JURNAL ILMIAH
PERJANJIAN KERJASAMA PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) ANTARA PT. PERTAMINA DENGAN SPBU
Oleh : VIKI HENDRA, S.Pd D1A 010 242
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2014
ii
HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH
PERJANJIAN KERJASAMA PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) ANTARA PT. PERTAMINA DENGAN SPBU
Oleh : VIKI HENDRA, S.Pd D1A 010 242
Menyetujui, Mataram,
Agustus 2014
Pembimbing utama
H. Zaenal Arifin Dilaga, S.H., M.Hum NIP. 19610712 198903 1 002
iii
ABSTRAK
PERJANJIAN KERJASAMA PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) ANTARA PT. PERTAMINA DENGAN SPBU Viki Hendra, S.Pd DIA 010 242 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk perjanjian kerjasama pendistribusian bahan bakar minyak (BBM) antara PT. Pertamina dengan SPBU. Metode penelitian yang digunakan adalah normatif empiris. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hubungan hukum yang terjadi antara PT. Pertamina dengan SPBU adalah jual beli, sedangakan hubungan hukum antara PT. Pertamina dengan transportir adalah pengangkutan, apabila terjadi wanprestasi oleh SPBU, maka pihak SPBU akan dikenakan sanksi, dan jika terjadi overmach, maka para pihak akan dibebaskan dari tanggung gugat, dan Jika terjadi sengketa, maka alternatif penyelesaiannya adalah melalui musyawarah, arbitrase BANI, dan Melalui pengadilan. Kata Kunci : Perjanjian Kerjasama, Pendistribusian, dan Bahan Bakar Minyak (BBM)
COOPERATION AGREEMENT OF FUEL OIL DISTRIBUTION (BBM) BETWEEN PT. PERTAMINA WITH GAS STATION ABSTRACT The purpose of this study is to determine the shape of the cooperation agreement of fuel oil distribution (BBM) between PT. Pertamina with gas station. The research method used in this research is normative empirical. Based on the survey results revealed that the legal relationship between PT. Pertamina with gas stations is selling, while the legal relationship between PT. Pertamina with carrier are shipper, In the event of default by the gas station, the gas stations will be penalized, and if it happens overmach, the parties will be released from liability, and if there is a dispute, the alternative solution is through by deliberation, BANI arbitration, and through the courts. Keywords: Cooperation agreement, Distribution, and Fuel oil (BBM)
i
I.
PENDAHULUAN
Dewasa ini pembangunan sangat membutuhkan daya dukung yang merupakan faktor yang sangat penting dalam terlaksananya suatu tujuan pembangunan. Dalam hal ini daya dukung pembangunan dapat berupa fasilitas sebagai sarana maupun faktor lain yang dapat membantu upaya lancarnya pelaksanaan pembangunan. Dari hal tersebut dalam pelaksanaan pembangunan di wilayah Indonesia tidak terlepas dari peran penting pemamfaatan minyak dan gas bumi guna memperlancaran dan mempercepat pembangunan Dalam upaya pelaksanaan pembangunan dengan memamfaatkan Minyak dan Gas Bumi yakni dalam bentuk Bahan Bakar Minyak (BBM) perlu adanya kerjasama antara pihak pengelola Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam hal ini adalah PT. Pertamina dengan pihak penyalur Bahan Bakar Minyak (BBM) yakni melalui stasiun pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU). Untuk mempermudah pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) kepada masyarakat umum, maka PT. Pertamina melakukan kerjasama dengan pihak SPBU. Kerjasama tersebut dilakukan melalui Perjanjian kerjasama pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) antara PT. Pertamina dengan pihak pengelola SPBU. Namun dalam perjanjian kerjasama pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) antara PT. Pertamina dengan SPBU juga rawan terjadinya wanprestasi. Wanprestasi terjadi karena tidak dipenuhinya suatu prestasi
ii
oleh salah satu pihak yang disebabkan karena adanya faktor kesalahan dan kelalaian yang dapat menyebabkan kerugian bagi para pihak, seperti kurangnya jumlah barang, hilangnya barang, ataupun tidak dipenuhinya barang seperti yang telah diperjanjikan sebelumnya. Selain wanprestasi, perjanjian kerjasama pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) antara PT. Pertamina dengan SPBU juga rawan akan terjadinya keadaan memaksa (overmacht) yang dapat merugikan para pihak. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan bebarapa permasalahan, yaitu : 1) Bagaimanakah hubungan hukum para pihak dalam Perjanjian Kerjasama Pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) antara PT. Pertamina dengan SPBU di Lombok Barat?; 2) Siapakah yang bertanggung jawab atas keterlambatan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang disebabkan oleh karena adanya faktor kesalahan dan keadaan memaksa (overmacht) antara PT. Pertamina dengan SPBU di Lombok Barat?; 3) Bagaimanakah cara penyelesaian sengketa dalam Perjanjian kerjasama Pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) antara PT. Pertamina dengan SPBU di Lombok Barat? Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1) untuk mengetahui secara jelas hubungan hukum para pihak dalam Perjanjian Kerjasama Pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) antara PT. Pertamina dengan SPBU di Lombok Barat; 2) untuk mengetahui pihak yang bertanggung jawab atas keterlambatan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang disebabkan oleh karena adanya faktor keadaan memaksa
iii
(overmacht) antara PT. Pertamina dengan SPBU di Lombok Barat; 3) untuk mengetahui cara penyelesaian sengketa dalam Perjanjian Kerjasama Pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) antara PT. Pertamina dengan SPBU di Lombok Barat. Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1) Secara teoritis, Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan konstribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum, khususnya di bidang hukum perjanjian; 2) Secara praktis, Sebagai masukan bagi pihak PT. Pertamina dan pihak pengelola SPBU agar dapat melakukan pencegahan supaya tidak terjadi sengketa antara Pertamina dengan SPBU dalam Perjanjian Kerjasama Pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM). Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari : 1) data lapangan yang jenis data berupa data primer, data sekunder dan data tersier; 2) data lapangan dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data primer melalui teknik wawancara di lokasi penelitian secara langsung . Analisis data yang dipergunakan adalah kualitatif. Wilayah dan lokasi penelitian ini adalah dilaksanakan di PT. Pertamina dan SPBU di Lombok Barat.
iv
II. PEMBAHASAN Hubungan Hukum Para Pihak Dalam Perjanjian kerjasama Pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) antara PT. Pertamina dengan SPBU Dalam Perjanjian kerjasama Pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) antara PT. Pertamina dengan SPBU ini melibatkan tiga pihak, yaitu Pertamina disebut sebagai pihak pertama, SPBU disebut sebagai pihak kedua dan Transportir disebut sebagai pihak ketiga. Hubungan hukum antara PT. Pertamina (pihak pertama) dengan SPBU (pihak kedua) adalah jual beli, dimana PT. Pertamina sebagai penjual BBM dan pihak SPBU sebagai pembeli sebagaimana yang telah di sepakati sebelumnya dalam suatu perjanjian Seperti isi Buku III KUHPerdata Bab Kelima Pasal 1457 KUHPerdata yaitu berbunyi: Jual beli adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan, maka dalam perjanjian kerjasama pendistribusian BBM ini, PT. Pertamina selaku penjual harus menyerahkan suatu kebendaan berupa BBM kepada pihak SPBU, dan pihak SPBU harus membayar harga terhadap BBM tersebut dalam bentuk sejumlah uang kepada PT. Pertamina. Perjanjian kerjasama Pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) antara PT. Pertamina dengan SPBU ini tertuang dalam suatu klausul perjanjian kerjasama antara PT. Pertamina (pihak pertama) dan SPBU (pihak
v
kedua). Klausul perjanjian tersebut merupakan perjanjian baku yang dibuat secara sepihak oleh PT. Pertamina sebagai pihak Pertama. Hubungan hukum lain yang terjadi dalam perjanjian kerjasama ini adalah pengangkutan, yang melibatkan antara PT. Pertamina sebagai pihak pertama yang menunjuk pihak transportir sebagai pihak ketiga untuk melakukan jasa pengangkutan BBM ke SPBU. Pengangkutan sendiri merupakan suatu proses kegiatan memuat barang/penumpang ke dalam alat pengangkutan membawa barang/ penumpang
dari
pemuatan
ke
tempat
tujuan
dan
menurunkan
barang/penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang ditentukan. Dalam hal ini pihak transportir sebagai pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dari satu tempat ke tempat tertentu dengan selamat, aman dan tepat waktu, sedangkan pihak PT. Pertamina mengikatkan diri untuk membayar sejumlah ongkos atau biaya kepada pihak transporti atas jasa angkutan tersebut. Dalam melakukan
pelaksanaan
pendistribusian
pengangkutan Bahan
Bakar
ini,
pihak transportir
Minyak
(BBM)
dari
PT. Pertamina ke SPBU dengan menggunakan mobil tangki pengangkut Bahan Bakar Minyak (BBM) milik pihak transportir dengan standarisasi kelayakan
dan
PT. Pertamina.
