Jurnal Veteriner 18(1) : 1-166
Kunjungi kami : ojs.unud.ac.id/index.php/jvet RISA TIURIA, UNITA PRATIWI, LIGAYA ITA TUMBELAKA Parasitic Worm in Tiger (Panthera tigris) at Serulingmas Zoological Garden Banjarnegara, Bandung Zoological Garden, and Indonesia Safari Park Bogor (CACING PARASIT PADA HARIMAU (Panthera tigris) KEBUN BINATANG SERULING MAS BANJAR NEGARA, KEBUN BINATANG BANDUNG, DAN TAMAN SAFARI BOGOR ......... 1-10 MUHAMMAD HANAFIAH, WISNU NURCAHYO, JOKO PRASTOWO, SRI HARTATI Gambaran Histopatologi Toksoplasmosis pada Kucing Peliharaan .........11-17 IDA BAGUS NGURAH SWACITA, I KETUT SUADA, KETUT BUDIASA, NYOMAN SADRA DHARMAWAN, NYOMAN MANTIK ASTAWA, IDA AYU PASTI APSARI, I NYOMAN POLOS, I MADE DAMRIYASA Seroprevalensi Sistiserkosis pada Babi di Papua ......... 18-23 SUS DERTHI WIDHYARI, ANITA ESFANDIARI, I KETUT SUTAMA, SETYO WIDODO, I WAYAN TEGUH WIBAWAN, RIZAL RAHADIAN RAMDHANY .Profil Imunoglobulin-G Serum Kambing Peranakan Etawah Bunting yang Diberi Imbuhan Pakan Mineral Seng ......... 2430 . ERWIN, GUNANTI, EKOWATI HANDHARYANI, DENI NOVIANA Blood Profile of Domestic Cat (Felix catus) During Skin Graft Recovery with Different Period ......... 31-37 SRI RAHAYU, MOHAMAD YAMIN, CECE SUMANTRI, DEWI APRI ASTUTI Profil Hematologi dan Status Metabolit Darah Domba Garut yang Diberi Pakan Limbah Tauge pada Pagi atau Sore Hari ......... 38-45 ISROLI, TURRINI YUDIARTI, SUGIHARTO Gambaran Biokimia dan Leukosit Darah Ayam Kampung Umur 25 Hari yang Diberi Fungi Rhizopus oryzae ......... 46-50 ANITA HAFID, NI WAYAN KURNIANI KARJA, MOHAMAD AGUS SETIADI Kompetensi Maturasi dan Fertilisasi Oosit Domba Prapubertas Secara In Vitro ......... 51-58
INDONESIAN VETERINARY JOURNAL
MAYA DEWI DYAH MAHARANI, SUMARDJO, ERIYATNO, EKO SUGENG PRIBADI Strategi Pengelolaan Usaha Jasa Rumah Pemotongan Hewan Ruminansia Secara Berkelanjutan ......... 94-106
Vol. 18 No. 1, Maret 2017
ZIKRI MAULINA GAZNUR, HENNY NURAINI, RUDY PRIYANTO Evaluasi Penerapan Standar Sanitasi dan Higien di Rumah Potong Hewan Kategori II ......... 107-115 TRI WAHYU PANGESTININGSIH, TRINI SUSMIATI, HERY WIJAYANTO Kandungan L-3, 4-dihydroxyphenylalanine Suatu Bahan Neuroprotektif pada Biji Koro Benguk (Mucuna pruriens) Segar, Rebus, dan Tempe .........116-120
Cacing Parasit pada Harimau Kebun Binatang Gambaran Histopatologi Kucing Toksoplasmosis Seroprevalensi Sistiserkosis Babi di Papua
IETJE WIENTARSIH, AULIA ANDI MUSTIKA, APRIL HARI WARDHANA, DODI DARMAKUSUMAH, LINA NOVIYANTI SUTARDI Daun Binahong (Andredera cordifolia Steenis) Sebagai Alternatif Insektisida Terhadap Miasis yang Disebabkan Lalat Chrysomya bezziana ......... 121-127
Profil Ig-G Serum Kambing Peranakan Etawah Gambaran Darah Kucing Selama Auto-Skin Graft Profil Hematologi Domba Garut Pemakan Tauge Gambaran Biokimia Darah Ayam Pemakan Ragi Tempe
IKA WAHYUNI , WIDJIATI, SRI PANTJA MADYAWATI, FEDIK ABDUL RANTAM Pemberian Buah Merah (Pandanus conoideus Lam) sebelum Dipapar Timah Hitam Menekan Ekspresi Caspase-8 dan Jumlah Sel Hofbauer Mencit (Mus musculus) Bunting ......... 128-134 1
Maturasi dan Fertilisasi Oosit Domba Prapubertas Ekspresi VEGF dan MAP Kinase Plasenta Tikus Terpapar Carbon Black Semen Beku Babi dalam Pengencer yang Diimbuhi Trehalosa
