urnal Penelitian J JURNAL PENELITIAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Volume 2, No. 2 Desember 2014
ISSN : 2337-4179
urnal Penelitian J JURNAL PENELITIAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Volume 2, No. 2 Desember 2014
ISSN : 2337-4179
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BIDANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Alamat Redaksi / Penerbit : Jl. Khatib Sulaiman No. 1 Padang, Telp. (0751) 7054374, Fax. (0751) 7055676 Email :
[email protected]
Jurnal Penelitian
Volume 2
Nomor 2
Halaman 305 - 400
Padang Desember 2014
ISSN 2337-4179
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik ISSN : 2337-4179
Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Pelindung
: Gubernur Sumatera Barat
Pengarah
: Ir. Afriadi Laudin, M.Si
Ketua Tim Redaksi
: Ir. Yulmar Jastra, MS
Anggota Tim Redaksi : 1. Dr. Ir Faidil Tanjung
Mitra Bestari
Sekretariat
Pertanian (Bappeda) Sosek / Pertanian
2. Ir. Nasrul Hosen, MS
Sosek / Pertanian (BPTP Sumbar)
3. Dra. Yulfira Media
Perilaku Kesehatan (Bappeda)
4. Momon, S.SiT, MSc
Transportasi
: 1. Prof. Dr. dr. Rizanda Machmud, M.Kes
Kesehatan Masyarakat
2. Prof. Dr. Ishak Manti, MS
Agronomi Pertanian
3. Dr. M. Giatman, MSIE
Entomologi / Pertanian
4. Dr. Asrinaldi
Teknik
5. Dr. Nurus Shalihin
Politik dan Pemerintahan
6. DR. Nurus Shalihin
Sosiologi
: 1. Don Vedro, SE 2. Hendra Zaimar
Alamat Penerbit : BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT Jl. Khatib Sulaiman No. 1 Padang, Telp. (0751) 7054374, Fax. (0751) 7055676 Website : http://bappeda-sumbar.go.id/v1; http://litbangbappeda_sumbarprov.go.id/ Email :
[email protected]
Pengantar Redaksi
Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang telah memberi jalan dan kemudahan sehingga Jurnal Penelitian - edisi keempat Vol.2 No. 1 Juni 2014 – Bappeda Provinsi Sumatera Barat ini bisa diterbitkan. Pada edisi ini Dewan Redaksi telah memilih 7 (tujuh) Karya Tulis Ilmiah untuk diterbitkan, yakni tentang Pengembangan Sistem Informasi (studi Kasus: Iujk Pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto); Analsis Kecenderungan Harga Telur, Pakan Konsentrat, Jagung Dan Doc (day Old Chick) Ayam Ras Petelur Di Provinsi Sumatera Barat; Kajian Profil Dan Pengembangan Usahatani Ubi Jalar Di Nagari Panampuang, Kabupaten Agam; Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Dengan Gejala Demam Menggunakan Metode Case Based Reasoning (cbr) Berbasis Web (studi Kasus : Puskesmas Nanggalo Siteba Padang); Pengembangan Jaringan Trayek Dan Kebutuhan Armada Bus Bandara Internasional Minangkabau Di Wilayah Sumatera Barat; Profil Usahatani Dan Status Teknologi Kakao Di Kabupaten Padang Pariaman; Perbaikan Gizi Anak Seribu Hari Kehidupan Untuk Generasi Cerdas. Para penulis yang telah lolos dalam penyaringan Karya Tulis Ilmiah Jurnal Penelitian Bappeda Provinsi Sumatera Barat berasal dari beragam institusi lingkup Provinsi Sumatera Barat, seperti Litbang Bappeda Provinsi Sumatera barat, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat, Universitas Andalas Padang dan Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat. Jika pada edisi ini terdapat banyak kekurangan baik dari cara penulisan maupun penyajian, kami Tim Redaksi senantiasa untuk menerima kritik dan saran dalam rangka perbaikan Jurnal Penelitian ini. Akhirnya kami dari Redaksi mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan ini, baik moril maupun materil. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang telah menyumbangkan pemikirannya dalam rangka pengembangan dan peningkatan kualitas Jurnal Penelitian Bappeda Provinsi Sumatera Barat. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk kepada kami agar Jurnal Penelitian ini kedepan lebih baik dan sempurna, amin. Wassalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik ISSN : 2337-4179
Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Daftar Isi PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI
305 - 320
(STUDI KASUS: IUJK PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA SAWAHLUNTO)
Egi Delvita1, M. Giatman2 ANALSIS KECENDERUNGAN HARGA TELUR, PAKAN KONSENTRAT, JAGUNG DAN DOC (DAY OLD CHICK) AYAM RAS PETELUR DI PROVINSI SUMATERA BARAT Elfi Rahmi
321 - 331
KAJIAN PROFIL DAN PENGEMBANGAN USAHATANI UBI JALAR DI NAGARI PANAMPUANG, KABUPATEN AGAM Zul Irfan
333 - 348
SISTEM PAKAR DIAGNOSIS PENYAKIT DENGAN GEJALA DEMAM MENGGUNAKAN METODE CASE BASED REASONING (CBR) BERBASIS WEB
349 - 359
(STUDI KASUS : PUSKESMAS NANGGALO SITEBA PADANG)
Minarni dan Sri Hardianti PENGEMBANGAN JARINGAN TRAYEK DAN KEBUTUHAN ARMADA BUS BANDARA INTERNASIONAL MINANGKABAU DI WILAYAH SUMATERA BARAT Momon1, Gusriyaldi2, Yudi Indra Syani3, Fidel Miro4
361 - 373
PROFIL USAHATANI DAN STATUS TEKNOLOGI KAKAO DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN Yulmar Jastra
375 - 387
PERBAIKAN GIZI ANAK SERIBU HARI KEHIDUPAN UNTUK GENERASI CERDAS Azman
389 - 400
PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI (Studi Kasus: IUJK Pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto) SERVICE UIJK GIVEN SAWHLUNTO PUBLIK WORKS DEPARTENT Egi Delvita1, M. Giatman2 Email :
[email protected],
[email protected] Naskah Masuk : 7 April 2014
Naskah Diterima : 18 Agustus 2014
Abstract Service IUJK given Sawahlunto Public Works Department is still a manual system where a long process and a long service time, and the data is not computerized. This condition is a barrier for IUJK stakeholder in the service, while at the several towns and districts in Indonesia have used the website in providing services IUJK. Purpose this paper for develop a service information system licensing construction services web based on DPU City of Sawahlunto. This research is a research development of with using model of spiral, language of pemograman PHP and Database MySQL. Results of the piper is there business licensing information service system construction of web-based services that can be utilized by contractors and construction staff in Sawahlunto. Web-based services IUJK has many advantages which data can be available at any time, the speed and ease in making changes and display the data. This research requires strong management commitment, rules/regulations governing the use of information systems and human resource training. Keywords: Information System, spiral, licensing, construvtion Abstrak Layanan IUJK yang diberikan Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto saat ini masih sistem manual dimana proses yang panjang dan waktu layanan lama, serta data-data belum terkomputerisasi. Kondisi ini menjadi hambatan bagi stakehoder dalam pelayanan IUJK, sementara itu pada beberapa kota dan kabupaten di Indonesia telah memanfaatkan website dalam memberikan layanan IUJK. Tujuan paper ini untuk mengembangkan sistem informasi pelayanan perizinan jasa konstruksi berbasis web pada DPU Kota Sawahlunto. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan menggunakan model spiral, bahasa pemograman PHP dan Database MySQL. Hasil dari piper adalah terdapat sistem informasi pelayanan perizinan usaha jasa konstruksi berbasis web yang dapat dimanfaatkan oleh kontraktor dan staf jasa konstruksi di Kota Sawahlunto. Layanan IUJK berbasis Web memiliki banyak keunggulan dimana data dapat tersedia setiap saat, kecepatan dan kemudahan dalam melakukan perubahan dan menampilkan data. Penelitian ini memerlukan komitmen manajemen yang kuat, peraturan/regulasi yang mengatur pemanfaatan sistem informasi dan pelatihan SDM. Kata Kunci : informasi, sistim, spiral, perizinan, konstruksi
PENDAHULUAN Saat ini sistem informasi mempunyai peranan penting dalam pemerintahan karena sistem informasi telah menjadi komoditi yang sangat berharga dan menentukan untuk mencapai keberhasilan jalannya pemerintahan, kemajuan teknologi ini telah menempatkan informasi sebagai salah satu
sumber daya yang sangat penting dan perlu dikelola secara baik dan benar (Wedhasmara, 2008:9). Tujuan penerapan teknologi informasi oleh instansi pemerintahan adalah untuk meningkatkan kemampuan instansi pemerintahan di Indonesia dalam hal mengolah, mengelola, menyalurkan dan mendistribusikan informasi dan pelayanan
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
305
kepada publik (Intruksi Presiden Nomor 3 Tahun, 2003:1). Kemudian berdasarkan UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mengharuskan badan publik membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah (UU Nomor 14, 2008:2). Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto merupakan salah satu badan publik yang mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintah daerah di bidang pekerjaan umum yang meliputi bina marga, pengairan,
beriuktnya dan waktu pengurusan IUJK rata-rata enam hari kerja. Kondisi seperti ini menjadi hambatan bagi stakehoder dalam pelayanan IUJK, sedangkan di beberapa Kabupaten/Kota di Indonesia, Layanan izin usaha jasa konstruksi telah memanfaatkan media website, Pemerintahan Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Kerinci, dan Kabupaten Bogor. Melalui kemajuan teknologi informasi dalam memberikan layanan baik saat ini, maka perlu dikembangkan sistem informasi pelayanan perizinan usaha jasa konstruksi berbasis web pada Dinas
cipta karya dan tata ruang. Dalam menjalankan tugas tersebut Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto juga mempunyai fungsi memberikan pelayanan umum di bidang pekerjaan umum (Perda Kota Sawahlunto No 19, 2010:4). Pelayanan umum yang diberikan yaitu layanan perizinan (Izin usaha jasa konstruksi dan izin mendirikan bangunan) dan layanan pengaduan masyarakat tentang sarana dan prasarana lingkungan (Layanan pengaduan lampu jalan, layanan jalan rusak dan jembatan rusak). Disamping mempunyai fungsi memberikan layanan umum, Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto juga melakukan pembinaan dan pelaksanaan tugas pembangunan Kota Sawahlunto. Berdasarkan hasil survei dan wawancara yang peneliti lakukan pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto pada bulan Desember tahun Dua Ribu Dua Belas, didapatkan informasi, pencarian informasi layanan IUJK sangat sulit, Proses layanan yang dirasa terlalu berbelit-belit dan tidak ada kejelasan dari proses pertama keproses
Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto yang dapat memberikan pelayanan yang efektif dan efisien. Pelayanan ini diharapkan bisa diakses oleh masyarakat dimana saja dan kapan saja. Kontraktor dapat melihat persyaratan pengurusan perizinan usaha jasa konstruksi, melakukan pendaftaran dan mendapatkan jadwal validasi secara online. Kontraktor hanya tinggal membawa kelengkapan persyaratan disaat menjemput sertifakat IUJK.
306
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk : Menghasilkan sistem informasi pelayanan perizinan usaha jasa konstruksi berbasis web pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto METODE PENELITIAN Pengembangan sistem informasi pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto memilih menggunakan metoda spiral. Model Spiral, merupakan model pengembangan sistim yang digambarkan berupa
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
spiral. Setiap untaian pada spiral menunjukkan fase software process. Model ini merupakan perbaikan dari model waterfall dan prototype. Pengembangan Sistem Informasi Pelayanan Perizinan Usaha Jasa Konstruksi berbasis Web pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto merupakan penelitian pengembangan. Model pengambangan yang akan dikembangkan berupa model prosedural yang bersifat deskriptif, dengan
menunjukan langkah-langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan produk. Pembangunan sistem informasi IUJK menggunakan metode Spiral dengan tahapan: (a) Customer Communication, (b) Risk Analysis, (c) Engineering, (d) Construction and Release, dan (e) Customer Evaluation. Adapun prosedur penelitian yang dilakukan sebagai mana dijelaskan pada flowchart berikut (Gambar 1).
Gambar 1 : Prosedur Penelitian 1. Tahapan pertama yang dilakukan dalam Sawahlunto, Kepala Bidang Bina Program penelitian ini adalah pengumpulan data. dan Teknis, Kasi Jasa Konstruksi dan staf Pengumpulan data dilakukan melalui seksi jasa konstrusi . observasi, wawancara dan studi pustaka. 2. Berdasarkan tahapan pertama dari hasil Observasi dilakukan terhadap layanan wawancara yang dilakukan dengan izin usaha jasa konstruksi yang sedang manajemen puncak Dinas Pekerjaan berjalan. Wawancara dilakukan terhadap Umum Kota Sawahlunto tentang layanan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota IUJK saat ini, diharapkan dihasilkan Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
307
suatu kebijakan untuk melakukan perencanaan layanan IUJK yang baru. 3. Merumuskan permasalahan pada sistem yang berjalan. 4. Melakukan analisis kebutuhan sistem sehingga dihasilkan sistem informasi yang bisa melakukan tugas-tugas yang diinginkan dengan mendefinisikan kebutuhan user dan memilih solusi yang layak. 5. Melakukan desain sistem ini dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu Aliran Sistem Informasi (ASI) baru, Context Diagram (CD), Data Flow Diagram (DFD), Entity Relationship Diagram (ERD) dan perancangan antar muka. 6. Pembangunan sistem baru dengan menerjemahkan desain sistem ke dalam bahasa yang bisa dikenali oleh komputer. Dalam hal ini bahasa yang akan dipakai adalah PHP dan memanfaatkan database MySQL. 7. Pada tahapan ini dilakukan evaluasi terhadap sistem baru yang telah di implementasikan. Evaluasi tehadap sistem baru, menilai apakah sistem baru dapat memenuhi kebutuhan sistem, memastikan bahwa pemakai (user) dapat mengoperasikan sistem baru, menguji apakah sistem baru tersebut sesuai dengan pemakain (user) dan memastikan bahwa konversi ke sistem baru berjalan telah melakukan instalasi baru secara benar. 8. Tahap implementasi merupakan tahap inti dari pekerjaan sebuah penelitian pengembangan. Disinilah pembangunan komponen-komponen pokok sebuah sistem dilakukan berdasarkan 308
desain yang telah dibuat. Implementasi sistem yang dimaksud merupakan proses pembuatan dan pemasangan sistem secara utuh baik dari sisi hardware maupun softwarenya. Tahap implementasi sistem (system implementation) dapat juga diartikan sebagai tahap untuk meletakkan sistem supaya siap dioperasikan. ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 1. Analisis Sistem Layanan IUJK Saat Ini Analisis sistem merupakan tahapan penting dalam pengembangan sistem. Analisis ini akan membantu memahami kondisi sistem yang sedang berjalan dengan melakukan indentifikasi dan evaluasi permasalahan-permasalahan, kesempatan-kesempatan, hambatanhambatan yang terjadi dan kebutuhankebutuhan yang diharapkan sehingga dapat dilakukan perbaikan-perbaik-an terhadap sistem ini. Pada tahapan analisis sistem ini penulis melakukan kegiatan wawancara dengan pejabat atau staf yang terkait dengan pelayanan izin usaha jasa konstruksi, pengamatan langsung terhadap proses dan dokumen-dokumen yang ada. a. Analisis Prosedur IUJK Saat Ini Tujuan analisa terhadap sistem yang lama ini adalah untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dengan melihat beberapa kelemahan dan kekurangan dari sistem yang lama tersebut. Sebelum kita melakukan perancangan
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
terhadap sistem yang baru, perlu adanya gambaran mengenai sistem pelayanan perizinan usaha jasa konstruksi pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto yang sedang berjalan saat ini, hal ini untuk memudahkan kita dalam melakukan perancangan sistem baru tersebut, sehingga apa yang diinginkan dapat berjalan dengan baik. Dengan kata lain sistem lama dapat dijadikan bahan perbandingan untuk perancangan sistem yang baru. b. Flow Map Layanan IUJK Saat Ini Flow Map mempunyai fungsi sebagai mendefinisikan hubungan antara bagian (pelaku proses), proses(manual/ berbasis komputer) dan aliran data (dalam bentuk dokumen keluaran dan masukan). Flow map yang sedang berjalan pada pelayanan Perizinan Usaha Jasa Konstruksi memiliki tiga pelaku dalam proses yaitu, kontraktor , staf bidang jasa konstruksi dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto. Proses layanan IUJK yaitu, pendaftaran dan penyerahan dokumen permohonan IUJK, validasi dokumen , survei lapangan, dan penerbitan IUJK. Pelayanan Perizinan Usaha Jasa Konstruksi, pada proses pertama, publik (kontraktor) mengajukan permohonan dengan melakukan pendaftaran dan menyerahkan kelengkapan dokumendokumen yang menjadi syarat dalam penerbiatan IUJK. Setelah berkas permohonan masuk ke Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto, selanjutnya dilakukan proses kedua validasi
dokumen oleh staf seksi bidang jasa konstruksi. Apabila semua dokumen lengkap kemudian dilakukan proses ketiga staf seksi bidang jasa konstruksi melakukan survei lapangan. Surveri lapangan berupa kegiatan kunjungan kelokasi perusahaan yang dimiliki kontraktor berada. Berdasarkan hasil survei lapangan ini staf seksi bidang jasa konstruksi dapat mengetahui apakah suatu perusahaan dapat layak untuk diberikan IUJK. Apabila layak maka dibuatkan rekomendasi diterbitkan IUJK kepada kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto. Setelah rekomendasi di setujui dan sertifikat IUJK ditandatangani maka sertifikat IUJK telah dapat di ambil oleh kontraktor ke Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto. Berdasarkan keterangan diatas maka bentuk Flow Map layanan IUJK saat ini dapat kita lihat pada gambar 2 berikut.
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
309
Gambar 2 : Flow Map Layanan IUJK Saat ini c. Evaluasi Sistem IUJK Saat ini Berdasarkan hasil analisis terhadap sistem yang sedang berjalan saat ini, maka hasil evaluasinya adalah sebagai berikut; 1) Dilihat dari hasil analisis operasional sistem saat ini dirasakan beberapa kekurangan sistem. Pertama, Informasi layanan Izin Usaha Jasa Konstruksi sulit diakses oleh publik. Informasi layanan IUJK hanya bisa kita lihat pada kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto. Diharapkan dengan memanfaatkan media informasi website maka dapat memberikan 310
informasi yang dapat diakses kapan saja oleh berbagai tingkatan masyarakat tak terbatas oleh waktu dan tempat. 2) Kedua, prosedur layanan IUJK yang dirasa masih terlalu kaku. Dimana kontraktor sebagai pemohon penerbitan sertifikat IUJK harus melakukan pendaftaran dengan mendatangi kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto. Saat ini telah tersedia media internet, dimana pendaftaran dapat dilakukan secara online, sehingga tercipta sebuah citra yang baik dari
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
masyarakat terhadap Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto. Sehingga masyarakat dapat melakukan pendaftaran dimanapun dan kapanpun dia berada, tanpa diatur oleh waktu dan keberadaan staf sub bidang Jasa Konstruksi Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto.
dan pembinaan kepada staf dibidang jasa konstruksi. Sehingga kedepannya sistem yang baru benar-benar dapat memberikan layanan terbaik kepada publik, karena didukung oleh sarana dan prasarana yang lengkap serta SDM yang profesional dalam memberikan layanan.
3) Prosedur layanan IUJK yang dirasa masih terlalu berbelit-belit. Beberapa tahapan proses layanan IUJK dapat dihilangkan atau disingkat, seperti rekomendasi penerbitan
6) Sistem saat ini membutuhkan waktu enam hari untuk menerbitkan Sertifikat IUJK. Lamanya waktu layanan yang diberikan, membuat masyarakat tidak dilayani dengan
IUJK dan saran-saran terhadap perusahaan dapat dilakukan oleh staf sub bidang Jasa Konstruksi Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto. Sehingga tidak melibat kan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto yang memiliki banyak kesibukan dan waktu yang sedikit. Kepala Dinas cukup menyetujui dengan menandatangani sertifikat dengan pertimbangan dokumen kelengkapan dan rekomendasi hasil survei oleh stafnya.
baik. Untuk itu perlu dirancang sistem baru yang memberikan waktu layanan satu hari saja, setelah pendaftaran online. 2. Disain Sistem
4) Perlunya penganggaran untuk sarana dan prasaran seksi Jasa Konstruksi dalam memberikan layanan IUJK. 5) Selain sarana dan prasarana, SDM juga faktor yang menentukan dalam menjalankan sebuah sistem yang baik. SDM yang dimiliki seksi Jasa Konstruksi masih relatif kecil. Untuk itu diperlukan penambahan staf dan memberikan pendidikan
Desain sistem baru ini, berguna untuk melengkapi sistem yang telah ada, misalnya informasi yang disajikan melalui website. Dimana website ini dapat membantu user dengan mudah untuk mendapatkan informasi, informasi yang disajikan akan lebih mudah diatur dalam segi waktu. Maksudnya tingkat kekadaluarsaan suatu informasi dapat di manajemen oleh pihak pengelola data informasi (Administrator). Melalui website ini juga dapat mempermudah kontraktor yang ingin melakukan pendaftaran secara online kepada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto. a. Flow Map Layanan IUJK Baru Setelah melakukan penelitian dan mengetahui kebutuhan pada Dinas
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
311
Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto dalam memberikan Layanan Izin Usaha Jasa Konstruksi maka penulis mencoba untuk melakukan perubahan dengan memanfaatkan teknologi yang ada, sehingga diharapkan dapat
membantu dan mempermudah Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto dalam memberikan Layanan Izin Usaha Jasa Konstruksi kepada masyarakat.
Gambar 3 : Flow Map Layanan IUJK Baru Flow map layanan IUJK baru digunakan untuk menggambarkan aliran ��������������������������������� dokumen, proses dan pelaku ������ setelah dilakukan pengembangan terhadap sistem informasi yang diteliti. Bentuk flow map layanan IUJK Baru pada gambar 3 312
b. Context Diagram Context Diagram merupakan gambaran sistem secara umum yang memperlihatkan hubungan antara entity-entity dari aliran informasi utama dalam sebuah sistem.Suatu context diagram selalu mengandung satu proses
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
saja (diberi nomor proses 0), proses ini mewakili proses dari keseluruhan sistem context diagram menggambarkan hubungan input/output antara sistem dengan dunia luarnya. Dari context diagram akan digambarkan dengan lebih rinci lagi yang disebut dengan
overview atau level 0. Dari Aliran Sistem Informasi (ASI) Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto Layanan Izin Usaha Jasa Konstruksi di atas diperoleh Context Diagram sebagai terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Context Diagram Sistem Layanan Baru c. Data Flow Diagram Level 0 Data Flow Diagram digunakan untuk menggambarkan sistem secara logika yang akan menunjukkan bagaimana secara logika fungsi-fungsi sistem informasi akan bekerja. DFD merupakan alat yang digunakan pada metodologi pengembangan sistem yang terstuktur (structure analysis design). DFD level 0 merupakan penjabaran context diagram.
Bagan berjenjang di gambar berdasakan diagram kontek. Berikut bentuk gambar Bagan Berjenjang (Gambar 5).:
Sebelum membuat DFD terlebih dahulu dirancang bagan berjenjang. Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
313
Gambar 5 : Bagan Berjenjang Sistem Layanan Baru Untuk menghidari kerumitan dalam
Layanan IUJK berbasis web pada Dinas
membaca alur data dalam DFD level 0 maka akan digambarkan pada setiap proses. DFD level 0 proses Data dari sistem informasi
Pekerjaan Umum Kota sawahlunto adalah seperti terlihat pada gambar 3.5 berikut:
1) DFD level 0 proses Data
Gambar 6 : Data Flow Diagram Level 0 proses Data 2) DFD level 0 proses Transaksi
Gambar 7 : Data Flow Diagram Level 0 Proses Transaksi 314
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
3) DFD level 0 proses Laporan
Gambar 8 : Data Flow Diagram Level 0 Proses Laporan d. Disain Basis Data Perancangan Database merupakan langkah untuk menentukan basis data yang diharapkan dapat mewakili seluruh kebutuhan pengguna. Penyusunan basis data berlandaskan kamus data yang telah dibahas sebelumnya. Dari file-file tersebut data akan direkam kedalam media penyimpanan dan perancangan file berdasarkan atas input-input yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Komponen ERD Pengembangan Sistem Informasi Layanan IUJK berbasis Web pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunt adalah, sebagai berikut: 1) Identifikasikan dan menetapkan seluruh himpunan entitas yang akan terlibat dalam database layanan IUJK berbasis web:
e. Entity Relationship Diagram ERD adalah suatu gambar atau diagram yang memperlihatkan hubungan (relasi) antara satu entity dengan entity lainnya. Hubungan antar data dalam database akan terlihat dalam Entity Relationship Diagram. Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
315
Keterangan :
SKT SBU KTP NPWP SIUP HO TDP
: : : : : : :
Surat Keterangan Terdaftar Sertifikat Badan Usaha Jasa Konstruksi Kartu Tanda Penduduk Nomor Pokok Wajib Pajak Surat Izin Usaha Perdagangan Izin Gangguan Tanda Daftar Perusahaan
2) Menentukan atribut-atribut key dari masing-masing himpunan entitas.
3) Mengidentifikasikan dan menetapkan seluruh himpunan relasi diantara himpunan entitas yang ada beserta foreign key-nya.
316
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Gambar 9 : Entity Relationship Diagram 3. Deskripsi Bentuk Sistem Informasi Layanan IUJK berbasis Web Layanan IUJK baru membutuhkan perangkat lunak yaitu Sistem Operasi Microsoft Windows 7, Microsoft Office 2010, PHP, MySQL, XAMPP version 2.5, Browser dan Web Serve, HTML (Hypertext Transfer Markup language), Cascading Style Sheets (CSS) dan Java Script. Sistem informasi pelayanan perizinan usaha jasa konstruksi berbasis web pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto tedapat menu tata cara dan ketentuan pelasanaan, persyaratan, pendaftaran on-line, jadwal validasi dan pengumuan pengambilan sertifikat serta informasi pemilik IUJK Kota Sawahlunto.
Sistem informasi layanan IUJK berbasis web terdiri atas menu utama dan menu tambahan. Menu utama pada web sistem informasi pelayanan perizinan usaha Jasa Konstruksi terdapat sederetan menu utama. Pada menu utama ini terdapat beberapa menu seperti tata cara, persyaratan, pendaftaran, validasi pengumuman, daftar perusahaan yang telah memiliki IUJK dan menu login admin. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 10
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
317
Gambar 10 : Halaman Menu Utama
Gambar 11 : Halaman Utama Layanan IUJK Berbasis Web 318
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Sistem layanan IUJK pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto yang dibuat memiliki beberapa kesamaan, kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan layanan IUJK berbasis web di kabupaten atau kota lain yang ada di Indonesia. Sistem informasi layanan IUJK berbasis web pada dinas pekerjaan umum kota sawahlunto memiliki kesamaan dengan sistem informasi layanan IUJK Kabupaten Tanah Bumbu. Kasamaannya yaitu dapat melakukan pendaftaran secara on-line, pada website terdapat tatacara dan ketentuan pendaftaran IUJK on-line, dan Pendaftaran on-line mengirim secara online data perusahaan yang mengajukan permohonan penerbitan IUJK. Tampilan pendaftaran online dapat dilihat pada gambar 10 dan 11. Sistem informasi layanan IUJK berbasis web pada dinas pekerjaan umum kota sawahlunto memiliki banyak kelebihan dengan sistem informasi layanan IUJK Kabupaten atau Kota yang ada di Indonesi. Kelebihannya dibandingkan dengan Kabupaten Kerinci, Tanah Bumbu, dan Bogor yaitu layanan IUJK berbasis web pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto dapat melakukan pendaftaran secara on-line sedangkan pada kabupaten kerinci dan Kabupaten Bogor tidak, terdapat tata cara dan ketentuan pendaftaran IUJK secara online sedangkan pada kabupaten kerinci dan Kabupaten Bogor tidak dan terdapat informasi jadwal validasi, Jadwal validasi ini dibutuhkan oleh kontraktor untuk mengetahui kapan dilakukan survei lapangan oleh petugas IUJK sedangkan pada Kabupaten Kerinci, Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten bogor tidak, terdapat informasi pengumunan.
