JURNAL PENDIDIKAN
September 2011, Volume 3 Nomor 2
Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa Menggunakan Model Stopping And Thinking dengan Media Video ( Hal. 3) Ani Sulistyarsi Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Pada Mata Pelajaran Biologi Melaui Model Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI) (Hal. 21 ) Johar Wahyudi,1 Cicilia Novi Primiani2 * Yayuk Wahyuni 3 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Melalui Presentasi dan Diskusi Untuk Mengembangkan Kualitas Pembelajaran Fisika Terapan ( Hal. 33 ) Erawan Kurniadi Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa Matematika Melalui Lesson Study Pada Pembelajaran Berbasis IT Dengan Menggunakan Minitab ( Hal. 40 ) Ervina Maret Sulistiyaningrum Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan Masalah Pada Mata Kuliah Kalkulus Lanjut Melalui Model Diskusi Kelompok ( Hal. 47 ) Ika Krisdiana Penggunaan Media Berbasis Flash Untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Mahasiswa ( Hal. 54 ) Jeffry Handhika Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa Matematika Melalui Model Pembelajaran Explicit Instruction Dengan Menggunakan Media Power Point ( Hal. 65 ) Sanusi Membangun Keterampilan Metakognitif Guru Melalui Lesson Study ( Hal. 78 ) Sardulo Gembong
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
PENGANTAR REDAKSI Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmad dan karunia-Nya Jurnal Pendidikan MIPA IKIP PGRI Madiun telah terbit untuk volume 3 no. 2. Berbagai penelitian yang mengkaji secara mendalam tentang pembelajaran MIPA telah banyak di kaji berbagai peneliti pendidikan. Namun, implementasinya masih terasa belum sampai pada praktisi pendidikan. Untuk menyebarluaskan hasil-hasil penelitian agar dapat digunakan sebagai bahan acuan pembelajaran terutama bagi dunia pendidikan, Jurnal Pendidikan MIPA IKIP PGRI Madiun pada volume ini memuat empat hasil penelitian tentang pendidikan matematika, dua penelitian tentang pendidikan fisika, dan tiga penelitian pendidikan biologi. Sumbang saran berbagai pihak sangat diharapkan dalam upaya meningkatkan kualitas Jurnal Pendidikan MIPA IKIP PGRI Madiun, dan akhirnya redaksi berharap semoga tulisan dalam edisi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca sehingga mampu menmbah wawasan di bidang pendidikan.
Redaksi
2
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL STOPPING AND THINKING DENGAN MEDIA VIDEO Ani Sulistyarsi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP PGRI Madiun ABSTRAK Kata Kunci : Metode Stopping And Thinking, Video, Motivasi, Prestasi Belajar . Proses pembelajaran di SMPN 1 Jiwan kelas VII D masih menggunakan metode ceramah sehingga peran siswa dalam kegiatan pembelajaran masih kurang optimal. Metode ini membuat siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi di SMPN 1 Jiwan penggunaan media pembelajaran pada saat KBM sangat kurang, penggunaan metode ceramah yang terlalu sering membuat siswa cepat merasa bosan sehingga motivasi belajar mereka rendah dan berdampak pada prestasi belajarnya juga rendah karena belum mencapai indikator ketuntasan yang telah ditetapkan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar Biologi siswa melalui Implementasi Metode Stopping And Thinking Menggunakan Media Video di SMPN 1 Jiwan kelas VII D. Subyek penelitian di SMPN 1 Jiwan kelas VII D yang berjumlah 26 anak yang terdiri atas 14 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan tahun pelajaran 2010/2011. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan 2 siklus. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan data kognitif berbentuk tes untuk mengetahui prestasi belajar siswa, data afektif melalui lembar cheklist untuk mengetahui aktivitas siswa selama proses pembelajaran, angket untuk mengetahui tingkat motivasi belajar siswa terhadap metode ini, dan data kualitas pembelajaran berbentuk lembar observasi Pelaksanaan pembelajaran sebelum penelitian berdasarkan observasi langsung dikelas VII D didapatkan data yaitu 65% siswa dari
3
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
4
Ani Sulistyarsi ; Meningkatkan Motivasi .... : 3 - 20
jumlah keseluruhan 26 anak masih dibawah KKM yaitu = 68 dan 61,50% siswa kurang termotivasi dalam mengikuti KBM. Kegiatan pembelajaran pada penelitian ini dilaksanakan 2 siklus. Siklus I prestasi belajar siswa sebanyak 61,54% tuntas dan pada siklus II prestasi belajar siswa meningkat menjadi 96,15% tuntas, sehingga menunjukkan ada peningkatan prestasi belajar sekitar 34,62%. Peningkatan motivasi belajar sebesar 23,08% dari siklus I sebesar 76,92% menjadi 100% pada siklus II. Data keaktifan siswa meningkat sebesar 26,92% dari siklus I sebesar 73,08% menjadi 100% pada siklus II. Data kualiatas pembelajaran mengalami peningkatan sebesar 11,25% dari siklus I sebesar 78,13% menjadi 89,38% pada siklus II. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi metode stopping and thinkking dengan menggunakan media video mampu meningkatkan motivasi dan prestasi belajar dalam proses pembelajaran di kelas VII D SMPN 1 Jiwan. A.
PENDAHULUAN Proses kegiatan belajar mengajar memang penting dalam memacu motivasi siswa untuk tetap semangat belajar sehingga berdampak pada peningkatan prestasi belajarnya. Tentunya dalam kegiatan belajar mengajar terdapat tranformasi ilmu pengetahuan dari guru ke siswa, baik dengan menggunakan berbagai media maupun tidak. Hal ini sesuai Santrock (2008:60-63) bahwa pengetahuan didistribusikan diantara orang dan lingkungan, yang mencakup obyek, alat, artifak, buku dan komunitas orang yang berada. Proses transformasi ilmu ini sangat penting karena mempengaruhi perkembangan siswa ke tahap-tahap berikutnya. Diharapkan dalam transformasi ilmu pengetahuan, guru tidak hanya mengajar melainkan memberikan pembelajaran yang bukan pembelajaran yang biasa-biasa saja, tapi suatu pembelajaran yang mampu merangsang dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar, kemudian timbul suatu interaksi dua arah yaitu interaksi antara guru dan siswa maupun sebaliknya. Pernyataan diatas mengisyaratkan bahwa transformasi ilmu pengetahuan dari guru ke siswa di dalam KBM terdapat banyak kendala-
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
5
Ani Sulistyarsi ; Meningkatkan Motivasi .... : 3 - 20
kendala seperti ketidakaktifan siswa, tidak berkonsentrasi dalam pembelajaran sehingga pada saat ditanya tidak bisa, diberi tugas tidak segera dikerjakan, suka bicara sendiri diluar mata pelajaran pada saat KBM berlangsung, ketika ditinggal guru keluar sebentar saat jam pelajaran mereka ramai sendiri dan tidak terkendali. Kendala yang lebih nyata ialah tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama dengan kata lain memiliki heterogenitas tinggi. Hal ini terbukti dari tabel berikut ini: Tabel 1.1: Data nilai rata-rata ulangan harian Biologi siswa Prestasi belajar Biologi Rata-rata ulangan harian 1 Rata-rata ulangan harian 2 Rata-rata
Kelas VIIB 60 69 64,5
VIIC 59 75 67
VIID 67 68 67,5
VIIE 63 70 66,5
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata nilai ulangan harian Biologi di kelas VII D SMPN 1 Jiwan masih dibawah KKM yaitu = 68. Pada kelas VII D dari 26 siswa ada 65% diantaranya mempunyai nilai dibawah KKM yaitu kurang dari 68. Data diatas menunjukkan bahwa siswa kelas tersebut prestasi belajar Biologinya rendah. Berdasarkan observasi yang dilakukan ternyata motivasi mereka untuk mengikuti kegiatan belajar pembelajaran sangat rendah yaitu 61,5% dari 26 siswa. Hal ini membuktikan bahwa mata pelajaran Biologi bagi mereka sangat sulit untuk dipelajari sehingga mereka menjadi kurang termotivasi untuk mengikuti pelajaran sehingga berdampak pada prestasi belajar Biologi mereka. Kendala-kendala tersebut pastilah mengganggu proses transformasi ilmu pengetahuan dari guru ke siswa. Berdasarkan kendalakendala yang muncul pastilah terdapat suatu penyebab yang membuat kegiatan belajar mengajar menjadi tidak nyaman, membosankan, sehingga proses transformasi ilmu pengetahuan menjadi terhambat.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
6
Ani Sulistyarsi ; Meningkatkan Motivasi .... : 3 - 20
Masalah seperti ini bisa timbul dari metode pembelajaran, guru, lingkungan, teman sebaya, siswa itu sendiri dan lain-lain. Hal ini membuat motivasi belajar menurun dan berakibat pada penurunan prestasi belajar. Kejenuhan ini membuat mereka mencari kesibukan lain ketika guru menerangkan misalnya siswa ada yang diam tapi tidak tahu apa yang dipikirkan, ada pula yang bicara sendiri, sehingga tidak mau bertanya karena mereka sendiri bingung dengan apa yang ditanyakan, tidak mau mengemukakan pendapat mereka secara lisan, sehingga ideide kreatif mereka menjadi terpendam dan tidak mau berkembang. Kondisi demikian tidak akan menghasilkan suatu interaksi dua arah seperti yang diharapkan melainkan yang terjadi adalah interaksi satu arah saja. Metode ceramah memang sering digunakan pada berbagai mata pelajaran namun sayang, jika metode ini digunakan pada mata pelajaran biologi di kelas tersebut. Mata pelajaran biologi erat hubungannya dengan lingkungan sekitar seharusnya metode ini bukanlah satu-satunya alternatif metode yang dapat dipergunakan dalam meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Selain itu, dalam pembelajaran tersebut guru jarang sekali menggunakan media pembelajaran. Media yang sering digunakan dalam pembelajaran biologi di kelas tersebut ialah media gambar dan charta. Tentu saja lama-lama siswa menjadi bosan dan media charta dan gambar tersebut memiliki kelemahan dimana ukurannya yang kecil, dengan jumlah terbatas untuk anak satu kelas, kadangkala siswa jadi bingung dan tidak mengerti karena terlalu kecil dan tidak kelihatan, khususnya siswa yang duduk dibelakang sendiri. Hal ini membuat motivasi siswa menurun sehingga berdampak pada penurunan prestasi belajarnya karena mereka lebih suka bicara sendiri dengan teman satu bangku daripada melihat dan mendengarkan guru menjelaskan. Ini menjadi tantangan bagi guru untuk membuat siswanya lebih tertarik dan termotivasi untuk mengikuti kegiatan pembelajarannya daripada memikirkan hal yang lain. Inovasi dan kreatifitas guru diperlukan dalam
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
7
Ani Sulistyarsi ; Meningkatkan Motivasi .... : 3 - 20
meningkatkan motivasi belajar siswa. Oleh sebab itu, pengajaran beregu (tim teaching) pada dasarnya mencoba memadukan pengajaran individual dengan pengajaran klasikal. Pengajaran tim ini perlu dilakukan karena tidak ada seorang gurupun yang menguasai semuanya. Dalam pengembangan pengajaran melalui tim teaching guru sekolah dapat bekerja sama atau kolaborasi dengan pihak LPTK setempat. Dengan adanya mahasiswa yang melakukan PPL di sekolah ini dicoba untuk menjadi salah satu solusi alternatif yang bisa digunakan bersama guru pamong ialah dengan mengimplementasikan metode Stopping and Thinking menggunakan media video. Metode ini menurut Jensen dan Nicklesen (2011:210) bertujuan untuk mengolah potongan informasi sambil mendapatkan informasi (mengambil dari video, buku, dll) sehingga terjadilah pemahaman yang lebih besar tentang konsep. Metode ini relative baru sehingga diharapkan mampu membawa suasana berbeda dalam pembelajaran dan ini merupakan suatu kombinasi yang tepat antara media dengan metode, dengan metode ini siswa diajak untuk melihat, mengamati, merasakan, mendiskripsikan, menganalisa, menafsirkan apa yang dia lihat dan dengar. Siswa dengan metode ini diajak untuk berpikir kritis dalam menuangkan ide-ide kreatif tentang apa yang dia lihat dan dengar dalam bentuk ungkapan dan tulisan, serta mereka dapat melihat kejadian yang benar-benar nyata. Siswa juga dapat menggali informasi seluas-luasnya, sehingga mereka dapat mensinkronkan antara teori dengan benda atau peristiwa sesungguhnya. Kegiatan pembelajaran seperti ini dapat membuat siswa lebih tertarik dan memacu otak mereka untuk berpikir lebih dalam. Implementasi metode ini paling tepat digunakan dalam penyampaian materi mata pelajaran Biologi karena metode ini memotivasi siswa secara internal secara tidak langsung untuk bebas memikirkan dan mengeluarkan pendapat sesuai dengan kemampuannya. Pernyataan ini sesuai dengan Umi Salamah (2008) bahwa melalui metode stopping and thinking siswa diajak berpikir kritis dan membantu mereka menemukenali sekaligus menguji sikap mereka
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
8
Ani Sulistyarsi ; Meningkatkan Motivasi .... : 3 - 20
sendiri, serta menghargai nilai-nilai yang dipelajari. Penggunaan metode dan media ini dapat membuat siswa lebih fokus dalam pembelajaran karena mereka diajak belajar serius namun santai, sehingga dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajarnya. Metode dan media ini juga tidak hanya membuat siswa menghafal, mendengar tapi juga melihat, merasakan dan menuangkan ide atau gagasannya sendiri. Metode Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam tahapan atau siklus yang direncanakan sebanyak dua siklus. Menurut Suharsimi, dkk (2006:58) PTK adalah penelitian tindakan (Action research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran dikelasnya. Menurut Suharsimi Arikunto (2006:26) prosedur kerja penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam bentuk siklus kegiatan, masing-masing siklus ini terdiri dari 4 tahapan yaitu: perencanaan (planning), pelaksanaan (action), pengamatan (observing), refleksi (reflecting). Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh secara langsung dari siswa dan guru kelas VII D SMP Negeri 1 Jiwan yang meliputi : a) Data prestasi siswa berupa nilai tes individu yang diberikan setelah pembelajaran berakhir, b) Data motivasi siswa yang diperoleh dari hasil angket tertutup, c) Data keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran menggunakan lembar observasi berbentuk check list. Hasil Penelitian a. Tahap Pengamatan Tahap pengamatan oleh guru dan observer yang dilakukan secara kolaborasi. Guru melakukan pengamatan dan pengambilan data prestasi belajar, motivasi dan aspek afektif siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran. Observer I mengambil data kualitas pembelajaran guru dan observer II mengambil data aktivitas siswa
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
Ani Sulistyarsi ; Meningkatkan Motivasi .... : 3 - 20
9
secara klasikal ketika proses pembelajaran berlangsung. 1. Prestasi Belajar Siswa Data prestasi belajar siswa diperoleh dari nilai post tes dapat dilihat dari tabel dibawah ini: Tabel 1. Rekapitulasi Prestasi Belajar Siswa Nilai Prestasi
Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai Rata-rata Prosentase ketuntasan belajar
Sebelum Perlakuan 30,00 85,00 64,50 65,00
Setelah pembelajaran Stopping and Thinking Siklus I Siklus II 33,00 66,50 93,50 95,00 72,90 81,88 61.54 96,15
Indikator ketercapaian 80 % dari seluruh siswa tuntas. Nilai KKM 68
Pada siklus II siswa yang tuntas belajar sudah mencapai 25 siswa yang berarti ketuntasan klasikal yang telah dicapai adalah 96,15%. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran sudah mencapai indikator ketuntasan klasikal yang diharapkan. Jika digambarkan histogram seperti berikut :
Gambar 1. Histogram peningkatan prestasi belajar siswa 2. Data afektif
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
Ani Sulistyarsi ; Meningkatkan Motivasi .... : 3 - 20
10
Data afektif siswa berupa data motivasi belajar siswa pada saat proses pembelajaran dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 2. Rekapitulasi data motivasi belajar siswa Kriteria
Sebelum Perlakuan
81% - 100% 61% - 80% 41% - 60% < 40 % Total
0 20,50 18,00 61,50 100,00
Prosentase setelah pembelajaran Stopping and Thinking Siklus I Siklus II 7,69 76,92 69,23 23,08 23,08 0 0 0 100,00
Indikator ketercapaian 80 % dari selu ruh siswa kategori tinggi
100,00
Setelah pelaksanaan siklus II ternyata seluruh siswa sudah termotivasi untuk belajar. Jika digambarkan histogram sebagai berikut :
Gambar 2. Histogram Motivasi belajar siswa
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
Ani Sulistyarsi ; Meningkatkan Motivasi .... : 3 - 20
11
3. Data Keaktifan siswa Tabel 3. Rekapitulasi keaktifan siswa Kriteria
81% - 100% 61% - 80% 41% - 60% < 40 % Total
Sebelum Perlakuan 0 20,50 18,00 61,50 100,00
Prosentase setelah pembelajaran Stopping and Thinking Siklus I Siklus II 3,85 57,69 69,23 42,31 26,92 0 0 0 100,00 100,00
Indikator ketercapaian 80 % dari selu ruh siswa kategori aktif
Setelah pelaksanaan siklus II ternyata sudah semua siswa termasuk aktif untuk belajar. Jika digambarkan histogram sebagai berikut :
Gambar 3. Histogram Keaktifan Siswa 4. Data Kualitas Pembelajaran Penilaian aktivitas guru dan siswa pada saat implementasi metode stopping and thinking dengan menggunakan media video diperoleh dari hasil observasi selama proses pembelajaran
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
Ani Sulistyarsi ; Meningkatkan Motivasi .... : 3 - 20
12
berlangsung dengan mengisi lembar observasi. Aktivitas guru dan siswa dikatakan sangat baik jika sesuai dengan indikator > 81%. Hasil observasi pada siklus I aktivitas guru belum mencapai indikator yang telah ditetapkan dan kemudian diperbaiki pada siklus II. Data kualitas guru dan siswa dari siklus I ke siklus II ada peningkatan. Peningkatan tersebut terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 4. Tabel peningkatan kualitas pembelajaran guru dan siswa Keterangan Siklus I Siklus II
Prosentase (%) 78,13 89,38
Kategori Baik Sangat Baik
Berdasarkan tabel diatas maka dapat dibuat grafik sebagai berikut :
Siklus
Gambar 4. Grafik kualitas pembelajaran Berdasarkan data pada tabel dan grafik diatas menunjukkan bahwa pembelajaran siswa dengan menerapkan metode stopping and thinking menggunakan video mampu meningkatkan kualitas pembelajaran guru dan siswa. Hal ini terlihat pada tabel dan grafik
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
13
Ani Sulistyarsi ; Meningkatkan Motivasi .... : 3 - 20
diatas dimana jumlah siswa pada siklus I sebanyak 78,13% dengan kriteria baik hanya saja belum mencapai indikator yang telah ditetapkan yaitu >81% dengan kriteria sangat baik, sedangkan pada siklus II kualitas pembelajaran guru dan siswa meningkat menjadi 89,38%. Kualitas pembelajaran guru dan siswa dari siklus I ke siklus II ada peningkatan 11,25%. Pembahasan 1. Prestasi Belajar Hasil analisis data terhadap prestasi belajar siswa menunjukkan bahwa dari sebelum diterapkanya metode stopping and thinking menggunakan video menunjukkan ada peningkatan yang sangat baik. Pada siklus I terdapat 10 siswa yang belum tuntas sedangkan pada siklus II tinggal 1 siswa yang belum tuntas sehingga terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II sebanyak 9 siswa (34,62%). Pada siklus I proses pembelajaran belum berjalan lancar, efektif, dan efisien sehingga ketuntasan belajar secara klasikal belum terpenuhi. Hal ini dikarenakan sebagian siswa belum paham benar mengenai langkah-langkah pembelajaran metode stopping and thinking, kurangnya persiapan siswa dalam mengikuti pelajaran, kurangnya sumber buku, selain itu yang tidak kalah penting yaitu kurangnya motivasi guru dalam mendorong siswa untuk aktif dalam menyampaikan pendapat. Pupuh Fathurrohman (2007:243) berpendapat bahwa kemampuan berprestasi dipengaruhi oleh prosesproses penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan, pengolahan dan penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman. Berdasarkan pernyataan diatas, jika proses tersebut kurang berjalan dengan baik, maka siswa kurang berprestasi dan dapat juga gagal berprestasi. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa adanya team teaching kolaborasi antara mahasiswa PPL dengan guru dapat meningkatkan prestasi belajar siswa meskipun pada siklus I belum mencapai
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
14
Ani Sulistyarsi ; Meningkatkan Motivasi .... : 3 - 20