LA JUMADIN, ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS, KOEKOEH SANTOSO Ekstrak Daun Singkong Baik Sebagai Antioksidan pada Burung Puyuh Dewasa yang Mendapat Paparan Panas Singkat ......... 135-143 RIRI SARFAN, SUTOPO, EDY KURNIANTO Polimorfisme Protein Plasma Darah pada Kelinci Rex, Lokal dan New Zealand White ......... 144-153
TUTY LASWARDI YUSUF, RADEN IIS ARIFIANTINI, RENI RATNI DAPAWOLE, WILMIENTJE MARLENE MESANG NALLEY Kualitas Semen Beku Babi dalam Pengencer Komersial yang Disuplementasi dengan Trehalosa ......... 69-75
NI NYOMAN SURYANI, I WAYAN SUARNA, NI PUTU SARINI, I GEDE MAHARDIKA, MAGNA ANURAGA PUTRA DUARSA Pemberian Ransum Berenergi Tinggi Memperbaiki Performans Induk dan Menambah Bobot Lahir Pedet Sapi Bali ......... 154-159
WIDYA PARAMITA LOKAPIRNASARI, ADRIANA MONICA SAHIDU, TRI NURHAJATI,KOESNOTO SUPRANIANONDO, ANDREAS BERNYYULIANTO Sekuensing 16S DNA Bakteri Selulolitik Asal Limbah Cairan Rumen Sapi Peranakan Ongole ......... 76-82
BAHRI SYAMSURYADI, RUDI AFNAN, IRMA ISNAFIA ARIEF, DAMIANA RITA EKASTUTI Ayam Pedaging Jantan yang Dipelihara di Dataran Tinggi Sulawesi Selatan Produktivitasnya Lebih Tinggi ......... 160-166
Sekuensing 16s DNA Bakteri Selulotik Rumen Sapi Peranakan Ongole Sekuen Gen Stx-2 E. coli O157:H7 Sapi Bali dan Manusia Vol. 18 No. 1 : 1-166 Maret 2017
VISKI FITRI HENDRAWAN, WIDJIATI, SUHERNI SUSILOWATI, PUDJI SRIANTO Peningkatan Ekspresi Vascular Endothel Growth Factor dan Mitogen Activating Protein Kinase Plasenta Tikus yang Dipapar Carbon Black ......... 59-68
I WAYAN SUARDANA, DYAH AYU WIDIASIH, KOMANG JANUARTHA PUTRA PINATIH Sekuen Nukleotida Gene Shiga like toxin-2 dari Isolat Lokal Escherichia coli O157:H7 asal Hewan dan Manusia ......... 83-93
Strategi Pengelolaan Jasa RPH Ruminansia Secara Berkesinambungan Standar Sanitasi dan Higiene RPH Katagori II Kandungan Bahan Neuroprotektif pada Koro Benguk Daun Binahong Sebagai Insektisida Alternatif pada Miasis Buah Merah Menekan Ekspresi Caspase-6 dan Jumlah Sel Hofbauer Daun Singkong Berguna Sebagai Antioksidan pada Burung Puyuh Polimorfisma Protein Plasma pada Kelinci Memperbaiki Performans Induk dan Bobot Lahir Pedet Sapi Bali Produktivitas Ayam Pedaging Jantan di Daerah Dataran Tinggi
1 4 1 1 8 32 6
9 7 7 2 4 7 7 5 66 990
Diakreditasi Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Republik Indonesia No. 36a/E/KPT/2016, 23 Mei 2016
Jurnal Veteriner, adalah jurnal yang artikelnya ditelaah oleh para mitra bebestasi dalam lingkup bidang kedokteran hewan dan kehewanan. Jurnal Veteriner didedikasikan untuk mempublikasikan artikel ilmiah dalam bidang kedokteran hewan dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Diterbitkan empat kali setahun pada bulan Maret, Juni, September, dan Desember. Penerbitan Jurnal veteriner diharapkan dapat menjadi wahana registrasi dan dokumentasi karya ilmiah yang utama, di samping menjadi ajang diskusi bidang kedokteran hewan. Jurnal Veteriner berpegang teguh pada etika publikasi yang baku bagi semua pihak yang terlibat dalam penerbitan, antara lain : penulis, penyunting (reviewer), mitra bebestari (peer reviewer), dan penerbit.
