Volume 2 Nomor 1 Januari - Juni 2016
ISSN: 2443-0064
SAINS MANAJEMEN Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
JURNAL MANAJEMEN UNSERA Peran Biaya Beralih Pada Hubungan Klasik Kualitas Pelayanan, Kepuasan, dan Loyalitas Pelanggan di Industri Pendidikan Tinggi.( Studi Pada PTS X) Hermansyah Andi Wibowo Muhammad Johan Widikusyanto
Peningkatan Kualitas Pengeluaran Belanja Provinsi Untuk Peningkatan Pembangunan di Kabupaten Pandeglang Syamsudin Delly Maulana
Pengaruh Kompetensi Dan Komunikasi Terhadap Kinerja Karyawan PT.NX Indonesia Siska Mardiana
Analisis Kehidupan Sosial Masyarakat Sebelum Dan Sesudah Berdirinya Industri Di Desa Sukatani Kecamatan Cikande Kabupaten Serang. Amarul Marlia Purnamasari
Analisis Faktor – Faktor Makro Ekonomi Yang Memengaruhi Keberlanjutan Industri Polymer Emulsion ( STYRENE BUTADIENE LATEX) DI INDONESIA R.Eddy Nugroho M Johan Widikusyanto
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya Sains Manajemen Diterbitkan Oleh:
Volume 2
Nomor 1
Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
Halaman 1-77
Januari Juni
2016
ISSN: 2443-0064 Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
SAINS MANAJEMEN SUSUNAN DEWAN REDAKSI PENANGGUNG JAWAB Denny Kurnia Syamsudin DEWAN REDAKSI Pimpinan Redaksi Ratu Erlina Gentari
Sekretaris Nafiudin Anggota Deviyantoro M Johan Widikusyanto Hermansyah Andi Wibowo
MITRA BESTARI Lutfi Anizir Ali Murad Suryaman
DESAIN GRAFIS Ikhwan
ALAMAT REDAKSI Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya Jl. Raya Serang-Cilegon Km.5 (Taman Drangong), Serang – Banten Telp. 0254 – 8235007, Fax. 8235008, E-mail:
[email protected] Diterbitkan Oleh:
Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
ISSN: 2443-0064
SAINS MANAJEMEN Jurnal Manajemen Unsera
Peran Biaya Beralih Pada Hubungan Klasik Kualitas Pelayanan, Kepuasan, dan Loyalitas Pelanggan di Industri Pendidikan Tinggi.( Studi Pada PTS X) Hermansyah Andi Wibowo Muhammad Johan Widikusyanto 1 – 12 Peningkatan Kualitas Pengeluaran Belanja Provinsi Untuk Peningkatan Pembangunan di Kabupaten Pandeglang Syamsudin Delly Maulana 13 – 23 Pengaruh Kompetensi Dan Komunikasi Terhadap Kinerja Karyawan PT.NX Indonesia Siska Mardiana 24 –34 Analisis Kehidupan Sosial Masyarakat Sebelum Dan Sesudah Berdirinya Industri Di Desa Sukatani Kecamatan Cikande Kabupaten Serang. Amarul Marlia Purnamasari 35 – 58 Analisis Faktor – Faktor Makro Ekonomi Yang Memengaruhi Keberlanjutan Industri Polymer Emulsion ( STYRENE BUTADIENE LATEX) DI INDONESIA R.Eddy Nugroho M Johan Widikusyanto
59 – 77
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
Peran Biaya Beralih pada Hubungan Klasik Kualitas Pelayanan, Kepuasan, dan Loyalitas Pelanggan di Industri Pendidikan Tinggi. (Studi pada PTS X) Hermansyah Andi Wibowo Muhammad Johan Widikusyanto
[email protected]
ABSTRACT Purposes: Due to the lack of evidence from the higher education level context, this study aims to examine the role of switching cost on the classical relationship of service quality, satisfaction, and loyalty. Many researchers confirmed the direct effect of switching cost on loyalty, meanwhile the other confirmed switching cost as a moderating variable. Methode: SEM was used to examine the hypothesis with LISREL 8.80 as a tool for computing the data. Results: the research confirmed the individual effect of service quality on satisfaction and switching cost on loyalty. In the opposites, this research did not confirmed the effect of service quality on loyalty. Furthermore, satisfaction has no significant effect on loyalty. Hence, the classical relationship between service quality, satisfaction, and loyalty as a mediation model was not supported. This research also confirmed that switching cost has two role in the model, it can be treated as an independen variable either moderating variable. Keywords: customer loyalty, service quality, customer satisfaction, switching cost, moderation. ABSTRAK Tujuan: Oleh karena langkanya bukti dari konteks level pendidikan tinggi, studi ini bertujuan menguji peran biaya beralih pada hubungan klasik kualitas pelayanan, kepuasan, dan loyalitas. Banyak peneliti menegaskan pengaruh langsung dari biaya beralih, sementara yang lain menegaskan biaya beralih sebagai variabel moderator. Metode: SEM digunakan untuk menguji hipotesis dengan alat komputasi adalah LISREL 8.80 Hasil: penelitian ini menegaskan pengaruh individual dari kualitas pelayanan terhadap loyalitas dan biaya beralih terhadap loyalitas. Sebaliknya, penelitian ini tidak menegaskan pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas. Lebih jauh lagi, kepuasan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap loyalitas. Sebab itu, hubungan klasik antara kualitas pelayanan, kepuasan, dan loyalitas sebagai model mediasi tidak terdukung. Penelitian ini juga menegaskan bahwa biaya beralih memiliki dua peran dalam model, ia bisa diperlakukan sebagai variabel bebas selain juga sebagai variabel moderator. Kata-kata kunci: loyalitas pelanggan, kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan, biaya beralih, moderasi. 1
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
Pendahuluan Dalam paradigma pemasaran relasional, hubungan antara kualitas layanan, kepuasan pelanggan, dan loyalitas pelanggan, telah banyak diteliti oleh para ilmuwan pemasaran. Pada umumnya mereka berhasil membuktikan bahwa kepuasan pelanggan merupakan perantara atau mediator pada pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan. Di luar negeri,Bloemer, dkk (1998) membuktikannya dengan mengambil konteks industri perbankan,Mosahab, dkk (2010)pada hanya satu bank, (Lien dan Yu, 2001) pada industri servis mobil, (Srivastava dan Rai, 2013) pada industri asuransi jiwa. Penelitian serupa di dalam negeri menunjukkan bahwa kepuasan merupakan mediator bagi hubungan kualitas pelayanan dengan loyalitas. Aryani dan Rosinta (2010) membuktikan bahwa pada konteks industri makanan cepat saji, pengaruh langsung kualitas pelayanan terhadap loyalitas tidak terdukung data ketika variabel kepuasan dimasukkan dalam persamaan. Perkembangan selanjutnya, walaupun masih jarang, hasil penelitian menunjukkan bahwa efek tidak langsung/mediasi tidak terjadi, hanya efek langsung saja yang signifikan (lihat Sawitri, dkk., 2013). Pada penelitian persepsi terhadap pegawai akademik kampus ditemukan hal serupa yaitu kepuasan tidak berpengaruh terhadap loyalitas dan karenanya tidak memediasi hubungan kualitas pelayanan dan loyalitas (Wibowo, 2014). Para peneliti mulai menyadari bahwa hubungan kepuasan pelanggan dengan loyalitas pelanggan tidak sesederhana yang dipikirkan oleh para peneliti. Mereka mulai mencari variabel lain yang mungkin terlibat didalam pengaruh tersebut. Biaya beralih mulai mendapat perhatian ketika ternyata pelanggan bisa saja loyalnamun belum tentu terpuaskan. Akan tetapi konsep, dimensi, pengukuran, anteseden, dan konsekuensi dari biaya beralih belum ditetapkan sampaiBurnham, dkk, (2003)melakukan penelitian yang menghasilkan tipologi biaya beralih, antara lain: biaya prosedural, biaya finansial, dan biaya relasional. Lebih jauh lagi, Burnham, dkk, (2003) juga menemukan bahwa biaya beralih terbukti berpengaruh terhadap keputusan tetap dengan penyedia jasa walaupun pelanggan mengalami hubungan yang mengecewakan. Pengaruh interaksi biaya beralih dengan kepuasan tidak terdukung data. Hal ini sejurus dengan hasil penelitian Yani, dkk.(2014) dengan konteks pengguna jasa operator selular. Hambatan beralih juga, ternyata, merupakan variabel bebas pada penelitian (lihat Farida, 2012 dan Wibowo, 2014). Peneliti lain, di konteks pengguna GSM, menemukan bahwa biaya beralih merupakan variabel pemoderasi bagi pengaruh kepuasan dan kepercayaan terhadap loyalitas, serta berpengaruh langsung terhadap loyalitas (Aydin, dkk., 2005). Senada dengan hal ini, Stan, dkk. (2013), mengukur biaya beralih dengan sensitifitas harga, menemukan bahwa biaya beralih selain berpengaruh langsung terhadap loyalitas juga memoderasi pengaruh kepuasan terhadap loyalitas. Berdasarkan uraian di atas, terdapat perbedaan hasil yang diperoleh para peneliti terkait peran biaya beralih, apakah ia sebagai variabel bebas atau variabel pemoderasi atau keduanya. Lebih jauh lagi, kami melihat bahwa konsep biaya beralih baru diterapkan pada industri-industri yang “pure profit oriented”. Di Indonesia, penelitian sehubungan biaya beralih pada konteks industri pendidikan tinggi belum pernah dilakukan selain penelitian Wibowo (2014). Untuk itu, perlu dilakukan penelitian dengan fokus pada peran biaya beralih di konteks pendidikan tinggi padasampel dengan persepsi yang berbeda. Lebih jauh lagi, penelitian ini bertujuan untuk menguji ulang model penelitian Wibowo (2014) dengan menggunakan sampel yang sama namundengan objek persepsi berbeda yaitu dosen. Secara eksplisit, hipotesis yang akan diuji kebenarannya pada penelitian ini, antara lain:
2
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
H1 Kualitas layanan dosen berpengaruh terhadap kepuasan mahasiswa H2 Kualitas layanan dosen berpengaruh terhadap loyalitas mahasiswa H3 Kepuasan mahasiswa berpengaruh terhadap loyalitas mahasiswa H4 Biaya beralih berpengaruh terhadap loyalitas mahasiswa H5 Biaya beralih memoderasi pengaruh kualitas layanan terhadap loyalitas mahasiswa H6 Biaya beralih memoderasi pengaruh kepuasan mahasiswa terhadap loyalitas mahasiswa Tinjauan Pustaka Kualitas Layanan Zeithaml (1988) mendefinisi kualitas layanan yang dirasakan sebagai penilaian pelanggan terhadap keseluruhan keunggulan atau superioritas dari layanan (lihat juga Turner, dkk., 2010). Jyh and Droge (2006) menyatakannya sebagai "evaluasi terhadap kualitas layanan yang dirasakan merupakan respon kognitif pada tingkat atribut”. Parasuraman, dkk. (1988) juga menyatakan bahwa kualitas layanan adalah bentuk sikap, yang berhubungan tapi tidak sama dengan kepuasan, yang merupakan hasil dari perbandingan ekspektasi-ekspektasi dengan kinerja. Sementara itu, hasil penelitian Parasuraman, dkk.(1988) yang melakukan eksplorasi eksperimental dengan temuan bahwa kualitas layanan yang awalnya terdiri dari 10 dimensi kualitas layanan (lihat Parasuraman,1985), dapat diringkas menjadi 5 dimensi saja, antara lain: a. Tangibles: Bukti fisik dari jasa, dapat berupa fasilitas fisik,perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. b. Reliability: Kemampuan untuk bekerja dengan segera dan akurat sesuai dengan yang telah dijanjikan. c. Responsiveness: Kemauan untuk membantu konsumen dan memberikan jasa dengan cepat. d. Assurance: pengetahuan dan kesopansantunan pegawai dan kemampuan mereka menginspirasi rasa percaya dan confidence. e. Emphaty: peduli, perhatian individual yang diberikan perusahaan terhadap pelanggannya Dimensi assurance dan emphaty merupakan peringkasan dari ketujuh variabel sebelumnya, yaitu: communication, credibility, security, competence, courtesy, understanding/knowing customers, dan acces. Dari hasil dua tahap purifikasi skala, ketujuh dimensi dapat masuk sempurna ke dalam dimensi assurance dan emphaty. Dengan demikian, kelima dimensi ini sudah menangkap semua facets dari kesepuluh dimensi sebelumnya. Persepsi kualitas layanan memengaruhi perasaan kepuasan yang pada gilirannya memengaruhi perilaku pembelian di masa depan. Hubungan antara kepuasan dan loyalitas dianggap lebih lemah dari hubungan antara kualitas dan kepuasan (Cronin, dkk., 2000). Lain halnya dengan Mosahab, dkk.(2010) yang menyatakan bahwa hubungan antara kualitas layanan dengan loyalitas lebih kuat dari pada hubungan antara kepuasan dengan loyalitas. Di sisi lain, baik akademisi maupun praktisi telah memberikan penekanan terhadap pentingnya hubungan antara persepsi kualitas dengan loyalitas dan beberapa studi menemukan hubungan ini menjadi positif (Cronin, dkk., 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Parasuraman, dkk.(1991) juga menemukan hubungan positif dan signifikan antara persepsi pelanggan terhadap kualitas layanan dan kesediaan mereka untuk 3
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
merekomendasikan perusahaan. Fornell (1992) menyoroti bahwa kualitas layanan memiliki efek positif pada retensi klien yang pada gilirannya sangat terkait dengan profitabilitas. Baru-baru ini, hasil penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2014) Stan, dkk. (2013) memperkuat temuan yang signifkan dan positif pada hubungan kualitas layanan dan loyalitas. Bell, dkk.(2005) menunjukkan bahwa efek dari kualitas layanan teknis dan kualitas layanan fungsional terhadap loyalitas pelanggan adalah positif dan signifikan. Namun, ada juga beberapa studi yang tidak menemukan hubungan positif antara kualitas layanan dan niat berperilaku loyal (contohnya Hu, dkk. . 2009). Kepuasan Pelanggan Kotler & Keller (2012, hal.128) menyatakan bahwa kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan kinerja produk (outcome) dengan harapan-harapannya. Jika kinerja jatuh di bawah harapan-harapannya, maka pelanggan tidak puas. Jika memenuhi harapan-harapannya, pelanggan puas. Jika melampaui harapan-harapannya, pelanggan sangat puas atau gembira. Secara umum ada dua jenis kepuasan pelanggan yang diteliti dalam literatur yang ada (Jyh dan Droge, 2006), pertama adalah kepuasan atribut yang mengacu pada kepuasan kognitif konsumen terhadap produk atau layanan. Jyh dan Droge (2006) menemukan bahwa kepuasan atributif merupakan anteseden dari kepuasan keseluruhan dan mempengaruhi pembentukannya. Hasil ini jelas membedakan antara kepuasan secara atributif dengan kepuasan secara keseluruhan, dimana kepuasan atributif adalah kepuasan yang mengacu pada kepuasan kognitif, sedangkan kepuasan keseluruhan mengacu kepada respon atau afektif. Serta, kepuasan pelanggan terkait evaluasinya atas bagaimana harapannya dipenuhi oleh penyedia jasa, bisa berbeda antara satu bisnis dengan bisnis lainnya. Lebih lanjut lagi, Jyh dan Droge (2006) mengembangkan alat ukur penelitiannya untuk variabel atributif merek kosmetik terkenal tertentu menjadi puas terhadap kualitas, efektifitas, keragaman, paket, bau, kualitas total dari produk. Sementara itu, Chun, dkk. (2014) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan terdiri dari komitmen tangible perusahaan, komiten layanan, buzz, dan pengalaman pembelian masa lalu, dan ini menjadi dasar bagi pembentukan standar harapan. Menurut Lam, dkk.(2004), meningkatkan kepuasan pelanggan dan retensi pelanggan menyebabkan peningkatan keuntungan, WoM yang positif, dan pengeluaran pemasaran yang lebih rendah. Di sektor perbankan, studi yang dilakukan oleh Pandey dan Devasagayam (2012) menunjukkan bahwa peningkatan kepuasan meningkatkan hubungan antara pelanggan dengan bank. Searah dengan hal di atas, Lien dan Yu (2001) menemukan bahwa kepuasan pelanggan berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan dari sisi keperilakuan. Lebih jauh lagi, Jamal dan Anastasidou (2009) menemukan bahwa tiga dimensi kualitas layanan, antara lain: reliabilitas, tangibility, dan empati, berkorelasi positif dengan kepuasan yang juga berkorelasi positif dengan loyalitas pelanggan. Peneliti lain menyatakan bahwa kepuasan pelanggan berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan karena kepuasan pelanggan dianggap sebagai pendorong utama dari hubungan jangka panjang antara pemasok dan pembeli (Geyskens, dkk., 1999). Stan, dkk (2013) mengamini hal ini dengan memperoleh temuan bahwa kepuasan pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan.
4
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
Loyalitas Pelanggan Pengalaman menunjukkan bahwa mendefinisikan dan mengukur loyalitas merek sangat sulit dilakukan. Dilema yang ada adalah niat mungkin tidak mengarah pada tindakan, dan perilaku pembelian berulang belum tentu mencerminkan niat. Sebagai kompromi, sebagian besar peneliti cenderung untuk menggunakan konatif atau mengukur perilaku-niat (Yang dan Peterson, 2004). Kendatipun demikian, Oliver (1997) dalam upayanya membedakan kepuasan dengan loyalitas, mendefinisi loyalitas sebagai “A deeply held commitment to rebuy or repatronize a preferred product/service consistently in the future, thereby causing repetitive same-brand or same brand-set purchasing, despite situational influences and marketing efforts having the potential to cause switching behavior". Definisi Oliver (1997) di atas meliputi aspek sikap dan keperilakuan dari loyalitas pelanggan. Definisi inilah yang dipilih Kotler & Keller (2012) dalam bukunya Marketing Management. Chaudhuri dan Holbrook (2001) juga mengungkapkan loyalitas pelanggan dibangun oleh loyalitas sikap dan loyalitas perilaku. Selanjutnya, Ming, dkk. (2010) menyimpulkan bahwa jika seseorang ingin mengukur loyalitas pelanggan, secara garis besar pengukurannya bisa dilakukan dalam 5 level, antara lain: kesediaan membeli kembali, perkataan-perkataan positif, kesediaan merekomendasi, toleransi terhadap penyesuaian harga, dan frekuensi konsumsi. Biaya beralih Burnham, dkk.(2003) mendefinisi biaya beralih sebagai one time costs yang pelanggan akan hadapi ketika pindah dari satu penyedia ke penyedia yang lain. Senada dengan hal ini, Jones, dkk.(2007) mendefinisi biaya beralih sebagai pengorbanan atau penalti yang konsumen rasakan dan akan terjadi dalam perpindahan dari satu penyedia ke penyedia yang lain. Patterson & Smith (2003) mengemukakan dalam pemasaran jasa terdapat beberapa jenis biaya beralih yang memengaruhi keputusan konsumen untuk beralih ke yang lain, yaitu: a)Continuity costs b) Learning Costs c) Sunk Costs. Burnham, dkk.(2003) menyatakan bahwa tipologi dari Biaya beralih, terdiri dari tiga dimensi, antara lain: biaya finansial, biaya prosedural, dan biaya relasional. Berdasarkan temuan penelitiannya, Aydin,dkk.(2005) menyatakan bahwa biaya beralih memiliki pengaruh langsung terhadap loyalitas pelanggan. Secara eksplisit pernyataan ini dipaparkan pada paragraf di bawah ini. However, it was noted that perceived switching cost had a positive effect on customer loyalty, as did customer satisfaction and trust. The antecedents of customer loyalty are customer satisfaction, trust, and perceived switching cost for customer who perceive switching cost to be high, but switching cost has no effect on those who perceive it to be low, and the antecedents of customer loyalty in that case are customer satisfaction and trust alone. Senada dengan hal ini, Lam, dkk.(2004 ) menyatakan bahwa "bagian dari biaya beralih mungkin melibatkan loyalitas manfaat yang akan diberikan oleh pelanggan saat hubungannya dengan penyedia layanan berakhir. Kenikmatan manfaat ini dapat menyebabkan pelanggan untuk merekomendasikan penyedia yang bersangkutan kepada pelanggan lain". Menurut penulis yang sama, biaya beralih memiliki efek positif dan signifikan terhadap loyalitas perilaku (patronase dan rekomendasi). Sejumlah temuan terbaru tentang pengaruh langsung biaya beralih terhadap loyalitas adalah oleh Stan, dkk 5
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
(2013) dan Wibowo (2014). Penelitian Stan, dkk (2013) menggunakan metode Partial Least Square dimana orientasi penggunaannya adalah untuk mencari dan memunculkan teori baru. Hasilnya adalah biaya beralih memengaruhi secara positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Wibowo (2014) di sisi lain, menggunakan SEM dan menghasilkan temuan yang sama yaitu biaya beralih berpengaruh langsung terhadap loyalitas pelanggan. Peran Moderasi Biaya beralih terhadap Loyalitas Pelanggan Belakangan ini banyak peneliti mulai menyelidiki efek moderasi biaya beralih dalam pembentukan loyalitas pelanggan (Wang, 2010). Adapun hubungan antara kepuasan dan loyalitas, para peneliti telah menganalisis efek moderasi biaya beralih dengan hasil yang beragam menurut Jones, dkk (2000). Kutipan yang sama menyatakan bahwa dampak kepuasan pelanggan terhadap niat membeli kembali menurun dalam kondisi biaya beralih yang tinggi. Studi lain yang dilakukan oleh Lee, dkk.(2001) menemukan bahwa biaya beralih mengadakan efek moderasi terhadap loyalitas pelanggan. Namun Lam, dkk. (2004) dan Wibowo (2014) tidak menemukan dukungan untuk gagasan ini. Dagger & David (2012) melakukan investigasi mendalam sehubungan dengan pola asosiasi antara kepuasan dengan loyalitas. Mereka menemukan bahwa hanya keterlibatan (involvement) yang tidak terbukti memoderasi hubungan antara kepuasan dan loyalitas. Sementara itu, manfaat (benefit) dan biaya beralih terbukti signifikan memoderasi pengaruh kepuasan terhadap loyalitas pelanggan. Selain itu Jones, dkk. (2000) menyoroti bahwa pelanggan dengan rendahnya biaya beralih akan memeriksa dengan lebih hati-hati kualitas layanan yang mereka terima daripada pelanggan dengan biaya beralih yang tinggi. Menurut Wang (2010), pelanggan bersedia tetap dengan penyedia layanan meskipun terjadi penurunan kualitas layanan jika biaya yang dirasakan dalam melaksanakan pencarian tambahan untuk memperoleh yang baru, melebihi potensi manfaat dari melakukan perpindahan. Namun Bell, dkk.(2005) dan Wibowo (2014) tidak dapat menemukan dukungan untuk gagasan bahwa hubungan antara kualitas layanan dan loyalitas pelanggan dimoderasi oleh biaya beralih yang dirasakan. Metode Penelitian Survei dilakukan terhadappopulasi mahasiswa PTS X dengan penyampelan menggunakanpurposive sampling. Teknik ini dilakukan dengan memilih mahasiswa yang memiliki masa studi lebih dari satu tahun. Waktu satu tahun dinilai cukup bagi mahasiswa merasakan konsumsi produk kampus.Besar sampel ditentukan berdasarkan pertimbangan model SEM di mana sampel besar akan memungkinkan untuk mendapatkan distribusi data normal. Dari 650 angket yang disebar, dikembalikan 565 responden saja dan hanya 533 yang memenuhi syarat untuk dianalisis. Metode analisis data menggunakan SEM dengan alat bantu LISREL 8.8. Uji moderasi menggunakan teknik interaksi single indicator dengan memanfaatkan Latent Variable Score (LVS). Teknik interaksi bisa secara bersama-sama memperlakukan variabel biaya beralih sebagai variabel bebas sekaligus pemoderasi (quasi moderasi) dalam perhitungannya. Hal ini bersesuaian dengan tujuan penelitian ini. Variabel-variabel diukur menggunakan alat ukur yang sudah lazim digunakan dengan memodifikasi sesuai pemilihan objek persepsi yaitu dosen. Pengembangan alat ukur untuk variabel kualitas layanan, berfokus pada pegawai dosen saja. Pengembangan alat ukur variabel kepuasan menggunakan kepuasan keseluruhan dan pemenuhan harapan mahasiswa. Pengembangan alat ukur variabel biaya beralih menggunakan tipologi Burnham, dkk. (2003). Pengembangan alat ukur variabel loyalitas menggunakan aspek sikap dan perilaku 6
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
loyal mahasiswa. Reliabilitas alat ukur diuji dengan teknik Alpha Cronbach’s. Validitas alat ukur ditentukan dari nilai muatan faktor di atas 0,3 yang signifikan. Hasil dan Pembahasan Hasil uji reliabilitas dan validitas alat ukur sebagai berikut. Tabel hasil uji instrumen Variabel
Kualitas Layanan
Biaya Beralih
Kepuasan
Loyalitas
Indikator
Muatan Faktor
t
K18
0,69
16,15
Alpha
Keterangan Valid Reliabel
0,76
K19
0,79
18,66
K20
0,66
15,23
Valid Reliabel
S5
0,47
10,07
Valid Reliabel
S7
0,73
16,57
S8
0,74
16,79
P7
0,61
10,06
P9
0,7
9,86
L1
0,65
11,46
L4
0,72
12,03
L5
0,63
11,24
0,67
Valid Reliabel
Valid Reliabel Valid Reliabel
0,83
Valid Reliabel Valid Reliabel Valid Reliabel
0,67
Valid Reliabel Valid Reliabel
Sumber: Penelitian 2015 Output LISREL 8.80 tentang uji t statistika, tampak pada model persamaan struktural di bawah ini.
