KADAR KARAGINAN TERHADAP KARASTERISTIK KIMIA PASTA METE Oleh : Tamrin dan Muhammad Syukri Sadimantara ABSTRACT The role of cashew nut as raw materials industry is still very limited, both in the Southeast Sulawesi and in other countries. To diversify the cashew as the manufacture processed needed emulsifier and stabilizers product, such as carrageenan in order to obtain a stable pasta products. This study aims to determine the various levels of the chemical characteristics of carrageenan cashew paste that can be useful to improve of product quality. This study used a randomized block design and analyzed the water content, protein content and fat content of cashew paste. The results showed that the addition of 2 g of carrageenan above does not provide a noticeable difference in protein content, but showed significant differences in the ability to bind water from cashew paste. The addition of more than 2 grams of carrageenan will provide downward trend of water content in the emulsion system cashew paste. However carrageenan as a stabilizer and emulsifier in cashew paste instead of a single role but also related to the interaction of the various other components in cashew paste the need for further study.
Key word: cashew nut, carrageenan, emelisifier, stabilizer product. PENDAHULUAN Jambu mete termasuk komoditi unggulan dari sekitar 19 jenis tanaman perkebunan yang berpotensi di Sulawesi Tenggara. Tanaman ini mempunyai potensi sebagai komoditi agro yang memberikan lapangan kerja dan nilai ekonomi yang cukup tinggi, walaupun dari data produksi terlihat pernah terjadi penurunan. Produksi jambu mete kembali mengalami peningkatan pada tahun 2012 yaitu mencapai 22.527 ton setelah sempat terjadi penurunan produksi dua tahun sebelumnya yaitu 15.952 ton (tahun 2010) dan 14.310 ton (2011). Walaupun dari jumlah produksi peningkatan yang dicapai tahun 2012 tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi tahun 2008 dan 2009 (BPS Sultra, 2013). Komoditi jambu mete hingga saat ini sebagian besar masih terbatas sebagai penyedia bahan baku bagi industri hilir yang berkembang di daerah luar Sulawesi Tenggara maupun negara lain dan belum dimanfaatkan secara optimal di wilayah Sulawesi Tenggara. Produk jambu mete sebagian besar dijual dalam bentuk biji mete gelondongan. Kondisi ini dapat 1)
menurunkan nilai ekonomi karena harga jual yang rendah. Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan nilai tambah produk antara lain melalui pengembangan teknologi pengolahan jambu mete dalam berbagai produk makanan. Hasil panen jambu mete yaitu kacang mete dan buah semu, namun yang paling banyak dikembangkan sebagai produk makanan adalah kacang mete. Produk olahan kacang mete di Sulawesi Tenggara sebagian besar dalam bentuk kacang mete goreng dengan variasi beberapa cita rasa. Produk lain yang dapat dikembangkan dari kacang mete adalah pasta kacang mete. Pengolahan pasta mete memerlukan bahan pengemulsi dan penstabil agar diperoleh produk pasta yang stabil. Hal ini dijelaskan karena pasta mete merupakan bentuk emulsi, yaitu suatu sistem yang terdiri dari dua fase cairan, dan satu diantaranya terdispersi dalam bentuk globula-globula dalam cairan lainnya. Bahan pangan demikian sangat memerlukan senyawasenyawa pengemulsi dan penstabil antara lain seperti karaginan. Karaginan sebagai bahan olahan rumput laut sering digunakan sebagai penstabil, pengemulsi, pembentuk gel pada
AGRIPLUS, NomorPertanian : 02 Mei Universitas 2014, ISSNHalu 0854-0128 Staf Pengajar Jurusan TeknologiVolume Pangan24 Fakultas Oleo Kendari,
161
162
