Skolar, Vol 7, No. 1, Juni 2006: 61-72 KEMAMPUAN MENGAJAR GURU DITINJAU DARI SIKAP TERHADAP PROFESI GURU, PENGALAMAN MENGAJAR, DAN KONSEP DIRI GURU SD DI YOGYAKARTA Oleh: Salamah Universitas PGRI Yogyakarta Abstract The objective of this research is to find out the relationships between the attitude toward teacher's profession, teaching experience, the self concept and teaching competencies. The sample consist of 40 teachers selected trough multistage cluster random sampling. They have been teaching in the first grade of elementary schools in Yogyakarta. The result of this research reveals that: (I) there is a positive correlation between the attitude toward teacher's profession and the teaching competencies; (2) there is a positive correlation between teaching experience and the teaching competencies; (3) there is a positive correlation between the self concept and the teaching competencies. Furthermore, there is a positive correlation between the attitude toward teacher's profession, teaching experience, the self concept simultaneously and the teaching competencies. Kata Kunci: Kemampuan mengajar guru, sikap terhadap profesi, pengalaman mengajar, konsep diri Pendahuluan Kualitas kegiatan belajar mengajar di sekolah dasar (SD) ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengajar. Sebagai pendidik, guru harus terus mencermati aspek dasar kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar harus interaktif dan ada aspek paedagogis. Oleh karena itu masalah kemampuan mengajar guru perlu mendapatkan perhatian. Kemampuan guru mengajar matematika tentunya memberi dampak terhadap kualitas belajar mengajar matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat James dan Dahl (1973:ix), bahwa penguasaan materi guru sangat berpengaruh dalam meningkatkan pengajaran yang berkualitas. Permasalahan guru dalam kegiatan belajar mengajar bidang studi matematika, sangat terkait dengan fungsi manajemen dan fungsi pengembangan pengajaran matematika di sekolah dasar. Permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: Pertama, apakah terdapat hubungan antara sikap terhadap profesi guru dengan kemampuan mengajar matematika guru SD. Kedua, apakah terdapat hubungan antara pengalaman mengajar dengan kemampuan mengajar matematika guru SD. Ketiga, apakah terdapat hubungan antara konsep diri dengan kemampuan mengajar matematika guru SD. Keempat, apakah terdapat hubungan antara sikap terhadap profesi guru, pengalaman mengajar, dan konsep diri secara bersama-sama dengan kemampuan mengajar matematika guru SD. Kemampuan menurut Robbins (1996:82), merujuk ke suatu kompetensi seseorang untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Beyer (2000:1) menyatakan bahwa kompetensi dapat diperlihatkan seseorang dengan cara atau bentuk kemampuannya dalam menyelesaikan tugas yang berhubungan dengan materi pelajaran tertentu. Berkaitan dengan kemampuan mengajar, Smith (2000:1) menyatakan bahwa mengajar merupakan kegiatan intensional atau yang disengaja dan kegiatan yang bersifat normatif. Pada penelitian ini kemampuan mengajar guru dipilih ketika guru SD mengajar mata
pelajaran matematika. Matematika bekerja melalui penalaran induktif, didasarkan fakta dan gejala yang muncul untuk sampai pada perkiraan tertentu. Akan tetapi perkiraan ini, tetap hams dibuktikan secara deduktif, menggunakan argumentasi yang konsisten (Anon, 2001:7). Matematika merupakan suatu bangunan konsep-konsep yang disusun secara hirarki, yaitu dari objek-objek yang konkrit, sederhana, dan mudah sampai pada objek yang abstrak, rumit, dan sulit. Secara sederhana Van deWalle (1994:8) menyatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang pola