Kota Bengkulu, 2006
Komposisi distribusi penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan pada tahun 2006 menunjukkan bahwa 39,10% (3.856 jiwa) penduduk bekerja di sektor jasa-jasa. Selanjutnya diikuti oleh sektor perdagangan sebesar 29,40% (2.877 jiwa ). Adapun distribusi penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja berdasarkan jenis pekerjaan utamanya menunjukkan bahwa sebanyak 23,70% atau sekitar
2.319 jiwa adalah pekerja di bidang tenaga produksi,
operator alat pengangkutan dan pekerja kasar. Selanjutnya yang bekerja sebagai tenaga usaha penjualan sebanyak 2.290 jiwa atau sebesar 23,40% dan terendah adalah sebagai tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan sebanyak 1.90% ( Kota Bengkulu dalam angka, 2006 ) Adapun berdasarkan status atau kedudukan dalam pekerjaan, pada tahun 2006 sebesar 51,20% atau sebanyak 50.099 jiwa adalah sebagai buruh/karyawan dan yang berusaha sendiri sebanyak 23,20% atau sebanyak 22.701 jiwa. Tabel 12
Jumlah Penduduk Kecamatan Ratu Samban Dan Teluk Segara Berdasarkan Pekerjaan ( jiwa )
Kecamatan/Kelurahan
Tani/Nelayan
Dagang
PNS
Ratu Samban 1.740 1.866 1.606 Kel. Penurunan 73 320 237 Teluk Segara 632 814 1.041 Kel. Malabro 312 82 38 Kel. Kebun keling 15 72 38 Sumber : data kecamatan Ratu Samban dan Teluk segara 2007.
TNI/Polri
Swasta
Jumlah
524 34 179 49 3
4.146 363 3.753 140 325
9.882 1.027 6.439 621 468
41
Penduduk yang bekerja di sektor swasta meliputi usaha yang bersifat usaha sendiri, berusaha dengan pekerjaan yang tidak tetap, berusaha dengan pekerjaan yang tetap, karyawan dan pekerja keluarga. Penduduk yang berusaha sebagai pedagang adalah pemilik toko atau kios. Mereka yang berdagang kecilkecilan yaitu sebagai penjual barang-barang atau makanan yang dilaksanakan sendiri tanpa dibantu orang lain misalnya mereka yang berjualan di pasar setempat atau berjualan di daerah kawasan wisata sebagai penjual makanan dan minuman ringan atau sering disebut sektor informal.
4.4.3. Pendidikan dan Sosial Budaya Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan karena tingkat pendidikan penduduk erat kaitannya dengan kemampuan sumber daya manusia menyerap perkembangan teknologi di era globalisasi serta memanfaatkannya untuk pelaksanaan pembangunan sektoral dan regional. Disamping itu pendidikan juga merupakan modal dalam memanfaatkan peluang kerja dan meningkatkan kesejahteraan. Untuk mengetahui tingkat pendidikan penduduk tertera pada Tabel 13. Tabel 13 Jumlah Penduduk menurut pendidikan tahun 2006 (jiwa) Kecamatan TK Ratu Agung 2.123 Gading Cempaka 1.665 Sungai Serut 0 Ratu Samban 882 Kampung Melayu 512 Teluk Segara 0 Selebar 0 Muara Bangkahulu 437 Jumlah 5.619 Sumber : Bappedalda, 2006
SD 4.805 9.718 3.571 3.486 4.421 2.960 3.676 6.287 38.924
Pendidikan SMP SMU 7.535 7.658 9.223 10.945 2.666 3.439 5.051 4.059 2.486 3.230 4.461 7.695 2.117 2.739 3.843 6.050 37.382 45.815
Jumlah PT 2.498 5.414 2.236 849 769 2.352 1.131 3.138 18.387
24.619 36.965 11.912 14.327 11.418 17.468 9.663 19.755 146.127
Dilihat dari tingkat pendidikan, penduduk kota Bengkulu masih cenderung pada pendidikan dasar, hal ini dilihat dari penduduk yang pendidikan formalnya SD, SMP lebih banyak ( 56,0%) daripada penduduk berpendidikan SMU dan PT (44%). Pendidikan di kota Bengkulu dari SD hingga SMU disubsidi oleh pemerintah secara utuh. Orang tua murid hanya membiayai sarana pendukung seperti buku tulis, seragam sekolah dan alat tulis.
42
4.5. Struktur Ekonomi Perekonomian kota Bengkulu jika dilihat dari PDRB perkapita selama lima tahun (2000 – 2006) relatif mengalami kenaikan. Pada tahun 2000 PDRB kota Bengkulu atas dasar harga konstan sebesar 1.234.825 dan tahun 2006 meningkat menjadi sebesar 1.964.655. Secara umum indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi berdasarkan PDRB harga konstan. Tabel 14 Distribusi persentase pertumbuhan PDRB Kota Bengkulu tahun 20002006 atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha Sektor 2000 2001 2002 2003 2004* 2005** 2006*** Pertanian 5,95 5,87 5,87 5,89 5,95 6,00 6,05 Pertambangan dan 0,72 0,70 0,68 0,65 0,65 0,64 0,63 penggalian Industri pengolahan 4,56 4,47 4,69 4,63 4,65 4,63 4,59 Listrik,gas dan air bersih 0,57 0,57 0,68 0,75 0,77 0,83 0,82 Bangunan 3,83 3,93 3,97 3,97 3,89 3,84 3,80 Perdagangan,hotel dan 35,14 35,77 35,85 36,03 36,14 35,96 36,19 restoran Pengangkutan dan 17,48 17,50 17,38 17,26 17,50 17,77 17,55 komunikasi Keuangan, persewaan dan 10,07 9,93 9,84 9,73 9,53 9,44 9,32 air bersih Jasa-jasa 21,69 21,26 21,04 21,09 20,91 20,89 21,04 PDRB 100 Sumber : BPS Kota Bengkulu, 2006
100
100
100
100
100
100
Berdasarkan tabel 14 diatas dapat dilihat bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan penyumbang urutan pertama yaitu sebesar 36,19% dari total PDRB pada tahun 2006 atau sebesar 613.355 juta dan cenderung menunjukkan peningkatan dari tahun 2000 hingga tahun 2006. Kontribusi terbesar kedua di peroleh dari sektor jasa-jasa yakni sebesar Rp. 356.529 Juta dan di ikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi. Penyumbang terendah dalam PDRB adalah sektor pertambangan dan penggalian hanya sebesar 0.63% dari total PDRB.
4.5.1. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor perdagangan, hotel dan restoran adalah sebagai pendukung untuk kemajuan sektor pariwisata. Kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran terus mengalami peningkatan. Dari jumlah akomodasi yang tersedia dapat dilihat bahwa di kota Bengkulu terdapat 4 hotel berbintang dan 35 hotel tidak berbintang
43
dengan jumlah kamar 136 dan 708. adapun jumlah tempat tidur sebanyak 229 dan 1.235. Di sekitar kawasan wisata Pantai Panjang terdapat 8 hotel dengan jumlah kamar 198 ( Harian Rakyat Bengkulu, edisi 2 januari 2008) disamping terdapat juga pondok-pondok yang dibangun oleh masyarakat yang disewakan dan sebagai sarana mereka berjualan. Di kawasan Tapak Paderi memang belum ada hotel namun di kawasan ini banyak terdapat warung-warung tenda yang menyajikan jajanan untuk para wisatawan.
4.6. Sarana dan Prasarana Ekonomi 4.6.1. Perumahan Seiring jumlah penduduk yang semakin bertambah, kebutuhan perumahan dimasa mendatang akan meningkat pesat. Pada tahun 2004 tercatat jumlah perumahan di Provinsi Bengkulu sebanyak 294.388 unit, di perkotaan sebesar 104.266 unit dan pedesaan sebesar 190.122 unit. Sebanyak 35.208 kk penduduk yang tinggal di perkotaan belum memiliki perumahan, sedangkan penduduk yang tinggal di pedesaan sebanyak 21.324 KK, juga belum memiliki rumah sendiri. Pembangunan perumahan sebagian besar dibangun oleh individu dan sebagian oleh swasta (developer). Permasalahan yang sering terjadi yaitu tumbuhnya pemukiman yang kurang layak huni hingga menimbulkan pemukiman kumuh. Jumlah rumah yang ada di kota Bengkulu berdasarkan kondisi perumahan yaitu : permanen 32.681 unit, semi permanen 10.237 unit, dan temporer 1.695 unit (RTRW kota Bengkulu, 2005)
4.6.2. Pendidikan,Kesehatan dan Peribadatan Fasilitas pendidikan merupakan infrastruktur yang sangat penting, disebabkan dengan fasilitas yang memadai akan memberikan nilai tambah bagi peningkatan sumber daya manusia. Fasilitas pendidikan mulai tingkat pendidikan SD, SLTP, SLTA, Akademi dan Perguruan Tinggi. Di kota Bengkulu terdapat 75 TK, 91 SD, 37 SLTP dan 23 SMU serta 1 PTN dan 8 PTS (Sumber : Dinas Pendidikan Nasional
Prov. Bengkulu Tahun Pelajaran 2006/2007. Saat ini
pemerintah kota Bengkulu menerapkan kebijakan gratis sekolah bagi masyarakat
44
di lingkungan kota Bengkulu yang meliputi SD hingga SMU yang berada di administrative kota Bengkulu. Jumlah sarana kesehatan di kota Bengkulu terdiri dari 1 unit RSUD, 1 unit RSJ, 3 unit rumah sakit umum swasta, 1 unit rumah sakit tentara, 13 puskesmas, 49 puskesmas pembantu, klinik KB 63 unit, rumah bersalin 10 unit, klinik sanitasi 13 unit, balai pengobatan 15 unit dan posyandu 193 unit. Untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat maka di kota Bengkulu diberlakukan kebijakan berobat gratis di puskesmas untuk semua warganya( RTRW kota Bengkulu ) Sebagian besar penduduk kota Bengkulu beragama Islam, maka dominan fasilitas peribadatan jumlahnya paling banyak untuk umat agama Islam. Fasilitas keagamaan terdiri dari masjid 309 unit, mushola 68 unit, langgar 21 unit, gereja katolik 6 unit, gereja protestan 8 unit, pura 1 unit dan vihara 1 unit.
4.6.3. Air Bersih dan Listrik PDAM kota Bengkulu memanfaatkan air yang bersumber dari air Bengkulu di kelurahan Surabaya dan air nelas di desa cahaya negeri kabupaten seluma. Disamping itu, ketersediaan air warga kota Bengkulu di supply dengan adanya sumur-sumur air tanah yang dibuat oleh masyarakat. Air bersih tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan rumah tangga. Adapun sumber energi listrik untuk melayani kota Bengkulu berasal dari PLTD Sukamerindu dengan kapasitas daya 15MW, PLTD pulau Baai berkapasitas daya 12,6 MW. Dapat dikatakan hampir seluruh kawasan perumahan dan pemukiman kota Bengkulu telah terlayani oleh parasarana dan sarana listrik (RTRW kota Bengkulu, 2005.)
4.6.4. Transportasi Prasarana transportasi di kota Bengkulu seperti jalan raya kondisinya relatif baik meskipun ada beberapa titik yang rusak. Sedangkan sebagai tempat pusat pelayanan regional terdapat dua terminal yang aktif yakni terminal Sungai Hitam dan terminal Betungan. Sarana transportasi di Kota Bengkulu berupa angkutan kota dengan jenis kendaraan seperti colt, carry yang dibagi dalam 5 lintasan trayek. Untuk transportasi udara terdapat 1 bandara yakni bandara
45
Fatmawati yang melayani rute Bengkulu Jakarta pp dengan frekwensi penerbangan enam kali sehari. Sarana transportasi laut yaitu di pelabuhan laut pulau Baai, pelabuhan ini belum begitu optimal karena baru melayani rute pelayaran Bengkulu – Enggano dan berlayar setiap seminggu sekali yang sangat tergantung pada cuaca.
4.7. Perkembangan Kegiatan Pariwisata 4.7.1. Potensi Pariwisata Potensi penawaran pariwisata dapat ditunjukkan oleh adanya objek wisata atau rekreasi yang memiliki daya tarik bagi pengunjung. Factor lain yang mendukung adalah aksesibilitas. Daya tarik yang dimiliki antara lain meliputi unsur-unsur keindahan, keunikan, keaslian, kelangkaan dan keanekaragaman pada suatu kawasan. Walaupun keindahan cenderung relatif bagi masing-masing individu, tetapi unsur-unsur keindahan lain yang di akui secara umum. Unsurunsur keindahan tersebut misalnya adalah kesunyian, ketenangan dan tantangan medan yang seringkali menjadi daya tarik suatu kawasan. Kota Bengkulu memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan pariwisata. Letak kota Bengkulu berada di pinggir laut, namun demikian sebagian besar bangunan penting di kota ini terletak agak jauh dari pantai kecuali kawasan Benteng Marlborough. Berbagai fasilitas hotel, restoran, diskotik, sejumlah kantor perusahaan penerbangan, money changger dan perbankan tersedia untuk memberikan berbagai kemudahan bagi wisatawan dan sedikitnya ada sembilan obyek wisata yang bisa dikunjungi di wilayah kota ini. Kawasan wisata di Kota Bengkulu meliputi wisata alam, wisata budaya dan rekreasi/hiburan. Luas kawasan wisata yang telah dikelola/berkembang sekitar 55 Ha yang terdiri dan kawasan wisata Pantai Panjang, Pasir Putih, Tapak Paderi, Pulau Tikus, Kawasan Danau Dendam Tak Sudah dan Taman Remaja. Klasifikasi kawasan wisata di Kota Bengkulu dapat dilihat pada tabel berikut
46
Tabel 15 Objek Wisata Yang Terdapat Di Wilayah Kota Bengkulu No
Nama Objek Wisata
Daya Tarik Utama
1 Pantai Panjang Wisata alam 2 Tapak Paderi 3 Pantai Jakat 4 Pasir Putih 5 Taman Remaja Satwa 6 Danau Dendam 7 Tahura Rajalelo 8 Rumah Bung Karno Wisata budaya 9 Benteng Malborough 10 Monumen Thomas Parr 11 Mesjid Jamik 12 Museum Negeri Bengkulu Sumber : Dinas pariwisata prov Bengkulu, 2006
Jumlah Pengunjung (Tahun 2005) 14.600 9.120 3.200 1.000 4.532 5.000 6.548 5.400 -
Objek wisata Pantai Panjang adalah merupakan salah satu kawasan wisata andalan di kota Bengkulu, pantai ini membentang sepanjang 7 km dengan pasirnya yang bersih. Daya tarik utama dari pantai ini adalah Pantai Panjang memiliki panjang pantai yang benar-benar panjang dengan karakteristik pasirnya yang masih alami dan kelandaian pantai yang cocok untuk tempat berjemur atau tanning. Pesona sunset dan jajaran pohon cemara yang hijau di sepanjang tepiannya inilah yang coba ditawarkan untuk menarik wisatawan datang ke Bengkulu. Pantai di tepian Samudera Hindia ini jika sore hari dipadati oleh para pengunjung yang ingin beristirahat sambil menikmati saat – saat Matahari terbenam. Pengunjung bisa sekadar duduk – duduk di pasir sambil menikmati pemandangan, atau berolahraga seperti joging, bermain bola, dan sekadar jalanjalan. Letak pantai sekitar 3 km dari pusat kota. Selain sarana berwisata di Pantai Panjang juga menawarkan sarana pembelanjaan dengan berdirinya Bengkulu Indah Mall di pinggir pantai sehingga wisatawan yang ingin berekreasi dapat sekaligus berbelanja disini. Pantai Panjang yang berada dalam wilayah kecamatan Ratu Samban ini juga satu wilayah dengan wisata rumah Bung Karno, proklamator kemerdekaan dan presiden pertama Republik Indonesia yang sebelum kemerdekaan pernah diasingkan di Bengkulu. Rumah kediaman bung Karno selama dalam pengasingan terletak di Jalan Soekarno Hatta dan barang-barang peninggalan beliau tersimpan di dalamnya. Saat ini rumah tersebut telah dijadikan museum oleh pihak Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Berlokasi di jalan Soekarno-Hatta
47
(Anggut Atas). Sepanjang jalan ini dapat ditemui toko-toko yang menjajakan makanan dan souvenir khas Bengkulu seperti lempok durian, kue perut punai, emping dan lainnya. Di samping Pantai Panjang, pesona Tapak Paderi juga tak kalah menariknya. Disini pemerintah membangun sarana rekreasi rakyat seperti pembendungan pantai menjadi kolam angsa-angsaan yang menyediakan rekreasi air. Ombak yang sedang dijadikan sebagai sarana berselancar walaupun jumlah peselancar belum begitu banyak. Di areal ini memang tidak ada sarana/akomodasi seperti hotel dan restauran yang di kelola oleh swasta/perusahaan. Di kawasan wisata ini terdapat pondok-pondok yang dibuat oleh masyarakat lokal untuk mengais rezeki yang menawarkan berbagai macam makanan ringan khas pantai seperti jagung bakar, kepiting goreng, minuman ringan. Tapak Paderi yang berada di kecamatan Teluk Segara ini terletak tidak jauh dari benteng Malbrough. Pesona keindahan laut dan sunset Tapak Paderi dapat juga dilihat dari atas benteng. Selain itu, salah satu kegiatan seni budaya yang telah menjadi kalender tetap di ibukota provinsi ini adalah Festival Tabut yang diselenggarakan setiap tanggal 10 Muharram. Tradisi ini sendiri dibawa oleh orang-orang India yang menjadi tentara Inggris pada tahun 1685. Salah satunya yang dikenal sebagai ulama adalah Syeh Burhanuddin atau populer dengan nama Imam Sengolo. Tabut sendiri merupakan symbol kepahlawanan cucu dari Nabi Muhammad SAW yaitu Hasan dan Husein yang wafat dalam suatu peperangan di gurun Karbala, Irak. Dimana pada tanggal 10 muharram arak-arakan tabut akan di buang ke Tapak Paderi, Padang Karbela dan Pantai Panjang.
4.7.2. Aksesibilitas Adapun aksesibilitas meliputi sarana komunikasi dan transportasi yang kadaannya cukup baik. Pintu gerbang menuju kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi melalui Bandar udara Fatmawati di Kota Bengkulu yang berjarak ±10 km dari pusat kota, tercatat ada 5 maskapai penerbangan dimana 4 maskapai untuk penerbangan Bengkulu – Jakarta dan 1 maskapai untuk penerbangan Bengkulu – Palembang . Sedangkan melalui jalan darat dari Kota Bengkulu dengan beberapa kota lainnya di sekitar Sumatera Selatan dan Sumatera Barat
48
keadaannya cukup baik dan sarana transportasi laut yaitu di pelabuhan laut pulau Baai, pelabuhan ini belum begitu optimal karena baru melayani rute pelayaran Bengkulu – Enggano. Aksesibilitas wilayah provinsi Bengkulu khususnya Kota Bengkulu yang meliputi sarana komunikasi dan transportasi untuk menuju lokasi wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi dengan aktivitas masyarakat cukup baik. Media informasi dn komunikasi yang dimiliki oleh masyarakat sekitar lokasi wisata antara lain televise, radio, telepon , koran lokal. Untuk menuju kawasan wisata Pantai Panjang bisa melalui 4 pintu masuk yakni pintu masuk utama di pantai ujung, pintu masuk utama dari sebelah kantor camat Ratu Samban, pintu masuk dari arah Tapak Paderi dan dari Anggut Atas. Sedangkan untuk menuju kawasan wisata Tapak Paderi dapat melewati 2 pintu masuk utama yakni dari arah benteng Marlborough. Angkutan umum menuju kedua lokasi wisata cukup baik yakni dengan menggunakan angkutan kota jenis carry berwarna kuning dengan trayek A1, A2 dan A3.
4.7.3. Pengunjung dan Akomodasi Perkembangan pariwisata di provinsi Bengkulu cukup menggembirakan di tinjau dari jumlah wisatawan yang datang ke Bengkulu. Berdasarkan jumlah pengunjung di Provinsi Bengkulu, kawasan wisata Kota Bengkulu (Pantai Panjang, Tapak Paderi dan Tahura Rajalelo) menduduki urutan pertama bagi wisatawan yakni sebanyak 14.600 jiwa, 9.120 jiwa dan 6.548 jiwa yang umumnya merupakan wisatawan lokal (Dispar Provinsi Bengkulu, 2006). Sebanyak 70 persen berjenis kelamin pria dengan asal daerah 77 persen dari Sumatera, 19 persen dari Jawa/Bali. Adapun motivasi utama dari wisatawan sebanyak 73 persen melakukan perjalanan bisnis atau dinas dan bekerja dan selebihnya adalah melakukan kunjungan keluarga, hiburan, petualangan dan lain sebagainya. Biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan sebanyak 47 persen untuk pengeluaran makan minum dan 44 persen untuk penginapan serta 9 persen untuk berbelanja barang cinderamata. Rata –rata lama wisatawan datang adalah 1,79 hari. Dilihat dari
akomodasi atau prasarana pariwisata dapat ditinjau dari
ketersediaan cottage, restoran dan pertokoan lainnya di sepanjang kawasan wisata.
49
Berdasarkan BPS Kota Bengkulu (2006), jumlah prasarana pariwisata di Kota Tercatat ada 3 hotel berbintang 3 dan 3 hotel melati yang ada di kawasan Pantai Panjang. Adapun total jumlah hotel di kota Bengkulu adalah 4 hotel berbintang 3 dan 35 hotel tidak berbintang. Dengan jumlah kamar masing – masing 136 dan 708 kamar. Releven dengan sedikitnya kunjungan wisatawan asing ke Provinsi Bengkulu, tingkat hunian kamar di hotel berbintang maupun melati relative rendah. Pada tahun 2006 tingkat hunian kamar hotel berbintang dan melati masing – masing 27,83 persen dan 24,70 persen. Usaha sarana pariwisata yang lainnya terdiri dari penyediaan makanan dan minuman, penyediaan angkutan wisata, penyediaan sarana wisata tirta termasuk kawasan rekreasi dan hiburan umum. Saat ini terdapat 167 rumah makan dan café termasuk usaha kecil milik rakyat. Sekitar 10 persen dapat di kategorikan sebagai usaha restoran yang terdapat di Kota Bengkulu. Untuk makanan /masakan oriental hanya terdapat pada hotel berbintang. Untuk sarana rekreasi dan hiburan umum terdapat 1 lapangan golf,
8 kolam renang , 5 tempat live music, 10 tempat
karaoke, dan 2 diskotik. Di samping itu masyarakat di sekitar lokasi secara swadaya membangun pondok-pondok kecil yang dipergunakan untuk menjual makanan dan minuman kepada wisatawan.