Gambar 1. Model Persamaan Struktural
7
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
Tabel Uji Kecocokan Keseluruhan Model Struktural dengan Pemoderasi No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Ukuran GoF RMSEA NFI NNFI CFI IFI RFI GFI AGFI
Nilai GoF 0,03 0,97 0,98 0,99 0,99 0,95 0,97 0,96
Target Tingkat Kecocokan ≤0,08 ≥0,90 ≥0,90 ≥0,90 ≥0,90 ≥0,90 ≥0,90 ≥0,90
Tingkat Kecocokan Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Sumber: Penelitian 2015 Dari tabel di atas, bisa kita lihat bahwa dari kedelapan ukuran kecocokan model memberikan hasil Model Fit yang baik. Berikut ditampilkan hasil uji hipotesis di bawah ini. Tabel hasil uji hipotesis Uji Hipotesis Koefisien Jalur Nilai t Status Kesimpulan K. layanan kepuasan 0,66 Hipotesis 1 diterima 7,24 Signifikan K. layanan loyalitas 0,15 1,24 Tidak Signifikan Hipotesis 2 ditolak Kepuasan loyalitas 0,13 1,42 Tidak signifikan Hipotesis 3 ditolak B. beralih loyalitas 0,86 Hipotesis 4 diterima 6,41 Signifikan modQ loyalitas 0,06 0,83 Tidak signifikan Hipotesis 5 ditolak modSAT loyalitas -0,20 Hipotesis 6 diterima -2,79 Signifikan
Sumber: Penelitian 2015 Kualitas layanan dosen berpengaruh positif terhadap kepuasan mahasiswa. Dari hasil uji hipotesis pada metode SEM, diketahui terdapat pengaruh positif yang signifikan dari kualitas layananPTS X terhadap kepuasan mahasiswa PTS X. Artinya, adanya peningkatan kualitas layananPTS X akan menyebabkan terjadinya peningkatan pada kepuasan mahasiswa PTS X. Sebaliknya, jika kualitas layanan menurun maka akan menyebabkan penurunan pada kepuasan mahasiswa. Hasil penelitian ini serupa dengan temuan Mols (1998), sama dengan hasil penelitian Lien dan Yu (2001) yang menemukan bahwa kualitas layanan memengaruhi kepuasan pelanggan. Hasil yang sama juga diperoleh oleh Mosahab, dkk (2010); Stan, dkk (2013); dan Wibowo (2014). Kualitas layanan dosentidak berpengaruh terhadap loyalitas mahasiswa Dari hasil uji hipotesis pada metode SEM, diketahui kualitas layanan dosen tidak berpengaruh signifikan terhadap loyalitas mahasiswa PTS X. Artinya, adanya peningkatan kualitas layanan dosentidak akan menyebabkan terjadinya peningkatan pada loyalits mahasiswa PTS X. Sebaliknya, jika kualitas layanan dosen menurun juga tidak akan menurunkan loyalitas mahasiswa PTS X. Hasil penelitian ini berlawanan dengan hasil penelitian Boulding, dkk. (1993) yang menemukan hubungan positif antara kualitas layanan, niat membeli kembali dan referensi positif. Penelitian ini juga berbeda hasil dengan hasil yang didapatkan oleh Bloemer, dkk (1998), yaitu kualitas layanan memengaruhi loyalitas pelanggan secara signifikan dan positif. Sejalan dengan Boulding, dkk. dan Bloemer, dkk., Stan, dkk. (2013) menemukan pengaruh yang signifikan dan positif antara kualitas layanan dan loyalitas. Penelitian 8
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
Wibowo (2014) mengonfirmasi kesemuanya dengan mendapatkan hasil sama untuk hubungan kualitas layanan pegawai akademik dengan loyalitas mahasiswa. Kendatipun demikian, hasil penelitian ini bersesuaian dengan hasil yang diperoleh Hu, dkk. (2009) yang mendapati kualitas layanan tidak berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan. Kepuasan mahasiswa terbukti tidak signifikan memengaruhi loyalitas mahasiswa Dari hasil uji hipotesis, tidak terdapat cukup bukti untuk menyatakan bahwa kepuasan mahasiswa memengaruhi loyalitas mahasiswa terhadap PTS X. Dengan kata lain, loyalitas mahasiswa PTS X baik itu meningkat ataupun berkurang, perubahannya tidak disebabkan oleh puas tidaknya mahasiswa yang bersangkutan. Dalam penelitian ini, terbukti bahwa mahasiswa PTS X tetap loyal walaupun mereka tidak puas. Hasil penelitian ini bertentangan dengan banyak temuan penelitian lainnya. Stan, dkk (2013) menemukan bahwa secara positif dan signifikan kepuasan pelanggan memengaruhi loyalitas pelanggan. Mosahab,dkk. (2010) juga menemukan bahwa kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan. Searah dengan hal ini, Lien dan Yu (2001) menemukan bahwa kepuasan pelanggan berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan dari sisi keperilakuan. Akan tetapi, penelitian Wibowo (2014) memberikan hasil yang sama dengan hasil dari penelitian ini. Biaya beralih berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas mahasiswa Dari hasil uji hipotesis pada metode SEM, diketahui terdapat pengaruh positif yang signifikan dari biaya beralih terhadap kepuasan loyalitas pelanggan. Artinya, persepsi tingginya biaya beralih akan menyebabkan terjadinya peningkatan loyalitas mahasiswa terhadap PTS X. Sebaliknya, jika biaya beralih dipersepsi rendah maka akan menyebabkan penurunan pada loyalitas mahasiswa terhadap PTS X. Hasil penelitian ini mendukung temuan sebelumnya tentang bukti bahwa biaya beralih memiliki pengaruh langsung terhadap loyalitas pelanggan. Temuan sebelumnya dilakukan oleh Aydin, dkk (2005), Lam, dkk (2004), Stan, dkk (2013) dan Wibowo (2014). Biaya beralih tidak signifikan memoderasi pengaruh kualitas layanan dosen terhadap loyalitas mahasiswa Dari hasil uji hipotesis, diketahui tidak cukup bukti untuk menyatakan bahwa biaya beralih memoderasi pengaruh kualitas layanan dosen PTS X terhadap loyalitas mahasiswanya. Varibel modQ dalam persamaan penelitian merupakan representasi variabel interaksi antara skor variabel laten kualitas layanan dengan skor variabel laten biaya beralih. Hasil uji statistik t menunjukkan bahwa variabel modQ tidak signifikan memengaruhi loyalitas mahasiswa. Artinya, dapat disimpulkan bahwa tidak ada peran moderasi biaya beralih terhadap pengaruh dari variabel kualitas layanan terhadap loyalitas mahasiswa. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Wibowo (2014) dan Stan, dkk. (2013) yang juga tidak menemukan efek moderasi biaya beralih pada pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan. Hasil yang sama juga diperoleh Bell, dkk.(2005). Biaya beralih signifikan memoderasi negatif pengaruh kepuasan mahasiswa terhadap loyalitas mahasiswa Dari hasil uji hipotesis, terdapat bukti bahwa biaya beralih memoderasi hubungan antara kepuasan mahasiswa dengan loyalitas mereka. Varibel modP dalam persamaan penelitian merupakan representasi variabel interaksi antara skor variabel laten kepuasan pelanggan dengan skor variabel laten biaya beralih. Hasil uji statistik t menunjukkan bahwa 9
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
variabel modP signifikan memengaruhi loyalitas mahasiswa. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada peran moderasi biaya beralih terhadap hubungan asimetris antara variabel kualitas layanan dan loyalitas mahasiswa. Fakta bahwa biaya beralih berpengaruh terhadap loyalitas sedangkan kepuasan mahasiswa justru tidak berpengaruh dan jika keduanya berinteraksi terbukti berpengaruh secara negatif kepada loyalitas, menunjukkan bahwa semakin tinggi biaya beralih yang dihadapi mahasiswa, maka semakin kecil pengaruh kepuasan terhadap loyalitas. Pada kasus PTS X hal ini terjadi,besarnya biaya beralih membuat peran kepuasan dalam memrediksi loyalitas menjadi berkurang. Hasil penelitian ini bersesuaian dengan hasil penelitian Stan, dkk (2013). Hasil penelitian ini juga mendukung temuan penelitian sebelumnya oleh Dagger & David (2012) yang menemukan bahwa biaya beralih secara signifikan memoderasi hubungan kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan. Namun hasil penelitian ini berlawanan dengan hasil penelitian Wibowo (2014) yang menemukan bahwa biaya beralih tidak memoderasi pengaruh kepuasan terhadap loyalitas mahasiswa. Kesimpulan dan Saran Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas layanan dari dosen berpengaruh terhadap kepuasan mahasiswa dan loyalitas mereka. Biaya beralih juga terbukti memengaruhi loyalitas mahasiswa. Akan tetapi, kepuasan mahasiswa terbukti tidak berpengaruh terhadap loyalitas mereka. Hal ini merupakan temuan baru karena pada umumnya hubungan klasik antara kualitas layanan, kepuasan, dan loyalitas, berujung pada kesimpulan bahwa kepuasan memediasi pengaruh kualitas layanan terhadap loyalitas. Dalam penelitian ini hal tersebut tidak terkonfirmasi. Dengan kata lain, kepuasan mahasiswa dan loyalitas mahasiswa, keduanya merupakan variabel dependen untuk kasus PTS X. Temuan lainnya menunjukkan bahwa biaya beralih tidak memoderasi pengaruh kualitas layanan dosen terhadap loyalitas mahasiswa. Namun biaya beralih terbukti memoderasi pengaruh kepuasan terhadap loyalitas walaupun kepuasan dengan loyalitas tidak berhubungan. Hal ini juga mengonfirmasi pendapat yang lebih mendukung bahwa biaya beralih merupakan variabel bebas. Walaupun hasil ini bisa jadi berkaitan dengan pemilihan sampel dari penelitian yang berasal dari satu kampus. Oleh karena penelitian ini mengambil populasi pada satu kampus, maka hasilnya tidak bisa digeneralisasi ke kampus lain atau ke industri jasa yang lain. Oleh karena itu, jika tujuannya adalah keluasan generalisasi, penelitian selanjutnya disarankan untuk memperluas cakupan populasi penelitian. Selain itu, uji efek moderasi selanjutnya bisa menggunakan analisis multigrup, sehingga akan lebih banyak hasil yang diperoleh dengan membagi grup menjadi dua karakteristik (dikotomi). Dalam prakteknya, pencitraan sering dilakukan oleh manajemen kampus, maka dari itu ada baiknya jika penelitian selanjutnya memasukkan variabel citra.
10
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
Referensi Utama Aryani, D., & Rosinta, F. (2010). Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Pelanggan dalam Membentuk Loyalitas Pelanggan. Jurnal Ilmu Administrasi Dan Organisasi, 17(2), 114–126. Aydin, S., Özer, G., & Arasil, Ö. (2005). Customer loyalty and the effect of switching costs as a moderator variable: A case in the Turkish mobile phone market. Marketing Intelligence & Planning, 23(1), 89–103. http://doi.org/10.1108/02634500510577492 Bell, S.J., Auh, S. & Smalley, K. (2005). Customer Relationship Dynamics: Service Quality And Customer Loyalty In The Context Of Varying Levels Of Customer Expertise And Switching Cost. Journal of the Academy of Marketing Science, 33(2) 169-183 Bloemer, J., Ruyter, K. de, & Peeters, P. (1998). Investigating drivers of bank loyalty: the complex relationship between image, service quality and satisfaction. International Journal of Bank Marketing,16(7), 276–286. http://doi.org/http://dx.doi.org/10.1108/17506200710779521 Burnham, T. a, Frels, J. K., & Mahajan, V. (2003). Consumer switching costs : A typology , antecedents , and consequences. Academy of Marketing Science, 31(2), 109. Chaudhuri, A., and Holbrook, M. B. (2001). The Chain of Effects from Brand Trust and Brand Affect to Brand Performance: The Role of Brand Loyalty. Journal of Marketing, 65(2), 81-93. Dagger, Tracey S. & David, Meredith E. (2012). Uncovering the real effect ofSwitching Cost on the satisfaction-loyalty association: The critical role of involvement and relationship benefits. European Journal of Marketing. Vol. 46 No. 3/4, pp. 447468.Emerald Group Publishing Limited Farida, N. (2012). Pengaruh nilai pelanggan dan hambatan berpindah terhadap loyalitas pelanggan serta implikasi pada perpindahan merek. Jurnal Administrasi Bisnis, 1(11), 55–64. Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., Anderson, R. E. (2010). Multivariate Data Analysis: A Global Perspective 7th ed. New Jersey: Pearson Education, Inc. Hu, H-H., Kandampully, J. & Juwaheer, T.D. (2009). Relationships And Impacts Of Service Quality, Perceived Value, Customer Satisfaction, And Image: An Empirical Study. Kotler, P dan Keller, K. L. 2012. Marketing Management. 14th Ed. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall Lam, S.Y., Venkatesh, S., Erramilli, K.M. & Bvsan, M. (2004). Customer Value, Satisfaction, Loyalty, And Switching Cost: An Illustration From A Business-toBusiness Service Context, Journal of the Academy of Marketing Science, 32(3) 293311. Lien, T. B., & Yu, C. C. (2001). An Integrated Model for The Effects of Perceived Product, Perceived Service Quality, and Perceived Prices Fairness on Consumer Satisfaction and Loyalty. Journal of Consumer Satisfaction, Dissatisfaction and Complaining, 14, 125–140.
11
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
Ming-Shing Lee, Huey-Der Hsiao dan Ming-Fen Yang (2010) THE STUDY OF THE RELATIONSHIPS AMONG EXPERIENTIAL MARKETING, SERVICE QUALITY, CUSTOMER SATISFACTION AND CUSTOMER LOYALTY The International Journal of Organizational Innovation 3(2): 352-378 Mosahab, R., Mahamad, O., & Ramayah, T. (2010). Service Quality , Customer Satisfaction and Loyalty : A Test of Mediation. International Business Research, 3(4), 72–80. http://doi.org/10.5539/ibr.v5n1p3 Sawitri, N. P., Yasa, N. N. K., & Jawas, A. (2013). PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN DAN LOYALITAS PELANGGAN TEGAL SARI ACCOMMODATION DI UBUD. Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis, Dan Kewirausahaan, 7(1), 40–47. Srivastava, M., & Rai, A. K. (2013). Investigating the Mediating Effect of Customer Satisfaction in the Service Quality - Customer Loyalty Relationship. Journal of Customer Satisfaction, Dissatisfaction and Complaining Behavior, 26, 95. Stan, V., Caemmerer, B., & Cattan-jallet, R. (2013). Customer Loyalty Development : The Journal of Applied Business Research, 29(5), 1541–1554. Wibowo, Hermansyah Andi (2014) Moderasi Biaya Beralih pada Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Pelanggan dan Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Loyalitas Pelanggan (Studi pada PTS X). Jurnal MIX MM UMB. Vol 4 No. 3 Yani, N. W. C., Ekawati, N. W., & Nurcaya, I. N. (2014). PENGARUH KEPUASAN KONSUMEN YANG DIMODERASI BIAYA PERPINDAHAN ( SWITCHING COST ) TERHADAP NIAT BERALIH ( SWITCHING INTENTION ) PADA MAHASISWA PENGGUNA LAYANAN OPERATOR XL DI KOTA DENPASAR Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana ( UNUD ), Bali , Ind. E-Jurnal. Udayana, 3(6), 1667–1684.
12
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
Peningkatan Kualitas Pengeluaran Belanja Provinsi Untuk Peningkatan Pembangunan Di Kabupaten Pandeglang
Syamsudin1, Delly Maulana2 1
Fakultas Ekonomi, Universitas Serang Raya
[email protected]
2
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Serang Raya
[email protected]
Abstrak Tujuan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) adalah untuk menjadi instrument perubahan sosial yang diiinginkan, serta di tambah dengan adanya kewenangan dari Pemerintah Provinsi sebagai wakil pemerintah pusat yang ada di wilayah, maka mau tidak mau Pemerintah Provinsi harus bisa mengelola keuangannya dengan baik serta mendorong agar terciptanya peningkatan kualitas belanja daerah (quality of spending), dengan memastikan dana tersebut benar-benar dimanfaatkan untuk program dan kegiatankegiatan yang bisa berdampak terhadap pembangunan Kabupaten/Kota yang masuk dalam wilayah provinsi tersebut. Sampai saat ini terlihat bahwa belanja daerah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Banten belum maksimal dalam memberikan dampak yang signifikan terhadap pembangunan di Kabupaten Pandeglang. Sebagai contoh, berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2014, Kabupaten Pandeglang masih di bawah standar Provinsi Banten, yakni sekitar 69,64 Oleh karena itu, dalam penelitian ini ada 3 (tiga) hal yang akan diteliti, yakni : Pertama, untuk mengetahui gambaran tentang pencapaian pembangunan di Kabupaten Pandeglang; dan yang Kedua, adalah melihat pengaruh pengeluaran belanja pembangunan Provinsi Banten terhadap Kabupaten Pandeglang; dan yang Ketiga, adalah melihat peningkatan pembangunan di Kabupaten Pandeglang melalui pengeluaran belanja pembangunan Provinsi Banten.
