85
Jurnal Oftalmologi Indonesia
JOI Vol. 7. No. 3 Juni 2010
The Relation of Onset of Trauma and Visual Acuity on Traumatic Patient AAA Sukartini Djelantik, Ari Andayani, I Gde Raka Widiana Department of Ophthalmology Faculty of Medicine Udayana University, Sanglah General Hospital Bali
abstract
The aim of this study is to evaluate the relation between onset of trauma and visual acuity in patient suffering from injury in Sanglah Hospital Emergency Room on the period of 2006–2008. This is a retrospective analytic study. All data were reviewed from medical records. During 2006–2008 we found higher incidence of ocular injury on male (78.4%). The peak of incidence was between 15–40 years old (61.2%). Ocular injury mostly happened on right eye (55,7%) and visual acuity was > 6/18 (64.4%). Sixty three percent of ocular injuries occurred at home. Blunt trauma was the most common mode of ocular injuries (26.2%). Most complications happened in cornea (59.2%). There was a relationship between the onset of trauma and visual acuity in patients suffering from injury in Sanglah Hospital. Key words: ocular injury, visual acuity, onset Correspondence: AAA Sukartini Djelantik, Department of Ophthalmology Faculty of Medicine Udayana University, Bali. (Tel. +62361-244364. Fax. +62-361-244364. Email.
[email protected])
pendahuluan
Trauma okuli merupakan salah satu penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan pada satu mata yang dapat dicegah.1–4 Trauma okuli dapat dibagi menjadi trauma tajam, trauma tumpul, trauma kimia, trauma termal, trauma fisik, extra ocular foreign body, dan trauma tembus berdasarkan mekanisme trauma.1-3 Trauma okuli dapat terjadi diberbagai tempat, di rumah tangga, di tempat kerja, maupun di jalan raya. Nirmalan2 dan Vats5 mendapatkan angka kejadian trauma okuli terbesar terjadi di rumah. Prevalensi trauma okuli di Amerika Serikat sebesar 2,4 juta pertahun dan sedikitnya setengah juta di antaranya menyebabkan kebutaan. Di dunia, kira-kira terdapat 1,6 juta orang yang mengalami kebutaan, 2,3 juta mengalami penurunan fungsi penglihatan bilateral, dan 19 juta mengalami penurunan fungsi penglihatan unilateral akibat trauma okuli. 1,4 Berdasarkan jenis kelamin, beberapa penelitian yang menggunakan data dasar rumah sakit maupun data populasi, menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai prevalensi lebih tinggi. Wong1
mendapatkan angka insiden trauma pada laki-laki sebesar 20 per 100.000 dibandingkan 5 per 100.000 pada wanita. Trauma okuli terbanyak terjadi pada usia muda, di mana Vats5 mendapatkan rerata umur kejadian trauma adalah 24,2 tahun (± 13,5). Berdasarkan Standar Pelayanan Medis (SPM) bagian Ilmu Kesehatan Mata Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah,6 trauma okuli dibagi menjadi trauma tajam, trauma tumpul, trauma kimia, trauma fisik, trauma termal, extra ocular foreign body (EOFB) dan intra ocular foreign body (IOFB). Klasifikasi trauma okuli ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Wong,1,3 Nirmalan,2 dan Vats5 yang membagi trauma okuli menjadi trauma tumpul, trauma tajam, trauma fisik, trauma termal, foreign body, dan trauma tajam tembus. Komplikasi yang ditimbulkan akibat trauma pada mata dapat meliputi semua bagian mata, yaitu komplikasi pada kelopak mata, permukaan bola mata, kamera okuli anterior, vitreus, dan retina. Jenis-jenis trauma yang melibatkan orbita ataupun struktur intra okuli dapat diakibatkan oleh benda tajam, benda tumpul, trauma fisik, ataupun trauma
86
Jurnal Oftalmologi Indonesia (JOI), Vol. 7. No. 3 Juni 2010: 85-90
kimia. Tipe dan luasnya kerusakan akibat trauma pada mata sangat tergantung dari mekanisme dan kuatnya trauma yang terjadi. Suatu trauma yang berpenetrasi ke intraokuli baik objek yang besar ataupun objek kecil akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar dibandingkan trauma akibat benturan.7–10 Penanganan dini trauma okuli secara tepat dapat mencegah terjadinya kebutaan maupun penurunan fungsi penglihatan. Penanganan trauma okuli secara komprehensif dalam waktu kurang dari 6 jam dapat menghasilkan hasil yang lebih baik. Namun sayangnya, layanan kesehatan mata yang masih jarang dan kurang lengkap sering kali menjadi penyebab keterlambatan penanganan trauma okuli, di samping kurangnya pengetahuan dan masalah perekonomian.11 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara onset kedatangan dengan tajam penglihatan pada pasien-pasien yang mengalami trauma okuli yang datang ke IRD RSUP Sanglah selama tahun 2006 sampai dengan 2008. Tujuan tambahannya adalah untuk mengetahui karakteristik kejadian trauma okuli dan distribusi kejadian trauma okuli, serta untuk mengetahui hubungan antara jenis trauma dengan jenis kelamin, hubungan antara jenis trauma dengan umur, dan hubungan antara jenis trauma dengan lokasi kejadian trauma okuli.