produk-produk pasta makanan, antara lain seperti permen jelly dari buah apel (Harijono et al., 2001), seafood atau surimi maupun produk derivatnya (Wenno et al., 2012). Fungsi zat pengemulsi adalah mempermudah pembentukan emulsi serta mempertinggi stabilitasnya, karena aktivitas pengemulsi dapat membentuk suatu system yang mampu mengikat dan menyatukan komponen polar dan non polar dai suatu bahan pangan (Kurniawan et al., 2012). Selanjutnya, zat penstabil dapat menstabilkan emulsi karena dapat meningkatkan viskositas fase terdispersi. Salah satu contoh bahan pengemulsi dan penstabil adalah karaginan yang terdiri dari beberapa jenis antara lain adalah kappa karaginan. Gimeno (2006) melaporkan bahwa kappa karaginan secara signifikan lebih efektif daripada karaginan lain dalam meningkatkan gelling dari larutan ovalbumin. Penelitian ini menunjukkan bahwa kappa-karaginan dan ovalbumin bisa menawarkan alternatif pengembangan pangan olahan yang melibatkan proses gelling untuk stabilizer dan sebagai teknologi penguatan gel dan emulsi. Oleh karena itu secara umum penggunaan karaginan untuk makanan telah berkembang di negara-negara industri sekitar 5 - 7 % per tahun. Winarno, 1996 menjelaskan bahwa karaginan sangat penting peranannya sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Kekentalan larutan karaginan tergantung pada konsentrasi, temperatur, tipe karaginan dan berat molekulnya. Untuk itu diperlukan penelitian kadar karaginan sebagai bahan pengemulsi/penstabil yang ditambahkan pada pasta mete. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dan eksperimen dalam produksi, formulasi produk dan karakterisasi kimia dilaksanakan di Laboratorium Jurusan
Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian (yaitu analisis kadar air, protein, dan lemak. Penelitian berlangsung selama 5 bulan, terhitung sejak persiapan bahan baku, proses pengolahan (sesuai perlakuan) dan penyelesaian analsis kimia. B. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kacang mete, karaginan, gula merah, telur ayam, kayu manis dan garam. Sedangkan bahan kimia untuk analisa yaitu sesuai indikator kualitas yang akan diukur antara lain adalah: 1) nilai gizi (kandungan protein, karbohidrat, lemak), dengan menggunakan metode AOAC (Sudarmadji et al., 1996); dan 2) acceptability dari produk, dengan menggunakan metode penilaian organoleptik (Soekarto, 1985). Adapun alat-alat untuk proses pengolahan pasta mete antara lain meliputi ; alat penggiling kacang dan mixer serta alat pembantu lain seperti baskom, nampan, gelas ukur, timbangan dan lain-lain. C. Rancangan Perlakuan Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan perlakuan Konsentrasi Bahan Penstabil (karaginan = K) yang diulang 4 kali. Perlakuan tersebut adalah : -
1 gram Karaginan/Kg bahan = K1 2 gram Karaginan/kg bahan = K2 3 gram Karaginan/kg bahan = K3
Masing-masing satuan percobaan terdiri dari 4 sampel sehingga jumlah sampel seluruhnya adalah 4 x 3 x 4 = 48 sampel. Waktu Pengamatan dilakukan selama 21 hari dengan interval waktu hari ke 0, 7, 14 dan 21. Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis sidik ragam sesuai rancangan yang digunakan. Bila terdapat beda nyata, akan dilakukan uji lanjut dengan Duncan’s New Multiple Range Test.
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
163
HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan kadar karaginan yang diberikan karakatristik kimia yang berbeda terhadap produk pasta mete. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa kandungan lemak sangat tinggi pada kacang mete (48,41 %) dibanding protein dan karbohidrat. Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan data yang diperoleh pada beberapa literatur. Ketaren (2005) menyebutkan bahwa kandungan lemak kacang mete 47,20 % dan protein 19,60 %. Saragih dan Haryadi (1994), juga
menerangkan bahwa kandungan lemak kacang mete 45,0 %, protein 20,0 % dan karbohidrat 26,0 %. Namun setelah kacang mete diolah menjadi pasta mete kandungan karbohidrat dominan (46 – 48 %), sementara lemak dan protein turun. Hal ini disebabkan antara lain karena bahan campuran yang digunakan dalam pengolahan pasta mete lebih dominan mengandung karbohidrat, disamping kemungkinan terjadinya penyusutan nutrisi tersebut selama pengolahan khususnya pada saat penyangraian kacang mete dan penggilingan.
Tabel 1. Karakteristik Kimia Kacang dan Pasta Mete Kandungan Nutrisi (%) No.
Produk Karbohidrat Protein
Lemak
Air
Abu
1.
Kacang Mete
21.68
22,92
48,41
4,28
2,71
2.
Pasta Mete-1 (1 gram Karaginan)
46.17
16,89
14,73
19,92
2,29
3.
Pasta Mete-2 (2 gram Karaginan)
48.15
16,59
11,96
21,18
2,12
4.
