Jurnal
BISNIS & MANAJEMEN Jurnal Ilmiah Berkala Empat Bulanan, ISSN 1411 - 9366
Volume 9 No. 3, Mei 2013
GAYA KEPEMIMPINAN DAN BERBAGI PENGETAHUAN Arie F. Kawulur, Nikolas Fajar Wuryaningrat PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASIONAL TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PEGAWAI HOTEL BERBINTANG EMPAT DI KOTA BANDUNG (Survei terhadap Pegawai Customer Services) Rismi Somad PENGARUH CAUSE-RELATED MARKETING DAN PROMOSI PENJUALAN TRADISIONAL PADA NIAT KONSUMEN UNTUK LOYAL TERHADAP MEREK YANG DIMODERASI OLEH KETERLIBATAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK Dwi Asri Siti Ambarwati PERAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DAN INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI TOTAL QUALITY MANAGEMENT DALAM MENINGKATKAN KUALITAS JASA PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA PERGURUAN TINGGI Siti Maghfiroh PENGARUH ASIMETRI INFORMASI, PERASAAN BERTANGGUNG JAWAB, DAN REPUTASI TERHADAP KEPUTUSAN REINVESTMENT PADA ANGGARAN MODAL Yenni Agustina KONTRIBUSI RASIO KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN LABA PERBANKAN DI BURSA EFEK JAKARTA Abdul Naser
JURNAL BISNIS dan MANAJEMEN
Vol. 9
No. 3
Hal. 300 - 462
Bandarlampung Mei 2013
ISSN 1411 - 9366
Jurnal Bisnis & Manajemen, Volume 9 No. 3, Mei 2013
ISSN 1411 - 9366
Volume 9 No. 3, Mei 2013
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN TIM REDAKSI Penanggung Jawab
: Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si. (Dekan FEB Unila)
Pemimpin Redaksi
: Dr. Ayi Ahadiat, S.E., M.B.A.
Wakil Pemimpin Redaksi
: Hj. Aida Sari, S.E., M.Si. (Ketua Jurusan Manajemen FEB Unila)
Redaksi Pelaksana
:
Yuningsih, S.E., M.M. (Sekretaris Jurusan Manajemen FEB Unila)
Dewan Redaksi
: : : : : : :
Hi. Habibullah Jimad, S.E., M.Si. Mudji Rachmat Ramelan, S.E., M.B.A. Rinaldi Bursan, S.E., M.Si. Driya Wiryawan, S.E., M.M. Prakarsa Pandjinegara, S.E., M.E. Roslina, S.E., M.Si. Yuniarti Fihartini, S.E., M.Si.
Staf Redaksi
: Prayugo
Alamat Redaksi
: Gedung A Lantai 2 Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145 Telepon/Fax : (0721)773465 Email :
[email protected] Website : http://fe-manajemen.unila.ac.id/jbm
Jumal Bisnis dan Manajemen merupakan media komunikasi ilmiah, diterbitkan tiga kali setahun oleh Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung, berisikan ringkasan hasil penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi.
ISSN 1411 - 9366
Volume 9 No. 3, Mei 2013
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN DAFTAR ISI GAYA KEPEMIMPINAN DAN BERBAGI PENGETAHUAN Arie F. Kawulur, Nikolas Fajar Wuryaningrat ..................................................... 300 PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASIONAL TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PEGAWAI HOTEL BERBINTANG EMPAT DI KOTA BANDUNG (Survei terhadap Pegawai Customer Services) Rismi Somad………………………………………………………............................ 320 PENGARUH CAUSE-RELATED MARKETING DAN PROMOSI PENJUALAN TRADISIONAL PADA NIAT KONSUMEN UNTUK LOYAL TERHADAP MEREK YANG DIMODERASI OLEH KETERLIBATAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK Dwi Asri Siti Ambarwati .......................................................................................... 342 PERAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DAN INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI TOTAL QUALITY MANAGEMENT DALAM MENINGKATKAN KUALITAS JASA PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA PERGURUAN TINGGI Siti Maghfiroh ............................................................................................................. 370 PENGARUH ASIMETRI INFORMASI, PERASAAN BERTANGGUNG JAWAB, DAN REPUTASI TERHADAP KEPUTUSAN REINVESTMENT PADA ANGGARAN MODAL Yenni Agustina ........................................................................................................... 423 KONTRIBUSI RASIO KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN LABA PERBANKAN DI BURSA EFEK JAKARTA Abdul Naser ................................................................................................................ 435
GAYA KEPEMIMPINAN DAN BERBAGI PENGETAHUAN Arie F. Kawulur1 Nikolas Fajar Wuryaningrat2
ABSTRACT Knowledge sharing is an important part in knowledge management literature to optimize firm knowledge resources. However knowledge sharing is not easily to produce because knowledge sharing can not happen automatically. Leadership factor is an important factor to encourage knowledge sharing. The purpose of this study was to examine the role of transformational and transactional leadership of the owner or manager of SMEs to encourage knowledge sharing activity. Survey was conducted in the SME production sector in Province of North Sulawesi. 176 samples were succees to collect. Than data were analyzed with Structural Equation Model based on variants which is PLS-SEM. The research result showed that only individual consideration and individusl inspirational had a positive effect to encourage knowledge sharing. Contingent reward, intellectual stimulaton, and inspirational motivation were no effect to encourage knowledge sharing. Keywords: Innovation capabilities, knowledge sharing, leadership style PENDAHULUAN Sumber daya pengetahuan saat ini sudah menjadi sumber daya yang utama untuk peningkatan daya saing perusahaan kecil ataupun besar (Davenport dan Prusak, 1998). Menurut Darroch (2005) perusahaan yang mampu mengelola pengetahuan dengan efektif akan menjelma menjadi perusahaan yang lebih inovatif. Pengelolaan pengetahuan yang baik dan efektif dapat diartikan sebagai bentuk upaya perusahaan untuk meningkatkan sumberdaya pengetahuan. Menurut Argote et al. (1999 dalam Srivastava
et al., 2006) aktivitas berbagi
pengetahuan adalah bagian dari manajemen pengetahuan yang sangat penting karena berhubungan dengan optimalisasi sumber daya pengetahuan. Berbagi pengetahuan
memiliki
kemampuan
untuk
melahirkan
pengetahuan
baru.
Pengetahuan baru ini yang, diharapkan dapat dimanfaatkan misalnya untuk meningkatkan kemampuan inovasi (Miller, 2007; Srivastava et al., 2006).
1 2
Staf pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Manado Staf pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Manado
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Walaupun berbagi pengetahuan sangat penting bagi perusahaan, masalah mendasar dari berbagi pengetahuan terletak pada kenyataan bahwa berbagi pengetahuan bukanlah suatu hal yang dapat berjalan otomatis. Menurut Szulanski (1996, 2000) berbagi pengetahuan adalah sebuah proses yang sangat sulit, karena terkendala dengan adanya perbedaan pemahaman antara pemberi pengetahuan dan penerima pengetahuan. Untuk mengatasi kendala atau kesulitan tersebut salah satunya dibutuhkan faktor peran pemimpin untuk memastikan berbagi pengetahuan dapat berjalan efektif (Srivastava et al., 2006). Penelitian
empiris
terdahulu
mendukung
bahwa
pemimpin
dengan
gaya
kepemimpinannya menjadi faktor pendorong utama berbagi pengetahuan dalam organisasi (Xue et al., 2010; Singh, 2008; Srivastava et al., 2006). Studi yang telah dilakukan oleh Xue et al. (2010) dan Srivastava et al. (2006) mengungkapkan bahwa pemimpin dengan gaya empowering berpengaruh positif pada berbagi pengetahuan. Penelitian Singh (2008) mengungkapkan bahwa gaya kepemimpinan yang mendukung, konsultatif dan delegatif berpengaruh signifikan terhadap praktikpraktik manajemen pengetahuan termasuk di dalamnya berbagi pengetahuan. Dalam
penelitian
ini
diarahkan
untuk
mengangkat
peran
kepemimpinan
transformasional dan transaksional karena belum banyak studi yang mengangkat peran kepemimpinan ini dalam manajemen pengetahuan termasuk berbagi pengetahuan (Crawford, 2005). Menurut Bass (1985, dalam Yukl, 2006) seorang pemimpin dalam organisasi dimungkinkan mempunyai jiwa kepemimpinan yang berbeda (i.e. transformasional dan transaksional) yang menyatu dalam dirinya. Dengan menggunakan model yang dikembangkan oleh Bass (1985) memberikan kesempatan
melihat
pengaruh
gaya
kepemimpinan
secara
spesifik
dan
komprehensif terhadap berbagi pengetahuan dan pengaruhnya terhadap inovasi perusahaan. Dalam penelitian ini akan melihat hubungan antar dimensi yang ada dalam kepemimpinan transformasional dan transaksional pada sehingga dapat memberikan gambaran dan informasi yang lebih detail dan terperinci tentang pengaruh kepemimpinan transformasional dan transaksional dalam berbagi pengetahuan.
301
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Penelitian ini dilakukan pada sektor usaha kecil menengah (UKM) dengan alasan UKM dalam pengendalian manajemennya biasanya dipegang oleh satu orang yang berperan sebagai pemilik sekaligus pengelola (Stanworth dan Curran, 1976; dalam Indarti 2010). Hal ini menjadikan pemilik atau manajer menjadi aktor utama dalam pengembangan
karyawan
dan
perusahaan.
Berdasarkan
pendapat
tersebut
diharapkan dapat menguji peran kepemimpinan dengan lebih baik dibandingkan manajemen perusahaan besar.
LATAR BELAKANG TEORI DAN HIPOTESIS Berbagi Pengetahuan Berbagi
pengetahuan
menurut
Kamasak
dan
Bulutlar
(2009)
sangat
erat
hubungannya dengan penciptaan pengetahuan. Nonaka et al. (2006) mendefinisikan penciptaan pengetahuan sebagai proses belajar terus-menerus dengan cara mengakusisi konteks baru, pandangan baru dan pengetahuan baru. Berbagi pengetahuan dalam hal ini merupakan suatu aktivitas sosial (Dalkir, 2005) yang membutuhkan sikap,perilaku dan motivasi mendukung terciptanya berbagi pengetahuan (Xue et al., 2010; Liao et al., 2007). Tanpa berbagi pengetahuan maka pengetahuan tidak dapat dimanfaatkan dengan baik (underutilized) (Srivastava et al., 2006). Berbagi pengetahuan dalam organisasi bisa didefinisikan sebagai proses terjadi pertukaran
pengetahuan
baik
tacit
ataupun
eksplisit
untuk
menghasilkan
pengetahuan baru (Van den Hoof dan Ridder, 2004). Bentuk berbagi pengetahuan adalah aktivitas individu memberikan ide, usul, saran, informasi, pengalaman dan keahlian kepada anggota tim lainnya dalam organisasi (Van den Hoof dan Rider, 2004; Bartol dan Srivastava, 2002; Davenport dan Prusak, 1998). Menurut Van den Hoof dan Rider (2004) dalam aktivitas berbagi pengetahuan terbagi dalam dua dimensi yang yaitu mendonasikan pengetahuan dan mengumpulkan pengetahuan. Mendonasikan
pengetahuan
adalah
proses
membawa
atau
memberikan
pengetahuan melalui komunikasi antar individu. Mengumpulkan pengetahuan didefinisikan sebagai proses mendapatkan pengetahuan dari individu lain melalui
302
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
jalan konsultasi atau membujuk dan mengajak individu lain untuk bersedia membagikan pengetahuannya. Berbagi pengetahuan merupakan kunci sukses dalam proses menterjemahkan pembelajaran individu menjadi kapabilitas organisasional (Frey and Oberholzer-Gee, 1997; Nahapiet dan Ghoshal, 1998; dalam Lam dan Lambermont-Ford, 2008). Akan tetapi Lam dan Lambermont-Ford (2008) mengingatkan bahwa berbagi pengetahuan merupakan hal yang tidak mudah untuk dilakukan karena hal tersebut tergantung kebersediaan individu untuk berbagi (share). Kesulitan tersebut oleh Szulanski (1996, 2000) disebutkan sebagai kelengketan pengetahuan (stickiness of knowledge) karena merupakan suatu proses sosial yang memiliki kompleksitas kesulitan dan causal ambiguity. Banyak penelitian sebelumnya baik kualitatif dan kuantitatif memberikan contoh bahwa berbagi pengetahuan memberikan banyak manfaat salah satunya adalah peningkatan kemampuan inovasi dan peningkatan kinerja tim (Tsai, 2001; Dyer dan Nobeoko, 2000; Darroch, 2005; Srivastava et al., 2006; Liao et al., 2007; Lin, 2007; Hu et al., 2009). Teori Gaya Kepemimpinan Kepemimpinan Transformasional dan Berbagi Pengetahuan Menurut pendapat orisinil dari Bass (1985 dalam Yukl, 2006) pemimpin transformasional berusaha memotivasi bawahan untuk dapat mempunyai kinerja yang melebihi ekspektasi dari organisasi itu sendiri. Oleh karena itu, Yukl (2006) mengemukakan ada tiga cara seorang pemimpin transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan: a.
mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha;
b.
mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok; dan
c.
meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri.
Menurut Bass (1985, 1990; dalam Yukl, 2006) ada empat dimensi dari kepemimpinan transformasional yaitu : sumber motivasi, sumber inspirasi, sumber pertimbangan dari individu, dan stimulus intelektual.
303
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Yukl (2006) dan Northouse (1997) mengungkapkan sumber inspirasi atau bisa disebut juga sebagai pemimpin yang karismatik adalah pemimpin yang berlaku sebagai panutan bagi bawahannya. Pemimpin yang seperti ini biasanya memiliki standar moral yang tinggi dan sangat dihormati dan dipercayai oleh bawahannya. Pemimpin transformasional merupakan sumber motivasi dari bawahan karena pemimpin ini sangat komunikatif menjelaskan dengan semangat visi kedepannya. Stimulus intelektual adalah tipe gaya kepemimpinan transformasional yang mampu mendorong karyawan menjadi lebih kreatif dan inovatif. Pemimpin dengan tipe ini dapat mendorong karyawan untuk mengembangkan cara-cara baru untuk menyelasaikan masalah dalam organisasi (Northouse, 1997). Sumber pertimbangan adalah faktor kepemimpinan yang dapat menciptakan iklim kerja yang baik. Pemimpin bersedia mendengarkan keluh kesah atau kebutuhan dari bawahannya. Pemimpin yang seperti ini bertindak seperti pelatih dan penasihat atau konsulen (Yukl, 2006 dan Northouse 1997). Menurut Deluga (1990) gaya kepemimpinan transformasional mendorong suatu hubungan atasan-bawahan sebagai hubungan ikatan emosional, berupa bentuk kepercayaan dan keyakinan atas pengaruh dan kemampuan atasannya. Manajer yang mampu menonjolkan gaya kepemimpinan transformasionalnya dapat menjadikan karyawan merasakan ikatan emosional yang kuat dengan atasannya. Terjalinnya ikatan emosional yang kuat antara atasan dan bawahan ini dapat membantu
pemilik
atau
manajer
UKM
saat
meminta
karyawannya
mengembangkan pengetahuannya untuk digunakan bagi kepentingan perusahaan. Melalui jalinan emosional ini diharapkan karyawan dengan senang hati memberikan pengetahuan yang sudah dipelajarinya bahkan tanpa diminta sekalipun. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pemilik atau manajer UKM yang memiliki kepemimpinan transformasional bisa mempunyai kemampuan mengubah perilaku bawahannya untuk mau membuka dirinya terhadap pengetahuan yang dimiliknya, dan secara bersama–sama menciptakan aktivitas berbagi pengetahuan. Pendapat ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Bryant (2003) dan Crawford (2005) yang membuktikan bahwa gaya kepemimpinan transformasional 304
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
berpengaruh positif pada manajemen pengetahuan termasuk aktivitas berbagi pengetahuan. Secara ringkas hal tersebut dapat dituliskan sebagai hipotesis-hipotesis berikut: H1 :
Seluruh dimensi kepemimpinan transformasional berpengaruh positif pada aktivitas berbagi pengetahuan.
Kepemimpinan Transasksional dan Berbagi Pengetahuan Menurut Bass (1985, dalam Yukl, 2006) kepemimpinan transaksional dapat dikonsepkan sebagai proses transaksi antara atasan dan bawahan. Manajer yang transaksional mendorong bawahan untuk mau bekerja sesuai dengan kesepakatan eksplisit atau implisit yang terjadi antara atasan dan bawahan (Deluga, 1990). Dalam kepemimpinan transaksional biasanya bawahan sudah diberikan target pekerjaan yang jelas. Apabila target tersebut sudah tercapai maka pemimpin akan memberikan penghargaan berupa upah atau insentif. Tetapi apabila target tersebut tidak dapat tercapai maka manajer dapat memberikan tindakan evaluasi seperti pemberian sanksi. Menurut Bass (1985, 1990 dalam Yukl, 2006) gaya kepemimpinan manajer transaksional dapat dibagi dalam dua dimensi yaitu adalah imbalan kontingen dan eksepsi manajemen. Imbalan kontingen mengarahkan diri pada proses pertukaran antara atasan dan bawahan dengan melibatkan suatu imbalan atau penghargaan (reward) dalam proses pertukaran tersebut (Northouse, 1997). Lebih lanjut dijelaskan oleh Northouse (1997) melalui tipe atau dimensi tersebut pemimpin bisa membentuk suatu kesepakatan dengan karyawan mengenai apa yang harus dikerjakan oleh karyawan dan apa yang bisa didapat oleh karyawan jika pekerjaan yang disepakati bisa terlaksana. Sedangkan eksepsi manajemen merupakan bentuk koreksi atau evaluasi dari pemimpin ketika terjadi suatu kesalahan yang dilakukan oleh karyawan (Northouse, 1997; Bass et al., 2003). Senada dengan pendapat Northouse (1997), Yukl (2006) mengemukakan bahwa manajer yang memiliki gaya kepemimpinan transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga hal yakni: a.
pemimpin mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelaskan apa yang akan mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan harapan. 305
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
b.
pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan imbalan; dan
c.
pemimpin
responsif
terhadap
kepentingan
pribadi
karyawan
selama
kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan karyawan. Menurut Deluga (1990) manajer yang memiliki gaya kepemimpinan transaksional menganggap hubungan atasan dan bawahan sebagai hubungan ikatan kerja atau kesepakatan kerja baik implicit ataupun eksplisit. Kemudian dijelaskan oleh Deluga (1990) bahwa ketika karyawan mengikuti kesepakatan kerja tersebut maka karyawan bisa mendapatkan imbalan dan ketika karyawan menyimpang dari kesepakatan dapat dikenai sanksi. Berbeda dengan gaya kepemimpinan transformasional, gaya kepemimpinan transaksional menjadikan hubungan atasan bawahan sebagai hubungan ikatan kerja atau kesepakatan bukan ikatan emosional. Saat pemimpin menonjolkan gaya kepemimpinan transaksional, pemimpin dapat menganggap pengetahuan karyawan adalah milik perusahaan. Petigrew dan Mechanic (1972, 1962 dalam Deluga 1990) mengungkapkan informasi dan keahlian yang dimiliki bawahan dapat menjadi bahan negosiasi untuk mencapai kesepakatan kerja. Menurut Bock dan Kim (2002) aktivitas berbagi pengetahuan sangat erat hubungannya dengan teori pertukaran ekonomi. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa aktivitas berbagi pengetahuan tergantung dari manfaat yang didapat dan biaya yang dikeluarkan oleh karyawan. Menurut Bartol dan Srivastava (2002) untuk mendorong aktivitas berbagi pengetahuan maka manajemen perusahaan perlu memberikan sistem yang baik dalam pemberian penghargaan ekstrinsik seperti kenaikan gaji, bonus dan insentif. Hal ini dimaksudkan oleh Bartol dan Srivastava (2002)
untuk
memberikan
stimulus
bagi
karyawan
untuk
meningkatkan
pengembangan pengetahuan perusahaan melalui aktivitas berbagi pengetahuan. Dengan kata lain semakin tinggi partisipasi karyawan dalam berbagi pengetahuan maka semakin tinggi pula penghargaan yang dapat diterimanya.
306
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Apabila pendapat di atas dihubungkan dengan gaya kepemimpinan transaksional maka pemimpin dengan gaya kepemimpinan transaksional dapat memperluas pengaruhnya melalui pemberian harapan misalnya: kenaikan gaji, promosi dan lainnya, ataupun bahkan pemberian sanksi apabila karyawan melakukan kesalahan (Yukl, 2006). Melalui cara pemberian penghargaan dan pemberian sanksi tersebut diharapkan karyawan dapat terdorong untuk aktivitas mengumpulkan dan mendonasikan pengetahuan baru yang didapatnya. Menurut Bock dan Kim (2002) praktik-praktik pemberian penghargaan dan sanksi merupakan hal yang biasa dilakukan perusahaan untuk mendorong aktivitas berbagi pengetahuan. Pendapat ini dapat diilustrasikan sebagai bentuk hubungan antara guru dan murid. Ketika guru memberikan pekerjaan rumah murid akan mengerjakan perkerjaan rumah tersebut dengan harapan dia akan mendapatkan nilai yang baik ataupun untuk menghindari hukuman dari gurunya apabila pekerjaan rumahnya tidak dikerjakan. Berdasarkan pendapat dan contoh di atas diharapkan selama karyawan percaya bahwa
karyawan
bisa
mendapatkan
tambahan
penghasilan,
promosi
dan
kesempatan mengembangkan diri ataupun untuk menghindari sanksi manajemen maka keinginan dari manajemen dapat terpenuhi (Yukl, 2006; Bass et al., 2003) termasuk juga aktivitas berbagi pengetahuan. Secara ringkas pernyataan di atas dapat dirumuskan dalam hipotesis-hipotesis berikut: H2 :
Seluruh dimensi kepemimpinan transaksional berpengaruh positif pada aktivitas berbagi pengetahuan.
MODEL KONSEPTUAL Kepemimpinan Transformasional: 1. Inspirasi individu 2. Stimulus intelektual 3. Pertimbangan individu 4. Sumber motivasi Berbagi Pengetahuan: 1. Mengumpulkan 2. Mendonasikan Kepemimpinan Transaksional: 1. Imbalan kontingen 2. Eksepsi manajemen 307
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
METODE PENELITIAN Sampel dan Prosedur Survei dilakukan di UKM sektor produksi di Provinsi Sulawesi Utara. Pemilihan sampel didasari oleh kriteria UKM yang memiliki karyawan tetap 5-99 orang yang merupakan klasifikasi BPS dalam menentukan skala usaha kecil dan menengah. Pemilik atau manajer UKM dalah aktor utama dalam tugas dan tanggung jawab terhadap perkembangan pengetahuan dan inovasi perusahaan (Stanworth dan Curran, 1976; dalam Indarti, 2010). Oleh karena itu pemilik atau manajer UKM diasumsikan bisa memberikan gambaran atau informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Provinsi Sulut adalah salah satu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi 7,1% di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi national yang hanya mencapai 6,3% (BPS, 2012). Menurut Menteri Koperasi dan UKM Indonesia saat berkunjung ke Manado beliau mengatakan keberhasilan Sulut tidak lepas dari peran UKM (ManadoGo.com). Pengukuran Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah instrumen yang digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Setiap konstruk diukur dengan beberapa item pertanyaan. Seluruh item kuesioner diukur dengan menggunakan 5 skla likert (1=jarang sekali/hamper tidak pernah s/d 5=sering sekali/hamper selalu). Self report gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional diukur dengan instrumen penelitian MLQ-1992. Gaya kepemimpinan transformasional diukur dengan 12 pertanyaan dan gaya kepemimpinan transaksional diukur dengan 6 item pertanyaan. Aktivitas berbagi pengetahuan diukur dengan 10 item. Instrumen ini diadaptasi dari Hoof dan Ridder
(2004).
Seberapa
sering
dimensi gaya
kepemimpinan transformasional dan transaksional dipraktikkan oleh pemilik atau manajer UKM, seberapa aktif aktivitas berbagi pengetahuan dijalankan di UKM adalah dipersepsikan oleh pemilik atau manajer UKM adalah fokus pengukuran penelitian ini. 308
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Instrumen penelitian ini diterjemahkan dari versi bahasa aslinya kemudian dikonsultasikan kebeberapa akademisi di dua universitas yang memiliki reputasi baik di Sulut. Selain itu para ahli yang kompeten dalam bidang UKM di Sulut juga dimintai bantuannya untuk menilai instrumen penelitian ini. Setelah instrumen penelitian
selesai
dikonsultasikan
kemudian
instrument
penelitian
ini
dikonsultasikan langsung ke pelaku usaha. Setelah instrumen dinyatakan baik kemudian instrumen penelitian kuesioner mulai didistribusikan langsung ke responden.
Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini memakan waktu dua bulan dari bulan Mei s/d Juni 2012. Total kuesioner yang didistribusikan secara langsung ke responden sebanyak 250. Data yang kembali atau berhasil dikumpulkan sebanyak 207 buah tetapi hanya 176 data yang dapat diolah karena tidak dapat memenuhi kriteria sampel dan pengisian data yang tidak lengkap. Tingkat partisipasi responden sangat baik 70,4% hal tersebut mungkin terjadi karena metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mendistribusikan kuesioner langsung kepada responden.
Profil responden dan profil usaha Berdasarkan data dalam Tabel 1, sebagian besar (69,31%) pemilik atau manajer UKM berpartisipasi dalam penelitian ini adalah pria. Sebagian besar berada pada rentang usia matang yaitu 36-40 tahuan (54%) dan cukup banyak juga responden yang berada pada rentang usia 40 tahun keatas (22,7%). Secara keseluruhan rata-rata usia responden adalah 40 tahun. Tingkat pendidikan pemilik atau manajer UKM dalam sampel penelitian ini sebagian besarnya (40,90%) adalah SMU/sederajat. Dari tabel 1 juga. dapat diketahui responden telah memiliki pengalaman yang baik karena telah berdiri cukup lama yaitu rata-rata 15 tahun. Usaha yang digeluti sebagian besar bergerak pada usaha produksi kerajinan dan umum (33,52%), seperti pembuatan aksesoris dari berbagai macam bahan baku. Sebagian besar UKM sektor produksi sebagian besar berlokasi di pedesaan (60,79%) dengan karyawan yang biasanya berasal dari desa dimana UKM tersebut melakukan aktivitas usahanya. 309
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Jumlah karyawan UKM sektor produksi dalam sampel ini bervariasi, tetapi secara rata-rata jumlah karyawan tetapnya berjumlah 11 orang, dengan jumlah karyawan paruh waktunya rata-rata 13 orang. Dari jumlah karyawan tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar usaha dapat diklasifikasikan sebagai usaha kecil (Klasifikasi BPS). Responden UKM sektor produksi sebagian besar memiliki aset dikisaran 5 s/d 50 juta rupiah (50,56%). Sementara jumlah omset bulanan UKM sektor produksi dalam sampel ini sebagian besar berada pada angka dibawah 50 juta rupiah (61,71%). Dari kisaran omset dan pendapatan responden dapat dikategorikan UKM sektor produksi di Provinsi Sulut sebagai usaha kecil (Lihat UU no.20 tahun 2008). Tabel 1. Profil Responden dan Usaha Dimensi Jenis kelamin :
Rentang usia
Tingkat Pendidikan
Bidang usaha
Lokasi Rata-rata Jumlah Karyawan
Jumlah aset (2 tahun terakhir)
Omset per bulan
Kategori a. Pria b. Wanita a. <25 tahun b. 26–30 tahun c. 31-35 tahun d. 36-40 tahun e. > 40 tahun a. SD b. SMP c. SMU d. Diploma e. S1 f. Lainnya (S2) a. Kerajinan dan Umum b.Kimia&BahanBangunan c. Logam&Elektronika d. Pengolahan pangan e. Sandang&Kulit a. Desa b. Kota c. Daerah pinggiran a. Tetap b. Paruh waktu a. Kurang dari 5 juta b. 5 juta s/d 50 juta c. >50 s/d 100 juta d. >100 s/d 150 juta e. >150 juta a. <50 juta b. >50 s/d 100 juta c. >100 s/d 150 juta d. >150 juta
Jumlah responden 122 54 13 12 16 95 40 32 31 72 8 32 1 52 16 34 44 30 107 57 12 11 13 59 89 13 5 10 108 37 21 10
Prosentase 69,31 29,54 7,4 6,8 9,1 54 22,7 18,18 17,61 40,90 4,54 18,18 0,56 29,54 9,09 18,89 19,31 17,04 60,79 32,86 6,81
33,52 50,56 7,38 2,84 5,68 61,71 21,02 11,93 5,68
Sumber : data primer diolah (2011)
310
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
ANALISIS DATA DAN HASIL Metode analisis data dalam penelitian ini digunakan Structural Equation Model (SEM) berbasis varian atau Partially least square (PLS-SE) dengan program SmartPLS 2.0. Metode
analisis
data
ini
dipilih
karena
penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengembangkan teori. Dengan kata lain pengujian dengan PLS-SEM sangat tepat ditujukan bagi penelitian yang memiliki dasar teori ataupun bukti-bukti empiris yang kurang (Hair et al., 2011). Selain itu PLS-SEM cocok untuk penelitian yang menghadapi masalah pada pengukuran. PLS-SEM bisa dijalankan dengan baik dengan minimal dua indikator (Hair et al., 2010). Hal tersebut akan menjadi masalah apabila analisis data dijalankan misalnya dengan SEM berbasis kovarian (Hair et al., 2010). Pengujian dengan PLS meliputi pengujian validitas dan reliabilitas dan kemudian dilakukan pengujian hipotesis. Selain itu PLS-SEM sangat robust terhadap masalah asumsi klasik seperti normalitas dan multikolinieritas (Jogiyanto dan Abdillah, 2009). Pengujian Instrumen Validitas Konstruk dan Reliabilitas Hasil pengujian ini didapati dari 28 item pertanyaan 12 item harus dihilangkan dalam pengukuran, sehingga hanya 16 item pertanyaan yang dapat digunakan dalam pengukuran penelitian ini. Item pertanyaan yang harus dihilangkan atau dikurangi disebabkan oleh nilai factor loading tidak dapat mencapai batas minimal instrumen dapat dikatakan valid, yaitu 0,5 atau idealnya 0,7 dan atau mengalami masalah cross loading (Hair et al., 2010). Dari pengujian ini dimensi kepemimpinan transaksional yang valid hanya imbalan kontingen, sedangkan dimensi eksepsi manajemen semua nilai factor loadingnya dibawah batas minimal 0,5 atau mengalami masalah cross loading sehingga variabel ini harus dihilangkan. Pengujian validitas konstruk dalam penelitian ini terdiri dari validitas konvergen dan diskriminan. Kedua pengujian validitas ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana instrumen dalam pengukuran merefleksikan konstruk teoritikalnya yang ditunjukkan dengan bukti-bukti empiris (Hair et al., 2010; Cooper dan Schindler, 2008). 311
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Hasil Pengujian Validitas Konvergen dan Reliabilitas Pengujian validitas konvergen dilakukan untuk mengetahui korelasi antar konstruk penelitian. Indikator yang digunakan dalam validitas konvergen adalah nilai factor loading yang mengumpul dalam konstruknya, dan nilai AVE (Hair et al., 2010). Selain itu pengujian reliabilitas diikutkan dalam pengujian validitas konvergen ini karena menurut Hair et al. 2010 reliabilitas adalah salah satu indikator validitas konvergen. Secara lengkap hasil pengujian validitas konvergen dan reliabilitas dapat dilihat di tabel 2. Tabel 2. Pengujian Pengukuran Validitas Konvergen dan Reliabilitas Variabel Inspirasi individu (INDV) Stimulus intelektual (ISTM) Sumber motivasi (MOTV) Pertimbangan individu (ICON) Imbalan kontingen (CR) Berbagi pengetahuan (KS)
Jumlah item 2 2 3 2 2 5
Validitas Konvergen Loading factor AVE 0,742-0,851 0,637 0,729-0,842 0,620 0,762-0,859 0,639 0,824-0,914 0,757 0,778-0,884 0,692 0,717-0,802 0,570
Komposit reliabilitas 0,777 0,765 0,841 0,861 0,817 0,869
Sumber: Data primer diolah (2011) Tabel 2 menunjukkan seluruh variabel penelitian memiliki nilai factor loading yang valid dan ideal yaitu lebih besar dari 0,7 (Hair et al., 2010). Seluruh nilai AVE tiap konstruk semua diatas saran dari Hair et al. (2010; 2011) yaitu lebih besar dari 0,5. Hair et al. (2010; 2011) mengungkapkan bahwa dalam PLS-SEM pengujian reliabilitas yang paling tepat untuk mengukur konsistensi internal adalah composite reliability karena composite reliability mencerminkan nilai yang sesungguhnya reliabilitas konstruk penelitian. Pengujian reliabilitas ini menunjukkan hasil yang baik. Hal tersebut dapat dilihat tabel 2. yang menunjukkan seluruh variabel penelitian memiliki nilai composite reliability lebih besar dari 0,7 (Hair et al., 2011). Pengujian validitas diskriminan Chin (1998; dalam Hair et al., 2011) menyebutkan konstruk yang memiliki nilai factor loading pada satu konstruk lebih besar dari konstruk lainnya dapat dinyatakan setiap konstruk berbeda dengan konstruk lainnya. Dengan kata lain tidak ada nilai factor loading yang cross loading dengan konstruk lainnya menandakan bahwa antar konstruk berbeda. 312
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Mengacu dari pengujian validitas konvergen dan diskriminan dapat diputuskan instrumen penelitian dinyatakan dapat memenuhi validitas konstruknya. Oleh karena itu 16 item variabel ini sudah dapat digunakan untuk menguji hubungan kausalitas yang dihipotesiskan.
HASIL PENELITIAN 4.4.