bahan dan metode
Penelitian ini merupakan penelitian analitik retrospektif. Data diperoleh dari rekam medis penderita yang datang ke IRD RSUP Sanglah selama periode 1 Januari 2006 sampai dengan 31 Desember 2008. Data pasien kemudian dimasukkan ke dalam tabel induk meliputi nama, usia, jenis kelamin, tajam penglihatan saat kedatangan, onset kedatangan, lokasi kejadian, mata yang terlibat, jenis trauma dan komplikasi yang terjadi. Subjek pada penelitian ini adalah semua pasien trauma okuli yang datang ke IRD RSUP Sanglah selama periode 1 Januari 2006 sampai 31 Desember 2008. Pada penelitian ini didapatkan sampel sebesar 926 pasien dengan 973 mata. Data dikumpulkan berdasarkan catatan medis penderita trauma okuli yang datang ke IRD RSUP Sanglah, meliputi nama, umur, jenis kelamin, tajam penglihatan saat kedatangan, mata yang terlibat, jenis trauma, komplikasi, dan lokasi trauma. Data dianalisis secara deskriptif dan analitik. Data mengenai karakteristik subjek dan mata dianalisis secara deskriptif. Data mengenai hubungan antara variabel onset kedatangan dan tajam penglihatan saat pertama kali dilakukan pemeriksaan, serta hubungan antara jenis trauma dengan jenis kelamin, umur, dan lokasi kejadian trauma dianalisis dengan uji chi-square. Tingkat kemaknaan penelitian ini sebesar p < 0,05. Proses dan analisa data dilakukan program aplikasi SPSS for Windows 13.0
hasil
Selama periode tahun 2006–2008, sebanyak 926 pasien trauma okuli datang ke unit pelayanan IRD RSUP Sanglah. Dari seluruh pasien terhitung 973 mata yang dimasukkan sebagai subjek penelitian berdasarkan catatan medis pasienpasien trauma okuli. Karakteristik �������������������������������������� pasien dalam penelitian ini digambarkan pada tabel 1. Tabel 1. Karakteristik pasien yang mengalami trauma okuli (n = 926 pasien) Karakteristik pasien
Jumlah
Persentase (%)
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
726 200
78,4 21,6
Umur 14 tahun 15–40 tahun 41 tahun
180 567 179
19,5 61,2 19,3
Mata yang terlibat Kanan Kiri Kedua mata
516 363 47
55,7 39,2 5,1
Tabel 1 menunjukkan karakteristik pasien trauma okuli yang datang ke unit pelayanan Instalasi Rawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat (IRD RSUP) Sanglah yang meliputi jenis kelamin, umur dan mata yang terlibat. Dari data yang terkumpul, tampak bahwa laki-laki lebih banyak (78,4%) mengalami trauma dibandingkan dengan perempuan (21,6%). Rentang umur terbanyak yang mengalami trauma yang datang ke IRD RSUP Sanglah adalah umur dewasa, yaitu 15–40 tahun sebanyak 61,2%. Mata kanan (55,7%) lebih banyak mengalami trauma dibandingkan dengan mata kiri (39,2%), sedangkan pasienpasien yang mengalami trauma okuli pada kedua mata sebanyak 5,1%. Tabel 2 menunjukkan data karakteristik trauma okuli yang datang ke unit pelayanan IRD RSUP Sanglah yang meliputi tajam penglihatan saat datang pertama kali, onset kedatangan setelah terjadinya trauma, tempat kejadian trauma, jenis trauma dan komplikasi yang terjadi. Tajam penglihatan saat pertama kali datang yang dapat dievaluasi sebesar 90,5%, sebanyak 9,5% lainnya tidak dapat dievaluasi, karena 9,1% mata dengan rentang usia 0–6 tahun tidak kooperatif saat pemeriksaan, dan 0,4% mata tidak dapat dievaluasi karena kesadaran menurun. Tajam penglihatan penderita diukur dengan menggunakan hitung jari dan snellen chart dari jarak 6 meter pada saat pertama kali diperiksa. Tajam penglihatan pasien-pasien yang dapat dievaluasi menunjukkan 627 mata (64,4%) dengan penglihatan yang masih baik, 109 mata (11,2%) dengan
