PROSIDING 20 12© Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
KAJI EKSPERIMENTAL DAN NUMERIK LENDUTAN MATERIAL BAJA KARBON ST.60 DENGAN TUMPUAN JEPIT - ROL Onny S. Sutresman Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea - Makassar, 90245
Abstract The aim of this researh is to analyze the deflection phenomena of St.60 steel with numerically and experimentally placed on the fixed-roller support. The method used in this research was integration method for numerical analysis and testing method for experimental analysis. The supports use a fixed - roller, with the material of carbon steel of St.60 with length 800 mm, width 10 mm and thickness 10 mm. The instrument used was a tensile test machine, testing machine deflection which includes a dial gauge, ruler, support, and loading. The result of research it is obtained that the value of the deflection, for a = 200 mm; ymax = 0,393 mm (experimentally) and ymax = 0,382 mm (numerically), for a = 400 mm; ymax = 0,769 mm (experimentally) and ymax = 0,749 mm (numerically), and for a = 600 mm; ymax = 0,610 mm (experimentally) and ymax = 0,595 mm (numerically). The value of deflection obtained experimentally was greater than the value obtained numerically. Keywords: deflections, St.60, fixed-roller
PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih, pihak industri menciptakan produk yang mempunyai kualitas dan mutu yang terjamin. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan mutu produk, tingkat kestabilan dan kekakuan bahan produksi dari segi penggunaan bahan adalah efek redaman pada konstruksinya. Terutama bila bahan tersebut menerima beban yang tidak konstan, bolak-balik, beban tiba-tiba, dan beban akibat berat bahan itu sendiri. Persoalan yang sangat penting diperhatikan dalam perencanaan-perencanaan konstruksi adalah perhitungan lendutan pada elemen-elemen ketika mengalami suatu pembebanan. Hal ini sangat penting terutama dari segi kekuatan (strength) dan kekakuan (stiffness), dimana pada batang horizontal yang diberi beban secara lateral akan mengalami lendutan. Baja karbon adalah suatu jenis bahan bangunan yang berdasarkan pertimbangan ekonomi, sifat, dan kekuatannya, cocok untuk pemikul beban. Oleh karena itu baja banyak dipakai sebagai bahan struktur, misalnya untuk rangka utama bangunan bertingkat sebagai kolom dan balok, sistem penyangga atap dengan bentangan panjang seperti gedung olahraga, hanggar, menara antena, jembatan, penahan tanah, fondasi tiang pancang, bangunan pelabuhan, struktur lepas pantai, dinding perkuatan pada reklamasi pantai, tangki-tangki minyak, pipa penyaluran minyak, air, atau gas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar beban eksternal maka semakin besar pula lendutan yang terjadi. Pada panjang balok L/2 selain menjadi tempat terjadinya lendutan maksimum akibat beban eksternal pada L/2, juga sebagai tempat peralihan lendutan minimum ke maksimum dan sebaliknya (Victus K. Koten, 2005). Menurut Munandar, dkk (2011), bahwa lendutan maksimum yang terjadi pada balok baja ST 50 baik secara eksperimental maupun numerik terjadi pada jarak pembebanan L/2 (panjang batang = 200 mm), yakni sebesar 0,14 mm dan 0,13 mm dan lendutan minimum terjadi pada jarak pembebanan L/4 (panjang batang = 200 mm) sebesar 0,013 mm dan 0,014 mm, serta persentase kesalahan antara hasil penelitian secara eksperimental dengan numerik berkisar antara 2 % - 8 %. Lendutan adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah y akibat adanya pembebanan vertikal yang diberikan pada balok atau batang. Lendutan diukur dari permukaan netral awal ke posisi netral setelah terjadi deformasi.
Volume 6 : Desember 2012
Group Teknik Mesin TM10 - 1
ISBN : 978-979-127255-0-6
Kaji Eksperimentasl dan Numerik… Arsitektur Elektro
Geologi
Mesin
Perkapalan
Onny S. Sutresman Sipil
Gambar 1.a menunjukkan balok pada posisi awal sebelum terjadi deformasi dan Gambar 1.b menunjukkan balok dalam konfigurasi terdeformasi yang diasumsikan akibat aksi pembebanan.
Gambar 1. a. Balok sebelum terjadi deformasi
b. Balok dalam konfigurasi terdeformasi Jarak perpindahan y didefinisikan sebagai lendutan balok. Dalam penerapan, kadang kita harus menentukan lendutan pada setiap nilai x disepanjang balok. Hubungan ini dapat ditulis dalam bentuk persamaan yang sering disebut persamaan kurva lendutan (kurva elastisitas) dari balok. Menurut E.P. Popov (1993), pada semua konstruksi teknik, bagian-bagian pelengkap suatu bangunan haruslah diberi ukuran-ukuran fisik tertentu yang yang harus diukur dengan tepat agar dapat menahan gaya-gaya yang akan dibebankan padanya. Misalnya poros sebuah mesin haruslah mempunyai ukuran yang cukup memadai untuk dapat menahan tekanan dalam, begitu pula bagian dari suatu struktur komposit haruslah cukup tegar untuk tidak melentur melebihi batas yang diizinkan dibawah kondisi pembebanan yang diberikan. Kemampuan untuk menentukan beban maksimum yang dapat diterima oleh suatu konstruksi adalah penting. Dalam aplikasi keteknikan, kebutuhan tersebut haruslah disesuaikan dengan pertimbangan ekonomis dan pertimbangan teknis. Dari segi teknis seperti kekuatan (strength), kekakuan (stiffines), dan kestabilan (stability). Pemilihan atau desain suatu batang sangat bergantung pada segi teknik di atas yaitu kekuatan, kekakuan dan kesetabilan. Pada kreteria kekuatan, desain beam haruslah cukup kuat untuk menahan gaya geser dan momen lentur, sedangkan pada kriteria kekakuan, desain haruslah cukup kaku untuk menahan lendutan yang terjadi agar batang tidak melendut melebihi batas yang telah diizinkan (E.P. Popov, 1993). Suatu batang jika mengalami pembebanan lateral, baik itu beban terpusat maupun beban terbagi rata, maka batang tersebut mengalami lendutan. Adapun hal-hal yang dapat mempengaruhi besar kecilnya lendutan adalah: Kekakuan batang. Besar kecilnya gaya yang diberikan. Jenis tumpuan yang diberikan. Jenis beban yang diberikan pada batang Menurut E.P. Papov (1993), dalam menganalisa batang digunakan kaidah diagramatik untuk tumpuan balok tersebut dan pembebanan yang disebabkan oleh bermacam-macam tumpuan, dan berbagai variasi dari beban. Adapun jenis-jenis tumpuan yang sering digunakan ada 3 yaitu : Tumpuan jepit merupakan tumpuan yang dapat menahan momen dan gaya dalam arah vertikal maupun horizontal. Tumpuan engsel merupakan tumpuan yang dapat menahan gaya horizontal disamping gaya vertikal yang bekerja padanya. Tumpuan rol merupakan tumpuan yang bisa menahan komponen gaya vertikal yang bekerja padanya. Metoda-metoda yang dapat digunakan dalam perhitungan lendutan pada balok (Singer, Ferdinad. L, 1985, S. Timoshenko, 1986) adalah : Metoda integrasi ganda Metoda luas diagram momen Metoda superposisi Metoda energi Metoda konyugat
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Mesin TM10 - 2
Volume 6 : Desember 2012
PROSIDING 20 12© Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
Metode integrasi ganda adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk menurunkan persamaan lendutan dalam kajian secara numerik. Pada metode ini, rumus lendutan diperoleh dengan cara menurunkan persamaan lendutan sesuai dengan jenis tumpuan yang digunakan yaitu tumpuan jepit-rol, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Tumpuan jepit - rol
Persamaan lendutan berdasarkan gambar 2 adalah: Untuk : 0 x a y
M A .x P.b. x 2 qx 2 .L . x 2 x 3 L3 (L b2 x 2 ) .( L x )(2 L x ) ................................ (1) 24 EI z 6L EI z 6L EI z
Untuk : a x L y
M .x qx P.a. ( L x ) 2 2 2 .L . x 2 x3 L3 {L a ( L x)2} A .( L x )( 2 L x ) ........................................... (2) 24 EI z 6L EI z 6L EI z
Momen di A adalah: MA
1 qL4 4 P.b ( L2 b 2 ) 8L2
.........
(3)
METODOLOGI PENELITIAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini untuk pengujian tarik menggunakan baja karbon St.60, dengan panjang awal (Lo) = 100 mm, diamater awal (Do) = 8 mm. Sedangkan untuk pengujian lendutan, menggunakan material baja karbon St.60 dengan panjang (L) = 800 mm, sisi (h) = 10 mm. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: Seperangkat alat mesin uji tarik. Seperangkat alat pengujian lendutan yang terdiri dari : Dial gauge dengan skala terkecil 0,01 mm untuk mengukur besarnya lendutan. Mistar sebagai pengukur jarak. Tumpuan jepit dan rol. Pembebanan dengan berat 0,5 kg, 1,0 kg, 1,5 kg, 2,0 kg dan 2,5 kg. Prosedur Pengujian tarik: 1. Penjepitan spesimen tarik pada clamping upper dan clamping down. 2. Mensetnolkan jarum penunjuk beban sebelum mesin dihidupkan. 3. Mengatur kecepatan spindle. 4. Menjalankan mesin dan pencatatan besar beban tiap kenaikan 1 mm hingga material uji patah. 5. Mengeluarkan spesimen yang sudah diuji. 6. Mengulang prosedur (1 sampai 5) sebanyak 3 kali. Prosedur pengujian lendutan: Tumpuan Jepit-Rol 1. Batang uji sepanjang 800 mm dijepit pada salah satu ujungnya dan ditumpu dengan tumpuan rol pada ujung lainnya. 2. Meletakkan dial gauge pada jarak 200 mm, 400 mm, 600 mm dan menset dial gauge pada posisi nol. 3. Memberikan beban sebesar 0,5 kg, 1,0 kg, 1,5 kg, 2,0 kg, 2,5 kg, pada jarak 200 mm, 400 mm, dan 600 mm dari tumpuan jepit dan mencatat besarnya lendutan yang terjadi untuk masing-masing beban yang diberikan.