Pasta Mete-3 (3 gram Karaginan)
47.53
16,69
12,82
20,87
2,09
Pada Penyanggraian dan penggilingan terjadi pemanasan bahan yang dapat mempengaruhi komponen gizinya terutama lemak dan protein. Harris dan Karmas (1989), menyatakan bahwa pengolahan panas juga mempunyai pengaruh merugikan karena degradasi panas dapat terajadi pada zat gizi. Penurunan kadar gizi bahan pangan akibat pengolahan panas bergantung pada beratnya proses. Kenyataan bahwa penerapan energi panas pada bahan pangan menurunkan nilai gizi beberapa komponen tidak dapat diingkari. Pengaruh Karaginan Terhadap Kandungan Protein Pasta Mete Hasil analisa varians pengaruh karaginan terhadap kandungan protein pasta
mete menunjukkan bahwa penambahan bahan penstabil karaginan berpengaruh pada protein pasta mete. Pengaruh tersebut mungkin dapat menjelaskan ada interaksi antara karaginan dan protein pada pasta mete yang mempengaruhi kondisi fisik produk. Keadaan tersebut secara umum merupakan interaksi komponen polisakarida dengan protein karena Karaginan termasuk dalam polisakarida yang dapat ditemukan pada komponen matriks dari alga merah (E. Cottoni). Struktur karaginan terdiri dari perulangan unit-unit D-galaktosa dan 3,6 anhidro D-galaktosa yang berikatan dengan ester kalium, natrium, magnesium dan kalsium sulfat. Karaginan kappa tersusun dari D-galaktosa 4-sulfat dan P (1-4) 3,6 anhidro D-galaktosa. Disamping itu karaginan sering
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
164
mengandung D-galaktosa 6-sulfat ester dan 3,6 anhidro D-galaktosa 2-sulfat ester (Belitz and Grosch, 1987). Campuran protein-polisakarida digunakan secara luas dalam industri makanan karena berperan penting dalam struktur dan tekstur bahan makanan (Dickinson and Merino, 2002). Keseluruhan tekstur dan struktur produk tidak hanya bergantung pada sifat individu protein dan polisakarida, tetapi juga sifat alami dan kekuatan interaksi protein-polisakarida. Ledward (1994), menjelaskan tipe jaringan gel yang dapat terbentuk dengan dua bahan pembentuk gel yang berbeda. Bila proses pencampuran adalah eksotermik, dan interaksi tarik menarik, maka dapat mengarah pada susunan kompleks larut atau tidak larut. Pada umumnya terjadi hanya untuk polimer yang muatannnya berlawanan, seperti alginat, pektat dan karboksimetilselulose atau yang bersulfat seperti karagenan. Stabilitas karaginan sebagai senyawa akan mengalami depolimerisasi secara perlahan dalam penyimpanan, untuk karaginan kappa memiliki daya kekuatan gel serta kekuatan reaksi terhadap protein (Winarno, 1982). Adanya pengaruh karaginan tedahap protein pasta mete juga menunjukkan kemampuan karaginan sebagai bahan penstabil yang membantu fungsi ganda protein yang juga bertindak sebagai bahan pengemulsi (karena memiliki gugus polar dan non polar) sehingga kondisi pasta mete sebagai bentuk emulsi dapat lebih stabil. Winamo, (1990) menjelaskan bahwa zat penstabil (hidrokoloid) dapat menstabilkan emulsi karena dapat meningkatkan viskositas fase pendispersi. Sesuai dengan hukum Stoke, bahwa semakin tinggi viskositas medium pendispersi semakin kecil kecepatan gerak partikel (medium terdispersi), sehingga partikelpartikel tersebut sukar bergabung. Glickman, (1982) menambahkan bahwa
peningkatan viskositas medium dispersi dapat meningkatkan kestabilan suspensi. Hal ini disebabkan viskositas yang besar mengakibatkan gaya gesek dari partikel besar. Penambahan hidrokoloid dapat meningkatkan viskositas dan menurunkan kecepatan pengendapan sehingga kestabilan suspensi meningkat Pengaruh karaginan pada pasta mete ternyata berbeda-beda sesuai dengan jumlah karaginan yang ditambahkan. Winarno (1990) menjelaskan bahwa Kekentalan larutan karaginan tergantung pada konsentrasi, temperatur, tipe karaginan dan berat molekulnya. Dengan demikian maka perbedaan jumlah karaginan yang di tambahkan ke dalam pasta mete menghasilkan pengaruh yang berbeda. Perbedaan pengaruh tersebut dapat dilihat dari hasil uji Duncan’s Multiple Range Test seperti yang tertera pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa penambahan 1 gram karaginan sangat berpengaruh terhadap protein pasta mete, namun peningkatan dosis karaginan 2 – 3 gram tidak lagi memberikan perbedaan yang nyata pada kandungan protein. Pengaruh karaginan terhadap protein juga ditentukan oleh jumlah gugus sulfat yang dimiliki karaginan. Meningkatnya dosis karaginan pada suatu bahan kemungkinan jumlah gugus sulfatnya lebih banyak pada dosis yang tinggi. Winarno (1990) menjelaskan bahwa semakin banyak jumlah gugus sulfat, kemampuan untuk menetralisir muatan protein semakin tinggi sehingga protein semakin mendekati titik isoelektris. Semakin tinggi jumlah gugus sulfat semakin mudah tercapai titik isoelektris protein sehingga lebih mudah mengendap. Namun data pada Tabel 3 dapat memberi gambaran bahwa pada penambahan 3 gram, gugus sulfat yang dimiliki karaginan belum menyebabkan protein mendekati titik isoelektris.