87
Djelantik: The Relation of Onset of Trauma and Visual Acuity Tabel 2. Karakteristik mata yang mengalami trauma okuli (n = 973 mata) Karakteristik trauma Tajam penglihatan kunjungan I >6/18 6/18–6/60 5/60–3/60 <3/60 FO+, FL+ Blm dpt dievaluasi Onset kedatangan <7 jam 7–24 jam >24 jam Tempat kejadian trauma Rumah Tempat kerja Jalan raya Jenis trauma Trauma tajam Trauma tumpul Trauma kimia Trauma fisik Trauma termal Extra ocular foreign body (EOFB) Intra ocular foreign body (IOFB) Jenis komplikasi Komplikasi pada palpebra Komplikasi pada konjungtiva Komplikasi pada kornea Komplikasi pada sklera Komplikasi pada iris Komplikasi pada kamera okuli anterior Komplikasi pada segmen posterior Komplikasi pada tulang dan adnexa Komplikasi lainnya
Jumlah
Persentase (%)
627 109 25 119 89 4
64,4 11,2 2,6 12,2 9,1 0,4
664 217 92
68,2 22,3 9,5
616 207 150
63,3 21,3 15,4
233 255 152 35 49 249
23,9 26,2 15,6 3,6 5,0 25,6
2
0,2
243 221 576 17 50 77
25,1 22,7 59,2 7,3 5,1 7,5
13
1,3
11
1,1
27
2,6
tajam penglihatan borderline, 25 mata (2,6%) mempunyai tajam penglihatan buruk, dan 119 mata (12,2%) tergolong buta. Rumah adalah tempat kejadian yang paling banyak yaitu sebesar 63,3%, trauma di tempat kerja terjadi sebesar 21,3%, dan di jalan raya sebesar 15,4%. Trauma tumpul adalah jenis trauma terbanyak yang datang ke IRD RSUP Sanglah yaitu sebesar 255 mata (26,2%), diikuti oleh EOFB sebanyak 249 mata (25,6%), dan trauma tajam sebanyak 233 mata (23,9%). Trauma okuli paling banyak menimbulkan komplikasi pada kornea yaitu sebesar 59,2%, diikuti oleh komplikasi pada palpebra sebesar 25,1%, dan konjungtiva sebesar 22,7%. Berdasarkan penelitian (Tabel 3) didapatkan bahwa dari 973 mata, terdapat 664 mata yang datang < 7 jam dengan penglihatan baik sebesar 41,6%, borderline 7,6%, 2,1% buruk, 8,6% buta, dan 0,4% tidak dapat dievaluasi. Pada kelompok pasien dengan onset kedatangan 7–24 jam, didapatkan 16,3% dengan tajam penglihatan baik, 2,5% borderline, 0,3% buruk, dan 2,2% buta. Pasien �������������� dengan onset kedatangan > 24 jam, didapatkan 6,5% dengan tajam penglihatan baik, 1,1% borderline, 0,2% buruk, dan 1,4% buta. Terdapat hubungan antara onset kedatangan dengan tajam penglihatan. (X2 = 23, df = 10, p = 0,008). Dari tabel 4 didapatkan bahwa dari 926 pasien yang mengalami trauma okuli, 78,4% adalah laki-laki dan 21,6% perempuan. Jenis trauma yang paling banyak pada laki-laki adalah EOFB sebesar 24,0%, diikuti oleh trauma tumpul sebesar 19,8%, dan trauma tajam sebesar 19,5%. Pada perempuan jenis trauma yang paling banyak terjadi adalah trauma tumpul sebesar 7,8%, diikuti oleh trauma tajam 5,2% dan trauma kimia 4,0%. Terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan jenis trauma okuli. (X2 = 28, df = 6, p = 0,000). Pada penelitian ini, 19,5% pasien yang mengalami trauma okuli berumur 0–14 tahun, 61,2% berumur 15–40 tahun, dan 19,3% berumur > 40 tahun. Pada kelompok usia £ 4 tahun didapatkan jenis trauma yang paling banyak adalah trauma tumpul sebesar 8,3%, diikuti oleh trauma tajam sebesar 7,1%. Pada kelompok usia 15–40 tahun didapatkan jenis trauma yang paling banyak adalah