dan urutan. Adapun kemampuan mengajar meliputi dua tahapan tugas yaitu tahap perencanaan dan pelaksanaan pengajaran, dengan indikator-indikator sebagai berikut: (1) merencanakanpengajaran, meliputi: merumuskan tujuan pengajaran umum (TPU) dan khusus (TPK); mengembangkan dan mengorganisasikan materi; menentukan dan mengembangkan alat bantu (media); memilih sumber belajar; menyusun langkah-langkah pengajaran; dan membuat alat evaluasi, menentukan kunci jawaban, dan bobot penilaian serta (2) melaksanakan pengajaran, meliputi: memulai kegiatan; menggunakan metode pengajaran; menggunakan alat bantu (media); melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara individual, kelompok, atau klasikal, mengelola waktu pengajaran secara efisien; memberi petunjuk dan penjelasan yang berkaitan dengan isi pelajaran; menanggapi pertanyaan dan respon siswa; menggunakan ekspresi lisan, tulisan, isyarat, dan gerakan tubuh; mendorong dan memelihara keterlibatan siswa; memantapkan penguasaan materi; menunjukkan kegairahan mengajar; membantu siswa menumbuhkan kepercayaan diri; menanamkan konsep dan mengembangkan materi yang sedang dipelajari; melaksanakan penilaian pada akhir pengajaran; menanggapi situasi kelas; mengakhiri pengajaran; dan memberikan tindak lanjut. Gagne dan Driscool (1988:58) menyebutkan sikap itu sebagai suatu situasi internal yang mempengaruhi tindakan seseorang terhadap suatu benda, orang, dan peristiwa. Pendapat ini didukung oleh pernyataan Oskamb (1997:7) bahwa sikap adalah kecenderungan seseorang untuk merespon atas dasar kejiwaan, sifat dasar, dan karakter. Chandler dalam Sahertian (1994:27), mengemukakan tentang profesi mengajar adalah suatu jabatan yang mempunyai kekhususan dan memerlukan kelengkapan mengajar atau keterampilan yang menggambarkan seseorang melakukan tugas mengajar. Lebih lanjut dikatakan bahwa guru sebagai suatu profesi mengutamakan layanan sosial, lebih dari kepentingan pribadi, mempunyai status yang tinggi, memiliki pengetahuan yang khusus dalam hal mengajar, memiliki kegiatan intelektual, memiliki hak untuk memperoleh standar kualifikasi profesional, mempunyai kode etik profesi yang ditentukan oleh organisasi profesi (Sahertian, 1994:27). Menurut Usman (2001:16 -18), guru yang profesional sebagai berikut: (1) kompetensi pribadi, meliputi mengembangkan kepribadian, berinteraksi dan berkomunikasi, melaksanakan bimbingan dan penyuluhan, melaksanakan administrasi sekolah, melaksanakan penelitian sederhana; serta (2) kompetensi profesional, meliputi menguasai bahan pelajaran, menyusun dan melaksanakan program pengajaran, menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Berdasarkan uraian di atas, yang dimaksud sikap terhadap profesi guru dalam penelitian ini adalah kecenderungan merespon untuk bertindak pada suatu pekerjaan guru, yang didasarkan pada pengetahuan, pemahaman, pendapat, keyakinan, dan gagasan tentang pekerjaan tersebut. Dimensi sikap meliputi kognitif, afektif, dart konasi. Sedangkan aspekyang diukur mengenai: (1) jabatan guru, (2) pelaksanaan tugas, (3) kode etik profesi, dan (4) organisasi profesi. Menurut Berliner (1994:73-79), terdapat lima tahapan yang dialami guru untuk dapat dikatakan menjadi guru ahli: {\)pemula, dengan pengalaman mengajar satu tahun pertama, (2)
