KAJIAN ASOSIASI Rhizobium sp.-MIKORIZA-Rhizobacteri INDIGENOUS MERAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TIGA VARIETAS KEDELAI DI LAHAN PASIR PANTAI
USULAN PENELITIAN
Diajukan oleh: Linda Kusumastuti 20120210112 Program Studi Agroteknologi
Kepada FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2015
Usulan Penelitian KAJIAN ASOSIASI Rhizobium sp.- MIKORIZA-Rhizobacteri INDIGENOUS MERAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TIGA VARIETAS KEDELAI DI LAHAN PASIR PANTAI Yang diajukan oleh :
Linda Kusumastuti 20120210112 Program Studi Agroteknologi telah disetujui/disahkan oleh:
Pembimbing Utama
Tanggal ………………….……..
Ir. Agung Astuti, M. Si. NIK. 19620923199303133017
Pembimbing Pendamping
Tanggal ……………….………..
Ir. Sarjiyah, M.S. NIP. 196109181991032001
Mengetahui, Ketua Program Studi Agroteknologi
Tanggal ……………….………..
Dr. Innaka Ageng R., S.P. M.P. NIK. 1972101220000413305
ii
I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kedelai berperan penting dalam pola konsumsi bahan pangan di beberapa negara di dunia sebagai sumber protein nabati (Rahmat dan Yuyun, 1996). Dilihat dari segi pangan dan gizi, kedelai merupakan sumber protein nabati yang termurah di dunia (Sutrisno, 2009). Menurut Arie (2013), lebih dari 90% kedelai di Indonesia digunakan sebagai bahan pangan olahan yaitu sekitar 88% untuk tahu dan tempe, 10% untuk pangan olahan lain dan 2% untuk benih. Kebutuhan kedelai total dalam negeri per tahun mencapai 2,4 juta ton, sementara produksi kedelai lokal hanya 9000 ton. Artinya, produksi kedelai dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan untuk bahan baku pangan. Ketidakmampuan produksi kedelai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mengakibatkan impor kedelai meningkat setiap tahunnya. Kedelai merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Permintaan kedelai akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kecukupan gizi (Rahmat dan Yuyun, 1996). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2015, produksi kedelai rata-rata menurun 5,38% setiap tahun dari tahun 2009 hingga 2013. Menurut BPS (2015), pada tahun 2012 produksi kedelai nasional mencapai 850.000 ton, namun jumlah kebutuhan kedelai dalam negeri diperkirakan mencapai 2,4 juta ton. Kebutuhan kedelai untuk tahu dan tempe sendiri mencapai 132.000 ton per bulan atau 1,6 juta ton per tahun dan kebutuhan kedelai hitam untuk industri kecap sekitar 650 ribu ton (Adetama, 2011). Artinya untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri diperlukan tambahan produksi kedelai sekitar 1,55 juta ton. Ironisnya, petani hanya mampu memenuhi 60% kebutuhan dalam negeri tempe ini (Kemenperin, 2012), sehingga perlu adanya peningkatan produktivitas kedelai di Indonesia. Peningkatan produktivitas kedelai dalam rangka pemenuhan kebutuhan kedelai dapat dilakukan dengan menggunakan varietas unggul yang berpotensi hasil tinggi dan sesuai mutu bijinya untuk produk olahan tertentu. Dari 93% 1
2
pengrajin tempe lebih memilih kedelai berkulit kuning dan berbiji besar (82%) karena menghasilkan tempe yang berwarna cerah dan volumenya besar (Ruly, 2007). Di Indonesia terdapat varietas kedelai kuning unggul yang tidak kalah saing dengan kedelai impor. Menurut Erliana dkk. (2009), varietas kedelai kuning yang baik dari segi ukuran, kandungan protein dan berpotensi hasil tinggi adalah Grobogan. Varietas tersebut memiliki bobot 18 gram/100 biji, berpotensi hasil 3,4 ton/h serta protein yang terkandung 43,90% (Balitkabi, 2008). Varietas nasional tersebut lebih baik dibandingkan kedelai impor yang hanya memiliki berat 14,815,8 gram/100 biji dan protein yang dikandung 35-36,80 % (Erliana dkk., 2009). Selain itu di Boyolali ditemukan kedelai lokal unggul yang tahan cekaman kekeringan, para petani menyebutnya kedelai verietas Petek (Komunikasi pribadi, Ir. Mulyono, M.P.). Selain kedelai kuning, kedelai hitam nasional yang potensial dikembangkan sebagai bahan baku industri kecap adalah varietas Detam-1. Varietas ini memiliki keunggulan yakni potensi hasilnya 3,45 ton per hektar dan kandungan proteinnya yang mencapai 45,36% (Balitkabi, 2008). Dalam rangka peningkatan produksi kedelai selain digunakan varietas yang unggul, juga diperlukan ekstensifikasi lahan. Menurut Arie (2013), salah satu upaya peningkatan produksi kedelai dalam negeri diperlukan ekstensifikasi lahan. Ekstensifikasi lahan pertanian perlu dilakukan mengingat adanya penyusutan lahan selama 15 tahun yang mencapai 1.935 juta hektar atau 120.000 hektar per tahun. Konversi tersebut dua kali lebih luas daripada target pencetakan sawah baru yang hanya 60.000 hektar per tahun (Sutawi, 2014). Selain itu, berdasarkan hasil sensus penduduk 2011 laju pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 1,49% per tahun (Wildan, 2014), sehingga perlu adanya pengimbangan pemenuhan kebutuhan pangan. Upaya pemenuhan kebutuhan pangan tersebut dapat terwujud dengan adanya dukungan ketersediaan lahan pertanian dan optimalisasi lahan marginal yang ada di Indonesia. Salah satu lahan marginal yang ada di Indonesia adalah lahan pasir pantai. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 106.000 km dengan potensi luas lahan 1.060.000 ha, termasuk lahan marginal. Lahan marginal tersebut berpotensi baik untuk pengembangan pertanian. Namun lahan tersebut memiliki tingkat
3
kesuburan rendah, sehingga diperlukan inovasi teknologi untuk memperbaiki produktivitasnya. Di Yogyakarta, terdapat lahan marginal berupa lahan pasir pantai dengan luas 3.300 h (4% luas total wilayah Yogyakarta), terbentang antara 1-3 km dari garis pantai (Nasih, 2009). Menurut Gunawan (2014), lahan pasir pantai Yogyakarta memiliki kesuburan rendah yakni memiliki porositas tinggi, kandungan Nitrogen rendah, dan efisiensi pemupukan yang rendah akibat tingkat pelindian hara yang tinggi. Sementara kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah tetapi air tersedia dan juga memiliki hara yang cukup terutama unsur N, P dan K (Kemal, 2000). Oleh karena itu, diperlukan mikrobia pendukung kesuburan tanah seperti Rhizobium sp., mikoriza dan Rhizobacteri indigenous Merapi. Rhizobium sp. dapat membantu tanaman dalam penyediaan Nitrogen, mikoriza membantu penyediaan Fosfor (Gunawan, 2014), sementara Rhizobacteri indogenous Merapi membantu tanaman tahan cekaman kekeringan (Muhamad dkk., 2014; Murdianto dkk., 2014). Kombinasi perlakuan inokulum Rhizobium sp. dan mikoriza pada budidaya kedelai di lahan pasir pantai, dapat menambah kandungan Nitrogen dalam tanah dan untuk menjaga kelengasan dalam perakaran (Gunawan, 2014). Berdasarkan penelitian Lilik (2005), inokulasi mikoriza secara tunggal belum mampu meningkatkan berat kering barangkasan dan luas daun. Inokulasi ganda Rhizobium sp.-mikoriza dan inokulasi tunggal Rhizobium sp. berpengaruh sama terhadap variabel jumlah polong per tanaman, berat biji per tanaman dan hasil biji per satuan luas lahan. Inokulasi ganda Rhizobium sp.- mikoriza untuk tanaman kedelai di lahan pasir pantai memiliki daya hasil yang sangat rendah, yakni hanya 25% dari potensi hasilnya. Pemberian inokulasi Rhizobacteri osmotoleran dan Rhizobium sp. tidak memberikan pengaruh positif bagi pertumbuhan dan produktivitas kedelai (Ngadiman dkk., 2014). Oleh karena itu perlu pengkajian kombinasi inokulum Rhizobium sp.- mikoriza -Rhizobacteri indigenous Merapi untuk meningkatkan produktivitas kedelai di lahan pasir pantai, terutama tentang kompatibilitas dengan beberapa varietas kedelai yang tahan kering.
4
B. Perumusan Masalah Penggunaan varietas unggul dan ekstensifikasi lahan merupakan strategi dalam upaya peningkatan produksi tanaman pangan termasuk tanaman kedelai mengingat menurunnya luas lahan pertanian akibat pengalihan fungsi lahan. Adanya keterbatasan lahan pasir pantai dalam hal ketesediaan unsur hara dan air, diperlukan inovasi pemberian pupuk hayati berupa mikrobia yang mampu membantu tananaman dalam menyerap hara dan air. Penelitian sebelumnya didapatkan bahwa inokulasi ganda Rhizobium sp.- mikoriza dan Rhizobium sp.Rhizobacteri osmotoleran belum mencapai potensi hasil yang maksimal. Sedangkan varietas kedelai sangat mempengaruhi kompatibilitas asosiasi antara tanaman dan inokulum. Oleh karena itu inokulasi Rhizobium sp.- mikoriza Rhizobacteri indigenous Merapi pada tanaman kedelai varietas unggul di lahan pasir pantai diharapkan mampu mendukung pertumbuhan dan hasil kedelai sehingga dapat meningkatkan produksi kedelai nasional. Permasalahan utama yang akan dikaji dalam penelitian peningkatan produksi kedelai di lahan pasir pantai ini adalah: 1. Bagaimana asosiasi antara Rhizobium sp.- mikoriza -Rhizobacteri indigenous Merapi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai? 2. Bagaimana saling pengaruh antara inokulasi Rhizobium sp.- mikoriza Rhizobacteri indigenous Merapi dan varietas terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai? 3. Asosiasi inokulum dan varietas manakah yang sesuai untuk pengembangan kedelai di lahan pasir pantai?