PENGUJIAN HIPOTESIS
Pengujian
hipotesis
dilakukan
untuk
menganalisis
hubungan
sebab-akibat
(kausalitas) antar variabel dalam model berdasarkan nilai critical ratio (C.R) lebih besar dari 1,96 dan1,645 (sig. 5% two tailed dan one tailed) dan arah hubungan yang sesuai dengan hipotesis berarti dapat didukung. Hasil pengujian hipotesis dapat dicermati di tabel 6. Tabel 3. Pengujian Hipotesis Hipotesis H1
H2
Hubungan INDV KS ICON KS ISTM KS MOTV KS CR KS
Koefisien 0,326 0,246 0,061 0,062 0,004
S.E 0,101 0,081 0,092 0,103 0,092
C.R 3,220 3,008 0,670 0,605 0,048
Keterangan Didukung Didukung Tidak didukung Tidak didukung Tidak didukung
Sumber: data primer diolah (2011) Ket: INDV: inspirasi individu, ICON: pertimbangan individu, ISTM: stimulus intelektual, MOTV: sumber motivasi, CR: imbalan kontingent, KS: berbagi pengetahuan. Tabel 3 menunjukkan bahwa hipotesis satu yang mengungkapkan seluruh dimensi kepemimpinan
transformasional
memberi
pengaruh
positif
pada
berbagi
pengetahuan hanya terdukung sebagian (Partially support). Hal tersebut ditunjukkan dengan hanya dimensi inspirasi individu dan pertimbangan individu saja yang terdukung karena memiliki nilai C.R > 1,96. Sedangkan stimulus intelektual dan sumber motivasi memiliki nilai C.R < 1,96. Pada hipotesis dua tidak didukung karena nilai C.R < 1,96 untuk seluru variabel yang diteliti.
313
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
DISKUSI DAN KESIMPULAN Hasil
penelitian
ini
menunjukkan
bahwa
dimensi
gaya
kepemimpinan
transformasional yaitu sumber inspirasi dan pertimbangan pribadi berpengaruh positif pada aktivitas berbagi pengetahuan. Inspirasi individu atau karisma dan perhatian dari atasan kepada bawahan akan menciptakan hubungan afiliasi yang kuat antara atasan dan bawahan (Northouse, 1997). Oleh karena itu dimungkinkan membentuk kepercayaan yang tinggi antara atasan dan bawahan sehingga hal ini dapat mendorong karyawan mau berbagi pengetahuan. Ketika atasan menunjukkan bahwa dengan berbagi pengetahuan dapat mengembangkan kemampuan dirinya maka dimungkinkan karyawan akan percaya pula bahwa dengan berbagi pengetahuan mereka bisa merasakan manfaat yang sama. Menurut Davenport dan Prusak (1998) faktor kepercayaan (trust) merupakan faktor penting agar seseorang mau berbagi pengetahuan. Sedangkan dimensi sumber motivasi tidak dapat mempengaruhi aktivitas berbagi pengetahuan. Hal ini mungkin lebih disebabkan pemilik dan manajer UKM tidak cukup komunikatif dalam menyampaikan visi kedepan organisasinya. Oleh karena itu maksud dan tujuan dari berbagi pengetahuan tidak sampai kepada bawahannya. Begitu pula dengan dimensi stimulus intelektual tidak pula dapat mempengaruhi berbagi pengetahuan. Hal ini mungkin disebabkan pemimpin tidak cukup inovatif atau tidak cukup memiliki pengetahuan yang cukup sehingga tidak mampu mendorong proses belajar yang bisa dicapai melalui berbagi pengetahuan (Lihat Nonaka dan Takeuchi, 1995. Hal ini diperkuat dengan tingkat pendidikan dari sebagian besar responden pemilik UKM yang tergolong rendah (Lihat Tabel 1.). Imbalan kontingen dalam penelitian ini tidak dapat mempengaruhi berbagi pengetahuan. Hal ini mungkin disebabkan sebagian besar UKM sektor produksi di Sulut berlokasi di pedesaan dengan karyawan banyak berasal dari penduduk desa (lihat tabel 1). Hal tersebut memungkinkan membentuk suatu ikatan emosional yang kuat antara atasan dan karyawan, karena biasanya ikatan kekeluargaan dan silaturahmi di pedesaan relatif masih sangat kuat. Oleh karena itu pendekatan penghargaan bukan pendekatan yang tepat untuk diterapkan pada UKM sektor produksi di Provinsi Sulut. 314
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Kohn (1993) mengungkapkan bahwa ada hubungan yang kuat antara pemberian sanksi dan pemberian penghargaan. Menurut Kohn (1993) pemberian harapan akan penghargaan (reward) oleh manajemen bisa menjadi bentuk-bentuk pemberian sanksi karena dapat menyebabkan karyawan sulit membedakan dirinya telah mendapat sanksi atau tidak jika karyawan gagal mendapatkan target yang telah ditetapkan. Kohn (1993) juga menjelaskan bahwa pemberian penghargaan dapat merusak hubungan baik yang sudah terbangun dengan menciptakan persaingan tidak sehat antar karyawan. Oleh karena itu gaya kepemimpinan transaksional yang mengedepankan pendekatan penghargaan jika diterapkan dalam jangka panjang bisa menyebabkan ikatan emosional yang sudah terbangun antara atasan dan bawahan yang juga merupakan penduduk desa bisa terputus. Hasil penelitian sesuai dengan Lin (2007) yang mengungkapkan pemberian pengahargaan (reward system) tidak berpengaruh positif pada berbagi pengetahuan. Implikasi Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi pada dua aspek, yaitu aspek perkembangan teori dan aspek perkembangan dunia UKM. Pada aspek perkembangan teori, hasil penelitian ini dapat melengkapi penelitian sebelumnya yang secara garis besar mengungkapkan kepemimpinan dapat mempengaruhi berbagi pengetahuan (Misalnya Srivastava et al., 2006). Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kepemimpinan transformasional dan transaksional belum banyak dibicarakan dalam kaitannya dengan manajemen pengetahuan khususnya berbagi pengetahuan. Pada aspek perkembangan dunia usaha UKM, hasil ini diharapkan dapat menjadi refleksi
bagi
pemilik
atau
manajer
untuk
semakin
menguatkan
peran
kepemimpinannya. Hal ini dimaksudkan untuk menjadikan usaha UKM dapat berkembang melalui jalinan kerjasama yang lebih baik dengan karyawan dan seluruh elemen usaha. Dari kerjasama tersebut diharapkan berbagi pengetahuan dapat terus dipertahankan agar terus bermunculan informasi, ide-ide baru, keterampilan baru, yang pada gilirannya menjadikan UKM di Provinsi DIY lebih
315
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
inovatif di saat dunia usaha telah dipenuhi dengan persaingan dan keterbukaan akibat era globalisasi. Keterbatasan dan Saran Penelitian Selanjutnya Penelitian inipun tidak terlepas dari berbagai keterbatasan. Metode survei cross sectional yang digunakan hanya mampu menjelaskan suatu fenomena pada satu waktu saja, sehingga tidak dapat diketahui pengaruh perubahan waktu. Kepemimpinan adalah suatu hal yang bisa berubah seiring dengan waktu, sehingga penelitian mendatang sebaiknya dapat menguji kepemimpinan dengan riset longitudinal. Penelitian ini menggunakan pengukuran gaya kepemimpinan, berbagi pengetahuan dan kemampuan inovasi yang didasari oleh persepsi subjektif dari pemilik atau manajer UKM. Hal tersebut berpotensi menyebabkan bias walaupun dalam konteks penelitian ini pendekatan inilah yang paling baik.
Kelemahan lainnya adalah
banyak instrumen penelitian harus dihilangkan dari pengukuran. Oleh karena itu di masa mendatang peneliti sebaiknya harus lebih konsentrasi dalam melakukan validitas wajah dan isi dengan banyak melibatkan banyak ahli.
DAFTAR PUSTAKA Acs, Z.J., R. Morck, J.M. Shaver and B. Yeung. 1997. The Internationalization of Small and Medium-Sized Enterprises: A Policy Perspective. Small Business Economics 9: 7–20. Appleyard, M.M. 1996. How does knowledge flow? Interfirm patterns in the semiconductor industry. Strategic Management Journal 17(winter): 137-154 Argote, L., B. McEvily, and R. Reagans. 2003. Managing knowledge in organizations: an integrative framework and review of emerging themes. Management Science 49: 571-82. Bagozzi, R.P., and U.M. Dholakia. 2002. Intentional Social Action in Virtual Communities. Journal of Interactive Marketing. 16: 2–21. Barney, J. 1991. Firm resources and sustained competitive advantage. Journal of Management. 17: 99-120. Bartol, K.M. and A. Srivastava. 2002. Encouraging knowledge sharing: the role of organizational reward system. Journal of Leadership and Organizations Studies, 9: 64-76. 316
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Bass, B.M., B.J., Avolio, D.I., Jung, and Y. Berson, 2003. Predicting Unit Performance by Assessing Transformational and Transactional Leadership. Journal of Applied Psychology, 88: 207-218. Bock, G.W. and Y. Kim. 2002. Breaking the myth of reward: an exploratory study of attitude about knowledge sharing. Information Resources Management Journal 15: 14-21. Bryant, S.E. 2003. The role of transformational and transactional leadership in creating, sharing, and exploiting knowledge. Journal of Leadership & Organizational Studies 94: 32-44. Cooper, D.R., and P.S. Schindler. 2010. Business Research Methods (10th Edition). Singapore: McGraw-Hill. Crawford, C.B., 2005. Effects of Transformational Leadership and Organizational Position on Knowledge Management. Journal of Knowledge Management, 9: 6-16. Dalkir, K., 2005. Knowledge Management in Theory and Practice. Oxford, UK: Burlington, MA. Darroch, J. 2005. Knowledge Management, innovation, and firm performance. Journal of Knowledge Management, 9: 101-115. Davenport, T.H. and L. Prusak. 1998. Working Knowledge: How Organizations Manage What They Know. Harvard Business School Press, Boston, MA. Deluga, R.J. 1990. The effect of transformational, transactional and laissez faire leadership on subordinate influencing behavior. Basic and Applied Social Psychology 11: 191-203. Dyer, J.H, and K. Nobeoka. 2000. Creating and managing a high-performance knowledge sharing network: The Toyota case. Strategic Management Journal 21: 345–368. Gorelick, C., N. Milton, and K. Apri. 2004. Performance Through Learning: Knowledge Management in Practice. USA: Elesevier Grant, R.M. 1996. Toward a knowledge-based theory of the firm. Strategic Management Journal 17: 109-122. Hair, J.F, M. Sarstedt, C.M. Ringle, and J.A. Mena. 2011. An assessment of the use of partial least squares structural equation modeling in marketing research. Academic of Marketing Science, 10: 1-20. Hair, J.F., A.R.L., Tatham, and W.C., Black. 2010. Multivariate Data Analysis: Global Perspective (7th edition). New Jersey: Prentice Hall. Judge, T.A., and E.A. Locke. 1993. Effect of Dysfunctional Thought Processes on Subjective Well-Being and Job Satisfaction. Journal of Applied Psychology 78: 475490. Kluge, J., Stein, W. and Licht, T. 2001. Knowledge Unplugged, Bath Press, Bath. Koh, W.L., R.M. Steers and J.R. Terborg. 1995. The Effect of transformational leadership on teacher attitudes and student performance in Singapore. Journal of Organizational Behavior, 16: 319-333. 317
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Kohn, A. 1993. Why Incentives Plans Cannot Work. Harvard Bussiness Review, SeptOct, 54-63. Lam, A., Lambermont-Ford. 2010, Knowledge sharing in organizational contexts: a motivation-based perspective. Journal of Knowledge Management 14: 51-66. Liao, S., W.C. Fei, and C.C. Chen. 2007. Knowledge sharing, absorptive capacity, and innovation capability: an empirical study of Taiwan’s knowledge intensive industries. Journal of Information Science, 33: 340-359. Lin, H. 2007. Knowledge sharing and firm innovation capability: an empirical study. Journal of Manpower. 28: 315-332. Nonaka, I. and H. Takeuchi. 1995. The Knowledge-Creating Company: How Japanese Companies Create the Dynamics of Innovation. New York: Oxford University Press. Northouse, P.G. 1997. Leadership: Theory and Practices. Sage Publication, USA. Pelham, A.M., 2000. Marketing orientation and other potential influences on performance in small and medium-sized manufacturing firms. Journal of Small Business Management. 38: 48-67. Politis, J.D. 2004. Transformational and transactional leadership predictors of the ‘Stimulant’ determinants to creativity in organisational work environments. Electronic Journal of Knowledge Management 2: 23-34. Robbins, S.P. 2001. Organizational Behavior. Prentice Hall International, Inc. Singh, S.K., 2008, Role of leadership in knowledge management. Journal of Knowledge Management, 12: 3-15 Srivastava, A., K.M. Bartol, and E.A. Locke. 2006. Empowering leadership in management teams: Effects on knowledge sharing, efficacy, and performance. Academy of Management Journal 49: 1239–1251 Sveiby, K. 2001. A knowledge based theory of the firm to guide in strategy formulation. Journal of Intelectual Capital, 2: 344-358. Szulanski, G. 1996. Exploring internal stickness: Impediments to the transfer of best practice within the firm. Strategic Management Journal 17: 27-43. Szulanski, G. 2000. The process of knowledge transfer: A diachronic analysis. Organizational Behavior and Human Decision Process 82:, 9-27. Tsai, W. 2001. Knowledge transfer in intraorganizational network: Effect of network position and absorptive capacity on business unit innovation and performance. Academy of Management Journal 44: 996-1004. Van den Hooff, B. and J.A. de Ridder. 2004. Knowledge sharing in context: the influence of organizational commitment, communication climate and CMC use on knowledge sharing. Journal of Knowledge Management 8: 117-30. Wiklund, J. and D. Shepherd. 2003. Knowledge-based resources, entrepreneurial orientation and the performance of small and medium-sized businesses. Strategic Management Journal 24: 1307-1314. Xue, Y., J. Bradley and H. Liang. 2010. Team Climate, Empowering leadership, and Knowledge Sharing. Journal Of Knowledge Management, emeraldpublihing. 318
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Yeh, C.M., H.N. Hu and S.H. Tsai. 2010. A Conceptual Model of Knowledge Sharing and Market Orientation in the Tourism Sector. American Journal of Applied Sciences, 8: 343-347. Yukl, G. 2006. Leadership in Organizations (6th edition). New Jersey, Prentice Hall.
LAMPIRAN VALIDITAS DISKRIMINAN Cross Loadings CR
ICON
INDV
ISTM
KS
MOTV
CR1
0.787788
0.336953
0.428563
0.402065
0.219862
0.385849
CR3
0.873830
0.350548
0.544541
0.465295
0.278510
0.551147
ICON3
0.359389
0.824399
0.337254
0.614737
0.272704
0.508112
ICON4
0.362896
0.914341
0.385927
0.500842
0.381168
0.532302
INDVB2
0.562210
0.344066
0.741666
0.553111
0.305478
0.531944
INDVB3
0.404982
0.327668
0.851115
0.369852
0.390320
0.555045
ISTM2
0.430652
0.564144
0.398443
0.842364
0.280032
0.609524
ISTM3
0.394586
0.408758
0.502835
0.729444
0.220624
0.448546
KC1
0.285978
0.219867
0.403336
0.191896
0.796661
0.273557
KC2
0.238887
0.370035
0.321529
0.274736
0.801847
0.262924
KC3
0.216264
0.225922
0.261514
0.242432
0.707381
0.272995
KC4
0.079992
0.312004
0.262835
0.215963
0.750549
0.290741
KD1
0.294980
0.305580
0.383834
0.279823
0.716521
0.369108
MOTV1
0.305527
0.331066
0.499888
0.440279
0.304366
0.773581
MOTV2
0.569136
0.549862
0.595333
0.675045
0.340844
0.859413
MOTV3
0.488712
0.544964
0.529109
0.500667
0.291387
0.762308
Sumber: Output Smart PLS
319
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASIONAL TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PEGAWAI HOTEL BERBINTANG EMPAT DI KOTA BANDUNG (Survei terhadap Pegawai Customer Services) Rismi Somad3
ABSTRACT This study aims to analyze the influence of organizational culture and organizational commitment to the employees services quality of four star hotels at Bandung City. This research used descriptive and explanatory survey method. Population of this study is employee of four star hotels at Bandung City. Based on calculations using formulas samples from Slovin, obtained the unit analysis of this research is 170 samples and are distributed proportionally. The sampling technique used is simple random sampling (SRS). Research using a questionnaire instrument. Techniques of data analysis using path analysis with SPSS 20.00. Based on these results, it can be concluded that organizational culture has a positive and significant impact to the employees services quality; organizational commitment has a positive and significant impact to the employees services quality; also organizational culture and organizational commitment has a positive and significant impact to the employees services quality. This study suggests stability as an indicator of organizational culture; normative commitment as an indicator of organizational commitment and empathy as an indicator of employees services quality to be more optimized in order to improve employees service quality of four star hotels at Bandung City. Keywords: Organizational Culture, Organizational Commitment, and Employee Service Quality
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia (the largest archipelago), yang memiliki luas 5.120 km dari barat ke timur dan 1.750 km dari selatan ke utara. Indonesia juga memiliki keanekaragaman budaya dan destinasi pariwisata yang menakjubkan.
Potensi
tersebut
berhasil
memperkenalkan
Indonesia
dalam
percaturan global. Menurut World Economic Forum (WEF), Indonesia menempati peringkat 74 pariwisata dunia dari 139 negara. Pada Tahun 2011, sektor pariwisata menghasilkan devisa yang mencapai 8,5 miliar dolar, sedangkan pada tahun 2012 3
Dosen PNS Kopertis Wilayah IV, dpk pada STMIK Bandung 320
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
menghasilkan devisa sebesar 9 miliar dolar. Selain itu, pariwisata juga merupakan salah satu faktor penarik (pull factor) orang asing untuk datang ke Indonesia (www.kompasiana.com). Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS) dan P2DSJ Tahun 2012 diketahui bahwa jumlah wisatawan mancanegara (wisman) meningkat setiap tahunnya, bahkan di tahun 2011 berhasil menembus angka 7.649.731 wisman. Selain itu, pertumbuhan jumlah wisman dari tahun 2010 ke tahun 2011 mencapai angka 9,24% dengan rata-rata lama tinggal selama 7,84 hari. Wisman juga mengeluarkan uang sebesar 1,118,26 dollar per kunjungan atau setara dengan menghabiskan 142,69 dollar per hari. Hal tersebut telah memberikan sumbangan devisa yang mencapai 8.554,39 juta dollar atau sekitar 8,5 miliar dolar dengan pertumbuhan mencapai 12,51%. Selain wisman, terjadi pula peningkatan jumlah wisatawan nusantara (wisnus) ke berbagai tempat wisata di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis Pusat Data dan Informasi Kemenparekraf dan BPS Tahun 2012, diketahui bahwa jumlah wisnus pun mengalami peningkatan setiap tahunnya, bahkan di tahun 2011 berhasil menembus angka 131.022.000 wisnus atau sama dengan 13 juta wisnus dengan perjalanan sebanyak 272.917.000 atau sama dengan 27 juta perjalanan atau rata-rata mencapai 1,94 perjalanan. Tingkat pengeluaran perjalanan pun mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2011 mencapai Rp. 701.120.000 per perjalanan dengan pengeluaran total di tahun 2011 sebesar 165,59 triliun. Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW) di Indonesia memiliki beragam daya tarik, meliputi pegunungan, kawah, gua, pantai, sungai, danau, seni budaya, wisata ilmu pengetahuan dan teknologi, sejarah, museun. Semua itu merupakan daya tarik wisata yang membuat wisman dan wisnus selalu tertarik untuk berkunjung ke Provinsi Jawa Barat serta dapat menambah pendapatan asli daerah (PAD). Hal tersebut didukung oleh data yang dirilis Dinas Pariwisata Kab/Kota di Jawa Barat Tahun 2012 bahwa jumlah wisman dan wisnus yang berkunjung ke Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan setiap tahunnya, bahkan di tahun 2011 jumlah wisatawan mencapai 430.813.37 orang, yang terdiri dari wisman sebanyak 503.452 orang dan wisnus mencapai 42.577.885 orang. 321
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Industri akomodasi tidak dapat dipisahkan dengan industri pariwisata, karena keduanya
saling
membutuhkan.
Wisatawan
yang
berkunjung
tentunya
membutuhkan akomodasi hotel. Perkembangan hotel berbintang di Provinsi Jawa Barat semakin meningkat. Menurut data Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Barat, diketahui bahwa pada tahun 2006 jumlah hotel berbintang mencapai 141 hotel; Tahun 2007 mencapai 155 hotel; Tahun 2008 mencapai 162 hotel; Tahun 2009 mencapai 175 hotel; Tahun 2010 mencapai 185 hotel; Tahun 2011 mencapai 195 hotel; dan tahun 2012 mencapai 208 hotel (Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Barat). Data tersebut juga menggambarkan bahwa tingkat persaingan bisnis perhotelan di Provinsi Jawa Barat semakin meningkat. Berdasarkan Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Jawa Barat (2013), diketahui bahwa tingkat penghunian kamar (TPK) tertinggi di Provinsi Jawa Barat saat ini dipegang oleh hotel bintang 5 (45,99 persen) diikuti oleh hotel bintang 2 (41,35 persen). Penurunan terbesar terjadi pada kelas hotel bintang 4 dengan besaran 25,00 poin, dari besaran TPK 63,28 persen di bulan Desember 2012 menjadi 38,28 persen di bulan Desember. Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan di Kota Bandung, dimana tingkat penghunian kamar (TPK) untuk bintang empat mengalami kecenderungan menurun. Berdasarkan data Dinas Pariwisata Kota Bandung Tahun 2012, diketahui bahwa secara keseluruhan jumlah hotel berbintang di Kota Bandung yang secara umum menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Pada Tahun 2011 jumlah hotel di Kota Bandung terdiri dari 9 hotel berbintang lima, 18 hotel berbintang empat, 29 hotel berbintang tiga, 22 hotel berbintang dua, dan 6 hotel berbintang satu. Data tersebut menunjukkan semakin prospektifnya bisnis perhotelan di Kota Bandung, sekaligus semakin kompetitifnya bisnis perhotelan di Kota Bandung. Semakin kompetitifnya bisnis perhotelan di Kota Bandung ditandai dengan perkembangan pangsa pasar (market share) bisnis perhotelan di Kota Bandung. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya penelitian ini dilakukan adalah: a) Hotel berbintang empat di Kota Bandung membutuhkan informasi secara empirik mengenai budaya organisasi, komitmen organisasional, serta kualitas pelayanan pegawai, untuk itu perlu dilakukan penelitian; b) Kualitas pelayanan pegawai hotel 322
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
berbintang empat di Kota Bandung belum optimal, sehingga perlu dicari faktor penyebabnya; c) Peneliti hendak membuktikan teori-teori yang dipakai dalam penelitian ini dan menghasilkan suatu konsep baru meskipun menggunakan metode lama (re-konseptualisasi). Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dirumuskan dalam rumusan masalah sebagai berikut: a) Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kualitas pelayanan pegawai; b) Apakah komitmen organisasional berpengaruh terhadap kualitas pelayanan pegawai; dan c) Apakah budaya organisasi dan komitmen organisasional berpengaruh terhadap kualitas pelayanan pegawai. Dengan mengacu pada rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh budaya organisasi terhadap kualitas pelayanan pegawai; pengaruh komitmen organisasional terhadap kualitas pelayanan pegawai; dan pengaruh budaya organisasi dan komitmen organisasional terhadap kualitas pelayanan pegawai.
TINJAUAN PUSTAKA Budaya Organisasi Budaya organisasi merupakan sistem nilai yang dikembangkan dan berlaku dalam suatu organisasi, yang menjadikannya ciri khas sebagai sebuah organisasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Robbins dan Judge (2007:511) yang menyatakan bahwa: “Organizational culture is a system of shared meaning held by members that distinguishes the organization from other organizations.” Budaya organisasi merupakan sistem berbagi nilai yang dilakukan oleh para anggota organisasi sehingga membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain. McShane dan Von Glinow (2008:460) menyatakan bahwa: “Organizasitional culture is the basic pattern of shared values and assumptions governing the way employees within an organizational think about and act on problems and opportunities.” Budaya organisasi merupakan pola dasar dari nilai dan asumsi organisasi yang mengarahkan pegawai dalam organisasi untuk berpikir dan bertindak terhadap masalah dan kesempatan.
323
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Lebih lanjut Schein (2004:17) menyatakan bahwa budaya organisasi sebagai: “A pattern of shared basic assumptions that was learned by a group as it solved problems of external adoption and internal integration, that has worked well enough to be considered valid and, therefore, to be taught to new members as the correct way to perceive, think, and feel in relation to those problems.” Asumsi dasar yang dipelajari oleh kelompok karena dapat memecahkan masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang bekerja cukup baik dan dianggap valid, oleh karena itu budaya organisasi diajarkan kepada anggota baru sebagai cara merasa yang benar, berpikir dan merasakan hubungan dengan masalah-masalah tersebut. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi adalah sistem dan nilai yang dirasakan oleh anggota organisasi sebagai bagian dari organisasi. Dalam konteks penelitian ini, maka yang dimaksud dengan budaya organisasi adalah sistem dan nilai yang dirasakan oleh pegawai hotel berbintang empat di Kota Bandung. Susanto (2004:14-16) mengemukakan beberapa fungsi budaya organisasi, yaitu: a) Pengikat organisasi, budaya organisasi berfungsi sebagai pengikat seluruh komponen organisasi terutama pada saat organisasi menghadapi guncangan baik dari dalam maupun dari luar akibatnya terdapat perubahan; b) Integerator, budaya organisasi merupakan alat untuk menyatakan beragam sifat, karakter, bakat dan kemampuan yang ada di dalam organisasi; c) Identitas organisasi, budaya organisasi merupakan salah satu identitas organisasi seperti logo perusahaan yang memiliki lambang tersendiri; d) Energi, untuk mencapai kinerja yang tinggi, budaya organisasi berfungsi sebagai suntikan energi untuk mencapai kinerja yang tinggi. Jika energi di anggota-anggota menghasilkan output yag luar biasa; e) Ciri Kualitas, budaya organisasi merupakan resperentasi dari ciri kualitas yang berlaku dalam organisasi tersebut; f) Motivator, budaya organisasi merupakan pemberi semangat bagi para anggota organisasi yang kuat akan menjadi motivator yang kuat bagi anggotanya; g) Pedoman gaya kepemimpinan, Seiring adanya perubahan, disengaja ataupun tidak membawa pandangan baru tentang kepemimpinan. Pemimpin dikatakan berhasil apabila mampu membawa anggota organisasi keluar dari krisis akibat perubahan yang terjadi; h) Meningkatkan Nilai, salah satu fungsi organisasi 324
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
adalah untuk meningkatkan nilai dari stackholder-nya yaitu anggota organisasi, pelanggan, pemasok, dan pihak-pihak yang berhubungan dengan organisasi. Pengukuran budaya organisasi dalam penelitian ini menggunakan tujuh dimensi yang dikembangkan oleh Robbins dan Judge (2007:514), yaitu: a) Inovasi dan Pengambilan Resiko, berkenaan dengan sejauhmana para pegawai didorong agar inovatif dan mengambil resiko dalam melaksanakan pekerjaannya; b) Perhatian terhadap Detail, berkenaan dengan
sejauhmana para pegawai diharapkan
memperlihatkan posisi (kecermatan), analisis, dan perhatian terhadap detail; c) Orientasi Hasil, berkenaan dengan sejauhmana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu; d) Orientasi orang, berkenaan dengan sejauhmana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang dalam organisasi itu; e) Orientasi tim, berkenaan dengan sejauhmana kegiatan diorganisasikan berdasarkan tim, bukannya berdasarkan individu; f) Keagresifan, berkenaan dengan sejauhmana orang-orang itu argesif dan kompetitif dan bukannya santai-santai; dan g) Kemantapan, berkenaan dengan sejauhmana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannnya status quo bukannya pertumbuhan.
Komitmen Organisasional Para ahli umumnya memberikan pandangan yang beragam mengenai pengertian komitmen
organisasional.
Dessler
(2003:17)
menyatakan
bahwa
komitmen
organisasional sebagai: “An employee’s identification with and agreement to pursue the company’s or the unit’s mission”. Merupakan suatu identifikasi karyawan dengan sebuah persetujuan untuk mencapai misi unit atau misi organisasi. Sementara Ivacevich, Konopaske, dan Matteson (2008:184) menyatakan bahwa komitmen organisasional adalah: “A sense of identification, involvement, and loyalty expressed by an employee toward the company.” Suatu rasa identifikasi, keterlibatan,
dan
kesetiaan
yang
diekspresikan
oleh
karyawan
kepada
perusahaannya. Lebih lanjut lagi, Gary Yulk (2006:149) menyatakan bahwa komitmen organisasional adalah: “The term organizational commitment describes an outcome in wich the 325
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
target person internally agress wiht a decision or request from the agent and makes a great effort to carry out the request or implement the decision effectively. For a complex, difficult task, commitment is usually the most successful outcome from the prespective of the agent who makes an influence attempt.”
Komitmen
organisasional adalah sebuah hasil dimana orang yang dituju secara internal menyetujui sebuah keputusan atau permintaan dari pelaku dan membuat sebuah usaha besar untuk menjalankan permintaan atau menerapkan keputusan tersebut secara efektif. Colquitt, LePine, dan Wesson menjelaskan (2009:67) bahwa: “Organization commitment influences whether an employee stays a member of the organization (is retained) or leaves to pursue another job (turn over). It is turn over to acknowledge that turnover can be both voluntary and involuntary. Voluntary turnover occurs when employees themselves decide to quit; involuntary turnover occurs when employees are fired by the organization for some reason.” Komitmen organisasional mempengaruhi apakah seorang karyawan tetap bertahan menjadi anggota organisasi atau
meninggalkan
organisasi
untuk
mengejar
pekerjaan
lain.
Karyawan
meninggalkan organisasi bisa karena terpaksa atau sukarela, meninggalkan organisasi secara sukarela terjadi ketika karyawan memutuskan untuk berhenti dari organisasi sedangkan karyawan yang meninggalkan organisasi karena terpaksa bisa terjadi ketika karyawan dipecat oleh organisasi untuk beberapa alasan. Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diuraikan tentang komitmen organisasional, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan komitmen organisasional adalah loyalitas seseorang dalam melibatkan dirinya terhadap organisasi untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Loyalitas tersebut dapat ditunjukkan dengan kesedian dan kemauan untuk berusaha untuk menjadi bagian dari organisasi, serta keinginan untuk bertahan dalam organisasi tersebut. Dalam penelitian ini, maka komitmen organisasional terkait loyalitas pegawai hotel berbintang empat di Kota Bandung. Dampak komitmen organisasional menurut Sopiah (2008:19) dapat ditinjau dari dua sudut yaitu: a) Ditinjau dari Sudut Organisasi/ Perusahaan. Karyawan yang berkomitmen
rendah
akan
berdampak
pada
turnover,
tingginya
absensi, 326
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
meningkatnya kelambanan kerja dan kurang intensitas untuk bertahan sebagai karyawan di organisasi/perusahaan tersebut, rendahnya kualitas kerja, dan kurangnya loyalitas pada perusahaan. Apabila komitmen karyawan rendah maka hal tersebut dapat memicu perilaku karyawan yang kurang baik, misalnya tindakan kerusahan yang dampak lebih lanjutnya yaitu terhadap reputasi organisasi menurun, kehilangan kepercayaan dari klien dan dampak yang lebih jauh lagi yaitu menurunnya laba perusahaan; dan b) Ditinjau dari Sudut Karyawan. Komitmen karyawan yang tinggi akan berdampak pada peningkatan karir karyawan tersebut. Pengukuran komitmen organisasional dalam penelitian ini menggunakan tiga dimensi yang diperkenalkan oleh Allen dan Meyer (Luthan, 2008:147), yaitu a) Komitmen
Afektif
(Affective
Commitment),
berkenaan
dengan
keterikatan
emosional, identifikasi, dan keterlibatan dalam suatu organisasi (involves the employee’s emotional attachment to identification with is involvement in the organization). Dalam hal ini individu menetap dalam suatu organisasi karena keinginannya sendiri; b) Komitmen Berkelanjutan (Continuance Commitment), berkenaan dengan pertimbangan tentang apa yang harus dikorbankan bila akan meninggalkan organisasi (involves commitment based on the cost that the employee associated with leaving the organization). Dalam hal ini individu memutuskan menetap pada suatu organisasi karena menganggapnya sebagai suatu pemenuhan kebutuhan; dan c) Komitmen Normatif (Normative Commitment), berkenaan dengan tanggung jawab terhadap organisasi (involves employee’s feeling of obligation to stay with the organization). Individu tetap tinggal pada suatu organisasi karena merasa wajib untuk loyal pada organisasi tersebut.
Kualitas Pelayanan Pegawai Kualitas dapat dilihat dari perspektif produsen dan konsumen. Dalam pikiran pelanggan, kualitas mempunyai banyak dimensi dan mungkin diterapkan dalam satu waktu (Krajewski dan Ritzman, 1999:215). Apabila jasa yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Sebaliknya jika jasa yang diterima 327
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
melampaui harapan konsumen, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyediaan jasa dalam memenuhi harapan konsumennya secara konsisten. American Society for Quality Control (Render, B. dan Heizer, J., 2001:92) menyatakan bahwa: “Kualitas adalah totalitas bentuk dan karkateristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang tampak jelas maupun yang tersembunyi”. Pasuraman et. al., (Fandy Tjiptono, 2005:133) menyatakan kualitas pelayanan sebagai ukuran seberapa bagus tingkat jasa yang diberikan, sesuai dengan ekspekatasi pelanggan. Lebih lanjut lagi John Sviokla (Rambat L. dan A. Hamdani, 2007:181) menyatakan bahwa: “Kualitas pelayanan adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan layanan kepada peanggan. Melalui kualitas layanan yang terdiri dari tangible, empaty, responsiveness, reliability, dan assurance, perusahaan dapat mengetahui persepsi konsumen terhadap penyampaian layanan jasa yang diberikan. Selanjutnya Olson dan Dover (Fandy Tjiptono, 2005:122) menyatakan bahwa harapan/ekpektasi pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk bersangkutan. Setiap konsumen yang berbeda dapat menerapkan tipe ekspektasi yang berbeda untuk situasi yang berbeda. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan layanan bagi pelanggannya melalui serangkaian aktivitas yang dilaksanakan oleh pegawai. Kualitas pelayanan juga merupakan ukuran seberapa bagus tingkat jasa yang diberikan oleh perusahaan bila diukur dengan ekspekatasi pelanggan. Dalam penelitian ini, maka kualitas pelayanan pegawai adalah kemampuan hotel berbintan empat di Kota Bandung untuk memberikan pelayanan bagi pelanggannya melalui serangkaian aktivitas yang dilaksanakan oleh pegawai. Kualitas pelayanan juga merupakan ukuran seberapa bagus tingkat jasa yang diberikan oleh hotel berbintang empat di Kota Bandung bila diukur dengan ekspekatasi pelanggan. 328
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Pengukuran kualitas pelayanan dalam penelitian ini menggunakan dimensi yang dikembangkan oleh Zeithaml dan Berry (Fandy Tjiptono, 2005:133) yang menyatakan bahwa dimensi yang dapat diukur dari kualitas pelayanan adalah: a) Keberwujudan (Tangible), berkenaan dengan daya tarik meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan; b) Keandalan (Reliability), berkenaan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati; c) Daya Tanggap (Responsiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespons permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikana jasa secara tepat; d) Jaminan (Assurance), berkenaan dengan perilaku karyawan-karyawan yang mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan; dan e) Empati (Emphaty), berkenaan dengan kemampuan perusahaan untuk memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.
