JURNAL SOSIAL DAN POLITIK Kontruksi Sosial Pekerja Purel Karaoke: (Studi Deskriptif Tentang Arti Purel Pada Para Pekerja Purel Yang Aktif Berstatus Pelajar) Aprizal Wahyu Darmawan Departemen Sosiologi, FISIP, Universitas Airlangga ABSTRAK Public Relation atau purel dapat disimpulkan adalah Public Relations atau purel sebagai “Method of Communications”,Disini perbedaan yang terjadi ketika masyarakat mengatakan apa definisi Public Relations itu sendiri banyak yang menyatakan bahwa bahwa purel atau Public Relations itu merupakan serangkai atau sistem kegiatan yang terjadi dalam suatu organisasi. Tetapi disisi lain masyarakat juga mengenal arti purel itu sendiri seperti wanita pangilan yang pekerjaanya menemani tamunya untuk bernyanyi ditempat karaoke.Fokus penelitian ini adalah bagaimana mengetahui latar belakang ter bentuknya purel dan memahami bagaimana pemaknaan seorang purel terhadap sebuah perilaku purel yang berstatus sebagai pelajar Untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti menggunakan kerangka teori yang menekankan pada unsur konstruksi sosial Peter L Berger. Motode prosedur penelitian ini adalah deskritif, dengan analisis kualitatif. Penentuan informan menggunakan cara purposive dengan 5 informan,dan pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara secara mendalam (indepth interview). Dari hasil penelitian ini, didapatkan sebuah realitas tentang fenomena purel pelajar yang terbentuk melalui tiga tahapan, yaitu ekternalisasi sebagai tahap awal seorang pelajar mengetahui dan memahami pekerjaan sebagai purel, mulai dari apa itu purel, hingga bagaimana pekerjaan purel itu. Dari proses ini seorang purel akan mendapatkan pengetahuan awal tentang pekerja purel,mulai dari apa itu pekerjaan purel, hingga bagaimana pekerjaan purel itu. Hingga pada akhirnya dia mengalani posisi dilematis, ketika yang dipahami di awal (realitas objektif) mulai bertolak denga apa yang benar – benar nyata dia lihat (realitas subjektif). Hal ini sesuai dengan pernyataan Berger yang melihat bahawa dalam sebuah fenomena lebih menampilkan dua realitas (realitas berganda) daripada hanya satu realitas. Kata kunci: Purel,Pelajar dan kontruksi sosi
ABSTRACT Purel Public Relations or Public Relations is concluded or purel as the "Method of Communications " , here the difference that occurs when people say what is the definition of Public Relations itself many stating that that purel or Public Relations or a system that is a series of events that occur in a organization . But on the other hand people also know the meaning purel itself like a woman answering the job to accompany his singing karaoke.Fokus place this research is how to determine the background purel ter shape and understand how the meaning of a behavior purel purel to a status as a student To answer these questions , researchers used a theoretical framework that emphasizes the social construction element Peter L Berger . Methods This is a descriptive study procedures , with qualitative analysis . Determination of informants using purposive with 5 informants , and data collection was done by conducting indepth interviews ( in-depth interview ) . From these results , obtained a reality of the phenomenon purel students formed through three stages , namely ekternalisasi the early stages of a student to know and understand the work as purel , ranging from what it purel , to how to work purel it . From this process a purel will get initial knowledge about purel workers , ranging from what it purel work , to how to work purel it . Until finally he mengalani dilemma , when understood in the beginning ( objective reality ) started opposite of what is true premises - see the real him ( subjective reality ) . This is consistent with the statement that Berger bahawa in a phenomenon seen more featuring two realities ( multiple realities ) rather than just one reality . Keywords: Purel, Students and social construction
