Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PRIA TENTANG KELUARGA BERENCANA DENGAN PARTISIPASI PRIA DALAM PEMAKAIAN METODE KONTRASEPSI KELUARGA BERENCANA DI KABUPATEN BARITO KUALA Sariyono1, Sirajudin Noor2, Mannan A. Buchari3 1,2,3STIkes
Muhammadiyah Banjarmasin
ABSTRACT Men’s participation in planned family program still low compare women acceptor’s planned family program. There comparative not balance between men and women in health reproductive and the planned family program and very low responsibility men attention for health women and family them. Cause level knowledge is not yet enough in reproductive health. To understand the correlation knowledge and men attitude about family program with men participation used contraception in planned family program. Observational research with cross sectional design using secondary data from subdistric Wanaraya, Belawang and Barambai in Distric Barito Kuala 2004 and primary data with seeking in the field. The sample are 53 respondent, 30 respondent use contraception and 20 not used contraception but wipes them used contraception with side effects. The analysis which used in this research are univariate test for to know frequency distribution, bivariate test (chi-square statistical test) with significant level at p<0.05 and confident interval (CI) at 95% for to know correlation between independent variable and dependent variable , and multivariate test (multiple logistic regression) for to know proportion men used contraception. There are statistically significant correlation between men planned family programs knowledge and men good’s attitude about planned family program with men participation used contraception. There significant correlation between men high knowledge and good’s attitude about planned family program with men participation used contraception. So higher men’s knowledge and so good’s attitude about planned family program so higher men participation for used contraception. And proportion so mach. Keywords:
Family planning programs, contraception methods.
PENDAHULUAN Komitmen Indonesia terhadap pengarusutamaan gender telah dimulai sejak ditetapkannya tujuan nasional
knowledge
and
attitude
“kesetaraan dan keadilan gender” dalam GBHN 19992004. Pengarusutamaan gender ini disepakati oleh berbagai pihak sebagai suatu strategi 11
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dengan memperbaiki kondisi dan posisi perempuan agar dapat setara dengan laki-laki dalam kehidupan bermasyarakat. Kesetaraan gender merupakan kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan dan kesamaan dalam menikmati penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan structural, baik terhadap lakilaki maupun perempuan. Keadilan gender adalah suatu proses dan prelakuan adil terhadap perempuan dan lakilaki, sehingga tidak ada lagi pembakuan peran (stereotype), beban ganda, subordinasi, marjinalisasi serta kekerasan terhadap perempuan dan lakilaki. Program Keluarga Berencana juga telah menyepakati paradigma baru, dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi kearah pendekatan kesehatan reproduksi dengan memperhatikan hak-hak reproduksi dan kesetaraan gender. Program KB dan kesehatn reproduksi saat ini masih menghadapi berbagai permasalahan mendasar yaitu; 1) Akses terhadap pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang diprioritaskan secara seimbang dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan; 2) Kualitas pelayanan yang masih rendah sehingga kegagalan dan
komplikasi masih cukup tinggi; 3) Masalah kehamilan dan persalinan masih sangat memprihatinkan; 4) Sebagian remaja masih belum mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai tantangan dan tanggung jawab yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya; 5) Belum diperhatikannya masalah kesehatan reproduksi yang menimpa perempuan, baik sebelum, selama maupun sesudah masa reproduksinya. Dikaitkan dengan masalah kesetaraan dan keadilan gender, dalam program KB dan kesehatan reproduksi masih dijumpai berbagai masalah kesenjangan gender yang perlu diperhatikan dan dikurangi agar dapat terwujud kesetaraan dan keadilan gender yang perlu diperhatikan dan dikurangi agar dapat terwujud kesetaraan dan keadilan gender dalam keluarga. Kesenjangan gender dalam Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi dapat digambarkan sebagai berikut; 1) Angka kematian ibu yang masih tinggi, yaitu 343 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 1997), yang memperburuk status perempuan; 2) Suami pemakai kontrasepsi masih sangat rendah, yaitu 1,1% kontrasepsi modern dan 1,8% kontrasepsi alamiah; 3) Sebesar 16% perempuan kawin tidak menggunakan alat/metode kontrasepsi karena suami tidak setuju; 4) Pria yang menggunakan kondom sewaktu berhubungan dengan PSK
12
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
hanya berkisar antara 6,5%4,5%. Kesenjangan ini dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain; 1) Pelaksanaan program yang lebih mengutamakan sasarannya kepada perempuan, dengan alasan utama menanggulangi dan menurunkan angka kematia maternal, terutama pada periode awal pelaksanaan program; 2) Lingkungan sosial budaya yang masih menganggap KB dan kesehatan reproduksi adalah urusan perempuan; 3) Tradisi yang membedakan nilai anak lakilaki dan perempuan; 4) Terbatasnya pengetahuan dan kesadaran pria dalam KB dan kesehatan reproduksi; 5) Terbatasnya informasi dan aksesibilitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi bagi pria; 6) Terbatasnya jenis metode kontrasepsi bagi kaum pria dan rendahnya dukungan terhadap pengembangan jenis metode kontrasepsi pria; 7) Dominasi suami dalam pengambilan keputusan masalah keluarga, termasuk masalah KB dan kesehatan reproduksi; 8) Terdapatnya kesenjangan dan pemberian pelayanan KB dan kesehatan reproduksi antara laki-laki dan perempuan (BKKBN; dalam Kesetaraan Gender, 2004). Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara laki-laki dan perempuan, sehingga masing-masing memiliki akses, kesempatan berpartisipasi dan kontrol atas berbagai kegiatan serta memperoleh manfaat yang
