Jurnal Lemlit UHAMKA
Kajian Banding Struktur Cerita Bidadari Nusantara Oleh:
Prima Gusti Yanti , Sukardi dan Ummul Qura Pendidikan Bahasa Indonesia, UHAMKA ABSTRAK
The objective of this research is describing the intrinsic structure similarities and differences, as well as discovering the intrinsic element pattern, along with comparing study of fairy tales. This research methodology is descriptive. The samples are taken from 10 famous fairy tales that is originated from several provinces. The description of data structurally based on the fairy tales that have been studied, found that the storyline of fairy tales imply similarity. It is started by introducing the story from the deep forest, where a lake is located and there are fairies taking bath, a man steals their shawls, get married with one of them which later the fairy find her shawl and she returns to heaven. There is a fairy tales that has different ending, e.g. Bulalo La Limbutu. The character also implies similarity pattern which come from the lower class, but there are 4 fairy tales that have different character that is not from lower class. They are Bulalo la Limbutu, Telaga Bidadari, Raja Omas, and Mahligai Keloyang. The fairy characters usually mention the youngest sister is the most beautiful and wear orange shawl. In other hand, the tales like Putri Mambang Linau, Mahliagai Keloyang, and Bulalo La Limbutu state contrary. The setting usually the same, the difference is only when the fairies take a bath usually at noon. There are two tales that mention at moonlit night, they are Arya Menak and Jaka Tarub The pattern similarities are highlighted from the storyline, character and setting. There are many resemblances in those fairy tales. It shows that there are influences that spreading between a story and the other. For example are The Arya Menak and Jaka Tarub fairy tales have many similarities that lead into relationship in the spreading, Dalu Pulut and Mambang Linau contain many resemblances which affect each other, Bulalo La Limbutu is much different from other fairy tales. Among the fairy tales that is discussed, there are relationships if described from the characters, storyline, themes, and setting. Although variations are found in several cases, like in character, storyline and setting, however those fairy tales show affection each other. Keywords: fairytale, comparative study, story similarities, story differences, story patterns differences.
63
Jurnal Lemlit UHAMKA
PENDAHULUAN
2. Tujuan Penelitian
C
1. Mendeskripsikan persamaan dan perbedaan struktur intrinsik cerita bidadari?
erita rakyat atau kesusastraan rakyat adalah sastra yang hidup di tengahtengah rakyat. Dituturkan oleh ibu kepada anaknya dalam buaian. Tukang cerita juga menuturkannya kepada penduduk kampong yang tidak bisa membaca (tukang cerita pun belum tentu bisa membaca) Cerita yang semacam itu diturunkan secara lisan dari satu generasi kepada generasi yang lebih muda (Fang, 2011:1) Cerita rakyat pada masa sekarang ini sangat sedikit diminati oleh masyarakat, karena selain tidak terlalu banyak penerbit yang berminat mencetak, juga disebabkan oleh globalisasi yang sudah merasuk ke dalam kehidupan masyarakat. Cerita rakyat sangat perlu dipahami oleh masyarakat atau generasi muda karena di dalamnya memuat berbagai hal tentang budaya masyarakat tempat karya sastra itu hidup. Cerita bidadari merupakan genre cerita rakyat yang termasuk pada cerita pelipur lara. Cerita pelipur lara berfungsi untuk menghibur masyarakat, akan tetapi bukanlah tanpa budaya (Djamaris, 1990:54). Cerita pelipur lara berisikan hal yang indah-indah, sehingga menghibur rakyat. Ciri utama cerita ini adalah kaya fantasi, khayalan yang jauh melambung, sehingga apabila dibanding dengan masa sekarang unsur logikanya sedikit sekali. Akan tetapi, cerita ini amat berharga karena hal ini merupakan satu gambaran umum tentang pemikiran, perasaan, dan angan-angan sebagian besar penduduk zaman lampau, dan sesuatu yang tidak dapat dari ilmu purbakala, dari sejarah-sejarah istana ataupun dokumendokumen lainnya (Bottoms, 1965:VII). Penyebaran cerita rakyat dilakukan secara lisan atau dari mulut ke mulut. Dalam proses penyebaran itu akan banyak ditemukan persamaan dan perbedaan cerita tersebut. Persamaan dan perbedaannya akan ditinjau dari struktur ceritanya. Dari proses menggabungkan beberapa cerita bidadari di nusantara ini, maka akan ditemukanlah polapola utama cerita bidadari tersebut.