Pendahuluan Dunia bisnis mengalami persaingan yang samakin ketat termasuk didalamnya dunia bisnis karaoke yang di imbangi dengan dengan perkembangan alat – alat teknologi yang semakin canggih. Sehingga mempermudakan setiap perusahaan untuk meningkatkan kinerja usahanya guna mencapai tujuanya yaitu mendapatkan laba yang semaksimal mungkin dengan pengorbanan seminimal mungkin. Maraknya dunia hiburan karaoke yang sudah tak terbendung lagi ikut mewarnai hingar bingarnya suasana kehidupan kota dan sekarang sudah merambah kekota kecil seperti di Kota Mojokerto. Fenomena yang terjadi di Kota Mojokerto yang hanya terdapat 2 kecamatan bisa berdampak dengan tumbuhnya hiburan karaoke sebanyak 8 tempat hiburan karaoke“sempat” menjadi ikon “Mojokerto Kota Karaoke”. Namun ikon tersebut dapat ditepis, ternyata dikota-kota lain juga sama fenomenanya, tumbuh dan berkembang hiburan karaoke bak jamur dimusim penghujan. Arus perkembangan industrialisasi yang ada di Indonesia tidak hanya ada di kota-kota besar saja, tetapi sudah mulai merambah dan berkembang dengan pesat di kota-kota kecil bahkan di desa sekalipun. Sebagai dampaknya, banyak sekali daerahdaerah yang kini mulai membuka diri untuk perubahan pada wilayahnya. Mulai dari perubahan teknologi sampai dengan tempat – tempat hiburan yang di miliki. Bagi masyarakat Mojokerto yang berada di sepanjang jalur Surabaya – Jombang yang mulai berbenah diri membangun perekonomiannya memiliki beberapa industri dan
pertanian, mudah mengalami perubahan, khususnya pada hiburan yang dimiliki kota Mojokerto. Walau perubahan memberikan hal positif bagi pemerintah, tetapi ini berbanding terbalik bagi beberapa masyarakat. Apalagi hiburan tersebut berupa hiburan malam yakni tempat karaoke dan kafe. Maka wajar bila terjadi suara miring dari beberapa elemen masyarakat yang tidak setuju terhadap perubahan tersebut. Karaoke adalah tempat usaha yang menyediakan fasilitas untuk bernyanyi dengan diiringi musik rekaman sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum serta pemandu. Berkaraoke bisa dilakukan sendiri, berkelompok atau dipandu, tergantung fasilitas yang ada pada sound sistem karaoke tersebut. Aneka jenis lagu pun sudah tersedia. Dan orang-orang yang memegang mice di tangan selalu menikmati dan bersenang-senang dengan lagu yang dibawakan. Senada dengan hal tersebut, di Kota Mojokerto berkembang objek-objek wisata hiburan umum yang ternyata memang lebih cepat kemajuannya. Objek wisata hiburan umum yang banyak tumbuh dan berkembang salah satunya adalah Karaoke. Perkembangan industri jasa hiburan ini ternyata memberikan warna tersendiri terhadap kehidupan sosial masyarakat di kota ini, bahkan mengakibatkan terjadinya perubahan sosial budaya . Beberapa hal yang diduga menjadi pangkal sebab terjadinya perubahan-perubahan dimaksud adalah karena dalam hiburan umum itu tumbuh dan berkembang kegiatan perjudian gelap, konsumsi obat-obat terlarang, dan prostitusi terselubung.
Prostitusi merupakan hal sudah lama ada di dunia, tak terkecuali di indonesia. Prostitusi adalah suatu penjualan kenikmatan seksual dengan menggunakan uang. Penyerahan diri wanita kepada laki – laki dengan bayaran berupa uang. Prostitusi merupakan suatu masalah sosial yang sulit dikendalikan oleh negara dimanapun itu. baik di negara berkembang maupun di negara maju.Latar belakang sosial ekonomilah yang kebanyakan mendorong seorang wanita untuk berkerja di tempat prostistusi. Wanita – wanita yang menjadi objek kenikmatan seksual oleh laki – laki disebut wanita tuna susila. Namun saat ini lebih dikenal dengan sebutan PSK (Pekerja seks komersial).Maraknya praktik prostitusi yang dilakukan secara terang – terangan hingga praktik prostitusi terselubung menambah jumlah wanita pekerja seks komersial di indonesia. Mulai dari remaja usiah dibawah umur hingga usia dewasa. Saat ini, di Mojokerto mulai dikenal kelas purel. Bila sang purel pelajar ditunjang dengan atau bentuk tubuh yang aduhai makin menunjukkan kelasnya. Apalagi ditunjang dengan penampilan dan kenakalan aksi akan mempengaruhi. Selain jam terbang sangat menunjang. Khusus purel pelajar ternyata kebanyakan masih bekerja secara personal. Tidak ada koordinator. Namun, belakangan sudah mulai dikenal mami dari mereka. Sifatnya senioritas. Mami purel pelajar adalah sebagai informan untuk mengetahui apakah calon tamu memiliki karakter nakal, pelit, atau royal.
