PROFESI, Volume 12, Nomor 2, Maret 2015
KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN POST-PARTUM SPONTAN HARI KE-0 INDIKASI KETUBAN PECAH DINI PADA Ny. L (STUDY OF NURSING CARE POST-PARTUM SPONTANEOUSDAY 0 INDICATION ON PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANES. MRS L) Ika Puji Rahayu, Tutik Rahayuningsih Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo
[email protected],
[email protected]
Abstrak Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadi in-partu. Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak. Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Kabupaten Sukoharjo dapat diketahui bahwa selama tahun 2013, terdapat 1527 persalinan, dari beberapa kasus dalam penyulit persalinan menunjukkan bahwa ketuban pecah dini merupakan penyebab persalinan nomor 1 RSUD Kabupaten Sukoharjo yaitu 76 (5,1%). Metode Penelitian adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan rancangan studi kasus, menggunakan pendekatan proses keperawatan (nursing process). Populasi penelitian ini adalah ibu post-partum dengan indikasi ketuban pecah dini. Sampel: Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling. Sampel adalah pasien yang dirawat karena persalinan adalah Ny. L yang telah melahirkan secara spontan hari ke-0 dengan indikasi ketuban pecah dini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam yang meliputi pengkajian, merumuskan analisa data, penegakkan diagnosa keperawatan, intervensi, dan implementasi maka didapatkan hasil evaluasi untuk diagnosa ke-1 masalah keperawatan teratasi dengan mempertahankan intervensi yaitu: anjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam bila nyeri muncul. Selanjutnya untuk diagnosa ke-2 masalah keperawatan teratasi denganmempertahankanintervensi: anjurkan pasien untuk melakukan kompres hangat pada payudara, anjurkan pasien untuk melakukan breast care sendiri dirumah, anjurkan pasien untuk mengkonsumsi daun katuk. Dan terakhir untuk diagnosa ke-3 masalah keperawatan teratasi denganmempertahankanintervensi: anjurkan pasien untuk tetap menjaga agar lukanya tetap bersih dan kering. Kata Kunci: Post – Partum Spontan, Ketuban Pecah Dini
Abstract Premature rupture of membranes (PROM) is rupture of membranes before there are signs began to labor and wait an hour before the in-partu. Most premature rupture of membranes at term pregnancy occurs in more than 37 weeks, while less than 36 weeks is not too much (Manuaba, 2009). Based on data obtained from hospitals Sukoharjo can be seen that during 2013, there were 1527 deliveries, of several cases in childbirth complications showed that premature rupture of membranes is the number one cause of hospital deliveries Sukoharjo which 76 (5.1%).This type of research is a qualitative descriptive study design case study, using the nursing process approach (nursing process).The study population was post-partum mothers with premature rupture of membranes indication. Samples: sampling technique with purposive sampling. Samples were patients who were treated for labor is Ny. L which has spawned spontaneously day 0 with an indication of premature rupture of membranes.The results showed that after a 3x24 hour nursing care during that includes assessment, formulate data analysis, enforcement of nursing diagnoses, interventions, and implementation of the evaluation results obtained for diagnosis to-one nursing problem is resolved by maintaining the intervention are: instruct the patient to deep breathing relaxation techniques when pain arises. Furthermore, for the diagnosis of the 2nd issue is resolved by maintaining the nursing intervention: instruct the patient to perform a warm compress on the breast, instruct the patient to perform breast care alone at home, instruct the patient to consume cinnamon leaf. And lastly for diagnosis 3rd nursing problems solved by maintaining intervention: instruct the patient to continue to keep the wound clean and dry. Keywords:Post - Partum Spontaneous, Premature Rupture of Membranes
16
