LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEK
PELATIHAN PELAPORAN PERPAJAKAN BERDASARKAN PP NO.46 TH. 2013 TENTANG PPH FINAL PADA PERUSAHAAN JASA SALON DAN SPA DI KOTA SINGARAJA
Oleh : Nyoman Trisna Herawati, S.E,Ak,M.Pd/NIDN 0015037701 (Ketua) Dr. Anantawikrama Tungga Atmadja,S.E.,M.Si.,Ak/NIDN 0001027701 (Anggota) Nyoman Ari Surya Darmawan,S.E.,M.Si.,Ak/NIDN 0011058204 (Anggota)
Dibiayai dari DIPA Undiksha dengan SPK Nomor: 135/UN48.15/LPM/2014 tanggal 13 Februari 2014
JURUSAN AKUNTANSI S1 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS LEMBAGA PENGABDIAN kepada MASYARAKAT
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan Rahmat-Nya, maka kegiatan P2M yang berjudul ” Pelatihan Pelaporan Perpajakan Berdasarkan PP No.46 Th.2013 Tentang PPh Final Pada Perusahaan Jasa Salon dan Spa di Kota Singaraja” dapat berjalan sesuai dengan rencana kegiatan dan dapat dilaporkan tepat pada waktunya. Laporan ini merupakan laporan kegiatan P2M yang bertujuan untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan dalam hal perhitungan dan pelaporan perpajakan. Kegiatan ini terlaksana berkat bantuan berbagai pihak terutama Lembaga Pengabdian pada Masyarakat. Kepada pelaku usaha salon dan UMKM yang telah menghadiri acara pelatihan ini, serta mahasiswa Jurusan Akuntansi S1 untuk partisipasinya dalam menyukseskan acara pelatihan ini. Untuk itu tidak berlebihan kiranya jika kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan, kerjasama, sumbang saran, serta partisipasinya dalam penelitian ini. Akhirnya, tiada gading yang tak retak, tiada usaha yang bisa dilakukan sesempurna mungkin. Untuk itu semua saran, masukan, maupun kritik yang membangun diterima dengan segenap hati. Mudah-mudahan bantuan dan kerjasama melalui kegiatan penelitian ini dapat dilanjutkan pada kesempatan berikutnya.
Singaraja, Juli 2014 Penulis
i
DAFTAR ISI Kata Pengantar ...........................................................................................................................
i
Daftar Isi .................................................................................................................................... ii I. Pendahuluan ................................................................................................................... 1 1.1 Analisis Situasi......................................................................................................... 2 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 3 1.3 Tujuan dan Manfaat ................................................................................................. 4 II. Tinjauan Pustaka ............................................................................................................ 5 2.1 Definisi dan Unsur pajak ......................................................................................... 5 2.2 Fungsi Pajak ............................................................................................................. 5 2.3 Subyek dan Wajib Pajak .......................................................................................... 6 2.4 Surat Pemberitahuan (SPT)...................................................................................... 6 2.5 Surat Setoran Pajak (SSP) dan Pembayaran Pajak .................................................. 7 2.6 Pengenaan Pajak atas Omzet Tertentu ..................................................................... 7 2.7 Konsep Akuntansi .................................................................................................... 8 III. Metode Pelaksanaan....................................................................................................... 11 IV. Hasil dan Pembahasan ................................................................................................... 15 V. Kesimpulan dan Saran ................................................................................................... 19
Daftar Pustaka Lampiran-Lampiran
ii
I.
PENDAHULUAN Dalam upaya nasional dewasa ini, pemerintah telah bertekad mengandalkan
kemampuan bangsa sendiri melalui penerimaan negara khususnya dari sektor pajak. Pemasukan dana melalui pajak bagi pemerintah dengan sendirinya memegang porsi yang cukup berarti bagi pendapatan negara, apalagi saat pendapatan dari Minyak dan Gas Bumi (MIGAS) mulai menurun. Berdasarkan hal tersebut maka pajak merupakan sumber dana utama yang digunakan untuk membiayai sebagian besar pembelanjaan negara. Berbagai upaya telah diupayakan pemerintah untuk lebih menyempurnakan system perpajakan dan pemungutannya lebih diitensifkan. Salah satunya dengan perubahan UU perpajakan yang terus disesuaikan dengan situasi dan kondisi perekonomian dewasa ini, sehingga meskipun pemerintah menggenjot penerimaan pajak namun tetap pengenaan pajak bagi wajib pajak tidak mengganggu iklim bisnis, iklim investasi maupun sektor riil. Disamping itu tahun ini pemerintah berusaha menggenjot penerimaan pajak dari wajib pajak orang pribadi (WPOP) dengan jalan membuka e-registration atau mengadakan pendekatan-pendekatan ke berbagai instansi maupun perusahaan swasta. Yang terbaru adalah diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, yang terbit tanggal 12 Juni 2013 dan mulai berlaku sejak 1 Juli 2013. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak, akan dikenai pajak dengan tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final sebesar 1% (satu persen). Dalam PP tersebut diatur juga tentang kriteria Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang tidak dapat memanfaatkan aturan ini, yaitu a) Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan, contohnya adalah: pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung tenda di trotoar dan sejenisnya, b) Wajib Pajak Badan yang belum beroperasi secara komersial atau dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh omzet melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Selain itu, juga diatur bahwa Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang digunakan untuk
1
menghitung PPh final ini adalah omzet setiap bulan. Artinya, setiap bulan, Wajib Pajak akan membayar PPh final sebesar 1 (satu) persen dari omzet bulanannya. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 ini bertujuan memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak A. Fuad Rahmany menyatakan, “Buruh-buruh pabrik yang berpendapatan jauh lebih rendah saja sudah membayar pajak. Lalu, apakah adil bila UKM tidak mau bayar pajak, padahal omset mereka miliaran dalam setahun?”. Satu hal yang sering dilupakan, berdasarkan ketentuan perpajakan, PPh tidak mengenal pengecualian dalam pemungutannya, kecuali jika jumlah penghasilan Wajib Pajak dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Lebih lanjut, Dirjen Pajak menjelaskan, “UKM harusnya dikenakan pajak
25%
dari
laba,
tapi
kami
hanya
patok
1%
(dari
omset)”
(www.republika.co.id/berita/nasional, diakses tanggal 9 September 2013). Pernyataan ini semakin memperjelas arah kebijakan yang memang ditujukan untuk memberikan kemudahan dan insentif bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dalam ketentuan perpajakan, seluruh Wajib Pajak, Badan maupun Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan, kecuali bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari Rp4,8 Miliar wajib menyelenggarakan pencatatan. Hal ini sesuai dengan prinsip self assessment yang saat ini digunakan dalam ketentuan perpajakan di Indonesia. Tanpa pembukuan atau pencatatan, mustahil Wajib Pajak dapat mengetahui laba usahanya, apalagi melaporkan pajaknya dengan benar. Oleh karena itu pemberlakuan PP Nomor 46 Tahun 2013 seharusnya dipandang sebagai fasilitas bagi Wajib Pajak karena memudahkan dalam penghitungan pajaknya. Dengan hanya melaporkan omset, kemudian membayarkan 1% dari omset tersebut sebagai PPh, Wajib Pajak akan dipermudah dalam melaporkan pajaknya melalui Surat Pemberitahuan (SPT). Khusus untuk pembayaran dan pelaporan pajak, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak telah mengembangkan berbagai kemudahan melalui pembayaran berbasis elektronik yakni e-Spt maupun e-Filling. 1.1
ANALISIS SITUASI Permasalahan penerapan tarif perpajakan yang baru juga dirasakan pengusaha di
bidang salon dan spa. Meskipun terlihat mudah dan dirasakan tidak memberatkan wajib pajak, namun tetap saja perubahan ini cukup menjadi masalah bagi pengusaha. Peningkatan dan perkembangan jumlah salon dan spa di kota Singaraja juga menjadi sasaran petugas 2
pajak untuk menemukan wajib pajak baru yang belum memenuhi kewajiban perpajakannya. Demikian halnya wajib pajak lama mengalami kesulitan dalam menyesuaikan perhitungan maupun pelaporan perpajakannya. Berdasarkan wawancara dengan beberapa pemilik salon di Kota Singaraja, mereka masih belum mengetahui adanya peraturan perpajakan yang baru. Meskipun ada beberapa pengusaha salon telah dipanggil oleh KPP Pratama Singaraja untuk diberikan penyuluhan, namun masih terdapat kesulitan dalam melaporkan perpajakannya. Dengan adanya tarif final ini berarti semua pengusaha salon yang telah memiliki NPWP berkewajiban membayar pajak penghasilan setiap bulannya yaitu sebesar 1 % dari omzet (penjualan). Untuk itu pemahaman pengusaha untuk menghitung omzet juga harus dimiliki untuk mempermudah perhitungan dan pelaporan perpajakannya. Dengan sistem self assesment masyarakat diberi kepercayaan penuh untuk menghitung dan melaporkan pajaknya. Sehingga salah satu syarat agar sistem perpajakan tersebut berhasil adalah adanya kemampuan masyarakat untuk menghitung pajaknya sendiri. SPT tahunan PPh merupakan sarana bagi wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan besarnya jumlah pajak penghasilan yang terhutang selama satu tahun pajak. Dalam pengisian SPT wajib pajak diharapkan mempunyai kemampuan yang cukup mengenai pembukuan dan UU perpajakan untuk menghitung besarnya pajak yang terhutang. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan paparan di atas maka wajib pajak memiliki kewajiban untuk melaporkan
pajak penghasilannya setiap bulan yang dihitung sebesar 1 % dari jumlah penjualan (omzet). Pelaporan ini akan dimulai dari aktifitas pembukuan yaitu menghitung jumlah omzet setiap bulannya, sehingga pengusaha harus memiliki pembukuan yang sederhana untuk mencatat jumlah pemasukan setiap harinya. Kemudian penghasilan setiap bulannya akan dikenakan tarif 1% yang akan dibayarkan setiap bulannya melalui SPT Masa ke bank-bank penerima pajak misalnya BRI. Berdasarkan hal tersebut maka dapat diuraikan beberapa permasalahan mitra dalam hal ini pengusaha salon dan spa di Kota Singaraja, yaitu: 1.
