KAJIAN ASPEK MEDIASCAPES TERHADAP FANDOM HEY! SAY! JUMP DI MANCANEGARA Endrizka Rachmadienia Program Studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia Jl. Margonda Raya, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini membahas meluasnya fandom Hey! Say! JUMP di mancanegara melalui aspek mediascapes yang merupakan salah satu dari lima ruang pergerakan globalisasi dalam teori yang dikemukakan oleh Arjun Appadurai. Penelitian ini disusun menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pungumpulan data sekunder serta penalaran deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fandom Hey! Say! JUMP meluas melalui imaji-imaji yang ditampilkan melalui berbagai media. Khususnya bagi penggemar di macanegara, media yang paling berperan adalah internet.
STUDY OF MEDIASCAPES ASPECT ON HEY! SAY! JUMP FANDOM IN FOREIGN COUNTRIES Abstract This research studies the spread of Hey! Say! JUMP fandom through mediascapes, which is one of the five dimensions of global cultural flows in Arjun Appadurai’s theory of globalization. This research was made using qualitative research method with secondary data collecting and deductive reasoning. Study results shows that the Hey! Say! JUMP fandom has spread through images given through various media. Especially for fans in foreign countries, the media that has the biggest role is internet. Keywords: fandom, image, Hey! Say! JUMP, media, mediascapes
Pendahuluan Budaya populer merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk mendefinisikan budaya yang banyak digemari atau disukai oleh banyak orang; budaya massal (budaya yang hadir sebagai hasil dari perilaku komersil serta diproduksi untuk konsumsi massal); budaya yang berasal dari masyarakat itu sendiri. (Storey, 2001: 5-14). Dalam「『ポップカルチャーの文化外交におけ
Kajian aspek..., Endrizka Rachmadienia, FIB UI 2014
る活用』に関する報告1」atau Laporan Terkait Praktik Diplomasi Budaya Pop Culture (2006), Divisi Ahli Budaya Populer yang dibentuk oleh Menteri Luar Negeri Jepang mendefinisikan budaya populer sebagai: ”ippan shimin ni yoru nichijou no katsudou de seiritsu shiteiru bunka” atau jika diterjemahkan berarti budaya yang terbentuk dari kegiatan keseharian masyarakat. Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa contoh budaya populer di Jepang antara lain adalah anime, manga, game, serta J-Pop. Budaya populer Jepang telah mampu menarik perhatian mancanegara. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya konten dari Jepang yang masuk ke negara-negara seperti Amerika Serikat, Taiwan, serta Indonesia. Meski hingga saat ini musik Jepang dapat dikatakan belum mencapai tingkat popularitas ataupun menarik perhatian sebesar anime atau manga dalam lingkup global, kehadirannya sudah terlihat di berbagai belahan dunia. Hey! Say! JUMP
merupakan sebuah grup idola berbasis di Tokyo, Jepang, yang
bernaung di bawah Johnny’s & Associates2. Nama Hey! Say! JUMP3 digunakan karena semua anggota yang ada di dalamnya terlahir pada tahun Heisei4 (cara pengucapan ‘Hey! Say!’ dan ‘Heisei’ sama) dan JUMP merupakan singkatan dari Johhny’s Ultra Music Power. HSJ memiliki 2 sub-group, yaitu Hey! Say! BEST (BEST merupakan singkatan dari Boys Excellent Select Team) yang tediri dari 5 anggota yang berusia lebih tua dalam HSJ, serta Hey! Say! 7 yang terdiri atas anggota-anggota yang berusia lebih muda. Pembentukan grup ini diumumkan pada tanggal 24 September 2007 dalam konser Johnny’s Junior yang diadakan di Yokohama Arena. Pada awalnya pembentukan grup ini cukup menggegerkan fandom Junior5. Anggota HSJ pada masa terbentuknya terdiri dari 10 orang, yaitu Kota Yabu, Hikaru Yaotome, Kei Inoo, Yuuya Takaki, Daiki Arioka, Keito Okamoto, Ryosuke Yamada, Yuto Nakajima, Yuri Chinen, serta Ryutaro 1 Dibaca ‘[poppu karuchaa no bunka gaikou ni okeru katsuyou] ni kansuru houkoku’ ([Pop Culture no Bunka Gaikou ni Okeru Katsuyou] ni Kansuru Houkoku). 2 Johnny’s & Associates (dalam bahasa Jepang dikenal sebagai Jyaniizu Jimusho atau Jyaniizu), merupakan sebuah agen pencari bakat pria yang didirikan oleh Johnny Kitagawa pada tahun 1963. (www.jameworld.com/us/articles-7011-johnny-associates-inc-.html). Selanjutnya dalam skripsi akan ditulis sebagai Johnny’s. 3 Selanjutnya dalam skripsi akan ditulis sebagai HSJ 4 Ketika seorang Kaisar baru naik tahta, maka ia akan memutuskan nama era yang baru sebagai penunjuk masa kekuasaannya. Tahun Heisei dimulai sejak tanggal 8 Januari 1989, dan masih berlangsung hingga sekarang. (Frederic, Louis. Japan Encyclopedia, 2002: 702) 5 Beberapa anggota HSJ “diambil” dari anggota 2 grup Junior (grup yang masih dalam masa pelatihan) terkenal, yaitu Ya-ya-yah dan J.J Express. Kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Johhny’s hingga saat sebelum pengumuman pembentukan HSJ mengarah pada debut grup Ya-ya-yah, namun dengan dibentuknya HSJ, hal tersebut tidak terwujud.