Penulis Plagiarisme merupakan tindakan yang kurang etis. Penulis wajib menyerahkan karya asli, tidak mempublikasikannya sebagian atau sepenuhnya ke jurnal lain, sampai Jurnal Veteriner memberi jawaban atas kelayakan artikel yang telah dikirimkan. Penulis wajib menyertakan data penelitian yang akurat dan dapat dipercaya. Penulis wajib menyitir pustaka yang memengaruhi artikelnya, baik itu artikel dalam jurnal cetak mau pun on line, atau hasil wawancara secara personal. Jika penulis menemukan dan menyadari adanya kekeliruan atau kesalahan dalam artikelnya, mereka wajib memberitahukannya kepada editor atau penerbit, agar dapat menarik atau memperkaiki artikel dimaksud.
Mitra Bebestari/Peer Reviewers Mitra bebestari diharapkan berperan memberi masukan dan membantu editor dalam mengambil kebijakan terhadap artikel yang ditelaah di samping membantu para penulis meningkatkan kualitas artikelnya. Mitra bebestari hendaknya menginformasikan editor perihal kepatutan dan kemampuannya menelaah artikel yang dikirimkan. Keseluruhan artikel yang sedang mengalami proses penyuntingan mesti dijaga kerahasiaannya. Proses penyuntingan hendaknya dilakukan seobjektif mungkin dengan memberikan alas an yang masuk akal, dan tidak mengkritik penulis secara personal. Andaikan artikel yang sedang disunting kurang layak, kerahasiaan artikel tersebut tetap harus dijaga, dan tidak dimanfaatkan oleh orang lain tanpa seijin para penulis.
Penyunting/Editor Para penyunting bertanggungjawab menerima naskah yang dikirim para penulis. Dalam proses penyuntingan naskah, para penyunting dalam melakukan penilaian harus tetap mengedepankan bobot ilmiah artikel yang diperiksa, dengan mengenyampingkan ras, jenis kelamin, etnis, agama, kewarganegaraan, dan pandangan politik. Para penyunting tidak diperkenankan merahasiakan informasi perihal artikel yang dimaksud, kecuali kepada para penulis, mitra bebestari, dan penerbit. Jika naskah yang diterima kurang layak diterbitkan, para penyunting mesti tetap menjaga kerahasiaan naskah tersebut, dan tidak dimanfaatkan oleh orang lain, kecuali mendapat ijin dari para penuisnya.
Penerbit Sebagai penerbit jurnal, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, bekerja sama dengan organisasi profesi dokter hewan, yakni Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia, selalu mendorong para penyunting untuk mematuhi tatacara penulisan artikel ilmiah yang umum dianut. Penerbit bekerja sama dengan para penyunting bertugas selalu menjaga kualitas jurnal dan mengeluarkan kebijakan yang mendorong untuk perkembangan jurnal kearah yang lebih baik. Penerbit akan selalu memastikan bahwa kebijakan penyunting untuk mempublikasikan atau menolak suatu artikel, berdasarkan atas saran para mitra bebestari, dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan yang sifatnya komersial.
Jurnal Veteriner pISSN: 1411-8327; eISSN: 2477-5665 Terakreditasi Nasional, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristek Dikti RI S.K. No. 36a/E/KPT/2016
Maret 2017 Vol. 18 No. 1 : 154-159 DOI: 10.19087/jveteriner.2017.18.1.154 online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/jvet
Pemberian Ransum Berenergi Tinggi Memperbaiki Performans Induk dan Menambah Bobot Lahir Pedet Sapi Bali (PROVISION HIGHER LEVEL OF ENERGY RATION IMPROVE CATTLE PERFORMANCE AND CALVES BIRTH WEIGHT) Ni Nyoman Suryani1, I Wayan Suarna2, Ni Putu Sarini3 , I Gede Mahardika1 , Magna Anuraga Putra Duarsa2 1
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak 2 Laboratorium Tanaman Pakan Ternak 3 Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Udayana Jln. Sudirman Denpasar Bali, 80232 Indonesia Telp 0361-222096, Email :