4.7.4. Zona Kesempatan Rekreasi/ ROS (Recreation Opportunity Spektrum) Spektrum Kesempatan Rekreasi (ROS) merupakan suatu kerangka dari Departemen Taman Nasional Amerika untuk menginventarisasi, merencanakan dan mengelola kesempatan rekreasi. Faktor utama dalam menentukan kelas ROS adalah setting, setting ini memberikan gambaran dari keseluruhan lingkungan outdoor dimana kegiatan – kegiatan itu dilangsungkan, pengaruh dari tipe – tipe kegiatan dan pada akhirnya menentukan tipe rekreasi yang dapat dicapai (Canada National Park service, 1997) Pengunjung datang ke kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi karena menginginkan pengalaman. Pengalaman pengunjung dapat terdiri dari berbagai aspek, namun menurut Kohl (2003) dalam Badi’ah (2004) aspek terpenting dari pengalaman pengunjung adalah perasaan kelamian, keterpencilan sampai dengan paling jauh dari tempat yang bernuansa perkotaan. Adapun kriteria
50
Zona Kesempatan Rekreasi yang didefinisikan oleh Canada National Park Service (1997) memiliki tujuh kriteria yakni : 1. Akses : termasuk cara perjalanan yang di lakukan dalam area dan yang mempengaruhi baik level maupun tipe penggunaan rekreasi di kawasan 2. Keterpencilan : perasaan individu jauh dari aktivitas manusia di dalam suatu kawasan yang luas 3. Kealamian : Variasi tingkat modifikasi oleh manuasia pada suatu lingkungan 4. Manajemen kawasan : mengacu pada tingkat pembangunan suatu tempat 5. Pengelolaan pengunjung : termasuk regulasi dan kontrol pengunjung, pemberian informasi serta servis/pelayanan pada mereka 6. Perjumpaan sosial : melibatkan jumlah dan pertemuan pengunjung satu sama lain dalam sebuah areal rekreasi 7. Dampak pengunjung : sesuatu yang berpengaruh terhadap sumberdaya alam seperti tanah, vegetasi, udara, perairan laut dan kehidupan liar Sehingga berdasarkan kriteria tersebut dapat dibuat matrik Zona Kesempatan Rekreasi kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi yang terdiri dari kriteria Akses, kealamian, manajemen kawasan (Tabel 16 dan 17). Tabel 16 Matrik Zona Kesempatan rekreasi di Kawasan Wisata Tapak Paderi Akses Akses menuju Tapak Paderi termasuk mudah, dari bandara Fatmawati memakan waktu ± 45 menit. Terletak < 3 km dari pusat kota sehingga akses untuk keluar masuk kota relatif mudah
Kealamian Lingkungan tidak lagi di dominasi oleh tampilan alami dengan tingkat pemandangan dan suara manusia yang sedang. Bersebelahan dengan benteng Marlborough dan Samudera Hindia sehingga dari atas benteng bisa di nikmati pesona sunset
Terdapat dua (2) pintu masuk dan tidak ada tiket/karcis masuk bagi kendaraan Ketinggian ombak sedang ataupun perorangan namun sehingga mulai di jadikan ada retribusi parkir kendaraan tempat berselancar meskipun belum terlalu Kawasan ini dapat ditempuh banyak jumlah peselancar selama 30 menit dari pusat kota dengan berjalan kaki Setiap hari lebih dari 50 dan < 10 menit dengan perjumpaan dengan orang menggunakan kendaraan lain bermotor
Manajemen Kawasan Berdasarkan andal pembangunan Kawasan Wisata Pantai di Kota Bengkulu maka kawasan ini akan di jasikan kawasan wisata urban Infrastruktur yang terdapat di kawasan ini fasilitas jalan di sepanjang pantai diperkeras aspal dan jembatan serta tempat parkir namun masih berbaur dengan vegetasi alami dan permukaan pasir/tanah. Pada kawasan ini tidak terdapat hotel dan restoran, disepanjang kawasan terdapat puluhan warung/kios yang di buat secara swadaya oleh masyarakat sebagai tempat berjualan yang di lengkapi sarana hiburan seperti tape recorder dan music Diperuntukkan UKM yang bisa meningkatkan pendapatan masyarakat lokal
51
Tabel 17 Matrik Zona Kesempatan rekreasi di Kawasan Wisata Pantai Panjang Akses Akses menuju Pantai Panjang termasuk mudah, dari bandara Fatmawati memakan waktu ± 30 menit.
Terletak < 3 km dari pusat kota sehingga akses untuk keluar masuk kota relatif mudah
Terdapat empat (4) pintu masuk dan tidak ada tiket/karcis masuk bagi kendaraan ataupun perorangan namun ada retribusi parkir kendaraan
Kawasan ini dapat di tempuh selama 45 menit dari pusat kota dengan berjalan kaki dan < 15 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor
Kealamian Lingkungan yang di dominasi oleh tampilan alami dengan tingkat pemandangan dan suara manusia yang sedang.
Manajemen Kawasan Berdasarkan andal pembangunan Kawasan Wisata Pantai di Kota Bengkulu maka kawasan ini akan di jasikan kawasan wisata rakyat
Ketersedian informasi sedang, pusat Sepanjang kawasan Pantai pengunjung, terdapat rambu-rambu Panjang ditumbuhi pohon untuk kawasan pantai yang berbahaya cemara atau pohon Ru Infrastruktur yang terdapat di kawasan Berpasir putih halus dan wisata Pantai Panjang cukup lengkap ada pelarangan dimana terdapat pusat perbelanjaan pengambilan pasir dari modern, hotel, motel, discotik, café dan kawasan ini kedai makanan yang disediakan secara Ketinggian ombak adalah swadaya oleh masyarakat sekitar. sedang sehingga bisa Fasilitas jalan di sepanjang pantai menjadi arena mandi di diperkeras aspal dan jembatan serta pantai/laut tempat parkir namun masih berbaur dengan vegetasi alami dan permukaan Pemandangan langsung pasir/tanah. ke laut Samudera Hindia sehingga bisa menikmati Fasilitas yang dibangun didesain untuk pesona sunset di sore jumlah pengguna besar (lebih dari 50 hari orang/hari) Terdapat peringatan zona tsunami mengingat kawasan pantai Bengkulu rawan terjadi gempa Diperuntukkan untuk pengembangan usaha kecil menengah yang bisa meningkatkan PAD
Sumber : Pengolahan Data primer, 2006
52
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Rumah Tangga Responden Rumah tangga yang menjadi responden dalam penelitian ini terdiri dari 60 rumahtangga yang berasal dari masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi, dimana 60 rumah tangga ini bekerja di sektor informal baik yang aktif memanfaatkan maupun yang tidak aktif memanfaatkan potensi wisata masing-masing sebanyak 30 orang. Karakteristik responden meliputi umur, pendidikan terakhir, jumlah anggota keluarga, pengeluaran dan pendapatan yang merupakan faktor-fakor yang dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga. Karakteristik tersebut akan berpengaruh terhadap kegiatan, keterampilan, dan kemampuan responden dalam menelaah dan mengambil keputusan mengenai dirinya, keluarganya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan lebih layak. Nilai rata-rata dari setiap peubah yang diamati dapat dikaji pada Tabel 18 berikut : Tabel 18 Rata-rata Peubah Karakteristik Responden No
Variabel
Peubah rataan per kelompok Masyarakat yang aktif Masyarakat yang tidak aktif memanfaatkan potensi wisata memanfaatkan potensi wisata 33,9 34,4 8,9 9,6 4,3 4,8
1 Umur ( Tahun ) 2 Pendidikan ( Tahun ) 3 Anggota Keluarga ( Jiwa ) 4 Pendapatan perkapita 172.389 ( Rp ) Sumber : Pengolahan data primer, 2008
150.810
Dari Tabel di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata umur masyarakat yang aktif memanfaatkan potensi wisata adalah sekitar 33,9 tahun sedangkan rata-rata umur masyarakat yang tidak aktif memanfaatkan potensi wisata adalah 34,43 tahun. Ratarata pendidikan menunjukkan bahwa pendidikan masyarakat yang tidak aktif memanfaatkan potensi wisata lebih baik dari yang aktif memanfaatkan yaitu 9.6 yang berarti bahwa masyarakat kelompok ini umumnya adalah tamatan SMP atau pernah duduk di bangku SMA. Sebaliknya dengan masyarakat yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata rata-rata tamatan SD atau pernah duduk di bangku SMP. Adapun jumlah anggota keluarga dari masyarakat yang aktif
53
memanfaatkan potensi wisata adalah 4,3 orang dan masyarakat yang tidak aktif memanfaatkan anggota keluarganya rata-rata 4,8 atau mendekati 5 orang. Selanjutnya
rata-rata
pendapatan
perkapita
masyarakat
yang
aktif
memanfaatkan potensi wisata adalah sebesar Rp. 172.389,- per bulan sedikit lebih besar dari rata-rata pendapatan perkapita masyarakat yang tidak aktif memanfaatkan yaitu sebesar Rp. 150.810,- per bulan dengan selisih pendapatan yang tidak begitu besar yakni Rp.21.579,- per bulan Berdasarkan hasil penelitian, komposisi umur responden yang aktif dalam memanfaatkan potensi pariwisata relatif lebih muda dibanding responden yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata. Umur kepala keluarga kedua kelompok ini tergolong dalam usia produktif yaitu berkisar 22 hingga 50 tahun , sedangkan untuk masyarakat yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata rata-rata umurnya adalah 34,43 tahun. Proporsi kelompok umur responden dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Distribusi Kelompok Umur Responden Umur Responden Kategori Responden ( tahun ) Memanfaatkan ( n=30) Tidak memanfaatkan (n=30) KK persen KK persen 20 – 29 12 40,00 30 – 39 8 26,67 40 – 49 9 30,00 >50 1 3,33 Rata-rata 33.9 Tahun Sumber : Pengolahan data primer, 2008
7 14 9 0
23,33 46,67 30,00 0,00 34.43 Tahun
Pendidikan masyarakat di sekitar kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi dikelompokkan berdasarkan jenjang pendidikan yang pernah ditempuh oleh responden yang terdiri dari pendidikan Sekolah Dasar (1- 6 tahun ), SMP ( 7-9 tahun) SMA ( 10-12 tahun ) dan lebih dari 12 tahun untuk PT. Komposisi pendidikan responden dapat disajikan pada Tabel 20 berikut : Tabel 20 Pendidikan Responden Memanfaatkan – Tidak Memanfaatkan Pendidikan Kategori Responden ( tahun ) Memanfaatkan ( n=30) Tidak memanfaatkan (n=30) KK persen KK persen SD ( 1 – 6 ) 12 40,00 5 16,67 SLTP ( 7 – 9 ) 7 23,33 14 46,67 SLTA ( 10 – 12) 11 36,67 11 36,67 PT ( > 12 ) 0 0,00 0 0,00 Rata-rata 8.9 tahun 9.6 tahun Sumber : Pengolahan data primer, 2008
54
Tabel 20 menunjukkan bahwa 40,00 persen responden yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata berpendidikan Sekolah Dasar, selanjutnya sebanyak 36,67 persen berpendidikan Sekolah Menengah Atas dan 23,33persen berpendidikan SLTP dan tidak ada yang lulusan Perguruan Tinggi. Sedangkan untuk responden yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata 36,67 persen berpendidikan SMA, 46,67 persen berpendidikan SLTP dan 16,67 persen berpendidikan SD dan tidak ada yang lulusan Perguruan Tinggi. Jumlah anggota keluarga yang merupakan jumlah seluruh anggota keluarga dalam satu rumah tangga yang ditanggung oleh kepala keluarga sangat menentukan tanggungan kepala keluarga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka akan semakin banyak biaya yang harus ditanggung oleh seorang kepala keluarga demikian juga sebaliknya semakin sedikit jumlah anggota keluarga maka akan semakin berkurang beban kepala keluarga. Namun jika dalam suatu keluarga terdapat anggota keluarga yang sudah masuk dalam angkatan kerja dan sudah bekerja maka akan menambah sumber pendapatan bagi keluarga tersebut. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa responden yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata mempunyai tanggungan yang lebih sedikit dari pada yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata. Sebanyak 50,00 persen responden yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata mempunyai tanggungan antara 4 – 5 orang, 33,00 persen mempunyai tanggungan kurang dari 4 orang sedangkan sebanyak 67,00 persen responden yang tidak aktif memanfaatkan potensi wisata mempunyai tanggungan antara 4 – 5 orang serta 20,00 persen responden mempunyai tanggungan lebih dari 5 orang. Untuk melihat komposisi jumlah anggota keluarga pada kedua kelompok ini dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Jumlah Anggota Keluarga Responden Yang Aktif Memanfaatkan – Tidak Aktif Memanfaatkan Potensi Pariwisata. Jumlah Anggota Kategori Responden Keluarga (jiwa) Memanfaatkan ( n=30) Tidak memanfaatkan (n=30) KK persen KK persen <4 10 33,33 4 13,33 4–5 15 50,00 20 66,67 >5 5 16,67 6 20,00 Rata-rata 4 orang 5 orang Sumber : Pengolahan data primer, 2008
Berkembangnya kegiatan pembangunan di bidang pariwisata di kota Bengkulu, diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya
55
masyarakat yang berada di sekitar lokasi wisata. Pendapatan rumah tangga adalah seluruh pendapatan baik yang berasal dari kepala keluarga maupun dari anggota keluarga yang diterima oleh kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari ( Sulasmi, 2007 ). Berdasarkan hasil survey dan analisis diketahui bahwa pendapatan rumahtangga yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata sebesar 60 persen berpendapatan perkapita antara Rp. 124.898,- – 198.250,- dan sebesar 23 persen berpendapatan perkapita di atas 198.250,- dan sebanyak 16,67 persen berpendapatan perkapita antara Rp. 74.344,- – 124.898,- dengan rata-rata pendapatan Rp 172.389,- per bulan. Sedangkan untuk rumah tangga yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata sebesar 63,33 persen berpendapatan perkapita perbulan antara Rp. 124.898,- – 198.250,- dan sebesar 20 persen berpendapatan perkapita lebih dari Rp. 198.250,- dengan rata-rata pendapatan perkapita Rp. 150.810,- per bulan. Kondisi ini menggambarkan bahwa pendapatan masyarakat yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata lebih besar daripada yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata (Tabel 22). Tabel 22 Pendapatan Perkapita Perbulan Responden yang Aktif Memanfaatkan – Tidak Aktif Memanfaatkan Potensi Pariwisata. Pendapatan/kapita per Kategori Responden bulan ( Rp ) Memanfaatkan ( n=30) Tidak memanfaatkan (n=30) KK persen KK persen < 74.344 0 0,00 0 0,00 74.344 – 124.897 5 16,67 5 16,67 124.898 – 198.250 18 60,00 19 63,33 > 198.250 7 23,33 6 20,00 Rata-rata Rp. 172.389,Rp. 150.810,Sumber : Pengolahan data primer, 2008
Adapun jenis usaha yang dilakukan oleh masyarakat atau responden yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata adalah usaha-usaha di sektor informal antara lain ikut berjualan makanan dan minuman ringan di sepanjang lokasi wisata, warung – warung tenda, warung – warung gaul sedangkan usaha-usaha penyewaan penginapan, restoran, pemandu wisata dilakukan oleh sektor swasta atau usaha menengah ke atas ( pengusaha ). Pendapatan lain dari masyarakat yang ikut aktif memanfaatkan potensi pariwisata ini antara lain menjadi buruh kapal nelayan atau menjaga parkir keamanan di lokasi wisata. Sedangkan rata-rata responden yang tidak aktif memanfaatkan kegiatan pariwisata dalam penelitian ini juga diambil masyarakat yang bekerja di sektor informal seperti usaha-usaha kecil atau menjadi
56
buruh proyek bangunan, pedagang kecil, nelayan kapal dan sebagai karyawan swasta. Dengan menggunakan program Minitab 14 dengan Uji-t 2 sampel t-Test di peroleh nilai t
hitung
= 2,49 dengan P-Value = 0.016 pada selang kepercayaan 95
persen atau significance level ( α = 0.05 ) dan t Tabel = 2.004 maka jelas bahwa t hitung > t
Tabel
sehingga hipotesis nol yang menyatakan bahwa rata-rata pendapatan
perkapita responden yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata sama dengan rata-rata pendapatan perkapita responden yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata ditolak artinya bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara rata-rata pendapatan antara rumah tangga yang aktif memanfaatkan dengan rumah tangga yang tidak memanfaatkan potensi pariwisata. Rata-rata pendapatan perkapita rumah tangga yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata adalah Rp.172.389,- per bulan dan yang tidak aktif memanfaatkan adalah Rp.150.810,- per bulan. Hal ini berarti bahwa
selisih rata-rata pendapatan perkapita
rumah tangga
yang
aktif
memanfaatkan potensi pariwisata dengan rumah tangga yang tidak aktif memanfaatkan sebesar Rp. 21.579,- per bulan. Dari hasil analisis di atas maka dapat dilihat bahwa ternyata kegiatan pengembangan sektor pariwisata khususnya pembangunan Pantai Panjang dan Tapak Paderi mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar lokasi wisata meskipun hanya kecil sekali perbedaannya. Masyarakat yang berada di sekitar lokasi objek wisata ternyata belum mampu mengolah potensi yang ada dengan maksimal yang mampu meningkatkan pendapatan mereka. Terbatasnya pendidikan dan pengetahuan menjadikan masyarakat sekitar lokasi belum menjadi masyarakat yang sadar wisata sepenuhnya, rumah tangga yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata ini masih belum bisa mengemas aktifitas pemanfaatan yang memberikan nilai yang lebih tinggi seperti penjualan souvenir, penyuguhan kreasi daerah atau sebagai guide.
5.2.
Analisis Deskriptif Persepsi
Masyarakat Terhadap Pengembangan
Sektor Pariwisata Identifikasi persepsi masyarakat yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata dengan yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata merupakan
57
unsur penting dalam penelitian ini. Untuk mengungkap bagaimana persepsi masyarakat terhadap pengembangan kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi, penulis mencoba membagi tiga bagian yaitu persepsi masyarakat terhadap aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek lingkungan. 5.2.1. Persepsi Masyarakat Terhadap Aspek Ekonomi dari Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi Dalam suatu kegiatan pembangunan, aspek ekonomi merupakan unsur penting yang harus di kaji, apakah kegiatan pembangunan dan pengembangan suatu sektor akan berdampak pada masyarakat. Dalam hal ini untuk memperoleh gambaran mengenai pemahaman masyarakat akan manfaat secara ekonomi dari adanya kegiatan pengembangan sektor pariwisata, penulis mencoba mengajukan beberapa pertanyaan kepada responden dari setiap kelompok yang menjadi responden. Hasil persepsi masyarakat lokal yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata maupun yang tidak terhadap manfaat dari kegiatan pengembangan sektor pariwisata khususnya pengembangan kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi pada aspek ekonomi diuraikan kedalam tujuh manfaat ekonomi yang dapat dilihat pada Tabel dan Grafik berikut ini : a) Meningkatkan PAD Kota Bengkulu Hasil persepsi dua kelompok masyarakat terhadap manfaat pengembangan sektor pariwisata dalam meningkatkan PAD dapat dilihat pada Tabel 23 dan Gambar 5. Tabel 23
Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Pengembangan Sektor Pariwisata dalam Meningkatkan PAD ( % ) Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Bermanfaat 50,00 66,67 Netral 50,00 30,00 Tidak Bermanfaat 0,00 3,33 Jumlah 100 100 Sumber : data diolah , 2008
58
100.00 50.00
Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan
0.00 Bermanfaat
Gambar 5
Netral
Tidak Bermanfaat
Jumlah
Grafik Persentase Persepsi Masyarakat terhadap manfaat pengembangan sektor pariwisata dalam meningkatkan PAD kota Bengkulu.
Tabel 23 dan Gambar 5 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok masyarakat berpendapat kalau pengembangan sektor pariwisata bermanfaat dalam meningkatkan PAD kota Bengkulu. Masyarakat yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata yang berpendidikan SMU sebanyak 7 orang atau 0,64 persen menyatakan bahwa pengembangan sektor pariwisata akan meningkatkan PAD, yang ditandai dengan semakin ramainya dan meningkatnya perdagangan seperti dengan adanya Bengkulu Indah Mall di kawasan Pantai Panjang. Dilain pihak responden umumnya tidak mengetahui kemana alokasi dari pajak dan retribusi kawasan wisata karena tidak ada pelaporan atau publikasi pada masyarakat tentang hasil pajak dan retribusi. Sedangkan masyarakat yang tidak memanfaatkan potensi wisata yang berpendidikan SMP dan SMU sebanyak 16 orang menyatakan bahwa pengembangan sektor ini bermanfaat dalam meningkatkan PAD sebesar 67 persen karena dengan berkembangnya sektor pariwisata maka jumlah pengunjung atau wisatawan dapat meningkat dan memacu roda perekonomian seperti semakin banyaknya barang dan jasa yang diperjual belikan serta munculnya sarana-sarana perbelanjaan modern dan sarana rekreasi di kawasan wisata yang bisa meningkatkan PAD. b) Meningkatkan Pendapatan Keluarga Responden Hasil persepsi masyarakat terhadap manfaat pengembangan sektor pariwisata dalam meningkatkan pendapatan keluarga responden dapat lihat pada Tabel 24 dan Gambar 6.
59
Tabel 24
Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Pengembangan Sektor Pariwisata dalam Meningkatkan Pendapatan Keluarga Responden (%) Memanfaatkan 73,33 16,67 10,00 100
Bermanfaat Netral Tidak Bermanfaat Jumlah Sumber : data diolah , 2008
Tidak Memanfaatkan 43,33 43,33 13,33 100
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan
Bermanfaat
Gambar 6
Netral
Tidak Bermanfaat
Jumlah
Grafik Persentase Persepsi Masyarakat terhadap manfaat pengembangan sektor pariwisata dalam meningkatkan Pendapatan Keluarga Responden.
Bagi kelompok responden yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata adanya kegiatan pengembangan sektor pariwisata dirasakan oleh masyarakat membawa manfaat yang positif dalam meningkatkan pendapatan keluarga responden terutama. Dengan adanya kegiatan pengembangan sarana dan prasarana pariwisata akan meningkatkan jumlah pengunjung walaupun kebanyakan pengunjung adalah masyarakat kota Bengkulu itu sendiri. Sebanyak 73.33 persen masyarakat yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata seperti berjualan makanan dan minuman ringan, penjual jagung bakar, bakso, kepiting goreng dan lain-lain berpendapat bahwa kegiatan pengembangan sektor pariwisata bermanfaat dalam meningkatkan pendapatan keluarga mereka. Sebanyak 16 persen menyatakan netral karena menurut mereka terkadang pendapatan mereka biasa-biasa saja terutama pada saat hari kerja, mereka sering mendapatkan tambahan penghasilan hanya jika ada acara tertentu seperti tabut dan akhir pekan saja dan sebanyak 10 persen menyatakan tidak bermanfaat. Untuk masyarakat yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak
43.33
persen
dari
responden
menyatakan
bahwa
kegiatan
pengembangan bermanfaat dalam meningkatkan pendapatan keluarga. Hal ini dikarenakan mereka tidak terlibat secara langsung dengan kegiatan tersebut, namun dengan adanya proyek pembangunan sarana wisata maka mereka ikut dipekerjakan sebagai buruh bangunan disana yang akhirnya akan meningkatkan
60
pendapatan mereka dan sebanyak 43,33 persen menyatakan netral karena adanya pengembangan sektor pariwisata tidak membawa perubahan pada mereka dan 13 persen menyatakan tidak bermanfaat karena manfaat dari pengembangan kawasan wisata hanya di nikmati oleh masyarakat golongan menengah ke atas saja. c) Meningkatkan Peluang Usaha Hasil persepsi masyarakat terhadap manfaat pengembangan sektor pariwisata dalam meningkatkan peluang usaha dapat lihat pada Tabel 25 dan Gambar 7. Tabel 25
Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Pengembangan Sektor Pariwisata dalam Meningkatkan Peluang Usaha ( % ) Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Bermanfaat 53,33 66,67 Netral 33,33 20,00 Tidak Bermanfaat 13,33 13,33 Jumlah 100 100 Sumber : data diolah , 2008 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Bermanfaat
Gambar 7
Netral
Tidak Bermanfaat
Jumlah
Grafik Persentase Persepsi Masyarakat terhadap manfaat pengembangan sektor pariwisata dalam meningkatkan Peluang Usaha.
Hasil persepsi masyarakat terhadap manfaat pengembangan sektor pariwisata dalam meningkatkan peluang usaha menurut masyarakat yang aktif memanfaatkan potensi wisata sebanyak 53 persen menyatakan bermanfaat, 33 persen menyatakan netral karena dengan adanya pembangunan di kawasan wisata maka mereka mempunyai peluang untuk menyediakan kebutuhan pekerja proyek, menyediakan kebutuhan wisatawan/pengunjung meskipun usaha mereka hanya sebatas warung-warung kecil. Responden yang sebanyak 40 persen memiliki pendidikan SD atau pernah SMP menyatakan bahwa dengan pendidikan yang mereka miliki mereka hanya mampu berusaha di sektor informal saja.
61
Adapun masyarakat yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak 67 persen menyatakan bahwa kegiatan pengembangan sektor pariwisata bermanfaat dalam meningkatkan peluang usaha. Kelompok ini menilai bahwa dengan adanya kegiatan pengembangan di Pantai Panjang dan Tapak Paderi maka semakin banyak masyarakat yang mencoba ikut mencari penghasilan dari sana seperti menjamurnya warung-warung gaul atau tendatenda tempat berjualan. d) Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi dan Jasa Hasil persepsi masyarakat terhadap manfaat pengembangan sektor pariwisata dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan jasa dapat dilihat pada Tabel 26 dan Gambar 8. Tabel 26 Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Pengembangan Sektor Pariwisata dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi dan Jasa (%) Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Bermanfaat 40,00 63,33 Netral 53,33 33,33 Tidak Bermanfaat 6,67 3,33 Jumlah 100 100 Sumber : data diolah , 2008 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Bermanfaat
Gambar 8
Netral
Tidak Bermanfaat
Jumlah
Grafik Persentase Persepsi Masyarakat terhadap manfaat pengembangan sektor pariwisata dalam meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi dan Jasa.