PROFESI, Volume 12, Nomor 2, Maret 2015 ventrikel (Intraventricular Haemorrhage (IVH), sepsis, hipoplasia paru (terutama pada kasus KPD di usia kehamilan <22 minggu, oligohidramnion), deformitas skeletal (berhubungan dengan tingkat keparahan dan lamanya KPD). Dan pada ibu: persalinan sectio caesarea akibat malpresentasi, prolaps tali pusat, partus lama dan infeksi, atonia uteri, infeksi intra-natal, infeksi nifas, khorioamnionnitis, perdarahan postpartum, endometritis pasca persalinan, distasia (partus kering). Pemeriksaan Penunjang dapat digunakan cara: pemeriksaan laboratorium; cairan yang keluar dari vaginaperlu diperiksa: warna, konsentrasi, bau, dan pHnya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH: 4.5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. Tes lakmus (tes nitrazin): jika kertas lakmus berubah menjadi biru menunjukan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 77,5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu. Sedangkan dengan mikroskopik (tes pakis), yaitu dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis. Pemeriksaan Ultrsonografi (USG): pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion. Penatalaksanaan medis berupa konservatif: perawatan di rumah sakit, diberikan antibiotik, jika umurkehamilan kurang dari 32–34 yaitu dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi, jika usia kehamilan 32–34 masih keluar air ketuban, maka usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan (hal sangat tergantung pada kemampuan perawatan bayi premature), nilai tanda–tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra-uterin), pada usia 32–34 minggu berikan steroid untuk memacu pematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan stingomiyelin setiap minggu. Dosis dexa-metason 5mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali. Aktif: kehamilan lebih dari 35 minggu induksi dengan oksitosin bila gagal sectio caesarea. Dapat pula diberikan lisoprostol 50mg intravagina tiap 6 jam maksimal 4 kali, Cara induksi: 1 ampul syntocinon dalam dektrose5%,
PENDAHULUAN Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum inpartum yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan multipara kurang dari 5 cm Mochtar (2008) dalam Rahmanto (2012). KPD dapat mengakibatkan persalinan lama bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan anak Mochtar (2008) dalam Rahmanto (2012). Menurut Human Development Report (2010) dalam Rahmanto (2012) angka kejadian KPD di dunia mencapai 12,3% dari total persalinan, sebagian besar tersebar di negara berkembang di Asia seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Laos, dan Myanmar. Insidensi ketuban pecah dini terjadi 8-10% pada semua kehamilan (Prawirohardjo, 2008) dalam Rahmanto (2012). Insidendari PROM (Pre-mature Rupture Of Membrane) yaitu 619%, sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan Fadlun (2011) dalam Rahmanto (2012). Sekitar 30-40% persalinan pre-mature didahului oleh pecah ketuban. Komplikasi ini merupakan faktor yang signifikan terhadap kemungkinan pesalinan dan kelahiran pre-mature. Saat ketuban pecah, 50% ibu akan mengalami persalinan secara spontan dalam 24 jam dan 80% akan memulai persalinan dalam 48 jam Safitri (2009) dalam Rahmanto (2012). Penyebab dari ketuban pecah dini menurut Nugroho (2012) adalah infeksi, servik yang inkompetensia, tekanan intra-uterin yang meninggi (hidramnion, gemelli), trauma, kelainan letak, keadaan sosial ekonomi, dan faktor lain seperti faktor golongan darah, faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu, faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum, Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C). Tanda dan gejala yang dapat timbul pada ketuban pecah dini menurut Nugroho (2012) dan Hidayat (2006) adalah: keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, aroma air ketuban berbau manis dan tidak berbau seperti amoniak, cairan ini tidak akan berhenti atau kering, Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat ini merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi. Komplikasi KPD menurut Norwitz (2007) adalah pada neonatus: IUFD, asfiksia, prematuritas, sindrom gawat nafas (Respiratory Distress Syndrome (RDS), perdarahan intra17