Kajian aspek..., Endrizka Rachmadienia, FIB UI 2014
Morimoto. Kini, HSJ hanya beranggotakan 9 orang karena anggota termuda, Ryutaro Morimoto, keluar pada tanggal 3 Januari 2012. Konsep idola dalam industri musik Jepang baru benar-benar mendapat perhatian pada sekitar tahun 1980-an sebagai konsep yang menggabungkan kepribadian, imaji, musik serta komersialisme. Atribut seorang idola bukalah hasil rekaman lagu maupun penampilan dalam gedung konser, melainkan kehadirannya di dalam media sebagai aktor, model, host, dan lain sebagainya (Stevens, 2008: 49-50) , dan sama seperti grup idola pria lainnya di Jepang, anggota HSJ dituntut untuk menjadi multi-talenta agar dapat tampil lebih banyak di hadapan media massa. Selain harus bisa menyanyi dan menari, mereka sebagai seorang entertainer juga tampil di dalam serial televisi, variety show 6 , memiliki radio show 7 , dan sebagainya. Sejak masa terbentuknya, HSJ telah mengeluarkan 3 buah album lagu, 13 lagu single, serta 7 DVD konser. Album serta single HSJ telah beberapa kali menduduki posisi 1 dalam Oricon Chart8 mingguan (www.tokyohive.com/article/2014/01/hey-say-jumps-11th-single-tops-oricon-weekly-chart). HSJ juga sudah mengadakan sekitar 18 tur dan konser dalam kurun waktu 7 tahun sejak terbentuk. Perkembangan HSJ sebagi entertainer dan grup idola tersebut tidak mungkin mereka capai tanpa dukungan dari para penggemar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 266), penggemar didefinisikan sebagai “orang yang menggemari (kesenian, permainan, dan sebagainya)”. Penggemar merupakan kata Bahasa Indonesia yang digunakan untuk menerjemahkan kata fan, yang berarti seseorang yang mencurahkan diri kepada kegiatan tertentu, performer dan sebagainya, serta merupakan sebuah singkatan dari kata fanatic, “person obsessively devoted to a belief, activity, etc” yang berarti seseorang yang mencurahkan diri secara obsesif terhadap suatu kepercayaan, kegiatan dan sebagainya (The Oxford Dictionary of Current English Revised, Second Edition, 1996: 312). Kata fan cenderung diartikan sebagai seseorang yang menyukai sesuatu hingga taraf obsesi, tergilagila, dan seringkali dianggap aneh di dalam masyarakat (Jenkins, 1992: 12). 6 Variety show merupakan hiburan teatrikal yang terdiri dari pertujukan-pertunjukan terpisah yang diadakan secara beriringan (nyanyian, tarian, pertunjukan komedi, akrobat, sketsa pendek dramatis) (Webster’s Third New International Dictionary Of the English Language Unabridged, 1993: 2534) 7 Gabungan dari kata radio, “transmission and reception of sound messages etc. by electromagnetic waves of radio frequency”, serta show, ”public entertainment or performance” (The Oxford Dictionary of Current English Revised, Second Edition, 1996: 740, 844), sehingga dapat diartikan sebagai hiburan publik yang disiarkan melalui penyiaran pesan-pesan suara melalui gelombang elektromagnetik frekuensi radio. 8 Daftar kedudukan lagu atau musik yang dikelola oleh Oricon Inc., sebuah perusahaan yang menyediakan statistik serta informasi terkait musik serta industri musik di Jepang. (日本音楽スタジオ協会. www.japr.or.jp)
Kajian aspek..., Endrizka Rachmadienia, FIB UI 2014
Seorang penggemar biasanya mencari orang-orang yang memiliki rasa suka terhadap hal yang sama dengannya. Melalui berbagai media, biasanya seorang penggemar kemudian akan menemukan komunitas dan menjadi bagian dari fandom. Fandom merupakan sebuah istilah yang terbentuk dari kata fan yang kemudian diberi akhiran –dom yang membentuk kata benda yang menunjuk pada 1) kondisi; 2) kedudukan, daerah kekuasaan; 3) kelas orang-orang (atau perilaku yang berhubungan dan sebagainya) yang dipandang secara kolektif (The Oxford Dictionary of Current English Revised, Second Edition, 1996: 256). Fandom juga dapat diartikan sebagai seluruh penggemar (misalkan penggemar sebuah olahraga) (Webster’s Third New International Dictionary Of the English Language Unabridged, 1993: 822). Sebelum ada internet, menjadi seorang penggemar berarti seseorang perlu berinteraksi secara fisik; fandom menyebar melalui hubungan personal, dan seringkali perorangan. Batasbatas geografis menjadi sebuah permasalahan, sehingga fandom biasanya bersifat lokal, dan memiliki perbedaan tergantung wilayah tempat terbentuknya. Penggemar HSJ sebagian besar terdiri dari mereka yang berada dalam usia remaja dan biasanya perempuan. Basis terbesar para penggemar HSJ adalah di Jepang, akan tetapi penggemar juga tersebar di mancanegara (antara lain Taiwan, Amerika Serikat, Filipina, dan Indonesia). Para penggemar (khususnya mereka yang berada di mancanegara) kini biasa memanfaatkan internet untuk menemukan komunitas sehingga mereka bisa berinteraksi, berkomunikasi, serta mengeksplorasi fandom mereka Salah satu ruang yang paling banyak digunakan oleh para penggemar HSJ untuk melangsungkan kegiatan fandom adalah situs bernama livejournal.com, situs yang dibentuk sebagai sebuah wadah untuk membentuk komunitas yang mengaburkan garis antara blogging dan jejaring sosial (LiveJournal Inc., 2009). Di situs tersebut, seseorang tidak hanya dapat menciptakan journal9 pribadi yang dapat mereka rancang serta membaharui sendiri, tetapi juga dapat bergabung di journal komunitas dan menjadikan journal tersebut sebagai tempat berkumpul untuk berdiskusi serta berbagi informasi mengenai hal-hal yang mereka gemari. Komunitas-komunitas fandom HSJ yang ada di LiveJournal dimanfaatkan oleh para penggemar tidak hanya sebagai tempat untuk saling berkomunikasi dan berinteraksi atas dasar kesukaan yang sama terhadap HSJ saja, namun juga sebagai sarana untuk saling berbagi konten media. Konten media yang saling dibagikan oleh para penggemar di komunitas-komunitas 9 Laman yang fungsinya kurang lebih sama dengan sebuah blog; disebut journal, sesuai dengan nama situs LiveJournal itu sendiri.
