23
Jurnal Oftalmologi Indonesia
JOI Vol. 7. No. 1 Juni 2009
Penelitian
Pengaruh Kriopreservasi –80° C terhadap Kadar Basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) pada Membran Amnion Irma Andriani Pasaribu, Rowena Ghazali Hoesin, Gatut Suhendro, Indro Handojo * Departemen Ilmu Kesehatan Mata ** Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya
ABSTRACT
The purpose of this study is to analyze the difference between basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) value in fresh and cryopreserved –80° C amniotic membrane. This study was an observational comparative study perfomed on amniotic membrane in Biomaterial Centre dr. Soetomo General Hospital Surabaya, and conducted in 15 amniotic membranes. In fresh amniotic membrane basic Fibroblast Growth Factor (b -FGF) value was 16535.43 ± 8271.61 pg/g. In cryopreserved –80° C amniotic membrane basic Fibroblast Growth Factor (b -FGF) value was 12124.43 ± 8345.82 pg/g. Decrease of amniotic membrane basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) value was 29.68% ± 27.43%, which was found in amniotic membrane basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) underwent cryopreservation –80° C for a month. Key words: basic Fibroblast Growth Factor (b -FGF), cryopreservation Korespondensi: Irma Andriani Pasaribu, c/o: Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSU Dr. Soetomo. Jl. Mayjend. Prof. Dr. Moestopo 6-8 Surabaya 60286. E-mail:
[email protected].
PENDAHULUAN
Membran amnion sudah digunakan pada berbagai macam prosedur operasi untuk meningkatkan epitelisasi dan mencegah perlengketan jaringan. Aplikasi membran amnion pada operasi mata yang pertama dilaporkan pada tahun 1940 ketika D- Röth menggunakan membran fetus yang terdiri dari amnion dan korion untuk memperbaiki simblefaron.1 Membran amnion, lapisan terdalam dari membran plasenta, telah digunakan sebagai bahan pembedahan pada berbagai disiplin ilmu. Di bidang mata, beberapa peneliti telah melaporkan keberhasilan yang terbatas dari penggunaan membran amnion sebagai graft konjungtiva pada simblefaron pada berbagai kelainan permukaan mata. Berdasarkan laporan Kim dan Tseng tahun 1995 transplantasi membran amnion manusia yang diawetkan digunakan untuk rekonstruksi permukaan kornea pada kelinci. Laporan ini meningkatkan penggunaan membran amnion manusia yang diawetkan untuk rekonstruksi perlukaan mata pasien dengan permukaan mata yang berat.2,3,4
Berbagai sifat membuat membran amnion ideal digunakan pada rekonstruksi permukaan mata. Membran ini memiliki efek anti-inflamasi, aktivitas antifibroblastik, sifat antimikroba dan antiangiogenik serta imunogenesitas yang sangat terbatas. Selain itu, membran amnion dapat bertindak sebagai substrat sehat baru yang sesuai untuk reepitelisasi epitel kornea. Akhir-akhir ini, perhatian khusus telah difokuskan pada ekspansi kornea dan epitel mulut ex vivo pada berbagai subtrat, termasuk membran amnion manusia yang diawetkan. Nakamura dkk. telah mengembangkan pembiakan kornea dan transplantasi epitel mulut dengan menggunakan membran amnion yang diawetkan dan telah berhasil melakukan rekonstruksi permukaan mata dengan teknik ini.3 Membran amnion memiliki kombinasi yang unik, termasuk sarana migrasi sel epitelial, penguatan adhesi basal sel dan mendorong diferensiasi epitel, kemampuan untuk mengatur goresan/luka stroma dan aktivitas antiinflamasi untuk digunakan pada pengobatan permukaan mata patologi seperti penambahan graft limbal stem sel. Membran amnion digunakan untuk rekonstruksi
24
Jurnal Oftalmologi Indonesia (JOI), Vol. 7. No. 1 Juni 2009: 2327