Sistem informasi layanan IUJK berbasis web pada Dinas Pekerjaan Umum kota Sawahlunto memiliki beberapa kekurangan dengan sistem informasi layanan IUJK Kabupaten atau Kota yang ada di Indonesi. Dimana pada website layanan IUJK pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto hanya melayani IUJK saja, sedangkan di Kota lain terdapat layanan publik yang lainnya. Maka untuk kedepanya diharapkan pengembangan sistem informasi dapat lebih menyeluruh.
PENUTUP Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah Sistem IUJK berbasis web Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto dibangun dengan menggunakan model spiral, menggunakan bahasa pemograman PHP dan database My SQL. Sistem informasi pelayanan perizinan usaha jasa konstruksi berbasis web pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Sawahlunto tedapat menu tata cara dan ketentuan pelasanaan, persyaratan, pendaftaran on-line, jadwal validasi dan pengumuan pengambilan sertifikat serta informasi pemilik IUJK Kota Sawahlunto. Sistem informasi layanan IUJK berbasis web memiliki banyak keunggulan. Implikasi dari penelitian ini adalah sistem informasi pelayanan Perizinan usaha Jasa Konstruksi berbasis web dapat diterapkan sesuai dengan kondisinya dengan memperhatikan komitmen manajemen yang kuat dan konsisten serta keterlibatannya secara langsung akan sangat membantu dalam mendukung keberlanjutan sistem
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
319
yang dibangun. Dan diperlukan peraturan/ regulasi yang mengatur pemanfaatan sistem informasi. Serta pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM). Rekomendasi Untuk keberlanjutan sistem yang dibangun, maka peneliti mengajukan beberapa saran adanya komitmen manajemen yang kuat dan konsisten serta keterlibatannya secara langsung akan sangat membantu dalam mendukung keberlanjutan sistem yang dibangun. Dan menyusun peraturan/ regulasi yang mengatur pemanfaatan sistem informasi. Serta pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk pengoperasian aplikasi.
DAFTAR RUJUKAN Amsyah, Zulkifli. 2003. Manajemen Sistem Informasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Connolly, T. & Begg, C. (2002). Database System : A Pratical Approach in Design,Implementation, and Management. Third Edition. Addison Wesley Depkominfo, Kebijakan Dan Pengembangan Strategi Nasional Pengembangan E-Government (Inpres No. 3 Tahun 2003): Panduan Penyusunan Rencana Induk Pengembangan E-Government Lembaga Versi 1.0, 2003. Jogiyanto. (2001). Analisis & Desain Sistem Informasi : Pendekatan Terstruktur Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis. Andi:Yogyakarta Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Kep/25/M. Pan /2/2004 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. 320
McLeod, Jr,Raymond. 1995. Sistem Informasi Manajemen, Studi Sistem Berbasis Komputer. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT prenhalindo. O’Brien, J A & Marakas, G M. 2011. Management Information Systems Tenth Edition. MgGraw-Hill Inc, New York Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 4 Tahun 2011 Tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Usaha Jasa Konstruksi Nasional. Peraturan Daerah Kota Sawahlunto No. 19 Tahun 2010 Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah. Robert A. Leitch/K. Roscoe Davis. 1983. Accounting Information Systems. New Jersey: Prentice-Hall. Robert G Murdick, dkk. 1991. Sistem Informasi Untuk Manajemen Modern, Jakarta: Erlangga. Solichin, Achmad. 2008. Pemrograman Web dengan PHP dan MySQL. Jakarta: Universitas Budi Luhur. Sommerville, Ian. 2001. Software Engeneering, 6th Edition. New York. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta. Wahyu T. Saputro. 2005. MySQL Untuk Pemula. Yogyakarta: Pena Medja. Wedhasmara, Ari. 2008. Langkah-Langkah Perencanaan Strategis Sistem Informasi dengan Menggunakan Metode Ward & Peppard. http:// digilib.unsri.ac.id/download/JurnalSI%20Ari%20Wedhasmara.pdf. Diakses tanggal 5 April 2012. Yunus Amak. 2009. Rancangan Bangunan Sistem Informasi Pencatatan Arsip dan Dokumen Berbasis Web menggunakan PHP Codeigniter dan Mysql Di Departemen MIS Universitas Kanjuruhan Malang. Malang: Universitas Kanjuruhan Malang.
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
ANALSIS KECENDERUNGAN HARGA TELUR, PAKAN KONSENTRAT, JAGUNG DAN DOC (DAY OLD CHICK) AYAM RAS PETELUR DI PROVINSI SUMATERA BARAT TREND ANALISYS OF EGG, CONCENTRATE, CORN AND DOC (DAY OLD CHICK) PRICES FOR LAYER IN WEST SUMATRA Elfi Rahmi Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Kampus Unand Limau Manis Padang 25163, Telp. (0751) 71464
e-mail:
[email protected] Naskah Masuk : 14 Oktober 2014
Naskah Diterima : 25 November 2014
Abstract The reseacrh was conducted in West Sumatera. Layer industry has a very complex problem. The most fundamental thing that threatens farmers in running this business is price volatility, the price of which feed more expensive, while egg prices tend to fluctuate. Output prices as if not affected by input prices, so that when the price of eggs fell even dropped, the price of feed even more expensive, and this condition will not be able to cover the cost of production by farmers.The purposed of reseacrh was identify trends in input prices is the price of feed prices, the price of corn and seeds / doc (day old chick), and output prices are eggs through time series data. Analysis is used was trend analysis. The result was input and output prices are very volatile with contrasting trends between input and output prices. Output prices are egg prices tend to decrease, while the price of inputs such as feed prices that have increased the price trend. Keywords : layer, trend linier, price, egg, feed, corn, DOC Abstrak Penelitian ini dilakukan di Sumatera Barat. Industri lapisan memiliki masalah yang sangat kompleks. Hal yang paling mendasar yang mengancam petani dalam menjalankan bisnis ini adalah volatilitas harga, harga yang makan lebih mahal, sementara harga telur cenderung berfluktuasi. Harga output seakan tidak terpengaruh oleh harga input, sehingga ketika harga telur jatuh bahkan turun, harga pakan lebih mahal, dan kondisi ini tidak akan mampu menutupi biaya produksi farmers.The bertujuan dari reseacrh adalah mengidentifikasi tren harga input harga harga pakan, harga jagung dan biji / doc (anak ayam usia sehari), dan harga output telur melalui data time series. Analisis yang digunakan adalah analisis trend. Hasilnya adalah harga input dan output yang sangat fluktuatif dengan kecenderungan kontras antara input dan output harga. Harga output harga telur cenderung menurun, sedangkan harga input seperti harga pakan yang cendrung meningkat. Kata Kunci : ayam ras petelur, analisis kecendrungan, harga, telur, pakan, jagung, doc
PENDAHULUAN Usaha peternakan ayam ras petelur dipandang sebagai sumber pertumbuhan agribisnis yang perlu terus dikembangkan, karena mempunyai keterkaitan yang kuat baik ke sektor industri hulu (up stream agriculture) maupun keterkaitan ke sektor
hilir (on farm agriculture), yang mampu menciptakan nilai tambah produksi dan menyerap tenaga kerja melalui aktivitas pertanian sekunder (down stream agriculture). Di sisi lain, usaha ayam ras petelur dalam perkembangannya memiliki berbagai persoalan, terutama tingkat
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
321
fluktuasi dan sensitivitas harga yang cukup tinggi, baik harga output yaitu telur, maupun harga input produksi seperti pakan konsentrat, DOC/bibit, dan bahan campuran pakan lainnya yaitu jagung. Populasi ayam ras petelur di Provinsi Sumatera Barat cukup besar dan merupakan unggulan bagi Provinsi Sumatera Barat. Populasi tertinggi terdapat di Kabupaten 50 Kota, disusul Kota Payakumbuh, Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman. Dari data Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat perkembangan populasi ayam ras petelur di Sumatera Barat selalu meningkat setiap
sementara harga telur cendrung fluktuatif. Harga output seolah-olah tidak dipengaruhi oleh harga input, sehingga disaat harga telur turun bahkan anjlok, harga pakan justru semakin mahal, dan kondisi ini tidak akan mampu menutupi biaya produksi oleh peternak. Sejauh ini peternak mengambil acuan harga dari pabrikan atau distributor, dan hal ini sangat bervariatif. Untuk diketahui, para peternak di daerah Kab.50 Kota dan Kota Payakumbuh (sentra produksi), sangat bergantung terhadap informasi pasar/harga kepada Poultry Shop yang ada, yang notabene
tahunnya, dengan tingkat pertumbuhan masing-masing yaitu 8,36 persen. Nilai strategis wilayah untuk pengembangan usaha ternak ayam ras petelur merupakan salah satu faktor endowment yang berharga bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya peternak ayam ras dan bagi pertumbuhan wilayah secara keseluruhan. Industri petenakan ayam ras petelur memiliki permasalahan yang sangat kompleks terkait struktur pasar dan kelembagaan. Hal ini ditandai dengan tidak adanya kestabilan harga baik input maupun output, keterbatasan sarana produksi, terkait industri pakan dan bibit, bargaining position peternak yang lemah, dan ketimpangan pendapatan antar pelaku usaha dalam industri ayam ras, sehingga dinamika yang terjadi antar pelaku ekonomi diyakini akan sangat mempengaruhi kinerja suatu industri. Hal yang paling mendasar yang mengancam peternak dalam menjalankan usaha ini adalah ketidaksatbilan harga, yaitu diantaranya harga pakan semakin mahal,
merupakan agen/distributor dari perusahaan pakan ternak seperti Japfa Comfeed, Charoen Pockphand, dan lain-lain. Menurut Fajar, RV (2013), menyatakan bahwa para peternak ayam ras petelur Payakumbuh dan 50 Kota yang tergabung dalam Persatuan Peternak Unggas Indonesia (PPUI) dan Asosiasi Peternak Petelur Sumatera Barat (APPSB) sepakat untuk mencari data harga telur yang paling akurat, sebagai pedoman atau acuan bagi peternak dan mengundang pihak pabrikan untuk membuat kesepakatan pembelian harga pakan, sehingga harga tetap stabil baik disaat harga telur naik maupun harga telur anjlok. Berdasarkan fenomena/permasalahan di atas, peneliti mencoba mengidentifikasi kecendrungan harga dari harga input yaitu harga pakan, harga jagung dan bibit/ DOC (Day Old Chick), maupun harga output yaitu telur melalui data time series. Setidaknya sebagai langkah awal untuk mengidentifikasi permasalahan sehingga nantinya dapat dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi harga tersebut dan bisa
322
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
dijadikan dasar pijakan untuk mengambil kebijakan terkait harga. METODOLOGI Analisis trend merupakan suatu metode analisis yang ditujukan untuk melakukan suatu estimasi atau peramalan pada masa yang akan datang. Untuk melakukan peramalan dengan baik maka dibutuhkan berbagai macam informasi (data) yang cukup banyak dan diamati dalam periode waktu tertentu, sehingga dari hasil analisis tersebut dapat diketahui sampai berapa besar fluktuasi yang terjadi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terhadap perubahan tersebut (Sugiyono, 2001). Dalam penelitian ini, elative yang akan diamati kecendrungan harganya adalah harga telur, harga pakan konsentrat, harga jagung dan harga bibit. Dengan menggunakan data sekunder dari situs resmi Disnak Sumbar, 2013 yaitu data harga pasar ayam ras petelur di Sumatera Barat. Secara teoristis, dalam analisis time series yang paling menentukan adalah kualitas atau keakuratan dari informasi atau data-data yang diperoleh serta waktu atau periode dari data-data tersebut dikumpulkan. Dalam penelitian ini periode waktu yang akan dilihat adalah jangka waktu 1 (satu) tahun yaitu data per-minggu tahun 2012 (Januari – Desember). Hal ini didasari oleh pertimbangan sangat fluktutatifnya harga pada usaha ayam ras petelur, harga dapat berubah per-hari bahkan per-jam, sehingga diambil data per-minggu untuk dianalisis kecendrungannya. Metode Least Square yang digunakan untuk analisis time series pada penelitian
ini adalah menggunakan metode analisis time series dengan metode kuadrat terkecil. Secara umum persamaan garis linier dari analisis time series adalah : Y1 = a + b X Y2 = a + b X Y3 = a + b X Y4 = a + b X Keterangan : Y1 = Harga telur yang dicari trend-nya (Rp/butir) Y2 = Harga pakan konsentrat yang dicari trend-nya (Rp/kg) Y3 = Harga jagung yang dicari trend-nya (Rp/kg) Y4 = Harga doc yang dicari trend-nya (Rp/ ekor) X = Variabel waktu (52 minggu) Sedangkan untuk mencari nilai konstanta (a) dan parameter (b) adalah :
a = Σ Y/N dan,
b = ΣXY/ΣX2
HASIL DAN PEMBAHASAN Harga Telur Pada usaha ayam ras petelur, harga telur di wilayah Sumatera Barat ditetapkan berdasarkan harga pasar, peternak hanya sebagai penerima harga (price taker), sehingga disini sangat dituntut kecepatan dan ketepatan informasi terkait harga telur, terutama informasi perkembangan harga di daerah sentra produksi. Berdasarkan data harga telur di Provinsi Sumatera Barat terlihat bahwa harga telur sangat fluktuatif.
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
323
Grafik 1. Harga Telur Sumatera Barat Tahun 2012 Berdasarkan data harga telur selama 52 minggu pada tahun 2012, maka diperoleh persamaan garis linier dari analisis time series adalah sebagai berikut : Y = 1071,08 – 0,92 X ; α =0,05
Dari persamaan tersebut dilakukan prediksi harga untuk tahun 2013, dan hasilnya diperoleh kecendrungan harga telur menurun, seperti terlihat pada grafik di bawah ini.
Grafik 2. Trend Linier Harga Telur Sumatera Barat Tahun 2013 Panggabean (2009), faktor yang menyebakan terjadinya gejolak harga telur ayam ras terjadi sebagai berikut ; (1) Adanya isu (sentimen negatif) yang menyebabkan 324
permintaan dan harga telur ayam ras turun, (2) Krisis di bursa saham (anjloknya harga saham global dan akhirnya BEI), menyebabkan perusahaan peternakan yang
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
leading (go public) kesulitan likuiditas. Sehingga harga telur meningkat meskipun tidak siginifikan. Juga karena faktor turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, menyebabkan beban produksi (production cost ) meningkat dan pada akhirnya menyebabkan harga jual telur juga menjadi naik, (3) Menghadapi hari besar keagamaan (Lebaran, Natal, Tahun Baru dan Imlek) juga meningkatkan permintaan telur di pasar eceran dan non instutitional market (pabrik kue/industri makanan), sehingga harga telur naik.
memperoleh keuntungan maksimal. Trend harga pakan konsentrat selama tahun 2012 dapat dilihat pada grafik di bawah ini. Pada grafik terlihat bahwa harga juga sangat fluktuatif, bahkan meningkat sangat tajam pada kondisi tertentu terutama terjadi pada saat kurs rupiah melemah. Deptan (2009), mengindikasikan bahwa performa pakan ternak mulai membaik meskipun masih sangat didominasi oleh skala besar. Total kapasitas terpasang dari pabrik pakan nasional adalah sekitar 10 juta ton per tahun. Apabila kondisi politik dan ekonomi mendukung, serta ditopang
Harga Pakan Konsentrat Persoalan pakan juga menjadi simpul kritis pada usaha ayam ras petelur di Sumatera Barat. Harga pakan yang selalu meningkat mengakibatkan peternak sulit untuk
oleh hasil panen jagung yang baik (tidak diganggu oleh cuaca buruk atau hama), maka tingkat produksi pakan ternak lebih baik.
Grafik 3. Harga Pakan Konsentrat Sumatera Barat Tahun 2012 Berdasarkan data harga pakan konsentrat selama 52 minggu pada tahun 2012, maka diperoleh persamaan garis linier dari analisis time series adalah sebagai
berikut : Y = 4208,21 + 36,31 X ; α = 0,05 Dari persamaan tersebut dilakukan prediksi harga untuk tahun 2013, dan
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
325
hasilnya diperoleh kecendrungan harga pakan konsentrat kecendrungannya terus
meningkat, seperti terlihat pada grafik di bawah ini.
Grafik 4. Trend Linier Harga Pakan Konsentrat Sumatera Barat Tahun 2013 Ayam ras yang selama ini dikonsumsi dibuat oleh peternakan multinasional dalam satu paket dengan pakan ternak. Karena itu ayam ras di Indonesia sangat tergantung dengan bahan baku pakan impor. Bahkan ada resiko besar jika memaksa menggantinya dengan bahan baku. Kondisi terus meningginya harga pakan terus dikeluhkan peternak. Kenaikan harga pakan biasanya terjadi apabila pasokan bahan baku impornya terganggu atau seperti sekarang ini bila kurs rupiah melemah terhadap dolar AS. Fitriani, dkk (2012), industri pakan ternak menghadapi kondisi tingginya biaya produksi pakan. Lebih lanjut akan menyebabkan harga jual pakan hingga ke tangan peternak ayam ras menjadi meningkat. Selain itu, produsen pakan ternak di Propinsi Lampung juga relatif terbatas, sehingga asimetri informasi harga pakan menjadi bias berdasarkan kepentingan 326
industri. peternak sebagai penerima harga sangat lemah posisinya, dan tidak berdaya menghadapi harga pakan yang cenderung terus meningkat Konsumsi daging ayam dan telur dunia per kapita akan terus meningkat dari tahun 1990 hingga tahun 2030. Konsumsi pakan ternak dari 2010 hingga 2012 selalu mengalami peningkatan. Konsumsi pakan tahun 2010 sebesar 10,7 juta ton meningkat menjadi 11,2 juta ton, sedangkan pada tahun 2012 konsumsi pakan hingga bulan Juni 2012 baru mencapai 6,2 juta ton yang diestimasi meningkat menjadi 12,7 juta ton dan konsumsi pakan tahun berikutnya juga diestimasi meningkat menjadi 13,8 juta ton. Peningkatan kebutuhan pakan setiap tahunnya merupakan peluang pakan untuk terus berkembang. Konsumsi pakan terdiri dari konsumsi pakan broiler sebesar 45%, layer 44%, breeder 9%, dan lainya 2% (Deptan, 2009).
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Harga Jagung Peternak dan pabrik pakan dihadapkan pada kendala kesulitan untuk memperoleh jagung, meskipun dengan harga mahal. Dengan harga jual yang fluktuatif, petani tidak terlalu bergairah untuk menanam jagung dan sering mengkonversikan lahannya
untuk tanaman lain. Tidak jarang jagung ditahan di tempat penyimpanan menunggu harga jual semakin tinggi baru dilepas ke konsumen (produsen pakan ternak). Jika dilihat dari data sepanjang tahun 2012 terlihat bahwa harga jagung cendrung naik seperti grafik berikut.
Grafik 5. Harga Jagung di Sumbar Tahun 2012 Berdasarkan data harga jagung selama 52 minggu pada tahun 2012, maka diperoleh persamaan garis linier dari analisis time series adalah sebagai berikut : Y = 364,25 + 2,41 X ; α = 0,05
Dari persamaan tersebut dilakukan prediksi harga untuk tahun 2013, dan hasilnya diperoleh kecendrungan harga jagung kecendrungannya terus meningkat, seperti terlihat pada grafik di bawah ini.
Grafik.6. Trend Linier Harga Jagung Sumatera Barat Tahun 2013 Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
327
Konsumsi pakan yang meningkat juga menyebabnya meningkatnya kebutuhan pakan, sehingga pabrik pakan membutuhkan bahan baku pakan yang meningkat pula. Hal ini berpengaruh terhadap peningkatan impor bahan pakan. Jagung sebagai bahan baku pakan utama karena 50% digunakan dalam formula bahan pakan unggas. Impor jagung pada tahun 2010 meningkat menjadi 1.908.000 ton, sedangkan pada tahun 2009 hanya sebesar 333.936 ton. Pada tahun 2011, impor jagung juga meningkat menjadi 3.144.000 ton dan hingga bulan Juni 2012 baru mencapai 733.254 ton. Es-
dengan jagung yang terdistribusi ke peternak (Rahmi, et all., 2011). Kepekaan perubahan harga di tingkat petani jagung lebih kecil dari kepekaan perubahan harga di tingkat konsumen sehingga pasar kurang efisien. Transmisi harga dari konsumen ke produsen dan sebaliknya dari produsen ke konsumen kurang berjalan dengan baik, karena penumpukan marjin pada pedagang pengumpul sebagai pelaku pasar yang mengendalikan pasar dan menghambat transmisi harga, sehingga produsen jagung dan peternak ayam ras sebagai konsumen jagung untuk bahan pakan ternak tidak
timasi impor jagung tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 2.000.000 ton. Hal ini karena produksi jagung yang meningkat dapat mengurangi volume impor jagung. Dalam rangka melindungi petani jagung, pemerintah memberlakukan pembatasan informal impor jagung. Selain jagung, bungkil kedelai juga diimpor dengan nilai yang lebih tinggi. Penyebabnya adalah produksi kedelai nasional yang masih rendah. Impor bungkil kedelai tahun 2009 sebesar 2,3 juta ton dan meningkat menjadi 2,86 juta ton pada tahun 2010. Pada tahun 2011, impor bungkil kedelai masih mengalami peningkatan menjadi 2,94 juta ton dan hingga bulan Juni 2012 mencapai 1,544 juta ton (Deptan, 2009) Kondisi jagung di Provinsi Sumatera Barat juga dipengruhi oleh tingginya harga beli jagung oleh pabrik pakan, sehingga mempengaruhi harga pasar di tingkat peternak yang berperan sebagai price taker. Hal ini yang berdampak pada besarnya jumlah jagung yang terdistribusi ke pabrik pakan (62,5%), dibandingkan
diuntungkan (Rahmi dan Arif, 2012).
328
Harga DOC (Day Old Chicks) Harga doc di Sumbar juga relative tidak stabil, sangat fluktuatif. Hal inin dapat dilihat pada grafik.7 di bawah ini. Berdasarkan data Pusat Informasi Pasar (Pinsar), harga DOC ayam petelur dan ayam jantan relative tetap, masing-masing Rp 5.000 per ekor dan Rp 1.250 per ekor. Kontraknya long term 2-3 minggu jadi harganya relative landai. Harga DOC tergantung situasi dollar terhadap rupiah, penyebab utama kenaikan harga DOC karena pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berimbas kepada biaya produksi seperti biaya pakan (Hartono, 2013).
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Grafik 7. Harga DOC di Sumatera Barat Tahun 2012 Berdasarkan data harga doc selama 52 minggu pada tahun 2012, maka diperoleh persamaan garis linier dari analisis time series adalah sebagai berikut : Y = 10494,44 – 68,92 X ; α = 0,05
Dari persamaan tersebut dilakukan prediksi harga untuk tahun 2013, dan hasilnya diperoleh kecendrungan harga doc kecendrungannya terus menurun, seperti terlihat pada grafik di bawah ini.
Grafik 8. Trend Linier Harga doc Sumbar Tahun 2013 Jika dilihat hasil trend linier di atas terlihat bahwa harga input dan output sangat fluktuatif dengan kecendrungan yang bertolak belakang antara harga input dan
harga output. Harga output yaitu telur dengan harga yang cendrung menurun, sedangkan harga input yaitu seperti harga pakan memiliki kecendrungan harga meningkat.
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
329
Dan hal ini sangat merugikan bagi peternak, karena pakan adalah biaya produksi yang paling besar komponennya dari total biaya produksi. Menurut Mappigau (2011), biaya input produksi berupa harga pakan, bibit dan obat-obatan yang mahal sementara harga jual telur itu sendiri rendah, maka
dapat diimbangi dengan sistem produksi yang sangat efisien. Dukungan pemerintah diperlukan dalam mebuat kebijakan yang memihak industri ayam ras petelur, terlebih untuk peternakan ayam ras skala kecil sebaiknya diberikan pembebasan PPN.
Grafik 9. Harga Telur, Pakan, Jagung, DOC di Sumatera Barat Tahun 2012 Dari hasil analisis trend linier terhadap harga telur, pakan konsentrat, jagung,
dan doc dengan data time series, dengan kecendrungan seperti grafik.10 berikut.
Grafik 10. Trend Linier 2013 330
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
PENUTUP Kesimpulan Harga input dan output sangat fluktuatif dengan kecendrungan yang bertolak belakang antara harga input dan harga output. Harga output yaitu telur dengan harga yang cenderung menurun, sedangkan harga input terutama harga pakan memiliki kecenderungan meningkat. Dan hal ini sangat merugikan bagi peternak, karena pakan adalah biaya produksi yang paling besar komponennya dari total biaya produksi, Sementara peternak adalah penerima harga (price taker), sehingga harga yang mereka keluarkan dalam proses produksi tidak dijadikan dasar dalam menetapkan harga telur. Peternak hanya mengikuti harga pasar yang berkembang. Upaya yang dapat dilakukan peternak dalam kondisi ini adalah berusaha meningkatkan produktifitas dengan tetap meminimalkan biaya produksi.
Rekomendasi Pemerintah diharapkan melakukan fungsi pengawasan terhadap harga. Kebijakan yang perlu dipertimbangkan adalah adanya kebijakan harga terkait harga pakan ataupun bahan pakan, dan harga input lainnya seperti bibit, serta kebijakan harga telur, sehingga dapat melindungi produsen sapronak terutama peternak sebagai konsumen.
DAFTAR PUSTAKA Deptan. 2009. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Unggas Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian – Agro Inovasi. Dinas Peternakan. 2013. Sumatera Barat dalam Angka Tahun 2012. Fajar, RV. 2013. Diskusi Bersama Peternak Ayam Petelur Payakumbuh dan Limapuluh Kota.Padang Ekspres, Kamis, 23/05/2013 12:40 WIB Fitriani, dkk. 2012. Produksi dan Tataniaga Telur Ayam Ras. Jurnal Ilmiah ESAI Volume 6, Nomor 1, Januari 2012 ISSN No. 1978-6034 Hartono. 2013.Departemen Pertanian. Jakarta Mappigau, Palmarudi dan A.Sawe Ri Esso. 2011. Analisis Strategi Pemasaran Telur Pada Peternakan Ayam Ras Skala Besar Di Kabupaten Sidrap. Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011 Panggabean, G. 2009. Analisis Pemasaran Dan Marjinal Telur Ayam Ras Di Kota Medan. VISI (2009) 17 (2) 176189 ISSN 0853-0203. Rahmi, E, Arif, B, dan Perdana, T. 2011. Analisis Pemasaran Jagung sebagai Bahan Pakan Ayam Ras Petelur di Sumatera Barat. Jurnal Peternakan Indonesia Vol.13 No.3, Edisi Oktober
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
331
2011 Hal. 215-225 Rahmi, E dan Arif, B. 2012. Analisis Transmisi Harga Jagung sebagai Bahan Pakan Ayam Ras Petelur di Sumatera Barat. Jurnal Peternakan Indonesia Edisi Juni 2012 Sugiyono. 2001. Metode Penelitian. CV. Alfabeta. Bandung
332
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
KAJIAN PROFIL DAN PENGEMBANGAN USAHATANI UBI JALAR DI NAGARI PANAMPUANG, KABUPATEN AGAM THE ASSESSMENT ON THE PROFILE AND DEVELOPMENT OF SWEET POTATO FARMING SYSTEMS IN PANAMPUANG VILLAGE, AGAM REGENCY
Zul Irfan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat Jln. Raya Padang-Solok, Km.40 Sukarami Telp. (0755) 31564 e-mail:
[email protected] Naskah Masuk : 12 November 2014
Naskah Diterima : 2 Desember 2014
Abstract
Sweet potato is one of the prominent food crops commodities in Agam regency. This crop is planted mostly in three sub-districts, i.e. Ampek Angkek, Baso, and Tilatang Kamang. In Panampuang village, where Prima Tani program is implemented, the farmers practiced traditional methods for sweet potato farming system, for instance: local varieties, low quality of seedlings, un-proper fertilization, minimum crops management, etc. A long time study on sweet potato was conducted in Panampuang village, started on November 2006 up to December 2009. The objectives of study were: (i) To observe and analyze the profile and the problems as well as its solutions of sweet potato farming systems; (ii) To study the adaptation of sweet potato national varieties; (iii) To find out the specific location technologies for sweet potato farming; (iv) To develop the sweet potato farming systems; and (v) To evaluate the financial aspect of sweet potato farming in Panampuang village. Five principal activities were done in this study, started with 7-day participatory rural appraisal on November 2006. The next activities were adaptation trials of sweet potato national varieties, field trials on sweet potato farming, development of selected varieties and technological components, and financial analysis of sweet potato farming systems. Results of the study showed that in 2007, the conventional sweet potato farming in Panampuang village produced tubers 8-13 t/ha and gave income for the farmers about IRP 1,500,000 per hectare per planting season (5 months). There were two main problems faced by the farmers in the sweet potato farming; those were low productivity and low price during harvesting seasons. The field trials resulted that nine new sweet potato varieties produced tubers 20-34 t/ha, significantly higher than that of local varieties. Application of the specific location technologies in sweet potato farming produced tubers 25-40 t/ha. The combination of new varieties and specific location technology increased the farmers’ income up to IRP 10,255,000 per hectare per planting season. In 2009, four new varieties of sweet potato and introduced specific location technology were implemented by the farmers in 17.25 hectares (186.5% of the target). The farmers adopted highly three technological components, i.e. sprout cuttings (100%), vertical planting method (100%), and hill plating (80%). As many as 50% of farmers’ organization applied vines lifting technology, whereas new varieties and specific location fertilization (including organic fertilizer) were implemented by 40% of farmers’ organizations, respectively. Keywords : Prima Tani, sweet potato, specific location technolgy, West Sumatra.