2. Menemukan pola unsur intinsik cerita bidadari? METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik analisis isi. Teknik Analisis isi digunakan untuk pemahaman pesan-pesan simbolik dari wacana atau teks—dalam hal ini adalah unsur intrinsik. Analisis isi adalah merupakan teknik penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan dari sebuah buku atau dokumen (Mayring, 2002). Sementara itu, Krippenedorf mengatakan bahwa analisis isi merupakan suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi melalui data yang sahih dengan memperhatikan konteksnya (Krippendorf, 1994:15). Pendekatan sastra yang digunakan dalam penelitian ini adalah structural dan kajian banding Data penelitian ini adalah unsur intrinsik dan kajian banding. Sumber data penelitian diambil dari cerita bidadari Jawa Timur, Jawa Tengah, Simalungun, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara, Batak dan Aceh. KAJIAN TEORI A. Unsur Intrinsik Untuk memahami sebuah cerita atau prosa diperlukan interpretasi atas unsur-unsurnya. Bacon (1972:244) mengatakan untuk memahami novel (dalam hal ini cerita rakyat) dari bahasa yang dideskripsikan dan melukiskan tindakan-tindakan yang komplit dari sebuah dunia yang unik dilakukan dengan menguraikan unsur-unsur penceritaan seperti plot, latar dan karakter. 1.Alur Alur menurut Stanton (1965:14) adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
64
Jurnal Lemlit UHAMKA
Diperkuat oleh Kenny (1966:14) bahwa alur sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwaperistiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat. 2. Latar Latar merupakan satu elemen pembentuk cerita yang sangat penting, karena elemen tersebut akan menentukan situasi umum sebuah karya sastra (Abram, 1981:175). Walaupun latar dimaksudkan untuk mengidentifikasi situasi yang tergambar dalam cerita, keberadaan elemen latar pada hakikatnya tidak hanya sekedar menyatakan dimana, kapan, dan bagaimana situasi peristiwa berlangsung, tetapi juga berkaitan dengan gambaran tradisi, karakter, perilaku sosial, dan pandangan masyarakat pada waktu cerita ditulis. Dari kajian latar akan dapat diketahui sejauh mana kesesuaian dan korelasi antara perilaku dan watak tokoh dengan kondisi masyarakat, situasi sosial, dan pandangan masyarakatnya. Di samping itu, kondisi wilayah, letak geografi, dan struktur sosial juga akan menentukan watak-watak atau karakter tokoh-tokoh tertentu. Oleh karena itu, fungsi latar dalam sebuah karya tidak bisa dilepaskan dari masalah yang lain seperti tema, tokoh, bahasa, medium sastra yang dipakai, persoalan-persoalan yang muncul, yang kesemuannya merupakan satu bagian yang takterpisahkan. Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, sosial. Latar tempat menunjukkan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah fiksi. Latar waktu berhubungan dengan kapan sebuah peristiwa terjadi dalam karya sastra. Latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Hal itu dapat berupa kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Selain itu, latar sosial juga berhubungan
dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya kelas atas, menengah, atau bawah. 3. Penokohan Penokohan atau karakterisasi sering disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan dan menunjukkan pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita. Menurut Jones penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones, 1968:33). Pandangan tersebut tampaknya menempatkan penokohan merupakan satu bagian penting dalam membangun sebuah cerita. Tokoh-tokoh yang ada dalam cerita tidak hanya berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot, dan tema. Abrams (1981: 34) mengatakan bahwa tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilaku dalam tindakan. Itulah sebabnya tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca. Kajian Banding Francoist Jost ( Endaswara, 2011:178-179) mengemukakan empat tahap analisis sastra bandingan yaitu, 1.
mencermati karya sastra satu dengan lainnya dengan yang lain, termasuk di sini adalalah interdisipliner sastra bandingan,sepert sosiolog, filsafat, psikologi; kategori yang mengkaji tema karya sastra; 2. kategori yang mengkaji tema karya sastra; 3. kategori yang menganalisis gerakan atau kecenderungan yang menandai suatu peradaban, misalnya realisme dan renaissance; serta 4. analisis bandingan antara genre satu dengan genre yang lain.