setara dan adil dalam kegiatan tersebut. Didalam KB dan Kesehatan Reproduksi, kondisi ini akan dapat terwujud apabila suami dan isteri; 1) Mempunyai informasi dan akses terhadap pelayanan KB dan kesehatan reproduksi; 2) Mempunyai peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam penggunaan kontrasepsi dan menjamin kesehatan seluruh anggota keluarga; 3) Dapat terpenuhinya hak-hak reproduksinya secara seimbang; 4) Mempunyai posisi setara dalam pengambilan keputusan berbagai masalah berkaitan dengan KB dan kesehatan reproduksi; 5) Memperoleh manfaat dari informasi dan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan kehidupan keluarganya; 6) Saling mendukung dalam melakukan kegiatan rumah tangga (BKKBN; dalam Kesetaraan Gender, 2004). Program KB saat inimenghadapi berbagai permasalahan mendasar, antara lain akses terhadap pelayanan KB yang perlu diprioritaskan secara seimbang serta kualitas pelayanan yang masih rendah sehingga kegagalan dan komplikasi masih cukup tinggi. Sebagian dari permasalahan tersebut dapat dihindari apabila para petugas dapat melaksanakan tugas secara tepat dan benar, diimbangi dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang haknya untuk memperoleh pelayanan bermutu. 13
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
Pengetahuan dapat diartikan sebagai pendekatan familiariaty gained by actual experience atau pengenalan/kedekatan yang diperoleh melalui pengalaman nyata (Adisewodjo, dkk. 1980:86). Pengetahuan juga diartikan sebagai ketrampilan untuk mengatakan kembali dari ingatannya hal-hal atau informasi tentang apa saja yang telah dialaminya dan saling menghubungkan hal-hal, gejala-gejala atau kejadian tersebut, sehingga terbentuk keterampilan untuk mengatakan kembali dan menerapkannya pada situasi lain dan sesuai dengan keperluan suatu pola, metode, aturan, keadaan atau kegiatan (Adisedjo, dkk, 1980:87). Poerwadarminto (1985) membagi pengetahuan yakni; 1) Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui (kepandaian); 2) Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berkenaan dengan sesuatu hal. Depdikbud, (1997) menyatakan pengetahuan merupakan kemampuan kognitif meliputi pengingatan tentang hal-hal yang bersifat khusus atau universal, dalam hal ini tekanan utama pada pengenalan kembali fakta, prinsif, proses dan pola. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 1993:127-128). Menurut Notoatmodjo (1993) pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya sikap dan perilaku seseorang (over behaviour). Penerimaan sikap dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut bersifat langgeng. Pengetahuan yang tercakup dalam domain pengetahuan mencakup 6 tingkatan, yaitu; 1) Tahu (know); Tahu diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari dan rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah dengan cara menyebutkan, mendefinisikan dan menyatakan; 2) Memahami (Comprehension); Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar; 3) Aplikasi (Application); Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata/sebenarnya. Aplikasi disini diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain; 4)Analisis (Analisys); Adalah 14
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
kemampuan untuk menjabarkan materi suatu objek ke dalam komponenkomponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain; 5) Sintesis (Synthesis); Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagianbagian didalam suatu bentuk yang baru; 6) Evaluasi (Evaluation); Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek (Arikunto, S., 1988). Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada. Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konaif. Komponen kognitif merupakan representase apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional, dan komponen konaif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. (kothandapani, dalam Midllebrook, 1974; Saifuddin Azwar, 1988). Ketiga komponen tersebut diatas dirumuskan sebagai komponen kognitif (keercayaan atau beliefs), komponen emosional (perasaan), dan komponen perilaku tindakan. Mann (1969) menjelaskan bahwa komponen
kognitif berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontraversial. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan caracara tertentu. Interaksi antara ketiga sikap tersebut menurut para ahli psikologi sosial beranggapan bahwa ketiganya adalah selaras dan konsisten. Dikarenakan apabila dihadapkan dengan satu objek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus mempolakan arah sikap yang sama. Teori mengatkan bahwa apabila salah satu saja diantara ketiga komponen sikap tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi ketidakselaran yang menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap sedmikian rupa sehingga konsistensi itu tercapai kembali. Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih dari sekedar adanya kontak sosial dan hubungan 15