PROFESI, Volume 12, Nomor 2, Maret 2015 dimulai 4 tetes/menit, tiap ¼ jam dinaikkan 4 tetes sampai maksimum 40 tetes/menit, pada keadaan CPD, letak lintang dilakukan sectio caesarea. Bila ada tanda–tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri:bila score pelvik kurang dari 5. Lakukan pemotongan servik kemudian induksi jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan sc, bila score pelvik lebih dari 5 induksi persalinan, partus pervaginam (Nugroho, 2012). Penatalaksanaan Keperawatan yang perlu diperhatikan ialah: kebutuhan istirahat/pembatasan aktivitas, kebutuhan nutrisi/cairan, pemantauan infeksi, pemeriksaan janin secara reguler, kurangnya pengetahuan pasien mengenai penyakit (Norwitz, 2007). Fokus Pengkajian meliputi biodata ibu, riwayat penyakit (riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga), pemeriksaan fisik (Mitayani, 2009).Diagnosa keperawatan pada ketuban pecah dini, meliputi: resiko tinggi infeksi maternal berhubungan dengan prosedur invansif, pemeriksaan vagina berulang, dan ruptur membran amniotik, gangguan kerusakan pertukaran gas pada janin berhubungan dengan proses penyakit, potensial komplikasi pada janin ketuban pecah dini (sebelum usia gestasi 37 minggu) berhubungan dengan pre-maturitas, potensial komplikasi ketuban pecah dini berhubungan dengan abrupsio plasenta, potensial komplikasi janin ketuban pecah dini berhubungan dengan prolaps tali pusat (Greenn 2012). Masa nifas (puerperium) adalah suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah melahirkan. Lamanya periode ini tidak pasti, sebagian besar menganggapnya 4-6 minggu (Cunningham, 2013).Tahapan masa nifasmenurut Sulistyawati (2009) adalah puerperium dini (masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan), puerperium intermedial (masa kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia), remote puerperium (masa untuk pulih dan sehat sempurna). Perubahan Fisiologis pada masa nifas, perubahan sistem reproduksi: uterus; pada saat bayi lahir, TFU setinggi pusat dengan berat 1000 gram. Pada akhir kala III, TFU teraba 2 jari di bawah pusat. Pada 1 minggu post-partum, TFU teraba pertengahan pusat simpisis dengan berat 500 gram. Pada 2 minggu post-partum, TFU teraba di atas simpisis dengan berat 350 gram. Pada 6 minggu post-partum, TFU mengecil (tak
teraba) dengan berat 50 gram. Lokhea: lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan warna dan waktu keluarnya yaitu: Lokhea rubra/merah, Lokhea sanguinolenta, Lokhea serosa, Lokhea alba. Serviks: perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak menganga seperti corong, segera setelah bayi lahir. Disebabkan oleh corpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara corpus dan serviks berbentuk semacam cincin. Serviks berwarna merah kehitaman karena penuh dengan pembuluh darah. Konsintensinya lunak, kadang terdapat laserasi atau perlukaan kecil. Karena terjadi robekan kecil yang terjadi selama berdilatasi maka serviks tidak akan pernah kembali lagi kekeadaan seperti sebelum hamil. Vulva dan vagina: vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Pada hari ke-1, kedua organ ini tetap kendur, setelah 3 minggu akan kembali kekeadaan semula sebelum hamil dan rugae dalam vagina berangsur akan muncul kembali, sementara labia lebih menonjol. Pada masa nifas biasanya terdapat luka namun luka ini akan sembuh dengan sendirinya, kecuali bila terdapat infeksi mungkin akan menyebabkan sellulitis yang dapat menjalar sampai terjadi sepsis. Perineum: perineum menjadi kendur karena sebelum terregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Post-natal hari ke-5 perineum sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur dari keadaan sebelum hamil. Perubahan sistem pencernaan, biasanya ibu akan mengalami konstipasi setelah persalinan. Perubahan sistem perkemihan, biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama, perubahan sistem muskulo-skeletal, otot-otot uterus berkontraksi segera setelah pa-rtus. Pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan. Ligamen, diafragma pelvis, serta fasia akan meregang pada persalinan, secara berangsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksia karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Stabilitas secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan. perubahan sistem hormon: hormon plasenta; hormon plasenta menurun dengan cepatsetelah melahirkan.