Kajian aspek..., Endrizka Rachmadienia, FIB UI 2014
LiveJournal tidak terbatas pada konten media resmi dari industri hiburan saja, namun juga konten media yang merupakan hasil karya penggemar itu sendiri. Konten media hasil karya penggemar itu sendiri dapat berupa, fansubbing10, fanfiction11, alih bahasa dari artikel dalam media cetak dan sebagainya. Kegiatan yang dilakukan oleh para penggemar ini menunjukkan bahwa seseorang tidak hanya sekadar menikmati konten media saja, namun juga menciptakan suatu karya (bisa berupa suatu karya orisinal maupun hanya menyesuaikan isi dari konten media yang sudah ada) untuk dikonsumsi oleh orang lain. Sebelum kehadiran internet, kegiatan seperti ini sebenarnya sudah ada (seperti adanya majalah yang dicetak dari dan untuk penggemar, menggambar sesuatu yang berkaitan dengan hal atau orang yang digemari, membuat kliping majalah, dan sebagainya), akan tetapi dulu cenderung dilakukan sebagai bentuk penyaluran ide kreatif serta kepuasan pribadi semata karena keterbatasan media untuk berbagi karya tersebut kepada orang lain. Kegiatan ini dikenal dengan istilah participatory culture (budaya partisipatif), atau suatu budaya yang keterlibatan masyarakatnya tinggi dalam penciptaan konten media, suatu budaya di mana masyarakat mengarsip, membubuhi catatan, menyesuaikan, serta melakukan sirkulasi ulang konten media dengan berbagai cara. (Jenkins, 2009: xi, 8) Dengan perkembangan teknologi dan media baru yang didukung budaya partisipatif, semakin berkurang batas-batas yang dulu menghambat penggemar untuk menikmati konten media dari artis yang mereka sukai seperti masalah terkait bahasa yang berbeda, kesulitan memperleh konten, dan sebagainya.
Dengan menghilangnya batas-batas tersebut, sirkulasi
konten media pun menjadi lebih cepat. Hal ini kemudian membantu mempercepat peyebaran budaya dari satu negara ke negara lainnya, dalam kata lain, membantu mempercepat arus globalisasi budaya. Berdasarkan paparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait fandom HSJ di mancanegara yang dilihat dari aspek mediascapes yang dikemukakan oleh Arjun Appadurai serta menunjukkan hasil kajian aspek mediascapes terhadap fandom Hey! Say! JUMP di mancanegara. 10 Gabungan dari kata fan dan subtitling, dari kata dasar subtitle yang berarti “caption on a film etc., esp. translating dialogue” (The Oxford Dictionary of Current English Revised, Second Edition, 1996: 910), sehingga dapat diartikan sebagai membubuhkan teks hasil terjemahan penggemar dari bahasa asli yang digunakan dalam film dan sebagainya. 11 Gabungan dari kata fan, dan fiction, “non-factual literature, esp. novels” (The Oxford Dictionary of Current English Revised, Second Edition, 1996: 320), sehingga dapat diartikan sebagai karya tulis fiksi yang ditulis oleh penggemar dengan menggunakan latar cerita atau tokoh dari hal yang digemarinya.