Berdasarkan Tabel 26 dan Gambar 8 di atas diketahui bahwa para responden yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata berpendapat bahwa pengembangan sektor pariwisata bisa meningkatkan pertumbuhan barang dan jasa dan bisa juga tidak hal ini dilihat dari banyaknya responden yang menjawab netral selain itu terbatasnya pengetahuan dan pendidikan mereka terhadap kondisi perekonomian daerah dan nasional menjadi salah satu penyebab mereka tidak mempunyai persepsi yang pasti. Sedangkan menurut masyarakat yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak 63 persen menyatakan bahwa pengembangan sektor pariwisata bermanfaat dalam meningkatkan
62
pertumbuhan ekonomi dan jasa. Kelompok yang rata –rata berpendidikan SMP atau pernah SMU ini menyatakan dengan adanya kegiatan pengembangan sektor pariwisata dapat meningkatkan sirkulasi barang dan jasa, menghidupkan perekonomian di sekitar lokasi wisata yang pada awalnya sepi menjadi lebih ramai. Sektor pariwisata merupakan sektor yang mempunyai multiplier effect, dengan ramainya jumlah pengunjung maka akan berimbas juga pada sektorsektor lain seperti perdagangan yang meningkat, transportasi yang meningkat dan juga industri kerajinan tangan meningkat. e) Menyerap Tenaga Kerja Hasil persepsi masyarakat terhadap manfaat pengembangan sektor pariwisata dalam menyerap tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 27 dan Gambar 9. Tabel 27
Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Pengembangan Sektor Pariwisata dalam Menyerap Tenaga Kerja ( %) Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Bermanfaat 40,00 36,67 Netral 56,67 53,55 Tidak Bermanfaat 3,33 10,00 Jumlah 100 100 Sumber : Pengolahan data primer, 2008
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Bermanfaat
Netral
Tidak Bermanfaat
Jumlah
Gambar 9 Grafik Persentase Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Pengembangan Sektor Pariwisata dalam Menyerap Tenaga Kerja.
Dari Tabel dan Gambar di atas diperoleh hasil bahwa hampir seluruh responden menyatakan pengembangan sektor pariwisata bisa saja menyerap tenaga kerja bisa juga tidak ( netral ). Seperti dikatakan oleh responden dengan nomor 15 yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata dengan berjualan souvenir dan makanan khas Bengkulu menyatakan: ” sebenarnya dengan dikembangkan dan dibangunnya kawasan Pantai Panjang dan Tapak Paderi maka peluang usaha dan tenaga kerja yang dapat terserap di sektor pariwisata
63
dapat meningkat, namun semua itu tergantung dari individunya apakah dia mampu untuk melihat peluang ini dan mau berkecimpung di bidang ini” Disamping itu sebanyak 38.33 persen responden menyatakan bahwa pengembangan sektor pariwisata bermanfaat dalam menyerap tenaga kerja. Untuk memenuhi kebutuhan wisatawan akan cinderamata maka dengan meningkatnya jumlah wisatawan maka jumlah souvenir khas Bengkulu juga meningkat, untuk meningkatkan produksi maka beberapa pengusaha souvenir menambah jumlah karyawan yang berarti ada penyerapan tenaga kerja terkait dengan pengembangan sektor pariwisata. Dengan semakin banyaknya pengunjung maka akan banyak sektor-sektor terkait yang mengalami peningkatan seperti hotel, restoran, transportasi, perdagangan dan perindustrian. f) Membuka Lahan Investasi Hasil persepsi masyarakat terhadap manfaat pengembangan sektor pariwisata dalam membuka lahan investasi dapat dilihat pada Tabel 28 dan Gambar 10. Tabel 28
Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Pengembangan Sektor Pariwisata dalam Membuka Lahan Investasi ( % ) Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Bermanfaat 56,67 56,67 Netral 23,33 23,33 Tidak Bermanfaat 20,00 20,00 Jumlah 100 100 Sumber : data diolah , 2008 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Bermanfaat
Netral
Tidak Bermanfaat
Jumlah
Gambar 10 Grafik Persentase Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Pengembangan Sektor Pariwisata dalam Membuka Lahan Investasi.
Dalam hal manfaat pengembangan sektor pariwisata dalam membuka lahan investasi, masyarakat yang memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak 56 persen menyatakan bermanfaat. Hal ini dilihat dari banyaknya proyek – proyek pembangunan sarana dan prasarana fisik di lokasi wisata. Begitu juga dengan
64
masyarakat yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak 57 persen menyatakan bahwa pengembangan sektor pariwisata akan meningkatkan investasi yang ditandai dengan pembangunan sarana dan prasarana fisik dan sektor-sektor terkait seperti penyediaan sarana hotel, sarana rekreasi, restoran. Kedua kelompok masyarakat dengan adanya pembangunan dan investasi dalam pembangunan sarana dan prasarana pariwisata ikut dipekerjakan namun dengan pendidikan yang dikecam adalah tamatan SD hingga SMU mereka hanya dapat dipekerjakan sebagai tenaga buruh kasar/ buruh bangunan. g) Kestabilan Politik Ekonomi Hasil persepsi masyarakat terhadap manfaat pengembangan sektor pariwisata dalam hal kestabilan politik ekonomi dapat dilihat pada Tabel 29 dan Gambar 11. Tabel 29
Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Pengembangan Sektor Pariwisata Dalam Hal Kestabilan Politik Ekonomi ( % ) Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Bermanfaat 33,33 33,33 Netral 56,67 56,67 Tidak Bermanfaat 10,00 10,00 Jumlah 100 100 Sumber : data diolah , 2008 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
Memanfaatkan
Tidak Memanfaatkan Bermanfaat
Netral
Tidak Bermanfaat
Jumlah
Gambar 11 Grafik Persentase Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Pengembangan Sektor Pariwisata dalam Meningkatkan Kestabilan Politik dan Ekonomi.
Berdasarkan Tabel 29 dan Gambar 11 di atas menunjukkan persepsi masyarakat tentang pengembangan sektor pariwisata terkait dengan kestabilan politik dan ekonomi adalah netral. Kedua kelompok responden yang rata – rata berpendidikan SMP atau pernah SMU menyatakan bahwa kestabilan politik ekonomi kota Bengkulu tidak hanya ditentukan dari sektor pariwisata saja tapi terkait dengan kondisi perekonomian nasional. Keterbatasan mereka akan informasi dan pengetahuan maka kelompok responden berpendapat jika kondisi
65
perekonomian
nasional
tumbuh
maka
kondisi
perekonomian
daerah
kemungkinan akan ikut tumbuh namun masyarakat menilai kestabilan politik dan ekonomi di kota Bengkulu lebih terkait dengan harga BBM. Masyarakat juga menyatakan bahwa pemerintah sebagai pelaksana dan pengatur pemerintahan harus mampu menciptakan suasana yang kondusif dan nyaman serta harus mampu membuat kota Bengkulu dikenal oleh masyarakat luar sehingga pariwisatanya maju.
5.2.2. Persepsi Masyarakat Terhadap Aspek Sosial dari Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi Identifikasi persepsi masyarakat lokal dalam aspek sosial juga merupakan kajian yang penting dalam hal ini. Kegiatan pengembangan sektor pariwisata sedikit banyak akan berpengaruh pada kehidupan sosial masyarakat. Dengan kehadiran wisatawan dari berbagai daerah dengan membawa kebudayaan dan kebiasaan yang berbeda akan berpengaruh pada kehidupan sosial budaya masyarakat. Untuk melihat bagaimana pengaruh/dampak kegiatan pengembangan sektor pariwisata terhadap aspek sosial dapat dirangkum dalam lima aspek yaitu : 1) Penggusuran Penduduk Hasil persepsi masyarakat terhadap dampak sosial dari pengembangan sektor pariwisata dalam dalam hal penggusuran penduduk dapat dilihat pada Tabel 30 dan Gambar 12. Tabel 30 Persepsi Masyarakat Terhadap Dampak dari Pengembangan Sektor Pariwisata dalam hal Penggusuran Penduduk ( % ) Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Sangat Berdampak 20,00 33,33 Berdampak 13,33 26,67 Netral 6,67 16,67 Tidak Berdampak 60,00 23,33 Jumlah 100 100 Sumber : data diolah , 2008
66
100.00 50.00 0.00 Sangat Berdampak
Berdampak
Memanfaatkan
Gambar 12
Netral
Tidak Berdampak
Tidak Memanfaatkan
Grafik Persentase Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Pengembangan Sektor Pariwisata dalam Penggusuran Penduduk.
Dari Tabel 30 dan Gambar 12 di atas menunjukkan adanya perbedaan persepsi antara responden yang aktif memanfaatkan dengan yang tidak aktif memanfaatkan
potensi
pariwisata.
Kelompok
responden
yang
aktif
memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak 60 persen menyatakan bahwa kegiatan pengembangan sektor priwisata di Pantai Panjang dan Tapak Paderi tidak berdampak terhadap penggusuran penduduk. Awalnya memang akan ada penggusuran penduduk akan tetapi batal dilaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan unsur Deperindag menyatakan memang tidak ada penggusuran tempat tinggal penduduk yang ada adalah merelokasikan masyarakat yang berjualan di sepanjang Pantai Panjang di daerah lapangan bola ke lokasi yang sudah ditetapkan di daerah lingkat barat, namun kebijakan ini masih belum dilaksanakan. Sedangkan masyarakat yang tidak memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak 33 persen menyatakan bahwa dari media cetak yang mereka baca sepertinya akan ada penggusuran penduduk terkait dengan kegiatan pengembangan Pantai Panjang dan Tapak Paderi dan kelompok ini menyimpulkan bahwa akan ada penggusuran penduduk terkait dengan pengembangan sektor pariwisata. 2) Perubahan Pola Hidup Hasil persepsi masyarakat terhadap dampak sosial dari pengembangan sektor pariwisata dalam hal perubahan pola hidup dapat dilihat pada Tabel 31 dan Gambar 13.
67
Tabel 31 Persepsi Masyarakat Terhadap Dampak dari Pengembangan Sektor Pariwisata dalam hal Perubahan Pola Hidup ( % ) Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Sangat Berdampak 10,00 26,67 Berdampak 36,67 33,33 Netral 30,00 30,00 Tidak Berdampak 23,33 10,00 Jumlah 100 100 Sumber : data diolah , 2008
40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 Sangat Berdampak
Berdampak
Memanfaatkan
Netral
Tidak Berdampak
Tidak Memanfaatkan
Gambar 13 Grafik Persentase Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Pengembangan Sektor Pariwisata dalam hal Perubahan Pola Hidup.
Berdasarkan Tabel 31 dan Gambar 13 di atas diketahui bahwa adanya pengembangan sektor pariwisata khususnya di Pantai Panjang dan Tapak Paderi berdampak terhadap adanya perubahan pola hidup masyarakat. Kelompok responden yang memanfaatkan potensi pariwisata menilai bahwa banyak terjadi perubahan – perubahan sosial seperti perubahan konsumsi dan gaya hidup terutama pada anak-anak remaja. Dimana dengan kemajuan teknologi dan pengembangan sektor pariwisata membuat pola hidup masyarakat berubah. Dibangunnya sarana perbelanjaan modern di Pantai Panjang juga dinilai oleh masyarakat membawa perubahan pola hidup pada masyarakat dengan menjadi lebih konsumtif. Demikian juga dengan kelompok responden yang tidak memanfaatkan potensi
pariwisata
sebanyak 33,33 persen menyatakan
pengembangan kawasan wisata bisa berdampak pada perubahan pola hidup masyarakat meskipun belum menunjukkan perubahan yang negatif. 3) Masyarakat Menjadi Individual Hasil persepsi masyarakat terhadap dampak sosial dari pengembangan sektor pariwisata dalam hal membuat masyarakat menjadi individual dapat dilihat pada Tabel 32 dan Gambar 14.
68
Tabel 32 Persepsi Masyarakat Terhadap Dampak dari Pengembangan Sektor Pariwisata dalam hal Masyarakat Menjadi Individual ( % ) Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Sangat Berdampak 0,00 0,00 Berdampak 36,67 13,33 Netral 40,00 46,67 Tidak Berdampak 23,33 40,00 Jumlah 100 100 Sumber : data diolah , 2008
60.00 40.00 20.00 0.00 Sangat Berdampak
Berdampak
Memanfaatkan
Netral
Tidak Berdampak
Tidak Memanfaatkan
Gambar 14 Grafik Persentase Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Pengembangan Sektor Pariwisata dalam hal Masyarakat Menjadi Individual.
Berdasarkan hasil Tabel 32 dan Gambar 14 di atas menunjukkan bahwa sebanyak 40 persen masyarakat yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata menyatakan bahwa pengembangan sektor pariwisata bisa berdampak dan bisa juga tidak tidak berdampak ( netral ) pada kehidupan sosial yang menjadikan masyarakat menjadi individual, responden yang rata – rata berpendidikan SMP menilai bahwa nilai kegotong-royongan masih tetap dipertahankan walaupun terkadang ada beberapa kelompok masyarakat yang mereka nilai bersifat individual seperti kelompok menengah ke atas dan masyarakat pendatang di luar wilayah kawasan wisata. Begitu juga dengan masyarakat yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak 47 persen menyatakan netral dan 40 persen menyatakan tidak berdampak karena masyarakat di sekitar lokasi wisata umumnya memiliki ikatan seperti himpunan keluarga tabut, kelompok nelayan dan kelompok pedagang kecil baik yang di Pantai Panjang maupun di Tapak Paderi ada kelompok dagang yang terdiri dari para pedagang kecil, pedagang kaki lima, warung tenda, warung gaul sehingga kekerabatan antara mereka tetap terjaga.
69
4) Budaya Masyarakat Bergeser Hasil persepsi masyarakat terhadap dampak sosial dari pengembangan sektor pariwisata dalam hal budaya masyarakat bergeser dapat dilihat pada Tabel 33 dan Gambar 15. Tabel 33 Persepsi Masyarakat Terhadap Dampak dari Pengembangan Sektor Pariwisata dalam hal Budaya Masyarakat Bergeser (%) Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Sangat Berdampak 13,33 13,33 Berdampak 26,67 26,67 Netral 26,67 36,67 Tidak Berdampak 33,33 23,33 Jumlah 100 100 Sumber : data diolah , 2008
40.00 20.00 0.00 Sangat Berdampak
Berdampak Memanfaatkan
Netral
Tidak Berdampak
Tidak Memanfaatkan
Gambar 15 Grafik Persentase Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Pengembangan Sektor Pariwisata dalam hal Budaya Masyarakat Bergeser.
Berdasarkan Tabel 33 dan Gambar 15 di atas diketahui bahwa menurut responden yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak 27 persen menyatakan bahwa pengembangan sektor pariwisata bisa berdampak dan bisa juga tidak ( Netral ) dan sebanyak 33 persen tidak berdampak pada pergeseran budaya masyarakat karena semua tergantung pada individunya, memang ada beberapa orang terutama anak-anak remaja yang bergeser budayanya seperti budaya berpakaian, budaya berbicara, sopan santunnya akan tetapi banyak juga yang tidak terpengaruh dengan kemajuan pariwisata. Adapun masyarakat yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak 37 persen menyatakan bahwa bahwa pengembangan sektor pariwisata bisa berdampak dan bisa juga tidak ( Netral ) dan sebanyak 23 persen tidak berdampak pada pergeseran budaya masyarakat.
70
5) Kriminalitas Meningkat Hasil persepsi masyarakat terhadap dampak sosial dari pengembangan sektor pariwisata dalam hal kriminalitas meningkat dapat dilihat pada Tabel 34 dan Gambar 16. Tabel 34 Persepsi Masyarakat Terhadap Dampak dari Pengembangan Sektor Pariwisata dalam hal Kriminalitas Meningkat ( % ) Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Sangat Berdampak 6,67 23,33 Berdampak 36,67 53,33 Netral 30,00 20,00 Tidak Berdampak 26,67 3,33 Jumlah 100 100 Sumber : data diolah , 2008 60.00 40.00 20.00 0.00 Sangat Berdampak
Berdampak
Memanfaatkan
Netral
Tidak Berdampak
Tidak Memanfaatkan
Gambar 16 Grafik Persentase Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Pengembangan Sektor Pariwisata dalam hal Kriminalitas Meningkat.
Berdasarkan Tabel 34 dan Gambar 16 di atas menunjukkan bahwa menurut responden yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak 37 persen menyatakan dengan adanya pengembangan kawasan wisata akan berdampak pada meningkatnya angka kriminalitas. Menurut kelompok yang rata – rata berpendidikan SD dan pernah SMP dengan rata-rata umur 34 tahun ini menyatakan bahwa kondisi keamanan di kawasan wisata cukup aman namun semua membutuhkan kesiagaan dari pengunjung itu sendiri. Sepinya kawasan wisata di pagi hari juga mengakibatkan tindakan kriminalitas masih sering terjadi. Sedangkan menurut responden yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak 23 persen menyatakan sangat berdampak, 53 persen menyatakan berdampak. Kurangnya lapangan pekerjaan, rendahnya pendidikan dan ingin cepat kaya menjadikan kriminalitas meningkat. Begitu juga dengan semakin bagusnya kondisi Pantai Panjang dan Tapak Paderi membuat jumlah pengunjung yang meningkat tersebut dianggap lahan bagi para kawanan
71
pencuri. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat menyebutkan yang paling sering terjadi adalah pencurian motor. Kawasan Pantai Panjang lebih rawan dibandingkan Tapak Paderi. Hal ini juga menjadi kelemahan bagi kota Bengkulu untuk meningkatkan jumlah wisatawan karena bagamanapun kondisi yang nyaman dan amanlah yang akan menjadi tujuan wisatawan.
5.2.3. Persepsi Masyarakat Terhadap Aspek Lingkungan dari Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi Persepsi masyarakat tentang dampak terhadap lingkungan dengan adanya kegiatan pengembangan sektor pariwisata juga merupakan kajian dalam penelitian ini karena dengan tetap lestarinya lingkungan maka keberlanjutan dari pembangunan dapat tercapai. Pemerintah sebagai perencana pengembangan kawasan wisata memang telah melakukan studi andal namun pendapat dari masyarakat tentang lingkungan dengan adanya pembangunan juga penting. Penulis merangkum bagaimana persepsi masyarakat terhadap pengaruh pengembangan sektor pariwisata terhadap lingkungan baik dampak positif dan dampak negatif seperti diuraikan di bawah ini. a.
Hasil persepsi masyarakat terhadap pengaruh pada lingkungan dalam hal kualitas lingkungan menjadi lebih baik dapat dilihat pada
Tabel 35 dan
Gambar 17. Tabel 35 Persepsi Masyarakat Terhadap Pengaruh Lingkungan dalam hal Menjadikan Kualitas Lingkungan Lebih Baik ( % ) Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Ya 83,33 72,41 Tidak 16,67 27,59 Jumlah 100 100 Sumber : data diolah , 2008
100 80 60 40 20 0
Ya Tidak
Memanfaatkan
Tidak Memanfaatkan
Gambar 17 Grafik Persentase Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Pengembangan Sektor Pariwisata dalam hal Menjadikan Kualitas Lingkungan Menjadi Lebih Baik.
72
Berdasarkan Tabel 35 dan Gambar 17 di atas menunjukkan hasil persepsi kelompok masyarakat yang aktif memanfaatkan dan masyarakat yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata menyatakan bahwa pengembangan sektor pariwisata menjadikan kualitas lingkungan menjadi lebih baik. Terbatasnya pendidikan dan pengetahuan responden akan kebaikan suatu lingkungan membuat responden pada umumnya menilai baik buruknya suatu lingkungan dari semakin lengkapnya sarana dan prasana fisik yang dibangun di kedua lokasi ini. Awalnya di Pantai Panjang dan Tapak Paderi belum ada sarana rekreasi dan atraksi wisata, tetapi saat ini dengan adanya pengembangan sektor pariwisata sarana tersebut dilengkapi misalnya sarana jogging area, sarana rekreasi rakyat, kolam angsa sehingga responden menilai bahwa kualitas lingkungan menjadi lebih baik. b.
Ketersediaan sarana umum seperti WC dan tong sampah juga menjadi indikator semakin baiknya kualitas lingkungan, responden menyatakan meskipun jumlah WC dan tong sampah terbatas namun berperan dalam meningkatkan kualitas lingkungan. Seperti dapat dilihat pada Tabel 36 dan Gambar 18. Tabel 36 Persepsi Masyarakat Terhadap Lingkungan Dengan Adanya Pengembangan Sektor Pariwisata dalam Hal Ketersediaan WC Dan Tong Sampah ( % ) Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Ya 64,29 59,26 Tidak 35,71 40,74 Jumlah 100 100 Sumber : data diolah , 2008
80
60
Ya
40
Tidak
20 0 Memanfaatkan
Tidak Memanfaatkan
Gambar 18 Grafik Persentase Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Pengembangan Sektor Pariwisata dalam hal Ketersediaan WC dan Tong Sampah.
Tabel dan Gambar di atas menunjukkan persepsi masyarakat terhadap ketersediaan WC dan tong sampah di lokasi wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi. Masyarakat yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata menilai bahwa ketersediaan WC dan tong sampah cukup baik. Kelompok ini selaku mayarakat
73
yang terlibat langsung dengan kegiatan pariwisata menyatakan di kedua lokasi ini tersedia WC umum yang dikelola oleh masyarakat dan disewakan pada pengunjung. Sedangkan kelompok responden yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata menyatakan dari segi kuantitas WC dan tong sampah masih sedikit jumlahnya sehingga seringkali masyarakat menjadi tidak tahu akan keberadaan fasilitas ini, kalaupun ada kondisinya tidak terawat dan tidak layak untuk dipakai. c.
Adapun dengan keberadaan atau kelestarian pohon cemara, masyarakat menilai bahwa adanya kegiatan pengembangan sektor pariwisata dapat mengganggu kelestarian pohon cemara. Dari kelompok masyarakat yang aktif memanfaatkan (25 orang ) Sebanyak 56 persen responden menyatakan bahwa dengan adanya kegiatan pembangunan di Pantai Panjang banyak pohon – pohon cemara yang ditebang terutama pohon cemara yang berada di bibir pantai sehingga mengakibatkan debu dan panas, dan sebanyak 44 persen menyatakan meskipun ada penebangan pohon cemara tetapi ada beberapa yang ditanam kembali meskipun belum lama. Demikan juga dengan masyarakat yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata menyatakan keberadaan pohon cemara menjadi memprihatinkan karena banyaknya penebangan terutama di kawasan Pantai Panjang. Tabel 37 dan Gambar 19 di bawah ini menunjukkan bagaimana persepsi masyarakat terhadap kelestarian pohon cemara. Tabel 37 Persepsi Masyarakat Terhadap Lingkungan dengan Adanya Pengembangan Sektor Pariwisata dalam Hal Kelestarian Pohon Cemara ( % ) Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Ya 44,00 44,00 Tidak 56,00 56,00 Jumlah 100 100 Sumber : data diolah , 2008
60 50 40 30 20 10 0
Ya Tidak
Memanfaatkan
Tidak Memanfaatkan
Gambar 19 Grafik Persentase Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Pengembangan Sektor Pariwisata dalam hal Kelestarian Pohon Cemara.
74
d.
Hasil persepsi masyarakat terhadap pengaruh pada lingkungan dari pengembangan sektor pariwisata dalam hal pencemaran lingkungan dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38
Persepsi Masyarakat Terhadap Pengaruh Pada Lingkungan Dengan Adanya Pengembangan Sektor Pariwisata dalam Hal Pencemaran Lingkungan (%) Pencemaran Darat Pencemaran Udara Pencemaran Air M TM M TM M TM Tidak 88,00 85,00 48,00 54,00 50,00 81,00 Ya 12,00 15,00 52,00 46,00 50,00 19,00 Jumlah 100 100 100 100 100 100 Sumber : Pengolahan data primer , 2008
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 80 persen masyarakat yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata menyatakan tidak ada pencemaran darat karena sampah mereka berjualan nanti akan dikumpulkan dan diambil oleh dinas kebersihan kota dan mereka setiap hari membayar iuran kebersihan dan 12 persen lainnya menyatakan meski mereka membayar iuran namun seringkali sampah mereka tidak di angkut. Adapun pencemaran udara sebanyak 52 persen menyatakan terjadi pencemaran udara dan 48 persen tidak terjadi. Hal ini ditandai dengan semakin panasnya udara dan debu yang timbulkan oleh kendaraan-kendaraan proyek serta suara bising dari alat-alat berat. Sedangkan pencemaran air 50 persen menyatakan terjadi yang ditandai dengan kotornya air laut dan air minum yang berasa dan dan 50 persen menyatakan tidak karena mereka menggunakan PAM. Sebagian besar masyarakat yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata juga menyatakan tidak ada pencemaran darat/sampah (85%) karena tersedia tempat pembuangan sampah walaupun jumlahnya sedikit, namun terjadi pencemaran udara (46 %) yang ditandai dengan semakin panasnya suhu dan udara berdebu, serta tidak ada pencemaran air (81%)
5.3. Analisis Deskriftif Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengembangan Sektor Pariwisata Analisis partisipasi masyarakat terhadap pengembangan sektor pariwisata dilakukan secara deskriptif. Keterlibatan masyarakat dalam suatu kegiatan pembangunan dapat memberikan hasil yang baik. Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan sektor pariwisata di kota Bengkulu ditinjau ke dalam empat unsur
75
yaitu keterlibatan pada saat Perencanaan program, Pelaksanaan program, Pengevaluasian program serta Pemanfaatan hasil. Berikut adalah deskripsi dari masing-masing unsur : a. Keterlibatan / Partisipasi dalam Perencanaan Program Dalam hal perencanaan program pengembangan kawasan wisata di kota Bengkulu, umumnya responden menyatakan bahwa masyarakat tidak dilibatkan dalam proses perencanaan pengambangan kawasan wisata ini. Berdasarkan hasil wawancara dengan unsur stakeholders lainnya juga diketahui bahwa pembangunan sektor pariwisata yang dilakukan pemerintah Provinsi bersifat topdown sebagaimana tertuang dalam RPJM, dan salah satu lokasi pengembangan adalah pengembangan kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi. Hasil deskriptif dari partisipasi dapat juga dilihat pada Tabel 39. Tabel 39 Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi ( % ). Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Pemerintah 100,00 96,15 Swasta 0,00 0,00 Masyarakat 0,00 3,85 Jumlah 100 100 Sumber : Pengolahan data primer, 2008.
Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa menurut responden yang memanfaatkan potensi pariwisata bahwa dalam perencanaan pengembangan kawasan wisata maka pemerintahlah yang berperan seluruhnya, mereka tidak pernah mengetahui dan tidak pernah diajak urun rembuk dalam proses ini. Sedangkan masyarakat yang tidak aktif memanfaatkan potensi pawisata sebanyak 96 persen menyatakan bahwa perencanaan pengembangan kawasan dilakukan oleh pemerintah dan 4 persen menyatakan bahwa ada beberapa tokoh masyarakat yang pernah ditanya oleh pemerintah seperti tokoh masyarakat. b. Keterlibatan / Partisipasi dalam Pelaksanaan Program Keterlibatan masyarakat dalam hal pelaksanaan program dapat dilihat pada kikutsertaan dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan sector pariwisata itu sendiri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 40.
76
Tabel 40 Partisipasi Masyarakat dalam Hal Pelaksanaan Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi ( % ) Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Pemerintah 19,23 43,48 Swasta 61,54 30,43 Masyarakat 19,23 26,09 Jumlah 100 100 Sumber : Pengolahan data primer, 2008
Berdasarkan Tabel 40 dapat dilihat bahwa responden yang tergabung dalam kelompok memanfaatkan potensi pariwisata menyatakan bahwa dalam hal pelaksanaan program pengembangan kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi, pihak swasta berperan cukup dominan yaitu sebanyak 62 persen. Mereka menilai bahwa perusahaanlah yang berperan dalam melaksanakan proyek pembangunan sarana dan prasarananya. Peran pemerintah hanya sebesar 19 persen yaitu selaku pemberi proyek dan pengawasan, serta 19 persen lainnya adalah peran masyarakat sebagai pekerja kasar dari pelaksanaan program ini. Adapun masyarakat yang tidak memanfaatkan potensi pariwisata menilai bahwa sebanyak 44 persen adalah pemerintah yang berperan dan 30 persen adalah swasta karena menurut mereka dalam hal ini ada kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam kegiatan pengembangan kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi, disisi lain sebanyak 26 persen menyatakan bahwa dalam hal pelaksanaan masyarakat dilibatkan sebagai buruh atau pekerja harian pada proyek pengembangan kawasan wisata. c. Keterlibatan / Partisipasi dalam Evaluasi Program Dalam hal keterlibatan masyarakat lokal dalam pengevaluasian program pengembangan
kawasan
wisata,
sebanyak
21
orang
responden
yang
memanfaatkan potensi pariwisata menyatakan bahwa pemerintah yang melakukan evaluasi program sebanyak 86 persen dan masyarakat sebanyak 14 persen hal ini dikarenakan menurut sebagian responden karena yang merencanakan pemerintah maka pemerintah juga yang melakukan evaluasi terhadap kegiatan pengembangan kawasan wisata. Begitu juga menurut masyarakat yang tidak memanfaatkan potensi wisata (21 orang ) menyatakan bahwa sebanyak 71 persen pemerintah yang melakukan evaluasi, swasta sebanyak 14 persen dan masyarakat sebanyak 14 persen. Kelompok ini menilai bahwa pengevaluasian program dilakukan oleh pemerintah namun ada juga
77
beberapa LSM-LSM yang ikut mengevaluasi kegiatan pengembangan sektor ini. Tabel 41 menjelaskan partisipasi masyarakat dalam evaluasi program pengembangan kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi. Tabel 41
Partisipasi Masyarakat dalam Evaluasi Program Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi. Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Pemerintah 85,71 71,43 Swasta 0,00 14,29 Masyarakat 14,29 14,29 Jumlah 100 100 Sumber : Pengolahan data primer, 2008.
d. Keterlibatan / Partisipasi dalam Hal Pemanfaatan Hasil Dalam hal pemanfaatan hasil, pada Tabel 42 menunjukkan hasil analisis bahwa kedua kelompok responden menyatakan masyarakat ikut berpartisipasi dalam
pemanfatan
memanfaatkan
hasil
potensi
pembangunan.
pariwisata
ikut
Kelompok
responden
yang
berpartisipasi
seperti
dalam
menyediakan/berjualan makanan dan minuman kecil di sepanjang lokasi wisata, selain itu mereka juga menilai dengan dikembangkannya kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi maka jumlah pengunjung juga meningkat terutama di sore dan akhir pekan yang bisa membuat pendapatan mereka meningkat. Adapun kelompok responden yang tidak memanfaatkan potensi wisata menyatakan partisipasi masyarakat dapat dilihat dari banyaknya pengunjung yang datang ke Pantai Panjang dan Tapak Paderi dan menikmati fasilitasfasilitas dikawasan wisata. Tabel 42
Partisipasi Masyarakat dalam Hal Pemanfaatan Hasil dari Program Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Pemerintah 11,54 13,04 Swasta 0,00 0,00 Masyarakat 88,46 86,96 Jumlah 100 100 Sumber : Pengolahan data primer, 2008
Selain masyarakat yang melakukan pemanfaatan hasil pengembangan kawasan wisata, pemerintah juga dinilai ikut memanfaatkan hasil pembangunan melalui setoran pajak dan retribusi yang di tetapkan di kawasan wisata seperti retribusi parkir, retribusi usaha, retribusi keamanan dan sampah yang masuk sebagai pendapatan bagi pemerintah.
78
5.4. Deskriptif Analisis Pendapat Wisatawan tentang Objek Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi Pendapat dari pengunjung/wisatawan baik itu merupakan wisatawan asing maupun wisatawan nusantara sangat dibutuhkan untuk melakukan perbaikan di bidang pariwisata, karena wisatawan/pengunjung adalah merupakan target atau konsumen dari produk pariwisata. Bagaimana
kemampuan suatu daerah
mengemas potensi pariwisatanya yang mampu menarik wisatawan sangat menentukan perkembangan dari sektor pariwisata itu sendiri. Hasil wawancara terhadap 25 responden pengunjung/wisatawan lokal dengan karakteristik 64 persen laki – laki dan 36 persen adalah perempuan, dengan rata – rata tingkat umur 22 – 23 tahun sebanyak 52 persen. Hampir semua responden (24 orang) menyatakan bahwa mereka telah datang ke Kota Bengkulu lebih dari satu (1) kali. Informasi tentang Kota Bengkulu mereka dapatkan dari teman dan dari saudara yang kebetulan tinggal di Kota Bengkulu. Untuk sampai ke Kota Bengkulu sebanyak 92 persen responden menyatakan melalui jalur darat. Umumnya wistawan datang ke Pantai Panjang dan Tapak paderi untuk berlibur dan berekreasi bersama keluarga dan teman – teman, namun ada juga yang melakukan perjalanan dinas. Berkaitan dengan kelengkapan sarana dan prasarana, 100 persen responden menyatakan bahwa di lokasi wisata Pantai Panjang tersedia hotel dan restoran namun untuk di kawasan Tapak Paderi tidak ada, selain itu hotel yang berada di kawasan Pantai Panjang dinilai terlalu mahal sehingga responden banyak yang memilih hotel di luar kawasan wisata. Untuk sarana transportasi cukup lengkap karena terdapat rute angkutan kota yang melewati kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi. Sarana kebersihan dinilai cukup baik oleh 54 persen responden yang menyatakan adanya ketersediaan sarana WC umum dan tong sampah. Selain itu sebanyak 56 persen responden menyatakan terdapat mushola di kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi dengan kualitas cukup baik, sementaa 32 persen lainnya menyatakan kondisi mushola sangat tidak terawat. Berkaitan dengan sarana dan prasana yang tersedia, responden menyatakan kualtasnya kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari ketersedian jumlah WC umum
79
dan tong sampah yang sangat sedikit sekali jumlahnya terutama di kawasan Pantai Panjang. Kondisinya juga kotor dan kurang terawat. Adapun kualitas tempat duduk di Pantai Panjang dan Tapak Paderi serta arena bermain dinilai bagus semenjak ada pengembangan kawasan wisata ini. Demikian juga dengan keamanan dan kenyamanan yang masih cukup terjaga. Hanya sebanyak 24 persen responden menilai kurang nyaman karena masih ada beberapa pengamen liar seperti layaknya preman yang masih beroperasi di kawasan wisata ini. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan, 68 persen responden menyayangkan kegiatan pembangunan yang mengakibatkan punahnya pohon cemara sebagai ciri khas Pantai Panjang Kota Bengkulu. Mereka menilai pembangunan yang mengambil lokasi di bibir pantai sangat berdampak pada kerusakan lingkungan terutama kelestarian pohon cemara. Begitu juga dengan pencemaran darat sebanyak 64 persen responden menilai telah terjadi pencemaran darat dimana di sepanjang pantai banyak ditemukan sampah berserakan, sebagai akibat kegiatan pembangunan itu sendiri. Meskipun demikian, sebagian responden menyatakan tidak terjadi pencemaran udara dan pencemaran air. 5.5. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Masyarakat Untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah, ukuran yang sering digunakan dan diterima secara umum adalah pendapatan perkapita (Asmara 1979 dalam Sulasmi 2005). Dampak dari kegiatan kepariwisataan terhadap kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan dianalisis dengan pendekatan perkapita perbulan dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan perkapita masyarakat yakni umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah pengeluaran perkapita serta keikutsertaan dalam memanfaatkan potensi pariwisata ( dummy ). Penelitian ini menggunakan SPSS versi 13 dan Minitab 14 untuk melakukan pengujian regresi linier berganda. Hasil regresi linier berganda menunjukkan kriteria fungsi regresi yang tepat didasarkan pada nila R 2. Dari hasil analisis regresi berganda didapatkan persamaan regresi untuk masyarakat yang aktif memanfaatkan potensi wisata, yakni : Y1 = 70 + 0,351 Umur + 1,79 Pendidikan – 12,3 JAK + 0,901 Pengeluaran
80
Berdasarkan hasil analisis, maka faktor – faktor yang mempengaruhi pendapatan perkapita kelompok rumah tangga yang aktif dalam memanfaatkan potensi pariwisata antara lain : Jumlah Anggota Keluarga ( X 3 ) dan Pengeluaran perkapita perbulan ( X4 ). Untuk lebih jelasnya hasil pengolahan data dengan menggunakan analisis regresi linier berganda dapat dilihat pada Tabel 43 : Tabel 43 Hasil Analisis Data Variabel – Variabel Yang Mempengaruhi Pendapatan Rumah Tangga Yang Aktif Dalam Memanfaatkan Potensi Pariwisata Predictor Coef SE Coef T P VIP Constant 69,98 22,36 3,13 0,004 Umur ( X1 ) 0,351 0,312 1,12 0,271 1,5 Pendidikan ( X2 ) 1,793 1,368 1,31 0,202 2,9 Jml Anggota Kel ( X3 ) -12,343 2,686 -4,59 0,000 2,0 Pengeluaran ( X4 ) 0,901 0,092 9,75 0,000 1,5 S = 11.51 R-Sq = 91.5persen Fhitung = 67,14 P-Value = 0.000 FTabel = 2,45 Sumber : Pengolahan data primer, 2008
R-Sq(adj) = 90,1persen α = 0.05
Berdasarkan Tabel di atas diketahui bahwa nilai Fhitung adalah sebesar 67,14 dan FTabel adalah 2,45. Dengan selang kepercayaan 95 persen dapat disimpulkan bahwa Fhitung > FTabel, hal ini berarti bahwa secara simultan variasi variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap variasi pendapatan perkapita masyarakat yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata. Nilai koefisien determinasi atau Rsquare adalah sebesar 91,5 yang berarti bahwa variabel umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan pengeluaran mampu menjelaskan bahwa sebesar 91,5 persen variasi perubahan keragaman pendapatan perkapita ( Y1 ). Secara parsial pengaruh masing-masing variabel independen tersebut terhadap pendapatan perkapita masyarakat dapat diketahui bahwa variabel umur dan pendidikan tidak berpengaruh secara nyata pada peningkatan pendapatan masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari nilai p-value yang lebih besar dari tingkat signifikansi yang di tetapkan yaitu 0,05. Responden beranggapan bahwa pendidikan formal tidak terlalu penting untuk mendapatkan pendapatan serta untuk mendapatkan pendapatan tidak memerlukan keahlian khusus. Variabel yang berpengaruh nyata adalah jumlah anggota keluarga dan pengeluaran. Variabel jumlah anggota keluarga mempunyai kofisien negatif dengan nilai koefisien regresi -12.343 yang artinya bila variabel umur, pendidikan dan pengeluaran tetap ( fixed ) maka setiap penambahan satu jiwa dalam keluarga akan menurunkan pendapatan sebesar 12.343. sedangkan variabel pengeluaran mempunyai koefisien positif
81
dengan nilai koefisien regresi sebesar 0.901 yang berarti bahwa pada saat variabel umur, pendidikan dan jumlah anggota keluarga tetap ( fixed ) maka setiap penambahan satu rupiah pengeluaran akan meningkatkan pendapatan sebesar 0.901. Berdasarkan hasil perhitungan proporsi Pendapatan dari pemanfaatan potensi pariwisata yaitu yang melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi di sekitar lokasi wisata diantaranya pedagang makanan dan minuman ringan seperti berdagang bakso, degan, minuman ringan, berdagang makanan hasil laut (kepiting dan ikan ruca) goreng, berdagang jagung dan usaha – usaha kecil lainnya serta pegawai cafe atau hotel menunjukkan bahwa dari 30 responden yang memanfaatkan potensi pariwisata, 10 di antaranya memiliki anggota keluarga yang bekerja di sektor lain seperti menjadi kuli bangunan, buruh kapal dan berdagang warung di rumah dengan proporsi pendapatan dari sektor lain tersebut sebesar 45 persen terhadap total pendapatan keluarga mereka di dapatkan dari usaha sampingan lain. Sedangkan sisanya sebanyak 20 orang lainnya, menyatakan bahwa proporsi pendapatan mereka berasal dari usaha/ berdagang di lokasi wisata dan rata-rata mereka memiliki pendidikan Sekolah Dasar. Adapun pendugaan fungsi pendapatan untuk rumah tangga yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata diperoleh nilai Fhitung sebesar 131,71 dengan nilai FTabel sebesar 2,45 pada selang kepercayaan 95 persen. Koefisien determinasi adalah sebesar 95,5 dapat dijelaskan bahwa perubahan keragaman Pendapatan ( Y 2 ) sebesar 95,5 persen dapat dijelaskan oleh variabel umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 44 dan persamaan regresi berikut. Y2 = 12,61 + 0,277 umur + 2,950 pendidikan – 5,003 Jumlah anggota keluarga + 0,885 Pengeluaran Tabel 44 Hasil Analisis Data Variabel – Variabel Yang Mempengaruhi Pendapatan Rumah Tangga yang Tidak Aktif dalam Memanfaatkan Potensi Pariwisata Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 12,61 14,85 0,85 0,404 Umur ( X1 ) 0,277 0,230 1,26 0,219 1.5 Pendidikan ( X2 ) 2,950 0,736 4,01 0.000 1,6 Jml Anggota Kel ( X3 ) -5,003 1,245 -4,02 0.000 1.3 Pengeluaran ( X4 ) 0,885 0,055 16,05 0.000 1.3 S = 6,898 R-Sq = 95,5 persen R-Sq(adj) = 94,7 persen Fhitung = 131,71 P-Value = 0.000 FTabel = 2,45 α = 0.05 Sumber : Pengolahan data primer, 2008
82
Berdasarkan Tabel 44 di atas dapat diketahui secara parsial pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen, variabel umur tidak berpengaruh nyata dalam peningkatan pendapatan yang ditandai dengan pvalue > α ( 0.219 > 0,05 ). Pendidikan mempunyai pengaruh nyata terhadap pendapatan dimana p-value < α ( 0.000<0,05 ). Koefisien regresi positif yakni 2,950 yang berarti bahwa setiap peningkatan satu tahun pendidikan akan meningkatkan pendapatan sebesar 2,950 pada saat variabel lain cateris paribus. Semakin tinggi pendidikan responden maka akan semakin baik lapangan kerja yang dapat mereka masuki. Variabel jumlah anggota keluarga mempunyai koefisien regresi negatif yaitu -5,003. Pada saat umur, pendidikan dan pengeluaran tetap ( fixed ) maka setiap peningkatan satu jiwa dalam rumah tangga akan mengurangi pendapatan sebesar 5,003. Sedangkan variabel pengeluaran mempunyai nilai koefisien regresi positif yaitu 0,885 artinya setiap penambahan satu rupiah pengeluaran akan meningkatkan pendapatan sebesar Rp. 0,885 pada saat variabel-variabel lain dalam model cateris paribus. Dalam penelitian ini juga dilakukan analisis secara gabungan antara rumah tangga yang aktif dalam memanfaatkan potensi pariwisata dengan yang tidak aktif dalam memanfaatkan potensi pariwisata di kawasan Pantai Panjang dan Tapak Paderi. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 45. Tabel 45 Hasil Analisis Data Variabel – Variabel yang Mempengaruhi Pendapatan Masyarakat di Sekitar Kawasan Wisata Variabel Koefisien Std error T-value P-value VIP Konstanta 25,60 13,94 1,84 0,072 Umur ( X1 ) 0,342 0,201 1,71 0,094 1,5 Pendidikan ( X2 ) 3,123 0,718 4,35 0,000 1,9 Jumlah anggota keluarga(X3) -7,717 1,321 -5,84 0,000 1,5 Pengeluaran ( X4 ) 0,858 0,054 16,03 0,000 1,3 Keikutsertaan( D ) 19,059 2,691 7,08 0,000 1,1 R-Sq = 92,8 persen S = 9,782 Fhitung = 140,00 FTabel=2,13 Sumber : Pengolahan data primer, 2008
R-Sq(adj)=92,2persen P-value=0,000
α = 0,05
Berdasarkan Tabel 44 di atas dapat diketahui pengaruh variabel – variabel secara simultan. Hasil uji F atau Fhitung pada fungsi linier berganda diperoleh nilai Fhitung sebesar 140,00 dan FTabel dengan α = 0,05 adalah 2,13 hingga dapat disimpulkan bahwa Fhitung > FTabel dan P-value < α yaitu 0,000 < 0,05. Hal ini berarti
83
bahwa kegiatan kepariwisataan di kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat lokal disekitar kawasan wisata tersebut. Nilai koefisien determinasi adalah 92,8 persen yang berarti bahwa variabel umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga serta dummy keikutsertaan dalam kegiatan pariwisata mampu menjelaskan 92,8 persen keragaman pendapatan masyarakat/responden, sementara sisanya 7,2 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Secara parsial variabel-variabel yang diuji dan berpengaruh nyata terhadap pendapatan masyarakat di sekitar kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi adalah sebagai berikut. Variabel umur tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan perkapita, hal ini bisa dilihat dari nilai P-value > alpha ( 0,05 ) yakni 0,094 > 0,05. Hal ini berarti bahwa perubahan pendapatan perkapita tidak dipengaruhi oleh umur. Adapun variabel – variabel yang berpengaruh yaitu pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran dan keikutsertaan masyarakat dalam memanfaatkan potensi pariwisata. Variabel pendidikan mempunyai koefisien regresi positif sebesar 3,123 yang berarti setiap peningkatan satu tahun pendidikan akan meningkatkan pendapatan sebesar 3,123 pada saat variabel umur, jumlah anggota keluarga, pengeluaran serta dummy keikutsertaan dalam memanfaatkan potensi pariwisata cateris paribus. Variabel jumlah anggota keluarga mempunyai koefisien regresi negatif sebesar -7,717 yang artinya pada saat umur, pendidikan, pengeluaran dan keikutsertaan responden dalam memanfaatkan potensi pariwisata adalah tetap (fixed), maka setiap penambahan satu jiwa dalam rumahtangga akan mengurangi pendapatan sebesar 7.717. Jumlah tanggungan keluarga sangat ditentukan oleh besarnya jumlah anggota keluarga, semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin besar pengeluaran yang harus ditanggung oleh kepala keluarga yang akan mempengaruhi pendapatan demikian pula sebaliknya. Variabel pengeluaran mempunyai koefisien positif sebesar 0,858 yang berarti setiap peningkatan satu rupiah pengeluaran akan meningkatkan pendapatan sebesar 0,858 pada saat variabel umur, jumlah anggota keluarga, serta dummy keikutsertaan dalam memanfaatkan potensi pariwisata cateris paribus. Hal ini juga
84
mengindikasikan setiap ada penambahan pengeluaran dalam rumah tangga akan mendorong rumah tangga untuk berusaha lebih giat untuk mendapatkan tambahan penghasilan untuk mencukupi pengeluarannya. Keikutsertaan
responden
dalam
memanfaatkan
potensi
pariwisata
merupakan variabel boneka ( dummy ) dimana nilai 1 adalah untuk responden yang aktif dalam memanfaatkan potensi pariwisata dan 0 untuk responden yang tidak aktif dalam memanfaatkan potensi pariwisata. Keikutsertaan responden mempunyai koefisien regresi yang positif, dari variabel dummy ini dapat dijelaskan bahwa keikutsertaan
responden
dalam
memanfaatkan
potensi
pariwisata
dapat
meningkatkan pendapatan responden. Selain itu nilai rata-rata pendapatan perkapita menunjukkan bahwa pendapatan perkapita responden yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata lebih besar dari yang tidak aktif memanfaatkan dengan selisih pendapatan Rp. 21.579. Selisih pendapatan yang tidak begitu besar ini juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan responden yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata tidak mau melakukan usaha di bidang pariwisata dan lebih suka mencari kerja di sektor informal lainnya seperti menjadi buruh bangunan, buruh kapal ikan, buruh pasar tradisional dan lain-lain. 5.6. Analisis Uji Beda Pendapatan Hasil analisis diskriminan menunjukkan bahwa dari 30 orang responden yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata terdapat 6 orang yang kriterianya masuk dalam kelompok yang tidak memanfaatkan potensi pariwisata. Selain itu dari 30 orang responden yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata terdapat 2 orang responden yang kriterianya lebih cenderung masuk ke dalam kelompok yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata. Sekalipun demikian proporsi kebenaran (proportion correct) pengelompokan responden cukup tinggi yaitu 0,867 yang artinya 86,7 persen pengelompokan tersebut benar. Jika dilihat dari pendapatan maka dapat diketahui bahwa pendapatan responden yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata sedikit lebih kecil dari yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata. Dimana rata-rata pendapatan perkapita rumahtangga
yang tidak
aktif memanfaatkan potensi pariwisata sebesar
Rp.150.810,- per bulan dengan simpangan baku 30,1. Adapun pendapatan perkapita responden yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata adalah Rp. 172.389,- per
85
bulan dengan simpangan baku 36,6. Sehingga nampak bahwa terdapat perbedaan rata-rata pendapatan perkapita antara masyarakat yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata dengan yang tidak aktif dengan selisih pendapatan Rp. 21.579,- per bulan.
5.7. Indikator Tingkat Kesejahteraan Rumah tangga di Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi. Pengukuran tingkat kesejahteraan berdasarkan pada kriteria yang digunakan Badan Pusat Statistik ( BPS ) dalam susenas 1991 yang dimodifikasi dengan kriteria kemiskinan Sajogyo dan direktorat Tata Guna Tanah ( Suswanti, 2005 ). Pada penelitian ini indikator tingkat kesejahteraan yang diukur meliputi Pendapatan rumah tangga, pengeluaran konsumsi rumah tangga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, persentase lulusan sekolah, dan kesehatan anggota rumah tangga.