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh level energi ransum pada sapi bali bunting tujuh bulan terhadap bobot lahir pedet. Penelitian dilakukan di Stasiun Penelitian Sobangan, Mengwi, Badung, Bali pada 12 ekor induk bunting fase pre-calving (dua bulan menjelang kelahiran) dengan bobot badan induk sekitar 300 kg/ekor. Perlakuan yang diberikan adalah empat jenis ransum iso protein 10% dengan level energi berbeda (2000, 2100, 2200, dan 2300 kkal ME/kg) sebagai perlakuan A, B, C dan D. Peubah yang diamati: pertambahan bobot badan, konsumsi bahan kering (BK), bahan organik (BO), konsumsi energi, protein kasar (PK), serat kasar (SK), dan bobot lahir pedet. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok. . Hasil penelitian menunjukkan konsumsi BK bervariasi dari 5175,80– 5366,80 g/h. Konsumsi BO mulai dari 4438,54–4610,44 g/e/h. Bobot lahir pedet juga tertinggi pada induk dengan perlakuan D yaitu 18 kg/e. Semua perbedaan ini secara statistika tidak nyata (P>0,05). Konsumsi energi nyata (P<0,05) tertinggi pada perlakuan D yaitu 19,320,65 kkal GE/h. Simpulan dari hasil penelitian ini adalah pemberian energi ransum dari 2000–2300 kkal ME/kg meningkatkan konsumsi energi, memprbaiki performans sapi bali bunting tujuh bulan dan menambah bobott lahir pedet sehingga menjadi 18 kg. Kata-kata kunci: energi ransum; sapi bali, bobot lahir pedet
ABSTRACT This study aimed to determine the effect of energy levels in bali cattle rations of seven months pregnant on birth weight calves. The study was conducted in Farm Sobangan Badung Regency on 12 pregnant breeding phase of pre-calving (two months before the birth) with the parent body weight at average 300 kg/head. The treatments were four types of rations which was iso protein 10% with the energy level were 2000, 2100, 2200 and 2300 kcal ME/kg respectively. Variables measured were: weight gain, consumption of dry matter (DM), organic matter (OM), consumption energy, crude protein (CP) and crude fiber (CF), and birth weight calves. The design used was a randomized block design. Results showed DM intake varied from 5175.80 to 5366.80 g/d. Consumption of OM ranging from 4438.54 to 4610.44 g/d. Calf birth weight was also highest in the parent with treatment D is 18 kg. All these differences were not statistically significant (P>0.05). Energy consumption significantly highest (P <0.05) at the treatment D i.e. 19320.65 kcal GE/d. The conclusion of this study is energizing ration of 2000 - 2300 kcal ME/kg increase energy consumption however, improve performance seven months pregnant Bali cattle and calf birth weight to add into 18 kg. Keywords: energy ration; Bali cattle; calf birth weight
154
Suryani, et al
Jurnal Veteriner
PENDAHULUAN Banyak faktor berpengaruh terhadap bobot lahir dan kelangsungan hidup pedet. Berkurangnya asupan nutrien pada periode akhir kebuntingan (pre-calving) tidak saja berakibat menurunnya bobot lahir bahkan dapat mengakibatkan kematian pedet. Pada sapi yang sedang bunting, tidak semua pasokan nutrien dimanfaatkan untuk pertumbuhan induk saja, melainkan juga digunakan untuk pertumbuhan fetus dalam uterusnya. Pertumbuhan fetus sangat pesat selama beberapa minggu akhir kebuntingan. Agar pedet yang dilahirkan sehat dan kuat maka pada periode pre-calving perlu dilakukan challenge feeding program yaitu meningkatkan kualitas pakan yang diberikan. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kandungan energi ransum. Menurut Khan et al. (2014), terdapat hubungan yang sangat erat antara asupan pakan selama kebuntingan dengan produksi susu dan bobot lahir pedet. Apabila kekurangan asupan terjadi terus menerus selama tiga bulan sebelum partus, dapat mengakibatkan kematian pedet baik ketika masih dalam kandungan maupun setelah lahir. LeViness (1993) menyatakan, sapi bunting umur 80-90 hari sebelum melahirkan merupakan periode kritis karena: harus mencukupi kebutuhan nutrien bagi pertumbuhannnya dan juga perkembangan fetus karena saat itu terjadi pertambahan bobot badan hingga tiga kali lipat; mempertahankan kondisi tubuh agar tetap kuat untuk kelahiran yang menghasilkan pedet sehat. Induk yang lemah akan melahirkan pedet yang lemah atau kematian pedet; induk perlu menghasilkan susu dengan nutrisi yang cukup bagi pedet. Agar kebutuhan ini tercapai, maka Moran (2005) menyarankan, sapi dengan umur kebuntingan tujuh bulan perlu diberikan peningkatan energi ransum dalam metabolic energy (ME) sebesar 10 MJ/kg. Pada umur kebuntingan delapan dan sembilan bulan peningkatan kebutuhan energi mencapai masing-masing 15 dan 20 ME (MJ/ kg). Freetly et al. (2007) melaporkan bahwa terjadi penurunan efisiensi retensi ME pada fase kebuntingan yang diakibatkan oleh peningkatan produksi panas karena meningkatnya umur kebuntingan. Produksi panas meningkat selama trimester ketiga kebuntingan. Peningkatan panas ini merupakan akibat dari panas yang diproduksi untuk maintenan jaringan maternal dan panas yang dilepaskan selama perkembangan jaringan maternal dan
jaringan fetus. Roche (2000) melaporkan bahwa konsumsi bahan kering (BK) sapi bunting berpengaruh besar terhadap produksi susu setelah melahirkan. Apabila kebutuhan energi tidak terpenuhi maka akan menurunkan lemak susu 15-20%. Energi metabolis (ME) yang dibutuhkan sapi dengan bobot badan 550 kg dua bulan menjelang melahirkan adalah 70 MJ/h. Kebutuhan ini meningkat menjadi 100 MJ/h pada saat melahirkan. Prasojo et al. (2010) menyatakan, bobot lahir pedet sapi bali jantan dan betina sangat bervariasi. Kisaran bobot lahir pedet jantan antara 10,5-22,0 kg dengan rataan 18,9±1,4 kg. Pedet betina memiliki kisaran bobot lahir antara 13-26 kg dengan rataan 17,9±1,6 kg. Berdasarkan uraian tersebut, maka tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh level energi yang berbeda dalam ransum sapi bali bunting tujuh bulan terhadap konsumsi nutrien dan bobot lahir pedet.
METODE PENELITIAN Sapi Bali Bunting Penelitian ini meggunakan 12 ekor sapi bali bunting yang dipelihara di Stasiun Penelitian Peternakan Sobangan, Mengwi, Badung, Bali. Masing-masing induk sapi dipelihara dalam kandang individu. Pakan yang diberikan terdiri dari hijauan dan konsentrat. Pakan konsentrat diberikan pada pagi hari, sedangkan pakan hijauan diberikan dalam keadaan segar setelah diberikan pakan konsentrat. Susunan ransum disajikan pada Tabel 1 dan kandungan nutrien ransum pada Tabel 2. Rancangan Percobaan Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Empat jenis ransum iso protein 10% dengan empat level energi (2000, 2100, 2200, dan 2300 kkal ME/kg) sebagai perlakuan A, B, C, dan D dengan empat kelompok induk dengan bobot badan berbeda sebagai ulangan. Peubah yang Diamati Konsumsi Bahan Kering, Bahan Organik, dan Nutrien Ransum. Konsumsi bahan kering ransum adalah konsumsi bahan kering hijauan ditambah dengan konsumsi bahan kering konsentrat. Konsumsi bahan kering diperoleh dengan mengurangi bahan
155
Jurnal Veteriner
Maret 2017 Vol. 18 No. 1 : 154-159
Tabel 1. Susunan ransum perlakuan terhadap sapi bali bunting tujuh bulan Perlakuan No
1 2 3 4
Komposisi
Konsentrat Rumput raja Minyak kelapa Vitamin/Mineral Jumlah
Keterangan: A B C D
= = = =
A
B
C
D
35,00 64,255 0,245 0,50 100,00
37,00 61,02 1,48 0,50 100,00
40,00 56,66 2,84 0,50 100,00
43,00 51,125 5,375 0,50 100,00
ransum mengandung 10% PK dan 2000 kkal ME/kg ransum mengandung 10% PK dan 2100 kkal ME/kg ransum mengandung 10% PK dan 2200 kkal ME/kg ransum mengandung 10% PK dan 2300 kkal ME/kg
Tabel 2. Kandungan nutrien ransum sapi bali bunting tujuh bulan Perlakuan No.