Kajian aspek..., Endrizka Rachmadienia, FIB UI 2014
Tinjauan Teoritis Appadurai membagi globalisasi menjadi 5 ruang pergerakan (scapes), yaitu sebagai berikut. 1. Ethnoscapes: ruang pergerakan manusia yang membentuk dunia manusia hidup yang terus berubah, termasuk turis, imigran, pengungsi dan pebisnis yang melintasi batas negara. 2. Finanscapes: ruang pergerakan spekulasi mata uang serta arus modal, atau bisa dikatakan sebagai ruang pergerakan uang yang terjadi berkat pasar uang, tukar-menukar saham dan obligasi, serta pasar komoditas yang semakin terbuka. 3. Technoscapes: ruang pergerakan konfigurasi teknologi yang bergerak dengan kecepatan tinggi melampaui batas-batas yang sebelumnya tidak dapat ditembus. 4. Ideoscapes: ruang pergerakan ideologi serta citra politik yang mendunia. 5. Mediascapes: ruang pergerakan imaji dan informasi melalui berbagai media seperti internet, televisi, surat kabar, majalah, dan sebagainya. Akhiran –scapes menunjuk kepada suatu bentuk yang tidak tetap atau berubah-ubah dari kelima ruang pergerakan tersebut, juga mengindikasikan bahwa ruang-ruang tersebut bukanlah hubungan yang diberikan secara objektif yang terlihat sama dari sudut pandang manapun, tetapi justru merupakan gagasan-gagasan yang memiliki perspektif yang dalam, yang timbul dari situasi historis, linguistik serta politis dari berbagai pihak (termasuk kelompok-kelompok seperti desa, rukun tetangga dan keluarga). (Appadurai, 1996: 33-43) Mediascapes, yang menurut Appadurai merupakan ruang gerak informasi melalui media, dinyatakan sebagai kemampuan distribusi elektronik untuk menghasilkan dan menyebarluaskan informasi serta sebagai imaji dunia yang diciptakan oleh media. Appadurai kemudian menjelaskan bahwa imaji-imaji tersebut melibatkan banyak infleksi yang rumit, tergantung pada cara (dokumenter atau hiburan), perangkat (elektronik atau non-elektronik), penonton atau masyarakat yang mengonsumsi imaji melalui media tersebut (lokal, nasional, atau internasional), serta kepentingan dari mereka yang memiliki dan mengontrolnya. Hal terpenting dari mediascapes adalah bahwa mereka menyediakan imaji-imaji, cerita dan ethnoscapes dalam skala besar dan rumit kepada mereka yang menikmatinya di seluruh dunia, sehingga dunia komoditas dan dunia berita serta politik saling bercampur. Ini berarti bahwa masyarakat di berbagai belahan
Kajian aspek..., Endrizka Rachmadienia, FIB UI 2014
dunia menikmati media itu sendiri dalam wujud cetakan, layar elektronik dan sebagainya yang rumit dan saling berhubungan.
Garis-garis antara dunia nyata dan fiksi yang mereka lihat
menjadi pudar, sehingga semakin jauh penonton dari pengalaman langsung dalam dunia metropolitan, semakin mungkin mereka menciptakan imagined worlds (dunia pencitraan) di mana mereka menikmati hal-hal yang bersifat imajiner, estetis, bahkan objek fantasi (khayalan), khususnya jika mereka menilainya melalui kriteria sudut pandang lain atau dunia pencitraan lain. (Appadurai, 1996: 35) Mediascapes pada umumnya berpusat pada imaji atau penjelasan naratif dari potonganpotongan yang ada di dalam dunia nyata. Hal ini kemudian digunakan oleh masyarakat yang melihatnya untuk menciptakan gambarannya sendiri mengenai kehidupan yang berlangsung di suatu tempat (Appadurai, 1996: 35-36). Appadurai mengatakan bahwa karena perubahan yang relatif baru akibat perubahan teknologi, imajinasi telah menjadi fakta sosial, dan hal tersebut mengantar kita kepada “plurality of imagined worlds” (pluralitas dunia pencitraan). Ia berpendapat bahwa imajinasi telah menjadi bagian dari kehidupan keseharian biasa dari orangorang biasa, bukannya tempat khusus untuk mereka yang memiliki hak lebih serta berkuasa. Masyarakat mampu mengimajinasikan diri mereka di dalam situasi serta tempat yang berbeda berkat peningkatan migrasi serta teknologi yang mengirimkan imaji gaya hidup yang ada di tempat lain. Ia menekankan bahwa gaya hidup serta tempat-tempat tersebut bukanlah sebuah fantasi, tetapi diimajinasikan secara lebih tepat dibandingkan difantasikan. Mediascapes yang dapat diakses oleh seseorang menstimulasi agen dan imajinasi, secara langsung memengaruhi cara seseorang bereaksi terhadap kejadian di luar komunitasnya (Appadurai, 1996 dalam Powell dan Steel, 2011: 76). Hal yang terlihat digambarkan dalam suatu imaji tergantung dari sudut yang telah ditentukan oleh produsen imaji tersebut serta kepentingan yang dimiliki oleh mereka yang melihatnya. Imajinasi dilakukan secara individu, akan tetapi masyarakat juga saling berbagi imajinasi secara kolektif yang kemudian menciptakan realita sosial baru.
Ketika produk yang diciptakan oleh produsen imaji disebarluaskan, masyarakat
yang menjadi target penonton produk tersebut akan memberikan persepsi pribadi terlebih dahulu, dan di kemudian hari persepsi-persepsi individu ini saling menyatu menjadi imajinasi kolektif ketika masing-masing penonton membicarakan imaji yang mereka lihat dari produk tersebut kepada individu lain. Kehadiran media elektronik baru seperti internet menciptakan ruang baru untuk membentuk komunitas. Komunitas-komunitas tersebut sudah tidak lagi terhalangi oleh
Kajian aspek..., Endrizka Rachmadienia, FIB UI 2014
batas-batas seperti batas geografis ataupun linguistik, dan pergerakannya tidak terbatasi oleh ruang maupun waktu. Mediascapes yang merupakan kemampuan distribusi elektronik untuk menghasilkan dan menyebarluaskan informasi serta imaji dunia yang diciptakan oleh media tersebut digunakan oleh berbagi macam pihak untuk menyebarkan imaji tentang hal yang dapat membantu kepentingan mereka masing-masing.