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Pembentukan sikap individu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu; 1) Pengalaman pribadi; Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar pembentukan sikap. Untuk dapat memprunyai tanggapan dan penghayaan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis. Apakh penghayatan itu akan membentuk sikap positf atau negatif akan tergantung dari berbagai faktor lain. Sehubungan dengan hal ini, Midllebrook (1974) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman samasekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap suatu objek tertentu; 2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting; Pada masa anak-anak dan remaja, orang tua biasanya menjadi figure yang paling berarti sikap si anak. Interaksi antara anak dan orang tua meupakan determinasi utam sikap si anak. Sikap orang tua dan sikap anak cenderung untuk selalu sama sepanjang hidup (Midllebrook, 1974). Ilustrasi mengenai pembentukan sikap yang dikarenakan pengaruh orang yang dianggap penting oleh individu antara lain dapat dilihat pula pada situasi dimana terdapat hubungan atasan bawahan; 3) Pengaruh Kebudayaan; Kebudayaan dimana kita hidup dan
dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Seorang ahli psikologi terkenal, Burrhus Frederick Skinner sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang; 4) Media Massa; Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dll, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap; 5) Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama; Kedua lembaga tersebut sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya; 6) Pengaruh Faktor Emosional; Kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Suatu contoh bentuk sikap yang didasari oleh faktor 16
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
emosional adalah prasangka (prejudice). Prasangka didefinisikan sebagai suatu sikap yang tidak toleran, tidak fair, atau tidak favourabel terhadap sekelompok orang (Harding, Probansky, Kutner, Chein, 1969; dalam Wringhman anf Deaux, 1981; dalam Sikap manusia, Saiffuddin Azwar, 1998). Partisipasi adalah suatu keadaan dimana seseorang ikut merasakan bersama-sama dengan orang lain sebagai akibat terjadonya interaksi sosial. Ini merupakan kesadaran manusia yang dimotivasi oleh kebutuhan untuk berkelompok atas dasar persahabatan dan saling simpati. Dalam kelompok tersebut seseorang menemukan identitas pribadinya karena bersama-sama dengan orang lain merasakan saling kasih sayang, kesetiaan dan tanggung jawab bersama, sentiment, tradisi dan persahabatan. Kesemuanya ini dapat diperoleh melalui komunikasi dalam kegiatan bersama. Seseorang ini dapat diperoleh melalui komunikasi dalam kegiatan bersama. Seseorang yang melakukan atau menglami partisipasi, berarti mengambil bagian dalam suatu kelompok memainkan peranan dan menjadi anggota yang aktif dalam suatu kelompok (Dawam Raharjo, 1993). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tumbuhnya partisipasi seseorang dan masyarakat antara lain adalah kepemimpinan, komunikasi, dan pendidikan (Bintoro
Tjokroamidjoyo, 1979). Partisipasi juga memerlukan proses yang panjang dan memerlukan tahap-tahap untuk adaptasi atau pelaksanaan suatu objek/program yaitu; 1) Tidak tertarik atau belum terpikirkan; 2) Memikirkan suatu perubahan; 3) Membuat sedikit perubahan; 4) Dengan aktif memakai suatu perubahan dalam sebuah perilaku baru; 5) Mendukung perubahan selanjutnya (Halth Studies, Editor oleh Jennie Naidoo dan Jane Wills). Lebih lanjut tentang kondisi program KB di Indonesia, berikut beberapa indicator yang menggambarkan kondisi kualitas pelayanan saat ini yaitu; 1) Kesertaan ber KB; Dari hasil SDKI 1997 diketahui jumlah pemakai kontrasepsi adalah 54,7% dengan rincian IUD 8,1%, Pil 15,4%, Suntik 21,1%, Implant 6%, MOW 3%, MOP 0,4% serta kondom 0,7%. Sementara cara tradisional/alamiah mencapai 2,7% ang terdiri dari pantang berkala 1,1, senggama terputus 0,8% dan cara lain 0,8%; 1) Unmeet need; Kebutuhan KB yang tidak terpenuhi (unmeet need) menurut hasil SDKI 1997 tercatat sebesar 9,17%, sedangkan berdasarkan hasil pencapaian program pada tahun 2001 tercatat sebesar 14,6% pasangan yang kebutuhan KB-nya tidak terpenuhi, padahal diharapkan pada tahun 2001 tersebut angka unmeet need ini dapat mencapai 8%. Salah satu penyebab terjadinya unmeet need adalah kurang setujunya 17
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
suami (sebesar 16%) istrinya menjadi peserta KB; 3) Efek samping; berdasarkan data laporan pencapain program sampai dengan Nopember 2001, efek samping yang paling tinggi terdapat pada kontrasepsi suntikan, yaitu sebesar 27.622 kasus atau 39,8%, pada kontrasepsi IUD sebesar 19.232 kasus aau 27,7%, kontrasepsi implant sebesar 12.459 kasus atau 17,9% serta kontrasepsi pil sebesar 6.792 kasus atau 9,7%. Dengan terjadinya efek samping dari pemakaian kontrasepsi ini, perlu adanya kegiatan yang mengarah pada peningkatan penyuluhan agar para peserta KB dapat tepat waktu kontrol, serta konseling yang dilakukan dengan benar. Melalui kegiatan ini maka kejadian efek samping yang dapat mengakibatkan peserta KB menjadi dropout dapat dikurangi; 4) Komplikasi; Jumlah komplikasi berat dan ringan sampai dengan bulan maret 2002 tercatat 9.354 kasus. Dibandingkan dengan komplikasi pada periode yang sama yaitu bulan Maret 2001 sebesar 7.431 atau 6.9% dari seluruh jumlah kasus komplikasi. Komplikasi berat yang terjadi ada pada alat kontrasepsi suntik 204 kasus, kontrasepsi IUD 303 kasus serta kontrasepsi implant 98 kasus; 5) Kegagalan; Sampai dengan Maret 2002 kegagalan pemakaian kontrasepsi secara nasional mencapai 877 kasus. Dibandingkan dengan jumlah kegagalan pada periode yang sama tahun 2001 sebesar 1.103 kasus, berarti terjadi penurunan sebesar 226 kasus.