Volume 6 : Desember 2012
Group Teknik Mesin TM10 - 3
ISBN : 978-979-127255-0-6
Kaji Eksperimentasl dan Numerik… Arsitektur Elektro
Geologi
Mesin
Perkapalan
Onny S. Sutresman Sipil
PEMBAHASAN Analisis lendutan yang terjadi pada penelitian ini didasarkan pada hasil numerik (tabel 1), hasil perhitungan secara eksperimental (tabel 2), hasil perhitungan prosentase kesalahan (tabel 3) serta gambar 3 dan 4. Hasil perhitungan secara numerik yang ditampilkan pada tabel 2 diperoleh dengan menggunakan rumus 1 dan 2, setelah memasukkan data-data sebagai berikut : E = 21130 kg/mm2 (hasil pengujian tarik), I = 833,33 mm4, q = 0,708 x 10-3 kg/mm, L = 800 mm. Tabel 1. Hasil Perhitungan Lendutan Secara Numerik Lendutan (mm) Letak Beban P (kg) (mm) 0 200 400 600
200
400
600
0.000
0.080
0.145
0.112
0.000
1.0
0.000
0.120
0.204
0.151
0.000
1.5
0.000
0.160
0.263
0.190
0.000
2.0
0.000
0.200
0.323
0.230
0.000
2.5
0.000
0.240
0.382
0.269
0.000
0.5
0.000
0.099
0.218
0.174
0.000
1.0
0.000
0.159
0.351
0.276
0.000
1.5
0.000
0.218
0.484
0.378
0.000
2.0
0.000
0.277
0.616
0.480
0.000
2.5
0.000
0.336
0.749
0.581
0.000
0.5
0.000
0.080
0.188
0.176
0.000
1.0
0.000
0.119
0.289
0.280
0.000
1.5
0.000
0.158
0.391
0.384
0.000
2.0
0.000
0.198
0.493
0.488
0.000
2.5
0.000
0.237
0.595
0.592
0.000
Tabel 2. Hasil Perhitungan Lendutan Secara Eksperimental Lendutan (mm) Letak Beban P (kg) (mm) 0 200 400 600
200
400
600
800
0.5
800
0.5
0.000
0.082
0.149
0.115
0.000
1.0
0.000
0.123
0.209
0.155
0.000
1.5
0.000
0.162
0.268
0.197
0.000
2.0
0.000
0.206
0.330
0.237
0.000
2.5
0.000
0.246
0.393
0.277
0.000
0.5
0.000
0.102
0.223
0.179
0.000
1.0
0.000
0.162
0.360
0.282
0.000
1.5
0.000
0.223
0.493
0.383
0.000
2.0
0.000
0.280
0.630
0.493
0.000
2.5
0.000
0.343
0.769
0.597
0.000
0.5
0.000
0.079
0.190
0.186
0.000
1.0
0.000
0.122
0.297
0.289
0.000
1.5
0.000
0.162
0.400
0.396
0.000
2.0
0.000
0.203
0.500
0.497
0.000
2.5
0.000
0.243
0.610
0.607
0.000
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Mesin TM10 - 4
Volume 6 : Desember 2012
PROSIDING 20 12© Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
Tabel 3. Hasil Perhitungan Prosentase Kesalahan Lendutan Prosentase Kesalahan (%) Letak Beban P (kg) (mm) 0 200 400 600 800
200
400
600
0.5
0.000
2.230
2.689
2.818
0.000
1.0
0.000
2.342
2.309
2.507
0.000
1.5
0.000
1.194
1.733
3.315
0.000
2.0
0.000
2.906
2.262
3.027
0.000
2.5
0.000
2.455
2.871
2.823
0.000
0.5
0.000
2.544
2.073
2.684
0.000
1.0
0.000
2.107
2.516
2.132
0.000
1.5
0.000
2.346
1.925
1.363
0.000
2.0
0.000
1.090
2.210
2.724
0.000
2.5
0.000
2.003
2.647
2.619
0.000
0.5
0.000
0.734
1.261
5.233
0.000
1.0
0.000
2.512
2.560
3.069
0.000
1.5
0.000
2.290
2.203
3.032
0.000
2.0
0.000
2.637
1.404
1.840
0.000
2.5
0.000
2.468
2.497
2.517
0.000
Gambar 3. Grafik Hubungan Lendutan (y) Terhadap Beban (P) Pada Pertengahan Batang
Gambar 4. Grafik Hubungan Lendutan (y) Terhadap Jarak (x) Untuk Pembebanan Maksimum (P = 2,5 kg)
Volume 6 : Desember 2012
Group Teknik Mesin TM10 - 5
ISBN : 978-979-127255-0-6
Kaji Eksperimentasl dan Numerik… Arsitektur Elektro
Geologi
Mesin
Perkapalan
Onny S. Sutresman Sipil
Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat pengaruh pembebanan terhadap lendutan pada balok, dimana semakin besar pembebanan maka lendutan juga semakin besar, baik secara numerik maupun secara eksperimental. Hal ini dipengaruhi oleh adanya desakan pembebanan terhadap balok yang akan mengakibatkan kekuatan balok akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya pembebanan. Lendutan juga dipengaruhi oleh letak pembebanan pada balok, dimana bahwa lendutan maksimum terjadi pada jarak 400 mm dengan pembebanan 2,5 kg untuk setiap letak pembebanan. Pada letak pembebanan 200 mm dari tumpuan engsel diperoleh lendutan maksimum adalah 0,393 mm (secara eksperimental) dan 0,382 mm (secara numerik). Untuk letak pembebanan 400 mm dari tumpuan engsel diperoleh lendutan maksimum 0,769 mm (secara eksperimental) dan 0,749 mm (secara numerik). Sedangkan pada letak pembebanan 600 mm dari tumpuan engsel diperoleh lendutan maksimum pada 0,610 mm (secara eksperimental) dan 0,595 mm (secara numerik). Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin besar nilai x memberikan lendutan yang semakin besar sampai pada pertengahan balok. Setelah melewati pertengahan rentang balok, lendutannya semakin kecil. Namun demikian peningkatan lendutan sampai pertengahan batang tidak sama dengan fenomena lendutan yang terjadi pada saat terjadi penurunan lendutan ke sisi kanan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya momen perlawanan yang terjadi pada tumpuan jepitan disebelah kiri sehingga peningkatannya tidak sebesar yang ditunjukkan pada saat melewati pertengahan balok yang hanya ditumpu dengan tumpuan rol. Berdasarkan Gambar 3 dan Gambar 4 diperoleh bahwa besarnya lendutan pada balok secara eksperimental yang terjadi pada umumnya lebih besar jika dibandingkan dengan hasil perhitungan secara numerik, namun perbedaannya tidak terlalu signifikan, dengan prosentase kesalahan maksimum sebesar 5,233 %. Penyebab adanya perbedaan hasil lendutan secara eksperimental dan numerik adalah : Secara eksperimental pembebanan terjadi secara berkesinambungan yang berpengaruh terhadap kekuatan balok yang semakin lama semakin menurun sehingga menyebabkan lendutan yang terjadi pada balok semakin besar. Ketelitian alat ukur Dial gauge dalam pembacaan besarnya lendutan yang terjadi pada balok selama penelitian berlangsung sehingga hasil eksperimental lebih besar jika dibandingkan dengan hasil numerik yang hanya menggunakan persamaan lendutan yang sudah dijabarkan (persamaan 1 dan 2). Penggunaan material bahan uji yang berulang untuk letak pembebanan yang berbeda berpengaruh terhadap kekuatan material. Penggunaan modulus elastisitas secara eksperimental didasarkan pada tegangan aktual, sedangkan secara numerik berdasarkan tegangan teoritis.
SIMPULAN Kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan hasil analisis lendutan baik secara numerik dan eksperimental adalah : Pembebanan menyebabkan terjadinya lendutan. Lendutan maksimum terjadi pada pertengahan batang untuk ketiga letak pembebanan yang diberikan. Lendutan yang diperoleh secara eksperimental lebih besar jika dibandingkan dengan hasil numerik, dengan tingkat prosentase kesalahan 5,233 %
DAFTAR PUSTAKA Munandar, dkk. 2011. Analisis Eksperimental Dan Teoritis Lendutan Pada Balok Dengan Variasi Ketebalan Dan Pembebanan. http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/446. Diakses pada tanggal 30 Agustus 2012. Popov, E.P. 1993. Mechanics of Materials. Erlangga, Jakarta. Singer, Ferdinand L dkk. 1985. Kekuatan Bahan. Erlangga, Jakarta. Timoshenko, S. 1986. Dasar-dasar Perhitungan Kekuatan Bahan. Restu Agung, Jakarta. Victus K Koten. 2005. Analisis Eksperimental dan Teoritis Terhadap Defleksi Lateral Balok dengan Tumpuan Engsel-Rol. Jurnal Pembangunan Wilayah Masyarakat, Volume 4 No 2.