persyaratan
yang
telah
ditetapkan
oleh
pihak
vi
Tujuan, waktu dan volume pengangkutan BBM yang akan didistribusikan ke SPBU akan disampaikan oleh pihak PT. Pertamina kepada pihak transportir di instalasi terminal transit/depo PT. Pertamina pada hari pengiriman. Tanggung Jawab Para Pihak Apabila Terjadi Keterlambatan Distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang Disebabkan Oleh Karena Adanya Faktor Kesalahan dan Keadaan Memaksa (overmacht) Antara PT. Pertamina Dengan SPBU 1. Wanprestasi; Berdasarkan hasil wawancara dengan Sales Representative XI Pertamina Wilayah NTB yang mengatakan bahwa pihaknya telah memberikan sanksi kepada salah satu SPBU di wilayah Lombok barat karena telah melakukan suatu pelanggaran dalam kegiatan operasional pada periode agustus hingga September 2013 lalu. Ia mengatakan, sanksi yang diberikan kepada SPBU tersebut mulai dari teguran tertulis sampai dengan stop operasional selama satu minggu. Pelanggaran operasional yang dilakukan oleh SPBU di antaranya terkait penjual BBM kepada pembeli yang menggunakan jirigen. Dia juga mengatakan bahwa Pertamina akan menjatuhkan sanksi hingga penghentian operasi bagi pelanggar standar operasional tersebut jika peringatan tertulis yang telah diberikan tidak direspon dengan tindakan nyata. Ia juga mengatakan bahwa aturan dalam perjanjian yang dibuat sudah jelas bahwa SPBU itu hanya melayani kendaraan bermotor, tetapi kenyataan yang ditemukan dilapangan ada SPBU yang melayani jerigen, sehingga mereka harus diberikan sanksi awal. Di sisi lain, dalam perjanjian ini tidak terdapat pengaturan yang jelas mengenai tanggung gugat PT. Pertamina serta upaya
vii
yang dapat ditempuh oleh pihak pengusaha manakala pihak PT. Pertamina melakukan wanprestasi. Perjanjian ini hanya mengatur apabila pihak PT. Pertamina melakukan suatu kesalahan, yang dapat juga dikatakan sebagai ”wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi”, Maka jelas bahwa dalam perjanjian ini terjadi diskriminasi yang mengabaikan dan melanggar UU tentang perlindingan konsumen yang dilakukan oleh PT. Pertamina terhadap pihak SPBU mengenai hak dan kewajiban, sehingga berdampak pada ketidak seimbangan dalam hal tanggung gugat yang lebih memberatkan dan merugikan konsumen dalam hal ini SPBU. 2. Keadaan Kahar (Force Majeur); Keadaan Kahar adalah suatu keadaan dimana pihak debitur dalam suatu kontrak terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak tersebut, keadaan atau peristiwa mana tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada debitur, sementara debitur tersebut tidak dalam keadaan beritikad buruk. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pengusaha SPBU di Lombok barat, Bapak M. Nice dan Sales Representative Depo Pertamina Ampenan Galih Pradipto pada 4 Juli 2014, mereka
mengatakan bahwa memang pernah terjadi keterlambatan
distribusi BBM dari Pertamina, hal ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah karena adanya tindakan mogok kerja yang terjadi pada pertengahan tahun 2012 lalu yang dilakukan oleh supir truk tangki pengangkut BBM di halaman parkir depo pertamina Ampenan. Dengan
viii
adanya mogok kerja yang dilakukan oleh para supir truk yang berlangsung selama beberapa hari ini menyebabkan terlambatnya pasokan BBM ke sejumlah SPBU yang ada di Lombok barat. Alasan mereka memilih mogok kerja karena maraknya aksi penjarahan BBM belakangan ini. Setidaknya dalam satu bulan terakhir telah terjadi tiga kali penjarahan yang dilakukan kelompok masyarakat yang mengatasnamakan petani tembakau. Para penjarah tersebut tidak hanya sekadar menghadang biasa, tapi mereka juga kerap menggunakan senjata. Mereka juga menggunakan mobil, lalu memaksa sopir keluar. Lalu, mata ditutup plakban. Setelah semua BBM dan solar habis dijarah baru truk tangki diserahkan lagi. Berdasarkan Pasal 1460 KUHPerdata yang berbunyi: Jika kebendaan yang dijual itu berupa suatu barang yang telah ditentukan, maka barang ini sejak saat