1 2 3 4 5
Nutrien Pakan
Protein Kasar (%) ME (kkal/kg) Serat Kasar (%) Kalsium (%) Phospor (%)
A
B
C
D
10,17 2000 27,67 0,42 0,27
10,21 2100 27,09 0,42 0,27
10,31 2200 26,37 0,42 0,27
10,32 2300 25,29 0,42 0,26
Keterangan: Analisis ransum dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fapet-Unud ME = metabolizable energy
kering ransum yang diberikan dengan bahan kering ransum sisa. Pengukuran konsumsi ransum dilakukan setiap hari selama penelitian. Konsumsi nutrien dihitung dengan persamaan seperti berikut: Konsumsi bahan organik (BO) = jumlah konsumsi ransum x %BO ransum; Konsumsi energi = jumlah konsumsi ransum x %BK ransum x kandungan energi ransum; Konsumsi protein kasasr (PK) = jumlah konsumsi ransum x %BK ransum x %protein; Konsumsi serat kasar (SK) = jumlah konsumsi ransum x %BK ransum x %SKb Pertambahan Berat Badan Induk. Penimbangan sapi-sapi calon induk dilakukan setiap dua minggu untuk melihat pertambahan bobot badannya. Pertambahan bobot hidup ternak sapi diperoleh dengan mengurangi bobot pada penimbangan di akhir kebuntingan dengan bobot awal penelitian. Pertambahan bobot hidup harian diperoleh dengan membagi pertambahan bobot badan secara keseluruhan dengan lamanya penelitian.
Bobot Lahir Pedet. Pedet yang baru lahir setelah dibersihkan badannya, langsung ditimbang bobot badannya. Hasil pengukuran yang diperoleh merupakan bobot lahir pedet. Analisis Data Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat hasil yang berbeda nyata (P<0,05) antar perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Selama penelitian, konsumsi BK, BO, SK, dan PK ransum tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) seperti disajikan pada Tabel 3. Konsumsi BK sapi bali yang mendapat energi ransum terendah adalah 5392,86 kg/e/h dan konsumsi BK sapi bali yang mendapat energi tertinggi adalah 5516,29 g/e/h. Konsumsi BK
156
Suryani, et al
Jurnal Veteriner
cenderung meningkat dengan meningkatnya energi ransum. Demikian juga halnya dengan konsumsi BO dan PK, terjadi kecenderungan peningkatan konsumsi BO dan PK dengan meningkatnya energi ransum. Konsumsi BO dan PK pada sapi bali yang mendapat ransum dengan kandungan energi 2000 ME/kg masingmasing 4656,65 g/e/h dan 591,16 g/e/h meningkat menjadi 4740,02 g/e/h dan 597,05 g/ e/h. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hartati et al. (2008) pada sapi bali bunting juga memperoleh konsumsi BK terendah 4,83 ± 0,38 kg dan teringgi 5,25 ± 0,13 kg. Sementara konsumsi BO terendah 4,03 ± 0,33 kg dan tertinggi 4,39 ± 0,11kg serta konsumsi PK terendah 599,19 ± 11,6 g dan tertinggi 611,98 ± 4,03 g. Dalam penelitian ini hanya konsumsi energi yang menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Semakin tinggi kandungan energi ransum, maka konsumsi energi juga semakin meningkat. Konsumsi energi tertinggi ditunjukan oleh sapi bali yang mendapat kandungan energi ransum 2300 ME/kg, yaitu 13,90% (P<0,05) lebih tinggi dari konsumsi energi sapi yang mendapat 2000 kkal ME/kg, sedangkan konsumsi mineral juga menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Konsumsi energi sapi bali dalam penelitian ini setara 15,6 ME (Mkal/h) untuk yang mendapat ransum mengandung energi 2000 ME (kkal/kg) ransum sampai 17,8 ME
(Mkal/h) untuk mendapat ransum mengandung energi 2300 ME (kkal/kg). Hal ini sesuai dengan anjuran yang diberikan oleh Moe dan Tyrrell (1971) bahwa 75 hari sebelum partus, sapi bunting dengan bobot badan 400-750 kg, maka energi yang harus dikonsumsi agar terpenuhi kebutuhan induk dan fetus adalah 14,1–22,5 ME (Mkal/h). Sementara itu Moran (2005) menyarankan, sapi pada umur kebuntingan tujuh bulan diberikan peningkatan energi ransum sebesar 10 ME (MJ/kg) setara 2,39 ME (Mkal/kg). Pada umur kebuntingan delapan dan sembilan bulan peningkatan kebutuhan energi mencapai masing-masing 15 dan 20 ME (MJ/kg) setara dengan 3,59 dan 4,78 ME (Mkal/kg). Selama masa kebuntingan terjadi beberapa perubahan secara fisiologi seperti: peningkatan kebutuhan nutrisi untuk perkembangan fetus dan kelenjar ambing (Bell, 1995). Kebutuhan energi pada akhir kebuntingan meningkat pesat karena uterus menggunakan hampir setengah dari pasokan glukosa yang tersedia. Oleh karena itu, kebutuhan energi sapi bunting fase pre-calving 75% lebih tinggi dibandingkan sapi yang tidak bunting. Sejalan dengan perkembangan janin dan kebutuhannya akan nutrien, maka aliran darah menuju kelenjar ambing meningkat 200%, serapan glukosa dan asetat oleh kelenjar ambing meningkat masing-masing 400% dan 180%. Efisiensi pemanfaatan pakan (feed