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Mesin TM10 - 6
Volume 6 : Desember 2012
PROSIDING 20 12© Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
ANALISIS DAYA SAING PERUSAHAAN DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIK Saiful Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea - Makassar, 90245 e-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh dinamika lingkungan terhadap daya saing perusahaan. Penelitian dilakukan pada industri manufaktur di Sulawesi Selatan, dengan responden adalah para direktur atau manajer perusahaan yang diyakini memahami formulasi dan implementasi strategi perusahaannya. Sampel diambil 171 dari 301 perusahaan manufaktur di Sulawesi Selatan, data dikumpulkan langsung dari responden dengan menggunakan instrumen penelitian. Analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah model persamaan structural equation model (SEM). Hasil uji statistik menggunakan SEM menjadi input yang selanjutnya dilakukan simulasi dengan pendekatan sistem dinamik menggunakan program Vensim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika lingkungan berpengaruh signifikan terhadap daya saing perusahaan manufaktur di Sulawesi Selatan, baik secara langsung maupun melalui variabel intervening strategi bersaing dan strategi operasional. Dan simulasi dengan pendekatan sistem dinamik menggambarkan bagaimana dimensi dan sub dimensi dari dinamika lingkungan memberikan dampak terhadap capaian daya saing perusahaan Kata kunci: dinamika lingkungan, kapabilitas dinamis, daya saing, strategi bersaing, strategi operasional
PENDAHULUAN Sektor industri manufaktur sebagai salah satu tumpuan pembangunan perekonomian nasional seharusnya tangguh (robust) terhadap dinamisasi dan goncangan pasar global. Hal ini dianggap penting karena memungkinakn sektor ini menjadi salah satu harapan dan tumpuan pembangunan perekonomian nasional.
Jumlah Perusahaan
Kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB sebesar 27,5% pada tahun 2006, namun cenderung terjadi penurunan sejak tahun 2007, yakni sebesar 27,0% dan pada tahun 2009 sebesar 26,4 % (BPS, 2010). Di samping it, sektor ini juga berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 12,4% dari jumlah angkatan kerja pada tahun 2009. Pada tingkat regional, pada 2005, kontribusi sektor industri terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) di Sulawesi Selatan sebesar 13,78%, kemudian terus menurun dan pada tahun 2008 sebesar 12,99% dan menjadi 12,53% pada tahun 2009 (BPS,2010). Data yang juga dimuat oleh BPS 2010 bahwa dalam rentang tahun 2006 sampai tahun 2010 terdapat 92 perusahaan yang bangkrut (collapse) di Sulawesi Selatan, seperti yang terlihat pada Gambar 1.
390 380 370 360 350 340 330 320 310 300 290 280 270 2006
2007
2008
2009
2010
Tahun Gambar 1. Penurunan jumlah perusahaan di Sulawesi Selatan
Volume 6 : Desember 2012
Group Teknik Mesin TM11 - 1
ISBN : 978-979-127255-0-6
Analisis Daya Saing Perusahaan… Arsitektur Elektro
Saiful Geologi
Mesin
Perkapalan
Sipil
Malian (2000); Handayani (2008) mengungkapkan bahwa ketidak-mampuan bersaing dengan produk sejenis di pasar domestik dan dunia adalah permasalahan yang banyak menyebabkan perusahaan mengalami kebangkrutan atau mengalihkan investasi pada bidang lain. Peran kelembagaan dalam proses pengolahan dan pemasaran, dukungan informasi mengenai permintaan ekspor produk di pasar tujuan dan persaingan harga di pasar dunia adalah bagian-bagian yang berpengaruh terhadap daya saing tersebut. Hitt et al (1997:5), dalam bukunya menjelaskan bahwa perusahaan Collapse tersebut tidak memiliki daya saing yang berkesinambungan (sustainable competitive advantage) dengan memperoleh laba di atas rata-rata (aboveaverage profit) sehingga harus berakhir dengan kebangkrutan. Patton (1976); Candrawati (2008) mengungkapkan mengenai konsep continuity activity yang menyatakan bahwa pada dasarnya suatu perusahaan berdiri dengan harapan akan hidup sepanjang masa dan tidak akan pernah mati atau bangkrut. Harapan tersebut didasarkan pada kondisi normal bahwa perusahaan tidak didirikan untuk usaha-usaha sporadik jangka pendek namun untuk jangka panjang atau selamanya. Setiap saat banyak perusahaan terancam kemacetan likuidasi dan kebangkrutan. Kebangkrutan perusahaan ini disebabkan oleh faktor eksternal dan faktor internal perusahaan. Porter (2009) mengemukakan bahwa faktor eksternal tersebut terkait dengan lokasi dan dukungan partisipasi kluster dimana perusahaan berbasis dan juga faktor eksternal tersebut dapat menyerupai kondisi perekonomian nasional secara umum yang menimpa suatu negara, seperti halnya krisis ekonomi yang berkepanjangan yang tentunya berdampak langsung terhadap sektor industri. Perkembangan teknologi yang pesat, perubahan selera konsumen, ketidakpastian keterse-diaan pasokan adalah kondisi dinamika lingkungan yang berpengaruh terhadap daya saing perusahaan. Faktor lain adalah bencana alam seperti yang terjadi pada industri otomotif di Jepang. Akibat gempa dan tsunami yang melanda negara tersebut, maka proses produksi terganggu. Demikian pula yang terjadi pada di Thailand yang sedang dilanda banjir. Faktor internal penyebab kemacetan likuidasi dan kebangkrutan perusahaan adalah ketidakmapuan perusahaan melakukan adaptasi dan rekonfigurasi kapabilitas (sumber daya) secara menyeluruh untuk merespon perubahan lingkungan bisnis yang sangat dinamis (Teece, 2007: vii). Ketidak-mampuan mengelola sumber daya, ketidakmampuan mengoptimalkan kapabilitas dinamis, dan ketidakmampuan mengimplementasikan strategi yang tepat akibat lemahnya manajerial akan berdampak pada peningkatan biaya operasional. Di samping itu, peningkatan biaya operasional berujung pada peningkatan biaya produksi dan harga produk. Harga produk yang mahal inilah yang tidak dapat terserap oleh pasar karena daya saing yang rendah. Dampaknya adalah perusahaan mengalami keterpurukan hingga ada yang sampai pada kebangkrutan, seperti yang diperlihatkan pada Grafik 1. Oleh karenanya organisasi bisnis lokal maupun global membutuhkan kekuatan yang cukup untuk membangun daya saing terhadap berbagai perubahan global tersebut. Kekuatan modal, kekuatan teknologi, kemampuan rekonfigurasi kapabilitas, pilihan strategi bersaing dan operasional yang tepat oleh organisasi bisnis lokal maupun global sangat dibutuhkan dalam membangun daya saing organisasi. Kepemilikan sumber daya internal yang bersifat fisik tidak dapat menjadi ukuran untuk dapat bertahan dalam persaingan. Faktor internal yang bersifat fisik tersebut tidak fleksibel dalam pasar yang dinamis. Terdapat ketergantungan faktor fisik terhadap faktor internal yang bersifat non-fisik (intangible), yang lebih fleksibel terhadap berbagai perubahan pasar. Dalam teori keunggulan bersaing yang berbasis sumber daya, modal fisik bukanlah merupakan modal yang fleksibel terhadap dinamisasi pasar dan cenderung rentan terhadap proses peniruan yang dilakukan oleh pesaing. Sementara modal insani dan modal organisasional merupakan modal yang melekat pada individu maupun organisasi yang tidak muda ditiru oleh pesaing dan relatif fleksibel terhadap dinamisasi pasar. Hanya saja perlu untuk dieksplorasi dan dikembangkan lebih lanjut mengenai modal insani dan modal organisasional seperti apakah yang mampu membuat organisasi bisnis dapat bertahan dan berkembang dalam pasar yang dinamis. Pengembangan kemampuan manajemen untuk mengidentifikasi potensi dan arah perubahan pasar dan konsumen menjadi sebuah kebutuhan. Pengembangan ini untuk menciptakan kemampuan dinamis manajemen yang akan menjadi dasar pengembangan kemampuan perusahaan untuk bersaing secara berkesinambungan. Sementara itu teori keunggulan bersaing berbasis sumber daya dan ilmu pengetahuan juga kurang dapat menjelaskan dinamisasi pasar yang terjadi. Jika menggunakan asumsi pasar yang homogen, kekuatan bersaing dari sebuah bisnis adalah skala produksi yang ekonomis untuk menghasilkan nilai jual yang dapat mengalahkan para pesaing dalam industri. Sedangkan dalam pasar-pasar yang heterogen, kekuatan bersaing yang mendasarkan pada pengetahuan produsen terhadap kebutuhan konsumen yang spesifik dan kemampuan manajemen untuk mengeliminasi potensi peniruan dari pesaing. Pada kedua strategi dan kemampuan tersebut saja tidak cukup untuk menjelaskan bagaimana sebuah organisasi bisnis tetap bertahan ataupun justru bangkrut,
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Mesin TM11 - 2
Volume 6 : Desember 2012
PROSIDING 20 12© Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
