JURNAL ILMIAH
PELAYANAN PUBLIK BAGI PENYANDANG DISABILITAS BERDASARKAN UU. NO. 19 TAHUN 2011 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI MENGENAI HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS (STUDI DI KOTA MATARAM)
Program Studi Ilmu Hukum
Oleh : RIZKY WAHYU NUGRAHA D1A011305
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2016
Halaman Pengesahan Jurnal Ilmiah
PELAYANAN PUBLIK BAGI PENYANDANG DISABILITAS BERDASARKAN UU. NO. 19 TAHUN 2011 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI MENGENAI HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS (STUDI DI KOTA MATARAM)
Oleh : RIZKY WAHYU NUGRAHA D1A011305 Menyetujui, Pembimbing Pertama,
Dr.RR. Cahyowati, SH., MH. NIP. 196505171990012001
PELAYANAN PUBLIK BAGI PENYANDANG DISABILITAS BERDASARKAN UU. NO. 19 TAHUN 2011 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI MENGENAI HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS (STUDI DI KOTA MATARAM) Rizky Wahyu Nugraha D1A 011 305 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan pelayanan publik bagi penyandang disabilitas di Kota Mataram serta hambatan/kendala terhadap pelaksanaan pelayanan publik di Kota Mataram. Penelitian ini menggunkanan penelitian empiris. Manfaat dari penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan praktis. Metode penelitian yang digunakan dengan menggunkan pendekatan sosiologis. Pengaturan pelayanan publik bagi penyandang disabilitas telah diatur di dalam perundang-undangan baik mulai Undang-Undang Dasar 1945, perundang-undangan, maupun peraturan-peraturan menteri. Namun dalam implementasinya masih terhambat karena adanya beberapa kendala/hambatan. Kata Kunci : Pelayanan Publik, Penyandang Disabilitas Public Services For Disabled People Based On Constitution No. 19 Years 2011 About The Convention on the Rights of Persons With Disabilities ABSTRACT The purpose of this research is to known the congifuration of public services for disabled person in Mataram City, and also to known the obstacle to perform public service on Mataram City. This research using empirical research. The benefits of this research are theoretical benefits and also practical benefits. This method of research is using sociological approach. The configuration for disabled people has been set from 1945 constitution, legislation, also regulation of minister. However, the excecution of this regulation still delayed because of some obstacle during the execution. Keywords : Public Services, Disabled Person
i
I . PENDAHULUAN HAM merupakan hak yang paling mendasar yang dimiliki pada setiap individu manusia yang telah ada sejak dia berada didalam kandungan,hal ini didasari bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri setiap individu warga Negara tak terkecuali siapapun, yang bersifat universal, langgeng, tidak dapat dikurangi, dibatasi, dihalangi, apalagi dicabut atau dihilangkan oleh siapapun termasuk Negara. Berdasarkan pembukaan UUD 1945, cita – cita Bangsa Indonesia untuk menciptakan suatu Negara berdasarkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.Maka sudah sepantasnya Bangsa Indonesia mulai meningkatkan kesejahteraan bangsa dengan mengadakan fasilitas pelayanan publik, yang mana dapat membantu pemenuhan hak - hak konstitusional seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Sudah merupakan suatu kewajiban pemerintahan menyelenggerakan fungsi pelayanan pada masyarakat (Public Service), atau pemerintah adalah pelayan bagi masyarakat, dimana Negara tidaklah mengurus untuk kepentingannya sendiri melainkan
untuk
melayani
masyarakat
serta
menciptakan
kondisi
yang
memungkinkan setiap anggota anggota untuk mencapai tujuan bersama. 1 Kecacatan bukan merupakan suatu alasan untuk menghalangi seseorang dalam memenuhi hak konstitusionalnya dalam mengakses fasilitas pelayanan publik,
1
Ryaas Rasyid, Desentralisasi Dalam Menunjang Pembangunan Daerah Dalam Pembangunan Administrasi di Indonesia, PT. Pustaka, LP3ES, Jakarta, 1998, Hal. 139
ii
disinilah peran pemerintah memberikan perhatian khusus kepada penyandang disabilitas, Dalam Pasal 5 Undang Undang No 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat telah disebutkan setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas juga mengatur bahwa penyandang disabilitas agar dapat mampu hidup secara mandiri dan berpatisipasi penuh dalam segala aspek kehidupan, Negara wajib mengambil langkah yang tepat
untuk