Keterkaitan
Budaya
Organisasi,
Komitmen
Organisasional,
dan
Kualitas
Pelayanan Pegawai McShane dan Von Glinow (2008:460); Susanto (2004:4); dan Dessler (2003:17) menyatakan adanya hubungan antara budaya organisasi, komitmen organisasional, dan kualitas layanan pegawai. Lebih lanjut lagi budaya organisasi merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi komitmen organisasional dan kualitas layanan. Bahkan Roos dan Eeden (2012:54-63) mengutip hasil penelitian empirik yang dilakukan oleh Coster (1992); Johnson and McIntye (1998); serta Odom et al, (1990); yang menyatakan adanya hubungan yang pararel antara komitmen organisasional, kualitas pelayanan, dan budaya organisasi. Selain itu, Qaisar, Rehman, dan Suffyan (2012:249) menyatakan bahwa hasil penelitian empirik yang 329
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
dilakukan oleh para ahli, misalnya Bashaw dan Grant (1994); Kalleberg dan Marden (1995); Benkhoff, (1997); Suliman dan Lles (2000); serta Meyer et al. (2002) menyatakan adanya hubungan yang positif antara komitmen organisasional dengan kualitas pelayanan pegawai. Berdasarkan hasil tinjauan pustaka dan analisis yang telah dilakukan, selanjutnya disajikan model kausalitas penelitian. Budaya Organisasi Susanto (2004:4) Kualitas Layanan
McShane dan Von Glinow (2008:460)
Komitmen Organisasi
Dessler (2003:17)
Gambar 1 Model Kausalitas Variabel Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, hasil tinjauan pustaka, dan model kausalitas variabel penelitian, selanjutnya disajikan hipotesis penelitian yang disajikan berikut ini: Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan pegawai. Komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan pegawai. Budaya organisasi dan komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan pegawai.
330
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
METODE PENELITIAN Berdasarkan jenisnya, maka penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dan verifikatif. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai customer services hotel berbintang empat di Kota Bandung. Berdasarkan hasil perhitungan sampel dengan menggunakan rumus Slovin, diperoleh unit analisis sebesar 170 pegawai customer services
hotel
berbintang
empat
yang
didistribusikan
secara
proporsional
menggunakan ukuran proporsional strata populasi. Penelitian ini menggunakan dua jenis analisis, yaitu: (1) analisis deskriptif, khususnya bagi variabel yang bersifat kualitatif dan (2) analisis verifikatif berupa pengujian hipotesis dengan menggunakan uji statistik bagi data yang bersifat kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat faktor penyebab sedangkan analisis verifikatif menitikberatkan pada pengungkapan perilaku variabel yang diteliti. Penelitian ini terdiri dari jaringan variabel yang mempunyai keterkaitan satu sama lainnya. Untuk dapat menganalisis secara lebih mendalam, maka perlu dideteksi hubungan antara variabel yang diteliti. Teknik analisis data dan pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini ialah menggunakan analisis jalur (path analysis) atau disebut juga the causal models for directly observed variables (Joreskog dan Sorbom, 1996) dengan bantuan program komputer SPSS versi 20.00. Model analisis jalur seperti dungkapkan oleh Bohrnstedt (Kusnendi, 2008:3) digunakan untuk menganalisis pola hubungan antar variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel penyebab (variabel eksogen) terhadap satu set variabel akibat (variabel endogen). Analisis jalur ialah suatu teknik untuk menganalisis hubungan sebab akibat yang terjadi pada regresi berganda jika variabel bebasnya mempengaruhi variabel tergantung tidak hanya secara langsung, tetapi juga secara tidak langsung. Dalam penggunaan analisis jalur (path analysis), menurut Solimun (2004:49) ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi, antara lain: a) Hubungan antar variabel dalam model analisis jalur adalah linear dan aditif; b) Hanya model rekursif (sistem aliran kausal ke satu arah) yang dapat dipertimbangkan sedangkan pada model yang mengandung
kausal
resiprokal
(sistem
aliran
kausal
timbal
balik)
tidak
dipertimbangkan; c) Variabel endogen dan eksogen minimal dalam ukuran skala 331
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
ukur interval; d) Observed variable diukur tanpa kesalahan (instrumen pengukuran valid dan reliabel); e) Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar berdasarkan teori-teori dan konsep yang relevan. Teknik statistik analisis jalur mensyaratkan sekurang-kurangnya data yang berskala interval. Oleh karena itu, data variabel penelitian yang berskala ordinal ditransformasikan ke dalam skala interval dengan menggunakan MSI (methods of successive intervals) seperti yang diungkapkan oleh Hays (1969:39), dengan langkah kerja sebagai berikut: a) memperhatikan setiap item pertanyaan atau pernyataan; b) menghitung setiap frekuensi jawaban; c) menentukan proporsi membagi frekuensi dengan jumlah responden; d) menghitung proporsi kumulatif dengan jumlah responden; e) menghitung nilai Z untuk setiap proporsi kumulatif yang diperoleh dengan menggunakan tabel normal; dan f) menentukan nilai skala untuk setiap nilai Z; dan g) Langkah terakhir ialah menghitung nilai skala setiap kategori jawaban dengan rumus: Nilai skala = SV + | SVminimal| + 1
HASIL PENELITIAN Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan tes kolmogorov smirnov dengan bantuan program komputer SPSS versi 20.00. Berdasarkan hasil pengujian normalitas data, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi memiliki data yang bersifat normal; komitmen organisasional memiliki data yang bersifat normal; dan kualitas layanan pegawai memiliki data yang bersifat normal. Selain uji normalitas data, dilakukan juga uji linearitas data. Uji linieritas dilakukan dilakukan dengan mencari persamaan garis regresi variabel bebas budaya organisasi dan komitmen organisasional terhadap variabel terikat kualitas pelayanan pegawai. Hasil pengujian linearitas data menunjukkan bahwa: budaya organisasi dan komitmen organisasional memiliki hubungan yang linear; budaya organisasi dan kualitas pelayanan pegawai memiliki hubungan yang linear; serta komitmen organisasional dan kualitas pelayanan pegawai memiliki hubungan yang linear. Berdasarkan tabel klasifikasi koefisien korelasi variabel penelitian, dapat diketahui bahwa budaya organisasi memiliki hubungan yang kuat dengan komitmen 332
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
organisasional; budaya organisasi memiliki hubungan yang kuat dengan kualitas pelayanan pegawai; dan komitmen organisasional memiliki hubungan yang kuat dengan kualitas pelayanan pegawai. Hipotesis ketiga merupakan hipotesis yang menguji pengaruh secara simultan, berbunyi: Budaya organisasi dan komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan pegawai. Hipotesis tersebut disajikan dalam struktur Y = ρyx1 X1 + ρyx2 X2 + ρyε. 0,265 ε1
X1 0,258 0,852
Y
0,735
0,627 X2
Gambar 2 Struktur Kausal Pengaruh Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasional terhadap Komitmen Organisasional Sumber : Hasil Pengolahan Data Tahun 2013 Berdasarkan tabel 1 diperoleh nilai F untuk model 1 sebesar 231,316 dengan nilai probabilitas (sig) = 0,000. Karena nilai sig < 0,05, maka budaya organisasi dan komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan pegawai. Tabel 1 Pengaruh Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasional terhadap Komitmen Organisasional secara Simultan ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Regression
8718.724
2
4359.362
231.316
.000a
Residual
3147.261
167
18.846
Total
11865.986
169
a. Predictors: (Constant), Iklim Organisasi, Budaya Organisasi b. Dependent Variable: Komitmen Organisasional Sumber : Hasil Pengolahan Data Tahun 2013 333
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Pengujian parsial dilakukan untuk menguji hipotesis pertama: Budaya organisasi berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
kualitas
pelayanan
pegawai.
Berdasarkan tabel coefficients diperoleh nilai t untuk model 1 budaya organisasi sebesar 3,395 dengan nilai probabilitas (sig) = 0,001. Karena nilai sig < 0,05, maka keputusannya adalah Ha diterima dan Ho ditolak, artinya budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan pegawai. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Susanto (2004:4) yang menyatakan bahwa: “Budaya organisasi adalah nilai-nilai yang menjadi pegangan sumber daya manusia dalam menjalankan kewajiban dan juga perilakunya dalam perusahaan”. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Wirawan (2007:10) yang menyatakan bahwa budaya organisasi sebagai norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat dan sebagainya (isi budaya organisasi) yang dikembangkan dalam waktu yang diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani para konsumen dan mencapai tujuan organisasi. Tabel 2 Pengaruh Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasional terhadap Komitmen Organisasional secara Parsial Correlations
Budaya Organisasi
Pearson Correlation
Budaya Organisasi
Iklim Organisasi
Komitmen Organisasional
1
.852**
.792**
.000
.000
Sig. (2-tailed) Iklim Organisasi
Komitmen Organisasional
N
170
170
170
Pearson Correlation
.852**
1
.846**
Sig. (2-tailed)
.000
N
170
170
170
Pearson Correlation
.792**
.846**
1
Sig. (2-tailed)
.000
.000
N
170
170
.000
170
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Pengujian parsial juga dilakukan untuk menguji hipotesis ketiga: Komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan pegawai. Berdasarkan tabel coefficients diperoleh nilai t untuk model 2 komitmen organisasional
sebesar
8,238
dengan
nilai
probabilitas
(sig)
=
0,000. 334
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Karena nilai sig < 0,05, maka keputusannya adalah Ha diterima dan Ho ditolak, artinya komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan pegawai. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Dessler (2003:17) yang menyatakan bahwa komitmen organisasional merupakan suatu identifikasi karyawan dengan sebuah persetujuan untuk mencapai misi unit atau misi organisasi. Dalam hal ini, maka misi unit dan misi organsiasi dalam bentuk layanan bisa terwujud dengan adanya komitmen organisasional yang memadai dari para pegawainya. Pandangan tersebut diperkuat oleh pendapat Ivacevich, Konopaske, dan Matteson (2008:184) yang menyatakan bahwa komitmen organisasional adalah suatu rasa identifikasi, keterlibatan, dan kesetiaan yang diekspresikan oleh karyawan kepada perusahaannya.
Temuan Penelitian Berdasarkan
hasil
pengujian
pengaruh
budaya
organisasi
dan
komitmen
organisasional terhadap kualitas pelayanan pegawai, baik secara simultan maupun parsial, diperoleh temuan: ρyx1 = Beta = 0,258 ( t = 3,395 dan probabilitas {sign} = 0,001 ) ρyx2 = Beta = 0,627 ( t = 8,238 dan probabilitas {sign} = 0,000 ) Nilai koefisien jalur pengaruh budaya organisasi terhadap kualitas pelayanan pegawai sebesar 0,258 dan pengaruh komitmen organisasional terhadap kualitas pelayanan pegawai sebesar 0,627. Selanjutnya Tabel 3 berikut ini menyajikan koefisien determinan budaya organisasi dan komitmen organisasional terhadap Kualitas Pelayanan Pegawai. Tabel 3 Koefisien Determinan Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasional terhadap Kualitas Pelayanan Pegawai Model Summary Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1
.857a
.735
.732
4.34118
a. Predictors: (Constant), Komitmen Organisasional, Budaya Organisasi Sumber : Hasil Pengolahan Data Tahun 2013
335
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa kontribusi koefisien determinan atau kontribusi budaya organisasi dan komitmen organisasional terhadap kualitas pelayanan pegawai (Rsquare = R2 YX1, X2) adalah sebesar 0,735 dan besaran koefisien residu ialah sebesar: PYε1 =
1 – 0,735 = 0,265
Berdasarkan perhitungan tersebut maka koefisien residu dalam penelitian ini adalah sebesar 0,265. Dengan demikian, maka pengaruh budaya organisasi dan komitmen organisasional terhadap kualitas pelayanan pegawai adalah sebesar 73,5% dan besaran koefisien residu ialah sebesar 26,5%. Dengan demikian, maka diperoleh persamaan struktur sebagai berikut: Y = ρyx1 X1 + ρyx2 X2 + ρyε1 dan R2Yx1x2 0,258 X1 + 0,627 X2 + 0,265 ε1 dan R2Yx1x2 = 0,735 Hasil pengujian koefisien jalur budaya organisasi dan komitmen organisasional terhadap kualitas pelayanan pegawai, serta pengaruh langsung maupun tidak langsungnya, disajikan pada tabel 4. Tabel 4 Hasil Pengujian Koefisien Jalur, Pengaruh Langsung, dan Tidak Langsung dari Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasional terhadap Kualitas Pelayanan Pegawai
Variabel Budaya Organisasi Komitmen Organisasional R2
Pengaruh Langsung terhadap Kualitas Pelayanan Pegawai (%) 6,66
Pengaruh Tidak Langsung Melalui: Komitmen Budaya Organisasional Organisasi (%) (%) 13,78
39,31
13,78
-
R2YX1,YX2 20,44 53,09 73,53
Sumber : Hasil Pengolahan Data Tahun 2013 Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka pengaruh budaya organisasi dan komitmen organisasional secara simultan terhadap kualitas pelayanan pegawai ialah sebesar 73,53% dan sisanya sebesar 26,47% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, misalnya rekrutmen pegawai. Berdasarkan tabel kriteria penafsiran tinggi rendahnya pengaruh variabel, maka pengaruh budaya organisasi 336
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
dan komitmen organisasional terhadap kualitas pelayanan pegawai termasuk dalam kriteria pengaruh yang kuat. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil riset empiris yang telah dilakukan oleh Trias Prilyanti (2009) yang menyatakan bahwa budaya organisasi dan komitmen organisasional, baik secara simultan maupun parsial, berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan bagi pelanggan jasa perhotelan Garuda Plaza Medan; Hasil penelitian Lia Witasari (2009) yang menemukan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi, komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan; serta McShane dan Von Glinow (2008:460); Susanto (2004:4); dan Dessler (2003:17) menyatakan adanya hubungan antara budaya organisasi, komitmen organisasional, dan kualitas layanan pegawai. Lebih lanjut lagi budaya organisasi merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi komitmen organisasional dan kualitas layanan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan pegawai. Semakin kuat budaya organisasi, maka kualitas pelayanan pegawai hotel berbintang empat di Kota Bandung akan semakin meningkat. Komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan pegawai. Semakin tinggi komitmen organisasional, maka kualitas layanan pegawai hotel berbintang empat di Kota Bandung akan semakin meningkat. Budaya organisasi dan komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan pegawai. Semakin kuat budaya organisasi dan semakin tinggi komitmen organisasional, maka kualitas pelayanan pegawai hotel berbintang empat di Kota Bandung akan semakin meningkat.
337
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Saran Berdasarkan simpulan tersebut, dapat disajikan saran terkait dengan penelitian ini, yaitu: Berdasarkan tujuh indikator yang digunakan untuk mengukur budaya organisasi, kemantapan merupakan indikator yang paling rendah. Untuk itu terkait dengan kemantapan, maka hotel berbintang empat di Kota Bandung perlu untuk melaksanakan: a) Sosialiasi standar operasional prosedur (SOP) pekerjaan secara berkesinambungan kepada pegawai; dan b manajemen hotel perlu untuk membuat kebijakan terkait dengan pelaksanaan SOP yang melibatkan pihak manajemen dan partisipasi pegawai secara langsung, karena selama ini SOP disusun oleh manajemen tanpa melibatkan pegawai secara langsung. Berdasarkan
tiga
indikator
yang
digunakan
untuk
mengukur
komitmen
organisasional, komitmen nomatif merupakan indikator yang paling rendah. Untuk itu, terkait dengan komitmen normatif, maka hotel berintang empat di Kota Bandung perlu untuk mengoptimalkan: a) Penegakan tata tertib yang ada dan berlaku di hotel; b) Kegiatan pemanasan (briefing) pagi yang menekankan pentingnya ketaatan kepada pimpinan, karena selama ini kegiatan pemanasan (briefing) pagi belum dijalankan secara konsisten; c) Kegiatan pemanasan (briefing) pagi yang menekankan pentingnya pegawai untuk menepati kontrak kerja dirinya dengan hotel, karena selama ini pegawai jarang diingatkan; d) Mengingatkan pegawai tentang pentingnya menjaga citra dan wibawa hotel dengan memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan, karena selama ini pegawai belum mampu menjaga citra dan wibawa hotel dengan optimal. Berdasarkan lima indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas layanan, empati merupakan indikator yang paling rendah. Untuk itu, terkait dengan empati, maka hotel berbintang empat di Kota Bandung perlu untuk mengoptimalkan: a) Kemampuan pegawai untuk memahami kebutuhan pelanggan, misalnya melalui pelatihan tentang “Memahami Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan Hotel”, karena selama ini kemampuan pegawai untuk memahami kebutuhan pelanggan belum optimal; b) Kemampuan untuk memperhatikan pelanggan, misalnya melalui pelatihan “Customer Oriented for Customer”, karena selama ini kemampuan 338
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
pegawai untuk memperhatikan pelanggan belum optimal; dan b) Kemampuan pegawai untuk memberikan pelayanan yang mampu memenuhi dan memuaskan harapan dari pelanggan, misalnya melalui pelatihan “Pelayanan Prima untuk Tamu Hotel”, karena selama ini kemampuan pegawai untuk memberikan pelayanan belum optimal.
DAFTAR PUSTAKA A.B. Susanto. (2004). Menjadi Supercompany Melalui Budaya Organisasi yang Tangguh dan Futuristik. Jakarta: Pustaka Mizan. Asep Hermawan. (2006). Penelitian Bisnis Paradigma Kuantitatif. Jakarta: PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia. Barry Render. (2001). Prinsip-prinsip Manajemen Operasi. Jakarta: PT. Salemba Empat. Biyantu.(2007). Manajemen Pembelajaran (Studi tentang Pengaruh Kinerja Kepala Sekolah, Iklim Kerja Guru, Penghasilan Guru dan Teknologi, Pembelajaran terhadap Kinerja Guru dan Kualitas Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kota Pekanbaru). Bandung: UPI. Disertasi tidak diterbitkan. Colqiutt, LePine, dan Wesson. (2009). Organization Behavior Improving Performance and Commitment in the Workplace. New York: McGraw-Hill International. Cooper, Donald R dan Pamela S Schindler (2001). Business Research Methode. 7th. Boston: McGraw Hill International Edition. Davis, Keith dan John W. Newstrom. (2001). Perilaku dalam Organisasi. Jakarta: Erlangga. Dermawan Wibisono. (2005). Riset Bisnis: Panduan bagi Praktisi dan Akademisi. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Dessler, Gary. (2003). Human Resource Management. New Jersey: Prentice Hall. Fandy Tjiptono (2005). Pemasaran Jasa. Malang: Bayumedia Publishing. Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra. (2005). Service Quality & Satisfaction. Yogyakarta: Andi. Hadari Nawawi. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Bisnis yang Kompetitif. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Husein Umar. (2002). Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 339
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Ivancevich, Konopaske, dan Matteson. (2008). Organizational Behavior and Management. New York: McGraw-Hill International. Joreskog, K.G dan Dag Sorbom. (1996). Lisrel 8: User’s Reterence Quide. Chicago: Scientific Software International. Inc. Krajewski, L.J. (1999). Operations Management: Strategy Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.
and
Analysis.
Kusnendi. (2008). Model-Model Persamaan Struktural: Satu dan Multigroup Sampel dengan LISREL. Bandung: CV. Alfabeta. Kusnendi. (2008). Model-Model Persamaan Struktural: Satu dan Multigroup Sampel dengan LISREL. Bandung: CV. Alfabeta. Lia Witasari. (2009). Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasional terhadap Kualitas Pelayanan (Studi Empiris pada Novotel Semarang). Tesis UNDIP. Luthan, Fred. (2006). Perilaku Organisasi. Edisi 10. Yogyakarta: Penerbit Andi. Luthan, Fred. (2008). Organization Behavior, 11th edition. Boston: Mc. Graw Hill. McShane, Steven L., dan Mary Ann Von Glinow. (2008). Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill. Publikasi Badan Pusat Statistik dan P2DSJ Tahun 2012. Publikasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten dan Kota di Jawa Barat Tahun 2012. Publikasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung Tahun 2012 dan 2013. Publikasi Pusat Data dan Informasi Kemenparekraf dan Badan Pusat Statistik Tahun 2012. Qaisar, Rehman, dan Suffyan. (2012). Exploring Effects of Organizational Commitment on Employee Performance: Implications for Human Resources Strategy. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, March 2012, Vol.3, No.11, p.249. Rambat Lupiyoadi. (2007). Manajemen Jasa. Jakarta: Prenhalindo. Robbins, Stephen P., dan Timothy A Judge. (2007). Organizational Behavior. New Jersey: Pearson Education Inc. Roos dan Eeden. (2012). The Relations Between Employee Motivation, Job Satisfaction, and Corporate Culture. SA Journal of Industrial Psychology, 2012, Vol.34, No.1, p.54-63.
340
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Rutherford, Robert D dan Minja Kim Choe. (1993). Statistical Model For Causal Analysis. New York: John Wiley & Sons.Inc. Saifuddin Azwar. (2003). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Schein, Edgar. (2004). Organizational Culture and Leadership. San Fransisco: John Wiley & Son. Solimun. (2004). Pemodelan Statistika: Structural Equation Modeling Aplikasi AMOS. Malang: Universitas Brawijaya. Sopiah. (2008). Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Penerbita Andi. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Trias Prilyanti. (2009). Pengaruh Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasional terhadap Kualitas Layanan Karyawan di Hotel Garuda Plaza Medan. Tesis USU. Ulber Silalahi. (2006). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Universitas Parahyangan Press. Uma Sekaran (2006). Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta: Salemba 4. Wirawan. (2007). Budaya dan Iklim Organisasi. Jakarta: Salemba Empat. Yulk, Gary. (2006). Leadership in Organization. New Jersey: Prentice Hall.
341
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
PENGARUH CAUSE-RELATED MARKETING DAN PROMOSI PENJUALAN TRADISIONAL PADA NIAT KONSUMEN UNTUK LOYAL TERHADAP MEREK YANG DIMODERASI OLEH KETERLIBATAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK Dwi Asri Siti Ambarwati4
INTISARI Cause Related Marketing (CRM) adalah salah satu bagian dari tanggung jawab perusahaan yang berhubungan langsung dengan penjualan, yaitu sebuah perusahaan yang bermitra dengan sebuah organisasi nirlaba, menciptakan hubungan saling menguntungkan yang dirancang untuk meningkatkan penjualan produk tertentu dan untuk mendapatkan dukungan keuangan untuk amal. CRM dihipotesiskan akan memiliki pengaruh pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek. Niat konsumen untuk loyal terhadap merek dalam hal ini memiliki empat tahapan yaitu: loyalitas kognitif, loyalitas afektif, loyalitas konatif dan loyalitas perilaku. Pada penelitian ini kampanye CRM akan dibandingkan pengaruhnya pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek dengan promosi penjualan tradisional yang berupa promosi undian berhadiah. Hal ini disebabkan promosi penjualan tradisional dalam konteks Indonesia masih lebih popular dibandingkan dengan kampanye CRM itu sendiri. Pengaruh CRM dan promosi penjualan tradisional pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek akan dimoderasi oleh keterlibatan konsumen terhadap produk, hal ini penting karena jenis produk yang dipasarkan sangat menentukan persepsi konsumen dalam mengapresiasikan suatu strategi pemasaran perusahaan. Keterlibatan konsumen terhadap produk ada yang rendah (low involvement) dan tinggi (high involvement), keterlibatan tersebut rendah bila konsumen memiliki sedikit pertimbangan dalam membeli produk tersebut dan keterlibatan akan tinggi bila konsumen memiliki banyak pertimbangan ketika akan membeli suatu produk. Desain penelitian pada penelitian ini menggunakan desain eksperimen. Variabel yang dimanipulasi dalam eksperimen ini adalah kampanye CRM dan promosi penjualan tradisional pada dua produk dengan keterlibatan tinggi (tas laptop mahal dan berkualitas) dan keterlibatan rendah (tas laptop murah dan kualitas seadanya), menggunakan partisipan mahasiswa S1 di Universitas Lampung. Pengujian hipotesis menggunakan alat analisis one way ANOVA dan two way ANOVA. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kampanye CRM strategik dan promosi penjualan tradisional memiliki pengaruh pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek. Pengujian menggunakan one way ANOVA menunjukkan bahwa pengaruh kampanye CRM strategik pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek lebih besar dibandingkan dengan pengaruh dari promosi penjualan tradisional. 4
Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung 342
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Pengujian menggunakan two way ANOVA untuk menguji adanya pengaruh moderasi dari jenis produk dengan keterlibatan tinggi dan keterlibatan rendah menunjukkan bahwa keterlibatan konsumen terhadap produk memoderasi pengaruh dari kampanye CRM strategik dan promosi penjualan tradisional pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek. Kata kunci: Cause-related marketing (CRM), loyalitas, promosi penjualan, produk dengan keterlibatan rendah, produk dengan keterlibatan tinggi PENDAHULUAN Strategi pemasaran selalu mengalami perubahan dan perkembangan, dan salah satu hal yang sedang berkembang saat ini adalah Corporate Social responsibility (CSR) yang juga biasa disebut tanggung jawab sosial perusahaan sebagai strategi untuk mendukung tercapainya tujuan perusahaan (Kotler dan Lee, 2005:9). Perusahaan yang menerapkan CSR ke dalam strategi perusahaan memungkinan perusahaan mendapat keuntungan yang bersaing dan tidak hanya menguntungkan para pemegang saham tetapi juga bermanfaat bagi publik dan masyarakat sekitar (Galbreath, 2009). Menurut Daniri (2008), CSR yang melekat dengan strategi bisnis perusahaan meningkatkan daya saing melalui reputasi dan kesetiaan merek (loyalitas) atau citra perusahaan. Aktivitas CSR yang berhubungan langsung dengan pemasaran adalah strategi Cause-Related Marketing (CRM) yang menggabungkan inisiatif kepedulian sosial perusahaan dengan aktivitas pemasaran. CRM adalah strategi pemasaran yang berkolaborasi dengan kegiatan sosial yang dilakukan oleh perusahaan, karena berhubungan langsung dengan penjualan maka CRM akan memiliki pengaruh langsung terhadap perilaku konsumen (Sen dan Bhattacharya, 2001) yang berarti akan mengubah respon konsumen atas suatu merek produk yang melakukan strategi CRM. Respon konsumen itu dapat berupa persepsi, perasaan, dan keputusan pembelian oleh konsumen terhadap suatu merek produk. Persepsi konsumen yang baik terhadap produk, perasaan konsumen yang positif terhadap produk, dan perilaku konsumen dengan melakukan pembelian produk secara berkelanjutan merupakan penggambaran dari loyalitas merek yang sesungguhnya (true brand loyalty) (Amine, 1998). 343
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
CRM yang dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama akan meningkatkan loyalitas merek terhadap merek produk yang melakukan strategi CRM (Till dan Nowak, 2000) begitu pula kesesuaian antara bisnis inti dari perusahaan dan isu sosial yang bergabung dalam kegiatan kampanye CRM (Pracejus dan Olsen, 2004) dapat meningkatkan keefektifan dari kampanye CRM yang diselenggarakan. Hal tersebut tentu akan menguntungkan bagi perusahaan
untuk kelangsungan
perusahaan itu sendiri dan keuntungan perusahaan secara finansial. Loyalitas merek yang tercipta dapat mengakibatkan perusahaan melakukan harga premium terhadap produk tanpa membuat konsumen meninggalkan merek produk tersebut, selain itu perusahaan dapat mengambil keuntungan bila terdapat promosi dari mulut ke mulut yang positif yang dilakukan oleh para konsumen yang loyal. Penulis dalam hal ini memasukkan moderasi dari keterlibatan konsumen terhadap produk (product involvement) dalam pengaruh CRM pada niat untuk loyal terhadap merek disebabkan karena jenis produk yang digabungkan dengan isu sosial pada kampanye CRM sangat penting dalam menentukan kesuksesan kampanye CRM tersebut. Keterlibatan konsumen terhadap produk ada yang rendah (low involvement) dan tinggi (high involvement), keterlibatan tersebut rendah bila konsumen memiliki sedikit pertimbangan dalam membeli produk tersebut dan keterlibatan akan tinggi bila konsumen memiliki banyak pertimbangan ketika akan membeli suatu produk. Kegiatan CRM di Indonesia pernah dilakukan oleh Unilever terkait dengan merek produk sabun Lifebuoy yang bekerja sama dalam kegiatan perbaikan sanitasi sekolah, dan Dove Hair Therapy dengan program ‘Dove Sisterhood’nya, perusahaan Danone dengan produk air minum dalam kemasan merek Aqua dengan program 1 liter untuk 10 liter. Penulis berpendapat bahwa kegiatan CRM di Indonesia masih belum banyak dilakukan, perusahaan-perusahaan di Indonesia lebih cenderung melakukan kewajiban CSRnya secara umum dan melakukan promosi penjualan secara tradisional seperti diskon (potongan harga) dan kupon undian berhadiah. Promosi penjualan
seperti undian
berhadiah akan penulis istilahkan sebagai
promosi penjualan tradisional karena merupakan promosi penjualan yang dilakukan perusahaan jauh lebih dulu dibandingkan dengan kampanye CRM, dan ternyata sampai saat ini masih lebih banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan dalam 344
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
meningkatkan penjualannya. Oleh sebab itu penulis ingin meneliti tentang pengaruh kegiatan CRM dan membandingkannya dengan pengaruh promosi penjualan tradisional.
TINJAUAN PUSTAKA, DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Niat Konsumen untuk Loyal terhadap Merek Pengertian loyalitas merek adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek (Rangkuti, 2008:60). Penelitian dalam tesis ini menggunakan desain eksperimen. Desain penelitian eksperimen adalah sebuah tehnik yang mencoba untuk menemukan hubungan sebab dan akibat (Christensen, 1988:61). Desain ini mengontrol banyak aspek yang dapat mempengaruhi hubungan sebab akibat tersebut, sehingga penulis melakukan manipulasi pada partisipan menggunakan produk yang baru dan fiktif sehingga tidak menimbulkan confounding effect. Hal ini berarti partisipan tidak memiliki pengalaman yang sesungguhnya dalam pembelian produk, untuk itu penulis menyebut loyalitas merek sebagai niat konsumen untuk loyal terhadap merek. Loyalitas memiliki tahap-tahap sebagai berikut: 1.
Loyalitas kognitif (keyakinan) yaitu informasi merek yang dipegang oleh konsumen (yaitu, keyakinan konsumen) harus menunjuk pada merek yang dianggap superior dalam persaingan.
2.
Loyalitas sikap (afektif) artinya tingkat kesukaan konsumen harus lebih tinggi daripada merek saingan, sehingga ada preferensi afektif yang jelas pada merek.
3.
Loyalitas niat (konatif) konsumen terhadap merek, artinya konsumen harus memiliki niat untuk membeli merek tersebut bukannya merek lain, ketika keputusan beli dilakukan.
4.
Loyalitas tindakan (behavioral), perilaku konsumen telah melakukan pembelian.
345
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Cause Related Marketing (CRM) Dalam kampanye CRM,
sebuah perusahaan berkomitmen
untuk membuat
kontribusi atau menyumbangkan persentase dari pendapatan untuk alasan tertentu berdasarkan penjualan produk (Kotler dan Lee, 2005:81). Kampanye CRM bertujuan untuk : 1) untuk mendukung isu sosial dan 2) untuk meningkatkan kinerja pemasaran (Varadarajan dan Menon, 1988). CRM yang berlangsung lama (berkelanjutan) dan dapat menimbulkan niat konsumen untuk loyal terhadap merek adalah jenis dari CRM strategik, yang selain berdurasi lama juga memberi investasi dalam jumlah yang besar untuk isu sosial, memiliki harmonisasi antara bisnis dan isu sosial serta keterlibatan manajemen senior yang tinggi, sehingga hipotesis yang dibuat oleh penulis adalah: Hipotesis 1: CRM strategik berpengaruh pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek. Promosi Penjualan Tradisional Promosi penjualan sebagai unsur utama dalam kampanye pemasaran, adalah berbagai kumpulan alat-alat insentif yang sebagian besar berjangka pendek, yang dirancang untuk merangsang pembelian produk atau jasa tertentu dengan lebih cepat dan lebih besar oleh konsumen atau pedagang. Promosi penjualan menawarkan insentif untuk membeli (Kotler, Keller, 2009:554). Saat ini ada promosi
penjualan
yang berkaitan dengan CSR perusahaan yang
merupakan bentuk promosi penjualan yang baru yaitu CRM, yang mana bentuk promosi penjualan ini tidak hanya mementingkan keuntungan perusahaan semata tetapi juga mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Munculnya CRM ini mengakibatkan penulis menyebut promosi penjualan yang terdahulu, yang tidak memikirkan kesejahteraan masyarakat sekitar sebagai promosi penjualan tradisional (Henderson dan Arora, 2010). Bravo, Mugica dan Sanz (2009) mengemukakan bahwa promosi penjualan yang dilakukan secara berkelanjutan juga dapat meningkatkan niat konsumen untuk loyal terhadap merek tersebut. Hal ini disebabkan promosi yang sama bila dilakukan 346
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
terus-menerus akan melekat dalam benak konsumen sehingga terjadi awareness pada konsumen bahwa produk tersebut tersebut identik dengan promosi penjualan tertentu. Hipotesis 2:
Promosi penjualan tradisional berpengaruh pada niat konsumen
untuk loyal terhadap merek. Promosi penjualan tradisional dan kampanye CRM memiliki tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan penjualan produk suatu perusahaan, namun banyak yang berpendapat bahwa promosi penjualan tradisional tidak dapat mengubah konsumen menjadi loyal (Kotler dan Keller, 2009:555), tetapi kampanye CRM yang berkelanjutan dapat lebih mengena di hati konsumen serta meningkatkan citra konsumen terhadap merek, apalagi untuk konsumen yang memiliki keterkaitan terhadap isu sosial yang tergabung dalam kampanye CRM sehingga akan lebih meningkatkan niat konsumen untuk loyal terhadap merek produk tersebut, sehingga penulis dalam hal ini merumuskan hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 3: CRM stategik menciptakan niat konsumen untuk loyal terhadap merek yang lebih tinggi dibandingkan oleh promosi penjualan tradisional.