walaupun kedua strategi dan kemampuan tersebut sudah dimiliki dan dikembangkan sedemikian rupa (Budiprasetyo, 2008). Studi dinamisasi lingkungan perusahaan sudah banyak dilakukan, di antaranya Akbar dan Srilata Zaheer (1997) mempelajari bagaimana kemampuan perusahaan dan sumber daya yang digunakan agar mampu bersaing dalam pasar. Teece et al. 1990; Barney, 1991 dalam Fauzi (1999). Studi tingkat ketidakpastian lingkungan dilakukan oleh Buchko (1994); Fauzi (1999) meneliti tentang konsep pengukuran ketidakpastian dengan menggu-nakan skala. Ketidakpastian lingkungan juga mendorong studi mengenai scanning prilaku perusahaan dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan. Untuk itu, perusahaan harus menyusun strategi yang lebih tepat agar mampu bersaing di pasar domestik maupun pasar global. Sumihardjo (2008:8) mengemukakan bahwa daya saing berhubungan dengan posisi suatu perusahaan dalam industri secara relatif terhadap pesaingnya. Apabila suatu perusahaan menempati posisi yang menguntungkan, maka perusahaan tersebut mempunyai daya saing strategis dan memperoleh laba di atas rata-rata (Hitt et al, 1997). Dengan mempertimbangkan aspek dinamika lingkungan, strategi operasional mempunyai peranan penting dalam meningkatkan daya saing perusahaan. Strategi ini dilakukan oleh manajemen dan dilakukan pada tingkat fungsional, yang merupakan penentu kebijakan dan perencanaan yang luas untuk penggunaan sumber daya produksi untuk memberikan dukungan terbaik dalam upaya peningkatan daya saing perusahaan. Untuk mengembangkan strategi operasional yang efektif penciptaan atau peningkatan nilai bagi pelanggan (costumer value). Nilai dapat ditingkatkan melalui prioritas kompetitif yang terpilih untuk mendukung strategi yang telah ditentukan (Heineke dan david, 2005). Skinner mengembangkan empat prioritas strategi operasional yaitu biaya (cost), kualitas (quality), kecepatan pengiriman (speed delivery) dan fleksibilitas (Heineke dan david, 2005). Sedangkan Xiande, et al. (2005), mengelaborasi strategi operasional yang meliputi harga, fleksibilitas desain, lini produk, fleksibilitas volume, kesesuaian kualitas, kualitas yang karakteristiknya sesuai dengan standar kinerja yang telah ditentukan, kecepatan pengiriman, ketepatan pengiriman dan layanan purna jual. Demikian halnya Vickery et al. (1997), mengemukakan dimensi strategi operasi meliputi fleksibilitas produk, fleksibilitas volume, biaya produksi rendah, pengenalan produk baru, kecepatan pengiriman, ketepatan pengiriman, kualitas, kehandalan produk, dan kualitas desain. Daya saing perusahaan akan tercapai ketika sebuah perusahaan sukses menformulasikan dan mengimplementasikan strategi penciptaan nilai. Dengan pengimplementasian tersebut, yang tidak dapat diterapkan dan ditiru oleh pesaing yang ada dan potensial, sebuah perusahaan dapat mencapai keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Jika perusahaan dapat memperta-hankan keunggulan bersaing, investor akan mendapatkan pengembalian laba di atas rata-rata. Pengembalian laba di atas rata-rata merupakan laba melebihi yang diharapkan investor dari investasi lain dengan tingkat risiko yang sama. Dengan kata lain, pengembalian di atas rata-rata melebihi tingkat harapan investor pada risiko tertentu. Setiap bentuk organisasi, apakah itu organisasi bisnis, sektor publik, yayasan sosial, keagamaan, bahkan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) pasti umum menginginkan lembaganya tetap hidup (survive) dan bertumbuh (Growth). Hidup dalam terminologi manajemen bisnis berarti dapat mencapai BEP (Break Event Point) dan bertumbuh berarti harta lembaga bertambah, jumlah kegiatan maupun sumber daya terus meningkat. Dalam konteks organisasi bisnis, jumlah usaha yang dikelola menjadi bertambah dan seterusnya, semakin hari semakin berkembang, organisasi dituntut tetap hidup dan bertumbuh di dalam situasi yang terus berubah dengan kecepatan dan akselarasi yang semakin tinggi. Kondisi memaksa kita untuk mengubah paradigma berbisnis. Fenomena dan realita yang terjadi pada dunia bisnis mengajak kita untuk berfikir mengenai pengelolaan dan strategi perusahaan. Dalam skala global misalnya kita melihat perusahaan yang termasuk fortune 500, sepertiga di antaranya tidak muncul lagi dalam tujuh tahun kemudian. Dan kalau kita tengok lebih ke dalam, ke arah domestik Indonesia, setelah krisis melanda Indonesia dipertengahan tahun 1998 sebahagian besar perusahaan di Indonsia tidak dapat bertahan hidup, bahkan banyak di antaranya dilikuidasi. Di antara sekian banyak kemungkinan penyebabnya, suatu hal yang pasti bahwa hal ini mempunyai keterkaitan yang signifikan dengan bagaimana perusahaan menjalankan atau mengelola bisnis, cara manajemen mendesain strategi, cara manajemen mengelola bisnis dan cara manajemen dalam implementasi, mungkin perlu dipikirkan ulang, atau perlu mendefinisikan kembali serta kebijakan pemerintah yang menciptakan iklim bisnis yang kondusif. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini mengkaji hubungan antara lingkungan yang dinamis, kapabilitas yang dinamis, strategi dan daya saing pada industri manufaktur di Sulawesi Selatan. Ada beberapa alasan mengambil objek penelitian ini: (1) bahwa dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Volume 6 : Desember 2012
Group Teknik Mesin TM11 - 3
ISBN : 978-979-127255-0-6
Analisis Daya Saing Perusahaan… Arsitektur Elektro
Saiful Geologi
Mesin
Perkapalan
Sipil
Indonesia (MP3EI) di mana koridor Sulawesi, Sulawesi Selatan sebagai gerbangnya, dijadikan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan dan perikanan serta pertambangan nikel nasional, (2) Industri pengolahan/manufaktur memegang peranan penting dalam membangun ekonomi Sulawesi Selatan. Gambaran umum industri di Sulawesi Selatan seperti terlihat pada tabel 1 bahwa dalam rentang waktu lima belas tahun tidak menunjukkan kecenderungan lebih baik, namun dalam rentang waktu tersebut terjadi kondisi yang fluktuatif naik dan turun baik jumlah perusahaan maupun kontribusi perusahaan terhadap PDRB. Tabel 1. Evaluasi Umum Berbagai Moda Transportasi Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sumber: BPS (2010)
Jumlah 339 345 297 288 285 292 295 297 316 330 393 370 361 327 301
Daya Saing (Competitiveness) Daya saing (competitiveness), telah “diawali” oleh konsep keunggulan komparatif (comparative advantage) oleh Ricardo sejak abad 18 dilanjutkan oleh Porter (1994:ix-xvii) dalam Sumihardjo (2008:8) menyebutkan bahwa: istilah daya saing sama dengan competitiveness atau competitive. Sedangkan istilah keunggulan bersaing sama dengan competitive advantage. Secara bebas, Sumihardjo (2008:8), memberikan penjelasan tentang istilah daya saing ini, yaitu: “Kata daya dalam kalimat daya saing bermakna kekuatan, dan kata saing berarti mencapai lebih dari yang lain, atau beda dengan yang lain dari segi mutu, atau memiliki keunggulan tertentu. Artinya daya saing dapat bermakna kekuatan untuk berusaha menjadi unggul dalam hal tertentu yang dilakukan seseorang, kelompok atau institusi tertentu.” Teori keunggulan komparatif Ricardo kemudian disempurnakan oleh Haberler (1936) yang mengemukakan konsep keunggulan komparatif berdasarkan teori biaya peluang (opportunity cost theory). Haberler menyatakan bahwa biaya dari satu komoditi adalah jumlah komoditi kedua terbaik yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditi pertama (Salvatore, 1996). Konsep ini dikembangkan kembali Heckser-Ohin dengan melibatkan lebih dari satu faktor produksi. Dengan lebih dari satu faktor produksi, maka suatu negara/wilayah akan menghasilkan dan mengekspor suatu komoditas yang dihasilkan dari faktor-faktor produksi melimpah dengan biaya cenderung murah serta mengimpor komoditas yang faktor produksinya relatif langka dan mahal. Keunggulan satu negara adalah biaya peluang (opportunity cost) suatu negara dengan negara lain disebabkan karena adanya perbedaaan dalam jumlah faktor produksi yang dimilki (karunia alam/faktor endomend). Menurut Tyson dalam Cho dan Moon (2003) daya saing adalah kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa yang memenuhi uji persaingan internasional. Porter (1993) mengemukakan bahwa secara nasional daya saing dipandang sebagai suatu fenomena makroekonomi yang berkaitan dengan peubah tingkat kurs, tingkat bunga dan defisit pemerintah. Jika daya saing diarahkan dengan kebijakan pemerintah (proteksi, promosi impor dan subsidi) akan mendorong suatu industri ke dalam keunggulan global. Daya saing suatu negara merupakan derajat negara tersebut dalam kondisi pasar bebas dan andilnya dapat memproduksi barang dan jasa yang memenuhi uji pasar internasional secara simultan meningkatkan pendapat riil wilayah negaranya. Daya saing pada tingkat nasional didasarkan pada kinerja produktifitas yang superior. Faktor penentu keunggulan bersaing pada industri nasional menurut Porter (1993) yaitu (1) faktor sumber daya (factor conditions), (2) kondisi permintaan (demand conditions), (3) industri pendukung yang terkait (related
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Mesin TM11 - 4
Volume 6 : Desember 2012
PROSIDING 20 12© Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