Tabel 3. Hubungan antara onset kedatangan dengan tajam penglihatan (n = 973 mata) Onset <7 jam 7-24 jam >24 jam Total
> 6/18 n % 405 41,6 159 16,3 63 6,5 627 64,4
6/18–6/60 n % 74 7,6 24 2,5 11 1,1 109 11,2
X2 = 23 df = 10 p = 0,008 * : tde = tidak dapat dievaluasi # : FO, FL = following objects, following light
Tajam penglihatan 5/60–3/60 < 3/60 n % n % 20 2,1 84 8,6 3 0,3 21 2,2 2 0,2 14 1,4 25 2,6 119 12,2
FT+, FC+# n % 77 7,9 10 1,0 2 0,2 89 9,1
Total
tde* n 4 0 0 4
% 0,4 0,0 0,0 0,4
n 664 217 92 973
% 68,2 22,3 9,5 100,0
88
Jurnal Oftalmologi Indonesia (JOI), Vol. 7. No. 3 Juni 2010: 85-90
Tabel 4. Hubungan jenis kelamin dengan jenis trauma (n = 926 pasien) Jenis trauma Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
T Tajam n 181 48 229
% 19,5 5,2 24,7
T Tumpul n 183 72 255
% 19,8 7,8 27,5
T Kimia n % 92 9,9 37 4,0 129 13,9
T Fisik n 19 6 25
T Termal
% 2,1 0,6 2,7
n 27 10 37
% 2,9 1,1 4,0
EOFB# n 222 27 249
% 24,0 2,9 26,9
T Tajam + IOFB* n % 2 0,2 0 0,0 2 0,2
Total N % 726 78,4 200 21,6 926 100
X2 = 28 df = 6 p = 0,000 #: EOFB = extra ocular foreign body *: IOFB = i ntra ocular foreign body
Tabel 5. Hubungan umur dengan jenis trauma (n = 926 pasien) Jenis trauma Umur (tahun) 14 14-40 >40 Total
T Tajam n 66 109 54 229
% 7,1 11,8 5,8 24,7
T Tumpul n 77 130 48 255
% 8,3 14,0 5,2 27,5
T Kimia n 11 86 32 129
% 1,2 9,3 3,5 13,9
T Fisik n 2 22 1 25
T Termal
% 0,2 2,4 0,1 2,7
n 12 22 3 37
% 1,3 2,4 0,3 4,0
T Tajam + IOFB n % 0 0,0 1 0,1 1 0,1 2 0,2
EOFB n 12 197 40 249
% 1,3 21,3 4,3 26,9
Total n 180 567 179 926
% 19,5 61,2 19,3 100,0
X2 = 106 df = 12 p = 0,000 #: EOFB = extra ocular foreign body *: IOFB = ntra ocular foreign body
Tabel 6. ������������������������������������������������������������� Hubungan lokasi kejadian dengan jenis trauma (n = 926 pasien) Jenis trauma Lokasi kejadian Rumah Tempat kerja Jalan raya Total
n 145 20
% 15,7 2,2
n 197 25
% 21,3 2,7
n 117 12
% 12,6 1,3
n 9 16
% 1,0 1,7
n 31 6
% 3,3 0,6
n 86 111
% 9,3 12,0
T Tajam + IOFB n % 1 0,1 1 0,1
64 229
6,9 24,7
33 255
3,6 27,5
0 129
0,0 13,9
0 25
0,0 2,7
0 37
0,0 4,0
52 249
5,6 26,9
0 2
T Tajam
T Tumpul
T Kimia
T Fisik
T Termal
EOFB
0,0 0,2
Total n 586 191
% 63,3 20,6
149 926
16,1 100,0
X2 = 248 df = 12 p = 0,000 #: EOFB = extra ocular foreign body *: IOFB = intra ocular foreign body
EOFB sebesar 21,3%, diikuti oleh trauma tumpul sebesar 14,0%. Pada kelompok usia > 40 tahun didapatkan jenis trauma yang paling banyak adalah trauma tajam sebesar 5,8%, diikuti oleh trauma tumpul sebesar 5,2%. Terdapat hubungan antara jenis trauma dengan umur. (X2 = 106, df = 12, p = 0,000). (Tabel 5) Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa dari 926 pasien, 63,3% mengalami trauma okuli di rumah, 20,6% di tempat kerja, dan 16,1% di jalan raya. Jenis trauma yang paling banyak terjadi di rumah adalah trauma tumpul sebesar 21,3% diikuti oleh trauma tajam sebesar 15,7%, dan trauma kimia sebesar 12,6% dari total kejadian trauma. Jenis trauma yang paling banyak terjadi di tempat kerja adalah trauma EOFB sebesar 12% diikuti oleh trauma tumpul sebesar 2,7%, dan trauma tajam sebesar 2,2% dari total kejadian trauma. Jenis trauma yang paling