Product Involvement (keterlibatan konsumen terhadap produk) Hipotesis sebelumnya menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan upaya CRM mungkin berdampak pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek, namun ada kemungkinan efek utama tersebut dimoderatori oleh keterlibatan konsumen. De Wulf
et
al.
(2001)
mendefinisikan
kategori
keterlibatan produk
(product
involvement) sebagai persepsi abadi konsumen tentang pentingnya kategori produk berdasarkan kebutuhan konsumen, nilai, dan ketertarikan. Traylor (1981) menemukan hubungan positif antara keterlibatan dan loyalitas merek. Demikian pula, Amine (1998) berpendapat keterlibatan sebagai sumber tidak langsung loyalitas merek (Amine, 1998), yang dapat ditafsirkan sebagai moderator hubungan antara suatu pendahuluan dan loyalitas merek. Peran moderator dari keterlibatan konsumen telah divalidasi secara empiris dalam studi oleh De Wulf et al. (2001). Keterlibatan konsumen terhadap produk terbagi menjadi dua, yaitu 347
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
keterlibatan tinggi dan keterlibatan rendah, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 4a: Keterlibatan konsumen terhadap produk yang tinggi memoderasi pengaruh kampanye CRM strategik pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek. Hipotesis 4b: Keterlibatan konsumen terhadap produk yang rendah memoderasi pengaruh kampanye CRM strategik pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek. Penulis dalam tesis ini juga membandingkan pengaruh kampanye CRM strategik yang dilakukan satu perusahaan dengan pengaruh promosi penjualan tradisional yang dilakukan perusahaan tersebut, apakah kampanye CRM strategik lebih berpengaruh pada loyalitas merek dibandingkan promosi penjualan tradisional. Oleh karena niat konsumen untuk loyal terhadap merek juga dipengaruhi secara tidak langsung atau dimoderasi oleh keterlibatan konsumen terhadap produk maka, hipotesis selanjutnya yang dirumuskan penulis adalah: Hipotesis 5a: Keterlibatan konsumen terhadap produk yang tinggi memoderasi pengaruh promosi penjualan tradisional pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek. Hipotesis 5b: Keterlibatan konsumen terhadap produk yang rendah memoderasi pengaruh promosi penjualan tradisional pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek.
METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan ialah eksperimen laboratorium. Menurut Sekaran dan Bougie (2010:228). Selain itu, peneliti turut melengkapi pelaksanaan eksperimen laboratorium dengan between-subject design. Between-subject design merupakan desain eksperimen yang menggunakan partisipan yang berbeda untuk setiap kondisi
348
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
eksperimen yang ada. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya testing effect pada partisipan.
Prosedur Eksperimen Penelitian ini dilakukan dengan memberikan treatment
(perlakuan) kepada
partisipan berupa stimulus pemasaran, yaitu kampanye CRM strategik dan promosi penjualan tradisional undian berhadiah serta penjelasan dari peneliti
tentang
kampanye dan promosi yang dilakukan perusahaan. Eksperimen yang dilakukan menggunakan desain faktorial 2x2 dan variabel yang menjadi variabel perlakuan adalah kampanye CRM strategik dan promosi penjualan tradisional serta jenis produk (keterlibatan tinggi dan keterlibatan rendah). Treatment level (tingkat perlakuan) pada penelitian ini terdiri atas format kampanye CRM dengan produk keterlibatan tinggi, kampanye CRM dengan produk keterlibatan rendah, promosi undian berhadiah dengan produk keterlibatan tinggi, dan promosi undian berhadiah dengan keterlibatan produk yang rendah.
Pengembangan Treatment Pengembangan
treatment
(perlakuan) dalam penelitian ini dilakukan dengan
mempertimbangkan kategori produk dan jenis kampanye CRM dan promosi penjualan tradisional yang dihubungkan dengan produk tersebut. Produk yang dikampanyekan atau dipromosikan merupakan produk tas laptop dengan harga yang mahal, desain yang bagus dan kualitas yang tinggi sebagai produk keterlibatan tinggi dan produk tas laptop dengan harga murah, desain sederhana dan kualitas yang standar (kurang bagus) sebagai produk keterlibatan rendah.
Pretest Pretest merupakan tes awal yang diberikan kepada subyek guna mengukur variabel terikat sebelum memberinya suatu perlakuan (Sekaran dan Bougie, 2010:243). Pretest dalam penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan menentukan produk keterlibatan tinggi dan produk keterlibatan rendah bagi mahasiswa S1. 349
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam pretest
ini adalah kuesioner.
Ukuran sampel yang digunakan dalam pelaksanaan pretest adalah sebanyak 25 responden yang merupakan mahasiswa S1 dari Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Lampung. Pada kuesioner, setiap responden diberikan gambar mengenai produk, spesifikasi produk dan merek produk akan diiklankan. Dari kedua gambar produk yang ditampilkan, partisipan diminta untuk mengurutkan (memberi peringkat) dari angka 1 sampai 5 sebagai refleksi dari pendapat dan preferensi mereka akan keterlibatan mereka terhadap produk tersebut.
Cek Manipulasi Cek manipulasi dilakukan untuk mengetahui apakah perlakuan yang dilakukan tepat atau tidak dan apakah partisipan mampu membedakan tingkat perlakuan yang dikenakan pada diri mereka.
Validitas Eksperimen Pada penelitian ini, validitas internal dihasilkan dengan mengontrol exogenous variables melalui pelaksanaan random assignment. Sedangkan untuk memperoleh validitas eksternal, penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium
dengan
between-subject design sehingga tidak terdapat testing effect dari partisipan.
Kontrol (Prosedur random assignment) Dalam penelitian dengan desain eksperimen diperlukan adanya suatu kontrol terhadap variabel-variabel yang memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi hubungan kausal antara variabel independen dan variabel dependen yang biasa disebut dengan confounding variables. Salah satu cara yang dilakukan guna mengontrol variabel-variabel tersebut ialah dengan melakukan random assignment (Neuman, 2006:249). Tujuan dari pelaksanaan random assignment adalah guna menghomogenkan partisipan yang digunakan dalam penelitian ini.
350
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Prosedur Penetapan Subyek Eksperimen Prosedur untuk penyampelan acak partisipan eksperimen secara prinsip sama dengan pemilihan responden pada survei. Dengan menggunakan between-subject design, partisipan dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam empat kelompok melalui pelaksanaan random assignment; jumlah kelompok yang ada disesuaikan dengan desain faktorial dari eksperimen ini (2x2). Partisipan yang digunakan adalah mahasiswa S1 Universitas Lampung sebanyak 100 partisipan.
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah niat konsumen untuk loyal sebagai variabel terikat (Y), sedangkan CRM strategik (X1), promosi penjualan tradisional (X2), dengan tambahan keterlibatan konsumen terhadap produk (X3) muncul sebagai variabel pemoderasi.
Niat konsumen untuk loyal terhadap merek sebagai variabel terikat Skala niat konsumen untuk loyal terhadap merek diambil dari Quester and Lim (2003) yang membagi loyalitas sikap merek ke dalam tiga komponen yang diadaptasi untuk mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Komponen kognitif: a. Kerelaan konsumen ketika membeli produk “X” dibandingkan merek lain. b. Pemikiran konsumen tentang merek produk “X” dibandingkan merek lain. c. Pertimbangan konsumen tentang produk “X.” d. Perhatian konsumen untuk membeli produk “X” dibandingkan merek lain. 2. Komponen afektif : a. Perasaan suka atau tidak konsumen terhadap merek produk “X.” b. Perasaan konsumen jika produk “X” tidak tersedia. c. Perasaan gembira konsumen dengan produk “X” dibandingkan dengan merek lain. d. Perasaan sangat suka pada produk “X” sehingga akan terus membeli produk tersebut. e. Perasaan yang baik tentang produk “X.” 351
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
f. Perasaan terikat dengan produk “X.” g. Perasaan tertarik dengan produk “X” dibandingkan dengan merek lain. 3. Komponen konatif dan perilaku: a. Niat konsumen untuk membeli produk “X.” b. Niat konsumen untuk membeli merek produk “X” walaupun produk lain sedang diobral. c. Niat konsumen untuk membeli produk “X secara terus-menerus. d. Keputusan konsumen untuk menggunakan produk “X.” e. Niat konsumen untuk tidak membeli produk merek lain bila produk “X” tidak tersedia.
Variabel bebas 1. CRM strategik adalah kampanye CRM yang dilakukan dalam jangka waktu yang lama, adanya kesesuaian antara inti bisnis perusahaan dengan isu sosial yang digabungkan dan investasi yang besar yang dilakukan oleh perusahaan. Timbangan untuk mengukur CRM strategik diadaptasi dari pengukuran Van Den Brink et al. (2006) yaitu perusahaan sejalan dengan isunya, program termasuk dalam program jangka panjang, investasi sumber daya perusahaan tinggi, dan manajer senior terlibat dalam kampanye CRM. 2. Promosi penjualan dibandingkan dengan CRM strategik menggunakan cek manipulasi untuk memastikan bahwa treatment yang dilakukan sudah tepat. Pengukuran tersebut menggunakan pertanyaan 1) kampanye atau promosi tersebut merupakan pemasaran sosial dan 2) kampanye atau promosi tersebut bertujuan
untuk
meningkatkan
niat
konsumen
untuk
loyal
sekaligus
menyumbang untuk sebuah isu sosial
Variabel pemoderasi Keterlibatan konsumen diukur dengan lima aspek dari Kapferer dan Laurent (1985). Timbangan untuk mengukur keterlibatan produk konsumen adalah minat, kesenangan, tanda, pentingnya risiko dan probabilitas risiko. 352
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Uji validitas dilakukan guna mengetahui apakah sekumpulan soal pertanyaan mampu mengukur secara akurat konsep atau konstruk yang ingin diukur, bukan konsep atau konstruk lain (Sekaran dan Bougie, 2010:158). Validitas dari instrumen penelitian ini diuji berdasarkan validitas isi, validitas wajah, dan validitas konstruk. Validitas wajah dianggap sebagai dasar dan indeks yang sangat minimum dari validitas isi.
Validitas wajah menunjukkan bahwa
soal pertanyaan yang
dimaksudkan untuk mengukur sebuah konsep, dapat diliat keabsahannya hanya dengan
melihat
soal
pertanyaan tersebut
sebagaimana
seperti
melakukan
pengukuran aslinya. Beberapa peneliti tidak melihat adanya kesesuaian dari perlakuan validitas wajah sebagai komponen yang sah dari sebuah validitas isi (Sekaran dan Bougie, 2010:159). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan uji validitas isi dan validitas wajah melalui penilaian seorang yang dianggap mengerti dan ahli dibidang pemasaran, yaitu Prof. Dr. Basu Swastha Dharmmesta, MBA. Selanjutnya,
peneliti
melakukan
uji validitas konstruk. Validitas konstruk
dilakukan untuk menunjukkan seberapa baik hasil yang diperoleh dari penggunaan alat ukur sesuai dengan teori, yang mana pengukuran tersebut disusun dengan menggunakan validitas konvergen. Validitas konvergen menunjukkan bahwa nilainilai yang diperoleh dari butir-butir instrumen yang mengukur konsep yang sama akan memiliki korelasi yang tinggi (Sekaran dan Bougie, 2010:160). Metode yang digunakan adalah Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan bantuan software SPSS 15.0 for Windows. Dalam melakukan analisis faktor, Hair et al. (2010:117) menetapkan nilai loading factor sebesar 0,4 sebagai cutting point. Analisis faktor juga dilakukan untuk menilai variabel dan soal pertanyaan yang dianggap layak untuk dimasukkan dalam analisis selanjutnya. Hal ini dapat diketahui dari hasil analisis Kaiser_Meyer_Olkin (KMO) dan Bartlett’s Test of Sphericity (BTS), yaitu apabila nilai KMO = 0.5 (Hair et al., 2010:105) dan signifikansi dari BTS < 0.05 (Hair et al., 2010:105) , maka soal-soal pertanyaan yang ada dapat dianalisis lebih lanjut. Pengujian validitas konstruk untuk niat loyal dilakukan dua kali karena pada pengujian awal masih terdapat cross loading pada salah satu soal pengukuran, 353
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
setelah soal pengukuran tersebut dihilangkan maka dilakukan pengujian validitas yang kedua dan hasilnya menunjukkan bahwa seluruh soal pengukuran telah memiliki nilai faktor diatas 0,5 dan tidak terdapat cross loading. Hasil validitas akhir menunjukkan nilai KMO sebesar 0,891, nilai BTS dengan nilai chi-Square sebesar 848,137 dan signifikan pada 0,000. Reliabilitas suatu ukuran merupakan suatu indikasi stabilitas dan konsistensi dari suatu instrumen dalam mengukur konsep serta membantu mengukur “goodness” dari suatu ukuran (Sekaran dan Bougie, 2010:161). Uji reliabilitas untuk instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan Cronbach’s Alpha (a ) menggunakan software SPSS 15.0 for Windows. Nilai koefisien reliabilitas yang semakin mendekati 1,0 dianggap semakin baik. Hair et al. (2010:125) menyatakan bahwa sebuah soal pertanyaan dapat dipertahankan jika memiliki nilai a = 0.6. Hasil akhir dari pengujian reliabilitas niat loyal memiliki koefisien Cronbach’s Alpha sebesar 0,915 yang menunjukkan bahwa soal pengukuran yang ada reliabel.
Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah One Way
ANOVA dan Two Way ANOVA. ANOVA
(Analysis of Variance)
merupakan metode untuk menguji pengaruh dari satu atau lebih variabel independen (memiliki skala nonmetrik atau kategorikal) pada satu variabel dependen (memiliki skala metrik). One Way ANOVA digunakan ketika terjadi pengaruh dari satu variabel independen pada satu variabel dependen, sedangkan Two Way ANOVA digunakan ketika terjadi pengaruh dari dua variabel independen pada satu variabel dependen, dan metode ini mampu mengakomodasi terjadinya interaksi antara variabel independen. One Way ANOVA digunakan untuk menguji hipotesis 1, hipotesis 2 dan hipotesis 3 sedangkan Two Way ANOVA digunakan untuk menguji hipotesis 4 dan hipotesis 5.
354
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
TEMUAN DAN PEMBAHASAN Pretest Hasil tersebut dihitung dengan menggunakan paired sample T-test. Tas laptop merek “Emerald” memperoleh nilai rata-rata sebesar 3,46 dan tas laptop merek “Lappy” memperoleh nilai rata-rata sebesar 2,88. Perbedaan untuk kedua nilai ratarata
tersebut sebesar 0,568. Berdasarkan hasil ini, dapat diinterpretasikan bahwa
nilai rata-rata tas laptop merek “Emerald” lebih besar daripada tas laptop merek “Lappy” yang menunjukkan bahwa dari kedua produk tas laptop tersebut, tas laptop yang mahal dan berkualitas tinggi (Emerald) merupakan produk dengan keterlibatan tinggi, sedangkan tas laptop yang murah, bermodel sederhana dan berkualitas kurang baik (Lappy) sebagai produk dengan keterlibatan rendah. Selain itu, hasil paired sample T-test juga menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 dan lebih kecil dari nilai a =5% yang berarti terdapat perbedaan antara nilai rata-rata tas laptop merek “Emerald” dan tas laptop merek “Lappy.”
Cek Manipulasi Hasil cek manipulasi diperoleh hasil nilai rata-rata untuk kampanye CRM sebesar 3,83 dan nilai rata-rata untuk promosi penjualan tradisional sebesar 2,60. Perbedaan untuk kedua nilai rata-rata tersebut sebesar 1,23. Berdasarkan hasil ini, dapat diinterpretasikan bahwa nilai rata-rata untuk kampanye CRM lebih besar daripada promosi undian berhadiah. Selain itu, hasil paired sample T test juga menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang berarti terdapat perbedaan antara nilai rata-rata dari kampanye CRM dan promosi undian berhadiah.
Karakteristik Partisipan Berdasarkan hasil analisis descriptive dengan menggunakan software SPSS 15.0 for Windows, proporsi partisipan yang memiliki jenis kelamin laki-laki sebanyak 47 orang (47%), sedangkan proporsi partisipan yang memiliki jenis kelamin perempuan sebanyak 53 orang (53%).
355
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Hasil analisis descriptive dengan menggunakan software SPSS 15.0 for Windows, proporsi partisipan yang memiliki jumlah uang saku per bulan kurang dari atau sama dengan Rp 200.000,00 sebesar 12 orang (12%), jumlah uang saku Rp 200.001,00Rp 500.000,00 sebesar 53 orang (53%), jumlah uang saku Rp 500.001,00-Rp 1000.000,00 sebesar 25 orang (25%), jumlah uang saku Rp 1000.001,00-Rp 1500.000,00 sebesar 9 orang (9%), dan jumlah uang saku per bulan lebih besar atau sama dengan Rp 1500.000,00 sebesar 1 orang (1%).
Uji Homogenitas Data Hasil pengujian homogenitas untuk keempat kelompok partisipan untuk kategori jenis kampanye atau promosi berdasarkan karakteristik jenis kelamin partisipan menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,841, uji homogenitas untuk kategori keterlibatan konsumen terhadap produk
berdasarkan karakteristik jenis kelamin
partisipan menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,548, uji homogenitas untuk kategori kampanye atau promosi berdasarkan karakteristik jumlah uang saku per bulan partisipan menghasilkan nilai signifikan sebesar 0,841, sedangkan uji homogenitas untuk kategori keterlibatan konsumen terhadap produk berdasarkan karakteristik jumlah uang saku per bulan partisipan menghasilkan nilai signifikan sebesar 0,050. Terdapat tiga nilai signifikansi yang lebih besar dari a=5%, yang memberikan arti bahwa jenis kelamin tidak menjadi confounding variabel yang dapat mempengaruhi hubungan antara variabel independen (kampanye CRM dan promosi penjualan tradisional) dan variabel pemoderasi (product involvement)
dengan
variabel
dependen (niat untuk loyal). Sedangkan nilai dari uji homogenitas untuk kategori keterlibatan konsumen terhadap produk (product involvement) memiliki nilai signifikan yang sama dengan a=5% yang berarti jumlah uang saku dapat menjadi confounding variable yang dapat mempengaruhi hubungan antara variabel independen dan variabel pemoderasi dengan variabel dependen, sehingga jumlah uang saku per bulan partisipan akan dimasukkan ke dalam analisis. 356
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Pengujian Hipotesis Uji Homogeneity of Variance Hasil pengujian homogeneity of variance untuk variabel dependen niat loyal bahwa nilai Levene Test adalah 1,158 dengan nilai signifikansi sebesar 0,330, dikarenakan nilai signifikansi yang dihasilkan lebih besar dari a=5%, maka hal ini berarti tidak terdapat perbedaan variansi niat loyal untuk setiap kategori kampanye CRM atau promosi penjualan tradisional dan product involvement, sehingga uji ANOVA dengan menggunakan uji F bisa dilakukan (Ghozali, 2006:67).
Uji ANOVA Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan hasil uji One Way ANOVA yang dilakukan untuk menguji hipotesis 1, 2 dan 3. Tabel 1 Hasil Uji One Way ANOVA CRM Strategik Promosi Penjualan Tradisional
Mean 3,772
2,965
F
Sig.
56,605
0,000
Karena hasil pada Tabel 1 menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 (lebih kecil dari a =5%), maka niat konsumen untuk loyal terhadap merek dipengaruhi oleh kampanye CRM strategik. Sehingga dapat dibuktikan bahwa hipotesis 1 terdukung. Niat konsumen untuk loyal terhadap merek juga dipengaruhi oleh promosi penjualan tradisional. Sehingga dapat dibuktikan bahwa hipotesis 2 terdukung. Hal tersebut menunjukkan bahwa niat konsumen untuk loyal terhadap merek diciptakan oleh CRM strategik dan oleh promosi penjualan tradisional tetapi nilai rata-rata CRM strategik (3,772) lebih tinggi dari nilai rata-rata promosi penjualan tradisional kupon undian berhadiah (2,965). Sehingga dapat dibuktikan bahwa CRM strategik meningkatkan niat konsumen untuk loyal terhadap merek yang lebih tinggi dibandingkan oleh promosi penjualan tradisional dan mengakibatkan hipotesis 3 terdukung.
357
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Peran Pemoderasi Product Involvement Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan hasil uji Two Way ANOVA yang dilakukan untuk menguji hipotesis 4 dan 5. Tabel 2 Hasil Uji Two Way ANOVA Kampanye atau promosi Keterlibatan konsumen terhadap produk Kampanye atau promosi*keterlibatan konsumen terhadap produk
Mean Square
F
Sig.
16,279
67,745
0,000
0,056
0,234
0,630
0,5059
21,052
0,000
Tabel 2 menunjukkan bahwa jenis kampanye atau promosi yang dilakukan mempengaruhi niat konsumen untuk loyal terhadap merek, hal ini ditunjukkan dari nilai signifikan sebesar 0,000 (lebih kecil dari a=0,050), sedangkan variabel keterlibatan konsumen terhadap produk (product involvement) tidak memiliki pengaruh langsung pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek dilihat dari nilai signifikan yang lebih besar dari a =0,050 (0,630), tetapi bila jenis kampanye atau promosi diinteraksikan dengan product involvement maka nilai signifikan menjadi 0,000 yang berarti product involvement mempengaruhi secara tidak langsung pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek. Hal ini membuktikan bahwa variabel product involvement memoderasi pengaruh dari kampanye CRM dan promosi penjualan tradisional pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek yang mendukung hipotesis 4a, hipotesis 4b hipotesis 5a dan hipotesis 5b. Tabel
3
berikut
menjelaskan
bagaimana
perbedaan
nilai
rata-rata
yang
dihasilkan dari setiap tingkat perlakuan yang diberikan pada eksperimen. Tabel 3 Perbedaan Nilai Rata-rata Tiap Tingkat Perlakuan CRM-High Involvement Product Kupon-High Involvement Product CRM-Low Involvement Product Kupon-Low Involvement Product
Mean 3,5233 3,1662 4,0206 2,7638 358
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Tabel 4 berikut merupakan perbandingan nilai rata-rata dari setiap tingkat perlakuan yang dilakukan dalam eksperimen. Tabel 4 Hasil Bonferroni dan Tukey (I)treatment Tukey dan Bonferroni
Crm-high
Kupon-high
Crm-low
Kupon-low
(J)treatment Crm-high Crm-low Kupon-low Crm-high Crm-low Kupon-low Crm-high Kupon-high Kupon-low Crm-high Kupon-high Crm-low
Mean Difference (I-J)
Sig.
0,3571
0,055
-0,4972* 0,7596* -0,3571 -0,8544* 0,4024* 0,4972* 0,8544* 1,2568* -0,7596* -0,4024* -1,2568
0,003 0,000 0,055 0,000 0,023 0,003 0,000 0,000 0,000 0,023 0,000
Hasil dari Tabel 3 menunjukkan bahwa kombinasi kampanye CRM strategik dan produk dengan keterlibatan tinggi memiliki nilai rata-rata yang lebih kecil (3,5233) dibandingkan kombinasi kampanye CRM strategik dan produk dengan keterlibatan rendah (4,0206). Sedangkan kombinasi promosi penjualan tradisional dan produk dengan keterlibatan tinggi memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi (3,1662) dibandingkan kombinasi promosi penjualan tradisional dan produk dengan keterlibatan rendah (2,7638). Hasil dari Tabel 4
menunjukkan bahwa
perbedaan nilai rata-rata
pada
kombinasi perlakuan antara CRM strategik dan produk dengan keterlibatan tinggi dengan kombinasi perlakuan antara CRM strategik dan produk dengan keterlibatan rendah memiliki perbedaan sebesar yaitu 0,4972 yang nilai signifikannya 0,003 (lebih kecil dari a =5%) yang berarti antara kedua perlakuan tersebut terdapat perbedaan yang signifikan. Pada kombinasi perlakuan antara promosi penjualan tradisional dan produk dengan keterlibatan tinggi dengan kombinasi perlakuan promosi penjualan tradisional kupon undian berhadiah dan produk dengan keterlibatan rendah memiliki perbedaan sebesar yaitu 0,4024 yang nilai signifikannya 0,023 (lebih kecil 359
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
dari a =5%) yang berarti antara kedua perlakuan tersebut terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil dari perhitungan ANOVA menunjukkan nilai adjusted R Squared sebesar 0,465 berarti variabel kampanye CRM strategik, promosi penjualan tradisional, produk high involvement dan produk low involvement menjelaskan variabel niat konsumen untuk loyal terhadap merek sebesar 46,5%. Pada Tabel 4 juga terlihat bahwa perbedaan nilai rata-rata antara kampanye CRM strategik dengan high involvement product dan promosi penjualan tradisional dengan high involvement product tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan nilai yaitu 0,055 yang lebih besar dari a =0,050. Hal ini berarti tidak ada perbedaan berarti dari niat konsumen untuk loyal terhadap merek pada produk high involvement bila diberikan kampanye CRM strategik ataupun promosi penjualan tradisional, disebabkan konsumen akan lebih memperhatikan atribut produk itu sendiri dibandingkan kampanye atau promosi yang melekat pada merek produk tersebut. Penghitungan uji homogenitas partisipan yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa jumlah uang saku per bulan yang diperoleh partisipan ternyata tidak homogen dan hal ini mengakibatkan harus dimasukkannya variabel jumlah uang saku perbulan dalam analisis, karena dapat menjadi extraneous variable. Hasil dari perhitungan ANOVA menunjukkan bahwa jumlah uang saku per bulan tidak mempengaruhi niat konsumen untuk loyal terhadap merek karena memiliki nilai signifikan sebesar 0,220 yang lebih besar dari a=5%, begitu juga dengan hasil interaksi antara jenis kampanye atau promosi dengan jumlah uang saku perbulan yang lebih besar dari a=5% yaitu sebesar 0,842. Hal ini membuktikan bahwa jumlah uang saku tidak mempengaruhi niat konsumen untuk loyal terhadap merek secara langsung dan tidak langsung.
Pembahasan Pengujian hipotesis 1 memperoleh hasil bahwa niat konsumen untuk loyal terhadap merek dipengaruhi oleh CRM strategik. Hal ini mendukung penelitian dari Van Den Brink et al. (2006) dengan obyek celana panjang (high involvement product) dan 360
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
staples (low involvement product) yang membuktikan bahwa CRM strategik berpengaruh positif pada loyalitas konsumen. Konsumen akan memiliki respon yang baik pada kampanye yang bertujuan sosial karena merasa perusahaan yang melakukan kampanye CRM tersebut telah berbuat kebaikan (Webb dan Mohr, 1998) dan akan lebih mendukung kampanye CRM tersebut apabila isu sosial yang akan mendapat donasi memiliki keterkaitan tinggi dengan konsumen tersebut. Hasil pengujian hipotesis 2 bahwa niat konsumen untuk loyal terhadap merek dipengaruhi oleh promosi penjualan tradisional juga terbukti sesuai dengan penelitian Bravo et al. (2009) yang meneliti promosi penjualan yang dilakukan perusahaan majalah yang dilakukan dalam waktu yang lama pada peningkatan loyalitas. Promosi penjualan yang dilakukan perusahaan dalam jangka waktu lama akan melekat pada citra produk perusahaan tersebut, sehingga konsumen akan memiliki respon yang baik pada produk bila merasa bahwa dirinya akan memperoleh keuntungan dari insentif yang diberikan perusahaan bila membeli dan loyal pada produk tersebut dan semakin konsumen tersebut loyal semakin banyak insentif yang diperoleh oleh konsumen dan karena pada penelitian ini menggunakan undian berhadiah maka konsumen merasa kemungkinannya untuk memperoleh hadiah akan lebih besar bila dirinya loyal pada produk tersebut. Pengujian hipotesis 3 juga membuktikan bahwa niat konsumen untuk loyal terhadap merek akan lebih tinggi bila dipengaruhi oleh kampanye CRM strategik dibandingkan dengan promosi penjualan tradisional. Niat konsumen untuk loyal terhadap merek menghasilkan nilai rata-rata yang lebih tinggi bila dipengaruhi oleh kampanye CRM strategik dibandingkan bila dipengaruhi oleh promosi penjualan tradisional berupa kupon undian berhadiah. Hasil dari pengujian hipotesis ini mendukung beberapa hasil penelitian terdahulu. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Henderson dan Arora (2010) dengan obyek berupa produk sampo, sabun mandi dan body lotion (dengan merek imajiner). Hasil dari penelitian tersebut mengungkapkan bahwa konsumen memiliki respon yang lebih baik untuk sebuah produk yang dikaitkan dengan donasi pada isu sosial (CRM) tertentu dibandingkan dengan produk yang dipromosikan dengan potongan harga (promosi penjualan tradisional). Begitu pula dengan penelitian dari Strahilevitz dan Myers (1998) dengan 361
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
obyek permen
(frivolous luxuries) yang akan memiliki respon lebih baik bila
menggunakan promosi dengan menyumbang bagi suatu isu sosial dibandingkan dengan potongan harga. Hasil penelitian ini juga turut mengungkapkan bahwa saat ini konsumen sudah semakin cerdas dan mampu membedakan antara strategi pemasaran yang sosial dan strategi pemasaran yang tidak berhubungan dengan isu sosial serta semakin meningkatnya nilai–nilai sosial dan kepedulian sosial yang dimiliki oleh masyarakat saat ini (altruism). Kondisi ini menyebabkan adanya saran bagi pemasar untuk secara serius melakukan kampanye CRM pada produknya. Pada penelitian ini hipotesis 4 (hipotesis 4a dan hipotesis 4b) juga terdukung. Hasil pengujian hipotesis 4 menunjukkan hasil bahwa pengaruh kampanye CRM strategik pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek dimoderasi oleh keterlibatan konsumen terhadap produk. Pada Tabel 3, kampanye CRM strategik dengan produk dengan keterlibatan rendah memiliki nilai yang tertinggi. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Van Den Brink et al. (2006) menyatakan bahwa kampanye CRM strategik dengan produk
high
involvement memiliki nilai rata-rata yang lebih kecil dari kampanye CRM strategik dengan produk low involvement yang berarti loyalitas konsumen akan lebih efektif pada kampanye CRM strategik dengan low involvement product dibandingkan dengan high involvement product. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti setelah melakukan eksperimen diperoleh alasan mengapa kombinasi kampanye CRM strategik dengan produk dengan keterlibatan rendah memiliki nilai rata-rata yang tertinggi pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek. Konsumen yang pada awalnya tidak tertarik untuk loyal pada produk dengan keterlibatan rendah akan menjadi loyal setelah produk dengan keterlibatan rendah tersebut diberikan kampanye CRM strategik, hal ini disebabkan karena konsumen merasa senang dapat ikut terlibat memberikan donasi kepada isu sosial yang ditunjuk; yang dalam penelitian ini adalah beasiswa bagi anak-anak yatim dan tidak mampu, hanya dengan membeli produk keterlibatan rendah yang harganya murah. Perasaan senang melakukan donasi tersebut adalah yang biasa disebut dengan sifat altruism manusia (Strahilevitz, 1999).
362
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Pada hipotesis 5 (hipotesis 5a dan hipotesis 5b) penelitian ini juga terdukung. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa produk dengan keterlibatan tinggi memoderasi pengaruh promosi penjualan tradisional kupon undian berhadiah pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek begitu pula bahwa produk dengan keterlibatan rendah memoderasi pengaruh promosi penjualan tradisional kupon undian berhadiah pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti setelah melakukan eksperimen diperoleh alasan mengapa kombinasi promosi penjualan tradisional dengan produk dengan keterlibatan rendah memiliki nilai rata-rata yang terendah pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek. Konsumen tidak tertarik untuk loyal pada produk dengan keterlibatan rendah meskipun telah dikombinasikan dengan promosi penjualan tradisional, hal ini disebabkan karena konsumen merasa kemungkinan mereka untuk memenangkan undian tersebut sangat kecil bahkan menurut pengalaman para partisipan yang peneliti wawancarai belum ada satupun dari mereka yang pernah memenangkan undian berhadiah. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kombinasi kampanye CRM strategik dan produk dengan keterlibatan tinggi dengan kombinasi promosi penjualan tradisional kupon undian berhadiah dengan produk dengan keterlibatan tinggi. Hal ini berdasarkan hasil wawancara peneliti pada partisipan disebabkan karena pada produk dengan keterlibatan tinggi konsumen akan lebih memperhatikan atribut dari produk tersebut, sehingga kampanye atau promosi yang melekat pada produk tersebut tidak akan banyak mempengaruhi niat konsumen untuk loyal terhadap merek. Pada produk dengan keterlibatan tinggi konsumen juga telah memiliki merek favorit pilihan mereka sendiri yang sudah sesuai dengan selera, kebutuhan dan konsep diri mereka, sehingga walaupun ada kampanye CRM atau promosi penjualan pada produk dengan keterlibatan tinggi yang lain yang bukan merek favorit konsumen, maka konsumen tersebut tidak akan mengubah loyalitasnya pada merek produk lain tersebut. Hal ini sesuai dengan Amine (1998) yang menyatakan bahwa pada produk dengan keterlibatan tinggi, konsumen memiliki loyalitas yang tinggi pada kelasnya dan kategorinya masingmasing, berarti konsumen telah memiliki pilihan merek sendiri pada kelas produk 363
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
dan kategori produk tersebut. Hal ini mengakibatkan kampanye CRM atau promosi penjualan tidak dapat mengganggu hubungan antara konsumen dengan produk keterlibatan tinggi tersebut. Sedangkan pada produk dengan keterlibatan rendah konsumen memiliki loyalitas yang rendah, sehingga mudah bagi konsumen untuk berpindah merek apabila dikombinasikan dengan kampanye CRM atau promosi tertentu.
SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kampanye CRM strategik dan promosi penjualan tradisional yang dilakukan perusahaan dapat meningkatkan niat konsumen untuk loyal terhadap merek. Meskipun kampanye CRM strategik ternyata lebih efektif dalam meningkatkan niat konsumen untuk loyal terhadap merek. Hal ini dikarenakan kampanye CRM strategik lebih mengena di hati konsumen. Produk akan memiliki citra yang lebih baik, apalagi bila konsumen memiliki karakteristik yang perduli pada lingkungan sosialnya, dan memiliki keterlibatan pada isu sosial yang terkait dengan kampanye CRM tersebut. Pengaruh kampanye CRM strategik pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek dimoderasi oleh keterlibatan konsumen terhadap produk. Pada produk dengan keterlibatan tinggi niat konsumen untuk loyal akan lebih rendah dibandingkan dengan pada produk dengan keterlibatan rendah. Hal ini dikarenakan pada produk dengan keterlibatan rendah konsumen akan lebih terpengaruh pada kampanye CRM strategik yang dilakukan daripada dengan atribut yang melekat pada produk tersebut, jadi bila pada awalnya konsumen tidak tertarik pada produk low involvement tersebut tetapi karena produk terkait dengan kampanye CRM strategik, konsumen menjadi tertarik dan berniat untuk loyal terhadap merek produk tersebut. Sedangkan pada produk dengan keterlibatan tinggi konsumen akan lebih memperhatikan atribut dari produk tersebut sehingga kampanye yang melekat pada merek produk tidak akan berpengaruh besar pada niat konsumen untuk loyal.
364
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Pengaruh
promosi
penjualan
tradisional pada niat
konsumen
untuk loyal
terhadap merek dimoderasi oleh keterlibatan konsumen terhadap produk. Pada produk dengan keterlibatan tinggi niat konsumen untuk loyal akan lebih tinggi dibandingkan dengan pada produk dengan keterlibatan rendah. Hal ini dikarenakan pada produk dengan keterlibatan tinggi konsumen akan lebih mempertimbangkan atribut dari produk tersebut dan karena kualitas dan model memang bagus maka akan lebih meningkatkan niat konsumen untuk loyal terhadap merek, sedangkan pada
produk
dengan
keterlibatan
rendah
konsumen
tidak
terlalu
mempertimbangkan atribut yang ada pada produk tersebut sehingga niat konsumen untuk loyal juga lebih kecil. Berdasarkan hasil wawancara pada beberapa partisipan, hal ini disebabkan karena berdasarkan pengalaman mereka (terutama untuk undian berhadiah) kemungkinan untuk memenangkan hadiah sangat kecil.
Keterbatasan Penelitian Kemampuan untuk menggeneralisasi hasil penelitian ini dibatasi oleh sejumlah faktor, salah satunya adalah dalam kategori produk hanya menggunakan satu jenis produk yaitu tas laptop, dan subyek yang digunakan sebagai partisipan adalah mahasiswa yang ada pada lingkup yang kecil yaitu pada jurusan manajemen saja di Fakultas Ekonomi Universitas Lampung. Manipulasi yang digunakan dalam eksperimen ini juga menggunakan metode paper and pencil sehingga efek naturalisasi produk tidak maksimal, serta bentuk promosi penjualan hanya dari kupon undian berhadiah.
Implikasi Bagi Penelitian Selanjutnya Peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan pemilihan kategori produk yang digunakan dalam stimuli dengan lebih selektif (tidak hanya berdasarkan hasil diskusi) dan beragam, subyek penelitian tidak hanya mahasiswa, sehingga penelitian dapat digeneralisasikan. Misalnya, melibatkan para pekerja kantor yang juga sering menggunakan tas laptop dan dilakukan pada daerah yang berbeda.
365
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Penelitian selanjutnya juga seharusnya melakukan manipulasi yang lebih natural, misalnya dengan menampilkan produk yang sebenarnya dan bentuk dari promosi penjualan tradisional dapat lebih bervariasi tidak hanya kupon undian berhadiah tetapi juga potongan harga.
Bagi Pemasar Hasil
penelitian
pengaruh
menunjukkan
bahwa
ka mpanye
CRM
strategik memiliki
yang lebih tinggi dalam meningkatkan niat konsumen untuk loyal
terhadap merek, hal ini sebaiknya menjadi perhatian bagi para pemasar di Indonesia yang masih lebih banyak menggunakan undian berhadiah daripada melakukan kampanye CRM strategik. agar tercapai tujuan perusahaan memperoleh konsumen yang loyal. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa niat konsumen untuk loyal terhadap merek paling efektif bila dilakukan dengan pemilihan jenis produk yang tepat, yang mana produk dengan keterlibatan rendah dikombinasikan dengan kampanye CRM strategik akan meningkatkan niat konsumen untuk loyal terhadap merek yang paling tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Aaker, David A (1991), Managing Brand Equity: Capitalizing on the Value of a Brand Name, New York: The Free Press. Amine, A (1998), “Consumers’ True Brand Loyalty: The Central Role of Commitment,” Journal of Strategic Marketing, Vol. 6, No. 4, pp. 305-319. Barone, M. J; Miyazaki, A. D. and Taylor, K. A (2000), “The Influence of Cause Related Marketing on Consumer Choice: Does One Good Turn Deserve Another,” Journal Acad Mark Sci, Vol. 28, No. 2, pp. 248-262. Bravo, Mercedes; Mugica, Jose and Sanz, Jose (2009), “Magazine Sales Promotion,” Journal of Advertising, Vol. 38, No.1, pp. 137-146. Christensen, Larry B (1988), Experimental Methodology,Newton, Massachusetts: Allyn and Bacon Inc. 366
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Daniri, Mas Achmad (2008), Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, www.madani-ri.com. 20-6-2011. Dewi, Ike Janita (2009), Creating and Sustaining Brand Equity: Aspek Manajerial dan Akademis dari Branding, Yogyakarta: Penerbit Amara Books. De Wulf, K; Odekersen-Schroder, G. J. and Iacobucci, D (2001), “Investments in Consumer Relationships: A Cross-Country and Cross-Industry Exploration,” Journal of Marketing, Vol. 14, No. 5, pp. 33-50. Dharmmesta, Basu Swastha (1999), “Loyalitas Pelanggan: Sebuah Kajian Konseptual sebagai Panduan bagi Peneliti,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 14, No. 3. Edmondson, Diane. R. and Lafferty, Barbara A (2007), “Cause Related Marketing: A Model of Consumer’s Attitude toward The Cause-Brand Alliance,” Society for Marketing Advances Proceedings, pp. 20-23. Galbreath, Jeremy (2009), “Building Corporate Social Responsibility into Strategy,” European Business Review, Vol. 21, No. 2, pp. 109-127. Ghozali, Imam (2006), Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Semarang: Badan Penerbit-Undip. Hair, Joseph; Black, William; Babin, Barry and Andersen, Rolph (2010), Multivariate Data Analisys, 7th Ed, Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education Inc. Hajjat, Mahmood, M (2003), “Effect of Cause-Related Marketing on Attitudes and Purchase Intentions: The Moderating Role of Cause Involvement and Donation Size,” Journal of Nonprofit and Public SectorMarketing, Vol. 11, No. 1, pp. 93-109. Henderson, Ty and Arora, Neeraj (2010), “Promoting Brands Across Categories with a Social Cause: Implementing Effective Embedded Premium Programs,” Journal of Marketing, Vol. 74, No. 1, pp. 41-60. Irwin, R. L; Lachowetz, T; Cornwell, T. B. and Clark, J. S (2003), “ Cause-Related Sport Sponsorship: An Assessment of Spectator Beliefs, Attitudes, and Behavioral Intentions,” Sport Marketing Quarterly, Vol. 12, No. 3, pp. 131-139. Kapferer, J. and Laurent, G (1985), “Consumer Involvement Profile: a New Practical Approach to Consumer Involvement,” Journal of Advertising Research, Vol. 25, No. 6, pp. 35-50. Kotler, Phillip and Keller, Kevin Lane (2009), Principles of Marketing, 13th Ed, Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education Inc. Kotler, Phillip and Lee, Nancy (2005), Corporate Social Responsibility: Doing the Most Good for Your Company and Your Cause, Hoboken New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. 367
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Lafferty, Barbara. A. and Edmonson, Diane. R (2009), “Potraying The Cause Instead of The Brand in Cause-Related marketing Ads: Does it Really Matter?” Journal of marketing Theory and Practice, Vol. 17, No. 2, pp. 129-143. Neuman, W. Laurence (2006), Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches, Boston: Pearson Education Inc. Pracejus, J. W. and Olsen, G. D (2004), “The Role of Brand/Cause Fit in the Effectiveness of Cause Related Marketing Campaigns,” Journal of Business Research, Vol. 57, pp. 635-640. Quester, P. and Lim, A. L (2003), “Product Involvement/Brand Loyalty: is there A Link?” Journal of Advertising Research, Vol. 12, No. 1, pp. 22-38. Rangkuti, Freddy (2008), The Power of Brands: Teknik Mengelola Brand Equity dan Strategi Pengembangan Merek Plus Analisis Kasus dengan Spss, Edisi ketiga, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Rodgers, W. C. and Schneider, K. C (1993), “An Empirical Evaluation of The Kapferer-Laurent Consumer Involvement Profile,” Journal Psychology and Marketing, Vol. 10, No. 4, pp. 333-345. Samy, Martin; Odemilin, G. and Bampton, R (2010), “CSR, Strategy for Sustainable Bussiness Success,” Corporate Governance, Vol. 10, No. 2, pp. 203-217. Sekaran, Uma and Bougie, Roger (2010), Research Methods for Business,5th Ed, West Sussex: John Willey and Sons Ltd. Sen, S. and Bhattacharya, C. B (2001), “Does doing good always lead to doing better? Custome r reations to corporate social responsibility,” Journal of Marketing Research, Vol. 38, No. 2, pp. 225-243. Shabbir, S; Kaufmann, H.R; Ahmad, I. and Qureshi, I. M (2010), “Cause Related Marketing Campaigns and Consumer Purchase Intentions: The Mediating Role of Brand Awarness and Corporate Image,” African Journal of Business Managemen, Vol. 4, No. 6, pp. 1229-1235. Sihombing, Sabrina Oktorio (2005), “Modeling and Testing The Effects of Cause Related Marketing, Corporate Reputation, and Brand Image on Buyer Attitude and Purchase Intention,” Simposium Riset Ekonomi II, Surabaya. Strahilevitz, M (1999), “The Effect of Product Type and Donation Magnitude o Willingness to Pay More for Charity-Linked Brand,” Journal of Consumer Psychology, Vol. 8, No. 3, pp. 215-241.
368
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Strahilevitz, M. and Myers, J.G (1998), “Donation to Charity as Purchase Incentives: How Well They Work May Depend on What You are Trying to Sell,” Journal of Consumer research, Vol.24, No. 4, pp. 434-446. Tangari, A. H; False, J. A. G; Burton, S. and Kees, J (2010), “The Moderating Influence of Consumers Temporal Orientation on The Framing of Societal Needs and Corporate Responses in Cause-Related Marketing Campaigns,” Journal of Advertising, Vol 39, No.2, pp. 35-50. Till, B. D. and Nowak, L. I (2000), “Toward Effective use of Cause Related Marketing Alliances,” Journal of Product & Brand Management , Vol. 9, No. 7, pp. 472-484. Traylor, M, B (1981), “Product Involvement and Brand Commitment,” Journal of Advertising Research, Vol. 21, No. 6, pp. 51-60. Van Den Brink, Douwe; Odekersen-Schoder, Gaby and Pauwels, Pieter (2006), “The Effect of Strategic and Tactical Cause Related Marketing on Consumers Brand Loyalty,” Journal of Consumer Marketing, Vol. 23, No. 1, pp. 15-25. Varadarajan, P. R. and Menon, A (1988), “Cause Related Marketing: A Co alignment of Marketing Strategy and Corporate Philanthopy,” Journal of Marketing, Vol. 52, No. 3, pp. 58-74. Verrghese, Anish K (2011), Partnerships and Cause-Related Marketing Building Brand for Future, www.brandchannel.com. 24-03-2011. Webb, Deborah and Mohr, Lois (1998), “A Typology of Consumer Responses to Cause-Related Marketing: from Skeptics to Socially Concern”, Journal of Public Policy and Marketing, Vol. 17, No. 2, pp. 226-238. Wymer, Walter and Samu, Sridhar (2009), “The Influence of Cause Marketing Associations on Product and Cause Brand Value,” International Journal of Nonprofit and Voluntary Sector Marketing, Vol. 14, No. 1, pp. 1-20.
369
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
PERAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DAN INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI TOTAL QUALITY MANAGEMENT DALAM MENINGKATKAN KUALITAS JASA PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA PERGURUAN TINGGI Siti Maghfiroh5
ABSTRACT Improvement of service quality for education institutions is one of the key factors in the competition international in this globalization era. Total Quality Management (TQM) is an approach to improvement the quality continually from every business aspect and organization totality. In its application, TQM implementation needs support from another factors that is: intellectual capital and management information system to increase service quality and performance of higher education. The purpose of this research are analyze and verify the effect of management information system and intellectual capital toward total quality management and their implication of toward service quality at higher education certificated of ISO 9001 in Indonesia. The type of this research is descriptive and verification, while the method used both descriptive and verification survey. The technique of this research is cross section and using stratified sampling technique. The sample size was 30 department at higher education certificated of ISO 9001 in Indonesia. The data will be analyzed by using descriptive analysis, simple regression and multiple regression. The results indicate that: 1) implementation of total quality management and academic service quality at higher education certificated of ISO 9001 in Indonesia have been generally assessed at the high point, while management information system, intellectual capital and instructional service quality and performance at higher education certificated of ISO 9001 in Indonesia have been generally assessed at the enough point, 2) implementation of total quality management have significant effect toward service quality at higher education certificated of ISO 9001 in Indonesia, 3) Management information system and intellectual capital have effect to implementation of total quality management effectively in progressing service quality at higher education certificated of ISO 9001 in Indonesian, 4) the service quality have effect toward higher education performance at higher education certificated of ISO 9001 in Indonesian. Keywords: Total Quality Management, Management Information System, Intellectual Capital, Service Quality and Performance
Latar Belakang Penelitian Era globalisasi sekarang menyebabkan kompetisi antar perguruan tinggi semakin ketat, bukan hanya antara perguruan tinggi secara domestik, tetapi juga dari perguruan tinggi asing. Pada kondisi persaingan yang demikian ketat, perguruan tinggi harus memiliki satu atau beberapa dari faktor keunggulan bersaing. Menurut
5
Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto 370
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Porter & Skiner (1993) dalam Chase, et al. (2001) faktor keunggulan bersaing itu pada dasarnya meliputi keunggulan kualitas, biaya murah, harga, proses cepat dan tepat waktu, diferensiasi dan fleksibilitas. Untuk mencapai daya saing strategis (keunggulan bersaing) dan memperoleh laba tinggi, perguruan tinggi harus memilih strategi yang cocok untuk diterapkan. Kualitas sebagai salah satu keunggulan bersaing memiliki dampak yang signifikan terhadap sasaran perusahaan, karena kualitas mempunyai arti yang sangat penting, baik untuk produk barang maupun jasa. Disatu sisi kualitas adalah alat strategis untuk bersaing, dan disisi lain adalah alat untuk memuaskan pelanggan. Kualitas merupakan suatu hal yang membedakan antara yang baik dan yang sebaliknya. Bertolak dari kenyataan tersebut, kualitas dalam pendidikan akhirnya merupakan hal yang membedakan antara kesuksesan dan kegagalan. Sehingga, kualitas jelas sekali merupakan masalah pokok yang akan menjamin perkembangan institusi pendidikan dalam meraih status di tengah-tengah persaingan dunia pendidikan yang keras, karena perguruan tinggi yang berkualitas baik merupakan perguruan tinggi yang diinginkan oleh konsumen. Kualitas perguruan tinggi berdampak pada kualitas lulusan perguruan tinggi. Saat ini masih banyak ditemukaan adanya kesenjangan antara lulusan perguruan tinggi dan kebutuhan industri (Gasperz, 2003), yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.1 Kesenjangan lulusan perguruan tinggi dan kebutuhan industri di Indonesia No. 1 2 3 4
Lulusan Perguruan Tinggi Hanya memahami teori
No. 1
Memiliki ketrampilan individual Motivasi belajar hanya untuk lulus ujian Hanya berorientasi pada pencapaian grade atau nilai tertentu
2 3 3
5
Orientasi belajar hanya pada mata kuliah individual secara terpisah
5
6
Proses belajar bersifat pasif, hanya menerima informasi dari dosen
6
7
Penggunaan
7
teknologi
(mis.
Kebutuhan Industri Kemampuan menentukan solusi masalah berdasarkan konsep ilmiah Memiliki ketrampilan kelompok Mempelajari bagaimana belajar yang efektif Berorientasi pada peningkatan terus-menerus dengan tidak dibatasi pada target tertentu saja. Setiap target yang tercapai akan terusmenerus ditingkatkan Membutuhkan pengetahuan terintegrasi antar disiplin ilmu untuk mencari solusi masalah industri yang kompleks Bekerja adalah suatu proses berinteraksi dengan orang lain dan memproses informasi secara aktif Penggunaan teknologi merupakan bagian 371
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013 No.
Lulusan Perguruan Tinggi komputer) terpisah dari proses belajar
No.
Kebutuhan Industri integral dalam proses belajar untuk solusi masalah industri
Sumber : Gasperz (2003; 3) Untuk menghilangkan kesenjangan tersebut dan untuk meningkatkan kualitas jasa pendidikan, maka sebagai suatu industri jasa, perguruan tinggi harus dikelola berdasarkan asas-asas manajemen. Perguruan tinggi bukan berorientasi pada profit, dan bukan pula badan amal, melainkan sebuah industri jasa yang harus dikelola secara efektif dan efisien. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Clark Kerr dalam Tilaar (1999; 242) menyatakan bahwa intellectual formation sebagai fungsi lembaga perguruan tinggi masa depan hanya dapat terealisasi apabila perguruan tinggi tersebut dikelola secara professional seperti dalam industri untuk menghasilkan kualitas jasa yang terbaik. Untuk menghasilkan kualitas terbaik diperlukan upaya perbaikan
berkesinambungan
terhadap
kemampuan
manusia,
proses
dan
lingkungan. Salah satu sistem manajemen stratejik industri yang dipandang sesuai untuk perguruan tinggi agar dapat memperbaiki komponen-komponen tersebut secara berkesinambungan adalah dengan menerapkan manajemen kualitas atau pendekatan Total Quality Management (TQM) (Sallis, 2006). TQM diakui sebagai pendekatan manajemen yang dapat memperbaiki kinerja dan efisiensi, tidak terkecuali organisasi pendidikan (Saylor, 1996 dalam Sodikoglu et al., 2004). Banyak perusahaan telah menerapkan sistem TQM untuk meningkatkan nilai produksi dan produktivitas. Kualitas dikembangkan menitikberatkan perhatian pelanggan pada peningkatan kinerja, kegunaan, dan reliabilitas produk/jasa (Hitt, et al., 2001). Kesuksesan perusahaan manufaktur dalam mengimplementasikan TQM mendorong pendidikan tinggi di US mengadopsi TQM ( Kanji et al., 1999). untuk meningkatkan nilai pendidikan tinggi bagi stakeholder (Vazzana et al., 2000), untuk menghadapi lingkungan bisnis global (Yen at al., 2002), untuk menangani perubahan disegala aspek (Mergen at al., 2000), dan untuk mengantisipasi dan menyediakan solisi permasalahan-permasalahan dalam perguruan tinggi (Cruickshank, 2003; Sureshchandar et al., 2001), sehingga dapat meningkatkan competitive advantage (Yen at al., 2002).
372
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa total quality management berpengaruh terhadap kualitas produk maupun jasa dan implikasinya terhadap kinerja organisasi (Madu et. Al., 1996; Ahire, 1996;
Hendriks & Singhal, 1997),
Sementara hasil penelitian Kanji et al. (1999), menemukan bahwa institusi perguruan tinggi yang mengimplementasikan TQM akan mencapai kinerja yang tinggi melalui peningkatan kualitas jasa. Akan tetapi dari beberapa penelitian ditemukan bahwa, tidak semua organisasi baik manufaktur (Sim & Killough, 1998), maupun perguruan tinggi yang mengimplementasikan TQM berhasil meningkatkan kinerjanya (Baldwin, 2002). Yeung et al. (1998), menemukan bahwa perusahaan-perusahaan di Hongkong yang mengimplementasikan TQM tetap tidak mampu meningkatkan efisiensi operasional dan peningkatan kinerja keuangan. Yen et al. (2002), mengatakan bahwa dua dari tiga perusahaan yang mengimplementasikan TQM mengalami kegagalan. Entin (1994) dalam Baldwin (2002) menemukan bahwa 5 dari 10 institusi pendidikan yang telah mengimplementasikan TQM, menghentikan karena mengalami kegagalan. Kegagalan organisasi untuk meningkatkan kualitas dan kinerja organisasi melalui implementasi TQM bukan dikarenakan filosofi TQM-nya yang salah, tetapi banyak organisasi yang menerapkan TQM tanpa berusaha untuk memperkirakan keberadaan kendala-kendala yang ada (Ngai dan Cheng, 1997). Kegagalan juga terjadi karena ketidaktepatan dalam mengadopsi prinsip-prinsip manajemen kualitas ke dalam organisasi dan ketidakcocokan kondisi lingkungan untuk implementasi manajemen kualitas (Gazpers, 2003). Kenyataan ini menunjukkan bahwa tidak ada sistem manajemen kualitas yang secara universal selalu tepat untuk bisa diterapkan pada seluruh organisasi pada setiap keadaan, namun sistem manajemen kualitas tersebut tergantung juga pada faktor-faktor kondisional (Kontinjen) yang ada dalam organisasi. Kinerja organisasi merupakan konsekuensi fit atau match atau ke-pas-an antara dua atau lebih faktor-faktor (Teori Kontinjensi) (Van De Ven & Drazin, 1985). Dengan kata lain bahwa efektivitas strategi organisasi (sistem manajenen kualitas) dalam meningkatkan kinerja organisasi sangat tergantung pada kesesuaian antara strategi dengan lingkungannya (Balkin & Gomez-Mejia, 1986). Oleh karena itu efektifitas implementasi TQM dalam meningkatkan kualitas dan kinerja, sesuai teori kontinjensi sangat tergantung 373
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
dengan lingkungannya (internal maupun eksternal), yaitu: sistem informasi manajemen dan sumber daya manusia (intellectual capital). Hal ini sejalan dengan hasil temuan beberapa peneliti, bahwa kegagalan implementasi TQM karena, kesalahan
menggunakan
data
informasi/komunikasi internal
dan
informasi
(Deming,
1991),
jaringan
kurang efektif (Ngai & Cheng, 1997). Untuk itu
agar implementasi TQM dapat secara efektif meningkatkan kualitas dan kinerja perguruan tinggi, maka harus didukung oleh faktor-faktor lain yaitu: sistem informasi manajemen, dan sumber daya manusia (intellectual capital). Sistem Informasi Manajemen (SIM) merupakan salah satu alat atau sarana untuk menghasilkan informasi yang berkualitas bagi kepentingan manajer di berbagai tingkatan dan bagian dalam mengelola organisasi (Loudon, 1998, dalam Azhar Susanto, 2003). Adanya dukungan sistem informasi manajemen (SIM) yang terintegrasi yang mampu menangkap, mencipta dan memanipulasi informasi internal dan eksternal secara efektif, akan memudahkan pihak manajemen untuk mendeteksi secara efektif kapan perubahan kondisi membutuhkan suatu tanggapan yang strategis, sehingga memungkinkan perusahaan untuk dapat melakukan perbaikan secara terus-menerus (Rivers & Bae, 1999). Adanya peningkatan dalam teknologi informasi dan sistem informasi manajemen yang diintegrasikan dengan seluruh organisasi menjadi suatu hal yang penting dalam organisasi yang mengimplementasikan TQM untuk mencapai kesuksesan (Hung, 2004). Berdasarkan hasil observasi Azhar (2003) pada beberapa perguruan tinggi, diindikasikan ada beberapa persoalan yang sering dihadapi oleh manajemen perguruan tinggi diantaranya adalah : 1) ”Mahasiswa mengikuti semester pendek sambil mengikuti kegiatan kuliah kerja nyata. 2) Pelaksanaan pengisian kartu rencana studi (KRS) saat ujian masih berlangsung karena kurangnya koordinasi antara pusat dan fakultas dalam jadwal pelaksanaan proses belajar-mengajar. 3) Pengendalian dosen wali terhadap mata kuliah yang diambil oleh mahasiswa kurang efektif baik terhadap mata kuliah prasyarat, jumlah mata kuliah yang boleh diambil dan setelah pengolahan di sub bagian administrasi. 374
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
4) Banyak dosen wali yang kurang mengontrol serta membina mahasiswa yang kurang aktif mengikuti perkuliahan. 5) Beberapa mahasiswa dengan indek prestasi kumulatif < 2 masih mengikuti kuliah padahal sudah melebihi batas semester yang ditentukan. 6) Kontrol pembayaran registrasi kurang terintegrasi dengan baik untuk mahasiswa yang terlambat atau yang lama tidak membayar, karena pengisian KRS dilakukan di fakultas sedangkan registrasi dilakukan di pusat. 7) Keberadaan,
keamanan
dan
pengendalian
terhadap
sistem
database
mahasiswa kurang baik. 8) Integrasi antara nilai mahasiswa di fakultas atau program studi dengan di pusat kurang baik. 9) Penanganan terhadap adanya perubahan kurikulum kurang terintegrasi dan tuntas sehingga suatu perguruan tinggi sering memiliki beberapa kurikulum yang berlaku. Hal ini terjadi karena adanya kurikulum baru sedangkan mahasiswa pengikut kurikulum lama belum habis. 10) Penugasan terhadap dosen yang kurang merata 11) Penugasan mengajar dosen yang sering tidak didasarkan kepada spesialisasi, kompetensi serta minat dosen sehingga menimbulkan variasi dalam isi perkuliahan pada kelas pararel. 12) Adanya tim dosen yang dianjurkan dalam ‘applied approach’ kurang berjalan dengan baik sehingga menambah beban jurusan dalam penempatan dosen yang mungkin keliru. 13) Koordinasi mata kuliah tidak didasarkan pada kompetensi dan jabatan dosen tapi berdasarkan pada di jurusan mana mata kuliah tersebut ditawarkan. 14) Sebagian
fakultas
belum
begitu
memperhatikan
sarana
akademik
(perpustakaan, internet, media pengajaran) yang sesuai dengan kebutuhan saat ini karena keterbatasan dana pendidikan“. Sumber: Azhar (2003, h. 16-18) Permasalahan-permasalahan
yang
sering
dihadapi
oleh
perguruan
tinggi
sebagaimana disebutkan di atas terjadi karena kurang efektifnya sistem informasi yang ada dan pada akhirnya akan mengganggu kinerja perguruan tinggi. 375
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Intellectual capital, merupakan produk dari interaksi antara komitmen, kompetensi dan pengendalian pekerjaan (Burr & Girardi, 2002). Komitmen organisasi merupakan suatu kekuatan relatif individu terhadap organisasi dan keterlibatannya di dalam organisasi (Burr & Girardi, 2002). Kompetensi merupakan suatu uraian keterampilan, pengetahuan dan sikap yang utama diperlukan untuk mencapai kinerja yang efektif dalam pekerjaan (Moerad, 2003). Peningkatan relevansi dan kualitas pendidikan membutuhkan dosen yang mempunyai kompetensi dan kualifikasi tinggi. Pengendalian pekerjaan merupakan upaya pengembangan aktivitas dan kreativitas pekerja pada pekerjaannya yang mengarah pada perbaikan efektivitas operasi dan kepuasan kerja, karena pekerja dapat menggunakan semua kemampuan yang dimiliki secara leluasa dan penuh (Newstrom & Davis, 2002). Komitmen, kompetensi dan pengendalian pekerjaan saling beriinteraksi dalam membentuk kepuasan kerja, dengan meningkatnya kepuasan kerja, maka kinerja karyawan dalam melakukan tugas-tugasnya juga akan semakin meningkat (Burr & Girardi, 2002). Keberadaan salah satu saja dari faktor-faktor tersebut (komitmen, kompetensi dan pengendalian pekerjaan) tidaklah menjamin Intellectual Capital (IC) yang tinggi, untuk itu harus didukung oleh ketiganya (komitmen, kompetensi dan pengendalian pekerjaan). Interaksi Implementasi TQM dengan intellectual capital akan meningkatkan kualitas, sebagaimana dikatakan oleh Djohan (2003) bahwa efektifitas penerapan TQM pada perguruan tinggi dalam meningkatkan kualitas jasa sangat tergantung pada sumber daya manusianya (intellectual capital), karena faktor dominan yang mempengaruhi kualitas jasa perguruan tinggi adalah sumber daya manusia terutama tenaga akademik (dosen). Tanpa intellectual capital yang tinggi, efektivitas implementasi total quality management akan berkurang (Ulrich,1998). Dengan mengimplementasikan TQM, maka kualitas jasa perguruan tinggi akan meningkat sesuai dengan harapan pelanggan baik internal maupun eksternal, dan pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kinerja organisasi (Lovelock et al., 1998). Hasil penelitian Kanji et al. (1999), menemukan bahwa institusi perguruan tinggi yang mengimplementasikan TQM akan mencapai kinerja yang tinggi melalui peningkatan kualitas. Sementara hasil penelitian Hendricks & Singhal (1997) menemukan bahwa perusahaan pemenang quality awards terbukti kinerjanya akan 376
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
meningkat, hal ini semakin memperkuat bukti bahwa kualitas jasa berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Berdasarkan uraian tersebut di atas, perguruan tinggi dapat meningkatkan kinerjanya melalui melalui peningkatan kualitas dengan mengimplementasikan total quality management. Beberapa penelitian menyebutkan sulit menerapkan total quality management di perguruan tinggi. Hal ini disebabkan terdapatnya beberapa faktor (misalnya; perubahan budaya, komitmen dan keterlibatan semua pihak, dan lain sebagainya) yang dapat menghambat pelaksanaan total quality management di perguruan
tinggi.
Meskipun
demikian
perlu
dilakukan
penelitian
untuk
menggambarkan implementasi total quality management di perguruan tinggi (Ina Primiana, 2002). Oleh karena itu, penting dilakukan penelitian berkaitan dengan pengaruh sistem informasi manajemen dan intellectual capital terhadap efektifitas implementasi total quality management dalam meningkatkan kualitas jasa pendidikan dan implikasinya terhadap kinerja perguruan tinggi. karena beberapa alasan sebagai berikut: (1) kualitas merupakan syarat keberhasilan dalam berbagai sektor, seperti manufaktur, jasa, kesehatan, pendidikan dan sektor pemerintah, sehingga sulit untuk mengidentifikasikan kondisi organisasi bila isu kualitas tidak masuk dalam agenda manajemen, (2) berdasarkan beberapa hasil penelitian dapat ditunjukkan bahwa kualitas merupakan syarat utama bagi perguruan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan mampu bersaing dalam era globalisasi, (3) dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa total quality management merupakan model yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi, (4) keberhasilan implementasi total quality management pada perguruan tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: sistem informasi manajemen dan intellectual capital.
1. Identifikasi Dan Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka dalam penelitian ini permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Apakah implementasi total quality management berpengaruh terhadap kualitas jasa pendidikan pada Perguruan Tinggi bersertifikat ISO 9001? 377
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
2) Apakah sistem informasi manajemen dan intellectual capital berpengaruh dalam memoderasi hubungan antara implementasi total quality management dengan kualitas jasa pendidikan pada Perguruan Tinggi bersertifikat ISO 9001?. •
Apakah sistem informasi manajemen berpengaruh dalam memoderasi hubungan antara implementasi total quality management dengan kualitas jasa pendidikan pada Perguruan Tinggi bersertifikat ISO 9001?.
•
Apakah intellectual capital berpengaruh dalam memoderasi hubungan antara implementasi total quality management dengan kualitas jasa pendidikan pada Perguruan Tinggi bersertifikat ISO 9001?.
3) Apakah kualitas jasa pendidikan berpengaruh terhadap kinerja perguruan tinggi pada Perguruan Tinggi bersertifikat ISO 9001?.