Tabel 3. Pengaruh level energi ransum terhadap konsumsi bahan kering, bahan organik dan nutrien ransum. Ransum Perlakuan Peubah
Bahan Kering g/e/h Bahan Organik g/e/h Protein Kasar g/e/h Serat Kasar g/e/h Energi kkal/e/h Kalsium g/e/h Phosphor g/e/h Fe (besi) g/e/h
SEM A
B
C
D
5392,86 4656,65 591,16 1448,62 19526,32a 24,06 15,12 9,15
5414,52 4657,37 596,20 1450,70 20301,13b 24,24 15,22 9,26
5439,23 4668,51 592,38 1466,53 20943,85b 24,15 15,19 9,26
5516,29 4740,02 597,05 1492,53 22239,55c 24,38 15,34 9,18
Keterangan: A = ransum mengandung 10% PK dan 2000 kkal ME/kg B = ransum mengandung 10% PK dan 2100 kkal ME/kg C = ransum mengandung 10% PK dan 2200 kkal ME/kg D = ransum mengandung 10% PK dan 2300 kkal ME/kg Superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05) SEM = “Standard Error of the Treatment Means”
157
64,41 57,39 4,92 20,57 223,22 0,22 0,15 0,06
Jurnal Veteriner
Maret 2017 Vol. 18 No. 1 : 154-159
convertion ratio/FCR) sapi bali bunting tujuh bulan hasil penelitian ini, walaupun secara statistika tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05), akan tetapi tampak sapi yang mendapat energi ransum tertinggi mengubah pakan paling efisien. Hal ini ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan induk menjelang partus tertinggi pada sapi yang mendapat perlakuan D, dan bobot lahir pedet juga tertinggi dihasilkan dari induk yang mendapat perlakuan D (Tabel 4). Akan tetapi semua perbedaan ini secara statistika tidak nyata (P>0,05). Banyak faktor berpengaruh terhadap bobot lahir dan kelangsungan hidup pedet. Berkurangnya konsumsi nutrien pada periode akhir kebuntingan (pre-calving) bisa berakibat pada menurunnya bobot lahir bahkan kematian pedet. Pada ternak sapi perah yang sedang bunting, tidak semua nutrien dari pakan dimanfaatkan untuk pertumbuhan induk saja, melainkan juga digunakan untuk pertumbuhan fetus. Agar pedet yang dilahirkan sehat dan kuat maka 2-3 minggu sebelum melahirkan perlu dilakukan challenge feeding program yaitu dengan meningkatkan kualitas pakan yang diberikan. Sesuai dengan pernyataan Funston et al. (2010) bahwa status gizi induk sapi merupakan salah satu faktor ekstrinsik yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan dan fungsi utama sistem organ fetus. Menurut Godfrey dan Barker (2000) kekurangan asupan nutrien pada fase prenatal
meningkatkan risiko kematian pada saat partus dan menurunkan kesehatan pedet saat pertumbuhan. Selanjunya pedet yang lahir di atas rataan bobot lahir mempunyai daya tahan tubuh yang lebih kuat dibantingkan pedet yang lahir di bawah berat rata-rata. Peningkatan energi ransum dari 2000 menjadi 2300 kkal ME/kg menghasilkan bobot lahir pedet berkisar dari 17,33–18,00 kg/ekor. Bobot lahir pedet sangat menentukan keberlangsungan usaha di bidang peternakan sapi. Bobot lahir yang rendah dan jika diikuti dengan manajemen pemberian pakan tidak memenuhi nutrisi yang dibutuhkan, maka hal tersebut akan menyokong angka kematian pedet yang tinggi. Walaupun bobot lahir pedet tertinggi dilahirkan dari induk yang mendapat energi tertinggi, namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan Prasojo et al. (2010) yang melaporkan bahwa bobot lahir pedet sapi bali bervariasi yaitu 18,4 ± 1,6 kg. Sementara itu Kadarsih (2004) dalam laporan penelitiannya terhadap performans pertumbuhan sapi bali mendapatkan bobot lahir yang lebih rendah dari penelitian ini, bobot lahir sapi bali betina berkisar antara 14,41–16,09 dan bobot lahir sapi bali jantan adalah 15,55–17,11 kg. Di lain pihak Panjaitan et al. (2003) yang mengamati performans sapi bali di Sumbawa mendapatkan bobot lahir sapi bali berkisar 13,815,2 kg.