menjamin akses bagi penyandang disabilitas atas dasar kesamaan dengan warga lainnya, terhadap lingkungan fisik, transportasi, informasi dan komunikasi termasuk juga sistem serta teknologi informasi dan komunikasi serta akses terhadap fasilitas dan jasa pelayanan untuk publik. Maka sudah jelas bahwa setiap warga Negara memiliki hak yang sama dalam menikmati kemudahan mengakses fasilitas pelayanan publik tanpa membeda-bedakan siapa yang akan menggunakannya, maka sudah seharusnya mendapat perhatian sebagaimana halnya mereka penyandang disabilitas yang perlu mendapatkan perlakuan khusus. Perlakuan khusus tersebut dapat dipandang sebagai upaya maksimalisasi penghormatan, pemajuan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia secara universal. 2
Majda El Muhtaj, 2008, Dimensi‐Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 273. 2
iii
Rumusan Masalah yang ingin diteliti adalah 1) Bagaimana pelayanan publik bagi penyandang disabilitas berdasarkan UU No. 19 Tahun 2011 dan 2) Apa hambatan/kendala terhadap pelaksanaan pelayanan publik bagi disabilitas di Kota Mataram. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui pelayanan publik bagi penyandang disabilitas berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2011 dan untuk mengetahui hambatan/kendala terhadap pelaksanaan pelayanan publik bagi penyandang disabilitas di Kota Mataram. Dalam rangka menunjang penyusunan ini, digunakan jenis penelitian empiris, dengan metode Pendekatan Sosiologis (Sosiological Approach), yaitu pendekatan yang mencoba mengkaji dan melihat secara langsung hukum dalam masyarakat.
iv
II. PEMBAHASAN Penyandang disabilitas merupakan suatu kelompok kecil masyarakat di Kota Mataram yang memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga Negara.Namun pada kenyataannya pemerintah Kota Mataram kerap kali kurang memperhatikan keberadaan kaum yang bisa dibilang minoritas ini.Dapat diihat dari pembangunan yang dilaksanakan pada Kota Mataram dimana pembangunan tersebut belum mengakomodir kebutuhan dari penyandang disabilitas. .
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak-
Hak Penyandang Disabilitas menyebutkan bahwa Negara harus mempertimbangkan penyandang disabilitas memiliki kesempatan secara aktif terlibat dalam proses pengambilan keputusan program-program terkait secara langsung dengan mereka. Atas dasar diatas Pemerintah Kota Mataram harus tetap memperhatikan keberadaan mereka dalam melakukan perencanaan maupun pembangunan, karena dengan kehadiran mereka dalam melaksanakan pembangunan akan berdampak pada pembangunan yang mulai mengakomodir kebutuhan mereka, mengingat mereka memiliki keterbatasan dan membutuhkan perlakuan khusus. Setelah Pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi Pengesahan Hak-Hak bagi Penyandang Disabilitas yang dituangkan dalam UU No. 19 Tahun 2011, saat ini Pemerintah sedang membahas tentang Draft Rancangan Undang-Undang terkait dengan Penyandang Disabilitas yang mana dalam Draft RUU,
pada Pasal 9
menyebutkan bahwa setiap Penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama
v
sebagai Warga Negara, Pemenuhan atas hak bagi penyandang disabilitas dapat dilaksanakan dalam bentuk baik pelayanan sosial memperoleh aksesibilitas gedung dan transportasi. Namun, karena Undang-Undang tersebut belum disahkan maka saat ini masih berlaku Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat. Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat mengatur bahwa dalam melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana baik kota ataupun provinsi harus tetap mempertimbangkan kehadiran dari Penyandang Cacat. Berdasarkan hasil wawancara penyusun dengan Bapak I Made Mawan S.T selaku Kepala Sub Bidang Perencanaan pada Dinas Perhubungan Kota Mataram, beliau menyebutkan : 3 “… peran masyarakat tetap jelas berada di dalam pembangunan, dalam proses pembangunan kita melakukan Musyawarah Pembangunan Berbasis Masyarakat (MPBM) melalui beberapa tahapan, 1) melalui kelurahan, 2) Melalui Kecamatan, 3) Melalui Kota yg dilangsungkan di BAPPEDA Kota Mataram yang kemudian akan dilangsungkan pembangunannya berdasarkan hasi musyawarah tersebut” Sehingga berdasarkan temuan di atas bahwa penyandang disabilitas dapat mengikuti MPBM baik pada tingkat kelurahan, kecamatan, dan kota sehingga aspirasi dari mereka dalam merencanakan suatu pembangunan dan tentunya akan sangat strategis apabila mereka juga memperjuangkan aspirasi mereka dan aktif dalam MPBM tersebut agar terciptanya Kota Mataram yang ramah akan penderita disabilitas.