and supporting industries), (4) struktur dan strategi perusahaan (struktur of firm and rivalry). Menurut Porter (1993), kekuatan kompetitif menentukan tingkat persaingan dalam suatu industri, baik domestik maupun international yang manghasilkan barang dan jasa. Dalam aturan persaingan tersebut terdapat lima faktor persaingan yaitu (1) persaingan antara perusahaan yang ada, (2) masuknya para pendatang baru (barrier-entry), (3) kekuatan tawar menawar (bargaining power) para pembeli, (4) kekuatan tawar menawar para pemasok, dan (5) ancaman dari barang jasa pengganti (subtitusi). Menurut Gray, et al (1992) berpendapat bahwa daya saing merupakan kemampuan produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu cukup baik dan ongkos produksi yang cukup rendah, sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional dapat diproduksi dan dipasarkan produsen dengan memperoleh laba yang mencukupi untuk dapat mempertahankan kelanjutan kegiatan produksinya. Keunggulan komparatif yang dimilki dalam perdagangan memilki sifat yang dinamis bukan statis. Sifat yang dinamis tersebut membuat negara yang memilki keunggulan komparatif disektor tertentu harus mampu mempertahan-kannya, agar tidak tersaingi oleh negera lain atau digantikan oleh komoditi substitusinya. Konsep yang dikembangkan oleh Ricardo dan Heckscer-Ohin ini merupakan suatu dasar yang sering dipakai dalam menjelaskan alokasi sumber daya di antara industri dalam suatu negara (Salvatore, 1996). Hal senada diungkapkan oleh Kuncoro (2008:73), bahwa: “Keunggulan bersaing merupakan kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya”. Kata unggul, berdasarkan pendapat Sumihardjo (2008:8) dan Rangkuti (2003) di atas, merupakan posisi relatif organisasi terhadap organisasi lainnya. Hal ini seperti diungkapkan oleh Rahayu (2008:66) bahwa: Keunggulan merupakan posisi relatif dari suatu organisasi terhadap organisasi lainnya, baik terhadap satu organisasi, sebagian organisasi atau keseluruhan organisasi dalam suatu industri. Dari pendapat Rahayu (2008) tersebut dapat diambil satu kesimpulan bahwa suatu organisasi, termasuk sekolah, akan memiliki keunggulan bersaing atau memiliki potensi untuk bersaing apabila dapat menciptakan dan menawarkan nilai pelanggan yang lebih atau kinerjanya lebih baik dibandingkan dengan organisasi lainnya. Sementara dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses, dinyatakan bahwa:” daya saing adalah kemampuan untuk menunjukan hasil lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna”. Kemampuan yang dimaksud dalam Permendiknas No. 41 tahun 2007 tersebut, diperjelas oleh Tumar Sumihardjo (2008:11), meliputi: (1) kemampuan memperkokoh posisi pasarnya, (2) kemampuan menghubungkan dengan lingkungannya, (3) kemampuan meningkatkan kinerja tanpa henti, dan (4) kemampuan menegakkan posisi yang menguntungkan. Berdasarkan pendapat Sumihardjo (2008), Rahayu (2008), dan penjelasan Permendiknas No. 41 tahun 2007, maka dapat diambil satu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan daya saing adalah kemampuan dari seseorang/organisasi/institusi untuk menunjukan keunggulan dalam hal tertentu, dengan cara memperlihatkan situasi dan kondisi yang paling menguntungkan, hasil kerja yang lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna dibandingkan dengan seseorang/organisasi/institusi lainnya, baik terhadap satu organisasi, sebagian organisasi atau keseluruhan organisasi dalam suatu industri. Nilai pelanggan atau nilai customer atau customer value adalah selisih antara manfaat yang diperoleh customer dari suatu produk atau jasa dengan upaya dan pengorbanan yang dilakukannya untuk mendapatkan dan menggunakan produk itu. Suatu produk atau jasa yang dibeli customer dari perusahaan semakin memuaskan jika customer itu mendapatkan value yang tinggi. Dengan semakin banyaknya produk atau jasa sejenis yang bersaing di pasar, cost atau pengorbanan memiliki arti yang lebih luas, tidak hanya sebatas harga beli suatu produk. Sebagai contoh, kemudahan untuk mengoperasikan, ketersedian suku cadang, layanan pasca pembelian, dan biaya pemeliharaan, merupakan unsur-unsur pengorbanan yang diperhitungkan oleh customer, selain harga beli produk. Dengan kata lain, customer berada dalam posisi "bisa memilih". Istilah customer value sangat populer dalam dunia bisnis masa kini yang sangat kompetitif. Customer value semakin penting untuk dipertimbangkan oleh perusahaan dan menjadi bagian integral strategi perusahaan, khusurnya dalam strategi pemasaran produknya. Dan untuk meraih Customer value yang lebih tinggi maka perusahaan/organisasi harus memiliki sumber daya yang mendukung. Oliver (1997) memberikan perhatian pada sumber daya strategis dan berargumen bahwa sumber daya yang menghasilkan kompetensi haruslah langka, unik, khusus, tak berwujud, sulit ditiru diganti dan sulit ditiru. Meyer and Utterback (1993) menekankan peran penting kompetensi teknologi, penelitian dan pengembangan, kompetensi produksi dan manufaktur, serta kompetensi pemasaran.
Volume 6 : Desember 2012
Group Teknik Mesin TM11 - 5
ISBN : 978-979-127255-0-6
Analisis Daya Saing Perusahaan… Arsitektur Elektro
Saiful Geologi
Mesin
Perkapalan
Sipil
Selanjutnya Hamel and Heene (1994) membagi kompetensi menjadi kompetensi akses-pasar, kompetensi yang berkaitan dengan integrasi, dan kompetensi dikaitkan dengan fungsionalitas. Hall (1994) percaya bahwa kemampuan fungsional, budaya, posisi, dan pengaturan sebagai pembentuk dan penentu keunggulan perusahaan secara keseluruhan. Barney (1991) menyajikan struktur yang lebih konkret dan komprehensif untuk mengidentifikasi pentingnya kompetensi untuk memperoleh keunggulan bersaing yang berkesinambungan. Barney (1991) mengutarakan empat indikator sehingga kompetensi yang dimiliki perusahaan dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang berkesinambungan, yakni: bernilai (valuable), merupakan kompetensi langka diantara perusahaanperusahaan yang ada dan pesaing potensial (rare), tidak mudah ditiru (inimitability), dan tidak mudah digantikan (non-substitutability). Berdasarkan berbagai penekanan tentang kompetensi di atas, studi ini fokus pada kompetensi pengetahuan sebagai dasar kompetensi inti. Selanjutnya, kompetensi pengetahuan tersebut haruslah langka, unik, khusus, tak berwujud, sulit diganti dan sulit ditiru (Oliver, 1997). Sehingga dimensi kompetensi yang digunakan dalam studi ini merupakan gabungan dari pendapat Oliver (1997) dan Barney (1991) yang terdiri dari: kompetensi yang bernilai, langka, sulit ditiru, dan sulit digantikan. 1. Bernilai (valuable). Kompetensi bernilai (valuable competencies) adalah kompetensi yang menciptakan nilai bagi suatu perusahaan dengan mengeksploitasi peluang-peluang atau menetralisir ancaman-ancaman dalam lingkungan eksternal perusahaan. 2. Langka (rareness). Kompetensi langka adalah kompetensi yang dimiliki oleh sedikit, jika ada, pesaing saat ini atau potensial. 3. Sulit Ditiru (inimitability). Kompetensi yang bernilai dan langka tersebut hanya dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang berkesinambungan jika perusahaan lain yang tidak memilikinya, tidak dapat memperoleh kompetensi tersebut. 4. Sulit Digantikan (Insubstitutability). Kompetensi yang sulit digantikan adalah kompetensi yang tidak memiliki ekuivalen strategis. Dua sumber daya perusahaan yang bernilai (atau dua kumpulan sumber daya perusahaan) ekuivalen secara strategis ketika tiap sumber daya itu dapat dieksploitasi secara terpisah untuk mengimplementasikan strategi-strategi yang sama. Keunggulan persaingan sebuah perusahaan harus didasarkan pada sumber daya khusus yang menjadi penghalang (barriers) aktivitas peniruan dan ancaman pengganti (imitation and substitution) produk atau jasa perusahaan. Meningkatnya tekanan persaingan dapat menurunkan keunggulan bersaing perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa bagi sebuah perusahaan, agar tetap bertahan hidup (survive) di tengah tekanan persaingan yang semakin tajam, perusahaan harus mengambil tindakan yang dapat mempertahankan dan memperkuat kompetensinya yang unik (Reed dan DeFillipi, 1990). Sumber daya dan kompetensi perusahaan dapat ditempatkan dalam sebuah kontinum untuk melihat bahwa sumber daya dan kampetensi tersebut tahan lama dan tidak dapat ditiru. Kontinum keberlanjutan (continuum of sustainability) sumber daya tersebut. Sumber daya dan kapabilitas pada kondisi ini didasarkan pada konsep atau teknologi yang dapat dengan mudah ditiru. Untuk perusahaan yang memiliki siklus sumber daya yang cepat seperti ini, jalan utama agar perusahaan dapat bersaing dengan sukses adalah melalui ditingkatkannya kecepatan jalur antara penelitian perusahaan dengan pasar dimana produk akan dijual. Prahalad and Hamel (1989) menemukan bahwa perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang berfokus pada peningkatan kompetensi, yang digunakan dengan cara-cara baru dan inovatif untuk mencapai tujuan. Perhatian utama perusahaan adalah menggunakan sumber dayanya dalam cara-cara yang menantang dan kreatif untuk membangun kompetensi inti.