TUJUAN PENELITIAN 1.
Untuk mengetahui dan memaknai proses latar belakan terbentuknya purel
2.
Untuk mengetahui bagaimana kontruksi pekerja purel
MANFAAT PENELITIAN 1.
Manfaat Akademis Manfaat akademis yang diharapkan pada penelitian ini yakni, semoga dapat
memberikan sumbangan penelitian akademis, khususnya bagi sosiologi yang membahas tentang masalah sosial, terutama masalah Konstruksi sosial. Ataupun sumbangan pengetahuan bagi penelitian selanjutnya yang juga ingin membahaas permasalahan tentang konstruksi sosial. 2.
Manfaat praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
latar belakang para pekerja purel yang masih berstatus sebagai pelajar dan dapat memberikan informasi bagaimana kontruksi sosial pekerja purel tersebut.
Istilah konstruksi sosial atas realitas (sosial construction of reality) didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif. Asal usul kontruksi sosial dari filsafat Kontruktivisme yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Menurut Von Glasersfeld, pengertian konstruktif kognitif muncul dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam
dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun apabila ditelusuri, sebenarnya gagasangagsan pokok Konstruktivisme sebenarnya telah dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang epistemologi dari Italia, ia adalah cikal bakal Konstruktivisme . Dalam aliran filsasat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak Socrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia, sejak Plato menemukan akal budi dan ide. .Gagasan tersebut semakin lebih konkret lagi setelah Aristoteles mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, subtansi, materi, esensi, dan sebagainya. Ia mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah fakta. Aristoteles pulalah yang telah memperkenalkan ucapannya ‘Cogito ergo sum’ yang berarti “saya berfikir karena itu saya ada”. Kata-kata Aristoteles yang terkenal itu menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan konstruktivisme sampai saat ini. Pada tahun 1710, Vico dalam ‘De Antiquissima Italorum Sapientia’, mengungkapkan filsafatnya dengan berkata ‘Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan’.Dia menjelaskan bahwa ‘mengetahui’ berarti ‘mengetahui bagaimana membuat sesuatu ’ini berarti seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Menurut Vico bahwa hanya Tuhan sajalah yang dapat mengerti alam raya ini karena hanya dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa ia membuatnya, sementara itu orang hanya dapat mengetahui sesuatu yang telah dikontruksikannya .
Berger dan Luckman mengatakan institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara obyektif, namun pada kenyataan semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui proses interaksi. Objektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subyektif yang sama. Pada tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna simbolis yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai bidang kehidupannya. Proses konstruksinya, jika dilihat dari perspektif teori Berger & Luckman berlangsung melalui interaksi sosial yang dialektis dari tiga bentuk realitas yang menjadi entry concept, yakni subjective reality, symbolic reality dan objective reality. Selain itu juga berlangsung dalam suatu proses dengan tiga momen simultan, eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi. a. Objective reality, merupakan suatu kompleksitas definisi realitas (termasuk ideologi dan keyakinan ) serta rutinitas tindakan dan tingkah laku yang telah mapan terpola, yang kesemuanya dihayati oleh individu secara umum sebagai fakta. b. Symblolic reality, merupakan semua ekspresi simbolik dari apa yang dihayati sebagai “objective reality” misalnya teks produk industri media, seperti berita di media cetak atau elektronika, begitu pun yang ada di film-film.