Kebutuhan akan pengetahuan dibidang pembukuan sederhana untuk usaha Salon dan Spa
2.
Kebutuhan akan pengetahuan dalam hal perhitungan dan pelaporan perpajakan dalam hal ini pengisian SPT Tahunan maupun SPT Masa Orang Pribadi 3
3. 1.3
Kebutuhan dalam hal tata cara pembayaran pajak ke Bank-Bank persepsi
Tujuan dan Manfaat Kegiatan Berdasarkan permasalahan mitra di atas, maka kegiatan P2M ini bertujuan antara lain: 1. Memberikan pelatihan mengenai pembukuan sederhana untuk usaha salon, terutama penghitungan jumlah omzet (penjualan) yang digunakan dasar dalam perhitungan pajak penghasilan 2. Memberikan sosialisasi perpajakan mengenai perhitungan dan pelaporan pajak penghasilan orang pribadi menurut peraturan PP 46 tentang PPh Final 1% 3. Memberikan pelatihan langsung perpajakan dengan pengisian SPT Tahunan PPh orang pribadi. Manfaat yang dapat dihasilkan dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah
meningkatnya kesadaran pengusaha/pemilik/karyawan salon dan spa dalam hal pemenuhan kewajiban perpajakannya. Indikator pencapaian target ini meliputi : a. Mampu mengisi SPT Tahunan SPT Tahunan Orang Pribadi secara mandiri serta membayar pajak sesuai dengan aturan yang berlaku.
4
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Dan Unsur Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undnag (yang
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra-prestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut Rochmat Soemitro (Dalam Mardiasmo , 2002 ; 1) Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur : 1. Iuran dari rakyat kepada negara Dalam hal ini yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2. Berdasarkan undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal ata kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.2
Fungsi Pajak Menurut Mardiasmo (2002 : 2) Ada dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair dan
fungsi mengatur (regulerend) . Dalam fungsi sebagai budgetair maka pengertian pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Seperti pembelajaan pegawai, pembuatan infrastruktur , Gedung-gedung sekolah rumah sakit, dan lain sebagainya sehingga pajak merupakan sumber pemasukan kas negara. Dalam fungsi sebagai regulerend maka pajak merupakan alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Misalnya Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras , Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif, Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia,dll , sehingga dalam hal ini pajak dapat digunakan sebagai oleh pemerintah untuk mengatur stabilitas perekonomian dan pola konsumsi masyarakat.
5
2.3
Subyek Dan Wajib Pajak Menurut Harnanto ( 2003 : 3) Subyek pajak yang dalam suatu tahun pajak atau dalam
suatu bagian tahun pajak memperoleh atau menerima penghasilan disebut wajib pajak. Oleh karena itu, tidak setiap subyek pajak secara otomatis merupakan wajib pajak. Sebaliknya setiap wajib pajak senantiasa merupakan subyek pajak. Pada dasarnya, tahun pajak adalah tahun takwim atau tahun kalender, yang dimulai pada setiap tanggal 1 Januari dan berakhir pada setiap tanggal 31 Desember, kecuali apabila wajib pajak memilih utnuk menggunakan tahun buku (fiscal) yang tidak sama dengan tahun takwim atau tahun kalender. Untuk dapat menentukan dan memungut pajak atas penghasilan mutlak diperlukan adanya entitas, subyek, pihak, atau pusat perhatian dimana penghasilan dan jumlah pajaknya itu diasosiasikan. Undang-undang Pajak Penghasilan menggunakan istilah subyek atau wajib pajak untuk menyatakan entitas sebagai pusat perhatian di dalam menentukan: saat, jumlah, dan sumber atau jenis-jenis penghasilan dan kewajiban pajaknya, yaitu : 1. Orang pribadi atau perseorangan dan warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan 2. Badan, perkumpulan atau lembaga; dan 3. Bentuk usaha tetap
2.4
Surat Pemberitahuan (SPT) Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu a) SPT-Masa, adalah surat yang
oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Masa Pajak atau pada suatu saat, b) SPT-Tahunan, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam satu Tahun Pajak. Fungsi SPT bagi wajib pajak pajak penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terhutang. Prosedur Penyelesaian SPT dapat dijabarkan sebagai berikut. a. Wajib Pajak harus mengambil sendiri blanko SPT pada Kantor Pelayanan Pajak setempat (dengan menunjukkan NPWP). b. SPT harus diisi dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Pengisian formulir SPT yang tidak benar mengakibatkan pajak yang terutang kurang dibayar, akan dikenakan sanksi perpajakan. c. SPT diserahkan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan dalam batas waktu yang ditentukan, dan akan diberikan tanda terima tertanggal. 6
Apabila SPT dikirim melalui Kantor Pos harus dilakukan secara tercatat, dan tanda bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebgai tanda bukti dan tanggal terima.
Setiap
Wajib
Pajak
wajib
mengisi,
menanda-tangani
dan
menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) ke kantor Direktorat Jenderal pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jendral Pajak. Ada dua tipe Surat Pemberitahuan (SPT yaitu SPT-Masa untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak atau pada suatu saat; dan SPT-tahuanan untukk melaporkan penghitungan dan/atau pem-bayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak. SPT-Masa, paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir dan SPT-Tahunan, paling lambat 3 bulan setelah tahun pajak berakhir.
2.5
Surat Setoran Pajak (SSP) Dan Pembayaran Pajak Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan
pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau bank Badan Usaha Milik negara atau bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Fungsi SSP adalah sebagai sarana untuk membayar pajak dan bukti serta laporan pembayaran pajak. Jadi surat setoran pajak adalah formulir yang digunakan wajib pajak untuk membayar jumlah pajak yang terhutang. Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajak dapat dilakukan dibank-bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Anggaran, Kantor Pos, Bank-bank BUMN atau BUMD,Tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, serta Kantor Pelayanan Pajak di Wilayah wajib pajak.
2.6
Pengenaan PPh atas usaha dengan Omzet Tertentu Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang menerima penghasilan dari usaha
dengan peredaran bruto (omzet) tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak, akan dikenai pajak dengan tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final sebesar 1% (satu persen). Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, yang terbit tanggal 12 Juni 2013 dan mulai berlaku sejak 1 Juli 2013. Dalam PP tersebut diatur juga tentang kriteria Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang tidak dapat memanfaatkan 7
aturan ini, yaitu a) Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan, contohnya adalah: pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung tenda di trotoar dan sejenisnya, b) Wajib Pajak Badan yang belum beroperasi secara komersial atau dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh omzet melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Selain itu, juga diatur bahwa Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang digunakan untuk menghitung PPh final ini adalah omzet setiap bulan. Artinya, setiap bulan, Wajib Pajak akan membayar PPh final sebesar 1 (satu) persen dari omzet bulanannya.