18
PROFESI, Volume 12, Nomor 2, Maret 2015 HCG (Human Chorionic Gonadotropin) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 post-partum dan sebagai on-set pemenuhan mamae hari ke-3 postpartum. Hormon pituitary: prolaktin darah menurun dengan cepat. Pada wanita yang tidak menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH akan meningkat pada fase konsentrasi folikuler (minggu ke-3) dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi. Hipotalamik pituitary ovarium: lamanya seseorang mendapat menstruasi juga dipengaruhi oleh faktor menyusui. Seringkali menstruasi pertama bersifat anovulasi karena rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Kadar estrogen: kadar estrogen akan menurun yang bermakna sehingga aktivitas prolaktin meningkat dapat mempengaruhi kelenjar mamae dalam menghasilkan ASI. Payudara atau laktasi, setelah persalinan estrogen dan progesteron menurun drastis sehingga dikeluarkan prolaktin untuk merangsang produksi ASI. Perubahan sistem kardiovaskuler, selama kehamilan volume darah normal digunakan untuk menampung aliran darah yang meningkat, yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah uteri. Sedangkan setelah persalinan shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah, yang akan menyebabkan beban pada jantung dan akan menimbulkan decompensatio cordis pada pasien dengan vitum cardio. Umumnya ini terjadi pada 3-5 hari postpartum.Perubahan sistem hematologi, selama minggu terakhir kehamilan kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor pembekuan darah makin meningkat. Pada hari pertama post-partum kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah akan mengental. Leukositosis yang meningkat dengan jumlah sel darah putih dapat mencapai 15.000 selama proses persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari postpartum. Sel darah tersebut masih dapat naik lagi sampai 25.000-30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita mengalami persalinan lama. Adaptasi psikologis masa nifas, reva rubin membagi periode ini menjadi tiga periode, antara lain: periode “taking in”, periode “taking hold”, periode “letting go”. Kebutuhan dasar ibu pada masa nifas, menurut Sulistyawati (2009) kebutuhan dasar ibu pada masa nifas terdiri dari: kebutuhan gizi ibu menyusui, ambulasi dini, eliminasi: buang air besar dan kecil, kebersihan diri, istirahat, seksual, latihan atau senam nifas. Berdasarkan data
yang penulis peroleh dari Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo terhitung sejak 1 Januari 2013 sampai 31 Desember 2013 tercatat terdapat 1527 kasus persalinan dengan ketuban pecah dini, 76 (5,1%) dan merupakan penyebab persalinan nomor 1 tertinggi di RSUD Kabupaten Sukoharjo.Penelitian ini untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.L dengan post-partum hari ke-0 dengan indikasi ketuban pecah dini. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tahap pertama dalam melakukan asuhan keperawatan penulis melakukan pengkajian, sehingga didapatkan data subjektif: pasien mengatakan nyeri pada perineum, karena luka jahit dengan skala 5, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri dirasakan hilang timbul dengan durasi 10 detik, pasien mengatakan ASI belum keluar, pasien mengatakan tidak tahu tentang cara perawatan luka jahit. Dan data objektif: KU pasien; sedang, TD; 110/80 mmHg, R; 22 x/menit, N; 84 x/menit, S; 36,80C, ekspresi wajah pasien terlihat menahan nyeri, payudara teraba hangat dan tegang, ASI terlihat belum keluar, pasien belum menyusui bayinya karena bayinya dirawat di NICU, terdapat luka episiotomy dengan jumlah jahitan 5, keadaan luka kotor dan basah, pasien terlihat bedrest di tempat tidur, pasien mendapatkan terapi obat: antalgin 500 mg/8jam, cefotaxim 1000 mg/12 jam. leukosit; 22.200 uL, pasien terlihat bed-rest di tempat tidur, akral teraba hangat, keadaan luka kotor dan lembab. Diagnosa Keperawatan, setelah