5
C. Tujuan Penelitian 1. Mengkaji asosiasi inokulum Rhizobium sp,- mikoriza- Rhizobacteri indigenous Merapi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. 2. Mengetahui saling pengaruh inokulasi inokulum Rhizobium sp.- mikorizaRhizobacteri indigenous Merapi dan varietas terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. 3. Menetapkan asosiasi inokulum dan varietas yang sesuai untuk pengembangan kedelai di lahan pasir pantai.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Budidaya Kedelai dan Berbagai Varietas Tanaman kedelai tumbuh optimum pada wilayah bercurah hujan 100-200 mm/bulan. Tanaman kedelai menghendaki temperatur 21-34°C, namun optimal pada 23-27°C. Tanah yang sesuai untuk bertanam kedelai adalah Alluvial, Regosol, Grumosol, Latosol, Andosol dan tanah yang mengandung pasir kuarsa perlu diberi pupuk organik dalam jumlah yang cukup serta ketersediaan air dan hara harus diperhatikan. Ketinggian optimum untuk tanaman kedelai adalah tidak lebih dari 500 m dpl dan toleransi keasaman bagi tanaman kedelai adalah pH 5,8-7,0. Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan Aluminium, sehingga pertumbuhan bakteri bintil dan proses Nitrifikasi akan berjalan kurang baik (Kemal, 2000). Tanaman kedelai dapat mengikat Nitrogen di atmosfer melalui aktivitas bakteri Rhizobium japonicum. Bakteri ini terbentuk di dalam akar tanaman yang diberi nama nodul atau bintil akar. Bintil akar tanaman kedelai umumnya dapat mengikat Nitrogen dari udara pada umur 10-12 hari setelah tanam, tergantung kondisi lingkungan tanah dan temperatur (Aep, 2006). Kelembaban tanah yang cukup dan temperatur sekitar 25°C sangat mendukung pertumbuhan bintil akar tersebut. Perbedaan warna hijau daun pada awal pertumbuhan (10-15 HST) merupakan indikasi efektivitas Rhizobium japonicum. Namun demikian, proses pembentukan bintil akar sebenarnya sudah terjadi mulai 4-5 HST, yaitu sejak terbentuknya akar tanaman. Pada saat itulah terjadi infeksi akar rambut yang merupakan titik awal dari proses pembentukan bintil akar (Aep, 2006). Kemampuan memfiksasi
Nitrogen
ini
akan
bertambah
seiring dengan
bertambahnya umur tanaman, namun maksimalnya hanya sampai akhir masa berbunga atau mulai pembentukan biji. Setelah masa pembentukan biji, kemampuan bintil akar dalam memfiksasi Nitrogen akan menurun bersamaan dengan semakin banyaknya bintil akar yang tua dan luruh (Aep, 2006). Menurut pendapat Okti dkk. (2012) bahwa varietas kedelai berpengaruh terhadap respon inokulasi Rhizobium sp. seperti peningkatan fiksasi Nitrogen dan hasil biji. Varietas 6
7
kedelai juga berpengaruh terhadap respon pemberian inokulum mikoriza (Ellia dkk., 2014). Terdapat banyak varietas nasional yang telah dikembangkan di Indonesia. Menurut Erliana, dkk. (2009), varietas nasional yang baik untuk industri tempe dari segi ukuran dan kandungan protein, adalah varietas Grobogan (deskripsi terlampir pada lampiran 7). Varietas Grobogan juga termasuk tahan kekeringan (Sri dkk, 2015). Selain itu, terdapat varietas lokal, varietas petek yang cukup tahan cekaman kekeringan (Sri dkk, 2015). Deskripsi varietas Petek terdapat pada lampiran 8. Sedangkan kedelai hitam yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku industri kecap adalah varietas Detam-1. Varietas ini memiliki protein yang cukup tinggi yakni 45,36 %. Deskripsi kedelai varietas Detam-1 terlampir pada lampiran 9. Menurut Ardiansyah dkk. (2014), inokulasi mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai verietas Grobogan dan varietas Detam-1 (Endang, 2013). Selain itu, inokulasi Rhizobium sp. dapat meningkatkan produksi kedelai varietas Petek (Okti dkk., 2012). Menurut Kemal (2000), budidaya tanaman kedelai sebagai berikut: 1. Penyiapan bahan tanam Benih yang digunakan harus memiliki kualitas yang baik, artinya memiliki daya tumbuh yang besar, seragam, tidak tercamar varietas lain, bersih dari kotoran, dan tidak terinfeksi hama penyakit (Kemal, 2000). Varietas unggul yang memiliki kualitas baik diantaranya varietas Grobogan, Petek dan Detam-1. 2. Penanaman Jarak tanam yang bisa dipakai adalah 30 x 20 cm, 20 x 20 cm, 25 x 25 cm. Pengaturan jarak tanam hendaknya teratur agar tanaman mendapatkan ruang tumbuh yang seragam. Pada tanah yang subur, jarak tanam lebih renggang, dan sebaliknya untuk tanah yang kurang subur (Kemal, 2000). Pada lahan pasir jarak tanam yang digunakan adalah 20 x 20 cm atau 30 x 10 cm dengan jumlah populasi 250.000 sampai 300.000 rumpun per hektar (BPTP, 2014). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Djukri (2005), didapatkan bahwa hasil tanaman kedelai yang ditanam dengan jarak 15 x 15 cm tidak berbeda nyata dengan tanaman kedelai yang ditanam dengan jarak tanam 25 x 25 cm.
8
3. Pemeliharaan tanaman a. Penyulaman Kedelai mulai tumbuh sekitar umur 5-6 hari. Dalam kenyataan, tidak seluruh benih yang ditanam akan tumbuh seluruhnya sehingga perlu penyulaman. Penyulaman yang baik adalah ketika sore hari. b. Penyiangan Penyiangan pertama dilakukan pada umur 2-3 minggu, penyiangan kedua sekitar 6 minggu HST, yang dilakukan bersama dengan pemupukan ke dua. c. Pemupukan Pada lahan yang kesuburannya rendah dosis pupuk Urea 100 kg/h, SP-36 75 kg/h, dan KCl 100 kg/h (Kemal, 2000), serta pupuk kandang 15 ton/h (BPTP, 2014). Menurut Dwi (2010), pemupukan dapat dilakukan dua kali yakni pada saat tanam dan umur 2 minggu setelah tanam. d. Penyiraman Kedelai menghendaki kondisi tanah lembab namun tidak becek pada saat penanaman hingga pengisian polong. Menjelang panen sebaiknya lahan dalam keadaan kering. Kekurangan air pada masa pertumbuhan akan menyebabkan tanaman kerdil, bahkan dapat menyebabkan kematian apabila kekeringan telah melalui batas toleransinya. Kekeringan pada masa pembungaan dan pengisian polong dapat menyebabkan kegagalan panen (Kemal, 2000). Pada lahan pasir penyiraman diluar musim hujan dilakukan setiap hari (BPTP, 2014). Menurut Aep (2006), tanaman kedelai memerlukan air saat perkecambahan (0-5 HST), stadium awal vegetatif (1520 HST), masa pembungaan dan pembentukan biji (35-65 HST). e. Pengendalian Hama dan Penyakit Penyemprotan pestisida dilakukan pada waktu yang berbeda-beda tergantung jenis hama dan pola penyerangannya. i.
Melano
Agromyza
phaseoli,
ukuran
hama
1,5
mm,
cara
pengendaliannya adalah dengan penyemprotan Suprecide 25 EC atau Agrothion 50 EC.
9
ii.
Kumbang daun tembukur (Phaedonia inclusa), gejala serangannya adalah larva dan kumbang memakan daun, bunga, pucuk, polong muda bahkan seluruh tanaman. Cara pengendaliannya adalah dengan penyemprotan Agrothion 50 EC atau Diazinon 60 EC pada tanaman setelah berumur di atas 20 hari.
iii. Cantalan (Epilachana soyae) pemakan daun dan merusak bunga. Cara pengendaliannya adalah dengan penyemprotan Agrothion 50 EC. iv. Ulat polong (Etiela zinchenella) menyerang buah saat masih hijau, polong bagian luar berubah warna. Cara pengendaliannya adalah dengan penyemprotan Dursban 20 EC hingga 15 hari sebelum panen. v.
Kepala polong (Riptortus linearis). Gejalanya adalah polong bercak kehitaman dan menjadi hampa. Cara pengendaliannya adalah dengan penyemprotan Surecide 25 EC atau Azodrin 15 WSC.
vi. Lalat kacang (Ophiomyia phaseoli) menyerang tanaman muda yang baru tumbuh. Cara pengendaliaannya adalah pemberian Furadan 36. Setelah
satu
minggu
setelah
benih
berkecambah,
dilakukan
penyemprotan Azodrin 15 WSC dengan dosis 2 cc/liter air dan diulangi ketika tanaman berumur 1 bulan. vii. Kepik hijau (Nezara viridula) menyerang polong dan biji sehingga mengempis dan kering dan biji bagian dalam atau kulit polong berbintik coklat. Pengendaliannya dengan menyemprot Azodrin 15 WCS. viii. Kepik coklat disemprot dengan Azodrin 15 WSC, Diazinois 60 EC atau Dusban 20 EC atau Bayrusil setiap 1-2 minggu, setelah tanam 50 hari. ix. Ulat grayak (Prodenia litura) menyerang daun dengan gejala kerusakan pada daun. Cara pengendaliannya adalah dengan menyemprot Dursban 20 EC atau Azodrin 15 WSC sebanyak 2 kali seminggu setelah ditemukan telur. x.
Ulat penggerek polong, disemprot dengan insektisida Agrothion 50 EC, Dursban 20 EC, Azodrin 115 WSC, Thiodan 35 EC pada waktu pembentukan polong.
Upaya pengendalian penyakit pada tanaman kedelai:
10
i. Penyakit layu (Sclerotium rolfsii) menyerang tanaman umur 2-3 minggu dengan gejala daun menguning dan layu. Pengendaliannya adalah dengan menyemprotkan Dithane M 45 dengan dosis 2 gram/liter air. ii. Penyakit anthracnose, menyerang daun dan polong yang telah tua. Gejalanya adalah daun dan polong bintik-bintik kecil hitam, daun yang paling rendah rontok, polong muda yang terserang menjadi kosong dan isi polong tua menjadi kerdil. Pengendaliannya dengan menyemprotkan Antracol 70 WP atau Dithane M 45. iii. Penyakit karat, menyerang daun, gejalanya daun tampak bercak dan bintik coklat. Cara pengendalian dengan menyemprotkan Dithane M 45. iv. Penyakit busuk batang menyerang batang tanaman kedelai. Gejalanya batang menguning kecoklat-coklatan dan basah, kemudian membusuk dan mati. Cara pengendaliannya dengan menyemprotkan Dithane M 45. v. Virus mosaik menyerang daun dan tunas. Gejalanya perkembangan dan pertumbuhan lambat, tanaman menjadi kerdil. Pengendaliannya dengan menyemprotkan Tokuthion 500 EC (Aep, 2006). 4. Panen Kedelai dapat dipanen setelah sebagian besar daun sudah menguning, buah mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak, atau polong sudah kelihatan tua, batang berwarna kuning agak coklat. Umur kedelai yang akan dipanen adalah sekitar 75-110 hari tergantung varietas dan ketinggian tempat. Kedelai yang akan dikonsumsi dipetik pada umur 75-100 hari, sedangkan untuk benih dipetik pada umur 100-110 hari. Untuk varietas Petek dapat dipanen ketika tanaman berumur 75 hari, varietas Grobogan 76 hari dan varietas Detam-1 82 hari (Suhartina, 2005).