banyak terjadi di jalan raya adalah trauma tajam sebesar 6,9%, diikuti oleh EOFB sebesar 5,6%, dan trauma tumpul sebesar 3,6% dari total kejadian trauma. Terdapat ������������������ hubungan antara jenis trauma dengan lokasi kejadian trauma. (X2 = 248, df = 12, p = 0,000). (Tabel 6)
diskusi
Trauma okuli merupakan penyebab kebutaan di dunia yang dapat di cegah, namun hanya sedikit sekali informasi karakteristik dan epidemiologi mengenai trauma okuli. Beberapa penelitian mengenai trauma okuli secara rinci melaporkan mengenai penyebab, keparahan dan akibat yang ditimbulkan, tetapi sangat sedikit yang melaporkan mengenai prevalensi maupun insidensi dari trauma
Djelantik: The Relation of Onset of Trauma and Visual Acuity
okuli.2,3,4 Cumulative prevalence rate kebutaan akibat trauma pernah dilaporkan di Baltimore dan Australia dengan beberapa metode, yaitu berdasarkan data RS, data pasien di ruang rawat darurat, maupun population-based interview.12,13 Penelitian ini menunjukkan bahwa trauma okuli merupakan penyebab kebutaan unilateral yang sangat penting. Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan bahwa lakilaki (78,4%) lebih banyak mengalami trauma dibandingkan perempuan (21,6%). Kenyataan ini sesuai dengan penelitian lain di Australia, Madison, dan Baltimore yang menyatakan bahwa laki-laki lebih banyak mengalami trauma okuli dibandingkan perempuan.12,13 Pada penelitian lainnya, Nirmalan2 juga mendapatkan 61,6% trauma okuli terjadi pada laki-laki. Wong3 mendapatkan trauma okuli terjadi pada 20,0 per 100.000 pada laki-laki dan 5,1 per 100.000 pada perempuan. Vats5 mendapatkan 55,6% trauma okuli terjadi pada laki-laki. Badrinath14 mendapatkan perbandingan trauma okuli antara laki-laki dan perempuan adalah 5,4:1. Vasu15 di India menyatakan bahwa 95% trauma okuli terjadi pada pria. Kemungkinan penyebabnya karena lakilaki lebih banyak melakukan aktivitas fisik dibandingkan perempuan, hal ini berhubungan dengan gambaran pekerja laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Selain itu lakilaki umumnya melakukan kegiatan/pekerjaan yang lebih berisiko untuk terkena trauma dibandingkan perempuan. Pada penelitian ini didapatkan bahwa usia muda (15–40 tahun) merupakan kelompok yang banyak mengalami trauma (61,2%). Kenyataan ini sesuai dengan beberapa penelitian Wong1 di Madison dan Katz12 di Baltimore, mendapatkan bahwa usia di bawah 40 tahun merupakan usia yang memiliki risiko tinggi terhadap trauma. Sedangkan pada penelitiannya di Singapura, Wong3 mendapatkan bahwa usia yang rentan terhadap trauma adalah usia antara 20–30 tahun. Vats5 mendapatkan 44,2% pasien yang mengalami tauma okuli berumur 16–39 tahun. Badrinath14 mendapatkan bahwa 2/3 dari total trauma okuli terjadi pada usia < 30 tahun. Vasu15 di India menyatakan bahwa 79% trauma okuli terjadi pada usia antara 16–45 tahun. Nash16 pada penelitiannya di Amerika Serikat mendapatkan bahwa