Tabel 4. Pengaruh level energi ransum terhadap pertambahan bobot badan induk dan bobot lahir pedet sapi bali Ransum Perlakuan Peubah
Berat badan awal kg/e Berat badan akhir kg/e Pertambahan berat badan (pbb) g/e/h FCR Berat lahir pedet kg/e
SEM A
B
C
D
291,67 330,00 435,61
290,67 335,67 511,36
293,00 329,00 409,09
294,67 340,00 515,15
6,574 6,085 25,150
12,38 17,83
10,83 17,67
13,30 17,33
10,71 18,00
0,648 0,840
Keterangan: A = ransum mengandung 10% PK dan 2000 kkal ME/kg B = ransum mengandung 10% PK dan 2100 kkal ME/kg C = ransum mengandung 10% PK dan 2200 kkal ME/kg D = ransum mengandung 10% PK dan 2300 kkal ME/kg SEM = “Standard Error of the Treatment Means”
158
Suryani, et al
Jurnal Veteriner
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian energi ransum 2000–2300 kkal ME/kg ransum tidak berpengaruh terhadap performans sapi bali bunting tujuh bulan dan menghasilkan bobot lahir pedet 17,33–18,00 kg. Peningkatan energi ransum menyebabkan meningkatnya konsumsi energi.
SARAN Perlu dilakukan penelitian dengan meningkatkan kandungan protein dan energi ransum. Dengan demikian akan ditemukan tingkat protein dan energi ransum optimal bagi ternak untuk mengekspresikan potensi genetiknya.
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas pendanaan penelitian ini melalui hibah Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi dengan nomor kontrak: 311-165/UN14.2/PNL.01.03.00/ 2015. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Rektor dan LPPM Universitas Udayana yang telah memfasilitasi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA Bell AW. 1995. Regulation of organic nutrient metabolism during transition from latepregnancy to early lactation. J Anim Sci 73: 2804-2819. Freetly HC, Nienaber JA, Brown-Brandl T. 2008. Partitioning of energi in pregnant beef cows during nutritionally induced body weight fluctuation. J Anim Sci 86: 370377. doi:10.2527/jas.2007-0250. Funston RN, Larson DM, dan Vonnahme KA. 2010. Effects of maternal nutrition on conceptus growth and offspring performance: Implications for beef cattle production. J Anim Sci 88(E. Suppl.):E205– E215 doi:10.2527/jas.2009-2351.
Godfrey KM, Barker DJP. 2000. Fetal nutrition and adult disease. Am J Clin Nutr 71(Suppl.):1344S–1352S. Hartati E, Katipana NGF, Saleh A. 2008. Konsumsi dan kecernaan zat-zat makanan pada sapi bali akhir kebuntingan yang diberi pakan padat gizi mengandung minyak lemuru dan seng. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor. P: 155–160. Kadarsih S. 2004. Performans sapi bali berdasarkan ketinggian tempat di daerah transmigrasi Bengkulu. I. Performans Pertumbuhan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 6(1): 50–56. Khan MAA, Islam MN, Khan MAS, Akbar MA. 2004. Effects of Feeding High and Low Energy Levels during Late Pregnancy on Performance of Crossbred Dairy Cows and Their Calves. Asian-Aust J Anim Sci 17(7): 947-953 LeViness E. 1993. Range Cow Nutrition in Late Pregnancy. Arizona Ranchers’ Management Guide. Gum R, Ruyle G, Rice R (Editors). Arizona Cooperative Extension. Moe PW, Tyrrell HF. 1971. Metabolizable Energy Requirements of Pregnant Dairy Cows. J Dairy Sci 55(4): 480–483. Moran J. 2005. Tropical Dairy Farming. Feeding Management for Small Holder Dairy Farmers in the Humid Tropic. Depart of Primary Industries. Landlink Press. 150 Oxford St (PO Box 1139) Collingwood VIC 3066 Australia. Panjaitan T, Fordyce G, Poppi D. 2003. Bali Cattle Performance in the Dry Tropics of Sumbawa. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 8(3): 1-6. Prasojo G, Arifiantini I, Mohamad K. 2010. Korelasi Antara Lama Kebuntingan, Bobot Lahir dan Jenis Kelamin Pedet Hasil Inseminasi Buatan pada Sapi Bali. J Veteriner 11(1): 41–45. Roche JR. 2000. Feeding the transition cow. The myths and the magic, Dalam: Proceedings of the Ruakura Farmers Conference, Hamilton, New Zealand. Hlm. 29-36.
159