Kegagalan tertinggi terjadi pada alat kontrasepsi IUD sebanyak 387 kasus (44,1%), implant 379 kasus (43,2%), MOW 101 kasus (1,1%); 6)Aborsi; Masih tingginya angka kejadian aborsi meruakan refleksi banyaknya kasus kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy). Berdasarkan hasil survey tentang kejadian aborsi di 10 kota besar dan 6 kabupaten pada tahun 2000 ditemukan bahwa alasan aborsi untuk klien dikota karena jumlah anak sudah cukup (43,7%), dan belum siap nikah (24,3%). Sedangkan di kabupaten persentase alasan aborsi adalah karena masih sekolah (46,5) (BKKBN; dalam Partisipasi Pria, 2004). Di propinsi Kalimantan Selatan, pada tahun 2004 lalu, pencapaian peserta KB baru sebanyak 76,881 atau 94,45% dari pertikaian permintaan masyarakat (PPM) sebanyak 81.400 peserta KB baru. Pencapaian kontrasepsi jangka panjang sebesar 5.774 atau 51,55% dari PPM 11.200 peserta dan 7,51% dari total pencapaian peserta KB baru pria sebanyak 987 atau 13,67% dari PPM 7.219 atau 1.21% dari total pencapaian peserta KB baru (BKKBN Prop. Kalimantan Selatan, 2004). Pada tahun yang sama Kalimantan Selaan, pencapaian KB aktif MKJP (metode kontrasepsi jangka panjang) sebesar 89.34%, sedangkan pencapaian KB pria hnaya sebesar 0.60% dari total peserta KB aktif. Penggunaan KB pria dari data di atas hanya berjumlah 72 akseptor yang 18
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
terbagi atas Kondom 49 atau 0.89 persen, dan MOP 23 atau 0.42 persen. Terjadi kesenjangan pemakaian metode kontrasepsi antara pria dan wanita yang sangat jauh, hal ini mencerminkan masih rendahnya partisipasi pria dalam pemakaian metode kontrasepsi dalam program Kelyarga Berencana. Hal ini sesuai dengan data secara keseluruhan di Propinsi Kalimantan Selatan tahun 2004, bahwa pencapaian kontrasepsi pria hanya menyumbang 1.21 persen (BKKBN; Evaluasi Program Tahun 2004). Adanya angka kematian ibu yang tinggi, efek samping penggunaan kontrasepsi pada wanita dan rendahnya partisipasi KB pria, dan berdasarkan rendahnya akseptor KB pria dari data yang ada di Kecamatan Wanaraya, Belawang, dan Barambai Kabupaten Barito Kuala, berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin mengetahui adakah hubungan Pengetahuan dan sikap dengan partisipasi pria dalam pemakaian metode kontrasepsi dalam Program Keluarga Berencana? METODE PENELITIAN Metode penelitian ini termasuk penelitian studi analitik, dengan jenis penelitian observasional serta menggunakan rancangan cross sectional. Data yang digunakan adalah data primer tentang hubungan pengetahuan dan sika pria tenang KB dengan partisipasi pria dalan pemakaian metode kontrasepsi
KB tahun 2004 di Kecamaan Wanaraya, Kecamatan Belawang dan Kecamaan Barambai wilayah Kabupaten Barito Kuala. Penelitian potong lintang (cross sectional study), Gordis, 2000 dalam Syaiffudin Azwar, 2004, menyatakan hokum hubungan antara variabel bebas (paparan) dengan varibel terikat (efek) diamati secara serentak pada satu periode tertentu, selain itu peneliti hanya memotret atau melihat frekensi dan karakter penyakit, serta faktor paparan yang diamati oleh peneliti pada satu populasi disaat tertentu. Konsekuensinya data yang dihasilkan adalah pravelensi bukan insidensi. Oleh karena itu studi potong lintang sering dinamakan survey prevalensi (Kalsey et.al; 1986). Populasi keseluruhan elemen/subyek riset (misalnya manusia). Populasi dapat terbatas atau tak terbatas. Populasi terbatas jika elemenelemen dapat dihitung (Bhisma Murti, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh padangan usia subur yang menjadi akseptor Program Keluarga Berencana yang ada di Kecamatan Wanaraya, Kecamatan Belawang dan Kecamatan Barambai Kabupaten Barito Kuala berdasarkan data tahun 2004.Sampel (study population) (Last, 2001; Hennekens dan Buring, 1987; Kleinbaum et.al, 1982) merupakan sebuah subset yang dicuplik dari populasi, yang akan diukur dan diamati oleh peneliti. Sampel dalam penelitian ini adalah peserta KB pria 19
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
(vasektomi dan kondom) dan suami yang pasangannya (isteri) menjadi akseptor KB tahun 2004 dan mengalami efek samping dengan pemakaian metode kontrasepsi wanita. Jumlah sampel yang dicuplik dari populasi sebanyak 100 responden, yang berlokasi di Kecamatan Wanaraya 34, Kecamatan Belawang 33 dan Kecamatan Barambai 33 responden.Populasi sumber (source population, actual population) (Mercer, 1991; Klienbaum et.al., 1982) merupakan himpunan subjek dari populasi sasaran yang digunakan sebagai sumber pencumplikan subyek penelitian. Prinsipnya, populasi sumber memeiliki karakteristik yang saman dengan populasi sasaran (Bhisma Murti, 2003). Populasi sumber yang terkait dalam penelitian ini adalah semua akseptor KB pria yang menggunakan metode kontrasepsi kondom atau vasektomi dan suami yang isterinya menjadi akseptor KB tahun 2004 dan mengalami efek samping serta mau menjadi responden/sampel penelitian di Kecamatan Wanaraya, Kecamatan Belawang dan Kecamatan Barambai Kabupaten Barito Kuala tahun 2004. Alat ukur yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian adalah kuesioner. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang telah disusun untuk kepentingan penelitian dimaksud. Kuesioner terebut berisi daftar pertanyaan yang sudah disusun oleh
peneliti, dan responden tinggal memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh peneliti (Notoatmodjo, 1993). Daftar pertanyaan yag termuat dalam kuesioner meliputi; 1). Variabel pengetahuan pria tentang KB yang terdiri atas; a) pengertian KB; b) tujuan program KB; c) syarat pemakaian, penerimaan dan syarat kontrasepsi ideal, d) jenis metode kontrasepsi wanita, e) jenis metode kontrasepsi KB terpilih untuk pria, f) efek samping metode kontrasepsi wanita dan pria, h) keuntungan metode kontrasepsi KB pria terpilih; i) syarat dilakukannya kontrasepsi pada pria. 2). Variabel sikap pria tentang KB yang meliputi; (a). sikap pria terhadap program KB dan sikap terhadap metode kontrasepsi KB pria, (b) sikap terhadap tujuan program keluarga berencana, (c) sikap pria terhadap efek samping metode kontrasepsi KB, (d) sikap pria terhadap metode kontrasepsi terpilih, (e) sikap pria terhadap kelebihan dan kekurangan metode kontrasepsi terpilih untuk pria, (f) sikap pria terhadap jumlah anak ideal, (g) sikap pria terhadap pilihan jenis kelamin anak dalam keluarga, (h) sikap pria terhadap pemakaian metode kontrasepsi pria terpilih, 3). Variabel partisipasi pria dalam pemakaian metode kontrasepsi pria, (a) memakai salah satu metode kontrasepsi pria terpilih, (b) pilihan pemakaian salah satu jenis metode kontrasepsi pria terpilih.