Kata Kunci : Peningkatan Pembangunan, Anggaran, dan Kesejahteraan Masyarakat
13
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
Pendahuluan Kinerja pemerintah, khususnya pemerintah daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat tidak lepas dari kebijakan pendanaan dan anggaran. Dengan mandat dan otoritas yang dimiliki, pemerintah daerah wajib menyelenggarakan berbagai urusan publik yang tujuan akhirnya mensejahterakan masyarakat. Dengan konteks inilah, anggaran publik yang tercermin dalam anggaran pendapatan belanja daerah memegang peran penting untuk menjadi instrument perubahan sosial yang diinginkan. (Rosyadi, 2011 : 431) Dalam konteks Pemerintah Provinsi, berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 atas pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah pasal 37 dan 38
dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang tata cara
pelaksanaan tugas dan wewenang, serta kedudukan Gubernur sebagai wakil di wilayah Provinsi menyatakan bahwa pemerintah provinsi merupakan wakil dari pemerintah pusat di daerah dalam hal, : Pertama, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota; Kedua, koordinasi penyelenggaraan pemerintah di daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota; Ketiga, koordinasi pembinaan dan pengwasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota; dan Keempat, dalam hal pendanaan yang menjadi tugas dan wewenang Pemerintah Provinsi di bebankan dalam APBN. Selanjutnya, dengan tujuan bahwa anggaran pendapatan belanja daerah harus bisa menjadi instrument perubahan sosial yang diiinginkan, serta di tambah dengan adanya kewenangan dari Pemerintah Provinsi sebagai wakil pemerintah pusat yang ada di wilayah, maka mau tidak mau Pemerintah Provinsi harus bisa mengelola keuangannya dengan baik serta mendorong agar terciptanya peningkatan kualitas belanja daerah (quality of spending), dengan memastikan dana tersebut benar-benar dimanfaatkan untuk program dan kegiatankegiatan yang bisa berdampak terhadap pembangunan Kabupaten/Kota yang masuk dalam wilayah provinsi tersebut. Perlu diketahui bahwa belanja daerah adalah semua pengeluaran daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah. Selanjutnya, ada 2 (dua) kewenangan dari Pemerintah Provinsi dalam melaksanakan mekanisme belanja daerah, yakni belanja tidak langsung (belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan) dan belanja langsung (belanja yang terkait dengan pelaksanaan program dan kegiatan).
14
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
Sampai saat ini terlihat bahwa belanja daerah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Banten belum maksimal dalam memberikan dampak yang signifikan terhadap pembangunan di Kabupaten Pandeglang. Sebagai contoh, berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2014, Kabupaten Pandeglang masih di bawah standar Provinsi Banten, yakni sekitar 69,64 Oleh karena itu, dalam penelitian ini ada 3 (dua) hal yang akan diteliti, yakni : Pertama, untuk mengetahui gambaran tentang pencapaian pembangunan di Kabupaten Pandeglang; dan yang Kedua, adalah melihat pengaruh pengeluaran belanja pembangunan Provinsi Banten terhadap Kabupaten Pandeglang; dan yang Ketiga, adalah melihat peningkatan pembangunan di Kabupaten Pandeglang melalui pengeluaran belanja pembangunan Provinsi Banten.
Tinjauan Pustaka Good Governance United Nations Development Programme (UNDP) mendefinisikan governance sebagai “the exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels”. Menurut definisi ini, governance mempunyai tiga kaki (three legs), yaitu economic, political, dan administrative.Economics governance meliputi prosesproses pembuatan keputusan (decision-making processes) yang memfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri dan interaksi diantara penyelenggara ekonomi. Economic governance mempunyai implikasi terhadap equity, poverty dan quality of life. Political governance adalah proses-proses pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan, sedangkan administrative governance adalah sistem implementasi proses kebijakan. Oleh karena itu institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu state (negara atau pemerintahan), private sector (sektor swasta atau dunia usaha), dan society (masyarakat), yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing (LAN, 2000 : 5). Prinsip dan Kebijakan Penyusunan APBD Dalam penyusun APBD harus diperhatikan beberapa prinsip dasar,yakni sebagai berikut :
15
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
1. Partisipasi Masyarakat, pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan penetapan APBD sedapat mungkin melibatkan pertisipasi masyarakat sehingga masyarakat mengetahui hak dan kewajiban mereka dalam pelaksanaan APBD 2. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran, APBD yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat. Oleh karena itu, setiap penggunaan anggaran harus bertanggung jawab terhadap penggunaan sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan 3. Disiplin Anggaran, adalah (a) pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur yang secara rasional dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangka belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja; (b) penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggaranya dalam APBD atau perubahan APBD; (c) semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas umum daerah. 4. Keadilan anggaran, alokasi anggaran dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi. 5. Efesiensi dan efektvitas anggaran, dan yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Karena itu, untuk memperoleh efesiensi dan efektivitas anggaran, hal-hal berikut perlu diperhatikan dalam perencanaan anggaran; (a) penetapatan tujuan dan sasaran, hasil, serta manfaat dan indicator kinerja yang ingin dicapai secara jelas, (b) penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja serta penetapan harga satuan yang rasional. 6. Taat asas, penyusunan APBD tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi kepentingan umum dan peraturan daerah lainnya. Metode Penelitian Penelitian ini lebih banyak menggunakan data sekunder terutama data APBD Provinsi Banten dari tahun 2009-2013 dan data statistik lainnya yang relevan untuk mendaptkan informasi tentang pengaruh belanja pembangunan pemerintah Provinsi Banten terhadap Kota Tangerang. Selanjutnya, dalam penelitian ini juga menggunkan teknik analisis data sekunder. Alasannya, data anggaran dan dampaknya telah terdokumentasi 16
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
dengan baik sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan analisis. Dengan demikian, kajian ini mengadalkan pada jenis data yang dikumpulkan oleh pihak lain untuk tujuan tertentu. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian dalam melakukan penafsiran data sekunder agar menjamin terpenuhinya tujuan penelitian ini. Hasil Dan Pembahasan Gambaran Umum Kabupaten Pandeglang Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6o21’– 7010’ Lintang Selatan dan 104048–106011’ Bujur Timur dengan luas wilayah 2.747 kilometer persegi (km2) atau dengan sebesar 29,98 persen dari luas wilayah Banten. Kabupaten yang berada di ujung barat dari Provinsi Banten ini mempunyai batas administrasi sebagai berikut : Utara berbatasan dengan Kabupaten Serang. Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, Barat berbtasan dengan Selat Sunda, dan Timur berbatasan dengan Kabupaten Lebak. Selanjutnya ada beberapa capaian pembangunan di Kabupaten Pandeglang, yakni : Pertama, berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2014, Kabupaten Pandeglang masih di bawah standar Provinsi Banten, yakni 69,64. Kondisi ini jelas memberika dampak yang negatif bagi pembangunan di Kabupaten Pandeglang. Oleh karena itu, perlu ada prioritas kebijakan untuk meningkatkan pembangunan manusia, baik dalam hal pendidikan, kesehatan, ekonomi, serta kebijakan lainnya yang berkaiatan dengan peningkatan indeks pembangunan manusia di Kabupaten Pandeglang. Kedua, dalam hal tingkat kemiskinan. Berdasarkan data BPS tahun 2013, Kabupaten Pandeglang menempati posisi paling tinggi dalam persentase tingkat kemiskinan di Provinsi Banten, yakni sekitar 10,25 persen. Dari data tersebut menunjukkan bahwa Kabupeten Pandeglang merupakan Kabupaten dengan kantong kemiskinan yang paling besar di Provinsi Banten. Oleh karena itu, perlu ada kebijakan yang memprioritaskan Kabupaten ini, terutama bantuan anggaran pembangunan dari Provinsi Banten, sehingga Kabupaten Pandeglang di intervensi oleh pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi. Ketiga, dalam hal pendapatan regional Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, Kabupaten Pendeglang masih sangat kecil baik share ADHB maupun andil pertumbuhannya untuk Provinsi Banten; Keempat, dalam hal pengangguran, Kabupaten 17
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
Pandeglang masih berada di atas strandar Provinsi Banten. Data tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Pandeglang masih tinggi tingkat pengangguran terbukannya, yakni sekitar 12,34 persen dan masih di atas standar Provinsi Banten, yakni sekitar 9,54 persen. Kondisi ini jelas memberikan dampak negatif terhadap pembangunan di Kabupaten Pandeglang. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Pandeglang harus berupaya untuk membuat kebijakan-kebijakan yang memberikan stimulus terhadap peningkatan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendidikan masyarakatnya. Gambaran Trend Alokasi Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Banten Kepada Kabupaten Pandeglang Di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 sebagai pengganti atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memposisikan provinsi sebagai daerah otonom sekaligus sebagai wilayah administrasi. Undang-undang ini juga mengharuskan provinsi menjadi penghubung antara kepentingan pusat dan daerah, juga mengharuskan daerah mengoptimalkan potensi sumberdayanya. Selanjutnya peran Gubernur harus menjamin keterlaksanaan visi dan misi pemerintah pusat, terutama tugas-tugas pemerintahan umum seperti stabilitas dan integrasi nasional, koordinasi pemerintahan dan pembangunan, serta pengawasan penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten/Kota. Konsekuensinya, diperlukan pengaturan sistematis yang menggambarkan hubungan berjenjang, baik pengawasan, pembinaan, maupun koordinasi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di kabupaten/kota.Sedangkan, gubernur sebagai kepala daerah menyelenggarakan otonomi seluas-luasnya, utamanya urusan lintas kabupaten/kota, kecuali urusan pemerintahan yang ditentukan undang-undang sebagai urusan pemerintah pusat. Penguatan
peran
gubernur
sebagai
kepala
daerah
memperkuat
orientasi
pengembangan wilayah dan memperkecil dampak kebijakan desentralisasi terhadap fragmentasi spasial, sosial, dan ekonomi di daerah. Oleh karena itu, dalam lingkup Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten telah memberikan bantuan kepada Pemerintah Kabupaten Pandeglang sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah provinsi kepada Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Banten. Adapun gambaran trend bantuan Pemerintah Provinsi Banten kepada Kabupaten Pandeglang terlihat pada grafik di bawah ini :
18
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
Grafik 1 Trend Belanja Daerah Provinsi Banten dalam hal Belanja Bantuan Keuangan Kepada Kabupaten Pandeglang 2009 Sampai Dengan Tahun 2013
40,000,000,000 35,000,000,000 30,000,000,000 25,000,000,000 20,000,000,000 15,000,000,000 10,000,000,000 5,000,000,000 2009
-
2010
-
2011
16,000,000,000
2012
38,200,000,000
2013
13,517,000,000
APBD 2013 Perubahan
15,517,000,000
Sumber : Website Pemda Pandeglang dan beberapa data dari sumber lain Data di atas menunjukkan bahwa belanja daerah Provinsi Banten dalam hal belanja bantuan keuangan kepada Kabupaten Pandeglang terlihat fluktuatif dari tahun ke tahun. Belanja bantuan kepada Kabupaten Pandeglang paling besar berada pada tahun 2012, yakni sekitar Rp. 38.200.000.000. Sedangkan pada tahun 2009 tidak ada bantuan. Kondisi ini menunjukkan bahwa komitemen Pemerintah Provinsi Banten dalam memberikan bantuan keuangan kepada Kabupaten/Kota yang berada di wilayah Provinsi Banten sehingga diharapkan dapat berdampak secara signifikan terhadap pembangunan di wilayahnya. Gambaran Pengaruh Alokasi Belanja Daerah Provinsi Banten untuk Kabupaten Pandeglang Selanjunya, jika dilihat dari proporsi bantuan Pemerintah Provinsi Banten dalam struktur APBD Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi struktur APBD di kabupaten tersebut. Untuk jelasnya terlihat pada grafik di bawah ini :
19
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
Grafik 2 Proporsi Belanja Daerah Provinsi Banten dalam hal Belanja Bantuan Keuangan Kepada APBD Kabupaten Pandeglang 2010 Sampai Dengan Tahun 2012 2010
2011
2012
2013
3.24 1.30
0.87
Persentase Proporsi Bantuan Keungan Provinsi Banten
Sumber : Website Pemda Pandeglang dan beberapa data dari sumber lain Dari data di atas menunjukkan bahwa proporsi belanja bantuan Provinsi Banten kepada APBD Kabupaten Lebak tahun 2012 memiliki kontribusi sekitar 3,2 persen, sedangkan pada tahun 2011 memiliki kontribusi sekitar 1,3 persen. Sedangkan pada tahun 2013, kontribusi bantuan keuangan Provinsi Banten kepada APBD Kabupaten Pandeglang sebesar 0,87 persen. Kondisi ini seharusnya dapat ditingkat tiap tahunnya, terutama bagi daerah-daerah yang dijadikan prioritas pembangunan sehingga dapat berdampak pada akumlasi pembangunan di Provinsi Banten. Perlu diketahui bahwa Kabupaten Pandeglang merupakan daerah yang masih membutuhkan prioritas pembangunan, terutama dalam hal pembangunan kualitas manusia, sebab sampai saat ini tingkat kemiskinan, tingkat pendidikan dan kesehatan, serta pembangunan infrastruktur di Kabupaten Pandeglang masih dalam posisi yang rendah. Selanjutnya jika dilihat dari belanja daerah dalam hal belanja bagi hasil kepada Kabupaten Pandeglang terlihat trend kenaikan dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat pada grafik di bawah ini :
20
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
Grafik 3 Trend Belanja Daerah Provinsi Banten dalam hal Belanja Bagi Hasil Kabupaten Pandeglang 2009 Sampai Dengan Tahun 2013
35,000,000,000 30,000,000,000 25,000,000,000 20,000,000,000 15,000,000,000 10,000,000,000 5,000,000,000 2009
18,963,163,511
2010
22,185,096,485
2011
30,384,813,356
2012
30,563,879,477
Sumber : Website Pemda Pandeglang dan beberapa data dari sumber lain Data di atas menunjukkan bahwa trend kenaikan belanja bagi hasil bagi Kabupaten Pandeglang dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 mengalami kenaikan dengan ratarata kenaikan sekitar 14 persen. Oleh karena itu, kondisi tersebut harus ditingkatkan dari tahun ke tahun karena akan berkontribusi secara signifikan terhadap pendapatan daerah Kabupaten Pandeglang sekaligus berdampak terhadap peningkatan pembangunan di Kabupaten tersebut. Kesimpulan Kinerja pemerintah, khususnya pemerintah daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat tidak lepas dari kebijakan pendanaan dan anggaran. Dengan mandat dan otoritas yang dimiliki, pemerintah daerah wajib menyelenggarakan berbagai urusan publik yang tujuan akhirnya mensejahterakan masyarakat. Dengan konteks inilah, anggaran publik yang tercermin dalam anggaran pendapatan belanja daerah memegang peran penting untuk menjadi instrument perubahan sosial yang diinginkan. Sementara itu, jika dilihat dari fungsi Pemerintah Provinsi maka dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 pengganti atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah mengharuskan provinsi menjadi penghubung antara kepentingan pusat dan daerah, juga mengharuskan daerah mengoptimalkan potensi sumberdayanya.
21
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
Oleh karena itu, dalam dalam lingkup Provinsi Banten maka perlu ada pengkajian lebih dalam tentang pengaruh belanja pembangunan Provinsi Banten Terhadap Kabupaten Pandeglang. Dari hasil kajian dapat disimpulkasn sebagai berikut : (1) Di lihat dari gambaran pembangunan di Kabupaten Pandeglang, dilihat dari tingkat kemiskinan, tingkat pendidikan dan indeks pembangunan manusianya maka dapat disimpulkan Kabupaten Pandeglang harus menjadi prioritas dalam meningkatkan pembangunan di bidang tersebut, karena sampai saat ini Kabupaten Pandeglang masih di bawah standar provinsi sehingga berdampak terhadap standar pembangunan di Provinsi Banten; (2) Belanja daerah Provinsi Banten dalam hal belanja bantuan keuangan kepada Kabupaten Pandeglang terlihat fluktuatif dari tahun ke tahun. Belanja bantuan kepada Kabupaten Pandeglang paling besar berada pada tahun 2012, yakni sekitar Rp. 38.200.000.000. Kondisi ini harus ditingkatkan sebab Kabupaten Pandeglang sangat membutuhkan kontribusi bantuan dari Provinsi Banten agar dapat meningkatkan pembangunan, terutama di bidang pembangunan manusianya; dan ke (3) Kontribusi belanja bantuan Provinsi Banten kepada APBD Kabupaten Lebak tahun 2012 memiliki sumbangsih sekitar 3,2 persen, sedangkan pada tahun 2011 memiliki sumbangsih sekitar 1,3 persen. Sedangkan pada tahun 2013, kontribusi bantuan keuangan Provinsi Banten kepada APBD Kabupaten Pandeglang sebesar 0,87 persen. Kondisi ini seharusnya dapat ditingkat tiap tahunnya, terutama bagi daerah-daerah yang dijadikan prioritas pembangunan sehingga dapat berdampak pada akumlasi pembangunan di Provinsi Banten. Dari beberapa kesimpulan di atas maka ada beberapa rekomendasi dalam kajian ini, yakni : (1) Prioritas pembangunan di wilayah Kabupaten Pandeglang agar dapat mengejar ketertinggalannya sehingga dapat berkontribusi terhadap pembangunan di Provinsi Banten dengan membuat program-program atau kegiatan-kegiatan di wilayah ini; (2) Tingkatkan kontribusi belanja bantuan keungan bagi Kabupaten Pandeglang tiap tahunnya sehingga akan dapat berdampak terhadap akumulasi pembangunan di Provinsi Banten; dan ke (3) Tingkat kontribusi belanja bantuan keuangan ke Kabupaten Pandeglang minimal 5 %, sehingga akan meningkatkan APBD Kabupaten Pandeglang dan berdampak terhadap pembangunan di wilayah ini.
22
Jurnal Sains Manajemen
Vol. 2 No.1 Januari 2016
Referensi Djaenuari dan Enceng, 2011. Sistem Pemerintahan Daerah, UT, Jakarta. Lembaga Administrasi Negara. 2000. Akuntabilitas dan Good Governance, Modul Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), Jakarta. Mardiasmo, 2002. Otonomi Daerah dan Manjemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta. Maulana, Delly. 2011. Analisis Penulusuran Anggaran APBD Provinsi Banten di Sektor Pembangunan Daya Manusia, dalam ProceedingSimposium Otonomi Daerah, LAB-ANE Untirta, Serang Keban, T, Yeremias. 2000. Good Governance dan Capacity Building sebagai Indikator Utama dan Fokus Penilaian Kinerja Pemerintahan, dalam
Jurnal
Perencanaan Pembangunan, Jakarta Rosyadi, Slamet, 2011. Analisis Belanja Daerah Pasca UU No. 32 Tahun 2004 dan Beberapa Dampaknya terhadap Kinerja Pembangunan Daerah, dalam Simposium Ilmu Administrasi Negara, UNY Literatur Lain Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Pengganti Atas Undang-undang No. 32 dan Undangundang No. 33 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Daerah BPS Banten 2014 BPS Kabupaten Pandeglang 2014 RPJMD Provinsi Banten Tahun 2012-2017 RPJMD Kabupaten Pandeglang 2011-2016 RKPD Pandeglang Tahun 2013 Internet http://www.pandeglangkab.go.id/
23
Pengaruh Kompetensi Dan Komunikasi Terhadap Kinerja Karyawan PT. NX Indonesia Siska Mardiana Universitas Serang Raya
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kompetensi dan komunikasi terhadap kinerja karyawan PT NX Indonesia, dan variabel manakah apakah kompetensi atau komunikasi yang lebih berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT NX Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan analisis menggunakan regresi linier berganda dengan bantuan software SPSS ver 20.0 Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial variabel kompetensi mempengaruhi kinerja, secara parsial variabel komunikasi mempengaruhi kinerja dan secara bersama sama variabel kompetensi dan komunikasi mempunyai pengaruh sebesar 81,20% terhadap kinerja karyawan PT NX Indonesia, sedangkan sisanya 18,80% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Kata Kunci : Komunikasi, Kompetensi, Kinerja
ABSTRACT This study aims to determine how much influence the communication competence and the performance of employees of PT NX Indonesia , and which variables are the competence or communication that has more influence on the performance of employees of PT NX Indonesia. This study uses quantitative methods and analysis using multiple linear regression with SPSS ver 20.0 Results showed that in partial competence affecting the performance, in partial communication affects the performance and with the same competence and communication variables have an influence at 81.20 % against the performance of employees of PT NX Indonesia, while the remaining 18.80 % influenced by other variables not included in this study.