2.7
Konsep Akuntansi Menurut Standar Akuntansi Keuangan akuntansi dapat didefinisikan sebagai proses
pengidentifikasian, pengukuran, dan pelaporan informasi ekonomi, untuk memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut. Dari pengertian akuntansi diatas informasi akuntansi digunakan oleh berbagai pihak baik yang berasal dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan seperti pemilik perusahaan, kreditur, manajemen, pemerintah,investor, pegawai dan pihak lain yang membutuhkan informasi keuangan. Pemerintah dalam hal ini berkaitan dengan kewajiban perpajakan bagi entitas. Ada sedikit kekaburan antara pembukan dan akuntansi, hal ini disebabkan karena kenyataan bahwa keduanya saling berhubungan dan tidak ada pemisahan secara tegas dan diterima oleh umum. Pembukuan lebih dulu dikenal oleh masyarakat yang merupakan warisan jaman Belanda sedangkan istilah akuntansi dikenal belum lama yang berasal dari Amerika. Pembukuan merupakan pencatatan data perusahaan dengan suatu cara tertentu dimana pemegang buku hanya bertanggung jawab pada sebagian kecil dari kegiatan pencatatan dalam perusahaan. Sedangkan akuntansi lebih ditekankan pada perancangan sistem pencatatan dan penyusunan laporan berdasarkan data yang telah dicatat dan penafsirannya atas laporan tersebut.
Jadi pembukuan merupakan bagian dari proses
akuntansi , khususnya yang berkaitan dengan proses pencatatan. Berdasarkan ulasan diatas, maka pelatihan kali ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dalam bidang pengelolaan keuangan perusahaan yang dikhususkan pada 8
penyusunan laporan laba rugi yang berkaitan dengan jumlah omzet untuk pengenaan pajak PPh Final 1%.
Ada beberapa tahapan penyusunan laporan laba rugi. Tahapan pertama
menyusun laporan laba rugi adalah dengan mengelompokkan berbagai jenis kegiatan atau transaksi keuangan ke dalam kelompok-kelompok yang termasuk dalam pos-pos laporan laba rugi. Dalam akuntansi dikenal dengan istilah akun (rekening) laba rugi. Adapun akun laba rugi (akun riil) terdiri atas: (1) pendapatan, (2) biaya yang diklasifikasikan dalam biaya operasional, biaya penyusutan dan amortisasi, (3) selisih antara pendapatan dan biaya yaitu laba atau rugi bersih. Masing-masing akun tersebut akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut. a. Pendapatan Ini merupakan akun untuk menampung semua jenis pendapatan yang diterima dari pelanggan, mulai dari hasil penjualan jasa potong rambut, perawatan wajah dan rambut, tata rias, dan jasa-jasa lain yang ditawarkan, termasuk makanan dan minuman, sampai alat-alat kecantikan atau produk-produk kecantikan yang dijual. Untuk detilnya sendiri diserahkan kepada masing-masing pemilik perusahaan, yang penting pengelompokkan tersebut dapat di perbandingkan dengan biaya langsung yang terkait. Dengan cara ini, maka setiap aktivitas produksi dapat di lihat secara individual kontribusinya terhadap keuntungan yang di hasilkan. Berdasarkan data inilah jumlah omzet yang dikenaka PPh Final 1%. b. Biaya Operasional Rincian biaya di sini harus memperhatikan kelompok rincian pendapatan, artinya jika di kelompok pendapatan ada 3 jenis, maka disini juga dibuat 3 jenis, sehingga bisa di cari keterkaitan antara pendapatan dan biayanya. Tujuan dari pengelompokan ini adalah untuk mengukur besarnya kontribusi masing-masing jenis pendapatan terhadap keuntungan yang diperoleh. Biaya operasional merupakan semua pengeluaran-pengeluaran yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan operasional perusahaan. Kegiatan yang langsung berkaitan dengan kegiatan operasional adalah kegiatan pokok/ utama yang dilakukan agar usaha salon dapat berjalan sebagaimanamestinya misalnya adalah pengeluaran-pengeluaran yang bersifat rutin seperti pembelian perlengkapan ataupun peralatan salon, biaya listrik, air, dan telepon, biaya gaji karyawan, promosi, majalah, dan lain sebagainya.
9
c. Laba/Rugi Bersih Merupakan selisih antara pendapatan dan beban. Perusahaan menyajikan dalam laporan, rincian beban dengan menggunakan klasifikasi yang didasarkan pada sifat atau fungsi beban dalam perusahaan. Rincian yang pertama disajikan dengan metode sifat beban. Beban disajikan dalam laporan laba rugi sesuai dengan sifatnya (contoh : penyusutan, pembelian bahan baku, beban transportasi, gaji, upah, dan beban lainnya). Metode ini sederhana dan cocok diterapkan pada perusahaan kecil sebab tidak perlu dialokasikan menurut berbagai fungsi dalam perusahaan. Rincian yang kedua disajikan dengan metode beban fungsional atau metode beban pokok penjualan yang mengklasifikasikan beban sesuai dengan fungsinya sebagai bagian dari harga pokok penjuala, kegiatan distribusi atau administratif. Penyajian dengan metode ini memberikan informasi yang lebih relevan dengan pengguna laporan (Standar Akuntansi keuangan, 2002:1.16). Kedua metode tersebut merupakan metode penyajian laporan laba rugi yang dapat dipilih sesuai dengan karakteristik perusahaan maupun tujuan dari informasi yang dihasilkan. Pada kegiatan ini yaitu penyusunan laporan laba rugi pada perusahaan jasa salon dan spa lebih mengacu pada metode yang kedua dengan alasan mempermudah penyajian pendapatan dan beban sesuai dengan fungsi yang dihasilkan.
10
III.
METODE KEGIATAN Khalayak sasaran yang ingin dicapai adalah pengusaha jasa yang bergerak dalam
bidang salon dan spa yang berada di Kota Singaraja. Salon dan Spa dewasa ini merupakan salah satu usaha jasa yang menjanjikan, dilihat dari meningkatkan animo masyarakat untuk merawat dan memelihara kesehatan dan kecantikan.
Target partisipasi peserta adalah
sebanyak 10 salon baik yang telah memiliki NPWP maupun belum dengan jumlah omzet lebih dari Rp2.000.000/bulan atau lebih besar dari PTKP (pengahasilan tidak kena pajak) yaitu sebesar Rp24,3 juta per tahun. PTKP ini merupakan PTKP yang mulai diberlakukan tanggal 1 Januari 2013, dimana jumlah PTKP ini lebih besar dari tahun sebelumnya yaitu Rp15,8 juta/tahun. Hal ini ditujukan untuk lebih menjaring masyarakat luas yang memang mempunyai penghasilan lebih untuk menyumbangkan sebagian penghasilannya untuk kepentingan negara. Dengan diterapkannya ketentuan perpajakan yang baru tentang pengenaan PPh atas Usaha dengan Omzet tertentu membuat pengusaha mengalami kesulitan dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Bagi pengusaha-pengusaha yang telah memiliki NPWP akan melakukan penyesuaian pelaporan pajak yang terutang, sedangkan bagi pengusahapengusaha yang belum memiliki NPWP tetapi telah memiliki omzet lebih dari PTKP akan diwajibkan untuk melakukan kewajiban perpajakannya. Sebenarnya tarif pajak yang baru diterapkan ini (PPh Final sebesar 1%) tidaklah terlalu memberatkan bagi wajib pajak. Asalkan mereka memahami tata cara perhitungan dan pelaporannya maka wajib pajak dengan kesadarannya sendiri akan mau membayar pajaknya. Dengan kegiatan P2M ini maka pihak Undiksha bekerja sama dengan KPP (Kantor Pelayanan Pajak) Pratama Singaraja membantu pengusaha yang bergerak dalam bidang salon dan spa untuk melaporkan kewajiban perpajakannya. Sehingga diharapkan jumlah penerimaan pajak semakin meningkat dan masyarakat menjadi sadar pajak. Berdasarkan permasalahan mitra yang telah disebutkan di atas, maka tahapan rencana kegiatan yang dilakukan adalah, pertama mengadakan pendekatan dengan beberapa pengusaha salon yang akan mengikuti pelatihan sebanyak kurang lebih 10 pengusaha. Kedua adalah pelaksanaan kegiatan pelatihan. Berdasarkan permasalahan yang telah dianalisis dan dibutuhkan oleh pelaku usaha, maka pelatihan yang dirancang kali ini meliputi: a. Pelatihan pembukuan sederhana untuk menghitung dan mencatat jumlah omzet per bulan b. Pelatihan pengisian SPT Tahunan WP Orang Pribadi dan SPT Masa 11
c. Seminar tata cara pelaporan dan pembayaran pajak yang terutang
Ketiga, tahap akhir dari kegiatan ini adalah evaluasi dan refleksi mengenai keberhasilan kegiatan yang dilakukan. Hal ini ditempuh dengan cara menyebarkan kuesioner maupun Tanya jawab secara langsung apakah kegiatan ini dapat diterapkan secara maksimal dan dapat memberikan kebermanfaatan bagi pengusaha salon dan spa. Kerangka pemecahan masalah dan metode kegiatan berturut-turut dapat dilihat dalam Gambar 1 dan Gambar 2.