transplantasi permukaan kornea yang mempunyai defek epitelial persisten, defisiensi limbal stem sel partial, bullous keratopati dan ulkus korneosklera. Juga dapat digunakan sebagai penghubung transplantasi limbal stem sel untuk defisiensi limbal stem sel.5,6,7 Membran amnion mempunyai beberapa protein inhibitor dan beberapa growth factors seperti Epidermal Growth Factor (EGF), Transforming Growth Factor E (TGF-E), Keratosit Growth Factor (KGF), basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF).8 Growth Factors menunjukkan peranan sangat penting pada fungsi regulasi sel pada jaringan. Fungsi ini sangat tergantung pada tipe sel, termasuk homeostasis normal dan respon rangsangan lingkungan seperti luka. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa EGF, b-FGF, dan TGF-E1 dapat mengatur proliferasi epitel kornea pada model penyembuhan luka secara in vitro dan in vivo.9,10 Membran amnion segar dan bebas dari hepatitis, HIV dan sipilis tidak dapat diperoleh sewaktu-waktu, sehingga lebih praktis bila dipakai membran amnion yang diawetkan dengan metode pembekuan (kriopreservasi).10,11 Pada suhu rendah aktivitas biologi termasuk reaksi biokimia akan menyebabkan kematian sel dihentikan dengan efektif. Freezing injury mempunyai 2 aspek yaitu kerusakan langsung kristal es dan kerusakan sekunder disebabkan oleh peningkatan konsentrasi larutan progresif yang akan menyebabkan pembentukan es. (Wikipedia free enclyclopedia) Berpijak pada landasan tersebut, perlu diteliti kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) dalam keadaan segar dan setelah dikriopreservasi dengan JOLVHUROSDGD²&3URVHVNULRSUHVHUYDVL²Ý&VHODPD sebulan akan menurunkan aktivitas basic fibroblast growth factor (b-FGF) hingga 50%. Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo Surabaya telah menggunakan membran amnion segar untuk beberapa kasus yang berhubungan dengan kelainan pada permukaan mata. Di mana pada tahun 2007 didapatkan 13 kasus.12 Penelitian ini merupakan salah satu rangkaian
Gambar 1.
Histologi membran amnion.13
penelitian tentang growth factors, dimana sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang Epidermal Growth Factor (EGF) pada membran amnion oleh Effendi, Suhendro, Handojo pada tahun 2008.12 Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis perbedaan kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) pada membran amnion segar dan yang diawetkan dengan metode pembekuan (kriopreservasi) –80° C pada Pusat Biomaterial/ Bank Jaringan RSU Dr. Soetomo, Surabaya.
BAHAN DAN METODE
Jenis penelitian ini adalah observasional komparasi dengan populasi yaitu membran amnion segar yang tersedia pada saat penelitian dilakukan kurang dari 24 jam di Pusat Biomaterial/Bank Jaringan RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Sebagai sampel adalah membran amnion segar dan yang diawetkan sesuai dengan kriteria penolakan adalah membran amnion segar yang lebih dari 24 jam. Besar sampel ditentukan berdasarkan penggunaan reagen yaitu 15 amnion. Bahan penelitian yang dipakai yaitu membran amnion, larutan normal salin, Basal Eagle Media (BEM), larutan gliserol 50%, larutan Phosphat Buffer Saline (PBS), Larutan Polyethilene Glycol (PEG), EDTA, sumuran yang dilapisi anti b-FGF manusia, larutan bufer pencuci, serum baku yang berisi b-FGF dengan kadar tertentu, bahan assay diluen, pendeteksi antibodi b-FGF berlabel biotin, konsentrat HRP-Streptavidine, substrat yang berisi bahan kromogen tetramethyl-benzidine (TMB) dan larutan penghenti (stopping solution). Pemeriksaan basic-Fibroblast Growth Factor (bFGF) menggunakan metode double antibo dy sandwich sreptavidine biotin test, seperti tampak pada gambar 2.
Gambar 2.