Di dalam dunia hiburan pun, aspek mediascapes berperan dalam
pembentukan imaji yang dimiliki (atau diharapkan dimiliki) oleh seorang selebriti. . Berdasarkan penelitian Aoyagi (1999), idola pop Jepang sebagai pribadi muda yang dipromosikan oleh media menampilkan imaji mereka melalui berbagai media seperti acara televisi dan majalah. Imaji seorang idola bergerak melalui ruang mediascapes yang kemudian dikonsumsi oleh para penggemarnya. Imaji idola yang disiapkan oleh produsen dan diterima oleh penonton sebagai konsumen utamanya menentukan bagaimana seorang idola dipandang oleh masyarakat. Selain itu, jenis media serta pemanfaatan media tersebut juga sangat lah penting dalam menyebarkan popularitas sorang idola Idola pop Jepang yang ditampilkan melalui berbagai macam media pada dasarnya ditampilkan sedemikian rupa oleh pihak yang memproduksi mereka sehingga mereka cukup luar biasa untuk menjadi gambaran ideal seorang remaja pria atau wanita, tetapi cukup ‘biasa-biasa saja’ agar mereka yang melihat sosok dalam media tersebut dapat merasakan suatu bentuk ‘keakraban’. Para idola juga digambarkan sebagai sosok yang kawaii atau bisa dikatakan sebagai cute (imut). Selain itu, Pradhan (2010) juga menyatakan dalam penelitiannya bahwa penggemar idola-idola Johnny’s menyukai idola mereka karena sosok idola mereka yang dapat mereka relasikan dengan diri mereka sendiri sebagai seorang manusia yang memiliki kekurangan, dan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hidup yang sama dengan para penggemarnya, sehingga mereka tumbuh dan berkembang bersama. Meski pada akhirnya imaji yang terbentuk secara kolektif dalam masyarakat mengenai idola yang mereka lihat melalui media terpengaruhi oleh subjektivitas masing-masing individu, peran terbesar dalam pembentukan imaji tersebut dipegang oleh para produsen. Mereka lah yang memberikan imaji utama yang ingin ditampilkan dalam media yang menyebarluaskan imaji dan informasi yang nantinya akan diterima oleh masyarakat luas, siapapun sasaran penonton yang mereka harapkan. Tanpa imaji yang telah direncanakan dan ditentukan terlebih dahulu oleh para produsen, imaji yang disebarluaskan dapat saja menjadi tidak konsisten sehingga penonton pun
Kajian aspek..., Endrizka Rachmadienia, FIB UI 2014
akan kesulitan membentuk imaji yang diharapkan oleh produsen dapat terbentuk dalam ruang imajiner masing-masing penonton. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini diambil karena penelitian ini bermaksud untuk memahami fenomena sosial yang terjadi melalui gambaran yang menyeluruh. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan data sekunder berupa studi kepustakaan. Penulis mengambil data dari buku-buku ilmiah, jurnal, ebook, serta situs-situs internet yang berkaitan dengan masalah penelitian. Penelitian ini menggunakan penalaran deduktif, yang berarti penulis mendasarkan penelitian pada pengetahuan sebelumnya yang bersifat umum serta menyimpulkan pengetahuan baru yang bersifat khusus. Penelitian berangkat dari teori kemudian menggunakannya untuk menganalisa data hingga kemudian ditemukan kesimpulannya (Hasibuan, 2007: 10). Peneliti menggunakan metode deskripsi analisis dalam menganalisis dan menjelaskan data yang ditemukan pada kasus yang diteliti secara sistematis dan faktual. Peneliti menggunakan teori globalisasi Appadurai (1996) untuk menganalisa data yang ada secara kualitatif, kemudian membuat kesimpulan berdasarkan data dan permasalahan penelitian. Hasil Penelitian dan Pembahasan Idola pop adalah pribadi muda yang dipromosikan oleh media. Mereka menyanyi, menari dan berakting di teater atau panggung, tampil di acara televisi, berpose di majalah fashion serta dalam iklan (Aoyagi, 1999: 53). Herd (1984) dalam Aoyagi (1999) menyatakan bahwa para bintang di negara-negara Barat biasanya terkenal karena mereka memiliki atribut fisik atau lainnya yang menonjol, tetapi idola di Jepang justru pada umumnya terlihat biasa-biasa saja. Mereka mungkin memiliki kemampuan dan daya tarik yang lebih dari orang pada umunya, tapi perbedaan yang mereka miliki tersebut tidak terlalu besar sehingga penonton dapat lebih mudah memahami keadaan mereka. Penampilan mereka biasanya cukup untuk memberikan perasaan bahwa orang biasa (penggemar) pun bisa menjadi bintang jika mereka mau berusaha. Karakteristik ini disebut sebagai toshindai atau ‘life-sized’. Idola Jepang biasa ditampilkan sebagai representasi ideal gadis atau pria rumah sebelah (tonari no onna no ko atau otoko no ko), dan dengan menjadikan diri mereka sebagai ceriman
