KABAR BAIK BAGI ORANG MISKIN Kebaktian Minggu Adven Ke-1 GKI Gunung Sahari 27 Nopember 2011, Pk 06.00, 08.00, 10.00 & 17.00 Nas Kotbah:
LUKAS 4:18-19 ” Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku 19 untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” 18
(I) Berbicara tentang orang miskin ternyata kita tidak bisa sembarangan! Sebab, ada ukurannya untuk menentukan orang itu memang benar-benar miskin, atau hampir miskin, atau tidak miskin. Ukurannya adalah jumlah penghasilannya per orang per hari!1 Secara internasional, oleh Bank Dunia, telah ditetapkan, bahwa orang yang benar-benar miskin adalah yang berpenghasilan kurang dari Rp 18.000,- (= 2 dolar AS)/org/hari. Pemerintah kita sendiri menetapkan 2 ukuran, yang lebih rendah dari ukuran internasional (berpenghasilan di bawah Rp 18.000,-/org/hari) untuk menetapkan bahwa orang itu benar-benar miskin dan hampir miskin. Pertama-tama, pemerintah kita menetapkan orang yang berpenghasilan di bawah Rp 8.000,- (= 0,85 dolar AS)/org/hari baru dapat disebut benar-benar miskin. Menurut BPS, per Maret 2011, jumlahnya ada 30,2 juta jiwa. Sedang, kedua, orang yang berpenghasilan di bawah Rp 10.000 – Rp 8.000,- (= 1 dollar AS)/org/hari hanya dapat disebut hampir miskin, tetapi belum benar-benar miskin. Menurut BPS, per Maret 2011, jumlahnya ada 27,12 juta jiwa. Jika digabung, jumlah orang miskin dan hampir miskin di Indonesia itu ada (sekitar) 60 juta jiwa. Malah, jika memakai ukuran internasional (berpenghasilan di bawah Rp 18.000,-/org/hari) jumlah orang miskin di Indonesia bisa 2 kali lipat jumlahnya, yaitu (sekitar) 120 juta jiwa, atau = setengah dari jumlah rakyat Indonesia sekarang ini (yang 240-an juta jiwa). “117 Juta Penduduk RI Tergolong Sangat Miskin”, Koran Manado, Rabu, 22 Juni 2011; dan “Angka Kemiskinan Indonesia Turun”, Pikiran Rakyat, Jum’at, 25 Nopember 2011. 1
2 Apa lagi, jika dipakai ukuran orang miskin di negara tetangga (Malaysia dan Muangthai), yaitu berpenghasilan Rp 22.500,-[= 2,5 dolar AS]/org/hari), jumlah orang miskin di Indonesia bisa-bisa mencapai (sekitar) 150 juta jiwa! Nah, di tengah kenyataan begitu banyaknya jumlah orang yang miskin di Indonesia, bukankah sudah sepantasnya jika kita sebagai gereja dipanggil Tuhan untuk memperhatikan kaum miskin dengan menjadi kabar baik bagi mereka?. Tetapi, bagaimana caranya?
( II ) Untuk itu, mari kita belajar dari Yesus! Yesus itu bukan hanya menyampaikan kabar baik, tetapi Ia sendiri mau menjadi kabar baik bagi orang miskin! Bagaimana caranya? Inilah caranya! Pertama, sebagai kabar baik, Yesus menghargai dan bersetia-kawan dengan kaum miskin. Alkitab PB menyaksikan, bahwa selama hidup-Nya di dunia, Yesus memang bergaul dengan siapa saja, termasuk para pejabat agama dan orangorang kaya seperti Zakheus, tetapi Yesus lebih banyak lagi bergaul dengan orang-orang yang disebut dengan ”orang banyak” (= ochlos). ”Orang banyak” (= ochlos) itu adalah suatu istilah yang dipakai oleh Alkitab PB untuk menunjukkan orang-orang yang diremehkan dalam masyarakat, termasuk di dalamnya orang yang berdosa dan yang miskin. Pertanyaannya: mengapa Yesus mau berada di tengah-tengah ”orang banyak” yang biasanya dihina-dina? Jawabnya: karena Ia menghargai mereka sebagai sesama mahluk ciptaan Allah, atau sebagai sesama anak Allah. Makanya, karena begitu dekatnya Yesus dengan orang-orang yang biasa dihina-dina, sehingga apa saja yang dilakukan orang lain kepada mereka itu dapat ikut dirasakan oleh Yesus sebagai perbuatan yang dilakukan juga kepada-Nya. Seperti kata Yesus, ”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan atau tidak lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini (yaitu yang lapar, haus, asing, telanjang, sakit, di penjara), kamu telah melakukan atau tidak melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40,45). Yesus tahu betul bahwa menghargai dan bersetia-kawan dengan orang miskin itu adalah awal dari kesediaan siapa saja untuk menolong mereka. Makanya, jika kita sudah tidak bisa menghargai orang miskin, biasanya kita pun tak akan pernah terdorong untuk mau menolongnya!