Prinsip dasar ELISA double antibody sandwich streptavidin biotin test.14
25
Pasaribu, dkk.: Pengaruh kriopreservasi HASIL DAN DISKUSI
Membran amnion yang digunakan adalah membran amnion yang ada di Pusat Biomaterial/Bank Jaringan RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Membran amnion tersebut diperoleh secara steril dari persalinan sesar elektif. Serum donor harus negatif terhadap HIV, Hepatitis B, Hepatitis C, dan sifilis.10,11 Hasil uji t 2 sampel berpasangan menunjukkan bahwa kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) membran amnion segar dan yang diawetkan dengan metode pembekuan (kriopreservasi) –80° C mempunyai perbedaan yang sangat bermakna (p = 0,002). Kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) membran amnion segar lebih tinggi secara signifikan (16535,43 ± 8271,61 pg/g) dibandingkan membran amnion yang diawetkan (12124,43 ± 8345,86 pg/g). Sebaik apapun hasil suatu penelitian, tetapi jika reliabilitas dari metode yang digunakan tidak memadai atau penggunaanya tidak relevan, maka dari segi ilmiah hasil penelitian yang tampaknya baik tersebut tidak mempunyai nilai berarti. Berpijak pada landasan tersebut, maka sebelum membahas hasil penelitian ini, akan dibahas lebih dahulu reliabilitas dan relevansi metode yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian ini. Pembuatan ekstrak membran amnion adalah hal yang benar-benar membutuhkan perhatian. Karena dengan cara yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya hasil ekstrak membran amnion yang didapat belum maksimal. Oleh sebab itu untuk mendapatkan ekstrak membran amnion pada penelitian ini dilakukan beberapa tahapan. Untuk memastikan bahwa selsel membran amnion telah hancur, dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop. Metode tersebut dikerjakan dalam keadaan steril. Pemeriksaan kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) dalam penelitian ini memerlukan metode yang tepat untuk mendapatkan bahan yang dapat diukur dengan metode ELISA. Bahan yang didapat selanjutnya diukur kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) dengan menggunakan kit ELISA basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) untuk manusia. Basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF), adalah suatu molekul polipeptida yang terdapat juga dalam membran amnion. Membran amnion merupakan benda padat yang amat liat, sehingga untuk mendapatkan ekstrak membran amnion tersebut diperlukan proses ekstraksi terlebih dahulu sebelum dilakukan uji ELISA. Metode ekstraksi basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) yang dipakai dalam penelitian ini amat reliabel sebab1). Larutan PBS yang dipakai telah ditambah EDTA yaitu suatu bahan surfaktan yang dapat mencegah perlekatan kembali sel-sel yang sudah
Tabel 1.
terpisah, 2) Hancurnya sel-sel membran amnion ditentukan dengan pemeriksaan sampel di bawah mikroskop cahaya, 3) Proses ekstraksi basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) mulai dari penggerusan sampai ultrasonikasi dilakukan secara steril dan dengan ice cold jacket, 4) Pemisahan semua peptida dilakukan dengan PEG 6000 (8%) dan 5) Sebelum pemeriksaan disimpan pada suhu –80° C. Di samping itu metode ini dinilai amat relevan sebab basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) seperti halnya sitokin lain adalah hasil proses lokal, sehingga ekstraksinya juga harus dilakukan pada jaringan lokal yaitu membran amnion itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka reliabilitas dan relevansi cara ekstraksi peptida basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) seperti pada penelitian sebelumnya tidak perlu diragukan lagi. Untuk menentukan suatu peptida, pengujian hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan uji ELISA. Untuk menentukan salah satu jenis peptida yang terdapat dalam ekstrak membran amnion tersebut diperlukan uji ELISA yang spesifik dan sensitif terhadap peptida yang diteliti, dalam hal ini adalah basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF). Di samping itu, kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) (sitokin) amat kecil. Berpijak pada alasan tersebut maka penelitian ini menggunakan uji ELISA basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) dengan metode double antibody sandwich streptavidine biotin test yang amat sensitif dan spesifik. Membran amnion digunakan untuk rekonstruksi dan transplantasi permukaan kornea. Penggunaan membran amnion sebagai sampel adalah relevan sebab hasil yang didapatkan adalah basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) yang terdapat pada membran amnion dan tidak dipengaruhi oleh basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) organ-organ lain. Dilakukan pencucian sampel dengan antibiotika dan penyaringan sampel terhadap penyakit hepatitis, HIV dan syphilis serta penyimpanan pada suhu 4° C selama 24 jam/ –80° C selama 1 bulan. Rerata kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) yang segar adalah 16535,43 ± 8271,61 pg/g. Kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) tertinggi adalah 27760 pg/g dan kadar terendah 1301 pg/g. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Koizumi dkk. 2000, yang memperoleh kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) yang segar adalah sebesar 5,6 ± 4,0 pg/g. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan pada saat ekstraksi sampel penelitian. Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, ternyata kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) membran amnion segar lebih tinggi secara bermakna