20
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
Dalam analisis ini dilakukan uji statistik chi square Rumus untuk uji statistik chi square adalah; X² = Σ ( Oij – Eij )² Eij Dengan: Oij = Frekuensi teramati dari sel baris ke I dan kolom ke j Eij = Frekuensi harapan dari sel baris ke I dan kolom ke j Analisa multivariate; terikat. Uji statistik yang untuk menghubungkan dipakai adalah uji regresi variabel bebas dengan variabel logistik. Rumus uji statistik regresi logistik adalah; Y = α + β1 X1 + β2 X2 + E Y = Varibael tergantung X1, X2 = Variabel bebas E = Error/kesalahan atau residual mencerminkan semua sumber variasi diluar Variabel bebas yang tidak bisa dikendalikan. β1 = Koefisien regresi parsial A = Intersep. HASIL DAN BAHASAN Distribusi pengetahuan pria tentang KB yang
didapatkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Distribusi Pengetahuan Pria Tentang Keluarga Berencana No 1. 2.
Variabel Pengetahuan
Pengertian KB Tujuan program KB adalah memenuhi pelayanan KB 3. Tujuan KB meningkatkan kualitas penduduk 5 Tujuan KB meningkatkan keluarga yang berkualitas. 6 Syarat kontrasepsi ideal dapat dipercaya 7 Kontrasepsi ideal dapat 8 dipercaya Kontrasepsi ideal daya 9 akerjanya dapat diatur Kontrasepsi ideal (spiral) 10 tidak menimbilkan gangguan. Kontrasepsi harus mudah 11 pelaksanaannya. Kontrasepsi KB harus murah 12 harganya. Kontrasepsi harus dapat
Jawaban Benar
N
24 (45.3%) 35 (66.0%)
53 53
23 (43.4%)
53
37 (69.8%)
53
31 (58.5%)
53
28 (52.8%) 28 (52.8%)
53 53
32 (60.4%)
53
27 (50.9%)
53
30 (56.6%)
53
36 (67.9%)
53 21
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
diterima oleh pasangannya. Alat kontrasepsi pil Alat kontrasepsi suntik Alat kontrasepsi Implant Alat kontrasepsi Spiral Kontap tubektomi Kontrasepsi pria; kondom Kontap vasektomi Metode pantang berkala Metode sanggama terputus Efek samping kontrasepsi hormone Efek samping spiral Metode kontrasepsi pria tidak ada efek samping Jenis metode kontrasepsi kondom Metode kontrasepsi mantap pada pria; vasektomi Keuntungan kondom Keuntungan metode vasektomi Syarat dilakukannya vasektomi Bersedia memakai kontrasepsi
Berdasarkan tabel 1 di atas, distribusi pengetahuan pria tentang KB adalah berpengetahuan tinggi, karena berada diatas nilai media yaitu 21. akan tettapi jawaban skor tertinggi dari variabel pengetahuan adalah keuntungan kondom yakni 45 orang (84.9%), diikuti oleh syarat kontrasepsi ideal; spiral, pengetahuan tentang tidak ada Distribusi sikap pria tentang Keluarga Berencana tercantum pada tabel 2
34 (64.2%) 38 (71.7%) 36 (67.9%) 43 (81.1%) 44 (83.0%) 27 (50.9%) 38 (71.1%) 39 (73.6%) 37.(69.8%) 42 (79.2%) 39 (73.6%) 42 (79.2%)
53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53
44 (83.0%) 44 (43.4%)
53 53
23 23 28 37
53 53 53 53
(43.4%) (43.4%) (43.4%) (69.8%)
efek samping kontrasepsi KB pria, jenis metode kontrasepsi pria; kondom, syarat dilakukannya vasektomi, masing-masing item variabel pengetahuan tersebut jawabannya adalah 44 (83.0%). Skor terendah dari variabel pengetahuan adalah tujuan KB untuk mengendalikan angka kelahiran yakni 23 (43.4%).