Lingkungan Perusahaan Banyak faktor yang mempengaruhi pilihan arah dan tindakan suatu perusahaan dalam menentukan posisinya dalam industri. Faktor tersubut terdiri terdiri atas faktor eksternal dan faktor internal perusahaan. Faktor eksternal terdiri terdiri atas tiga sub kategori yaitu, faktor dalam lingkungan jauh, faktor dalam lingkungan industri/pesaing, faktor dalam lingkungan pesaing. Faktor internal terdiri atas manajemen fungsional dan budaya perusahaan (Robinson & Pearce, 1997)
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Mesin TM11 - 6
Volume 6 : Desember 2012
PROSIDING 20 12© Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
Dilihat dari dua faktor utama yang dimiliki oleh perusahaan, maka faktor yang lebih sulit diidentifikasi dan dikendalikan perusahaan adalah faktor eksternal. Apabila dibandingkan dengan faktor internal yaitu fungsifungsi manajemen dan budaya organisasi perusahaan, yang dapat ditentukan, direncanakan dan dikendalikan oleh perusahaan, sedangkan faktor eksternal akan mempengaruhi perusahaan secara langsung maupun tidak langsung, dan perusahaan akan sulit bahkan tidak mampu mengontrolnya. Faktor-faktor eksternal ini lebih dikenal sebagai lingkungan organisasi yang didefinisikan oleh Duncan (1972; Elenkov 1997) “... as the relevan physica and social factor outside the boundary of an organization that are taken into consideration during organizational decision making”. Lingkungan ini dibagi menjadi dua batasan, pertama yaitu yang paling dekat dengan orgaisasi adalah the task environmet, yang secara langsung mempengaruhi strategi. Elemen-elemen lingkungan yang secara langsung berhubungan dengan organisasi adalah pesaing, supplier, pelanggan dan kebijakan. Kedua, diluar batas organisasi yaitu lingkungan umum yang secara tidak langsung mempengaruhi organisasi. Lingkungan umum ini terdiri atas lingkungan ekonomi, politik dan sosial (Elenkov, 1997) Hunger dan Wheelen (2003), mengemukakan bahwa sebelum perusahaan merumuskan strategi, manajemen harus mengamati lingkungan eksternal untuk mengidentifikasi kesempatan dan ancaman yang mungkin terjadi. Pengamatan lingkungan adalah pemantauan, pengevaluasian dan penyebaran informasi dari lingkungan eksternal kepada orang-orang kunci perusahaan. Pengamatan lingkungan adalah alat manajemen untuk menghindari strategis dan memastikan kesehatan manajemen dalam jangka panjang. Lingkungan adalah salah satu faktor terpenting untuk menunjang keberhasilan perusahaan dalam persaingan. Banyak kegagalan perusahaan terjadi karena tidak memperhitungkan aspek lingkungan dan implikasinya terhadap manajerial. Oleh karena itu analisis lingkungan harus menjadi bagian penting dalam proses manajemen strategi. Hal ini terutama didorong oleh: a) bahwa organisasi atau perusahaan tidak berdiri sendiri (terisolasi) tetapi berinteraksi dengan bagian-bagian dari lingkungannya dan lingkungan itu sendiri selalu berubah setiap saat. b) pengaruh lingkungan yang sangat rumit dan kompleks dapat mempengaruhi kinerja dari sebuah organisasi (Winardi, 1997). Dimensi Lingkungan Agar perusahaan mampu mencapai tujuan yang ingin dicapai, maka perlu diketahui karakteristik lingkungan yang dihadapi perusahaan, sebab lingkungan eksternal ini akan memberikan peluang (opportunity), ancaman (threath), dan kendala (constraint) bagi perusahaan (Robinson & pearce, 1997) dengan memandang bahwa lingkungan memang benar-benar tidak terkontrol, maka yang pertama kali dilakukan adalah mengidentifikasi lingkungan eksternal perusahaan sebelum membuat strategi-strategi dalam menghadapi kondisi lingkungan. Ketidakpastian lingkungan (enviromental uncertainty) dikonsepkan oleh beberapa peneliti diantaranya Duncan (1972), Milburn et. All (1983). Milliken (1987). Secara sederhana ketidakpastian adalah tidak dapat diperkirakan (unpredictability) (Clark, 1994). Sedangkan menurut Thomson,”uncertainty appears as the fundamental problem for complex organizations respond to uncertainty in the enviromental by ‘buffering’ their ‘technical core’ from its effects”. Pengaruh ketidakpastian terhadap organisasi akan mendorong organisasi membuat kebijakan strategis, diantaranya adalah penyusunan struktur organisasi yang menjadi kunci keputusan strategis dan pengambilan keputusan mengenai integrasi vertikal. Ketidakpastian (Uncertainty) Ketidakpastian lingkungan terdiri dari tiga dimensi, yaitu kompleksitas (complexiy), dinamika (dynamism) dan heterogenitas (heterogeneity). Terdapat pendapat bahwa kedua dimensi ketidakpastian yakni kompleksitas dan dinamika dinyatakan oleh Clark et Al (1994). Konsep mengenai dua dimensi tersebut; kompleksitas “...refers to the number of elements in an enviromental event” dan dinamika (dynamism or instabiliti) “...refers turnover of those elements” (Clark et. Al, 1994). Sedangkan heterogenitas adalah “...reflect the extent to which the
Volume 6 : Desember 2012
Group Teknik Mesin TM11 - 7
ISBN : 978-979-127255-0-6
Analisis Daya Saing Perusahaan… Arsitektur Elektro
Saiful Geologi
Mesin
Perkapalan
Sipil
enviromental entities facing are dissimilar to one another and the minimal extent to which this entitis are coordinated or structred”. Dimensi dinamika dikonsepkan oleh Child (1972, Clark et. al, 1994) sebagai: Frekuensi perubahan dalam aktifitas lingkungan yang relevan. Tingkat perbedaan yang terkandung dalam setiap perubahan. Tingkat keluarbiasaan dalam seluruh perubahan Berdasarkan pada pendapat, bahwa lingkungan yang dinamik dan kompleks berada pada posisi berdiri sendiri dan pendapat lain yaitu ketidakpastian lingkungan dipengaruhi oleh kompleksitas dan dinamika, peneliti berpendapat, bahwa untuk mempengaruhi organisasi, ketidakpastian terlebih dahulu harus dilihat seberapa jauh tingkat dinamika dan kompleksitas lingkungan organisasi tersebut, sehingga nantinya penelitian yang akan dilakukan terlebih dahulu adalah mengetahui pengaruh dinamika, kompleksitas dan heterogenitas, selanjutnya mengukur ketidakpastian lingkungan. Tingkat Ancaman Lingkungan (Enviromental Treath Level) Dimensi tingkat ancaman lingkungan ini mengacu pada pendapat Billing et. Al. (1980) dalam Fauzi (1999), yang menjelaskan bahwa treath level refers to that aspect of enviromental events that poses immediate or potential harm to organization and its interst bay jeopardizing its resources. Kondisi ketidakpastian lingkungan bisnis sekaligus bisa menjadi ancaman kelangsungan organisasi. Kondisi lingkungan yang dapat mengancam organisasi berupa pemogokan, kebijakan, perubahan peraturan dan lain-lain. Kondisi yang demikian dapat mempengaruhi pada peningkatan, penciptaan, merusak dan menurunkan sumber daya perusahaan. Dalam mengukur tingkat ancaman lingkungan terhadap organisasi, pengukuran persepsi mengenai dimensi ini dikembangkan dan dioperasionalkan dalam konteks krisis politik, dilihat dari datangnya bahaya, ancaman dalam hal merugikan (injuriousness) bagi organisasi (Clark et. Al 1994; Fauzi, 1999). Hal yang menjadi pertimbangan bahwa tingkat ancaman lingkungan dapat mempengaruhi organisasi seperti Billing et al (1980) dalam Fauzi (1999), menjelaskan mengenai ancaman lingkungan pada kondisi probability of loss to organization. Tingkat ancaman lingkungan ini muncul dari faktor eksternal, yaitu bahan baku, tenaga kerja, sumber modal. Untuk menilai seberapa besar tingkat ancaman lingkungan terhadap organisasi, kondisi ini dilihat dari dua dimensi, yaitu kelangkaan sumber daya dan konsentrasi sumber daya. Dua dimensi ini diadaptasi dari Clark et al (1994) dalam Fauzi (1999). Dimensi kelangkaan sumber daya (resource scarcity) ini akan menjadi ancaman bagi organisasi, sebab bila sumber daya menjadi langka maka akan menjadikan organisasi harus bersaing lebih ketat untuk mendapatkan kecukupan suplai atau membuat output dalam jumlah yang lebih sedikit atau mencari alternatif. Dimensi konsentrasi sumber daya (resource concentration ) menunjukkan bahwa apabila sumber daya yang penting bagi organisasi terkonsentrasi, maka organisasi akan mudah untuk mencukupi kebutuhan sumber dayanya. Oleh Aldrich (1979) dalam Fauzi (1999) dijelaskan bahwa pengaruh distribusi dan konsentrasi mengenai sumber daya yang penting terhadap usaha organisasi untuk memenuhi kebutuhannya. Apabila sumber daya terkelompok maka organisasi akan mengembangkan kemampuan untuk mengidentifikasi, negosiasi dan menjaga sumber dayanya. Hunger dan Wheelen (2003), mengemukakan bahwa sebelum perusahaan merumuskan strategi, manajemen harus mengamati lingkungan eksternal untuk mengidentifikasi kesempatan dan ancaman yang mungkin terjadi. Pengamatan lingkungan adalah pemantauan, pengevaluasian dan penyebaran informasi dari lingkungan eksternal kepada orang-orang kunci dalam perusahaan. Pengamatan lingkungan adalah alat manajemen untuk menghindari kejutan strategis dan memastikan kesehatan manajemen dalam jangka panjang. Penelitian menunjukkan hubungan yang positif antara pengamatan lingkungan dengan laba. Dalam melakukan pengamatan lingkungan, manajer strategis harus mengetahui berbagai variabel yang ada dalam lingkungan sosial dan lingkungan kerja. Lingkungan sosial termasuk kekuatan umum yang secara tidak langsung berhubungan dengan aktivitas-aktivitas organisasi jangka pendek tetapi serigkali dapat mempengaruhi keputusan jangka panjang. Lingkungan sosial meliputi kekuatan ekonomi, teknologi, hukum-politik dan sosiokultural.