Hasil Uji t 2 Sampel Berpasangan
Pair bFGF segar 1 bFGF kriopreservasi
Ket :* signifikan pada D = 0,05
N
Std.Deviation
Std. Error Mean
15 15
8271.60597 8345.81509
2135.71948 2154.88019
Pair t Test t = 3.678 p = 0.002*
26
Jurnal Oftalmologi Indonesia (JOI), Vol. 7. No. 1 Juni 2009: 2327
Bagaimana pun, masih terdapat kesamaan dari kedua penelitian tersebut yaitu kecenderungan adanya penurunan basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) yang diawetkan dengan metode pembekuan (kriopreservasi) –80° C. Secara umum pada suhu rendah aktivitas biologi, termasuk reaksi kimia akan menyebabkan kematian sel yang dihentikan secara efektif. Hal ini juga terdapat pada penelitian growth factor (EGF) yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya, seperti Ward dkk. dan Effendi, dkk. Seperti telah dikemukan pada awal pembahasan, terdapat pengaruh yang bermakna dari metode pembekuan (kriopreservasi) terhadap penurunan kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) membran amnion. Kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) menurun pada membran amnion yang diawetkan disebabkan karena pada suhu rendah, aktivitas biologi, termasuk reaksi biokimia akan menyebabkan kematian sel pada membran amnion tersebut. Keadaan ini bisa dikurangi dengan gliserol yang merupakan komponen pelarut untuk reagen enzim yang disimpan pada suhu di bawah 0° C sebagai penekan suhu beku dengan konsentrasi tinggi gliserol. Kelarutan pada air dapat mengurangi kerusakan yang diakibatkan karena kristal es. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori tentang kriopreservasi tersebut di atas dan sesuai dengan
(p = 0,002) daripada kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) membran amnion yang diawetkan dengan metode pembekuan (kriopreservasi). Untuk keperluan klinis membran amnion yang diawetkan dengan metode pembekuan (kriopreservasi) tidak dianjurkan untuk dipakai dan lebih dianjurkan dipakai membran amnion segar. Penurunan kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) pada membran amnion yang diawetkan mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yaitu terjadinya kristalkristal es dan stress osmotic. Dari 15 membran amnion yang diteliti, rerata kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) setelah diawetkan dengan metode pembekuan (kriopreservasi) –80° C adalah 12124,43 ± 8345,86 pg/g dengan kadar tertinggi adalah 22467 pg/g dan kadar terendah 979,4 pg/g. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian dari Koizumi dkk. yang memperoleh kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) sebesar 0,5 ± 0,6 pg/g. Adanya perbedaan kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) setelah diawetkan dengan metode pembekuan (kriopreservasi) –80° C dari penelitian lain dapat disebabkan adanya beberapa perbedaan, dalam metode yang dipakai misalnya proses ekstraksi yang digunakan, ELISA, dan kit basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) (Ray Biotech) yang dipakai.
Kadar basic-Fibroblast Growth Factor (b-FGF) Membran Amnion
Tabel 2.
Kadar basic-Fibroblast Growth Factor bFGF (pg/g) Kriopreservasi –80° C
Penurunan Kadar basic-Fibroblast Growth Factor b-FGF
Sampel
Segar
pg/g
%
1
20974,5
18631,5
2343
11,17
2
16224
3
21105
15637
587
3,62
20287
818
3,88
4
18059
10553,5
5
22637
22079
7505,5
41,56
558
2,46
6
21183
20027
1156
5,46
7
22643
19379
3264
14,42
8
18156
2497
15659
86,25
9
21377
12906
8471
39,63
10
20790
10520
10270
49,40
11
10175
2061
8114
79,74
12
1301
13
27760
22467
5293
19,07
14
2831
1354
1477
52,17
15
2816
2488
328
11,65
Rerata SD
979,4
16535,43
12124,43
8271,61
8345,82
321,6
4411,01
24,72
29,68 27,43
CI (95%) Batas bawah Batas atas
6982,89 1839,12
Maks
27760
Min
1301
22467 979,4
15659
86,25
328
2,46
27
Pasaribu, dkk.: Pengaruh kriopreservasi
beberapa hasil penelitian sebelumnya, seperti Ward dan kawan-kawan, Burgos dan Faulk yang menjelaskan bahwa proses kriopreservasi –80° C selama sebulan akan menurunkan aktivitas basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) hingga 50%. Juga disarankan perlunya teknik pengolahan yang baik dalam pembuatan lembar amnion sehingga dapat dicegah berkurangnya substan biologik aktif tersebut. Penurunan kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) merupakan selisih antara kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) membran amnion segar dan membran amnion yang diawetkan. Rerata penurunan kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) setelah proses kriopreservasi –80° C adalah 29,68% ± 27,43%. Penurunan kadar tertinggi adalah 86,25% dan penurunan kadar terendah adalah 2,46%. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh human error. Antara lain temperatur yang tidak terjaga (freezer dibuka tutup sehingga temperatur tidak stabil pada –80° C), voltage naik turun, bias pembacaan hasil penelitian. Estimasi prosentase penurunan kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) akibat metode pembekuan (kriopreservasi) –80° C dengan confidence interval (CI) adalah antara 1839,12 sampai 6982,89. Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka pada 95% populasi terdapat penurunan kadar basic Fibroblast Growth Factor (b-FGF) akibat dari metode pembekuan (kriopreservasi) –80° C sebesar 1839,12 sampai 6982,89. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan pemakaian membran amnion untuk penatalaksaan secara klinis pada beberapa penyakit di bidang Ilmu Kesehatan Mata tetapi masih perlu dilakukan penelitian klinis lebih lanjut.