12
Penerapan PP No.46 Th.2013 tentang Pengenaan PPh Final atas usaha dengan Omzet tertentu
Pengusaha Salon dan spa
Pengetahuan dalam hal Pembukuan dan Perpajakan
Adanya P2M Undiksha
Mampu melakukan pembukuan sederhana dan menghitung pajak yang terutang Laba Rugi
Pemberian Pelatihan
Mampu menyelesaikan kewajiban perpajakan dengan pengisian SPT
Gambar 1 Kerangka Pemecahan Masalah Pelatihan Pelaporan Perpajakan
13
I.
Penyampaian Materi Oleh Nara Sumber
Pembukuan Sederhana
+
Pengisian SPT Tahunan WP Orang Pribadi dan SPT Masa
Tata cara pelaporan perpajakan
II. Diskusi/ Tanya Jawab Langsung dengan Pengusaha
III.
Pendampingan Pelatihan Perpajakan
Gambar 2 Metode Kegiatan Pelatihan Pelaporan Perpajakan
14
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan P2M yang mengambil tema Pelatihan Perpajakan dengan Peraturan
Perpajakan PP 46 Tahun 2013 tentang PPh Final 1% pada Usaha Salon dan Spa cukup berjalan lancar. Kegiatan ini diikuti oleh 36 orang peserta yang terdiri dari pelaku usaha dan mahasiswa dari Undiksha dan STIE Singaraja. Pelaku usaha yang semula direncakan hanya pada usaha salon dan spa berkembang menjadi pelaku usaha UMKM baik yang bergerak di bidang warung makan dan usaha dagang. Meskipun demikian, mereka merupakan pengusaha yang melaporkan kewajiban perpajakannya dengan SPT Tahunan orang pribadi, sehingga kegiatan pelatihan ini masih relevan dengan bidang usahanya. Kegiatan pelatihan diadakan pada Selasa, 22 April 2014 di Ruang Seminar FEB Undiksha dan dibuka oleh ketua LPM. Dalam kegiatan pelatihan ini melibatkan nara sumber dari Undiksha (Tim Pelaksana) yang memberikan pemaparan mengenai tatacara pembukuan sederhana untuk penghitugan jumlah omzet dan penyusunan laba rugi. Nara sumber ke-2 dari KPP Pratama Singaraja yang memberikan pemaparan mengenai tatacara perpajakan. Pemaparan materi berlangsung cukup menarik, hal ini dapat dilihat dari antusiasme peserta yang mengajukan beberapa pertanyaan. Adapun pertanyaan berikut tanggapan disajikan dalam bentuk tabel 1 sebagai berikut. Tabel 1 Daftar Pertanyaan dan Tanggapan Dalam Acara Pelatihan Perpajakan Berdasarkan PP 46 Tahun 2013 No
Nama
1
Hermawati
Pertanyaan 1. Bagi LKP penerimaan pendapatannya
Tanggapan 1. Untuk
lembaga yang
kursus,
lebih banyak dari dana hibah,
pendapatan
dikenakan
bagaimana kewajiban perpajakannya?
pajak adalah pendapatan yang
2. Terkait dengan pertanggung jawaban
bersumber dari non-hibah. Jadi
terkait dengan pendapatan hibah tadi
dari peserta-peserta kursus yang
3. Bagaimana jika memperoleh
melakukan pembayaran secara
pendapatan dari pekerjaan bebas ,
mandiri.
seperti menjadi trainer di LKP lain
dikenakan pajak penghasilan
yang juga mendapat hibah
Dana
2. Pertanggung disesuaikan
hibah
tidak
jawabannya dengan
pengeluaran yang terjadi dan 15
ketentuan pajak yang berlaku. Untuk gaji dikenakan PPh final 5%, dan barang-barang yang dikenakan PPN 10%. 3. Pendapatan
menjadi
trainer,
jika dari dana hibah di LKP lain maka LKP tersebut yang akan melaporkan pajak PPh atas gajinya (PPh pasal 21) 2
I Gede
1. Bagaimana dasar pencatatan pajak dari
1. PPh tarif
1% final telah
Budi
periode Juli s/d Desember yang
diberlakukan dari 1 Juli 2013,
Kusuma
melebihi 4,8 M
sehingga terhitung penghasilan
2. Mengenai daftar Aset apakah wajib
bulan Juli 2013 telah dkenakan
dicantumkan dalam SPT dan apakah
PPh final 1% untuk pengusaha
tujuannya
yang memiliki omzet kurang dari
4,8
M
setahun.
Jika
melebihi dari 4,8 M maka akan dikenakan tarif PPh umum (pajak progresif) sesuai dengan ketentuan
perpajakan
yang
berlaku 2. Daftar aset dalam SPT Tahunan WP Pribadi wajib dicantumkan. Hal ini untuk memudahkan kantor pajak untuk menyelidiki kesesuaian daftar aset dengan jumlah pajak penghasilan yang dibayarkan 3
I Dewa
1. Bagaimana pelunasan perpajakannya/
1. Pembayaran
pajak
tidak
perubahan
dari
Gede
pembayaran pajak dengan PPh Final
mengalami
Ryan
1%
tahun-tahun sebelumnya, masih
2. Manakah yang lebih menguntungkan
dapat dilakukan di bank-bank 16
Sanjaya
bagi wajib pajak pph tariff final (tariff
persepsi atau melalui ATM
baru) ataukah berdasarkan norma (tariff
(untuk rekening BCA)
lama)
2. Jika Omzet dibawah 250 juta maka
lebih
menguntungkan
tariff lama yaitu berdasarkan norma. Ini disebabkan karena tariff
lama
persentase norma
mengenakan
tertentu
(sesuai
pembukuan)
penghasilan
bersih
dari setelah
dikurangi PTKP. Jika tariff baru tidak memperhitungkan PTKP,
dimana
pajak
dibayarkan secara final 1% dari jumlah omzet 4
I Gede Ratmini
1. Bagaimana untuk pengalihan NPWP dari orang tua ke ahli waris 2. Bagaimana untuk SPT Tahun
1. Dapat melakukan pengalihan NPWP dengan ketentuan orang tua tidak ada penghasilan lain.
berikutnya (2015) apakah sama atu
Dilakukan di KPP Setempat
tidak? Terkait dengan pelaporan PPh
dengan
Final 15%
yang telah ditetapkan
ketentuan-ketentuan
2. Untuk SPT sementara ini tidak ada perubahan, masih sama dengan SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi
Namun
sebelumnya.
tidak
kemungkinan
menutup ada
SPT
Tahunan yang baru, untuk mengakomodasi ketentuan PPh Final 1%
17
Evaluasi kegiatan. Kegiatan pelatihan ini cukup berjalan lancar. Meskipun jumlah peserta tidak sesuai target, namun secara keseluruhan peserta cukup antusias mengikuti kegiatan pelatihan ini. Ini dapat dilihat dari pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan yang merupakan fenomena (permasalahan) yang memang sering terjadi lapangan. Dengan adanya pelatihan pengisian SPT Tahunan secara langsung, disertai contoh kasus yang riil terjadi di lapangan, membuat peserta menjadi paham akan tata cara perpajakan yang benar. Mereka mulai menyadari, bahwa pengisian SPT bukanlah sesuatu yang rumit. Demikian pula bagi peserta mahasiswa, dapat mengetahui praktek langsung yang terjadi di lapangan, sehingga dapat membandingkan teori perpajakan yang diperoleh di bangku kuliah dengan aplikasi riilnya.
18
V.