22
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
Tabel 2. Distribusi Sikap Pria Terhadap Program Keluarga Berencana No
Variabel Sikap
1
2
1 2
Sikap pria terhadap program KB Sikap terhadap metode 3 kontrasepsi KB pria 4 Sikap terhadap tujuan program KB 5 Sikap pria terhadap efek samping metode 6 kontrasepsi KB Sikap pria terhadap metode kontrasepsi KB 7 pria terpilih Sikap pria terhadap 8 kelebihan dan kekurangan metode kontrasepsi terpilih 9 untuk pria. Sikap pria terhadap jumlah anak ideal Sikap pria terhadap pilihan jenis kelamin anak dalam keluarga. Sikap pria terhadap pilihan jenis kelamin anak dalam keluarga Berdasarkan tabel, sikap pria terhadap KB, skor nilai tertinggi adalah sikap terhadap program KB yang mempunyai skor 38 (71.7%) diikuti oleh sikap terhadap tujuan program KB dan sikap terhadap metode kontrasepsi, masing-masing mendapat skor 35 (66.0%). Skor terendah dari variabel sikap pria terhadap program KB adalah sikap tentang pemakaian metode kontrasepsi KB pria yang yaitu 20 (37.7%). Distribusi pria yang memakai metode kontrasepsi dalam penelitian ini sebanyak
Jawaban Setuju Tidak Setuju 3 4
N 5
38 (71.7%) 35 (66.0%)
15 (28.3%) 18 (34.0%)
53 53
35 (66.0%) 27 (50.9%)
18 (34.0%) 26 (49.1%)
53 53
30 (50.6%)
23 (43.4%)
53
30 (56.6%)
23 (43.4%)
53
29 (54.7%)
24 (45.3%)
53
22 (41.5%)
31 (58.5%)
53
20 (37.7)
33 (62.3)
53
30 orang (56.60%), dan yang tidak memakai metode kontrasepsi sebanyak 23 orang (43.40%).Pria yang memakai metode kontrasepsi mantap vasektomi sebanayak 25 orang (47.16%) dan pria yang memakai kondom sebanyak 5 orang (9.43%). Hasil analisis untuk melihat hubungan antara pengetahuan pria tentang KB dengan partisipasi pria dalam memakai metode kontrasepsi KB, menggunakan penilaian uji Chi Square dan Confidence (CI) 95 persen.
23
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
Tabel 3. Hasil Analisis Chi Square Antara Variabel Pengetahuan dan sikap Pria Tentang KB dengan Variabel Partisipasi Pria dalam Pemakaian Metode Kotrasepsi KB. No
Variabel
X²
P
OR
CI 95%
1 2
Pengetahuan pria tentang KB sikap pria tentang KB
16.00 11.66
0.000 0.001
15.60 7.79
3.96 - 61.45 2.27 – 26.74
Berdaarkan hasil analisis Chi Square didapatkan bahwa pria yang berpengetahuan tinggi tentang KB mempunyai kecenderungan sebesar 15 kali lebih untuk berpartisipasi dalam memakai metode kontrasepsi KB dibandingkan dengan pria yang berpengetahuan rendah tentang KB. Hasil uji statistik tabel 3 menunjukkan X² sebesar 16.00 dengan signifikansi 0.000 (P<0.05; OR = 15.607; CI 95% = 3.964 – 61.45), artinya ada hubungan yang berpengetahuan tinggi tentang KB dengan partisipasi pria dalam memakai metode kontrasepsi Keluarga Berencana. Berdasarkan hasil analisis Chi Square didapatkan bahwa pria yang sikapnya baik terhadap KB mempunyai kecenderungan sampai 7 kali lebih untuk berpartisiapsi dalam memakai metode kontrasepsi KB dibandingkan dengan pria yang sikapnya buruk terhadap KB.
Hasil uji statistik tabel 3 menunjukkan X² sebesar 11.66 dengan signifikansi 0.001 (P<0.05; OR = 7.79; CI 95% = 2.27 – 26.74). Artinya ada hubungan yang bermakna antara pria yang sikapnya baik terhadap KB dengan partisipasi pria dalam memakai metode kontrasepsi Keluarga Berencana. Analisis multivariate dengan menggunakan regresi logistik dimaksud untuk mengetahui hubungan antara variabel independent yaitu pengetahuan pria tentang Keluarga Berencana dan sikap pria terhadap KB dengan variabel dependen yaitu partisipasi pria dalam memakai metode kontrasepsi KB. Menurut Mickey dan Greenland (1989), variabel-variabel yang melalui uji bivariat memiliki nilai p<0.25 dan memiliki kemaknaan secara biologic hendaknya dipertimbangan untuk dimasukan kedalam model multivariat.