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
333
Abstrak Ubi jalar merupakan salah satu tanaman pangan penting di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Komoditas ini banyak ditanam di Kecamatan Ampek Angkek, Baso, dan Tilatang Kamang. Pada kawasan Prima Tani di Nagari Panampuang, petani masih melakukan usahatani ubi jalar secara konvesional, seperti: varietas lokal, bibit asalan, pemupukan sesuai kemauan, pemeliharaan tanaman seadanya, dan lain-lain. Pengkajian jangka panjang mengenai usahatani ubi jalar di Nagari Panampuang telah dilaksanakan mulai November 2006 sampai Desember 2009. Tujuan pengkajian ini adalah untuk: (i) Mengetahui profil dan menganalisis masalah usahatani ubi jalar di tingkat petani; (ii) Menguji adaptasi varietas-varietas unggul baru nasional ubi jalar; (iii) Menemukan teknologi budidaya ubi jalar spesifik lokasi; (iv) Mengembangkan usahatani ubi jalar dengan penerapan teknologi introduksi; dan (v) Mengevaluasi aspek finansial usahatani ubi jalar di Nagari Panampuang. Lima kegiatan utama telah dilaksanakan pada pengkajian ini, dimulai dengan kegiatan Pemahaman Pedesaan Secara Partisipatif (Participatory Rural Appraisal=PRA) pada November 2006. Kegiatan-kegiatan selanjutnya adalah uji adaptasi varietas unggul baru nasional ubi jalar, pengujian paket teknologi budidaya spesifik lokasi, pengembangan varietas dan paket teknologi budidaya adaptif, serta analisis finansial usahatani ubi jalar di Nagari Panampuang. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada tahun 2007 usahatani ubi jalar secara konvesional di Nagari Panampuang hanya mampu menghasilkan umbi berkisar 8-13 t/ha dan memberikan pendapatan kepada petani sebanyak lebih kurang Rp. 1.500.000 per hektar per musim tanam (5 bulan). Masalah utama yang dihadapi oleh petani dalam berusahatani ubi jalar di Panampuang adalah produktivitas yang rendah dan pemasaran hasil kurang lancar. Produktivitas yang belum optimal disebabkan oleh: petani belum menggunakan varietas unggul karena tidak tersedia di lokasi, bibit kurang bermutu, teknologi budidaya masih tradisional, dan hama dan penyakit tidak dikendalikan. Pemasaran hasil ubi jalar yang kurang lancar terutama disebabkan karena: kualitas hasil ubi jalar kurang baik akibat penggunaan varietas dan budidaya tradisional, jumlah produksi tidak stabil, dan kapasitas pasar tidak terjamin. Hasil pengujian lapang menunjukkan bahwa sembilan varietas unggul baru ubi jalar mampu beradaptasi baik di Panampuang dengan produksi umbi mencapai 20-34 ton/ha. Penggunaan teknologi budidaya spesifik lokasi, termasuk varietas unggul, mampu menghasilkan umbi ubi jalar 25-40 ton/ha. Kombinasi antara varietas unggul dan teknologi budidaya spesifik lokasi mampu memberikan pendapatan kepada petani mencapai Rp. 10.255.000 per hektar per musim tanam. Pada tahun 2009, empat varietas unggul baru dan teknologi budidaya ubi jalar diterapkan oleh petani pada lahan seluas 17,25 hektar (186,5% dari target). Ada tiga komponen teknologi yang tinggi tingkat adopsinya yaitu: penggunaan stek pucuk (100%), sistem tanam tegak (100%), dan pemakaian guludan (80%). Lebih 50% kelompok tani telah melakukan pembalikan batang sesuai anjuran, dan masing-masing 40% telah menggunakan varietas unggul dan pemakaian pupuk sesuai anjuran, termasuk penggunaan pupuk organik. Kata kunci : Prima Tani, ubi jalar, teknologi spesifik lokasi, Sumatera Barat.
PENDAHULUAN Ubi jalar merupakan salah satu komoditas tanaman pangan sumber nutrisi penting bagi manusia (Wahyuni et al., 2008). Di samping sebagai sumber karbohidrat, menurut Sumartini et al. (2008), varietas ubi jalar yang umbinya berwarna kuning juga merupakan sumber ß-karoten dan varietas yang umbinya berwarna ungu merupakan 334
sumber antosianin. Beta-karoten adalah bahan dasar dari vitamin A, sedangkan antosianin adalah bahan dasar antioksidan. Karena semakin dirasakan pentingnya ubi jalar dalam kehidupan manusia maka perhatian masyarakat akan komoditas ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Di Provinsi Sumatera Barat, ubi jalar merupakan salah satu komoditas
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
tanaman pangan unggulan pada beberapa kabupaten. Akan tetapi, luas pertanaman dan produksi tertinggi terdapat di Kabupaten Agam. Daerah sentra produksi ubi jalar di Kabupaten Agam sampai tahun 2007 meliputi Kecamatan Ampek Angkek, Baso, dan Tilatang Kamang (Bappeda dan BPS Kabupaten Agam, 2008). Kondisi agroekosistem ketiga kecamatan tersebut memang cocok untuk pertanaman ubi jalar. Dalam implementasi program Prima Tani di Nagari Panampuang, Kecamatan Ampek Angkek, sejak tahun 2007, ubi jalar telah ditetapkan sebagai salah satu komoditas pertanian utama untuk dikembangkan, karena komoditas ini menjadi salah satu sumber pendapatan utama bagi masyarakat terutama petani (Irfan et al., 2007a). Hasil identifikasi Irfan et al. (2007b) menunjukkan bahwa sampai awal tahun 2007 usahatani ubi jalar oleh petani di Nagari Panampuang masih dilakukan secara sederhana dengan teknologi budidaya konvensional. Petani masih menggunakan varietas lokal dengan nama Kapelo Padang, Kapelo Wortel, dan Kapelo Bogor. Bibit ubi jalar yang ditanam diperoleh petani hanya dengan mengambil stek dari pertanaman sebelumnya, secara terus menerus. Petani belum mengetahui secara benar syaratsyarat bibit ubi jalar yang baik untuk ditanam. Pemupukan tanaman ubi jalar hanya menurut kemauan petani sendiri, dengan takaran dan waktu pemberian yang tidak menentu. Secara umum petani tidak memupuk tanaman ubi jalarnya sama sekali. Begitu pula, pupuk organik untuk ubi jalar sangat jarang digunakan. Langkah-langkah pemeliharaan lain seperti
pembalikan batang tanaman ubi jalar tidak pernah dilakukan. Dengan penggunaan varietas lokal dan teknologi budidaya yang sederhana tersebut, pertumbuhan dan produksi ubi jalar di Nagari Panampuang belum memuaskan. Kisaran produkstivitas ubi jalar petani di Panampuang hanya 8 – 13 ton/ha. Menyadari besarnya potensi dan peluang maka peningkatan usahatani ubi jalar disepakati dan ditetapkan menjadi salah satu fokus utama implementasi program Prima Tani di Nagari Panampuang, Kabupaten Agam, didukung dengan kajian-kajian yang relevan. Kajian-kajian yang dilakukan mengenai ubi jalar di Nagari Panampuang bertujuan untuk: (1) Mengetahui profil dan masalah usahatani ubi jalar yang dihadapi oleh petani di Nagari Panampuang serta solusi masalahnya; (2) Mengetahui adaptasi varietas unggul ubi jalar sebagai alternatif pengganti varietas lokal yang selama ini ditanam petani; (3) Menemukan paket teknologi budidaya ubi jalar yang adaptif dan mampu memberikan hasil yang lebih tinggi; dan (4) Mempelajari aspek ekonomi peningkatan usahatani ubi jalar di Panampuang. METODOLOGI Participatory Rural Appraisal Pengkajian dilaksanakan di Nagari Panampuang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat selama lebih 3 tahun, yakni dari November 2006 sampai Desember 2009. Kajian diawali dengan pemahaman lokasi dengan metode Participatory Rural Appraisal (PRA) yang dilaksanakan selama enam hari dari tanggal 20 sampai 25
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
335
November 2005, untuk mengungkap profil dan masalah serta potensi dan peluang pengembangan usahatani ubi jalar di tingkat petani. PRA merupakan teknik pengumpulan informasi dan pengenalan kebutuhan masyarakat yang melibatkan secara langsung dan secara aktif partisipasi masyarakat. Dalam pelaksanaan PRA Prima Tani di Nagari Panampuang, Kabupaten Agam, diskusi kelompok dilaksanakan sebanyak empat kali, salah satunya adalah diskusi kelompok dalam upaya menetapkan komoditas unggulan serta mengidentifikasi masalah dan peluang pengembangan agribisnis di Nagari Panampuang. Diskusi kelompok diikuti oleh wakil semua kelompok tani di Nagari Panampuang, Wali Jorong, Wali Nagari, Penyuluh Pertanian Lapangan, Ketua KTNA kecamatan dan nagari, serta wakil-wakil dari lembagalembaga sosial dan ekonomi yang ada di Nagari Panampuang. Langkah-langkah yang dilakukan dalam diskusi kelompok sebagai berikut: inventarisasi komoditas dan masalahnya, prioritas masalah, analisis sumber dan akar masalah, pemetaan masalah, dan identifikasi kebutuhan inovasi untuk pemecahan masalah. Kebutuhan inovasi ditelusuri dengan memanfaatkan bagan pohon masalah yang telah dibuat bersama. Berdasarkan hasil PRA maka ditetapkan kajian-kajian teknis yang perlu dilakukan, seperti pengujian adaptasi varietas unggul ubi jalar, pengkajian paket teknologi budidaya spesifik lokasi, analisis iklim dan pola tanam, serta analisis usahatani.
336
Uji Adaptasi Varietas Unggul Ubi Jalar Pengujian adaptasi varietas unggul ubi jalar dilakukan di Nagari Panampuang pada tahun 2007. Pengujian menggunakan 10 varietas unggul ubi jalar, yaitu: Papua Solossa, Cangkuang, Sawentar, Papua Patippi, Beni Azuma, Ubi Ungu, Taiwan, Sukuh, Sari, dan Kidal dengan menggunakan varietas lokal Kapelo Wortel sebagai pembanding. Bibit semua varietas unggul ubi jalar yang diuji didatangkan dari Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbiumbian (Balitkabi) Malang, Jawa Timur. Pada pengujian ini diaplikasikan pupuk sesuai rekomendasi, yaitu: Urea sebanyak 100 kg, SP-36 100 kg, dan KCl 100 kg per hektar. Di samping pupuk buatan, dipakai pula pupuk organik berupa pupuk kandang kotoran sapi sebanyak 5 ton/ha. Pupuk kandang diaplikasikan pada waktu pengolahan tanah terakhir dengan jalan disebarkan dan diaduk rata dengan tanah. Untuk pupuk buatan, 1/3 dosis Urea dan KCl serta seluruh pupuk SP-36 diberikan satu minggu setelah tanam, sedangkan sisanya berupa 2/3 dosis Urea dan KCl diberikan pada saat tanaman berumur 1,5 bulan. Pemberian pupuk secara tugal dan setelah diberikan ditutup dengan tanah. Pengamatan dilakukan terhadap produksi umbi, komposisi umbi berdasarkan ukuran (besar, sedang, kecil), berat berangkasan, dan rasa umbi menurut petani. Pengujian Paket Teknologi Budidaya Pengujian paket teknologi budidaya ubi jalar dilaksanakan selama dua tahun, yaitu tahun 2007-2008. Pada pengujian ini digunakan lima varietas unggul
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
ubi jalar yaitu Cangkuang, Papua Solossa, Papua Patippi, Sukuh, dan Sawentar serta tiga varietas lokal (Kapelo Bogor, Kapelo Padang, dan Kapelo Wortel). Ada tiga paket teknologi budidaya yang diuji, terdiri dari: paket teknologi introduksi (sesuai
rekomendasi), paket teknologi petani yang diperbaiki, dan paket teknologi petani biasa. Rincian komponen teknologi budidaya pada masing-masing paket teknologi tersebut disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. : Paket teknologi petani (tradisional), teknologi petani yang diperbaiki, dan teknologi introduksi budidaya ubi jalar yang diuji di Nagari Panampuang, tahun 2007-2008. No.
Variabel
Teknologi Petani
Teknologi petani diperbaiki
Teknologi Introduksi
1.
Varietas
Varietas lokal
Varietas lokal
Varietas unggul
2.
Bibit
Campuran stek batang dan
Stek pucuk
Stek pucuk
stek pucuk 3.
Jarak tanam
60 x 20 cm
60 x 20 cm
70 x 25 cm
4.
Cara tanam
Mendatar atau rebah
Mendatar atau rebah
Tegak
5.
Takaran pupuk
Menurut kemauan petani
Dosis yang jelas:
Dosis yang jelas:
· Urea 100 kg/ha
· Urea 100 kg/ha
· SS 100 kg/ha
· SP-36 100 kg/ha
· KCl 100 kg/ha
· KCl 100 kg/ha · Pupuk kandang 5 ton/ha
6.
Frekuensi pemberian
Satu kali
Satu kali
Dua kali, pupuk kandang 1 kali
pupuk 7.
Pembumbunan
Satu kali, umur 1,5 bulan
Satu kali, umur 1,5 bulan
Satu kali, umur 1,5 bulan
8.
Pembalikan batang
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tiga kali (umur 45, 75 dan 100 hari)
9.
Pengendalian hama dan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
penyakit
Pada paket teknologi introduksi diaplikasikan pupuk sesuai rekomendasi, yaitu: Urea sebanyak 100 kg, SP-36 100 kg, dan KCl 100 kg per hektar. Di samping pupuk buatan, dipakai pula pupuk organik berupa pupuk kandang kotoran sapi sebanyak 5 ton/ha. Pupuk kandang diaplikasikan pada waktu pengolahan tanah terakhir dengan jalan disebarkan dan diaduk rata dengan tanah. Untuk pupuk buatan, 1/3 dosis Urea dan KCl serta seluruh pupuk SP-
36 diberikan satu minggu setelah tanam, sedangkan sisanya berupa 2/3 dosis Urea dan KCl diberikan pada saat tanaman berumur 1,5 bulan. Pemberian pupuk secara tugal dan setelah diberikan ditutup dengan tanah. Perbedaan utama ketiga paket teknologi budidaya yang diuji terletak pada varietas yang dipakai, jenis stek, takaran dan waktu pemberian pupuk, serta dilakukan atau tidaknya pembalikan batang. Pada
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
337
paket teknologi petani digunakan varietas lokal, sedangkan pada paket teknologi introduksi dipakai varietas unggul. Pada paket teknologi introduksi dan teknologi petani yang diperbaiki dipakai stek pucuk, sedangkan paket teknologi petani menggunakan campuran stek batang dan stek pucuk sebagaimana kebiasaan petani. Ketiga perlakuan berbeda jenis dan takaran serta waktu pemberian pupuk. Selanjutnya, pada paket teknologi petani tidak dilakukan pembalikan batang, sebaliknya pada paket teknologi introduksi. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah umbi per 6,25 m2, jumlah
Begitu pula, pupuk organik untuk ubi jalar sangat jarang digunakan. Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman ubi jalar belum dilakukan sama sekali. Dengan teknologi budidaya yang sederhana tersebut, pertumbuhan tanaman ubi jalar di Nagari Panampuang sebetulnya cukup baik, mungkin karena kondisi agroekosistem yang cukup sesuai untuk ubi jalar. Produksi ubi jalar berkisar 8 - 13 ton per hektar, tidak kalah dengan rata-rata produksi nasional sekitar 9 - 10 ton per hektar, walau masih jauh di bawah potensi hasil ubi jalar yang bisa mencapai sekitar
umbi berukuran besar, dan hasil umbi. Di samping itu dilakukan pula pengamatan terhadap karakteristik umbi masing-masing varietas seperti warna kulit umbi, warna daging umbi, dan rasa umbi setelah direbus menurut persepsi petani.
25 ton per hektar (Jusuf, 2007) dan bahkan bisa mencapai 30 ton per hektar (Musaddad, 2008). Hasil usahatani ubi jalar di Nagari Panampuang biasanya dijual dalam bentuk segar ke pasar terdekat seperti Baso dan Kota Bukittinggi. Harga penjualan tidak menentu (sangat labil), tergantung kemauan pedagang saja. Biasanya di waktu produksi ubi jalar sedikit maka harga cukup tinggi, tetapi apabila produksi ubi banyak maka harganya di pasar akan turun drastis. Bahkan di kala produksi ubi jalar melimpah sering pedagang tidak mau membeli. Kondisi ini telah berlangsung sejak lama dan tampaknya sangat sulit untuk berubah. Dalam hal pemanfaatan limbah, hanya beberapa petani yang telah mulai memanfaatkan berangkasan segar ubi jalar untuk ternak sapi. Dengan tingkat produksi ubi jalar yang tergolong sedang ternyata penerimaan dan pendapatan usahatani masih rendah. Analisis terhadap data lapangan yang dilakukan di awal tahun 2007 menunjukkan bahwa dari satu hektar pertanaman ubi jalar varietas
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Usahatani Usahatani ubi jalar di Nagari Panampuang masih dilakukan secara sederhana dengan teknologi budidaya konvensional. Petani masih menggunakan varietas lokal dengan nama Kapelo Padang, Kapelo Wortel, dan Kapelo Bogor. Bibit ubi jalar diperoleh dengan mengambil bagian tanaman (stek) dari pertanaman sebelumnya, secara terus menerus. Petani belum mengetahui secara benar syaratsyarat bibit ubi jalar yang baik untuk ditanam. Pemupukan tanaman ubi jalar hanya menurut kemauan petani sendiri, dengan takaran dan waktu pemberian yang tidak menentu. Secara umum petani tidak memupuk tanaman ubi jalarnya sama sekali. 338
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Bogor (lokal) diperoleh produksi 8,65 ton dan pendapatan sebanyak Rp. 1.513.000 per musim tanam (lebih kurang 5 bulan) (Tabel 2). Pada waktu itu harga hasil di pasar terdekat hanya Rp. 600 per kg. Produksi dan pendapatan usahatani yang rendah ini
sebetulnya tidak menjadi perhatian petani, karena secara operasional bibit ubi jalar tidak dibeli dan tenaga kerja tidak dibayar, semua pekerjaan menggunakan tenaga kerja keluarga.
Tabel 2. : Analisis usahatani ubi jalar per hektar dengan teknologi petani di Nagari Panampuang, tahun 2007. No.
Uraian
A. 1. 2.
BIAYA PRODUKSI Bibit ubi jalar (stek) Pupuk (kg) : Urea SP-36 Pupuk kandang/kompos Tenaga kerja (HOK) : Pengolahan tanah Penanaman Pemupukan Penyiangan & pembumbunan Panen Pascapanen TOTAL BIAYA PRODUKSI PENERIMAAN Produksi (Ubi Bogor): - Umbi besar (ton) - Umbi kecil (ton) TOTAL PENERIMAAN PENDAPATAN
3.
B.
C.
Analisis Masalah dan Alternatif Pemecahan Masalah Ada dua masalah utama yang dihadapi oleh petani di Nagari Panampuang dalam berusahatani ubi jalar, yaitu: (1) produktivitas belum optimal, dan (2) pemasaran hasil kurang lancar. Produktivitas ubi jalar yang belum optimal tersebut disebabkan oleh: (i) petani belum menggunakan varietas unggul karena memang tidak tersedia di lokasi, (ii) bibit yang dipakai kurang bermutu karena petani belum memahami syarat-syarat bibit
Jumlah
Nilai (Rp.)
83.000 83.000
415.000 415.000
50 15 500
75.000 30.000 100.000
40 10 2 20 20 10
1.200.000 300.000 60.000 600.000 600.000 300.000 3.680.000
5,745 2,91
3.447.000 1.746.000 5.193.000 1.513.000
yang baik, (iii) teknologi budidaya masih tradisional karena petani belum mengetahui teknologi budidaya ubi jalar yang baik, dan (iv) hama dan penyakit tidak dikendalikan karena teknologinya belum diketahui oleh petani. Selanjutnya, pemasaran hasil ubi jalar yang kurang lancar terutama disebabkan karena: kualitas hasil ubi jalar kurang baik akibat penggunaan varietas dan budidaya tradisional, jumlah produksi tidak stabil, dan kapasitas pasar tidak terjamin (Tabel 3).
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
339
Tabel 3. : Masalah, Sumber Masalah, Akar Masalah, dan Solusi Masalah Pengembangan Agribisnis Ubi Jalar di Nagari Panampuang, Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat, November 2007. Masalah Produktivitas belum optimal
Pemasaran hasil kurang lancar
Sumber Masalah
Akar Masalah
Solusi Masalah
Belum memakai varietas unggul
Varietas unggul tidak tersedia
Introduksi varietas unggul baru
Penggunaan bibit bermutu rendah
Teknologi pengadaan bibit belum dikuasai
Pelatihan teknologi pengadaan bibit bermutu
Teknologi budidaya tradisional
Teknologi budidaya yang baik belum dikenal
Pelatihani teknologi budidaya
Hama dan penyakit tidak dikendalikan
1. Hama dan penyakit belum dikenal
1. Pengenalan jenis hama dan penyakit
2. Teknologi pengendalian belum dikuasai
2. Pelatihan teknologi pengendalian hama dan penyakit terpadu
1. Menggunakan varietas lokal
1. Introduksi varietas unggul baru
2. Teknologi budidaya sederhana
2. Perbaikan teknologi budidaya
Kuantitas produksi tidak stabil
Belum ada pengaturan pola pertanaman
Penataan pola pertanaman
Kepastian pasar tidak terjamin
Sistem perdagangan tidak menentu
1. Pengadaan informasi pasar
Kualitas hasil kurang baik
2. Penumbuhan lembaga pemasaran 3. Diversifikasi produk olahan
Kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi petani dan sekaligus meningkatkan pendapatan usahatani ubi jalar di Nagari Panampuang antara lain: (1) Introduksi varietas unggul ubi jalar yang produktivitasnya tinggi serta rasa dan penampilannya disukai oleh konsumen atau pasar di Sumatera Barat; (2) Introduksi teknologi pengadaan bibit ubi jalar bermutu; (3) Pelatihan dan pendampingan teknologi penanaman, pemupukan, dan pemeliharaan tanaman ubi jalar; (4) Introduksi pengenalan dan teknologi pengendalian hama dan penyakit utama; (5) Pengaturan pola pertanaman ubi jalar untuk mempertahankan stabilitas hasil; (6) Introduksi teknologi dan 340
pengembangan diversifikasi produk olahan dari ubi jalar; dan (7) Penumbuhan pabrik pengolahan ubi jalar yang dijalankan oleh perusahaan daerah atau swasta. Adaptasi Varietas Unggul Hasil uji adapatasi 10 varietas ubi jalar pada kawasan Prima Tani di Nagari Panampuang menunjukkan bahwa hanya satu varietas (Taiwan) yang tidak mampu memberikan hasil sama sekali, walaupun pertumbuhan dan berangkasannya sangat tinggi. Sembilan varietas lainnya memberikan tingkat hasili yang beragam, berkisar 20,5-33,8 ton/ha (Tabel 4). Hasil kesembilan varietas tersebut jauh lebih tinggi dibanding hasil varietas lokal (ubi Wortel)
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
yang digunakan sebagai pembanding. Varietas Cangkuang dan Sawentar bahkan memberikan hasil yang lebih tinggi dibanding potensi hasilnya, masing-masing 30-31 t/ha dan 30 t/ha (Balitkabi, 2008). Lebih tingginya produksi kesembilan varietas dibanding varietas lokal didukung oleh pertumbuhannya yang lebih baik, ditunjukkan oleh tingginya persentase umbi berukuran
besar yaitu berkisar 63-90%, sedangkan persentase umbi berukuran besar varietas lokal ubi Wortel pada pengujian ini hanya 51%. Dari aspek rasa umbi, empat varietas ubi jalar yang diuji rasa umbinya tergolong manis, yaitu varietas Sawentar, Papua Patippi, Beni Azuma, dan Sari, sedangkan varietas lainnya rasa umbinya tawar.
Tabel 4. : Produksi, komposisi umbi berdasarkan ukuran, berat berangkasan, dan rasa umbi 11 varietas ubi jalar yang diuji di Nagari Panampuang, tahun 2007. No.
Varietas
Produksi (ton/ha)
Komposisi umbi berdasarkan ukuran (%) Besar
Sedang
Kecil
Berangkasan (ton/ha)
Rasa umbi
1.
Papua Solossa
27,0
85
10
5
24,6
Tawar
2.
Cangkuang
33,8
90
7
3
26,8
Tawar
3.
Sawentar
31,5
82
13
5
23,4
Manis
4.
Papua Patippi
22,4
76
18
6
28,7
Manis
5.
Beni Azuma
25,3
80
15
5
22,5
Manis
6.
Ubi Ungu
20,5
63
32
5
18,8
Tawar
7.
Taiwan
Tdk ada
-
-
-
43,5
-
8.
Sukuh
26,2
84
12
4
20,8
Tawar
9.
Sari
23,5
85
11
4
11,6
Manis
10.
Kidal
30,5
89
9
2
19,5
Tawar
11.
Ubi Wortel (lokal)
12,6
51
37
12
19,6
Manis
Pengujian Paket Teknologi Budidaya Komponen paket teknologi budidaya ubi jalar yang diuji di Nagari Panampuang meliputi: varietas, jenis bibit, cara penanaman, pemupukan, dan pemeliharaan tanaman. Ada tiga paket teknologi budidaya yang diuji yaitu paket teknologi introduksi, paket teknologi petani yang diperbaiki, dan paket teknologi petani sebagai pembanding. Pada pengujian ini digunakan lima varietas unggul ubi jalar, yaitu: Papua Solossa, Papua Patippi, Cangkuang, Sukuh dan Sawentar serta tiga varietas lokal yaitu Kapelo Bogor, Kapelo Padang, dan Kapelo Wortel.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan paket teknologi budidaya yang optimal, pertumbuhan lima varietas yang diintroduksikan di Nagari Panampuang ternyata cukup baik, begitu pula dengan kuantitas dan kualitas hasil umbinya, lebih baik dibanding pertumbuhan dan produksi varietas lokal. Dari pertanaman tersebut diperoleh hasil tertinggi pada varietas Sukuh (40 ton/ha) diikuti oleh varietas Cangkuang (34,4 ton/ha) dan varietas Papua Solossa (24,8 ton/ha), dengan menggunakan paket teknologi budidaya introduksi. Perbaikan teknologi budidaya ternyata juga mampu
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
341
meningkatkan produksi ubi jalar varietas lokal (Kapelo Wortel, Kapelo Padang dan Kapelo Bogor) dari sekitar 14 ton/ha dengan paket teknologi budidaya tradisional menjadi lebih 25 ton/ha (Tabel 5). Dari data
pada Tabel 5 juga terlihat bahwa peningkatan produksi ubi jalar didukung oleh lebih banyaknya jumlah umbi per satuan luas dan lebih tingginya persentase umbi yang berukuran besar (berat >250 gram/umbi).