Keywords: Communication, Competence, Performance
24
Pendahuluan Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini, perusahaan dituntut untuk mampu bertahan dengan mengikuti perkembangan yang ada, untuk itu diperlukan kinerja maksimal dari semua karyawannya, karena sumber daya manusia juga merupakan modal berharga perusahaan. Sumber daya manusia mempunyai peran yang sangat penting dalam setiap kegiatan perusahaan. Hal yang bisa mendukung kinerja maksimal dari karyawan, adalah adanya kemampuan yang dimiliki karyawan bukan hanya sekedar pengetahuan. Kompetensi merujuk pada karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, sifat, konsep diri, pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki karyawan, dan diterapkan diperusahaan. Selain itu adanya komunikasi juga bisa berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Inti komunikasi adalah menyampaikan pesan, dan dalam suatu organisasi jelas banyak sekali pesan yang harus disampaikan, seperti adanya aturan baru, pelaksanaan tugas, ataupun pesan-pesan individual yang hanya bertujuan menciptakan suasana kerja yang nyaman, seperti saling bertegur sapa. Komunikasi yang tidak baik mempunyai dampak luas seperti terjadinya peningkatan konflik, sementara komunikasi yang baik dapat meningkatkan saling pengertian, kerjasama dan kepuasan kerja. Oleh karena itu hubungan komunikasi yang terbuka harus diciptakan dalam suatu organisasi. PT NX Indonesia, merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufacture magnet. Produk yang dihasilkan adalah Ferrite Powder dan Ferrite Magnet. Perusahaan ini awalnya bernama PT SUMIMAGNE UTAMA, dan kemudian pada Tahun 2005 karena adanya pergantian kepemilikan, maka menjadi PT NX Indonesia, perubahan jumlah karyawan juga terjadi dan sekarang berjumlah 109 karyawan. Hubungan antar karyawan dalam perusahaan ini cukup baik, setiap karyawan dimungkinkan untuk saling berkomunikasi, baik dengan karyawan satu level, karyawan dibawahnya maupun dengan karyawan di level atas. Komunikasi yang terjadi tidak hanya semata dalam hal penyelesaian pekerjaan tapi juga lebih untuk mempererat kekeluargaan, karena bagaimanapun juga minimal 8 jam, karyawan menghabiskan waktu di tempatnya bekerja tiap harinya, sehingga dengan suasana yang nyaman, tentu akan mendukung aktifitas selama bekerja. Saat ini karyawan sebagian besar berpendidikan dengan latar belakang lulusan SLTA sederajat, terutama dibagian operator. Untuk itu mereka perlu dibekali dengan keterampilan tambahan. Krisis Global yang melanda Amerika, jelas berimbas ke Indonesia, demikian juga dengan PT NX Indonesia, pada November 2008 – Juni 2009 perusahaan ini mengalami penurunan penjualan. Tapi mulai Juli 2009 produksi sudah mulai normal bahkan Agustus sampai dengan sekarang, perusahaan ini sedang full kapasitas produksinya. Gambaran penjualan dari tahun 2007-2008 terus mengalami peningkatan. Pada Tahun 2007, penjualan untuk ferrite magnet mencapai 2850 ton atau senilai US $ 15.000.000, dan ferrite powder 2200 ton atau senilai US $ 650.000. Di Tahun 2008, 25
perusahaan menjual ferrite magnet sebesar 4000 ton atau senilai US$2.100.000 dan ferrite powder sebesar 1800 ton atau senilai US$700.000. Untuk itu jelas dibutuhkan kinerja maksimal dari semua karyawan, agar proses bisnis bisa terus berlangsung, dan profitabilitas sebagai tujuan akhir dari sebuah bisnis dapat tercapai, yaitu dengan mengelola sumber daya manusia, melalui komunikasi yang baik dan kompetensi yang dimiliki karyawan. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Kompetensi dan Komunikasi terhadap Kinerja Karyawan PT NX Indonesia Cilegon Banten”
Tinjauan Pustaka Kompetensi Sebagai karakteristik individu yang melekat, kompetensi terlihat pada cara berperilaku di tempat kerja seseorang. Menurut Spencer dan Spencer (1993, karakteristik kompetensi dapat dibagi dalam 5(lima) tipe, yaitu: (1)
(2)
(3)
(4)
Motif adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang secara konsisten berfikir tentang keinginan yang menyebabkan dirinya mau bertindak, melakukan dan memilih tingkah laku terhadap tindakan atau tujuan tertentu dan jauh dari pengaruh orang lain, disamping itu motif juga berarti dorongan sebab atau alasan seseorang mau melakukan sesuatu. Motif akan mengarahkan dan meyeleksi sikap menjadi tindakan atau mewujudkan tujuan sehingga berbeda dari yang lain. Sifat adalah merupakan karakteristik fisik dan secara konsisten merespon situasi atau informasi yang ada. Karakter dan bawaan seseorang dapat mempengaruhi prestasi ditempat kerja. Karakter dan unsur bawaan ini dapat berupa bawaan fisik (seperti postur atletis, penglihatan yang baik), maupun bawaan sifat yang lebih kompleks yang dimiliki seseorang sebagai karakter, seperti kemampuan mengendalikan emosi, perhatian terhadap hal yang sangat detail dan sebagainya. Konsep diri, adalah sikap, nilai nilai dan citra diri seseorang. Konsep diri seseorang mencakup gambaran atas diri sendiri,sikap, dan nilai nilai yang tinggi menggambarkan dirinya sendiri sebagai orang yang dapat mencapai sesuatu yang diharapkan, yang menurutnya, baik dalam berbagai situasi, baik situasi sulit maupun mudah. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki seseorang pada hal hal yang besifat khusus. Pengetahuan mencerminkan informasi yang dimiliki seseorang pada area disiplin yang tertentu yang spesifik. Nilai akademis atau indeks prestasi akademis seringkali kurang bermanfaat untuk memprediksi performansi di tempat kerja, karena sulitnya mengukur kebutuhan pengetahuan dan keahlian yang secara nyata digunakan dalam pekerjaan. Pengetahuan dapat memprediksi apa yang mampu dilakukan seseorang, bukan apa yang akan dilakukan. Hal ini disebabkan pengukuran tes pengetahuan lebih banyak menghafal, jika yang dipentingkan adalah kemampuan mencari informasi. Tes pengetahuan juga sangat tergantung situasi responden. Tes tersebut mengukur kemampuan memilih alternative pilihan, yang merupakan respon yang benar, dan bukan untuk mengukur apakah seseorang dapat bereaksi sesuai dengan 26
(5)
pengetahuan dasarnya. Mengetahui sesutu yang benar tidaklah selalu menjamin akan melakukan sesuatu yang benar. Keterampilan adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas secara fisik atau kondisi mental seseorang dalam menghadapi tugas secara pasti. Kompetensi keterampilan mental atau kognitif meliputi pemikiran analitis (memproses pengetahuan atau data, menentukan sebab dan pengaruh, mengorganisasi data dan rencana), serta pemikiran konseptual (pengenalan pola data yang kompleks)
Komunikasi Penelitian Wayne R Pace dan Brent D Peterson dalam Pace dan Faules ( 2006:159) menunjukkan enam faktor yang berpengaruh bagi iklim komunikasi organisasi, yaitu: (1) Kepercayaan, personel disemua tingkat berusaha keras untuk mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang didalamnya terdapat kepercayaan, keyakinan, dan kredibilitas didukung oleh pernyataan dan tindakan. (2) Pembuatan keputusan bersama, para pegawai disemua tingkat dalam organisasi harus diajak berkomunikasi dan berkonsultasi mengenai semua masalah dalam semua wilayah kebijakan organisasi yang relevan dengan kedudukan mereka serta berperan serta dala proses pembuatan keputusan dan penentuan tujuan. (3) Kejujuran, suasana umum yang diliputi kejujuran dan keterusterangan harus mewarnai hubungan dalam organisasi dan para pegawai mampu mengemukakan apa yang terdapat dalam hatinya tanpa mengindahkan apakah mereka berbicara kepada rekan sejawat, atasan, maupun bawahan. (4) Keterbukaan dalam komunikasi kebawah, kecuali untuk kebutuhan informasi rahasia, anggota organisasi harus relative mudah memperoleh informasi yang berhubungan langsung dengan tugas mereka, yang mempengaruhi kemampuan untuk mengkoordinasikan pekerjaan mereka dengan orang lain atau bagian lain dan berhubungan luas dengan perusahaan, organisasi, para pemimpin dan rencana rencana (5) Mendengarkan dalam Komunikasi Keatas, personel disetiap tingkatan dalam organisasi harus mendengarkan saran atau laporan masalah yang dikemukakan personel tingkat bawah dalam organisasi, secara berkesinambungan dan dengan fikiran terbuka. Informasi dari bawahan harus dipandang cukup penting untuk dilaksanakan kecuali ada petunjuk yang berlawanan. (6) Perhatian pada tujuan tujuan berkinerja tinggi-produktifitas tinggi, personel disetiap tingkat dalam organisasi harus menunjukkan suatu komitmen terhadap tujuan berkinerja tinggi-produktivitas tinggi, kualitas tinggi, biaya rendah, demikian pula menunjukkan perhatian besar pada anggota organsasi lainnya. Kinerja Menurut Mathis dan Jackson (2006:378), bahwa “Kinerja pada dasarnya apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi, yang antara lain termasuk :
27
(1) (2) (3) (4) (5)
Kuantitas dari hasil Kualitas dari hasil Ketepatan waktu dari hasil Kehadiran Kemampuan bekerjasama Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negative dari suatu kebijakan operasional yang diambil.
Metode Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh kompetensi (variabel X1) dan komunikasi (variabel X2) terhadap kinerja (variabel Y) PT NX Indonesia Cilegon Banten. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah seluruh karyawan tetap PT NX Indonesia Cilegon, baik golongan operator, supervisor dan management, yang semuanya berjumlah 109 orang. Pada penelitian ini dari 109 orang populasi, akan diambil sampel. Untuk menentukan jumlah sampel yang akan dijadikan responden menggunakan rumus Slovin (Umar, 2005:108) sebagai berikut:
𝑛= Dimana :
𝑁 1+𝑁(𝑒)2
n = Jumlah sampel N= Ukuran Populasi e= Persen kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan (e yang digunakan adalah 5%)
Pada saat ini jumlah karyawan PT NX Indonesia Cilegon Banten adalah sebanyak 109 karyawan. Sehingga dari jumlah pegawai yang telah ada tersebut dapat ditentukan jumlah sampel yang diambil, dengan menggunakan rumus slovin dengan tingkat error 5%, adalah :
𝑛=
109 1+109(0.05)2
= 85, 658 dibulatkan menjadi 86 Karena jumlah populasi 109 orang, dan karena populasinya berstrata maka sampelnya juga berstrata menurut tingkat golongan. Dalam penelitian ini populasi dibagi kedalam bentuk tingkatan karyawan, yaitu tingkat Operator 88 orang, Supervisor 12orang dan Management 9orang.
28
Tehnik sampling yang digunakan adalah bagian dari probability sampling, yaitu Disproportionate Stratified Random Sampling, karena jumlah karyawan tiap golongan berbeda. Maka ditentukan jumlah sampel sebagai berikut: 1. Golongan Management Dari total golongan management 9 orang, semuanya dijadikan sampel. 2. Golongan Supervisor Dari total golongan supervisor 12 orang, semuanya dijadikan sampel 3. Golongan Operator Dari total golongan operator 88 orang, diambil 65 orang Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel Disproportionate Stratified Random Sampling No 1 2 3
Golongan Operator Supervisor Manager Jumlah
Populasi Pegawai 88 12 9 109
Sampel Pegawai 65 12 9 86
Tabel diatas menggambarkan, penggunaan stratifikasi karena yang diteliti adalah karyawan berdasarkan golongan atau tingkatan di PT NX Indonesia. Untuk penarikan sampel golongan operator, diambil secara sederhana (simple random sampling) yaitu pengambilan sampel dimana setiap elemen tunggal dalam populasi mempunyai peluang yang diketahui dan sama untuk terpilih sebagai sampel. Sementara untuk golongan Supervisor dan Management diambil secara dispropotioned karena dari semua populasi golongan tersebut dijadikan sampel. Uji Validitas dan Reliabilitas Data a. Uji Validitas Menurut Arikunto (2006:168) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas instrument. Uji validitas ini diperoleh dengan cara membandingkan rhitung dengan rtable. Dimana rhitung diperoleh dengan mengkorelasi setiap skor indikator dengan total skor indikator, sedangkan rtabel diperoleh dari nilai kritis pada taraf signifikan 0,05. Dalam uji validitas dapat digunakan SPSS dan dapat pula digunakan rumus teknik korelasi product moment ( Umar, 2003 ) :
29
Dimana : r = koefisien korelasi n = jumlah observasi/responden X = skor pertanyaan Y = skor total Analisa yang digunakan adalah Corrected Item –Total Correlation. Apabila rhitung > rtabel maka disebut valid, dan jika rhitung < rtabel maka disebut tidak valid sehingga instrument tidak dapat digunakan dalam penelitian. b. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Instrumen yang sudah dipercaya akan menghasilkan data yang dipercaya juga. Instrumen dikatakan reliable jika suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik (Arikunto, 2006:178). Pengujian reliabilits instrument dengan menggunakan teknik alpha croncbach. Rumus yang digunakan dalam mengukur reliabilitas ini adalah :
𝑟𝐻 =
𝑘 𝑘−1
1−
𝜎𝑏2 𝜎12
Keterangan : rH = Reliabilitas Instrument k = Banyaknya item pertanyaan atau banyaknya soal Σζ2b = Jumlah varians butir 2 ζ 1 = Varians Total (Arikunto, 2006:196) Jika r alpha > r table maka dinyatakan reliabel Uji Regresi Linier Berganda Dengan demikian model persamaan regresi linier berganda sebagai berikut : Y^ = β0 + β1X1 + β2X2 + ε Keterangan
:
Y^
= Kinerja Karyawan
β0
= Konstanta
β1β2
= Koefisien regresi
X1
= Kompetensi
X2
= Komunikasi
ε
= Standar Error 30
Hasil Dan Pembahasan Hasil Uji Validitas Data Untuk memastikan instrumen tersebut valid dalam mengukur ketepatan indikator variabel, maka digunakan uji validitas. Sebuah instrumen dikatakan valid jika mampu mengukur apa yang hendak diukur dari variabel yang diteliti. Tehnik pengujian validitas dengan membandingkan r hitung dengan r tabel, r hitung didapat dari korelasi skor butir terhadap skor total (Corrected Item Total Correlation), sedangkan r tabel dengan taraf signifikan 5% dimana df= (ά,n= 86) diperoleh nilai sebesar 0,213. Jika r hasil ≥ 0,213 maka butir atau variabel tersebut valid dan jika hasil r hasil≤ 0,213 maka butir atau variabel tersebut tidak valid. Berdasarkan hasil uji validitas yang dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17, maka kuesioner untuk variabel kompetensi yang terdiri dari 16 pertanyaan dinyatakan valid, variabel komunikasi yang terdiri dari 12 pertanyaan dinyatakan valid, dan variabel kinerja yang terdiri dari 11 pertanyaan dinyatakan valid. Kuesioner dinyatakan valid, karena nilai r yang dimiliki tiap butirnya lebih besar dari 0,213.
Hasil Uji Reliabilitas Data Untuk hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada tabel dibawah ini No 1 2 3
Tabel Reliabilitas Instrument Variabel Nomor Kuesioner Kompetensi 1-16 Komunikasi 17-28 Kinerja 29-39 Sumber : Data primer yang diolah
r alpha 0,872 0,805 0,796
Berdasarkan hasil uji reliabilitas pada instrument diatas dengan menggunakan koefisien Cronbach Alpha dengan alat bantu program SPSS 17, didapat bahwa hasil kuesioner memiliki nilai lebih besar dari 0,6. Maka dapat disimpulkan bahwa kuesioner dinyatakan reliabel. Hasil Analisis Data a. Uji untuk variabel kompetensi Dengan taraf alpha 0,05 dihasilkan nilai t tabel 1,989 dan nilai t hitung 13,991, maka t hitung> t tabel yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa kompetensi (X1) berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT NX Indonesia. b. Uji untuk variabel komunikasi Dengan taraf alpha 0,05 dihasilkan nilai t tabel 1,989 dan nilai t hitung 8,795, maka t hitung> t tabel yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa komunikasi (X2) berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT NX Indonesia. Dan dapat dijelaskan juga bahwa variable kompetensi (X1) mempunyai nilai t hitung (th) yang lebih besar dibanding variable komunikasi (X2) dalam mempengaruhi kinerja karyawan PT NX Indonesia pada penelitian ini. 31
c. Uji simultan variabel kompetensi dan komunikasi terhadap kinerja karyawan PT NX Indonesia Dari hasil analisis pada diperoleh nilai R square (R2) sebesar 0,812. Angka ini lalu diubah kedalam bentuk persen, artinya persentasi sumbangan pengaruh secara simultan variabel bebas terhadap variabel terikat. Nilai R2 sebesar 0,812 berarti pengaruh kompetensi dan komunikasi terhadap kinerja sebesar 81,20% dan sisanya 18,80% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukan dalam penelitian ini. Pembahasan Dari hasil analisis secara parsial dapat dijelaskan bahwa variabel kompetensi mempengaruhi kinerja karyawan. Hal ini sesuai dengan pendapat Palan, bahwa kinerja yang diunggul ditempat kerja, dipengaruhi oleh karakteristik kompetensi yang terdiri dari motif, sifat, konsep diri, pengetahuan, dan keterampilan. Selain itu juga menurut McLelland. menyimpulkan kajian hasil penelitian, bahwa tes kecakapan akademis tradisional dan tes pengetahuan isi serta nilai ijazah sekolah tidak dapat memprediksi keberhasilan dipekerjaan atau kehidupan, kesimpulannya bahwa ada karakteristik lain yang berkaitan dengan kesuksesan. PT NX Indonesia memiliki 109 orang karyawan, dengan latar belakang pendidikan sebagian besar lulusan SLTA sederajat, terutama dibagian operator. Untuk itu mereka dibekali dengan keterampilan tambahan, seperti diadakannya pelatihan bahasa jepang dan bahasa Inggris, hal ini dianggap penting, karena induk perusahaan ini ada di Jepang dan Presiden Direktur yang ditempatkan di PT NX Indonesia pun orang Jepang, jadi dengan penguasaan bahasa Jepang dan bahasa Inggris akan membantu dalam proses komunikasi juga untuk menambah pengetahuan dan keterampilan karyawan sebagai bagian dari kompetensi. Untuk penguasaan alat, sebelum mulai bekerja mereka ditraining selama 3 bulan, juga bila dibutuhkan misal adanya alih tehnologi, adanya mesin baru, maka karyawan yang terkait akan dikirm untuk belajar ke Jepang, atau hanya untuk melakukan studi banding misalnya, jika dirasa dengan mesin yang sama, tapi dinegara lain produksinya bisa lebih baik. Untuk meningkatkan keterampilan, juga perusahaan mengizinkan karyawannya untuk mengajukan mengikuti pelatihan diluar perusahaan, selama pelatihan itu bertujuan positif untuk meningkatkan kompetensi karyawan, misalnya dengan diikutsertakannya karyawan pada pelatihan Ahli K3, karena urusan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) , pelatihan export import dan sebagainya. Masih merujuk pada Palan tentang karakteristik kompetensi, selain pengatahuan dan keterampilan, juga adanya motif, sifat dan konsep diri. Hal ini dapat digambarkan dari hasil kuesioner dimana sebagian besar responden setuju jika mereka merasa senang dengan pekerjaannya, dan mereka tetap bekerja dengan baik meski tanpa diawasi, responden juga mampu mengontrol emosi dan bersedia bekerja keras demi pencapaian tujuan perusahaan. Jadi memang kompetensi yang dimiliki karyawan PT NX Indonesia sudah baik dan mampu mempengaruhi kinerja Mengenai keterkaitan organisasi dan komunikasi, Hanney mengatakan bahwa, organisasi terdiri atas sejumah orang, ia melibatkan keadaan saling bergantung, kebergantungan memerlukan koordinasi, koordinasi mensyaratkan komunikasi. Adapun peranan komunikasi antar persona secara efektif dalam kehidupan organisasi seperti dijelaskan effendi (2006:117) yaitu mampu membuat pegawai 32
melakukan aktifitas atau kegiatan tertentu dengan kesadaran, kegairahan, dan kegembiraan, dengan suasana kerja seperti ini diharapkan kinerja meningkat dengan hasil memuaskan. Hubungan antar karyawan dalam perusahaan ini cukup baik, setiap karyawan dimungkinkan untuk saling berkomunikasi, baik dengan karyawan satu level, karyawan dibawahnya maupun dengan karyawan di level atas. Komunikasi yang terjadi tidak hanya semata dalam hal penyelesaian pekerjaan tapi juga lebih untuk mempererat kekeluargaan, karena bagaimanapun juga minimal 8 jam, karyawan menghabiskan waktu di tempatnya bekerja tiap harinya, sehingga dengan suasana yang nyaman, tentu akan mendukung aktifitas selama bekerja. Hal ini bisa dilihat dengan adanya senam pagi tiap hari, selama 15 menit sebagai awal dari aktifitas bekerja. Walau hanya sebentar, tapi cukup efektif karena semua karyawan berkumpul termasuk Presiden Direkturnya, dan dilanjutkan dengan team meeting. Dimana tiap tiap bagian berkumpul dan saling berkoordinasi tentang pekerjaannya yang telah diselesaikan, dan rencana kerjanya hari ini, pada team meeting ini masing-masing karyawan saling memberi laporan, dan masukan demi perbaikan yang tentunya akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Jadi bisa dilihat, bahwa komunikasi memang penting dalam suatu organisasi. Hasil penelitian sesuai dengan teori diatas, bahwa komunikasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT NX Indonesia. Dengan komunikasi karyawan bisa mengungkapkan apa saja yang terkait dengan pekerjaannya, sehingga mereka bisa bekerja dengan baik. Dengan komunikasi juga, suasana kerja akan lebih nyaman, bawahan bisa mengungkapkan isi hatinya, karena atasannya merespon dengan baik, dan atasan juga bisa dimengerti karyawan saat menyampaikan sesuatu. Dengan terciptanya suasana kerja yang nyaman, maka karyawan akan memberikan kinerjanya yang terbaik. Berdasarkan hasil analisis pengujian secara simultan kompetensi dan karyawan terhadap kinerja karyawan PT NX Indonesia, maka diperoleh hasil bahwa kompetensi dan komunikasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT NX Indonesia, dan pengaruhnya sebesar 81,20%. Hal ini sesuai dengan pendapat Pace, bahwa pengaruh komunikasi akan bergabung dengan berbagai cara untuk mengembangkan suatu kepercayaan dan konsep diri, motif, dan sifat yang merupakan karakteristik kompetensi untuk menciptakan suasana kerja yang baik, yang akhirnya akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
33
Daftar Pustaka Arikunto, S.2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi Enam, Jakarta : Penerbit Rineka Cipta Dessler, G. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid 1. Jakarta :Indeks Effendi, O.U. 2006. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung : PT Remaja Rosdakarya Mathis, R.L dan Jackson J.H. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Sepuluh, Jakarta: Penerbit Salemba Empat Pace, R.W. 2001. Komunikasi Oganisasi Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Palan,R.2006. Competency Management, Terjemahan Octa Meila Jalal, Jakarta : Penerbit PPM Spencer L. M & Spencer,S.M. 1993. Competence Work Model for Superior Performance. John Wiley & Sons Inc. Umar, H. 2005. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum
34
Analisis Kehidupan Sosial Masyarakat Sebelum Dan Sesudah Berdirinya Industri Di Desa Sukatani Kecamatan Cikande Kabupaten Serang Amarul
[email protected] Marlia Purnamasari
[email protected] Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya ABSTRAK Kehadiran industri tersebut diharapkan mampu membuka lapangan kerja baru dengan munculnya aktivitas perekonomian baru bagi masyarakat sekitar. Selain perubahan pendapatan, kehadiran industri tersebut dapat meningkatkan diversifikasi sumber pendapatan masyarakat. Perubahan lahan yang sebelumnya kawasan pertanian menjadi kawasan industri yang akan mempengaruhi jenis sumber mata pencaharian baru bagi masyarakat setempat. Namun kenyata annya berdasarkan penelitian yang penulis lakukan dengan menggunakan sebaran angket kepada masyarakat yang penulis jadikan sebagai responden, dimana analisis yang digunakan dengan analisis komparatif atau perbandingan, maka diperoleh hasil Analisis Uji beda kehidupan masyarakat ekonomi sosial sebelum dan sesudah pendirian industri bahwa hasil tabel diatas diketahui t hitung adalah 1,952 dengan tingkat signifikasi (a) adalah 5% atau derajat kebebasan adalah n-1 atau 200 – 1 = 199 uji dilakukan dua sisi atau dua ekor karena akan diketahui apakah rata-rata sebelum pendirian industri sama dengan sesudah ataukah tidak. Perlunya dua sisi dapat diketahui pula dari output spss yang menyatakan 2 tailed. Dari tabel t di dapat angka 1,970 (1980+ 1960)/2). Dengan demikian terlihat bahwa t hitung adalah 1,952 dengan nilai probabilitas 0,052. Oleh karena probabilitas 0,000 > 0,05, maka Ho di terima, yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat desa Sukatani sebelum dan setelah berdirinya Industri.