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
165
Tabel 2. Data Hasil Analisis Kandungan Protein Pada Pasta Mete No.
Produk
Kandungan Protein (%)
1.
Pasta Mete-2 (2 gram Karaginan)
16,59 a
2.
Pasta Mete-3 (3 gram Karaginan)
16,69 a
3.
Pasta Mete-1 (1 gram Karaginan)
16,89 b
Pengaruh Karaginan Terhadap Kandungan Lemak Pasta Mete Hasil analisa varians pengaruh karaginan terhadap kandungan lemak pasta mete menggambarkan perlakuan penambahan bahan penstabil karaginan berpengaruh pada lemak pasta mete. Pengaruh tersebut menjelaskan ada interaksi antara karaginan dan lemak pada pasta mete yang mempengaruhi kondisi fisik produk. Daniells, (2006) melaporkan bahwa karaginan dicampur dengan gliserol dan dipanaskan dengan lemak, dapat membentuk film yang dapat dimakan dan dapat membuka perkembangan menarik untuk cakupan rasa, warna, dan antioksidan. Padatan pada emulsi akan terjebak dalam suatu system matrik karaginan yang terbentuk selama prosses pengolahan. Matriks karaginan merupakan bahan yang sangat kuat dalam bangunan
struktural sebuah sistem dan merupakan bahan yang baik untuk aplikasi seperti enkapsulasi dari zat aktif yang tergabung dalam biopolymer coating atau lapisan film untuk makanan. Karaginan hidrokoloid sering digunakan untuk tekstur dan viskositas dalam produk makanan. Sementara enkapsulasi dengan karaginan dibatasi oleh polisakarida yang larut dalam air. Dengan demikian, kandungan lemak pada pasta mete memberikan gambaran bahwa penambahan lemak untuk membentuk sebuah lapisan emulsi dapat mengurangi transfer air sehingga akan memperkokoh kestabilan pasta mete. Hasil uji lanjut dengan uji Duncan’s Multiple Range Test menunjukkan bahwa penambahan karaginan yang berbeda pada pasta mete juga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap komponen lemak dari produk. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Hasil Analisis Kandungan Lemak Pada Pasta Mete No.
Produk
Kandungan Lemak (%)
1.
Pasta Mete-2 (2 gram Karaginan)
11.96 a
2.
Pasta Mete-3 (3 gram Karaginan)
12.82 b
3.