trauma okuli terjadi paling banyak pada usia 15–44 tahun yaitu sebesar 64,6%. Krisnaiah17 di India mendapatkan 35,9% trauma okuli terjadi pada usia 15–40 tahun. Hal ini mungkin disebabkan karena usia tersebut masih merupakan usia produktif dalam melakukan aktivitas fisik.1,2,4 Trauma okuli umumnya mengenai satu mata tetapi keterlibatan kedua mata dapat pula terjadi. Penelian ������������� ini mendapatkan mata kanan (55,7%) lebih banyak daripada mata kiri (39,2%) maupun kedua mata (5,1%). Wong1 melaporkan 72,2% trauma okuli mengenai mata kanan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kebanyakan penderita menggunakan tangan kanan untuk melakukan aktivitas.1 Pada penelitian ini didapatkan sebagian besar mata yang mengalami trauma okuli memiliki tajam penglihatan > 6/18 yaitu 64,4%, dan 12,2% mata memiliki tajam penglihatan < 3/60. Vats5 mendapatkan 82,9% pasien-pasien dengan trauma okuli memiliki tajam penglihatan dengan koreksi
89
> 20/60 dan 9,5% < 10/200. Nirmalan2 melaporkan bahwa 27,2% mata yang mengalami trauma okuli memiliki tajam penglihatan > 6/18, dan 15,2% mata memiliki tajam penglihatan < 3/60, dan 57,6% sisanya mempunyai tajam penglihatan 6/18–3/60. Krisnaiah17 mendapatkan 9,3% penderita trauma okuli memiliki tajam penglihatan < 3/60 saat pertama kali datang ke unit gawat darurat. Sampai saat ini belum ada penelitian yang membahas mengenai hubungan antara onset kedatangan dengan tajam penglihatan. Pada penelitian ini didapatkan bahwa jenis trauma okuli yang paling banyak datang ke IRD RSUP Sanglah adalah trauma tumpul sebesar 26,2%, diikuti oleh EOFB sebesar 25,6%, dan trauma tajam 23,9%. Kenyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nirmalan2 dan Badrinath14 dalam penelitiannya di India menyatakan bahwa jenis trauma yang paling banyak terjadi adalah trauma tumpul masing-masing sebesar 54% dan 46,94%. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Vats,5 yang melakukan penelitian di Rural South Indian mendapatkan bahwa trauma okuli yang paling sering terjadi adalah EOFB sebesar 37,5%, diikuti oleh trauma tumpul sebesar 29,2%, trauma tajam dan trauma termal masingmasing sebesar12,5%. Nash16 mendapatkan trauma okuli yang paling sering terjadi adalah EOFB sebesar 16,2%, diikuti oleh trauma tajam sebesar 14,8%, dan trauma tumpul sebesar 13,1%. Wong1 mendapatkan bahwa insiden trauma okuli paling banyak disebabkan berupa trauma tajam sebesar 65,2%. Pada penelitian ini didapatkan bahwa lokasi tempat terjadinya trauma sebagian besar adalah di rumah (63,3%), diikuti dengan di tempat kerja (21,3%), dan di jalan raya (15,4%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Vatz5 dan Nash.16 Vats5 mendapatkan 33,1% kejadian trauma okuli terjadi di rumah, dan 21,7% terjadi di tempat kerja. Nash16 mendapatkan 34,7% trauma okuli terjadi di rumah. Sedangkan studi yang dilakukan oleh Nirmalan2 dan Krisnaiah17 menyatakan kebanyakan trauma okuli terjadi di tempat kerja masing-masing sebesar 41,7%, dan 55,9%. Pada penelitian ini didapatkan bahwa trauma okuli yang paling sering terjadi di rumah adalah trauma tumpul sebesar 21,3%, diikuti oleh trauma tajam sebesar 15,7%, jenis trauma okuli yang paling