pemula lanjut, dengan pengalaman mengajar 2-3 tahun (3) kompeten, dengan pengalaman mengajar 3-4 tahun, (4) cakap/pandai, dengan pengalaman mengajar 5 tahun, dan (5) ahli, dengan pengalaman mengajar 5 tahun ke atas. Dapat dikatakan bahwa semakin lama seorang guru menekuni tugas mengajar, semakin tinggi penguasaan dalam melakukan tugas mengajar. Hal ini sejalan pendapat Kellough dan Robert (2002:3-17), bahwa guru di SD bertugas sebagai fasilitator, punya tanggung jawab profesional, bisa bekerja efektif dengan siswa selama mengajar, dapat melihat kompetensi masing-masing siswa, dapat mengambil kepurusan dan mempunyai komitmen kepada anak. Tanggung jawab guru dalam mengajar membutuhkan kompetensi profesional dan kompetensi personal yang kuat. Di lain pihak, keikutsertaan dalam KKG, seminar, penataran/lokakarya akan menambah pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan mengajar. Berdasarkan uraian di atas, yang dimaksud pengalaman mengajar dalam penelitian ini adalah lamanya searang guru mengajar di sekolah dasar dan keikutsertaan dalam KKG, seminar, penataran/lokakarya dihitung dengan satuan tahun. Pendapat Carlson (1987:586) tentang konsep diri adalah pandangan seseorang mengenai dirinya atau penilaian mengenai kepribadian dan kemampuan yang dimilikinya. Hal ini berarti konsep diri berkaitan dengan bagaimana seseorang melihat diri sebenarnya. Rakhmat (1994:100) menyebutkan bahwa komponen konsep diri ada dua, yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Dalam psikologi sosial, komponen kognitif disebut citra diri (self image) sedangkan komponen afektif disebut penghargaan diri (selfestem). Arkoff (1989:3) mengemukakan bahwa konsep diri adalah gambaran bagaimana penilaian nyata diri kita sesungguhnya {actual self), kelak menjadi apa diri kita {ideal self), dan bagaimana respon orang lain terhadap diri kita (social self). Hal yang sama dikatakan bahwa konsep diri berkaitan dengan bagaimana seseorang melihat diri yang sebenarnya. Hamacek,dalam Brook dan Emrnert (1977:43) mengemukakan bahwa terdapat karakteristik orang yang memiliki konsep diri positif, yaitu sangat meyakini nilai dan prinsip tertentu mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik, memiliki keyakinan pada kemampuannya, sanggup menerima dirinya, dan peka terhadap keutuhan orang lain. Menurut Brook dan Emrnert (1977:43), orang yang memiliki konsep diri negatif ditandai oleh peka pada kritik, selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapaun dan siapapun, tidak pandai mengungkapkan penghargaan pada kelebihan orang lain, cenderung merasa tidak disenangi orang lain, merasa tidak diperhatikan tidak dapat menunjukkan kehangatan dan keakraban persahabatan, dan bersikap pesimis terhadap kompetisi. Oleh karena itu, konsep diri tumbuh dan berkembang sejalan dengan kehidupan dan pengalaman seseorang. Dapat disimpulkan bahwa konsep diri positif atau negatif dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah survai dengan teknik korelasional. Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) yang ada di Kota Yogyakarta. Pengambilan sampel menggunakan teknik multistage cluster random sampling, dari 14 kecamatan terpilih 7 kecamatan dipilih secara random sebanyak 40 SDN, maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 40 responden yaitu guru SDN yang mengajar di kelas I. Terdapat empat buah instrumen dalam penelitin ini. Instrumen variabel kemampuan mengajar matematika guru SD, variabel sikap terhadap profesi guru, dan konsep diri dibuat sendiri oleh peneliti, sedangkan instrumen variabel pengalaman mengajar merupakan data faktual tentang jumlah tahun mengajar sejak sebagai guru. Analisis statistik digunakan untuk pengujian hipotesis penelitian. Teknik analisis data