indikator ketuntasan bahkan lebih rendah dari ketercapaian ketuntasan sebelum perlakuan, tetapi nilai yang dicapai siswa lebih baik mulai dari nilai terendah hingga rata-ratanya menunjukkan adanya peningkatan. Kegiatan pembelajaran pada siklus II mengalami peningkatan prestasi belajar siswa sebanyak 9 orang atau sekitar 34,62% dengan nilai rata-rata meningkat dari 64,5 sebelum penerapan metode menjadi 72,90 pada siklus I dan meningkat menjadi 81,88 pada siklus II. Hal ini dikarenakan mereka sudah bisa adaptasi dengan metode stopping and thinking sehingga dapat memahami langkah-langkahnya, siswa sudah memiliki persiapan materi selanjutnya, sehingga mereka lebih paham dan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Kesiapan mereka dalam mengikuti pembelajaran dikarenakan guru selalu memberikan tugas rumah untuk dikerjakan, dan guru menyuruh siswa mencari referensi dari berbagai sumber lain sebagai bahan wacana. Kesiapan mereka dalam menunjang lancarnya proses pembelajaran dalam implementasi metode ini tentu saja terdapat kombinasi yang tepat dimana selain siswa mengolah, mencari tahu pengetahuan itu sendiri mereka juga dapat menggabungkan suatu peristiwa realita dengan teori yang ada. Hal ini tentu saja menjadi pengalaman tersendiri yang mampu merangsang aktivitas otak siswa, sehingga mereka mampu mengeksplorasi apa yang mereka pikirkan dan berdampak pada peningkatan prestasi belajar siswa. Pernyataan diatas sesuai dengan John locke (dalam Lusi Nuryanti, 2008:3) bahwa pikiran anak merupakan pengalaman dan proses belajar. Selain itu dengan adanya kolaborasi guru dengan mahasiswa PPL menjadikan kelas lebih terkendali sehingga siswa tidak terlalu ramai dan dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Roestiyah (2001:96) dalam metode team teaching terdapat kelebihan yaitu : a) adanya interaksi belajar mengajar yang lebih lancar, b) siswa mendapat pengetahuan yang lebih luas dan mendalam, c) guru menjadi lebih ringan dlam mengajarnya, dan d) materi yang disampaikan secara beregu lebih dapat dipertanggungjawabkan.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
15
Ani Sulistyarsi ; Meningkatkan Motivasi .... : 3 - 20
Metode stopping and thinking membuat siswa lebih konsentrasi dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini terbukti walaupun pada siklus I ada 10 siswa yang tidak tuntas namun ini sudah mengalami peningkatan dibandingkan pada saat observasi pertama kali setelah itu diperbaiki pada siklus II dan meningkat tinggal 1 orang saja yang belum tuntas. Metode ini memiliki waktu jeda untuk beristirahat sehingga konsentrasi siswa tetap terjaga. Pendapat ini didukung oleh Pupuh Fathurrohman (2007) bahwa guru memerlukan perhitungan waktu belajar serta selingan istirahat, dengan selingan istirahat maka prestasi belajar siswa akan meningkat. 2. Motivasi Belajar Motivasi belajar merupakan faktor penting dalam belajar dimana jika motivasi siswa tinggi maka prestasi belajar mereka pun akan meningkat. Motivasi timbul ketika siswa memiliki tujuan yang kuat untuk belajar. Hal ini sesuai dengan Winkel (2009:169) bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis didalam siswa yang menimbulkan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan. Motivasi belajar siswa terlihat pada saat mengikuti kegiatan pembelajaran. Analisis angket untuk mengetahui respon siswa terhadap implementasi metode stopping and thinking dengan mengunakan media video menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pada setiap siklus. Peningkatan tersebut dikarenakan guru dengan menerapkan metode stopping and thinking menggunakan video mampu meningkatkan motivasi belajar mereka. Hal ini terlihat jumlah siswa pada siklus I sebanyak 76,92 % siswa memiliki motivasi sangat tinggi dan tinggi dan 6 siswa (23,08%) kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran, sedangkan pada siklus II semua siswa termotivasi mengikuti KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) sehingga terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II sebanyak 23,08%.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
16
Ani Sulistyarsi ; Meningkatkan Motivasi .... : 3 - 20
Proses pembelajaran pada siklus I siswa kurang termotivasi dalam pembelajaran dikarenakan guru kurang memberikan dorongan-dorongan kepada mereka untuk belajar, kurang memberikan penguatan dan pengulangan-pengulangan tentang materi yang dijelaskan, kurang mampu mengontrol emosi siswa sehingga suasana menggembirakan sangat kurang sekali, kurang memberikan perhatian yang maksimal kepada siswa. Proses pembelajaran seperti ini membuat siswa kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran sehingga keantusiasan mereka sangat kurang sekali jika hal ini dibiarkan saja, maka dapat berakibat buruk pada prestasi siswa karena daya serap mereka cenderung rendah terhadap materi yang disampaikan. Pendapat ini didukung oleh Muhammad Nur (2008:3) bahwa motivasi juga penting dalam menentukan seberapa banyak siswa akan belajar dari suatu kegiatan pembelajaran atau seberapa banyak menyerap informasi yang di sajikan pada mereka. Kekurangan yang terjadi pada siklus I telah diperbaiki pada siklus II. Pada siklus II motivasi siswa meningkat, dimana semua siswa antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Guru selalu memberikan semangat dan support pada siswa untuk tidak pantang menyerah dalam menghadapi tantangan dan tidak takut pada suatu kegagalan. Guru memberikan humor-humor lucu agar siswa tidak terlalu tegang dalam proses pembelajaran siswa terasa terhibur sehingga tetap menjaga produktivitas dalam berpikir. Guru menciptakan suasana bersaing dalam belajar antar siswa sehingga berdampak pada prestasi belajar siswa. Hal ini didukung oleh Djaali (2007:105) bahwa prinsip penting bagi guru yaitu menimbulkan suasana stimulus yang selalu menyenangkan siswa, sehingga siswa selalu berkeinginan untuk belajar. 3. Keaktifan Siswa Pengambilan data keaktifan siswa dilakukan dengan cara observasi. Pada saat diskusi khususnya pada waktu siswa
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
17
Ani Sulistyarsi ; Meningkatkan Motivasi .... : 3 - 20
mengungkapkan ide-ide atau gagasan kreatif mereka. Jika mereka aktif mengungkapkan pendapat maka semakin dalam ilmu yang mereka gali sehingga dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar mereka. Implementasi metode stopping and thingking dapat meningkatkan antusiasme siswa dalam menjawab diskusi dengan temannyapada saat presentasi. Berdasarkan data pembelajaran siswa dengan menerapkan metode stopping and thinking menggunakan video mampu meningkatkan keaktifan belajar mereka. Hal ini terlihat jumlah siswa pada siklus I sebanyak 19 siswa (73,08%) sangat aktif dan aktif, 7 siswa (26,92%) kurang aktif dalam pembelajaran, sedangkan pada siklus II semua siswa aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, sehingga terjadi peningkatan 26,92%. Kegiatan pembelajaran sebelum diterapkan metode stopping and thinking tingkat keaktifan siswa sangat rendah ditandai dengan kurangnya siswa yang bertanya atau yang menjawab pertanyaan karena malu, ragu-ragu, takut salah, tidak tahu jawabannya karena belum belajar. Pada siklus I siswa aktif sudah menjukkan peningkatan meskipun belum mencapai indikator yang diharapkan karena siswa kurang memahami langkah-langkah metode stopping and thinking, walupun secara garis besar kondisi kelas tidak ramai. Hal seperti ini sangat membosankan dan tidak sesuai dengan yang diharapkan sehingga berdampak pada penurunan prestasi belajar mereka. Pernyataan diatas didukung oleh Pupuh Fathurrohman (2007:53-54) bahwa salah satu aspek afektif yang menentukan prestasi belajar siswa yaitu penerimaan yang meliputi menanyakan, memilih, menjawab, memberi, menyatakan, menempatkan. Jika siswa raguragu dan tidak mau bertanya atau menjawab tentu saja ini menghambat transformasi ilmu pengetahuan dari guru ke siswa karena mereka tidak mau mengembangkan ide-ide atau gagasan kreatif yang mereka miliki, sehingga motivasi mereka untuk belajar menurun dan berdampak pada rendahnya prestasi belajar mereka. Pada siklus II kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus I telah
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
18
Ani Sulistyarsi ; Meningkatkan Motivasi .... : 3 - 20
diperbaiki sehingga terjadi peningkatan sebesar 26,92%. Implementasi metode stopping and thinking pada siklus I kurang baik karena siswa memerlukan waktu untuk memahami langkah-langkahnya namun setelah semua paham akan langkahlangkahnya ternyata antusiame mereka untuk bersaing dalam mengeluarkan pendapat menjadi meningkat. Mereka berusaha mempertahankan argumen mereka dengan memberikan contoh dan kelompok yang lain menyanggah, sehingga peran guru sebagai fasilitator dan motivator sangat penting agar kondusifitas kelas terjaga. Kegiatan pembelajaran seperti ini mampu membuat siswa berpikir kritis dan dapat meningkatkan kemampuan intelektual mereka sehingga berdampak pada peningkatan prestasi belajar mereka. Hal ini sesuai dengan Ketut P. Arthana (2010) bahwa kelebihan metode ini adalah siswa dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman, karena dengan dialog mendalam dan berpikir kritis mampu memasuki ranah intelektual, fisikal, sosial, mental, dan emosional seseorang dan mereka diajak untuk berani mengungkapkan ide dan gagasan sehingga dapat menumbuhkembangkan kemampuan intelektualnya. 4. Kualitas Pembelajaran Penilaian aktivitas guru dan siswa pada saat implementasi metode stopping and thinking dengan menggunakan media video diperoleh dari hasil observasi selama proses pembelajaran berlangsung dengan mengisi lembar observasi. Aktivitas guru dan siswa dikatakan sangat baik jika sesuai dengan indikator > 81%. Pada siklus I kualitas pembelajaran guru dan siswa kurang maksimal dikarenakan guru dan siswa baru pertama kali menerapkan metode stopping and thinking menggunakan media video, sehingga masih sama-sama canggung dalam proses pembelajaran. Siswa yang masih kurang aktif dalam berdiskusi membuat kegiatan pembelajaran belum berjalan lancar padahal berdiskusi dengan kelompok kecil dapat melatih komunikasi dan saling menopang kekurangan-
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
19
Ani Sulistyarsi ; Meningkatkan Motivasi .... : 3 - 20
kekurangan yang dimiliki antar siswa dalam mengembangkan serta membuat hal-hal yang baru. Hal ini sesuai dengan Winkel (2009:325) bahwa bekerja dalam kelompok kecil siswa tidak sekedar “disirami” dengan pemahaman pengetahuan, sikap dan perilaku baru, tetapi dalam komunikasi dengan pihak lain siswa mengembangkan dan menciptakan hal-hal yang baru. Kekurangan-kekurangan yang muncul pada siklus I akan diperbaiki pada siklus II. Pada siklus II hasil kualitas pembelajaran guru dan siswa mengalami peningkatan sebesar 11,25%. Peningkatan ini terjadi karena selama proses pembelajaran tercipta umpan balik antara guru dalam hal ini team teaching dengan siswa dan siswa dengan siswa. Pembelajaran dua arah ini tentunya berdampak positif pada intelektualitas dan tingkah laku siswa dalam kegiatan pembelajaran, selain itu siswa bebas berpendapat dalam menyampaikan ide-ide atau gagasannya sehingga kreativitas mereka dapat berkembang, dengan sikap terbuka dengan menerima segala pendapat maka tugas guru sebagai fasilitator dan motivator membantu siswa menemukan identitas diri dengan membangun konsep diri yang positif melalui kegiatan diskusi pada waktu menerapkan metode stopping and thinking dengan cara membimbing, mengawasi, menjelaskan kepada siswa dengan penuh perhatian. Hal ini sesuai dengan Slameto (2010:158) bahwa melalui sikap-sikap terbuka, tidak mengancam, menerima, guru membantu siswa menemukan identitas diri dengan membangun konsep diri. Kegiatan seperti ini tentu saja dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa implementasi metode stopping and thinking dengan menggunakan media video melalui kolaborasi antara guru dengan mahasiswa PPL dapat meningkatkan prestasi, motivasi, keaktifan dan kualitas pembelajaran belajar Biologi siswa kelas VII D SMPN 1 Jiwan Kabupaten Madiun.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
Ani Sulistyarsi ; Meningkatkan Motivasi .... : 3 - 20
20
DAFTAR PUSTAKA Djaali. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Akasara Jensen, Eric, dan Nickelsen, LeAnn. 2011. Deeper Learning. Jakarta: PT. Indeks Ketut P. Arthana. 2010. Pembelajaran Inovatif Berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking . Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol.10 No. 1, April 2010 (16-21) Lusi Nuryanti. 2008. Psikologi Anak. Jakarta : PT. Indeks Mimin Haryati. 2007. Sistem Penilaian. Jakarta : Gaung Persada Press Jakarta Muhammad Nur. 2008. Pemotivasian Siswa Untuk Belajar. Surabaya. Universitas Negeri Surabaya. Pupuh Fathurrohman dan Sobry Sutikno. 2007. Strategi Belajar dan Pembelajaran. Bandung : PT. Refika Aditama. Roestiyah, N.K. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Suharsimi Arikunto, Suhardjono, Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, Konsep, Landasan, dan Implementasi pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP. Jakarta : Prenada Media Syaiful Bahri Djamarah. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta Umi Salamah. 2008. Pembelajaran menulis karya ilmiah berbasis DEEP Dialogue/ Critical Thinking. Paradigma tahun XIII nomer 26, Juli- Desember 2008. Wina Sanjaya. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Satndar Proses Pendidikan : Jakarta. Prenada Media W.S. Winkel. 2009. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI MELAUI MODEL SOMATIS AUDITORI VISUAL INTELEKTUAL (SAVI) Johar Wahyudi,1 Cicilia Novi Primiani2 * Yayuk Wahyuni 3 Pendidikan Biologi FP MIPA IKIP PGRI MADIUN, Jl. Setiabudi 85 Madiun 3 SMPN 11 Madiun, Jl. Raya Munggut Madiun *E-mail:
[email protected]
1, 2
ABSTRACT Learning on Biology emphasizes on building a conceptual construct related to natural reflection. Students' cognitive, affective and psychomotoric domains should be optomalized. Somatic Auditory Visual Intellectual (SAVI) model is one out of models of learning under cooperative learning which combine physical motion with the intellectual activities by exploiting all senses. This research serves efforts of empowering students' high-level thinking performance through the implementation of Somatic Auditory Visual Intellectual (SAVI) model. This research is arranged in class action research design with four steps i.e. planning, execution, observation/assessment and reflection. This research is carried out on the eighth graders of SMP N 11 Madiun. The data are: the students' high-level thinking performance and the learning activities in the application of SAVI model. The data are accumulated by observation and test. The analysis brings about results that students' high-level thinking performance develops by 18.33%, and students learning activities develop by 16.25%; which can be summed up that Somatic Auditory Visual Intellectual (SAVI) model has proved to develop students' high-level thinking performance through the exploitation of all senses. Key words: high level thinking performance, SAVI learning model
21
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
22
Johar Wahyudi,1 Cicilia Novi Primiani2 * Yayuk Wahyuni 3 ; ; Meningkatkan Kemampuan .... : 21 - 32
PENDAHULUAN Kemampuan berpikir siswa menekankan pengembangan kemampuan berpikir dari tingkat konkrit hingga abstrak. Pengembangan kemampuan berpikir ini ditunjang antara lain teori belajar dari Ausubel dan konsep asimilasi dari Jean Peaget yang pada intinya menyatakan bahwa sesuatu yang baru haruslah dipelajari berdasarkan apa yang telah dimiliki siswa. Penerimaan gagasan baru dengan bantuan pengetahuan yang telah ada ini, sebenarnya telah dikemukakan oleh Fiedrich Herbarth yang dikenal dengan istilah apersepsi. Penggunaan suatu model pembelajaran yang tepat dengan mengoptimalkan semua potensi siswa yang meliputi kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik secara berkelompok merupakan suatu upaya yang perlu dilakukan untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam diri siswa. Kondisi siswa kelas VIII F SMP Negeri 11 Madiun berjumlah 40 siswa yang relatif heterogen baik dari segi ekonomi, kemampuan akedemik, maupun sarana belajar yang dimilikinya. Pembelajaran yang dilakukan masih cenderung tekstual, sehingga menyebabkan siswa kurang aktif, sikap dan kemampuan berpikir siswa kurang optimal. Aktivitas diskusi kelas yag serng dilakukan dalam kelas ini sering tidak efektif, karena kegiatan diskusi yang dilakukan masih sebatas pada materi secara tekstual, sehingga menyebabkan siswa tidak terbiasa dengan menganalisis suatu permasalahan. Pendekatan Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI) sebagai salah satu metode pembelajaran dari model pembelajaran cooperative learning yang menekankan pada belajar berdasarkan aktifitas secara ilmiah. Menurut Meier (2003) pembelajaran SAVI merupakan pembelajaran yang menggabungkan gerakan fisik dengan aktifitas intelektual dan penggunaan semua indra Unsur-unsur SAVI antara lain adalah somatis yang merupakan belajar dengan bergerak dan berbuat, auditori merupakan belajar dengan berbicara dan mendengar, visual merupakan belajar dengan mengamati, dan intelektual merupakan belajar dengan memecahkan masalah dan berpikir (Meier, 2003; Giver,
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
23
Johar Wahyudi,1 Cicilia Novi Primiani2 * Yayuk Wahyuni 3 ; ; Meningkatkan Kemampuan .... : 21 - 32
2007). Berdasarkan kenyataan bahwa model pembelajaran SAVI merupakan salah satu model pembelajaran yang mampu melibatkan semua potensi siswa sehingga dapat mengembangkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor, yang pada akhirnya mampu meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Oleh sebab itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa melalui model pembelajaran SAVI METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) dengan 2 siklus, setiap siklus terdiri dari rangkaian kegiatan yang dilakukan secara berulang meliputi perencanaan (Planning), pelaksanaan tindakan (Acting), pengamatan tindakan (Observing), dan refleksi tindakan (Reflcting). Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII F SMPN 11 Madiun semester genap yang terdiri dari 40 orang. Perencanaan tindakan dimulai dengan seleksi topik dan merencanakan kerjasama, menyiapkan beberapa perangkat pembelajaran yang diperlukan, yaitu menyusun strategi pembelajaran melalui pendekatan cooperative learning dengan model SAVI. Siswa dibagi ke dalam 8 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5 orang anggota bersifat heterogen dan menyiapkan perangkat penelitian, yaitu: 1) format observasi aktivitas siswa yang meliputi aktivitas somatis, aktivitas auditori, aktivitas visual, dan aktivitas intelektual, 2) format lembar kegiatan siswa, 3) format soal tes tulis. Tahap pelaksanaan tindakan pembelajaran melalui pendekatan cooperative learning dengan model SAVI yang dilakukan adalah: 1) guru menyampaikan pengantar materi selama 10 menit tentang struktur akar, batang dan daun, 2) kegiatan selanjutnya adalah siswa melakukan pengamatan secara langsung pada bahan-bahan praktikum yang dibawa dari rumah tentang akar, batang dan daun, 3) dilanjutkan dengan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
24
Johar Wahyudi,1 Cicilia Novi Primiani2 * Yayuk Wahyuni 3 ; ; Meningkatkan Kemampuan .... : 21 - 32
mendiskusikan hasil pengamatannya dan mengerjakan hasil diskusi dalam lembar kegiatan siswa, 4) hasil diskusi dipresentasikan oleh perwakilan masing-masing kelompok. Pelaksanaan kegiatan dipandu oleh satu orang guru, 5) evaluasi dilaksanakan pada akhir setiap siklus meliputi tertulis Observasi dilaksanakan bersamaan waktunya dengan pelaksanaan tindakan (kegiatan pengamatan, diskusi dan presentasi), menggunakan berbagai format observasi yang telah disiapkan. Observasi dilakukan oleh 3 observer terdiri dari 1 orang guru dan 2 anggota tim peneliti. Selain mencatat kejadian tersebut atau temuan lain yang relevan yang tidak terekam pada format observasi. Catatan tersebut merupakan catatan lapangan yang dapat digunakan sebagai data pendukung. Akhir siklus pertama, seluruh data hasil nilai tes tertulis yang berupa ulangan harian dan hasil lembar kegiatan siswa dianalisis. Data observasi dianalisis secara deskriptif, sedangkan nilai tes tulis yan berupa ulangan harian digunakan untuk mengetahui kemajuan belajar siswa. Hasil analisis kemudian diinterpretasikan untk mendapatkan gambaran mengenai dampak tindakan terhadap peningkatan proses dan hasil belajar siswa. Tahap ini juga dipaparkan semua kelebihan dan kekurangan yang ada selama tindakan pada siklus pertama. Kelebihan akan tetap dipertahankan, sedangkan kekurangannya akan diperbaiki pada siklus kedua. Kegiatan siklus kedua sama dengan siklus pertama dengan perbaikan yang dilakukan dari refleksi. Data dianalisis secara deskriptif berdasar pada hasil proses dan hasil tes. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah adanya peningkatan proses dan prestasi belajar siswa dari sebelum tindakan ke siklus I dan ke siklus II, aktivitas somatis (menggunakan alat praktikum), auditori (mendengarkan dan berdiskusi), visual (menggambar dan menulis laporan), dan intelektual (ketelitian dalam pengamatan). Data hasil belajar dan ketuntasan belajar diperoleh dari hasil tes. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah ketuntasan individu ditetapkan dengan kriteria apabila siswa telah menguasai 70% dari jumlah soal yang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