Keyword : Kehidupan sosial ekonomi sebelum dan sesudah pendirian Industri
35
Analysis Of Social Life Before And After The Establishment Of Industries In The Village District Of Cikande Sukatani Serang District Amarul
[email protected] Marlia Purnamasari
[email protected]
ABSTRACT The presence of these industries are expected to create new jobs with the emergence of new economic activity to the surrounding community. In addition to changes in income, the presence of the industry may increase the diversification of sources of income. Changes in land that was formerly agricultural areas into industrial zones that will affect the kind of new sources of livelihood for the local people. But the reality is based on research by the author using the distribution of a questionnaire to the public that the authors use as respondents, where the analysis used in the comparative analysis or comparison, the obtained results of Test Analysis different from community life social economy before and after the establishment of the industry that results of the above table are known t count is 1,952 with significance level (a) is 5% or degrees of freedom is n-1 or 200-1 = 199 tests carried out a two-sided or two as it will be known whether the average before the industrial establishment at the post or not. The need for the two sides can be seen also from SPSS output stating 2 tailed. From the table t can figure 1.970 (1980+ 1960) / 2). Thus seen that t is 1.952 with a probability value of 0.052. Therefore the probability 0.000> 0.05, then Ho is accepted, which means there are no significant differences in social and economic life of rural communities Sukatani before and after the founding of Industry.
Keyword: socio-economic life before and after the establishment of Industry
36
Pendahuluan Latar Belakang Masalah Pembangunan sektor industri sebagai bagian dari proses pembangunan nasional dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi telah membawa perubahan terhadap kehidupan masyakarat. Perubahan tersebut meliputi dampak pembangunan industri terhadap sosial ekonomi masyarakat dan lingkungan sekitar industri. Dampak pembangunan industri tersebut aspek sosial ekonomi meliputi mata pencaharian penduduk dari sektor pertanian menjad sektor industri dan perdagangan, dampak lainnya terbukanya kesempatan kerja yang lebih luas baik bagi masrakat setempat maupun masyarakat pendatang. Dampak industri terhadap aspek sosial budaya antaralain berkurangnya kekuatan mengikat nilai dan norma budaya yang ada karena masuknya nilai dan norma budaya yang baru yang dibawa oleh masyarakat pendatang atau migran. Selama ini Industrialisasi sering dianggap sebagai pintu masuk untuk membawa masyarakat ke arah kemakmuran, paling tidak sebagai penggerak dalam pembangunan ekonomi. Oleh karena itu pengembangan industri menjadi perhatian pemerintah dalam rangka pengembangan ekonomi. Perluasan kawasan industri diciptakan agar menarik investor asing menanamkan modalnya di Indonesa. Harapan pemerintah adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, ketersediaan sarana, infrastrukutr, peningkatan kualitas SDM. Dalam rangka pengembangan perekonomian wilayah sekaligus peningkatan kehidupan sosial ekonomi masyarakat, Pemerintah Daerah (PEMDA) Kabupaten Serang terutama di Kecamatan Cikande Desa Sukatani, yang dapat digunakan para investor seperti PT. Cap Kaki Tiga, PT. Aneka Baja, PT. Sain Goban. Kehadiran industri tersebut diharapkan mampu membuka lapangan kerja baru dengan munculnya aktivitas perekonomian baru bagi masyarakat sekitar. Selain perubahan pendapatan, kehadiran industri tersebut dapat meningkatkan diversifikasi sumber pendapatan masyarakat. Perubahan lahan yang sebelumnya kawasan pertanian menjadi kawasan industri yang akan mempengaruhi jenis sumber mata pencaharian baru bagi masyarakat setempat. Adanya pembangunan industri tersebut telah memberikan pengaruh secara langsung dan tidak langsung kepada masyarakat setempat, pengaruh langsungnya 37
adalah berkurangnya lahan pertanian, sedangkan pengaruh tidak langsungnya adalah bergesernya mata pencaharian penduduk setempat ke bidang industri dan jasa atau perdagangan. Pengaruh langsung dan tidak langsung tersebut juga ada yang positif dan negatif. Pengaruh positifnya adalah menciptakan keanekaragaman kehidupan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sedangkan pengaruh negatifnya adalah munculnya kecemburuan sosial dari pemuda setempat karena adanya persaingan dalam mendapatkan pekerjaan. Pengaruh negatif lainnya adalah berkurangnya lahan pertanian yang menyebabkan petani yang hanya memiliki sedikit lahan dan tidak memiliki keterampilan serta tingkat pendidikan yang rendah menjadi tersingkir Berdasarkan hasil wawancara dengan Plh. Kepala Desa Sukatani yaitu Bapak H. Rachmatullah bahwa adanya industri di wilayah desa Sukatani penghasilan masyarakat berkurang karena lahan persawahan sudah berubah menjadi Industri yang awalnya kebanyakan dari hasil tani dan perkebunan baik sebagai pemilik sawan ataupun sebagai buruh tani. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti dengan judul Analisis kehidupan sosial masyarakat sebelum dan sesudah berdirinya industri di Desa Sukatani Kecamatan Cikande Kabupaten Serang.
Perumusan masalah Berdasarkan dari identifikasi masalah, maka penulis dapat merumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana kehidupan sosial masyarakat sebelum pendirian industri di Desa Sukatani Kecamatan Cikande? 2. Bagaimana kehidupan sosial masyarakat setelah pendirian industri di Desa Sukatani Kecamatan Cikande ? 3. Adakah perbedaan yang signfikan kehidupan sosial masyarakat sebelum dan setelah berdirinya industri di Desa Sukatani Kecamatan Cikande
38
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kehidupan sosial masyarakat sebelum adanya pendirian industri di Desa Sukatani Kecamatan Cikande. 2. Untuk mengetahui kehidupan sosial masyarakat setelah pendirian industri di Desa Sukatani Kecamatan Cikande. 3. Untuk mengetahui tingkat signifikan kehidupan sosial masyarakat sebelum dan setelah berdirinya industri di Desa Sukatani Kecamatan Cikande.
Tinjauan Pustaka Defenisi Industri Industri
adalah
semua
perusahaan
atau
usaha
yang
melakukan
kegiatanmerubah bahan dasar atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebihtinggi nilainya. Termasuk kedalam sektor ini adalah perusahaan yang melakukankegiatan jasa industri dan perakitan (assembling) dari suatu industri (BPS, 2002). Menurut G. Kartasapoetra (1987) ”Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan-bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadimenjadi barang yang bernilai tinggi”. Industri merupakan jaringan yang menjangkau hampir setiap aspek masyarakat, kebudayaan, dan kepribadian.Industri juga merupakan sebuah faktor penting dalam membentuk masalah-masalah sosial yang kompleks.dengan mutu yang bagus
untuk kemudian
dijual dan
diperdagangkan.
Guna menjaga
kemassalannyadigunakan sejumlah tenaga kerja dengan peralatan, teknik dan cara serta polakerja tertentu .Industri menurut skalanya yaitu: 1. Industri besar adalah usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerjaatau karyawan 100 orang atau lebih. 2. Industri sedang adalah usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerjaatau karyawan 20 sampai 99 orang. 3. Industri kecil adalah usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerjaatau karyawan 5 sampai 19 orang.
39
4. Industri rumah tangga adalah usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja atau karyawan 1 sampai 4 orang. Masyarakat Pedesaan Masyarakat menurutSoekanto (1990) diartikan sebagai manusia yanghidup bersama, mereka sadar sebagai satu kesatuan dan mereka merupakan suatusistem yang hidup bersama. Masyarakat 4 desa mempunyai hubungan yang lebih erat daripada masyarakat kota. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasarsistem kekeluargaan. Dalam masyarakat desa biasanya tertuju pada keperluankebutuhan yang bersifat primer seperti makanan, pakaian, dan rumah.Masyarakat desa terdiri dariindividu dan keluarga-keluarga yang membentuk suatu kelompok sosial yangsaling berhubungan antara satu sama lain baik diorganisir maupun tidak untukmencapai tujuan tertentu (kepentingan pribadi atau kelompok) jelas menunjukkanmasyarakat desa hidup berkelompok dimana secara normatif mereka diatur olehnorma-norma, nilai-nilai dan kelembagaan yang bersifat tradisional, sehinggadalam kehidupan sehari-harinya unsur kebersamaan, gotong royong yang bersifatkomunal dalam berbagai segi kehidupan masih banyak dikalangan mereka. Perubahan Sosial Pedesaan Setiap masyarakat selama hidupnya pasti mengalami perubahan-perubahan. Ada perubahan yang menarik perhatian orang, ada yang pengaruhnya luas, yang terjad lambat, ada pula yang terjadi cepat. Perubahan-perubahan di masyarakat dapat berupa perubahannorma-norma, pola-pola perilaku seseorang, organisasi, susunan dan stratifikasimasyarakat, dan juga mengenai lembaga kemasyarakatan.Sebab-sebab terjadinya perubahan itu sumbernya ada yang terletak didalam masyarakat itu sendiri dan ada yang letaknya di luar masyarakat itu. Sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri misalnya bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan baru, pertentangan antara golongan, dan pemberontakan atau evolusi di dalam tubuh masyarakat itu sendiri.Apabila sebab-sebab perubahan itu bersumber dari masyarakat lain maka perubahan dalam masyarakat itu perlu juga diketahui saluran-saluran yang dilalui dalam proses perubahan itu, sehingga perubahan itu pada akhirnya dikenal, diterima, diakui, dan digunakan oleh khalayak ramai. Saluran-saluran yang dilalui dalam proses perubahan tersebut pada umumnya adalah lembaga kemasyarakatan dalam
bidang
pendidikan,
sebagainya.Menurut
Ibrahim,
ekonomi, J.T,
pemerintahan,
(2002), 40
agama,rekreasi
industrialisasi
pada
dan
masyarakat
agrarismerupakan salah satu contoh bentuk perubahan sosial yang tingkat pengaruhnya besar pada sendi dasar kehidupan manusia. Secara umum, perubahan tersebut membawa pengaruh besar pada sistem dan struktur sosial. Proses industrialisasi merubah pola hubungan kerja tradisional menjadi modrn rasional. Kondisi Sosial Ekonomi Sosiologi
ekonomi
adalah
studi
tentang
bagaimana
cara
orang
atau masyarakatmemenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap barang dan jasa yang menggunakansosiologi (Damzar 2002 : 7). Kondisi sosial ekonomi adalah tatanan kehidupan sosial material maupun spiritual yang meliputi rasa keselarasan, kesusilaan, ketentraman lahirnya dan batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha untuk pemenuhan kebutuhan sosial lainnya yang sebaikmungkin bagi diri sendiri keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak- hak asasi manusia serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila (Adi,1996: 20). Sosial ekonomi adalah kondisi kependudukan yang ada tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat kesehatan, tingkat konsumsi, perumahan, dan lingkungan masyarakat (Kusnadi 1993: 6). Sedangkan menurut Soekanto (2003) sosial ekonomi adalah posisi seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan orang lain dalam arti lingkungan pergaulan, prestasinya, dan hak serta kewajibannya dalam hubungannya dengan sumber daya. Berdasarkan pendapat di atas maka sosial ekonomi adalah posisi seseorangatau kelompok orang dalam masyarakat yang kondisinya memungkinkan bagi setiap individu maupun kelompok untuk mengadakan usaha guna pemenuhan kebutuhan hidupnya yang sebaik mungkin bagi diri sendiri, keluarga sertamasyarakat dan lingkungannya Dampak adalah suatu perubahan yang disebabkan oleh suatu kegiatan, suatu usaha investasi dalam kegiatan pembangunan memiliki kemampuan potensial menimbulkan dampak. Konsep dampak diartikan sebagai pengaruh
munculnya
aktifitas
manusia
dalam pembangunan terhadap lingkungan termasuk manusia. Sehubungan dengan itu Soemartono (2011) menjelaskan bahwa padadasarnya sasaran pembangunan adalah menaikkan tingkat kesejahteraan rakyat, akan tetapi aktifitas pembangunan yang menimbulkan efek samping yang tidakdirencanakan di luar sasaran yang disebut dampak.
41
Dampak dapat bersifat biofisik, sosial, ekonomi dan budaya yang berpengaruh terhadap sasaran yangingin dicapai. Adapun menurut Soedharto (1995) dampak sosial adalah konsekuensisosial yang menimbulkan akibat dari suatu kegiatan pembangunan ataupun penerapan suatu kebijakan dan program merupakan perubahan yang terjadi padamanusia dan masyarakat yang diakibatkan oleh aktifitas pembangunan.
Adapun
menurut
Soedharto
(1995)
dampak
sosial
adalah
konsekuensisosial yang menimbulkan akibat dari suatu kegiatan pembangunan ataupun
penerapan
suatu
kebijakan
dan
program
merupakan perubahan yang terjadi pada manusia dan masyarakat yang diakibatkan oleh aktifitas pembangunan. Dalam keputusan pemerintah No.14 Menteri Lingkungan Hidup 1994 tentang”penetapan dampak penting” terhadap aspek sosial ekonomi yaitu: 1.
Aspek sosiala. a. Pranata sosial/lembaga-lembaga yang tumbuh dikalangan masyarakat, adat istiadat dan kebiasaan yang berlaku. b. Proses sosial/kerjasama, akumulasi konflik di kalangan masyarakat. c. Akulturasi, asimilasi dan integrasi dari berbagai kelompok masyarakat d. Kelompok-kelompok dan organisai sosial. e. Pelapisan sosial di kalangan masyarakat. f. Perubahan sosial yang berlangsung di kalangan masyarakat. g. Sikap dan persepsi masyarakat terhadap rencana usaha dan pekerjaan.
2.
Aspek ekonomia. a)
Kesempatan bekerja dan berusaha.
b)
Pola perubahan dan penguasaan lahan dari sumber daya alam.
c)
Tingkat pendapatan.
d)
Sarana dan prasarana infrastruktur.
e)
Pola pemanfaatan sumber daya alam.
Dampak Industri terhadap Lingkungan Pembangunan industri di satu sisi memberikan perubahan yang berdampak terhadap sosial ekonomi masyarakat namun di sisi lain juga membawa perubahan yang berdampak negatif, dampak negatif tersebut antara lain terjadinya pencemaran terhadap lingkungan sekitar industri seperti polusi air bersih, polusi kebisingan suara, 42
dan polusi udara. Selain pencemaran lingkungan dampak negatif yang terjadi antara lain adanya Dampak negatif terhadap pencemaran lingkungan seperti polusi air, polusi udara, polusi tanah, dan lain-lain yang membahayakan kelangsungan hidup semua makhluk. Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh pihak perusahaan sendiri maupun Pemerintah Daerah untuk memperkecil resiko pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh aktifitas industri. 1.
Pencemaran Air Bersih Upaya yang telah dilakukan dalam mengurangi atau memperkecilterjadinya resiko pencemaran linkungan memang tidak sepenuhnya menjaminuntuk tidak adanya masalah pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan terjadi mengenai air sumur penduduk yang terkontaminasi dengan limbah yang berasal dari perusahaan. Kapasitas limbah yang cukup banyak sementara kualitas dan kapasitas penampung limbah kurang memadai akibatnya limbah menyerap dalam tanah sampai ke air sumur masyarakat.
2.
Polusi Kebisingan Suara Selain pencemaran terhadap air sumur penduduk, pencemaran juga terjadi akibat kebisingan suara yang dihasilkan oleh aktifitas produksi yang melebihi batas. Salah satu cara mengurangnya adalah dengan melakukan perbaikan kualitas bangunan agar dapat menurunkan intensitas bising dan menambah pepohonan di sekitar pabrik.
3.
Polusi Udara Pencemaran lingkungan yang juga terjadi adalah polusi udara,dimana polusi tersebut berasal dari kegiatan mesin-mesin produksi pabrik yang
pembuangan
limbah
asapnya
melalu
cerobong
perusahaan,
terutama perusahaan yang dalam produksi lebih banyak melakukan kgiatan pembakaran. Selain polusi udara dihasilkan dari kegiatan industri, polusi udara juga terjadi akibat banyaknya truk-truk perusahaan yang berkapasitas besar keluar masuk pabrik untuk mengangkut hasil produksi perusahaan, hal ini yang kemudian jalan mudah rusak dan menimbulkan debu-debu tebal di jalan. Kerangka Konseptual Perubahan paling sederhana yang tampak secara spasial adalah alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri yang tentu berdampak pada beralihnya profesi masyarakat petani ke profesi lain. Hal ini mempunyai pengaruh pada pola hidup, mata pencaharian, perilaku maupun cara berpikir. Hal ini pula yang mempengaruhi berbagai aspek di kehidupan masyarakat Sukatani, antara lain aspek pendidikan, aspek kesehatan, aspek ekonomi, aspek budaya, dan aspek lingkungan 43
Menurut Selo Soemarjan (dalam Andi Fardani, 2012) mengemukakan bahwa disamping hasil-hasil yang cukup menggembirakan dalam pembangunan ekonomi gaya modern, masyarakat sedang berkembang merasakan kemerosotan yang tidak mengenakkan dari identitas budaya mereka. Industri
Kehidupan Ekonomi Sosial Masyarakat
Pendidikan
Kesehatan
Ekonomi
Budaya
Lingkungan
Metode Penelitian Tipe Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan
Komparatif,
yaitu
metodologi
riset
yang
berupaya
untuk
mengkuantifikasi data, dan biasanya menerapkan analisis statistik tertentu (Malhotra,2005:115).
Metode
penelitian
yang
digunakan
adalah
dengan
menggunakan metode survei, yaitu sebuah desain penelitian yang memberikan uraian kuantitatif maupun numerik dari sejumlah pecahan populasi (sampel) melalui proses pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul datanya (Fowler, 1988 dalam Jhon W Creswell, 1994:112). Pengujian hipotesis secara spesifik serta adanya perbandingan berbagai variabel melalui pengujian hipotesis, maka jenis penelitian yang digunakan adalah Explanatory research yaitu suatu metode yang tidak hanya menyatakan kondisi dari variable-variabel saja, tetapi juga untuk mengetahui tingkat komparatif dari variable yang akan diteliti
44
Populasi dan Sample. Populasi, teknik pengambilan dan penyebaran sampel a. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat desa Sukatani b. Teknik pengambilan sampel Dalam menentukan sampel ini penulis menggunakan purpose sampel, dimana jumlah yang sampel yang penulis jadi responden adalah 200 orang, dengan kriteria yang berusia diatas 35 tahun dan status kependudukan asli.
Operasionalisasi 1. Kisi-Kisi Instrumen Kehidupan sosial masyarakat Dimensi Pendidikan
Indikator Tingkat Pendidikan Masyarakat
Skala Interval
Jenjang pendidikan Tingkat Butaaksara Kesehatan
Biaya kesehatan
Interval
Balai kesehatan tersedia Ekonomi
Pendapatan rumah tangga
Interval
Pekerjaan Masyarakat Pengangguran Budaya
Gaya hidup masyarakat
Interval
Adat istiadat masyarakat Pola prilaku social Urbanisasi Lingkungan
Tingkat polusi
Interval
Tingkat kemacetan
Metode Analisis Data Rancangan Hipotesis Statistik Sedangkan langkah – langkah pengujian sebagai berikut: 1. Tentukan Hipotesis Statistik Ho = Tidak terdapat perbedaan yang signifikan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat desa Sukatani sebelum dan setelah berdirinya Industri 45
Ha =
Terdapat perbedaan yang signifikan
kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat desa Sukatani sebelum dan setelah berdirinya Industri 2. Tentukan Alpha ( α ), taraf kesalahan yang masih bisa ditolerir. perlakuan. Nilai taraf signifikansi yang dijadikan standar diterima atau ditolaknya adalah 0,05 yang digunakan untuk mencari nilai t-tabel.