24
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
Tabel 4 Analisis Regresi Logistik Antara Variabel Independen dengan Variabel Dapenden Variabel Bebas Konstanta Pengetahuan pria tantang KB (X1) Sikap pria terhadap KB (X2)
Koefisien Regresi - 0.752 0.508 0.360
t.- Statistik
t-Sig
- 3.653 4.878 3.455
0.001 0.000 0.001
Model : Y = -0.752 + 0.508 X1 + 0.360 X2 R-Square : 0.472 (47.2%) Adjusted R-Square : 0.450 (45.0%) F-Statistik : 22.305 F-Signifikan : 0.000 * tingkat signifikansi (α = 5%)
Model regresi logistik pada tabel 4 memberikan petunjuk bahwa berdasarkan uji F, model tersebut signifikan dengan R² = 47.2%. Hasil ini dapat menunjukkan bahwa model regresi yang diperoleh digunakan untuk mengetahui peluang tentang hubungan pengetahuan dan sikap pria tentang KB dengan pemakaian metode kontrasepsi KB. Analisis tersebut memberikan hasil yang bermakna secara statistik sebagai predictor peluang pria berpartisipasi memakai metode kontrasepsi KB sebesar 47 kali dibandingkan dengan pria yang pengetahuannya rendah dan sikapnya buruk terhadap Keluarga Berencana. Selanjutnya dilakukan uji-t untuk melihat signifikansi hubungan variabel independent yanitu pengetahuan pria tentang KB dan sikap pria terhadap KB dengan variabel terikat partisipasi pria dalam pemakaian metode kontrasepsi KB. Berdasarkan tabel, pada kolo, t-signifikansi dapat dilihat bahwa t-signifikansi masing-
masing variabel bernilai kurang dari 0.05% (α = 5%). Berdasarkan hasil analisa tersebut dapat disimpulkan adanya hubungan yang bermakan antara pengetahuan dan sikap pria tentang KB dengan pemakaian metode kontrasepsi KB. Berdsarkan distrbusi frekuensi univariat serta hasil analisis uji bivariat (Chi Square) dan multivariat (regresi logistik) terhadap variabel independent dan variabel dependen dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pria yang berpengetahuan tinggi tentang KB proporsinya lebih besar (43.4%) untuk berpartisipasi dalam memakai metode kontrasepsi KB dibandingkan dengan pria yang pengetahuannya rendah tentang KB. Pria yang sikapnya baik terhadap KB proporsinya lebih besar (41.5%) untuk berpartisipasi dalam memakai metode kontrasepsi KB dibandingkan dengan pria yang sikapnya buruk terhadap KB. Ada hubungan yang bermakan 25
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
secara statistikantara pengetahuan pria tentang KB dengan partisipasi pria dalam memakai metode kontrasepsi KB. Pria yang pengetahuan yang tinggi tentang KB, delapan belas kali lebih besar untuk berpartisipasi memakai metode kontrasepsi dibandingkan dengan pria yang pengetahuannya tentang KB rendah. Ada hubungan yang bermaka secara statistik antara pria yang sikapnya baik dengan partisipasi pria memakai metode kontrasepsi KB. Pria yang sikapnya baik terhadap KB, sembilan kali lebih besar untuk berpartisipasi dalam memakai metode kontrasepsi KB. Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pria yang pengetahuannya tinggi dan sikapnya baik terhadap KB dengan partisipasi pria memakai metode kontrasepsi KB. Pria yang pengetahuannya tinggi tentang KB dan sikapnya yang baik terhadap KB berpeluang 47 kali untuk berpartisipasi memakai metode kontrasepsi KB dibandingkan dengan pria yang pengetahuannya rendah tentang KB dan sikapnya yang buruk terhadap KB. Kecenderungan pria untuk berpartisipasi dalam pemakaian metode kontrasepsi KB secara umum dipengaruhi oleh pengetahuan. Karena pengetahuan meupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya sikap dan perilaku seseorang (over behaviour). (Notoatmodjo; 1993).Pengetahuan
berpengaruh dalam meningkatkan kecenderungan pria memakai metode kontrasepsi KB juga sesuai dengan teori The self Regulatory Model Theory (Leventhal et.al, 1985) yang menyatakan bahwa perilaku individu dengan masalah kesehatan dapat diramalkan. Sikap pria yang baik terhadap KB juga meruakan faktor yang beroengaruh terhadap partisipasi pria dalam memaklai metode kontrasepsi KB. Hal ini sesuai dengan teori bahwa sikap dibentuk oleh tiga struktur yang saling menunjang yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Komponen kognitif merupakan representase apa yang dipercayai oleh indivisu pemilik sikap, komponen afektif erupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional, dan komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang (Kothandapani, dalam Middlebrook; 1974, dalam Saifudin Azwar; 1998). Partisipasi dalam memakai metode kontrasepsi yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap juga sesuai dengan teori The Helath belief Model yang menyatakan bahwa perubahan kepercayaan terhadap kesehatan akan berpengaruh pada seseorang sehingga pengaturan sesuatu dibidang kesehatan dapat diterima (Becker dan Rosenstock; 1987). Roger (1983) dalam The Protection 26
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
Motivation Theory menyatakan bahwa informasi dari lingkungan maupun dari dalam diri berpengaruh pada perilaku seseorang. Secara implicit teori Rogers menyatakan bahwa pengetahuan yang tinggi berpengaruh pada perilaku atau akan mengubah perilaku seseorang. Sikap peria yang baik terhadap KB akan lebih memberikan kecenderungan meningkatkan partisipasi pria untuk memakai metode kontrasepsi juga sejalan dengan The Theory of Planned Behaviour (Fishbein dan Ajzend; 1975) yang menyatakan bahwa sikap bisa menunjukkan kea rah suatu perilaku tertentu dalam mengevaluasi sesuatu baik yang positif maupun negatif. Berdasarkan analisa distribusi frekuensi, responden yang berpengetahuan tinggi tentang Keluarga Berencan cenerung lebih besar untuk memakai metode kontrasepsi KB dibandingkan dengan responden yang berpengetahuannya rendah.Hasil analisa uji statistik Chi-Square didapatkan bahwa ada hubungannya antara responden pria yang pengetahuannya tinggi tentang keluarga berencana dengan pemakaian metode kontrasepsi KB. Demikian pula antara responden pria yang sikapnya baik terhadap Keluarga Berencana ada hubungannya dengan pemakaian metode kontrasepsi KB. Analisa multivariate dengan uji regresi logistik untuk variabel pengetahuan