25
Johar Wahyudi,1 Cicilia Novi Primiani2 * Yayuk Wahyuni 3 ; ; Meningkatkan Kemampuan .... : 21 - 32
diberikan atau dengan nilai 7,5. Ketuntasan klasikal tercapai apabila 80% dari jumlah siswa telah tuntas atau dengan nilai 80. Akivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran melalui pendekatan cooperative learning dengan model SAVI 80% dengan kriteria tinggi HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan tindakan dilakukan dalam dua siklus yaitu pada pokok bahasan struktur dan fungsi organ tumbuhan. Siklus pertama ada 4 kali pertemuan, sikus kedua ada 3 kali pertemuan. Setiap siklus dilakukan kegiatan pengamatan, diskusi dan presentasi. Observer melakukan pengamatan siswa yang meliputi aktivitas somatis (menggunakan alat praktikum), auditori (mendengarkan dan berdiskusi), visual (menggambar dan menulis laporan), dan intelektual (ketelitian dalam pengamatan). Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Melalui Pendekatan Cooperative Learning dengan Model SAVI Rerata akifitas somatis siswa setiap pertemuan pada siklus I dan siklus II berdasarkan indikator yang telah ditentukan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rerata Aktifitas Somatis Siswa Kelas VIII F dalam Pembelajaran SAVI Siklus I dan Siklus II SMPN 11 Madiun TA 2009/2010
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
26
Johar Wahyudi,1 Cicilia Novi Primiani2 * Yayuk Wahyuni 3 ; ; Meningkatkan Kemampuan .... : 21 - 32
Kegiatan pembelajaran pada siklus I dan siklus II dilakukan dengan kegiatan percobaan di laboratorium. Semua indikator somatis dalam metode SAVI diamati oleh observer menggunakan lembar observasi. Tabel 1 menunjukkan adanya peningkatan aktifitas somatis mengenai sikap ilmiah, melakukan percobaan, dan diskusi. Pertemuan pertama siklus I, siswa masih belum menunjukkan keaktifan dalam berdiskusi. Percobaan hanya dilakukan oleh beberapa siswa saja dalam tiap kelompok, beberapa siswa masih belum mengerti kegiatan apa yang harus dilakukan. Hasil refleksi siklus I dinyatakan bahwa guru memberikan motivasi pada saat pelaksanaan diskusi, memberikan penjelasan-penjelasan secara bergantian pada tiap kelompok dengan menanyakan pada siswa kesulitan-kesulitan yang dihadapi pada saat percobaan. Pertemuan kedua pada siklus II, tiap siswa dalam kelompok sudah antusias dalam diskusi, percobaan yang dilakukan sudah dilandasi dengan sikap ilmiah yang dilakukan oleh siswa. Setiap siswa dalam kelompok sudah menunjukkan kegiatan diskusi yang lebih aktif. Hal ini dapat dilihat seperti pada Tabel 1, yang menunjukkan adanya peningkatan prosentase dalam setiap indikator aktifitas somatis. Rerata akifitas auditori siswa setiap pertemuan pada siklus I dan siklus II berdasarkan indikator yang telah ditentukan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rerata Aktifitas Auditori Siswa Kelas VIII F dalam Pembelajaran SAVI Siklus I dan Siklus II SMPN 11 Madiun TA 2009/2010
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
26
Johar Wahyudi,1 Cicilia Novi Primiani2 * Yayuk Wahyuni 3 ; ; Meningkatkan Kemampuan .... : 21 - 32
Kegiatan pembelajaran pada siklus I dan siklus II dilakukan dengan kegiatan percobaan di laboratorium, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan secara lisan. Indikator auditori yang telah ditentukan diamati oleh kedua observer. Kegiatan siswa dalam menanggapi pertanyaan guru pada pertemuan pertama siklus I, belum dapat berjalan secara optimal. Masih banyak siswa yang hanya mendengarkan penjelasan guru, tetapi hanya beberapa siswa saja yang menaggapi pertanyaan-pertanyaan dari guru. Hasil refleksi siklus I dinyatakan bahwa guru memberikan motivasi pada awal kegiatan pembelajaran serta memberikan penjelasan secara mendalam, sehingga informasi-informasi verbal dapat diingat oleh siswa. Guru memberkan apersepsi dengan menghubungkan kegiatan percobaan yang akan dikerjakan oleh siswa,sehingga siswa dapat mengaitkan penjelasan guru dengan materi percobaannya. Akhir pertemuan kedua pada siklus II, banyak siswa yang menunjukkan sikap antusias dalam menanggapi pertanyaan dari guru. Tabel 2 dapat dilihat terjadinya peningkatan pada masing-masing indikator auditori. Rerata akifitas visual siswa setiap pertemuan pada siklus I dan siklus II berdasarkan indikator yang telah ditentukan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rerata Aktifitas Visual Siswa Kelas VIII F dalam Pembelajaran SAVI Siklus I dan Siklus II SMPN 11 Madiun TA 2009/2010
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
28
Johar Wahyudi,1 Cicilia Novi Primiani2 * Yayuk Wahyuni 3 ; ; Meningkatkan Kemampuan .... : 21 - 32
Kegiatan pembelajaran model SAVI dilakukan dengan percobaan di laboratorium. Siswa membuat laporan hasil percobaan dan membuat gambar hasil percobaannya. Gambar hasil pengamatan juga dideskripsikan, selanjutnya dituliskan dalam bentuk laporan hasil percobaan. Siswa mengalami kesulitan dalam mendeskripsikan gambar hasil pengamatan pada pertemuan pertama dan kedua pada siklus I, sehingga laporan hasil percobaan juga belum optimal. Refleksi yang dilakukan oleh peneliti, guru dan observer menyatakan bahwa hasil pengamatan pada kegiatan percobaan yang dilakukan oleh siswa digunakan sebagai pemberian motivasi dan apersepsi untuk siklus II. Guru membimbing siswa dalam kegiatan menuliskan laporan hasil pengamatan, sehingga siswa dapat mengerti dan memahami cara menulskan laporan hasil pengamatan. Rerata akifitas intelektual siswa setiap pertemuan pada siklus I dan siklus II berdasarkan indikator yang telah ditentukan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rerata Aktifitas Intelektual Siswa Kelas VIII F dalam Pembelajaran SAVI Siklus I dan Siklus II SMPN 11 Madiun TA 2009/2010
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
29
Johar Wahyudi,1 Cicilia Novi Primiani2 * Yayuk Wahyuni 3 ; ; Meningkatkan Kemampuan .... : 21 - 32
Kegiatan pembelajaran di laboratorium dengan model SAVI pada aspek intelektual dengan indikator-indikatornya (Tabel 4) menunjukkan adanya peningkatan prosentase dari siklus I ke siklus II. pertemuan pertama dan kedua pada siklus I, sebagian besar siswa masih belum teliti dalam melakukan pengamatan, sehingga siswa belum mampu menunjukkan hasi pengamatannya dengan benar. Pengamatan terhadap hasil percobaan yang dilakukan siswa belum dapt dilakukan dengan teliti. Hal ini terlihat adanya kesalahan dalam menunjukkan hasil pengamatan. Hasil reflefksi siklus I menyatakan bahwa siswa memerlukan pendampingan terus menerus dari guru selama melakukan kegiatan percobaan, sehingga siswa dapat menunjukkan hasil percobaan dengan tepat. Tes Tertulis Data prestasi belajar siswa diambil dari nilai tes yang berupa ulangan harian dengan soal-soal tes yang mengacu pada aspek berpikir tingkat tinggi, yaitu pada aspek analisis (C4). Adapun data prestasi belajar siswa terdapat pada Tabel 5. Tabel 5. Prestasi Belajar Siswa pada Aspek Analisis Siklus I dan Siklus II
Prosentase nilai ulangan harian (Tabel 5) pada siklus I sebesar 66,67%, dan pada siklus II dengan prosentase sebesar 85%, ada kenaikan sebesar 18,33%. Peningkatan prestasi siswa ini disebabkan siswa sudah memahami bagaimana penerapan pendekatan Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI) dalam pembelajaran, guru memberikan motivasi dan membimbing siswa. Menurut Piaget (dalam Hergenhahn dan Olson, 2008) bahwa istilah intelektual (cerdas) digunakan untuk mendeskripsikan semua aktifitas adaptif. Peningkatan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
30
Johar Wahyudi,1 Cicilia Novi Primiani2 * Yayuk Wahyuni 3 ; ; Meningkatkan Kemampuan .... : 21 - 32
kemampuan berpikir tingkat tinggi pada aspek analisis siswa juga disebabkan adanya kesiapan diri siswa sebelum mengikuti proses pembelajaran. Hal ini didukung oleh keterampilan berpikir siswa yang diarahkan untuk belajar berdasarkan aktifitas, menurut Gie (2003) keterampilan berpikir dapat dibedakan dalam tiga macam, yaitu berpikir cerah, berpikir tajam, dan berpikir lincah. Hasilnya adalah pikiran yang cerdas, pikiran yang kritis, dan pikiran yang penuh daya cipta. Menurut Meier (2003) pembelajaran dengan pendekatan Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI) adalah pembelajaran yang menggabungkan gerakan fisik dan aktifitas yang dilakukan dari multi inderawi. Somatis dimaksudkan sebagai learning by moving and doing (belajar dengan bergerak dan berbuat). Auditori adalah learning by talking and learning (belajar dengan berbicara dan mendengarkan). Visual diartikan learning by observing and picturing (belajar dengan mengamati dan menggambarkan). Intelektual maksudnya adalah learning by problem solving and reflecting (belajar dengan pemecahan masalah dan melakukan refleksi). Hubungan antara pendekatan SAVI dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dalam pembelajaran adalah terletak pada bagaimana siswa mengkonstruksi pengalamannya yang diperoleh melalui pengamatan dan dilakukan dalam kegiatan sehari-hari menjadi sebuah pengetahuan baru. Selanjutnya dengan pengetahuan baru tersebut mampu dipahami oleh siswa. Sehingga siswa mampu menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi setiap permasalahan yang dihadapi (Hergenhn, & Olson, 2008). Piaget (dalam Hergenhahn & Olson, 2008) menyatakan bahwa sesuatu yang baru haruslah dipelajari berdasarkan apa yang telah dimiliki siswa, berkaitan dengan proses perolehan pengetahuan oleh siswa tidak hanya terjadi dalam lingkungan sekolah. Jadi, pengetahuan diperoleh berdasarkan pengalaman. Perolehan pengalaman berdasarkan aktivitas baik yang disadari ataupun tidak disadari. Peningkatan prestasi siswa ini disebabkan guru sudah memahami bagaimana penerapan pendekatan Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI) dalam pembelajaran, terutama peningkatan aktifitas
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
31
Johar Wahyudi,1 Cicilia Novi Primiani2 * Yayuk Wahyuni 3 ; ; Meningkatkan Kemampuan .... : 21 - 32
guru dalam memotivasi, sebagai inisiator, dan sebagai fasilitator dalam membimbing dan membelajarkan siswa sesuai proporsi proses pembelajaran yang seharusnya dilakukan. Menurut Meier (2003) dalam pendekatan SAVI peranan instruktur (guru) adalah menyusun konteks tempat pebelajar dapat menciptakan isi yang bermakna mengenai materi belajar yang sedang dibahas. Pembelajaran yang dilakukan secara kooperatif menjadikan siswa untuk mampu bekerja sama, menumbuhkan sikap empati dan perhatian terhadap siswa lain, sehingg menimbulkan percaya diri (Slavin, 2008). Menurut Kunandar (2007), guru mengajak pebelajar untuk berpikir, berkata, dan berbuat menangani materi belajar yang baru dengan cara dapat membantu siswa memadukannya ke dalam struktur pengetahuan, makna, dan keterampilan internal yang sudah dimiliki oleh siswa. Peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada aspek analisis siswa juga disebabkan adanya kesiapan diri siswa sebelum mengikuti proses pembelajaran. Hal ini didukung oleh keterampilan berpikir siswa yang diarahkan untuk belajar berdasarkan aktifitas (Meier, 2003; Rose, 2006). Menurut Gie (2003) keterampilan berpikir dapat dibedakan dalam tiga macam, yaitu berpikir cerah, berpikir tajam, dan berpikir lincah. Hasilnya adalah pikiran yang cerdas, pikiran yang kritis, dan pikiran yang penuh daya cipta. Jadi, pembelajaran berdasarkan aktifitas siswa harus terus dikembangkan agar siswa mampu menguasai materi dan mendeskripsikannya berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman melalui aktifitas-aktifitas fisik, mendengarkan, mengamati, serta aktifitas intelektual siswa. KESIMPULAN Berdasarkan data, analisis data, dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa proses belajar dan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada pokok bahasan Struktur dan Fungsi Organ Tumbuhan di kelas VIII F SMPN 11 Madiun dapat ditingkatkan melalui penerapan pembelajaran biologi melalui pendekatan Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI).
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
32
Johar Wahyudi,1 Cicilia Novi Primiani2 * Yayuk Wahyuni 3 ; ; Meningkatkan Kemampuan .... : 21 - 32
SARAN Berdasarkan hasil pembahasan, untuk menunjang keberhasilan proses belajar dan meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi diharapkan a) guru mengajak siswa untuk membelajarkan dengan menggunakan seluruh komponen inderawi, setiap kegiatan diskusi, b) guru memberikan motivasi pada tiap kelompok, c) pada tahap diskusi dan mengerjakan lembar kegiatan siswa semua anggota kelompok terlibat aktif dan siap member penjelasan serta bekerja sama untuk bekerja sama, d) pada tahap presentasi hasil diskusi, siswa bekerja sama dalam menyiapkan presentasi, tidak ada yang mendominasi dalam menjawab pertanyaan dan menambah penjelasan pertanyaan. DAFTAR PUSTAKA Gie, T.L. 2000. Cara Belajar Yang Baik Bagi Mahasiswa, Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Given, B,K. 2007. Teaching to the Brain's Natural Learning System. Terjemahan Lala Herawati Dharma Bandung: Kaifa. Hergenhn, B. R. & Olson, M.H. 2008. Theories of Learning. Terjemahan Tri Wibowo Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Kunandar. 2007. Guru Profesional. Implementasi Kurikulum KTSP dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Meier, Dave. 2003. Accelerated Learning Handbook. Terjemahan Rahmani Astuti. Bandung: Kaifa. st Rose, C & Nicholl, M.J. 2006. Accelerated Learning for the 21 Century. Terjemahan Dedy Ahimsa. Bandung: Nuansa. Slavin, Robert E. 2008. Cooparative Learning: Theory, Research, and Practice. Terjemahan Nurulita. Bandung: Nusa Media.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF MELALUI PRESENTASI DAN DISKUSI UNTUK MENGEMBANGKAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA TERAPAN Erawan Kurniadi FPMIPA IKIP PGRI Madiun
[email protected] Abstrak: Untuk menjamin keberhasilan pengembangan kualitas pembelajaran fisika terapan, mahasiswa perlu diberi kebebasan untuk memilih sendiri materi yang akan dipelajari namun tetap dibatasi pada pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Strategi yang dipandang sesuai adalah dengan menerapkan pembelajaran kooperatif melalui presentasi dan diskusi. Pada setiap pertemuan, mahasiswa diberi kesempatan untuk mempresentasikan dan mendiskusikan materi fisika terapan yang telah mereka pilih sebagai tugas. Dalam kegiatan pembelajaran ini, dosen hanya berperan sebagai fasilitator dengan tugas: memberikan penilaian, mengkoordinasi hasil penilaian sejawat dari rekan mahasiswa, dan meluruskan konsep. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif melalui presentasi dan diskusi berhasil mewujudkan pembelajaran berkualitas pada mata kuliah fisika terapan ditandai dengan: (1) rata-rata 27,49% mahasiswa aktif dalam diskusi pada setiap pertemuan, (2) 84,21% mahasiswa mendapat nilai ujian 70, (3) nilai rata-rata hasil UTS dan UAS sebesar 73,52, (4) nilai rata-rata presentasi sebesar 80,47, dan (5) 98,68% mahasiswa lulus dengan nilai A = 13,16%, B = 85,53%, C = 0%, dan D = 1,32%. Kata kunci: diskusi, kualitas pembelajaran, presentasi PENDAHULUAN Deskripsi mata kuliah fisika terapan sesuai kurikulum lama (20052010) adalah mempelajari aplikasi berbagai konsep elektronika terhadap peralatan yang digunakan pada berbagai bidang dalam kehidupan seharihari meliputi cara kerja dan cara penggunaan. Sesuai dengan deskripsi, keluasan materi tergolong kurang jika ditinjau dari banyaknya konsep fisika yang dapat diterapkan pada berbagai peralatan. Selain itu, buku acuan utama mata kuliah fisika terapan terbitan Universitas Terbuka yang tersedia
33
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
34
Erawan Kurniadi ; Penerapan Model Pembelajaran .... : 33 - 39
di perpustakaan mengandung isi materi yang tidak pernah dimutakhirkan sejak tahun 1990-an. Isi materinya hanya terdiri dari: 1) Prinsip kerja adaptor, 2) Prinsip kerja sistem pemancaran dan penerimaan gelombang radio, 3) Prinsip kerja sistem pemancaran dan penerimaan televisi, dan 4) Prinsip kerja peralatan rumah tangga yang dilandasi oleh konsep elektronika. Sesuai dengan isi materi pada buku fisika terapan terbitan Universitas Terbuka, mahasiswa cenderung merasa kurang puas karena hanya mempelajari terapan fisika yang lingkupnya kurang luas. Pelaksanaan pembelajaran yang sudah dilakukan hanya terbatas melalui ceramah, demonstrasi, dan tanya jawab sehingga kurang mengembangkan aktivitas dan kreativitas mahasiswa dalam proses belajar. Mengingat kondisi tersebut, muncul ide untuk memutakhirkan isi materi kuliah fisika terapan dan mengembangkan keluasan materi pada terapan konsep mekanika, thermodinamika, kelistrikan dan kemagnetan, fisika modern, serta tetap memasukkan materi terapan konsep elektronika. Oleh karena itu, deskripsi mata kuliah fisika terapan direncanakan untuk dikembangkan menjadi mempelajari aplikasi berbagai konsep mekanika, thermodinamika, kelistrikan dan kemagnetan, fisika modern, dan konsep elektronika terhadap peralatan yang digunakan pada berbagai bidang meliputi cara kerja secara garis besar maupun rinci, fungsi masing-masing komponen, cara penggunaan, beserta konsep fisika yang melandasi. Standar kompetensi mata kuliah ini dirumuskan agar mahasiswa dapat mengaplikasikan berbagai konsep fisika pada berbagai bidang dalam kehidupan sehari-hari Agar keluasan dan kedalaman materi dapat dikembangkan dengan baik, peralatan yang dibahas dan dipelajari disesuaikan dengan selera mahasiswa untuk mewadahi minat, aspirasi, dan motivasi pengembangan diri mahasiswa. Untuk itu, kompetensi dasarnya ditetapkan sebagai berikut: 1) Mahasiswa dapat memahami aplikasi konsep mekanika terhadap peralatan yang digunakan pada berbagai bidang meliputi cara kerja, cara penggunaan, beserta konsep fisika yang melandasi, 2) Mahasiswa dapat memahami aplikasi konsep kelistrikan, kemagnetan, dan elektronika terhadap peralatan yang digunakan pada berbagai bidang meliputi cara kerja, cara penggunaan, beserta konsep fisika yang melandas, 3) Mahasiswa dapat memahami aplikasi konsep thermodinamika terhadap peralatan yang digunakan pada berbagai bidang meliputi cara kerja, cara penggunaan, beserta konsep fisika yang melandasi, 4) Mahasiswa dapat memahami aplikasi konsep fisika modern terhadap peralatan yang digunakan pada
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
35
Erawan Kurniadi ; Penerapan Model Pembelajaran .... : 33 - 39
berbagai bidang meliputi cara kerja, cara penggunaan, beserta konsep fisika yang melandasi. Dengan demikian, mahasiswa akan memiliki pengetahuan tentang aplikasi berbagai konsep fisika yang sangat berguna ketika mereka memberikan apersepsi dalam pembelajaran ketika menjadi tenaga pendidik. Untuk menjamin keberhasilan pengembangan, mahasiswa diberi kebebasan untuk memilih sendiri materi yang akan dipelajari namun tetap dibatasi pada pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah dirumuskan. Implementasi pengembangan kualitas pembelajaran direncanakan menggunakan model pembelajaran kooperatif melalui presentasi kelompok dan diskusi. METODE Penelitian dilaksanakan pada mata kuliah Fisika Terapan, sedangkan subyek yang dikaji sebagai sumber data adalah mahasiswa semester VI dalam kegiatan pembelajaran Fisika Terapan. Rancangan penelitian menggunakan model siklus yang terdiri dari kegiatan plan, do, dan see (Gambar 1.).