KESIMPULAN DAN SARAN Pajak sering dijadikan momok bagi pengusaha (UMKM). Pemeriksaan-pemeriksaan
yang dilakukan oleh kantor pajak, sering membuat pengusaha lebih memilih konsultan ataupun mantan pegawai pajak untuk mengisi SPT Tahunannya. Padahal jika mengetahui tata cara perpajakan yang baik dan benar, maka pengisian SPT tidaklah sesulit yang dibayangkan. Pemeriksaan pajak dapat dihindari, apabila wajib pajak melaporkan kewajiban perpajakannya secara logis (benar). Apalagi dengan adanya tariff baru PPh Final 1%, dimana wajib pajak tinggal menghitung jumlah omzet dalam satu bulan dan mengalikan angka tersebut dengan tariff (1%) untuk menentukan pajak penghasilan. Pengisian SPT Tahunan WP Orang Pribadi untuk tahun 2014, menggunakan 2 (dua) tarif. Pengahasilan Januari- Juni 2013 mengunakan tarif lama yang dihitung dari laba (baik menggunakan norma atau pembukuan), sedangkan penghasilan dari Juli-Desember 2013 dikenakan tariff baru PPh 1% final, yang sudah langsung dibayarkan pada bulan-bulan tersebut. Hal ini berdampak pada pengisian Pengisian SPT Tahunan WP Orang Pribadi untuk tahun 2014 yang hanya melaporkan jumlah pajak yang terhutang untuk periode Januari-Juni 2013. Pengisian SPT ini, akan berbeda dengan pengisian SPT tahun 2015 nantinya. Jika dilihat dari prosedurnya, maka tariff ini memudahkan
wajib
pajak
dalam
memperhitungkan
dan
melaporkan
kewajiban
perpajakannya. Pembaharuan ini jika dilihat dari perhitungannya lebih mudah dari yang sebelumnya (dengan menggunakan norma), namun jumlah pajak yang dibayarkan lebih besar. Inilah salah satu penyebab pengusaha mengeluhkan tarif final ini. Meskipun tarifnya kecil (hanya 1%) namun dikenakan terhadap omzet (penjualan), membuat biaya operasional tidak diperhitungkan dalam penentuan pajaknya. Demikian halnya jumlah PTKP yang dulu mempengaruhi jumlah pajak terhutang, pada penerapan PPh Final ini tidak diperhitungkan lagi. Pembukuan UMKM, telah memberikan wawasan baru bagi pengusaha untuk menentukan jumlah laba yang sebenarnya diperoleh. Seringkali pengusaha dibingungkan istilah laba dan pendapatan (omzet). Laba merupakan selisih antara pendapatan dan seluruh biaya operasional yang dikeluakan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pendapatan dalam hal ini omzet merupakan seluruh aliran kas masuk yang berasal dari aktifitas penjualan barang dan jasa. Jadi pengenaan tarif final 1% dari omzet, merupakan tarif pajak yang langsung dikenakan atas penjualan. Pengusaha juga memahami tentang konsep penyusutan yang harus tetap dialokasikan untuk menentukan jumlah laba yang diperoleh. Namun 19
demikian, masih banyak pengusaha UMKM yang tidak melakukan pembukuan secara baik, hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman mengenai pembukuan dan adanya pendapat bahwa perusahaan pribadi hanya dipertanggungjawabkan kepada pribadi (pemilik). Hal ini berdampak pada kebermanfaatan pembukuan itu sendiri yang dirasakan kurang oleh para pengusaha. Untuk kedepannya, tidak menutup kemungkinan kegiatan ini berlanjut ke tahap berikutnya seperti manajemen pajak dan memperluas peserta pelatihan tidak hanya pengusaha salon dan UMKM juga pengusaha-pengusaha yang memiliki omzet lebih dari 4,8 M setahun.
20
DAFTAR PUSTAKA AL. Haryono Jusup, Dasar – Dasar Akuntansi, Jilid I , Bagian Penerbitan STIE YKPN, Yogyakarta, 2001 Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2002 Soemarso S R, Akuntansi Suatu Pengantar , Buku Satu, Rineka Cipta, Jakarta, 1999 Wiwin Rahmanti, SE, M.Com, Akuntansi Keuangan Menengah I, Penerbit BPFE, Yogyakarta, 2004 Warren, Reeve, Fess, Accounting Pengantar Akuntansi, Buku Satu, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2002 ____ Media Release Direktorat Jendral Pajak, Pengenaan PPh atas Usaha dengan Omzet Tertentu, diakses di www.pajak.go.id tanggal 9 September 2013 ____ Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu , diakses di www.pajak.go.id tanggal 9 September 2013 ____ Petunjuk Pengisian Surat Pemberitahuan Pajak Pengahasilan Wajib Pajak Orang Pribadi (SPT) Tahunan PPh WP Orang Pribadi (SPT 1770 beserta lampiran-lampirannya), Kemeterian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Edisi tahun 2010.
21
LAMPIRAN-LAMPIRAN
22
23
24
25
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS JURUSAN AKUNTANSI S1 Alamat: Jl. Udayana, Singaraja
Telp: (0361) 23884
Kode Pos 81116
SUSUNAN ACARA KEGIATAN P2M “PELATIHAN PELAPORAN PERPAJAKAN BERDASARKAN PP NO. 46 TH. 2013 TENTANG PPH FINAL PADA PERUSAHAAN JASA DI KOTA SINGARAJA” Waktu : SELASA, 22 APRIL 2014 TEMPAT : GEDUNG BARU FEB UNDIKSHA SINGARAJA JL. UDAYANA 18 SINGARAJA WAKTU
ACARA
09.00 – 09.30
Presensi Pembagian Snack Pembukaan 1. Indonesia raya dan doa 2. Kata sambutan ketua panitia 3. Kata sambutan ketua LPM sekaligus membuka kegiatan P2M
Panitia
Pemaparan materi perpajakan dan pembukuan UMKM sekaligus diskusi Pelatihan perhitungan dan pengisian SPT 1. Penyerahan piagam/sertifikat kepada peserta 2. Penutup
Nara Sumber KPP Wilayah Singaraja
09.30 – 10.00
10.00 – 12.00 12.00 – 13.00 13.00 - selesai
KETERANGAN
Panitia Ketua Panitia Ketua LPM
Nara Sumber Dan Tim Pelaksanan Tim Pelaksana
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
LATAR BELAKANG DASAR HUKUM POKOK-POKOK KETENTUAN PP POKOK-POKOK KETENTUAN PERATURAN PELAKSANAAN SIMULASI DAN CONTOH
Tujuan Kebijakan Pajak Penghasilan Atas Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu Maksud PP No 46 /2013
Tujuan PP No 46 /2013
Kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan;
Kemudahan bagi masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan
Mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi; Mengedukasi masyarakat untuk transparansi; Memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan negara
Meningkatnya pengetahuan tentang manfaat perpajakan bagi masyarakat Terciptanya kondisi kontrol sosial dalam memenuhi kewajiban perpajakan
Hasil yang diharapkan
Dasar Hukum Pasal 4 ayat (2) huruf e UU PPh : Atas penghasilan tertentu lainnya dapat dikenai PPh yang bersifat final yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Pasal 17 ayat (7) UU PPh : • Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan tertentu yang pajaknya bersifat final. • Tarif tersebut tidak boleh melebihi tarif tertinggi PPh Orang Pribadi (30%). • Penentuan tarif pajak tersendiri tersebut didasarkan atas pertimbangan kesederhanaan, keadilan, dan perluasan partisipasi dalam pembayaran pajak.
Objek Pajak Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun. Tidak termasuk Penghasilan dari usaha adalah penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas. Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang.
Jasa Sehubungan dengan Pekerjaan Bebas a. pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris; b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari; c. olahragawan; d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; e. pengarang, peneliti, dan penerjemah; f. agen iklan; g. pengawas atau pengelola proyek; h. perantara; i. petugas penjaja barang dagangan; j. agen asuransi; dan k. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
Subjek Pajak Orang pribadi Badan, tidak termasuk BUT, yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
Pengecualian Subjek Pajak WP OP yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan, misalnya pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung tenda di trotoar, dan sejenisnya. WP badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4,8 miliar.
Tarif Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun dikenai PPh final dengan tarif sebesar 1% (satu persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari setiap tempat usaha Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif 1% (satu persen) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak, yaitu jumlah peredaran bruto setiap bulan dari setiap tempat usaha
Saat Mulai Berlakunya PP
Dasar Penentuan Penentuan Dikenakan PPh Final (1) Pengenaan PPh didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan yang tidak melebihi Rp4,8 Miliar.
2012 Omzet perdagangan Rp4 miliar
2013
2013 dikenai PPh Umum s.d sebelum berlaku PP 46 Tahun 2013 PPh final 1% Juli 2014 s.d. Des 2013 meskipun total omzet tahun berjalan misalnya Rp5 miliar
2014 Jika omzet 2013 Rp5 miliar maka tahun 2014 dikenai dengan 2015 Tarif Umum Ketentuan UU PPh
Dalam hal pada tahun berjalan, peredaran bruto sudah melebihi Rp4,8 miliar, tetap dikenai PPh final sampai dengan akhir Tahun Pajak dan tahun berikutnya dikenai ketentuan PPh umum.