Uji Hipotesis Komparatif Data Berkorelasi Adapun teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis t-test. Teknik ini digunakan untuk menguji signifikansi hipotesis komparatif dua sampel yang berkorelasi, dengan menggunakan sampel dependent artinya menggunakan kelompok orang yang sama, 1. Rumusan t-test yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif dua sample yang berkorelasi adalah sebagai berikut
2. Kriteria Uji
Jika t hitung lebih besar dari pada t tabel (thitung > t table) maka Ho ditolak sedangkan h1 diterima
Jika t hitung lebih kecil dari t table (thitung < t table) maka Ho diterima sedangkan h1 ditolak
Mencari t table dengan table distribusi t
dengan dk =n1 +
n2 dengan taraf
kesalahan yang telah ditetapkan dalam penelitian ini yaitu sebesar α 0.05 atau 5%
Pembahasan Obyek Penelitian a. Kependudukan Berdasarkan data dari kantor desa sukatani pada bulan September 2015, Jumlah penduduk pada bulan lalu laki-laki 2.325, perempuan 2.121 dengan total 4.446. yang lahir laki-laki 12, perempuan 20 dengan total 20 orang, kemudian pendatang laki-laki 4, perempuan 5 dengan total 9 orang, data yang pindah, laki-laki 1, perempuan 1, jumlah penduduk pada bulan September 2015, laki-laki 2.341 dan perempuan 2.133 dengan total 4.474, jumlah kartu keluarga sebanyak 1.188, 46
jumlah wajib KTP 3.11, jumlah telah memiliki KTP 3.266 dan jumlah belum memiliki KTP 129. Sehingga desa Sukatani memiliki 13 RT dan 3 RW. Keluarga angka pra keluarga sejahtera (KS) yaitu 424, angka KS 1 yaitu 302, angka KS II yaitu 263, angka KS III yaitu 207, angka KS III Plus 35. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat desa sukatani masih dibawah rata-rata masyarakat keluarga sejahtera karena nilai tertinggi yaitu berada pada pra KS dan KS1. b. Tenaga Kerja Tenaga kerja
Laki-laki
Perempuan
Penduduk usia 18-56 tahun
422 Orang
421 Orang
Penduduk usia 18-56 tahun yang bekerja
315 Orang
314 Orang
Penduduk usia 18-56 tahun yang belum atau tidak bekerja
422 Orang
421 Orang
Penduduk usia 0-6 tahun
165 Orang
174 Orang
Penduduk masih sekolah 7-18 tahun
359 Orang
358 Orang
Penduduk usia 56 tahun ke atas
214 Orang
223 Orang
Angkatan Kerja
319 Orang
213 Orang
2216 Orang
2124 Orang
4340
Orang
Jumlah Jumlah Total Sumber : Kantor Desa Sukatani
c. Pendidikan
47
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa untuk Madrasah Diniyah Desa Sukatani memiliki sekolah Diniyah 5 sekolahan yang kepemilikannya oleh swasta, dengan jumlah guru sebanyak 21 orang, yang terdiri dari 9 laki-laki, 12 perempuan. Jumlah siswa 310. Bila kita bandingkan jumlah siswa dengan jumlah sekolahan (310:5) = 62. Sehingga dapat dirata-ratakan setiap sekolahan memiliki murid 62 orang.
Berdasarkan tabel diatas bawah untuk Desa Sukatani jumlah sekolah PAUD memiliki hanya 1 sekolah, jumlah guru 3 orang, jumlah siswa 34 orang. Bila kita lihat bahwa jumlah anak yang berusia 0-6 tahun sebanyak 339 anak, ini menunjukan masih lemahnya perhatian masyarakat untuk pendidikan usia dini.
48
Berdasarkan tabel diatas bahwa untuk Desa Sukatani jumlah Sekolah Dasar sebanyak 1 sekolahan negeri, jumlah guru 10, jumlah siswa 324 orang. Jumlah sekolah swasta terdapat 2 sekolahan, jumlah guru 4, jumlah siswa 71 orang. d. Kesehatan
Dari tabel diatas untuk desa Sukatani memiliki klinik pengobatan sebantak 1 balai. Jumlah ini tidak idial bila kita bandingkan dengan jumlah penduduk yang berada di Desa Sukatani sebanyak + 4340.
49
Tabel diatas menjelaskan bahwa untuk Desa Sukatani Jumlah praktek bidan sebanyak 2 tempat praktek.
Berdasarkan tabel diatas untuk desa Sukatani jumlah masyarakat yang menerima jamkesmas sebanyak 1.976, dan yang menggunakan jamkesmas sebanyak 1.408 berarti sudah 71,25% jamkesmas digunakan oleh masyarakat. Tenaga kesehatan untuk persalinan yang sudah dilayani 91,04 %. Ini menunjukan bahwa pelayanan untuk kesahatan baik itu persalinan maupun dalam penggunaan jamkesmas sudah dilakukan dengan baik karena sudah diatas rata-rata. (50%).
50
Hasil Analisa Distribusi frekuensi untuk setiap pertanyaan dan setiap option jawaban Berdasarkan distribusi frekuensi berikut ini kita bisa mengetahui sebaran/distribusi jawaban responden atas pertanyaan-pertanyaan yang telah diberikan. Untuk melakukan penilaian dari setap variabel dilakukan penggolongan berdasarkan pembobotan dengan skala likert. Penggolongan dilakukan dengan mempertimbangkan total bobot sebagai berikut berdasarkan hasil penyebaran kuisioner kepada 200 responden : Bobot X Penilaian = Total kumulatif Nilai Akhir Dengan asumsi : 1. Bila semua responden menjawab dengan skala rendah = 1, maka total nilai adalah 200 X 1 = 200 2. Bila semua responden menjawab dengan skala tertinggi = 5, maka total nilai adalah 200 X 5 = 1000 Jarak = 1000 – 200 = 800 Jumlah kelas
= 5 kelas
Dengan perhitungan interval sebagai berikut : Jarak 800 = = 160 Kelas 5 Dari total kumulatif akhir yang diperoleh, maka penilaian responden dikelompokkan pada tabel dibawah ini: Tabel Interprestasi Penilaian Inteval
Interprestasi Penilaian
200 – 359
Sangat Tidak Baik
360 - 519
Tidak Baik
520 - 679
Cukup Baik
680 - 839
Baik
840 – 999
Sangat Baik
51
Analisis Deskriptif sebelum adanya industri Berikut disajikan tabel hasil tanggapan responden sebelum pendirian industri: Skala Likert Pernyataan
Skor
Keterangan
5
4
3
2
1
P1
18
100
24
58
0
678
Cukup baik
P2
14
92
44
50
0
670
Cukup baik
674
Cukup baik
Total Rata-rata Pendidikan P3
12
68
74
44
2
644
Cukup baik
P4
8
123
63
4
0
729
Baik
686.5
baik
Total Rata-rata Kesehatan P5
10
94
42
54
0
660
Cukup baik
P6
3
133
48
16
0
723
Cukup baik
P7
10
82
43
61
4
633
Cukup baik
672.0
Cukup baik
Total Rata-rata Ekonomi P8
11
109
38
28
14
675
Baik
P9
6
92
32
38
32
602
Baik
p10
10
113
35
36
6
685
Baik
p11
72
34
24
42
28
680
Cukup baik
660.5
Cukup Baik
Total Rata-rata Budaya P12
7
103
90
0
0
717
Baik
p13
0
74
94
32
0
642
Baik
Total Rata-rata Lingkungan
679.5
Jumlah
8738
Rata – rata
672.2
Cukup Baik
Cukup baik
Berdasarkan jawaban dari responden tentang keadaan sosial ekonomi sebelum didirikan industri, bahwa untuk dimensi pendidikan dikatagorikan cukup baik dengan skor 674, dimensi kesehatan dapat dikatagorikan baik dengan skor 686,5, dimensi ekonomi dapat dikatagorikan cukup baik dengan skor 672, dimensi budaya dapat dikatagorikan cukup baik dengan skor 660,5, dimensi lingkungan dapat 52
dikatagorikan cukup baik dengan skor 679,5. Dengan demikian diperoleh hasil rata – rata dari semua nilai kuesioner yaitu 672,2 dilihat dari tabel penilaian berada pada rank 520 – 679 dengan demikian termasuk katagori penilaian cukup baik. Dari kelima demensi terdapat nilai rata-rata paling rendah yaitu dimensi budaya 660,5. Analisis Deskriptif Sesudah Industri Berikut disajikan tabel hasil tanggapan responden sesudah pendirian industri : Skala Likert Pertanyaan
Skor 5
4
3
2
1
Keterangan
P1
28
142
18
12
0
786
Baik
P2
24
133
32
11
0
770
Baik
778
Baik
Total Rata-rata Pendidikan P3
12
114
65
9
0
729
Cukup baik
P4
9
143
46
2
0
759
Baik
744
baik
Total Rata-rata Kesehatan P5
18
40
84
57
1
617
tidak baik
P6
6
51
78
64
1
597
Cukup baik
P7
8
34
104
53
1
595
Cukup baik
603.0
Cukup baik
Total Rata-rata Ekonomi P8
22
82
51
39
6
675
Cukup baik
P9
2
58
49
67 24
547
Cukup baik
p10
6
99
41
46
8
649
Cukup baik
p11
82
26
21
45 26
693
Cukup baik
641
Cukup baik
Total Rata-rata Budaya P12
0
9
100
91
0
518
Tidak baik
p13
0
64
122
14
0
650
Cukup baik
Total Rata-rata Lingkungan
584
Cukup baik
Jumlah
8585
Rata – rata
660.4
53
cukup baik
Berdasarkan jawaban dari responden tentang keadaan sosial ekonomi setelah didirikan industri, untuk dimensi pendidikan diperoleh skor rata-rata 778 dengan katagori baik, dimensi kesehatan diperoleh skor rata-rata 744 dengan katagori baik, dimensi ekonomi diperoleh skor rata-rata 603 dengan katagori cukup baik, dimensi budaya diperoleh skor rata-rata 641 dengan katagori cukup baik, dimensi lingkungan diperoleh skor rata-rata 584 dengan katagori cukup baik. Dengan demikian diperoleh hasil rata – rata dari semua nilai kuesioner yaitu 660,3 dilihat dari tabel penilaian berada pada rank 520 – 679 dengan demikian termasuk katagori penilaian cukup baik. Dari kelima demensi terdapat nilai rata-rata paling rendah yaitu dimensi lingkungan 584. Uji Beda kehidupan masyarakat ekonomi sosial sebelum dan sesudah pendirian industri Paired Samples Statistics Mean
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Sebelum
43.6900
200
5.96168
.42155
Sesudah
42.9250
200
4.98131
.35223
Pair 1
Paired Samples Correlations N Pair 1
Sebelum & Sesudah
Correlation 200
.499
Sig. .000
Pada tabel pertama ini menyajikan deskripsi dari pasangan variabel yang dianalisis, yang meliputi rata-rata (mean) keadaan masayarakat ekonomi sosial sebelum pendirian industri 43,69 dengan standar deviasi 5,96 dan keadaan masyarakat ekonomi sosial sudah didirikan industri 42,92 dengan standar deviasi 4,98. Pada tabel kedua ini diperoleh hasil korelasi antara kedua variabel, yang menghasilkan angka korelasi 0,499 dengan nilai probabilitas (sig) 0,000. Hal ini menyatakan bahwa korelasi antara sebelum dan sesudah pendirian industri berhubungan secara nyata karena nilai probilitas < 0,05
54
Uji t Statistik Berdasarkan tabel Coefficients : 1). Menggunakan harga koefisien t : a)
Jika statistik t hitung < statistik t tabel, maka H0 diterima
b)
Jika statistik t hitung > statistik t tabel, maka H0 ditolak
2). Menggunakan signifikansi t c)
Jika signifinansi t hitung > alpha, maka H0 diterima
d)
Jika signifinansi t hitung < alpha, maka H0 ditolak Tabel Hasil Perhitungan Uji t Statistik Paired Samples Test Paired Differences
t
df
Sig. (2tailed)
Mean
Std.
Std.
95% Confidence Interval
Deviation
Error
of the Difference
Mean Lower
Pair 1
Sebelum –
.76500
5.54378
.39200
-.00802
Upper 1.53802
1.952
199
Sesudah
Berdasarkan hasil tabel diatas diketahui t hitung adalah 1,952 dengan tingkat signifikasi (a) adalah 5% atau derajat kebebasan adalah n-1 atau 200 – 1 = 199 uji dilakukan dua sisi atau dua ekor karena akan diketahui apakah rata-rata sebelum pendirian industri sama dengan sesudah ataukah tidak. Perlunya dua sisi dapat diketahui pula dari output spss yang menyatakan 2 tailed. Dari tabel t di dapat angka 1,970 (1980+ 1960)/2). Dengan demikian terlihat bahwa t hitung adalah 1,952 dengan nilai probabilitas 0,052. Oleh karena probabilitas 0,000 > 0,05, maka Ho di terima, yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat desa Sukatani sebelum dan setelah berdirinya Industri.
55
.052
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab sebelumnya, maka dengan ini penulis dapat menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil angket yang penulis sebarkan kepada responden bawah kondisi sosial ekonomi masyarakat sebelum pendirian industri yaitu : Berdasarkan jawaban dari responden tentang keadaan sosial ekonomi sebelum didirikan industri, bahwa untuk dimensi pendidikan dikatagorikan cukup baik dengan skor 674, dimensi kesehatan dapat dikatagorikan baik dengan skor 686,5, dimensi ekonomi dapat dikatagorikan cukup baik dengan skor 672, dimensi budaya dapat dikatagorikan cukup baik dengan skor 660,5, dimensi lingkungan dapat dikatagorikan cukup baik dengan skor 679,5. Dengan demikian diperoleh hasil rata – rata dari semua nilai kuesioner yaitu 672,2 dilihat dari tabel penilaian berada pada rank 520 – 679 dengan demikian termasuk katagori penilaian cukup baik. Dari kelima demensi terdapat nilai rata-rata paling rendah yaitu dimensi budaya 660,5. 2. Berdasarkan hasil angket yang penulis sebarkan kepada responden bawah Kondisi sosial ekonomi masyarakat setelah pendirian industri yaitu Berdasarkan jawaban dari responden tentang keadaan sosial ekonomi setelah didirikan industri, untuk dimensi pendidikan diperoleh skor rata-rata 778 dengan katagori baik, dimensi kesehatan diperoleh skor rata-rata 744 dengan katagori baik, dimensi ekonomi diperoleh skor rata-rata 603 dengan katagori cukup baik, dimensi budaya diperoleh skor rata-rata 641 dengan katagori cukup baik, dimensi lingkungan diperoleh skor rata-rata 584 dengan katagori cukup baik. Dengan demikian diperoleh hasil rata – rata dari semua nilai kuesioner yaitu 660,3 dilihat dari tabel penilaian berada pada rank 520 – 679 dengan demikian termasuk katagori penilaian cukup baik. Dari kelima demensi terdapat nilai rata-rata paling rendah yaitu dimensi lingkungan 584. 3. Analisis Uji beda kehidupan masyarakat ekonomi sosial sebelum dan sesudah pendirian industry di simpulkan bahwa hasil tabel diatas diketahui t hitung adalah 1,952 dengan tingkat signifikasi (a) adalah 5% atau derajat kebebasan adalah n-1 atau 200 – 1 = 199 uji dilakukan dua sisi atau dua ekor karena akan diketahui apakah rata-rata sebelum pendirian industri sama dengan sesudah ataukah tidak. Perlunya dua sisi dapat diketahui pula dari output spss yang menyatakan 2 tailed. Dari tabel t di dapat angka 1,970 (1980+ 1960)/2). Dengan demikian terlihat bahwa 56
t hitung adalah 1,952 dengan nilai probabilitas 0,052. Oleh karena probabilitas 0,000 > 0,05, maka Ho di terima, yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat desa Sukatani sebelum dan setelah berdirinya Industri. 5.2.Saran Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, maka penulis menyampaikan saran sebagai berikut : 1.
Dari hasil penelitian bahwa tidak adanya pengaruh yang dirasakan oleh masyakarat setelah adanya industri, oleh karena itu sebaiknya perusahaan memberikan CSR kepada masyakarat, baik dalam bidang ekonomi maupun pembangunan.
2.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dimensi lingkungan memiliki perubahan menurun setelah adanya industry, oleh karena itu sebaiknya pihak perusahaan mampu menjaga polusi lingkungan.
3.
Harus dibangun kerjasama antara perusahaan yang berada di wilayah sekitar Desa Sukatani dengan masyarakat, sehingga adanya industri memberikan perubahan yang dirasakan oleh masyarakat.
57
Daftar Pustaka Arthos, Basir. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Damzar. 2002. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. McKenna, Eugene dan Beech , Nic. 2000. The Essence of Manajemen Sumber daya Manusia. Yogyakarta : Andi. Malhotra,2005:115, Metode Penelitian Kertasapoetra G. 1987. Pembentukan Perusahaan Industri. Jakarta: Bina Aksara Soekanto, Soedjono.2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Syarif Makmur, M.SI.DR.2007. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektivitas Organisasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada Yulianie, Sri Budi Cantika. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Pertama: UMM Press Malang. Karya Ilmiah : Andi Fardani “ DAMPAK SOSIAL KEBERADAAN PT VALE INDONESIA Tbk TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT (Studi Kasus Sorowako Kecamatan Nuha Kabupaten Luwu Timur ) SOCIAL IMPACT EXISTENCE OF PT VALE INDONESIA TBK AGAINST PUBLIC LIFE (Case Study Sorowako District Nuha Luwu Timur), 2012
58
Analisis faktor – faktor makroekonomi yang Memengaruhi keberlanjutan industri polymer emulsion (styrene butadiene latex) di Indonesia
R Eddy Nugroho Pascasarjana Magister Manajemen Universitas Mercu Buana Jakarta.
[email protected]
Muhammad Johan Widikusyanto Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
[email protected] ABSTRAK Pertumbuhan industri polimer di Indonesia sangat pesat. Walau demikian perkembangan ini tidak terjadi di salah satu jenis industri polimer yang menghasilkan Latex. Pada industri ini, persaingan yang terjadi cukup ketat hingga akhirnya, jumlah perusahaan yang beroperasi semula tiga perusahaan besar, kini hanya tinggal dua perusahaan saja. Untuk bisa bertahan, mereka harus meningkatkan daya saingnya dan kemampuan mengantisipasi faktor-faktor makro ekonomi seperti GDP, suku bunga, tingkat inflasi, nilai tukar, dan harga Crude Oil. Dengan mengetahui faktorfaktor makro ekonomi mana saja yang berpengaruh dan paling memengaruhi harga SB Latex, diharapkan akan membantu perusahaan SB Latex di Indonesia mempertahankan keberlanjutan perusahaannya. Penelitian ini bertujuan mengkaji hubungan kausal antara harga SBL dengan variabel makro ekonomi seperti harga minyak mentah atau crude oil (OIL), Inflasi di Indonesia (INFLASI), Suku Bunga Bank Indonesia (RATE), Nilai tukar $ terhadap Rupiah (EXCHR) dan tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia (PDB) selama periode 1995-2011, dengan basis data bulanan. Analisa empiris memakai analisa time series data, lalu diikuti dengan pengujian kausalitas diantara variabel, dilanjutkan Johansen VAR-based cointegration tehcnique yang digunakan untuk menguji sensitivitas variabel makro ekonomi terhadap harga SBL di Indonesia, baik untuk jangka panjang yang berasal dari perubahan jangka pendek dan di check melalui vector error correction model, termasuk root test unit, pairwise Granger causality test, impulse response function dan forecast variance decomposition. Hasil unit root test menunjukkan adanya stasioner pada keseluruhan variabel pada first difference (1). Test kausalitas berpasangan dua arah untuk variabel SBL ke OIL, PDB ke RATE, INFLASI ke RATE, INFLASI ke PDB. Test Johansen diperoleh dua (2) kointergrasi yaitu harga SBL dan EXCHR. Hasil uji hipotesis menunjukan Harga minyak mentah dunia, PDB, suku bunga, nilai tukar uang, dan inflasi terbukti memiliki pengaruh, namun pengaruh dari masing-masing variabel tersebut terhadap harga SBL berbeda dalam jangka pendek dan jangka panjang.
59
Harga minyak mentah dunia, PDB, suku bunga, nilai tukar rupiah, dan inflasi menjadi faktor makro ekonomi yang penting untuk dicermati bagi industri SB Latex dalam menentukan harga lateks yang kompetitif. Kata kunci: Harga SB Latex, Indonesia, Keberlajutan, Makro ekonomi, Polimer,VECM.
Pendahuluan Latar Belakang Industri Styrene Butadiene Latex (SB Latex) merupakan salah satu produk Industri Petrokimia yang masih menjadi andalan Indonesia dalam menyediakan bahan baku utama bagi industri coating paper dan carpet backing. Sehingga naik turunnya produksi (supply) tergantung dari permintaan (demand) dari coating paper. Industri SB Latex di Indonesia merupakan industri intermediate bagi industri kertas dan karpet dan dalam perkembangannya tidak terlepas keterkaitannya dengan
industri lain dalam penyediaan bahan baku utama yaitu styrene dan
butadiene (Dong, 2011). Harga Crude Oil adalah salah satu dari faktor makro ekonomi yang memiliki dampak signifikan pada harga jual latex industri polimer. Faktor makro ekonomi lainnya yang perlu mendapat perhatian untuk mendukung keberlanjutan industri polimer di Indonesia diantaranya adalah GDP, suku bunga, tingkat inflasi, dan nilai tukar. Dengan mengkaji lebih jauh peran keseluruhan faktor-faktor makro ekonomi yang ada, diharapkan akan mampu memberikan kontribusi pada kemampuan bertahan dan bersaing industri polimer Indonesia baik secara nasional maupun global.
Permasalahan Saat ini di Indonesia terjadi persaingan dalam industry Polymer Synthetic Latices yang sangat ketat diantara tiga pemain besar ( BASF, Ciba dan DOW ), yang pada akhirnya hany tinggal dua pemain saja, setelah BASF The Chemical Company mengakuisisiCiba Speciality Chemical,Oktober 2008. Persaingan yang ketat ini baik didalam negeri maupun persaingan global industri Polymer, apabila tidak diantisipasi dengan baik oleh para pemain dalam negeri akan berdampak pada penurunan penjualan hingga kebangkrutan. Salah satu Faktor yang berperan agar industri SB Latex tetap survive dan kompetitif dalam menghadapi persaingan gobal adalah faktor eksternal atau lebih sering dikatakan macroeconomics factor, yang meliputi; PDB, nilai tukar, tingkat inflasi, Suku Bunga Bank Indonesia dan harga Crude Oil (Singh and Shah, 2009). Dengan mengetahui secara empiris faktor-faktor eksternal terutama faktor yang paling menentukan harga SB Latex akan sangat membantu para pemain dalam negeri untuk bertahan dalam persaingan baik
60
nasional maupun global. Oleh karena itu, yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah apakah GDP, suku bunga, tingkat inflasi, nilai tukar,dan harga Crude Oil berpengaruh terhadap harga SB Latex dan diantara faktor tersebut, manakah yang paling berpengaruh.