c. Subjective reality, merupakan konstruksi definisi realitas yang dimiliki individu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi. Realitas subjektif yang dimiliki masing-masing individu merupakan basis untuk melibatkan diri dalam proses eksternalisasi, atau proses interaksi sosial dengan individu lain dalam sebuah struktur sosial. Melalui proses eksternalisasi itulah individu secara kolektif berpotensi melakukan objectivikasi, memunculkan sebuah konstruksi objektive reality yang baru. METODE PENELITIAN 1.6.1.TIPE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Menurut Denzin dan Lincoln (Noor, 2011), kata kualitatif merujuk pada penekanan pada proses dan makna yang tidak di kaji secara ketat atau belum di ukur dari segi kuantitas, jumlah, intensitas atau frekuensinya. Pendekatan ini merupakan suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah yang terdapat pada kehidupan manusia. Pada pendekatan kualitatif, peneliti menekankan sifat realitas yang terbangun secara sosial, hubungan erat antara peneliti dengan subyek yang di teliti . Selanjutnya Creswell mengartikan penelitian kualitatif sebagai suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang dialami. Penelitian kualitatif merupakan riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Selanjutnya Noor menjelaskan, bahwa proses dan makna lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Kualitatif
berbeda dengan penelitian kuantitatif yang berangkat dari teori dan berakhir pada penerimaan atau penolakan teori, namun pada penelitian kualitatif, peneliti bertolak pada data, dan menggunakan teori yang ada sebagai ‘lentera’ yang kemudian berakhir pada teori pula. Metode ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati Bogdan dan Taylor, 1075 dalam Moleong, 2005.Penelitian ini menggambarkan tentang dilema pengungkapan identitas para pekerja purel yang bersetatus sebagai pelajar, bagaimana latar belakang purel serta bagaimana purel mengkonstruksi pekerjaanya. KONSTRUKSI SOSIAL PERKERJA PUREL Analisa Dialektis Berger Menurut Berger dan Luckmann, manusia adalah pencipta realitas sosial yang objektif melalui proses eksternalisasi, seperti halnya realitas objektif mempengaruhi kembali manusia melalui proses Internalisasi. Dialektika antara diri (the self) dan dunia sosio-kultural berlangsung dalam suatu proses dengan tiga momen simultan, yaitu eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Ekternalisasi Sebagai Proses Pewancanaan Purel. Tahap yang paling awal adalah ekternalisasi yaitu suatu pencurahan manusia secara terus – menerus ke dalam dunia. Dalam fenomena pekerja purel ini ekternalisasi terjadi ketika masyarakat memberikan sebuah wacana tentang pekerja purel. Individu disosialisasikan oleh orang – orang disekitarnya bahwa pekerjaan sebagai purel merupakan seseuatu hal yang tidak baik. Dalam sebuah keluarga maupun lingkungan masyarakat individu informan mengatakan bawasanya pekerjaan
sebagai purel itu dilarang dilakukan oleh anak yang masi aktif bersekolah. Ekternalisasi ini bermula pada saat individu menangkap pandangan dari masyarakat tentang pekerjaan sebagai purel.Mayarakat mengatahkan bahwa purel ini adalah tindakan pekerjaan yang tidak baik,Hal buruk yang semestinya tidak dilakukan oleh seseorang dalam kehidupannya,dalam hal ini terkait pada lingkungan masyarakat. Informan berkembang dalam latar belakang sosial kehidupan yang berbeda. Namun semua informan mendapatkan sebuah wacana yang sama mengenai pekerjaan sebagai purel. Pekerjaan sebagai purel merupakan sesuatu yang tidak baik bagi pelajar. Walaupn tidak secara langsung diajarkan oleh orang tua atau keluarga. Semua berprinsip bahwa pekerjaan sebagai purel merupakan hal yang tidak baik dikerjakan sama halnya dengan menjual diri atau juga menjadi simpenan para tamu. Kehidupan sehari – hari memberikan sesuatu secara objektif, Setiap individu lahir dan berkembang dalam sebuah masyarakat yang memiliki pengaruh kuat bagi individu. Seperti diungkapkan di atas bahwa pengaruh itu muncul dari keluarga dan masyarakat. Sehingga dari situ anak terlahir dari sebuah kesamaan ideologi dan anak diajarkan dengan pola – pola pengajaran serta tindakan tertentu sehingga anak bisa menerima itu sebagai realitas. Orang tua sebagai pendidik di rumah juga memiliki keinginan menajarkan hal yang baik kepada anaknya. Orang tua menginginkan anak yang bersifat baik,bekerja sebagai purel hanya akan mencoreng nama baik keluarga karena jelas bahwa hal itu akan merugikan orang tua.Secara garis besar,orang tua mengetahui tentang aktifitas anakanya yang selalu menginginkan anaknya bergaul di lingkungan yang baik .Maka
dari itu pemahaman tentang pekerjaan sebagai purel itu adalah sesuatu pekerjaan yang tidaak baik dikerjakan oleh seorang pelajar.