Dasar Penentuan Penentuan Untuk Dikenakan PPh Final (2) Dasar peredaran bruto Rp4,8 miliar untuk dapat dikenai PPh final : peredaran bruto tahun terakhir (setahun atau disetahunkan, dalam hal tahun terakhir meliputi kurang dari 12 bulan). Dalam hal WP baru terdaftar pada Tahun Pajak yang sama sebelum PP ini berlaku dasar Peredaran Bruto adalah: akumulasi peredaran bruto dari bulan berdiri s.d. bulan sebelum PP ini berlaku, yang disetahunkan. Dalam hal WP baru terdaftar setelah PP ini berlaku dasar peredaran bruto adalah: peredaran bruto bulan pertama disetahunkan.
Penghasilan yang Dikenai PPh Final Tersendiri Penghasilan yang telah dikenai PPh dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri (a.l. konstruksi), tidak dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan PP ini. Peredaran bruto usaha Wajib Pajak yang bersangkutan dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi Rp4,8 miliar tidak dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan PP ini, tetapi mengikuti ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan yang mengatur mengenai pengenaan pajak atas penghasilan tersebut.
Penghasilan dari Luar Negeri Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya. (sesuai ketentuan Pasal 24 UU PPh dan aturan pelaksanaan yang mengatur tentang Kredit Pajak Luar Negeri)
Kompensasi Rugi Ketentuan kompensasi rugi adalah : o berturut-turut sampai dengan 5 tahun. o tahun dikenai PPh final 1% tetap menjadi bagian dari periode 5 tahun tsb. o kerugian pada tahun dikenai PPh final 1% tidak dapat dikompensasikan pada tahun berikutnya.
Dasar Penentuan Peredaran Bruto Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4,8 Miliar ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya, termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari: Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas; penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri; usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
Pemotongan/Pemungutan PPh Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang dikenai PPh bersifat final menurut PP ini, yang berdasarkan ketentuan UU PPh wajib dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang tidak bersifat final, dapat dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain. Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain diberikan melalui Surat Keterangan Bebas dengan Tata Cara sebagaimana dimaksud PER-32/PJ/2013 Contoh: o Bengkel mobil menerima pembayaran atas jasa reparasi mobil. Atas pembayaran tersebut dipotong PPh Pasal 23 kecuali pemilik bengkel menyerahkan SKB Potput yang telah dilegalisasi. o Toko ATK menjual buku kepada sekolah negeri. Bendahara sekolah memungut PPh Pasal 22 kecuali pemilik toko menyerahkan SKB Potput.yang telah dilegalisasi
Angsuran Masa Setoran bulanan merupakan PPh Pasal 4 ayat (2), bukan PPh Pasal 25. Jika penghasilan semata-mata dikenai PPh final, tidak wajib PPh Pasal 25. Jika ada penghasilan lain selain yang dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) sesuai ketentuan PP ini, maka atas penghasilan tersebut dikenai PPh sesuai dengan ketentuan umum. Jika ada angsuran PPh Pasal 25 atau PPh yang dipotong/dipungut pihak lain boleh dikreditkan terhadap PPh terutang tahun pajak ybs. kecuali untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.
Angsuran Masa Angsuran pajak pada Tahun Pajak pertama Wajib Pajak tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final: bagi Wajib Pajak bank, BUMN, BUMD, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang harus membuat laporan keuangan berkala, dan WP OPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf b dan huruf c UU PPh; dan bagi selain Wajib Pajak diatas, angsuran pajak diperlakukan seperti Wajib Pajak Baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf a UU PPh, besaran angsuran pajak adalah sesuai dengan besarnya angsuran pajak sebagaimana diatur dalam PMK 255/PMK.03/2008 std PMK 208/PMK.03/2009.
Penyetoran dan Pelaporan Penyetoran paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. SSP berfungsi sekaligus sebagai SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). Jika SSP telah divalidasi dengan NTPN dianggap telah lapor SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Kewajiban pelaporan ditiadakan untuk pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan masa pajak Juli s.d Desember 2013
SPT Tahunan : o Dilaporkan pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak final dan/atau bersifat final. o Formulir SPT Tahunan menggunakan Form 1770 untuk Wajib Pajak orang pribadi dan 1771 untuk Wajib Pajak badan masih mengakomodasi
Cara Pembayaran Pajak Wajib Pajak dapat melakukan Pembayaran Pajak melalui: 1. Loket Bank/Pos Persepsi (Agustus 2013) a. Wajib Pajak datang ke Loket Bank/Pos Persepsi dengan membawa SSP yang telah diisi. b. Bukti Pembayaran adalah dokumen Bukti Penerimaan Negara (BPN). 2. Anjungan Tunai Mandiri (ATM) (November 2013 cfm PER-37/PJ/2013) a. Wajib Pajak datang ke ATM Bank/Pos Persepsi dan memilih menu pembayaran “PPh Final Bruto Tertentu”. b. Bukti Pembayaran adalah Struk ATM.
Penentuan Peredaran Bruto CV Andik memiliki usaha penjualan gerabah dan memiliki peredaran bruto: • Januari s.d Desember 2013 sebesar Rp4.000.000.000,00 • Januari s.d Oktober 2014 sebesar Rp5.000.000.000,00 2013
2013
2015
2014
2014
Penentuan Peredaran Bruto Rajesh Memiliki Tiga Toko Tekstil
Pasar A Rp80.000.000,00
Pasar B Rp250.000.000,00
Pasar C Rp400.000.000,00
Peredaran bruto usaha perdagangan tekstil Rajesh sebagai dasar pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah sebesar: Dasar Pengenaan PPh Final= Rp80.000.000,00 + Rp250.000.000,00 + Rp400.000.000,00 = Rp730.000.000,00
Penentuan Peredaran Bruto
Butik di Batam Rp3.000.000.000,00
Di dalamnya termasuk omset penjualan ke Mr. X di Singapura sebesar Rp50.000.000
IRINE (Pengusaha Butik Pakaian)
Butik di Singapura Rp5.000.000.000,00
Penghasilan Sewa Apartemen di Singapura Rp100.000.000,00
Peredaran bruto usaha sebagai dasar pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah sebesar Rp3.000.000.000,00 Penghasilan yang diterima Irine dari sewa apartemen dan butik di Singapura, tidak diperhitungkan dalam menghitung batasan peredaran bruto untuk dapat dikenai PPh bersifat final
Penentuan Peredaran Bruto Jumlah peredaran bruto selama 3 (tiga) bulan Rp150.000.000,00
1 April 2013 Terdaftar sebagai Wajib Pajak
30 Juni 2013 1 Juli 2013 Mulai Berlakunya PP 46 Tahun 2013
Peredaran bruto 3 (tiga) bulan yang disetahunkan adalah: Rp150.000.000,00 x 12/3 = Rp600.000.000,00
Karena peredaran bruto disetahunkan untuk 3 (tiga) bulan tersebut tidak melebihi Rp4.800.000.00,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan yang diperoleh mulai pada bulan berlakunya Peraturan Pemerintah ini sampai dengan akhir tahun pajak bersangkutan (Juli s.d. Desember 2013), dikenai pajak yang bersifat final sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Penentuan Peredaran Bruto Gatut Kaca terdaftar sebagai Wajib Pajak baru pada bulan November 2014. Pada bulan November 2014 tersebut, memperoleh peredaran bruto sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). peredaran bruto November 2014 disetahunkan: 12/1 x Rp15.000.000,00 = Rp180.000.000,00 Karena penghasilan bulan November 2014 (bulan pertama mulai terdaftar sebagai Wajib Pajak) yang disetahunkan tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan yang diperoleh di tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.
Penerapan Tarif PT Daya Tangkap memenuhi kriteria WP yang dikenai PPh yang bersifat final sesuai PP ini. Pada bulan Agustus 2013 memperoleh penghasilan dari usaha penjualan sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final yang terutang untuk bulan Agustus 2013 dihitung sebagai berikut: PPh final
= 1% x Rp50.000.000,00 = Rp500.000,00
Kewajiban PT Daya Tangkap atas Kegiatan Usaha pada Bulan Agustus 2013: menyetor PPh yang bersifat final sebesar Rp500.000,00 ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yang dipersamakan paling lambat tanggal 16 September 2013. Apabila SSP tersebut telah mendapat validasi dengan NTPN, PT..Daya Tangkap dianggap telah melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Agustus 2013.