3
Hasil wawancara dengan Bapak I Made Mawan S.T. selaku Kepala Sub Bidang Perencanaan pada Dinas Perhubungan Kota Mataram, pada tanggal 15 Februari 2016 Pukul 15:10 WITA
vi
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat membagi pelayanan publik terbagi menjadi dua bagian: Yakni, dalam bentuk fisik yaitu suatu pelayanan publik yang diwujudkan dalam bentuk sarana dan prasarana, serta dalam bentuk non fisik yang di wujudkan dalam pemberian informasi ataupun jaminan sosial. Dalam melakukan pembangunan Dinas Pehubungan masih belum memikirkan daripada penderita disabilitas, banyak aksesoris pelengkap penunjang aksesibilitas bagi penyandang difabel.seperti misalnya tidak adanya jalur khusus atau marka khusus di jalan raya bagi penyandang disabilitas sehingga menyulitkan bagi para penyandang disabilitas dalam mengakses suatu jalan. Selain itu tidak adanya penunjang jalur penyebrangan khusus bagi penyandang disabilitas tentu saja mereka akan mengalami kesulitan untuk menyebrang jalan terutama bagi mereka yang menderita tuna netra. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor Km. 71 Tahun 1999 Tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat dan Orang Sakit Pada Sarana dan Prasarana Perhubungan menjelaskan bahwa pada penyelenggara pada angkutan umum wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan dan memberikan pelayanan khusus kepada penyandang cacat dan orang sakit, yang meliputi: 1) Kondisi keluar masuk terminal haruslah landai; 2) Kondisi peturasan yang dapat dimanfaatkan penyandang cacat dan orang sakit tanpa bantuan orang lain; 3) Pengadaan jalur khusus akses keluar masuk terminal; 4) Konstruksi tempat pemberhentian kendaraan umum yang sejajar dengan dengan permukaan pintu masuk kendaraan umum; 5)
vii
Pemberian kemudahan dalam pembelian tiket; 6) Pada terminal dilengkapi dengan papan trayek yang dapat dibunyikan bila dibutuhkan; 7) Ruang yang dirancang dan disediakan secara khusus untuk penyandang cacat dan orang sakit guna memberikan kemudahan dalam bergerak. Namun menurut bapak I Made Mawan ST. bahwa untuk perbaikan Terminal Mandalika, Dinas Perhubungan Kota Mataram tidak dapat berbuat banyak karena dilihat daripada tipe terminal tersebut merupakan kewenangan untuk pemerintah pusat, Meskipun terminal tersebut merupakan terminal yang menghubungkan antar provinsi namun terminal tersebut masih menjadi wewenang dari Pemerintah Kota Mataram, sudah sepantasnya Pemda memberikan perhatian kepada para penyandang disabilitas dengan memberikan ramp ataupun kemudahan – kemudahan yang dapat membantu para penyandang disabilitas.Dari sini dapat dilihat kurangnya perhatian dari Pemerintah Kota Mataram terhadap penyandang disabilitas. Setiap bangunan pelayanan publik biasanya dihubungkan oleh suatu akses jalan ataupun trotoar, namun dari banyaknya jalan dan trotoar yang menghubungkan antara bangunan tersebut banyak yang tidak aksesibel bagi penyandang disabilitas dikarenakan banyaknya trotoar yang menggunakan ubin keramik yang bersifat licin ditambah dengan kondisi basah yang dapat membuat permukaan keramik semakin licin, serta banyaknya trotoar menggunakan Paving block yang telah rusak dimakan usia selain itu trotoar yang ada di Kota Mataram relatif tinggi yang tidak gampang diakses untuk pengguna kruk ataupun pengguna kursi roda.