2. Kerangka Pemikiran Dan Perumusan Hipotesis Dalam situasi persaingan global yang semakin kompetitif, kualitas mempunyai arti yang sangat penting baik untuk produk barang maupun jasa. Kemampuan perusahaan untuk menyediakan produk maupun jasa berkualitas akan menjadi senjata untuk memenangkan persaingan, karena dengan memberikan produk berkualitas, kepuasan konsumen akan tercapai. Total Quality Management (TQM) merupakan suatu sistem yang terstruktur dengan serangkaian alat, teknik dan filosofi yang didesain untuk menciptakan budaya perusahaan yang memiliki fokus terhadap konsumen, melibatkan partisipasi aktif pekerja, dan perbaikan kualitas terus-menerus dengan tujuan agar sesuai dengan harapan konsumen (Nursya’bani Purnama, 2006; 51). TQM mencakup perbaikan terus-menerus proses organisasi dengan hasil produk/jasa bermutu tinggi. TQM tidak hanya bertujuan untuk memuaskan kebutuhan sekarang dari pelanggan, melainkan mengantisipasi kebutuhan pelanggan di masa yang akan datang melalui perbaikan mutu berkelanjutan (continouous quality improvement). Total quality management dapat diterapkan juga dalam bidang kependidikan (Sallis, 2006). Implementasi total quality management pada sistem pendidikan sering disebut sebagai Total Quality Management in Education (TQME). TQME adalah sebuah filosofi tentang perbaikan secara terusmenerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan
dalam
memenuhi
kebutuhan,
keinginan,
dan
harapan
para 378
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang (Sallis, 2006; 73). Dengan implementasi TQM, diharapkan dapat meningkatkan kepuasan konsumen melalui perbaikan kualitas produk/jasa (Woller, 1992 dalam Nursya’bani Purnama, 2006). Implementasi total quality management dapat menjamin kualitas dan standar dalam pendidikan (Sallis, 2006). Agar implementasi total quality management dapat meningkatkan kualitas secara efektif, maka dalam implementasinya memerlukan perubahan mendasar pada infrastruktur organisasional, yaitu: sistem informasi manajemen (Ahmed & Ravinchandran, 1999). Keberhasilan implementasi TQM juga tergantung pada kontribusi sumber daya manusianya, yaitu: tingkat intellectual capital karyawan (komitmen, kompetensi dan pengendalian pekerjaan) (Nursya’bani Purnama, 2002). Dengan
demikian
dapat
dikatakan
bahwa
efektivitas
implementasi
TQM
membutuhkan perubahan dalam sistem informasi manajemen dan intellectual capital sebagai variabel kontinjensi. Berdasarkan pendekatan kontinjensi variabel sistem informasi
manajemen
dan
intellectual
capital
merupakan
variabel
yang
memoderasi/memperkuat pengaruh implementasi TQM dalam meningkatkan kualitas jasa.
3.1 Keterkaitan Total Quality Management (TQM) Dengan Kualitas Jasa Pengukuran kualitas pada industri jasa sulit dilakukan karena karakteristik jasa pada umumnya tidak nampak, karakteristik unik dari suatu industri jasa/pelayanan yang sekaligus membedakannya dengan industri manufaktur, antara lain: pelayanan merupakan output tidak berbentuk (intangible output); pelayanan merupakan output variable (tidak standar); pelayanan tidak dapat disimpan dalam inventory, tetapi dapat dikonsumsi dalam produksi; terdapat hubungan langsung yang erat dengan pelanggan melalui proses pelayanan; pelanggan berpartisipasi dalam proses memberikan pelayanan; ketrampilan personil “diserahkan” atau “diberikan” secara langsung kepada pelanggan; pelayanan tidak dapat diberikan secara masal; membutuhkan pertimbangan pribadi yang tinggi dari individu yang memberikan pelayanan, pengukuran efektivitas pelayanan bersifat subjektif. Meningkatkan kualitas jasa yang ditawarkan tidak semudah usaha meningkatkan kualitas produk, 379
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
karena karakteristiknya yang unik. Peningkatan/perbaikan
kualitas jasa akan
berdampak pada organisasi secara menyeluruh. Selanjutnya, Pepard & Rowland (1997) menyatakan bahwa kualitas itu memiliki dua dimensi yang berbeda dan harus dibedakan, yaitu konsistensi dan kapabilitas. Konsistensi berkaitan dengan derajat kesesuaian secara berkelanjutan dari produk atau jasa yang dihasilkan dengan spesifikasi yang diharapkan para pelanggan. Sedang kapabilitas berkaitan dengan derajat kemampuan suatu produk atau jasa untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan. Dalam usaha untuk menjawab harapan pelanggan dimaksud di atas, sejak 1970-an di negara-negara maju, khususnya di jepang dikembangkan metode pengendalian mutu terpadu (Total Quality Control) dan kemudian manajemen mutu terpadu (Total Quality Manajemen/TQM). TQM merupakan salah satu ilmu yang berorientasi pada kualitas dan merancang ulang sistem organisasi dalam mencapai tujuannya untuk memenangkan persaingan (Fandy Tjiptono, 2004). TQM merupakan
landasan
kesuksesan dalam lingkungan persaingan sekarang ini. Perusahaan manufaktur dan jasa, skala besar dan kecil telah menemukan fakta bahwa perhatian kepada kualitas dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap sasaran perusahaan. TQM adalah suatu metode manajemen terhadap organisasi sebagai sebuah sistem dimana setiap pekerjaan, setiap proses, dan setiap orang menjalankan perannya dengan benar, dan terpadu sehingga organisasi mampu menghasilkan keluaran yang memenuhi harapan pelanggan secara tepat waktu, tepat standar, dan bebas dari segala macam cacat atau kerusakan. Sementara Kotler (1997) mendefinisikan total quality management sebagai pendekatan organisasi untuk secara terus-menerus memperbaiki kualitas secara keseluruhan dalam proses organisasi, produk dan jasa. Dengan menerapkan TQM, perusahaan diharapkan akan dapat meningkatkan kepuasan konsumen melalui perbaikan kualitas produk dan meningkatkan kepuasan karyawan (Wolner, 1992 dalam Nursya’bani Purnama, 2006; 51). Banyak organisasi yang memperoleh keberhasilan karena menerapkan total quality management. TQM adalah sistem terstruktur dengan serangkaian alat, teknik dan filosofi yang didesain untuk menciptakan budaya perusahaan yang memiliki fokus terhadap konsumen, melibatkan partisipasi aktif pekerja, dan perbaikan kualitas terus-menerus dengan 380
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
tujuan agar sesuai dengan harapan konsumen. TQM memberikan peralatan untuk menjawab setiap tantangan global dan mengarahkan perusahaan pada perbaikan kualitas yang berkesinambungan yang menunjang tercapainya kepuasan konsumen secara total dan terus-menerus (Nursya’bani Purnama, 2006; 51). Total quality management efektif dalam menghasilkan peningkatan kualitas dan mengurangi biaya. Keberhasilan total quality management sebagai alat pemicu perbaikan kualitas telah menarik perhatian dan motivasi perusahaan untuk menerapkan total quality management, tak terkecuali institusi pendidikan tinggi. Agar kualitas pendidikan yang tinggi dapat tercapai, maka perguruan tinggi juga harus melakukan usaha perbaikan terus-menerus guna memenuhi kualitas yang diinginkan oleh konsumen melalui implementasi total quality management. Total quality management awalnya diterapkan pada dunia bisnis, kemudian diterapkan pada
dunia
pendidikan.
Konsep ini
menekankan pada
perbaikan secara
berkelanjutan untuk mencapai kebutuhan dan kepuasan pelanggan sebagai sasaran utama. Kepuasan pelanggan akan tercapai jika institusi memberikan jasa sesuai dengan yang diinginkan oleh pelanggan, jasa yang yang diinginkan oleh pelanggan tentu saja merupakan sesuatu yang berkualitas (Sallis, 2006). Hal ini diperkuat oleh Maman Ukas, dkk. (2003) bahwa kualitas jasa dalam jasa pendidikan dapat didekati dengan menerapkan total quality management. Oleh karena itu, hanya dengan memahami proses dan pelanggan, maka perguruan tinggi dapat menyadari dan menghargai makna kualitas. Semua usaha manajemen dalam TQM diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu terciptanya kepuasan pelanggan. Apapun yang dilakukan manajemen tidak akan ada gunanya bila akhirnya tidak menghasilkan peningkatan kepuasan pelanggan. Banyak institusi pendidikan tinggi di dunia yang telah menerapkan total quality management (TQM). Penerapan TQM pada perguruan tinggi harus dijalankan atas dasar pengertian dan tanggung jawab bersama untuk mengutamakan efisiensi pendidikan dan peningkatan kualitas dari proses pendidikan. Melalui penerapan TQM dalam sistem pendidikan, maka perguruan tinggi akan mampu memenangkan persaingan global yang amat sangat kompetitif melalui peningkatan kualitas dan pada akhirnya akan mendatangkan manfaat yang dapat dipergunakan untuk 381
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
pengembangan perguruan tinggi dan peningkatan kesejahteraan semua personel yang terlibat. Institusi pendidikan menerapkan total quality management untuk; memperbaiki pengajaran (Mergen et al., 2000), mengukur kepuasan siswa (Long et al., 1999), memperbaiki kurikulum (Drexler Jr. & Kleinsorge, 2000), mengukur kepuasan pemilik (Bailey & Bennett, 1996), dan operasional universitas (Muse & Burkhalter, 1998). Beberapa usaha secara empiris telah dilakukan untuk menemukan hubungan antara implementasi total quality management dengan prestasi kualitas. Flynn, et al. (1995) menemukan bahwa manajemen kualitas yang didukung oleh manajemen puncak dengan menciptakan kondisi dan infrastruktur berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap peningkatan kinerja kualitas. Brah et al (2002), hasil penelitiannya menunjukkan adanya hubungan positif yang kuat antara konstruk manajemen kualitas dengan kinerja kualitas, dan ada hubungan positif yang kuat antara kinerja kualitas dan kepuasan konsumen. Daniel I. Prajogo & Sohal (2003), TQM berhubungan secara signifikan dengan kinerja kualitas. Daniel I. Prajogo (2005), menunjukkan adanya pengaruh praktek TQM terhadap kinerja kualitas pada perusahaan manufaktur dan jasa. Dan pengaruh praktek TQM terhadap kinerja kualitas antara perusahaan manufaktur dan jasa tidak berbeda. Sakthivel & Raju (2006), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa implementasi TQM berpengaruh terhadap hasil kualitas jasa dan hasil kualitas jasa berpengaruh terhadap kepuasan konsumen. Sakthivel et al. (2005), menunjukkan bahwa institusi yang bersertifikasi ISO berkembang ke arah implementasi TQM dan menawarkan kualitas pendidikan yang lebih baik dari pada institusi yang non ISO dan ada hubungan yang signifikan antara implementasi TQM dengan kepuasan mahasiswa terhadap kinerja akademik dan kualitas jasa pendidikan.
3.2 Keterkaitan Total Quality Management, Sistem Informasi Manajemen Dan Kualitas Jasa Implementasi sistem informasi manajemen berperan dalam pemenuhan informasi manajemen kepada setiap tingkatan pimpinan atau level organisasi perguruan tinggi. Hal ini dipenuhi, karena dimensi sistem informasi manajemen sebagai 382
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
kumpulan sistem informasi yang diaplikasikan pada setiap tingkatan dan area fungsional organisasi. Sebagai suatu sistem, sistem informasi manajemen adalah kumpulan dari berbagai desain sistem informasi yang saling koordinatif. Sistem ini meliputi kegiatan atau fungsi sistem dalam fase input-proses-output, dengan saling ketergantungan
(interfaces).
Sistem
informasi
dibangun
untuk
menunjang
pengambilan keputusan manajemen, termasuk pengambilan keputusan yang berkaitan dengan adanya perubahan selera konsumen atas kualitas suatu produk/jasa. Oleh karena itu, pengambilan keputusan akan selalu berkaitan dengan upaya menciptakan kualitas baru yang berkaitan dengan selera konsumen. Untuk itu sistem informasi manajemen (SIM) harus didesain sesuai tujuan dan kebutuhan organisasi. Adapun tujuan organisasi baik manufaktur maupun jasa saat ini adalah menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas sesuai keinginan konsumen. Untuk menghasilkan produk maupun jasa yang berkualitas perusahaan dapat menerapkan total quality management. Total quality management dalam implementasinya memerlukan suatu sistem informasi yang mampu menangkap, mencipta dan memanipulasi informasi internal dan eksternal secara efektif, sehingga pihak manajemen memiliki pengetahuan untuk mendeteksi secara efektif kapan perubahan kondisi membutuhkan suatu tanggapan yang strategis guna tercapainya tujuan kualitas, untuk itu diperlukan adanya suatu infrastruktur perusahaan yang mendukung, yaitu; sistem informasi manajemen (Flynn et al., 1995). Oleh karena itu Efektifitas implementasi total quality management harus didukung adanya sistem informasi manajemen yang didukung oleh teknologi informasi yang memadai (Rivers & Bae, 1999). Sistem informasi manajemen merupakan salah satu alat atau sarana untuk menghasilkan informasi yang berkualitas bagi kepentingan manajer di berbagai tingkatan dan bagian dalam mengelola organisasi (Loudon, 1998, dalam Azhar Susanto, 2003). Sistem informasi manajemen merupakan suatu infrastruktur yang memfasilitasi pihak manajemen yang memerlukan informasi untuk pengambilan keputusan dalam organisasi dengan basis total quality management dengan tujuan memenangkan persaingan melalui pembuatan produk yang berkesesuaian mutu (conformance quality) dengan konsumen /pelanggan (Suyudi Prawiro, 2002; 124). Sementara Rai, Song & Troutt (1998) dalam Ahmed & Ravinchandran (1999) menyatakan bahwa dalam 383
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
implementasi total quality management seperti pengendalian kualitas secara statistik dan penyebaran fungsi kualitas harus diadaptasi dan diaplikasikan pada pengembangan software. Keterlibatan sistem informasi manajemen dalam TQM tidak terbatas pada penyediaan informasi bagi pemakai internal sehingga perusahaan dapat mencapai kualitas dalam produk dan jasanya, tetapi sistem informasi manajemen juga diharapkan mempraktekkan manajemen kualitas (McLeod, 1996). Sebagaimana dikatakan oleh Flynn et al., (1995) keberhasilan penerapan total quality management
menuntut
adanya
infrastruktur
perusahaan
yang
mendukung.
Dukungan infrastruktur (integrated data system, information system capability) berperan signifikan dalam implementasi quality improvement (Alexander, 2006). Sementara Rai, Song & Troutt (1998) dalam Ahmed & Ravinchandran (1999) menyatakan bahwa dalam implementasi total quality management seperti pengendalian kualitas secara statistik dan penyebaran fungsi kualitas harus diadaptasi dan diaplikasikan pada pengembangan software. Hasil penelitian Leng Ang et al. (2001), bahwa teknologi informasi digunakan untuk mendukung proses total quality management. Hasil menunjukkan bahwa penggunaan teknologi informasi bervariasi diantara dimensidimensi TQM. Sementara hasil penelitian Douglas & Judge (2001), menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara tingkat implementasi TQM dengan competitive advantage yang dicapai. Dan hasil penelitian juga menemukan bukti bahwa hubungan implementasi TQM dan competitive advantage dimoderasi oleh struktur organisasi, hal ini sesuai dengan dimensi kualitas sistem informasi manajemen menurut Loudon & Loudon (2005) yaitu mencakup; organisasi, manajemen dan teknologi informasi.
3.3 Keterkaitan Total Quality Management, Intellectual Capital, dan Kualitas Jasa Salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan organisasi adalah sumber daya manusia, dan bagaimana baiknya sumber daya manusia itu difokuskan untuk memenuhi tujuan-tujuan organisasi. Penerapan total quality management (TQM) pada perguruan tinggi merupakan tantangan yang sama terhadap proses untuk memberdayakan seluruh sumber daya agar bertanggung jawab terhadap apa yang dikerjakan (Ina Primiana, 2002). Schonberger (1994) dalam 384
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Gazpers (2003) menyatakan bahwa agar total quality management dapat berhasil diimplementasikan dan diinstitusionalisasikan, dibutuhkan perubahan-perubahan dalam manajemen sumber daya manusia. Praktek-praktek manajemen sumber daya manusia tidak dapat berdiri sendiri, tetapi berhubungan dengan TQM dan harus selaras dengan perubahan-perubahan proses. Oleh karena itu salah satu kunci keberhasilan implementasi total quality management dalam meningkatkan kualitas jasa yang disediakan oleh perguruan tinggi untuk mencapai keunggulan kompetitif yang diharapkan, sangat tergantung pada kontribusi sumber daya manusia yang berada di dalamnya (Bowen & Lower, 1992 dalam Lucia Iswandari, 2000), yaitu; tingkat intellectual capital dari karyawan. Intellectual capital (IC) sebagaimana didefinisikan oleh Burr & Girrardi (2003) merupakan perkalian antara kompetensi, komitmen dan pengendalian pekerjaan. Kompetensi dan komitmen merupakan unsur dari modal intelektual yang melekat pada modal manusia (human capital) sedangkan pengendalian pekerjaan (job control) termasuk modal struktural (structural capital). Pekerja yang memiliki kompetensi dan komitmen organisasi tinggi tidak akan menghasilkan kinerja optimal jika pekerja tidak diberikan kebebasan, keleluasaan, dan kemandirian dalam mengendalikan pekerjaannya baik yang mencakup keputusan inti berkenaan dengan pekerjaan, kerangka waktu, maupun isi yang
berhubungan dengan substansi keputusan.
Ainsworth et
al.
(2002)
mendefinisikan bahwa kompetensi individu adalah kapasitas dari pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang dimiliki oleh seorang karyawan yang relevan dengan standar pekerjaan yang akan dilakukan sehingga mampu melaksanakan pekerjaan yang telah dirancang bagi dirinya baik untuk saat ini maupun dimasa yang akan datang. Sedangkan Ulrich (1998) menegaskan keberadaan salah satu saja dari faktor tersebut tidaklah menjamin terciptanya intellectual capital yang tinggi. Karena persamaan tersebut berupa perkalian dan bukannya penjumlahan, maka skor yang rendah pada salah satu aspek akan secara signifikan mengurangi intellectual capital secara keseluruhan. Tingkat intellectual capital yang tinggi akan berpengaruh pada tingkat kepuasan karyawan, dengan meningkatnya kepuasan karyawan akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja karyawan. Peningkatan kepuasan karyawan dan kinerja karyawan akan berpengaruh terhadap kualitas jasa yang diberikan karyawan kepada konsumen. 385
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Konsep total quality management berfokus pada komitmen seluruh anggota organisasi (Cruickshank, 2003) terhadap perbaikan kualitas di semua aspek manajemen perusahaan, oleh karena itu karyawan harus didorong untuk berpartisipasi aktif dalam pembuatan keputusan (Lam, 1996) untuk mengembangkan kualitas secara terus-menerus. Karyawan dengan komitmen organisasi yang tinggi akan memiliki pengetahuan dan kepercayaan diri untuk mengatasi masalah yang timbul dan memberikan kontribusi dalam team work maupun proses desain produk (Wasis Budiarto, 2003). Komitmen merupakan ikatan emosional karyawan untuk selalu memihak kepada organisasinya, serta kemudian berupaya mencapai tujuan-tujuan organisasi (Caruana & Calleya, 1998), selain itu komitmen juga merupakan sesuatu yang menyebabkan seseorang mampu untuk tetap bertahan bekerja di dalam suatu perusahaan, dan hal tersebut dilakukan dengan ketulusan dan senang hati (Jacobsen, 2000). Pada perguruan tinggi kualitas jasa adalah hal yang esensial sebagai bagian dari proses pendidikan. Untuk memberikan kualitas jasa terbaik kepada konsumen, salah satunya dibutuhkan adanya komitmen tenaga akademik pada kualitas jasa pendidikan. Komitmen untuk meraih kualitas dan selalu mengutamakan pelanggan merupakan salah satu prinsip utama total quality management dalam pendidikan (Syafaruddin , 2002; 47). Faktor lain yang mendukung kesuksesan implementasi total quality management adalah tingkat kompetensi karyawan dalam perguruan tinggi yang bersangkutan untuk secara sungguh-sungguh merealisasikan total quality management (Fandy Tjiptono,
2000).
Kompetensi
berhubungan
dengan
pengetahuan,
keahlian,
kemampuan atau karakteristik pribadi yang memungkinkan pekerja mencapai keberhasilan dalam menyelesaikan pekerjaan mereka melalui pencapaian hasil atau keberhasilan dalam menyelesaikan tugas-tugas (Noe, 2002). Setiap orang yang bekerja diharapkan dapat mencapai kinerja yang tinggi, dengan kinerja karyawan tinggi, maka hasil yang dicapai akan berkualitas tinggi. Pencapaian kinerja karyawan sangat tergantung dan ditentukan oleh beberapa aspek dalam melaksanakan pekerjaan, salah satunya adalah tingkat kompetensi. Oleh karena itu setiap organisasi perguruan tinggi perlu membangun sumber daya manusia yang berkompetensi sesuai dengan kebutuhan, sehingga akan menjadi pusat keunggulan organisasi dan pada akhirnya akan meningkatkan kinerja organisasi. Kompetensi 386
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
karyawan berpengaruh terhadap kinerja karyawan (Budi W Soetjipto, 2002), karena karyawan yang mempunyai tingkat kompetensi yang tinggi biasanya memiliki kemampuan dan kemauan yang cepat untuk mengatasi permasalahan kerja yang dihadapi, melakukan pekerjaan dengan tenang dan penuh dengan rasa percaya diri, memandang pekerjaan sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan dengan ikhlas, dan secara terbuka meningkatkan kualitas diri melalui proses pembelajaran. Karyawan selain dituntut untuk memiliki komitmen dan kompetensi, juga dibutuhkan adanya pengendalian pekerjaan yang baik. Walaupun karyawan memiliki
kompetensi
dan
komitmen organisasi
tinggi
belum
tentu
akan
menghasilkan kinerja yang optimal jika pekerja tidak diberikan kebebasan, keleluasaan, dan kemandirian dalam mengendalikan pekerjaannya baik yang mencakup keputusan inti berkenaan dengan pekerjaan, kerangka waktu, maupun isi yang
berhubungan
dengan
substansi
keputusan.
Pengendalian
pekerjaan
berpengaruh terhadap kinerja karyawan, karena karyawan yang memperoleh pengendalian pekerjaan yang memadai akan dapat melakukan tindakan secara langsung pada lingkungan sehingga menghasilkan outcome yang dinginkan, mengendalikan perilaku negatif pada dirinya, dan memilih dari kemungkinan berbagai tindakan atau tugas yang diinginkan (Burr & Girardi, 2002). Semua ini pada akhirnya akan meningkatkan kinerja karyawan baik secara kualitas maupun kuantitas (Ulrich, 1997). Salah satu kunci keberhasilan implementasi total quality management dalam meningkatkan kualitas jasa yang disediakan oleh perguruan tinggi untuk mencapai keunggulan kompetitif yang diharapkan, sangat tergantung pada sumber daya manusia yang berada di dalamnya dalam hal ini yaitu; intellectual capital. Intellectual capital (IC) sebagaimana didefinisikan oleh Burr & Girrardi (2002) merupakan perkalian antara komitmen, kompetensi dan pengendalian pekerjaan. Komitmen dan kompetensi merupakan unsur dari modal intelektual yang melekat pada modal manusia (human capital) sedangkan pengendalian pekerjaan (job control) termasuk modal struktural (structural capital). Pekerja yang memiliki kompetensi dan komitmen organisasi tinggi tidak akan menghasilkan kinerja optimal jika pekerja tidak diberikan kebebasan, keleluasaan, dan kemandirian dalam mengendalikan 387
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
pekerjaannya baik yang mencakup keputusan inti berkenaan dengan pekerjaan, kerangka waktu, maupun isi yang berhubungan dengan substansi keputusan. Sementara hasil penelitian Ramarapu, et al., (1993) menyatakan bahwa salah satu faktor pendukung keberhasilan penerapan manajemen kualitas di Jepang adalah pekerja yang sangat peduli terhadap kualitas. Dengan kualitas hasil kerja karyawan meningkat, maka kinerja organisasi juga akan meningkat. Sebaliknya kurangnya komitmen karyawan dapat menghambat penerapan total quality management (Ngai & Cheng, 1995).
Sedangkan hasil penelitian Jackson (2004), menunjukkan bahwa
komitmen karyawan adalah elemen penting dalam kualitas total. Peran komitmen terhadap nilai-nilai perusahaan adalah sebagai moderator hubungan antara inisiatif strategi organisasi dan karakteristik work design. Karyawan dengan komitmen yang kuat diharapkan dapat membentuk Work design dapat memberikan kapabilitas untuk melakukan apapun untuk mencapai kualitas yang diharapkan. Selain komitmen, kompetensi karyawan juga berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Sebagaimana hasil penelitian Mathews & Redman (1998) bahwa kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja dan peningkatan kualitas pelayanan nasabah pada perbankan. Ahmad & Schroeder (2002), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengaruh praktek manajemen kualitas terhadap competitive pabrik (kualitas produk) dimoderasi oleh usaha pabrik selama rekruitmen untuk menjamin bahwa calon karyawan
memiliki
ciri-ciri
perilaku
yang
diinginkan
pabrik
dalam
mengimplementasikan praktek manajemen kualitas (kemampuan menyelesaikan masalah). Karyawan selain dituntut untuk memiliki komitmen dan kompetensi, juga dibutuhkan adanya pengendalian pekerjaan yang baik. Pengendalian pekerjaan berpengaruh terhadap kinerja karyawan, karena karyawan yang memperoleh pengendalian pekerjaan yang memadai mereka akan dapat melakukan tindakan secara langsung pada lingkungan sehingga menghasilkan outcome yang dinginkan, mengendalikan perilaku negatif pada dirinya, dan memilih dari kemungkinan berbagai tindakan atau tugas yang diinginkan. Semua ini pada akhirnya akan meningkatkan kinerja karyawan baik secara kualitas maupun kuantitas (Ulrich, 1998). Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Burr & Girardi (2002) yang mengatakan bahwa pengendalian pekerjaan berpengaruh positif terhadap kinerja individu karyawan. Sebagaimana hasil penelitian Batt (1999) bahwa karyawan yang 388
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
memiliki kebebasan dalam mengatur pekerjaannya dan berpartisipasi dalam perbaikan kualitas akan mencapai kualitas jasa yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki kebebasan. 3.4
Keterkaitan Kualitas Jasa Dengan Kinerja
Meningkatnya intensitas persaingan dan tingkat persaingan biasanya juga akan diikuti dengan semakin tingginya kualitas para pesaing yang terlibat. Dengan meningkatnya intensitas persaingan dan jumlah pesaing menuntut setiap perguruan tinggi untuk makin kompetitif dalam melayani kebutuhan dan keinginan masyarakat/pelanggan serta berusaha memenuhi apa yang mereka harapkan dengan selalu berusaha meningkatkan kualitasnya agar kepuasan pelanggan dapat terwujud melebihi kualitas dari pesaing. Karena nilai kompetitif perguruan tinggi (kinerja) sesungguhnya terletak pada kemampuannya dalam melayani masyarakat dengan kualifikasi kemampuan dan profesionalisme tinggi melalui peningkatan kualitas. Hal tersebut bisa dilakukan melalui penerapan total quality management (TQM). Kualitas yang ingin dipenuhi harus dilihat dari sudut pandang pelanggan agar sesuai dengan apa yang mereka harapkan melebihi dari apa yang dapat disediakan oleh para pesaingnya. Perspektif TQM terhadap kepuasan pelanggan pada hakekatnya adalah bahwa pelanggan merupakan penilai terakhir dari kualitas sehingga prioritas utama dalam jaminan kualitas adalah memiliki piranti yang handal mengenai penilaian konsumen terhadap perguruan tinggi. Kualitas bukanlah hasil dari kombinasi faktor-faktor kebetulan, oleh karena itu kualitas harus didefinisikan, dirancang, direncanakan, dan dilaksanakan secara tepat. Setiap upaya perbaikan kualitas akan membuat proses atau sistem organisasi menjadi lebih baik. Perhatian penuh pada kualitas akan memberikan dampak positif kepada bisnis, salah satunya yaitu; dampak terhadap biaya produksi, melalui penurunan biaya kualitas. Biaya kualitas merupakan biaya yang terjadi atau mungkin akan terjadi karena kualitas yang buruk, yang berhubungan dengan penciptaan, pengidentifikasian, perbaikan, dan pencegahan kerusakan. Setiap upaya perbaikan kualitas akan menghilangkan atau mengurangi pemborosan yang ada dalam sistem itu, sehingga biaya kualitas semakin menurun dan pada akhirnya biaya per unit produk/jasa akan berkurang. Produktivitas total industri secara 389
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
keseluruhan akan meningkat karena pemborosan dan inefisiensi akan berkurang, dan harga mampu bersaing. Oleh karena itu peningkatan kualitas sangat penting bagi industri karena pasar menginginkan produk/jasa yang berkualitas baik dan harganya bersaing. Kualitas dan kepuasan pelanggan berkaitan sangat erat. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan yang kuat dengan perguruan tinggi. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perguruan tinggi untuk dapat memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka.
Perusahaan
dapat
meningkatkan
kepuasan
pelanggan
dengan
memaksimumkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan (Fandy & Anastasia, 2000). Perusahaan dapat meningkatkan pangsa pasarnya melalui pemenuhan kualitas yang bersifat customer-driven, yang akan memberikan keunggulan harga dan customer value. Customer value merupakan kombinasi dari manfaat dan pengorbanan yang terjadi apabila pelanggan menggunakan suatu produk atau jasa guna memenuhi kebutuhan tertentu (Boands, et al., 1994). Bila kualitas yang dihasilkan superior dan pangsa pasar yang dimiliki perusahaan besar, maka profitabilitas perusahaan akan terjamin (pangsa pasar dan profotabilitas merupakan elemen untuk mengukur kinerja organisasi). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kualitas dan profitabilitas berhubungan sangat erat. Perusahaan baik manufaktur maupun jasa yang menawarkan produk atau jasa superior pasti dapat mengalahkan pesaingnya yang menghasilkan kualitas inferior. Adapun manfaat kualitas yang superior antara lain; loyalitas pelanggan yang semakin besar, pangsa pasar yang lebih besar, dan produktivitas yang lebih tinggi. Selain itu peningkatan
kualitas
juga dapat
mengurangi biaya, adanya pengurangan biaya ini pada gilirannya akan memberikan keunggulan kompetitif berupa peningkatan profitabilitas dan pertumbuhan. Semua manfaat di atas pada gilirannya mengarah pada peningkatan daya saing berkelanjutan dan dalam jangka panjang akan meningkatkan kinerja organisasi. Hal tersebut diperkuat oleh Al Ries (1996) dalam Nursya’bani Purnama (2006) bahwa dari survey yang telah dilakukan terhadap para manajer di Amerika, hasilnya sebanyak 80% manajer di Amerika berpendapat bahwa kualitas akan menjadi 390
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
sumber fundamental keunggulan bersaing di abad 21, 87% menempatkan kualitas sebagai faktor terpenting untuk meningkatkan kinerja. Hendrik & Singhal (1997) melakukan penelitian terhadap 400 perusahaan dagang yang telah mendapatkan Quality Award (proxy TQM), hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaanperusahaan tersebut mengalami kenaikan kinerja keuangan. Arawati Agus et al. (2000), hasil menunjukkan bahwa implementasi TQM dapat meningkatkan kepuasan konsumen (atas kualitas produk) dan pada akhirnya akan memperbaiki kinerja keuangan.
Sodikoglu
(2004),
menemukan
hubungan
yang
positif
antara
implementasi TQM dengan performance melalui peningkatan kualitas dengan variabel kontrol faktor organisasi. Arawati Agus (2004) menemukan hubungan yang signifikan antara implementasi TQM, kualitas produk dan kinerja organisasi pada perusahaan-perusahaan elektronik di Malaysia. Brah et al (2002), menemukan adanya hubungan positif antara kinerja kualitas dengan kepuasan konsumen dan kepuasan karyawan. Mukherjee et al. (2003), menemukan adanya hubungan antara kualitas jasa yang superior dengan kinerja keuangan. Bertitik tolak dari identifikasi masalah dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Hipotesis 1 Implementasi total quality management berpengaruh terhadap kualitas jasa. 2. Hipotesis 2 Sistem informasi manajemen dan intellectual capital berpengaruh terhadap efektivitas implementasi total quality management dalam meningkatkan kualitas jasa. 3. Hipotesis 3 Kualitas Jasa berpengaruh terhadap kinerja perguruan tinggi
4. Metode Penelitian 4.1 Metode Pengumpulan Data Populasi
dalam
penelitian
ini
adalah
perguruan
tinggi
yang
telah
mengimplementasikan total quality management (TQM) di Pulau Jawa dengan menggunakan proxi perguruan tinggi bersertifikat ISO 9001. Total perguruan tinggi 391
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
di Pulau Jawa yang telah mengimplementasikan total quality management, berdasarkan daftar perusahaan yang mendapat sertifikat ISO 9001 (LIPBI, 2006) sebanyak 25 perguruan tinggi. Dalam penelitian ini karena terbatasnya populasi maka digunakan metode sensus dalam pengumpulan data, dimana semua populasi dijadikan responden. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode survey dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner implementasi total quality management, komitmen dosen dan pengendalian kerja dosen diberikan kepada dosen; kuesioner sistem informasi manajemen dan kinerja perguruan tinggi diberikan kepada pimpinan; kuesioner kualitas jasa akademik, kualitas instruksional dan kompetensi dosen diberikan kepada mahasiswa Perguruan Tinggi bersertifikat ISO 9001 di Pulau Jawa yang terpilih menjadi responden.
4.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian Dalam penelitian ini, variabel-variabelnya dapat dijabarkan berikut ini: 1) Variabel bebas (independent variable) •
Total quality management yaitu: perbaikan terus menerus, yang melibatkan semua dosen dan karyawan di setiap jenjang organisasi untuk mencapai kualitas dalam semua aspek organisasi.
2) Variabel penguat (moderating variable) (1) Sistem informasi manajemen yaitu: integrasi dari komponen organisasi, manajemen dan teknologi yang dimiliki oleh perguruan tinggi yang dapat memenuhi kebutuhan dan memuaskan pemakainya. (2) Intellectual capital yaitu: interaksi antara kompetensi, komitmen dan pengendalian pekerjaan dosen perguruan tinggi. Adapun uraian masingmasing sub-variabel adalah sebagai berikut: •
Kompetensi dosen merupakan kemauan dan kemampuan dosen di perguruan tinggi yang terbentuk dari sinergi antara watak, konsep diri, motivasi internal, serta kapasitas pengetahuan kontektual.