67
Jurnal Lemlit UHAMKA
Analisis sastra bandingan memang sulit dilepas dari aspek pengaruh. Paling tidak ada enam jenis pengaruh yang terdapat dalam karya sastra, yaitu pinjaman langsung, pengaruh budaya asal, sastra dalam pengasingan, pengaruh negatif yang berupa penolakan pengarang terhadap ide tertentu yang datang dari budaya lain, keberuntungan pengarang yang memengaruhi pengarang lain, dan pengkhianatan kreatif para penerjemah dan editor. Sebenarnya keenam pengaruh tersebut masih bisa ditambah dengan plagiarisme, epigonistis, dan pelesapan halus. Ketiga hal yang disebut terakhir membedakan mana karya yang jujur, mana karya yang kreatif,mana karya yang”kotor”. Tugas analisis sastra bandingan adalah menemukan berbagai jenis pengaruh dan tidak mengambil kesimpulan yang menyesatkan. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Persamaan dan Perbedaan Struktur Intrinsik Cerita Bidadari Unsur cerita bidadari yang dianalisis adalah alur, latar dan tokoh. Dengan demikian, persamaan dan perbedaan struktur juga akan dijabarkan dari 3 unsur tersebut. 1. Alur Dongeng 1.1 Persamaan Alur Pada awal cerita atau pengenalan cerita dimulai dari tokoh laki-laki berjalan, mengembara di hutan. Pengembaraan ke hutan itu berhubungan dengan pekerjaannya ada yang memulut burung, mencari kayu bakar, berkebun, mencari tempat istirahat atau sedang berjalan-jalan. Di hutan terdapat telaga atau danau tempat bidadari mandi. Motif berikutnya adalah pencurian selendang atau baju bidadari yang sedang mandi. Motif dilanjutkan dengan bidadari yang kehilangan selendang ditinggal oleh saudaranya yang sudah kembali ke kayangan. Konflik mulai bergerak adalah para pemuda yang mencuri selendang itu mengawini bidadari yang tidak dapat terbang lagi ke kayangan karena. Dalam perkawinan itu terdapat berbagai masalah atau melanggar pantangan yang nantinya berakibat penemuan selendang yang hilang. Penyelesaian berita ini adalah para bidadari kembali ke kayangan
karena mereka sudah menemukan selendangnya. Pada saat ini adakalanya bidadari kembali ke bumi. 1.2 Perbedaan Alur a. Tahap Klimak Perbedaan alur cerita ditemukan pada bagian-bagian alur tertentu. Umumnya adalah pada bagian klimak yaitu disaat para bidadari menemukan selendangnya akibat dari melanggar pantangan yang diisyaratkan dalam perkawinan. Yaitu ketika Arya Menak membuka tutup panci tempat istrinya menanak nasi. Dongeng Jaka Tarub memiliki klimak yang sama dengan dongeng Aryo Menak yaitu menemukan baju bidadarinya di lumbung padi yang sudah menipis isinya.Isi lumbung padi berkurang cepat karena Jaka Tarub melanggar pantangan tidak boleh membuka panci ketika istrinya menanak nasi. Pada dongeng Lahilote Pakaian bidadarinya ditemukan oleh Mbui Ti Nditu karena persediaan padi di lumbung sudah menipis. Klimak dongeng Raja Omas dan Bidadari adalah karena memang putri bungsu selalu mencari pakaiannya. Raja Omas tidak mengira kalau istrinya ternyata masih punya niat untuk kembali ke kayangan walaupun sudah memiliki anak. Klimak dongeng Oheo terjadi ketika Oheo tidak mau menepati janji yang sudah disepakati ketika mereka kawin, yaitu Anawaingguluri tidak akan mencebokkan anak. Oleh karena, Oheo yang sedang bekerja menyuruh istrinya mencebokkan anaknya yang sudah buang air besar. Anawainggulari yang sedang sedih menatap langit langit dan melihat bajunya yang terselip di dalam bumbungan. Klimak dongeng Putri Mambang Linau terjadi ketika Bujang Enok, suaminya, meminta Putri Mambang Linau menari dalam acara kerajaan karena raja menginginkan istrinya menari. Padahal, sebelumnya Putri Mambang Linau sudah meminta pada suaminya agar jangan disuruh menari. b. Tahap Penyelesaian Perbedaan alur juga terjadi saat penyelesaian masalah yaitu ketika bidadari