Gambar 1. Siklus Action Research, Lesson Study dan Science Process Skills (Geoffrey, 2003). Kegiatan pembelajaran selama satu semester dengan rincian: 1. Pertemuan 1: a) penyampaian deskripsi mata kuliah, silabus termasuk standar kompetensi yang harus dicapai, b) memberikan pengantar tentang berbagai terapan fisika melalui ceramah dan tanya jawab, c) penyampaian tugas dan pembentukan kelompok, d) penjelasan teknik pelaksanaan pembelajaran dan sistem penilaian.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
36
Erawan Kurniadi ; Penerapan Model Pembelajaran .... : 33 - 39
2. Pra pertemuan berikutnya, mahasiswa yang akan menyajikan materi mengkonsultasikan hasil persiapan kepada dosen (diluar jam kuliah). 3. Pertemuan 2-7, dalam tiap pertemuan tiap kelompok terdiri: a) persiapan: membagi lembar penilaian dan menyiapkan peralatan (5 menit), b) presentasi oleh mahasiswa memanfaatkan media power point, flash, dan/atau demonstrasi (30 menit/kelompok), c) forum diskusi (15 menit/kelompok), d) simpulan dan pelurusan konsep (10 menit/kelompok). 4. Pertemuan 8: UTS. 5. Pertemuan 9: membagikan jawaban UTS yang sudah dikoreksi, membahas jawaban UTS, dan melayani complain. 6. Pertemuan 10-15, sama dengan pertemuan 2-7. 7. Pertemuan 16: UAS. Proses analisis dilakukan secara induktif bersamaan dengan proses pengumpulan data penelitian. Teknik analisis menggunakan model analisis interaktif dengan komponen pokok yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Data yang telah diperoleh segera diolah dan direduksi difokuskan untuk meraih kesimpulan. Reduksi dilakukan dengan pengorganisasian dan pengelompokan. Data yang telah direduksi selanjutnya di deskripsikan dalam sajian data dan dijadikan acuan untuk menyusun kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap pertemuan, mahasiswa diberi kesempatan untuk mempresentasikan dan mendiskusikan materi fisika terapan yang telah mereka pilih sebagai tugas. Strategi ini dipilih dengan tujuan agar mahasiswa memiliki kemandirian belajar yang baik. Muna (2009:12) cara belajar di dalam kelas dapat dikembangkan jika suasana belajar didasarkan pada prinsip kemandirian. Selain itu, mahasiswa juga akan mengalami kemajuan dalam belajar secara bermakna. Hasilnya, rata-rata 27,49% mahasiswa aktif dalam diskusi pada setiap pertemuan. Keaktifan yang dimaksud adalah aktivitas dalam berpendapat, bertanya, dan menanggapi pendapat maupun pertanyaan. Pada awalnya mahasiswa perlu sedikit
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
37
Erawan Kurniadi ; Penerapan Model Pembelajaran .... : 33 - 39
dipaksa untuk berpendapat, bertanya, dan menanggapi pendapat maupun pertanyaan. Dosen masih perlu memancing dan merangsang melalui pertanyaan-pertanyaan yang menimbulkan konflik yang ternyata cukup berhasil. Pada pertemuan-pertemuan berikutnya, mahasiswa sudah tidak perlu dipancing dan dirangsang lagi. Dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran selanjutnya, dosen hanya berperan sebagai fasilitator dengan tugas: memberikan penilaian, mengkoordinasi hasil penilaian sejawat dari rekan mahasiswa, dan meluruskan konsep. Siskandar (2004) menyatakan bahwa pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dengan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara dosen dengan mahasiswa serta mahasiswa dengan mahasiswa. Melalui diskusi, juga berhasil diungkap konflik-konflik kognitif yang terjadi pada mahasiswa. Dosen menjadi penengah dalam diskusi, mahasiswa tertantang untuk berpikir dalam memilih atau menentukan jawaban yang paling benar berdasarkan konflik kognitif yang terjadi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian tentang miskonsepsi fisika pada tahun 2010 yang menunjukkan bahwa pendekatan konflik kognitif sangat efektif untuk mengatasi miskonsepsi fisika (Maulana, 2010). Konflik kognitif akan memaksa mahasiswa untuk berpikir dalam memilih atau menentukan konsep yang paling benar. Untuk memicu munculnya konflik kognitif diperlukan pertanyaan-pertanyaan yang diprediksi menimbulkan jawaban bermacam-macam sehingga akan segera diketahui letak kesalahan pemahamannya (Kurniadi, 2008). Penugasan yang telah dilakukan terhadap mahasiswa dalam pembelajaran fisika terapan menuai hasil yang baik. Pembelajaran menjadi berpusat pada mahasiswa, dan mahasiswa menjadi lebih memahami konsep-konsep fisika karena mereka mengenal berbagai terapan konsep fisika sesuai dengan pengalaman sehari-hari (Contextual Teaching and Learning). Untuk mengoptimalkan pembelajaran fisika, harus dipilih pendekatan pembelajaran yang berciri student centered, making meaningfull connections, dan menekankan kepada learning. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dibangun dengan prinsip-prinsip di atas adalah pendekatan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang berusaha mengkaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
38
Erawan Kurniadi ; Penerapan Model Pembelajaran .... : 33 - 39
memotivasi siswa mengembangkan pengetahuan yang dimiliki dengan kehidupan mereka sehari-hari (Blancard, 2001). Pembelajaran bermakna juga harus mampu membawa hasil belajar yang baik. Pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa seringkali hanya menunjukkan keberhasilan dalam menstimulus keaktifan dan keberanian mahasiswa, tetapi tidak berdampak positif pada peningkatan hasil belajar. Salah satu penyebabnya diprediksi karena penekanan/fokusnya hanya pada proses belajar. Untuk menjamin agar peningkatan kualitas proses pembelajaran juga diimbangi oleh peningkatan hasil belajar, dterapkan sistem penilaian proses. Agar penilaian menjadi otentik, perlu dilakukan melalui berbagai cara. Salah satu cara yang dipilih dalam penelitian ini adalah penilaian oleh rekan sejawat mahasiswa, tentu saja dosen tetap menjadi penentu nilai akhir. Hasilnya, nilai rata-rata presentasi mahasiswa sebesar 80,47 (gabungan hasil penilaian sejawat dan hasil penilaian oleh dosen). Dalam setiap pertemuan pembelajaran, mahasiswa diberi hak untuk ikut menilai mahasiswa lain tanpa keluar rambu-rambu yang telah disepakati. Hasilnya, mahasiswa merasa diperlakukan adil dalam sistem penilaian, bahkan mereka termotivasi untuk menjadi aktif dalam pembelajaran sehingga suasana belajar menjadi menyenangkan walaupun awalnya mereka hanya terpicu untuk meraih nilai. Ternyata pada perkembangan selanjutnya, mahasiswa menunjukkan bahwa mereka juga ikut bertanggung jawab terhadap baik-buruknya kualitas pembelajaran tanpa harus memperhitungkan reward dalam bentuk nilai. Siskandar (2004) menyatakan bahwa penilaian berbasis kelas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran yang dilakukan melalui berbagai cara sebagai upaya untuk menentukan bentuk pelayanan selanjutnya dalam menuju ketuntasan setiap tahapan kompetensi. Proses pembelajaran dan penilaian yang demikian diharapkan bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran berpusat pada mahasiswa melalui model kooperatif yang diterapkan ternyata juga membawa hasil yang menggembirakan ditinjau dari hasil ujian. Hasilnya: (1) 84,21% mahasiswa mendapat nilai ujian 70, (2) nilai rata-rata hasil UTS dan UAS sebesar 73,52, (3) 98,68% mahasiswa lulus, yang mendapat nilai A = 13,16%, B = 85,53%, C = 0%, dan D = 1,32% (Tabel 1.1.).
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
39
Erawan Kurniadi ; Penerapan Model Pembelajaran .... : 33 - 39
Tabel 1. Capaian indikator kinerja
Keterangan : *) base line merupakan hasil pengukuran terhadap mahasiswa pada mata kuliah fisika terapan tahun 2010 KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif melalui presentasi dan diskusi berhasil mewujudkan pembelajaran berkualitas pada mata kuliah fisika terapan ditandai dengan: (1) rata-rata 27,49% mahasiswa yang aktif dalam diskusi pada setiap pertemuan, (2) 84,21% mahasiswa mendapat nilai ujian 70, (3) nilai rata-rata hasil UTS dan UAS sebesar 73,52, (4) nilai rata-rata presentasi sebesar 80,47, dan (5) 98,68% mahasiswa lulus dengan nilai A = 13,16%, B = 85,53%, C = 0%, dan D = 1,32%. PUSTAKA Blancard, A. 2001. Contextual Teaching and Learning. B.ES,T Geoffrey E. Mills, Action Research: A Guide for The Teacher Researcher (New Jersey: Pearson Education, 2003), p. 18. Kurniadi, 2008. Mengurangi Miskonsepsi Dinamika Dengan Konflik Kognitif Melalui Metode Demonstrasi. Jurnal Pendidikan IKIP PGRI Madiun Vol.14, No.1 Juni 2008. Maulana, 2010. Usaha Mengurangi Terjadinya Miskonsepsi Fisika Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Konflik Kognitif. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia Universitas Negeri Semarang Vol. 6 No. 2, 2010. Muna, N. F. 2009. Hubungan antara Kemandirian dengan Motif Berkompetensi pada Siswa kelas VII RSBI. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. (Online: http://eprint.Undip.ac.id/11107/1/Jurnalku, diakses 1 Agustus 2011) Siskandar. 2004. Peranan LPTK dalam Menyongsong Pemberlakuan Kurikulum 2004 yang Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang. Depdiknas.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
Peningkatan Hasil belajar Mahasiswa Matematika melalui Lesson Study Pada Pembelajaran Berbasis IT dengan Menggunakan MINITAB oleh Ervina Maret Sulistiyaningrum ABSTRAK Salah satu penyebab rendahnya prestasi mahasiswa sangat dipengaruhi oleh model pembelajaran sehingga sulit memahami konsepkonsep yang diajarkan. Lesson Study merupakan pembelajaran tetapi kegiatan yang dapat menerapkan berbagai metode dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, kemampuan komunitas pembelajaran serta berbagai permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran. Upaya yang dapat dilakukan dosen dengan memilih dan menerapkan model-model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi. Melalui Lesson Study diterapkan pembelajaran Berbasis IT dengan menggunakan MINITAB Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran berbasis IT dengan menggunakan MINITAB dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa matematika dan keaktifan mahasiswa dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar(KBM) melalui Lesson Study. Subyek dari penelitian ini adalah mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Matematika IKIP PGRI Madiun. Pengumpulan data dilakukan menggunakan tes. Tes dilaksanakan pada akhir pertemuan disetiap pertemuan yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar matematika dan keaktifan mahasiswa Dari hasil penerapan pembelajaran berbasis IT dengan menggunakan MINITAB dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ini tepat jika diterapkan, karena dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa matematika semester VI pada mata Statistika Matematika II Kata Kunci : Hasil Belajar, Pembelajaran Berbasis IT dengan SPSS
40
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
41
Ervina Maret Sulistiyaningrum ; Peningkatan Hasil .... : 40 - 46
A. PENDAHULUAN Lesson Study merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang dilaksanakan secara kolaboratif dan berkelanjutan oleh sekelompok guru. (Akhmad Sudrajat:2008). Slamet Mulyana (2007) memberikan rumusan tentang Lesson Study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Sedangkan I Made Sukarna berpendapat bahwa Lesson Study merupakan pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning community. Lesson study merupakan pembelajaran yang melibatkan team atau belajar bersama dari suatu pembelajaran yang dilakukan baik pada pembelajaran oleh dirinya sendiri maupun pembelajaran orang lain, mulai dari persiapan sampai pelaksanaan pembelajaran dan melakukan refleksi terhadap pembelajaran tersebut. Tujuan utama Lesson Study yaitu untuk: (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana mahasiswa belajar dan dosen mengajar; (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang bermanfaat bagi para dosen lainnya dalam melaksanakan pembelajaran; (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis. (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang dosen dapat menimba pengetahuan dari dosen lainnya. Dalam pembelajaran diperlukan media yang menarik agar mahasiswa lebih aktif dalam belajar. Untuk itu digunakan media yang inovasi dalam pembelajaran misalnya dalam pembelajaran statistik matematika 2 selain manual diharapkan mahasiswa bisa mengerjakan secara software agar pembelajaran tidak membosankan. Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu sekali melakukan pembelajaran berbasis IT untuk itu pada lesson study kali ini pembelajaran statistik matematika 2 selain manual dikombinasikan dengan software MINITAB. Diharapkan dengan adanya
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
42
Ervina Maret Sulistiyaningrum ; Peningkatan Hasil .... : 40 - 46
lesson study ini mahasiswa lebih aktif, kreatif, dan inovatif baik secara manual maupun software. B. TAHAPAN-TAHAPAN LESSON STUDY Secara lebih sederhana, siklus LS dapat dilakukan melalui serangkaian kegiatan: Planning-Doing-Seeing (Plan-Do-See) (Saito, et al. dalam I Wayan Santyasa 2009) Ketiga kegiatan tersebut diistilahkan sebagai kaji pembelajaran berorientasi praktik.