5.7.1. Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Kriteria kemiskinan menurut Dirjen Tata Guna Tanah didasarkan pada kebutuhan sembilan bahan pokok dalam setahun sesuai dengan harga yang berlaku di daerah penelitian. Sembilan bahan pokok yang jumlahnya telah ditetapkan oleh oleh Dirjen Tata Guna Tanah, disetarakan dengan pendapatan perkapita pertahun dari rumah tangga responden. Jumlah sembilan bahan pokok yang ditetapkan adalah 100 kg beras, 15 kg ikan asin, 6 kg gula pasir, 6 kg minyak goreng, 60 liter minyak tanah, 9 kg garam, 20 batang sabun, 4 meter tekstil kasar dan 2 meter kain/batik kasar. Berdasarkan harga yang berlaku pada saat penelitian, jumlah sembilan bahan pokok tersebut adalah Rp. 1.189.500,- ( lampiran 5 ) Pendapatan perkapita pertahun rumah tangga responden diukur melalui kriteria yang ditetapkan Dirjen tata guna tanah dimana kriteria tersebut adalah : tidak miskin atau tinggi jika pendapatan perkapita pertahun bernilai lebih dari Rp.2.379.000,- ( di atas 200 persen dari harga sembilan bahan pokok setahun ), hampir miskin atau sedang jika berpendapatan perkapita pertahun bernilai antara Rp. 1.498.770.,- – Rp. 2.379.000,- ( 125 persen - 200 persen dari harga sembilan bahan pokok setahun ), miskin atau rendah berpendapatan perkapita pertahun antara
86
Rp. 829.125,- - Rp. 1.498.769,- ( 75 persen - 125 persen dari harga sembilan bahan pokok setahun ) dan miskin sekali atau rendah sekali jika pendapatan perkapita pertahun kurang dari Rp.892.125,-. Dalam penelitian ini nilai pendapatan pertahun di konversikan menjadi pendapatan perkapita perbulan (Tabel 46). Tabel 46 Indikator Pendapatan Rumah Tangga yang Aktif Memanfaatkan Potensi Pariwisata dengan Rumah Tangga yang Tidak Aktif dalam Kegiatan Pariwisata . Tingkat Pendapatan ( Rupiah ) Kategori Responden
Tinggi >198.250,Jumlah persen
Sedang 124.898,- –198.250,Jumlah persen
Rendah 74.344,- – 124.897,Jumlah persen
Rendah sekali < 74.344,Jumlah persen
Jumlah sampel Jumlah
Aktif
7
23,33
18
60,00
5
16,67
0
0,00
30
Nonaktif
6
20,00
19
63,33
5
16,67
0
0,00
30
Sumber : Pengolahan data primer, 2008
Berdasarkan pada Tabel 46 di atas diketahui bahwa perbedaan rata-rata pendapatan perkapita antar kedua kelompok responden tidak begitu besar. Kelompok responden yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak 60,00 persen berpendapatan antara Rp. 124.898,-
– 198.250,- dan yang tidak aktif
sebanyak 63,33 persen. Sebanyak 23,3 persen responden yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata berpendapatan di atas Rp. 198.250 dan pada kelompok responden yang tidak memanfaatkan sebanyak 20,00 persen. Dengan menggunakan uji Khi-Kuadrat ( X2 ) dengan kaidah keputusan jika X2 hitung ≥ X2 Tabel artinya signifikan, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai X2 hitung sebesar 0,104 dimana X2 Tabel sebesar 5,99 pada tingkat kepercayaan α=0,05 maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan rumah tangga yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata dengan yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata. Tingkat pendapatan pada penelitian ini dilihat dari dua sumber yakni penghasilan utama dan penghasilan sampingan yang dihasilkan baik oleh kepala keluarga maupun oleh anggota rumah tangga. Masyarakat yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata sumber pendapatannya adalah dari berdagang makanan dan minuman disekitar lokasi wisata, berdagang jagung bakar, bakso, tukang foto keliling, penjual souvenir dan karyawan hotel atau cottage. Sedangkan masyarakat yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata umumnya bekerja di sektor informal seperti buruh bangunan, buruh kapal nelayan, berdagang kecilkecilan(warung).
87
5.7.2. Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga Pengeluaran rumah tangga responden secara garis besar dibagi menjadi 2 kelompok yaitu pengeluaran untuk pangan terdiri dari pengeluaran untuk bahan makanan dan minuman, serta pengeluaran non pangan terdiri dari pengeluaran untuk selain makan dan minum seperti untuk pendidikan, kesehatan, listrik dan lainlain. Tingkat pengeluaran responden dapat diukur dengan menggunakan konsep kemiskinan menurut kriteria Sajogyo yang menyetarakan nilai sejumlah beras pertahun dengan pengeluaran perkapita pertahun. Harga beras yang dikonsumsi rumah tangga responden dalam penelitian ini rata-rata Rp. 5.000,- ( harga beras kualitas sedang ). Konsep kemiskinan Sajogyo yaitu : Tidak miskin apabila pengeluaran perkapita setahun lebih besar dari Rp. 1. 600.000,- ( setara konsumsi > 320 kg beras pertahun ), miskin apabila pengeluaran perkapita pertahun antara Rp. 1.200.000,- 1.600.000,- ( setara konsumsi 240 – 320 kg beras setahun ), miskin sekali jika pengeluaran perkapita pertahun Rp.900.000,- – 1.200.000,- ( setara konsumsi 180 – 240 kg beras setahun ) dan paling miskin jika pengeluaran perkapita pertahun kurang dari Rp.900.000,- ( setara konsumsi beras < 180 kg setahun ). Berdasarkan hasil penelitian dari dua kelompok responden baik yang aktif memanfaatkan potensi wisata maupun yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata maka dapat diketahui bahwa pengeluaran perkapita dalam setahun berkisar antara Rp. 1.020.000,- - Rp. 2.700.000,- atau pengeluaran perkapita perbulan antara Rp. 85.000,- hingga Rp. 200.000,-. Tingkat pengeluaran rumah tangga responden yang aktif dan yang tidak aktif dalam memanfaatkan potensi pariwisata dapat dilihat pada Tabel 47. Tabel 47 Distribusi Tingkat Pengeluaran Perkapita Perbulan Rumah Tangga yang Aktif Memanfaatkan Potensi Pariwisata Dengan Rumah Tangga yang Tidak Aktif dalam Memanfaatkan potensi Pariwisata. No Tingkat Pengeluarn Memanfaatkan Tidak memanfaatkan 2 perkapita/bulan ( Rp ) Jumlah % Jumlah % Nilai X 1 Tinggi ( ≥ 133.333 ) 2 Sedang ( 100.001 – 133.333 ) 3 Rendah ( 75.000 – 100.000 ) 4 Rendah Sekali ( < 75.000 ) Sumber : Pengolahan data primer, 2008
21 4 5 0
70,00 13,33 16.67 0,00
17 9 4 0
56,67 30,00 2,46 13,33 0,00
88
Tabel 47 menunjukkan bahwa tingkat pengeluaran/konsumsi perkapita perbulan rumah tangga yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata adalah sebanyak 70 persen pengeluarannya di atas Rp. 133.333,- atau sekitar 21 orang memiliki tingkat pengeluaran yang tinggi, 4 keluarga memiliki tingkat pengeluaran sedang dan 5 orang yang tingkat pengeluarannya rendah. Demikian hal nya dengan responden yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata, responden yang memiliki tingkat pengeluaran perkapita tinggi sebanyak 56,67 persen, tingkat pengeluaran sedang sebanyak 30 persen dan rendah sebanyak 16,67 persen. Dari hasil uji Khi-Kuadrat ( X2 ) antara tingkat pengeluaran responden dengan keikutsertaan dalam memanfaatkan potensi pariwisata diperoleh hubungan yang tidak signifikan dimana nilai X2 sebesar 2,46 lebih rendah dari nilai X2Tabel yaitu 5,99 pada α=0,05. Hasil koefisien kontingensi adalah sebesar 0,198 atau 19,8 persen yang menunjukkan keeratan hubungan keikutsertaan dalam memanfaatkan potensi pariwisata dengan pengeluaran yang sangat tidak erat. Pengeluaran responden secara umum lebih banyak untuk pengeluaran konsumsi pangan, sedangkan untuk non pangan pengeluaran terdiri dari biaya rumah, transportasi dan pendidikan dengan jumlah pengeluaran yang umumnya tidak jauh berbeda.
5.7.3. Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia. Peningkatan dalam bidang pendidikan dapat mengentaskan penduduk dari kemiskinan baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu melalui perbaikan pendapatan dan pengeluaran perkapita. Tingkat pendidikan antara kelompok responden dapat dilihat pada Tabel 48. Tabel 48 Distribusi Tingkat Pendidikan Rumah Tangga yang Aktif Memanfaatkan Potensi Pariwisata dengan Rumah Tangga Yang Tidak Aktif dalam Memanfaatkan Potensi Pariwisata. No Tingkat Pendidikan Memanfaatkan Tidak memanfaatkan Nilai X2 Jumlah % Jumlah % Tinggi ( ≥ 60% Jumlah anggota keluarga tamat SD ) 2 Sedang (30–60% Jumlah anggota keluarga tamat SD ) 3 Rendah ( < 30% Jumlah anggota keluarga tamat SD ) Sumber : Pengolahan data primer, 2008 1
27
90,00
23
76,67
3
10,00
7
23,33
0
0,00
0
0,00
1,92
89
Berdasarkan Tabel 48 di atas dapat dilihat bahwa secara umum tingkat pendidikan keluarga responden yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata lebih baik dari yang tidak memanfaatkan potensi pariwisata di mana pada keluarga responden yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak 27 responden atau 90 persen keluarga responden berpendidikan tinggi, 10 persen keluarga responden berpendidikan sedang. Sedangkan pada keluarga responden yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak 76,67 persen berpendidikan tinggi, 23,33 persen berpendidikan sedang dan tidak ada yang berpendidikan rendah. Dari hasil uji Khi-Kuadrat ( X2 ) antara tingkat pendidikan anggota keluarga responden dengan keikutsertaan dalam memanfaatkan potensi pariwisata diperoleh hubungan yang tidak signifikan dimana nilai X2 sebesar 1,92 lebih rendah dari nilai X2Tabel yaitu 3,84 pada α=0,05. Hasil koefisien kontingensi adalah sebesar 0,176 atau 17,6 persen yang menunjukkan keeratan hubungan keikutsertaan dalam memanfaatkan potensi pariwisata dengan pendidikan anggota keluarga yang sangat tidak erat, hal ini dikarenakan oleh tingkat pendidikan kedua kelompok ini relatif sama. Selain itu kebijakan pemerintah kota Bengkulu yang membebaskan biaya pendidikan ( gratis sekolah ) bagi seluruh warga kota Bengkulu juga makin meningkatkan tingkat pendidikan, hal ini juga didukung oleh keinginan kepala keluarga agar anggota keluarganya ( anak ) mempunyai taraf hidup yang lebih baik melalui pendidikan formal.
5.7.4. Tingkat Kesehatan Tingkat kesehatan masyarakat adalah salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat. Kesehatan sangat mempengaruhi tingkat produktifitas kerja. Tingkat kesehatan dalam penelitian ini dikelompokkan dalam tiga kelompok yakni baik jika kurang dari 25 persen anggota keluarga sakit dalam sebulan, antara 25 – 50 persen sering sakit termasuk kategori sedang dan jika lebih dari 50 persen sering sakit masuk dalam kategori kurang. Rumah tangga yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata ada 12 kepala keluarga ( 40% ) menyatakan kesehatan anggota keluarganya baik karena dalam satu bulan kurang dari 25 persen anggota rumah tangganya sakit, sebanyak 50 persen kesehatan keluarganya sedang dan 10 persen tingkat kesehatannya rendah. Sedangkan pada kelompok responden yang tidak aktif
90
dalam memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak 36.67 persen kesehatan anggota keluarganya baik, 53,33 persen sedang dan 10 persen rendah atau sering sakit. Tingkat kesehatan keluarga responden dapat dijelaskan pada Tabel 49. Tabel 49 Distribusi Tingkat Kesehatan Rumah Tangga yang Aktif Memanfaatkan Potensi Pariwisata dengan Rumah Tangga yang Tidak Aktif dalam Memanfaatkan Potensi Pariwisata.
No 1 2 3
Tingkat Kesehatan Baik ( < 25% Jumlah anggota keluarga sakit ) Sedang (25 – 50 % Jumlah anggota keluarga sakit ) Rendah ( > 50 % Jumlah anggota keluarga sakit )
Memanfaatkan Jumlah %
Tidak memanfaatkan Nilai X2 Jumlah %
12
40,00
11
36,67
15
50,00
16
53,33 0,07
3
10,00
3
10,00
Sumber : Pengolahan data primer, 2008
Berdasarkan hasil uji Khi-Kuadrat ( X2 ) antara tingkat kesehatan anggota keluarga responden dengan keikutsertaan dalam memanfaatkan potensi pariwisata diperoleh hubungan yang tidak signifikan dimana nilai X2 sebesar 0,076 lebih rendah dari nilai X2Tabel yaitu 5,99 pada α=0,05. Hasil koefisien kontingensi adalah sebesar 0,036 atau 3,6 persen yang menunjukkan keeratan hubungan keikutsertaan dalam memanfaatkan potensi pariwisata dengan kesehatan anggota keluarga yang sangat tidak erat. Kondisi kesehatan di sekitar lokasi wisata tidak terlepas dari peran aktif masyarakat setempat tentang pentingnya pembangunan kesehatan masyarakat.
Pemerintah kota Bengkulu untuk meningkatkan tingkat
kesehatan warganya juga memberlakukan kebijakan berobat gratis di puskesmas. Adapun penyakit yang biasa menyerang masyarakat hanyalah penyakit – penyakit ringan seperti sakit kepala, alergi, batuk dan influenza atau demam yang bisa di atasi dengan berobat gratis ke puskesmas.
5.7.5. Kondisi Tempat Tinggal Kondisi dan keadaan rumah atau tempat tinggal yang ditempati dapat dijadikan salah satu indikator untuk menunjukkan keadaan sosial ekonomi rumah tangga seseorang. Penilaian terhadap tempat tinggal meliputi kondisi atap rumah, bilik rumah, lantai rumah, luas lantai dan status kepemilikan. Keadaan tempat tinggal responden yang memanfaatkan potensi wisata sebanyak 100 persen menggunakan atap seng, bilik rumah yang ditempati yaitu
91
sebanyak 43,33 persen menggunakan tembok, 46, 67 persen menggunakan setengah tembok dan 10 persen menggunakan kayu. Status kepemilikan rumah sebanyak 30 persen milik sendiri, 50 persen sewa dan 20 persen masih tinggal/numpang bersama orang tua. Lantai rumah sebanyak 6,67 persen menggunakan ubin, 76,67 persen menggunakan plester atau semen dan 13,3 persen menggunkan papan. Luas lantai yang berukuran luas ( > 100m2 ) sebanyak 3,33 persen mepunyai lantai sedang ( 50 – 100m2 ) sebanyak 60 persen dan lantai sempit ( <50m2 ) sebanyak 36,67 persen. Adapun keadaan tempat tinggal responden yang tidak aktif dalam memanfaatkan potensi wisata sebanyak 100 persen menggunakan atap seng, bilik rumah yang ditempati yaitu sebanyak 30
persen menggunakan tembok, 53,33
persen menggunakan setengah tembok dan 16,67 persen menggunkan kayu. Status kepemilikan rumah sebanyak 30 persen milik sendiri, 56,67 persen sewa dan 13,33 persen masih tinggal/numpang bersama orang tua. Lantai rumah sebanyak 6,67 persen menggunakan ubin, 66,67 persen menggunakan plester atau semen dan 23,3 persen menggunkan papan dan ada sebanyak 3,3 persen yang masih menggunakan tanah. Luas lantai yang berukuran luas ( > 100m2 ) sebanyak 0 persen mempunyai lantai sedang ( 50 – 100m2 ) sebanyak 56,67 persen dan lantai sempit ( <50m2 ) sebanyak 43,33 persen.
Perbandingan kondisi perumahan kedua kelompok
responden dapat dilihat pada Tabel 50. Tabel 50
Distribusi Kondisi Perumahan Rumah Tangga yang Aktif Memanfaatkan Potensi Pariwisata dengan Rumah Tangga yang Tidak Aktif dalam Memanfaatkan Potensi Pariwisata.
No Kondisi perumahan 1 2 3
Memanfaatkan Tidak memanfaatkan 2 Jumlah % Jumlah % Nilai X Permanen ( skor 15 – 21 ) 16 53,33 11 36,67 Semi permanen ( skor 10 – 14 ) 13 43,33 17 56,67 1,79 Non permanen ( skor 5 – 9 ) 1 3,33 2 6,67
Sumber : Pengolahan data primer, 2008
Dari hasil Khi – Kuadrat antara kondisi perumahan rumah tangga responden dengan keikutsertaan dalam memanfaatkan potensi pariwisata diketahui bahwa kondisi perumahan kedua kelompok responden tidak begitu berbeda dimana nilai X2 sebesar 1,79 lebih rendah dari nilai X2Tabel yaitu 5,99 pada α=0,05. Adanya budaya yang sama dalam membangun perumahan menjadikan kondisi perumahan antara kedua kelompok tidak begitu berbeda, demikian juga karena tingkat pendapatan
92
yang diperoleh begitu berbeda maka kondisi perumahan yang dapat mereka jangkau hamper sama. Berdasarkan Tabel 50 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai tempat tinggal cukup layak. Sebanyak 53,33 persen responden yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata bertempat tinggal permanen, sebanyak 43,33 persen semi permanen dan 3,33 persen non permanen. Adapun masyarakat yang tidak aktif dalam memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak 36,67 persen bertempat tinggal permanen, 56,67 persen semi permanen dan 6,67 persen non permanen. Kondisi perumahan yang paling menonjol adalah bahwa tidak ada responden yang menggunakan atap selain seng hal ini dikarenakan Bengkulu adalah kota yang rawan gempa terutama lokasi penelitian yang masuk ke dalam zona satu rawan tsunami, mereka yang tinggal di rumah semi permanen awalnya adalah rumah yang permanen namun gempa tahun 2000 dan 2007 mengakibatkan tempat tinggal mereka rusak dan akhirnya dibuat semi permanen.
5.7.6. Fasilitas Perumahan Kelengkapan fasilitas pokok suatu rumah tangga akan menentukan nyaman tidaknya suatu rumah tinggal, yang juga menentukan kualitas rumah tinggal. Fasilitas pokok yang penting agar suatu rumah menjadi nyaman dan sehat untuk ditinggali adalah tersedianya listrik, air bersih serta jamban dengan tangki septik (BPS,2000 dalam Prawiranegara). Fasilitas perumahan yang lengkap merupakan cerminan dari status sosial masyarakat di sekitar lokasi wisata. Yang dimaksud fasilitas di sini adalah meliputi luas pekarangan, hiburan, penerangan, bahan bakar untuk memasak, sumber air dan sarana MCK. Umumnya masyarakat yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata memiliki pekarangan tergolong sempit (sebanyak 70,00 persen), sementara 30 persen lainnya memiliki pekarangan sedang. Hiburan yang dimiliki oleh keluarga responden sebanyak 66,67 persen memiliki TV, 10,00 persen memiliki tape dan 23, 33 persen memiliki radio. Sarana pendingin yang dimiliki keluarga responden sebanyak 20,00 persen memiliki kulkas, 23,33 persen memiliki kipas angin dan 56,57 persen menggunakan pendingin alam. Adapun untuk penerangan, 100 persen keluarga responden menggunakan listrik. Dalam melakukan kegiatan memasak
93
makanan, bahan bakar yang digunakan adalah kompor minyak tanah sebanyak 96,67 persen dan 3,33 persen menggunakan gas. Sumber air bersih yang digunakan adalah gumur gali sebanyak 53,33 persen dan PAM sebanyak 46,67 persen. Untuk sarana MCK sebanyak 50,00 persen mempunyai MCK sendiri dan 50,00 persen MCK bersama. Sedangkan pada rumah tangga responden yang tidak aktif dalam memanfaatkan potensi pariwisata, sebanyak 93,33 persen pekarangannya sempit dan 6,67 persen memiliki pekarangan sedang. Hiburan yang dimiliki oleh keluarga responden sebanyak 66,67 persen memiliki TV, 3,33 persen memiliki tape dan 30,00 persen memiliki radio. Sarana pendingin yang dimiliki keluarga responden sebanyak 6,67 persen memiliki kulkas, 30 persen memiliki kipas angin dan 63,33 persen menggunkan pendingin alam. Untuk penerangan dan bahan bakar memasak 100 persen keluarga responden menggunakan listrik dan kompor minyak tanah. Sumber air bersih yang digunakan adalah gumur gali sebanyak 73,33 persen dan PAM sebanyak 26,67 persen serta sarana MCK sebanyak 46,67 persen mempunyai MCK sendiri dan 53,33 persen MCK bersama (Tabel 51). Tabel 51
Distribusi Fasilitas Perumahan Rumah Tangga yang Aktif Memanfaatkan Potensi Pariwisata dengan Rumah Tangga yang Tidak Aktif dalam Memanfaatkan Potensi Pariwisata.
No Fasilitas perumahan 1 2 3
Lengkap ( skor 21 – 27 ) Semi lengkap ( skor 14 – 20 ) Tidak lengkap ( skor 7 – 13 )
Memanfaatkan Jumlah % 4 26 0
13,33 86,67 0,00
Tidak memanfaatkan 2 Jumlah % Nilai X 2 28 0
6,67 93,33 0,00
0,74
Sumber : Pengolahan data primer, 2008
Dari hasil Khi – Kuadrat antara fasilitas perumahan rumah tangga responden dengan keikutsertaan dalam memanfaatkan potensi pariwisata diperoleh hasil bahwa adanya hubungan yang tidak signifikan. Hal ini diketahui dari nilai X2 sebesar 0,74 lebih rendah dari nilai X2Tabel yaitu 3,84 pada α=0,05. Perbedaan fasilitas perumahan antara kedua kelompok responden relatif tidak berbeda. Rata – rata kedua kelompok responden dalam hal fasilitas penerangan dan bahan bakar adalah sama yakni menggunakan listrik dan bahan bakar minyak tanah. Berdasarkan Tabel 51 di atas dapat dilihat bahwa pada kelompok rumah tangga yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata yang mempunyai fasilitas semi lengkap adalah sebanyak 26 orang atau 86,67 persen dan yang memiliki fasilitas
94
lengkap sebanyak 13,33 persen. Sedangkan untuk rumah tangga yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak 28 orang atau 93,33 persen fasilitas rumahnya semi lengkap dan 2 atau 6,67 persen fasilitas rumahnya lengkap. Dan dari kedua kelompok responden tidak ada yang fasilitasnya tidak lengkap. 5.8. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi. Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan taraf hidup serta mewujudkan kesejahteraan yang lebih baik dan merata. Penyebab dari masalah kesejahteraan dipengaruhi oleh faktor internal dimana ada sistem sosial yang mengandung gejala ketimpangan struktural dalam masyarakat yang kurang memiliki akses terhadap peluang-peluang sosial ekonomi. Sedangkan faktor eksternal antara lain adanya intervesi program pemerintah yang oleh sebagian masyarakat sangat ketergantungan dalam memenuhi kebutuhan sosial ekonominya. Untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi, indikator yang digunakan adalah indikator hasil sensus sosial ekonomi nasional ( SUSENAS ) yang dikeluarkan oleh BPS di modifikasi dengan kriteria kemiskinan Dirjen Tata Guna Tanah serta kriteria kemiskinan Sajogyo. Indikator – indikator tersebut antara lain tingkat pendapatan perkapita perbulan, tingkat pengeluaran perkapita perbulan, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, kondisi perumahan dan fasilitas perumahan. Distribusi tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi dapat dilihat pada Tabel 52. Tabel 52 Distribusi Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga yang Aktif Memanfaatkan Potensi Pariwisata dengan Rumah Tangga yang Tidak Aktif dalam Memanfaatkan Potensi Pariwisata.