meliputi uji persyaratan analisis, yaitu pengujian normalitas dan uji homogenitas data. Uji normalitas data menggunakan rumus Lilliefors (Sudjana, 1996:466-467). Data dinyatakan normal apabila harga L0 < Lt pada taraf = 0,01. Uji homogenitas data menggunakan uji Bartlett (Sudjana, 1996:261-164). Data dinyatakan homogen apabila X hitung < Xtabel dengan taraf = 0,01. Uji linieritas data dan keberartian regresi mengunakan tabel ANAVA (Sudjana, 1992 : 1522). Regresi linier dinyatakan sangat berarti apabila harga Fhitung < Ftabel pada taraf = 0,01. Untuk menjawab hipotesis penelitian yang diajukan digunakan teknik analisis korelasi dan regresi. Hipotesis pertama, kedua dan ketiga menggunakan regresi dan korelasi sederhana. Rumus korelasi yang digunakan adalah product moment dari Pearson dan diuji dengan uji-t. Hipotesis keempat dianalisis dengan regresi dan korelasi jamak melalui uji F. Hasil Penelitian Hipotesis pertama menyatakan terdapat hubungan positif antara sikap terhadap profesi guru (X1) dengan kemampuan mengajar matematika guru SD (Y). Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh hubungan antara Xi dengan Y ditunjukkan dengan persamaan regresi Y =51,11 +0,31 X1. Berdasarkan uji signifikansi regresi dan pengujian linieritas, dapat dikatakan bahwa bentuk hubungan pasangan data sikap terhadap profesi guru (X1) dan kemampuan mengajar matematika pada konstanta 51,11. Kekuatan hubungan korelasi rY1 sebesar 0,86. Berdasarkan uji signifikansi koefisien korelasi dapat disimpulkan bahwa koefisien korelasi antara sikap terhadap profesi guru (Xj) dengan kemampuan mengajar matematika (Y) sebesar 0,86 adalah sangat signifikan. Koefisien determinasi adalah rY12 =(0,8587)2 = 0,7374 atau 73,74 %, berarti bahwa 73,74 % variansi kemampuan mengajar matematika (Y) dapat dijelaskan oleh variabel sikap terhadap profesi (X1). Jika pengaruh variabel pengalaman mengajar (X2) dikontrol, diperoleh koefisien korelasi parsial antara sikap terhadap profesi guru (X1) dengan kemampuan mengajar matematika (Y), sebesar rY12= 0,7030. Analisis ini dilanjutkan dengan uji"t" untuk mengetahui signifikansi hubungan Xi dengan Y. Hasil perhitungan didapat harga thitung = 6,013. Apabila pengaruh variabel konsep diri (X2) dikontrol, diperoleh koefisien korelasi parsial antara sikap terhadap profesi guru (X1) dengan kemampuan mengajar matematika (Y), sebesar rY13 = 0,6365. Analisis ini dilanjutkan dengan uji "t" untuk mengetahui signifikansi hubungan X1 dengan Y. Hasil perhitungan didapat harga thitung = 5,020. Jika pengaruh variabel X2 dan X3 dikontrol, diperoleh koefisien korelasi parsial antara X1 dan Y, sebesar rY123 = 0,639. Analisis ini dilanjutkan dengan uji "t" untuk mengetahui signifikansi hubungan X1 dengan Y. Hasil perhitungan didapat harga thitung = 4,986. Berdasarkan perhitungan koefisien korelasi parsial antara sikap terhadap profesi guru dengan kemampuan mengajar matematika, bila pengalaman mengajar dan konsep diri dikontrol adalah sangat signifikan dan tidak dapat diabaikan. Hasil analisis hubungan sederhana tersebut menyimpulkan terdapat hubungan positif yang sangat signifikan anatara sikap terhadap profesi guru dengan kemampuan mengajar matematika. Pengujian hipotesis pertama ini memberikan informasi bahwa kemampuan mengajar matematika sangat ditentukan oleh sikap terhadap profesi guru, dengan sumbagan sebesar 73,74 %. Hal ini berarti semakin positif sikap terhadap profesi guru dapat meningkatkan kemampuan mengajar matematikanya. Hipotesis kedua menyatakan terdapat hubungan positif antara pengalaman mengajar (X2)