Tabel 5. : Jumlah umbi, persentase umbi besar, dan produksi ubi jalar varietas lokal dan varietas unggul di Panampuang dengan teknologi petani, teknologi petani diperbaiki, dan teknologi introduksi, tahun 2007-2008. Perlakuan Teknologi Budidaya
Varietas
Jumlah umbi/6,25m2 (bh)
Umbi besar (%)
Hasil (ton/ha)
Teknologi Introduksi
Cangkuang (unggul) Papua Solossa (unggul) Papua Patippi (unggul) Sukuh (unggul) Sawentar (unggul)
94 74 80 107 80
38,30 29,73 23,75 35,51 30,00
34,4 24,8 17,6 40,0 16,0
Teknologi Petani Diperbaiki
Kapelo Bogor (lokal) Kapelo Padang (lokal) Kapelo Wortel (lokal)
93 91 109
38,71 27,47 27,04
26,4 25,6 25,6
Teknologi Petani
Kapelo Bogor (lokal
85
20,19
14,4
Keterangan: Umbi besar adalah umbi yang beratnya >250 gram/buah, sedangkan umbi yang beratnya <250 gram/buah digolongkan ke dalam kelompok umbi kecil.
Sesuai dengan karakteristik masingmasing varietas, warna kulit dan daging umbi semua varietas unggul yang diintroduksikan dan varietas lokal yang ditanam di Nagari Panampuang beragam. Begitu pula tentang preferensi petani terhadap rasa umbi masingmasing varietas. Dari lima varietas unggul yang dipanen dan diuji rasanya menurut preferensi petani, dinyatakan bahwa rasa
342
umbi varietas Cangkuang enak dan manis, sama halnya dengan rasa umbi varietas Sawentar, Papua Solossa, Boko, dan Ubi Padang. Preferensi petani agak berbeda terhadap rasa umbi varietas Papua Patippi (tawar dan kurang manis), Sukuh (enak tetapi kurang manis), dan Ubi Bogor (agak enak dan manis) (Tabel 6).
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Tabel 6. : Warna kulit dan daging buah serta preferensi petani terhadap rasa umbi varietas unggul dan varietas lokal ubi jalar yang ditanam di Panampuang. No.
Varietas
Warna kulit umbi
Warna daging umbi
Rasa umbi menurut petani
1.
Cangkuang
Ungu
Putih kekuningan
Enak dan manis
2.
Papua Solossa
Putih kusam
Kuning kemerahan
Enak dan manis
3.
Papua Patippi
Putih kusam
Putih kusam
Tawar, kurang manis
4.
Sukuh
Putih
Putih
Enak, kurang manis
5.
Sawentar
Ungu
Kekuningan
Enak dan manis
6.
Boko
Ungu
Kuning pelangi
Enak dan manis
7.
Ubi Bogor
Putih kekuningan
Kekuningan
Agak enak dan manis
8.
Ubi Padang
Putih kekuningan
Kuning kemerahan
Enak dan manis
9.
Ubi Wortel
Merah kekuningan
Merah wortel
Enak dan manis
Analisis Ekonomi Dampak ekonomi Prima Tani dapat dilihat dari peningkatan pendapatan petani yang diperoleh dari introduksi varietas unggul dan perbaikan teknologi budidaya ubi jalar di Nagari Panampuang. Dari kegiatan introduksi varietas unggul dan perbaikan teknologi budidaya diperoleh data bahwa dengan menggunakan varietas lokal dan teknologi budidaya tradisional, petani hanya mampu memperoleh keuntungan usahatani ubi jalar sebanyak Rp. 1.513.000 per hektar per musim tanam. Di lain pihak,
dengan penggunaan varietas unggul dan perbaikan teknologi budidaya, petani bisa memperoleh keuntungan usahatani yang lebih tinggi. Pada Tabel 7 terlihat bahwa keuntungan usahatani ubi jalar melalui penggunaan varietas unggul dan perbaikan teknologi budidaya berkisar Rp. 235.000 – Rp. 10.255.000 per hektar per musim tanam. Kontribusi ubi jalar dalam peningkatan pendapatan rumah tangga petani di Nagari Panampuang sampai tahun 2008 mencapai 12,13% (Afdi et al., 2008).
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
343
Tabel 7. : Analisis usahatani ubi jalar per hektar dengan teknologi budidaya tradisional dan teknologi budidaya introduksi di Nagari Panampuang, Kabupaten Agam, tahun 2007-2008. No. A.
B.
C.
Teknologi Petani
Uraian Biaya Produksi: 1. Bibit/stek ubi jalar 2. Pupuk: Urea SP-36 KCl Pupuk kandang/kompos 3. Tenaga kerja: Pengolahan tanah Penanaman Pemupukan Penyiangan & pembumbunan Pembalikan batang Panen Pascapanen Total Biaya Produksi Penerimaan: Produksi: • Ubi Bogor: - Umbi besar 20,2% - Umbi kecil 79,8% • Sawentar - Umbi besar 30% - Umbi kecil 70% • Papua Patippi - Umbi besar 23,75% - Umbi kecil 76,25% • Papua Solossa - Umbi besar 29,73% - Umbi kecil 70,27% Keuntungan Usahatani: • Ubi Bogor • Sawentar • Papua Patippi • Papua Solossa • Cangkuang • Sukuh
Fisik
Fisik
Nilai (Rp.)
83.000 bh
t 415.000
57.000 bh
50 kg 15 kg 0 kg 500 kg
75.000 30.000 100.000
100 kg 100 kg 100 kg 5000 kg
150.000 200.000 500.000 1.000.000
40 HOK 10 HOK 2 HOK 20 HOK 0 HOK 20 HOK 10 HOK
1.200.000 300.000 60.000 600.000 0 600.000 300.000 3.680.000
40 HOK 10 HOK 4 HOK 20 HOK 6 HOK 20 HOK 10 HOK
1.200.000 300.000 120.000 600.000 180.000 600.000 300.000 6.005.000
14,40 t/ha 2,91 t/ha 11,49 t/ha
5.193.000 1.746.000 3.447.000 16,00 t/ha 4,80 t/ha 11,20 t/ha 17,60 t/ha 4,18 t/ha 13,42 t/ha 24,80 t/ha 7,37 t/ha 17,43 t/ha
6.240.000 2.880.000 3.360.000 6.534.000 2.508.000 4.026.000 9.651.000 4.422.000 5.229.000
855.000
1.513.000 235.000 529.000 3.646.000 8.269.000 10.255.000
Data pada Tabel 7 juga memperlihatkan bahwa keuntungan usahatani per musim tanam tertinggi (Rp. 10.255.000/ha) diperoleh dengan menanam varietas Sukuh, diikuti oleh varietas Cangkuang (Rp. 8.269.000/ ha) dan Papua Solossa (Rp. 3.646.000/ha), semuanya dengan mengaplikasikan paket teknologi budidaya introduksi. Sedangkan penggunaan varietas lokal (Kapelo Bogor) 344
Nilai (Rp.)
Teknologi Introduksi
dengan paket teknologi budidaya tradisional hanya menghasilkan keuntungan usahatani sebanyak Rp. 1.513.000/ha/ musim tanam. Peningkatan keuntungan usahatani diperoleh dari peningkatan kuantitas dan kualitas produksi ubi jalar berupa persentase umbi besar yang lebih tinggi.
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Pengembangan Inovasi Teknologi Melalui implementasi program Prima Tani, usahatani ubi jalar dikembangkan secara bertahap di Nagari Panampuang. Menurut Afdi et al. (2008), dari 10 varietas unggul ubi jalar yang diintroduksikan pada tahun 2007, ternyata hanya empat varietas yang disukai oleh petani setempat, yaitu: Cangkuang, Sukuh, Ubi Ungu, dan Sawentar. Dasar pemilihan varietas oleh petani terutama penerimaan dan harga pasar. Keempat varietas tersebut pada tahun 2008 dikembangkan oleh dua kelompok tani dengan luas pertanaman masing-masing 2 hektar, dengan menerapkan paket teknologi budidaya introduksi secara utuh. Di samping dua poktan diatas yang mengembangkan inovasi teknologi ubi jalar secara utuh, ada juga beberapa petani yang mengembangkan beberapa komponen teknologi budidaya yang dianjurkan. Komponen teknologi yang umumnya diadopsi adalah teknologi tanam tegak, pembalikan batang, dan pemakaian pupuk organik.
Pada tahun 2009, realisasi luas areal pengembangan usahatani ubi jalar yang difokuskan pada penggunaan varietas unggul dan penerapan teknologi budidaya anjuran spesifik lokasi ternyata melampaui target yang disepakati pada awal tahun. Target pengembangan usahatani ubi jalar pada tahun 2009 hanya seluas 9,25 hektar, sedangkan realisasinya sampai akhir Desember 2009 mencapai 17,25 hektar (Tabel 8). Artinya, realisasi penerapan teknologi anjuran dalam pengembangan usahatani ubi jalar di Nagari Panampuang melalui program Prima Tani pada tahun 2009 mencapai 186,5%. Di samping areal realisasi lebih luas dibanding target, jumlah kelompok tani yang mengadopsi teknologi budidaya anjuran spesifik lokasi juga lebih banyak dibanding target semula (lima belas berbanding tiga belas). Ada empat kelompok tani yang memang tidak mencapai target areal, tetapi ada empat kelompok tani pula yang melebihi target.
Tabel 8. : Target dan realisasi pengembangan usahatani ubi jalar melalui penanaman varietas unggul dan penerapan teknologi budidaya anjuran spesifik lokasi tahun 2009. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Kelompok Tani Gupanker Kompeter Surla Sakato Beringin Jaya Tunas Baru Nailussa’adah Darussalam Bancah Boong Maju Bersama Lakota Bonjo Larangan Maju Terus Tangkerang Kerjasama Prima Mandiri Jumlah
Target (ha)* 1,0 0,5 1,0 0,5 0,5 1,0 1,0 0,75 0,5 0,5 1,0 0,5 0,5 9,25
Realisasi Hektar 0,5 1,25 1,25 0,5 0,5 0,5 0,5 1,5 0,5 0,5 1,0 1,5 0,25 1,0 6,0 17,25
Persen 50 250 125 100 100 50 50 200 100 100 100 300 50 186,5
*Kesepakatan pada workshop di Bukittinggi, 29 Mei 2009. Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
345
Ditinjau dari aspek komponen teknologi yang diterapkan atau diadopsi oleh petani, ada tiga komponen teknologi yang tinggi tingkat adopsinya yaitu: penggunaan stek pucuk, sistem tanam tegak, dan pemakaian guludan. Semua (100%) kelompok tani yang melakukan perbaikan teknologi budidaya ubi jalar telah menggunakan stek pucuk sesuai anjuran dan penanaman stek secara tegak,
sedangkan komponen teknologi pemakaian guludan diadospsi oleh 80% kelompok tani. Lebih 50% kelompok tani telah melakukan pembalikan batang sesuai anjuran dalam pemeliharaan tanaman ubi jalar, dan masingmasing 40% telah menggunakan varietas unggul dan pemakaian pupuk untuk ubi jalar sesuai anjuran, termasuk penggunaan pupuk organik (Tabel 9).
Tabel 9. : Tingkat adopsi komponen teknologi budidaya ubi jalar anjuran spesifik lokasi di Nagari Panampuang, tahun 2009. No.
Kelompok Tani Adopter (%)
Komponen Teknologi
1.
Varietas unggul (Cangkuang dan klon Ubi Ungu)
40
2.
Pemakaian guludan
80
3.
Penggunaan stek pucuk
100
4.
Penanaman tegak
100
5.
Pemupukan sesuai anjuran
40
6.
Pembalikan batang
53
Varietas unggul yang diadopsi oleh petani semakin berkurang, pada tahun 2009 hanya Cangkuang dan Ubi Ungu. Hal ini disebabkan karena pemilihan varietas yang akan ditanam oleh petani sangat tergantung pada preferensi pasar. Sebagian besar petani masih menjual hasil ubi jalarnya dalam bentuk mentah di pasar-pasar terdekat. Para pedagang ternyata masih cenderung membeli ubi jalar varietas lokal, dan untuk varietas unggul hanya Ubi Ungu dan Cangkuang. Posisi tawar petani dalam hal pemasaran hasil pertanian, termasuk ubi jalar, masih lemah, sehingga ketergantungan petani terhadap pedagang hasil pertanian sangat tinggi.
346
Keterangan Sangat tergantung pada preferensi pasar
Kombinasi pupuk buatan dan pupuk organik
PENUTUP Kesimpulan Dari rangkaian pengkajian yang dilakukan selama tiga tahun sebagaimana diuraikan sebelumnya, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada awal tahun 2007, usaha tani ubi jalar petani di Nagari Panampuang masih dilakukan secara sederhana dengan teknologi budidaya konvensional. Dengan teknologi budidaya yang sederhana tersebut, tingkat produksi berkisar 8 - 13 ton per hektar. Pendapatan usahatani ubi jalar yang diterima petani lebih kurang Rp. 1.500.000 per musim tanam (5 bulan).
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
2. Ada dua masalah utama yang dihadapi oleh petani di Nagari Panampuang dalam berusahatani ubi jalar, yaitu: (1) produktivitas belum optimal, dan (2) pemasaran hasil kurang lancar. Produktivitas yang belum optimal disebabkan oleh: petani belum menggunakan varietas unggul karena tidak tersedia di lokasi, bibit kurang bermutu, teknologi budidaya masih tradisional, dan hama dan penyakit tidak dikendalikan. Pemasaran hasil ubi jalar yang kurang lancar terutama disebabkan karena: kualitas hasil ubi jalar kurang baik akibat penggunaan varietas dan budidaya tradisional, jumlah produksi tidak stabil, dan kapasitas pasar tidak terjamin. 3. Sembilan varietas unggul ubi jalar mampu tumbuh lebih baik dan berproduksi lebih tinggi dibanding varietas lokal di Panampuang, dengan tingkat produksi berkisar 20 - 34 ton/ha. Dengan perbaikan teknologi budidaya, produktivitas varietas unggul ubi jalar di Panampuang dapat ditingkatkan menjadi berkisar 25 40 ton/ha dan pendapatan usahatani ubi jalar mampu mencapai Rp. 10.255.000 per hektar per musim tanam. 4. Pada tahun 2009, realisasi luas areal pengembangan usahatani ubi jalar yang difokuskan pada penggunaan varietas unggul dan penerapan teknologi budidaya anjuran spesifik lokasi mencapai 17,25 hektar (186,5% dari target). Ada tiga komponen teknologi yang tinggi tingkat adopsinya yaitu: penggunaan stek pucuk (100%), sistem tanam tegak (100%), dan pemakaian guludan (80%). Lebih 50% kelompok tani telah melaku-
kan pembalikan batang sesuai anjuran, dan masing-masing 40% telah menggunakan varietas unggul dan pemakaian pupuk sesuai anjuran, termasuk penggunaan pupuk organik. Rekomendasi 1. Di samping dipengaruhi oleh tingkat produksi, pendapatan usahatani ubi jalar juga sangat ditentukan oleh harga pasar dan lancarnya pemasaran. Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi ubi jalar di Nagari Panampuang perlu diikuti dengan perbaikan mekanisme pasar dan perluasan pemasaran. 2. Beberapa varietas unggul baru ubi jalar tidak cocok untuk dimakan segar tetapi cocok untuk diolah menjadi berbagai produk olahan. Berkaitan dengan itu, maka pengembangan usahatani ubi jalar di Panampuang sebaiknya diikuti dengan upaya pengembangan produk olahannya. 3. Peluang pengembangan usahatani ubi jalar di Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat masih terbuka luas. Oleh karena itu, program pengembangannya secara terintegrasi perlu dilakukan secara berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA Afdi, E., Y. Hendri, A. Sahar, Azman, dan Yunasri. 2008. Laporan Pelaksanaan Prima Tani di Kabupaten Agam Sumatera Barat Tahun 2008. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Anonim. 2005. Ekspose Wali Nagari Panampuang Dalam Rangka Lomba Nagari Tingkat Kabupaten Agam Tahun 2005. Anonim. 2006. Pedoman Umum Prima Tani
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
347
Terintegrasi. Departemen Pertanian Republik Indonesia, Jakarta. 36 hlm. Balitkabi Malang. 2008. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbiumbian. Cetakan Revisi. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang. Bappeda Agam. 2005. Agam Dalam Angka Tahun 2005. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Agam.
Irfan, Z., Y. Hendri, A. Sahar, Yunasri, dan Syafrial J. 2009. Laporan Akhir Tahun Implementasi Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (PRIMA TANI) di Kenagarian Panampuang, Kecamatan IV Angkek, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat Tahun 2009. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat.
Bappeda Agam. 2006. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Agam Tahun 2006-2010.
Jusuf, M. 2007. Status Pembentukan Varietas Unggul Ubi Jalar dan Prospek Pengembangannya. Materi disampaikan pada Seminar Khusus Ubi Jalar di BPTP Sumatera Barat, 24 Juli 2007.
Bappeda dan BPS Kabupaten Agam. 2008. Agam Dalam Angka 2007. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Agam.
Musaddad, A. 2008. Teknologi Produksi Kedelai, Kacang Tanah, Kacang Hijau, Ubi Kayu, dan Ubi Jalar. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbiumbian, Malang.
Departemen Pertanian. 2006. Pedoman Umum Prima Tani. Departemen Pertanian Republik Indonesia, Jakarta.
Sumartini, St.A. Rahayuningsih, dan M. Jusuf. 2008. Ketahanan Klon-klon Harapan Ubi Jalar Umbi Kuning dan Ungu terhadap Penyakit Kudis. Hlm. 443-449; Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Mendukung Kemandirian Pangan dan Kecukupan Energi; Arief Harsono et al. (Penyunting). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Irfan, Z., Rafli Munir dan Artuti AM. 2005. Pedoman umum Prima tani Sumatera Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. 21 hlm. Irfan, Z., Y. Hendri, A. Sahar, Winardi, Yunasri, Harnel, dan Zainir. 2006. Laporan Hasil PRA Prima Tani di Panampuang, Kabupaten Agam, Propinsi Sumatera Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. 90 hlm. Irfan, Z., Y. Hendri, A. Sahar, Yunasri, dan Zainir. 2007a. Laporan Pelaksanaan Base Line Survey di Panampuang, Kec. IV Angkek, Kabupaten Agam Sumatera Barat tahun 2007. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Irfan, Z., Y. Hendri, A. Sahar, Yunasri, Azman, Djanifah J., Zainir, dan Nasril. 2007b. Laporan Pelaksanaan Prima Tani di Kabupaten Agam Sumatera Barat tahun 2007. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat.
348
Wahyuni, T.S., M. Jusuf, dan St.A. Rahayuningsih. 2008. Aksesi Plasma Nutfah Ubi Jalar Berkandungan Beta-karoten Tinggi. Hlm. 238-245; Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Mendukung Kemandirian Pangan dan Kecukupan Energi; Arief Harsono et al. (Penyunting). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
SISTEM PAKAR DIAGNOSIS PENYAKIT DENGAN GEJALA DEMAM MENGGUNAKAN METODE CASE BASED REASONING (CBR) BERBASIS WEB (Studi Kasus : Puskesmas Nanggalo Siteba Padang) THE EXPERT SYSTEM FOR DIAGNOSIS OF FEVER USING CASE BASE REASONING (CBR) WEB BASED Minarni dan Sri Hardianti Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Padang Jl. Gajah Mada Kandis Padang, Telp. (0751) 7055202 Email:
[email protected] Naskah Masuk : 27 Oktober 2014
Naskah Diterima : 25 November 2014
Abstrak Health center Nanggalo Siteba Padang is a functional organization that is central to the development of public center also fostering society participant while providing the health care and intregated to the society. During this time the patients have to wait for the result of a doctor’s diagnosis to determine wether the suffered from a specific disease. And the doctors also have to wait for the result of laboratory tests to diagnose what a patient’s desease. Fever is a sign of illness. When the body have psychological disorder or have physical, the symptoms complained of fever is identified with the term hot body. Fever is the beginning of body’s reaction to stimuli disease microorganisms that enter in the body, so the body temperature will increase above 37.5 degrees celcius. This condition can be measured with a thermometer in the oral (mouth), the axilla (armpit), or rectal (rectal). Case based reasoning (CBR) is the process of remembering a past case, then use it again and adapt in the new case. CBR has several stages. The first stage is the retrieve ( recover) the case or the most similar cases. Case based reasoning is expected to help tje general society about the disease associated with symptoms of fever. This application build by using the PHP database programming language that used is My SQL.Thus, this application can help the doctor to diagnose the disease with the symptoms and knowing what the disease suffered of the patient, So that the service for the patient or user easier, optimal and effesient. Keyword: Expert System, disease with symptoms of fever, case based reasoning. Abstrak Puskesmas Nanggalo Siteba Padang adalah suatu organisasi fungsional yang memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat. Selama ini pasien harus menunggu hasil diagnosis dokter untuk mengetahui apakah pasien menderita suatu penyakit tertentu. Salah satu penyakit yang umum dialami oleh masyarakat adalah demam. Demam merupakan pertanda penyakit. Bila tubuh mengalami gangguan fisik atau psikis dikeluhkan gejala demam yang identik dengan istilah panas badan. Demam merupakan reaksi awal tubuh terhadap rangsangan mikroorganisme penyakit yang masuk ke dalam tubuh, sehingga suhu badan akan meningkat di atas 37,5 derajat Celcius. Kondisi ini bias diukur dengan thermometer di oral (mulut), axilla (ketiak) atau rectal (dubur). Metode Case Base Reasoning (CBR) adalah metode/proses dalam mengingat kasus masa lampau, menggunakannya kembali dan mengadaptasikannya dalam kasus baru. Tujuan penelitian ini adalah membangun sebuah sistem pakar diagnosis penyakit dengan gejala demam menggunakan metode Case Base Reasoning (CBR) berbasis web, yang diharapkan dapat membantu masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan alternative solusi yang lebih praktis, cepat dan efisien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pakar yang dibuat dapat memudahkan pasien/masyarakat untuk mengetahui penyakit dengan gejala demam dan solusinya karena berbasis web. Kata Kunci: Sistem Pakar, Penyakit dengan gejala demam, Case Base Reasoning Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
349
PENDAHULUAN Perkembangan dunia medis saat ini banyak yang menggunakan komputer untuk membantu diagnosis maupun pencegahan dan penanganan suatu penyakit. Selain itu sebagian besar dari masyarakat tidak terlatih secara medis, sehingga apabila mengalami gejala penyakit yang diderita belum tentu dapat memahami cara-cara penanggulangannya. Padahal gejala-gejala yang sebenarnya dapat ditangani lebih awal menjadi penyakit yang lebih serius akibat kurangnya pengetahuan. Puskesmas Nanggalo Siteba Padang adalah suatu organisasi fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat. Selama ini pasien harus menunggu hasil diagnosis dokter untuk mengetahui apakah ia menderita suatu penyakit tertentu. Dan dokter juga harus menunggu hasil tes laboratorium untuk mendiagnosa penyakit apa yang diderita pasien. Dalam masyarakat, demam dikenal sebagai sebuah penyakit yang cukup umum terjadi. Hanya sedikit orang yang tahu bahwa demam sebenarnya sebuah gejala dari berbagai kemungkinan penyakit. Demam merupakan pertanda penyakit. Bila tubuh mengalami gangguan fisik atau psikis, dikeluhkan gejala demam yang diidentikkan dengan istilah panas badan. Dalam dunia medis demam disebut juga fever atau febris. Demam merupakan reaksi awal tubuh terhadap rangsangan mikroorganisme penyakit yang masuk kedalam tubuh, 350
sehingga suhu badan akan meningkat diatas 37,5 derajat celcius. Kondisi ini bisa diukur dengan termometer di oral (mulut), axilla (ketiak) atau dubur (rectal). Setiap penyakit yang disebabkan oleh invasi bakteri atau virus pada umumnya menimbulkan gejala demam pada tubuh kita. Dalam kondisi iklim pancaroba dan perubahan kualitas lingkungan pemukiman. Bagi semua orang tidak banyak yang mengetahui jika adanya gejala penyakit menyerupai demam. Sistem pakar adalah sistem yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer yang dirancang untuk memodelkan kemampuan menyelesaikan masalah seperti layaknya seorang pakar. Dengan sistem pakar ini, orang awam pun dapat menyelesaikan masalahnya atau hanya sekedar mencari suatu informasi berkualitas yang sebenarnya hanya dapat diperoleh dengan bantuan para ahli di bidangnya. Sistem pakar juga akan dapat membantu aktivitas para pakar sebagai asisten yang berpengalaman dan mempunyai asisten yang berpengalaman dan mempunyai pengetahuan yang dibutuhkan. Dalam penyusunannya, sistem pakar mengkombinasikan kaidah-kaidah penarikan kesimpulan (inference rules) dengan basis pengetahuan tertentu yang diberikan oleh satu atau lebih pakar dalam bidang tertentu. Kombinasi dari kedua hal tersebut disimpan dalam komputer, yang selanjutnya digunakan dalam proses pengambilan keputusan untuk penyelesaian masalah tertentu. Sistem pakar akan bertindak layaknya seperti seorang pakar. Sistem akan memberikan daftar gejala-gejala sampai bisa mengidentifikasi suatu objek berdasarkan
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
jawaban yang diterimanya. Jadi kerja sistem pakar adalah menganalisis suatu masalah. Dengan adanya sistem pakar ini diharapkan nantinya bisa membantu masyarakat untuk mendiagnosa penyakit dengan gejala demam pada manusia dengan melihat ciri-ciri dan gejala-gejala yang dialami pasien dan nantinya sistem pakar ini dapat menjelaskan dan mengdiagnosa apakah pasien tersebut terkena penyakit dengan gejala demam yang seperti apa, bisa jadi gejala demam yang di alami pasien berakibat atau terdiagnosa penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut, Diare, Demam Thypoid (tipes), De-
di kasus baru. 3. Revise Revise (meninjau/memperbaiki kembali) usulan solusi. 4. Retain Retain (menyimpan) bagian-bagian dari pengalaman tersebut yang mungkin berguna untuk memecahkan masalah di masa yang akan datang Fungsi CBR sebagai diagnosis, dimana pengguna memanfaatkan dalam sistem yang digunakan sebagai alat bantu untuk menentukan hasil diagnosis suatu masalah. (Sankar Pal, 2004)
mam Berdarah, Infeksi Saluran Kemih, dan Chikungunya Case Base Reasoning (CBR) adalah proses dalam mengingat suatu kasus pada masa lampau, lalu menggunakannya kembali dan mengadaptasikan dalam kasus baru. Tahapan-tahapan dalam CBR adalah sebagai berikut:
Untuk sistem inferensi digunakan Algoritma nearest neighbor retrieval untuk menghitung bobot kemiripan (similarity) dengan nearest neighbor retrieval adalah:
1. Retrieve Mendapatkan/memperoleh kembali kasus yang paling menyerupai/relevan (similar) dengan kasus yang baru. Bagian ini mengacu pada segi identifikasi, kemiripan awal, pencarian dan pemulihan serta eksekusi. 2. Reuse Reuse (menggunakan) informasi dan pengetahuan dari kasus tersebut untuk memecahkan permasalahan. Proses reuse dai solusi kasus yang telah diperoleh dalam konteks baru difokuskan pada dua aspek yaitu perbedaan antara kasus yang sebelumnya dan yang sekarang, bagian apa dari kasus yang telah diperoleh yang dapat ditransfer menja-
Keterangan: S = similarity (nilai kemiripan) W = weight (bobot yang diberikan) Sejalan dengan meningkatnya peranan informasi dalam bisnis maupun teknologi, akses terhadap sumber dan jaringan informasi menjadi semakin penting bagi para profesional. Internet adalah jaringan informasi komputer mancanegara yang berkembang sangat pesat dan pada saat ini dapat dikatakan sebagai jaringan informasi terbesar di dunia, sehingga sudah seharusnya para profesional mengenal manfaat apa yang dapat diperoleh melalui jaringan ini. Manfaat Internet ada banyak manfaat yang dapat diperoleh apabila
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
351
seseorang mempunyai akses ke Internet. Berikut ini hanyalah sebagian dari apa yang tersedia di Internet : 1. Informasi untuk kehidupan pribadi 2. Seperti : Kesehatan, Rekreasi, Hobby, Pengembangan Pribadi, Rohani, Sosial. 3. Informasi untuk kehidupan profesional/ Pekerja Tujuan penelitian ini adalah membangun sebuah sistem pakar diagnosis penyakit dengan gejala demam menggunakan metode Case Base Reasoning (CBR) berbasis web, yang diharapkan dapat membantu masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan alternatif solusi yang lebih praktis, cepat dan efisien karena melalui jaringan internet. METODE PENELITIAN Penelitian ini berupa penelitian terapan untuk merancang sistem pakar mendiagnosis penyakit dengan gejala demam menggunakan metode Case Based Reasoning (CBR) yang dapat membantu user menentukan jenis penyakit, gejala, dan solusi dari penyakit yang dideritanya. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan yaitu dari April sampai Agustus 2014 di Puskesmas Nanggalo Siteba Padang. Dalam penelitian ini hardware dan software yang digunakan adalah: PerangkatKeras (Hardware) terdiri dari Laptop, Prosesor Intel Pentium 2 Dual core 2 GHz, Hardisk 250 GB, Monitor 14 inchi, RAM 2 GB. PerangkatLunak (Software) terdiri dari Sistem Operasi Windows 7, Microsoft Vi352
sio 2010, DreamWeaver CS6, XAMPP, Microsoft Office Access 2007 sebagai desain database, Microsoft Word di gunakan untuk membuat laporan, Database MySQL, Appserv win32, PHP. Agar dalam perancangan sistem rekayasa perangkat lunak menggunakan data dan informasi yang berhubungan dengan pokok pembahasan maka digunakan beberapa metode untuk mendapatkan data-data tersebut antara lain: a. Wawancara Mewawancarai beberapa perawat dan dokter untuk memperoleh informasi tentang penyakit dari gejala-gejala demam. b. Studi Pustaka Melalui buku referensi yang dapat membantu dalam menambahkan dan memberikan informasi mengenai penyakit dari gejala demam dan mengatasinya. c. Observasi Teknik ini digunakan bila penelitian ditujukan untuk mempelajari perilaku manusia tentang penyakit dari gejalagejala demam.