sering terjadi di tempat kerja adalah EOFB sebesar 12%, diikuti oleh trauma tumpul sebesar 2,7%. Sedangkan jenis trauma okuli yang paling sering terjadi di jalan raya adalah trauma tajam sebesar 6,9%, diikuti oleh EOFB sebesar 5,6%. Nash16 mendapatkan bahwa trauma okuli yang paling sering terjadi di rumah adalah EOFB sebesar 30,9%, diikuti oleh trauma tajam sebesar 25,7%, trauma okuli yang paling sering terjadi di tempat kerja adalah EOFB sebesar 66,8% diikuti oleh trauma tajam sebesar 6,8%, sedangkan trauma okuli yang paling sering terjadi di jalan adalah trauma tumpul sebesar 27,3%, diikuti oleh trauma tajam sebesar 14,6%. Yu18 juga mendapatkan bahwa kebanyakan trauma okuli di Hongkong terjadi di tempat kerja, karena rendahnya tingkat keamanan pekerja di daerah industri dan rendahnya kedisiplinan pekerja dalam menggunakan kaca
90
Jurnal Oftalmologi Indonesia (JOI), Vol. 7. No. 3 Juni 2010: 85-90
mata pengaman selama bekerja. Perumahan telah dikenal sejak lama sebagai tempat terjadinya trauma yang paling sering dengan penyebab yang tidak diketahui. Sedangkan adanya informasi pencegahan yang efektif dalam praktik kerja dapat menurunkan kejadian trauma okuli di tempat kerja.15,16 Jenis trauma memiliki kaitan yang erat dengan jenis komplikasi yang terjadi. Trauma tajam dapat menimbulkan komplikasi yang lebih banyak dibandingkan trauma lainnya dan dapat mengenai multiorgan, sedangkan trauma tumpul dapat menimbulkan komplikasi yang lebih berat, seperti perdarahan vitreus, perdarahan retrobulbar, fraktur orbita, hingga blow out fracture.13,16 Hal ini sesuai dengan penelitian ini di mana komplikasi yang ditimbulkan oleh trauma tajam dan trauma tumpul dapat mengenai multi organ. Katz12 dan McCarty13 mendapatkan bahwa trauma kimia dan trauma fisik lebih banyak menimbulkan komplikasi pada kornea dan konjungtiva. Kenyataan ini sesuai dengan data yang didapatkan pada penelitian ini, yaitu bahwa komplikasi yang diakibatkan oleh trauma kimia dan fisik lebih banyak terjadi pada kornea. Trauma kimia menimbulkan komplikasi pada kornea sebesar 64,6%, yang berupa edema, erosi dan ulkus kornea. Sedangkan trauma fisik menimbulkan komplikasi pada kornea sebesar 71,5%. Penelitian oleh Vatz5 di India memperlihatkan komplikasi kornea masih merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi yaitu sebesar 41,8%. Kenyataan ini sesuai dengan pada penelitian ini, yaitu bahwa komplikasi terbanyak pascatrauma okuli adalah mengenai kornea, berupa erosi kornea sebesar 42,7% dan terendah adalah komplikasi pada tulang dan adnexa. Koval19 mendapatkan bahwa 44,4% komplikasi terjadi pada kornea, 37,3% pada segmen anterior, dan 23,3% pada segmen posterior. Onset kedatangan pasien-pasien dengan EOFB memengaruhi komplikasi yang ditimbulkan, di mana semakin lama onset kedatangan, akan semakin memperberat komplikasi.14,16 Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh pada penelitian ini, di mana pasien-pasien dengan EOFB yang datang ke RS Sanglah lebih dari 24 jam sejak kejadian trauma menimbulkan komplikasi berupa ulkus kornea, sedangkan pada pasien dengan onset kedatangan kurang dari 24 jam hanya menimbulkan komplikasi berupa erosi kornea.