68
Jurnal Lemlit UHAMKA
kembali ke kayangan. Ada beberapa model atau pola penyelesaian alur: 1. Bidadari kembali ke kayangan dan terjadi perpisahan yang sudah tidak dapat bertemu lagi seperti dongeng Arya Menak dan Tunjung Wulan, Jaka Tarub, Putri Mambang Linau, dan Mahligai Keloyang. 2. Bidadari kembali kekayangan, tetapi keluarganya tidak mau menerima sehingga menjelma menjadi benda lain yaitu saringgon (angin yang menderu) seperti dalam dongeng, yaitu Raja Omas dan Bidadari. 3. Bidadari kembali ke kayangan dan suaminya menyusul ke kayangan, karena tetap ingin berkumpul bersama istri, yaitu dongeng Oheo dan Lahilote. Oheo menyusul istrinya ke kayangan dan mereka kembali ke bumi. Lahilote juga menyusul istrinya ke kayangan dan hidup di kayangan bersama istri dan anaknya. Akan tetapi, setelah rambut lahilote mulai tumbuh uban, ia dikembalikan ke bumi, sedangkan istri dan anaknya tetap tinggal di kayangan istri. Orang-orang kayang tidak mengenal tua. 4. Bidadari tidak kembali ke kayangan karena ia meneruskan kehidupannya di bumi, yaitu dongeng Bulalo La Limboto. 5. Bidadari kembali ke kayangan, namun kembali turun ke bumi setiap menyusui anaknya. Misalnya Datu Pulut dan Telaga Bidadari. 2. Tokoh Cerita Tokoh utama cerita dongeng bidadari terdiri dari tokoh laki-laki yang akan mencuri selendang dan tokoh bidadari yang menjadi sasaran pencurian. Di antara perkawinan mereka lahir anak-anak, ada cerita yang beranak satu dan ada beranak dua. Tokoh lakilaki berasal dari latar belakang kehidupan yang berbeda. 2.1 Persamaaan Tokoh Tokoh laki-laki terdiri dari dua golongan yaitu golongan masyarakat bawah dan
golongan atas. Golongan masyarakat kelas bawah terdapat dalam Dongeng Jaka Tarub, Arya Menak,Oheo, Lahilote, Putri Mambang Linau, Datu Pulut . Jaka Tarub adalah seorang pemuda miskin yang biasa nulup burung, yaitu menangkap burung dengan alat bambu yang ditiup. Arya Menak seorang pemuda yang senang mengembara ke hutan. Oheo juga seorang pemuda petani yang akan membuka perkebunan tebu di pinggir hutan. Lahilote tinggal ditepi hutan dengan ibunya. Lahilote adalah seorang polahi yang tidak bergaul dengan masyarakat karena memiliki ilmu yang dapat mencelakakan masyarakat. Bujang Enok dalam dongeng Putri Mambang Linau adalah seorang pemuda miskin dan sebatang kara, tak berayah, tak beribu, tak juga bersaudara. Pekerjaan sehari-harinya mencari kayu api di dalam hutan, yang kemudian dijualnya ke pasar atau ditukarkannya dengan beras dan keperluan hidupnya yang lain. Andin adalah nama asal Datu Pulut. Ia adalah seorang pemuda miskin yang hidup sebatang kara. Pekerjaannya adalah memulut burung. Golongan masyarakat kelas atas terdapat dalam dongeng Telaga Bidadari karena Awang Sukma itu bergelar datu. Dongeng Bulalo Lo Limboto tokoh laki-lakinya adalah orang yang datang dari langit. Laki-laki dari langit atau Jilumoto datang ke bumi dan berjalan-jalan di hutan, kemudian bertemu dengan bidadari yang sedang mandi. Raja Omas dalam dongeng Raja Omas dan bidadari berasal dari keluarga golongan atas yaitu anak raja. Akan tetapi, ibu tirinya sangat membenci Raja Omas, sehingga menghanyutkannya ke sungai. Datuk Sakti dalam dongeng Mahligai Keloyang adalah seorang penguasa daerah yang melakukan perjalanan dalam rangka mengawasi daerahnya. 