RANCANGAN Data Penyakit Setelah dianalisa maka diperoleh data penyakit dengan gejala demam sebanyak 6 (enam) penyakit seperti pada tabel
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Tabel 1. : Daftar Penyakit Kode Penyakit
Nama Penyakit
P1
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
P2
Diare
P3
Demand Thypoid (tipes)
P4
Demam Berdarah (DBD)
P5
Infeksi Saluran Kemih (ISK)
P6
Chikungunya
Data Gejala Dari data-data penyakit
dengan gejala
demam di atas diperoleh gejala-gejala yang dikelompokkan seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. : Daftar Gejala Kode Gejala
Nama-nama Gejala
Bobot
G10
Demam Tinggi
5
G11
Sakit perut
1
G12
Susah buang ang besar
1
G13
Bintik Merah
1
G14
Menggigil
3
G15
Buang air besar berbusa
5
G16
Sakit pada saat atau setelah buang air kecil
5
G17
Anyangan-anyangan (merasa ingin buang air kecil tetapi tidak ada atau sedikit air seni yang keluar)
3
G18
Warna air seni keruh atau pekat seperti air teh
3
G19
Terasa ngilu tulang
1
G20
Nyeri pada persendian terutama sendi lutut dan sendi pergelangan jari kaki
5
G21
Nyeri sendi
3
G22
Nyeri sendi tangan serta tulang belakang
3
G23
Fotofobia (takut terhadap cahaya)
3
G24
Pilek
3
G25
Perut sering berbunyi
3
G26
Demam
1
G27
Buang air besar encer
5
G28
Demam naik turun
5
G29
Mual atau muntah
1
G30
Nyeri pada mata
5
G31
Sakit pada tenggorokan
5
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
353
Kode Gejala
Nama-nama Gejala
Bobot
G32
Demam mendadak
1
G33
Batuk
5
G34
Nyeri bagian perut bawah
5
G35
Suara serak/hilang tanpa spontan
3
G36
Sakit kepala
1
G37
Lelah dan lemas
3
G38
Tidak nafsu makan
3
G39
Dehidrasi
3
Representasi Pengetahuan dapat dilihat pada Tabel 3.
Hubungan antara penyakit dengan gejala Tabel 3. : Representasi Pengetahuan Kode Penyakit
G10 G11 G12 G13 G14 G15 G16 G17 G18 G19 G20 G21 G22 G23 G24 G25 G26 G27 G28 G29 G30 G31 G32 G33 G34 G35 G36 G37 G38 G39
P1
3
P2
3
P3
3
P4
3
P5 P6
3
3
3
3
3
3
3
3 3 3
3 3
3
3 3
3
3
3
3
3
3
3
3
3 3
3
3
Context Diagram Pada gambar context diagram dimana user atau pengguna menyampaikan masalah yang dirasakannya, setelah itu aplikasi konsultasi penyakit dengan gejala demam memproses atau mendiagnosa dari gejalagejala tersebut. Aplikasi akan menentukan
3
3 3
3
3
penyakit apa yang yang diderita dan solusi dari penyakit yang diderita. Sedangkan admin mengupdate knowledge base pada Aplikasi jika hal tersebut dirasa perlukan. Hal ini merupakan hak akses dari pakar untuk menambah dan mengurangi isi dasar dalam pemakaian.
Gambar 1 : Context Diagram
354
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Adapun penjelasan dari diagram context dari sistem ini adalah sebagai berikut : 1. Administrator terlebih dahulu meng-inputkan pengetahuan kedalam sistem pakar untuk penyakit dengan gejala demam berupa tanya jawab sederhana yang mudah di pahami pengguna. Kemudian admin menginputkan solusi dari permasalahan komputer itu sendiri. 2. User atau pengguna akan menginputkan permasalahan yang dihadapi dari gejala
yang di tampilkan sesuai apa yang dirasakan. 3. Sistem pakar akan mengelola data yang telah disimpan melalui tanya jawab dan kemudian sistem pakar memberi penjelasan penyakit apa yang di derita dan memberikan solusi. Sehingga pengguna mendapatkan informasi dari sistem pakar penyakit apa yang di alaminya.
Entity Relationship Diagram (ERD)
Gambar 2 : Context Diagram
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
355
HASIL DAN PEMBAHASAN HalamanUtama Halaman utama merupakan halaman dimana halaman yang muncul ketika halaman web diketikan, didalam halaman utama
akan menjelaskan tentang bagaimana demam dan nama - nama Penyakit yang diawali dengan demam. Bentuk tampilan dari halaman utama adalah sebagai berikut :
Gambar 3 Tampilan Halaman Utama
356
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Halaman Konsultasi Pada halaman konsultasi dipilih sebanyak delapan pilihan setelah itu di proses untuk mengetahui penyakit apa yang diderita user.
Gambar 4 Halaman Konsultasi Halaman Hasil Konsultasi Setelah selesai memilih gejala yang dirasakan user atau pengguna, maka di proses dan akan diketahui penyakit apa yang
diderita oleh user sendiri dan mengetahui solusi dan informasinya.
Gambar 5 Halaman Hasil Konsultasi Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
357
Halaman laporan user Pada halaman laporan user terdiri dari nama, penyakit, Jenis kelamin, alamat, dan tanggal konsultasi. Setiap konsultasi dan pendaftaran akan tersimpan pada database
untuk mengetahui penyakit apa yang dialami user setiap bulannya, dan datadata user yang pernah mendaftar, user yang sering berkonsultasi.
Gambar 6 : Halaman laporan user Halaman Grafik Pada halaman grafik terdapat beberapa penyakit yang diberi warna untuk dapat
membedakan setiap penyakit dan ada catatan perbulan berapa banyak penyakit yang diderita perbulannya.
Gambar 7 : Halaman grafik
358
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Analisa Perbandingan Sistem Untuk melihat kinerja sistem pakar yang dibuat dengan membandingkan
terhadap sistem konvensional atau manual.
Tabel 4 : Perbandingan Sistem Factor
Sistem Pakar
Sistem Konvensional
Time avaibility
Dapat digunakan setiap hari
Tidak bisa digunakan terus menerus karena membutuhkan istirahat
Geografis
Dapat digunakan ditempat berbedabeda
Hanya bekerja pada satu tempat dan pada saat bersamaan
Keamanan
Pengubahan pengamanan dapat diubah dengan mudah
Pengubahan pengaman sulit
Kecepatan
Relatif lebih cepat
Butuh proses
Biaya
Terjangkau, karena program sudah ada
Tinggi, karena membutuhkan seorang pakarnya.
Dari tabel di atas adapat dijelaskan bahwa sistem pakar dapat digunakan setiap hari yang menyerupai sebuah mesin, sedangkan seorang pakar tidak mungkin bekerja terus menerus setiap hari tanpa beristirahat. Sistem pakar dapat digunakan dimana saja sedangkan sistem konvensional dapat melakukan dihari-hari tertentu. Sistem pakar dapat diberi pengamanan untuk menentukan siapa saja yang mempunyai hak akse es untuk menggunakan dan jawaban yang diberikan sistem terbebas dari proses ancaman. Sedangan sistem konvensional bisa mendapatkan ancaman atau tekanan pada saat menyelesaikan masalah. Untuk kecepatan dalam memecahkan masalah pada suatu sistem pakar relatif lebih cepat dibandingan oleh sistem konvensional. Sistem pakar pada biaya lebih terjangkau karna pogram sistem pakar sudah ada dan dapat ditarik kesimpulan berdasarkan pengembangan sistem.
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang dilakukan dalam penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa sistem pakar ini dapat membantu user memberikan informasi tentang penyakit dengan gejala demam dan mengetahui hasilnya dengan akurat sehingga dapat digunakan dan diakses pada saat diperlukan sekarang atau masa yang akan datang. Sehingga proses pendaftaran user lebih mudah dan cepat dengan mengacu kepada perkembangan teknologi informasi.
Rekomendasi Dalam aplikasi sistem pakar metode CBR (case base reasoning) ini jenis penyakit yang diteliti masih tergolong umum, diharapkan untuk penelitian berikutnya agar dapat melakukan penelitian diagnosa dengan jenis penyakit yang khusus.
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
359
DAFTAR PUSTAKA Departemen Ilmu Penyakit Dalam.2009. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia. Desiani, Anita. 2006. Kecerdasan Buatan. Yogyakarta : Andi Kusrini. 2006. Sistem Pakar Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Andi Offset. Kusumadewi, Sri. 2003. Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasi).Yogyakarta : Ghara Ilmu. Nugroho, B. 2008. Aplikasi Sistem Pakar dengan PHP dan Editor Dreamweaver. Yogyakarta : Gava Media. Pal, Sankar and Shiu, Simon CK. 2004. Foundations of soft case Based Reasoning.United State of Amerika : John Wiley & Sons Inc Publication. Putra,
Firmansyah.2011. Perancangan Sistem Pakar Identifikasi Penyakit Paru- Paru Menggunakan Metode Forward Chaining. Skripsi, Jakarta : Universitas Islam NegeriSyarifHidayatullah.
Sasmito Ari Wibowo, Agus. 2010. Pengembangan sistem cerdas menggunakan Penalaran Berbasis Kasus (Case Base Reasoning) Untuk Diagnosa Penyakit Akibat Virus Eksantema, Yogyakarta : Universitas Pembangunan Nasional. Sadewo Broto ,Adhi. 2010. Perancangan dan Implementasi Sistem Pakar Untuk Analisa Penyakit Dalam. Skripsi, Semarang : Universitas Diponegoro.
360
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
361
PENGEMBANGAN JARINGAN TRAYEK DAN KEBUTUHAN ARMADA BUS BANDARA INTERNASIONAL MINANGKABAU DI WILAYAH SUMATERA BARAT DEVELOPMENT ROUTE NETWORK AND TOTAL SUPPLY AIRPORT BUS MINANGKABAU INTERNATIONAL IN THE WEST SUMATERA Momon1, Gusriyaldi2, Yudi Indra Syani3, Fidel Miro4 Bappeda Provinsi Sumatera Barat 2 Politeknik Padang 3 Dishubkominfo Kota Padang 4 Universitas Bunghatta Padang
1
Naskah Masuk : 18 Agustus 2014
Naskah Diterima : 29 September 2014
Abstract The increasing of air plane passenger and goods in BIM need attention from many parties to improve the quality of supported transportation fasilities to carry on economics and social activities. Taken from the data of transportation departement of West Sumatra, the moving of air plane passenger in the year 2012 is 2.586.171 while for the year 2011, the total of air plane passenger is 2.262.745. The number shows increasing 14% in the moving of air plane passenger from 2011 to 2012 while in the year 2010 the moving of air plane passenger increase for 33%. So the government should be able to fullfill the need of efective and efisien public transportation. This research use 2 survey instruments: (1) Revealed Preference Survey (RP Survey), dan (2) Stated Preference Survey (SP Survey). The data collection of the reasearch use questioners that are distributed in BIM. The analisis of development public transportation network and the need of airport buses are conducted after determine the characteristics and the respon from target survey about the mode that they will choose base on the existing mode condition and virtual mode. The research result shows that the development of new transportation network of airport buses is the route of BIM-Bukittinggi-Payakumbuh with the need of 7 unit middlebuses while for the route of BIM – Padang need for 6 unit middlebuses. Key words : The growth passenger, transportation network, the need of armada Abstrak Meningkatnya pergerakan orang maupun barang di BIM, memerlukan perhatian dari berbagai pihak dalam rangka peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendukung transportasi dalam memperlancar aktivitas ekonomi dan sosial. Data Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Barat menunjukkan pergerakan penumpang udara tahun 2012 sudah mencapai 2.586.171. Tahun 2011, total pergerakan penumpang udara sebesar 2.262.745 naik sebesar 14%, jika dibandingkan tahun 2010, demand penumpang udara naik sebesar 33%. Untuk itu diharapkan pemerintah mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat akan layanan angkutan umum yang handal, efektif dan efisien. Penelitian ini menggunakan 2 (dua) instrument yakni (1) Revealed Preference Survey (RP Survey) dan (2) Stated Preference Survey (SP Survey). Pengumpulan data dari penelitian ini menggunakan kuisioner yang didistribusikan di BIM. Sedangkan analisis pengembangan jaringan trayek dan kebutuhan armada bus bandara ditentukan berdasarkan karakteristik dan respon dari responden menjawab pertanyaan moda eksisting dan moda virtual yang diinginkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rute baru yang perlu dikembangkan adalah rute BIM - Bukittinggi - Payakumbuh dengan jumlah bus sebanyak 7 armada bus sedang, sedangkan rute BIM - Padang sebanyak 6 armada bus sedang. Kata kunci : Pertumbuhan penumpang udara, Jaringan trayek-trayek, Kebutuhan armada 362
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
LATAR BELAKANG Bandara Internasional Minangkabau (BIM) mempunyai peranan penting dalam peningkatan ekonomi Sumatera Barat, dimana BIM merupakan pintu gerbang ekonomi wilayah sumatera bagian barat. Meningkatnya pergerakan orang maupun barang di BIM, memerlukan perhatian dari berbagai pihak dalam rangka peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendukung transportasi dalam memperlancar aktivitas ekonomi dan sosial. Data Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Barat menujukkan pergerakan penumpang udara tahun 2012 sudah mencapai 2.586.171. Tahun 2011, total pergerakan penumpang udara sebesar 2.262.745 naik sebesar 14%, jika dibandingkan tahun 2010, demand penumpang udara naik sebesar 33%. Tingginya tingkat mobilitas penumpang udara di BIM diharapkan pemerintah mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat akan layanan angkutan umum yang handal, efektif dan efisien. Salah satu angkutan umum dapat melayani penumpang dari/ke bandara adalah Angkutan Pemadu Moda (APM)/ bus bandara, dimana bus bandara merupakan bagian dari angkutan umum yang melayani rute dari/ke bandara menjadi salah satu alternatif moda untuk mengantisipasi kebutuhan penumpang angkutan udara. Saat ini, pemerintah daerah baru mengeluarkan 2 (dua) izin trayek APM dengan rute BIM– Padang, sedangkan untuk rute keberbagai daerah kabupaten/kota lainnya belum dapat dilayani karena harus dilakukan kajian terlebih dahulu untuk melihat kelayakan pengembangan rute baru. Atas dasar ini
maka perlu dilakukan kajian Pengembangan Jaringan Trayek dan Kebutuhan Armada Bus Bandara Internaional Minangkabau di Wilayah Sumatera Barat. Tujuan dan Sasaran Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengembangan jaringan trayek Angkutan Pemadu di wilayah Sumatera Barat dengan melihat potensi permintaan dan preferensi penumpang angkutan udara dalam memilih moda transportasi sesuai dengan karakteristik asal dan tujuan perjalanan dari/ke BIM. Untuk menjawab tujuan penelitian tersebut maka rincian analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut : • Mengetahui distribusi perjalanan orang dari/ke BIM; • Menentukan Demand dan Supply Bus Bandara; • Mengetahui jaringan trayek baru dan kebutuhan jumlah armada yang akan dioperasikan. METODOLOGI PENELITIAN a. Jaringan Trayek Defenisi Jaringan trayek menurut Keputusan Menteri No. KM.35 tahun 2003 tentangPenyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum, Jaringan Trayek adalah kumpulan taryek yang menjadi satu kesatuan pelayanan angkutan orang. Berdasarkan Pedoman Teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Darat , 2002, tentang Penyelengaraan Angkutan Umum di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur, Faktor yang digunakan sebagai
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
363
bahan pertimbangan dalam menetapkan jaringan trayek adalah sebagai berikut. 1) Pola tata guna tanah. Pelayanan angkutan umum diusahakan mampu menyediakan aksesbilitas yang baik. Untuk memenuhi hal itu, lintasan trayek angkutan umum diusahakan melewati tata guna lahan dengan potensi permintaan yang tinggi. Demikian juga lokasilokasi yang potensial menjadi tujuan bepergian diusahakan menjadi prioritas pelayanan. 2) Pola pergerakan penumpang
semua wilayah perkotaan yang ada. Hal ini sesuai dengan konsep pemerataan pelayanan terhadap penyediaan fasilitas angkutan umum. 5) Karakteristik jaringan. Kondisi jaringan jalan akan menentukan pola pelayanan trayek angkutan umum, Karakteristik jaringan jalan meliputi konfigurasi, klasifikasi, fungsi, lebar jalan, dan tipe operasi jalur. Operasi angkutan umum sangat dipengaruhi oleh karakteristik jaringan jalan yang ada.
angkutan umum. Rute angkutan umum yang baik adalah arah yang mengikuti pola pergerakan penumpang angkutan sehingga tercipta pergerakan yang lebih effesien. Trayek angkutan umum harus dirancang sesuai dengan pola pergerakan penduduk yang terjadi, sehingga transfer moda yang terjadi pada saat penumpang mengadakan perjalanan dengan angkutan umum dapat diminimumkan. 3) Kepadatan penduduk. Salah satu faktor menjadi prioritas angkutan umum adalah wilayah kepadatan penduduk yang tinggi, yang pada umumnya merupakan wilayah yang mempunyai potensi permintaan yang tinggi. Trayek angkutan umum yang ada diusahakan sedekat mungkin menjangkau wilayah itu. 4) Daerah pelayanan. Pelayanan angkutan umum, selain memperhatikan wilayah-wilayah potensial pelayanan, juga menjangkau
b. Penentuan Kebutuhan Angkutan Didalam penentuan jumlah kebutuhan angkutan sangat terkait dari efesiensi waktu. Efisiensi dari pelayanan angkutan umum adalah suatu fungsi dari banyak faktor, antara lain adalah waktu bepergian (travel time). Waktu perjalanan adalah waktu yang digunakan oleh bus untuk melakukan perjalanan dari awal pemberangkatan rute sampai tujuan akhir. Waktu perjalanan merupakan fungsi dari panjang rute, jadi semakin panjang rute maka waktu perjalanan semakin lama. Waktu perjalanan juga merupakan fungsi dari kecepatan rata-rata kendaraan. Banyak faktor yang mempengaruhi terhadap kecepatan rata-rata kendaraan, seperti: Jarak pemberhentian bus, Jumlah penumpang per trip, Waktu naik dan turun rata-rata per penumpang, Keadaan jalan, Perilaku pengemudi, Banyaknya tanjakan, Kemacetan lalu lintas, dll
364
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Berdasarkan data di atas dapat, dapat dihitung jumlah bus yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan dengan
frekuensi jam perjalanan. Formula yang digunakan dapat di lihat pada Persamaan 1:
Sebelum menetukan jumlah bus yang dibutuhkan maka terlebih dahulu haruslah ditetapkan Headway dan Waktu perjalanan (menit) bolak balik angkutan bus. 1) Frekuensi (f) Frekuensi (f) adalah jumlah keberangkatan atau kedatangan kendaraan angkutan umum yang melewati satu titik tertentu dalam satu trayek selama periode waktu tertentu. Biasanya pada jam sibuk, frekuensi kendaraan akan lebih besar dibandingkan frekuensi pada jam tidak sibuk. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya permintaan angkutan yang relatif lebih tinggi pada jam sibuk, sehingga diperlukan penyediaan layanan angkutan yang lebih besar. Perhitungan frekuensi kendaraan dapat menggunakan formula perhitungan pada Persamaan 2.
kendaraan angkutan yang satu dengan kendaraan angkutan kota yang berada persis dibelakangnya dalam satu trayek pada satu titik tertentu. Nilai headway yang kecil menunjukkan frekuensi kendaraan yang besar sehingga waktu tunggu penumpang akan semakin pendek. Sebaliknya, apabila nilai headway besar menunjukkan bahwa frekuensi kendaraan sedikit sehingga waktu yang diperlukan penumpang untuk mendapatkan layanan angkutan umum akan semakin besar pula. Pengukuran headway dan waktu tunggu dapat menggunakan rumus pada Persamaan 3:
Keterangan : f = frekuensi (kend/jam) h = headway (menit) 2) Headway (h) Headway (h) adalah selisih waktu keberangkatan atau kedatangan antara
Keterangan : h = Headway (menit) f = Frekuensi kendaraan (kend/menit) Instrumen survei yang digunakan dalam penelitian ini yaitu (1) Revealed Preference Survey (RP Survey), dan (2) Stated Preference Survey (Pearmin, D. and Kroes, E., 1990, Stated Preference Techniques, A Guide To Practice, Steer Davis & Gleave Ltd., Richmond). Dari RP Survey dapat diketahui karakteristik
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
365
perjalanan dari responden, seperti moda yang digunakan. Sedangkan SP survey digunakan untuk mengetahui respon objek survey tentang moda yang akan mereka pilih berdasarkan kondisi moda eksisting dan moda virtual yang telah di rancang sebelumnya (Bus Bandara) HASIL PEMBAHASAN a. Karakteristik Perjalanan 1) Asal Tujuan Perjalanan Data asal tujuan perjalanan responden digunakan untuk mengetahui distribusi /
penyebaran perjalanan penumpang udara dan potensi permintaan angkutan darat yang akan melayani masing-masing asal/ tujuan perjalanan. Namun data asal/tujuan perjalanan seperti dilaporkan pada Tabel 1 belum bisa dijadikan dasar untuk membuka jaringan trayek baru karena belum dilakukan prefese dalam memilih moda yang diinginkan dari/ke Bandara. Data asal perjalanan selengkapnya disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. : Asal Tujun Perjalanan Responden No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Asal/Tujuan Perjalanan Agam Bukittinggi Dharmasraya Mentawai Padang Padang Panjang Pariaman/Kab. Padang Pariaman Pasaman Pasaman Barat Payakumbuh /50 Kota Pesisir Selatan Sawahlunto Sijunjung Solok Tanah Datar Jumlah
Jumlah (Orang) 7 133 12 11 485 35 78 19 6 75 26 11 5 80 19 1002
Persentase 0,70 13,27 1,20 1,10 48,40 3,49 7,78 1,90 0,60 7,49 2,59 1,10 0,50 7,98 1,90 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa responden yang berasal dari/ke padang merupakan responden yang paling dominan diantara daerah lain. Persentase yang melakukan perjalanan dari BIM – Padang (begitu juga sebaliknya) adalah sebesar 48,40%, dilanjutkan dengan daerah Bukittinggi sebesar 13,27%, Solok sebesar 7,98%, Kota Pariaman Pd. Pariaman sebesar 7,78 366
dan Payakumbuh/50 Kota sebesar 7,49%. Responden yang tidak menjawab pertanyaan asal tujuan sebanyak 22 responden. Dari data asal tujuan diatas akan dilakukan pemetaan permintaan (demand) penumpang baik yang berpotensi maupun tidak berpotensi. Jika potensi penumpang telah diketahui maka bisa dilakukan perhitungan untuk kebutuhan jumlah kendaraan yang akan di-
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
operasionalkan. 2) Captive dan Choice user Pemilihan moda alternatif moda lain perlu diketahui untuk mengetahui kecendrungan responden untuk beralih
ke moda lain apabila ada pelayanannya dapat menjangkau tujuan perjalanan dari responden. Hasil survey selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 : Captive dan Choice user NO
ALTERNATIF MODA LAIN
1 2
Ya (Choice User) Tidak (Captive User)
3
NA
JUMLAH 506 515 3
TOTAL
1024
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
Gambar 1: Captive dan Choice user
Berdasarkan tabel 2 dan gambar 1 diatas, 50,29% responden masih mau beralih ke moda lain dan 49,41% respoden bersikap captive artinya apapun jenis moda yang ditawarkan responden tidak mau beralih ke moda tersebut. b. Analisis preferensi responden: 1) Persiapan analisis a) Spesifikasi moda Bus Bandara-moda alternatif virtual
Responden/penumpang yang dimasukkan kedalam analisis preferensi penumpang adalah penumpang yang bersedia berpindah jika ada moda lain yang bisa mengantarkan penumpang dari dan ke bandara. Untuk mengetahui respon dari pengguna jasa terhadap variabel pelayanan yang ditawarkan diperlukan preferensi responden yang diperoleh dari survey wawancara
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
367
penumpang angkutan udara. Adapun spefisifikasi moda Bus Bandara virtual yang ditawarkan dalam survey wawancara tersebut adalah sebagai berikut : • Alternatif 1: Pelayanan Ekonomi Non AC dengan atribut pelayanan : 36 kursi, Non reclining seat, fasilitas bagasi, asuransi penumpang dan berjadwal. • Alternatif 2: Pelayanan Ekonomi AC dengan atribut pelayanan : 36 kursi, AC, Reclining seat, fasilitas bagasi, asuransi penumpang dan
penumpang dan berjadwal. 2) Koridor yang di tinjau Berdasarkan karakteristik perjalanan asal tujuan responden, maka dikelompokkan dengan 4 koridor sdan selanjutnya dilakukan 4 analisis. Empat koridor potensial, yaitu: • Koridor 1: BIM-Padang-BIM • Koridor 2: BIM-Padang PanjangBukittinggi-Payakumbuh-BIM • Koridor 3: BIM-Pariaman-BIM • Koridor 4: BIM-Solok-BIM 3) Estimasi tarif dan waktu tempuh Untuk tarif dan waktu tempuh dise-
berjadwal. • Alternatif 3: Pelayanan Super Eksekutif dengan atribut pelayanan : 27 kursi, AC, Reclining seat, fasilitas bagasi, asuransi
suaikan dengan jarak masing-masing kota sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 3. Data ini di estimasi langsung dengan survey ke lapangan serta diskusi dengan operator Bus Bandara.