No Tingkat Kesejahteraan 1 2 3
Tinggi ( skor 14 – 18 ) Sedang ( skor 10 – 13 ) Rendah ( skor 6 – 9 ) Jumlah total
Memanfaatkan Jumlah % 24 6 0 30
80,00 20,00 0,00 100,00
Tidak memanfaatkan Jumlah total Nilai X2 Jumlah % 22 8 0 30
73,33 26,67 0,00 100,00
46 14 0 60
0,37
Sumber : Pengolahan data primer, 2008
Dari hasil analisis Khi – Kuadrat ( X2 ) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara rumah tangga yang aktif dalam memanfaatkan potensi pariwisata dengan yang tidak aktif memanfaatkan potensi pariwisata dalam
95
tingkat kesejahteraan di sekitar kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi. Hal ini dapat dilihat dari nilai X2 hitung = 0,373 yang lebih rendah dari X2Tabel = 3,84 pada selang kepercayaan 95 persen. Hal ini berarti bahwa kegiatan pariwisata tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesejahteraan responden. Berdasarkan Tabel 52 di atas terlihat bahwa 80 persen rumah tangga yang aktif dalam memanfaatkan potensi pariwisata tergolong dalam kesejahteraan tinggi dan sisanya 20 persen tergolong memiliki kesejahteraan sedang. Sedangkan rumah tangga yang tidak aktif dalam memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak 73,33 persen memiliki kesejahteraan tinggi dan sisanya sebanyak 26,67 persen kesejahteraannya sedang. Meskipun tidak terdapat perbedaan dalam hal kesejahteraan, namun hasil T-Tes membuktikan bahwa keluarga responden yang mau aktif dan terlibat dalam kegiatan pariwisata bisa mendapatkan hasil yang lebih baik berdasarkan kriteria BPS yang dimodifikasikan dengan kemiskinan Dirjen Tata Guna Tanah dan kemiskinan Sajogyo. Secara keseluruhan, untuk masyarakat yang tinggal di kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak 76,67 persen tergolong dalam ketegori tingkat kesejahteraan tinggi dan sisanya sebanyak 23,33 persen kesejahteraannya sedang Hasil wawancara dengan responden yang bergerak di bidang jasa pariwisata seperti pedagang makanan dan minuman ringan, pengelola warung gaul, kafe gaul dan souvenir mengatakan bahwa dengan adanya pengembangan kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi pendapatan mereka sedikit meningkat namun dengan adanya ketidakstabilan harga BBM membuat real income mereka menjadi tetap bahkan kadang-kadang turun. Di lain pihak responden yang tidak aktif memanfaatkan potensi wisata dan bekerja di sektor informal seperti buruh bangunan, buruh nelayan dan pedagang kecil/warung mengatakan dengan adanya pengembangan kawasan wisata Pantai Panjang pendapatan mereka sedikit meningkat karena poyek bangunan meningkat namun real income mereka cenderung menurun seiring adanya kenaikan BBM. Pengunjung yang kebanyakan adalah warga kota Bengkulu juga merupakan salah satu faktor mengapa mereka tidak mencoba ikut berusaha disana selain terkendala masalah pendanaan, dan penempatan tempat usaha.
96
5.9. Kebijakan Pengembangan Sektor Pariwisata : Penerapan Analitical Hierarchy Process “ Manfaat “ dan “Biaya” Kegiatan pariwisata akan selalu memperlihatkan hubungan antau interaksi sosial ekonomi antar pihak – pihak terkait baik secara langsung maupun tidak langsung, khususnya wisatawan dengan pihak – pihak yang menjalankan fungsi pelayanan wisata seperti masyarakat lokal dan pemerintah daerah. Oleh karena itu perkembangan sektor pariwisata di suatu daerah akan memberikan dampak sosial ekonomi pada masyarakat dan pemerintahan daerah yang bersangkutan. Untuk dapat melihat dampak sosial ekonomi dari kegiatan pariwisata baik dari segi manfaaat maupun kerugian diperlukan suatu kajian khusus mengingat dampak yang ditimbulkan bersifat intangible dan kualitatif. Dalam pendekatan Analitical Hierarchy Process ( AHP ) hal – hal yang bersifat kualitatif tersebut dapat diidentifikasikan melalui sistem yang diamati dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran umum terhadap sistem yang dikaji. Selanjutnya dari hasil identifikasi tersebut akan diperoleh beberapa variabel yang cukup mendominasi yang menggambarkan dampak yang terjadi akibat adanya kebijakan pengembangan sektor pariwisata di kota Bengkulu. Sesuai dengan hasil identifikasi sistem yang dilakukan, maka kemudian dapat disusun suatu hirarki yang menggambarkan manfaat maupun biaya yang dirasakan oleh masyarakat, baik di tingkat lokal khususnya masyarakat di sekitar kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi, maupun kawasan regional di kota Bengkulu.
Manfaat
pengembangan
menggambarkan
dampak
positif
atau
keuntungan yang dirasakan baik di tingkat lokal maupun regional dari kegiatan pengembangan kawasan wisata. Sedangkan yang dimaksud biaya adalah dampak negatif atau kerugian yang timbul sebagai akibat dari pengembangan kegiatan pariwisata tersebut. Secara hirarki manfaat dan kerugian yang dirasakan dari pengembangan kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi adalah seperti di sajikan pada lampiran Berdasarkan identifikasi yang dilakukan maka disusun hirarki yang menggambarkan manfaat dan juga biaya dari adanya kegiatan pengembangan sektor pariwisata khususnya kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi. Pada level
97
pertama
menggambarkan tujuan atau sasaran yang akan dianalisis. Pada level
kedua menggambarkan aspek yang dianalisis yang meliputi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan, dimana pada setiap aspek akan dianalisis kriteria-kriteria yang berpengaruh atas pengembangan kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi dari sisi manfaat dan biayanya. Dan pada level keempat akan dilihat alternatifalternatif pengembangan kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi. Adapun alternatif – alternatif tersebut diantaranya adalah mengoptimalkan pengembangan kedua kawasan wisata, mengembangkan Pantai Panjang saja atau mengembangkan Tapak Paderi saja. Manfaat atau biaya dicerminkan oleh pandangan atau pendapat para responden yang merupakan para informan kunci atau pengambil keputusan yang berasal dari instansi pemerintah terkait, masyarakat, LSM yang terlibat atau yang memahami kondisi setempat serta laporan studi dan pustaka yang berkaitan. 5.9.1. Dampak Positif “ Manfaat “ Pengembangan sektor pariwisata Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap manfaat dari pengembangan kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi, pendapat gabungan responden perumus kebijakan menunjukkan bahwa aspek ekonomi menjadi prioritas pertama untuk memperoleh manfaat dari pengembangan sektor pariwisata diikuti dengan aspek sosial, dan aspek lingkungan. Secara keseluruhan bobot kumulatif dari masing – masing aspek dapat dilihat pada Tabel 53. Tabel 53 Rekapitulasi Hasil Analisis Pendapat Gabungan Responden Dalam Menentukan Aspek Yang Berpengaruh Terhadap “ Manfaat “ Pengembangan Sektor Pariwisata Di Kota Bengkulu. Faktor yang berpengaruh Ekonomi
Sosial
Lingkungan
Bobot
0,462
0,282
0,256
Prioritas
1
2
3
Sumber : Pengolahan data primer, 2008
Selanjutnya pada aspek ekonomi, kriteria pengaruh yang menjadi prioritas utama terhadap manfaat yang diharapkan atas kegiatan pembagunan kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya pendapatan masyarakat di sekitar kawasan wisata, meningkatkan peluang usaha di sektor informal, meningkatkan pertumbuhan
98
ekonomi dan jasa dan terakhir meningkatkan PAD. Walaupun tidak semua masyarakat mampu dan mau memanfaatkan peluang ini, namun setidaknya telah dirasakan bahwa perubahan pola mata pencarian bagi masyarakat di sekitar lokasi wisata yang lebih mengarah pada sektor jasa. Keadaan ini ditunjukkan dengan ramainya warung-warung atau tenda – tenda penjualan makanan dan minuman ringan di sepanjang kawasan objek wisata, juga telah dibukanya beberapa biro perjalanan baik antar kota maupun antar propinsi. Hal yang signifikan terjadi di lapangan dimana dengan adanya kegiatan pengembangan dan pembangunan di kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi mampu meningkatkan pendapatan keluarga responden meskipun pendapatan yang dihasilkan belum begitu besar, hal ini selaras dengan usaha di sektor non formal yang mereka lakukan yang hanya sebatas usaha kecil saja seperti menjadi pedagang makanan dan minuman ringan, pedagang degan dan makanan hasil laut. Dikarenakan bahwa sektor pariwisata merupakan sektor yang bermultiplier effect maka dengan pengembangan kawasan wisata dan diharapkan dapat meningkatkan jumlah pengunjung/wisatawan yang pada akhirnya mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan jasa, kedepannya dengan semakin tumbuh berkembangnya sektor ekonomi di kawasan wisata mampu memberikan kontribusi bagi PAD. Adapun bobot dan prioritas kriteria yang berpengaruh dari aspek ekonomi,sosial dan lingkungan dapat dilihat pada Tabel 54. Tabel 54 Hasil Analisis Pendapat Gabungan Responden Terhadap Pemilihan Kriteria yang Paling Berpengaruh Terhadap “ Manfaat “ Pengembangan Sektor Pariwisata di Kota Bengkulu. No Kategori Pengaruh Bobot Prioritas I Faktor Ekonomi 1. Meningkatkan Pendapatan Masyarakat 0,49 1 2. Meningkatkan Peluang Usaha di sektor informal 0,26 2 3. Meningkatkan Pertumbuhan ekonomi dan jasa 0,17 3 4. Meningkatkan PAD 0,08 4 II Faktor Sosial 1. Meningkatkan Penyerapan tenaga kerja 0,64 1 2. Tersedianya akses barang dan jasa 0,20 2 3. Meningkatkan Kebanggaan Daerah 0,17 3 III Aspek Lingkungan 1. Konservasi Lingkungan 0,42 1 2. Peningkatan keamanan dan Kenyamanan 0,37 2 3. Nilai Estetika 0,21 3 Sumber : Pengolahan data primer, 2008
Dari Tabel 54 di atas kita juga dapat mengetahui bahwa manfaat terbesar yang diharapkan dari aspek sosial adalah dengan pengembangan kawasan wisata akan mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang diikuti dengan adanya
99
kemudahan masyarakat untuk mengaskes barang dan jasa serta dengan pengembangan kawasan wisata mampu meningkatkan kebanggaan atas daerahnya yang memiliki sektor pariwisata yang bisa di kenal di tingkat lokal, regional dan internasional. Manfaat lainnya di samping manfaat ekonomi dan sosial adalah manfaat bagi lingkungan hidup. Dalam pengembangan kawasan wisata tidak cukup hanya mengandalkan sumberdaya yang tersedia, tetapi juga harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukung akan tetapi penataannya tetap memperhatikan, mempertahankan, dan menjaga keutuhan keindahan lingkungan, dalam hal ini perlu dilakukan upaya – upaya konservasi. Upaya lain yang perlu dilakukan adalah peningkatan keamanan dan kenyamanan yang bisa meningkatkan jumlah wisatawan/pengunjung serta terjaganya nilai-nilai estetika atau keindahan kawasan wisata itu sendiri. Adapun alternatif – alternatif pengembangan sektor pariwisata khususnya kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi dapat dilihat pada Tabel 55. Tabel 55 Hasil Analisis Pendapat Gabungan Responden Terhadap Alternatif Pengembangan Sektor Pariwisata di Kota Bengkulu berdasarkan “ Manfaat “. No Alternatif Pemanfaatan Bobot Prioritas I Pemerintah 1. Pengembangan/pembangunan kawasan Pantai Panjang dan Tapak Paderi 0,70 1 2. Pengembangan/pembangunan Pantai Panjang saja 0,17 2 3. Pengembangan/pembangunan Tapak Paderi saja 0,13 3 II Swasta 1. Pengembangan/pembangunan kawasan Pantai Panjang dan Tapak Paderi 0,63 1 2. Pengembangan/pembangunan Pantai Panjang saja 0,22 2 3. Pengembangan/pembangunan Tapak Paderi saja 0,16 3 III Masyarakat 1. Pengembangan/pembangunan kawasan Pantai Panjang dan Tapak Paderi 0,65 1 2. Pengembangan/pembangunan Tapak Paderi saja 0,20 2 3. Pengembangan/pembangunan Pantai Panjang saja 0,14 3 Sumber : Pengolahan data primer, 2008
Berdasarkan Tabel di atas, alternatif pengembangan yang memberikan manfaat terbesar bagi pemerintah adalah dengan membangun kedua kawasan wisata tersebut dengan bobot 0,70, karena diharapkan dengan meningkatnya pembangunan di kedua kawasan ini mampu meningkatkan PAD, diikuti dengan pembangunan kawasan Pantai Panjang saja (0,17), karena kawasan Pantai Panjang direncanakan untuk pengembangan usaha menengah ke atas seperti hotel, restoran dan saran
100
perbelanjaan modern yang nantinya akan meningkatkan PAD dan pembangunan, serta kawasan Tapak Paderi saja (0,13). Demikian juga dengan hasil pendapat gabungan perumus kebijakan terhadap alternatif pemanfaatan berdasarkan kepentingan pihak swasta yang memilih membangun kedua kawasan wisata tersebut dengan bobot 0,63, diikuti dengan pembangunan kawasan Pantai Panjang saja (0,22), dan pembangunan kawasan Tapak Paderi saja (0,16). Adapun hasil pendapat gabungan perumus kebijakan terhadap alternatif pemanfaatan berdasarkan kepentingan masyarakat yang memilih membangun kedua kawasan wisata tersebut dengan bobot 0,65, diikuti dengan pembangunan kawasan Tapak Paderi saja (0, 20), dan pembangunan kawasan Pantai Panjang saja ( 0,14 ). 5.9.2. Dampak Negatif “ Biaya “ Pengembangan Sektor Pariwisata Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap dampak negatif dari pengembangan kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi, maka kerugian terbesar menurut responden yang dirasakan adalah kerugian dari segi lingkungan, selanjutnya kerugian ekonomi dan kerugian sosial. Secara keseluruhan bobot kumulatif dari masing – masing aspek dapat dilihat pada Tabel 56 Tabel 56 Rekapitulasi Hasil Analisis Pendapat Gabungan Responden dalam Menentukan Aspek yang Berpengaruh Terhadap “ Dampak Negatif/Biaya “ Pengembangan Sektor Pariwisata di Kota Bengkulu. Faktor yang berpengaruh Ekonomi
Sosial
Lingkungan
Bobot
0,305
0,261
0,433
Prioritas
2
3
1
Sumber : Pengolahan data primer, 2008
Dalam aspek lingkungan hidup, komponen – komponen dampak kerugian/biaya yang paling besar dirasakan adalah adanya pencemaran lingkungan dengan nilai bobot (0,49), dimana masih terdapat sampah yang berserakan dan minimnya jumlah WC umum. Selanjutnya degradasi lingkungan dengan bobot (0,32) memberikan dampak negatif pada lingkungan dan perubahan tata ruang. Dalam aspek ekonomi, komponen dampak yang paling dirasakan menurut pendapat gabungan responden adalah besarnya biaya operasional dan pemeliharaan dengan bobot (0,40), karena untuk pengembangan pariwisata membutuhkan waktu yang cukup lama sedangkan sarana dan prasarana yang ada harus tetap terpelihara
101
dengan baik. Adapun dampak ekonomi selanjutnya adalah biaya pembangunan sarana dan prasarana dengan bobot ( 0,39 ) yang lebih rendah dari biaya operasional. Dampak negatif terakhir berdasarkan pendapat gabungan responden adalah dampak sosial. Dalam aspek sosial, komponen – komponen dampak/kerugian yang paling besar dirasakan adalah adanya perubahan pola hidup dengan bobot ( 0,40 ), perubahan ini menunjukkan telah adanya perubahan gaya hidup dan goyahnya nilai sosial yang sering disebut “ biaya modernisasi “. Kerugian sosial lainnya dengan adanya
pengembangan
kawasan
wisata
adalah
adanya
kesenjangan
pendapatan/kesempatan kerja dengan bobot ( 0,39 ). Kondisi ini terjadi karena dengan meningkatnya mobilitas penduduk dan mulai ramainya kawasan tersebut dengan pencari kerja dari luar kawasan menyebabkan masyarakat setempat yang sudah lama memanfaatkan potensi wisata harus bersaing dengan pedagang – pedagang baru. Adapun penggusuran penduduk tidak begitu berpengaruh karena belum ada penggusuran penduduk, memang awalnya akan ada relokasi penduduk tetapi belum jadi dilaksanakan sehingga untuk komponen ini gabungan responden memberikan nilai bobot ( 0, 20 ). Hasil Analisis Pendapat Gabungan Perumus Kebijakan Terhadap Pemilihan Kriteria Yang Paling Berpengaruh Terhadap “Dampak/Kerugian“ Pengembangan Sektor Pariwisata di Kota Bengkulu dapat dilihat pada Tabel 57 berikut ini. Tabel 57
Hasil Analisis Pendapat Gabungan Responden Terhadap Pemilihan Kriteria yang Paling Berpengaruh Terhadap “ dampak negatif/biaya “ Pengembangan Sektor Pariwisata di Kota Bengkulu. No Kategori Pengaruh Bobot Prioritas I Faktor Ekonomi 1. Biaya sarana dan prasana 0,39 2 2. Biaya operasi dan pemeliharaan 0,40 1 3. Berkurangnya pendapatan masyarakat 0,21 3 II Faktor Sosial 1. Penggusuran penduduk 0,20 3 2. Perubahan pola hidup 0,40 1 3. Kesenjangan pendapatan 0,39 2 III Aspek Lingkungan 1. Pencemaran lingkungan 0,49 1 2. Degradasi lingkungan 0,32 2 3. Perubahan tata ruang 0,19 3 Sumber : Pengolahan data primer, 2008
102
Selanjutnya hasil analisis gabungan perumus kebijakan terhadap alternatif pengembangan kawasan wisata ke depan berdasarkan biaya negatif dapat dilihat pada Tabel 58 berikut : Tabel 58 Hasil Analisis Pendapat Gabungan Responden Terhadap Alternatif Pengembangan Sektor Pariwisata di Kota Bengkulu berdasarkan “ Biaya “. No Alternatif Pemanfaatan Bobot Prioritas I Pemerintah 1) Pengembangan/pembangunan kawasan Pantai Panjang dan Tapak Paderi 2) Pengembangan/pembangunan Pantai Panjang saja 3) Pengembangan/pembangunan Tapak Paderi saja II Swasta 1) Pengembangan/pembangunan kawasan Pantai Panjang dan Tapak Paderi 2) Pengembangan/pembangunan Pantai Panjang saja 3) Pengembangan/pembangunan Tapak Paderi saja III Masyarakat 1) Pengembangan/pembangunan kawasan Pantai Panjang dan Tapak Paderi 2) Pengembangan/pembangunan Pantai Panjang saja 3) Pengembangan/pembangunan Tapak Paderi saja
0,65 0,14 0,21
1 3 2
0,65 0,21 0,14
1 2 3
0,69 0,17 0,14
1 2 3
Sumber : Pengolahan data primer, 2008
Berdasarkan hasil analisis di atas dapat dilihat bahwa pihak pemerintah, swasta dan masyarakat memilih membangun kedua kawasan wisata tersebut. Karena kedua objek wisata tersebut selain menelan biaya yang besar tetapi juga mampu memberikan lahan pencaharian bagi masyarakat sekitar dan selain itu kedua lokasi ini berdekatan. Dari hasil analisis manfaat dan biaya di atas digabungkan dalam bentuk matriks manfaat – biaya untuk mendapatkan rasio antar kedua faktor tersebut. Alternatif kebijakan yang di rekomendasikan adalah alternatif kebijakan dengan rasio manfaat dan dampak negatif yang lebih dari satu. Hasil analisis manfaat – biaya ditampilkan pada Tabel 59 di bawah ini. Tabel 59 No
Alternatif Pengembangan Sektor Pariwisata di Kota Bengkulu berdasarkan rasio Manfaat – Biaya, Alternatif Rata-rata akhir Rata-rata Rasio Prioritas manfaat akhir biaya manfaat/biaya
1 Pengembangan Kawasan Pantai Panjang dan Tapak Paderi 2 Pengembangan Pantai Panjang saja 3 Pengembangan Tapak Paderi saja
0,67 0,17 0,15
0,66 0,17 0,17
1,02 1,00 0,92
1 2 3
Sumber : Pengolahan data primer, 2008
Tabel di atas menunjukkan nilai bobot alternatif pengembangan kawasan wisata di kota Bengkulu dimasa yang akan datang berdasarkan rasio manfaat – biaya yakni melakukan pengoptimalan pengembangan kawasan wisata Pantai
103
Panjang dan Tapak Paderi sebagai leading sektor di sektor pariwisata, karena kedua kawasan ini memiliki keunikan dan ciri khas yang bisa dijadikan ciri atau identitas provinsi Bengkulu, kemudian melakukan pengembangan di kawasan Pantai Panjang sebagai sentra usaha menengah seperti perhotelan dan kemudian mengembangkan kawasan Tapak Paderi.