kesimpulan
Terdapat hubungan antara onset kedatangan dengan tajam penglihatan saat pertama kali datang pada penderita trauma okuli di IRD RSUP Sanglah.
daftar pustaka 1. Wong TY, Klein BEK, Klein R. The Prevalence and 5-year Incidence of Ocular Trauma. Ophthalmology 2000; 107: 2196–2202. 2. Nirmalan PK, Katz J, Tielsch JM, Robin AL, Thulasiraj RD, Krishnadas R, et al. Ocular Trauma in a Rural South Indian Population. Ophthalmology 2004; 111: 1778–1781. 3. Wong TY, Tielsch JM. A Population-Based Study on the Incidence of Severe Ocular Trauma in Singapore. Am J Ophthalmol 1999; 128: 345–351. 4. Macewen CJ, Ocular injuries JR. Coll. Surg. Edinb., 4 Oktober 1999, 317–23. 5. Vats S, Murthy GVS, Chandra M, Gupta SK, Vashist P, Gogoi M. Epidemiological study of ocular trauma in an urban slum population in Delhi, India. Indian J Ophthalmol 2008; 56: 313–6. 6. Prosedur standar diagnostik dan pengobatan/tindakan di bagian I.P. Mata FKUI/RSCM. Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2000. 7 ������������������������������������������������������������������� . Glynn RJ, Seddon JM, Berlin BM. The ��������������������������������� incidence of eye injuries in New England aults. Arch Ophthalmol 1988;106: 785–9. 8. Karlson TA, Klein BEK. The incidence of acute hospital-treated eye injuries. Arch Ophthalmol 1986; 104: 1473–6. 9. Flynn TH, Fennessy K, Horgan N, Walsh B, O’Connell E, Cleary P, Beatty S. Ocular injury in hurling. Br J Sports Med 2005; 39: 493–496. 10. Roy IS, Mitra JN, Saha PL, Chen SC. Management of lacerated injuries of the eye and its adnexa. Indian J Ophthalmol 1984; 32: 293–4. 11. Krishnan MW, Srinivasan R. Ocular injuries in union territory of Pondicherry-Visual outcome. Indian J Ophthalmol 1988; 36: 86–7. 12. Katz J, Tielsch JM. Lifetime prevalence of ocular injuries from the Baltimore Eye Surgery. Arch Ophthalmol 1993; 111: 1564–8. 13. McCarty CA, Fu CLH, Taylor HR. Epidemiology of ocular trauma in Australia. Ophthalmology 1999; 106: 1847–52. 14. Badrinath SS. Ocular trauma. Indian J ophthalmol 1987; 35: 110–1. 15. Vasu U, Vasnaik A, Battu RR, Kurian M, George S. Occupational open globe injuries. Indian J Ophthalmol 2001; 49: 43–47. 16. Nash EA, Margo CE. Patterns of emergency department visits for disorder of the eye and ocular adnexa. Arch Ophthalmol 1998; 116: 1222–1226. 17. Krisnaiah S, Nirmalan PK, Shamanna BR, Srinivas M, Rao GN, Thomas R. Ocular trauma in a rural population of southern India. Ophthalmology 2006; 113: 1159–1164. 18. Yu TSI. A case-control study of eye injuries in the workplace in Hongkong. Ophthalmology 2004; 111: 70–��� 74. 19. Koval R, Teller J, Belkin M, Romem M, Yanko L, Savir H. The Israeli ocular injuries study. Arch Ophthalmol 1988; 106: 776–780.