Gambar 1.1 Daur Kaji Pembelajaran Berorientasi Praktik C. HASIL dan PEMBAHASAN 1. Perencanaan (planning) Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan pembelajaran yang diyakini mampu membelajarkan mahasiswa secara efektif serta membangkitkan partisipasi mahasiswa dalam pembelajaran. Dalam perencanaan, dosen secara kolaboratif berbagi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
43
Ervina Maret Sulistiyaningrum ; Peningkatan Hasil .... : 40 - 46
ide menyusun rancangan pembelajaran untuk menghasilkan caracara pengorganisasian bahan ajar, proses pembelajaran, maupun penyiapan alat bantu pembelajaran. Sebelum diimplementasikan dalam kelas, rancangan pembelajaran yang telah disusun kemudian disimulasikan. Pada tahap ini ditetapkan prosedur pengamatan dan instrumen yang diperlukan dalam pengamatan. 2. Pelaksanaan (Do) Kegiatan ini merupakan penerapan dari planning atau perencanaan yang sesuai dengan skenario pembelajaran. Dosen model melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah direncanakan. Observer melakukan pengamatan pada saat proses pembelajaran berlangsung. 3. Refleksi (Reflecting) Dalam kegiatan refleksi ini dosen model bersama observer mendiskusikan hasil kegiatan lesson study. Dari observer team lesson study rumpun, mengungkapkan bahwa pelaksanaan lesson study sudah berjalan secara baik, namun, observer eksernal (diluar rumpun matakuliah) memberikan masukan sebagai berikut : a. Mahasiswa yang tidak aktif sudah aktif b. Kurangnya sarana prasarananya apabila menggunakan media elektornik khususnya laptob karena tidak semua mahasiswa memiliki laptop c. Bimbingan dan mendekati mahasiswa yang tidak aktif untuk bisa aktif dalam pembelajaran
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
44
Ervina Maret Sulistiyaningrum ; Peningkatan Hasil .... : 40 - 46
Gambar 1. Mahasiswa yang tidak aktif sudah aktif
Gambar 2. Dosen membimbing mahasiswa
Gambar 3. Team Lesson Study Melakukan refleksi
3. Tindak Lanjut (Act) Pada refleksi open lesson study beberapa yang perlu diteruskan, antara lain: a. Bimbingan dan mendekati mahasiswa yang tidak aktif untuk bisa aktif dalam pembelajaran b. Pemberian handout dan LKM untuk melatih mahasiswa kreatif dan inovatif dalam menyelesaikan suatu peramasalahan. c. Pemberian arahan pada kelompok dalam berdiskusi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
45
Ervina Maret Sulistiyaningrum ; Peningkatan Hasil .... : 40 - 46
D. KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Lesson Study memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana mahasiswa belajar dan dosen mengajar, hasil-hasil tertentu yang bermanfaat bagi para dosen lainnya dalam melaksanakan pembelajaran, meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inovasi media pembalajran berbasis IT dan membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang dosen dapat menimba pengetahuan dari dosen lainnya. 2. Lesson Study dilaksanakan berdasarkan tahapan-tahapan secara siklik, meliputi : (a) tahapan perencanaan (plan); (b) pelaksanaan (do); (c) refleksi (check); dan (d) tindak lanjut (act) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. 3. Lesson Study merubah paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru/dosen menjadi pembelajaran yang berpusat pada Mahasiswa. 4. Bimbingan dan mendekati mahasiswa yang tidak aktif untuk bisa aktif dalam pembelajaran 5. Lesson Study merubah mahasiswa menjadi lebih aktif dan kreatif dalam pembelajaran 6. Mahasiswa bisa melakukan pembelajaran secara manual dan software 7. Mahasiswa bisa menggunakan media IT sebagai pembelajaran yaitu MINITAB
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
46
Ervina Maret Sulistiyaningrum ; Peningkatan Hasil .... : 40 - 46
DAFTAR PUSTAKA Ahmad Sudrajat. 2008. Lesson Study untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Pembelajaran. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/22/lesson-study-untukmeningkatkan-pembelajaran/ I Made Sukarna. 2010. Lesson Study Sebagai Upaya Peningkatan Kinerja Pembelajaran yang Dilakukan Guru.UNY. I Wayan Santyasa. 2009. Implementasi Lesoon Study dalam Pembelajaran. Universitas Pendidikan Ganesha Slamet Mulyana. 2007. Lesson Study (Makalah). Kuningan: LPMPJawa Barat http://edu-articles.com/menuju-guru-yang-profesional-melaui-lessonstudy/ diakses pada tanggal 6 Oktober 2011:Pukul.11.00 WIB
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA MATA KULIAH KALKULUS LANJUT MELALUI MODEL DISKUSI KELOMPOK Oleh: Ika Krisdiana FPMIPA IKIP PGRI MADIUN
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk peningkatan prestasi mahasiswa dalam proses pembelajaran Kalkulus Lanjut di Program Studi Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP PGRI Madiun. Populasinya mahasiswa Semester Genap yang menempuh mata kuliah Kalkulus Lanjut Kelas IVG sebanyak 43 mahasiswa. Desaian penelitian ini adalah Action Research. Action Research yang dilakukan mengacu model Kemmis dan Mc Taggart yang terdiri dari empat komponen yaitu planning, acting, observing, dan relfecting dimana menggunakan 2 siklus yang terdiri dari siklus I merupakan tindakan awal pada pembelajaran Kalkulus Lanjut berbasis Lesson Study kemudian silkus II adalah usaha perbaikan dari pelaksanaan siklus I. Pada siklus pertama, terlihat bahwa kualitas pembelajaran masih rendah. Pada siklus kedua, dengan adanya perbaikan pada tahap refleksi diperoleh informasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Setelah penggunaan power point dari hasil pelaksanaan siklus pertama dan penggunaan power point pada proses pembelajaran Kalkulus Lanjut melalui Lesson Study terlihat peningkatan pemahaman mahasiswa. Kata Kunci: Lesson Study, Kalkulus Lanjut, kualitas pembelajaran PENDAHULUAN Program Studi Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP PGRI
47
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
48
Ika Krisdiana; Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan .... : 47 - 53
Madiun sebagai lembaga pendidikan tinggi berusaha menyediakan beberapa konsentrasi atau keahlian yang relevan untuk peningkatan kualitas SDM di bidang Matematika. Peningkatan mutu penyelenggaraan akademik dititik beratkan pada penciptaan proses pembelajaran yang kondusif, efektif, dan efisien, agar dapat memberikan bekal kemampuan akademis dan profesional kepada mahasiswa, sehingga lulusan yang dihasilkan siap bersaing di pasar global. Secara garis besar, bahasan yang diberikan oleh mata kuliah Kalkulus Lanjut adalah ruang dimensi tiga, turunan ruang dimensi n, integral lipat dua, integral lipat tiga, aplikasi integral lipat dua dan tiga (Prayudi, 2008). Cakupan kompetensi yang luas, padat, dan mendasar dari mata kuliah harus dikuasai mahasiswa dalam 16 kali tatap muka perkuliahan. Berdasarkan pengamatan awal selama perkuliahan berlangsung, perkuliahan Kalkulus Lanjut menunjukkan bahwa terdapat cukup banyak mahasiswa peserta perkuliahan yang mengalami kesulitan menerima materi perkuliahan, jarang bertanya, kurang kedisiplinan dan kelemahan soft skill lainnya. Hal ini disadari dosen bahwa diantara kemungkinan penyebabnya adalah acara mengajar, pemilihan metode, penggunanaan metode, umpan balik, pemberian tugas perkuliahan yang perlu diperbaiki. Permasalahan lain yang muncul dalam proses belajar mengajar Kalkulus Lanjut adalah kurang mengerti materi prasyarat pada mata kuliah Kalkulus I dan Kalkulus II. Permasalahan yang dihadapi pada pelaksanaan mata kuliah Kalkulus Lanjut seperti tersebut di atas perlu diatasi, jika tidak segera ditasi maka mahasiswa di sampaing akan mengalami kesulitan menempuh mata kuliah Kalkulus Lanjut itu sendiri, juga akan menghambat penguasaan mata kuliah lain yang merupakan kelanjutan mata kuliah tersebut atau mata kuliah yang bersinergis dengan mata kuliah tersebut. Disamping itu, jika permasalahan tersebut tidak segera diatasi akan mempengaruhi perkembangan soft skill mahasiswa, sehingga lulusan yang dihasilkan tidak akan memenuhi persyaratan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
49
Ika Krisdiana; Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan .... : 47 - 53
yang dibutuhkan lapangan kerja. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan pembelajaran Kalkulus Lajut berbasis Lesson Study. Lesson Study telah dikembangkan dan diimplementasikan di Jepang yang terbukti mampu meningkatkan kualitas pembelajaran yang berdampak langsung terhadap peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, melalui Lesson Study diharapkan adanya peningkatan kualitas pembelajaran yang pada gilirannya akan dapat meningkatnya pencapaian prestasi belajar bagi mahasiswa. Lesson Study adalah suatu ”model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar” (Hendayana dkk, 2006 : 10). Menurut Lewis (2002) pembelajaran yang berbasis pada Lesson Study perlu dilakukan karena beberapa alasan antara lain lesson study merupakan suatu acara efektif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan dosen dan aktivitas belajar mahasiswa. Hal ini disebabkan (1) pengembangan Lesson Study dilakukan dan didasarkan pada hasil sharing pengetahuan profesional yang berlandaskan pada proses dan hasil pengajaran yang dilaksanakan para dosen, (2) penekanan mendasar pada pelaksanaan suatu Lesson Study agar para mahasiswa memiliki kualitas belajar, (3) kompetensi yang diharapakan dimiliki mahasiswa dijadikan fokus dan titik perhatian utama dalam pembelajaran di kelas, (4) berdasarkan pengalamana dikelas, Lesson Study mampu menjadi landasan bagi pengembangan pembelajaran, dan (5) Lesson Study akan menempatkan peran para dosen sebagai peneliti pembelajaran. Keberhasilan lesson study dapat dilihat pada dua aspek pokok yaitu perbaikan pada proses pembelajaran oleh dosen dan meningkatkan kolaborasi antar dosen. Lesson Study memberikan dampak yang efektif dalam merubah proses pembelajaran, seperti: (1) Penggunaan materi pembelajaran yang konkrit untuk memfokuskan pada permasalahan yang lebih bermakna, (2) Mengambil konteks pembelajaran dan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
50
Ika Krisdiana; Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan .... : 47 - 53
pengalaman dosen secara eksplisit, (3) Memberikan dukungan pada kesejawatan dosen. METODE PENELITIAN Desaian penelitian ini adalah Action Research. Action Research yang dilakukan mengacu model Kemmis dan Mc Taggart yang terdiri dari empat komponen yaitu planning, acting, observing, dan relfecting, namun komponen Acting dan Observing dijadikan satu. Keempat komponen tersebut membentuk suatu rangkaian spiral yang disebut siklus. Penelitian ini menggunakan 2 siklus yang terdiri dari siklus I merupakan tindakan awal pada pembelajaran Kalkulus Lanjut berbasis Lesson Study kemudian silkus II adalah usaha perbaikan dari pelaksanaan siklus I.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBEHASAN Sebelum menyusun silkus I peneliti melakukan observasi, hasil observasi didapat sebagai berikut: (1) teridentifikasi permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran pada mata kuliah Kalkulus Lanjut di Prodi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
51
Ika Krisdiana; Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan .... : 47 - 53
Pendidikan Matematika selama ini, (2) merumuskan masalah guna mencari solusinya, dan mengumpulkan data pendukung, (3) menetapkan alternatif upaya peningkatan dengan kualitas pembelajaran Kalkulus Lanjut, (4) menyusun rencana tindakan, dan (5) menyusun instrumen untuk mengamati proses pembelajaran. Berdasarkan permasalahan yang berhasil di identifikasi maka alternatif penyelesaian masalah dengan menyusun siklus I. Hasil Siklus Pertama Pada siklus pertama, peneliti dan dosen pengamat merencanakan untuk mempersiapkan materi pembelajaran. Tabel I. Kualitas Pembelajaran pada Siklus Pertama
Hasil Siklus Kedua Pada siklus 2 proses yang dilakukan sama dengan siklus sebelumnya, yang membedakan adalah perencanaan siklus 2 bersumber dari hasil refleksi siklus I kemudian tindakan yang dilakukan adalah perbaikan proses pembelajaran Kalkulus Lanjut berbasis Lesson Study. Kemudian dimonitoring dengan instrumen yang disiapkan dan diakhir
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
52
Ika Krisdiana; Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan .... : 47 - 53
siklus dilakukan refleksi dari tindakan yang ada. Tabel 2. Kualitas Pembelajaran pada Siklus Kedua
Dari dua siklus yang telah dilakukan, kualitas pembelajaran Kalkulus Lanjut mencapai target setelah siklus kedua dilaksanakan. Pada siklus pertama, hasil penelitian masih jauh dari hasil yang ingin dicapai. Pada perkuliahan, banyak mahasiswa yang masih diam dan tidak bertanya walaupun materi yang disampaikan belum jelas. Hanya mahasiswa yang kelompoknya duduk dibarisan depan yang melontarkan pertanyaan, sedang mahasiswa yang kelompoknya duduk dibarisan belakang hanya terlihat santai, dan sesekali berbicara dengan teman sebelahnya. Dari siklus kedua, hasil penelitian sudah sesuai dengan target yang diinginkan peneliti. Dari catatan peneliti dan dosen pendamping pada perkuliahan teori banyak pertanyaan yang diajukan mahasiswa dan terlihat banyak mahasiswa yang aktif.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
53
Ika Krisdiana; Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan .... : 47 - 53
KESIMPULAN Berdasarkan hasil refleksi dan pembahasan terhadap penelitian tindakan kelas di atas, dapat disimpulkan bahwa perwakilan kelompok mahasiswa untuk ikut dalam perencanaan proses pembelajaran melalui lesson study dengan menyiapkan materi menggunakan power point dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Kalkulus Lanjut di Prodi Pendidikan Matematika Pada siklus pertama, terlihat bahwa kualitas pembelajaran masih rendah. Pada siklus kedua, dengan adanya perbaikan pada tahap refleksi diperoleh informasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Setelah penggunaan power point dari hasil pelaksanaan siklus pertama dan penggunaan power point pada proses pembelajaran Kalkulus Lanjut melalui Lesson Study terlihat peningkatan pemahaman mahasiswa. DAFTAR PUSTAKA Hendayana, dkk. 2007. Lesson study suatu strategi untuk meningkatakan keprofesionalan pendidik (Pengalaman IMSTEPJICA). UPI Press. Bandung. Mulyasa, E. 1996. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Remaja Rosda Karya, Bandung. Lewis, Catherine C. 2002. Lesson Study: A Handbook off Teacher-Led Instructional Change, Philadelphia, PA: Research for Better Schools, Inc Pardjono. 2007. Prinsip-Prinsip Dasar Penelitian Tindakan Kelas. Prayudi. 2008. Kalkulus Lanjut. Yogyakarta. Santyasa, I.W. 2009. Implementasi Lesson study dalam pembelajaran. Disajikan dalam Seminar Lesson study dalam pembelajaran bagi guru-guru TK, Sekolah Dasar, dan sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Nusa Penida.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
PENGGUNAAN MEDIA BERBASIS FLASH UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA Jeffry Handhika IKIP PGRI Madiun,
[email protected] Hasil Evaluasi terhadap mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika semester IV tahun ajaran 2009/2010 menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar Matakuliah Fisika Modern masih rendah (65,73), dari 37 Mahasiswa, terdapat 4 mahasiswa yang tidak lulus dan 3 mahasiswa yang memiliki nilai dalam kategori cukup (C). Hal ini menunjukkan bahwa pengajaran mata kuliah Fisika Modern belum optimal, lebih spesifik lagi belum mampu memotivasi mahasiswa untuk belajar dan nyaman pada saat proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran Fisika Modern, seringkali mahasiswa dihadapkan pada materi yang bersifat abstrak. Konsekwensinya materi menjadi sulit disampaikan oleh dosen dan sulit dipahami oleh mahasiswa. Permasalahan pembelajaran seperti ini kurang tepat jika variasi metode, model maupun pendekatan pembelajaran dijadikan alternatif solusi pemecahan masalah. Pengembangan media berbasis flash merupakan alternatif solusi untuk permasalahan tersebut. Objek pada penilitian ini adalah Mahasiswa Fisika semester IV C dan IV D tahun ajaran 2010/2011 berjumlah 75 mahasiswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah PTK (penelitian tindakan kelas). Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas, dapat disimpulkan sebagai berikut : Penerapan media pembelajaran berbasis flash dapat meningkatkan meningkatkan Rata-rata prestasi belajar ranah kognitif sebagai base line sebesar 65,73, pada siklus I sebesar 69,80 dan pada sikus II sebesar 75,51. Rata-rata skor motivasi belajar mahasiswa juga mengalami peningkatan dari 146 pada siklus I, 160 pada siklus II dengan baseline 100. Kata Kunci: Media Berbasis Flash, Motivasi, Prestasi Belajar
54
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
55
Jeffry Handhika ; Penggunaan Media Berbasis Flash .... : 54 - 64
PENDAHULUAN Banyak aspek yang dapat mempengaruhi kualitas pendidikan, antara lain: pengajar (guru atau dosen) yang professional dan berkualitas dengan kualifikasi yang diamanahkan oleh undang-undang guru dan dosen, penggunaan metode mengajar yang menarik dan bervariasi, perilaku belajar peserta didik yang positif, kondisi dan suasana belajar yang kondusif untuk belajar dan penggunaan media pembelajaran yang tepat dalam mendukung proses belajar. Hasil Evaluasi terhadap mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika semester IV tahun ajaran 2009/2010 menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar Matakuliah Fisika Modern masih rendah (65,73), dari 37 Mahasiswa, terdapat 4 mahasiswa yang tidak lulus dan 3 mahasiswa yang memiliki nilai dalam kategori cukup (C). Hal ini menunjukkan bahwa pengajaran mata kuliah Fisika Modern belum optimal, lebih spesifik lagi belum mampu memotivasi mahasiswa untuk belajar dan nyaman pada saat proses pembelajaran. “Motivasi merupakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisikondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu” (Hamzah:2007) Motivasi dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu tumbuh di dalam diri seseorang. “Untuk merangsang motivasi belajar dapat dilakukan melalui pemberian penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik”(Sardiman A. M:2006). Oemar Hamalik dalam (winarno, dkk:2009:2) menyatakan bahwa “pemakaian media pembelajaran dalam proses pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap peserta didik (mahaiswa)”. Motivasi dapat menumbuhkan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Mahasiswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. Ini berarti, motivasi akan menentukan intensitas usaha belajar mahasiswa. Semakin tinggi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
56
Jeffry Handhika ; Penggunaan Media Berbasis Flash .... : 54 - 64
motivasi belajar mahasiswa, maka semakin tinggi usaha belajar mahasiswa. Usaha belajar yang baik memungkinkan prestasinya akan baik. Hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa yang telah mengambil mata kuliah Fisika Modern menunjukkan bahwa mereka masih banyak mengalami kesulitan dalam memahami konsep dan formulasi. Salah satu sebabnya adalah kurangnya sumber ajar, pemanfaatan media pembelajaran yang kurang optimal. Media pembelajaran memiliki manfaat khusus yang dapat kita jadikan pertimbangan sebagai subjek penelitian, diantaranya: (1) Penyampaian materi dapat diseragamkan, (2) Proses pembelajaran menjadi lebih menarik, (3) Proses belajar siswa, mahasiswa lebih interaktif, (4) Jumlah waktu belajar mengajar dapat dikurangi, (5) kualitas belajar siswa, mahasiswa dapat ditingkatkan, (5) Proses belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, (6) Peran Guru, dosen dapat berubah kearah yang lebih posiif dan produktif. Dalam proses pembelajaran Fisika Modern, seringkali mahasiswa dihadapkan pada materi yang bersifat abstrak. Konsekwensinya materi menjadi sulit disampaikan oleh dosen dan sulit dipahami oleh mahasiswa. Permasalahan pembelajaran seperti ini kurang tepat jika variasi metode, model maupun pendekatan pembelajaran dijadikan alternatif solusi pemecahan masalah. Pengembangan media visual berbasis flash merupakan alternatif solusi untuk permasalahan tersebut. Media visual dapat mendeskripsikan informasi yang bersifat abstrak menjadi kongkrit. Media gambar dua dimensi maupun model tiga dimensi adalah jenis media visual yang sering dilakukan dalam proses pembelajaran. Kemajuan teknologi dan komputerisasi berdampak pada perkembangan media visual. Media visual yang hanya berupa gambar mati berevolusi dalam bentuk gambar bergerak (animasi) yang dapat ditambahkan suara (audio) (audiovisual) dan dapat menyajikan tampilan multidimensional. Perkembangan perangkat lunak (software) juga memberikan dampak positif, diantaranya. animasi lebih jelas, simulasi dapat dikembangkan dan media lebih bersifat interaktif. Tampilan seperti ini akan membuat
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
57
Jeffry Handhika ; Penggunaan Media Berbasis Flash .... : 54 - 64
“pengguna lebih mudah memilih, mensintesa, dan mengelaborasi pengetahuan yang ingin dipahaminya” (Md. Abdullah A. P:2009). Media pembelajaran tidak akan mendapatkan perhatian dari mahasiswa ketika media yang dibuat tidak bersifat menarik dan menantang. Interaktif, menarik dan menantang merupakan syarat pokok yang harus dipenuhi dalam penggunaan media. Interaktif memberikan kesan apa yang dapat dilakukan siswa atau mahasiswa terhadap media, menarik berkaitan dengan visualisasi dari media dan menantang memberikan makna konflik kognitif dan rasa keingintahuan siswa ataupun mahasiswa. De porter dalam (Md. Abdullah:2009) mengungkapkan manusia dapat menyerap suatu materi sebanyak 70% dari apa yang dikerjakan, 50% dari apa yang didengar dan dilihat (audio visual), sedangkan dari yang dilihatnya hanya 30%, dari yang didengarnya hanya 20%, dan dari yang dibaca hanya 10%.. Hasil penelitian ini memperkuat kami untuk melakukan penelitian dengan menggunakan media pembelajaran. Software pendukung untuk pengunaan media pembelajaran visual yang interaktif, menarik dan menantang adalah Macromedia Flash Pro 8. Flash pro 8 memiliki keunggulan ketajaman gambar grafis, dapat dikolaborasikan dengan software grafis standar seperti photoshop dan corel draw. Keunggulan ini mengindikasikan media pembelajaran dihasilkan akan lebih menarik dan riil. Action script dalam macromedia flash pro 8 memberikan kemudahan bagi pengguna untuk membuat simulasi ataupun kuis interaktif. Media pembelajaran merupakan perangkat yang berfungsi untuk menyampaikan informasi (pengetahuan) dari sumber ke penerima informasi. Media pembelajaran memegang peranan penting dalam pebelajaran selain meode mengajar. Kedua unsur ini saling berkaitan. Berdasakan analisa yang telah kami paparkan, kami melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan media pembelajaran berbasis flash untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar mahasiswa.”. Objek penelitian pada penilitian ini adalah Mahasiswa Fisika semester IV C dan IV D berjumlah 75 mahasiswa. Berdasarkan latar belakang yang telah kami paparkan, masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan prestasi dan motivasi belajar mahasiswa pada matakuliah Fisika Modern?