dengan kemampuan mengajar matematika (Y). Hubungan antara (X2) dengan Y ditunjukkan oleh persamaan regresi Y = 80,64 + 1,09X2. Berdasarkan uji signifikansi regresi dan lineritas hubungan, dapat dikatakan bahwa bentuk hubungan antara pasangan kemampuan mengajar matematika (Y) adalah sangat signifikan dan linear. Persamaan regresi: Y= 80,64 + 1,09 X2 menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu skor pengalaman mengajar menyebabkan kenaikan 1,09 skor kemampuan mengajar matematika pada konstanta 80,64. Kekuatan hubungan antara X2 dengan Y ditunjukkan oleh koefisien korelasi rY2 sebesar 0,79. Untuk mengetahui keberartian koefisien korelasi, maka dilakukan pengujian hipotesis uji "t". Berdasarkan uji signifikansi koefisien korelasi, dikatakan bahwa koefisien korelasi antara pengalaman mengajar (X2) dengan kemampuan mengajar matematika (Y) sebesar 0,79 adalah sangat signifikan. Koefisien determinasi adalah rY22 = (0J928)2 = 0,6285 atau 62,85 %. Hal itu berarti bahwa 62,85 % variansi kemampuan mengajar matematika (Y) dapat dijelaskan oleh pengalaman mengajar (X2). Apabila dilakukan pengontrolan terhadap variabel bebas lainnya, yaitu sikap terhadap profesi guru (X1), maka diperoleh koefisien parsial antara pengalaman mengjar (X2) dengan kemampuan mengajar matematika (Y), sebesar rY21 = 0,534. Analisis dilanjutkan dengan uji "t" untuk mengetahui signifikansi hubungan antara pengalaman mengajar (X2) dengan kemampuan mengajar matematika (Y), diperoleh harga thitung = 3,838. Apabila dilakukan pengontrolan terhadap variabel konsep diri (X3), maka diperoleh koefisien korelasi parsial antara X2 dengan Y, sebesar rY23 = 0,362. Analisis dilanjutkan dengan uji "t" untuk mengetahui signifikansi hubungan antara X2 dengan Y, diperoleh thitung = 2,364. Apabila dilakukan pengontrolan dua variabel bebas, yaitu X1 dan X3, maka diperoleh koefisien korelasi parsial antara pengalaman mengajar (X2) dengan kemampuan mengajara matematika (Y), sebesar rY2.i3 = 0,369. Analisis dilanjutkan dengan uji "t" untuk mengetahui signifikansi hubungan antara X2 dengan Y, diperoleh harga thitung =2,381. Berdasarkan perhitungan koefisien korelasi parsial antara pengalaman mengajar dengan kemampuan mengajar matematika, bila sikap terhadap profesi guru dikontrol adalah sangat signifikan dan tidak dapat diabaikan. Apabila konsep diri dikontrol, adalah signifikan dan tidak dapat diabaikan. Hasil ini tetap signifikan apabila dilakukan pengontrolan terhadap X1 dan X3. Analisis hubungan sederhana tersebut menyimpulkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara pengalaman mengajar dengan kemampuan mengajar matematika. Hasil pengujian hipotesis kedua ini memberikan informasi bahwa kemampuan mengajar matematika sangat ditentukan oleh pengalaman mengajar dengan sumbangan sebesar 62,85%. Banyak sedikitnya pengalaman mengajar dapat menentukan kemampuan mengajar matematika. Hipotesis ketiga menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara konsep diri dengan kemampuan mengajar matematika. Hubungan antara konsep diri (X3) dengan kemampuan mengajar matematika (Y) ditujukan oleh persamaan regresi. Y = 41,67 +0,41X3. Berdasarkan uji signifikansi regresi dan linieritas hubungan, dapat dikatakan bahwa bentuk hubungan, dapat dikatakan bahwa bentuk hubungan antara pasangan data konsep diri (X3) dengan kemampuan mengajar matematika (Y) adalah sangat signifikan dan linier. Persamaan regresi Y = 41,67 +0,41X3 menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu skor konsep diri menyebabkan kenaikan 0,41 skor kemampuan mengajar matematika pada konstana 41,67. Kekuatan hubungan antara X3 dengan Y ditunjukkan oleh koefisien korelasi ry3 sebesar 0,80. Untuk mengetahui keberartian koefisien korelasi, maka dilakukan pengujian hipotesis dengan uji "t". Berdasarkan uji signifikansi koefisien korelasi, dikatakan bahwa koefisien korelasi antara konsep diri (X3) dengan kemampuan mengajar matematika (Y) sebesar 0,80 adalah sangat