IV.3. Objektivasi Pekerja Purel Melalui momentum objektivasi,seseorang mulai melebur dengan banyak individu dan melakukan interaksi. Pada momentum ini seseorang membawa pemikiran objektif dari hasill aktifitas ekternalisasinya. Dengan demikian objektivasi merancang suatu proses dimana dunia sosial menjadi suatu realitas yang mampu menghambat atau juga membentuk partisipasinya. Kelima respondeng mengaku terjerumus didunia karaoke yang dipengaruhi terpengaruh oleh teman – temanya. Tindakan bekerja sebagai purel yang dilakukan oleh kelima responden memiliki alasan yang berbeda. Mereka merasa terpaksa melakukan tindakan bekerja sebagai purel karena mereka menganggap apa yang dirasakan itu sebagai beban. Beban yang harus ditanggung ketika mereka tidak diperhatikan lagi oleh orang tua mereka. Mereka harus membiayai hidup mereka dengan sendiri maka dari itu lah yang menjadi beban mereka untuk terjerumus kedunia karaoke. Kelima informan yang mengaku bekerja sebagai purel terorientasi pada satu tujuan yakni uang. Mereka takut akan tidak adanya teman yang menerima mereka,sehingga mereka terpaksa melakukan itu. Bekerja sebagai purel yang dilakukan oleh mereka dianggap sebagai jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan
mereka. Dengan berbekal alasan terpaksa merka melakukannya meskipun banyak lingkungan yang menolak dia untuk bekerja sebagai purel. Hal tersebut di atas dijelaskan oleh Berger dan Luckman yang mengatakan institusi masyarakay yang tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan iteraksi manusia. Jadi meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara objektif, namun pada kenyataanya semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui proses interaksi. Proses objektivasi tidak perna berhenti dan terus berlanjut. Bekal pemahaman yang mereka bahwa dari sebuah proses objektivikasi kian mengalami guncangan, bahkan banyak ubahan konsep. Konsep dari yang mengatakan pekerjaan sebagai purel itu tidak baik dan tidak boleh dilakukan oleh pelajar kini menjadi absurd. Hal ini terlihat pada sikap mereka terhadap pekerja purel lainya yang masi bersekolah. Menuju sikap itu kemudian dilihat bagaimana seorang menerapkan dalam kehidupan. Seperti seorang pekerja purel yang bersekolah seharusnya belajar disekolah sebagaimana tugas mereka sebagai pelajar. tetapi malah seakan – akan tidak menghiraukanya. Melihat dari caranya menegur pekerja purel yang masi bersekolah,empat dari lima informan cenderung melindungi sesama pekerja purel. Internalisasi Pekerja Purel Setelah melalui dua tahap awal dalam sebuah momentum, masuklah pada tahap akhir yakni proses intermalisasi. Pada proses internalisasi ini individu melakukan peresapan kembali atas realitas yang terbentuk di masyarakat sebagai struktur yang objektif dan mrngaplikasikanya dalam diri sebagai realitas subjektif.