melakukan pengkajian penulis merumuskan analisa data sehingga didapatkan 3 diagnosa keperawatan yaitu: nyeriakut berhubungan dengan agen cidera fisik (insisi pembedahan), ketidak-efektifan pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian ASI, resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer yang tidak adekuat. Pada intervensi, penulis menemukan masalah keperawatan yaitu penulis menyusun intervensi yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan rencana tindakan. Diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (insisi pembedahan). Data subjektif: pasien mengatakan nyeri pada perineum, karena luka jahit dengan skala 5, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri dirasakan hilang timbul dengan durasi 10 detik. Data objektif: KU pasien; sedang, TD; 110/80 mmHg, N; 84 x/menit, RR; 22 x/menit, S; 36,80C, 19
PROFESI, Volume 12, Nomor 2, Maret 2015 ekspresi wajah pasien menahan nyeri, terdapat luka episiotomy dengan jumlah jahitan 5. Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x24 jam nyeri pasien berkurang atau hilang, dengan kriteria hasil; nyeri berkurang atau hilang dengan skala nyeri 0-1, KU baik, TD: 110-140 mmHg/60-90 mmHg, N: 60-100 x/menit, RR: 16-24 x/menit, S: 36-370C,ekspresi wajah pasien rileks. Rencana tindakan: kaji karakteristik nyeri, kaji KU dan TTV pasien, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, ajarkan teknik relaksasi distraksi, berikan posisi yang nyaman, motivasi jika nyeri muncul untuk menggunakan teknik relaksasi nafas dalam, laksanakan advis dokter dalam pemberian analgesik. Diagnosa Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian ASI. Data subjektif: pasien mengatakan ASI belum keluar. Data objektif: payudara teraba tegang dan hangat, ASI terlihat belum keluar, pasien belum menyusui bayinya karena bayinya dirawat di NICU. Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam ASI dapat keluar dengan lancar, dengan kriteria hasil:ASI dapat keluar dengan lancar, payudara tidak tegang dan tidak hangat. Rencana tindakan: kaji apakah ASI sudah keluar atau belum, lakukan kompres hangat pada payudara, lakukan breast care, lakukan pendidikan kesehatan tentang teknik menyusui yang baik, anjurkan pasien untuk melakukan breast care sendiri. Diagnosa Risiko infeksiberhubungan dengan pertahanan primer yang tidak adekuat. Data subjektif: pasien mengatakan tidak tahu tentang cara perawatan luka jahit. Data objektif: terdapat luka episiotomy dengan jumlah jahitan 5, keadaan luka kotor dan basah, pasien terlihat bedrest di tempat tidur. Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam tidak terjadi infeksi, dengan kriteria hasil: keadaan luka bersih dan kering, leukosit 5000-10.000 uL, TD; 110140 mmHg/60-90 mmHg, N; 60-100 x/menit, RR; 16-24 x/menit, S; 36-370C, tidak terdapat tanda–tandainfeksi, pasien tahu tentang cara perawatan luka, mobilisasi pasien baik. Rencana tindakan: kaji tanda-tanda infeksi, lakukan vulva hygiens,lakukan mobilisasi post-partum,kaji keadaan luka, anjurkan pasien untuk menjaga luka agar tetap bersih dan kering, laksanakan advis dok-ter dalam pemberian injeksi antibiotik. Implementasi untuk diagnosa ke-1: nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan (episiotomy). Penulis melakukan pengkajian
karakteristik nyeri dan KU serta TTV pasien, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, memberikan posisi yang nyaman yaitu semi fowler, menganjurkan pasien jika nyeri muncul untuk menggunakan teknik relaksasi nafas dalam, serta melaksanakan advis dokter dalam pemberian analgesik. Implementasi untuk diagnosa ke-2 dengan ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian ASI penulis melakukan pengkajian apakah ASI sudah keluar atau belum, melakukan kompres hangat pada payudara, dan melakukan breast care, pendidikan kesehatan tentang teknik menyusui yang baik, serta menganjurkan pasien untuk melakukan breast care