2.2 Perbedaan Tokoh Perbedaan tokoh cerita ini dibicarakan terlebih dahulu adalah tokoh bidadari. Tokoh bidadari cantik tersebut umumnya adalah anak bungsu, misalnya dongeng Telaga Bidadari,Raja Omas dan Bidadari, Arya Menak dan Tunjung Wulan,Lahilote, dan Oheo. Bidadari yang bungsu kecantikannya
69
Jurnal Lemlit UHAMKA
melebih kecantikan kakak-kakaknya. Dari beberapa cerita bidadari hanya cerita Putri Mambang Linau dan Datu Pulut menunjukkan kecantikan bidadari itu dari warna selendangnya yaitu jingga. Dongeng Mahligai Keloyang tidak menyebutkan kedudukan bidadari yang kehilangan selendang tersebut, apakah anak bungsu atau sulung. Anak hasil perkawinan para pemuda dan bidadari membuahkan keturunan yang berbeda-beda. Dalam cerita Datu Pulut bidadari melahirkan anak perempuan yang cantik jelita. Cerita Bulalo la Limutu juga menghasilkan anak perempuan, tetapi anak tersebut merupakan penjelmaan dari sebuah mustika. Dalam Dongeng Mahligai Keloyang bidadari melahirkan dua orang anak, yaitu laki-laki dan perempuan. Dongeng Arya Menak tidak menjelaskan masalah anak. Dongeng Jaka Tarub dan Oheo tidak menunjukkan jenis kelamin anak yang dilahirkan. Dongeng Lahilote menunjukkan anak yeng terlahir dalam perkawinan mereka adalah anak laki-laki. 3. Latar Cerita 3.1 Persamaan dan Perbedaan Latar Persamaan latar tempat pada cerita ini dimulai dari awal cerita. Tempat tinggal tokoh laki-laki berada di pinggir hutan, dengan rumah yang sangat sederhana karena kemiskinan. Hal tersebut terdapat pada cerita Jaka Tarub, Arya Menak, Oheo, Lahilote, Datu Pulut, Mahligai Keloyang, Putri Mambang Linau. Dongeng Raja Omas agak berbeda, pada saat ia mencuri baju bidadari ia memang miskin. Akan tetapi, sebenarnya ia adalah anak raja yang dibuang oleh selir raja yang iri. Dongeng Telaga Bidadari juga berbeda. Tokoh Awang Sukma bukanlah orang miskin, tetapi adalah penguasa di daerahnya. Ia melewati hutan dalam perjalanan memantau daerah kekuasaannya. Dongeng Bulalo la Limbutu juga berbeda. Tokoh laki-laki yang berjalan ke hutan tersebut berasal dari kayangan yang sedang berjalan-jalan di bumi. Tempat pertemuan tokoh laki-laki dengan bidadari adalah telaga. Semua dongeng menceritakan hal tersebut. Akan tetapi, hal
yang berbeda adalah mengenai waktu bidadari mandi di telaga. Dongeng Bulalo la Limbutu menyatakan bahwa bidadari mandi di mata air itu siang hari,.Dongeng Datu Pulut menunjukkan bahwa bidadari mandi di telaga ketika siang hari. Dongeng Putri Mambang Linau juga menyiratkan siang hari para bidadari mandi dan menjelang sore mereka kembali ke kayangan .Dongeng Telaga bidadari menyiratkan bahwa bidadari mandi di telaga pada pagi hari. Dongeng Mahligai Keloyang menyiratkan bahwa bidadari mandi di telaga pada sore hari. Dongeng Raja Omas dan Bidadari tidak secara tersirat menuliskan waktu bidadari mandi di telaga tetapi dari pernyataan ceruta diperkirakan siang hari atau sore hari. Dongeng Arya Menak menyiratkan bahwa bidadari mandi ketika bulan purnama. Dongeng Jaka Tarub tidak menyiratkan kapan bidadari itu mandi, tetapi mungkin bisa disimpulkan dari peristiwa menulup burung yang dilakukan