viii
Dalam hal jalan, Bidang Bina Marga Kota Mataram hanya bersifat merawat jalan-jalan yang ada di Kota Mataram, mengingat sebagian besar jalan di Kota Mataram merupakan jalan-jalan yang dibangun oleh Dinas PU Provinsi NTB Tetapi Dinas Pekerjaan Umum telah berupaya juga dalam melengkapi aksesoris jalan terkait dengan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dalam kaitannya akses jalan dan trotoar seperti misalnya di Jalan Pabean, Ampenan sudah mulai dibuat jalan khusus untuk difabel. Kota Mataram telah memiliki 4 RTH yang tersebar di masing-masing wilayah, yakni Taman Kota Udayana, Taman Kota Sangkareang, Taman Kota Selagalas dan Taman Kota Pagutan. Namun dari keempat RTH tersebut, masih terdapat beberapa RTH yang kurang aksesibel bagi siapa saja terutama penyandang difabel.. Namun, Dinas PU tetap melakukan evaluasi terhadap setiap RTH-RTH yang ada di Kota Mataram, mengingat Taman Sangkareang dan Taman Udayana telah ada lama sebelum adanya Permen PU, sehingga sudah pasti kedepannya akan diberikan perbaikan-perbaikan yang akan mengarah kepada aksesibilitas kepada difabel Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2006Tentang Pedoman Teknis Fasilitas Dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan dijelaskan bahwa Bangunan gedung adalah suatu bentuk wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat
ix
tinggal, kegiatan keagamaaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial dan budaya, maupun kegiatan khusus. Namun, dalam implementasinya bangunan gedung tidak didirikan sesuai dengan PERMEN PU No. 30/PRT/M/2006 seperti pada bangunan gedung pemerintahan, ram-ram yang digunakan tidak sesuai dengan standar yang ditentukan yakni melebihi 8ᵒ kemiringan. Tidak adanya lift pada Rumah Sakit Umum Kota Mataram juga termasuk dalam tidak terpenuhinya hak aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dikarenakan Rumah Sakit Umum Kota Mataram masih menggunakan tangga yang tentunya akan sangat menyulitkan bagi pengguna kruk dan kursi roda. Dalam kaitannya pelayanan publik non fisik bagi penyandang disabilitas, Dinas Sosial melakukan berbagai program demi mensejahterakan penyandang disabilitas seperti memberikan bantuan baik berupa rehabilitasi sosial ataupun bantuan berupa jaminan sosial yang diberikan secara langsung kepada para penderita disabilitas. Seperti misalnya rehabilitasi sosial bertujuan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan wajar baik dan Bantuan jaminan sosial kepada para penyandang disabilitas baik berupa pemenuhan dasar dengan memberikan bantuan sebanyak tiga ratus ribu rupiah (Rp 300.000) bagi penyandang disabilitas berat seumur hidupnya hingga bantuan pengadaan alat bantu baik itu kruk, kursi roda, maupun tongkat untuk membantu para tuna netra bagi para penyandang disabilitas itu sendiri
x
Dalam pelaksanaanya, terdapat kendala seperti dalam pembangunan untuk melengkapi fasiltas aksesoris jalan dimana kurangnya koordinasi antara aksesoris jalan dengan keadaan trotoar sendiri sehingga untuk meletakkan aksesoris akan menjadi tidak mungkin selain itu karena kondisi jalan yang tidak aksesibel maka akan membuat fasilitas tersebut tidak akan menjadi bermanfaat. Dalam membangun jalan Dinas Pekerjaan Umum Kota Mataram pemerintah Kota Mataram harus melihat beberapa komponen daripada jalan itu sendiri, seperti luas daripada jalan itu, zona daripada jalan itu sendiri, serta kewenangan daripada jalan-jalan yang ada di Kota Mataram Kurangnya lahan pada bangunan-bangunan juga mengakibatkan pemenuhan aksesibilitas sesuai standar menjadi tidak sesuai dengan standar yang ada pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2006. Lalu pada non fisik kendala yang dihadapi pada saat melakukan kegiatan Loka Bina Karya adalah kurangnya minat daripada peserta pelatihan, dimana terkadang peserta pelatihan tidak mau mengikuti latihan tersebut.Selain itu, pada saat peserta pelatihan menyelesaikan pelatihan mereka banyak juga yang tidak mempraktikannya di masyarakat sehingga program tersebut tidak berjalan. Selain itu kendala yang dihadapi Dinas Sosial adalah kurang tepatnya pemasaran yang dilakukan mengingat bahwa daya saing para penyandang disabilitas masih jauh kalah berkembang daripada usaha-usaha lainnya, sehingga menurunkan minat daripada difabel itu sendiri.