pria tentang KB dan sikap pria KB menunjukkan hasil yang cukup bermakan. Dengan kata lain pengetahuan pria yang tinggi tentang KB dan sikap pria yang baik terhadap KB berpeluang lebih besar untuk menggunakan metode kontrasepsi KB. SIMPULAN DAN SARAN Mengacu kepada tujuan dan hipotesa penelitian serta pembahasan yang telah diuraikan tentang variabel penelitian dapat diambil kesimpulan hipotesis penelitian diterima sebagai berikut: Ada hubungan yang bermakna antara pria yang berpengetahuannya tinggi dan sikapnya baik terhadap Keluarga Berencan dengan partisipasi pria dalam pemakaian metode kontrasepsi Keluarga Berencana di Kecamatan Wanaraya, Kecamatan Belawang dan Kecamatan Barambai Kabupaten Barito Kuala. Semakin tinggi pengetahuan dan semakin baik sikap pria terhadap Keluarga Berencana semakin berpartisipasi dalam pemakaian metode kontrasepsi Keluarga Berencana. Proporsi pria yang pengetahuannya tinggi tentang Keluarga Berencana lebih banyak untuk memakai metode kontrasepsi Keluarga Berencan lebih banyak untuk memakai metode kontrasepsi Keluarga Berencan di Kecamatan Wanaraya, Kecamatan Belawang dan Kecamatan Barambai Kabupaten Barito Kuala. Berdasarkan uraian kesimpulan diatas dapat 27
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
diajukan beberapa saran bagi peningkatan pengetahuan masayarakat tentang Keluarga Berencana khususnya bagi kaum pria yang telah menikah di Kabupaten Barito Kuala, sebagai berikut: Melaksanakan pendidikan kesehatan khususnya program Keluarga Berencana kepada kaum pria. Pendidikan Keluarga Berencana tersebut meliputi: (a) Pengertian KB; (b) Tujuan Program KB; (c) Syarat pemakaian dan syarat kontrasepsi ideal. (d) Jenis metode kontrasepsi wanita; (e) Jenis metode kontrasepsi pria; (f) Efek samping metode kontrasepsi wanita dan pria; (g) Jenis metode kontrasepsi KB terpilih untuk pria; (h) Keuntungan metode kontrasepsi KB pria terpilih; (i) Syarat dilakukannya kontrasepsi mantap pada pria’ Berbagai metode seperti penyuluhan baik secara individual maupun kelompok, konseling terhdap keluarga tentang KB akan memberikan pengetahuan yang lebih baik bagi kaum pria untuk semakin berpartisipasi dalam pemakaian metode kontrasepsi KB. Memberikan informasi tentang Keluarga Berencana yang proporsional sesuai dengan pemahaman dan tingkat pendidikan masyarakat, khususnya kaum pria di Kabupaten Barito Kuala melalui media yang dapat membantu memahami informasi yang disampaikan seperti brosur, alat peraga yang dapat membantu menyampaikan pesan-pesan pengetahuan Keluarga Berencana seperti
tujuan KB, berbagai macam keuntungan KB, jenis-jenis metode kontrasepsi KB baik untuk wanita maupun kontrasepsi KB pria dan informasi lain yang berkenaan dengan program Keluarga Berencana oleh petugas kesehatan (Perawat/Bidan) dan petugas PPLKB. Orientasikan pelayanan Keluarga Berencana kepada pria terutama tentang konseling KB di unit terdekat dengan tidak meninggalkan pelayanan Keluarga Berencana pada akseptor perempuan. DAFTAR PUSTAKA Azwar, Saifuddin. 1988. Sikap Manusia, Teori dan Pengeukurannya, Edisi ke-2, Pustaka Pelajar. BKKBN, 2005. Rapat Kerja daerah. Prop. Kalimantan Selatan BKKBN, 2003. Peningkatan Kualitas Perempuan: Seharusnya Kita Tahu dan Peduli. Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan. BKKBN, 2002. Seri Booklet: Peningkatan Partisipasi Pria, Pria Bertanggung Jawab dalam KB dan Kesehatan Reproduksi. BKKBN, 2003. Seri Booklet: Peningkatan Partisipasi Pria, Pria Bertanggung Jawab dalam KB dan Kesehatan Reproduksi. BKKBN, 2004. Ada Apa dengan Gender Dalam KB dan Kesehatan Reproduksi. CMR PKBI Kal-Sel. Tanpa tahun. Kumpulan Makalah Medis. 28
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1, Februari 2007
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, EGC. Muani, Ani. 1999. Penggunaan Alat Kantrasepsi Sebagai Pemenuhan Kebutuhan Gender Praktis dan Strategis. PKBI PKBI, 2004. Newsletter. Edisi 72. PKBI, 1998.. Jurnal Perempuan: dampak Pembangunan Terhadap Perempan. PKBI, 1998 - 2001. Kumpulan Artikel: Berita Berkala, Jender dan Kesehatan. PKBI, 1990. LSM Kependudukan dan KB, Tantangan Masa Depan. PT. Fatwa Arika, Tanpa Tahun. Panduan KB mandiri. PKBI. Tanpa Tahun. 30 Tahun Cukup, KB dan Hak Konsumen. PKBI, Tanpa Tahun. Pendidikan Kehidupan Berkeluarga. Paket 1. PKBI. 1990. LSM Kependudukan dan KB, Tantangan Masa Depan.
PT. Fatwa Arika, Tanpa Tahun. Panduan KB Mandiri. PKBI. Tanpa Tahun. Pendidikan Kehidupan Berkeluarga. Paket 1. PKBI. 2000. Jender dan Kesehatan. Volume 7 No.10 -12 Silviani, Inne. Tanpa Tahun. Pengkajian dan Pengembangan Keluarga. Mueller, Daniel J. 1992. Mengukur Sikap Sosial. Bumi Aksara Jakarta. Notoatmodjo, Soekitjo. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta. Widianingrum, Ambar, Tanpa Tahun. Kualitas Pelayanan KB dalam Persfektif Klien. Wiknjosastro, Hanifa. 1997. Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono P., Jakarta. Wiknjosastro, Hanifa. 1997. Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono P., Jakarta
29