Kajian aspek..., Endrizka Rachmadienia, FIB UI 2014
dari kehidupan nyata para penggemarnya. Dengan menjadi pribadi yang ‘dekat’ dengan orang biasa, mereka menjadi trendsetter bagi para remaja Jepang. Melalui apa yang mereka tampilkan dengan pandangan serta usaha anak muda, para idola menanamkan suatu imaji bahwa mereka bertindak dan tumbuh bersama para penggemar (Aoyagi, 1999: 87) Selain memiliki imaji yang dapat dikatakan sebagai “biasa-biasa saja” agar penggemar merasa lebih dekat dengan mereka, para idola juga pada umumnya memiliki imaji sebagai kawaiko-chan atau gadis dan pria muda yang cute (imut). Media dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga para idola tampil sebagai sosok yang , baik dari penampilan luar maupun kepribadian ataupun tindakan mereka, membuat para penonton ingin menyayangi dan melindungi mereka. Hal ini dapat terjadi karena imaji kawaii tersebut memberikan kesan bahwa mereka memiliki pribadi yang manis dan murni. (Kuroyanagi dalam Herd, 1984 dalam Aoyagi, 1999) Untuk mengekspresikan keimutan yang mereka miliki ini, para idola biasanya tersenyum lebar dan memiliki mata yang berbinar-binar. Idola wanita seringkali berpose malu-malu, sedangkan yang pria biasanya berusaha terlihat lebih stylish atau keren (dan inilah yang sering dianggap oleh penggemar sebagai imut). (Aoyagi, 1999: 98)
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pradhan (2010) mengenai fandom Johnny’s
(termasuk di dalamnya, fandom HSJ) di luar Jepang (mancanegara), diketahui bahwa penggemar idola dari Johnny’s biasanya menyukai idola atau grup idola bukan dari citra yang diproduksi dan dipersiapkan oleh Johnny’s, tetapi justru karena unsur-unsur yang lebih manusiawi—bahwa idola juga merupakan seorang individu dengan pribadi serta kehidupan yang berbeda-beda. Ia juga menemukan bahwa yang dicari oleh para penggemar adalah ‘keautentikan’. Autentitas yang dimaksudkan di sini adalah bukti bahwa para idola juga hanyalah manusia biasa (Pradhan, 2010: 38-48). Sebagai contoh, ketika di dalam wawancara sebuah majalah seorang idola menceritakan tentang hobi yang dilakukan di waktu senggang, mengenai kekhawatirannya di sekolah, kenangan yang dimiliki bersama teman sekolah dan keluarga atau tentang kebiasaan buruk yang mereka miliki, para penggemar akan melihat hal tersebut sebagai bukti bahwa idola mereka juga mengalami dan merasakan hal yang sama dengan orang biasa, dan hal ini lah yang dianggap oleh para penggemar sebagai ‘autentitas. Dengan menargetkan mereka yang berusia seumuran dengan mereka, para idola memberikan kesan bahwa mereka tidak hanya dekat dengan para penggemar karena sama-sama memiliki kekurangan serta sedang berjuang dalam hidup, tapi lebih khususnya lagi karena
Kajian aspek..., Endrizka Rachmadienia, FIB UI 2014
pengalaman yang dimiliki para idola dapat dikaitkan dengan kehidupan para penggemar yang berusia sama pula. Dengan demikian, penggemar jadi merasa lebih terikat secara intim dengan idolanya, dan ingin memberikan dukungan yang tulus untuk kesuksesan mereka. Para penggemar menganggap idola mereka sebagai bagian penting dari kehidupan. Selain itu, para idola juga menjadi semacam penghilang stres serta menjadi salah satu sumber kebahagiaan bagi para penggemarnya.
Pada intinya, mereka yang berada dalam fandom Johnny’s mencintai idola
mereka karena idola mereka sama seperti mereka—orang-orang yang memiliki kekurangan yang terus berkembang dan berubah. (Pradhan, 2010: 43-55) HSJ sebagai grup idola, lebih khususnya grup idola yang tergabung dalam Johnny’s juga memiliki imaji-imaji seperti yang telah disebutkan di atas.