5.10. Implikasi dan Strategi Kebijakan Pengembangan Pariwisata dan Analisis SWOT Kebijakan pengembangan pariwisata di Kota Bengkulu merupakan program yang direncanakan oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah ( RPJM ) Provinsi Bengkulu tahun 2005 – 2010 dimana sektor pariwisata menjadi sektor prioritas karena dinilai sebagai sektor strategis dan dianggap mampu untuk membangun kemandirian daerah. Misi pertama dalam RPJM “Memajukan perekonomian masyarakat melalui pengembangan potensi daerah dengan industri rakyat sebagai penggerak utamanya” dapat dicapai melalui beberapa strategi pembangunan daerah antara lain: melalui pembangunan industri rakyat berbasis sumber daya lokal seperti pertanian,
perkebunan,
peternakan, perikanan
dan
kelautan,
kehutanan,
pertambangan dengan industri pariwisata sebagai sarana peningkatan akses market baik lokal, regional, nasional, maupun internasional. Pengembangan sektor pariwisata berpengaruh positif pada peluang usaha dan kesempatan kerja. Dengan adanya kunjungan wisatawan baik wisatawan nusantara maupun wisatawan asing ke suatu lokasi wisata maka akan membuka peluang usaha bagi masyarakat sekitar kawasan
seperti usaha restoran,
penginapan, jasa pengangkutan dan lain sebagainya yang menjadi kebutuhan pengunjung. Partisipasi masyarakat merupakan refleksi dari dukungan dalam menyikapi suatu program. Semakin tinggi dukungan masyarakat maka akan semakin tinggi partisipasi masyarakat di dalamnya. Berdasarkan hasil penggalian data melalui wawancara terhadap responden yaitu masyarakat lokal, pemerintahan, swasta dan juga observasi lapangan, di dapatkan informasi mengenai masalah – masalah serta belum optimalnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pengembangan objek wisata Pantai
104
Panjang dan Tapak Paderi yakni proses perencanaan pengembangan pariwisata merupakan proses yang bersifat top-down sehingga masyarakat baru mengetahui setelah program di laksanakan, masih sepinya pengunjung terutama di pagi hari yang menyebabkan masyarakat enggan untuk memulai aktifitas seperti berdagang lebih awal apalagi kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi mulai ramai oleh pengunjung lokal di sore hingga malam hari, masalah lainnya adalah terbatasnya kemauan dan kemampuan dari masyarakat itu sendiri dalam membaca peluang yang ada. Berdasarkan persepsi responden dari hasil AHP, pengembangan kawasan Pantai Panjang dan Tapak Paderi secara kumulatif menunjukkan bahwa hanya dampak ekonomi yang relatif memberikan manfaat, sehingga dengan manfaat tersebut maka sangat diperlukan sekali adanya peran aktif dari masyarakat dan pemerintahan serta swasta dalam menentukan keberhasilan pembangunan sektor pariwisata. Perkembangan sektor pariwisata bisa membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar kawasan berupa peningkatan pendapatan yang berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat yang bersumber dari sektor pariwisata. Pertumbuhan sektor pariwisata selain membawa dampak positif dari aspek ekonomi juga membawa dampak negatif terhadap aspek sosial dan lingkungan seperti degradasi sumber daya alam dan objek – objek buatan manuasia yang merusak nilai alamiah dari kawasan wisata. Sejauh ini memang di kawasan wisata yang berada di kota Bengkulu belum ada perilaku yang kebarat-baratan (westernisasi) namun dari segi sosial seperti perubahan perilaku bersifat individual mulai terlihat terutama pada masyarakat pendatang. Selain itu dari aspek lingkungan dari perilaku yang tidak bertanggung jawab dari pengunjung, masyarakat menyebabkan adanya pencemaran sampah. Kebijakan pemerintah provinsi Bengkulu akan dapat menciptakan keberlanjutan apabila dalam kebijakan tersebut tercermin prinsip – prinsip adil dan tidak membeda – bedakan pihak manapun yang berkepentingan dengan kegiatan pariwisata. Adanya
keadilan dalam penyusunan kebijaksanaan
(prosedural justice), keterlibatan peran dari pemerintah, swasta dan masyarakat setempat untuk menciptakan sinergi, kelenturan ( flexibility ) dalam artian bersifat kontekstual dan kondisional, pembangunan berbasis partisipasi masyarakat dalam
105
artian pembangunan itu dimaksudkan untuk melayani minat masyarakat yang bekerja dan berdomisili di sekitar lokasi wisata dan harus berwawasan lingkungan dan terdapat unsur konservasi untuk mempertahankan nilai estetika dari lingkungan tersebut. Dalam pemanfaatan kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi maka dibutuhkan arahan strategi dalam kebijakan pengoptimalan dengan menggunakan analisis SWOT dengan memperhatikan keseluruhan faktor internal dan eskternal. Kedua faktor ini merupakan penentu dalam SWOT, karena di dalamnya disusun faktor – faktor strategis internal berupa kekuatan dan kelemahan serta faktor - faktor eksternal berupa peluang dan ancaman, yang apabila disinergikan akan memberikan arahan, strategi dan program yang baik. Pengaruh kegiatan industri pariwisata terhadap masyarakat lokal dan pada wilayah dapat dilihat pada Tabel 60 matrik SWOT berikut : Tabel 60 Matrik SWOT Formula Strategi Kajian Pengembangan Sektor Pariwisata Terhadap Masyarakat Lokal. INTERNAL KEKUATAN/ KELEMAHAN (STRENGTH) (S) (WEAKNESSES) (W) Potensi alam dan budaya Keterampilan masih rendah Potensi tenaga kerja Pendidikan masih rendah Dukungan masyarakat Belum ada sadar wisata Dukungan pemerintah EKSTERNAL PELUANG STRATEGI SO STRATEGI WO Memberikan peluang Peningkatan kualitas SDM (OPPORTUNITIES) (O) usaha bagi masyarakat Menumbuhkan gerakan Kesempatan kerja kecil dan menengah sadar wisata Diversifikasi usaha Pelatihan bisnis Kesempatan berusaha kepariwisataan Memperkenalkan daerah Peningkatan pendapatan ANCAMAN/TREATHS (T) STRATEGI ST STRATEGI WT Pergeseran nilai budaya Pemeliharaan kegiatan Pembinaan masyarakat Perubahan pola hidup keagamaan melalui diversivikasi usaha Kerusakan lingkungan Gerakan peduli Pembinaan masyarakat Pencemaran lingkungan melalui nilai budaya dan nilai sumber daya Sumber : Pengolahan data primer, 2008
Dari Tabel di atas dapat dibuat formulasi strategi yang disusun berdasarkan unsur – unsur kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan. Dapat dilihat terdapat 8 strategi kebijakan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan kawasan wisata di kota Bengkulu khususnya kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi, yaitu :
106
1. Memberikan Peluang Usaha Bagi Masyarakat Kecil dan Menengah Strategi yang dilakukan dengan memberikan peluang usaha bagi sektor ekonomi masyarakat kecil dan menengah adalah di karenakan pada pengembangan kawasan wisata di Kota Bengkulu mendapat dukungan dari masyarakat dan pemerintah. Di samping itu peluang dari pengembangan kawasan wisata cukup bagus diantaranya adanya peningkatan pendapatan masyarakat walaupun peningkatan ini masih belum begitu besar namun hal ini wajar mengingat pengembangan kawasan wisata ini telah dan masih sedang dilakukan. 2. Peningkatan Kualitas SDM Strategi peningkatan kualitas SDM perlu dilakukan karena jika masyarakat tidak mampu membaca peluang – peluang yang ada di bidang pariwisata maka akan sangat sulit untuk mencapai tujuan pengembangan kawasan wisata yakni peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan PAD. 3. Menumbuhkan Gerakan Sadar Wisata Strategi ini diperlukan supaya masyarakat lokal mampu dan mau membaca setiap peluang di bidang pariwisata yang ada dan mampu mengemasnya sehingga mampu menarik wisatawan. Masyarakat yang sadar wisada mampu melihat bahwa adanya pengunjung / wisatawan baik asing maupun nusantara merupakan sumber pengahasilan bagi mereka melalui usaha-usaha di bidang kepariwisataan. Masyarakat lokal hendaknya mempunyai rasa wisata yang tinggi yang bisa menarik wisatawan untuk datang kembali ke lokasi tersebut 4. Pelatihan Bisnis Kepariwisataan Strategi ke-5 sejalan dengan strategi ke-3 dan ke-4 dimana pemerintah hendaknya mampu memfasilititasi masyarakatnya yang masih mempunyai keterbelakangan pendidikan untuk mendapatkan pelatihan kepariwisataan agar mampu menciptakan diversivikasi usaha. Dengan beragamnya usahausaha yang mampu dilakukan oleh masyarakat maka akan mampu meningkatkan
pendapatan
masyarakat
lokal
dan
meningkatkan barang dan jasa dan meningkatkan PAD.
akhirnya
akan
107
5. Pemeliharaan Kegiatan Keagamaan Salah satu dampak negatif yang dapat terjadi dengan adanya pengembangan sektor pariwisata adalah perubahan pola hidup dan perubahan budaya sehingga di sini strategi yang dapat dilakukan adalah dengan tetap memelihara kegiatan nilai-nilai lokal yang bisa ditumbuhkan dengan koordinasi di sekolah dan penyuluhan-penyuluhan norma yang berlaku di masyarakat. Dengan tidak bergesernya nilai – nilai agama yang berlaku maka meskipun ada pengembangan sektor pariwisata maka dampak negatif dari pengembangan sektor pariwisata dapat dihindarkan 6. Gerakan Peduli Lingkungan Strategi ini perlu dilakukan karena dalam kegiatan pengembangan kawasan wisata akan berdampak pada perubahan lingkungan yang bisa menjadi lebih baik dan bisa juga menjadi lebih buruk. Pemerintah hendaknya mampu menanamkan pada masyarakatnya agar mencintai lingkungan dengan memberikan himbauan agar tidak melakukan pengrusakan lingkungan, menyediakan sarana dan prasarana kebersihan sehingga lingkungan yang bersih dan rapi dapat terjaga yang pada akhirnya memberikan kesan nyaman pada wistawan. 7. Pembinaan Masyarakat Melalui Diversivikasi Usaha Seperti strategi ke-4 bahwa kota Bengkulu mepunyai peluang menciptakan pruduk-produk yang beragam karena Bengkulu mempunyai potensi dan sumber daya yang melimpah. Pemerintah melalui deperindag mestinya mampu memberikan pelatihan pada masyarakat lokal dalam bentuk pelatihan dan pembinaan usaha seperti kelompok usaha bersama yang mampu menciptakan produk yang berbeda dengan daerah lain yang menjadi ciri khas dari kota Bengkulu. Selama ini partisipasi aktif dari masyarakat hanya sebatas penjualan makanan dan minuman ringan saj. Dengan adanya pembinaan dari pemerintah diharapkan kedepannya industri kerakyatan di bidang pariwisata dapat meningkat. Adapun strategi – strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah terkait dengan pengembangan sektor pariwisata terhadap wilayah dapat dilakukan 7 strategi seperti tertera pada Tabel 61.
108
Tabel 61 Matrik SWOT Formula Strategi Kajian Pengembangan Sektor Pariwisata Terhadap Wilayah. INTERNAL
KEKUATAN/ (STRENGTH) (S) Potensi alam dan budaya Pembangunan sarana dan prasarana pariwisata Dukungan pemerintah Dukungan masyarakat
EKSTERNAL
KELEMAHAN (WEAKNESSES) (W) Bukan termasuk lokasi strategis Transportasi terbatas Kurang di kenal di luar Pendidikan masyarakat masih rendah
PELUANG (OPPORTUNITIES) (O) Terbentuknya lapangan kerja Meningkatkan pendapatan masyarakat Meningkatkan peluang usaha Meningkatkan PAD Menumbuhkan ekonomi dan jasa
STRATEGI SO Pengembangan kawasan berbasis partisipasi masyarakat
STRATEGI WO Pembinaan masyarakat yang sadar wisata Diversivikasi usaha Menciptakan produk wisata yang bisa menjadi ciri khas daerah yang berbeda dengan daerah lainnya.
ANCAMAN/TREATHS (T) Perubahan tata ruang Tumpang tindih pemanfaatn ruang Pencemaran lingkungan
STRATEGI ST Pemanfaatan RUTR sesuai dengan UU TR no 26 tahun 2007
STRATEGI WT Penegakan hukum Peningkatan promosi publikasi
dan
Strategi yang bisa dilakukan yakni melakukan pengembangan kawasan wisata berbasis partisipasi masyarakat untuk meningkatakan peran serta masyarakat, untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja yang pada akhirnya meningkatkan PAD. Selanjutnya strategi yang dapat dilakukan adalah pembinaan masyarakat yang sadar wisata, strategi diversivikasi usaha dan strategi menciptakan produk wisata yang menjadi ciri khas daerah Bengkulu yang berbeda dengan daerah lain Untuk mengatasi masalah – masalah pemanfaatan ruang yang saling tumpang tindih dan adanya kerusakan lingkungan maka pemerintah dapat melakukan strategi pengembangan kawasan wisata dengan tetap mengacu pada aturan – aturan yang berlaku seperti mengacu pada Undang-Undang Tata Tuang No 26 tahun 2007 dan mengacu pada RTRW Kota Bengkulu. Agar efek – efek negatif dari pengembangan sektor wisata dapat ditekan maka harus ada strategi penegakan hukum yang tegas terhadap setiap kegiatan-kegiatan yang mengakibatkan kerugian pada lingkungan, dan sosial masyarakat. Agar kota Bengkulu dapat dikenal oleh daerah lain maka dilakukan strategi promosi – promosi daya tarik wisata kota Bengkulu.
109
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian di kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi kota Bengkulu dapat disimpulkan bahwa : 1) Hasil analisis persepsi warga masyarakat lokal terhadap
pengembangan
wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi kota Bengkulu memperlihatkan bahwa masyarakat setuju dengan adanya pengembangan kawasan wisata pantai di kota Bengkulu. Keterlibatan atau partisipasi warga masyarakat lokal lebih pada aspek pemanfaatan hasil dimana aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dilakukan oleh pemerintah dan swasta. 2) Pengaruh pengembangan pariwisata terhadap kesejahteraan masyarakat yang memanfaatkan potensi wisata maupun yang tidak memanfaatkan menunjukkan hasil bahwa keikutsertaan warga masyarakat dalam memanfaatkan potensi pariwisata mampu meningkatkan pendapatan keluarga responden. Variabel pendidikan, jumlah anggota keluarga ( tanggungan ) dan pengeluaran adalah merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi pendapatan masyarakat di sekitar lokasi wisata. 3) Proses perencanaan pembangunan pariwisata di kota Bengkulu merupakan program dari Pemerintah provinsi Bengkulu yang tertuang dalam RPJM provinsi Bengkulu 2005 – 2010 dan bersifat top-down yang dikoordinasikan dengan dinas instansi terkait yang menunjang sektor pariwisata. Berdasarkan hasil perhitungan AHP diketahui bahwa pengembangan kawasan pantai panjang dan tapak paderi merupakan prioritas pengembangan yang disetujui oleh pemerintah, swasta dan masyarakat untuk dikembangkan karena secara ekonomi mampu meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar lokasi wisata yang pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
110
6.2. Saran Saran yang dapat dikemukakan dari hasil penelitian dan berdasarkan kondisi di lapangan adalah sebagai berikut. 1. Agar masyarakat sekitar lokasi wisata yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata lebih meningkatkan lagi kapasitasnya sehingga pendapatan yang di peroleh bisa lebih besar dan masyarakat harus bisa membaca peluang yang ada di sektor pariwisata untuk dapat meningkatkan jumlah wisatawan dan kembali berkunjung ke kota Bengkulu. 2. Pemerintah semestinya melakukan pembinaan pada masyarakatnya agar menjadi masyarakat yang sadar wisata, masyarakat yang bisa melihat dan menjual daya tarik pariwisatanya dengan tetap mempertahankan nilai – nilai lokal dan keagamaan. Perubahan pola pikir masyarakat sangat di perlukan untuk memajukan sektor pariwisata, oleh sebab itu di harapkan peranan pemerintah dan stakeholder pariwisata lainnya untuk bersamasama mendorong peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan formal dan informal di bidang pariwisata. 3. Pemerintah agar dapat melibatkan masyarakat bukan hanya dalam pemanfaatan hasil saja namun pandangan dari masyarakat terhadap aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi supaya tujuan pembangunan berbasis masyarakat bisa terwujud. 4. Bagi akademisi untuk dapat melakukan studi-studi atau penelitian di bidang pariwisata yang lebih lanjut, misalnya aplikasi Model ROS (Recreational Opportunity Spectrum) dalam pengembangan pariwisata di Kota Bengkulu, analisis permintaan (demand) dan penawaran (supply) pariwisata di Kota Bengkulu sehingga dapat mengeksplorasi lebih jauh potensi yang dimiliki untuk menjadi acuan dalam bisnis kepariwisataan, dengan demikian cita –cita menjadikan Bengkulu sebagai Kota Wisata Internasional menjadi program yang layak untuk dilakukan.
111
DAFTAR PUSTAKA Asdi, Moh. 2006. Dampak Pengembangan Wilayah Teluk Palu Sebagai Kawasan Wisata terhadap Kesejahteraan Masyarakat. [Tesis Tidak Dipublikasikan ]. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Asngari, P.S. 1984. Persepsi Direktur Penyuluh Tingkat ” Keresidenan” Dan Kepala Penyuluh Pertanian Terhadap Peranan Dan Fungsi Lembaga Penyuluh Pertanian Di Negara Bagian Texas, Amerika Serikat ” Media Peternakan Volume 9 Nomor 2. Fakultas Peternakan IPB. Badi’ah, 2004. Kajian Pengelolaan Wisata di Kawasan Konservasi Studi Kasus di Taman Nasional Ujung Kulon Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. [ Tesis Tidak Dipublikasikan ]. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Bappeda Kota Bengkulu, 2005. Laporan Rancangan RTRW Kota Bengkulu 2012. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bengkulu BPS, 2003. Bengkulu dalam Angka, Badan Pusat Statistik Kota Bengkulu. Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu, 2006. Data Kunjungan Wisata dan Profil Wisatawan Nusantara dan Mancanegara. Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu. Fandeli, Chafid. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. www.geocities.com/roykapet/konsep_ekowisata.pdf Hastari, Belinda. 2005. Karakteristik Objek Wisata Dan Persepsi Masyarakat Sebagai Dasar Dalam Pengembangan Wisata Alam Studi Kasus Arboretum Nyaru Menteng Palangkaraya. [ Tesis Tidak Dipublikasikan ]. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Hilyana, Siti. 2004. Dampak Pengembangan Pariwisata terhadap Karekteristik Kultural dan Struktural Masyarakat Lokal Studi Kasus di Kawasan Wisata Bahari Lombok Barat Provinsi NTB. [ Tesis Tidak Dipublikasikan ]. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Jhingan.M.L. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Juanda. Bambang. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi & Bisnis. IPB Press. Bogor Juanda. Bambang. 2008. Modul Kuliah: Bahan UAS Ekonometrika I. Depertemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor
112
Lalenoh. Tody. 1994. Hubungan Persepsi Penghuni Pemukiman Kumuh Tentang Pelayanan Rehabilitasi Sosial Pemukiman Kumuh Dengan Partisipasi Mereka Dalam Kegiatan Pelayanan Rehabilitasi Sosial Pemukiman Kumuh Di Kotamadya Bandung. [ Tesis Tidak Dipublikasikan ]. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Marimin, 2004. Teknik Dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Nevian. Edi. 2006. Kebijakan Umum Pengembangan Pariwisata Bengkulu. Bengkulu Prawiranegara, E. Prayitna. 2002. Kajian Hubnngan Kesejahteraan Nelayan Dengan Keterlibatan Nelayan Pada Industri Pariwisata Pesisir Pantai Carita Di Kecamatan Labuan. [ Tesis Tidak Dipublikasikan ]. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Putra, Adisha. 2006. Persepsi Masyarakat Terhadap Ekowisata Perkampungan Budaya Betawi Sebagai Pelestarian Situ Dan Cagar Budaya. [ Tesis Tidak Dipublikasikan ]. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Rakhmat, Djalaludin. 2000. Psikologi Komunikasi. Jakarta. Riduwan, Drs. 2004. Statistika untuk Lembaga & Instansi Pemerintah/Swasta. Alfabeta. Bandung. Rompon, M. S. 2006. Kajian Kelembagaan Sektor Pariwisata Dalam Rangka Meningkatkan Keragaan Perekonomian Wilayah Kabupaten Tana Toraja. [ Tesis Tidak Dipublikasikan ]. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Rustiadi, E. Saefulhakim, S. Panuju, D. 2007. Diktat Perencanaan Dan Pengembangan Wilayah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Saaty, T. L. 1994. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Proses Hierarki Analitik Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Yang Kompleks. Seri Manajemen. No 134 ( Terjemahan ). Pt. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Safri, M. 1996. Dampak Pariwisata Percandian Muara Jambi Terhadap Ekonomi Wilayah Kabupaten Dati II Jambi Dan Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Lokasi Serta Faktor Permintaan Yang Mempengaruhinya. [ Tesis Tidak Dipublikasikan ]. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Sari, Dessy Firstya. 2007. Analisis Dampak Multiplier Ekonomi Sektor Pariwisata Dalam Perekonomian Jawa Tengah Dengan Pendekatan Input-Output. [ Skripsi Tidak Dipublikasikan ]. Sosial Ekonomi IPB. Bogor. Sastropoetro, S. 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi Dan Disiplin Dalam Pembangunan Nasional. Alumni. Bandung.