signifikan. Koefisien determinasi adalah rY32 = (0,7987)2 = 0,6379 atau 63,79 %. Hal itu berarti bahwa 63,79% variansi kemampuan mengajar matematika (Y) dapat dijelaskan oleh konsep diri(X3). Apabila dilakukan pengontrolan terhadap variabel prediktor lainnya, yaitu sikap terhadap profesi guru (X1), maka diperoleh koefisien korelasi parsial antara konsep diri (X3) dengan kemampuan mengajar matematika (Y) dengan Y, diperoleh harga thitung = 2,849. Apabila pengontrolan terhadap variabel pengalaman mengajar (X2), maka diperoleh koefisien korelasi parsial antara X3 dengan Y, sebesar rY32 = 0,3911. Analisis dilanjutkan dengan uji "t" untuk mengetahui signifikansi hubungan antara X3 dengan Y, diperoleh harga t hitung = 2,585. Apabila dilakukan pengontrolan terhadap dua variabel X1 dan X2 maka diperoleh koefisien korelasi parsial antara konsep diri (X3) dengan kemampuan mengajar matematika (Y), sebesar rY312 = 0,4104. Analisis dilanjutkan dengan uji "t" untuk mengetahui signifikansi hubungan antara X3 dengan Y, diperoleh harga th^g = 2,700. Berdasarkan perhitungan koefisien korelasi parsial antara kemampuan mengajar matematika dengan konsep diri, bila sikap terhadap profesi guru dikontrol adalah sangat signifikan, bila pengalaman mengajar dikontrol juga sangat signifikan. Begitu juga bila pengontrolan dilakukan terhadap dua variabel, maka hasilnya sangat signifikan. Hasil analisis hubungan sederhana tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan. Hasil analisis hubungan sederhana tersebut menyimpulkan terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara konsep diri dengan kemampuan mengajar matematika. Hasil ini memberikan informasi bahwa kemampuan mengajar matematika sangat ditentukan oleh konsep diri, dengan sumbangan sebesar 63,79%. Hipotesis keempat yang diajukan adalah terdapat hubungan positif antara sikap terhadap profesi guru, pengalaman mengajar, dan konsep diri dengan kemampuan mengajar matematika guru SD. Analisis regresi linier jamak antara sikap terhadap profesi guru (Xi), pengalaman mengajar (X2), dan konsep diri (X3) secara bersama-sama dengan kemampuan mengajar matematika (Y) ditunjukan oleh persamaan regresi jamak. Y = 52,62 + 0,21X1 + 0,45X2 + 0,05X3. Uji kelinieran regresi jamak tidak dilakukan, dengan asumsi bahwa apabila model ketiga regresi sederhananya linier, maka model regresi jamak juga linier. Dilakukan uji normalitas galat taksiran regresi menggunakan metode Lilliefors, diperoleh nilai Lo = 0,1270, sedangkan Ltabei pada taraf signifikansi 0,01 sebesar 0,1630, maka Lo = 0,1270 < 0,1630 = Lt. Dapat dikatakan bahwa galat pada persamaan regresi linier jamak berdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji signifikansi linier jamak menggunakan statistik uji F. Berdasarkan uji signifikansi di atas, berarti bahwa persamaan regresi jamak Y = 52,62 + 0,21X1 +0,45X2 +0,05X3 sangat signifikan dan linier. Setelah teruji signifikansi regresi jamak, maka langkah berikutnya adalah menguji korelasi jamak variabel Y. Dengan menggunakan analisis korelasi jamak, diperoleh hasil perhitungan koefisien korelasi jamak RY.123 sebesar 0,91; dan koefisien determinasi R Y.n= (0,913)2 = 0,8338 atau 83,38%. Berarti bahwa 83,38 % variansi kemampuan mengajar matematika (Y) dapat ditentukan oleh sikap terhadap profesi (X1), pengalaman mengajar (X2), dan konsep diri (X3) secara bersama-sama. Selanjutnya dilakukan uji keberartian terhadap koefisien korelasi jamak dengan menggunakan uji F. Hasil perhitungan diperoleh F hitung = 60,152. Pengujian memberikan informasi bahwa kemampuan mengajar matematika sangat ditentukan oleh sikap terhadap profesi guru, pengalaman mengajar, dan konsep diri, dengan sumbangan sebesar 83,38 %. Ini berarti positif tidaknya sikap terhadap profesi guru, banyak sedikitinya pengalaman mengajar dan positif tidaknya konsep diri dapat menentukan