B. Lahan Pasir Pantai Lahan pasiran merupakan lahan yang memiliki tekstur fraksi pasir lebih dari 70%, dengan porositas <40%, memiliki daya hantar air cepat sehingga kurang dapat menyimpan air. Selain itu juga rendah kandungan bahan organiknya sehingga
11
jarang dalam ikatan partikel tanah (tidak membentuk gumpal), cenderung memiliki struktur lepas-lepas dan pada umumnya ber-pH netral (Gunawan, 2014). Pada umumnya lahan yang terbentuk dari tanah berfraksi pasir memiliki produktivitas rendah karena memiliki kesuburan yang rendah. Kualitas kesuburan yang rendah disebabkan oleh sifat fisik dan kimia yang tidak dapat memberikan dukungan kepada pertumbuhan tanaman. Tanah pasir tidak memiliki kandungan air yang cukup untuk menopang pertumbuhan tanaman karena dominasi fraksi pasir, fraksi lempung rendah, dan tidak terbentuknya agregat tanah karena rendahnya kandungan bahan organik (Gunawan, 2014). Lahan pasir pantai di Yogyakarta terhampar memanjang dari Pantai Parang Endok, Kabupaten Bantul hingga Pantai Glagah Kabupaten Kulon Progo. Bahan lahan pasir pantai ini didominasi fraksi pasir. Lahan pasir ini berasal dari proses deflasi abu volkanik dan materi pasir yang dibawa oleh aliran sungai yang bermuara di laut selatan. Lahan pasir pantai di Yogyakarta memiliki daya dukung lahan dan kesuburan yang rendah. Lahan tersebut tidak memiliki kemampuan menyimpan lengas karena dominasi fraksi pasir (Gunawan, 2014). Dari faktor pembatas yang dimiliki lahan pasir Pantai Selatan DIY, masalah utama yang harus diatasi adalah ketidakmampuan tanah dalam menyimpan air. Fraksi pasir yang mendominasi menyebabkan masalah lain yaitu besarnya laju infiltrasi air yang menyebabkan rendahnya efisiensi pemupukan. Upaya perbaikan lahan pasir pantai dapat dimanfaatkan beberapa jasad mikro dalam tanah yang diterapkan melalui pupuk hayati (Gunawan, 2014).
C. Asosiasi Rhizobium sp. pada Tanaman Pemanfaatan jasad mikro yang mampu memfiksasi Nitrogen dari udara bebas dalam tanah sebagai pupuk hayati adalah bakteri bintil akar atau Rhizobium sp. yang berasosiasi dengan akar tanaman legume (Gunawan, 2014). Menurut Novriani (2011), Rhizobium sp. merupakan istilah untuk kelompok bakteri yang memiliki kemampuan untuk menyediakan unsur hara bagi tanaman. Rhizobium sp. akan bersimbiosis dengan tanaman legume dengan membentuk bintil akar dan hanya dalam bentuk bintil akar Rhizobium sp. akan memfiksasi Nitrogen.
12
Rhizobium sp. mampu memberikan Nitrogen dalam bentuk asam amino kepada tanaman. Rhizobium sp. menginfeksi tanaman melalui akar tanaman. Infeksi dimulai dari rambut akar menyebabkan pertumbuhannya yang keriting akibat adanya auksin yang dihasilkan bakteri. Benang infeksi berkembang hingga korteks dan mengadakan percabangan. Percabangan ini mengakibatkan jaringan korteks membesar. Inilah yang dilihat sebagai bintil akar (Novriani, 2011). Waktu antara infeksi hingga Rhizobium sp. mampu memfiksasi Nitrogen sekitar 3-5 minggu. Selama waktu tersebut kebutuhan karbohidrat, nutrien mineral dan asam amino disediakan oleh inang. Rhizobium sp. membentuk kompleks enzim yang dibutuhkan untuk menambat Nitrogen. Bentuk Rhizobium sp. dalam sel akar yang mengandung nodul aktif (warna nodul merah muda hingga kecoklatan) disebut bakteroid. Bakteroid ini membutuhkan oksigen untuk membentuk ATP untuk menambat Nitrogen bebas melalui pembentukan enzim Nitrogenase (protein yang mengandung Fe dan Mo yang memerlukan Co sebagai aktivatornya). Enzim Nitrogenase ini labil terhadap oksigen, sehingga dikontrol oleh leghemoglobin berwarna jingga. Enzim ini menambat Nitrogen di udara dan merubahnya menjadi gas Amoniak di dalam nodul bakteroid (Novriani, 2011). Menurut Lilik (2005), interaksi yang terjadi antara sel Rhizobium sp. dengan sel jaringan akar tanaman kedelai akan membentuk bintil akar yang merupakan organ simbiosis. Organ ini mampu memfiksasi N2 dari udara sehingga tanaman kedelai
mampu
memenuhi
sebagian
besar
kebutuhan
Nitrogen
untuk
pertumbuhannya. Hubungan yang serasi antara Rhizobium sp. dengan tanaman kedelai menghasilkan organ simbiosis pemfiksasi N2 yang sangat efektif. Inokulasi Rhizobium sp. terbukti efektif meningkatkan jumlah bintil akar pada minggu ke-3 hingga minggu ke-9. Aktivitas pembentukan bintil akar kedelai di lahan pasir pantai lebih panjang dibandingkan kedelai yang ditanam di lahan subur. Bintil akar yang efektif ditunjukkan oleh pigmen berwarna merah dalam bintil. Efektifitas bintil akar terjadi dari minggu ketiga sampai minggu ke enam, sedangkan sesudah minggu keenam mulai mengalami pelapukan (Lilik, 2005).
13
D. Asosiasi Mikoriza pada Tanaman Mikoriza yang berasosiasi dengan tanaman inang dapat meningkatkan efisiensi penyerapan Fosfat serta kesediaan Fosfat menjadi lebih terjamin karena pengaruh infeksi mikoriza ini berlangsung selama daur hidupnya. Selain itu tanaman inang menjadi lebih tahan terhadap patogen dan kekeringan (Gunawan, 2014). Mikoriza merupakan cendawan yang hidupnya berasosiasi dengan akar tanaman melalui spora. Mikoriza bermanfaat meningkatkan serapan hara tanaman terutama unsur P, mampu meningkatkan ketahanan terhadap kondisi kekeringan, penyakit maupun kondisi kurang menguntungkan lainnya. Mikoriza ini dapat dijadikan salah satu teknologi dalam membantu proses efisiensi pemupukan hara tanaman (Muhammad dkk., 2014). Mikoriza dapat meningkatkan luasan penyerapan hara oleh miselium eksternal. Mikoriza juga bisa meningkatkan lingkungan mikrorisosfer yang dapat merubah komposisi dan aktivitas mikroba tanah. Hal ini karena adanya perubahan fisiologi akar dan produksi sekresi mikroba. Selain itu mikoriza juga dapat memanfaatkan karbohidrat akar sebelum dikeluarkan sehingga patogen tidak mendapat makanan (Muhammad dkk., 2014). Berdasarkan penelitian Muhammad dkk. (2014), pemberian perlakuan mikoriza dapat memberikan pengaruh nyata terhadap panjang akar tanaman. Infeksi mikoriza berdampak pada perluasan area penyerapan unsur hara. Penambahan mikoriza pada tanaman berperan dalam penyerapan unsur P. Fosfor merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan unsur N dan K. Tanaman memanfaatkan unsur P dalam pertumbuhan akar pada awal pertumbuhan. Selain itu mikoriza juga mampu memberikan unsur yang dibutuhkan tanaman untuk proses pertumbuhannya seperti N, P dan K Kombinasi perlakuan inokulum Rhizobium sp. dan mikoriza pada budidaya kedelai di lahan pasir pantai, dapat menambah kandungan Nitrogen dalam tanah dan untuk menjaga kelengasan dalam perakaran (Gunawan, 2014). Menurut Lilik (2005), inokulasi ganda Rhizobium sp. dan mikoriza dapat meningkatkan persentase bintil akar efektif secara nyata. Inokulasi ganda tesebut juga dapat meningkatkan berat kering brangkasan dan luas daun.
14
E. Asosiasi Rhizobacteri pada Tanaman Rhizobacteri adalah bakteri yang hidup di daerah perakaran (rhizosfer) dan berperan penting bagi pertumbuhan tanaman. Rhizobacteri dapat memacu pertumbuhan tanaman atau PGPR (Plant Growth-Promotting Rhizobacteria) dengan memproduksi hormon tumbuh (IAA), sehingga dapat membantu tanaman dalam pertumbuhan dan produksinya (Sri dkk., 2015). Rhizobacteri merupakan asosiasi bakteri yang bisa hidup pada perakaran tanah dan menghasilkan ZPT atau senyawa osmotoleran sehingga tahan terhadap cekaman kekeringan, Rhizobacteri mampu mensintesis senyawa organik dalam sitoplasma sebagai
osmoregulator pada saat
terjadi
cekaman osmotik.
Osmoprotektan berfungsi menjaga agar potensial osmotik sel selalu lebih tinggi daripada lingkungan, akibatnya akan terbentuk gradien konsentrasi antara sel dengan lingkungan sehingga air tetap mengalir dari lingkungan sel. Selain itu Rhizobacteri berfungsi dalam menghasilkan ZPT sehingga tanaman tumbuh subur, serta dapat menghasilkan fitoaleksin sehingga tanaman tahan terhadap penyakit. Isolat Rhizobacteri osmotoleran A1-19 mampu menghasilkan IAA sehingga secara signifikan telah meningkatkan proliferasi akar, selain mampu mendukung pertumbuhan tanaman pada keadaan cekaman kekeringan (Gatot, 2002). Rhizobacteri merupakan bakteri yang hidup di rhizosfer akar dan mampu menghasilkan ZPT atau senyawa osmotoleran sehingga tahan terhadap cekaman kekeringan. Tanaman kedelai yang diinokulasi Rhizobacteri menunjukkan hasil yang lebih baik dari segi pertumbuhan dan produksi daripada tanaman yang tidak diinokulasi (Sri dkk., 2015). Pemberian Rhizobacteri tahan cekaman kekeringan dapat memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat basah dan kering brangkasan, berat basah dan kering akar, jumlah polong, berat 100 biji dan berat kering biji (Doddy, 2005).