3 Contoh? Sepasang kekasih dalam drama tadi! Kekasih lelaki itu tampak jelas masih menghargai seorang ibu miskin dengan anak perempuannya yang ingin makan di Kedai Santap “Terbit Liur”. Karena itu, ia pun terdorong untuk mau menolongnya dengan memesankan sepiring makanan buat mereka. Tetapi kekasih perempuannya sama sekali tidak menghargai ibu dan anak miskin itu, malah merendahkannya sebagai orang bodoh, malas, dan sudah ditakdirkan demikian, sehingga ia bukan hanya tidak terdorong untuk menolongnya, tetapi juga malah pergi meninggalkannya! Contoh lainnya! Pengalaman rekan saya (Pdt David Sudarto)! Belum lama ini, ia sekeluarga makan di suatu rumah makan, dan melihat satu keluarga lainnya makan enak, sedang seorang pembantunya hanya menonton saja dan tidak diajak makan. Untung pada akhirnya, seorang anggota keluarga itu masih mengingatnya dan memberi pembantu itu setengah gelas minuman, dan itu pun minuman sisa! ”Nih, minum!”, perintah anggota keluarga itu kepada pembantunya. Ya, kita harus selalu belajar menghargai dan menolong kaum miskin, karena Yesus pun menghargai dan menolong mereka!. Kedua, sebagai kabar baik, Yesus mendahulukan kaum miskin. Tanpa mengabaikan atau menyudutkan orang yang beruntung, sepanjang hidup-Nya di dunia, Yesus itu suka mendahulukan orang miskin. Sikap Yesus ini, bukan didasarkan oleh sikap pilih kasih, tetapi sematamata didasarkan atas kasih yang memakai ”akal-sehat” (common sense). Jika orang beruntung itu boleh disamakan dengan orang sehat, dan orang miskin itu boleh disamakan dengan orang sakit, sedang Yesus boleh disamakan dengan dokter, (maka) masuk akal ’kan jika Yesus lebih mendahulukan orang sakit daripada orang sehat. Orang sehat itu juga butuh Yesus, tetapi tidak sebanyak orang sakit yang jauh lebih membutuhkan Yesus lagi! Makanya, Yesus pernah katakan, ”Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa” (Mrk 2:17). Atau, jika orang beruntung itu boleh disamakan dengan anggota tubuh yang elok, dan orang miskin itu boleh disamakan dengn anggota tubuh yang tidak elok, (maka) wajarlah juga (seperti kata Rasul Paulus!), jika kita memberi perhatian yang khusus (yang lebih banyak) kepada anggota tubuh yang tidak elok.
4 Sebab, anggota tubuh yang elok itu biasanya sudah mendapat banyak perhatian, sedang anggota tubuh yang tidak elok itu biasanya hanya sedikit mendapat perhatian. Dengan memberi perhatian lebih banyak kepada anggota tubuh yang tidak elok, biarlah semua anggota tubuh pada akhirnya merasa sama-sama mendapat perhatian! Lalu, bagaimana caranya kita pun belajar mengutamakan kaum miskin, seperti halnya dilakukan oleh Yesus sepanjang hidup-Nya di dunia? Kita bisa belajar dari JohnWesley, seorang Pendeta pendiri Gereja Metodis!. Di abad ke-18, kepada orang Kristen yang merasa sulit untuk bermurah hati dan berbuat baik kepada sesamanya yang miskin, ia ajarkan caranya! Ada 3 (tiga) cara yang ia ajarkan, yaitu: (1) kumpulkan sebanyak kita bisa, (2) simpan sebanyak yang kita bisa, dan (3) berikan sebanyak yang kita bisa. Dan, ke-3 cara itu tidak hanya ia ajarkan, tetapi ia sendiri pun pertama-tama melakukannya! Ketika ia menjadi profesor teologia di Oxford, ia menghasilkan uang yang cukup untuk menebus kepahitan masa kecilnya yang sangat miskin dan menderita. Saat itu, dengan penghasilan 30 pounds setahun, ia bisa hidup mewah dan berfoya-foya. Namun hal itu ia tidak terus lakukan, ketika suatu hari ia lihat pembantunya yang miskin berpakaian tipis di musim dingin. Ia ingin menolongnya dengan memberi uang, tapi ia tak punya uang yang tersisa di kantongnya. Padahal dinding rumahnya berhiaskan lukisan-lukisan mahal dan barang-barang mewah. Sejak saat itu ia janji dalam hatinya untuk melakukan 3 hal itu, supaya bisa menolong orang banyak. Dari gajinya yang 30 pounds per tahun ia menyisihkan 2 pounds untuk tolong orang lain. Tahun berikutnya ketika gajinya naik 2 kali lipat, ia tetap menggunakan 28 pounds untuk dirinya sendiri dan membagikan sisanya 32 pounds kepada orang miskin. Tahun demi tahun ia tetap melakukan hal yang sama sekalipun gajinya telah berlipat ganda. Barulah setelah gajinya mencapai 1400 pounds, ia menaikkan taraf hidupnya menjadi 30 pounds per tahun. Memang John Wesley itu sungguh luar biasa! Tak heran jika Allah sangat memberkati dan memakai hidupnya secara luar biasa pula!. Ya, tentulah, kita tidak harus berbuat se-ekstrim John Wesley untuk bermurah hati, berbuat baik kepada dan tolong sesama kita yang miskin!. Tetapi, John Wesley (paling tidak) mengajarkan kita, bahwa dengan kemurahan Tuhan yang telah terlebih dahulu kita alami, jika kita mau dan rela,
5 kita semua selalu dapat juga bermurah hati, berbuat baik kepada, dan tolong sesama yang miskin di sekitar kita. Sebab, cobalah perhatikan, selalu saja ada orang yang lebih miskin daripada kita di sekitar kita!
( III ) Ya, bukan hanya Yesus, tetapi setiap orang di antara kita pun dapat menjadi kabar baik bagi sesama kita di sekitar kita, terutama yang miskin dan yang tidak beruntung, jika kita mau dan tahu kapan kita perlu menghargai dan mendahulukan mereka, dengan berbuat apa pun yang dapat menolong mereka. Yesus telah menjadi kabar baik bagi kita semua! Semoga kita pun selanjutnya mau menjadi kabar baik bagi sesama kita! AMIN!