Pasta Mete-1 (1 gram Karaginan)
14.73 c
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
166
Hasil analisis pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar karaginan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar lemak. Penambahan 1 gram karaginan, jumlah kandungan lemaknya lebih tinggi dibanding penambahan 2 gram dan 3 gram karaginan. Tabel 3 juga menunjukkan bahwa pada penambahan 2 gram karaginan kandungan lemaknya lebih rendah dari penambahan 3 gram karaginan. Hal ini dapat menggambarkan bahwa kemungkinan penambahan karaginan pada pasta mete akan mempengaruhi kandungan lemak dari produk, tetapi belum dapat dipastikan jika peningkatan jumlah karaginan memberikan kecenderungan pada penurunan kadar lemak dari produk sebagaimana data pada Tabel 3. Hal ini karena keberadaan lemak dan perannya dalam sistem emulsi pasta mete tidak hanya dipengaruhi oleh penambahan karaginan tetapi juga oleh komponen senyawa lain lain dalam produk seperti protein dan air. Lemak membentuk fase dispersi dari emulsi, sedangkan air yang mengandung protein dan garam terlarut membentuk fase kontinu. Protein-protein yang terlarut bertindak sebagai pcngemulsi dengan membungkus atau menyeliputi semua permukaan partikel yang terdispersi. Molekul-molekul agensia pengemulsi mempunyai afinitas, baik terhadap air yaitu porsi molekul hidrofilik, maupun terhadap lemak yaitu porsi molekul hidrofobik. Kemampuan protein dan air mengikat globula alau partikel-partikel lemak didalam suatu emulsi sangat menentukan kapasitas emulsi. Partikel-pariikel lemak yang besar akan berubah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil selama emulsifikasi hingga terbentuknya emulsi. Pada umumnya, untuk membentuk suatu emulsi yang stabil, konversi partikel lemak membutuhkan protein terlarut yang lebih besar. Penurunan ukuran partikel lemak akan meningkatkan total area permukaan partikel lemak sampai kira-kira
lima kali lipat, sehingga protein yang terlarut harus lebih banyak untuk menyelubungi permukaan-permukaan partikel lemak yang lebih kecil. Jika kapasitas emulsi dari protein yang terlarut terlampaui, area permukaan partikel lemak yang tidak terselubung protein menjadi lebih besar dan stabilitas emulsi akan menurun, atau emulsi yang stabil tidak akan terbentuk (Soeparno, 2005). Pengaruh Karaginan Kandungan Air Pasta Mete
Terhadap
Hasil analisa varians pengaruh karaginan terhadap kandungan air pasta mete menggambarkan penambahan karaginan berpengaruh pada kandungan air pasta mete. Kondisi ini dapat menjelaskan kemampuan air yang berikatan dengan partikel padatan dalam system emulsi pasta mete yang cukup kuat sehingga partikel tersebut tidak dapat berikatan satu sama lain. Dengan kata lain penggabungan partikel padatan dapat dicegah sehingga terbentuk system emulsi dalam pasta mete terjaga dengan baik. Hasil uji lanjut dengan uji Duncan’s Multiple Range Test menunjukkan bahwa penambahan karaginan terhadap kadar air pasta mete memberikan pengaruh yang hampir sama dengan kadar lemak. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa kemampuan untuk mengikat air dalam system emulsi pasta mete lebih tinggi pada penambahan 2 gram karaginan. Selain itu, Tabel 3 juga menggambarkan bahwa penambahan karaginan lebih dari 2 gram akan memberikan kecenderungan penurunan kadar air dari pasta mete. Wirda et al., (2014) menjelaskan bahwa penambahan pektin dan karaginan sebagai pengemulsi, penstabil atau pengental pada bahan pangan akan memantapkan system dispersi yang homogen.
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
167
Tabel 4. Data Hasil Analisis Kandungan Air Pada Pasta Mete No.
Produk
Kandungan Air (%)
1.
Pasta Mete-1 (1 gram Karaginan)
19,92 a
2.
Pasta Mete-3 (3 gram Karaginan)
20,87 b
3.