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
58
Jeffry Handhika ; Penggunaan Media Berbasis Flash .... : 54 - 64
METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah PTK (penelitian tindakan kelas). Penerapan PTK dalam pendidikan dan pembelajaran memiliki tujuan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara berkesinambungan, mengembangkan keterampilan fasilitator; meningkatkan relevansi; meningkatkan efisiensi pengelolaan instruksional serta menumbuhkan budaya meneliti. PTK diawali oleh suatu kajian terhadap masalah secara sistematis. Hasil pengkajian kemudian dijadikan dasar untuk mengatasi masalah, dilakukan suatu observasi dan evaluasi yang dipakai sebagai masukan untuk melakukan refleksi atas apa yang terjadi pada tahap pelaksanaan. Hasil dari proses refeksi ini kemudian melandasi upaya perbaikan dan peryempurnaan rencana tindakan berikutnya. Untuk lebih jelasnya kami paparkan dalam bagan 1 berikut.
Bagan 1. Bagan PTK Moder Kurt Lewin (Sa'dun Akbar:2010:27) Pengambilan data motivasi belajar mahasiswa diperoleh dari angket,. Data prestasi belajar mahasiswa diambil dari tes prestasi belajar ranah kognitif. Adapun indikator ketercapaian dari penelitian ini adalah skor angket motivasi belajar > 120, ,dan rata-rata prestasi belajar >70.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
59
Jeffry Handhika ; Penggunaan Media Berbasis Flash .... : 54 - 64
Berdasarkan observasi dan evaluasi maka hasil penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut: 1. Siklus pertama Siklus pertama terdiri dari empat tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi serta planning. Adapun keberhasilan dan kegagalan yang terjadi pada siklus pertama adalah sebagai berikut : a. Hasil Evaluasi pada siklus pertama mengalami peningkatan untuk rata-rata hasil belajar kognitif base line 65,73 menjadi 69,80 b. Skor angket Motivasi belajar mahasiswa meningkat dari baseline 100 menjadi 146 Kesimpulan pelaksanaan dan evaluasi dari observer: Penggunaan media berbasis flash sudah dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar mahasiswa, walaupun prestasi belajar belum memenuhi indikator. Beberapa hal yang perlu dikaji antara lain: a. Walaupun media yang digunakan sudah optimal, dalam memahami peralihan transformasi dari koordinat galiean dan lorentz mahasiswa masih mengalami miskonsepsi, mahasiswa masih memandang waktu sebagai suatu besaran yang absolut, sehingga waktu merubah besaran s,v,t dari transformasi galilean ke transformasi lorentz masih ditemukan kesalahan b. Mahasiswa belum memahami kaitan besaran-besaran dalam fisika modern, ketika menurunkan persamaan waktu dalam transformasi lorentz menjadi persamaan dilatasi waktu, masih ditemukan kesalahan. Banyak yang tidak menjawab karena tidak memahami arti simbol –simbol tersebut. c. Dalam menyelesaikan permasalahan, mahasiswa sudah dapat mengidentifikasi masalah dan menentukan metode penyelesaian, akan tetapi dalam menyelesaikan permasalahan matematis mengalami kesulitan. d. Satuan dalam mengerjakan soal (8 Mahasiswa) tidak ditulis walaupun penyelesaian matematis dapat dikerjakan dengan baik.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
60
Jeffry Handhika ; Penggunaan Media Berbasis Flash .... : 54 - 64
2. Siklus Kedua Seperti pada siklus pertama, siklus kedua ini terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Pada siklus kedua ini peneliti memberikan simulasi dilatasi waktu dan menuntun mahasiswa dalam mengkaitkan transformasi Galilean dengan transformasi Lorentz. Melalui LKM dosen juga membantu mahasiswa dalam menurunkan persamaan dilatasi waktu pada uji siklus I untuk dijadikan referensi pada pembelajaran berikutnya. Memebrikan cara sederhana dalam menyelesaikan persamaan matematis melalui pembuatan soal dengan symbol sederhana dan mengingatkan kembali operasi aljabar digunakan dosen untuk memepermudah mahasiswa dalam menyelesaikan persamaan matematis. Menekankan kepada mahasiswa untuk selalu menulis satuan dalam menyelesaikan permasalahan juga dilakukan dosen untuk mengatasi permasalahan pada siklus I. Media berbasis flash tetap digunakan pada sikulus II dan memberikan hasil sebagai berikut : a. Meningkatnya nilai prestasi belajar mahasiswa dari 69,80 menjadi 75,51. b. Skor motivasi belajar meningkat dari 146 menjadi 160. c. Penyelesaian persamaan matematis dan penulisan sudah sangat baik, hanya 1 mahasiswa yang tidak mampu menyelesaikan persamaan matematis dalam mnentukan panjang gelombang foton. Ketika memindah persaman ke ruas kanan, mahasiswa tersebut mengalikan, padahal operasi yang harusnya dilakukan adalah penjumlahan dan pengurangan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian diuraikan dalam tahapan berupa siklus-siklus pembelajaran. Dalam penelitian ini kegiatan pembelajaran dilakukan peneliti yang bertindak sebagai dosen, Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, setiap siklusnya 3 pertemuan dengan waktu
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
61
Jeffry Handhika ; Penggunaan Media Berbasis Flash .... : 54 - 64
120 menit tiap pertemuan. Hasil dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Rata-rata prestasi belajar Ranah Kognitif dan Skor Motivasi Belajar
Berdasarkan observasi dan evaluasi maka hasil penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut: 1. Siklus pertama Siklus pertama terdiri dari empat tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi serta planning. Adapun keberhasilan dan kegagalan yang terjadi pada siklus pertama adalah sebagai berikut : a. Hasil Evaluasi pada siklus pertama mengalami peningkatan untuk rata-rata hasil belajar kognitif base line 65,73 menjadi 69,80 b. Skor angket Motivasi belajar mahasiswa meningkat dari baseline 100 menjadi 146 Kesimpulan pelaksanaan dan evaluasi dari observer: Penggunaan media berbasis flash sudah dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar mahasiswa, walaupun prestasi belajar belum memenuhi indikator. Beberapa hal yang perlu dikaji antara lain: a. Walaupun media yang digunakan sudah optimal, dalam memahami peralihan transformasi dari koordinat galiean dan lorentz mahasiswa masih mengalami miskonsepsi, mahasiswa masih memandang waktu sebagai suatu besaran yang absolut, sehingga waktu merubah besaran s,v,t dari transformasi galilean ke transformasi lorentz masih ditemukan kesalahan b. Mahasiswa belum memahami kaitan besaran-besaran dalam fisika modern, ketika menurunkan persamaan waktu dalam transformasi lorentz menjadi persamaan dilatasi waktu, masih
62
Jeffry Handhika ; Penggunaan Media Berbasis Flash .... : 54 - 64
ditemukan kesalahan. Banyak yang tidak menjawab karena tidak memahami arti simbol –simbol tersebut. c. Dalam menyelesaikan permasalahan, mahasiswa sudah dapat mengidentifikasi masalah dan menentukan metode penyelesaian, akan tetapi dalam menyelesaikan permasalahan matematis mengalami kesulitan. d. Satuan dalam mengerjakan soal (8 Mahasiswa) tidak ditulis walaupun penyelesaian matematis dapat dikerjakan dengan baik. 2. Siklus Kedua Seperti pada siklus pertama, siklus kedua ini terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Pada siklus kedua ini peneliti memberikan simulasi dilatasi waktu dan menuntun mahasiswa dalam mengkaitkan transformasi Galilean dengan transformasi Lorentz. Melalui LKM dosen juga membantu mahasiswa dalam menurunkan persamaan dilatasi waktu pada uji siklus I untuk dijadikan referensi pada pembelajaran berikutnya. Memebrikan cara sederhana dalam menyelesaikan persamaan matematis melalui pembuatan soal dengan symbol sederhana dan mengingatkan kembali operasi aljabar digunakan dosen untuk memepermudah mahasiswa dalam menyelesaikan persamaan matematis. Menekankan kepada mahasiswa untuk selalu menulis satuan dalam menyelesaikan permasalahan juga dilakukan dosen untuk mengatasi permasalahan pada siklus I. Media berbasis flash tetap digunakan pada sikulus II dan memberikan hasil sebagai berikut : a. Meningkatnya nilai prestasi belajar mahasiswa dari 69,80 menjadi 75,51. b. Skor motivasi belajar meningkat dari 146 menjadi 160. c. Penyelesaian persamaan matematis dan penulisan sudah sangat baik, hanya 1 mahasiswa yang tidak mampu menyelesaikan persamaan matematis dalam mnentukan panjang gelombang foton. Ketika memindah persaman ke ruas kanan, mahasiswa tersebut mengalikan, padahal operasi yang harusnya dilakukan adalah penjumlahan dan pengurangan.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
63
Jeffry Handhika ; Penggunaan Media Berbasis Flash .... : 54 - 64
Gambar 1. Pengerjaan Mahasiswa yang kurang tepat dalam menyelesaikan persamaan matematis
Gambar 2. Pengerjaan Mahasiswa yang tepat dalam menyelesaikan persamaan matematis Ada beberapa Kelemahan-kelemahan dalam penggunaan media pembelajaran berbasis flash berdasarkan kuisioner bebas yang disebarkan kepada mahasiswa, diantaranya : 1. Masiswa bagian belakang tidak dapat melihat simulasi dan animasi secara optimal.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
64
Jeffry Handhika ; Penggunaan Media Berbasis Flash .... : 54 - 64
2. Suara dosen tidak terdengar akibat kelas sebelah (Lab Media pendidikan Matematika) 3. Tidak semua mahasiswa memiliki laptop dan komputer, sehingga ketika ingin mengerjakan modul dirumah, mahasiswa hanya dapat mengerjakan permasalahan yang tidak memerlukan membuka simulasi atau animasi. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas, dapat disimpulkan sebagai berikut : Penerapan media pembelajaran berbasis flash dapat meningkatkan meningkatkan Rata-rata prestasi belajar ranah kognitif sebagai base line sebesar 65,73, pada siklus I sebesar 69,80 dan pada sikus II sebesar 75,51. Rata-rata skor motivasi belajar mahasiswa juga mengalami peningkatan dari 146 pada siklus I, 160 pada siklus II dengan baseline 100. DAFTAR RUJUKAN Akbar Sa'dun.2010. Penelitian Tindakan Kelas. Cipta Media Aksara. Jogjakarta. Hamzah. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Bumi Aksara. Jakarta. Sardiman A.M. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Kharisma Putra Utama. Winarno, Md. Abdullah dkk.2009. Teknik Evaluasi Pembelajaran. Genius Prima Media. -------------------- .2010,Pedoman Akademik P.Fisika IKIP PGRI Madiun, IKIP PGRI Madiun
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
Peningkatan Hasil belajar Mahasiswa Matematika melalui Model Pembelajaran Explicit Instruction dengan Menggunakan Media Power Point oleh Sanusi ABSTRAK Rendahnya hasil belajar yang dicapai mahasiswa matematika dikarenakan oleh beberapa penyebab diantaranya materi mata kuliah yang diajarkan sulit dimengerti mahasiswa, model pembelajaran yang kurang tepat dan kurangnya kesempatan mahasiswa untuk memahami konsep-konsep yang diajarkan. Upaya yang dapat dilakukan dosen dengan memilih dan menerapkan model-model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi. Alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran Explicit Instruction dengan menggunakan media power point. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran Explicit Instruction dengan menggunakan media power point dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa matematika dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar(KBM). Subyek dari penelitian ini adalah mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Matematika IKIP PGRI Madiun. Pengumpulan data dilakukan menggunakan lembar observasi dan tes. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui keaktifan mahasiswa dalam KBM, sedangkan tes dilaksanakan pada akhir pertemuan disetiap siklus yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pembelajaran siklus I mahasiswa yang aktif 66,66 %. Pada siklus II keaktifan mahasiswa mengalami peningkatan menjadi 77,77 % . Sedang hasil belajar mahasiswa pada siklus I 75,55 % dengan standat nilai diatas 65, kemudian pada siklus II hasil belajar mahasiswa meningkat menjadi 80%. Dari hasil penerapan model pembelajaran Explicit Instruction
65
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
66
Sanusi ; Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa .... : 65 - 77
dengan menggunakan media power point dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ini tepat jika diterapkan, karena dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa matematika semester I pada mata Kuliah kalkulus I Kata Kunci : Hasil Belajar, Model Pembelajaran Explicit Instruction dengan Media Power Point A. Pendahuluan Pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan pokok manusia dalam kesehariannya. Dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi maka pendidikan akan semakin dibutuhkan, terutama oleh negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia. Pendidikan bukanlah melulu bagaimana penerapan teori belajar dan pembelajaran di ruang kelas. Pendidikan merupakan masalah yang kompleks guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebuah bangsa. Namun demikian, dalam pelaksanaan pembelajaran ketepatan memilih metode dan pendekatan merupakan satu keniscayaan dalam sukses tidaknya dosen mengantarkan mahasiswa menjadi generasi yang dapat dihandalkan dan dibanggakan. Oleh karena itu, dosen harus berani mencoba menggunakan metode dan pendekatan pembelajaran yang tidak saja membuat proses pembelajaran menarik, tetapi juga harus memberikan ruang bagi mahasiswa untuk berkreativitas dan terlibat secara aktif sepanjang proses pembelajaran. Keberhasilan dalam pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Perguruan Tinggi (PT) tidak lepas dari keberhasilan pendidikan sebelumnya yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP). Menurut Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 pasal 17 ayat (1) tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Menengah Pertama merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang Pendidikan Menengah Atas dan jenjang pendidikan selanjutnya. Keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh perubahan dan perbaikan komponen-komponen pendidikan. Perubahan dan perbaikan tersebut meliputi aspek kurikulum, sarana dan prasarana, sumberdaya manusia guru, siswa dan model pengajaran yang tepat. Salah satu
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
67
Sanusi ; Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa .... : 65 - 77
komponen pokok dari pendidikan adalah siswa, sehingga semua kegiatan proses belajar mengajar harus diarahkan kepada keberhasilan siswa. Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang sangat penting serta dibutuhkan dalam kehidupan manusia karena matematika sebagai alat bantu, sebagai ilmu (bagi ilmiawan), sebagai pembimbing pola berpikir, maupun sebagai pembentuk sikap. Selain penting untuk dipelajari, matematika juga mempunyai peranan yang sangat esensial untuk ilmu lain, yang utama sains dan teknologi. Pernyataan-pernyataan tersebut telah terbukti dalam kehidupan nyata yaitu dalam kemajuan ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi modern sekarang ini tidak luput dari peranan matematika. Dalam hubungannya dengan keseharian, misalnya, urusan perbankan dan urusan perdagangan juga tidak terlepas dari matematika. Kenyataan di atas menunjukkan matematika sangat penting untuk dipelajari dan dikuasai. Namun dalam kesehariannya khususnya dalam pendidikan formal (sekolah) matematika kurang diminati oleh para siswa/mahasiswa, sehingga hasil belajar yang siswa/mahasiswa belum mencapai taraf yang ditentukan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat mengharuskan para pendidik (Dosen/guru) untuk dapat memotivasi dan menfasilitasi dalam melaksanakan pendidikan yang lebih terarah pada penguasaan konsep, dengan harapan dapat menunjang penguasaan mahsiswa/siswa tentang materi yang diajarkan oleh dosen/guru sehingga mampu meningkatkan hasil belajar mahsiswa/siswa khususnya hasil belajar matematika. Masalah utama yang sering mengakibatkan hasil belajar matematika masih sangat rendah adalah masih banyaknya mahasiswa yang menganggap bahwa matematika adalah mata pelajaran yang menakutkan karena menganggap bahwa matematika itu sulit dan membosankan. Hal ini, dapat dilihat dari nilai hasil ulangan harian ratarata kurang dari 65. Model pembelajaran yang digunakan mungkin kurang memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk lebih aktif dalam KBM. Upaya meningkatkan hasil belajar mahasiswa disetiap semester perlu diwujudkan, dengan demikian peranan dosen sangat menentukan,
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
68
Sanusi ; Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa .... : 65 - 77
sebab dosenlah yang langsung membina mahasiswa melalui proses belajar mengajar. Salah satu upaya yang dimaksud adalah penggunaan media pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran agar mahasiswa lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar di kelas dan dapat meningkatkan hasil belajarnya. Media pembelajaran merupakan salah satu faktor pendukung dalam kegiatan pembelajaran yang sangat bararti kegunaannya untuk memotivasi belajar dan meningkatkan aktifitas mahasiswa sehingga membuat materi lebih mudah dipahami dan diterima oleh mahasiswa. Dengan penggunaan media pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar diharapkan agar mahasiswa berperan sebagai pelaku dalam kegiatan belajar, dosen hendaknya merencanakan pengajaran, yang menuntut mahasiswa banyak melakukan aktifitas belajar. Aktifitas atau tugas-tugas hendaknya menarik minat mahasiswa, dibutuhkan dalam perkembangannya, serta bermanfaat bagi masa depannya. Bertolak dari masalah ini, dosen merupakan salah satu input instrumental yang mentransfer ilmu agar mahasiswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sempurna sehingga dapat menciptakan kondisi lingkungan belajar di dalam kelas yang menyenangkan. Untuk menciptakan kondisi belajar yang baik di dalam kelas seorang dosen dituntut untuk mengetahui, memilih dan menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi mahasiswa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Menurut Toeti Sukamto dan Udin Saripudin Winataputra (dalam Anton Sukarno 2006:144) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang, pembelajar dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan belajar-mengajar. Selain itu juga, saat ini sekolah-sekolah juga menggeliat melakukan perbaikan, seiring keinginan untuk memperbaiki mutu, maka tidak terlepas dari perhatian yang tertuju pada pembelajaran metematika, sebagai maksud untuk meningkatkan hasil belajar. Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan baru. Masuk akal bila dosen memikirkan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
69
Sanusi ; Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa .... : 65 - 77
model apa yang harus dilakukan agar semua itu tercapai secara efektif dan efisien. Oleh karena itu sebelum menentukan model pembelajaran yang dapat digunakan ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan diantaranya pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai, bahan atau materi pembelajaran dan pertimbangan dari sudut mahasiswa. Prinsip umum penggunaan model pembelajaran adalah bahwa tidak semua model pembelajaran cocok digunakan untuk mencapai semua tujuan dan semua keadaan. Setiap model memiliki kekhasan sendiri-sendiri. Dewasa ini banyak dijumpai model-model pembelajaran kooperatif seperti STAD, Group Investigation, JIGSAW dan TGT (Agus Suprijono, 2009). Akan tetapi, model-model tersebut juga pernah diterapkan khususnya pada mata kuliah matematika tetapi hasilnya tidak maksimal, hasil belajar mahasiswa pun kurang optimal. Hal ini dikarenakan faktor-faktor yang tidak mendukung diantaranya terbatasnya waktu dan pembagian kelompok yang kurang efisien sehingga model-model tersebut sulit diterapkan bahkan tujuan pembelajaranpun belum dapat tercapai dengan maksimal. Oleh karena itu, peneliti mencoba menggunakan model pembelajaran Explicit Instruction (Pengajaran Langsung) dengan peran dosen sebagai penyampai informasi. Model Explicit Instruction adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar mahasiswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedur yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah (Arends,1997). Penggunaan model Explicit Instruction merupakan model pembelajaran mengarah kepada tersampaikannya isi pelajaran kepada siswa secara langsung. Selain menggunakan model-model pembelajaran, upaya yang ditempuh untuk meningkatkan hasil belajar, salah satunya yaitu dengan menggunakan teori-teori belajar yang ada. Dengan memahami teori belajar, dosen akan memahami proses terjadinya belajar manusia. Oleh karena itu seharusnya dosen mengerti bagaimana memberikan stimulasi sehingga mahasiswanya menyukai belajar. Dengan keadaan yang demikian, teori belajar akan bermanfaat sebagai dasar atau acuan dosen
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
70
Sanusi ; Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa .... : 65 - 77
dalam melakukan pembelajaran yang lebih efektif dan teori belajar juga merupakan model terhadap pemahaman matematika. Pada saat ini terdapat beberapa teori belajar diantaranya teori yang dikemukakan oleh Bruner dari aliran psikologi kognitif. Belajar matematika ialah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu (hudoyo dalam Sanusi, 2007:198). Maka dari pemikiran di atas, adakah peningkatan hasil belajar dan keaktifaan mahasiswa matematika yang diajar menggunakan model pembelajaran explicit instruction dengan menggunakan media power point? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti berkeinginan untuk menerapkan penelitian dengan judul: “Peningkatan Hasil Belajar dan keaktifan Mahasiswa Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Explicit Instruction Dengan Menggunakan Media Power Point Permasalahan Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:“Apakah pembelajaran menerapkan model Explicit Instruction dengan menggunakan media power point dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan mahasiswa Semester I?“ Metode dan Desain Penelitian Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian tindakan (Action Research) yang dilakukan dikelas dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan mutu praktik pembelajaran. PTK berfokus pada kelas atau pada proses belajar mengajar yang terjadi dikelas, bukan pada input kelas (silabus, materi dan lain-lain) ataupun output (hasil belajar). PTK harus tertuju atau mengenai hal-hal yang terjadi di dalam kelas (Arikunto 2006: 2-3). Dalam penelitian ini penelitian tindakan kelas dilakukan pada mata kuliah kalkulus I menggunakan model Explicit Intruction dengan media power point. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terdiri atas
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
71
Sanusi ; Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa .... : 65 - 77
rangkaian empat kegiatan yang dilakukan dalam siklus berulang. Empat kegiatan utama yang ada pada setiap siklus, yaitu (a) perencanaan, (b) pelaksanaan tindakan, (c) observasi, (d) refleksi. Adapun alur dari penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut.