Ada dua tahap penting sebelum merujuk pada proses bagaimana pekerja purel mengkontruksikan pekerjaanya. Tahap tersebut yakni pada tahap pengenalan atau pemaknaan awal (ekternalisasi) melihat pemahaman mereka tentang pekerjaan purel. Lalu yang kedua adalah tahap implementasi, yakni sebuah sikap ketika berada dilingkungan masyarakat. Masing – masing informan memiliki pemaknaan berbeda – beda tentang pekerjaan purel. Pemaknaan ini diperoleh dari beberapa tahapan yang kemudian membawa mereka pada sebuah keyakinan pemikiran (subyektif) untuk bertindak atas wacana (objektivas) yang selama ini mereka terima. Pemaknaan akan pekerja purel ketika seorang purel sebelum menjadi purel dan sesudah memasuki dunia pekerjaan sebagai purel mengalami beberapa ubahan. Ubahan yang muncul sebagai sebuah kritik subyektif inilah yang kemudian membuat purel mengkonstruksikan apa itu pekerjaan sebagai purel. ternyata ditemukan dua pandangan tentang makna pekerjaan sebagai purel. Yaitu pekerjaan sebagai purel sebagai sebuah tekan.Sedangkan beberpa informan memaknai pekerjaan sebagai purel itu adalah akibat dari sebuah kebutuhan. Anggapan bahwa pekerjaan sebagai purel merupakan sebuah pekerjaan yang tidak baik dilakukan oleh pelajar makin mengerucut pada dua pandangan. Maka pekerjaan sebagai purel adalah pekerjaan yang tidak baik dikerjakan kini mengalami perubahan. Yakni pekerjaan sebagai purel dengan alasan paksaan dan alasan sebuah kebutuhan.Pekerjaan purel dengan alasan sebuah paksaan karena purel melakukan pekerjaan tersebut karena sebuah paksaan tekanan keluarga sehingga purel terjerumus
didunia pekerjaan sebagai purel. Kemudian makna pekerjaan sebagai purel dengan alasan sebagai kebutuhan diama dalam posisi terdesak oleh tekanan ekonomi yang membuat purel itu bekerja utuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kesimpulan Pada bagian terakhir penelitian skripsi ini, peneliti akan memaparkan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan dan di analisis berdasarkan fokus permasalahan dalam penelitian, yaitu bagaimana seorang pekerja purel mengkontruksi realitas tentang dunia kehidupan sehari – hari pekerjaan sebagai purel. Hasil penelitian ini, pada giliranya akan menjadi rekomendasi bagi semua pihak yang berkepentingan. Adapun kesimpulan dan saran penelitian ini adalah sebagai berikut : Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dilapangan mengenai latar belakang informan tentang pekerja purel yang masih berstatus sebagai pelajar, menemukan beragam jawaban
tentang latar belakang terbentuknya informan untuk bekerja
sebagai purel mulai dilatar belakangi oleh rasa kejenuhan akibat ditingal ibunya,perceraian kedua orang tua, karena dihianati oleh pacar, karena ditingal kedua orang tua meninggal dan kurangnya perhatian dari kedua orang tua akibat ditinggal bekerja sebagai TKI.. Oleh karena itu sudut pandang seorang purel yang berstatus sebagai pelajar menjadi pembicaraan menarik, Menarik karena justru banyak kasus muncul,tentang pekerjaan purel. Maka dari itu skripsi ini menguak bagaimana kontruksi pekerjaan purel yang masi berstatus sebagai pelajar.
Sebuah realitas tentang fenomena purel pelajar ini pun kemudian terbentuk dengan melalui tiga tahapan, yaitu ekternalisasi sebagai tahap awal seorang pelajar mengetahui dan memahami pekerjaan purel, mulai dari apa itu purel, hingga bagaimana pekerjaan purel itu dilakukan. Dari proses ini seorang purel akan mendapat pengetahuan awal tentang tindakan pekerjaan purel tersebut, mulai dari apa itu pekerjaan purel,hingga bagaimana pekerjaan purel itu dilakukan. Setelah itu seorang purel akan masuk pada tahap objektivitas, yakni di mana seorang purel harus bertemu dengan realitas yang objektif di lingkungan masyarakat berupa kasus pelajar yang bekerja sebagai purel dan berinteraksi dengan individu lain serta menerima pandangan – pandangan baru tentang purel dari individu lainya. Hingga pada akhirnya dia mengalani posisi dilematis, ketika yang dipahami di awal (realitas objektif) mulai bertolak denga apa yang benar – benar nyata dia lihat (realitas subjektif). Hal ini sesuai dengan