Tujuan Penelitian a. Mengkaji faktor makro ekonomi yang memengaruhi harga SB Latex di Indonesia. b. Menentukan hubungan jangka pendek dan jangka panjang faktor makro ekonomi terhadap harga Styrene Butadiene Latex (SBL). c. Mengidentifikasi kontribusi faktor makro ekonomi terhadap pembentukan harga Styrene Butadiene Latex di Indonesia.
Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah, H1= Harga Crude Oil berpengaruh positif terhadap harga SB Latex di Indonesia. Faktor penting yang mempengaruhi harga produk-produk petrokimia untuk SB Latex adalah harga Crude Oil. Bila harga Crude Oil naik akan berdampak langsung pada kenaikan harga produk industri petrokimia dalam hal ini SB Latex, jadi harga Crude Oil mempunyai pengaruh positif terhadap harga SB Latex di Indonesia (Dong and Wang, 2011).
H2= Produk Domestik Bruto bepengaruh positif terhadap harga SB Latex di Indonesia. Faktor makroekonomi lainnya yang tidak dapat diabaikan dan juga mempengaruhi harga produk-produk petrokimia adalah PDB. Meningkatnya PDB berpengaruh positif terhadap daya beli konsumen ( Coating Paper Industries and Carpet Backing Industries ) sehingga dapat meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan dan berakibat positif terhadap harga SB Latex di Indonesia.
H3= Nilai tukar dollar ($) terhadap rupiah (Rp) berpengaruh positif terhadap harga SB Latex di Indonesia. Menguatnya kurs rupiah terhadap mata uang asing, terutama $ akan menurunkan biaya impor raw material (butadiene and raw material in bulk/solid) untuk produksi, hal tersebut berpengaruh terhadap penurunan harga SB Latex dan memberikan sinyal positif ke customer. Jadi nilai tukar dollar terhadap rupiah berpengaruh positif terhadap harga SB Latex di Indonesia ( Qiangqian, 2011 ). .
H4= Suku bunga Bank Indonesia berpengaruh negaitif terhadap harga SB Latex di Indonesia. 61
Tingkat suku bunga yang meningkat akan menyebabkan peningkatan suku bunga yang disyaratkan atas investasi pada suatu saham di perusahaan, atau perusahaan tidak tertarik berinvesatsi melalui ekspansi unit produksi yang ada dan memindahkan pada investasi deposito atau mengalihkan pada Negara lain yang tingkat bunganya rendah. Jadi tingkat bunga yang tinggi memberikan sinyal negatif terhadap harga SB Latex di Indonesia.
H5 = Besaran Inflasi berpengaruh negatif terhadap harga SB Latex di Indonesia. Inflasi meningkatkan biaya perusahaan dan berdampak kepada biaya produksi yang lebih tinggi baik berupa Total Cost Hydrocarbon atau Non Hydrocarbon dari pada peningkatan harga produk SB Latex, yang dapat diperoleh perusahaan akibatnya keuntungan perusahaan akan turun. Jadi peningkatan besarnya inflasi
secara relatif memberikan sinyal negatif
terhadap harga SB Latex (Ran,2009 and Qiangqian 2011).
Metode Penelitian Data Jenis Data yang digunakan dalam penelitianini adalah data Sekunder berupa time series data dengan basis bulanan pada periode dari Januari 1995 sampai dengan Desember 2011 yang meliputi harga SB Latexdi Indonesia (SBL) yang merupakan harga rata-rata dari ketiga produsen SB Latex di Indonesia yaitu PT BASF, PT Dow Chemical dan PT Latexia,Inflasi di Indonesia (INFLASI), Suku Bunga Bank Indonesia (RATE), Nilai tukar $ terhadap Rupiah
(EXCHR) dan tingkat
pertumbuhan ekonomi di Indonesia(PDB) data diperoleh dari BPS dan Bank Indonesia, dan harga crude oil di pasar dunia yang diperoleh dari IMF (2012). Selama periode Januari 1995 – Desember 2011.
Model Empiris Pendekatan keberadaan kointegrasi ini dilakukan dengan metode Johansen atau Engel – Granger. Jika variabel - variabel tidak berkointegrasi, kita dapat menerapkan VAR standard yang hasilnya akan identik dengan OLS (Ordinary Least Square), setelah memastikan variabel tersebut sudah stasioner pada derajat (ordo) yang sama. Jika pengujian membuktian terdapat vektor kointegrasi, maka akan diterapkan ECM untuk single equation atau VECM untuk system equation. Derivasi vektor error corection model (VECM) didasarkan pada teorema Johansen (1990). Misalkan { Z} adalah tingkat derajat VAR ke-p dan Zt = { Y : X }, dimana Y adalah variabel Endogen dan X adalah vektor variabel Eksogen. Hal ini dapat dinyatakan sebagai berikut : Zt = Σi=1,p Π Zt – 1 + Ψy Wt + δo + єt …………………………………….. ( 1 )
62
Dimana : Єt = Gausssian Error Term. Wt = vektor variabel-variabel stasioner. Satu vektor time series Zt mempunyai representasi error correction jika ia dapat diekspresikan sebagai berikut : ∆Zt = Σi=1,p Гi ∆ Zt – 1 +Πi=1,p-1 + Ψy Wt + δo + єt …………………………………… ( 2 ) Dimana : Гi = - I + Π1 + …… + Πi ( i = 1,2,….. p-1) Π = - [ I + Π1 - …… - Πp ] = αβ’ Ada dua cara untuk mengatasi persamaan regresi yakni : Pertama, Johansen (1990) memberikan prosedur unified maximum likehood dimana α dan β didapat dari dekomposisi matrik Π. Kedua Engle dan Granger (1987) mengajukan dua langkah estimasi menggunakan regresi kointegrasi sehingga β Zt-1, residual estimasi (estimated residue) dimasukkan pada persamaan regresi diatas. Penelitian ini akan mengadopsi prosedur Johansen. Satu restriksi yang akan dimasukkan ke dalam model estimasi VEC yakni pada koefisien jangka panjangnya (β). Model teoritis menunjukkan bahwa β bukan matrik full rank . Dikarenakan ukuran sampel yang kecil, pemasukan semua variabel-variabel lag first difference dalam masingmasing persamaan dalam VEC akan mengurangi secara signifikan degree of freedom. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut, prosedur yang akan ditempuh adalah seperti yang disarankan oleh Aliyu (2009), yakni model akan dibagi dalam beberapa blok, selanjutnya variabelvariabel yang dimasukkan kedalam model berdasarkan pada model teoritisnya. Berdasarkan pembagian tersebut maka dibentuk sembilan blok dalam VEC yakni SBL, OIL, EXCHR, INFLASI dan PDB. Walau demikian titik tekan analisis pada variabel endogen yaitu SBL, OIL, EXCHR, INFLASIdan PDB, sehingga model persamaan Error Correction Model dapat dituliskan sebagai berikut : 𝑎11 𝐿𝑎12 𝐿𝑎13 𝐿𝑎14 𝐿𝑎15 𝐿𝑎16 𝐿𝑎17 𝐿𝑎18 𝐿𝑎19 𝛼10 є1𝑡 ∆𝑆𝐵𝐿 𝑎21 𝐿𝑎22 𝐿𝑎23 𝐿𝑎24 𝐿𝑎25 𝐿𝑎26 𝐿𝑎27 𝐿𝑎28 𝐿𝑎29 ∆𝑆𝐵𝐿 𝛼20 є2𝑡 𝛥𝐼𝑁𝐹𝐿 ∆𝐼𝑁𝐹𝐿 𝑎31 𝐿𝑎32 𝐿𝑎33 𝐿𝑎34 𝐿𝑎35 𝐿𝑎36 𝐿𝑎37 𝐿𝑎38 𝐿𝑎39 є3𝑡 𝛼30 ∆𝑂𝐼𝐿 ∆𝑂𝐼𝐿 = 𝛼 + 𝑎41 𝐿𝑎42 𝐿𝑎43 𝐿𝑎44 𝐿𝑎45 𝐿𝑎46 𝐿𝑎47 𝐿𝑎48 𝐿𝑎49 + є …(3) 40 ∆𝑃𝐷𝐵 ∆𝑃𝐷𝐵 4𝑡 𝑎51 𝐿𝑎52 𝐿𝑎53 𝐿𝑎54 𝐿𝑎55 𝐿𝑎56 𝐿𝑎57 𝐿𝑎58 𝐿𝑎59 є 𝛼 5𝑡 50 ∆𝐸𝑋𝐶𝐻 ∆𝐸𝑋𝐶𝐻 𝑎61 𝐿𝑎62 𝐿𝑎63 𝐿𝑎64 𝐿𝑎65 𝐿𝑎66 𝐿𝑎67 𝐿𝑎68 𝐿𝑎69 є 𝛼 6𝑡 60 ∆𝑅𝐴𝑇𝐸 ∆𝑅𝐴𝑇𝐸
63
Dimana : L= Operasi Lag (LZ = Zt-1 ), αno adalah Vektor ( n x 1 ) Intersep, am x n adalah koefisien matrik ( m x n ), єn x t adalah koefisien koreksi kesalahan (error correction term), dan ∆ merupakan first difference order yang digunakan untuk mengurangi stasioneritas variabel. Tidak seperti prosedur lainnya, metode Johansen mengintegrasikan persamaan dinamik jangka panjang dan jangka pendek dalam satu kesatuan sekaligus. Pertama dengan melihat hubungan kausalitas melalui antara variabel dependen dengan variabel dependen sendiri, lalu antara variabel independen dengan variabel dependen dan antara variabel indenpen itu sendiri pada lag yang optimum (untuk melihat jangka pendek) dan hubungan kausalitas tambahan melalui hubungan koreksi kesalahan (error correction channel), untuk melihat hubungan jangka panjang dan jangka pendek.
Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Statistik Deskriptif Berikut ini adalah gambaran berbagai variabel yang diteliti. Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Variabel
SBL
OIL
INFLASI
PDB
EXCHR
RATE
Mean
1.064162
45.65477
0.904264
4.095381
8409.279
14.13467
Median
0.930000
31.32000
0.570000
5.180000
9030.000
12.04000
Maximum
1.850000
132.5500
12.76000
9.230000
15763.00
55.11000
Minimum
0.650000
10.41000
-1.050000
-16.96000
2345.000
6.500000
Std. Dev.
0.338193
30.01533
1.562879
4.852574
2400.328
9.445986
197
197
197
197
197
197
Observations
Berdasarkan tabel diatas, terlihat harga rata-rata SBL (Styrene Butadine Latex) di Indonesia adalah $ 1,064162; harga oil $ 45,65477; inflasi 0,904264 %; PDB (Produk Domestik Bruto) 4,095381 %; EXCHR (Nilai Tukar dollar terhadap Rupiah) Rp. 8409,279; dan RATE (Suku Bunga Bank Indonesia) 14,13467%.
64
4.2. Pengujian Unit Root Augmented Dickey-Fuller Test digunakan untuk melakukan uji akar unit (Unit Root Test) untuk menguji apakah variabel harga SB Latex (SBL), Inflasi di Indonesia (INFLASI), Suku Bunga Bank Indonesia (RATE), Nilai tukar $ terhadap Rupiah (EXCHR), harga crude oil (OIL), tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia (PDB) bersifat stasioner atau tidak, dengan mencakup trend dan intercept, dengan ketentuan, Hipotesa yang diuji adalah H0 : β1 = 0 (menunjukkan adanya unit root test atau tidak stasioner) dan H1 : β1 ≠ 0 (tidak ada unit root atau stasioner). Disini β1 adalah nilai ADF. Jika nilai absolute ADF lebih besar dari nilai critical value maka hipotesa H0 yang menyatakan data terdapat unit root ditolak berarti data time series adalah stasioner, demikian juga sebaliknya bila nilai absolute ADF lebih kecil dari nilai critical value maka H0 diterima atau dapat dinyatakan bahwa data time series terdapat unit root atau data tidak stasioner. Untuk mendapatkan data yang stasioner, tahap berikutnya dilakukan pengujian unit root pada data first difference (I). Tabel 4.2. Hasil Uji Root Test pada First Difference VARIABEL
T statistic
Critical value 5%
SBL
-12,35475
0,0000
INFLASI
-6,784723
0,0000
OIL
-8,664800
0,0000
PDB
-5,585839
0,0000
RATE
-5,544352
0,0000
EXCHR
-14,93988
0,0000
Hasil uji dengan menggunakan ADF test seperti terlihat pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa seluruh variabel endogen atau variabel penelitian telah stasioner pada tingkat signifikasi 1%,5 % dan 10 %. Hal ini berarti bahwa seluruh variabel di atas stasioner pada first difference sehingga variabel dapat dikatakan terintegrasi pada derajat satu (1) atau I (1).
65
4.3. Pengujian Stabilitas VAR Langkah berikutnya adalah menguji stabilitas VAR atau VAR stability condition check. Jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada didalam unit circle atau jika nilai absolutnya lebih kecil dari satu (1) maka model VAR tersebut dianggap stabil Tabel 4.3. Hasil Uji Kestabilan VAR Root
Modulus
0.996546
0.996546
0.946252
0.946252
0.889107 - 0.128030i
0.898278
0.889107 + 0.128030i
0.898278
0.704638
0.704638
0.642175 - 0.115480i
0.652476
0.642175 + 0.115480i
0.652476
0.283708 - 0.434791i
0.519166
0.283708 + 0.434791i
0.519166
-0.127201 - 0.306547i
0.331890
-0.127201 + 0.306547i
0.331890
0.003459
0.003459
No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Dari hasil pengolahan data pada tabel di atas, SBL, INFLASI, RATE, EXCHAR, OIL, dan PDB, seluruh root dan modulus adalah 0,03459 ( lebih kecil dari satu (1)). Tidak ada root-nya terletak diluar unit circle, sehingga model VAR terbukti pada kondisi stabil. 4.4. Pengujian Lag Optimum Langkah penting yang harus dilakukan dalam menggunakan model VAR-VECM adalah penentuan jumlah lag optimal yang digunakan dalam model. Pengujian panjang lag yang optimal dapat memanfaatkan beberapa informasi yaitu dengan menggunakan Akaike Information Criterion (AIC), Scharwz Criterion (SC) dan Hannan-Quinn Criterion (HQ). Hasil adalah sebagai berikut : Tabel 4.4. Hasil Uji untuk Mendapatkan Lag Optimum
66
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0
-3755.803
NA
4.54e+10
41.56689
41.67292
41.60987
1
-2558.182
2302.609
121087.0
28.73130
29.47349
29.03220
2
-2403.360
287.4044
32616.35
27.41834
28.79670*
27.97716
3
-2339.135
114.9674
23953.15
27.10646
29.12098
27.92319*
4
-2303.903
60.73096
24302.84
27.11495
29.76564
28.18959
5
-2277.023
44.55254
27144.15
27.21572
30.50258
28.54828
6
-2231.755
72.02788
24862.30
27.11332
31.03634
28.70379
7
-2154.471
117.8475
16081.17
26.65714
31.21632
28.50553
8
-2108.228
67.44944*
14760.85*
26.54395*
31.73930
28.65026
* indicates lag order selected by the criterion
Hasil analisis dari tabel diatas menunjukkan bahwa nilai
SIC pada lag 2 yang terkecil,
sehingga untuk uji berikutnya menggunakan lag 1 sebagai Lag Optimum, pemilihan kriteria mengggunakan Scharwz Information Criterion (SIC), medapatkan bawa SC berjalan baik dalam pemilihan Lag yang optimal, sebagai dasar petunjuk uji berikutnya. 4.5. Pengujian Kausalitas Granger (Granger Causality Test) Uji kausalitas Granger bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat antar variabel. Uji ini pada intinya dapat mengindikasikan apakah suatu variabel mempunyai hubungan dua arah atau hanya satu arah, ataupun tidak ada hubungannya. Pada uji ini yang dilihat adalah pengaruh masa lalu terhadap kondisi sekarang (Wen, 2007). Hasil pengujian kausalitas Granger adalah sebagai berikut : Tabel 4.5 Hasil Uji Secara Berpasangan Granger Casuality. SBL
OIL
RATE
SBL OIL
↔
RATE
≠
≠
67
PDB
EXCHR
INFLASI
PDB
≠
≠
↔
EXCHR
≠
≠
←
←
INFLASI
≠
≠
↔
↔
←
Keterangan. → / ← : Signifikan satu arah ↔ : Signifikan dua arah ≠ : Tidak ada hubungan (tidak signifikan) Pengujian berpasangan (pairwise) pada tabel di atas yang dilakukan dengan memakai Granger Causality Test pada α = 5 % (0,05) menunjukkan hasil yang signifikan pada variabel Endogen (SBL, OIL, INFLASI, RATE, PDB dan EXCHR). Total yang di uji ada sembilan (6) variabel Endogen diperoleh lima belas (15) pasangan variabel yang saling memengaruhi, dari lima belas pasangan variabel yang di ujikan maka diperoleh hasil, empat belas (4) pasangan variabel saling memengaruhi dua arah atau bilateral causality dan delapan (8) pasangan variabel yang tidak saling memengaruhi dua arah atau independence. Dan sisanya tiga (3) pasangan variabel mempunyai sifat yang berlawanan yaitu satu arah saling memengaruhi atau directional, sedang dengan jumlah yang sama mempunyai arah yang berlawanan tidak saling memengaruhi undirectional. Jadi total ada tiga puluh tujuh (37 %) persen saling – memengaruhi antar variabel Endogen.
4.6. Pengujian Kointegrasi Verbeek (2008) mengemukakan bahwa adanya hubungan kointegrasi dalam sebuah sistem persamaan mengimplikasikan bahwa dalam sistem tersebut terdapat error correction model yang menggambarkan adanya dinamisasi jangka pendek secara konsisten dengan hubungan jangka panjangnya. Dengan kata lain, kointegrasi mempresentasikan hubungan keseimbangan jangka panjang. Uji kointegrasi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Johansen dengan membandingkan trace statistic dengan critical value yang digunakan, yakni 5 %. Jika trace statistic lebih besar dari critical value, terdapat kointegrasi dalam persamaan tersebut.Hasil pengujian kointegrasi adalah sebagai berikut:
68
Tabel 4.6. Hasil Uji Kointegrasi Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized
Trace
0.05
No. of CE(s)
Eigenvalue
Statistic
Critical Value
Prob.**
None *
0.489168
204.8287
95.75366
0.0000
At most 1 *
0.147064
76.53142
69.81889
0.0132
At most 2
0.115882
46.14882
47.85613
0.0717
At most 3
0.079696
22.62441
29.79707
0.2650
At most 4
0.034469
6.761542
15.49471
0.6055
At most 5
0.000324
0.061805
3.841466
0.8036
Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Berdasarkan pengujian kointegrasi pada tabel di atas bahwa penentuan harga SB Latex di Indonesia dengan variabel yang saling mempengaruhi meliputi
Inflasi di Indonesia (INFLASI),
Suku Bunga Bank Indonesia (RATE), tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia(PDB), Nilai tukar $ terhadap Rupiah (EXCHR) dan harga minyak mentah dunia (OIL), menunjukkan ada 2rank kointegrasi untuk trace. Artinya secara multivariate terdapat dua (2) persamaan linear jangka panjang yang dikandung di dalam model. Dengan adanya kointegrasi, hasil estimasi selanjutnya menggunakan model VECM.