15
F. Hipotesis Diduga asosiasi Rhizobium sp.-mikoriza-Rhizobacteri indigenous Merapi dengan kedelai varietas Grobogan memberikan pertumbuhan dan hasil terbaik di lahan pasir pantai.
III.
TATA CARA PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium Penelitian dan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan September 2015 sampai April 2016.
B. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : inokulum Rhizobium sp. (Legin), Rhizobakteri indegenous Merapi isolat MB dan MD (koleksi Ir. Agung Astuti, M.Si.), mikoriza dari perbanyakan rhizosfer tanaman jagung, benih jagung, benih kedelai varietas Grobogan, varietas Petek, varietas Detam-1, alkohol, Acidfuchin, KOH 10%, HCl 1%, media platting LBA (Luria Bertani Agar), media perbanyakan isolat LBC (Luria Bertani Cair), aquades, cat gram A, cat gram B, cat gram C, cat gram D, kapur, kertas payung, kertas filter, kapas, tanah pasir pantai, pupuk kandang, pupuk Urea, SP-36, KCl dan pestisida. Alat yang digunakan adalah tabung reaksi, tabung ukur, bekerglas, cawan petri, colonicounter, rotary shaker, haemacytometer, erlenmeyer, mikro pipet, timbangan analitik, jarum ose, driglasky, pinset, pipet ukur, blue and yellow tip, autoklaf, oven, mikroskop, Leaf Area Meter (LAM), lampu bunsen, pH stik, label, spidol, cutter, stapler, gunting, karet gelang, plastik klep, timbangan (max 10 kg), penggaris, meteran, polibag ukuran 3 kg dan 8 kg, karung plastik, cetok, gembor plastik, nampan, ayakan pasir, semprotan pestisida, dan plastik sungkup (bila diperlukan).
C. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode percobaan lapangan, menggunakan rancangan percobaan faktorial (4 x 3) yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor pertama adalah macam inokulum yang terdiri dari 4 aras yaitu: (A) Rhizobium sp.- mikoriza, (B) Rhizobium sp.-Rhizobacteri indigenous Merapi, (C) Rhizobium sp.- mikoriza -Rhizobacteri indigenous Merapi dan (D) Tanpa Inokulum (kontrol). Faktor kedua adalah varietas kedelai yang terdiri dari 3 16
17
aras yaitu: (P) Varietas Grobogan, (Q) Varietas Petek, dan (R) Varietas Detam-1. Diperoleh 12 kombinasi perlakuan dan masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali, dengan demikian diperoleh 36 unit percobaan. Setiap unit percobaan digunakan 7 tanaman, meliputi 3 tanaman sampel, 3 tanaman korban dan 1 tanaman cadangan sehingga terdapat 252 polibag. Lay out penelitian terlampir pada lampiran 1.
D. Cara Penelitian 1. Tahap pertama: pembuatan inokulum a. Perbanyakan inokulum mikoriza Perbanyakan inokulum mikoriza dengan cara kultur pot jagung dengan media tanah 3 kg sebanyak 4 polibag (penghitungan kebutuhan mikoriza terlampir pada lampiran 5) dan dipelihara selama 4 minggu. Setelah itu tanah dibongkar untuk diuji efektifitas infeksi mikoriza dan jumlah spora. Akar tersier dibersihkan dan dicuci kemudian dipotong dengan ukuran 1 cm sebanyak 3 x 20 buah. Potongan akar kemudian diamati persentase infeksi mikoriza dengan pengecatan acid fuchsin melalui pengamatan mikroskop. Selanjutnya tanah campuran diambil sebanyak 3 x 250 g dari masingmasing polibag dan dihitung jumlah spora mikorizanya dengan teknik penyaringan basah dan diamati dengan haemacytometer. Apabila dari perhitungan jumlah spora didapatkan 50-60 spora atau lebih/gram dan persentase infeksi lebih dari 80% maka cukup diinokulasikan sebanyak 40 gram crude/lubang tanam dengan cara dimasukkan dalam lubang sebelum benih ditanam. Apabila didapatkan kurang dari 50-60 spora, maka diinokulasikan 80 gram crude/lubang tanam. Kemudian tanah dan akar jagung setiap polibag dikering anginkan dengan menggunakan nampan selama 7 hari dan dapat digunakan sebagai crude inokulum mikoriza. Inokulum mikoriza dalam bentuk crude (campuran dari akar, tanah dan spora mikoriza) diberikan bersamaan waktu tanam sebanyak 40 gram (Lukiwati and Simanungkalit, 2002).
18
b. Perbanyakan isolat Rhizobacteri indigenous Merapi: i.
Sterilisasi alat dan bahan Seluruh alat yang digunakan untuk pembuatan inokulum disterilkan dengan menggunakan autoklaf bertemperatur 121ºC tekanan 1 atm selama 20 menit. Untuk bahan yang digunakan dalam pembuatan inokulum juga perlu disterilisasi dengan autoklaf 121ºC tekanan 1 atm selama 30 menit.
ii.
Pembuatan media LBA (Luria Bertani Agar) dan LBC (Luria Bertani Cair) Dalam setiap 1 liter medium Luria Bertani (LB) dibutuhkan bahanbahan berupa Trypton 10 g, Yeast extract 5 g, NaCl 5 g, Agar 15 g (untuk LBA) dan Aquades 1000 ml. Panaskan seluruh bahan kecuali agar untuk LBC hingga homogen dan ber-pH 6,5-7,2. Pengecekan pH digunakan pH stik. Untuk membuat LB miring, masukkan LBA pada tabung reaksi sebanyak 10 ml setiap tabung reaksi. Untuk membuat LBC, masukkan LBC pada tabung reaksi sebanyak 10 ml setiap tabung reaksi. Seluruh media disterilkan dengan menggunakan autoklaf bertemperatur 121ºC, 1 atm selama 15 menit. Media LBA di tabung reaksi kemudian diletakkan dengan kemiringan 30-45º.
iii.
Peremajaan isolat Peremajaan isolat dibutuhkan 2 stok isolat MB dan MD serta 4 LBA miring. Peremajaan isolat dilakukan dengan menginokulasi isolat stok MB dan MD Rhizobacteri indigenous Merapi pada LBA miring. Masing-masing diulang 2 kali, artinya setiap isolat diinokulasi pada dua LBA miring. Setelah inokulasi, inkubasi selama 48 jam.
iv.
Identifikasi isolat Rhizobacteri indigenous Merapi Identifikasi isolat dibutuhkan 2 isolat MB dan MD hasil peremajaan dan 8 LBA dalam petridish. Identifikasi isolat Rhizobacteri indigenous Merapi dilakukan dengan menginokulasikan isolat dari hasil peremajaan ke dalam LBA dengan metode permukaan (surface platting method) dan goresan (streak platting method) dari pengenceran 10-6.
19
Dalam inokulasi ini dilakukan dua kali ulangan setiap isolat. Kemudian inkubasi selama 48 jam hingga didapatkan koloni tunggal. Dari koloni tunggal tersebut, diamati karakteristiknya dengan menggunakan mikroskop. Pengamatan yang dilakukan terhadap warna, diameter, bentuk koloni, bentuk tepi, elevasi, struktur dalam koloni, bentuk sel dan sifat gram Rhizobacteri indigenous (Lay, 1994). Pengecatan gram dilakukan dengan mengambil dari masing-masing isolat hasil inkubasi 1 ose dan diinokulasi pada aquades steril 9 ml pada tabung reaksi dan kemudian dilakukan cat gram. Cat gram diawali dengan kaca preparat mikroskop disemprot alkohol dan dikeringkan di atas Bunsen. Setelah itu, tandai kaca preparat untuk isolat MB dan isolat MD serta beri lingkaran pada belakang kaca. Setelah itu, tepat di tengah lingkaran yang dibuat, teteskan aquades yang telah diberi isolat. Kemudian dikeringkan di atas bunsen dan diberi larutan cat gram A, tunggu 1 menit, dicuci dan keringkan. Kemudian tetesi dengan larutan cat gram B, tunggu 2 menit, dicuci dan keringkan. Ditetesi larutan cat gram C, tunggu 30 detik, cuci dan keringkan. Yang terakhir ditetesi cat gram D, tunggu 2 menit, cuci, keringkan dan diamati di bawah mikroskop. Bersifat gram positif apabila berwarna ungu/biru dan gram negatif bila berwarna merah. v.
Pembuatan biakan murni isolat Rhizobacteri indigenous Merapi untuk kultur stok. Rhizobacteri indigenous Merapi dimurnikan dengan cara mengambil satu ose isolat hasil identifikasi. Masing-masing isolat MB dan MD diinokulasikan pada dua LBA miring dengan metode goresan (streak platting method) kemudian diinkubasi selama 48 jam. Hasil inkubasi masing-masing isolat diinokulasikan pada dua media LBA secara surface platting method dari pengenceran 10-6 dan diinkubasi 48 jam. Apabila sudah seragam hasilnya, maka dianggap murni. Kemudian dibuat kultur murninya pada LBA miring sebanyak 2 ulangan. Selanjutnya inokulasikan kultur murni pada LBC (10 ml tiap tabung reaksi) dan diinkubasi pada rotary shaker 120 rpm selama 48 jam.
vi.
Perbanyakan dan pembuatan starter campuran isolat
20
Hasil inkubasi isolat pada LBC diambil 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer steril berukuran 250 ml yang berisi 100 ml LBC kemudian diinkubasi pada rotary shaker selama 48 jam untuk pengaktifan fase mid log bakteri. Selanjutnya kedua starter dicampur dan diperlukan uji viabilitas starter campuran. Uji viabilitas ini dilakukan dengan metode Total Plate Count (TPC). 1 ml sampel diencerkan pada botol suntik (10-2; 10-4; 10-6) dan 2 tabung reaksi (10-7;10-8), sehingga didapat seri pengenceran hingga 10-8. Setiap 0,1 ml pada seri 10-6;10-7;10-8 diinokulasikan dengan metode permukaan atau surface platting method dan setiap seri pengenceran yang diujikan (10-7;10-8;10-9) dengan seri pengenceran 10-7; 10-8; 10-9 sebanyak 3 kali ulangan. Uji kemampuan hidup mikroba berdasarkan daya viabilitas dan jumlah koloni populasi bakteri.
Penghitungan populasi bakteri ini
dengan metode Total Plate Count (TPC). Jumlah bakteri per mL dapat ditentukan dengan menghitung koloni yang tumbuh dari masing-masing pengenceran.