•
Komitmen merupakan tingkat keterikatan dan keinginan dosen untuk secara terus-menerus berpartisipasi aktif pada perguruan tinggi.
392
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
•
Pengendalian kerja merupakan pengembangan aktivitas dan kreativitas dosen di perguruan tinggi untuk dapat secara bebas, menggunakan kapabilitas yang dimilikinya.
(3) Variabel antara (intervening variable) •
Kualitas jasa yaitu: penilaian mahasiswa terhadap perguruan tinggi atas kesesuaian jasa yang disediakan oleh perguruan tinggi sebagaimana diharapkannya.
(4) Variabel terikatnya (variable dependent) •
Kinerja perguruan tinggi yaitu: kemampuan perguruan tinggi untuk mengembangkan sumber daya manusia, profesionalisme dan memenuhi kebutuhan tenaga profesional di berbagai sektor pembangunan.
4.3 Metode Analisis Data 4.3.1 Pengujian Validitas Dan Reliabilitas Instrumen Uji validitas dilakukan dengan analisis item. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa semua item pertanyaan valid. Untuk melakukan uji reliabilitas instrument menggunakan rumus Cronbach Alpha. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa kuesioner adalah reliabel.
5.3.2 Uji Hipotesis Analisis regresi sederhana dan regresi interaksi. Adapun variabel penelitian secara lengkap dapat digambarkan sebagai berikut: Sistem informasi manajemen (SIM) Intellectual Capital (IC) Implementasi Total Quality Management (TQM)
Kualitas Jasa (KUAL)
Kinerja Perguruan Tinggi (KINERJA)
Gambar 2 Variabel Penelitian Secara Keseluruhan Sebelum uji hipotesis dilakukan, semua data diuji normalitas data dan uji asumsi klasik. Hasil pengujian normalitas data menujukkan bahwa data berdistribusi 393
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
normal. Sedangkan untuk pengujian asumsi klasik menunjukkan bahwa semua asumsi klasik terpenuhi.
4.3.2.1 Uji Hipotesis Penelitian 1 Untuk hipotesis 1 digunakan uji regresi sederhana dengan persamaan sebagai berikut: KUAL = α + β1TQM + e Keterangan: KUAL
= Kualitas jasa perguruan tinggi
TQM
= Implementasi total quality management
4.3.2.2 Uji Hipotesis Penelitian 2 Untuk uji hipotesis penelitian 2 digunakan uji reresi interaksi dengan persamaan sebagai berikut: Y = β0 + β1TQM + β2SIM+ β3IC + β4TQM.SIM+ Β5TQM.IC + e Keterangan: KUAL
= Kualitas jasa perguruan tinggi
TQM
= Implementasi total quality management
SIM
= Sistem informasi manajemen
IC
= Intellectual capital
4.3.2.3 Uji Hipotesis Penelitian 3 Untuk hipotesis 3 digunakan uji regresi Sederhana KINERJA
= α+ β1KUAL + e
Keterangan: KINERJA
= Kinerja perguruan tinggi
KUAL
= Kualitas jasa 394
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
5. Hasil Dan Pembahasan 5.1 Hasil Deskriptif Statistik Tabel 2 Hasil Tanggapan Responden Mengenai Variabel Penelitian Variabel TQM SIM IC KUAL KINERJA
Nilai 5 5895 115 3465 3095 70
4 8189 456 6544 21560 712
3 819 339 3327 12972 741
Kategori 2
408 100 1836 4300 312
1 43 0 230 384 35
Total 15354 1010 15402 42311 1870
Tinggi Cukup Cukup Cukup Cukup
5.2 Pengaruh Total Quality Management (TQM) Terhadap Kualitas Jasa Dalam penelitian ini nilai P value sebesar 0.00 (lihat lampiran) lebih kecil dari α sebesar 0.05, dengan demikian maka H0 ditolak, artinya implementasi total quality management berpengaruh terhadap kualitas jasa. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Arawati, et al. (2000), Brah, et al. (2002), Daniel I. Prajogo & Sohal (2003), Daniel I. Prajogo (2005), Sakthivel et al. (2005). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas jasa dari suatu perguruan tinggi tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi harus dicapai melalui suatu usaha, salah satunya adalah melalui penerapan total quality manajemen pada perguruan tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa aplikasi total quality management sangat bermanfaat terhadap dunia pendidikan masa depan. Hal tersebut menunjukkan bahwa aplikasi total quality management sangat bermanfaat terhadap dunia pendidikan masa depan. Penerapan total quality management secara benar dapat menjamin bahwa pemimpin-pemimpin lembaga pendidikan dapat mengendalikan usahanya. Implementasi total quality management akan memberi petunjuk proses penyelesaian masalah yang masuk akal, bersifat persuasif, mengidentifikasi persoalan dan pertanggungjawaban. Adapun strategi yang dikembangkan dalam penggunaan total quality management dalam dunia pendidikan adalah institusi pendidikan memposisikan dirinya sebagai institusi jasa atau dengan kata lain menjadi industri jasa, yakni institusi yang memberikan pelayanan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan. Total quality management menekankan pada perbaikan secara berkelanjutan untuk mencapai kebutuhan dan kepuasan pelanggan 395
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
sebagai sasaran utama. Kepuasan pelanggan akan tercapai jika institusi memberikan jasa sesuai dengan yang diinginkan oleh pelanggan, jasa yang diinginkan oleh pelanggan tentu saja merupakan sesuatu yang berkualitas. Penerapan total quality management secara benar dapat menjamin bahwa pemimpin-pemimpin lembaga pendidikan dapat mengendalikan usahanya. Implementasi total quality management akan memberi petunjuk proses penyelesaian masalah yang masuk akal, bersifat persuasif, mengidentifikasi persoalan dan pertanggungjawaban. Adapun strategi yang dikembangkan dalam penggunaan total quality management dalam dunia pendidikan adalah institusi pendidikan memposisikan dirinya sebagai institusi jasa atau dengan kata lain menjadi industri jasa, yakni institusi yang memberikan pelayanan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan. Total quality management menekankan pada perbaikan secara berkelanjutan untuk mencapai kebutuhan dan kepuasan pelanggan sebagai sasaran utama. Kepuasan pelanggan akan tercapai jika institusi memberikan jasa sesuai dengan yang diinginkan oleh pelanggan, jasa yang diinginkan oleh pelanggan tentu saja merupakan sesuatu yang berkualitas. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, maka perguruan tinggi juga harus melakukan usaha perbaikan terus-menerus guna memenuhi kualitas yang diinginkan oleh konsumen, sebagaimana dilakukan oleh organisasi bisnis yaitu melalui implementasi total quality management. Hal ini diperkuat oleh Maman Ukas, dkk. (2003) bahwa kualitas jasa dalam pendidikan dapat dicapai dengan menerapkan total quality management. Implementasi total quality management akan memberikan beberapa manfaat bagi perguruan tinggi, antara lain: •
Memperkuat organisasi perguruan tinggi dan memberikan peta jalan atau arah bagi perubahan.
•
Mendorong kita untuk bekerja sebagai teman dalam kelompok kerja, bukan sebagai musuh.
•
Mengupayakan suatu program yang akan mengusahakan bukan hanya penanganan satu aspek saja dari pendidikan, tetapi menjadi pendekatan yang holistik dan menyebabkan segala unsur perguruan tinggi mengubah cara yang mengarahkan dirinya kepada suatu perbaikan. 396
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
•
Meningkatkan partisipasi setiap orang yang terlibat dalam penyelenggaraan perguruan tinggi (mahasiswa, fakultas, staf, alumni), dan usaha-usaha masyarakat.
•
Mengarahkan para orang tua dan mahasiswa untuk membuat saran-saran untuk memajukan perguruan tinggi.
•
Mengarahkan adanya komite perguruan tinggi dan organisasi mahasiswa dalam membuat standard kualitas pendidikan bagi perguruan tinggi.
•
Membuat semua unsur perguruan tinggi menjadi bersikap proaktif daripada bersikap reaktif terhadap sesuatu yang mempengaruhi perguruan tinggi.
Dengan demikian hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa implementasi total quality management pada perguruan tinggi dapat dijadikan sebagai salah satu strategi dalam menghadapi era globalisasi yang ditandai dengan persaingan yang semakin kompetitif, teknologi semakin canggih, peraturan dan perundang-undangan yang semakin ketat dan pelanggan yang semakin pintar. Total quality management memberikan peralatan bagi manajemen perguruan tinggi untuk menjawab tantangan global dan mengarahkan perguruan tinggi pada perbaikan kualitas yang berkesinambungan yang menunjang tercapainya kepuasan konsumen secara total dan terus menerus melalui peningkatan kualitas jasa pendidikan.
5.3 Pengaruh Sistem
Informasi
Manajemen Terhadap Efektifitas
Implementasi Total Quality Management Dalam Meningkatkan Kualitas Jasa Pendidikan Hasil t test menunjukkan bahwa nilai t hitung sebesar 3.025 dengan tingkat signifikansi 0.007 lebih kecil dari 0.05, demikian maka H0 ditolak. Jadi terbukti bahwa sistem informasi manajemen memperkuat pengaruh total quality management terhadap peningkatan kualitas jasa. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Leng Ang et al. (2001); Chow & Lui (2003); Flynn et al., (1995); Rai, Song & Troutt (1998) dalam Ahmed & Ravinchandran (1999). Implementasi sistem informasi manajemen berperan dalam pemenuhan informasi manajemen kepada setiap tingkatan pimpinan atau level organisasi perguruan tinggi. Hal ini dipenuhi, karena dimensi sistem informasi manajemen sebagai 397
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
kumpulan sistem informasi yang diaplikasikan pada setiap tingkatan, dan area fungsional organisasi. Sebagai suatu sistem, sistem informasi manajemen adalah kumpulan dari berbagai disain sistem informasi yang saling koordinatif. Sistem ini meliputi kegiatan atau fungsi sistem dalam fase input-proses-output, dengan saling ketergantungan (interfaces). Sistem informasi manajemen (SIM) didesain sesuai tujuan dan kebutuhan organisasi. Adapun tujuan organisasi baik manufaktur maupun jasa saat ini adalah menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas sesuai keinginan konsumen. Untuk menghasilkan produk maupun jasa yang berkualitas perusahaan dapat menerapkan total quality management. Sistem informasi manajemen merupakan suatu infrastruktur yang memfasilitasi pihak manajemen yang memerlukan informasi untuk pengambilan keputusan dalam organisasi dengan basis total quality management dengan tujuan memenangkan persaingan melalui pembuatan produk/jasa yang berkesesuaian mutu (conformance quality) dengan konsumen (pelanggan) (Suyudi Prawiro, 2002; 124). Keterlibatan sistem informasi manajemen dalam total quality management tidak terbatas pada penyediaan informasi bagi pemakai internal sehingga organisasi dapat mencapai kualitas dalam produk dan jasanya, tetapi sistem informasi manajemen juga diharapkan mempraktekkan manajemen kualitas itu sendiri (McLeod, 1996). Keterlibatan sistem informasi di dalam dunia pendidikan sudah tidak dianggap sebagai pilihan, tetapi telah menjelma menjadi kebutuhan mutlak yang harus dimiliki dan dimanfaatkan oleh perguruan tinggi jika ingin meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikannya melalui implementasi total quality management. Perguruan tinggi kelas dunia seperti Harvard University, Stanford University, Oxford University, Cambridge University, dan lain sebagainya telah menerapkan teknologi tidak hanya untuk keperluan administrasi manajemen pendidikan melainkan sebagai media utama dalam penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar, riset dan pengembangan, serta pelayanan kepada masyarakat. Perencanaan, penerapan, dan pengembangan sistem informasi manajemen yang tepat tidak hanya akan memperkokoh penyelenggaraan perguruan tinggi, tetapi juga akan meningkatkan penjaminan mutu atau kualitas pemberian pendidikan. Selain untuk memperbaiki kinerja perguruan tinggi dalam mengelola proses yang dimilikinya, sejumlah studi 398
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
telah memperlihatkan adanya hubungan yang kuat dan signifikan terhadap peningkatan kualitas pendidikan setelah diimplementasikannya teknologi informasi (sebagai bagian dari sistem informasi manajemen) (Eko Indrajit & Djokopranoto, 2006), terutama dalam kaitannya dalam menunjang implementasi total quality management (McLeod, 1996).
5.4 Pengaruh Intellectual Capital Terhadap efektifitas Implementasi Total Quality Management
Dalam
Meningkatkan Kualitas Jasa
Pendidikan Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian hasil penelitian, menunjukkan bahwa variabel intellectual capital merupakan variabel moderating dengan probabilitas signifikansi sebesar 0.000 dibawah nilai α = 0.05, hasil penelitian ini menolak Ho, dengan demikian hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi total quality management akan lebih efektif dalam meningkatkan kualitas jasa pendidikan jika di dukung oleh intellectual capital karyawan. Hasil Penelitian ini mendukung penelitian Jackson (2004); Cruickshank, (2003); Ahmad & Schroeder (2002); Rice (1999) dalam Ahmad & Schroeder (2002); Frese & Zapf (1998) dalam Burr & Girardi (2002); Batt (1999). Dari beberapa konsep, hasil penelitian terdahulu dan hasil penelitian Pada Perguruan Tinggi bersertifikat ISO 9001di Pulau Jawa menunjukkan bahwa implementasi total quality management harus didukung oleh peningkatan kompetensi karyawan, komitmen karyawan dan pemberiaan tanggung jawab pada karyawan untuk mengendalikan pekerjaannya agar efektif dalam meningkatkan kualitas jasa. Salah satu kunci keberhasilan implementasi total quality management dalam meningkatkan kualitas jasa yang disediakan oleh perguruan tinggi untuk mencapai keunggulan kompetitif yang diharapkan, sangat memerlukan dukungan dari sumber daya manusia (dalam hal ini dosen) yang ada di dalamnya. Selain merupakan aset organisasi yang paling vital, sumber daya manusia (dosen) juga merupakan pelanggan internal yang menentukan kualitas akhir suatu produk/jasa dan organisasi. Oleh sebab itu, sukses tidaknya implementasi total quality management sangat ditentukan oleh dukungan yang diberikan oleh dosen 399
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
melalui; kesediaannya (komitmen), dan kompetensinya sungguh
merealisasikannya
dalam
perguruan
tinggi
untuk secara sungguhyang
bersangkutan.
Sebagaimana dinyatakan oleh Schonberger (1994) dalam Retno (2000), agar total quality management dapat berhasil diimplementasikan dan diinstitusionalisasikan, dibutuhkan perubahan-perubahan dalam manajemen sumber daya manusia. Praktek-praktek manajemen sumber daya manusia tidak bebas sendiri, tetapi terkait dengan paket total quality management dan harus selaras dengan perubahanperubahan proses. Salah satu perubahan yang dibutuhkan adalah peningkatan kompetensi, komitmen dan pengendalian kerja dosen. Sebagaimana dikatakan Trianto & Titik Triwulan (2006) bahwa kualitas manusia Indonesia yang unggul dapat dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dan memegang peranan yang sangat penting, karena dosen mempunyai kesempatan besar untuk mempengaruhi mahasiswa baik pengaruh positif maupun negatif. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dosen mempunyai peranan dan kedudukan kunci dalam keseluruhan proses pendidikan dan sangat signifikan sebagai penentu keberhasilan proses pembelajaran.. Untuk pencapaian hasil yang optimal dalam meningkatkan kualitas jasa pendidikan melalui implementasi total quality management maka diperlukan dukungan kompetensi dosen, komitmen dosen dan pengendalian kerja dosen secara utuh. Sebagaimana didefinisikan oleh Burr & Girrardi (2003) bahwa Intellectual Capital (IC) merupakan perkalian antara kompetensi, komitmen dan pengendalian pekerjaan. Pekerja yang memiliki kompetensi dan komitmen organisasi tinggi tidak akan menghasilkan kinerja optimal jika pekerja tidak diberikan kebebasan, keleluasaan, dan kemandirian dalam mengendalikan pekerjaannya baik yang mencakup keputusan inti berkenaan dengan pekerjaan, kerangka waktu, maupun isi yang berhubungan dengan substansi keputusan. Keberadaan salah satu saja dari faktor tersebut tidaklah menjamin terciptanya intellectual capital yang tinggi. Intellectual capital dosen yang tinggi akan dapat meningkatkan kreativitas dan adaptasi dosen untuk menciptakan inovasi baru dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik pelanggan internal maupun eksternal perguruan tinggi. Jadi keberhasilan 400
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
perguruan
tinggi
dalam
mengimplementasikan
total
quality
management
membutuhkan dukungan intellectual capital dari dosen agar tujuan implementasi total quality management untuk meningkatkan kualitas jasa dapat tercapai dengan lebih baik. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Winarno Surakhmad (1969) dalam Trianto & Titik Triwulan (2003), bahwa kekuatan dan kualitas pendidikan suatu negara dapat dinilai dengan menggunakan faktor dosen sebagai salah satu indek utama. Berdasarkan uraian tersebut di atas, intellectual capital mempunyai peran penting (dukungan yang signifikan) bagi perguruan tinggi untuk mencapai kualitas jasa pendidikan melalui implementasi total quality management, untuk itu intellectual capital harus dikelola dengan baik, karena: 1) Intellectual capital adalah satu diantara sedikit aktiva perusahaan yang dapat berkembang Intellectual capital yang merupakan suatu aktiva yang melekat dalam otak dan hati karyawan dapat dan harus bertumbuh jika perguruan tinggi menginginkan peningkatan
kualitas.
Tugas
pimpinan
adalah
menjadikan
produktif
pengetahuan yang dikuasai karyawan dan mengubah intellectual capital untuk menghasilkan value bagi pelanggan. 2) Intellectual capital mudah dibawa pergi Dosen yang memiliki kompetensi tinggi dengan mudah dapat menemukan peluang kerja di berbagai perguruan tinggi lain, sehingga mereka memiliki kesempatan untuk memilih di mana mereka akan bekerja. Mereka hanya akan memberikan komitmennya bila ia merasakan adanya ikatan emosional dengan suatu perguruan tinggi. Untuk itu, pimpinan perguruan tinggi tidak cukup menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk menjadikan suatu pekerjaan terlaksana, tetapi juga harus mencari cara lain untuk mendapatkan komitmen dari dosen yang memiliki kompetensi tinggi. 3) Intellectual capital dalam perguruan tinggi berhubungan langsung dengan persepsi pelanggan terhadap perguruan tinggi. Banyak perguruan tinggi mempekerjakan dosen yang kurang kompeten dan tidak memiliki komitmen untuk mengajar tanpa bimbingan dan pengawasan, sebagai akibatnya citra perguruan tinggi akan jatuh dimata pelanggan.
401
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
4) Intellectual capital menarik sumber daya lain menjadi satu Tidak ada satu pun aktiva perguruan tinggi yang memiliki kemampuan untuk menggabungkan berbagai sumber daya guna menghasilkan sinergi. Sumber daya manusia
merupakan
satu-satunya
kekayaan
perusahaan
yang
memiliki
kemampuan untuk menghasilkan sinergi dari penggabungan berbagai sumber daya.
5.5 Pengaruh Kualitas Terhadap Kinerja Dalam penelitian ini diperoleh nilai P value sebesar 0.000 (lihat lampiran) lebih kecil dari α sebesar 0.05, maka H0 ditolak bahwa kualitas jasa berpengaruh terhadap kinerja perguruan tinggi. Hasil penelitian ini berhasil mendukung penelitian Arawati Agus (2004), Mukherjee, et al. (2003), Sakthivel & Raju (2006), Brah et al (2002), Flynn, et al. (1995), Hendrik & Singhal (1997), Evan dan Dean (2003). Berdasarkan pada temuan-temuan di atas, sangat beralasan jika saat ini kualitas telah menjadi bahasa dunia dan menjadi tema sentral dalam setiap pembicaraan manajemen bisnis. Begitu juga dalam dunia pendidikan kualitas adalah agenda utama dan meningkatkan kualitas merupakan tugas yang paling penting. Kualitas jasa memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan yang kuat dengan perguruan tinggi. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perguruan tinggi untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. Dengan demikian perguruan tinggi dapat meningkatkan kepuasan pelanggan, dengan jalan memaksimumkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Pada gilirannya kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada perguruan tinggi yang memberikan kualitas memuaskan. Dengan meningkatnya loyalitas konsumen, perguruan tinggi dapat meningkatkan pangsa pasarnya melalui pemenuhan kualitas yang bersifat customer-driven. Hal ini akan memberikan keunggulan harga dan customer value. Customer value merupakan kombinasi dari manfaat dan pengorbanan yang terjadi apabila pelanggan menggunakan suatu produk atau jasa guna memenuhi kebutuhan tertentu (Boands, 402
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
et al., 1994). Bila kualitas yang dihasilkan superior dan pangsa pasar yang dimiliki besar, maka profitabilitasnya terjamin (pangsa pasar dan profotabilitas merupakan elemen untuk mengukur kinerja organisasi). Dengan memberikan jasa yang berkualitas, maka kepuasan konsumen akan tercapai dan pada akhirnya pangsa pasar akan meningkat. Untuk itu, agar perguruan tinggi mampu bertahan dalam persaingan yang semakin meningkat, maka kemampuan perguruan tinggi untuk menyediakan jasa yang berkualitas merupakan senjata bagi perguruan tinggi untuk memenangkan persaingan. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi perguruan tinggi yang ingin bertahan dalam persaingan global selain harus bisa menghasilkan produk berkualitas yang bisa diterima konsumen, karena kualitas memiliki beberapa peran penting bagi perguruan tinggi dalam konteks persaingan, yaitu: 1) Kualitas akan meningkatkan reputasi perguruan tinggi Perguruan tinggi yang mampu menghasilkan jasa berkualitas dan bisa diterima masyarakat, sebutan sebagai perguruan tinggi yang mengedepankan kualitas akan melekat pada perguruan tinggi tersebut. Jika hal ini bisa dipertahankan secara konsisten, perguruan tinggi tersebut akan memiliki reputasi yang meningkat di mata konsumen. 2) Kualitas akan menurunkan biaya Peningkatan kualitas yang dilakukan perguruan tinggi harus berorientasi pada kepuasan konsumen, baru kemudian menterjemahkannya ke dalam spesifikasi jasa. Langkah seperti ini akan menghemat biaya karena jasa akan diterima baik oleh konsumen. 3) Kualitas akan meningkatkan pangsa pasar Konsumen saat ini semakin rasional, hanya akan memilih jasa berkualitas dengan harga yang wajar atau bahkan rendah. Jika perguruan tinggi mampu memenuhi kualitas jasa dengan harga rendah, maka pangsa pasar akan meningkat. 4) Pertanggungjawaban produk dan jasa Pencapaian kualitas jasa yang diterima konsumen akan membawa implikasi meningkatnya budaya kualitas pada perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang telah menghasilkan jasa berkualitas dan diterima konsumen, akan selalu berusaha menunjukkan pertanggungjawaban dan mempertahankan kualitas dengan cara menentukan desain, proses, dan penyampaian jasa. 403
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
5) Kualitas memiliki dampak internasional Kualitas telah menjadi bahasa bisnis global. Jika kualitas jasa pendidikan diterima konsumen dan mampu dipertahankan secara konsisten dan terus-menerus, maka akan membawa dampak semakin dikenalnya perguruan tinggi tersebut dalam lingkup yang semakin luas di tingkat internasional. 6) Penampilan jasa Jasa pendidikan yang ditawarkan perguruan tinggi akan mudah dikenal konsumen jika kualitas jasanya telah diuji dari waktu ke waktu. Jasa pendidikan yang mampu secara konsisten memenuhi keinginan konsumen, maka konsumen akan semakin percaya dengan jasa pendidikan yang dihasilkan perguruan tinggi tersebut. Jika hal itu telah tercipta, maka kualitas jasa pendidikan perguruan tinggi tersebut akan menjadi ikon yang mempunyai daya tarik. 7) Mewujudkan kualitas yang dinilai penting Idealnya
penentuan
spesifikasi
jasa
pendidikan
dilakukan
setelah
mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen, serta atribut jasa pendidikan yang dinilai penting oleh konsumen. Dengan demikian perguruan tinggi yang terobsesi terhadap kualitas hanya akan mewujudkan kualitas yag dinilai penting oleh konsumen.
Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis yang telah dibangun serta analisis hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Berdasarkan hasil analisis deskriptif mengenai variabel-variabel penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: sistem penilaian kinerja, penghargaan, sistem informasi
manajemen,
intellectual
capital
(kompetensi,
komitmen,
dan
pengendalian kerja), kualitas jasa dan kinerja perguruan tinggi pada Perguruan Tinggi bersertifikat ISO 9001 di Pulau Jawa secara keseluruhan berada dalam kategori cukup, kecuali implementasi total quality management pada Perguruan Tinggi bersertifikat ISO 9001 di Pulau Jawa berada dalam kategori tinggi. 2) Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa: (1) Implementasi total quality management (TQM) berpengaruh terhadap kualitas jasa pendidikan. Temuan penelitian ini mendukung teori yang ada bahwa 404
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
TQM merupakan filosofi manajemen yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas produk secara terus menerus untuk mencapai kepuasan konsumen (Joseph et al., 1999; 1338). (2) Sistem informasi manajemen, dan intellectual capital secara bersama-sama berpengaruh dalam memoderasi hubungan antara implementasi total quality management dengan kualitas jasa pendidikan. Adapun hasil secara parsial adalah sbb: •
Sistem informasi manajemen berpengaruh dalam memoderasi hubungan antara implementasi total quality management dengan kualitas jasa. Temuan penelitian ini mendukung teori yang ada bahwa total quality management dalam implementasinya memerlukan dukungan suatu sistem informasi yang mampu menangkap, mencipta dan memanipulasi informasi internal dan eksternal secara efektif guna tercapainya tujuan kualitas (Flynn et al., 1995).
•
Intellectual capital berpengaruh dalam memoderasi hubungan antara implementasi total quality management dengan kualitas jasa. Hasil penelitian ini mendukung teori yang ada bahwa salah satu kunci keberhasilan implementasi total quality management dalam meningkatkan kualitas
jasa
yang
disediakan
oleh
perusahaan
untuk
mencapai
keunggulan kompetitif yang diharapkan, dimoderasi oleh intellectual capital dosen yang berada di dalamnya (Bowen & Lower, 1992 dalam Lucia Iswandari, 2000). (3) Kualitas jasa berpengaruh terhadap kinerja perguruan tinggi. Temuan penelitian ini mendukung teori yang ada bahwa kinerja kualitas berhubungan erat dengan keunggulan bersaing perusahaan (Flynn, et al., 1995).
DAFTAR PUSTAKA Ahire, Sanjay L. 1996. TQM Age Versus Quality: An Empirical Investigation. Production and Inventory Management journal. Vol. 37. No. 1 _______& Damodar Y. Golhar . 1996. Quality management in Large vs Small Firms. Journal of Small Business Management. Vol. 34. No. 2
405
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
__________________________& Matthew A. Waller. 1996. Development and validation of TQM Implementation Contract. Decision Sciences. Vol. 27. No. 1 Ahmad, Sohal & Roger G. Schroeder. 2002. The Importance of Recruitment And Selection Process For Sustainability of Total Quality management. The International Journal of Quality & Reliability Management. Vol. 19. No. 5. Ahmed, Nazim U & Ramarathnam Ravichandran. 1999. An Information Systems Design Framework For Facilitating TQM Implementation. Information Resources Management Journal. Vol. 12. No. 4. Okt-Des. Ainsworth, Murray; Neville Smith & Anne Millership. 2002. Managing Performance Managing People: Understanding and Improving Team Performance, Australia. Griffin Press. Alexander, Jeffrey A.; Bryan J. Weiner; Stephen M. Shortell; Laurence C. Baker & Mark P. Becker. 2006. The Role of Organizational Infrastructure in Implementation of hospital’Quality Improvement. Hospital Topics. Vol. 84. No. 1 Alles, M.; S. M. Datar & R. A. Lambert. 1995. Moral Hazard And Management Control In Just-In-Time Setting. Journal Of Accounting Research. Al-Tamimi, Hussein A. hassan & Naceur Jabnoun. 2006. Service Quality & Bank Performance: A Comparison of The UAE National And Foreign Banks. Finance India. Vol. 20. No. 1 Ali Khomsam. 2000. Peringkat Perguruan Tinggi Kita, www.Zkarnain.tripod.com Amstrong, Michael. 2003. Strategic Human Resource Management A Guide to Action. London. Kogan Page Limited. Anthony, R.N.; Dearden, J. & Bedford. 1989. Management Control System. Homewood. Irwin Antony, Jiju; Frenie Jiju Antony & Sid Ghosh. 2004. Evaluating Service Quality in A UK Hotel Chain. International Journal of Contemporary Hospitality Management. Vol. 16. No. 6 Anwar Prabu Mangkunegara. 2000. Manajemen Sumber daya Manusia. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya Arawati Agus. 2004. The Structural Lingkage Between TQM, Product Quality Perfomance, and Business Prfomance: Preliminary empirical Study In Electronics Companies. Singapore Management Review. Vol. 27. No. 1. ____________; Suresh Kumar & Sharifah latifah Syed. Kadir. 2000. The Structural Impact of Total Quality Management on Financial Performance Relative to Competitors Through Customer Satisfaction: a Study of Malaysian Manufacturing companies. Total Quality management. Vol. 11. No. 4
406
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Arcaro, Jerome. S. 2006. Pendidikan Berbasis Mutu. Alih Bahasa Oleh: Yosal Iriantara. Yogyakarta. Penerbit Pustaka Pelajar. Atkinson, A. A.; R. J. Banker; R. S. Kaplan & S. M. Young. 1995. Management Accounting. New Jersey. Prentice Hall. Avkiran, Helmi K. 1999. Quality Customer Service Demand Human Contact. The International Journal of Bank Marketing. Vo. 17. No. 2. Azhar Susanto. 2003. Pengaruh Persepsi Manajer Mengenai Sistem Informasi Manajemen, Kualitas Sistem Informasi Manajemen, Kebutuhan Informasi Dan Kualitas Informasi Terhadap Kinerja Keputusan Manajer. Disertasi. Bandung. Universitas Padjadjaran. Tidak Dipublikasikan. Baldwin, Linda M. 2002. Total Quality Management in Higher Education : The Implications of Internal and External Stakeholder Perceptions. New Mexico State University. Balkin, David B & Gomez-Mejia, Luis R. 1987. Toward A Contingency Theory of Compensation Strategy. Strategic Management Journal.Vol 8. Ball, Ben. 1997. Career Management Competences_The Individual Perspective. Career Development International. Vol. 2 Bailey, Duncan & Jerome V. Bannett. 1996. The Realistic Model of Higher Education. Quality Progress. Vol. 29. No. 11 Banker, R.; G. Potter & R. Schroeder. 1993. Reporting Manufacturing Performance Measure to Workers: An Empirical Study. Journal of Management Accounting Research. Barnard, Janet. 1999. Using Total Quality Principles In Business Courses: The Effect On Student Evaluations. Business Communication Quarterly. Vol. 62. No. 2 Becker, Thomas E.; Robert S. Billing; Daniel M. Eveleth & Nicole L. Gilbert. 1996. Foci and bases of Employee Commitment: Implications For Job Performance. Academy of Management Journal. Vol. 39. No. 2 Becker, Brian; Mark Hoselid & Dave Ulrich. 2001. The Link Between People and Strategy Companies Often Treat Worker As a Cost, Rather Than As a Source of Competitive Advantage. Financial Times. Nov. 19.. Beer, Michael. 2003. Why Total Quality management Programs Do Not Persist: The Role of Management Quality and Implications for Leading a TQM Transformation. Decision Sciences. Vol. 34. Number 4.. Bennett, Joel B & Lehman Wayne E.K. 1999. The Relationship Between Problem CoWorkers and Quality Work Practices: a Case Study of Exposure to Sexual Harassement, Substance Abuse, Violence and Job Stress. Work & Stress. Vol. 13. No. 4. p. 299-311.
407
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Bergenhenegouwen, G. J. 1997. Competence Development – a Challenger for Human Resources Professional : Core Competences of Organizations Guidelines for The Development of Employees. Industrial and Commercial Training. Vol. 29. Bernardin, H. John, & Joyce E. A. Russell. 1993. Human Resources management : An Expriential Approach. New York. McGraw-Hill. Blau, Gary. 1999. Early-Career Job Factors Influencing The Professional Commitment of Medical Technologists. Academy of Management Journal. Vol. 42. No. 6. Bontis, Nick; William Chua Chong Keow & Stanley Richardson. 2000. Intellectual Capital and business Performance in Malaysian Industries. Journal of Intellectual Capital. Vol. 1. No. 1 Bowen, Brayton. 1998. A Hands-on Look At intellectual Capital. American Management Association Internationl. January.. Boulter, Nick; Murray Dalziel & Jackie Hill. 1999. People and Competencies: The Route to Competitive Advantage. New Delhi. Crest Publishing House. Boyett, J. H.; A. T. Kearney & H. P. Conn. 1992. What Wrong With Total Quality Management. Tapping Network Journal. September. Boyle, Brett A. 1997. A Multi-Dimensional Perspective on Salesperson Commitment. Journal of Business and Industrial Marketing. Vol. 12. Brah, Shaukat; Serene S. L. Tee; B. Madhu Rao. 2002. Relathionship Between TQM and Performance of Singapore Companies. The International Journal of Quality & Reliability management. Vol. 19. No. 4 Bukowitz, Wendi. 2000. The Wealth if Knowledge: Intellectual Capital and Twenty Century Organization. New York. McGraw-Hill Company. Budi W Soetjipto. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia: Sebuah Tinjauan Komprehensif (Bagian 1 dari 2 tulisan). Manajemen Usahawan Indonesia. No. 1 TH XXX. Nopember. ____________. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Sebuah Tinjauan Komprehensif (Bagian 2 dari 2 Tulisan). Manajemen Usahawan Indonesia. No. 12. TH XXX. Desember. Burr, Renu & Antonia Girardi. 2002. Intellectual Capital: More Than The Interaction of Competence x Commitment. Australian Journal of Management. Vol. 27. Bayr, Lloyd L. & Leslie Rue, (2000), Human Resources Management, International Edition, McGraw-Hill. Cameron, Kim. 1978. Measuring Organizational Effectiveness in Institutions of Higher Education. Adminstrative Science Quartely. Vol. 23.