Gambar 3.1 Alur pelaksanaan penelitian tindakan kelas (Suharsimi Arikunto, 2006:16) a) Perencanaan: Tindakan apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau perubahan perilaku dan sikap sebagai solusi. Kegiatan yang dilakukan adalah membuat suatu perangakat pembelajaran dan instrument pengamatan, guna membantu peneliti merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung. b) Pelaksanaan tindakan: Apa yang dilakukan oleh dosen atau peneliti sebagai upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan yang diinginkan. Kegiatan yang dilakukan adalah pengajuan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
72
Sanusi ; Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa .... : 65 - 77
laporan penelitian harus berusaha mentaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan, tetapi harus pula berlaku wajar, tidak dibuat-buat, dalam refleksi, keterkaitan antara pelaksanaan dengan perencanaan perlu diperhatikan secara seksama agar sinkron dengan maksud semula. c) Observasi: Mengamati atas hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan terhadap mahasiswa. Kegiatan yang dilakukan adalah melakukan “pengamatan balik” terhadap apa yang terjadi ketika tindakan berlangsung. Dalam melakukan pengamatan balik ini, peneliti mencatat sedikit demi sedikit apa yang terjadi agar memperoleh data yang akurat untuk memperbaiki siklus berikutnya. d) Refleksi: Peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil atau dampak dan tindakan dari berbagai kriteria. Berdasarkan hasil refleksi ini, peneliti bersama-sama dosen pengajar dapat melakukan revisi perbaikan terhadap rencana awal. Kegiatan yang dilakukan adalah mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan dalam penelitian tindakan. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan tes setiap akhir siklus, untuk mengetahui kemampuan kognitif dan lembar observasi digunakan untuk mengetahui keaktifan mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan B. Hasil dan Pembahasan 1. Prestasi Belajar Mahasiswa Dari hasil penelitian pada siklus I dan siklus II dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut. Tabel Prosentase Ketuntasan dan Nilai Rata-rata Siswa
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
73
Sanusi ; Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa .... : 65 - 77
Dari tabel di atas dapat dibuat grafik tentang prosentase ketuntasan belajar dan rata-rata kelas setelah diadakan penelitian tindakan sebagai berikut. Gambar 4.1 Prosentase Ketuntasan Belajar Siswa
Berdasarkan tabel diatas dan gambar nampak bahwa prosentase siswa yang tuntas belajar. Prosentase siswa yang tuntas belajar dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 8,89 %. 1. Keaktifan Siswa Dari hasil penelitian pada siklus I dan siklus II dapat disajikan dalam tabel berikut. Tabel Prosentase Keaktifan Siswa
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
74
Sanusi ; Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa .... : 65 - 77
Dari tabel di atas dapat dibuat grafik tentang keaktifan siswa setelah diadakan penelitian tindakan sebagai berikut. Gambar Prosentase Keaktifan Siswa
Berdasarkan tabel di atas dan gambar nampak bahwa prosentase siswa yang aktif dalam pembelajaran explicit instruction dengan menggunakan media power point pada kalkulus I dari siklus I dan siklus II mengalami peningkatan. Pada siklus I dosen masih cenderung menggunakan ceramah yang monoton sehingga banyak mahasiswa yang kurang aktif dalam proses pembelajaran. Pada siklus II mahasiswa ikut dilibatkan dalam proses pembelajaran dengan diberi kesempatan untuk diskusi dengan kelompok. Selain itu mahasiswa juga diminta untuk menyampaikan hasil diskusinya ke depan kelas. Setelah dikenai tindakan pada siklus II ini prosentase keaktifan siswa meningkat sebesar 1%. D. Diskusi Hasil Penelitian Pada bagian ini peneliti membahas beberapa kendala atau masalah yang dihadapi oleh peneliti pada saat melaksanakan penelitian tindakan kelas pada tiap siklus dengan menggunakan model pembelajaran explicit instruction dengan menggunakan media power point pada mata kuliah Kalkulus I semester I Tahun Akademik 2011/2012. Beberapa masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
75
Sanusi ; Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa .... : 65 - 77
1. Siklus I Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yakni hari Selasa, 4 Otaber 2011 dan 11 Oktober 2011 di Semester I dengan jumlah 35 mahasiswa. Pada pertemuan pertama hari Selasa 4 Oktober 2011 pada siklus I ini seluruh siswa masuk kemudian pada pertemuan kedua hari Selasa 11 Oktober 2011 pada siklus I ini terdapat delapan mahasiswa yang absen tidak masuk kuliah karena alasan sakit, ijin dan tanpa keterangan sehingga banyak siswa menjadi 27 siswa. Permasalahan pada siklus I ini timbul pada saat pelaksanaan tes formatif pertama. Sehingga jumlah siswa yang mengikuti tes formatif pertama sebanyak 27 mahasiswa dan mahasiswa yang tidak mengikuti tes formatif pertama karena tidak masuk sekolah mendapatkan nilai nol dan tergolong mahasiswa yang nilainya kurang dari 65, karena dengan nilai nol kurang dari nilai standar kelulusan 2. Siklus II Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yakni hari Selasa, 18 Oktober 2011 dan 25 Oktober 2011 di Semester I A dengan jumlah 35 mahasiswa. Pada pertemuan pertama hari Selasa, 18 Oktober 2011 pada siklus II ini seluruh siswa masuk kemudian pada pertemuan kedua hari selasa, 25 Oktober 2011 pada siklus II ini terdapat lima mahasiswa yang absen tidak masuk sekolah karena alasan sakit, ijin dan tanpa keterangan sehingga jumlah mahasiswa yang hadir adalah 30 orang. Permasalahan pada siklus II ini timbul pada saat pelaksanaan tes formatif kedua. Saat pelaksanaan tes formatif kedua yang dilaksanakan pada hari Selasa, 25 Oktober 2011 terdapat lima mahasiswa yang absen tidak masuk kuliah. Sehingga jumlah mahasiswa yang mengikuti tes formatif sebanyak 30 mahasiswa dan mahasiswa yang tidak mengikuti tes formatif kedua karena tidak masuk kuliah mendapatkan nilai nol dan tergolong mahasiswa yang nilai kurang dari 65.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
76
Sanusi ; Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa .... : 65 - 77
C. KESIMPULAN a. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka peneliti dapat memberi kesimpulan sebagai berikut. 1. Penerapan model pembelajaran explicit instruction dengan menggunakan media power point pada mata kuliah Kalkulus I dapat meningkatkan hasil matematika mahasiswa Semester I. 2. Model pembelajaran explicit instruction dengan menggunakan media power point pada mata kuliah Kalkulus I dapat meningkatkan keaktifan mahasiswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. b. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah peneliti kemukakan di atas serta untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa khususnya pada mata kuliah Kalkulus I, peneliti menyampaikan saran sebagai berikut. 1. Bagi Mahasiswa Dengan adanya pembelajaran dengan model pembelajaran explicit instruction dengan menggunakan media power point, mahasiswa diharapkan lebih aktif di dalam kegiatan belajar mengajar. 2. Bagi Dosen Berdasarkan dari penelitian ini maka para dosen dapat menerapkan model pembelajaran explicit instruction dengan menggunakan media power point dalam pembelajaran mata kuliah Kalkulus I. 3. Bagi Lembaga Hasil penelitian ini hendaknya dapat dipergunakan sebagai masukkan dan pertimbangan bagi lembaga sebagai referensi, untuk menggunakan model-model pembelajaran baru agar dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa khususnya pada mata kuliah Kalkulus I.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
77
Sanusi ; Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa .... : 65 - 77
Keterbatasan Penelitian 1. Peneliti ini dibatasi pada materi kalkulus I. 2. Dalam melakukan tes hanya memakai tes formatif (uraian). 3. Jangka waktu penelitian hanya dua siklus saja. DAFTAR PUSTAKA Agus Suprijono. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Anton Sukarno. 2006. Pelayanan dan Model Pembelajaran Anak Berkesulitan Belajar. Solo : Sebelas Maret University Press. Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi). Jakarta : Rineka Cipta. ............ 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta : Rineka Cipta. Sanusi dan Sardulo Gembong. 2007. Jurnal Pendidikan. Madiun : IKIP PGRI Madiun. Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
MEMBANGUN KETERAMPILAN METAKOGNITIF GURU MELALUI LESSON STUDY Oleh: Sardulo Gembong ABSTRAK. Guru yang profesional adalah guru yang mau berpikir bagaimana memahami fenomena yang terjadi selama melaksanakan kegiatan pembelajaran. Berdasarkan fenomena tersebut memikirkan pula bagaimana menentukan penyelesaiannya. Seorang guru yang mempunyai keterampilan metakognitif yang baik akan lebih mudah meyelesaikan setiap permasalahan pembelajaran yang dialaminya serta mampu memprediksikan kecenderungan yang akan terjadi. Untuk membangun keterampilan metakognitif tidak bisa dilakukan secara instan. Mereka harus mengalami sendiri strategi yang dilakukannya dan mengevaluasi sendiri berdasarkan kenyataan riil yang terjadi serta memikirkan kembali penyempurnaannya. Hal ini harus dilakukan secara terus menerus sehingga akan terbentuk keterampilan metakognitif yang baik. Untuk membangun keterampilan ini diperlukan suatu sarana yang memungkinkan hal itu dapat dilakukan. Salah satu sarana yang memungkinkan adalah melalui kegiatan Lesson Study. Makalah ini berupa makalah penelitian dengan subyek peneliian terdiri dari empat orang dosen yang terlibat dalam kegiatan Lesson Study. Pertimbangan subyek ini didasarkan bahwa dosen adalah guru, tugas yang diemban dosen relatif sama dengan guru, dan persiapan untuk melaksanakan pembelajaran relatif sama dengan guru. Pelaksanaan Lesson Study dilakukan sebanyak empat siklus. Mata kuliah yang di Lesson Study kan adalah stuktur Alajabar I. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara Observasi Berperan Aktif. Instrumen penelitian berupa catatan lapangan dan instrumen observasi Lesson Study IKIP PGRI Madiun. Proses analisis data dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan metode perbandingan tetap . Hasil analisis data menunjukan bahwa keterampilan metakognitif dapat ditinglatkan melalui kegiatan Lesson Study. Kata Kunci: Keterampilan metakognitif guru, Lesson Study.
78
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
79
Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
A. Latar Belakang Masalah Guru merupakan faktor penting yang besar pengaruhnya terhadap proses belajar siswa dan sangat menentukan berhasil tidaknya peserta didik dalam belajar. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut aktivitas dan kreativitas guru untuk membentuk kompetensi peserta didik. Dalam kerangka inilah perlunya membangun guru agar mereka menjadi fasilitator dan mitra belajar bagi peserta didiknya. Tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi harus mampu menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar seluruh peserta didik. Guru harus mampu membuat suasana belajar yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas, siswa berani mengemukakan pendapat secara terbuka, memotivasi siswa untuk aktif, kreatif, mandiri sesuai bakat minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Dengan kondisi yang demikian dapat diharapkan menghasilkan mutu pendidikan yang berkualitas. Namun, Kondisi yang demikian ini tidak mudah dilaksanakan oleh guru. Perkembangan zaman yang begitu cepat menuntut keprofesionalan guru untuk melaksanakan praktik pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik. Jika guru hanya berjuang sendirian dalam melaksanakan pembelajaran di kelas tanpa ada satu orangpun yang tahu terhadap apa yang mereka lakukan, kemungkinan besar sulit untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Umumnya guru kurang menyadari bahwa mengajar memiliki sifat yang sangat komplek karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis dan didaktis secara bersamaan. Namun dalam kenyataannya, ketiga aspek tersebut kurang mendapat perhatian bagi guru. Akibatnya peserta didik kurang mendapatkan pemgalaman dalam proses pambelajaran, sehingga hasil dari proses pembelajaran hanya bersifat sesaat. Jika ketiga aspek tersebut dapat dilaksanakan secara bersamaan dalam suatu proses pembelajaran matematika, maka dapat diharapkan hasil belajar matematika akan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
80
Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
lebih baik. Namun untuk menerapkan ketiga aspek tersebut dalam praktik pembelajaran tidaklah mudah. Masalah pembelajaran matematika sangatlah komplek. Sifat matematika yang abstrak menuntut guru untuk berpikir dan berpikir agar praktik pembelajaran yang dilakukan bermakna bagi peserta didik. Pada umumnya guru hanya melihat keberhasilan pembelajaran yang dilakukannya secara klasikal. Padahal, apa yang dilakukan belum tentu menyentuh pada aktivitas belajar setiap individu (siswa). Mengingat kemampuan berpikir manusia itu sangat terbatas, maka manusia perlu bantuan manusia lain untuk memecahkan masalah yang ditemukan agar pemecahannya menjadi sangat tepat. Begitu pula seorang guru, dalam melaksanakan pembelajaran perlu guru lain untuk secara bersama merencanakan, mengamati, dan memecahkan fenomena yang terjadi di kelas secara bersama. Kondisi tersebut diperlukan karena guru tidak mungkin dapat mengamati setiap aktivitas belajar siswa. Guru yang profesional adalah guru yang mau berpikir bagaimana memahami fenomena yang terjadi selama melaksanakan kegiatan pembelajaran. Berdasarkan fenomena tersebut memikirkan pula bagaimana menentukan penyelesaiannya. Seorang guru yang mempunyai keterampilan metakognitif yang baik akan lebih mudah meyelesaikan setiap permasalahan pembelajaran yang dialaminya serta mampu memprediksikan kecenderungan yang akan terjadi. Membangun kemampuan metakognitif guru tidak bisa dilakukan secara instan. Mereka harus mengalami sendiri strategi yang dilakukannya dan mengevaluasi sendiri berdasarkan kenyataan riil yang terjadi serta memikirkan kembali penyempurnaannya. Hal ini harus dilakukan secara terus menerus sehingga akan terbentuk keterampilan metakognitif yang baik. Untuk membangun keterampilan ini diperlukan suatu sarana yang memungkinkan hal itu dapat dilakukan. Salah satu sarana yang memungkinkan adalah melalui kegiatan Lesson Study
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
81
Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
B. Identifikasi Masalah 1. Kesulitan guru untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, perlu dicari solusi yang tepat untuk membantu mereka mengatasi permasalahan pembelajaran yang dialminya. 2. Bagimana menciptakan pembelajaran yang bermakna jika guru hanya melakukan rancangan pembelajaran sendirian. 3. Bagaimana melibatkan aspek pedagogis, psikologis dan didaktis secara bersamaan dalam praktik pembelajaran 4. Sifat matematika yang abstrak menuntut guru untuk berpikir dan berpikir agar praktik pembelajaran yang dilakukan bermakna bagi peserta didik. Jika keterampilan metakognisi guru lemah akan berdampak pada praktik pembelajaran yang dilakukan 5. Bagaimana keterampilan metakognitif guru dapat dibangun melalui lesson study C. Rumusan Masalah Permasalahan dalam makalah ini difokuskan pada bagaimana keterkaitan keterampilan metakognitif guru dengan Lesson Study D. Tujuan Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan penjelasan tentang keterkaitan antara peningkatan keterampilan metakognitif guru dan Lesson Study E. Teori yang Relevan Muhamad Nur dalam bukunyaTeori Pembelajaaran Kognitif menyebutkan bahwa metakognisi berarti pengetahuan seseorang tentang pembelajaran diri sendiri atau pengetahuan tentang bagaimana belajar. Komponen metakognisi dalam pembelajaran matematika menurut Desoete (2001) dalam Usman dibagi dalam tiga komponen yaitu: (a) pengetahuan metakognitif, (b) keterampilan metakognitif, dan (c) kepercayaan metakognitif. Pengetahuan metakognitif mengacu kepada pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kondisional seseorang pada penyelesaian masalah (Brown & DeLoache, 1978; Veenman, 2006). Sedangkan keterampilan metakognitif mengacu kepada keterampilan prediksi (prediction skills), keterampilan perencanaan (planning
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
82
Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
skills), keterampilan monitroring (monitoring skills), dan keterampilan evaluasi (evaluation skills). Ini berarti keterampilan metakognitif sangat diperlukan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Keterampilan berfikir dan keterampilan belajar merupakan contoh dari keterampilan metakognitif. Kedua contoh keterampilan itu tidak hanya diperlukan oleh siswa, tetapi juga diperlukan oleh guru. Siswa memerlukan keteramapilan berpikir untuk memecahkan masalah yang dipelajarinya, sedangkan guru membutuhkan keterampilan berpikir untuk memecahkan masalah pembelajaran yang dialaminya. Dengan keterampilan metakognitif guru dapat belajar strategi-strategi untuk menilai pemahaman mereka sendiri, menghitung berapa waktu yang diperlukan untuk membelajarkan suatu topik/pokok bahasan materi pembelajaran, dan memilih skenario pembelajaran yang efektif. Sebagai contoh, misalnya dalam membelajarkan matematika terdapat siswa yang mengalami kesulitan terhadap tugas yang diberikan oleh guru. Guru memberi jalan siswa tersebut dengan mengulas kembali terhadap apa yang sudah dipelajari sebelumnya dan menghubungkan dengan tugas yang diberikan. Kemungkinan guru mencari cara lain dengan jalan menuntun siswa dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada penyelesaian tugas. Dalam melaksanakan praktik pembelajaran matematika guru harus memahami hakekat materi pembelajaran sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa. Belajar matematika berarti belajar berpikir tingkat tinggi. Ini berarti melaksanakan pembelajaran matematika adalah melaksanakan pembelajaran berpikir tingkat tinggi. Eggen dan Kauchak (1996) dalam Yula Miranda menyatakan bahwa berpikir tingkat tinggi termasuk berpikir kreatif dan berpikir kritis, yang mencakup kombinasi antara pemahaman mendalam terhadap topik-topik khusus, kecakapan menggunakan proses kognitif dasar secara efektif, pemahaman dan kontrol terhadap proses kognitif dasar (metakognisi), maupun sikap dan pembawaan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat diberdayakan dengan memberdayakan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
83
Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