Penentuan
jumlah
bakteri
per
mililiter
dengan
menggunakan rumus : Jumlah bakteri per ml sampel (CFU/ml) =
Jumlah koloni Faktor pengenceran
Penentuan jumlah jumlah bakteri per mililiter dengan menggunakan cara TPC harus memenuhi syarat sebagai berikut: i. Jumlah koloni tiap cawan petri antara 30 – 300 koloni ii. Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas cawan petri (Spreader) iii. Perbandingan jumlah koloni dari pengenceran yang berturut-turut antara pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya. Jika sama atau lebih kecil dari 2 maka hasilnya dirata-rata, dan jika lebih besar dari 2 maka yang dipakai adalah jumlah koloni dari hasil pengenceran sebelumnya iv. Jika dengan ulangan setelah memenuhi syarat hasilnya dirata-rata (Agung_Astuti dkk, 2014).
21
Apabila kepadatan populasi bakteri ± 107–109 cfu/g, maka dilanjutkan formulasi inokulum padat. vii.
Formulasi inokulum padat Setelah kultur aktif, 15 ml starter campuran diinokulasikan pada 50 gram bahan pembawa yang terdiri dari 89% gambut (w/w) + 1% gula (w/w) + 10% arang aktif (w/w) (Amalia, 2014). Bahan pembawa harus disesuaikan terlebih dahulu keasamannya yakni sekitar pH 7 dan kadar air 40% untuk menunjang pertumbuhan Rhizobakteri indigenous Merapi dalam carrier. Bahan yang digunakan untuk menyesuaikan pH carrier ialah CaCO3 (kapur) dan untuk menyesuaikan kadar air digunakan air steril. Penghitungan kebutuhan inokulum Rhizobacteri indigenous Merapi terlampir pada lampiran 6 sedangkan skema perbanyakan Rhizobacteri indigenous Merapi pada lampiran 10.
c. Inokulum Rhizobium sp. Inokulum Rhizobium sp. yang digunakan adalah inokulum komersial dagang Legin. Legin merupakan pupuk bio-hayati yang bermanfaat dalam meningkatkan penyediaan Nitrogen bagi tanaman melalui pengikatan N udara oleh Rhizobium sp., memperbaiki kesuburan dan keseimbangan hara dalam tanah. Dosis pemberian Legin untuk benih kedelai adalah 3 gram/1 kg benih (Ramadhani, 2015). Kebutuhan Legin adalah 0,62 gram (penghitungan kebutuhan Legin terlampir pada lampiran 4).
2. Tahap kedua: aplikasi inokulum padat dan uji efektifitasnya terhadap pertumbuhan kedelai a. Penyiapan media tanam dan pemupukan dasar Penyiapan media tanam dilakukan 2 minggu sebelum penanaman dengan mengering anginkan tanah terlebih dahulu kemudian dibersihkan, diayak dan mengisi polibag dengan tanah pasir pantai 7,5 kg dan pupuk kandang sebanyak 35,5 gram (perhitungan terlampir pada lampiran 2). Kemudian seluruh polibag diberi air hingga kapasitas lapang. b. Uji perkecambahan
22
Pengujian dilakukan dengan cara mengambil 100 benih setiap varietas secara acak kemudian benih disemai pada petridish yang sudah diberikan kapas atau kertas saring yang telah dibasahi. Pengujian dilakukan 3 kali ulangan dan diamati selama 7 hari. Rumus daya kecambah (DK): jumlah biji berkecambah
DK= jumlah biji yang dikecambahkan x 100% Benih dapat digunakan sebagai bahan tanam apabila dari hasil uji DK diperoleh angka DK>80% c. Aplikasi inokulum pada berbagai varietas sesuai perlakuan Kebutuhan benih varietas Grobogan 30,24 gram, varietas Petek 13,94 gram dan varietas Detam-1 24,93 gram (penghitungan kebutuhan benih terlampir pada lampiran 3). i. Aplikasi crude inokulum mikoriza Aplikasi mikoriza saat penanaman dengan cara memasukkan crude mikoriza sebanyak 40-80 gram/polibag ke dalam lubang tanam bersama inokulum Rhizobacteri indigenous Merapi. Kebutuhan crude mikoriza adalah 10.080 gram (penghitungan terlampir pada lampiran 5). ii. Aplikasi inokulum Rhizobacteri indigenous Merapi Formula padat Rhizobacteri indigenous Merapi diberikan pada lubang tanam sebanyak 0,05 g/polibag atau setara dengan 6-20 kg/h (Metting, 1992) sebelum tanam bersama aplikasi crude mikoriza. Kebutuhan formula inokulum Rhizobacteri indigenous Merapi adalah 6,3 g (penghitungan terlampir pada lampiran 6). iii. Aplikasi inokulum Rhizobium sp. Aplikasi inokulum Rhizobium sp. dengan cara membasahi benih dengan air, kemudian campur dengan Legin dengan dosis 3 gram/kg benih hingga merata. Untuk benih varietas Grobogan 30,24 gram diberi Legin 0,09 gram, varietas Petek 13,94 gram diberi Legin 0,04 gram dan varietas Detam-1 24,93 gram diberi Legin 0,07 gram (penghitungan terlampir pada lampiran 4). Kemudian dikering anginkan, lalu benih ditanam pada lubang tanam (masing-masing 2 benih). d. Penanaman
23
Penanaman dilakukan dengan cara tanam 2 benih dalam 1 lubang untuk mengurangi resiko jika ada tanaman yang mati. Cara aplikasi dan penanaman yaitu pertama inokulasi inokulum Rhizobium sp. pada benih, kemudian inokulasi mikoriza pada lubang tanam bersama aplikasi inokulum Rhizobacteri indigenous Merapi. Penanaman dilakukan cara membuat lubang tanam yang ada di polibag. Jarak tanam yang digunakan adalah 15 x 15 cm (Djukri, 2005) (lay out penanaman terlampir pada lampiran 1). Pada saat penanaman juga dilakukan pemupukan dasar (penghitungan terlampir pada lampiran 2). 3. Tahap ketiga: pemeliharaan tanaman a. Penyiraman Penyiraman dilakukan dengan menghitung kadar lengas kapasitas lapang (KL.KL) tanah dan kadar lengas kering udara (KL.KU). Penghitungan KL.KL tanah dilakukan dengan cara mengambil tanah secukupnya, direndam hingga jenuh selama sekitar 1 jam, kemudian dianginkan hingga tidak menetes dan dilakukan pengukuran kadar lengasnya. Untuk penghitungan KL.KU dengan mengering anginkan tanah dan kemudian dilakukan pengukuran kadar airnya dengan oven. Berikut rumus penghitungan kadar lengas: 𝒌𝒂 =
𝒃−𝒂 × 𝟏𝟎𝟎% 𝒄−𝒂
Keterangan: Ka: kadar lengas a: berat cawan kosong b: berat cawan + sampel tanah c: berat cawan + sampel tanah setelah dioven Setelah didapatkan data KL.KU dan KL.KL, maka menghitung volume air yang harus ditambah (100% kapasitas lapang) dengan rumus: 100% kapasitas lapang = 100% x KL.KL Tambahan air yang diperlukan (g) = 100% kapasitas lapang – KL.KU Tambahan air yang diperlukan (ml) =
𝐭𝐚𝐦𝐛𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐚𝐢𝐫 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐩𝐞𝐫𝐥𝐮𝐤𝐚𝐧 (𝐠) 𝟏 𝐠/𝐜𝐦𝟑
24
Berat polibag pada saat kapasitas lapang (kg) = berat tanah dalam polibag + tambahan air yang diperlukan (g) Penyiraman dilakukan dengan cara mengambil 3 sampel polibag secara acak,
kemudian
ditimbang
dan
menghitung
volume
air
yang
diberikan/diperlukan untuk mencapai berat polibag pada saat kapasitas lapang. Hasilnya digunakan sebagai dasar penyiraman keseluruhan unit penelitian. b. Pemupukan susulan Pemupukan dilakukan 2 kali yakni pada saat penanaman (Urea 0,12 g; SP36 0,09 g; dan KCl 0,12 g) dan 2 minggu setelah tanam meliputi Urea 0,12 g; SP-36 0,09 g; dan KCl 0,12 g (penghitungan dosis pemupukan terlampir pada lampiran 2) dengan cara ring placement. c. Penyiangan Penyiangan gulma dilakukan setiap ada tumbuhan yang tidak dikehendaki tumbuh. Pengendalian gulma dilakukan secara manual, yakni dengan cara mencabut langsung karena area tanam yang tidak terlalu luas. d. Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara mekanis, namun bila tingkat serangan telah melewati ambang batas maka dilakukan secara kimiawi. Penyemprotan pestisida dilakukan pada waktu yang berbeda-beda tergantung jenis hama dan pola penyerangannya. i.
Melano
Agromyza
phaseoli,
ukuran
hama
1,5
mm,
cara
pengendaliannya adalah dengan penyemprotan Suprecide 25 EC atau Agrothion 50 EC. ii.
Kumbang daun tembukur (Phaedonia inclusa), gejala serangannya adalah larva dan kumbang memakan daun, bunga, pucuk, polong muda bahkan seluruh tanaman. Cara pengendaliannya adalah dengan penyemprotan Agrothion 50 EC atau Diazinon 60 EC pada tanaman setelah berumur di atas 20 hari.
iii. Cantalan (Epilachana soyae) pemakan daun dan merusak bunga. Cara pengendaliannya adalah dengan penyemprotan Agrothion 50 EC.
25
iv.
Ulat polong (Etiela zinchenella) menyerang buah saat masih hijau, polong bagian luar berubah warna. Cara pengendaliannya adalah dengan penyemprotan Dursban 20 EC hingga 15 hari sebelum panen.
v.
Kepala polong (Riptortus linearis). Gejalanya adalah polong bercak kehitaman dan menjadi hampa. Cara pengendaliannya adalah dengan penyemprotan Surecide 25 EC atau Azodrin 15 WSC.
vi.
Lalat kacang (Ophiomyia phaseoli) menyerang tanaman muda yang baru tumbuh. Cara pengendaliaannya adalah pemberian Furadan 36. Setelah
satu
minggu
setelah
benih
berkecambah,
dilakukan
penyemprotan Azodrin 15 WSC dengan dosis 2 cc/liter air dan diulangi ketika tanaman berumur 1 bulan. vii. Kepik hijau (Nezara viridula) menyerang polong dan biji sehingga mengempis dan kering dan biji bagian dalam atau kulit polong berbintik coklat. Pengendaliannya dengan menyemprot Azodrin 15 WCS. viii. Kepik coklat disemprot dengan Azodrin 15 WSC, Diazinois 60 EC atau Dusban 20 EC atau Bayrusil setiap 1-2 minggu, setelah tanam 50 hari. ix.