KESIMPULAN
Kriopreservasi –80° C menurunkan kadar b-FGF pada membran amnion dibandingkan kadar b-FGF pada membran amnion segar.
DAFTAR PUSTAKA 1. Koizumi N, Inatomi T, Sotozono C. Growth Factor mRNA and Protein in Preserved Human Amniotic Membrane. 2000. Current Eye Research 20: pp. 173–77. 2. Madhavan HN, et al. Preparation of Amniotic Membrane for Ocular Surface Reconstruction. 2002. Indian Journal of Ophthalmol. 50; 3: pp. 227–31. 3. Nakamura, et al. Sterilized, freezedried amniotic membrane: a usefull substrat for ocular surface reconstructions. 2004. Inves Ophthalmol Vis Sci; 45: pp. 93–9. 4. Shimazaki J, Yang HY, Tsubota K. Amniotic Membrane Transplantation for ocular surface reconstruction in patients with chemical and thermal burns. 1997. Ophthalmology. 104: pp. 2068–76. 5. Tamhane A, et al. Evaluation of Amniotic Membrane Transplantation as an adjunct to Medical Therapy as Compared with Medical Therapy Alone in Acute Ocular Burns. 2005. American Academy of Ophthalmol. 112(11): 1963-69. 6. Sangwan, et al. Amniotic Membrane Transplantation. 2007.Current indications in the management of ophthalmic disorders 55: pp 251-60. 7. Chang DS, et al. The Effect of amniotic membrane extract on the expression of iNOS mRNA and generation of NO in HaCaT cell by ultraviolet B irradiation. Photodermatol Photoimmunol Photomed; 18. 2002. pp 280-86. 8. Mignatti P, et al. In Vitro Angiogenesis on the Human Amniotic Membrane: Requirement for Basic Fibroblast Growth Factor-induced Proteinase. The Journal of Cell Biology. 108; 1989. pp. 671–82. 9. Wilson SE et al. EGF, EGF Receptor, Basic FGF, TGF E-1, and IL-1 Alpha mRNA in human Corneal Epithelial Cells and Stromal Fibroblasts. Investigative Ophthalmol & Visual Science. 33;5; 1992. pp. 1756–65. 10. Dua HS, Azuara-Blanco A. Amniotic Membran Transplantion. Br J Ophthalmol 83: 1999. pp 748–52. 11. Tseng SC, Prabhasawat P, Barton K. Amniotic membrane transplantation with or without limbal allograft for corneal surface reconstruction in patients with limbal stem cell deficiency. Arch Ophthalmol; 116: 1999. pp. 431–41. 12. Effendi G, Suhendro G, Handojo I. Perbedaan kadar Epidermal Growth Factor (EGF) pada selaput amnion tanpa dan dengan cryopreservation (penelitian eksperimental laboratoris). Surabaya, 2008. pp. 18–9, 23–30. 13. Seyffarth et al. Lipopolysaccharide induces nitric oxide synthese expression and platelet-activity factor increases nutric oxide production in human fetal membranes in culture. Reproductive Biology and Endocrinology 2: 2004. pp. 29. 14. Handojo I. Imunoasai dari sitokin. Handout Kuliah S3 Pascasarjana Universitas Airlangga. 2005.