4.7. Hasil Estimasi VECM Setelah dilakukan pengujian kointegrasi pada sistem VECM sebelumnya dan ternyata dibuktikan bahwa terdapat kointegrasi antar variabel yaitu SBL, meliputi Inflasi di Indonesia (INFLASI), tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia(PDB), Suku Bunga Bank Indonesia (RATE), Nilai tukar $ terhadap Rupiah (EXCHR) dan harga minyak mentah dunia (OIL) sehingga analisa responsitivitas harga SB Latex terhadap berbagai variabel mikro dan makro ekonomi yang terdapat dalam penelitian ini dikombinasikan dengan model VECM. Model VECM memberikan dua output estimasi utama (Aliyu, 2009) yakni mengukur cointegrating atau hubungan keseimbangan jangka panjang dengan jangka pendek, serta mengukur error correction atau kecepatan variabel-variabel tersebut dalam bergerak menuju keseimbangan jangka panjangnya. Dalam penelitian ini, 69
signifikansi suatu variabel terhadap variabel lainnya dinilai pada taraf nyata 10%, 5 %, 2,5 %, 1 %, 0,5 % dan 0,05 %. Hasil pengujian VECM adalah sebagai berikut : Tabel 4.7. Hasil Uji VECM – Hubungan Jangka Panjang. Variabel
Koefisien
t statistic
SBL(-1)
1.000000
EXCHR(-1)
0.000000
OIL(-1)
0.020242
6.80888**
INFLASI(-1)
1.175806
12.5306**
PDB(-1)
0.117605
4.19633**
RATE(-1)
0.065453
3.78126**
C
-0.753051
Keterangan: *Signifikan 2 % : **Signifikan < 0.1 % Persamaan Cointegration Model untuk dinamisasi harga styrene butadiene Latex (SBL) pada lag 1 untuk hubungan jangka jangka panjang adalah sebagai berikut: SBL (-1) = -0,753051 + 0,020242 OIL(-1) – 1,175806 INFLASI (-1) + 0,117605 PDB(-1)0,06543 RATE (-1) ....................................... (4)
Hasil pengujian yang signifikan dari persamaan untuk harga SB Latex dalam jangka panjang memperlihatkan bahwa kenaikan sebesar 1 % terhadap harga minyak mentah (OIL) atau crude oil, akan meningkatkan sebesar 0,020242 % terhadap harga SB Latex (SBL), hal ini disebakan bahwa industri SB Latex bergantung kepada perubahan dan perkembangan harga minyak mentah dunia (Crude Oil). Harga minyak mentah mencapai harga terendah (minimum) $ 10.41 per-barrel pada bulan Desember 1998 saat terjadi over supply di pasar sehingga harganya turun dan mencapai harga yang tertinggi yaitu $ 133 per-barrel pada bulan Desember 2008 atau terjadi shortage stock di pasar global pada bulan Desember 2008, dengan rata-rata $ 45 per-barrel. Tercatat harga minyak mentah pada bulan Desember 2011 adalah $ 102.47 per-barrel, sehingga dari pengamatan data di atas terbukti bahwa harga minyak mentah dunia memberikan dampak yang positif terhadap harga
70
SB Latex di Indonesia. Hasil pengujian yang signifikan dari persamaan untuk harga SB Latex dalam jangka panjang diatas mengindikasikan bahwa kenaikan 1 % terhadap tingkat Suku Bunga di Indonesia (RATE), akan menurunkan sebesar 0,065453 % terhadap harga SB Latex di Indonesia (SBL). Hasil lain pengujian yang signifikan dari persamaan untuk harga SB Latex dalam jangka panjang diatas mengindikasikan bahwa kenaikan 1 % terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia (PDB), akan meningkatkan sebesar 0,117605 % terhadap harga SB Latex di Indonesia (SBL). Tabel 4.8. Hasil Uji VECM – Hubungan Jangka Pendek dan Jangka Panjang. VARIABEL
KOEFISIEN
T STATISTIC
Coint Eq1
-0.039223
1.66208**
CointEq2
1.89E-06
1.48148**
D(SBL(-2))
0.037592
2.25290**
D(EXCHR(-1))
-9.84E-06
-1.50477**
D(OIL(-1))
0.001515
1.39543 **
D(OIL(-2))
0.001506
1.32810**
Keterangan:* Signifikan 10 % . Persamaan error correction model untuk styrene butadiene Latex pada ∆(SBL) hubungan jangka pendek terhadap perubahan jangka panjang adalah sebagai berikut : -6
-6
D(SBL) = 0,008468 – 0,039223 Coint Eq1 – 1,899x10 Coint Eq2 +9,84 x 10 D(EXCHR(-1)) -0,167369 D (SBL(-2)) + 0,001515 D (OIL (-1) ) + 0,001506 D (OIL (2) )……(5). Hasil pengujian yang signifikan dari persamaan di atas untuk harga SB Latex dalam jangka pendek menunjukkan bahwa perubahan harga Styrene Butadiene Latex (∆SBL) dalam jangka pendek mengindikasikan bahwa kenaikan sebesar 1 % perubahan nilai tukar dollar Amerika terhadap rupiah pada Lag 1 akan meningkatkan sebesar 9,84 x 10
-6
% untuk setiap perubahan
terhadap harga SB Latex (∆SBL). Selanjutnya mengindikasikan bahwa kenaikan sebesar 1 % perubahan harga minyak mentah dunia atau crude oil akan meningkatkan sebesar 0,001515 % pada Lag 1 dan 0,001506 % pada Lag 2 untuk setiap perubahan terhadap harga SB Latex (∆SBL). Berikutnya mengindikasikan bahwa kenaikan sebesar 1 % perubahan harga SB Latex itu sendiri
71
pada Lag 1 akan menurunkan sebesar 0,167369 untuk setiap perubahan terhadap harga SB Latex (∆SBL). Persentase perubahan dalam jangka panjang akan mempengaruh jangka pendek pada kointergrasi 1 dan kointegrasi 2 dimana keduanya memberikan pengaruh negatif sebesar 0,03923 % dan 1,899 x 10 -6 % terhadap perubahan harga SB Latex, ketika terjadi penyesuaian harga SB Latex itu sendiri memberikan pengaruh positif pada perkembangannya. 4.8. Impulse Response Function(IRF) IRF menunjukkan bagaimana respon dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap kejutan dari variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. IRF digunakan untuk melihat pengaruh kontemporer dari sebuah variabel dependen jika mendapat guncangan atau inovasi dari variabel independen sebesar satu standard deviasi. IRF bermanfaat untuk menunjukkan bagaimana respons suatu variabel dari sebuah shock dalam variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. Dalam mengidentifikasi respons harga SB Latex di Indonesia pada IRF dalam model VECM ini, digunakanlah standar Cholesky Decomposition. Cholesky Decomposition bertujuan untuk menghasilkan impulse response yang tergantung secara krusial pada urutan (ordering) variabel dalam sistem (Barbic dan Jurkic 2010). Dalam penelitian ini, jangka waktu yang digunakan dalam menganalisis harga SB Latex terhadap variabel internal industri SB Latex atau variabel makroekonomi diproyeksikan dalam 17 bulan (1 tahun 5 bulan) ke depan. Hasil analisis IRF dapat dilihat pada gambar berikut :
Response to Cholesky One S.D. Innov ations Response of SBL to SBL
Response of SBL to OIL
Response of SBL to INFLASI
Response of SBL to PDB
Response of SBL to RATE
Response of SBL to EXCHR
.08
.08
.08
.08
.08
.08
.06
.06
.06
.06
.06
.06
.04
.04
.04
.04
.04
.04
.02
.02
.02
.02
.02
.02
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.02
-.02
-.02
-.02
-.02
-.02
2
4
6
8
10 12 14 16
2
Response of OIL to SBL
4
6
8
2
10 12 14 16
Response of OIL to OIL
4
6
8
2
10 12 14 16
Response of OIL to INFLASI
4
6
8
2
10 12 14 16
Response of OIL to PDB
4
6
8
2
10 12 14 16
Response of OIL to RATE
6
8
10 12 14 16
Response of OIL to EXCHR
8 8 8 Gambar 4.8. Hasil Uji Impulse Response Function (IRF) Terhadap Harga 8SB Latex
8
8
6
6
6
6
6
6
4
4
4
4
4
4
2
2
2
2
2
4
Guncangan harga SB Latex pada Gambar 4.8 sebesar satu (1) standard deviasi pada bulan
2
0 0 0 0 pertama akan menyebabkan peningkatan pada harga SB Latex0 0,061797%. Sedangkan variabel lain
0 -2
-2
2
4
6
8
10 12 14 16
-2
-2
-2
-2
2 4berpengaruh 6 8 10 12 14 16 sama2 sekali 4 6 8 10 2 ke-8 4 6 8 guncangan 2 4 6 SB 8 10 Latex 2 4 6 positif 8 10 12 14 12 14 16 bulan 10 12 14 16 12 14 16 direspon 16 tidak hingga harga oleh
1.5
Response of INFLASI to OIL Response of INFLASI to INFLASI Response of INFLASI to PDB Response of INFLASI to RATE Response of INFLASI to EXCHR harga SB Latex itu sendiri sebesar 0,056797% sedkit mengalami penurunan, meskipun semakin 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5
1.0
lama respon tersebut1.0 semakin berkurang, sedang variabel1.0 harga minyak mentah (OIL) pada 1.0 1.0 1.0
Response of INFLASI to SBL
0.5 0.5 0.5 0.5 Gambar 1 memberikan respon yang negatif dan terjadi perubahan yang sangat 0.5signifikan sebesar
0.5 0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0,08933 %, hal ini terbukti pada bulan ke-12 (1 tahun), respon harga SB Latex terhadap guncangan
-0.5
-0.5 2
4
6
8
-0.5 2
10 12 14 16
Response of PDB to SBL
4
6
8
-0.5 2
10 12 14 16
Response of PDB to OIL
4
6
8
-0.5 2
10 12 14 16
4
6
8
72
Response of PDB to INFLASI
-0.5 2
10 12 14 16
Response of PDB to PDB
4
6
8
2
10 12 14 16
Response of PDB to RATE
4
6
8
10 12 14 16
Response of PDB to EXCHR
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
-1
-1
-1
-1
-1
-1
ini mulai mencapai keseimbangan pada periode jangka panjangnya dan memberikan respon positif sebesar 0,056838 % berlaku juga untuk harga minyak mentah dunia memberikian respon negatif & signifikan berkisar 0,00852 % dan semakin nampak pada bulan ke-17 (setelah 1 tahun 5 bulan) mencapai keseimbangan yang hampir signifikan serta memberikan respon positif sebesar 0,056879 % dan harga crude oil memberikan respon negatif & signifikan berkisar 0,008510 %. 4.9. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) FEVD bermanfaat untuk menjelaskan kontribusi dari masing-masing variabel terhadap shock yang ditimbulkannya terhadap peubah Endogen utama yang diamati. dengan kata lain, FEVD menjelaskan proporsi variabel lain dalam menjelaskan variabilitas peubah Endogen utama penelitian. Firdaus (2011) mengemukakan bahwa FEVD berdasarkan Cholesky Decomposition, yang sensitif terhadap urutan atau ordering variabel dan panjang lag yang digunakan. Dalam kaitannya dengan FEVD maka pada penelitian ini akan dibahas bagaimana peranan berbagai macam variabel makroekonomi dalam menjelaskan fluktuasi harga SB Latex. Disamping itu, FEVD juga bertujuan untuk menjelaskan seberapa besar prosentase kontribusi masing-masing guncangan (shock) variabel makroekonomi industri petrokimia dalam memengaruhi harga jual SB Latex di Indonesia
pada masing-masing peubah
yang memengaruhi. Jangka waktu yang
digunakan dalam memproyeksikan FEVD ini adalah 17 bulan (satu tahun dan lima bulan). Hasil dapat dilihat pada Gambar 4.2 dibawah ini. Variance Decomposition Percent SBL variance due to SBL
Percent SBL variance due to OIL
Percent SBL variance due to INFLASI
Percent SBL variance due to PDB
Percent SBL variance due to RATE
Percent SBL variance due to EXCHR
1 00
1 00
1 00
1 00
1 00
1 00
80
80
80
80
80
80
60
60
60
60
60
60
40
40
40
40
40
40
20
20
20
20
20
20
0
0
0
0
0
2
4
6
8
2
10 12 14 16
Percent OIL variance due to SBL 1 00
4
6
8
2
10 12 14 16
4
6
8
2
10 12 14 16
4
6
8
0 2
10 12 14 16
4
6
8
2
10 12 14 16
4
6
8
10 12 14 16
Gambar 4.2. Hasil Uji Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) terhadap SBL. Percent OIL variance due to OIL
Percent OIL variance due to INFLASI
Percent OIL variance due to PDB
Percent OIL variance due to RATE
Percent OIL variance due to EXCHR
1 00
1 00
1 00
1 00
1 00
80
80
80
80
80
80
60
60
60
60
60
60
Pengamatan dalam jangka pendek (17 bulan ke depan) melalui FEVD terhadap harga SB
Latex memperlihatkan bahwa variabel harga minyak mentah dunia atau crude oil (OIL) yang
40 20 0
40
40
40
40
40
20
20
20
20
20
paling menentukan diantara variabel lain yang meliputi variabel harga SB Latex (SBL), Inflasi di 0
2
4
6
8
10 12 14 16
Percent INFLASI variance due to SBL 1 00
0
2
4
6
8
0
2
10 12 14 16
4
6
8
0
2
10 12 14 16
4
6
8
0
2
10 12 14 16
4
6
8
2
10 12 14 16
4
6
8
10 12 14 16
Percent INFLASI variance due to OIL PercentSuku INFLASI variance due to INFLASI Percent Indonesia INFLASI variance due to (RATE), PDB Percent INFLASI variancetukar due to RATE $ Percent INFLASI varianceRupiah due to EXCHR Indonesia (INFLASI), Bunga Bank Nilai terhadap 1 00
1 00
1 00
1 00
1 00
(EXCHR), tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia(PDB). Berdasarkan hasil dekomposisi
80 60
80
80
80
80
80
60
60
60
60
60
varian pada Gambar 2, dapat disimpulkan bahwa pada bulan pertama, fluktuasi harga SBL
40 20
40
40
40
40
40
20
20
20
20
20
0
0
0
0
disebabkan oleh harga SBL itu sendiri, yakni sebesar 100%, sedangkan variabel harga minyak
0 2
4
6
8
2
10 12 14 16
Percent PDB variance due to SBL 1 00
4
6
8
2
10 12 14 16
4
6
8
2
10 12 14 16
4
6
8
0
2
10 12 14 16
4
6
8
2
10 12 14 16
4
6
8
10 12 14 16
mentah dunia atau crude oil (OIL) tidakPercent memberikan dampak sekali, namun Percent pada bulan ke-8 Percent PDB variance due to OIL Percent PDB variance due to INFLASI PDB variance due to PDB Percent PDB variance due to RATE PDB variance due to EXCHR 1 00
1 00
1 00
1 00
1 00
80
80
80
80
80
60
60
60
60
60
40
40
40
40
40
20
20
20
20
20
20
0
0
0
0
0
variabel lain tidak menampakkan pengaruhnya kecuali harga minyak mentah (OIL) mulai
80 60
menampakkan pengaruhnya sekitar 2,200271%, sedangkan untuk harga SBL mengalami
40
2
4
6
8
2
10 12 14 16
Percent RATE variance due to SBL
4
6
8
2
10 12 14 16
Percent RATE variance due to OIL
4
6
8
2
10 12 14 16
Percent RATE variance due to INFLASI
4
6
73 8
Percent RATE variance due to PDB
0 2
10 12 14 16
4
6
8
2
10 12 14 16
Percent RATE variance due to RATE
4
6
8
10 12 14 16
Percent RATE variance due to EXCHR
80
80
80
80
80
80
60
60
60
60
60
60
40
40
40
40
40
40
penurunan menjadi
94,68522%. Pada tahun ke-1 (bulan ke 12) pengaruh harga minyak mentah
dunia tetap memberikan perubahan meskipun mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan dan tetap tertinggi dibanding variabel yang lain yaitu sekitar 2,174589%. Sedangkan harga SBL itu sendiri pengaruhnya juga mengalami penurunan yang tidak signifikan sekitar
93,89852%. Pada
periode terakhir bulan ke 17 pengaruh harga minyak mentah dunia tetap memberikan pengaruh meskipun tidak terlalu signifikan ada penurunan sekitar 2,142179%, sedangkan untuk harga SBL itu sendiri tetap masih medominasi mempengaruhi variabel lain, meskipun ada sedikit penurunan menjadi sekitar 93,4418%. Harga minyak mentah dunia merupakan faktor yang signifikan dalam penentuan semua harga-harga produk petrokimia termasuk produk SB Latex, karena semua industri petrokimia merupakan industri turunan (downstream) atau industri hilir dari industri pengolahan minyak. Sehingga bila terjadi volatilitas harga minyak mentah dunia yang cenderung naik maka industri petrokimia juga akan terkena dampak langsung baik itu jangka pendek maupun jangka panjang (Ran, 2010). Perubahan harga SB Latex Indonesia tidak terlepas adanya pengaruh volatility harga minyak mentah dunia atau crude oil, awal Januari 1995 harga SBL masih berkisar $ 713/tonnes, dan harga minyak mentah $15.67/barrel, Januari 2003 harga SBL mencapai $891/tonnes dan harga minyak mentah berubah ke $30.77/tonnes. December 2011 harga SBL bergerak ke $1743/tonnes, sedangkan harga minyak mentah dunia mencapai $102.47/barrel. Jadi bila dibandingkan pada awal pengamatan (Januari 1995) dengan akhir pengamatan (Desember 2011) harga SBL mengalami kenaikan diatas 244.46% sedangkan untuk harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan yang lebih fantastis diatas 653.92%. 4.10. Uji Hipotesis Hasil pengujian hipotesis baik jangka pendek dan jangka panjang dirangkum pada tabel berikut ini. Tabel 4.9. Uji Hipotesis Hipotesis Hubungan Variabel
SBL ← OIL
Ket
H1
Jangka pendek
Kesimpulan
Jangka Panjang
Kesimpulan
Signifikan/ positif
Diterima
Signifikan/ Positif
Diterima
74
SBL ← PDB
H2
Tidak Signifikan
Ditolak
Signifikan/ Positif
Diterima
SBL ← EXCHR
H3
Signifikan/ negatif
Diterima
-
-
SBL ← RATE
H4
Tidak Signifikan
Ditolak
Signifikan/ Negatif
Diterima
SBL ← INFLASI
H5
Tidak Signifikan
Ditolak
Signifikan/ Negatif
Diterima
Berdasarkan tabel diatas, minyak mentah dunia berpengaruh positif pada harga lateks, baik pada jangka pendek maupun jangka panjang. Sedangkan PDB hanya berpengaruh positif pada harga lateks dalam jangka panjang. Begitu pula dengan Suku bunga dan inflasi yang berpengaruh negatif pada harga lateks dalam jangka panjang. Sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar berpengaruh negatif pada harga lateks dalam jangka pendek. Dengan demikian, semua hipotesis diterima walaupun berbeda pada kondisi pengaruhnya, tergantung pada jangka pendek dan jangka panjangnya.
Implikasi Manajerial Berdasarkan temuan variabel penelitian yang berkaitan dengan hubungan jangka panjang dan jangka pendek yang berpengaruh terhadap jangka panjang terhadap harga SB Latex akan berimplikasi manajerial sebagai berikut: 1) Industri SB Latex di Indonesia dapat merumuskan kebijakan terkait dengan pengaturan dan penentuan harga SB Latex di Indonesia dari ketiga produsen yang masih ada, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kepada profitisasi perusahaan dan keberlanjutan bertahan serta dapat bersaing secara kompetitif terhadap produk SB Latex impor, terutama SB Latex yang berasal dari China. 2) Effisiensi perusahaan SB Latex di Indonesia secara berkelanjutan harus terus dilakukan dengan tujuan dapat bersaing secara kompetitif terhadap produsen SB Latex yang berasal dari China, mengingat pangsa pasar di China menunujukkan trend positif sehingga terbuka kemungkinan menambah peluang ekspor.
75
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Faktor–faktor makroekonomi yang memengaruhi harga SB Latex di Indonesia adalah harga minyak mentah dunia atau crude oil, Inflasi di Indonesia (INFLASI), Suku Bunga Bank Indonesia (RATE), dan tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia (PDB) pada jangka panjang. Hubungan jangka pendek yang berpengaruh terhadap harga SB Latex di Indonesia adalah harga SB Latex itu sendiri pada Lag 2, nilai tukar dollar terhadap rupiah (EXCHR) pada Lag 1, harga minyak mentah dunia atau crude oil (OIL) pada Lag 1 dan Lag 2. Harga minyak mentah dunia atau crude oil, tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia (PDB) dapat memberikan kontribusi yang positf dan signifikan terhadap perubahan harga SB Latex di Indonesia untuk jangka panjang. Sedangkan Inflasi di Indonesia (INFLASI), Suku Bunga Bank Indonesia (RATE) untuk jangka panjang memberikan hasil yang berbeda yaitu kontribusi yang negaitif. Harga minyak mentah dunia atau crude oil pada Lag 1 dan Lag 2 dan nilai tukar dollar terhadap rupiah (EXCHR) pada Lag 1 dapat memberikan kontribusi yang positf dan signifikan terhadap perubahan harga SB Latex di Indonesia untuk jangka pendek, hal yang berbeda harga SB Latex itu sendiri pada Lag 2 memberikan hasil kontribusi yang negaitif. Hal ini disebabkan pada awal perusahaan berdiri terjadi persaingan yang ketat antara lokal kompetitor (BASF, Dow Chemical dan Ciba Speciality Chemical) dengan SB Latex impor (China dan Eropa ) atau hal ini sering disebut terjadinya perang harga atau war price. Saran . Penelitian ini mempunyai keterbatasan yaitu hanya satu produk turunan petrokimia saja yaitu Styrene Butadiene Latex (SBL), oleh karena itu perlu dikembangkan untuk produk–produk turunan (hilir dan intermediate) petrokimia yang lain dengan variabel penelitian yang lebih variatif.
76
Daftar Pustaka Aliyu, S.U.R., 2009, Impact of Oil Price Shock and Exchange Rate of Volatility on Economic Growth in Nigeria: An Empirical Investigation, Research Journal of International Studies, Issue 11, July. Asian Pulp and Paper Monitor, 2010, Analyst and Forecasts of the International Pulp Market, www.risiinfo.com, January 2010. Barbic, T., and Jurkic, I.C., 2011, Relationship Between Macroeconomic Fundamentals and Stock Market Indices in Selected CEE Countries, EKONOMSKI PREGLED, 62(3-4) 113–133. Baye, M.R., 2009, Managerial Economics and Business Strategy, Sixth Edition, Mc Graw – Hill International Edition, Singapore. Carpicorn Indo. Consultant, 2007, Perkembangan Industri Kertas & Pulp di Indonesia, Jakarta. Dong, L, and Shuang-ying, W., 2011, The Spillover Effects on Petrochemical industrial concentration of International Oil Price, Energy Procedia 5, 2444 – 2448. Engle, R.F., and Granger, C.W.J., 1987, Co-integration and Error Correction: Representation, Estimation, and Testing, Econometrica 55, 251 – 76. Fan J.P.H, 2000, Price uncertainity and vertical integration : an examination of petrochemical firms, Journal of Corporate Finance, Vol. 6, pp. 354 – 376. Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel Dan Data Time Serie. Cetakan Pertama. Bogor : PT. Penerbit IPB Press. Johansen, S., and Juselius, K., 1990, Maximum Likehood Estimation and Inference on Cointegration with Application to demand for Money, Oxford Bulletin of Economics and Statistics, 52, 169-209. Luburic, N, 2011, Competitiveness Criteria And Possible Recovery Strategies For Petrochemical Business, Business Intelligence Journal, Vol. 4 No.1, pp. 79-89. Ormonde, E.V, 2008, Styrene Butadiene Latexes, Chemical Economics Handbook, SRI Consulting, Plastics-Styrenic, Page 1- 67. Pechan, E.H, 1995, Economic Impact Analysis For The Polymers and Resins Group I NESHAP Revised Draft Report, E.H. Pechan & Associates , Inc., 5537 – C Hempstead Way, Springfield, North Carolina, USA. Qiangqian, Z, 2011, The Impact of International Oil Price Fluctuation on China’s Economy, Energy Procedia 5, 1360 – 1364 Ran J. 2010. The Impact of the Global Crisis on China’s Oil Industry. School of Business Administration China University of Petroleum Beijing 5:1- 10 Verbeek, M., 2008, A Guide to Modern Econometrics, Third Edition, John Wiley and Sons. Wen, Y, 2007, Granger Causality and Equilibrium Business Cycle Theory, Federal Reserve Bank of St Louis Review, May/June, 89(3), pp. 195-205.
77
ISSN: 2443-0064
78