sendiri dirumah. Implementasi untuk diagnosa ke-3: risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan penulis melakukan pengkajian tanda-tanda infeksi, melakukan vulva hygiens, dan mobilisasi post-partum, mengkaji keadaan luka, menganjurkan pasien untuk menjaga luka agar tetap berih dan kering, serta melakukan advis dokter dalam pemberian injeksi antibiotik. Evaluasi pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (insisi pembedahan). subjektif: pasien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 2. Objektif: KU; baik, TD; 110/80 mmHg, N; 86 x/menit, RR; 24 x/menit,S; 36,50C, pasien terlihat lebih rileks. Analisa: masalah keperawatan teratasi. Rencana intervensi dipertahankan: anjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam bila nyeri muncul. Evaluasi diagnosa ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian ASI.Subjektif:pasien mengatakan ASI sudah keluar lebih banyak. Objektif: ASI terlihat keluar dengan lancar, payudara teraba hangat dan tidak tegang. Analisa: masalah keperawatan teratasi. Rencana intervensi dipertahankan: anjurkan pasien untuk melakukan kompres hangat pada payudara, anjurkan pasien untuk melakukan breast care sendiri dirumah,anjurkan pasien untuk mengkonsumsi daun katuk. Evaluasi diagnosa Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer yang tidak adekuat. Subjektif: tidak ada. Objektif: mobilisasi pasien baik (dapat ke kamar mandi sendiri), keadaan luka bersih dan kering, akral teraba dingin, S:36,50C. Analisa: masalah keperawatan teratasi. Rencana intervensi dipertahankan: anjur-
20
PROFESI, Volume 12, Nomor 2, Maret 2015 kan pasien untuk tetap menjaga agar lukanya tetap bersih dan kering.
Pada intervensi, dalam menyusun intervensi sudah sesuai dengan teori tetapi ada beberapa yang kurang sesuai dengan teorinya Doenges (2001). Adapun intervensi yang penulis susun adalah diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (insisi pembedahan). Data subjektif: pasien mengatakan nyeri pada perineum, karena luka jahit dengan skala 5, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri dirasakan hilang timbul dengan durasi 10 detik. Data objektif: KU pasien; sedang, TD; 110/80 mmHg, N; 84 x/menit, RR; 22 x/menit, S; 36,80C, ekspresi wajah pasien menahan nyeri, terdapat luka episiotomy dengan jumlah jahitan 5. Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam nyeri pasien berkurang atau hilang, dengan kriteria hasil; nyeri berkurang atau hilang dengan skala nyeri 0-1, KU baik, TD: 110-140 mmHg/60-90 mmHg,N: 60-100 x/menit, RR: 1624 x/menit, S: 36-370C, 3. Ekspresi wajah pasien rileks. Rencana tindakan: kaji karakteristik nyeri, kaji KU dan TTV pasien, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, ajarkan teknik relaksasi distraksi, berikan posisi yang nyaman, motivasi jika nyeri muncul untuk menggunakan teknik relaksasi nafas dalam, laksanakan advis dokter dalam pemberian analgesik. Ketidakefektifan pemberian ASIberhubungandengan diskontinuitas pemberian ASI. Data subjektif: pasien mengatakan ASI belum keluar. Data objektif: payudara teraba tegang dan hangat, ASI terlihat belum keluar, pasien belum menyusui bayinya karena bayinya dirawat di NICU. Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam ASI dapat keluar dengan lancar, dengan kriteria hasil: ASI dapat keluar dengan lancar, payudara tidak tegang dan tidak hangat. Rencana tindakan: kaji apakah ASI sudah keluar atau belum, lakukan kompres hangat pada payudara, lakukan breast care, lakukan pendidikan kesehatan tentang teknik menyusui yang baik, anjurkan pasien untuk melakukan breast care sendiri. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer yang tidak adekuat. Data subjektif: pasien mengatakan tidak tahu tentang cara perawatan luka jahit. Data objektif: terdapat luka episiotomy dengan jumlah jahitan 5, keadaan luka kotor dan basah, pasien terlihat bedrest di tempat tidur. Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam tidak terjadi infeksi, dengan kriteria hasil: keadaan luka bersih dan kering, leukosit 5000-10.000 uL, TD; 110-140