Jaka Tarub. Menulub burung di hutan tentu dilakukan siang hari. Dongeng Lahilote menunjukkan bahwa bidadari mandi di telaga pada bulan purnama. Dongeng Oheo menyiratkan bidadari mandi pada siang hari, karena Oheo bertemu mereka ketika hendak membersihkan kebunan tebu. Waktu bidadari mandi di telaga terbagi atas dua yaitu, siang dan malam bulan purnama. Akan tetapi, tempat pertemuan bidadari dengan manusia semua cerita menyiratkan adalah telaga atau danau. C. Pola Unsur Intinsik Cerita Bidadari Pola unsur-unsur intrinsik cerita bidadari memperlihatkan persamaaan dari suatu daerah dengan daerah yang lain. Unsur persamaan itu sangat dominan baik dari sisi tokoh, alur, maupun latar. Ada beberapa cerita yang motifmotifnya berbeda. Misalnya dongeng Bulalo la Limutu tokoh laki-lakinya berasal dari kayangan yang sedang berjalan-jalan di bumi. Ia melihat bidadari mandi dan mengambil bajunya. Setelah ia menikah keduanya tidak ingin kembali ke kayangan. Mereka tinggal di bumi dengan anaknya yang bersal dari mustika dari kayangan. Unsur tokoh cerita menunjukkan bahwa tokoh cerita laki-lakinya melakukan perjalanan
70
Jurnal Lemlit UHAMKA
ke hutan. Perjalanan ke hutan dapat disebabkan oleh mencari nafkah atau ketika beristirahat ketika perjalanan jauh. Profil tokoh laki-laki umumnya laki-laki miskin, hanya dua dongeng yang memuat tokoh laki-lakinya penguasa di daerah. Di akhir dongeng, tokoh bidadari kembali ke kayangan karena ia menemukan selendang atau sayapnya. Penemuan selendang itu disebabkan oleh tokoh laki-laki melanggar kesepakatan yang sudah dibuat. Tokoh bidadari umumnya memperlihatkan kecantikan yang sangat memukau sehingga tokoh laki-laki nekat menjadi pencuri demi mendapatkan mereka. Tokoh bidadari yang kehilangan sayab umumnya adalah tokoh yang bungsu. Putri bungsu lebih memancarkan kecantikan dibanding saudara-saudaranya yang lain. Hanya dua cerita yang menunjukkan kecantikan dengan warna sayap atau pakaian yang dipakainya yaitu warna jingga. Anak hasil perkawinan bidadari dengan manusia sangat beragam ada yang satu orang atau ada yang dua anak yang terdiri dari anak perempuan dan anak laki-laki. Akan tetapi, anak-anak ini tidak dibawa ke langit karena darah mereka tidak murni manusia langit. Hanya satu dongeng anaknya hasil perkawinan di bawa kekayangan yaitu dongeng Lahilote. Dalam dongeng Raja Omas anak hasil perkawinan akan dibawa ke kayangan tetapi direbut oleh Raja Omas. Dalam dongeng Oheo anak hasil perkawinan manusia dan bidadari diantar oleh Oheo untuk menemui ibunya karena masih menyusui. Pola unsur alur juga memperlihatkan banyak persamaan dalam dongeng. Lima tahap mengembangan alur dalam dongeng umumnya dianut oleh dongeng-dongeng tersebut. Tahap pengenalan adalah mengenalkan situasi dan kondisi tokoh laki-lakinya. Tahap konflik mulai bergerak adalah ketika tokoh laki-laki melihat bidadari mandi di telaga. Tahap konflik mulai memuncak adalah ketika para tokoh laki-laki mengendap mengambil pakaian bidadari dan mengawininya. Tahap klimak adalah pada saat bidadari menemukan selendangnya atau pakaiannya. Tahap penyelesaian adalah ketika bidadari kembali