Mereka bukanlah pribadi yang
memiliki kelebihan yang terlalu menonjol, hanya terlihat seperti remaja biasa yang telah mengeluarkan usaha lebih. Mereka juga memiliki imaji kawaii yang digambarkan melalui cara mereka tampil baik secara langsung di atas panggung maupun melalui media yang tersedia. Anggota HSJ tidak jarang bertindak konyol ketika sedang tampil, atau menceritakan kesalahan dan masalah yang mereka hadapi sehari-hari, memberikan imaji bahwa mereka sebenarnya hanya orang biasa, sama seperti penggemar mereka. Imaji yang dimiliki oleh HSJ disebarluakan melalui berbagai macam media, baik cetak maupun elektronik, komersil maupun non-komersil. Di antara media tersebut, tedapat idol goods yang mencakup album foto, kalender, dan juga newsletter, manga12 berjudul わいわい⋆Hey! Say! JUMP13, majalah (Popolo, Wink-Up, Potato, Duet, dan Myojo), CD/DVD rekaman musik dan konser, televisi (acara musik, variety show, iklan, dan drama), dan acara radio berjudul Hey! Say! 7 Ultra Power serta JUMP da Babe!. Selain itu, internet juga berperan sangat besar sebagai media yang menyebarkan imaji HSJ, khususnya ke mancanegara. Situs yang paling penuh dengan kegiatan para penggemar HSJ di internet merupakan situs LiveJournal, sebuah situs untuk membentuk komunitas yang mengaburkan garis antara blogging dan jejaring sosial. LiveJournal menjadi media yang paling mempermudah komunitas fandom HSJ berkembang di mancanegara karena adanya komunitas-komunitas yang menyebarkan konten media seperti fansub, fanfiction dan sebagainya. 12 Manga (漫画) merupakan kata yang digunakan khusus untuk membicarakan tentang komik Jepang, sesuai dengan gaya yang dikembangkan di Jepang pada akhir abad ke-19 (Lent, 2001) 13 Dibaca ‘waiwai hey say jump’ (WaiWai Hey! Say! JUMP)
Kajian aspek..., Endrizka Rachmadienia, FIB UI 2014
Dari berbagai komunitas HSJ yang terdapat di LiveJournal serta konten media yang ada di dalamnya, kita dapat melihat interaksi antar para penggemar melalui komentar-komentar yang diberikan sebagai suatu bentu timbal-balik dari penerima konten kepada penyedia konten dalam komunitas tersebut. Dari interaksi yang dilakukan oleh para penggemar kepada satu sama lain, kita dapat melihat bahwa berdasarkan media yang mereka terima, masing-masing penggemar membentuk suatu imaji pribadi mengenai anggota-anggota HSJ maupun HSJ sebagai satu grup. Kemudian, ketika para penggemar menyatakan pendapatnya tentang imaji yang mereka terima tersebut dan ditimpali oleh penggemar lainnya, terjadilah interaksi yang kemudian berlanjut sehingga para penggemar HSJ dalam komunitas yang ada di LiveJournal tersebut membentuk suatu imaji kolektif tentang idola mereka tersebut. Kesimpulan Konsumsi budaya populer Jepang baik di dalam maupun luar negeri tidak terlepas dari peran media dalam menyebarkan imaji dan informasi (mediascapes). Mediascapes menekankan pada dua hal, yakni kemampuan distribusi elektronik untuk menghasilkan dan menyebarluaskan informasi serta pada imaji dunia yang diciptakan oleh media. Bagi idola, imaji merupakan hal penting untuk memperluas popularitas mereka, karena imaji yang mereka tampilkan tersebut lah yang menentukan ketertarikan pemirsa yang ‘mengonsumsi’ mereka.
Imaji-imaji tersebut
diciptakan oleh produsen, dalam dunia idola hal ini biasanya dilakukan oleh pihak agen pencari bakat, dan disebarkan melalui berbagai jenis media yang tersedia, baik cetak maupun elektronik. Ketika imaji yang disebarluaskan tersebut diterima oleh para penonton, mereka kemudian menciptakan imaji pribadi yang dipengaruhi oleh imaji yang telah diciptakan oleh produsen tersebut. Imaji pribadi yang dimiliki masing-masing penonton tersebut akan kemudian menjadi imaji kolektif ketika beberapa penonton membicarakan atau menyuarakan imaji mereka masingmasing dan imaji tersebut menyatu menjadi imaji yang disepakati secara bersama oleh banyak orang. Hey! Say! JUMP, grup idola di bawah naungan agen pencari bakat bernama Johnny’s & Associates yang terbentuk sejak tahun 2007 beranggotakan 10 remaja lelaki (pada awalnya; kini tinggal ber-9) memiliki imaji selayaknya grup idola Jepang pada umumnya. 1) sebagai representasi ideal pria rumah sebelah (tonari no otoko no ko) dan menjadi cerminan dari kehidupan nyata para penggemarnya, 2) imaji kawaii atau imut, dan 3) imaji autentik atau imaji
Kajian aspek..., Endrizka Rachmadienia, FIB UI 2014
yang menunjukkan bahwa mereka juga memiliki kekurngan-kekurangan tertentu. Popularitas HSJ dapat terus meningkat melalui peran dari berbagai macam media yang menyebarluaskan imaji-imaji yang telah disebutkan. Media tersebut antara lain adalah CD, idol goods seperti kalender dan photobook (kumpulan foto), manga, majalah, acara radio, juga berbagai acara televisi seperti variety show, music show, drama televisi dan juga iklan. Secara bertahap, fandom HSJ meluas tidak hanya di Jepang saja, tetapi juga di mancanegara, seperti di Taiwan, Hongkong, Filipina, Malaysia, Amerika Serikat, berbagai wilayah di Eropa dan juga di Indonesia. Bagi fandom HSJ di mancanegara, mendapatkan akses langsung terhadap media yang menyebarkan imaji dan informasi mengenai HSJ membutuhkan usaha yang keras (dan dukungan finansial yang kuat) karena media-media tersebut jarang ada di negara mereka masing-masing. Oleh karena itu, bagi fandom HSJ di mancanegara, kehadiran internet memegang peranan penting dalam menghilangkan batas geografis maupun batas linguistik yang menghalagi mereka untuk ‘menikmati’ idola mereka. Adanya komunitas LiveJournal serta produk-produk hasil budaya partisipatif para penggemar yang ada di dalamnya seperti fansubbing, scanlation dan terjemahan-terjemahan dari media-media yang dikeluarkan oleh pihak produsen dan distributor resmi menjadikan akses terhadap konten media tersebut sangat mudah. Hanya dengan beberapa kali klik saja, seseorang dapat dengan mudah mengakses informasi-informasi tersebut. Berkat kehadiran media berupa internet serta wadah di dalamnya berupa LiveJournal, masyarakat yang berada di seluruh dunia dapat mengonsumsi dan memahami konten media tentang HSJ dengan mudah. Dengan demikian, fandom HSJ di mancanegara menjadi semakin mudah berkembang. Pada akhirnya, fandom HSJ dapat berkembang di berbagai negara karena imaji yang melekat pada mereka sebagai grup idola Jepang yang disebarkan melalui berbagai macam media telah mampu menarik minat banyak orang.