113
Sulaksmi, Rita. 2007. Analisis Dampak Pariwisata Terhadap Pendapatan Dan Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Kawasan Wisata Alam Laut Pulau Weh Kota Sabang. [ Tesis Tidak Dipublikasikan ]. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Suswanti, Wiwit. 2005. Optimalisasi Pengelolaan Perikanan Bagan Motor dalam Meningkatkan Kesejahteraan Nelayan di Kabupaten Serang Provinsi Banten. [ Tesis Tidak Dipublikasikan ]. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Theodorson, G.A. and Theodorson, A.G. 1979. A Modern Dictionary of Sociology. New York. Barner & Noble Books. Thoha, M. 1999. Perilaku Organisasi. Rosdakarya. Bandung Todaro, Michael P. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta. Wibawa, Samudra dkk. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. Winarno, Gunardi Djoko, 2004. Kajian Pengembangan Wisata di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rahman Provinsi Lampung. [Tesis Tidak Dipublikasikan]. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Winarto, H. 2003. Partisipasi Masyarakat Dalam Agroforestri. [ Tesis Tidak Dipublikasikan ]. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Wulaningsih, E.T. 2004. Tinjauan Terhadap Partisipasi Masyarakat Local Dalam Pengembangan Kawasan Wisata Gunung Salak Endah Desa Gunung Sari Kecamatan Peninjahan Kabupaten Bogor. [ Skripsi Tidak Dipublikasikan ]. Sosial Ekonomi IPB. Bogor. Yoety, O. 1997. Perencanaan Dan Pengembangan Pariwisata. PT. Pradnya Paramitha. Jakarta. Yuwono,
Setyo. 2006. Persepsi Dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Pembangunan Hutan Rakyat Pola Kemitraan Di Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan. [ Tesis Tidak Dipublikasikan ]. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Lampiran 1 Pendapatan Keluarga Responden yang Aktiv Memanfaatkan Potensi Wisata No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 ∑ 𝑋
Umur (tahun)
Pendidikan (tahun)
Jumlah AK (jiwa)
28 50 42 45 45 25 25 28 45 29 30 48 23 40 31 33 24 29 35 42 28 30 33 25 26 28 40 30 32 48 1017 33,9
12 6 6 6 6 9 6 12 9 12 6 6 9 9 12 6 12 12 9 9 12 12 9 6 6 12 6 12 12 6 267 8,9
3 5 5 4 5 3 5 4 5 3 6 6 4 4 4 6 3 3 5 5 3 3 3 6 3 5 6 4 3 5 129 4,3
Pendapatan KK (Rp) 750.000 600.000 900.000 500.000 600.000 600.000 650.000 720.000 600.000 650.000 400.000 600.000 720.000 620.000 700.000 500.000 600.000 650.000 525.000 700.000 500.000 615.000 540.000 700.000 350.000 925.000 600.000 720.000 600.000 775.000 18.910.000 630,333
Pendaptan AK (Rp) 300.000
300.000
175.000 230.000 330.000
200.000 430.000
200.000 115.000
330.000
2.610.000 87,000
Pendapatan RT/bulan (Rp) 750.000 900.000 900.000 500.000 900.000 600.000 650.000 720.000 775.000 650.000 630.000 930.000 720.000 620.000 900.000 930.000 600.000 650.000 525.000 900.000 615.000 615.000 540.000 700.000 350.000 925.000 930.000 720.000 600.000 775.000 21.520.000 717,333
Pendapatan RT perkapita/bulan (Rp) 250.000 180.000 180.000 125.000 180.000 200.000 130.000 180.000 155.000 216.667 105.000 155.000 180.000 155.000 225.000 155.000 200.000 216.667 105.000 180.000 205.000 205.000 180.000 116.667 116.667 185.000 155.000 180.000 200.000 155.000 5.171.667 172,389
Pendapatan RT/tahun(Rp) 9.000.000 10.800.000 10.800.000 6.000.000 10.800.000 7.200.000 7.800.000 8.640.000 9.300.000 7.800.000 7.560.000 11.160.000 8.640.000 7.440.000 10.800.000 11.160.000 7.200.000 7.800.000 6.300.000 10.800.000 7.380.000 7.380.000 6.480.000 8.400.000 4.200.000 11.100.000 11.160.000 8.640.000 7.200.000 9.300.000 258.240.000 8.608.000
Pendapatan RT perkapita/tahun (Rp) 3.000.000 2.160.000 2.160.000 1.500.000 2.160.000 2.400.000 1.560.000 2.160.000 1.860.000 2.600.000 1.260.000 1.860.000 2.160.000 1.860.000 2.700.000 1.860.000 2.400.000 2.600.000 1.260.000 2.160.000 2.460.000 2.460.000 2.160.000 1.400.000 1.400.000 2.220.000 1.860.000 2.160.000 2.400.000 1.860.000 62.060.000 2.068.667
SKOR 3 2 2 1 2 2 2 2 2 3 1 2 2 2 3 2 3 3 1 2 3 3 2 1 1 2 2 2 2 2
114
Lampiran 2 Pendapatan Keluarga Responden yang Tidak Aktiv Memanfaatkan Potensi Pariwisata No 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 ∑ 𝑋
Umur (tahun)
Pendidikan (tahun)
Jumlah AK (jiwa)
Pendapatan KK (Rp)
47 31 39 45 40 43 46 32 40 25 22 34 48 25 31 34 38 25 26 30 31 25 33 27 33 35 33 35 40 40 1033 34,43
9 9 6 6 6 12 5 12 9 12 12 12 9 12 12 9 6 9 12 9 9 9 9 12 9 9 12 12 9 9 287 9,5666667
5 5 7 5 3 7 5 5 5 3 4 4 6 4 4 4 4 7 3 5 5 5 6 4 5 4 5 3 7 5 144 4,8
750.000 500.000 400.000 750.000 465.000 700.000 650.000 900.000 500.000 525.000 750.000 700.000 800.000 840.000 850.000 650.000 600.000 700.000 450.000 450.000 750.000 650.000 700.000 700.000 500.000 550.000 600.000 450.000 850.000 650.000 19.330.000 644.333
Pendapatan AK (Rp) 350.000 300.000
300.000
450.000
200.000 200.000
1.800.000 60.000
Pendapatan RT/bulan (Rp) 750.000 850.000 700.000 750.000 465.000 1.000.000 650.000 900.000 950.000 525.000 750.000 700.000 800.000 840.000 850.000 650.000 600.000 700.000 450.000 450.000 750.000 650.000 700.000 700.000 700.000 550.000 800.000 450.000 850.000 650.000 21.130.000 704.333
Pendapatan RT perkapita/bulan (Rp) 150.000 170.000 100.000 150.000 155.000 142.857 130.000 180.000 190.000 175.000 187.500 175.000 133.333 210.000 212.500 162.500 150.000 100.000 150.000 90.000 150.000 130.000 116.667 175.000 140.000 137.500 160.000 150.000 121.429 130.000 4.524.286 150.810
Pendapatan RT/tahun (Rp) 9.000.000 10.200.000 8.400.000 9.000.000 5.580.000 12.000.000 7.800.000 10.800.000 11.400.000 6.300.000 9.000.000 8.400.000 9.600.000 10.080.000 10.200.000 7.800.000 7.200.000 8.400.000 5.400.000 5.400.000 9.000.000 7.800.000 8.400.000 8.400.000 8.400.000 6.600.000 9.600.000 5.400.000 10.200.000 7.800.000 253.560.000 8.452.000
Pendapatan RT perkapita/tahun (Rp) 1.800.000 2.040.000 1.200.000 1.800.000 1.860.000 1.714.286 1.560.000 2.160.000 2.280.000 2.100.000 2.250.000 2.100.000 1.600.000 2.520.000 2.550.000 1.950.000 1.800.000 1.200.000 1.800.000 1.080.000 1.800.000 1.560.000 1.400.000 2.100.000 1.680.000 1.650.000 1.920.000 1.800.000 1.457.143 1.560.000 54.291.429 1.809.714
SKOR 2 2 1 2 2 3 2 3 2 2 3 2 2 3 3 2 2 1 2 1 2 2 1 2 2 2 3 2 1 2
115
Lampiran 3 Pengeluaran Pangan dan Non Pangan Keluarga Responden yang Aktiv Memanfaatkan Potensi Pariwisata No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 ∑ 𝑋
Umur (tahun)
Pendidikan (tahun)
Jumlah AK (jiwa)
Pangan (Rp)
28 50 42 45 45 25 25 28 45 29 30 48 23 40 31 33 24 29 35 42 28 30 33 25 26 28 40 30 32 48 1017 33,9
12 6 6 6 6 9 6 12 9 12 6 6 9 9 12 6 12 12 9 9 12 12 9 6 6 12 6 12 12 6 267 8,9
3 5 5 4 5 3 5 4 5 3 6 6 4 4 4 6 3 3 5 5 3 3 3 6 3 5 6 4 3 5 129 4,3
400.000 600.000 600.000 300.000 600.000 300.000 450.000 450.000 600.000 300.000 450.000 600.000 500.000 450.000 500.000 600.000 300.000 300.000 300.000 600.000 300.000 300.000 300.000 500.000 270.000 600.000 600.000 500.000 300.000 600.000 13.470.000 449.000
Non Pangan (Rp) 200.000 250.000 200.000 60.000 150.000 150.000 150.000 150.000 125.000 150.000 90.000 150.000 180.000 50.000 300.000 240.000 150.000 150.000 175.000 150.000 150.000 150.000 75.000 100.000 0.000 275.000 270.000 100.000 135.000 100.000 4.575.000 152.500
Pengeluaran RT/bulan (Rp) 600.000 850.000 800.000 360.000 750.000 450.000 600.000 600.000 725.000 450.000 540.000 750.000 680.000 500.000 800.000 840.000 450.000 450.000 475.000 750.000 450.000 450.000 375.000 600.000 270.000 875.000 870.000 600.000 435.000 700.000 18.045.000 601.500
Pengeluaran /kap/bln (Rp)
Pengeluaran RT/tahun (Rp)
200.000 170.000 160.000 90.000 150.000 150.000 120.000 150.000 145.000 150.000 90.000 125.000 170.000 125.000 200.000 140.000 150.000 150.000 95.000 150.000 150.000 150.000 125.000 100.000 90.000 175.000 145.000 150.000 145.000 140.000 4.250.000 141.667
7.200.000 10.200.000 9.600.000 4.320.000 9.000.000 5.400.000 7.200.000 7.200.000 8.700.000 5.400.000 6.480.000 9.000.000 8.160.000 6.000.000 9.600.000 10.080.000 5.400.000 5.400.000 5.700.000 9.000.000 5.400.000 5.400.000 4.500.000 7.200.000 3.240.000 10.500.000 10.440.000 7.200.000 5.220.000 8.400.000 216.540.000 7.218.000
pengeluaran/kap/tahun (Rp) 2.400.000 2.040.000 1.920.000 1.080.000 1.800.000 1.800.000 1.440.000 1.800.000 1.740.000 1.800.000 1.080.000 1.500.000 2.040.000 1.500.000 2.400.000 1.680.000 1.800.000 1.800.000 1.140.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.500.000 1.200.000 1.080.000 2.100.000 1.740.000 1.800.000 1.740.000 1.680.000 51.000.000 1.700.000
SKOR 3 3 3 1 3 3 2 3 3 3 1 2 3 2 3 3 3 3 1 3 3 3 2 1 1 3 3 3 3 3
116
Lampiran 4 Pengeluaran Pangan dan Non Pangan Keluarga Responden yang Tidak Aktiv Memanfaatkan Potensi Pariwisata No 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 ∑ 𝑋
Umur (tahun) 47 31 39 45 40 43 46 32 40 25 22 34 48 25 31 34 38 25 26 30 31 25 33 27 33 35 33 35 40 40 1033 34,43
Pendidikan (tahun) 9 9 6 6 6 12 5 12 9 12 12 12 9 12 12 9 6 9 12 9 9 9 9 12 9 9 12 12 9 9 287 9,57
Jumlah AK (jiwa) 5 5 7 5 3 7 5 5 5 3 4 4 6 4 4 4 4 7 3 5 5 5 6 4 5 4 5 3 7 5 144 4,8
Pangan (Rp) 500.000 600.000 500.000 500.000 350.000 600.000 500.000 600.000 600.000 300.000 450.000 450.000 600.000 500.000 600.000 450.000 500.000 600.000 300.000 300.000 600.000 500.000 450.000 500.000 500.000 350.000 600.000 300.000 600.000 500.000 14.700.000 490.000
Non Pangan (Rp) 175.000 250.000 165.000 225.000 100.000 375.000 150.000 300.000 300.000 150.000 250.000 150.000 200.000 300.000 100.000 150.000 100.000 100.000 75.000 125.000 150.000 150.000 150.000 100.000 150.000 150.000 150.000 75.000 240.000 100.000 5.155.000 171.833
Pengeluaran RT/bulan (Rp) 675.000 850.000 665.000 725.000 450.000 975.000 650.000 900.000 900.000 450.000 700.000 600.000 800.000 800.000 700.000 600.000 600.000 700.000 375.000 425.000 750.000 650.000 600.000 600.000 650.000 500.000 750.000 375.000 840.000 600.000 19.855.000 661.833
Pengeluaran/kap/bln (Rp) 135.000 170.000 95.000 145.000 150.000 139.286 130.000 180.000 180.000 150.000 175.000 150.000 133.333 200.000 175.000 150.000 150.000 100.000 125.000 85.000 150.000 130.000 100.000 150.000 130.000 125.000 150.000 125.000 120.000 120.000 4.217.619 140.587
Pengeluaran RT/tahun (Rp) 8.100.000 10.200.000 7.980.000 8.700.000 5.400.000 11.700.000 7.800.000 10.800.000 10.800.000 5.400.000 8.400.000 7.200.000 9.600.000 9.600.000 8.400.000 7.200.000 7.200.000 8.400.000 4.500.000 5.100.000 9.000.000 7.800.000 7.200.000 7.200.000 7.800.000 6.000.000 9.000.000 4.500.000 10.080.000 7.200.000 238.260.000 7.942.000
pengeluaran/kap/tahun (Rp) 1.620.000 2.040.000 1.140.000 1.740.000 1.800.000 1.671.429 1.560.000 2.160.000 2.160.000 1.800.000 2.100.000 1.800.000 1.600.000 2.400.000 2.100.000 1.800.000 1.800.000 1.200.000 1.500.000 1.020.000 1.800.000 1.560.000 1.200.000 1.800.000 1.560.000 1.500.000 1.800.000 1.500.000 1.440.000 1.440.000 50.611.429 1.687.048
SKOR 3 3 1 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 1 2 1 3 2 1 3 2 2 3 2 2 2
117
118
Lampiran 5 Indikator penentu tingkat pendapatan/kapita & pengeluaran/kapita Berdasarkan Kriteria Dirjen Tata Guna Tanah dan Kriteria Sajogyo Pendapatan di Dasarkan pada Besarnya Harga Kebutuhan Sembilan (9) Bahan Pokok Berdasarkan Harga yang Berlaku Saat Penelitian di Laksanakan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Barang Kebutuhan pokok
Beras kualitas sedang Ikan asin sedang Gula Pasir Minyak Goreng Minyak Tanah Garam Dapur Sabun Cuci Batangan Tekstil Kasar Batik / Kain Kasar
Jumlah 100 15 6 6 60 9 20 4 2
Satuan Kg Kg Kg Kg Liter Kg Batang Meter Meter
Harga (Rp) 5.000 20.000 6.500 8.000 3.000 2.500 2.000 10.000 10.000
Jumlah (Rp) 500.000 300.000 39.000 48.000 180.000 22.500 40.000 40.000 20.000 1.189.500
Skor Pendapatan Jika Pengeluaran perkapita 3 : >200% Dari Total Pengeluaran Untuk Sembako berarti Tidak Miskin 2 : 126 - 200% Dari Total Pengeluaran untuk sembako berarti Hampir Miskin 1 : 75 - 125% Dari Total Pengeluaran untuk sembako berarti Miskin 0 : < 75% dari total Pengeluaran untuk sembako berarti Miskin Sekali Skor Pendapatan SKOR BULAN TAHUN 3 : > 198.250 > 2.379.000 2 : 124.898 - 198.250 1.498.770 - 2.379.000 1 : 74.344 - 124.897 892.125 - 1.498.769 0 : < 74.344 < 892.125 Skor Pengeluaran didasarkan pada Kriteria Kemiskinan Sajogyo(Konsumsi Beras) Kriteria Jumlah Kg Beras Harga berlaku Tidak Miskin >320 Kg 5.000 Hampir Miskin 240 - 320 Kg 5.000 Miskin 180 - 240 Kg 5.000 Sangat Miskin < 180 Kg 5.000 Skor Pengeluaran, Jika Pengeluaran perkapita : SKOR BULAN TAHUN 3 >133.333 >1.600.000 2 100.000 - 133.333 1.200.000 - 1.600.000 1 75.000 - 100.000 900.000 - 1.200.000 0 < 75.000 <900.000
Lampiran 6
Gambar Hierarki Prioritas Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi Berdasarkan Dampak Positif ”Manfaat” di Kota Bengkulu
Pengembangan kawasan wisata berdasarkan Dampak Positif(Manfaat)
Sosial Budaya
Ekonomi
Peningkatan PAD
Peningkatan Pendapatan Masyarakat
Peluang Usaha Sektor Informal
Pertumbuhan Penyerapan Tenaga sector industri Kerja dan jasa
Pemerintah
Pantai panjang&tapak paderi
Tersedian ya akses brg n jasa
Lingkungan
Kebanggaan Daerah
Pengusaha/ Swasta
Kawasan Wisata Pantai Panjang
Konservasi Lingkungan
Nilai Estetika
Peningkatan Keamanan kenyamanan
Masyarakat
Kawasan Wisata Tapak Paderi
119
Lampiran 7
Gambar Hierarki Prioritas Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi Berdasarkan Dampak Negatif di Kota Bengkulu Pengembangan kawasan wisata (pantai panjang dan tapak paderi)berdasarkan dampak negatif
Biaya sarana dan prasarana
Lingkungan
Sosial Budaya
Ekonomi
Biaya Kesenjangan Operasi / Pendapatan Pemeliharaan
Pemerintah
Penggusuran Penduduk
Perubahan Pola Hidup
Kesenjangan kesempatan kerja
Pengusaha/Swasta
Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi
Pencemaran Lingkungan
Degradasi Lingkungan
Perubahan Tata Ruang
Masyarakat
Kawasan Wisata Pantai Panjang
Kawasan Wisata Tapak Paderi
120
Lampiran 8 Nilai AHP terhadap Aspek yang Berpengaruh terhadap Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi Berdasarkan Manfaat No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Responden Bappeda Kota Bengkulu Bappeda Prov Bengkulu Civitas Akademika Deperindag Prov Bengkulu Dinas Pariwisata DPRD Prov Bengkulu Himp pedagang LSM Walhi Pengembang Tokoh adat/Tokoh masyarakat Jumlah Rata-Rata
Ekonomi 0,413 0,637 0,105 0,71 0,637 0,21 0,725 0,114 0,659 0,405 4,615 0,4615
Lingkungan 0,26 0,105 0,499 0,135 0,105 0,55 0,125 0,405 0,156 0,481 2,821 0,2821
Sosial 0,327 0,258 0,396 0,155 0,258 0,24 0,15 0,481 0,185 0,114 2,564 0,2564
121
Lampiran 9 Nilai AHP Terhadap Aspek Ekonomi Berdasarkan Dampak Positif ”Manfaat” Dari Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjng dan Tapak Paderi
No.
Responden
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Bappeda Kota Bengkulu Bappeda Prov Bengkulu Civitas Akademika Deperindag Prov Bengkulu Dinas Pariwisata DPRD Prov Bengkulu Himp pedagang LSM Walhi Pengembang Tokoh adat/Tokoh masyarakat Jumlah Rata-Rata
Peningkatan PAD 0,062 0,04 0,049 0,086 0,091 0,207 0,074 0,049 0,065 0,048 0,771 0,0771
Peningkatan Pendapatan Masyarakat 0,159 0,64 0,677 0,333 0,396 0,381 0,593 0,632 0,508 0,621 4,94 0,494
Peluang usaha di 122ector informal 0,536 0,242 0,184 0,291 0,396 0,222 0,218 0,134 0,237 0,165 2,625 0,2625
pertumbuhan 122ector Industri&Jasa 0,244 0,078 0,091 0,291 0,117 0,189 0,115 0,185 0,19 0,165 1,665 0,1665
122
Lampiran 10 Nilai AHP Terhadap Aspek Sosial Berdasarkan Dampak Positif ”Manfaat” Dari Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Responden
Bappeda Kota Bengkulu Bappeda Prov Bengkulu Civitas Akademika Deperindag Prov Bengkulu Dinas Pariwisata DPRD Prov Bengkulu Himp pedagang LSM Walhi Pengembang Tokoh adat/Tokoh masyarakat Jumlah Rata-Rata
Penyerapan Tenaga Kerja 0,659 0,705 0,659 0,481 0,614 0,528 0,637 0,694 0,627 0,747 6,351 0,6351
Kebanggaan Daerah 0,185 0,09 0,156 0,405 0,268 0,14 0,105 0,132 0,094 0,119 1,694 0,1694
Akses Barang dan Jasa 0,156 0,205 0,185 0,114 0,117 0,333 0,258 0,174 0,28 0,134 1,956 0,1956
123
Lampiran 11 Nilai AHP Terhadap Aspek Lingkungan Berdasarkan Dampak Positif ”Manfaat” Dari Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Responden
Bappeda Kota Bengkulu Bappeda Prov Bengkulu Civitas Akademika Deperindag Prov Bengkulu Dinas Pariwisata DPRD Prov Bengkulu Himp pedagang LSM Walhi Pengembang Tokoh adat/Tokoh masyarakat Jumlah Rata-Rata
Konservasi lingkungan 0,185 0,584 0,413 0,405 0,413 0,659 0,376 0,179 0,584 0,405 4,203 0,4203
Degradasi Lingkungan 0,156 0,184 0,26 0,114 0,26 0,156 0,474 0,142 0,232 0,114 2,092 0,2092
Peningkatan Keamanan &Kenyamanan 0,659 0,232 0,327 0,481 0,327 0,185 0,149 0,678 0,184 0,481 3,703 0,3703
124
Lampiran 12 Nilai AHP Alternatif Pengembangan Kawasan wisata Berdasarkan Kepentingan Pemerintah Dari ”Manfaat” Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi
No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Responden
Bappeda Kota Bengkulu Bappeda Prov Bengkulu Civitas Akademika Deperindag Prov Bengkulu Dinas Pariwisata DPRD Prov Bengkulu Himp pedagang LSM Walhi Pengembang Tokoh masyarakat Jumlah Rata-Rata
Pengoptimalan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi
0,678 0,709 0,659 0,678 0,709 0,594 0,747 0,747 0,659 0,773 6,953 0,6953
Pengembangan Pantai Panjang Saja
Pengembangan Kawasan Tapak Paderi Saja
0,179 0,179 0,156 0,179 0,179 0,249 0,119 0,119 0,185 0,139 1,683 0,1683
0,142 0,113 0,185 0,142 0,113 0,157 0,134 0,134 0,156 0,088 1,364 0,1364
125
Lampiran 13 Nilai AHP Alternatif Pengembangan Kawasan wisata Berdasarkan Kepentingan Pengusaha Dari ”Manfaat” Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi
No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Responden
Bappeda Kota Bengkulu Bappeda Prov Bengkulu Civitas Akademika Deperindag Prov Bengkulu Dinas Pariwisata DPRD Prov Bengkulu Himp pedagang LSM Walhi Pengembang Tokoh adat/Masyarakat Jumlah Rata-Rata
Pengoptimalan Kawasan Wisata Pantai Panjang & Tapak Paderi
0,528 0,725 0,584 0,659 0,637 0,659 0,637 0,725 0,691 0,659 6,504 0,6504
Pengembangan Pantai Panjang Saja
Pengembangan Kawasan Tapak Paderi Saja
0,332 0,125 0,184 0,185 0,105 0,156 0,258 0,125 0,218 0,185 1,873 0,1873
0,14 0,15 0,232 0,156 0,258 0,185 0,105 0,15 0,091 0,156 1,623 0,1623
126
Lampiran 14 Nilai AHP Alternatif Pengembangan Kawasan wisata Berdasarkan Kepentingan Masyarakat Dari ”Manfaat” Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi
No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Responden
Bappeda Kota Bengkulu Bappeda Prov Bengkulu Civitas Akademika Deperindag Prov Bengkulu Dinas Pariwisata DPRD Prov Bengkulu Himp pedagang LSM Walhi Pengembang Tokoh adat/Tokoh masyarakat Jumlah Rata-Rata
Pengoptimalan Kawasan Wisata Pantai Panjang & Tapak Paderi
0,747 0,567 0,594 0,731 0,747 0,659 0,659 0,649 0,659 0,747 6,759 0,6759
Pengembangan Pantai Panjang Saja
Pengembangan Kawasan Tapak Paderi Saja
0,119 0,323 0,249 0,081 0,134 0,156 0,185 0,072 0,156 0,134 1,609 0,1609
0,134 0,11 0,157 0,188 0,119 0,185 0,156 0,279 0,185 0,119 1,632 0,1632
127
Lampiran 15 Nilai AHP terhadap Aspek yang Berpengaruh terhadap Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi Berdasarkan Biaya/Dampak Negatif No. Responden Ekonomi Sosial Lingkungan 1 Bappeda Kota Bengkulu 0,637 0,105 0,258 2 Bappeda Prov Bengkulu 0,078 0,487 0,435 3 Civitas Akademika 0,089 0,352 0,559 4 Deperindag Prov Bengkulu 0,14 0,528 0,333 5 Dinas Pariwisata 0,258 0,105 0,637 6 DPRD Prov Bengkulu 0,105 0,258 0,637 7 Himp pedagang 0,659 0,156 0,185 8 LSM Walhi 0,46 0,221 0,319 9 Pengembang 0,528 0,14 0,333 10 Tokoh adat/Tokoh masyarakat 0,105 0,258 0,637 Jumlah 3,059 2,61 4,333 Rata-Rata 0,3059 0,261 0,4333
128
Lampiran 16 Nilai AHP Terhadap Aspek Ekonomi Berdasarkan Dampak Negatif ” Biaya ” Dari Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjng dan Tapak Paderi No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Responden Bappeda Kota Bengkulu Bappeda Prov Bengkulu Civitas Akademika Deperindag Prov Bengkulu Dinas Pariwisata DPRD Prov Bengkulu Himp pedagang LSM Walhi Pengembang Tokoh adat/Tokoh masyarakat Jumlah Rata-Rata
Biaya Sarana dan Prasarana 0,443 0,405 0,659 0,268 0,481 0,481 0,156 0,405 0,481 0,114 3,893 0,3893
Biaya Operasi dan Pemeliharaan 0,387 0,481 0,156 0,614 0,405 0,405 0,185 0,481 0,405 0,481 4 0,4
Pendapatan Masyarakat berkurang 0,169 0,114 0,185 0,117 0,114 0,114 0,659 0,114 0,114 0,405 2,105 0,2105
129
Lampiran 17 Nilai AHP Terhadap Aspek Sosial Berdasarkan Dampak Negatif ” Biaya ” Dari Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjng dan Tapak Paderi Penggusuran Kesenjangan No. Responden Penduduk Perubahan Pola Hidup Kesempatan Kerja 1 Bappeda Kota Bengkulu 0,114 0,481 0,405 2 Bappeda Prov Bengkulu 0,113 0,709 0,179 3 Civitas Akademika 0,659 0,156 0,185 4 Deperindag Prov Bengkulu 0,114 0,405 0,481 5 Dinas Pariwisata 0,14 0,528 0,333 6 DPRD Prov Bengkulu 0,126 0,416 0,458 7 Himp pedagang 0,126 0,416 0,458 8 LSM Walhi 0,333 0,14 0,528 9 Pengembang 0,14 0,528 0,333 10 Tokoh adat/Tokoh masyarakat 0,105 0,258 0,637 1,97 4,037 3,997 Jumlah Rata-Rata 0,197 0,4037 0,3997
130
Lampiran 18 Nilai AHP Terhadap Aspek Lingkungan Berdasarkan Dampak Negatif ” Biaya ” Dari Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Responden Bappeda Kota Bengkulu Bappeda Prov Bengkulu Civitas Akademika Deperindag Prov Bengkulu Dinas Pariwisata DPRD Prov Bengkulu Himp pedagang LSM Walhi Pengembang Tokoh adat/Tokoh masyarakat Jumlah Rata-Rata
Pencemaran Lingkungan 0,26 0,443 0,678 0,405 0,481 0,481 0,481 0,499 0,659 0,481 4,868 0,4868
Degradasi Lingkungan 0,327 0,387 0,142 0,481 0,114 0,405 0,405 0,396 0,156 0,405 3,218 0,3218
Perubahan Tata Ruang 0,413 0,169 0,179 0,114 0,405 0,114 0,114 0,105 0,185 0,114 1,912 0,1912
131
Lampiran 19 Nilai AHP Alternatif Pengembangan Kawasan wisata Berdasarkan Kepentingan Pemerintah Dari ”Biaya” Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Responden Bappeda Kota Bengkulu Bappeda Prov Bengkulu Civitas Akademika Deperindag Prov Bengkulu Dinas Pariwisata DPRD Prov Bengkulu Himp pedagang LSM Walhi Pengembang Tokoh adat/Tokoh masyarakat Jumlah Rata-Rata
Pengoptimalan kawasan wisata pantai panjang dan tapak paderi
0,637 0,584 0,725 0,594 0,659 0,659 0,691 0,481 0,773 0,694 6,497 0,6497
Pengembangan Pantai Panjang Saja
0,105 0,184 0,125 0,157 0,156 0,185 0,149 0,114 0,088 0,132 1,395 0,1395
Pengembangan Kawasan Tapak Paderi Saja
0,258 0,232 0,15 0,249 0,185 0,156 0,16 0,405 0,139 0,174 2,108 0,2108
132
Lampiran 20 Nilai AHP Alternatif Pengembangan Kawasan wisata Berdasarkan Kepentingan Pengusaha Dari ”Biaya” Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi
Pengoptimalan kawasan wisata pantai panjang dan tapak paderi
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Responden Bappeda Kota Bengkulu Bappeda Prov Bengkulu Civitas Akademika Deperindag Prov Bengkulu Dinas Pariwisata DPRD Prov Bengkulu Himp pedagang LSM Walhi Pengembang Tokoh adat/Tokoh masyarakat Jumlah Rata-Rata
0,333 0,659 0,691 0,594 0,659 0,747 0,709 0,731 0,709 0,634 6,466 0,6466
Pengembangan Pantai Panjang Saja
0,528 0,156 0,149 0,249 0,156 0,119 0,179 0,188 0,179 0,192 2,095 0,2095
Pengembangan Kawasan Tapak Paderi Saja
0,14 0,185 0,16 0,157 0,185 0,134 0,113 0,081 0,113 0,174 1,442 0,1442
133
Lampiran 21 Nilai AHP Alternatif Pengembangan Kawasan wisata Berdasarkan Kepentingan Masyarakat Dari ”Biaya” Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi
No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Responden
Bappeda Kota Bengkulu Bappeda Prov Bengkulu Civitas Akademika Deperindag Prov Bengkulu Dinas Pariwisata DPRD Prov Bengkulu Himp pedagang LSM Walhi Pengembang Tokoh adat/Tokoh masyarakat Jumlah Rata-Rata
Pengoptimalan kawasan wisata pantai panjang dan tapak paderi
0,674 0,55 0,678 0,725 0,731 0,799 0,747 0,731 0,637 0,659 6,931 0,6931
Pengembangan Pantai Panjang Saja
0,101 0,24 0,179 0,125 0,188 0,096 0,119 0,188 0,258 0,156 1,65 0,165
Pengembangan Kawasan Tapak Paderi Saja
0,226 0,21 0,142 0,15 0,081 0,105 0,134 0,081 0,105 0,185 1,419 0,1419
134