Tabel 3 : Estimasi waktu dan tarif dari dan ke BIM No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kota Padang Payakumbuh Bukittinggi Padang Panjang Solok Pariaman
Waktu tempuh (menit)
Tarif (Rp.) Ekonomi Non AC
60 180 130 100 120 60’
10.000 40.000 30.000 25.000 50.000 15.000
4) Hasil Analisi Koridor 1 a) Mode share eksisting Kondisi eksisting mode share untuk koridor 1 dapat di lihat pada Tabel 4. Terlihat bahwa persentase penggunaan
368
Ekonomi AC 15.000 45.000 35.000 30.000 55.000 20.000
Super eksekutif 18.000 50.000 40.000 35.000 60.000 25.000
moda yang terbesar adalah DAMRI/ TRANEX (Bus Bandara) sebesar 44%, diikuti oleh Travel 17% dan Taksi 14%.
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Tabel 4 : Mode Share Koridor 1 Jenis Moda
Responden
Persentase
Mobil Pribadi
20
9
Travel
35
17
Damri/Tranex
94
44
Taksi
30
14
Sepeda Motor
10
5
Moda Lain
23
11
Jumlah
212
100
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
b)
Respon terhadap Bus Bandara Tabel 5 Respon Responden Terhadap Bus Bandara
Tabel 5 : ################################ Pilihan Pasti Bus Bandara Mungkin Bus Bandara Tidak Tahu Mungkin Eksisting Pasti Eksisting Jumlah
Respon terhadap Bus Bandara alternatif 1 Jumlah %
Respon terhadap Bus Bandara alternatif 2 Jumlah %
Respon terhadap Bus Bandara alternatif 3 Jumlah %
38 68 25 26 52
18 33 12 12 25
137 62 3 8 0
65 30 1 4 0
178 57 8 3 6
71 23 3 1 2
209
100
210
100
212
100
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
Berdasarkan tabel 5, Respon Responden terhadap pilihan Bus Bandara dari 3 alternatif yang ditawarkan pada koridor 1 menujukkan bahwa minat responden terhadap Bus Bandara memilih alternatif 2 dan 3 dimana 65% dan 71% responden pasti memilih Bus Bandara ketika ditawarkan alternatif 2 dan 3. Ada perbedaan jumlah responden terhadap pertanyaan mode share dan respon responden terhadap Bus Bandara, hal in disebabkan karena responden terkadang tidak memilih pertanyaan mode tetapi responden langsung saja ke pertanyaan respon responden terhadap bus ban-
dara begitu sebaliknya. 5) a)
Hasil Analisis Koridor 2 Mode share eksisting Kondisi eksisting mode share untuk koridor 1 dapat di lihat pada Tabel 6. Berdasarkan tabel dan grafik diatas dapat diketahui bahwa persentase penggunaan moda yang terbesar adalah DAMRI/TRANEX (Bus Bandara) sebesar 41%, diikuti oleh moda lain 15% dan Mobil Pribadi 14%.
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
369
Tabel 6 : Mode Share Koridor 2 Jenis Moda
Responden
Persentase
Mobil Pribadi
19
14
Travel
16
12
Damri/Tranex
57
41
Taksi
15
11
Sepeda Motor
11
8
Moda Lain
21
15
Jumlah
139
100
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
b)
Respon terhadap APM
Tabel 7 : Respon Responden Terhadap Bus Bandara
Pilihan
Respon terhadap Bus Bandara alternatif 1
Respon terhadap Bus Bandara alternatif 2
Respon terhadap Bus Bandara alternatif 3
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Pasti Bus Bandara
29
21
99
71
62
61
Mungkin Bus Bandara
30
21
34
24
32
31
Tidak Tahu
25
18
0
0
5
5
Mungkin Eksisting
17
12
3
2
3
3
Pasti Eksisting
40
28
3
2
0
0
Jumlah
141
100
139
100
102
100
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
Berdasarkan tabel 7, Respon Responden terhadap pilihan Bus Bandara dari 3 alternatif yang ditawarkan pada koridor 2
digunakan oleh responden sebagaimana dilaporkan pada Tabel 8. Terlihat bahwa persentase penggunaan moda yang terbesar
menujukkan bahwa minat responden terhadap Bus Bandara memilih alternatif 2 dan 3 dimana 71 % dan 61% responden pasti memilih Bus Bandara ketika ditawarkan alternatif 2 dan 3.
adalah DAMRI/TRANEX (Bus Bandara) sebesar 32%, diikuti oleh Travel 27% dan moda lain 18%.
6) a)
Hasil Analisis Koridor 3 Mode share eksisting Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh moda alternatif yang biasa 370
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Tabel 8 : Mode Share Koridor 3 Jenis Moda
Responden
Persentase
Mobil Pribadi Travel
3 11
8 28
Damri/Tranex Taksi Sepeda Motor Moda Lain
13 5 1 7
33 13 3 18
Jumlah
40
100
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
b)
Respon terhadap APM Tabel 9 Respon Responden Terhadap Bus Bandara
Tabel 9 : Respon Responden Terhadap Bus Bandara Pilihan
Respon terhadap Bus Bandara alternatif 1 Jumlah %
Respon terhadap Bus Bandara alternatif 2 Jumlah %
Respon terhadap Bus Bandara alternatif 3 Jumlah %
Pasti Bus Bandara Mungkin Bus Bandara Tidak Tahu Mungkin Eksisting Pasti Eksisting
12 15 4 6 4
29 37 10 15 10
25 14 1 0 1
61 34 2 0 2
29 12 2 0 1
66 27 5 0 2
Jumlah
41
100
41
100
44
100
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
Berdasarkan tabel 9, Respon Responden terhadap pilihan Bus Bandara dari 3 alternatif yang ditawarkan pada koridor 3 menujukkan bahwa minat responden terhadap Bus Bandara memilih alternatif 2 dan 3 dimana 61 % dan 66% responden pasti memilih Bus Bandara ketika ditawarkan alternatif 2 dan 3. 7) a)
Hasil Analisis Koridor 4 Mode share eksisting Berdasarkan hasil pengolahan data
10. Terlihat bahwa persentase penggunaan moda yang terbesar adalah DAMRI/TRANEX (Bus Bandara) sebesar 34%, diikuti oleh Travel 25% dan moda lain 14%. Berdasarkan tabel 11, Respon Responden terhadap pilihan Bus Bandara dari 3 alternatif yang ditawarkan pada koridor 4 menujukkan bahwa minat responden terhadap Bus Bandara memilih alternatif 2 dan 3 dimana 67 % dan 63%
diperoleh moda alternatif yang biasa digunakan oleh responden sebagaimana dilaporkan pada Tabel Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
371
Tabel 10 : Mode Share Koridor 4 Jenis Moda
Responden
Persentase
Mobil Pribadi Travel
4 11
9 25
Damri/Tranex Taksi Sepeda Motor Moda Lain
15 3 5 6
34 7 11 14
Jumlah
44
100
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
b)
Respon terhadap APM Tabel 11 Respon Responden Terhadap Bus Bandara
Tabel 11 : Respon Responden Terhadap Bus Bandara Pilihan
Respon terhadap Bus Bandara alternatif 1 Jumlah %
Respon terhadap Bus Bandara alternatif 2 Jumlah %
Respon terhadap Bus Bandara alternatif 3 Jumlah %
Pasti Bus Bandara Mungkin Bus Bandara Tidak Tahu Mungkin Eksisting Pasti Eksisting
6 14 6 6 13
13 31 13 13 29
30 12 2 1 0
67 27 4 2 0
19 9 0 2 0
63 30 0 7 0
Jumlah
45
100
45
100
30
100
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
responden pasti memilih Bus Bandara ketika ditawarkan alternatif 2 dan 3. c.
Hasilnya dapat juga dilihat pada tabel 12 dibawah ini :.
Demand Bus Bandara Rencana Pengembangan Bus Bandara
didasarkan dari demand potensial dan preferensi penumpang dalam memilih Bus Bandara. Untuk menghitung demand masing-masing koridor, digunakan data persentase pilihan responden terhadap masing-masing rute Bus Bandara. Dari hasil pengolahan terlihat bahwa pada koridor 1, 44% responden masih mau memilih moda APM disamping moda eksisting, koridor 2 ,41%, koridor 3, 32% dan koridor 4 334%. 372
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Tabel 12 : Persentase Pilihan APM untuk Masing-masing rute RUTE PELAYANAN
PILIHAN MODA BUS BANDARA (%)
BIM – Padang BIM – Bukittinggi – Payakumbuh BIM – Pariaman BIM – Solok
44% 41% 32% 34%
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
Disamping itu untuk melihat demand potensial juga mempertimbangkan waktu pelayanan jam operasional pesawat serta jam operasional APM. Terdapat demand potensial yang hilang, disebabkan jam operasional untuk setiap rute berbeda karena terkait dengan waktu tempuh untuk masingmasing rute dan jadwal penerbangan yang dapat dilayani oleh APM. Untuk rute panjang seperti BIM-Bukittinggi-Payakumbuh dan
BIM – Solok diasumsikan jam operasional penerbangan pagi dan malam hari tidak dilayani, sehingga demand yang bisa dilayani hanya 70% dari demand yang memilih APM (tabel 12), sedangkan untuk rute BIM – Padang dan BIM – Pariaman disumsikan hanya penerbangan pagi yang tidak dilayani, sehingga demand yang bisa dilayani 86%. Asumsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 : Asumsi demand yang dilayani masing-masing koridor RUTE PELAYANAN
PILIHAN MODA BUS BANDARA (%)
BIM – Padang BIM – Bukittinggi – Payakumbuh BIM – Pariaman BIM – Solok
86% 70% 86% 70%
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
penumpang per hari yang tertinggi adalah untuk rute BIM – Padang sebesar 1134 orang/hari, diikuti rute BIM – Bukittinggi – Payakumbuh sebesar 486 penumpang/ hari. Sementara untuk rute BIM – Pariaman dan BIM – Solok relatif kecil yaitu masingmasing 162 dan 216 orang/hari.
Berdasarkan pertimbangan persentase pilihan moda dan estimasi demand yang dapat dilayani berdasarkan jadwal penerbangan, selanjutnya dapat dihitung jumlah penumpang per hari untuk masingmasing rute sebagaimana ditampilkan pada Tabel 13. Terlihat bahwa jumlah
Tabel 14 : Jumlah Penumpang per Hari Masing-Masing Rute RUTE PELAYANAN (1) BIM – Padang BIM – Bukittinggi – Payakumbuh BIM – Pariaman BIM – Solok Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
DEMAND POTENSIAL
ESTIMASI DEMAND YANG DILAYANI (%)
PENUMPANG / HARI
(2)
(3)
(4=2X3)
1420 927 267 293
80 % 52 % 61 % 74 %
1134 486 162 216
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
373
d.
Jumlah Armada Untuk menghitung kebutuhan armada yang akan melayani masing-masing rute Bus Bandara, perlu ditetapkan frekuensi pelayanan, jarak waktu antar keberangkatan (headway), waktu tempuh (Travel Time), waktu singgah di terminal/pangkalan (Lay Over Time), waktu perjalanan pulang pergi (Round Trip Time), waktu
operasi dalam 1 hari dan kapasitas armada. Tabel 6.4 menampilkan hasil perhitungan rencana operasi untuk masing-masing rute APM dan kebutuhan armadanya. Terlihat bahwa kebutuhan armada APM untuk rute BIM – Padang sebanyak 6 unit, BIM – Bukittinggi – Payakumbuh 7 unit, BIM – Pariaman 1 unit dan BIM – Solok 2 unit.
Tabel 15 : Rencana operasi untuk masing-masing rute Bus Bandara dan kebutuhan armada Rute Pelayanan
Pnp / hari
(a)
Kapasitas
Rit / hari
TT
LO
RTT
Waktu operasi (jam)
Pnp / jam
Frekuensi
Headway (menit)
Armada
(b)
(c)
(d=b:c)
(e)
(f)
(g=2x(e+f))
(h)
(i=b:h)
(j=i:c)
(k=60:j)
(l=g:k)
Rute Bim - Padang
1134
27
42
60
30
180
10
122
2,0
30
6
Rute Bim – Bkt – Payakumbuh
486
27
18
180
30
420
10
65
1,0
60
7
Rute Bim - Pariaman
162
27
6
60
30
180
10
23
0,4
150
1
Rute Bim - Solok
216
27
8
120
30
300
10
25
0,4
150
2
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
Didalam kriteria pengembangan jaringan trayek baru dimana jumlah batasan jumlah armada yang dioperasionalkan adalah minimal 5 unit kendaraan, maka jaringan trayek/rute yang layak dikembangkan selain rute Rute BIM – Padang (rute eksisting), rute BIM - Bukittinggi – Payakumbuh juga layak untuk dikembangkan. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : Daerah asal tujuan perjalanan ke Bandara Internasional Minangkabau (BIM) tersebar pada beberapa Kabupaten/Kota di wilayah Sumatera 374
Barat dimana penumpang yang paling besar jumlah perjalanan dari/ ke Bandara adalah penumpang yang berasal dari Kota Padang sebesar 48,40% dari total jumlah sampel 1002 responden. Dilanjutkan dengan daerah Bukittinggi sebesar 13,27%, Solok sebesar 7,98%, Kota Pariaman Padang Pariaman sebesar 7,78% dan Payakumbuh/50 Kota sebesar 7,49%. Karakteristik responden penumpang udara cendrung captive (tidak beralih kemoda lain) dimana ada 50,29% penumpang udara tidak mau beralih dari moda yang biasa yang digunakan sedangkan responden yang mau beralih dari moda (Choice User) yang biasa yang digunakan adalah sebesar 49,41%.
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Rekomendasi Berdasarkan potensi demand penumpang Angkutan Bus Bandara, lintasan trayek yang layak dikembangkan adalah rute BIM – Bukittinggi – Payakumbuh dengan jumah armada 7 unit kendaraan sedangkan trayek BIM – Padang masih tetap beroperasi dengan kebutuhan armada sebanyak 6 unit kendaraan Isu sistim layanan yang terintegrasi merupakan salah satu aspek yang diutamakan dalam perencanaan fasilitas sarana dan prasarana
transportasi. Termasuk dalam hal ini adalah layanan angkutan umum, seperti Bus Bandara, yang terintegrasi dengan layanan angkutan umum yang lainnya di kota Padang khususnya dengan rencana pemerintah kota Padang untuk mengoperasikan Bus Rapid Transit (BRT). Penyebaran informasi lokasi-lokasi pembelian tiket terintegrasi melalui media massa serta menyediakan informasi rute dan jadwal (time table) berupa leaflet secara gratis untuk masyrakat Perlunya informasi (papan petunjuk) yang menunjukkan tempat-tempat pemberhentian Bus Bandara. Perlunya menerapkan regulasi perijinan pengoperasian Bus Bandara melalui mekanisme tender untuk memilih operator/perusahaan yang mempunyai manajemen yang baik dalam pengoperaian Bus Bandara. Pada koridor 1, perlunya kajian lebih lanjut untuk menentukan
rute yang potensial diantara 3 rute yang ada (BIM – Padang via Khatib Sulaiman, BIM – Padang via S. Parman, BIM – Padang via ByPass) dengan melihat asal tujuan yang lebih rinci berdasarkan kelurahan DAFTAR PUSTAKA , 2009, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Jakarta , 2003, Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM.35 tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum, Jakarta Dinas Perhubungan Kominfo. Provinsi Sumatera Barat, 2012, Statistik Perhubungan, Padang Direktorat Jenderal Perhubungan Darat , 2002, Pedoman Teknis Penyelengaraan Angkutan Umum di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur, Jakarta Direktorat Jenderal Perhubungan Darat , 2007, Perencanaan Rinci/Detail Desain Untuk Pengembangan Bus Rapid Transit (BRT) di Semarang, Jakarta Miro, F., 2005. Perencanaan Transportasi, Penerbit Erlangga, Jakarta. Pearmin, D. and Kroes, E., 1990, Stated Preference Techniques, A Guide To Practice, Steer Davis & Gleave Ltd., Richmond.
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
375
PROFIL USAHATANI DAN STATUS TEKNOLOGI KAKAO DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN FARMING AND TECHNOLOGY PROFILE STATUS OF COCOA IN PADANG PARIAMAN Yulmar Jastra HP: 085274566068; email:
[email protected] Peneliti Bidang Litbang Bappeda Provinsi Sumatera Barat Jl. Khatib Sulaiman No. 1 Padang Naskah Masuk : 8 Oktober 2014
Naskah Diterima : 18 November 2014
Abstract Cocoa plants ( Theobroma cacao L ) are commodities that play important role in West Sumatra economic and has been developed into trade commudities and also us a source of foreign exchange in one region, providing jobs and sources of income for farmers . This research are aimed for : ( 1 ) Identify the profile of cocoa farming in Padang Pariaman ( 2 ) Seeing the status of technology in Padang Pariaman Cocoa ; ( 3 ) Seeing the efforts and policies adopted by the local government in the development of cocoa in Padang Pariaman . Farmers profile of Cocoa commodity in Padang Pariaman which average age 45 years , while the average length of school owned by cocoa farmers is a range of more than 12 years and profiles cocoa farming area of 1.5 to 2.0 ha , with productivity of 600-900 kg / ha . Therefore developing activities and the Model Village Founding of Cacao in a Kenagarian known by the name : “Nagari Model Cocoa (NMK)” with the aim that cocoa could be an economic powerhouse in the village . Pattern / model Dissemination Multi Channel ( DMC ) can increase the adoption of technological innovations cocoa cultivation and post harvest from 19.44 percent to 45.56 percent , so the cocoa productivity also increased from 450.71 kg / ha / year to become 702.50 kg / ha / year . Key words: farming , profiles , cocoa , technology , villages
Abstrak Tanaman kakao (Theobroma cacao L) merupakan komoditi yang berperan penting dalam perekonomian Sumatera Barat dan telah berkembang menjadi komoditas perdagangan dan juga sumber devisa daerah, penyediaan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani. Penelitian ini bertujuan: (1) Mengidentifikasi profil usahatani kakao di Padang Pariaman (2) Melihat status teknologi Kakao di Padang Pariaman; (3) Melihat upaya dan kebijakan yang dilakukan pemerintah daerah dalam pengembangan kakao di Kabupaten Padang Pariaman. Profil Petani komoditi Kakao di Kabupaten Padang Pariaman rata-rata ber-umur 45 tahun, sedangkan rata-rata lama sekolah yang dimiliki oleh petani kakao adalah berkisar lebih dari 12 tahun dan profil usahatani komoditi kakao seluas 1,5 – 2,0 ha, dengan produktifitas 600 – 900 kg/ha. Kegiatan Pengembangan dan Pembinaan Nagari Model Kakao pada suatu kenagarian yang dikenal dengan nama: “Nagari Model Kakao (NMK)” dengan tujuan agar komoditi kakao bisa menjadi motor penggerak ekonomi di nagari. Pola/model Diseminasi Multi Channel (DMC) dapat meningkatkan adopsi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao dari 19,44 persen menjadi 45,56 persen, sehingga produktivitas kakao juga meningkat dari 450,71 kg/ ha/th menjadi 702,50 kg/ha/tahun. Kata kunci: usahatani, profil, kakao, teknologi, nagari
376
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
PENDAHULUAN Tanaman kakao (Theobroma cacao L) merupaka komoditi yang berperan penting dalam perekonomian Sumatera Barat dan telah berkembang menjadi komoditas perdagangan yang juga beperan besar sebagai sumber devisa daerah, penyediaan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani. Propinsi Sumatera Barat telah dicanangkan menjadi sentra pengembangan tanaman kakao untuk Wilayah Barat Indonesia yang diluncurkan oleh Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia (M. Yusuf Kalla) pada tanggal 3 Agustus 2006 yang lalu. Peluncuran ini sekaligus juga menandai dimulainya gerakan pengentasan kemiskinan berbasis nagari di Propinsi Sumatera Barat (Bappeda, 2011). Target Indikator awal untuk mendukung pengembangan sentra pengembangan kakao ini adalah meningkatkan luas pertanaman kakao di Sumatera Barat dari 25.042 ha pada tahun 2005 menjadi seluas 108.098 ha pada tahun 2010, yang tersebar di 19 kabupaten/kota. Dari data ini dapat kita lihat bahwa target penambahan luas penanaman kakao dari tahun 2005 sampai tahun 2010 adalah lebih kurang seluas 83.056 ha atau meningkat sebesar 332 % dibanding luas tanaman kakao tahun 2005(Jastra. dkk, 2012 dan Hasan. dkk. 2012; Yusniar, 2014). Pesatnya perkembangan luas kebun kakao di Sumbar tidak terlepas dari tingginya keinginan masyarakat dan juga kondisi agroekosistem yang cocok untuk pertumbuhan tanaman kakao (Manti dkk, 2009). Namun kondisi usaha tani kakao di Sumbar belum memberikan hasil yang optimal, hal ini terlihat dari produktivitas
kakao dan mutu yang masih rendah. Ratarata produktivitas kakao yang dihasilkan baru mencapai kurang dari 600-700 kg/ha/ th, produktivitas ini dianggap masih jauh dari potensi produksinya yang bisa mencapai lebih besar dari 2 ton/ha/th (Puslitkoka, 2006; Manti, dkk. 2009). Untuk peningkatan produktivitas dan mutu biji kakao telah banyak inovasi teknologi yang dihasilkan oleh Badan Litbang Kementan antara lain: varietas unggul dengan produksi tinggi, pemupukan sepesifik lokasi, pemangkasan, pengendalian HP utama kakao, sanitasi lahan dan peningkatan mutu biji kakao melalui inovasi fermentasi (Balitbang Pertanian, 2007). Teknologi tersebut mempunyai peran penting dalam peningkatan produksi dan mutu biji kakao yang dihasilkan. Namun sampai saat ini belum banyak inovasi tersebut diadopsi oleh petani kakao (BPTP Sumbar, 2009; Hasan, dkk.2012) Secara nasional pun produksi, produktivitas dan mutu kakao masih rendah. Penyebab utamanya adalah teknologi budidaya dan pasca panen belum diterapkan sesuai rekomendasi dan adanya serangan OPT, sehingga produksi dan mutu biji kakao yang dihasilkan rendah (Wahyuni. dkk., 2010). Secara teknis, rendahnya produktivitas dan mutu kakao karena disebabkan beberapa hal, diantaranya: benih yang digunakan beragam dan lokal, pemeliharaan dilakukan seadanya dan belum dilakukannya fermentasi sebagai faktor penentu mutu kakao (BPTP. Sumbar, 2009). Pertanaman kakao yang kurang terawat umumnya produktifitasnya rendah
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
377
dan mudah terserang hama dan penyakit, sehingga perlu diperbaiki dan bahkan diremajakan. Organisme pengganggu tanaman (OPT) utama pada kakao adalah penggerek buah kakao (PBK) dan penyakit vascular streak dieback (VSD). Serangan OPT dapat menurunkan produktivitas hingga 40%, dari 1.100 kg menjadi 660 kg/ha/tahun. Serangan penyakit juga menyebabkan mutu kakao rendah, sehingga ekspor biji kakao berpotensi mengalami penurunan (Manti, 2009). Pertanaman kakao di Sumatera Barat mencapai hampir 60.000 ha, sebagian besar tergolong produktif dan Pemda Sumbar masih berupaya mengembangkan karena harganya cukup baik. Melalui dinas Perkebunan melakukan upaya perbaikan untuk meningkatkan produktivitas maupun kualitas kakao secara cepat dan berkelanjutan dengan membangun kawasan contoh agribisnis kakao melalui kegiatan Pengembangan dan Pembinaan Nagari Model Pembangunan Kakao yang dikenal dengan “Nagari Model kakao (NMK)” yang telah dilakukan pada beberapa Nagari di Sumatera Barat seperti di Kabupaten Padang Pariaman, Tanah Datar, Pasaman, Pasaman Barat, Solok, Agam dan Kota Payakumbuh. Kecermatan dalam penentuan kawasan yang potensial dan kendala pertanaman yang ada, sangat menentukan keberhasilan pengembangan kakao ke depan. Penelitian ini bertujuan : (1) Mengidentifikasi profil usahatani kakao di Padang Pariaman (2) Melihat status teknologi Kakao di Padang Pariaman; (3) Melihat upaya dan kebijakan yang dilakukan pemerintah daerah dalam pengembangan 378
kakao di Kabupaten Padang Pariaman. METODOLOGI Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Padang Pariaman pada bulan Mei s/d September 2013. Penelitian ini bersifat deskriktif kualitatif dan kuantitatif serta dilakukan secara bertahap yaitu: 1) prastudy dalam rangka pengumpulan informasi tetang kondisi umum kabupaten Padang Pariaman, luas, produksi dan produktifitas Kakao, keragaan teknologi petani, serta potensi pengembangan Kakao; 2) desk study intensif terhadap data dan semua informasiinformasi yang diperoleh dari kegiatan prastudy; 3) observasi, survey lapangan dalam rangka rekonfirmasi semua data yang telah diperoleh sebelumnya dan mencari data primer sesuai yang dibutuhkan dalam tujuan penelitian ini (Masri S. dan Sofian Effendi. 1982), dan focus group discussion (FGD) dengan melibatkan tim pakar sebagai upaya memperkaya substansi hasil penelitian . FGD dilakukan untuk mengajak pihak terkait (dinas/indtansi terkait) dan petani menggali masalah dan pengalaman berusaha kakaso oleh petani, kondisi kawasan sentra produksi secara holistik dan parameterparameter penentu perkembangan kakao yang merupakan langkah yang harus dilakukan untuk peningkatan produksi kakao. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya di analisis secara deskriptif, yaitu dengan menggunakan tabulasi (% nisbah, rata-rata).
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Sistem Produksi Kakao di Kabupaten Padang Pariaman
a.
Profil Petani Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa petani kakao di Kabupaten Pariaman, pada tabel 1 dapat dilihat
bahwa rata-rata lama sekolah yang dimiliki oleh petani adalah lebih dari 12 tahun (menamatkan pendidikan sampai ke jenjang SLTP dan SLTA), dan dalam hal ini dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan petani kakao cukup, sedangkan rata-rata umur petani kakao di Kabupaten Padang Pariaman berada pada kelompok umur 45 tahun.
Tabel 1 : Profil Petani Komoditi Kakao di Kabupaten Padang Pariaman No 1 2 3 4 5 6
Parameter Tingkat pendidikan Umur Jumlah anggota keluarga Jumlah tenaga kerja keluarga Luas kepemilikan lahan (sawah + kebun) Jumlah kepemilikan Ternak (sapi)
Ditinjau dari rata-rata jumlah anggota keluarga petani kakao adalah sejumlah 4 5 orang, sedangkan mengenai jumlah tenaga kerja keluarga yang terlibat dalam usaha perkebunan kakao adalah antara 3 (tiga) orang. Dalam hal ini dapat dikatakan hampir sebagaian besar tenaga kerja yang terlibat dalam usaha komoditi kakao adalah berasal dari anggota keluarga sendiri. Selanjutnya jika dilihat dari jumlah luas kepemilihan lahan (sawah + kebun) tampak bahwa ratarata adalah sejumlah 1,3 ha, sedangkan
Satuan Tahun Tahun Orang Orang Ha
Nilai 12 45 4,2 3 1,3
Ekor
2,4
jumlah kepemilikan ternak (sapi) adalah lebih 2 (dua) ekor.
b.
Skala usaha tani Profil usahatani komoditi kakao dapat dilihat pada tabel 2, dimana dari luas usaha diketahui adalah sekitar 1,5 - 2,0 hektar, produktifitas dari 600-900 kg/ha, dan potensi pengembangan adalah sekitar 40% (dibawah pohon kelapa dan lahan terlantar).