Pasta Mete-2 (2 gram Karaginan)
21,18 c
Dengan demikian semakin banyak penambahan kadar karaginan jumlah padatan akan semakin meningkat dan kadar air bahan akan mengalami penurunan. Selanjutnya adanya gambaran kemampuan dalam mengikat air terkait Tabel 3 belum memberikan penguatan terhadap peran tunggal karaginan dalam system emulsi pasta mete. Kemampuan tersebut erat hubungannya dengan komponen lain dalam emulsi pasta mete seperti protein. Interaksi air dan protein didasarkan atas adanya sifat hidrofilik protein yang dipengaruhi oleh sisi polar di sepanjang rantai peptida, yaitu gugus karboksil dan amino. Molekul protein mempunyai beberapa gugus yang mengandung atom N atau O yang tidak berpasangan. Atom N pada rantai peptida bermuatan negatif sehingga mampu menarik atom H dari air yang bermuatan positif. Molekul air yang telah terikat tersebut dapat berikatan dengan molekul air yang lain, karena memiliki sebuah atom O dengan elektron yang tidak berpasangan (Damodaran and Paraf, 1997). Penyerapan air oleh protein berkaitan dengan adanya gugus-gugus polar rantai samping seperti karbonil, hidroksil, amino, karboksil, dan sulfhidril yang menyebabkan protein bersifat hidrofilik dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air. Perbedaan jumlah dan tipe gugus-gugus polar tersebut menyebabkan perbedaan kemampuan protein dalam menyerap air (Kilara, 1994). Ramdhani et al., 2014 menjelaskan bahwa perubahan sifat fisik seperti viskositas dapat terjadi akibat penambahan konsentrasi
karaginan karena sifatnya sebagai polielektrolit. Gaya tolakan antara muatan negative sepanjang rantai polimer yaitu gugus sulfat mengakibatkan rantai molekul menegang. Adanya sifat hidrofilik dari polimer menyebabkan larutan karginan bersifat kental. Peningkatan viskositas erat hubungannya dengan kemampuan karaginan untuk mengikat dan mengimobilisasi air dalam jumlah besar sehingga mempengaruhi tingkat kekentalan. Harijono et al., (2001) juga menjelaskan bahwa kekuatan system gel yang terbentuk antara lain ditentukan oleh kadar senyawa hidrokoloid. Karaginan dan pectin mampu membentuk system hidrokoloid dan menghasilkan gel yang kuat dalam mengikat air. KESIMPULAN Penambahan karaginan di atas 2 gram tidak memberikan perbedaan yang nyata pada kandungan protein, tetapi menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kemampuan mengikat air dari pasta mete. Penambahan lebih dari 2 gram karaginan akan memberikan kecenderungan penurunan kadar air dalam sistem emulsi pasta mete. Walaupun demikian kondisi tersebut belum memberikan penguatan terhadap peran tunggal karaginan dalam sistem emulsi terhadap kadar air pasta mete. Kemampuan karaginan mengikat air diyakini erat hubungannya system interaksi yang melibatkan peran protein dalam system emulsi pasta mete, namun belum dikaji secara rinci dalam dalam penelitian ini.
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
168
DAFTAR PUSTAKA Daniells S., 2006. Scientists expand potential of carrageenans http: //www.foodnavigator.com/ScienceNutrition/Scientists-expand potential- of-carrageenans Dewi, A.K. 2000. “ Pengaruh Jenis Dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Serbuk Effervescent Temulawak”. Skripsi. Universitas Brawijaya Malang. De Man, 1997. “Kimia Makanan”. Penerjemah Padmawinata. Penerbit ITB Bandung. Harris R. S., dan E. Karmas, 1989. Evaluasi pada Pengolahan Bahan Pangan. ITB Bandung. Gimeno C.S., 2006. Scientists look to carrageenans to boost egg white gelling. http: //www.foodnavigator.com/ScienceNutrition/Scientists-look-tocarrageenans-to-boost-egg-whitegelling Kurniawan A.B., A.N. Al-Baari dan Kusrahayu, 2012. Kadar Serat Kasar, Daya Ikat Air, dan Rendemen Bakso Ayam dengan Penambahan Karaginan. J. Aplikasi Teknologi Panngan, Vol. 2 (1): p. 23 – 27. Muljohardjo, M. 1990. “Jambu Mete Dan Teknologi Pengolahannya”. Liberty, Yogyakarta.
Nieto M.B., 2009. Edible Films and Coatings for Food Applications. Structure and Function of Polysaccharide Gum-Based Edible Films and Coatings Springer New York. Ramdhani A.F., Harijono dan E. Saparianti, 2014. Pengaruh Karaginan terhadap Karakteristik Pasta Tepung Garut dan Kecambah Kacang Tunggak sebagai Bahan Baku Bihun. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 (4): p. 41 – 49. BPS Sulawesi Tenggara, 2013. Sulawesi Tenggara dalam Angka. BPS Sultra. Winarno, F.G. 1996. “Teknologi Pengolahan Rumput Laut “.Pustaka Sinar Harapan. ZABIK M.E., and P. J. ALDRICH, 2009 . Gel Strength of Kappa-Carrageenan as Affected by Cations. J. Department of Foods and Nutrition, College of Home Economics Michigan State University, East Lansing, Michigan 48823. Wirda J.P., H. Rusmarilin dan E. Yuraini, 2014. Pengaruh Konsentrasi Pektin dan Karaginan Terhadap Mutu Permen Jelly Jahe. J. Rekayasa Pangan dan Pert. Vol. 2 (2): p. 44 – 50.
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128