keterampilan metakognitif. Keterampilan metakognitif terkait strategi maupun pelatihan metakognitif dapat dikembangkan melalui komunikasi diantara anggota kelompok. Dengan berkomunikasi setiap anggota kelompok akan belajar bersama untuk mencapai suatu tujuan yang sama. Ini berarti untuk mengembangkan keterampilan metakognitif guru dalam melaksanakan pembelajaran perlu berkolaborasi dengan guru lain dalam suatu kelompok pembelajaran. Dengan berkolaborasi akan terjadi komunikasi dalam merencanakan, melaksanakan, maupun mengevaluasi pembelajaran, baik yang sudah maupun yang akan dilakukan. Jika kegiatan tersebut dilakukan secara berkala dan berkelanjutan maka secara perlahan akan meningkatkan keterampilan metakognitif guru. Hal tersebut dimungkinkan jika guru melaksanakan kegiatan Lesson Study Lesson Study yaitu suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandasakan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar (Sumar Hendrayana, dkk: 2006:10). Lesson Study tidak hanya untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan guru, tetapi juga untuk meningkatkan dasar mengajar yang profesional (Fernandez dan Yoshida (2004). Lewis (2002) dalam (Herawati Susislo,dkk 2009:20) menguraikan sebagai berikut. Lesson Study memungkinkan guru untuk 1) memikirkan dengan cermat mengenai tujuan pembelajaran, materi pokok, dan pembelajaran bidang studi, 2) mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang terbaik yang dapat dikembengkan, 3) memperdalam pengetahuan mengenai materi pokok yang diajarkan, 4) memikirkan secara mendalam tujuan jangka panjang yang akan dicapai yang berkaitan dengan peserta didik, 5) merancang pembelajaran secara kolaboratif, 6) mengkaji secara cermat cara dan proses belajar serta tingkah laku peserta didik, 7) mengembangkan pengetahuan pedagogis yang sesuai untuk membelajarkan peserta didik, dan 8) melihat hasil pembelajaran sendiri melalui mata peserta didik dan kolega. Dari uraian Lewis tersebut menunjukkan bahwa pada kegiatan Lesson Study akan akan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
84
Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
melibatkan keterampilan metakognitif guru. Kegiatan Lesson Study terdiri dari tiga tahap, yaitu plan , do, dan see. Pada tahap kegiatan plan, akan terjadi sharing antar kelompok guru berdasarkan pemahaman dan pengalaman mereka masingmasing. Perencanaan pembelajaran yang akan dilakukan, didiskusikan dan dianalisis terlebih dahulu berdasarkan kondisi siswa, karakteristik bahan ajar, maupun kondisi lainnya. Berdasarkan hasil analisis tersebut, ditetapkan rancangan pembelajaran dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi, serta alternatif bantuan yang akan diberikan guru sampai pada cara penilaiannya. Ini berarti dalam kegiatan plan, guru belajar keterampilan metakognitif yang mengacu pada keterampilan prediksi (prediction skills), keterampilan perencanaan (planning skills), dan keterampilan evaluasi (evaluation skills). Pada tahap kegiatan do, yaitu tahap pelaksanaan dan observasi pembelajaran di kelas, guru model berusaha melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario yang ditetapkan. Sedangkan guru lain dalam kelompok kegiatan ini bertindak sebagai observer. Sebagai observer akan berusaha untuk menemukan fakta dan fenomena menarik yang terkait dengan kegiatan belajar siswa, serta efektifitasnya terhadap pencapaian tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Ini berarti dalam kegiatan do, guru telah belajar keterampilan metakognitif yang mengacu pada keterampilan keterampilan monitroring (monitoring skills), dan keterampilan evaluasi (evaluation skills). Pada tahap see, temuan-temuan dalam kegiatan pembelajaran dievaluasi bersama dan dianalisis untuk mengungkapkan kemungkinan penyebabnya serta memikirkan alternatif penyelesaiannya. Ini berarti, pada tahap ini guru belajar keterampilan metakognitif yang mengacu pada keterampilan prediksi (prediction skills), dan keterampilan evaluasi (evaluation skills). Siklus plan, do, dan see dalam tahapan Lesson Study yang dilakukan secara berkala akan menjadi pengalaman bagi guru dalam dalam menyelasaikan berbagai permasalahan pembelajaran.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
85
Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
Pengalaman tersebut dapat dapat digunakan unutuk meningkatkan keterampilan prediksi (prediction skills), keterampilan perencanaan (planning skills), keterampilan monitroring (monitoring skills), dan keterampilan evaluasi (evaluation skills). Ini berarti melalui kegiatan Lesson Study akan meningkatkan keterampilan metakognitif guru. E. Metode Penelitian 1. Subyek Penelitian Subyek peneliian terdiri dari empat orang dosen yang terlibat dalam kegiatan Lesson Study. Pertimbangan subyek ini didasarkan bahwa dosen adalah guru, tugas yang diemban dosen relatif sama dengan guru, dan persiapan untuk melaksanakan pembelajaran relatif sama dengan guru. 2. Rancangan Pelaksanaan Lesson Study Pelaksanaan Lesson Study dilakukan sebanyak empat siklus. Mata kuliah yang di Lesson Study kan adalah stuktur Alajabar I. 3. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara Observasi Berperan Aktif (Sutopo 2006). Instrumen penelitian berupa catatan lapangan dan instrumen observasi Lesson Study IKIP PGRI Madiun 4. Tenik Analisis Data Proses analisis data dilakukan dengan cara : (1) mereduksi data, (2) menyajikan data, dan (3) menarik kesimpulan. (Sutopo 2006) F. Hasil dan Pembahasan Hasil Pelaksanaan Lesson Study Siklus I Pada saat plan, dosen model mengusulkan rancangan pembelajaran, sedangkan responden belum mengungkapkan sesuatu. Responden tampak menyetujui usulan rancangan dosen model. Diskusi belum membicarakan rancangan pembelajaran secara detail. Responden hanya mengusulkan pembagian waktu saja. Hasil rancangan pembelajaran sebagai berikut.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
86
Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) MATA KULIAH STRUKTUR ALJABAR I DOSEN MODEL : SARDULO GEMBONG Program Studi Mata Kuliah Kelas/semester Standar Kompetensi
: Pendidikan Matematika : Struktur Aljabar : 6a / VI : Mahasiswa dapat memahami jenis operasi biner pada suatu himpunan, sehingga dapat mengidentifikasisuatu himpunan terhadap suatu operasi yang merupakan group
A. Tujuan Pembelajaran 1. mahasiswa mampu mengidentifikasi suatu himpunan permutasi elemen tertentu terhadap suatu operasi merupakan suatu group 2. mahasiswa mampu mengidentifikasi suatu group siklik 3. mahasiswa mampu menentukan periode suatu elemen dari suatu group 4. mahasiswa mampu menentukan banyaknya generator dalam suatu grup siklik B. Materi Pembelajaran : Group Permutasi dan Group Siklik C. Metode / Teknik : diskusi, D. Skenario Pembelajaran 1. Kegiatan awal: - mengingatkan kembali pengertian permutasi - mengingatkan kembali pengertian group suatu himpunan 2. Kegiatan Inti
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
87
Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
3. Sumber Belajar 1. Sukahar dan Kusrini. 1990. Sturktur Aljabar I. IKIP Surabaya. 2. Aljabar Abstrak . UT Setelah pembelajaran berlangsung dilaksanakan diskusi antara dosen
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
(4) Ya, semua mahasiswa antusias mengikuti topik pembelajaran terlihat dari saat pembelajaran berlangsung, mahasiswa tidak melakukan kegiatan lain selain membahas mata kuliah yang dibahas pada saat pembelajaran berlangsung.
(3)
Ya, mahasiswa semua belajar tentang 0lter hari ini yaitu Group/Sub Group.
(2)
Apakah semua mahasiswa benar-benar telah belajar tentang topik pembelajaran hari ini ¿ (disertai fakta kongkrit beserta alasannya)
(1)
1.
1. Pada kegiatan awal mahasiswa belum siap tentang materi “permutasi” karena pada saat dosen model melontarkan pertanyaan hanya ada satu mahasiswa yang menjawab dan mahasiswa yang lain sibuk mencari dalam bukunya. 2. Pada kegiatan inti mahasiswa mulai kreatif dalam menjawab pertanyaan
(5)
PENGAMATAN RESPONDEN 2 3
JENIS PENGAMATAN
NO
1 1. 0lternati mahasiswa yang belum benar benar belajar ten tang topik pembelajaran hari ini. Hal ini terlihat pada saat dosen memberikan sebuah permasalahan. 2. Pada saat mahasiswa diberikan kesempatan untuk menyampaikan hasil diskusi tidak ada seorang mahasiswapun atau kelompok yang menyampaikan hasil diskusi karena masih bingung dan belum paham.
(6)
4
Hasil observasi dari empat pengamat selama pelaksanaan pembelajaran menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
88 Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
(3)
Ada yaitu mahasiswa nomer 19, 3 0, dan 26, dalam prose kegiatan belajar mengajar mahasiswa tersebut kurang aktif.
(2)
Mahasiswa mana yang tidak dapat mengikuti kegiatan pembelajaran pada hari ini? (harus didasarkan pada fakta kongkrit yang diamati dengan disertai nama mahasiswa)
(1)
2.
Ada beberapa mahasiswa
(4) 1 Mahasiswa no. 1 pada saat dosen model menyuruh diskusi mhasiswa ini kurang aktif dalam kelompoknya sehingga pada saat dosen model bertanya dia tidak bisa menjawab. 2 Mahasiswa no. 18 kurang memperhatikan dosen kelihatan lelah, capek dan kurang merespon pertanyaan dosen. 1. Mahasiswa no. 16 kurang merespon pertanyaan dosen.
(5) 1. Mahasiswa no. 1 pada saat mendapat bagian untuk menyelesaikan masalah bukannya memikirkan atau menyelesaikan tapi bertanya pada teman disamping tentang jawabanya. 2. Mahasiswa no. 16 pada saat dosen menjelaskan materi kelihatan bingung dan tidak paham dengan apa yang diutarakan dosen. 1. Ketika diminta berdiskusi dengan kelompok hanya diam saja dan kelihatan mengantuk.
(6)
89 Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
4.
3.
(1)
1. Mengapa mahasiswa tersebut tidak dapat belajar dengan baik? 2. Menurut Anda apa 3. penyebabnya dan bagaimana 0lternative solusinya ? (disertai analisis yang mendalam, dan jika mungkin dasar rujukan yang sesuai) Pelajaran apa 1 yang dapat Anda petik dari pengamatan pembelajaran hari ini ? 2
(2)
1.Kreativitas dan berfikir cepat dalam menyelesaikan suatu persoalan. 2.Keberanian dalam menjawab pertanyaan dosen baik itu benar atau salah.
Untuk menciptakan suasana pembelajar an yang aktif tidak hanya dibutuhkan kesiapan dari dosen tetapi juga kesiapan dari siswa terhadap materi yang akan dipelajari.
Kegiatan pembelajaran berlangsung dengan baik, interaksi atau aktivitas mahasiswa berlangsung dengan dosen, antar mahasiswa.
(6)
Pada akhir suatu pertemuan memberitahukan materi pada pertemuan selanjutnya agar mahasiswa lebih siap. Pentingnya mengaktifkan setiap anggota kelompok dalam berdiskusi.
(5)
1. Tidak bawa buku 1. Waktu kegiatan belajar 1. Mahasiswa tidak pegangan, hany a mengajar terlalu siang mempelajari materi mencatat hasil sehingga ada prasyarat. penjelasan dari mahasiswa yang 2. Mahasiswa takut dosen model / ngantuk dan kelihatan mengutarakan beberapa perwakilan sudah capek dalam pendapat, salah satu mahasiswa. mengikuti perkuliahan. solusi yang bisa 2. Mahasiswa masih 2. Mahasiswa tidak dilakukan adalah kurang persiapan membawa buku diktat dengan menunjuk dalam mengikuti kuliah, mereka hanya salah satu mahasiswa materi perkuliahan, mendengarkan dan untuk menyampaikan dan masih ragu -ragu mencatat penjelasan pendapat. untuk dari dosen dan teman mengungkapkan yang mempresentasikan pendapat tentang hasil diskusinya. materi yang ditanyakan dosen model.
(4)
Kurang persiapan sehingga mencatat terus apa yang dijelaskan temannya di depan. Tidak bisa mengikuti diskusi dengan baik Waktu belajar terlalu siang, mahasiswa sudah terlalu capek sehingga mahasiswa kurang konsentrasi.
(3)
90 Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
91
Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
model dan pengamat. Hasil diskusi yang diungkapkan oleh responden sebagai berikut : Bahwa pembelajaran yang dilakukan dosen model terlalu cepat dikarenakan setting waktu terlalu cepat dan materi banyak yang belum tersampaikan. Oleh sebab itu, pertemuan selanjutnya perlu penyesuaian waktu dengan materi yang akan disampaikan. 1. Pada saaat pembelajaran berlangsung banyak mahasiswa yang belum siap untuk mengikuti lesson study karena sebelum KBM berlangsung dosen model tidak memberitahukan kepada mahasiswa terlebih dahulu. Untuk pertemuan selanjutnya, mahasiswa perlu diberitahu materi yang akan dipelajari 2. Agar mahasiswa lebih aktif, maka setting tempat duduk pada saat lesson study perlu diubah dalam bentuk kelompok. 3. Ada beberapa mahasiswa yang sudah diskusi dengan baik dan ada yang belum baik. Yang belum baik, perlu dimotivasi. Hasil Pelaksanaan Lesson Study Siklus II Hasil observasi pada tahap plan untuk siklus kedua diperoleh data sebagai berikut. Diskusi responden sudah tampak lebih baik. Mereka sudah melakukan analisis berdasarkan pengalaman pada siklus I. Usulan strategi rencana pembelajaran dibahas dengan baik. Namun untuk cara penilaian terhadap strategi yang diusulkan belum dibahas secara mendalam. Skenario Pembelajaran pada tahap II sebagai berikut
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
92
Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Program Studi Mata Kuliah Kelas/semester Standar Kompetensi
: : : :
Pendidikan Matematika Struktur Aljabar I 6a / VI Mahasiswa dapat memahami sifat-sifat sederhana dari suatu subgroup
A. Tujuan Pembelajaran 1. mahasiswa dapat mengidentifikasi suatu himpunan bagian dari suatu group merupakan subgroup atau tidak 2. mahasiswa dapat membuktikan himpunan bagian dari suatu group merupakan sub group 3. menentukan subgroup dari suatu group yang diketahui 4. menentukan syarat-syarat suatu subgroup dari suatu group 5. membuktikan sifat-sifat yang berkenaan dengan subgroupsubgroup dari suatu group. B. Materi Pembelajaran : Sub Group C. Metode / Teknik : Presentasi, Diskusi, D. Skenario Pembelajaran 1. Kegiatan awal: - mengingatkan kembali pengertian group - mengingatkan kembali pengertian himpunan bagian 2. Kegiatan Inti
3. Sumber Belajar 1. Sukahar dan Kusrini. 1990. Sturktur Aljabar I. IKIP Surabaya. 2. Aljabar Abstrak . UT
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
Data hasil observasi dari empat pengamat selama pelaksanaan pembelajaran menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
93 Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
94
Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
95
Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
96
Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
97
Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
Hasil Refleksi Lesson Study II yang diungkapkan oleh responden adalah sebagai berikut : 1. Secara umum mahasiswa dapat belajar tentang topik yang sedang dipelajari, namun masih ada beberapa yang bingung dan kurang bisa berinteraksi dengan kelompoknya. Penyebabnya adalah kelelahan, waktu perkuliahan terlalu siang sehingga ada yang mengantuk, pembentukan anggota kelompok belajar terlalu banyak. Untuk mengatasi hal tersebut perlu memperkecil jumlah anggota kelompok belajar. 2. Motivasi pada saat pembelajaran sangat diperlukan untuk membangkitkan semangat mahasiswa dalam melaksanakan KBM . 3. Kesiapan belajar mahasiswa sebelum pembelajaran sangat diperlukan supaya mahasiswa dapat mengikuti perkuliahan dengan baik. Agar mereka siap, maka perlu diberikan tugas rumah yang terkait dengan materi yanga akan dipelajari pada pertemuan berikutnya.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
98
Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
RINGKASAN ANALISIS
99
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
100
Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
Berdasarkan matrik data tersebut dapat diuraikan hal-hal sebagai berikut. Pada tahap kegiatan plan untuk siklus I, perencanaan pembelajaran yang didiskusikan oleh responden belum dianalisis secara mendalam terhadap kondisi mahasiswa, karakteristik bahan ajar, maupun kondisi lainnya. Responden tampak hanya menyetujui usulan rancangan pembelajaran yang diusulkan dosen model. Sedangkan pada siklus kedua, responden sudah mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi, serta alternatif bantuan yang akan diberikan dosen. Responden sudah menyinggung cara penilaiannya, namun belum dibahas secara mendalam. Ini berarti dalam kegiatan plan, keterampilan prediksi (prediction skills), keterampilan perencanaan (planning skills), dan keterampilan evaluasi (evaluation skills).sudah ada perubahan yang cukup baik. Pada tahap kegiatan do siklus I, responden sebagai observer umumnya belum dapat menemukan fakta dan fenomena menarik yang terkait dengan kegiatan belajar mahasiswa, serta efektifitasnya terhadap pencapaian tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Hal ini ditunjukkan bahwa responden belum memberikan solusi yang tegas terhadap fenomena yang ditemukan. Namun pada siklus kedua responden sudah dapat mengatakannya dengan cukup baik. Ini berarti dalam kegiatan do, keterampilan monitroring (monitoring skills), dan keterampilan evaluasi (evaluation skills) mengalami perubahan ke arah yang lebih baik Pada tahap see siklus I, temuan-temuan dalam kegiatan pembelajaran belum dievaluasi bersama dan dianalisis untuk mengungkapkan kemungkinan penyebabnya serta memikirkan alternatif penyelesaiannya. Sedangkan pada siklus kedua mereka sudahlah mampu untuk melakukannya. Ini berarti, pada tahap ini keterampilan prediksi (prediction skills), dan keterampilan evaluasi (evaluation skills).menjadi lebih baik dibandingkan dengan siklus I
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
101
Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
G. Kesimpulan dan Saran 1 Kesimpulan Melalui kegiatan Lesson Study dapat meningkatkan keterampilan metakognitif dosen. Ini berarti keterampilan metakognitif guru juga dapat ditingkatkan melalui kegiatan Lesson Study. 2 Saran. Penelitian ini hanya dilakukan dua siklus, untuk memperdalam kesimpulan perlu dikaji lebih mendalam dengan siklus yang lebih dari dua. Untuk mendukung kebenaran kesimpulan masih perlu diujicobakan lagi baik pada dosen maupun guru
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011
102
Sardulo Gembong ; Membangun Keterampilan .... : 78 - 102
DAFTAR PUSTAKA Fernandez, Clea; Yoshida, Makoto. 2004. Lesson Study A Japanese Approach to Improving Mathematics Teaching ang Learning. Mahwah New Jersey,London. Lawrence Erlbaum Associates, Publishesrs Herawati Susilo, dkk. 2009. Lesson Study Berbasis Sekolah. Malang. Bayumedia Publishing. Muhamad Nur, dkk. 2004.Teori Pembelajaaran Kognitif. Universitas Negeri Surabaya Pusat Sains dan Matematika Sekolah Sumar Hendrayana, dkk. 2006. Lesson Study. Bandung. UPI Press. Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Universitas Sebelas Maret Surakarta Usman Mulbar. Metakognisi Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika.http://www.ilmupendidikan.net/2010/03/16/ pembelajaran-metakognitif.php, diakses tgl 3-11-2011. Yula Miranda. Pembelajaran Metakognitif Dalam Srategi Kooperatif Think-Pair-Share Dan Think-Pair-Share+Metakognitif Terhadap Kemampuan Metakognitif Siswa Pada Biologi D i S m a N e g e r i P a l a n g k a r a y a . http://www.ilmupendidikan.net/2010/03/16/pembelajaran -metakognitif.php, diakses tgl 3-11-2011.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.3, No.2 September 2011