Ulat grayak (Prodenia litura) menyerang daun dengan gejala kerusakan pada daun. Cara pengendaliannya adalah dengan menyemprot Dursban 20 EC atau Azodrin 15 WSC sebanyak 2 kali seminggu setelah ditemukan telur.
x.
Ulat penggerek polong, disemprot dengan insektisida Agrothion 50 EC, Dursban 20 EC, Azodrin 115 WSC, Thiodan 35 EC pada waktu pembentukan polong.
Upaya pengendalian penyakit pada tanaman kedelai: i.
Penyakit layu (Sclerotium rolfsii) menyerang tanaman umur 2-3 minggu dengan gejala daun menguning dan layu. Pengendaliannya adalah dengan menyemprotkan Dithane M 45 dengan dosis 2 gram/liter air.
ii. Penyakit anthracnose, menyerang daun dan polong yang telah tua. Gejalanya adalah daun dan polong bintik-bintik kecil hitam, daun yang paling rendah rontok, polong muda yang terserang menjadi kosong dan
26
isi polong tua menjadi kerdil. Pengendaliannya dengan menyemprotkan Antracol 70 WP atau Dithane M 45. iii. Penyakit karat, menyerang daun, gejalanya daun tampak bercak dan bintik coklat. Cara pengendalian dengan menyemprotkan Dithane M 45. iv. Penyakit busuk batang menyerang batang tanaman kedelai. Gejalanya batang menguning kecoklat-coklatan dan basah, kemudian membusuk dan mati. Cara pengendaliannya dengan menyemprotkan Dithane M 45. v.
Virus mosaik menyerang daun dan tunas. Gejalanya perkembangan dan pertumbuhan lambat, tanaman menjadi kerdil. Pengendaliannya dengan menyemprotkan Tokuthion 500 EC (Aep, 2006).
e. Pemberian sungkup Pemberian sungkup di lahan perlu dilakukan mengingat tanaman kedelai tidak suka terhadap banyak air sementara penelitian akan dilakukan ketika musim penghujan. 4. Tahap kelima: panen dan pengamatan Kedelai dapat dipanen setelah sebagian besar daun sudah menguning, buah mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak, atau polong sudah kelihatan tua, batang berwarna kuning agak coklat. Umur kedelai yang akan dipanen adalah sekitar 75-110 hari tergantung varietas dan ketinggian tempat. Kedelai yang akan dikonsumsi dipetik pada umur 75-100 hari, sedangkan untuk benih dipetik pada umur 80-82 hari (Suhartina, 2005).
E. Parameter yang Diamati 1. Pengamatan tanaman korban dilakukan ketika tanaman berumur 3, 6 dan 9 minggu setelah tanam yang meliputi: a. Dinamika populasi total Rhizobacteri indigenous Merapi selama masa tanam
27
Pengamatan dilakukan pada minggu ke-3, 6 dan 9 setelah tanam dengan cara menyemprot rhizosfer tanaman dengan aquades, lalu diencerkan pada botol suntik (10-2; 10-4; 10-6) dan 2 tabung reaksi (10-7;10-8), sehingga didapat seri pengenceran hingga 10-8. Setiap 0,1 ml pada seri 10-6;10-7;10-8 diinokulasikan dengan metode permukaan atau surface platting method dan setiap seri pengenceran yang diujikan (10-7;10-8;10-9)
dengan seri
pengenceran 10-7; 10-8; 10-9 sebanyak 3 kali ulangan. Dinamika Rhizobakteri indigenous Merapi didasarkan pada populasi koloni bakteri dengan menggunakan metode TPC (Total Plate Count), dengan syarat: i.
Jumlah koloni tiap cawan petri antara 30 – 300 koloni
ii.
Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas cawan petri (Spreader)
iii.
Perbandingan jumlah koloni dari pengenceran yang berturut-turut antara
pengenceran
yang
lebih
besar
dengan
pengenceran
sebelumnya. Jika sama atau lebih kecil dari 2 maka hasilnya diratarata, dan jika lebih besar dari 2 maka yang dipakai adalah jumlah koloni dari hasil pengenceran sebelumnya iv.
Jika dengan ulangan setelah memenuhi syarat hasilnya dirata-rata (Agung_Astuti dkk., 2014).
b. Aktivitas Rhizobium sp. i. Jumlah nodul akar total Jumlah nodul akar dihitung secara manual setelah tanaman dicabut, akar dibersihkan lalu dihitung jumlah nodul seluruhnya, baik efektif maupun tidak efektif. ii. Berat nodul (g) Setelah nodul dihitung, maka nodul ditimbang dengan timbangan analitik. Hasil timbangan dinyatakan dengan satuan gram. iii. Persentase keefektifan nodul (%) Persentase nodul efektif dihitung dengan rumus Jumlah nodul efektif 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑛𝑜𝑑𝑢𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖
× 100% dan dinyatakan dalam satuan
persen. Caranya ambil 20 nodul secara acak, lalu dipotong dengan
28
cutter, amati warna nodul. Bila berwarna merah berarti efektif, dan bila berwarna hitam tidak efektif. Pengamatan dilakukan 3 kali ulangan. iv. Diameter bintil akar (mm) Pengamatan ini dilakukan dengan cara mengukur diameter bintil akar dengan menggunakan jangka sorong dan dinyatakan dalam satuan mm. c. Aktivitas mikoriza i. Persentase infeksi mikoriza Penghitungan dilakukan dengan rumus
Jumlah akar terinfeksi × 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑘𝑎𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
100% dan
dinyatakan dalam satuan persen. Pengamatan infeksi mikoriza dilakukan dengan metode pengecatan Acid fuchsin yakni mengamati akar halus kedelai dengan memotong 1 cm sebanyak 3 x 20 potong per tanaman, rendam dengan KOH 10% sebanyak 2 ml selama 24 jam, cuci dan rendam HCl 1% sebanyak 2 ml selama 1 jam, cuci dan rendam acid fuchsin 5 menit. Pengamatan ditujukan pada vesikula, hifa luaran, dan arbuskula dengan mikroskop perbesaran 40-400 kali. ii. Jumlah spora Penghitungan spora dilakukan pada minggu kedelapan dengan metode penyaringan basah. Tanah per polibag diambil 250 gram dan dilarutkan dalam 1 liter aquades (1:4) dan biarkan hingga mengendap. Tuang cairan (dekantasi) melalui saringan, kemudian amati hasil saringan dengan haemacytometer. Berikut rumus penghitungan jumlah spora: 𝑆=
1000 𝑚𝑙 ×𝑎×𝑓 0,0025𝑚𝑚2 × 0,01 𝑚𝑚
Keterangan: S: jumlah spora a: jumlah spora yang teramati pada haemacytometer f: faktor pengenceran d. Poliferasi akar Pengamatan ini bertujuan untuk mengamati percabangan perakaran tanaman kedelai. Pengamatan dilakukan pada tanaman korban pada minggu ke-3, 6 dan 9 setelah tanam. Poliferasi akar dinyatakan secara kualitatif dengan harkat (++++) untuk perakaran yang memiliki percabangan rumit serta banyak akar horizontal dan vertikal, (+++) untuk perakaran yang
29
memiliki percabangan akar banyak, (++) untuk perakaran yang memiliki percabangan sedang dan (+) untuk perakaran yang memiliki percabangan akar sedikit serta (-) untuk perakaran yang tidak memiliki percabangan. e. Pertumbuhan Tanaman i.
Panjang akar (cm) Pengukuran panjang akar tanaman menggunakan penggaris dari pangkal batang hingga ujung akar terpanjang. Pengamatan panjang akar dilakukan pada minggu ke-3, 6 dan 9 setelah tanam pada tanaman korban.
ii.
Bobot segar dan kering akar (gram) Pengamatan bobot segar akar dilakukan dengan cara mencabut tanaman korban, kemudian potong bagian pangkal batang dan menimbang bagian akar yang telah dibersihkan. Selanjutnya akar dikering anginkan selama 24 jam kemudian dioven dengan temperatur 60oC hingga bobotnya konstan. Pengamatan bobot kering akar dilakukan dengan menimbang akar yang telah kering oven dengan menggunakan timbangan analitik dan dinyatakan dalam satuan gram.
iii.
Bobot segar dan kering tajuk (gram) Pengamatan bobot segar tajuk dilakukan dengan cara mencabut tanaman korban, kemudian potong bagian pangkal batang dan menimbang bagian batang, daun dan polong. Selanjutnya tajuk dikering anginkan selama 24 jam kemudian dibungkus dengan kertas buram untuk masingmasing perlakuan kemudian dioven dengan temperatur 60oC hingga bobotnya konstan. Pengamatan bobot kering tajuk dilakukan dengan menimbang akar yang telah kering oven dengan menggunakan timbangan analitik dan dinyatakan dalam satuan gram.
iv.
Luas daun (cm2) Luas daun diukur dengan menggunakan LAM (Leaf Area Meter). Daun yang akan diukur, dipotong terlebih dahulu, lalu diukur menggunakan LAM dan dinyatakan dalam satuan cm2. Pengamatan dilakukan pada minggu ke-3, 6 dan 9 setelah tanam pada tanaman korban.