pernyataan Berger yang melihat bahawa dalam sebuah fenomena lebih menampilkan dua realitas (realitas berganda) daripada hanya satu realitas. Di sini ingin mengaris bawahi proses ekternalisasi dan objektivasi. Dalam perjalanannya kedua proses ini sangat erat dan kemudian proses ini yang memberi gambaran tentang sebuah realita yang objektiv yang harus dipahami oleh individu. Realitas objektif inilah yang kemudian dijadikan bekal oleh individu, sebelum kemudian akhirnya melakukan proses peresapan kembali (internalisasi) Diketahui bahwa ketika individu terjun dalam proses objektivasi maka individu tersebut jelas bertemu dengan individu lain dan berinteraaksi. Terlihat ada
sebuah struktus yang mendominasi sehingga sedikit banyak wacana yang diberikan pada individu dimungkinkan untuk mempengaruhi subjektifitas dari individu tersebut. Hal ini diungkapkan sebagaimana melihat hasil wawancara yang menyatakan bahwa dalam melihat tindakan seorang pekerja purel ada sebuah kesamaan pemikiran. Kesamaan pemikiran itu yakni pada sebuah orientasi nilai ekonomi dimana adalah uang yang didapat dari bekerja sebagai purel untuk kebutuhan yang di inginkan. Pekerjaan sebagai purel sebagaimana dikontruksi oleh beberpa informan merupakan kebutuhan untuk mencapai tujuan dan tujuan tersebut adalah sebuah kebutuhan yang terpenuhi. Dari dua proses tadi,yaitu ekternalisasi dan objektivasi. Purel mulai menelaah kembali tentang apa sebenarnya pekerjaan purel itu ? inilah yang disebut dengan proses internalisasi. Bagaimanapun subjektivitas purel tidak bisa lepas dari objektifasi masyarakat hingga terbawa subjektivitasnya. Hingga pekerja purel yang berstatus sebagai pelajar mengetahui arti pekerjaan sebagai purel dengan kritik intersubjektif dan dengan pengalaman serta histori kehidupan yang berbeda. Akhirnya masing – masing purel memunculkan makna – makna yang berbeda tentag pekerjaan sebagai purel.
DAFTAR PUSTAKA Basrowi, Sukidin.2002 Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya:Insan Cendekian. Burhan Bungin,Sosiologi komunikasi, 2007 :Teori,Paradigma dan diskursus Teknologi Komunikasi di , Masyarakat. Jakarta :Kencana, Berger, Peter L. & Thomas Luckmann.1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan: Risalah tentang , Sosiologi Pengetahuan (diterjemahkan dari buku asli The , Social Construction of Reality oleh Hasan Basari). Jakarta: , LP3ES. Berger, Peter L. & Thomas Luckmann. 1992. Pikiran Kembara: Modernisasi dan Kesadaran , Manusia (diterjemahkan dari buku asli The Homeless , Mind: Modernization and Consciousness). Yogyakarta: , Kanisius Berger, Peter L. & Thomas Luckmann. 1994. Langit Suci: Agama sebagai Realitas Sosial , (diterajemahkan dari buku asli Sacred Canopy oleh Hartono). Jakarta: Pustaka LP3ES Dimyati, Mohammad. 2000. Penelitian Kualitatif: Paradigma, Epistemologi. Pendekatan, Metode, , dan Terapan. Malang: IPTI & UNM Margaret M. Poloma. Sosiologi , Kontemporer. Erlyanto,Analisis Framing,2002:Kontruksi,dan Politik Media,yogyakarta :LkiS. McQuail,Denis,1987:Teori Komunikasi Mass,edisi kedua,Jakarta:Erlangga.
Meleong, Lexy J. Prof Dr. M.A, 2004, Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung : , PT. Remaja Rosda Karya Suparno ,filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan,(Yogyakarta:Kanisius,1997) Skripsi : Skripsi Choirani Ulfa Dina 2011,:Pelilaku Konsumsi Purel Di Karaoke Skripsi Suhendra Adi 2010,:Fenomena Komunitas Hacker Skripsi Prastia Dhana 2012.:Konstruksi Sosial Penerima Bidik Misi Tentang Kemiskinan Internet : http://www.tribunnews.com/regional/2013/04/11/kisah-purel-mojokerto-daribaju-seksihingga dibooking-lewat-blackberry diakses pada tanggal 08 oktober 2013 http://lagukaraokeindo.wordpress.com/2011/01/19/sejarah-perkembangankaraoke/diakses tanggal 08 oktober 2013 http://id.88db.com/id/Knowledge/Knowledge_Detail. page /Club-AsosiasiKomunitas/?kid=22781 http://leisure .id.finroll.com/karoke/13-karaoke/3101-contentproducer.html di akses pada tanggal 08 oktober 2013 http://elib.unikom.ac.id/file/disk1/542/jbptunikompp-gdl-windawulan-27094-6-unikom_w i.pdf.Diakses pada tanggal 08 oktober 2013