kemampuan mengajar matematika. Peringkat kekuatan hubungan antara ketiga variabel bebas yaitu : sikap terhadap profesi guru (Xj), Pengalaman mengajar (X2), dan konsep diri (X3), dengan variabel terikat yaitu kemampuan mengajar matematika (Y) dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1 Peringkat Koefisien Korelasi Parsial Koefisien Korelasi Korelasi Parsial antara Peringkat Variabel Parsial XI dengan Y RY123 = 0.639 Pertama Sikap X2 dengan Y RY213 = 0.369 Ketiga Pengalaman X3 dengan Y RY3.12 = 0.410 Kedua Konsep diri Kesimpulan Kemampuan mengajar matematika guru kelas I SD dapat ditingkatkan apabila sikap terhadap profesi guru semakin positif, banyak pengalaman mengajaranya, dan konsep dirinya juga semakin positif. Besarnya sumbangan yang diberikan oleh variabel sikap terhap profesi guru bila dibandingkan dua variabel yang lain, maka perlu diberikan perhatian khusus terhadap pemupukan sikap seseorang terhadap sesuatu profesi dapat diperoleh dengan berinteraksi dengan orang lain seperti sesama guru, kepala sekolah, berorganisasi, dan kegiatan lain yang berhubungan dengan profesi itu. Apabila sikap seseorang guru terhadap profesinya semakin positif, maka diharapkan bahwa kemampuan mengajar juga meningkat. Oleh sebab itu, perlu diupayakan agar para guru bersikap positif terhadap pekerjaannya. Bagaimana guru memandang dan bersikap terhadap profesinya sangat menentukan keberhasilannya dalam mengajar. Selain menjalankan tugas di kelas, guru juga perlu aktif di dalam organisasi profesi sebagai wadah untuk menambah pengetahuan dan mengembangkan kemampuan profesionalnya. Dalam suatu organisasi, guru harus menjunjung tinggi dan menjalankan kode etik yang berlaku. Hal yang perlu diupayakan selain memperhatikan guru-guru yang telah bertugas adalah pendidikan calon guru. Pembinaan sikap kepada calon guru adalah langkah awal yang perlu ditanamkan. PGSD sebagai lembaga yang bertugas menghasilkan guru SD harus dapat berperan banyak dalam mengembangkan sikap positif terhadap profesi guru. Cara yang dapat ditempuh untuk mengajarkan sikap positif terhadap profesi guru antara lain harus ditumbuhkan pengetahaun dan keterampilan kepada calon guru, tentang profil guru, memberi fasilitas kondusif bersetting keguruan, rasa kagum calon guru terhadap orang yang mempunyai sikap positif seperti sedang dipelajarinya, memberikan penguatan setiap kali calon guru menunjukkan sikap yang diinginkan. Upaya peningkatan kemampuan mengajar matematika dapat didukung dengan adanya peningkatan pengalaman mengajar guru. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui penataran dan lokakarya baik dalam bidang bahan ajar matematika maupaun bidang kependidikan. Upaya lain adalah dengan memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk mengajar matematika tidak hanya di kelas tertentu saja, tetapi diarahkan pertukaran secara periodik, bahkan di sekolah lain. Kegiatan ini tentunya akan menambah pengalaman mengajar guru dalam menangani pengajaran matematika pada siswa di semua tingkat kelas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara konsep diri dengan kemampuan mengajar matematika guru SD. Konsep diri memberikan sumbangan yang sangat berarti sebesar 63,79% terhadap kemampuan mengajar matematika guru SD. Dengan demikian dikatakan bahwa keberadaan konsep diri dapat meningkatkan kemampuan mengajar