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Mesin TM11 - 8
Volume 6 : Desember 2012
PROSIDING 20 12© Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
Lingkungan kerja termasuk elemen-elemen atau kelompok-kelompok yang berpengaruh langsung pada perusahaan dan pada gilirannya akan dipengaruhi oleh perusahaan. Lingkungan kerja meliputi pemerintah, komunitas lokal, pemasok, pesaing, pelanggan, kreditur, tenaga kerja/serikat buruh dan asosiasi perdagangan (Hunger dan Whelen, 2003) Tingkat perubahan (rate of Change) Tingkat perubahan ini menunjukkan bagaimana frekuensi dan besaran gejolak yang berlaku diantara faktorfaktor lingkungan dan komponen-komponennya. Dibutuhkan sumber daya dan kemampuan yang spesifik agar mampu bersaing dalam kondisi yang fast moving (Zaheer, 1997; Fauzi, 1999). Tingkat perubahan organisasi seperti yang disebutkan oleh Zaheer (1997) dalam Fauzi (1999) sebagai fast moving enviroment akan membuat perusahaan harus mengidentifikasi kemampuan perusahaan yang mampu menghasilkan rents, yaitu alertnes dan responsiveness yang menunjukkan kecepatan tanggapan atas sinyal perubahan lingkungan. Dengan melihat tingkat perubahan lingkungan mampu mempengaruhi organisasi dalam membuat strategi, maka dimensi tingkat perubahan yang akan dijadikan sebagai salah satu faktor lingkungan yang mampu memberikan pengaruh terhadap organisasi. Namun karena tingkat perubahan seperti yang telah disebutkan terdiri dari frekuensi dan besaran gejolak komponen lingkungan, maka peneliti akan mencoba menambahkan satu dimensi yang mendukung tingkat perubahan yaitu gejolak lingkungan (turbulence). Gejolak lingkungan ini terdiri dari market turbulance dan technological turbulence. Untuk market turbulance peneliti berpendapat bahwa gejolak akan memberikan pengaruh terhadap organisasi. Hal ini sejalan dengan teori Kohli dan Jaworski memberikan pendapat bahwa ketika terdapat satu kelompok konsumen dengan preferensi yang stabil, maka orientasi pasar akan memiliki pengaruh yang kecil terhadap kinerja perusahaan. technological turbulence mengacu pendapat Kohli dan Jaworski bahwa industri dibentuk oleh perubahan yang cepat dari teknologi, yang merupakan dukungan terhadap pendapat dari Slater dan Narver (1994) dalam Fauzi (1999)
METODOLOGI PENELITIAN Berdasarkan permasalahan penelitian yang dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini menggunakan pola eksplanasi (eksplanatory research), yakni berusaha menjelaskan hubungan kausalitas (causality relationship) antara variabel dinamika lingkungan, terhadap daya saing perusahaan. selanjutnya dilakukan skenario simulasi dengan konsep sistem dinamik untuk melihat posisi daya saing yang lebih baik akibat lingkungan yang dinamis Hasil pengolahan data hasil survey dilakukan dengan tahapan Struktural Equation Modeling (SEM) dipakai sebagai sebagai equation pada simulasi sistem dinamisnya. Berdasarkan data-data yang diperoleh maka dilakukan pembuatan model. Pembuatan model dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak yaitu vensim. Model tersebut akan didukung oleh hasil pengolahan SEM yang menghasilkan persamaan tiap variabelnya. Setelah model dibuat maka dilakukan percobaan dan melihat apakah model sesuai atau tidak. Model yang telah valid akan dijalankan sesuai perubahan kondisi dengan membuat membuat skenario kebijakan baru atau mengubah nilai parameter variabel pada model sistem. Dari perubahan kondisi yang dilakukan dihasilkan output simulasi yang berbeda. Berdasarkan output simulasi tersebut dapat dilihat pengaruh perubahan kondisi yang terjadi. Dan dilakukan analisi full SEM dan analisis hasil simulasi. Berikut adalah tahapan dalam pembuatan model dinamis: 1. Pembuatan model dinamis. Berdasarkan data-data yang diperoleh maka dapat dilakukan pembuatan model. Pembuatan model ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak yaitu venzim. Model tersebut akan didukung oleh hasil pengolahan SEM yang menghasilkan persamaan tiap variabelnya. Setelah model dibuat, maka dilakukan percobaan dan melihat apakah model sesuai atau tidak. 2. Formulasi model simulasi. Berdasarkan diagram sebab-akibat dan diagram alir yang telah dibuat, selanjutnya membuat persamaan matematis dari variabel-variabel yang terdapat dalam model. 3. Menjalankan simulasi dan validasi model. Setelah semua variabel input dimasukkan dan dilakukan check model dan dinyatakan tidak terdapat kesalahan dalam formulasi, maka simulasi dapat dijalankan. Disini variabel-variabel tersebut akan disimulasikan berdasarkan periode waktu yang telah ditentukan. Jika model telah valid maka akan dilanjutkan ketahap simulasi perubahan. Jika belum valid maka akan diulang lagi ke tahap formulasi model.
Volume 6 : Desember 2012
Group Teknik Mesin TM11 - 9
ISBN : 978-979-127255-0-6
Analisis Daya Saing Perusahaan… Arsitektur Elektro
Saiful Geologi
Mesin
Perkapalan
Sipil
4. Simulasi perubahan kondisi dan evaluasi kebijakan. Model yang telah valid akan dijalankan sesuai perubahan kondisi dengan membuat skenario kebijakan baru atau mengubah nilai parameter variabel pada model sistem. Dari perubahan kondisi yang dilakukan dihasilkan output simulasi yang berbeda. Berdasarkan output simulasi tersebut dapat dilihat pengaruh perubahan kondisi yang terjadi atau penerapan kebijakan baru terhadap sistem. 5. Analisa dan interpretasi hasil. Tahap analisis dan interpretasi hasil merupakan tahap yang harus dilalui setelah tahap pengambilan dan pengolahan data. Setiap langkah pengambilan dan pengolahan data pada bab sebelumnya, akan dianalisis, berupa analisis CFA, analisis full SEM dan analisis hasil simulasi.
PEMBAHASAN Uji SEM Pengaruh dinamika lingkungan terhadap daya saing perusahaan Hasil pengujian menunjukkan bahwa dinamika lingkungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap daya saing perusahaan pada industri manufaktur di sulawesi Selatan. Hasil ini dibuktikan dengan adanya critical ratio (C.R) atau t hitung dalam regresi lebih besar dari t tabel dan nilai probability atau nilai p lebih kecil dari 0.05. penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan positif antara dinamika lingkungan dan daya saing perusahaan yang ditandai dengan koefisien jalur positif. Nilai positif tersebut dapat dilihat dari nilai regression estimate sebesar 0,168 dan nilai standarized regression weight sebesar 0,173 (lampiran 5). Maka dengan demikian dapat dijelaskan bahwa dinamika lingkungan memberi peran langsung terhadap kemampuan berkompetisi (daya saing) perusahaan. Terjadinya perubahan lingkungan bisnis melalui perubahan selera konsumen menuntut setiap perusahaan harus mampu merespon dan menterjemahkan selera konsumen, ketidakmampuan perusahaan memenuhi keinginan konsumen, perusahaan tersebut akan ditinggalkan oleh konsumennya sehingga pangsa pasar akan berkurang, volume penjualan akan berkurang, tingkat profitabilitas akan berkurang, dengan demikian dinamika lingkungan yang dibentuk atas indikator perubahan selera konsumen berpengaruh positif dan signifikan terhadap daya saing perusahaan. Terjadinya perubahan lingkungan bisnis melalui perubahan teknologi pembuatan produk berdampak pada aktivitas operasi yang semakin efisien, penggunaan man power semakin berkurang, efisiensi bahan baku semakin tinggi, efisiensi terhadap alat-alat produksi semakin tinggi dengan demikian biaya produksi perunit menjadi lebih rendah dan seterusnya harga jual semakin bersaing dengan produk-produk perusahaan pesaing. Dengan demikian dinamika lingkungan yang dibentuk atas indikator perubahan teknologi pembuatan produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap daya saing perusahaan. Terjadinya perubahan lingkungan bisnis melalui perubahan ekonomi makro yang diidentifikasi melalui kenaikan harga (inflasi) berdampak terhadap kenaikan harga bahan baku, kenaikan biaya operasional dan tuntuntan terhadap kenaikan karyawan akibat siklus kenaikan harga. Akumulasi kenaikan beberapa komponen biaya produksi akan berujung pada semakin rendahnya nilai margin profit serta volume penjualan yang rendah akibat daya beli konsumen yang semakin rendah seiring kenaikan harga. Kondisi demikian menuntut perusahaan untuk tetap mampu menyediakan produk dengan harga dan kualitas bersaing untuk tetap mempertahankan posisi pasar atau membiarkan perusahaan pesaing mengambil pasar potensial. Dengan demikian dinamika lingkungan yang dibentuk atas indikator kenaikan harga (inflasi) berpengaruh positif dan signifikan terhadap daya saing perusahaan. Terjadinya perubahan lingkungan bisnis sehubungan dengan kondisi pemasok seperti kelancaran transportasi, ketepapatan dan kecepatan pengiriman berdampak pada kontuinitas produksi, biaya operasional dan tingkat ketersediaan produk. Tingkat ketersediaan produk yang tinggi membangun kepercayaan konsumen terhadap kehandalan dan kualitas manajemen perusahaan melaui branding. Dan kepercayaan terhadap branding dapat meningkatkan loyalitas pelanggan sehingga posisi pasar semakin menguat. Dengan demikian dinamika lingkungan yang dibentuk atas indikator perubahan kondisi pemasok berpengaruh positif dan signifikan terhadap daya saing perusahaan. Temuan ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Porter (1993) bahwa dari keempat faktor penentu daya saing, dua diantaranya terkait dengan dinamika lingkungan seperti kondisi permintaan dan kondisi industri yang terkait.