pembelian
adalah
atas
tanggungan
si
pembeli,
meskipun
penyerahannya belum dilakukan, dan si penjual berhak menuntut harganya. Maka keadaan kahar yang terjadi diatas bukan merupakan tanggung jawab si penjual dalam hal ini adalah pihak Pertamina, namun risiko yang terjadi adalah tanggunggungan dari si pembeli, dalam hal ini adalah Pihak SPBU. Penyelesaian Sengketa dalam Perjanjian kerjasama Pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) antara PT. Pertamina dengan SPBU Berdasarkan pada Pasal 18 dalam perjanjian kerjasama antara PT. Pertamina dengan SPBU ini, maka alternatif dalam penyelesaian sengketa antara PT. Pertamina dengan SPBU dilakukan melalui beberapa
ix
tahapan yang telah disepakati oleh keduabelah pihak sebelumnya, yaitu: 1) Melaksanakan musyawarah dalam kurun waktu 60 (enam puluh) hari kalender setelah diterimanya surat pemberitahuan mengenai adanya sengketa dari salah satu pihak kepada pihak lainnya; 2) Apabila secara musyawarah tidak berhasil, maka penyelesaian akhir disepakati melalui salah satu dari 2 (dua) jalur berikut: a) Melalui pengadilan; b) Melalui arbitrase BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia). Untuk penyelesaian masalah wanprestasi yang dilakukan oleh Pengusaha SPBU yakni menjual BBM dengan menggunakan jerigen tanpa izin dari instansi terkait, maka menurut bapak Galih Pradipto1, PT. Pertamina melakukan upaya-upaya secara bertahap, yaitu: a) Pihak PT. Pertamina terlebih dahulu akan memberikan 1 (satu) nilai peringatan tertulis kepada Pengusaha SPBU yang bersangkutan; b) PT. Pertamina memberikan waktu kepada pihak Pengusaha SPBU untuk melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian ini dalam kurun waktu 14 (empat belas) hari kalender,1terhitung sejak pihak Pengusaha SPBU menerima peringatan tertulis tersebut; c) Apabila kewajiban belum juga dilaksanakan sampai dengan batas waktu yang telah diberikan oleh pihak PT. Pertamina yaitu 14 (empat belas) hari kalender, maka PT. Pertamina berhak memutuskan perjanjian ini secara sepihak. Berkaitan dengan klausula pemutusan perjanjian secara sepihak oleh PT. Pertamina sebagaimana telah disepakati, terdapat ketentuan dalam pasal 8 (delapan) 1
Hasil wawancara dengan Galih Pradipto: Sales Representative XI Depo Pertamina Ampenan pada tanggal 7 Agustus 2014
x
ayat (3) perjanjian ini bahwa para pihak telah bersepakat untuk mengesampingkan ketentuan dalam pasal 1266 BW mengenai pemutusan perjanjian melalui pengadilan. Akibat hukum dari pencantuman klausul tersebut adalah, jika terjadi wanprestasi maka perjanjian tersebut batal demi hukum, tanpa perlu dimintakan pembatalan melalui pengadilan. Sedangakan penyelesaian sengketa mengenai pemogokan yang terjadi, maka berdasarkan Pasal 15 ayat (1) perjanjian ini menentukan apabila Keadaan Kahar terjadi, maka kedua belah pihak tidak dapat menuntut ganti rugi atau harus bertanggung jawab atas kegagalan atau keterlambatan dalam melaksanakan kewajibannya yang disebabkan hal-hal diluar kemampuan/kontrol yang wajar dari para pihak. Dari ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa Keadaan Kahar meniadakan tanggung gugat atas pemenuhan suatu prestasi.