xi
III. PENUTUP Simpulan Hak-hak bagi penyandang disabilitas dalam kaitannya pelayanan telah diakomodir didalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2011 Pengesahan Convention on the Rights of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas), yang mana setetelah pemerintah meratifikasi Undang-Undang tersebut pada saat ini pemerintah sedang membahas RUU Tentang Penyandang Disabilitas. Namun, karena belum berlakunya RUU tersebut maka masih berlaku UndangUndang No. 4 Tahun 1997 dimana pelayanan publik bagi penyandang disabilitas terbagi dalam fisik yang diatur dalam Peraturan Menteri No. 30/PRT/M tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor Km. 71 Tahun 1999 Tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat dan Orang Sakit Pada Sarana dan Prasarana Perhubungan dan non fisik yang diatur dalam Menteri Sosial No 25 Tahun 2012 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Oleh Lembaga Di Bidang Kesejahteraan Sosial. Namun, Dalam implementasinya belum sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan terkait dengan hambatan – hambatan yang dihadapi. Hambatan atau kendala Pemerintah Kota Mataram dalam melaksanakan pengaturan perundang-undangan tentang pelayanan publik dapat dilihat dari segi fisik dan non-fisik, dari segi fisik kendala yang dihadapi adalah kurangnya lahan untuk melakukan pembangunan ataupun renovasi untuk melengkapi sarana-sarana
xii
penunjang bagi disabilitas, adanya tumpang tindih kewenangan pada instansi baik Dinas Pekerjaan Umum Kota Mataram maupun Dinas Perhubungan juga sangat berpengaruh dalam menghambat pembangunan, selain itu kurangnya pasokan listrik untuk mengoprasikan lift menjadi kendala tersendiri dalam pemenuhan pelayanan bagi penyandang disabilitas di Kota Mataram.
Saran Hendaknnya penyandang disabilitas aktif dalam berpartisipasi mengikuti Musyawarah Pembangunan Berbasis Masyarakat (MPBM) baik ditingkat kelurahan, kecamatan, maupun kota sehingga dapat memberikan kontribusi dalam perencanaan pembangunan
sehingga
hak-hak
para
penyandang
disabilitas
dapat
terakomodir;Pemerintah Kota Mataram lebih memperhatikan pembangunan sesuai dengan peraturan teknis sebagai standar yang digunakan dalam melaksanakan pelayanan publik bagi disabilitas agar tercainya kesetaran hak bagi seluruh masyarakat khusus di Kota Mataram; Agar Dinas Sosial Kota Mataram memberikan inovasi-inovasi baru dalam pelatihan agar menarik minat penyandang disabilitas dalam mengikuti program-progaram LBK serta membantu dalam melakukan pemasaran.
xiii
DAFTAR PUSTAKA a. Buku, Makalah, Artikel dan Kamus Majda El Muhtaj, 2008, Dimensi‐Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial danBudaya, RajaGrafindo Persada, Jakarta. Ryaas Rasyid, membangun Desentralisasi Dalam Menunjang Pembangunan Daerah Dalam Pembangunan Administrasi di Indonesia, PT. Pustaka, LP3ES, Jakarta, 1998. b. Peraturan-Peraturan Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 Indonesia, Undang Undang No 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat, L.N: Nomor 9 Tahun 1997, T.L.N: Nomor 3670 Indonesia, Undang-Undang No. 19 Tahun 2011 Pengesahan Convention on the Rights of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas), T.L : Nomor 107 Tahun 2011, T.L.N : Nomor 5251 Indoneaia, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor Km. 71 Tahun 1999 Tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat dan Orang Sakit Pada Sarana dan Prasarana Perhubungan. Indonesia, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2006 Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.