Tabel 2 : Profil usahatani komoditi Kakao pada tingat petani di Kabupaten Padang Pariaman No
Parameter
1
Luas usaha
2
Produktivitas
3
Teknologi
4
Potensi pengembangan
Satuan
Rata-rata
Ha
1,5-2,0
kg/ha
600-900 Sederhana
(%)
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
40
379
Sedangkan skala usaha pada daerah pengembangan sangat beragam yaitu 25 batang sampai dengan 200 btg. Jumlah petani yang memliki kakao kurang dari 50 batang lebih banyak dan rata-rata 100 btg/ KK. Bibit yang diberikan kepada petani oleh Dinas terkait sesuai dengan luas pemilikan lahan, namun tidak semua yang ditanam dan dipelihara dengan baik. Hal ini disebabkan karena pengembangan kakao tidak diikuti dengan pembinaan yang serius dan berkelanjutan. Petani hanya diberikan bibit dan tidak diikuti dengan petunjuk teknis dan manfaat kakao dalam eknomi
menuju efisiensi usaha. Masukan usahatani berupa sarana produksi meliputi : pupuk, obat-obatan, benih/bibit, tenaga kerja serta sarana lainnya yang terkait dengan proses produksi kakao baik pra panen maupun pasca panen. Perbaikan teknologi yang diperlukan: (i) pemupukan secara teratur dengan takaran yang tepat; (ii) Teknik pemangkasan secara teratur; (iii) Pengendalian penggerek buah kakao (PBK), (iv) teknik fermentasi biji kakao. Ke empat komponen teknologi tersebut belum dilakukan oleh semua petani dengan baik. Sebagian besar petani kakao tidak memupuk,
rumahtanga ke depan, akibatnya petani hanya mengambil bibit dan belum tentu ditanam tepat waktu dan sesuai persyaratan teknisnya. Pada hal skala usaha potensial bagi pertanaman kakao oleh petani cukup besar, sesuai penguasaan lahan kering per rumahtangga rata-rata 1,5 ha.
tidak memangkas, belum mengendalikan (PBK) dan belum melakukan fermentasi biji kakao. Ketersediaan tenaga kerja di tingkat petani juga terbatas, keadaan ini merupakan tantangan dalam pengembangan agribisnis kakao rakyat nantinya. Kondisi pengelolaan kebun kakao di kecamatan Kampung Dalam, Kabupaten Padang Pariaman dapat dilihat pada Tabel 3.
2.
Status Teknologi Teknologi adalah komponen utama
Tabel 3.: Kondisi pengelolaan kebun kakao di Kampung Dalam dan Sei Geringging Kabupaten Padang Pariaman tahun 2012. No 1 2 3 4 5
Pelaksanaan (%) Kampung Dalam Sei Geringging 30 40 35 25 30 75 (program gernas) 25 60 (program gernas) 25 25
Parameter Penyiangan Memupuk Pemangkasan Pengendalian H & Penyakit Fermentasi
Pengelolaan kebun kakao di Kampung Dalam, dimana petani yang melakukan penyiangan sekitar 30%, pemupukan 35% dengan menggunakan pupuk kandang dan fermentasi 25% (dalam karung atau 380
kantong plastik). Dan pengelolaan kebun kakao di Sei Geringging, dimana petani yang melakukan penyiangan baru sekitar 40%, pemupukan 25% dan fermentasi 25% (dalam karung atau kantong plastik). Dan
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
dengan adanya program gernas kakao dan Nagari Model Kakao, petani telah melakukan pemangkasan sekitar 75% dan pengendalian hama penyakit 60%. Untuk memperbaiki mutu kakao ini disarankan agar dilaksanakan secara berkelompok dengan membentuk Unit Fermentasi dan Pengeringan Kakao (UFPK) pada setiap Gapoktan/Koperasi, agar dapat meningkatkan citra tentang kepedulian
petani terhadap kakao fermentasi yang sesuai dengan SNI, serta diiringi dengan perbedaan harga. Permasalahan yang ditemui dilapangan adalah serangan hama Penggerek Buah Kakao, Tupai, dan penyakit busuk buah, serta kondisi naungan yang tinggi (tidak dipangkas dari awalnya) dan tidak ada sanitasi lahan.
Tabel 4 : Perkembangan serangan BPK di Kabupaten Padang Pariaman tahun 2008 – 2011 No
Tahun
Luas serangan (ha)
1 2 3
2008 2009 2010
296 254 299
4 5
2011 2012
136 86
Sumber. Disbun Padang Pariaman, 2012
Terjadinya penurunan produksi dan produktivitas kakao karena adanya serangan OPT yang menyebabkan menurunnya kualitas produksi, terutama serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK), dimana luas serangan pada tahun 2008 seluas 296 ha dan terjadi penuruanan luas serangan pada tahun 2011 dan 2012 seluas 86 ha (Tabel 4). Pada tahun 2008 – 2010, Dinas Pertanian Kabupaten Padang Pariaman telah melaksanakan kegiatan pengendalian hama PBK dengan memanfaatkan dana APBD II maupun APBD I dalam bentuk SLPHT, namun kegiatan ini hanya bisa dilaksanakan pada 7 (tujuh) kelompok. Disamping itu Dinas juga telah melakukan sosialisasi Pengendalian Hama dan Penyakit Kakao, serta peremajaan tanaman kakao yang tidak
produktif dengan cara sambung samping (Disbun Padang Pariaman, 2011). 3.
Produksi dan Produktivitas Dengan luas tanaman kakao seluas 101.014 ha pada tahun 2010 (perkebunan rakyat dan perkebunan swasta nasional), dan produksi sebesar 49.769 ton, maka rata-rata produktifitas tanaman kakao di Sumatera Barat hanya sebesar 0,49 ton/ ha/th, sementara secara teoritis potensi produktifitas tanaman kakao adalah lebih kurang 2 ton/ha/tahun. Perkembangan Luas dan produksi kakao di Kabupaten Padang Pariaman dari tahun 2006 – 2013 dapat dilihat pada (Gambar 1 dan 2). Perkembangan luas dan produksi tanaman kakao di Kabupaten Padang Pariaman sangat segnifikan yaitu dari 4.641
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
381
ha tahun 2006 menjadi 31.522 ha pada tahun 2013 (naik 679 %) dengan melibatkan 8.853
KK petani kakao karena adanya perluasan areal tanaman kakao.
35,000
Luas (Ha)
30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tahun Gambar 1. : Perkembangan Luas Tanaman Kakao di Kabupaten Padang Pariaman tahun 2006-2013
Produksi (Ton)
Perkembangan produksi Kakao di Kabupaten Padang Pariaman pada tahun 2006 sebesar 1.920 ton dan produksi pada tahun 2013 sebesar 15.243 ton, dengan kenaikan sebesar 794%. Terjadinya peningkatan produksi yang signifikan, karena adanya peluasan areal tanam kakao. Pada tahun
2009 terjadi penurunakan produksi menjadi 2.656 ton yang disebabkan karena banyak tanaman kakao yang terserang oleh hama Penggerek Buah Kakao (PBK) sebesar 299 ha, dan pada waktu itu juga terjadi peremajaan tanaman kakao yang tidak produktif dengan sistem sambung samping.
18,000 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tahun
Gambar 2. : Perkembangan produksi Kakao di Kabupaten Padang Pariaman dari tahun 2006-2013
382
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Perkembangan produktivitas tanaman kakao di Kabupaten Padang Pariaman belum mengembirakan hanya berkisar antara 806 – 989 kg/ha/tahun (Gambar 3), pada hal potensi produktivitas tanaman kakao bisa mencapai 2000 kg/ha/tahun. Rendahnya
produktivitas kakao ini disebabkan karena belum banyaknya petani menggunakan varietas unggul, dan pemeliharaan yang kurang baik, terutama pemupukan dan pemangkasan.
1,200
Produktivitas (Kg/ha)
1,000 800 600 400 200 0 2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun Gambar 3. : Perkembangan produktivitas tanaman kakao di Kabupaten Padang Pariaman dari tahun 2006-2013.
Sistem Usahatani Kakao Ada dua model Sistem Usahatani (SUT) kakao yang berkembang yaitu sekitar 80% merupakan usahatani campuran dengan pengertian tanaman utama kelapa berfungsi sebagai pelindung. Usaha tani campuran tersebut adalah (1) kelapa + kakao; (2) kelapa + kakao + pisang. Sisanya (20%) merupakan usahatani monokultur. Perkebunan kakao rakyat sebagian besar merupakan tanaman tumpang sari di antara tanaman kelapa. Kelapa/kakao + pisang merupakan pola usaha tani yang dominan di wilayah ini. Kakao adalah tanaman perkebunan yang memerlukan naungan, karena itu pengembangan kakao di kawasan perkebunan kelapa rakyat
ini sangat cocok, dan sekaligus untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan yang tersedia. Umur panen tanaman kakao sekitar 3,0 tahun setelah tanam. Kakao yang dipelihara dengan baik pada tahun I panen, memberikan hasil 400-500 kg/ha biji kering, umur 7 tahun hasil mencapai 0,50 ton/ha/thn. Diperkirakan tahun berikutnya terus meningkat sampai umur 14-15 tahun, setelah itu hasil mulai menurun. Frekuensi panen 1 kali 15 hari dan dalam setahun panen 24 kali. Panen terendah rata-rata 0,50 ton/ha/thn, tertinggi 1,10 ton/ha/thn dibawah pohon kelapa. Buah yang dipetik dikumpulkan pada suatu tempat dan disini buah dibelah melintang miring atau dipotong
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
383
dua, agar mudah mengeluarkan biji. Biji bersama daging biji dimasukkan kedalam karung plastik untuk proses lebih lanjut, atau langsung dijemur. Perolehan hasil kakao
yang ditanam secara monokultur rata-rata 1,15 t/ha/tahun dan secara tumpangsari 0,65 t/ha/tahun (Tabel 5).
Tabel 5. : Keragaan hasil kakao per hektar ada dua tipe sistem usahatani (SUT) di Sumatera Barat. Uraian
Satuan
Kakao+kelapa
Monokultur
Hasil tertinggi
t/ha
1,10
1,30
Hasil terendah
t/ha
0,50
0,90
Hasil rata-rata
t/ha
0,65
1,15
Rendahnya
produktifitas
tanaman
1.
Bibit kakao yang digunakan oleh se-
kakao ini, mendorong pemerintah untuk
bagian besar petani adalah merupa-
melakukan upaya agar produktifitas bisa
kan bibit asalan yang dikembangan
mencapai angka 1,2 ton/ha/tahun.
sendiri oleh petani, bukan merupakan
Jika
bibit dari klon unggul.
angka produktifitas ini tercapai maka mulai tahun 2015 produksi biji kakao di Sumat-
2.
Sebagian besar tanaman kakao di-
era Barat akan mencapai angka 121 ribu
tanam sebagai tanaman tumpang
ton. Jumlah ini tentu jauh meningkat dari
sari dengan berbagai jenis tanaman
produksi kakao yang ada saat ini yang han-
pohon, namun tidak tertata dengan
ya sebesar 66.588 ton.
baik, sehingga tanaman kakao tidak
Luas pertanaman kelapa pada
mendapatkan pencahayaan sinar ma-
tahun 2012 di Sumatera Barat mencapai
tahari yang cukup. Disisi lain ada
91.965 ha. Sebagian besar lahan, peman-
juga petani yang mengembangkan
faatannya belum optimal, yang ditunjukkan
tanaman kakao sebagai tanaman mo-
oleh rendahnya populasi kelapa yaitu 50-80
nokultur, tapi tidak disediakan tana-
batang/ha. Keadaan ini merupakan potensi
man pelindung yang baik, sehingga
untuk pengembangan kakao dengan sistem
juga menyebabkan tidak berproduk-
tumpangsari di antara kelapa. Potensi lahan
sinya tanaman kakao dengan baik.
untuk pengembangan kakao dengan sistem
3.
Sebagian besar petani tidak melaku-
tumpang sari (kelapa+kakao) di Kabupaten
kan pemupukan tanaman kakao den-
Padang Pariaman, cukup luas yaitu menca-
gan benar, sehingga tanaman kakao
pai 13 ribu hektar.
tidak mempunyai cukup hara untuk makanannya.
Ada beberapa hal yang diduga sebagai penyebab rendahnya produktifitas
4.
Sebagian besar petani tidak melaku-
tanaman kakao di Provinsi Sumatera Barat
kan pemangkasan tanaman kakao
antara lain :
dengan benar, sehingga tanaman tum-
384
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
buh seperti tanaman hutan. Kondisi
ing pedagang memberlakukan harga sama
ini menyebabkan tidak terdistribus-
antara biji kering hasil fermentasi dengan
inya penyinaran matahari dengan
tanpa fermentasi.
baik pada pokok tanaman dan mudah berkembang biaknya hama dan penyakit pada tanaman kakao. 5.
4. Upaya Perbaikan Agribisnis Kakao Sasaran pembangunan perkebunan
Masih rendahnya sistem pengendalian
kakao
di
Sumatera
Barat
adalah:
hama penyakit yang dilakukan oleh
meningkatkan pendapatan petani khususnya
petani, sehingga hama dan penyakit
dari perkebunan kakao dan menjadikan
disamping menyerang buah juga ada
Sumatera Barat sebagai sentra produksi
yang menyerang pokok tanaman se-
utama perkebunan kakao Wilayah Barat
hingga menyebabkan tanaman men-
Indonesia.
jadi mati. Disamping itu buah atau
Menurut (Damanik.S dan Herman,
bakal buah tanaman kakao kemudian
2010) strategi pengembangan perkebunan
tidak berkembang dengan baik dan
kakao dapat didefinisikan sebagai suatu
tidak menghasilkan biji atau kalaupun
rangkaian
menghasilkan biji, kualitas biji men-
untuk mencapai sasaran jangka panjang
jadi sangat rendah.
berdasarkan kajian dan penelitian yang sudah
tindakan
yang
ditujukan
dilakukan, maka strategi pengembangan Penerapan teknologi ditingkat petani
sistem agribisnis kokao harus dilakukan
relatif sederhana. Teknologi dimaksudkan
formulasi efisiensi dan integrasi antar
disini adalah teknologi budidaya yang me-
subsistem agribisnis.
liputi persiapan lahan, tanam, pemupukan,
Mengingat berbagai faktor strate-
pemangkasan, pemeliharaan dan pember-
gis saat ini umumnya berada pada kondisi
antasan hama/penyakit. Teknologi pascap-
moderat dan beberapa berada pada kondisi
anen kakao adalah fermentasi dan penger-
minim dalam memberikan dukungan bagi
ingan. Umumnya petani kakao mengerti
terlaksananya pembangunan perkebunan
teknik fermentasi. Namun praktek yang
kakao yang berkelanjutan maka diperlukan
dilakukan pemeraman biji kakao dalam
kerja keras dan perubahan yang cukup besar
karung plastik yang disusun berlapis-lapis.
dalam perencanaan maupun pelaksanaan
Kualitas biji kakao yang dihasilkan, aroma
kegiatan pembangunan sub sektor perkebu-
dan warna suram. Pengeringan dilakukan
nan kakao Sumatera Barat.
dengan menggunakan sinar matahari se-
Program pembangunan perkakaoan
lama ± 3 hari. Sebagian besar petani tidak
harus dipacu oleh pemerintah melalui pe-
melakukan fermentasi. Sementara bila di-
nyediaan bibit berkualitas serta melaku-
lakukan fermentasi memakan waktu 3-4
kan pemberdayaan petani, pengembangan
hari. Proses fermentasi tergantung dari per-
kelembagaan agribisnisnya dan menyuluh-
mintaan kualitas biji oleh pedagang. Ser-
kan teknologi-teknologi inovatif serta mem-
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
385
perbaiki sistem diseminasi agar lebih tepat
dalam waktu singkat akan dapat mening-
dan akurat, namun semua itu belum mem-
katkan produktivitas kakao dan pendapatan
berikan hasil yang memadai didalam pen-
petani.
ingkatan produksi kakao dan pendapatan
Di Kabupaten Padang Pariaman se-
petani (Disbun Sumbar, 2006). Kegiaan-
jak tahun 2011 telah di tumbuhkan Nagari
kegiatan seperti pelatihan, sekolah lapang,
Model Kakao (NMK) di kecamatan Sungai
studi banding sudah cukup banyak dilaku-
Geringing dengan kegiatan: (1) teknologi
kan dan ternyata selama pelatihan semua
pembibitan (membangun kebun demplot
teknologi bisa dipahami dan diadopsi, se-
penakar entres kakao yang bekerjasama
hingga sebagaian petani sudah mempunyai
dengan Puslitkoka Jember Jawa Timur); (2)
pengetahuan yang cukup memadai, tetapi
Teknologi Budidaya dan pasca panen yang
kenyataan tidak banyak petani yang men-
bekerjasama dengan BPTP Sumatera Barat
erapkan apalagi mengembangkannya. Hal
dan Swisscontact Belanda berupa demplot
ini terlihat dari produktivitas dan kualitas
dan pelatihan pada petani; (3) Teknologi In-
kakao yang masih rendah dan cenderung
tegrasi kakao ternak sapi dengan memam-
terus menurun karena belum menerapkan
faatkan limbah kulit kakao sebagai bahan
teknologi inovatif secara utuh dan berkelan-
pakan ternak dan kotoran ternak untuk pu-
jutan. Untuk itu Pemerintah Sumatera Barat
puk tanaman kakao; (4) inovasi kelem-
melakukan upaya perbaikan untuk mening-
bagaan dengan membangun pondok per-
katkan produksi dan produktivitas maupun
temuan dan membuat kebun contoh kakao,
kualitas kakao secara cepat dan berkelanju-
melakukan Sekolah Lapang Kakao serta
tan dengan membangun kawasan agribisnis
pemberdayaan alat fermentasi yang sudah
kakao melalui kegiatan Pengembangan dan
ada di nagari. Disamping itu adanya ker-
Pembinaan Nagari Model Kakao pada suatu
jasama dengan Universitas Andalas berupa
kenagarian yang dikenal dengan nama:
program mahasiswa Kuliah Kerja Nyata
“Nagari Model Kakao (NMK)” dengan
(KKN) Tematik Unand yang ditempatkan
tujuan agar komoditi kakao bisa menjadi
pada Nagari Model Kakao dengan kegia-
motor penggerak ekonomi di nagari. Di
tan pembinaan, pendampingan tetang tana-
Kabupaten Padang Pariaman terdapat di
man kakao terutama dari aspek budidaya
Nagari Kuranji Hulu Kecamatan Sei Ger-
dan pasca panen kakao kepada petani. Pada
ingging dan sampai tahun 2013 sudah ada
tahun 2012 Kerja sama diperluas dengan
10 Nagari model Kakao di Sumatera Barat
mengikutsertakan Balai Pengkajian Perta-
(Disbun Sumbar.2013). Kegiatan yang di-
nian (BPTP) Sumatera Barat dalam disemi-
lakukan adalah bimbingan, fasilitasi, pen-
nasi dengan pendekatan Model Spectrum
dampingan, pelatihan, sekolah lapang,
Diseminasi Multi Channel (SDMC) yaitu
studi banding dan percontohan teknologi
suatu terobosan mempercepat dan mem-
untuk mempercepat adopsi dan penerapan
perluas jangkauan diseminasi dengan me-
teknologi inovatif yang diberikan, sehingga
manfaatkan berbagai saluran kominikasi
386
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
dan pemangku kepentingan (stakeholder)
melakukan penyiangan baru sekitar
yang terkait secara optimal melalui ber-
40%, pemupukan 25% dan fermentasi
bagai media secara simultan dan terkoor-
25% (dalam karung atau kantong
dinasi. Menurut Nusyirwan Hasan (2012)
plastik). Dan dengan adanya program
Diseminasi inovasi teknologi budidaya dan
gernas kakao dan Nagari Model Kakao,
pasca panen kakao melalui Model Spectrum
petani telah melakukan pemangkasan
Diseminasi Multi Channel (SDMC) terjadi
sekitar 75% dan pengendalian hama
penigkatan adopsi inovasi teknologi budi-
penyakit 60%.
daya dan pasca panen kakao rata-rata sebe-
3.
Salah satu masalah penting dalam
sar 26,13 persen yaitu dari 19,44% menjadi
pengembangan kakao adalah serangan
45,56% dan dengan peningkatan adopsi in-
OPT yang menyebabkan menurunnya
ovasi teknologi budidaya dan pasca panen
kualitas produksi, terutama serangan
kakao, mengakibatkan terjadinya peningka-
hama penggerek buah (PBK), dimana
tan produktivitas kakao dari 450,71 kg/ha/th
luas serangan pada tahun 2008 seluas
menjadi 720,50 kg/ha/tahun di Nagari Parit
296 ha dan terjadi penuruanan pada
Malintang Kabupaten Padang Pariaman.
tahun 2011 dan 2012 seluas 86 ha. 4.
Perkembangan luas dan produksi
PENUTUP
tanaman kakao di kabupaten Padang
Kesimpulan
Pariaman sangat segnifikan yaitu dari
1.
Profil Petani
komoditi Kakao
di
4.641 ha tahun 2006 menjadi 31.522
rata-
ha pada tahun 2013 (naik 679 %)
rata ber-umur 45 tahun, sedangkan
dan produksi 1.920 ton tahun 2006
rata-rata lama sekolah yang dimilki
menjadi 15.243 ton tahun 2013 (naik
oleh petani jagung adalah berkisar
794 %), yang melibatkan 8.853 KK
lebih dari 12 tahun (menamatkan
petani kakao.
Kabupaten Padang Pariaman
pendidikan sampai ke jenjang SLTP
2.
5.
Pemerintah Sumatera Barat melakukan
dan SLTA), dan profil usahatani
upaya perbaikan untuk meningkatkan
komoditi kakao seluas 1,5 – 2,0 ha,
produksi dan produktivitas maupun
dengan produktifitas 600 – 900 kg/
kualitas kakao secara cepat dan
ha.
berkelanjutan dengan membangun
Pengelolaan kebun kakao di Kampung
kawasan agribisnis kakao melalui
Dalam, dimana petani yang melakukan
kegiatan
penyiangan sekitar 30%, pemupukan
Pembinaan Nagari Model Kakao
35%
dengan menggunakan pupuk
pada suatu kenagarian yang dikenal
kandang dan fermentasi 25% (dalam
dengan nama: “Nagari Model Kakao
karung atau kantong plastik). Dan
(NMK)” dengan tujuan agar komoditi
pengelolaan kebun kakao di Sei
kakao bisa menjadi motor penggerak
Geringging, dimana petani yang
ekonomi di nagari.
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Pengembangan
dan
387
6.
Pola/model Diseminasi Multi Channel (DMC) dapat meningkatkan adopsi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao dari 19,44 persen menjadi 45,56 persen, sehingga produktivitas kakao juga meningkat dari 450,71 kg/ ha/th menjadi 702,50 kg/ha/tahun.
Rekomendasi Perlu membangun kawasan agribisnis kakao melalui kegiatan Pengembangan dan Pembinaan Nagari Model Kakao pada suatu kenagarian yang dikenal dengan nama: “Nagari Model Kakao (NMK)” dengan tujuan agar komoditi kakao bisa menjadi motor penggerak ekonomi di nagari dengan melibatkan BPTP Sumatera Barat, dan kegiatan KKN dari mahasiswa dari Perguruan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Balitbang Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Edisi Kedua. 26 hal Bappeda, 2011. Rencana Tindak/Action Plan 5 Industri Unggulan Sumatera Barat. Bappeda Propinsi Sumatera Barat. Padang BPTP Sumbar. 2009. Indormasi paket teknologi pertanian. BPTP Sumatera Barat. 2009 Damanik. S, dan Herman. 2010. Prospek dan Strategi Pengembangan Perkebunan Kakao Berkelanjutan di Sumatera Barat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Perspektif Vo. 9 No.2/ Desember 388
2010. Hal. 94-105. Disbun Sumbar, 2006. Kebijakan Pengebangan Kakao di Provinsi Sumatera Barat. Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Barat, Padang. Disbun Sumbar, 2013. Laporan Perkembangan dan Pembinaan Nagari Pembangunan Kakao di Sumatera Barat. Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Barat, Padang. Disbun Padang Pariaman, 2012. Laporan Tahunan Dinas Perkebunan Padang Pariaman. Pariaman. Masri S. dan Sofian Effendi. 1982. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta. Manti, I., N. Hasan, Y. Salim, Nusyirwan, M. Jamalin dan Syafril. 2009. Pengendalian hama utama kakao menggunakan minyak serei wangi di perkebunan rakyat Sumatera Barat. Laporan hasil pengkajian kerjasama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumbar dengan Menristek. 35 hal. Nasan. N.; R. Roswita, Syafril dan Zulrasdi. 2012. Kajian Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Budidaya dan Pasca Panen Kakao melalui Diseminasi Multi Channel mendukung Gernas kakao di Sumatera Barat. Prosiding InSINas tahun 2012. Puslitkoka, 2006. Panduan Lengkap Budidaya Kakao (Kiat mengatasi permasalahan praktis).PT. Agromedia Pustaka. Jastra. Y, N. Hosen, Yulfira Media, dan Buharman, 2012. Karakterisasi Profil Empat Komoditas Unggulan dan Kawasan Pengembangan Pertanian pada Empat Wilayah Kabupaten/kota di Sumatera Barat. Bappeda Propinsi Sumatera Barat Padang.
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Yusniar, 2014. Membangun Kesejahteraan Petani Lewat Nagari Model Kakao (NMK), Bidang Sarana dan Prasarana dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Barat. Wahyuni I. S.; S. Fairuzi; F. Asful, 2010. Potensi Pengembangan Industri Pengolahan Kakao Di Sumatera Barat. Disampaikan pada Seminar Nasional BKS – PTN Wilayah Barat, Bengkulu 23 – 25 Mei 2010. Di Bengkulu.
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
389
PERBAIKAN GIZI ANAK SERIBU HARI KEHIDUPAN UNTUK GENERASI CERDAS NUTRITION IMPROVEMENT FOR EARLY LIVE OF CHILDREN FOR CHILDS INTELEGENCE Azman Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat Jl. Raya Padang – Solok Km 40 Sukarami Fak. 0755 - 31138 Naskah Masuk : 8 Oktober 2014
Naskah Diterima : 18 November 2014
Abstract The nutrition improvement for early live of children. The improvement should be started from womb until two year old. During fragnancy the womb should be feeded with nutricious food. The children in 0-6 month old. Should be given only breast milk (“ASI”). However, during 6 month – 2 years period biside “ASI” children should consumed food supplement formula made from roasted nuts and grain (rice) mixture. This method is easy and cheap and could be implemented in plural community. This high quality food is very important due to its incluence for childs helath and intelegence. Keywords: children, nutrition, intelligent Abstrak Perbaikan gizi anak seribu hari kehidupan untuk generasi cerdas. Tulisan ini merupakan review hasil penelitian dengan tujuan untuk mempelajari perbaikan gizi anak seribu hari kehidupan untuk menciptakan gerasi cerdas. Perbaikan tersebut harus dimulai sejak anak dalam kandungan sampai umur anak dua tahun. Pada usia anak 0-6 bulan harus diberi makanan pendamping ASI (MPASI), berupa formula bermutu gizi tinggi dari campuran biji-bijian (beras) dengan kacang-kacangan yang diolah dengan cara di sangria. Cara tersebut murah dan mudah teknologinya, dan dapat diterapkan pada masyarakat pedesaan, untuk menciptakan generasi sehat dan cerdas. Kata kunci: gizi, anak, cerdas.