xi
III. Penutup Kesimpulan Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Hubungan hukum dalam Perjanjian kerjasama Pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) antara PT. Pertamina dengan SPBU ini dilakukan dengan melibatkan tiga pihak dalam pelaksanaannya, yaitu Pertamina sebagai pihak pertama, SPBU sebagai pihak kedua dan Transportir sebagai pihak ketiga. Perjanjian kerjasama Pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) ini merupakan perjanjian baku yang dibuat oleh pihak pertama yaitu PT. Pertamina, sehingga terdapat ketidak seimbangan mengenai pemberian kewajiban antara pihak PT. Pertamina dengan pihak pengusaha SPBU, serta banyaknya klausul larangan yang juga lebih memberatkan pihak pengusaha; 2) Bahwa dalam hal tanggung gugat yang terkait dengan wanprestasi, pada perjanjian ini terdapat ketidak seimbangan pengaturan, yakni apabila yang melakukan wanprestasi adalah pihak pengusaha maka pihak pengusaha diwajibkan oleh PT. Pertamina untuk melakukan pemenuhan prestasi. Dalam hal ini, PT. Pertamina memberikan waktu kepada pihak pengusaha untuk melaksanakannya dalam kurun waktu 14 (empat belas) hari kalender, terhitung sejak pihak pengusaha menerima peringatan tertulis tersebut dan apabila tidak dilakukan maka PT. Pertamina berhak memutuskan perjanjian ini secara sepihak. Berbeda halnya apabila PT. Pertamina yang melakukan wanprestasi, dalam perjanjian ini tidak dijelaskan; 3) Dalam penyelesaian sengketa yang terjadi antara PT. Pertamina dengan Pihak SPBU mengenai hal-hal yang di atur dalam perjanjian kerjasama Pendistribusian Bahan
xii
Bakar Minyak (BBM) ini dilakukan dengan cara melaksanakan musyawarah dalam kurun waktu 60 (enam puluh) hari kalender setelah diterimanya surat pemberitahuan, dan apabila secara musyawarah tidak berhasil, maka penyelesaian akhir disepakati melalui pengadilan dan melalui arbitrase BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia). Saran Saran dari penelitian ini adalah: 1) diharapkan adanya suatu perlindungan hukum yang seimbang yang juga menguntungkan pihak SPBU, tidak di pihak PT. Pertamina saja, serta mengubah isi klausul perjanjian mengenai hak pemutusan secara sepihak oleh PT. Pertamina agar hubungan hukum yang terjadi berjalan adil dan seimbang serta dapat menguntungkan semua pihak; 2)
mengenai
kewajiban pemenuhan prestasi seperti halnya yang diwajibkan kepada pihak pengusaha SPBU, maka kewajiban pemenuhan prestasi dari pihak Pertamina juga perlu di cantumkan secara jelas dan transparan dalam klausul perjanjian; 3) penyelesaian yang terbaik adalah melalui musyawarah Penyelesaian sengketa, karena melalui cara alternatif non ligitasi ini tidak akan mengganggu dan menghambat kegiatan pendistribusian BBM, sehingga tidak berdampak pada keterlambatan suplai BBM ke konsumen akhir atau masyarakat pada umumnya.
xiii
Daftar Pustaka A. Sumber lain Wawancara dengan Galih Pradipto, Sales Representative XI Depo Pertamina Ampenan pada tanggal 7 Agustus 2014