Pemotongan/Pemungutan oleh Pihak Lain Penyerahan Barang
CV. ABADI MEBELINDO Rekanan Pemerintah yang termasuk dalam kriteria WP yang dikenai PPh Final
Juli 2013 Pembayaran senilai Rp20.000.000,00
Bendahara Pemerintah memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% x Rp20.000.000,00= Rp300.000,00 dalam hal WP tidak memiliki SKB
Bendahara Pemerintah
WP dibebaskan dari Pemungutan apabila memiliki SKB
Kewajiban CV Abadi Mebelindo:
menyetorkan PPh bersifat final sebesar Rp200.000,00 paling lambat pada tanggal 15 Agustus 2013. Dalam hal SSP-nya telah mendapat validasi dengan NTPN, dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) tanggal 15 Agustus 2013. dalam hal CV Abadi Mebelindo menyetorkan pada tanggal 22 Agustus 2013 dan SSP-nya telah mendapat validasi dengan NTPN, maka CV Abadi Mebelindo terlambat melakukan penyetoran dan dianggap menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) tanggal 22 Agustus 2013.
Kompensasi Rugi Wajib Pajak PT Pantang Menyerah mengalami kerugian pada Tahun Pajak 2010. Berdasarkan ketentuan UU PPh, kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan pada Tahun Pajak 2011 sampai dengan Tahun Pajak 2015. 2012
2014
2011 2013
2015 Dikenai PPh Final dan mengalami kerugian
2010
Jangka Waktu Kompensasi Kerugian Rugi pada Tahun Pajak 2010
Kompensasi atas Kerugian Tahun 2010 tidak dapat dikompensasi di Tahun Pajak 2014
Kerugian dari penghasilan yang dikenai PPh Final pada Tahun Pajak 2014 tidak dapat dikompensasi ke Tahun Pajak berikutnya
Simulasi Pengisian SSP SURAT SETORAN PAJAK
1
LEMBAR
Diisi dengan: • Kode Akun Untuk Arsip Wajib Pajak Pajak 411128 (Untuk Jenis NPWP 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 14 10 0 0 0 : Pajak PPh Final) Diisi sesuai dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimiliki dan • Kode Jenis PT DAYA TANGKAP NAMA WP : Setoran 420 ALAMAT WP JALAN 123, JAKARTA : (untuk ………….……………………...……………………………………….…………………………………………………………………………………………….pembayaran PPh Final NOP : peredaran bruto Diisi sesuai dengan Nomor Objek Pajak tertentu) ALAMAT OP : ………….……………………...……………………………………….……………………………………………………………………………………………. KEMENTERIAN KEUANGAN R.I. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
(SSP)
………….……………………...……………………………………….……………………………………………………………………………………………. Kode Akun Pajak
4
1
1
1
2
Uraian Pembayaran : PPh Pasal 4 ayat (2) Bulan Agustus 2014 ……………………………………………...…………………..……………………………………………………. PPh Pasal 4 ayat (2) Bulan Agustus 2013 ……………………………………………...…………………..…………………………………………………… ……………………………………………...…………………..……………………………………………………
Kode Jenis Setoran
44 92 09
8
Masa Pajak Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Tahun Pajak
Des
X
2
Beri tanda silang (x) pada kolom bulan, sesuai dengan pembayaran untuk masa yang berkenaan
Nomor Ketetapan
:
/
/
/
0
1
3
Diisi Tahun terutangnya Pajak
/
Diisi sesuai Nomor Ketetapan : STP, SKPKB, SKPKBT
Jumlah Pembayaran : Rp500.000,00 Diisi dengan rupiah penuh Terbilang : Lima Ratus Ribu Rupiah ………………………………………………….…….……………...……………………………………………………………………………………………………………………………….. ………………………………………………….…….……………...………………………………………………………………………………………………………………………………..
MEMPUNYAI PENGHASILAN :
•
SEBELUM MENGISI BACALAH BUKU PETUNJUK PENGISIAN
NPWP
:
NAMA WAJIB PAJAK
:
JENIS USAHA/PEKERJAAN BEBAS
:
NO. TELEPON/FAKSIMILI
:
PERUBAHAN DATA
:
ISI DENGAN HURUF CETAK / DIKETIK DENGAN TINTA HITAM
2
0
BL
TH
s.d
BERI TANDA " X " DALAM
KLU :
TIDAK ADA
1
A . P E N G H A S IL A N N E T O
[Diisi dari Formulir 1770 - I Halaman 1 Jumlah Bagian A atau Formulir 1770 - I Halaman 2 Jumlah Bagian B Kolom 5]
2. PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN
2
[Diisi dari Formulir 1770 - I Halaman 2 Jumlah Bagian C Kolom 5]
3. PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA
3
[Diisi dari Formulir 1770 - I Halaman 2 Jumlah Bagian D Kolom 3]
PENGHASILAN NETO LUAR NEGERI
4
[Apabila memiliki penghasilan dari luar negeri agar diisi dari Lampiran Tersendiri, lihat buku petunjuk]
5. JUMLAH PENGHASILAN NETO (1 + 2 + 3 + 4)
6
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
B . P E N G H A S IL A N K E N A P A JA K
8
9. JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH KOMPENSASI KERUGIAN (7 - 8) TK/
K/
9
K/I/
PH/
11
C. PPh TERU TAN G
12. PPh TERUTANG (TARIF PASAL 17 UU PPh X ANGKA 11)
12
13. PENGEMBALIAN/PENGURANGAN PPh PASAL 24 YANG TELAH DIKREDITKAN
15. PPh YANG DIPOTONG / DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN, PPh YANG DIBAYAR / DIPOTONG DI LUAR NEGERI DAN PPh DITANGGUNG PEMERINTAH [Diisi dari formulir 1770 -II Jumlah Bagian A Kolom 7] PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI
b.
PPh YANG LEBIH DIPOTONG/DIPUNGUT
(14-15)
a. PPh PASAL 25 BULANAN
PPh YANG LEBIH DIBAYAR (PPh PASAL 28 A)
a. b.
(16-18)
:
NAMA WAJIB PAJAK
:
TGL LUNAS
DIRESTITUSIKAN DIPERHITUNGKAN DENGAN UTANG PAJAK
ISI DENGAN HURUF CETAK / DIKETIK DENGAN TINTA HITAM
BAGIAN A :
•
BL
TH
s.d BL
NORMA BERI TANDA " X " DALAM
NO (1)
16
1.
BUNGA DEPOSITO, TABUNGAN, DISKONTO SBI, SURAT BERHARGA NEGARA
2.
BUNGA/DISKONTO OBLIGASI
3.
PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK
4.
HADIAH UNDIAN
5.
PESANGON, TUNJANGAN HARI TUA DAN TEBUSAN PENSIUN YANG DIBAYAR SEKALIGUS
6.
HONORARIUM ATAS BEBAN APBN / APBD
7.
PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
8.
BANGUNAN YANG DITERIMA DALAM RANGKA BANGUNAN GUNA SERAH
9.
SEWA ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
JENIS PENGHASILAN (2)
tgl
bln
thn
19
c.
DIKEMBALIKAN DENGAN SKPPKP PASAL 17 C (WP PATUH)
d.
DIKEMBALIKAN DENGAN SKPPKP PASAL 17 D (WP TERTENTU
Diisi dengan Jumlah PPh Pasal 4 ayat (2) yang Telah Disetor
10. USAHA JASA KONSTRUKSI
Diisi Jumlah Peredaran Bruto Selama Satu Tahun Pajak
11. PENYALUR/DEALER/AGEN PRODUK BBM
12.
BUNGA SIMPANAN YANG DIBAYARKAN OLEH KOPERASI KEPADA ANGGOTA KOPERASI
13. PENGHASILAN DARI TRANSAKSI DERIVATIF
14. DIVIDEN
15. PENGHASILAN ISTRI DARI SATU PEMBERI KERJA
16.
PENGHASILAN LAIN YANG DIKENAKAN PAJAK FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL
17. JUMLAH (1 s.d. 16)
TH
PEMBUKUAN (KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI
PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL
15
18
b.
20. PERMOHONAN : PPh Lebih Bayar pada 19.b mohon
NPWP
•
17c
18. JUMLAH KREDIT PAJAK (17a+17b+17c)
PPh YANG KURANG DIBAYAR (PPh PASAL 29)
SEBELUM MENGISI BACALAH BUKU PETUNJUK PENGISIAN
14
17b
c. FISKAL LUAR NEGERI
a.
PENGHASILAN ISTERI YANG DIKENAKAN PAJAK SECARA TERPISAH
17a
b. STP PPh PASAL 25 (HANYA POKOK PAJAK)
19.
•
PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
0
13
14. JUMLAH PPh TERUTANG ( 12 + 13)
a.
PERHATIAN :
PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL
2
10
HB/
11. PENGHASILAN KENA PAJAK (9 -10)
17. PPh YANG DIBAYAR SENDIRI
• • •
7
8. KOMPENSASI KERUGIAN
16.
SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
HHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH.. 6. ZAKAT / SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG BERSIFAT WAJIB
10. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK
LAMPIRAN - III
1770 - III
5
7. JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH PENGURANGAN ZAKAT /SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG SIFATNYA WAJIB ( 5- 6)
D . K R E D IT P A J A K
Pengisian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi
RUPIAH *)
1. PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS
E . P P h K U R A N G / L E B IH BAYAR
(KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI
/ LAMPIRAN TERSENDIRI
TH
PEMBUKUAN
SPT PEMBETULAN KE - ???.
•
*) Pengisian kolom-kolom yang berisi nilai rupiah harus tanpa nilai desimal (contoh penulisan lihat buku petunjuk hal. 3)
4.
BL
NORMA
TAHUN PAJAK
ID E N T IT A S
•
USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN • DARI NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA • YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL • DARI PENGHASILAN LAIN •
FORMULIR
KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PERHATIAN
TA H U N PA JA K
F O R M U L IR
SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
1770
DASAR PENGENAAN PAJAK/PENGHASILAN BRUTO
PPh TERUTANG (Rupiah)
(3)
(4)
:
NAMA WAJIB PAJAK
:
JENIS USAHA
:
NO. TELEPON
:
PERIODE PEMBUKUAN
:
• BERI TANDA "X" PADA
(KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI
KLU : NO. FAKS :
-
-
s.d.
NEGARA DOMISILI KANTOR PUSAT (khusus BUT) PEMBUKUAN / LAPORAN KEUANGAN
:
NAMA KANTOR AKUNTAN PUBLIK
:
NPWP KANTOR AKUNTAN PUBLIK
:
NAMA AKUNTAN PUBLIK
:
N P W P AKUNTAN PUBLIK
:
NAMA KANTOR KONSULTAN PAJAK
:
N P W P KANTOR KONSULTAN PAJAK
:
NAMA KONSULTAN PAJAK
:
NPWP KONSULTAN PAJAK
:
:
DIAUDIT
OPINI AKUNTAN
TIDAK DIAUDIT
RUPIAH *)
*) Pengisian kolom-kolom yang berisi nilai rupiah harus tanpa nilai desimal (contoh penulisan lihat buku petunjuk hal. 3)
A. PENGHASILAN KENA PAJAK
(1)
PENGHASILAN NETO FISKAL 1 (Diisi dari Formulir 1771-I Nomor 8 Kolom 3) HHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH
2.
KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL (Diisi dari Lampiran Khusus 2A Jumlah Kolom 8)
3.
PENGHASILAN KENA PAJAK (1-2) HH...H..HHHHHHHHHHHHHH
B. PPh TERUTANG C. KREDIT PAJAK
2
HHHHHHHHHHHHH 3
PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) a.
Tarif PPh Ps. 17 ayat (1) Huruf b X Angka 3 HHHH.
b.
Tarif PPh Ps. 17 ayat (2b) X Angka 3 HHHHHHHH.
c.
Tarif PPh Ps. 31E ayat (1)
SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN
KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
4
PPh FINAL DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
NPW P
:
NAMA WAJIB PAJAK
:
PERIODE PEMBUKUAN
:
2 0
s.d.
(Lihat Buku Petunjuk)
5.
PENGEMBALIAN / PENGURANGAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI 5 (PPh Ps. 24) YANG TELAH DIPERHITUNGKAN TAHUN LALU HHHHHHHHHHHHHHH
6.
JUMLAH PPh TERUTANG (4 + 5) H..HHHHHHHHHHHHH.HHHHHHH
BAGIAN A
:
PPh FINAL
6
NO.
JENIS PENGHASILAN
DASAR PENGENAAN PAJAK (Rupiah)
TARIF (%)
PPh TERUTANG (Rupiah)
7
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
7.
PPh DITANGGUNG PEMERINTAH (Proyek Bantuan Luar Negeri) HH..HHHHHH
8.
a.
KREDIT PAJAK DALAM NEGERI 8a (Diisi dari Formulir 1771-III Jumlah Kolom 5) HHH.HHHHH..H....
b.
KREDIT PAJAK LUAR NEGERI 8b (Diisi dari Lampiran Khusus 7A Jumlah Kolom 8) HHH.HHHHHH
1.
BUNGA DEPOSITO / TABUNGAN, DAN DISKONTO SBI / SBN
8c
c. JUMLAH ( 8a + 8b ) HH...HHHHH..H.HHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH 9.
10.
a.
PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI
b.
PPh YANG LEBIH DIPOTONG / DIPUNGUT
(6 – 7 – 8c)H.
2.
BUNGA / DISKONTO OBLIGASI
3.
PENGHASILAN PENJUALAN SAHAM
9
PPh YANG DIBAYAR SENDIRI 10a a. PPh Ps. 25 BULANAN H.HH..HHHHHH..HHHHHHHHHHHHH b.
YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA EFEK
10b
STP PPh Ps. 25 (Hanya Pokok Pajak) HH.H.H..HHH.HHHHHHHHHHHHHHHHHHH
4. c. D. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR
LAMPIRAN - IV
1771 - IV
(3)
(2)
1.
4.
Pengisian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan
SPT PEMBETULAN KE-?
• ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM
TAHUN PAJAK
NPWP
2 0
• SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN
FORMULIR
IDENTITAS
TAHUN PAJAK
PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN PERHATIAN :
IDENTITAS
FORMULIR
SPT TAHUNAN
1771 KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
JUMLAH (10a + 10b) HH.HHHHHHHH...HHHHHH
11.
a.
PPh YANG KURANG DIBAYAR (PPh Ps. 29)
b.
PPh YANG LEBIH DIBAYAR (PPh Ps. 28A)
12.
PPh YANG KURANG DIBAYAR PADA ANGKA 11.a DISETOR TANGGAL HHH
13.
(9 – 10c)H..
11
PPh YANG LEBIH DIBAYAR PADA ANGKA 11.b MOHON : a.
DIRESTITUSIKAN
Khusus Restitusi untuk Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu :
TGL b.
PENGHASILAN PENJUALAN SAHAM MILIK PERUSAHAAN MODAL VENTURA
10c
BLN
THN
5.
PENGHASILAN USAHA PENYALUR / DEALER / AGEN PRODUK BBM
6.
PENGHASILAN PENGALIHAN HAK ATAS
DIPERHITUNGKAN DENGAN UTANG PAJAK
TANAH / BANGUNAN
Pengembalian Pendahuluan (Pasal 17C atau Pasal 17D UU KUP)
7.
Diisi dengan Jumlah PPh Pasal 4 ayat (2) yang Telah Disetor Diisi Jumlah Peredaran Bruto Selama Satu Tahun Pajak
TANAH / BANGUNAN IMBALAN JASA KONSTRUKSI :
8.
a.
PELAKSANA KONSTRUKSI
b.
PERENCANA KONSTRUKSI
c.
PENGAWAS KONSTRUKSI
9.
PERWAKILAN DAGANG ASING
10.
PELAYARAN / PENERBANGAN ASING
11.
PELAYARAN DALAM NEGERI
12.
Diisi dengan “Penghasilan Usaha WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu”
PENGHASILAN PERSEWAAN ATAS
PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP
13.
TRANSAKSI DERIVATIF YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA
14.
Penghasilan Usaha WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu HHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH JUMLAH BAGIAN A
JBA
A
A
CARA PEMBAYARAN PAJAK MELALUI ATM DALAM RANGKA PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013
Cara Pembayaran Pajak Contoh Menu Pembayaran Pajak PPh Final dengan Peredaran Bruto Tertentu melalui ATM :
1. Pilih BAYAR / BELI
2. Pilih LAINNYA
Cara Pembayaran Pajak Contoh Menu Pembayaran Pajak PPh Final dengan Peredaran Bruto Tertentu melalui ATM :
1. Pilih PAJAK
2. Pilih PPH FINAL BRUTO TERTENTU
Cara Pembayaran Pajak Contoh Menu Pembayaran Pajak PPh Final dengan Peredaran Bruto Tertentu melalui ATM :
1. Masukkan NPWP
2. Konfirmasi NPWP
Cara Pembayaran Pajak Contoh Menu Pembayaran Pajak PPh Final dengan Peredaran Bruto Tertentu melalui ATM :
3. Masukkan Masa Pajak
4. Masukkan Pajak Terutang
Cara Pembayaran Pajak Contoh Menu Pembayaran Pajak PPh Final dengan Peredaran Bruto Tertentu melalui ATM:
2. Konfirmasi Pembayaran
Cara Pembayaran Pajak Contoh Struk ATM Pembayaran Pajak PPh Final dengan Peredaran Bruto Tertentu :
BACK