ke kayangan meninggalkan suami dan anaknya. Hanya ada 2 dongeng dimana bidadari kembali ke bumi setiap akan menyusui anaknya. Pola unsur latar dongeng bidadari menunjukkan beberapa latar yang sama. Untuk latar tempat tempat pertemuan bidadari dengan tokoh laki-lakinya adalah telaga di tengah hutan tempat bidadari mandi. Pertemuan itu selalu ketika bidadari mandi karena pada saat itulah bidadari melepaskan pakaiannya atau sayap yang dipakai untuk terbang ke kayangan. Latar Waktu bidadari mandi umumnya siang hari, hanya dua dongeng yang menunjukkan bidadari mandi pada bulan purnama yaitu dongeng Arya Menak dan Lahilote. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian alur cerita bidadari menyiratkan persamaan yang dimulai dari pengenalan cerita dimulai dari dalam hutan, menemukan telaga di dalamnya bidadari sedang mandi, mencuri selendang atau sayap bidadari, terjadi perkawinan dengan bidadari, penemuan selendang yang dicuri, dan bidadari kembali kekayangan. Ada dongeng yang penyelesaian ceritanya berbeda, misalnya Bulalo la Limbutu. Tokoh cerita juga menyiratkan pola persamaan yaitu tokoh laki-lakinya berasal dari strata rendah, tetapi 3 dongeng berbeda yaitu dongeng, Bulalo la Limbutu, Telaga Bidadari, Raja Omas, Mahligai Keloyang, Tokoh bidadari umumnya menyebutkan yang paling cantik itu adalah putri bungsu, pada dongeng lain menyebutkan bidadari yang menggunakan selendang warna jingga, yaitu dongeng Putri Mambang Linau dan Mahligai Keloyang, dan dongeng Bulalo La Limbutu menyebut putri sulung. Latar cerita umumnya sama, hal yang agak berbeda adalah latar waktu bidadari mandi umumnya siang hari, ada dua dongeng yang menyatakan ketika malam bulan purnama yaitu dongeng Arya menak dan Jaka Tarub.
71
Jurnal Lemlit UHAMKA
Pola persamaan cerita disoroti dari sisi alur, tokoh, dan latar. Banyak persamaan alur, tokoh, dan latar pada dongeng-dongeng tersebut. Hal ini menunjukkan terdapat penyebaran yang saling terpengaruh antara satu cerita dengan cerita yang lain. Dongeng Arya Menak dan Jaka Tarub banyak persamaannya, berarti terdapat keterkaitan dalam penyebarannya. Datu Pulut dan Mambang Linau terdapat banyak persamaan terdapat saling pengaruh antara dongeng tersebut. Dongeng Bulalo la Limbutu berbeda jauh dari dongeng bidadari lainnya. Dongengdongeng yang menunjukkan persamaan. DAFTAR PUSTAKA Abrams, M.H. A Glossary of Literature Terms New York: Holt, Rinehard, and Winston, 1981
Jones, Edward H. Outlines of Literature: Short Stories, Novels, and Poems. New York: The Macmillan Company, 1968. Mayring, Philip. 2000. “Qualitative Content Analysis” Forum Qualitative Research Methods. Vol. 1 No. 2 – June dalam http:/www. Qualitative research. Net/Fgs—texte/2-002/200mayring-e-htm Proyek
Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Depdikbud.1977/1978. Cerita Rakyat Daerah Sulawesi Tenggara.
Suwondo, Bambang. 1982. Cerita Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Depdikbud.
AR., MB. Rahimsyah. 2004. Kumpulan Cerita, Legenda, Dongeng Rakyat Nusantara. Jakarta: Bintang Indonesia. Aziddin, Yustan. “Dongeng Telaga Bidadari”. http://dongeng.org/category/biografi. Bacon, Wallace A. The Art of Interpretation. New York: Holt, Rinehard, and Winston, 1972. Bottoms, J.C.1965. “Some Malay Historical Sources: A Bibliographical Note”. Dalam Soedjatmoko (ed). Clara, Amanda. 2008. Cerita Rakyat dari Sabang sampai Merauke. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Bukupop. Damono, Sapardi Djoko.1978. Sosiologi Sastra: Suatu Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Djamaris, Edwar. 1990. Menggali Khazanah Sastra Klasik. Jakarta: Balai Pustaka.
72