Pembahasan Pada pengkajian, menurut Sulistyawati (2009) fokus pengkajian pada ibu post-partum didapatkan data pada payudara, abdomen, dan genetalia. Dari data yang ditemukan penulis saat melakukan pengkajian sudah sesuai menurut teori, namun ada beberapa data yang belum didapatkan penulis yaitu pengukuran DRA. Penulis dalam memberikan asuhan keperawatan, melakukan berbagai tahapan dimulai dari tahap pengkajian penulis melakukan proses pengumpulan data mengenai klien dan keluarga klien. Data yang ditemukan pada Ny. L berupa data subjektif: pada tanggal 27 Februari 2014, pasien mengatakan nyeri pada perineum, karena luka jahit dengan skala 5, nyeri seperti tertusuktusuk, nyeri dirasakan hilang timbul dengan durasi 10 detik, pasien mengatakan ASI belum keluar. Pada tanggal 28 Februari 2014 pasien mengatakan tidak tahu tentang cara perawatan luka jahit. Dan data objektif: pada tanggal 27 Februari 2014, KU pasien; sedang, TD; 110/80 mmHg, R; 22 x/menit, N; 84 x/menit, S; 36,80C, ekspresi wajah pasien terlihat menahan nyeri, payudara teraba hangat dan tegang, ASI terlihat belum keluar, pasien belum menyusui bayinya karena bayinya dirawat di NICU, terdapat luka episiotomy dengan jumlah jahitan 5, keadaan luka kotor dan basah, pasien terlihat bedrest di tempat tidur, pasien mendapatkan terapi obat: antalgin 500 mg/8jam, cefotaxim 1000 mg/12 jam. Pada tanggal 28 Februari 2014: TD; 110/80 mmHg, N; 86 x/menit, S; 37,20C, RR; 24 x/menit, leukosit; 22.200 uL, pasien terlihat bedrest di tempat tidur, akral teraba hangat, keadaan luka kotor dan lembab. Diagnosa Keperawatan, berdasarkan datadata yang diperoleh saat pengkajian, maka penulis menegakkan 3 diagnosa keperawatan: nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (insisi pembedahan). Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian ASI. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer yang tidak adekuat. Dari teori dan diagnosa keperawatan yang didapatkan dari pasien, penulistidak mengangkat semua diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien postpartum dengan indikasi ketuban pecah dini, karena tanda dan gejala pada diagnosa tersebut tidak penulis temukan pada pasien. 21
PROFESI, Volume 12, Nomor 2, Maret 2015 mmHg/60-90 mmHg, N; 60-100 x/menit, RR; 16-24 x/menit, S; 36-370C, tidak terdapat tandatanda infeksi, pasien tahu tentang cara perawatan luka, mobilisasi pasien baik. Rencana tindakan: kaji tanda-tanda infeksi, lakukan vulva hygiens, lakukan mobilisasi post-partum,kaji keadaan luka, anjurkan pasien untuk menjaga luka agar tetap bersih dan kering, laksanakan advis dokter dalam pemberian injeksi antibiotik. Pada tahap implementasi penulis melaksanakan implementasi selama 3x 24 jam sesuai rencana tindakan yang telah ditetapkan kepada pasien dengan melibatkan keluarga klien dan tim kesehatan lain agar hasil upaya yang telah dilaksanakan dapat maksimal dan sesuai standart operasional prosedure. Implementasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan (episiotomy) penulis melakukan pengkajian karakteristik nyeri dan KU serta TTV pasien, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, memberikan posisi yang nyaman yaitu semi fowler, menganjurkan pasien jika nyeri muncul untuk menggunakan teknik relaksasi nafas dalam, serta melaksanakan advis dokter dalam pemberian analgesik. Implementasi untuk diagnosaketidak-efektifan pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian ASI penulis melakukan pengkajian apakah ASI sudah keluar atau belum, melakukan kompres hangat pada payudara, dan melakukan breast care, pendidikan kesehatan tentang teknik menyusui yang baik, serta menganjurkan pasien untuk melakukan breast care sendiri dirumah. Implementasi untuk diagnosarisiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan penulis melakukan pengkajian tanda-tanda infeksi, melakukan vulva hygiens, dan mobilisasi post-partum, mengkaji keadaan luka, menganjurkan pasien untuk menjaga luka agar tetap bersih dan kering, serta melakukan advis dokter dalam pemberian injeksi antibiotik. Dari evaluasi yang telah dilakukan pada Ny. L didapatkan hasil untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (insisi pembedahan). subjektif: pasien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 2. Objektif: KU; baik, TD; 110/80 mmHg, N; 86 x/menit, RR; 24 x/menit,S; 36,50C, pasien terlihat lebih rileks. Analisa: masalah keperawatan teratasi. Rencana intervensi dipertahankan: anjurkan pasien untuk
melakukan teknik relaksasi nafas dalam bila nyeri muncul. Diagnosa ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian ASI.Subjektif:pasien mengatakan ASI sudah keluar lebih banyak. Objektif: ASI terlihat keluar dengan lancar, payudara teraba hangat dan tidak tegang. Analisa: masalah keperawatan teratasi. Rencana intervensi dipertahankan: anjurkan pasien untuk melakukan kompres hangat pada payudara, anjurkan pasien untuk melakukan breast care sendiri dirumah,anjurkan pasien untuk mengkonsumsi daun katuk. Diagnosa Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer yang tidak adekuat. Subjektif: tidak ada. Objektif: mobilisasi pasien baik (dapat ke kamar mandi sendiri), keadaan luka bersih dan kering, akral teraba dingin, S:36,50C. Analisa: masalah keperawatan teratasi. Rencana intervensi dipertahankan: anjurkan pasien untuk tetap menjaga agar lukanya tetap bersih dan kering. SIMPULAN 1. Dirumuskan 3 diagnosa keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (episiotomy), ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian ASI, dan risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan. 2. Tahap perencanaan, penulis merumuskan semua masalah kesehatan pasien yang terdiri dari beberapa komponen, yaitu prioritas masalah, kriteria hasil, dan rencana tindakan. Prioritas masalah sesuai dengan hirarki Maslow, tujuan/kriteria hasil disesuaikan dengan rumusan SMART dan intervensi sesuai dengan rumusan ONEC. 3. Tahap implementasi, penulis melaksanakan implementasi selama 3 x 24 jam sesuai rencana tindakan yang telah ditetapkan kepada pasien dengan melibatkan keluarga klien dan tim kesehatan lain agar hasil upaya yang telah dilaksanakan dapat maksimal dan sesuai standart operasional prosedure. 4. Tahap evaluasi, pada tahap ini penulis membandingan data kriteria hasil dengan data evaluasi subjektif dan objektif agar dapat menilai tindakan keperawatan yang dilakukan penulis,apakah masalah teratasi, teratasi sebagian atau tidak teratasi. Dari evaluasi yang telah dilakukan pada Ny. L didapatkan hasil untuk diagnosa ke-1 masalah keperawatan teratasi denganmempertahankan inter-
22
PROFESI, Volume 12, Nomor 2, Maret 2015 vensi yaitu: anjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam bila nyeri muncul. Selanjutnya untuk diagnosa ke-2 masalah keperawatan teratasi dengan mempertahankanintervensi: anjurkan pasien untuk melakukan kompres hangat pada payudara, anjurkan pasien untuk melakukan breast care sendiri dirumah, anjurkan pasien untuk mengkonsumsi daun katuk. Dan terakhir untuk diagnosa ke-3 masalah keperawatan teratasi dengan mempertahankan intervensi: anjurkan pasien untuk tetap menjaga agar lukanya tetap bersih dan kering.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta. Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika: Jakarta. Norwitz, et al. 2007. Obstetri dan Ginekologi edisi 2. Erlangga: Jakarta. Nugroho, Taufan. 2012. Obsgyn: Obstetri dan Ginekologi. Nuha Medika: Yogyakarta. Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Andi: Yogyakarta:
REFERENSI Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal Bayi: Pedoman Untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien. EGC: Jakarta.
23