PENDAHULUAN Perbaikan gizi makanan pada anak perlu diadakan mengingat generasi masa depan harus berkualitas. Perbaikan gizi ini dianjurkan dimulai sejak anak dalam kandungan sampai anak lahir. Kemudian setelah anak lahir sampai umur 6 bulan anak diharuskan diberi makanan air susu ibu (ASI). Setelah anak berumur 6 bulan dianjurkan menggunakan makanan pendamping ASI (MPASI) bermutu dan bergizi tinggi disamping ASI, diberikan 390
sampai umur anak 2 tahun (Azman, 2008) oleh karena pada masa tersebut anak sangat memerlukan gizi untuk pertumbuhan baik pertumbuhan fisik maupun kecerdasan (otak). Sejak anak berada dalam kandungan sampai anak berumur 2 tahun disebut dengan seribu hari kehidupan. Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno (2014) telah mencanangkan perbaikan gizi anak seribu hari kehidupan untuk generasi cerdas, telah mensosialisasikan programnya secara
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
besar-besaran dan telah menandatangani kesepatakan (MoU) dengan Kabupaten dan Kota 26 September 2014 di Padang. Jika seseorang bisa menjaga kualitas gizi anak dengan baik, anak akan terawat dan cerdas, perawatan itu harus dimulai dari awal kehamilan sampai usia 2 tahun (1000 hari kehidupan). Jika terlewat dari 1000 hari kehidupan maka anak akan tumbuh menjadi anak yang lemah, sering sakit dan kurang cerdas. Hal tersebut berakibat buruknya sumber daya manusia, banyak pengangguran dimasa datang (Irwan Prayitno, 2014). Michael (2014) sangat men-
makanan dapat dilakukan dengan cara penyediaan makanan terolah yang produksinya di dukung oleh pemerintah, menggunakan bahan baku setempat. Dari uraian di atas, terlihat perlunya perbaikan gizi makanan pada anak seribu hari kehidupan, oleh karenan makanan bergizi erat hubungannya dengan pertumbuhan fisik, kesehatan dan kecerdasan. Generasi masa depan harus cerdas, hal tersebut akan membentuk sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan kemajuan suatu bangsa. Perbaikan gizi makanan perlu dilakukan sejak kehamilan sampai umur
dukung edukasi tentang pentingnya gizi di awal kehidupan kepada para praktisi kesehatan untuk menekan angka malnutrisi dengan target 6,6% serta target MDGs sebesar 15,5% pada tahun 2016. Selanjutnya Dekan Fakultas Kedokteran Unand, Masrul (2014) mengatakan berdasarkan hasil riset Badan Penelitian Pengembangan dan Pembangunan Kesehatan RI angka kekurangan gizi di Sumatera Barat masih belum memuaskan, maka perlu program seribu hari kehidupan di terapkan. Di Indonesia sebanyak 17 juta anak balita menderita gizi buruk, 5,2 juta menderita kurang gizi dan 305.000 bayi dan balita meninggal setiap tahun (Hariyal, et, al. 2005). Sedangkan di Sumatera Barat terdapat 50.000 dari 470 .000 anak balita menderita gizi buruk (Zulkarnain, 2010). Perbaikan gizi makanan dianjurkan memanfaatkan bahan makanan yang tersedia sebaik-baiknya (bahan lokal), mudah diperoleh, mudah pengolahannya, bermutu gizi tinggi (Azman, 2010). Selanjutnya Mein (1997) mengatakan perbaikan gizi
anak 2 tahun (seribu hari kehidupan) Tulisan ini merupakan review hasilhasil penelitian dengan tujuan untuk mengkaji gizi anak untuk generasi cerdas dalam usaha membentuk sumber daya manusia berkualitas. PERMASALAHAN GIZI Unicef didalam http://hakimkep. wordpress.com/2012/06/08/masalah-gizimasyarakat, masalah kurang gizi dapat disebabkan oleh, penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. 1. Penyebab langsung makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makanan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit, 2. Penyebab tidak lansung, ada 3 penyebab kurang gizi,
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
391
a. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarganya dalam jumlah yang cukup, baik jumlah maupun mutu gizinya, b. Pola pengasuhan anak kurang memadai, setiap keluarga dan masyarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik, baik fisik, metal dan sosial, c. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai, sistem pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan
adalah masalah yang utamanya disebabkan oleh kekurangan atau ketidak seimbangan asupan energi dan protein. Bila ibu hamil kurang energi, berakibat pada berat badan bayi yang lahir akan rendah. Pada anak balita akan mengakibatkan marasmus, kwashiorkor dan selanjutnya akan terjadi gangguan pertumbuhan anak usia sekolah. Anak balita yang sehat atau yang kurang gizi secara sederhana dapat ditentukan dengan membandingkan penambahan berat badan menurut umur atau berat badan menurut tinggi. Apabila sesuai dengan standar anak disebut gizi baik, sedikit kurang dari stan-
dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan maka akan makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan. Akar permasalahan, kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997. Keadaan tersebut telah memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai. (http://fandicelluler,blogspot.com/2011/11/ mkalah-tentang-gizi.ttml). Masalah gizi terbagi menjadi masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi makro
dar disebut gizi kurang dan jauh di bawah standar disebut gizi buruk. Bila gizi buruk disertai dengan tanda-tanda klinis seperti wajah sangat kurus, muka seperti orang tua, perut cekung, kulit keriput disebut marasmus, dan bila kaki bengkak, wajah membulat dan sembab disebut kwashiorkor. Marasmus dan kwashiorkor dikenal di masyarakat sebagai “busung lapar”(http://hakimkep. wordpress.com/2012/06/08/masalah-gizimasyarakat). Masalah gizi mikro merupakan masalah kekurangan vitamin, mineral dan asam lemak essensial pada tubuh. Kekurangan vitamin pada tubuh seperti masalah KVA, gaky. Kekurangan mineral pada tubuh seperti kekurangan kalsium, Fe dan kekurangan asam lemak essensial pada tubuh seperti kekurangan asam lemak linoleat, linolenat, termasuk omega 3. Permasalahan tersebut diatas disebabkan oleh karena konsumsi makanan pada tingkat rumah tangga yang cenderung defisit dalam makanan sehari-hari. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat di
392
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
lakukan pemberian gizi berimbang. (http:// hakimkep.wordpress.com/2012/06/08/ masalah-gizimasyarakat) PERBAIKAN GIZI Gizi adalah kandungan zat-zat dalam makanan yang akan diproses di dalam tubuh dan digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan tubuh, serta memelihara fungsi normal organ-organ. Perbaikan gizi anak harus dimulai sejak ibu hamil sampai umur anak 2 tahun (1000 hari kehidupan), oleh karena saat itu telah mulai pertumbuhan sianak yang akan lahir, baik pertumbuhan fisik (pertumbuhan badan) maupun pertumbuhan otak (kecerdasan). Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno telah mensosialisasikan program tersebut untuk menyiapkan generasi cerdas, dan berkualitas dimasa datang. (Anonymous, 2014) Makanan yang baik sesudah selayaknya mengandung zat gizi lengkap, mulai dari karbohidratnya, lemak, protein, vitamin dan mineral. Berdasarkan kebutuhan tubuh akan makanan, kita dapat membagi bahan makanan menjadi tiga kelompok yaitu pertama, makanan yang bersumber pada karbohidrat atau zat tenaga/energi terdapat pada nasi, kentang, roti, mie dan ubiubian. Kedua adalah protein atau zat pembangun yang bersumber pada keju, susu, ikan, ayam, daging, telur dan kacang-kacangan, dan yang ketiga vitamin dan mineral atau zat pengatur bisa diperoleh melalui konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan. (http://fandicelluler,blogspot.com/2011/11/ mkalah-tentang-gizi.ttml.
Jika anak mengkonsumsi pola makanan lengkap seperti makanan pokok, sayursayuran, daging dan buah-buahan, maka kecukupan gizinya sudah dapat tercukupi. Tapi juga harus diperhatikan variasi hidangan (jangan sampai mengkonsumsi satu jenis makanan), karena belum dapat terpenuhi gizi lengkap dan seimbang). Pentingnya gizi dapat dilihat dari makanan, dimana makanan penting untuk hidup. Tanpa makan dan minum, kita tidak bisa hidup. Kekurangna makanan akan membuat kita kelaparan, dan jika dibiarkan kita bisa sakit bahkan meninggal dunia. Namun, jika makanan dengan jumlah yang cukup tetapi dengan zat gizi yang tidak seimbang (terlalu banyak karbohidrat, kurang vitamin akan membuat kita kurus atau kegemukan. Sebaiknya, jika makanan yang kita makan lengkap dan seimbang zat gizinya, maka kita dapat hidup sehat dan terhindar dari penyakit (http://fandycelluler.blogspot. com/2011/11makalahtentang-gizihtml). Peran makanan untuk anak 1000 hari kehidupan dimana anak merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya, a. Makanan sebagai sumber zat gizi, didalam makanan terdapat enam jenis zat gizi, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Zat gizi ini diperlukan bagi anak sebagai zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. Zat tenaga, yaitu zat gizi yang menghasilkan energi, seperti karbohidrat, lemak dan protein. Bagi anak energi diperlukan untuk melakukan aktivitasnya serta pertumbuhan dan perkembangannya. Zat pembangun, seperti protein, berfungsi bukan
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
393
saja untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan organ-organ tubuh anak, tetapi juga berfungsi sebagai pengganti sel-sel/jaringan yang rusak. Zat pengatur berfungsi agar organ-organ danjaringan tubuh termasuk otak dapat berjalan seperti yang diharapkan. (http://fandicelluler,blogspot.com/2011/11/ mkalah-tentang-gizi.ttml Zat-zat yang berperan sebagai zat pengatur adalah: 1. Vitamin, baik yang larut dalam air (vitamin B komplek dan vitamin C) maupun yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E dan K) 2. Mineral (kalsium, zat besi, iodium dan flour) 3. Air, sebagai alat pengatur vital kehidupan sel-sel tubuh. Kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan pada umumnya secara garis besar, kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan dan tinggi badan. Antara asupan zat gizi dan pengeluarannya harus ada keseimbangan sehingga diperoleh status gizi yang baik atau gizi berimbang. Status gizi anak dapat diketahui atau dipantau dengan menimbang anak setiap bulan, kemudian dicocokan dengan kartu menuju sehat. Berbagai faktor yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama pada anak antara lain akibat gizi yang tidak seimbang.(http://www.danone-nutrindo. org/tentanggiziseimbang.php)
394
GIZI SEIMBANG Gizi seimbang adalah susunan makan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan dan berat badan ideal (http://www.danonenutrindo. org/tentanggiziseimbangphp) Zat-zat gizi yang terdapat pada makanan yang dikonsumsi berfungsi untuk kelangsungan semua proses biologis dalam tubuh, zat gizi dibutuhkan untuk proses membangun dan memelihara organ tubuh manusia. (http://fandicelluler,blogspot.com/ 2011/11/mkalah-tentang-gizi.ttml Dahulu program gizi berimbang ini dikenal orang dengan pola makan empat sehat, lima sempurna. Oleh karena konsep empat sehat, lima sempurna sudah tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya, karena kebutuhan manusia akan gizi berbeda-beda tergantung berbagai faktor, maka dikembangkan konsep atau pola gizi seimbang. Konsep gizi seimbang terbagi atas tiga kelompok yaitu: sumber energi, padi-padian, umbi-umbian, tepung-tepungan, sagu, jagung dan lainlain. Sumber zat pengatur, sayur-sayuran dan buah-buahan. Sumber zat pembangun, ikan, ayam, telur, daging, susu, kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti tempe, oncom, susu kedelai dan tahu. Pengaturan porsi/jumlah yang dikonsumsi disesuaikan dengan golongan usia, aktivitas, jenis kelamin. Sebagai contoh panduan umum untuk orang dewasa untuk makan dalam satu hari, sumber energi: 3-5 piring nasi. Sumber zat pengatur, 1,5 – 2 mangkok sayur, 2-3 potong buah. Sumber zat pembangun 2-3
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
potong lauk hewani, 3 potong lauk nabati. Selain itu, konsep gizi berimbang pun menetapkan 13 pesan dasar sebagai pedoman praktis untuk mengatur makan sehari-hari yang seimbang dan aman agar status gizi serta kesehatan yang optimal dapat tercapai. 13 pesan dasar tersebut adalah, 1. Makanlah aneka ragaman makanan, 2. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan gizi, 3. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan gizi, 4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energi, 5. Gunakan garam beryodium, 6. Makanlah makanan
gan perbaikan gizi ibu hamil. Ibu yang sedang hamil harus memperhatikan makan supaya bermutu gizi tinggi dan seimbang antara karbohidrat, protein dan vitamin. 2. Anak umur 0-6 bulan Pemberian makanan anak umur 0-6 bulan, sebaiknya melalui pemberian air susu ibu (ASI). Oleh karena itu, ibu yang menyusui supaya menjaga makanannya dengan baik, bermutu dan bergizi tinggi, karena gizi makanan yang dimakan ibu menyusui akan mempengaruhi gizi anak yang sedang disusuin-
sumber zata besi, 7. Beri ASI saja kepada bayi sampai umur 6 bulan, 8. Biasakan sarapan pagi, 9. Minum air bersih aman dan cukup jumlahnya, 10. Lakukan kegiatan fisik dan olahraga teratur, 11. Hindari minuman beralkohol, 12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan dan, 13. Baca label pada makanan yang dikemas (http://health. kompas.com/read/2013/05/21/09390826/ konsepgiziseimbang.pengganti4sehat 5sempurna)
ya. 3. Anak umu 6 bulan sampai 2 tahun Setelah anak berumur 6 bulan sebaiknya sudah dapat dimulai pemberian makan tambahan berupa makanan-makanan bermutu dan bergizi tinggi, supaya anak dapat tumbuh dengan baik dan cerdas. Oleh karena pertumbuhan dan kecerdasan anak optimal pada umur di bawah dua tahun, termasuk saat ibu hamil dan ibu menyusui.
PRODUK BERGIZI TINGGI UNTUK MAKANAN ANAK 1000 HARI KEHIDUPAN Pemberian makan anak 1000 hari kehidupan ada tiga tahap pemberian, 1. Sewaktu ibu hamil, 2. Anak umur 0-6 bulan, 3. Anak umur 6 bulan sampai 2 tahun. (Azman, 2008)
Makan makanan tambahan untuk anak umur 6 bulan sampai 2 tahun dapat berupa makanan instan dan siap saji dari hasil pengolahan pabrik seperti, SUN, sosial, beras merah, CSM, Promina, cerelac dan sebagainya. Produk-produk tersebut banyak dijual di plaza, market dan toko-toko dengan variasi beragam. Harga dari produk tersebut tergolong mahal, dimana masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah yang banyak jumlahnya terasa memberatkan. Untuk itu perlu di kembangkan melalui penelitianpenelitian produk makanan anak dibawah dua tahun yang murah dan mudah. Artinya
1. Ibu Hamil
Pemberian makanan anak dalam kandungan dapat dilakukan melalui makanan ibu yang sedang hamil. Perbaikan gizi sudah mulai dilakukan sejalan den-
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
395
produk tersebut murah biayanya, mudah bahan bakunya dan mudah cara pengolahannya. Dari hasil-hasil penelitian, sebaiknya mengkonsumsi makanan dalam bentuk campuran atau formulasi, oleh karena memakan makanan beragam dapat memper-
baiki mutu gizi dari makan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan pencampuran makanan antara biji-bijian dengan kacang-kacangan dapat meningkatkan mutu gizi makanan tersebut, oleh karena makanan dalam bentuk formulasi mempunyai nilai biologi yang tinggi.
Tabel 1. : Mutu gizi makanan dalam bentuk formulasi Formulasi %
Kadar Protein % Nilai Cerma % Nilai Biologi %
Mutu Gizi (NPU) %
•
Beras berprotein tinggi tanpa for mulasi
16.01 a
93.77 a
57.23 a
53.60 a
•
Beras+kacang hijau
13.06 b
95.28 b
66.75 b
64.03 b
•
Beras+kacang gude
13.13 b
75.51 c
89.90 c
67.67 c
Sumber: Azman (2013)
Dari Tabel 1, terlihat bahwa bahan formulasi beras dengan kacang-kacangan mempunyai mutu gizi lebih baik, walaupun kadar protein lebih rendah, akan tetapi dapat menghasilkan mutu protein lebih tinggi di banding bahan beras berprotein tinggi tanpa formulasi. Hal tersebut disebabkan oleh karena bahan makanan formulasi (merupakan campuran) antara biji-bijian dengan kacang-kacangan dapat meningkatkan nilai cerna dan nilai biologi. Sesuai dengan hasil penelitian Azman (2008), bahwa untuk dapat meningkatkan nilai biologi bahan makanan, perlu dilakukan pencampuran 2-3 komoditas atau lebih dalam bentuk formulasi. Dianjurkan pembentukan formula suatu bahan makanan dengan substitusi antara biji-bijian dengan kacangan-kacangan. Keadaan demikian dapat saling mengisi kekurangan zat gizi satu sama lain. Seperti halnya komoditas biji-bijian mengandung lisin lebih rendah, bila dicampur dengan komoditas kacang-kacangan maka produk yang dihasilkannya mengandung lisin lebih baik (Azman, 1990). Sesuai dengan hasil 396
penelitian Purwani, et, al (1996), bahwa bahan dalam bentuk formula dapat meningkatkan nilai biologi lebih tinggi, sehingga bahan tersebut mempunyai mutu protein lebih baik, oleh karena bahan dalam bentuk formula akan terjadi saling mengisi kekurangan asam, asam amino satu sama lain. Untuk pertumbuhan, pengganti sel-sel yang rusak dan sebagai daya tahan tubuh, kadar protein produk makanan harus disesuaikan dengan pola protein yang ditubutuhkan. FAO/WHO didalam Azman (1990) telah mendapatkan dan merekomendasikan pola kosumsi protein untuk bayi anak-anak dan orang dewasa dalam bentuk asam amino. Pola asam amino bahan formula campuran beras dengan kacang-kacangan, telah mendekati pola asam amino yang di anjurkan FAO/WHO untuk makanan anak umur di bawah lima tahun. Protein yang bermutu, erat hubungannya dengan pertumbuhan sehat, dimana pertumbuhan sehat dari anak dapat dilihat dari penambahan berat badan yang merupakan indikatornya. Tabel 2 terlihat hubungan
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
mutu protein dengan penambahan berat badan. Tabel 2. : Hubungan mutu protein dengan penambahan berat badan Formulasi
Mutu Protein Protein NPU (%) Terpakai (%)
Jumlah Makanan yang dimakan (g)
Penambahan Berat Badan (g)
Organoleptik (Rasa)
Beras berprotein tinggi dari fs 30%
53.60
7.96
222.31
58.87
Agak enak
Beras+kacang hijau (7:3)
64.04
8.76
270.95
90.99
Enak
Beras+kacang gude (7:3)
67.67
9.11
172.03
48.5
Tidak enak
Sumber: Azman (2013) Fs = Fraksi Sosoh
Makanan yang mempunyai mutu protein rendah tidak memberikan pengaruh yang lebih baik untuk penambahan berat badan, apalagi pretein terpakainya rendah pula, walaupun makanan yang dimakan lebih banyak. Hal ini terlihat pada formula beras berprotein tinggi dari fs 30%. Sebaliknya pada formulasi bahan makanan beras dengan kacang gude (7:3), dimana mutu protein formulasi tersebut lebih tinggi, akan tetapi pengaruhnya terhadap penambahan berat badan tidak terlihat, malahan terjadi penurunan penambahan berat badan. Hal tersebut dibabkan oleh karena jumlah bahan yang dimakan lebih rendah. (Azman.2014) Sedangkan formulasi makanan anak dari beras dengan kacang hijau (7:3) merupakan makanan yang memberikan pengaruh terhadap penambahan berat badan lebih baik, dimana penambahan berat badan pada penelitian tersebut merupakan yang tertinggi. Dibanding dengan formulasi beras dengan kacang gude, maka mutu protein formulasi beras dengan kacang hijau (7:3) lebih rendah, akan tetapi dapat menghasilkan penambahan berat badan lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena jumlah bahan yang dimakan dari formula beras dengan
kacang hijau lebih banyak oleh karena rasa makanan tersebut enak. (Azman, 2014) Dapat disimpulkan perlu adanya keseimbangan antara mutu protein, protein terpakai dengan jumlah makanan yang dimakan dan cita rasa, supaya dapat terlihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan sehat atau penambahan berat badan. Artinya mutu gizi, efesiensi dan cita rasa perlu ada keseimbangan untuk dapat tumbuh sehat pada anak, dengan indikatornya penambahan berat badan. Persyaratan Mutu Gizi Makan Anak Umur Seribu Hari Kehidupan Anak umur seribu hari kehidupan disebut juga anak umur di bawah dua tahun. Sebagai pedoman untuk penyusunan makanan anak umur seribu hari kehidupan dipakai petunjuk PAG, mengenai komposisi gizi untuk setiap 100 g bahan makanan mengandung 20% protein dengan mutu (NPU minimal 60% atau PER 2.1%) dan kalori minimal 360 k.Cal. Bila muta protein lebih baik, kadarnya dapat lebih rendah. (PAG di dalam Azman, 2008) Komposisi beberapa produk makanan anak umur seribu hari kehidupan di bawah
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
397
program Internasional (Orr. E. 1972) disajikan pada Tabel 3. Terlihat bahwa makanan anak seribu hari kehidupan harus memenuhi persyaratan mutu, dimana kandungan pro-
tein bahan makanan tersebut 20% dengan mutu NPU ≥60% atau PER ≥2,1%.
Tabel 3. : Komposisi produk bahan makanan anak umur seribu hari kehidupan di bawah
program Internasional
Bahan
Incaparina (Colombia)
CSM
Sekmina (Turki)
Shadamin (Iran)
WSB
Faffan
Tepung jagung
58
68
-
-
-
-
Tepung terigu
-
-
40
28
73
57
Tepung beras
-
-
-
-
-
-
Tepung biji kapas
20
-
-
-
-
-
Tepung kedelai
21
25
18
28
20
18
T. Kacang-kacangan lain
-
-
22
24
-
10
Susu skim
-
5
10
10
-
5
Gula
-
-
9
9
-
8
Vitamin + mineral
1
2
1
1
3
2
Minyak kedelai
-
-
-
-
4
-
Kadar protein
28
21
25
-
22
21
PER (%)
2.2
2.3
2.6
-
2.3
2.1
NPU (%)
-
60
64
-
65
-
Sumber: Orr. E (1972)
Bagi masyarakat pedesaan atau golongan ekonomi menengah ke bawah, sumber bahan baku untuk makanan bermutu gizi tinggi untuk makan anak umur 6 bulan sampai 2 tahun tidak terlalu sulit, dan dapat menggunakan bahan lokal setempat. Dalam hal ini yang penting kita perhatikan adalah membuat formula antara biji-bijian dengan kacang-kacangan. Sumber bahan dari bijibijian seperti beras, jagung dan sebagainya dan sumber bahan dari kacang-kacangan seperti, kacang hijau, kacang kedelai, kacang gude, kacang pagar dan sebagainya. 398
Masing-masing bahan tersebut ditepungkan dan di aduk menjadi adonan dalam bentuk formula. Cara Pembuatan Makan MPASI dengan Teknologi Sederhana Cara pembuatan makanan anak 1000 hari kehidupan dengan cara mudah adalah dengan teknologi sangrai (Azman, 1986), caranya sebagai berikut: setelah terbentuk formula dari tepung biji-bijian dan kacangkacangan dengan perbandingan 7:3 diaduk sambil di tambah air sedikit-sedikit, se-
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
hingga terbentuk butiran-butiran. Kemudian butiran tersebut di letakkan di atas kuali dan dipanaskan dengan api sedang (±700C), sambil di aduk. Setelah masak, ditandai dengan bau/aroma harum, butiran telah mengeras dan warna sudah kekuningkuningan, pemanasan dihentikan. Selanjutnya butiran ditepungkan dengan blender, lesung atau mesin penepung dan diayak, di
dapat tepung formula. Untuk lebih sempurna atau lebih enak bisa ditambah susu, halusan pisang, gula dan di aduk rata dengan penambahan air panas, maka bahan formula tersebut sudah dapat di makan oleh anak. Cara pembuatan makanan anak seribu hari kehidupan dapat di lihat pada Gambar 1.
Gambar 1: Diagram alir pembuatan makanan anak seribu hari kehidupan dengan cara sangria (Azman, 1986)
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
399
KESIMPULAN 1. Perbaikan gizi anak seribu hari kehidupan untuk generasi cerdas harus dimulai sejak anak dalam kandungan sampai umur anak dua tahun. Pada kehamilan, pemberian makanan bergizi melalaui ibu hamil, pada usia anak 0-6 bulan diberi air susu ibu (ASI), dan pada usia anak 6 bulan sampai 2 tahun disamping ASI, si anak diberi makanan pendamping (MPASI) bermutu gizi tinggi. 2. MPASI tersebut dianjurkan dalam bentuk tepung formula yang merupakan campuran antara biji-bijian dengan kacang-kacangan pada perbandingan 7:3 diolah dengan cara disangrai (mudah dan murah teknologinya) dan dapat diterapkan pada masyarakat golong ekonomi menengah kebawah atau masyarakat pedesaan. 3. Pentingnya makan anak bermutu gizi tinggi, oleh karena hal tersebut erat hubungannya dengan pertumbuhan anak dan kecerdasannya. Hal ini akan dapat menciptakan generasi berkualitas, sehat dan cerdas, meningkatkan mutu sumber daya manusia dan mengurangi pengangguran.
masa tersebut anak sangat membutuhkan makanan bergizi tinggi untuk pertumbuhannya, baik fisik maupun kecerdasan. Hal tersebut dapat menciptakan generasi masa depan berkualitas, sehat dan cerdas. DAFTAR PUSTAKA Anonymous (2014). Menyiapkan generasi cerdas, para kepala daerah sepakat perbaikan gizi masyarakat. Berita Terbitan Harian Singgalang, Padang tanggal 27 September 2014, hal 1-4. Azman (1986). Evaluasi mutu protein beras dan kacang-kacangan sebagai bahan makanan campuran. Masalah khusus pada Fakultas Pasca Sarjana, Jurusan Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor, 82 hal. Azman (1989). Mutu makanan ekstrusi dari campuran beras dan gude. Thesis Fakultas Pasca Sarjana, Jurusan Ilmu Pangan. Institut Pertanian Bogor. Azman (1990). Komposisi asam amino makanan ektrusi dari campuran beras dan kacang gude. Pemberitaan Penelitian Sukarami, No. 18, 1990. Hal 24-28.
Rekomendasi
Azman (2008). Makanan anak balita bermutu dan bergizi tinggi. Jurnal Ilmiah Tambua Universitas Maha Putra Muhammad Yamin Solok VII(3): 426-435.
Perlu di sosialisasikan pada masyarakat melalui kegiatan-kegiatan organisasi ibu-ibu, darmawanita, posyandu, organisasi PKK dan organisasi masyarakat lainnya bahwa perlunya perbaikan gizi anak seribu hari kehidupan dilakukan oleh karena pada
Azman (2013). Perbaikan mutu protein makanan dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan sehat (penambahan berat badan) anak umur di bawah dua tahun jurnal embrio. Fakultas Pertanian Taman Siswa, Padang 6(1): 18-32.
400
Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Hariyadi, P. Krisnamurti dan F.G Winarno (2005). Penganekaragaman pangan. Prakarsa Swasta dan Pemerintah Daerah. Forum Kerja Penganekaragaman Pangan, Jakarta. Irwan Prayitno (2014). Menyiapkan generasi cerdas, para kepala daerah sepakat perbaikan gizi. Terbitan Harian Singgalang Padang tanggal 27 September 2014, hal A-4. Michael Toh (2014). Menyiapkan generasi cerdas, para kepala daerah sepakat perbaikan gizi. Terbitan Harian Singgalang Padang tanggal 27 September 2014, hal A-4.
http://hakimkep.wordpress. com/2012/06/08/masalahgizimasyarakat h t t p : / / f a n d y c e l l u l e r. b l o g s p o t . com/2011/11makalahtentanggizihtml h t t p : / / w w w. d a n o n e n u t r i n d o . o r g / tentanggiziseimbangphp http://health.kompas.com/ read/2013/05/21/09390826/ konsepgiziseimbang. pengganti4sehat5sempurna
Masrul (2014). Menyiapkan generasi cerdas, para kepala daerah sepakat perbaikan gizi. Terbitan Harian Singgalang Padang tanggal 27 September 2014, hal A-4. Mein K. Mahmud (1997). Bahan makanan campuran untuk program gizi. Departemen Kesehatan RI, Bogor. Orr. E (1972). The use of protein-ruch food for the relief of malnutrition in developing countries. Analysis of experience, London, Tropical Product Institute. Purwani,
E.Y; B.A.S. Santosa; K.P Meihira dan D.S. Damardjati (1996). Beberapa sifat biskuit campuran tepung beras kaya protein dan tepung kacang hijau untuk makanan tambahan anak di bawah dua tahun. Agritech, Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta 16(2): 1-5
Zulkarnain Agus (2010). Kurang gizi, besar masalah dan dampaknya terhadap ibu dan anak. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang. Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
401