2. Pengamatan pertumbuhan 3 tanaman sampel meliputi:
30
a. Tinggi tanaman (cm) Tinggi tanaman yang diukur adalah tajuk, yaitu dari permukaan tanah sampai dengan titik tumbuh tanaman. Alat yang digunakan adalah penggaris atau meteran dengan satuan cm. Pengamatan dilakukan seminggu sekali hingga panen, dimulai satu minggu setelah tanam. b. Jumlah daun Jumlah daun dihitung untuk menentukan tingkat kemampuan tanaman untuk berfotosintesis. Pengamatan dilakukan seminggu sekali hingga panen, dimulai satu minggu setelah tanam. c. Umur berbunga (%) Dalam menentukan umur berbunga dilakukan saat kedelai mengalami pembungaan lebih dari 50%. Pengamatan dilakukan sekali varietas Petek sekitar umur 30 HST, varietas Grobogan 32 HST dan varietas Detam-1 35 HST. d. Jumlah polong Polong dihitung jumlahnya secara manul per tanaman per perlakuan. Pengamatan dilakukan pada saat panen. e. Bobot kering polong (g) Polong dijemur selama 48 jam hingga kadar air tertentu. Pengamatan bobot kering polong dilakukan dengan menimbang polong yang telah kering matahari. Pengamatan dilakukan ketika setelah panen.
f. Berat biji (g) Berat biji diamati dengan memisahkan biji dengan polong kering terlebih dahulu, kemudian menimbang biji tanaman sampel tiap unit dan dinyatakan dalam satuan gram dan dilakukan pengukuran kadar airnya. Berat biji dikonversi pada kadar air 14% dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (𝟏𝟎𝟎−𝐊𝐚)
Berat biji = 𝟏𝟎𝟎−𝟏𝟒% 𝒙𝑪 𝒈 Keterangan: C : berat biji per tanaman (g) Ka : kadar air biji terukur
31
g. Berat 1000 biji (gram) Pengamatan berat 1000 biji dilakukan dengan menimbang berat biji kedelai sebanyak 1000 biji kering matahari dari setiap sampel tanaman yang telah diketahui kadar airnya. Kemudian berat kering dikonversikan pada kadar air 14% dengan rumus: (𝟏𝟎𝟎−𝐊𝐚)
a = 𝟏𝟎𝟎−𝟏𝟒% 𝒙𝒃 Keterangan: a : berat 1000 biiji pada kadar air 14% b : berat 1000 biji pada kadar air terukur Ka : kadar air terukur h. Hasil (ton/h) Pengamatan ini dilakukan dengan mengkonversikan hasil berat biji per tanaman pada kadar air 14% pada ton/h dengan rumus : 𝑨
H = 𝑩 𝒙𝑪 𝒌𝒈 Keterangan: H : hasil kedelai/ha pada kadar air 14% A : luas lahan dalam satuan ha (10.000 m2) B : jarak tanam (m2) C : berat biji per tanaman pada kadar air 14% (kg)
F. Analisis Data Data hasil pengamatan secara periodik disajikan dalam bentuk grafik dan histogram, sedangkan hasil akhir dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Analisis of variance) pada tingkat kesalahan α 5%. Untuk perlakuan yang berbeda nyata diuji lebih lanjut dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT).
G.
Jadual Penelitian
Oktober No.
Uraian Kegiatan I
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
November
Perbanyakan inokulum mikoriza Sterilisasi alat dan bahan Pembuatan media Peremajaan isolat Rhizobacteri Identifikasi isolat Rhizobacteri Pemurnian isolat Rhizobacteri Perbanyakan dan pembuatan starter Formulasi inokulum padat Uji perkecambahan Penyiapan media tanam Aplikasi dan penanaman Tahap pemeliharaan dan pengamatan Panen Tahap analisis dan penyusunan laporan
33
II
III IV
I
II
III IV
Desember Januari Minggu keI II III IV I II III IV
Februari I
II
III IV
Maret I
II
III IV
34
DAFTAR PUSTAKA
Adetama, D. S. 2011. Analisis Permintaan Kedelai. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. 14 hal. Aep W. I. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merill). Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Jatinangor. Hal. 8-29. Agung_Astuti, Sarjiyah dan Amalia F.. 2014. Pengaruh Formulasi Inokulum Padat Dan Bahan Pengemas Terhadap Aktivitas Rhizobacteri indigenous Merapi Dan Pertumbuhan Padi Dalam Cekaman Kekeringan. Skripsi Mahasiswa FP UMY (Tidak Dipublikasikan). Amalia F. 2014. Pengaruh Formulasi Inokulum Pdat dan Bahan Pengemas terhadap Aktivitas Rhizobacteri indigenous Merapi dan Pertumbuhan Padi dalam Cekaman Kekeringan. Skripsi Fakultas Pertanian UMY. Yogyakarta. Ardiansyah, Lisa M. dan Nini R. 2014. Respons Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Hasil Seleksi terhadap Pemberian Asam Askorbat dan Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular di Tanah Salin. Jurnal Online Agroteknologi 2(3):948954. Arie.
2013. Angan Swasembada http://www.kompasiana.com/ariefebstyo/angan-swasembadapangan_552995c8f17e614a0ad623a8. Diakses 10 Juli 2015.
Pangan.
Balitkabi. 2008. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang.171 hal. BPS. 2015. Produksi Kedelai. http://BPS.go.id. Diakses 2 Juni 2015. BPTP.
2014. Budidaya Kedelai di Lahan pasir. http://yogya.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_content&v iew=article&id=1025:budidaya-kedelai-di-lahan-pasir&catid=4:infoaktual&Itemid=5. Diakses 28 April 2015.
Djukri. 2015. Pengaruh Perbedaan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan Tiga Varietas Kedelai. Biota 10(3):176-182. Doddy F. A. A. 2005. Pengaruh Empat Macam Isolat Rhizobacteri Tahan Kekeringan dan Kemasaman terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai Varietas Burangrang. http://studentresearch.umm.ac.id/index.php/dept_of_agronomy/article/view/7126. Diakses 10 Juli 2015. Dwi P. 2010. Petunjuk Teknis Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Kedelai. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB. Nusa Tenggara Barat. Ellia H. M., Sriyanto W. dan Jaka W. 2014. Kajian Sifat Fisiologis Kultivar Kedelai dan Ketergantungannya terhadap Mikoriza. Vegetalika 3(1):45-52.
35
Endang P. 2013. Respon Pertumbuhan Tanaman Kedelai Hitam Terinfeksi Mikoriza pada Tanah Marjinal. Widya Warta 1(2):81-95. Erliana G, Sri S. A. dan Sri W. 2009. Varietas Unggul Kedelai Untuk Bahan Baku Industri Pangan. Jurnal Litbang Pertanian. 28 (3):79-87. Gunawan B. 2014. Manajemen Sumberdaya Lahan. Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta. Hal. 147-160. Kemal P. 2000. Budidaya Pertanian Kedelai. Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Jakarta. 18 hal. http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/kedelai.pdf. Diakses 6 Mei 2015. Kemenperin. 2012. Ironi Kedelai Impor di Negeri Tempe. http://www.kemenperin.go.id/artikel/3853/Ironi-Kedelai-Impor-di-NegeriTempe. Diakses 27 April 2015. Lay, W. B. 1994. Microbes analysis in laboratory. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Lilik U. 2005. Pengaruh Inokulasi Rhizobium-VAM dan Bahan Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai di Lahan Pasir Pantai. Jurnal agrUMY. XIII (1): 20-31. Lukiwati D. R. and Simanungkalit R. D. M. 2002. Dry Matter Yield, N and P Uptake of Soybean With Glomus manihotis and BradyRhizobium japonicum. Symposium 17 WCSS Thailand. P 1-8. Metting, F. B. Jr. 1992. Soil Mikrobial Ecology: Application in agricultural and environmental management. Marcel Dekker, Inc. New York. 30-38 p. Muhamad H. R., Agung_Astuti dan Haryono. 2014. Pengujian Toleransi Terhadap Cekaman Kekeringan pada Berbagai Varietas Padi yang Diinokulasi Rhizobacteri indigenous Merapi. http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t34775.pdf. Diakses 10 Juli 2015. Hal. 410. Muhammad I. W., Muji R. dan Samanhudi. 2014. Pengaruh Pemberian Mikoriza dan Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan Bawang Putih. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. XXIX (1):35-43. Murdianto, Agung_Astuti dan Haryono. 2014. Pengaruh Frekuensi Penyiraman dan Inokulasi Rhizobacteri indigenous Vulkanik Merapi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi IR64. http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t36281.pdf. Diakses 10 Juli 2015. Nasih W. Y. 2009. Membangun Kesuburan Tanah di Lahan Marginal. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. IX (2):137-141. Ngadiman, Sri W., Triwibowo Y. dan Marta R. T. 2014. Peranan Inokulasi Ganda Rhizobia Pembintil Akar dan Rhizobacteri Osmotoleran terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai dalam Kondisi Cekaman Kekeringan.
36
http://opac.lib.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=Penelitia nDetail&act=view&typ=html&buku_id=428551&obyek_id=4. Diakses 11 Juli 2015. Novriani. 2011. Peranan Rhizobium sp. dalam Meningkatkan Ketersediaan Nitrogen bagi Tanaman Kedelai. Jurnal AgronobiS. III (5):35-42. Okti P., Didik I., Siti K dan Djaffar S. 2012. Tanggapan Tanaman Kedelai terhadap Inokulasi Rhizobium. http://ojs.unud.ac.id/index.php/agrotop/article/download/6260/4740. Diakses 01 November 2015. Rahmat R. dan Yuyun Y. 1996. Kedelai, Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. Hal. 12. Ramadani K. A. 2015. Meningkatkan Produksi Kedelai dengan Rhizobium. bbppbinuang.info/news80-meningkatkan-produksi-kedelai-denganrhizobium.html. diakses tanggal 20 Oktober 2015. Ruly K. 2007. Preferensi Industri Tahu dan Tempe terhadap Ukuran dan Warna Biji Kedelai. Iptek Tanaman Pangan. II (1):123-130. Gatot S. 2002. Kajian Peranan Inokulasi Rhizobacteri Osmotoleran pada Tanaman Padi di Tanah Pasir Pantai. Tesis UGM. Yogyakarta. Sri W., Suliasih dan Saefudin. 2015. Isolasi dan Uji Efektivitas Plant Growth Promoting Rhizobacteria di Lahan Marginal pada Pertumbuhan Tanaman Kedelai Varietas Wilis. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon. I (1):59-65. Sri S., Didik I., Putu S. dan Jaka W. 2015. Kebutuhan Air, Efisiensi Penggunaan Air dan Ketahanan Kekeringan Kultivar Kedelai. Agritech 35 (1):114-120. Suhartina. 2005. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. 154 hal. Sutawi. 2014. Swasembada Pangan Terancam Gagal. http://www.poultryindonesia.com/news/opini/2014-swasembada-panganterancam-gagal/. Diakses 10 Juli 2015. Sutrisno K. 2009. Teknologi Pengolahan Kedelai (Teori dan Praktik). EbookPangan.com. Hal. 2-4. Zhenita V. T. H. 2011. Keefektifan Bakteri Endofit dan PGPR dalam Menekan Penyakit Layu Bakteri pada Tomat. Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Hal. 16-17. Wildan S. B. 2014. Pengaruh Pertumbuhan Penduduk terhadap Perkembangan Sosial dan Kebudayaan. http://www.kompasiana.com/wildanshauqi/pengaruh-pertumbuhanpenduduk-terhadap-perkembangan-sosial-dankebudayaan_552fbfbc6ea834ac298b4610. Diakses 10 Juli 2015.