Mereka yang terpikat oleh daya tarik yang
ditawarkan dari imaji yang mereka persepsikan kemudian menjadikan mereka penggemar HSJ. Kemajuan teknologi telah menciptakan banyak media bagi masyarakat di seluruh dunia untuk dapat lebih mudah berbagi dan menerima informasi dari belahan dunia mana pun.
Kajian aspek..., Endrizka Rachmadienia, FIB UI 2014
Daftar Referensi Buku Appadurai, A. (1996). Modernity at Large: Cultural Dimensions of Globalization. Minneapolis: University of Minnesota Press. Castells, M. (1996). The Rise of the Network Society. Vol. I of The Information Age: Economy, Society, Culture. Oxford: Blackwell. _________ . (1997). The Power of Identity. Vol. II of The Information Age: Economy, society,Culture. Oxford: Blackwell. _________ . (1998). End of Millennium. Vol. III of The Information Age: Economy, Society,Culture. Oxford: Blackwell. Craig J, Timothy. (2000). Japan Pop! Insisde the World of Japanese Popular Culture. New York: M.E. Sharpe Inc. Gove, Phillip B. (1993). Webster’s Third New International Dictionary of the English Language Unabridged. Massachusetts: Merriam-Webster Inc. Jenkins, H. (2009). Confronting the Challenges of Particicpatory Culture. MIT Press. Lent, John A. (2001). Illustrating Asia: Comics, Humor Magazines, and Picture Books. Honolulu: University of Hawaii Press. Schilling, Mark. (1997).The Encyclopedia of Japanese Pop Culture. Massachusetts: Weatherhill Stevens, C. S. (2008). Japanese Popular Music: Culture, Authenticity, and Power. London: Routledge. Storey, John. (2001). Cultural Theory and Popular Culture: An Introduction. University of Georgia Press. Thompson, Della. (1996). The Oxford Dictionary of Current English Revised second edition. Oxford University Press. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.
Jurnal Lee, H-K. (2009). Between fan culture and copyright infringement: manga scanlation. Media Culture & Society, 31(6), 1011 - 1022. 10.1177/0163443709344251 Lee, H. K. (2011). Participatory media fandom: a case study of anime fansubbing. Media Culture & Society, 33(8), 1131-1147. 10.1177/0163443711418271
Kajian aspek..., Endrizka Rachmadienia, FIB UI 2014
Powell, Jason L. dan Steel, Rebecca. (2011). Revisiting Appadurai: Globalizing Scapes in a Global World- the Persuasiveness of Economic and Cultural Power. International Journal of Innovative Interdiciplinary Research ed. 1 Desember. Shuling Huang (2011). Nation-branding and Transnational Consumption: Japan-mania and the Korean Wave in Taiwan. Media, Culture & Society. 33(1) 3-18. 10.1177/0163443710379670
Skripsi, Tesis dan Disertasi Aoyagi, H. (1999). Islands of Eight Million Smiles: Idol Performance and Symbolic Production.Disertasi: The University of British Colombia. Pradhan, Jinni. (2010). "It's My Passion, That's My Mission to Decide, I'm Going Worldwide: the Cosmopolitanism of Global Fans of Japanese Popular Culture. Tesis: University of Massachusetts. Rich, Danielle Leigh. (2011) Global Fandom: The Circulation of Japanese Popular Culture in the U.S. Disertasi: University of Iowa.
Publikasi Lembaga Divisi Ahli Budaya Populer Menteri Luar Negeri Jepang. (2006).「『ポップカルチャーの文化 外交における活用』に関する報告」 Jeannotte, M. Sharon. (2003). The City as Conduit for Global Flows. Strategic Policy and Research Department of Canadian Heritage: York University. RIAJ. (2014). Recording Industry in Japan Yearbook 2014.
Website www.johnnys-net.jp www.j-storm.co.jp www.livejournal.com www.oricon.co.jp http://nippop.com/features/feature_id-33/ http://www.livejournalinc.com/aboutus.php http://www.japanfocus.org/-nissim_kadosh-otmazgin/2660 www.jame-world.com/us/articles-7011-johnny-associates-inc-.html
Kajian aspek..., Endrizka Rachmadienia, FIB UI 2014
http://www.mtv.com.tw/news_detail.php?d=4702 http://www.avalon.co.th/archives/tag/hey-say-jump asiahttp://www.daily.co.jp/gossip/2012/11/08/0005511330.shtml www.musicman-net.com/business/38012.html
Kajian aspek..., Endrizka Rachmadienia, FIB UI 2014