matematika guru SD. Banyak faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap pembentukan konsep diri guru. Selain aspek mental psikologis dalam dirinya, juga tercakup pengaruh berbagai faktor dari luar diri antara lain: jabatan, pembinaan karier guru, lingkungan pekerjaan, ketentuan administrasi teknis maupun prosedural yang mengatur tugas-tugas operasional guru dalam mengajar, serta penilaian atau penghargaan terhadap prestasi kerja. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang diperoleh dari hasil penelitian, maka berikut ini diajukan saran untuk berbagai pihak sebagai berikut: 1. Guru SD, hendaknya memperoleh dan menggunakan kesempatan untuk mengembangkan wawasan keprofesionalan dengan banyak mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah, antara lain: pertemuan KKG, seminar, lokakarya, penataran yang terkait dengan bidang studi matematika. Dalam mengajar matematika hendaknya menggunakan metode yang sesuai dengan karakteristik siswa. Guru hendaknya membuat dan menggunakan media pengajaran matematika yang menarik sehingga siswa senang, terangsang, tertarik, dan bersikap positif terhadap pengajaran matematika. Guru hendaknya memilih dan memanfaatkan sumber belajar yang bervariasi agar dalam penyampaian materi lebih jelas. Guru hendaknya meningkatkan konsep diri dengan cara memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan mengajar. 2. Kepala SD, perlu memfasilitasi media pengajaran matematika yang dibutuhkan guru dalam mengajar, sehingga dapat memberi kemudahan siswa dalam belajar matematika. Memberi kesempatan yang sama kepada semua guru untuk mengikuti penataran/lokakarya mengenai kemampuan mengajar, khususnya bidang studi matematika. Kepala Sekolah hendaknya memberi kesempatan kepada para guru untuk aktif sebagai anggota pada organisasi profesi, sehingga sikap terhadap profesi guru akan lebih baik lagi. 3. Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), sebagai lembaga pendidikan yang mencetak para guru SD hendaknya memberikan pengajaran yang menekankan pada keterampilan mengajar dan melakukan berbagai metode yang bervariasi, serta mengkondisikan lingkungan belajar yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang menyenangkan. Juga hendaknya mengembangkan dan mengadakan inovasi-inovasi dalam pengajaran. Daftar Bacaan Anon. 2001. Kurikulum berbasis kompetensi: mata pelajaran Matematika Sekolah dasar. Jakarta: Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas. Arkoff, Abe. 1989. Psychology and personal growth. Massachusetts: Allyn & Bacon. Berliner, David. 1994. Teaching expertise : teaching and learning school London: Routledge. Beyer, Barry. 2000. Effective teaching of skill/abilities. http:/edserv.sasnet.skca//. Brook, William D. and Philip Emmert. 1977. Interpersonal comunication. Lowa: Wm. C. Brown Company Publisher. Carlson, Niel R. 1987. Psychology: the science of behavior. Masachusetts: Allyn & Bacon.
Gagne, Robert M and Marcy P. Driscoll. 1988. Essentials of learning for instruction. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall, Inc. James, J.W. and Nc. Dahl. 1973. An inquiry into the uses of instructional technology. New York: Ford Foundation Report. Kellough, Richard D. and Patricia L. Robert. 2002. A resource guide for elementary school teaching. Englewood Clieef, New Jersey: Merril Prentice Hall, Inc. Moh. Uzer Usman. 1999. Menjadi guru profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya. Oskamb, Stuart. 1997. Attitude and opinions. Englewood Clieffs, New Jersey: Prentice Hall, Inc. Rahmat, Jallaluddin. 1994. Psikologi komunikasi. Bandung: Remaja Rodakarya. Sahertian, Pit A. 1994. Profil pendidikan profesional. Yogyakarta: Andi Offset. Smith, B.O. 2000. Definition of teaching. Http://www.phy. Ilstu.edu/wenning/ptefiles/30/countent/purpeye/teach.html. Sudjana. 1992. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Van deWalle, John A. 1994. Elementary school Mathematics: teaching developmentally. New York: Longman Publishing.