37
38
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lay Out Penelitian A. Lay Out Unit Penelitian BP1
DR2
AQ3
AR1
AP1
CQ2
DP1
BQ1
AP3
BR2
AQ2
DP2
DQ2
DQ3
AR3
BR1
AR2
CQ1
AQ1
BR3
BP3
CP3
DR1
CQ3
CP1
CP2
BP2
BQ3
DQ1
BQ2
DR3
DP3
CP2
CR1
CR3
AP2
Keterangan: A: Rhizobium sp.- mikoriza B: Rhizobium sp.-Rhizobacteri indigenous Merapi C: Rhizobium sp.- mikoriza –Rhizobacteri indigenous Merapi
B. Lay Out Tiap Unit Penelitian
S1 K1
S2 K2
S3 K3
C
Keterangan: Setiap unit terdiri dari 7 tanaman S: tanaman sampel K: tanaman korban C: tanaman cadangan
P: varietas Grobogan Q: varietas Petek R: varietas Detam-1
39
Lampiran 2. Penghitungan kebutuhan media tanam pasir pantai dan pupuk
BV tanah pasir
= 1,59 gram/cm3
Luas 1 hektar tanah
= 10000 cm x 10000 cm = 108 cm2
Kedalaman akar kedelai
= 20 cm
Volume tanah (1 h)
= 108 cm2 x 20 cm = 2.109 cm3
Berat tanah (1 h)
= 2.109 cm3 x 1,59 gram/cm3 = 3,18.109 gram = 3,18.106 kg
Jarak tanam kedelai
= 15 x 15 cm = 225 cm2
Volume tanah (225 cm2)
= 225 cm2 x 20 cm = 4500 cm3
Berat tanah (225 cm2)
= 4500 cm3 x 1,59 gram/cm3 = 7155 gram = 7,5 kg (pembulatan)
Dosis pupuk Urea untuk tanaman kedelai yaitu 100 kg/h, SP36 75 kg/h dan KCl 75 kg/h serta pupuk kandang 30 to/h (Kemal, 2000). Dosis pupuk tanaman kedelai dalam 7,5 kg tanah sebagai berikut: Kebutuhan pupuk per polibag =
Berat sampel tanah per polibag Berat tanah 1 hektar
× dosis pupuk
1. Kebutuhan pupuk kandang tanaman kedelai per polibag a. Dosis pupuk kandang = 30 ton/h b. Kebutuhan pupuk kandang per polibag
7,5kg 30.103 kg = 0,07075 kg (70,75 g) 6 3,18.10 kg
40
2. Kebutuhan pupuk Urea tanaman kedelai per polibag Dosis Urea = 100 kg/h a. Kebutuhan Urea per polibag
7,5kg 102 kg = 0,00023 kg (0,23 g) 6 3,18.10 kg b. Pemupukan dilakukan 2 kali (Dwi, 2010 dan Aep, 2006), yakni: Pemupukan dasar pada saat tanam (50 %)
= 0,12 gram/polibag
Pemupukan susulan pada umur 2 MST (50%) = 0,12 gram/polibag 3. Kebutuhan pupuk SP36 tanaman kedelai per polibag a. Dosis SP36 = 75 kg/h b. Kebutuhan SP-36 per polibag
7,5kg 75kg = 0,000176 kg (0,176 g) 3,18.106 kg c. Pemupukan dilakukan sekali (Dwi, 2010), yakni: Pemupukan dasar pada saat tanam (100 %)
= 0,176 gram/polibag
4. Kebutuhan pupuk KCl tanaman kedelai per polibag a. Dosis KCL = 100 kg/h b. Kebutuhan KCl per polibag
7,5kg 102 kg = 0,00023 kg (0,23 g) 6 3,18.10 kg c. Pemupukan dilakukan sekali (Dwi, 2010), yakni: Pemupukan dasar pada saat tanam (100 %)
= 0,23 gram/polibag
41
Lampiran 3. Penghitungan kebutuhan benih kedelai
1. Jumlah polibag: 252 polibag a. Jumlah polibag varietas Grobogan
: 84 polibag
b. Jumlah polibag varietas Petek
: 84 polibag
c. Jumlah polibag varietas Detam-1
: 84 polibag
2. Jumlah benih per polibag
: 2 benih
3. Total benih: 2 × 252 polibag = 504 benih a. Jumlah benih varietas Grobogan
: 2 × 84 polibag = 168 benih
b. Jumlah benih varietas Petek
: 2 × 84 polibag = 168 benih
c. Jumlah benih varietas Detam-1
: 2 × 84 polibag = 168 benih
4. Berat 1000 biji kedelai a. Varietas Grobogan
: 180 gram
b. Varietas Petek
: 83 gram
c. Varietas Detam-1
: 148,4 gram
5. Total kebutuhan benih 168
a. Benih varietas Grobogan
: 1000 × 180 = 30,24 g
b. Benih varietas Petek
: 1000 × 83 = 13,94 g
c. Benih varietas Detam-1
:1000 × 148,4 = 24,93
168
168
42
Lampiran 4. Penghitungan kebutuhan inokulum Rhizobium sp. 1. Kebutuhan inokulum Rhizobium sp. 3 g/1 kg benih. 2. Kebutuhan inokulum per varietas a. Benih varietas Grobogan
:3𝑔×
30,24 𝑔 1000
= 0,09 g inokulum
b. Benih varietas Petek
:3g×
13,94 g 1000
= 0,04 g inokulum
c. Benih varietas Detam-1
:3g×
24,93 g 1000
= 0,07 g inokulum
3. Total kebutuhan inokulum: 0,09 g + 0,04 g + 0,07 g = 0,2 g inokulum
43
Lampiran 5. Penghitungan kebutuhan inokulum mikoriza 1. Jumlah polibag perlakuan mikoriza
: 126 polibag
2. Dosis crude mikoriza
: 40-80 gram/lubang tanam
3. Total kebutuhan crude mikoriza
: 80 g × 126 = 10.080 g
4. Total kultur pot jagung 3 kg
: 10,08 kg ÷ 3 kg = 4 polibag
44
Lampiran 6. Penghitungan kebutuhan inokulum Rhizobacteri indigenous Merapi 1. Kebutuhan inokulum Rhizobacteri indigenous Merapi Dosis inokulum: 6-20 kg/h Kebutuhan inokulum per polibag = Kebutuhan inokulum per polibag =
Berat sampel tanah per polibag × dosis inokulum Berat tanah 1 hektar 8 𝑘𝑔 × 20 𝑘𝑔 = 0,00005 𝑘𝑔 (0,05 𝑔) 3,18.106 𝑘𝑔
2. Jumlah polibag perlakuan Rhizobacteri: 126 polibag 3. Dosis inokulum padat Rhizobacteri: 0,05 g/polibag 4. Total kebutuhan inokulum padat Rhizobacteri: 0,05 g × 126 = 6,3 g
45
Lampiran 7. Deskripsi kedelai varietas Grobogan
GROBOGAN Nama Varietas
: Grobogan
SK
: 238/Kpts/SR.120/3/2008
Tahun
: 2008
Tetua
: Pemurnian populasi lokal Malabar Grobogan
Potensi Hasil
: 2,77 t/ha
Rataan Hasil
: 3.40 t/ha
Karakter
: Polong masak tidak mudah pecah, dan pada saat panen daun luruh 95-100% saat panen >95% daunnya telah luruh
Warna Hipokotil
: Ungu
Warna Epikotil
: Ungu
Warna Bunga
: Ungu
Warna daun
: Hijau agak tus
Warna Bulu
: Coklat
Warna Kulit Biji
: Kuning muda
Warna Hilum
: Cokelat
Bentuk Daun
: Lanceolate
Tipe Pertumbuhan
: Determinate
Umur Berbunga (hari)
: 30-32 hari
Umur Masak (hari)
: ±76 hari
Tinggi Tanaman(cm)
: 50-60 cm
Berat 100 biji (g)
: ±18 gram
Kandungan protein
: 43,9%
Kandungan lemak
: 18,4%
Daerah Sebaran
:
Beradaptasi
baik
pada
beberapa
kondisi
lingkungan tumbuh yang berbeda cukup besar, pada musim hujan dan daerah beririgasi baik (Suhartina, 2005)
46
Lampiran 8. Deskripsi kedelai varietas Petek
PETEK
Dilepas tahun
: 1988
Asal
: Hasil pemutihan varietas lokal Kab. Kudus, Jawa Tengah
Tipe tumbuh
: Determinit
Warna hipokotil
: Ungu
Warna bunga
: Ungu
Warna bulu
: Hijau
Warna polong tua
: Coklat muda
Warna kulit biji
: Kuning
Warna hilum
: Coklat
Umur bunga (hari)
: 30-31 hari
Umur masak (hari)
: 75 hari
Tinggi tanaman (cm)
: 40 cm
Berat 100 biji (g)
: 8,3 gram
Kandungan protein
: 38,8 %
Kandungan lemak
: 19,4 %
Diusulkan dilepas oleh
: Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah
(Suhartina, 2005)
47
Lampiran 9. Deskripsi kedelai varietas Detam-1
DETAM-1
Dilepas tahun
: 2008 Nomor galur: 9837/K-D-8-185
Asal
: Seleksi persilangan galur introduksi 9837 dengan Kawi
Tipe tumbuh
: Determinit
Warna hipokotil
: Ungu
Warna epikotil
: Hijau
Warna bunga
: Ungu
Warna daun
: Hijau tua
Warna bulu
: Coklat muda
Warna kulit polong
: Coklat tua
Warna kulit biji
: Hitam
Warna hilum
: Putih
Warna kotiledon
: Kuning
Bentuk daun
: Agak bulat
Bentuk biji
: Agak bulat
Kecerahan kulit biji
: Mengkilap
Umur bunga (hari)
: 35 hari
Umur masak (hari)
: 82 hari
Tinggi tanaman (cm)
: 58 cm
Berat 100 biji (g)
: 14,84 gram
Potensi hasil (t/h)
: 3,45 t/h
Hasil biji (t/h)
: 2,51 t/h
Kandungan protein
: 45,36 %
Kandungan lemak
: 33,06 %
Pengisap polong
: Agak tahan
Peka terhadap
: Ulat grayak dan kekeringan
(Suhartina, 2005)
48
Lampiran 10. Skema Perbanyakan Rhizobacteri indigenous Merapi
99 ml Aquades
MB
MD
Peremajaan
1 ml
1 ml 99 ml Aquades
1 ml
1 ml
MD
MB MB
99 ml Aquades
MD
Inkubasi 48 jam
MB
MD Pemurnian
Inkubasi 48 jam
99 ml Aquades 1 ml
1 ml 99 ml Aquades
1 ml
1 ml
MD
MB
MB
99 ml Aquades
MD Inkubasi 48 jam
Identifikasi
LBC MB
Inkubasi 48 jam
MD
MB
Shaker 48 jam
MD
Pengamatan warna, diameter, bentuk koloni, bentuk tepi, elevasi, struktur dalam koloni, bentuk sel dan sifat gram Koloni tunggal MB
MD
Perbanyakan MB
MD
LBC
Shaker 48 jam
Pembuatan starter campuran
MB
MD Formulasi inokulum padat
Inkubasi 48 jam