Analisa simulasi dengan pendekatan sistem dinamik Berdasarkan hasil uji SEM, yang menyiratkan informasi bahwa ada hubungan yang signifikan antara dinamika lingkungan terhadap capaian daya saing perusahaan, signifikansi hubungan itu dapat dengan melakukan
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Mesin TM11 - 10
Volume 6 : Desember 2012
PROSIDING 20 12© Arsitektur
Elektro
Geologi
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
Mesin
sismulasi melalui program vensim. Fenomena perubahan dinamika lingkungan dengan empat dimensi indikator, yakni perubahan konsumen, perubahan teknologi, perubahan ekonomi makro dan perubahan kondisi pemasok dapat dilihat bagaimana dampaknya terhadap daya saing perusahaan industri manufaktur di Sulawesi- Selatan melalui simuasi dengan pendekatan konsep sistem dinamik. Seperti yang tampak pada gambar 1, stock flow, memperlihatkan bagaimana elemen-elemen dinamika lingkungan secara sistemik saling mempengaruhi dalam sebuah siklus causal loops. kotak customer dannon customer kontak dengan non customer
<price>
pengiriman baru
initialcustomer Waiting Customer
komit untuk pesan
<normal delivery delay>
Customer pemenuhan pesanan
total wip
delay rata-rata piutang
variable cost produksi
price
efek inflasi ke harga
<produksi> variable cost produksi
capacity life
piutang cash yang didapat
bayar tagihan fraksi kerugian
npv income npv cash flow
gross income
akibat inflasi
base price
biaya langsung
<produksi>
net income
taxable income tax rate
koreksi WIP
waktu jatuh tempo utang
taxes
WIP yg diinginkan
hutang
WIP
total order
pembayaran hutang
peminjaman
produksi
delay pengiriman
Book Value
fraksi berasaldari pinjam
depresiasi pajak investasi baru
biaya kapasitas
net cash flow
beban bunga
tingkat suku bunga
delay untuk target order yang diterima pengiriman waktu untuk order rata-rata
tingkat diskon
kerugian
potential production waktu untuk koreksi WIP
pengiriman untuk ganti
tagihan yang nunggu
tagihan masuk
produksi yang diinginkan kapasitas yang diinginkan
wip untuk ganti
waktu untuk nagih
<price>
penurunan kapasitas
penyesuaian kapasitas
order untuk ganti(replacement)
<normal delivery delay>
<wip baru>
produk per customer suku bunga initial suku bunga investasi replacement waktu untuk menyesuaikan kapasitas kapasitas investasi
total pengiriman
<produksi>
order rata-rata
<produk per customer>
produk yang digunakan
wip baru order baru
fraksi penjualan Customer potensial
total market
<wip baru> rate kontak
market share
waktu depresiasi pajak
initial harga premium harga premium
initial gaji PNS inflasi gaji pns pertahun gaji PNS IIa perbulan
Gambar 2. Stock Flow hubungan dinamika lingkungan dan daya saing perusahaan
Perubahan satu sub dimensi seperti inflasi pada dimensi ekonomi makro maka akan mempengaruhi sub dimensi yang lain, misalnya pada kemampuan membeli konsumen, harga jual produk, kemampuan memproduksi perusahaan, kontuinitas produksi, market share perusahaan, dan lain-lain, seperti terlihat pada Gambar 3. Grafik simulasi market share akan berubah.
market share 1 0 0
2
4 6 8 Time (Year)
market share : Current
10 Dmnl
Gambar 3. Simulasi market share
Dengan demikian peran kebijakan pemerintah dalam menetapkan suku bunga perbankan, dan menjaga inflasi menjadi sangat penting didalam menciptakan iklim usaha yang kondusif kaitannya dengan dinamika lingkungan. Secara langsung maupun tidak langsung melalui gambar stock flow dan grafik simulasi market share dapat terbaca bagaimana dimensi dan sub dimensi dinamika lingkungan secara sistemik berdampak pada daya saing perusahaaan manufaktur di Sulawesi Selatan.
SIMPULAN Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan sebelumnya serta hasil pembahasan melahirkan kesimpulan sebagai berikut:
Volume 6 : Desember 2012
Group Teknik Mesin TM11 - 11
ISBN : 978-979-127255-0-6
Analisis Daya Saing Perusahaan… Arsitektur Elektro
Saiful Geologi
Mesin
Perkapalan
Sipil
Dinamika lingkungan eksternal bisnis yang terjadi pada perusahaan manufaktur yang ada di Sulawesi Selatan menunjukkan pengaruh positif terhadap capaian daya saing perusahaan. Hasil ini memberikan bukti empiris bahwa dinamika lingkungan yang meliputi perubahan selera konsumen, perubahan ekonomi makro, perubahan teknologi dan kondisi pemasok dapat mengantarkan perusahaan manufaktur pada posisi daya saing yang tinggi atau sebaliknya, sehingga perusahaan dituntut untuk mampu merespon dengan baik dinamika lingkungan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Adegbesan, J. Adetunji (2008) On the origins of competitive advantage: strategic factor markets and heterogenous resource complementarity. Akademy of management review Aime F., Johnson, S., Ridge, J., W., (2010) The routine may be stable but the advantage is not: competitive implication of key employee mobility. Strategic Management Journal, Vol. 31: 75-87 Badri, Masood A., D., and Donald, D., Donna. (2000), operation strategi, enviromental uncertainty and perfomance: Path Analytic Model of Industries in Developing Countries, The International Journal of Management Science, Omega, vol 28, pp 155-173., Barney, J., (1995) Looking inside for competitive advantage. Akademi of management executive, vol. 9 No. 4, pp. 49-61. Barney, J., dan Clark, Delwin N. (2007) Resource-Based Theory: creating and sustaining competitive advantage. Oxford University Press Inc. New York Barney, J (1991), Firms Resource and Sustained Competitive Advantage, Journal of Management, Vol. 17, No 1, 99-120 Basri, Faisal (1997), Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI: Distorsi, Peluang dan Kendala, Cetakan Ketiga, PT. Gelora Aksara Pratama. Beal, Reginald M, (2000) Competing effectively: Enviromental scaning, competitive strategy, and organisational perfomance in small manufactuing firms. Journal of small business management, pp/ 2745 BPS. Prov. Sul-Sel (2010) Statistik Industri Besar dan Sedang Provinsi Sulawesi Selatan BPS. Prov. Sul-Sel (2010) Produk domestikregional Broto Provinsi Sulawesi Selatan Departemen perindustrian dan perdagangan (2001). Strategi Industri nasional. Jakarta. Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L and Black, W.C., (1998) Multivariate Data Analysist. Upper Saddle River, Prentice Hall. Hitt. Michael, A., Ireland, R.,D., and Hoskisson, R.,E., (2005): Strategic Management and Strategic Competitivness, Thomson S-W. Hitt. Michael, A., Ireland, R.,D., and Hoskisson, R.,E., (2001) Manajemen Strategis: Konsep Daya Saing dan Globalisasi, Terjemahan, Salemba Empat, Jakarta Hitt. Michael, A., Ireland, R.,D., and Hoskisson, R.,E., (1997) Manajemen Strategis: Menyongsong era persaingan dan globalisasi. Penerbit Erlangga, Jakarta Hunger., J.David., dan Wheelen., Thomas L (2003), Manajemen Strategis, Penerbit Andi, Yogyakarta. Kotabea M, Murrayb J., (2004) Global sourcing strategy and sustainable competitive advantage, Industrial Marketing Management 33 (2004) 7– 14 Lee, J. Sheng dan Hsieh, J. Chia (2010) A reserch in relating entrepreneurship, marketing capability, innovative capabiliy and sustained competitive advantage. Journal of business & economic research, Vol. 8, No. 9 Lee, J., dan Miller, D., (1996) Srategic, Enviroment dan perfomance in two technical contexts: contingency theori in Korea. Organisationstudies, vol. 17, No, pp. 729-750 Malian, H., (2005) Prospek Pengembangan Agroindustri Dalam Meningkatkan Daya Saing dan Ekspor Berdasarkan Permintaan Jenis Produk Komuditas Perkebunan Utama, Balitban, Departemen Pertanian Newbert, Scott L. (2008) Value, rareness, competitive advantage, and perfomance: a conceptual-level empirical investigation of the resouce-based view of the firm. Strategic management journal, 29, pp. 745-768
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Mesin TM11 - 12
Volume 6 : Desember 2012
PROSIDING 20 12© Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
Narjoko D.,A. (2008) Laporan Daya Saing, Ekspor 2008; Mata Rantai Nilai Industri Alas Kaki,Furniture, Perlengkapan Rumah Tangga, Komponen Otomotif dan Garmen, Senada Nurhayati (2003) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dan keunggulan bersaing usaha kecil yang berorientasi ekspor di Jawa Timur, Disertasi, Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang. Pamulu, M., Sapri (2010) Strategic Management Practice In The Construction Industry: A Study of Indonesia enterprises. Disertation, Queensland University of Technology Pono, Maat (2009) Pengaruh Dinamika Lingkungan, Strategi Bersaing dan Strategi Operasi terhadap Kinerja Perusahaan. Disertasi, Universitas Brawijaya, Malang Porter, Michael (1998) The Adam Smith adress: location, clusters, and the “new” microeconomics of competition. National association for business economics. Porter, Michael (2003), Strategi bersaing: Teknik menganalisis industri dan pesaing. Terjemahan, cetakan keenam, penerbit Erlangga. Robinson, R., John, P., (2008) Strategic Management; Formulation, Implementation, & Control, McGraw Hill. Solimun (2004) Pemodelan statistik: structural aquation modelling (SEM), LISREL dan AMOS, FPMIPA Universitas Brawijaya Malang. Sumihardjo, T., (2008) Daya Saing Berbasis Potensi Daerah, Fokus Media. Jakarta Indonesia Sterman D. John (2000) Business Dynamics : sistem thinking and modeling a complex world. McGraw-Hill Higher Education
Volume 6 : Desember 2012
Group Teknik Mesin TM11 - 13
ISBN : 978-979-127255-0-6
Analisis Daya Saing Perusahaan… Arsitektur Elektro
ISBN : 978-979-127255-0-6
Saiful Geologi
Mesin
Group Teknik Mesin TM11 - 14
Perkapalan
Sipil
Volume 6 : Desember 2012