408
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Cardy, Robert L.; Gregory H. Dobbins & Kenneth P. Carson. 1995. Total Quality Management And Human Resourch Management: Improving Performance Appraisal Research, Theory & Practice. Revenue Canadienne Des Sciences Del’Administration. Vol. 12. No. 2 Carrel, Michael R.; Norbert F. Elbert & Robert D. Hatfield. 1995. Human Resources Management. Global Strategies for Managing A Diverse Work Force. Fifth Edition. Prentice-Hall. Englewood Cliffs. Caruana, Albert & Peter Calleya. 1998. The Effect of Internal Marketing on Organizational Commitment Among Retail Bank Managers. The International Journal of Bank Marketing. Vol. 16. No. 3. Casio, Wayne F. 1995. Managing Human Resources: Productivity, Quality of Work Life, Profits. McGraw-Hill International Edition. _____________. 1996. Applied Psychology in Personal Management. Fourth Edition. New York.Mosby. Chandra, Mahesh. 1993. Total Quality Management in Management Development. The Journal of Management Development. Vol. 12. Chang, Hsin Hsin & David A. Sinclair. 2003. Assessing Workforce Perception of Total Quality-Based Performance Measurement: a Case Study of a Customer Equipment Servicing Organization. TQM & Business Excellence. Vol. 14. No. 10. Chase, Richard B; N. J. Aquilano & F. R. Jacobs, 2001. Operations Management For Competitive Advantage. Boston. McGraw Hill Irwin. Chow, Wing S & King H. Lui. 2003. A Structural Analysis of The Significance of A Set of The Original TQM Measurement Items in Information Systems Function. The Journal of Computer Information Systems. Vol. 43. No. 3. Chenhall, Robert H. 1997. Reliance on Manufacturing Performance Measures, Total Quality Management And Organizational Performance. Management Accounting Research. Vol. 8. No. 2 Cheung, Catherine & Rob Lawa. 1998. Hospitality Service Quality And The Role of Performance Appraisal. Managing Service Quality. Vol. 8. No. 6 Claver, Enrique; Juan Jose Tari & Jose Francisco Molina. 2003. Critical Factor And Result of Quality Management: an Empirical Study. Total Quality Management. Vol. 14. No. 1. Cohen, Aaron. 1999. Relationship Among Five Form of Commitment: An Empirical Assesment. Journal of Organizational Behavior. Vol. 20. Comm, Clare L. & Dennis F.X Mathaisel. 2003. A Case Study of The Implications of Faculty Workload and Compensation for Improving Academic Quality. The International Journal of Educational management. Vol. 17. No. 5 409
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Creech, Bill. 1996. Lima Pilar TQM. Alih Bahasa Oleh: A. Sindoro. Jakarta. PT. Binarupa Aksara. Cruickshank, Mary. 2003. Total Quality Management in The Higher Education Sector: a literature Review From an International and Australian Perspective. TQM & Business Excellence. Vol. 14. No. 10. Cullen, John; John Joyce; Trevor Hassall & Mick Broadbent. 2003. Quality in Higher Education: From Monitoring to Management. Quality Assurance in Education. Vol. 11. No. 1 Cushing, Barry E. & Marshal B. Romney. 1990. Accounting Information systems. Addison_Wesley Publishing Company. Daniel, S. & W. Reitsperger. 1991. Linking Quality Strategy With Management Control System: Empirical Evidence From Japanese Industry. Accounting, Organization and Society. Vol. 17. Daniel I. Prayogo. 2005. The comparative Analysis of TQM Practices And Quality Performance Between Manufacturing And Service Firms. International Journal of Service Industry Management. Vol. 16. No. 3 Daniel I. Prajogo & Amrik S. Sohal. 2003. The Relathionship Between Total Quality Management Practice, Qality Performance, And Inovation Performance. The International Journal of Quality & Reliability Management. Vol. 20. No. 8 Davies, Doug; Ruth Taylor & Lawson Savery. 2001, The Role of Appraisal, Remuneration, and Training in Improving Staff Relations In The Western Australian Accommodation Industry: a Comparative study. Journal of European Industrial Training. Vol. 25. No. 6 Daulat P. Tampubolon. 2001. Perguruan Tinggi Bermutu: Paradigma Baru Manajemen Pendidikan Tinggi Menghadapi tantangan Abad ke-21. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Decenzo, David A. & Stephen P. Robbins. 1999. Human Resources Management Sixth Edition. John Wiley and Sons Inc. Deming, W. Edward. 1981. Improvement of Quality and Productivity Through Action by Management. National Productivity Review. Vol. 1. No. 1. Djohan Sjarief. 2003. Strategi Pembinaan dan Pengembangan SDM Perguruan Tinggi Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Tinggi. Journal Ekonomi STEI. Vol. XII.. Dyah Sih Rahayu & Indira Januarti. 2002. Total Quality Management: Suatu Pendekatan Alternatif Dalam Penilaian Kinerja. Media Ekonomi dan Bisnis. Vol. XIV. No. 1 Dreher 2001. Human Resource Strategy, A Behavioral Perspective for The General Manager. New York. McGraw-Hill International Edition.
410
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Drexler Jr, John A & Ilene K. Kleinsorge. 2000. Using Total Quality Processes And Learning Outcome Assesments to Develop Management Curicula. Journal Of Management Education. Vol. 24. No. 2.. Drucker, P.F. 1997. Toward the New Organization. Leader to leader. Durkin, Mark. 1999. Employee Commitment in Retail Banking: Identifying and Exploring Hidden Dangers. International Journal of Bank Marketing. Vol. 17.. Edvinsson, L. 2000. Some Perspective on Intangible and Intellectual Capital. Journal of Intellectual Capital. Vol. 1. Eko Indrajit & Djokopranoto. 2006. Manajemen Perguruan Tinggi Modern. Yogyakarta. Penerbit Andi. Engkoswara. 1999. Menuju Indonesia Modern 2020. Bandung. Yayasan Amal Keluarga. Fandy Tjiptono. 2000. Perspektif Yogyakarta.Penerbit Andi. _____________ & Anastasia Yogyakarta.Penerbit ANDI.
Manajemen
Diana.
2001.
dan Total
Pemasaran
Kontemporer.
Quality
Management.
Fitz-Enz, Jac. 2000. ROI of Human Capital: Measuring The Economic Value of Employee Performance. American Management Association. Flynn, Barbara B.; Roger G. Schroeder & S. Sakakibara. 1995. The Impact of Quality Management Practices on Performance and Competitive Advantage. Decision Science Vol 26. Forza, C. 1995. Quality Information System and Quality Management: A Reference Model and Associated Measures for Empirical. Industrial Management + Data Systems. Vol. 95 Gaspersz, Vincent. 2003. Penerapan Total Quality Management in Education (TQME) Pada Perguruan Tinggi di Indonesia: Suatu Upaya Untuk Memenuhi kebutuhan Industri Modern. http://www.pdk.go.id/Jurnal/29/penerapan_total_quality_management Gauzali Saydam. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, Human Resources Management, Suatu Pendekatan Mikro. Jakarta. Penerbit Gunung agung. Georg, Von Krogh & Johan Roos. 1995. A Perspective on Knowledge Competence and Strategy. Personel Review. Vol. 24. Gilbert, G. Ronald. 1991. Human Resource Management Practices to Improve quality: A Case Example of Human Resource Management Intervention in Government. Human Resource Management. Vol. 30. No. 2 Gilmore, Audrey & David Carson. 1996. Management Competences For Services Marketing. The Journal of Service Marketing. Vol. 10. No. 3 411
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Gordon, L. A. & Miller. 1976. “A Contingency Framework For The Design Of Accounting Information System”. Accounting, Organization and Society. Griffin, Mark A.; Malcolm G Patterson; & Michael A West. 2001. Job Satisfaction and Teamwork: The Role of Supervisor Support. Journal of Organizational Behavior. Vol. 22. No. 5. p. 537. Gronroos, C. 1990. A Service Quality Model and Its Marketing Implications. European Journal of Marketing. Vol. 18. __________. 2001. The Perceived Service Quality Concept. Managing Service Quality. Vol. 11. No. 3 Gudono, M. 1999. “Teori Akuntansi Keprilakuan”, Semiloka Sehari Metodologi Penelitian Akuntansi Keprilakuan. Yogyakarta. Hadari Nawawi. 1998. Manajemen Sumber daya Manusia Untuk Bisnis Yang Kompetitif. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Hamel, Gary & C. K. Prahalad 1994. Strategy As A Field of Study: Why Search For A New Paradigm?. Strategic Management Journal. Vol. 15. Hani Handoko. 2000. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Ed ISTI. Yogyakarta. BPFE. Hannon, Paul D.; Dean Patton & Sue Marlow. 2000. Transactional Learning Relationship: Developing Management Competencies for Effective Small Firm Stakeholder Interactions. Education + Training. Vol. 42. Harris, Michael. 2000. Human Resource Management, A Practical Approach. The Dryden Press. Harvey, Don & Robert Bruce Bowin. 1996. Human Resources Management: An Experiental Approach. London. Prentice-Hall, International Inc. Hayes, John. 2000. Senior Manager’ Perceptions of The Competencies They Require for Effective Performance: Implication for Training and Development. Personnel Review. Vol. 29. Hebert, Frederic J; Scott A. Dellana & Kenneth E. Bass. 1995. Total Quality Management in The Business School: The Faculty Viewpoint. SAM Advanced Management Journal. Vol. 60. No. 4. Hellsten, L. & B. Klefsjo. 2000. TQM As A Management System Consisting of Value, Techniques, And Tools. The TQM Magazine. Vol. 12. No. 4 Hendricks, Kevin B & Vinod R. Singhal. 1997. Does Implementing an Effective TQM Program Actually Improve Operating Perfomance? Empirical Evidence From Firms That Have Won Quality Awards. Management Science. Vol. 43. No. 9. September.
412
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Hoccut, Mary Ann. 1998. Relationship Dissolution Model: Antecedents of Relationship Commitment and The Likelihood of Dissolving a Relationship. International Journal of Service Industry Management. Vol. 9. p. 89-200. Hornby, Tracey Leger. 2000. Nercomp 2000 – Technology And Renewal: Creating And Supporting The Learning Place, Library Hi-tech News. Academic Research Library. Vol. 17. No. 7. Horton, Sylvia. 2000. Introduction-The Competency Movement: Its Origins and Impact on The Public Sector. The International Journal of Public Sector Mangement. Vol. 13. Hugher, Richard L.; Robert C. Ginnett & Gordon J. Curphy. 2003. Leadership Enhancing The Lessons of Experience. McGraw-Hill Irwin. Hung, Richard Yu-Yuan. 2004. The Implementation of Total Quality Management Strategy in Australia: Some Empirical Observations. The Journal of American Academy of Business. Cambridge. September. Ichniowsski, C.K. Shaw. 1997. The Effects of Human Resource Management Practices on Productivity. The American Economic Review. Ihalau, J. J. & Sunarto, H. 1998. Manajemen Mutu Perguruan Tinggi: Analisis TQM Pada Perguruan Tinggi di Indonesia. Penataran dan Lokakarya Paradigma Baru Manajemen Pendidikan Tinggi. Ina Primiana. 2001. Peran Karyawan Dalam Mendorong Keberhasilan Pelaksanaan TQM di BUMN. Manajemen Usahawan Indonesia. No. 05. TH. XXX. Mei ____________. 2002. Penerapan Kualitas Di Perguruan Tinggi (Penggunaan Diagram Sebab Akibat, Diagram Pareto Dan QFD). Jurnal Bisnis dan Manajemen. Vol. 1, No. 1 Ip, W. H.; K. P. Chau & R. C. M. Yam. 1999 Enhancing Manufacturing Information Management Through Total Quality Management. Logistic Information Management. Vol. 12. No. 4 Ittner, C & Larcker D. F. 1995. Total Quality Management and The Choice of Information and Reward Systems. Journal for Accounting Research (Supplement). Ivancevich, John M. 2001. Human Resources Management. Eighth Edition. McGrawHill. Jackson, Paul. R. 2004. Employee To Commitment. The International Journal of quality & Reliability Management. Vol. 21. No. 6/7. Jacobsen, Dag Ingvar. 2000. Managing Increased Part-Time: Does Part-Time Work Imply Part-Time Commitment ?. Managing Service Quality. Vol. 10. Jaros, Stephen J.; John M. Jermier; Jerry W. Koehler & Terry Sincich. 1993. Effect of Continuance, Affective, and Moral Commitment on The Withdrawal Process: An 413
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Evaluation of Eight Structural Equation Models. Academy of Management Journal. Vol. 36. Joetata Hadihardaja. 2000. Kebijakan Pemerintah Mengenai Perguruan Tinggi. Kopertis Wilayah IV Joia, Luiz Antonio. 2000. Measuring Intangible Corporate Assets Linking Business Strategy With Intellectual Capital. Journal of Intellectual Capital. Vol. 1 _______________. 2000. Using Intellectual Capital to Evaluate Educational Technology Projects. Journal of Intellectual Capital. Vol. 1. No. 4. Joseph, I. Nelson; C. Rajendran; T.J. Kamalanabhan & R.N. Anantharaman. 1999. Organizational Factors And Total Quality Management – an Empirical Study. Int. J. Prod. Res. Vol. 37. No. 6. Jusuf Irianto. 2000. Tema-tema Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Penerbit Bumi Aksara. Kandampully, Jay. 2001. Service Guarantees: A Strategic Mechanism to Minimize Customers’Perceived Risk in Service Organization. Managing Service Quality. Vol. 11. Kanji, Gopal. K & Abdul Malek Bin A. Tambi. 1999. Total Quality Management in UK Higher Education Institutions. Total Quality Management. Vol. 10. ______________ & William Wallace. 1999. A Comparative Study of Quality Practices in Higher Education Institutions in The US and Malaysia. Total Quality Management. Vol. 10. No. 3. Kaplan R., & Norton, D. P. 1990. Measures For Manufacture Excellence. Boston. Harvard Business School Press. _____________. 1996. Using The Balanced Scorecard As A Strategic Management System. Harvard Business Review. Vol. 74. No. 1 _____________. 1996. Balanced Scorecard : Trnslating Strategy Into Action. Boston. Harvard Bussiness School Press. _____________. 2001. Transforming Balanced Scorecard From Performance Measurement to Strategic Management. Accounting Horizons. Vol. 15. No. 2. _____________. 2004. Strategy MAPS: Converting Intangible Assets Into Tangible Outcomes. Boston. Harvard Business School Press. Keeting, Mary & Denis Harrington. 2003. The Challenges of Implementing Quality in The Irish Hotel Industry. Journal of Europen Industrial Training. Vol. 27. No. 8. Ketchand, Alicia A. & Jerry R Strawser. 1998. The Existence of Multiple Measure of Organizational Commitment and Experience – Related Differences in a Public Accounting Setting. Behavioral Research in Accounting. Vol. 10. 414
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Kleiman, Lawrence S. 1997. Human Resources Management: A Tool for Competitive Advantage. West Publishing Company. Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengawasan. 9th Edition. NY.Prentice Hall Inc: Englewood Cliffs. Kettunen, Juha. 2005. Implementation of Strategies in Continuing Education. The International Journal of Educational Management. Vol. 19. No. 2 Lam, Simon. S. K. 1996. TQM & Its Impact on Middle Managers Mid Front-line Workers. The Journal of Management Development. Vol. 15. No. 7. Lapierre, Jozee. 2000. Customer- Perceived Value in Industrial Contexts. Journal of Business and Industrial Marketing. Vol. 15. No. 2 Long, P., T. Tricker; M. Rangecroft & P. Gilroy. 1999. Measuring the Satisfaction gap: Education in The Market-Place. Total Quality Management. Vol. 10. Loudon, Kenneth C & Jane P. Loudon. 2005. Management Information System: New Approaches to Organization & Technology. Third Edition. Chicago.Irwin Inc. Lovelock, C. H.; P. G. Patterson & R. H. Walker. 1998. Service Marketing: Australia and New Zealand. Sydney. Prentice-Hall. Lucia Iswandari. 2000. Manajemen SDM Dengan Pemahaman Total Quality Service. ANTISIPASI. Vol. 4. No. 1 Malayu Hasibuan. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Penerbit Bumi aksara. Malhitra, Neeru & Avinandan Mukherjee. 2004. The Relative Influence of Organisational Commitment and Job Satisfaction on Servoce Quality of Customer-contact Employees in banking Call Centres. The Journal of Service Marketing. Vol. 18. No. 3 Maman Ukas; Edi Suryadi; Hendri Winata & Ating S. 2003. Kualitas Jasa Kependidikan Pada Perguruan Tinggi. Manajerial. N0. 2. Januari. Matta, Khalil; Houn-Gee Chen & Joseph Tama. 1998. The Information Requirements of Total Quality management. Total Quality management. Vol. 9. No. 6 Mathieu, J. E. & Zajac D. 1990. A Review and Meta Analysis of The Antecedents, Correlates, and Consequences of Organizational Commitment. Psychological Bulletin. Vol. 94.. Mayer, Roger C. & F. David Scoorman. 1992. Predicting Participation and Production Outcomes Through A Two Dimensional Model of Organizational Commitment. Academy of Management Journal. Vol. 35. No. 3. McKeown, P. G. & R. A. Leitch. 1993. Management Informational Systems: Managing With Computers. New York. Dryden. 415
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
McKenna, Eugene & Nic Beech. 2001. The Essence Of human Resource Management. Pearson Education Asia Pte. Ltd. McLeod, Raymond. 1996. Sistem Informasi Manajemen. Penerbit PT. Buana Ilmu Populer. Mello, Jeffrey A. 2002. Book Review: Alliances, Outsourcing and the Learn Organization. Journal of Organizational Change Management. Vol. 15. No. 3. Mergen, Erhan; Delvin Grant & Stanley M. Widrick. 2000. Quality Management Applied to Higher Education. Total Quality Management. Vol. 11. No. 3. Meyer, J. P.; Allen N. J. & Gellaltly I. R. 1990. Affective and Continuance Commitment to The Organization: Evaluatio of Measures and Analysis of Concurrent and Time-Lagged Relation. Journal of Applied Psychology. Vol. 75. Milakovich, Michael E. 1991. Total Quality Management in The Public Sector. National Productivity Review. Vol. 10. No. 2 Milakovich, G. T. & J. M. Newman 1996. Compensation. Boston. Ricard D. Irwin Inc. Miller, Carl F. 1998. The Measurement of The Effectiveness of The Institution of A TQM Program In The Atlanta Region of The wage Hour Division of The U.S. Departement of Labour. PAQ. Winter.. Miner, Anne S. & Jan B Heide. 1992. The Shadows of The Future: effects of Anticipated Interaction & Frequency of Contact on Buyer – Seller Cooperation. Academy of Management Journal. Vol. 35. No. 2.. Mohamad As’ad. 2000. Psikologi Industri. Yogyakarta. Liberty. Moerad Baso. 2003. Pembinaan SDM Berbasis Kompetensi. Manajemen Usahawan Indonesia. Vol. 02. Februari. Mondy, R. Wayne; Robert M. Noe & Shane R. Premeaux. 2000. Human Resources Management. Seventh Edition. Prentice-Hall Mowen, Maryanne M. & Hansen, Don R. 2000. “Management Accounting”. International Pubblising Muhibin Syah. 2003. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Rosda Bandung Mukherjee, A.; P. Nath & M. Pal. 2003. Resource, Service Quality and Performance triad: A framework For Measuring Efficiency of Banking services. Journal of The Operational Research Society. Vol. 54 Mulia Nasution. 2000. Manajemen Personalia Aplikasi dalam Perusahaan. Penerbit Djambatan
416
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Mulyadi. 1997. Peningkatan Kualitas Pendidikan Tinggi Indonesia, Lokakarya Pemerataan Kesempatan Belajar Dan Peningkatan Kualitas Pendidikan Tinggi. Kopertis V. Yogyakarta. 26 April. Munro, Andrew & Andrew Brendan. 1994. Competences: Dialogue Without a Plot ? Providing Context Through Business Diagnostics. Executive Development. Vol. 7. Murdifin Haming. 2005. Studi Pengaruh Berbagai Soft Elements Dalam TQM Terhadap Berbagai Dimensi Mutu Keluaran Manufaktur. Manajemen Usahawan Indonesia. No.03. TH XXXIV. Maret. Murgiyono Purwanto; U. L. Torum; J. Malik & E. Wahyono. 2001. Sistem Penilaian Kinerja Pegawai Negeri sipil. Jakarta. Puslitbang Badan Kepegawaian Negara. Muse, William V., & Bettye B Burkhalter. 1998. Restructuring Brings Quality Improvements to Auburn University. Total Quality Management. Vol. 9. No. 4/5. Nahapiet, J. & Ghosal, S. 1998. Social Capital, Intellectual Capital, and the Organizational Advantage. Academy of Management Review. Vol. 23. No. 2. Newstrom, John W., & Keith Davis. 1997. Human Behavior at Work : Organizational Work. New Delhi. McGraw-Hill. Series in Management. _____________. 2002. Organizational Behavior: Human Behavior At Work. McGraw-Hill. International Edition. Ngai, E. W. T., & T. C. E. Cheng. 1997. Identifying Potential Barriers to Total Quality management Using Principal Component Analysis and Correspondence Analysis. The International journal of quality & Reliability Management. Vol. 14. No. 4 Noe, Raymond A. 2002. Employee Training and Development. Second Edition. McGrawHill Irwin. Nursya’bani Purnama. 2002. Kendala-kendala Potensial Penerapan TQM. Usahawan. Vol. 03. _____________. 2006. Manajemen Kualitas: Perspektif Global. Yogyakarta. Penerbit Ekonisia Nyhan, Ronald C. 1999. Increasing Affective Organizational Commitment in Public Organizations. Review of Public Personnel Administration. Vol. 19. O’Brien, J. A. 1999. Management Information Systems: Managing Information Technology in The Internetworked Enterprise. Boston. McGraw-Hill. Papenhausen, Chris & Walter Einstein. 2006. Insights From The Balanced Scorecard Implementing The Balanced Scorecard at a College og Business. Measuring Business Excellence. Vol. 10. No. 3
417
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Parasuraman, A.; V. A. Zeithaml & L. L. Berry. 1988. SERVEQUAL: A Multiple-Item Scale For Measuring Consumer Perceptions of Service Quality. Journal of Retailing.Vol. 64. Parasuraman A. 2002. Service Quality And Productivity: A Sinergistic Perspektive. Managing Service Quality. Vol. 12. No. 1 Parker, Shirley-Gore. 1996. Perception Is Reality: Using 360-Degree Appraisal Against Behavioral Competences to Effect Organizational Change and Improve management Performance. Career Development International. Vol. 1 Porter, Michael E. 1985. Competitive Advantage. New York. The Free Press. A Division of Macmillan Inc. Puffer, S. M. & D. J. McCarty. 1996. A Framework for Leadership in a TQM Context. Journal of Quality Management. Vol. 1. Quazi, Hesan, A; Chang Wing Hong & Chan Tuck Meng. 2002. Impact of ISO 9000 Certification on Quality management Practices. Total Quality Management. Vol. 13. Redman, Tom & Brian P. Mathews. 1998. Service Quality And Human Resourch Management: A Review And research Agenda. Personel Review. Vol. 27. No. 1 Retno Kurnianingsih. 2000. Pengaruh Sistem Pengukuran Kinerja dan Sistem Penghargaan Terhadap Keefektifan Penerapan Total Quality Management: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi III. Rivers, Patrick Asubonteng & Sejong Bae. 1999. Aligning Information Systems For Effective Total Quality Management Implementation in Health care Organizations. Total Quality Management. Vol. 10. No. 2. Maret. Robbin, Stephen P. 2002. Perilaku Organisasi. Alih Bahasa Oleh: Hadiyana Pujaatmaka. Bandung. PT Prenhallindo. Ramarapu, N. K.; S. Mehra & M. N. Frolick. 1993. A Comparative Analysis and Review of JIT Implementation Research. Journal of Operations Management. Vol.15. Sadgrove, Kit. 1995. Making TQM Work. London. Kogan Page Limited. Sahney, Sangeeta; D. K. Banwet & S. Karunes. 2004. Conceptualizing Total Quality Management in Higher Education. The TQM Magazine. Vol. 16. No. 2 Sakthivel, P. B. & R. Raju. 2006. An Instrument For Measuring Engineering Education Quality From Students’Perspective. The Quality management Journal. Vol. 13. No. 3 ___________; G. Rajendran & R. Raju. 2005. TQM Implementation and Students’Satisfaction of Academic Performance. The TQM Magazine. Vol. 17. No. 6
418
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Sallis, Edward. 2006. Total Quality Management In Education. Alih Bahasa oleh: Ahmad Ali Riyadi. Yogyakarta. Penerbit IRCiSoD. Scarnati, James T. 1999. Beyond Technical Competence: The Art of Leadership. Career Development International. Vol. 4 Schaffer, R. H. & H. Thomson. 1992. Successful Change Programs Begin With Results. Harvard Business Review. January/february. Schuler, R. S. & V. I. Huber. 1996. Personnel and Human Resources Management. Wet Publishing Company. USA. Scott, George M. 2001. Prinsip-Prinsip Sistem Informasi Manajemen. Alih Bahasa Oleh: Achmad Nasir Budiman. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Sekaran, Uma. 2000. Research Methods For Business. New York. John Wiley & Sons. Inc. Sharma, Neeru & Paul G. Patterson. 2000. Switching Cost Alternative Attractiveness and Experience as Moderators of Relationship Commitment in Professional Consumer Services. International Journal of Operation and Production Management. Vol. 11. Sherman, Arthur; George Bohlander & Scott Snell. 1998. Managing Human Resources. South-Western College. Publishing. Shety, Y. K. 1991. Quality, Productivity And Profit Performance: Learning From research And Practice. National Productivity Review. Vol. 5. No. 2 Sila, Ismail & M. Ebrahimpour. 2003. Examination and Comparison of The Critical Factors of Total Quality management (TQM) Across Countries. International Journal of Productions Research. Vol. 41. No. 2. Shim, Khim Ling & Larry N. Killough. 1998. The Performance Effect of Complementarities Between Manufacturing Practice and Management Accounting System. Journal of Management Accounting Research. Simamora, Henry. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta.Bagian Penerbitan STIE YKPN. Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Sodikoglu, Esin, D.R. 2004. Total Quality Management: Context and Performance. The Journal of American Academy of Business. Cambridge. September. Sondang P. Siagian. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. PT. Bumi Aksara. Spanbauer, Stanlet J. 1995. Reactiving Higher Education With Total Quality Management: Using Quality and Productivity Concept, Techniques and Tools to Improve Higher Education. Total Quality management. Vol. 6. No. 5 419
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Stading, Gary L & Robert J. Vokurka. 2003. Building Quality Strategy Content Using The Process From National and International Quality Awards. TQM & Business Excellence. Vol. 14. No. 8. October. Stewart, Thomas A. 2002. Modal Intelektual. Alih Bahasa Oleh Reza Gunawan. Jakarta. PT. Gramedia. Sureshchandar, G.S., Chandrasekharan & Rajendran, R.N. Anantharaman. 2001. A Conceptual Model For Total Quality Management In Service Organizations. Total Quality Management. Vo. 12. No. 3. _____________. (2001). A Holistic Model For Total Quality Service. International Journal of Service Industry Management. Vol. 12. No. 4 Surya, D. 2001. Kita Menderita Penyakit Diploma Disease. Manajemen Usahawan Indonesia. No. 08. TH. XXX. Agustus. Suwandi & Nur Indrianto. 1999. Pengujian Model Turnover Pasewark: Studi Empiris Pada Lingkungan Akuntan Publik. Journal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 2. Suyadi Prawirosentono. 2001. Manajemen Mutu Terpadu ABAD 21. Bandung. Penerbit: Bumi Aksara. Syafarudin Alwi. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia: Strategi Keunggulan Kompetitif. Edisi Pertam. BPFE. Yogyakarta. Syafaruddin. 2002. Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pendidikan: Konsep, Strategy, dan Aplikasi. Jakarta. PT. Grasindo. Tari, J. J. 2005. Component of successful Total Quality Management. The TQM Magazine. Vol. 17. No. 2 Tata Sutabri. 2003. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta. Penerbit Andi. Taylor, Glen. 1993. Parallel Procesing: A Design Principle For System-Wide total Quality Management. Management International Review. Vol. 33 Tena, Ana Belen Escrig; Juan Carlos Bou Llusar & Vicente Roca Puig. 2001. Measuring the Relationship Between Total Quality Management and Sustainable Competitive Advantage: A Resource-based View. Total Quality Management. Vol. 12. No. 7. Tett, Robert P & John P. Meyer 1993. Job Satisfaction, Organizational Commitment, Turnover intention, and Turnover: Path Analysis Based on Meta – Analytical Findings. Personal Psychology. Vol. 46. No. 2. Tilaar, H. A. R. 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional : Dalam Perspektif Abad 21. Magelang. Tera Indonesia. _____________. 2001. Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. 420
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Tjiptohadi Suwarjuwono. 1996. Suatu Analisa Krisis Penyebab Kegagalan TQM. Manajemen Usahawan Indonesia. Vol. 06. Tri Sugiarti & Salamah Wahyuni. 2001. Pengaruh Karakteristik Individu dan Pekerjaan Terhadap komitmen Organisasional. Jurnal Bisnis dan Manajemen. Vol. 1. Ulrich, Dave. 1998. Intellectual Capital = Competence X Commitment. Management Review. Van De Ven, H. Andrew & Drazin, Robert. 1985. The Concept of Fit In Contingency Theory. Research in Organizational Behavior. Vazzana, Gary; John Elfrink & Duane E. Bachmann. 2000. A Longitudinal Study of Total Quality Management Processes in Business Colleges. Journal of Education for Business. Vol. 76. Virtanen, Turo. 2000. Changing competences of Public Managers: Tensions in Commitment. The International Journal of Public Sector Management. Vol. 13. Wade, Recardo Ronald David. 2001. Corporate Performance Management. ButterwithHeineman. Boston Walker, J. W. 1992. Human Resources Strategy. New York. McGraw-Hill. Wambsganss, J. R. & D. Kennett. 1995. Defining The Customer. Management Accounting. Wang, Wen-Ying & Chingfu Chang. 2005. Intellectual capital and Performance in Causal Model. Journal of Intellectual Capital. Vol. 6. No. 2 Weill, Peter & Olson, Margrethe H. 1989. An Assessment of The Contingency Theory Of Management Information System. Journal Of MIS. Vol 6. No. 1 Werther, William B. & Keith David. 1996. Human Resources and Personal Management. Eighth Edition, McGraw-Hill Inc. Wetzels, Martin. 1998. Marketing Service Relationship: The Role of Commitment. Journal of Business and Industrial Marketing. Vol. 13. Wood, Jack; Joseph Wallace; Rachid M. Zeffane; Schrmerhorn; Hunt & Osborn. 2001. Organizational Behavior A Global Perspective. Australia. John Wiley & Sons. Willy Susilo. 2001. Audit SDM: Perpaduan Komprehensif Auditor dan Praktisi Manajemen Sumber daya Manusia Serta Pimpinan Organisasi/Perusahaa., Percetakan Gema Amini. Wilkinson. 2000. Accounting Information System: Essential Concept and Applications. New York. John Wiley and Sons. Wruck, K. H. & M. C. Jensen. 1994. Science, Specific Knowledge and Total Quality Management. Journal of Accounting and Society. Vol. 13. 421
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Yen, Hsiu Ju; Dennis W. Krumwiede & Chwen Sheu. 2002. A Cross-Cultural Comparison of Top Management Personality for TQM Implementation. Total Quality Management. Vol. 13. No. 3.. Yeung, C. M.; Paul Humphreys & K. L. Mak. 1998. A Just-In-Time Evaluation Strategy For International Procurement, Supply Chain Management. Vol. 3. Young, Mark, M, Sheild & G. Wolf. 1988. Manufacturing Control and Performance: An Experiment. Accounting, Organization and Society. Vol. 13. Youndt, Mark A. & Scott A. Snell. 2004. Human Resource Configurations, Intellectual Capital, And Organizational Performance. Journal of Managerial Issues. Vol. 16. no. 3 Zaitun, Kituyi. 1996. Critical of Analysis of Service Quality Evaluation Customer Employee View Point. Yogyakarta. School of Graduate Studies Faculty of Economic Departement of Management Gadjah Mada University. Zakaria Abas & Zulmaidi Yaacob. 2006. Exploring The Relathionsip Between Total Quality Management (TQM), Strategic Control Systems (SCS) and Organizational Performance (OP) Using a SEM framework. Journal of American Academy of Business. Vol. 9. No. 2 Zeithaml, Valarie A. 1988. Consumer Perceptions of Price, Quality, and Value: A MeansEnd Model and Synthesis of Evidance. Journal of Marketing. Vol. 52. Juli.
422
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
PENGARUH ASIMETRI INFORMASI, PERASAAN BERTANGGUNG JAWAB, DAN REPUTASI TERHADAP KEPUTUSAN REINVESTMENT PADA ANGGARAN MODAL Yenni Agustina6
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh asimetri informasi, perasaan bertanggung jawab, dan reputasi terhadap eskalasi komitmen. Penelitian ini dimotivasi atas dasar ketidak terdukungan hipotesa 2 yang dilakukan oleh Schulz dan Cheng (2002) yang menurut teori SJT semestinya hipotesa tersebut berpeluang besar untuk terdukung. Hal ini tentu saja menimbulkan keterusikan bagi peneliti untuk mendesain ulang model penelitian yang ada dengan membuat suatu model yang sedikit berbeda dengan peneliti sebelumnya. Sehingga, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi berupa penambahan wawasan yang dapat meningkatkan pemahaman kita mengenai konflik etika yang muncul. Hipotesa yang peneliti ajukan sebanyak 5 hipotesa, yang pengujian atas hipotesa tersebut dilakukan dengan menggunakan metoda eksperimen yaitu dengan menggunakan desain factorial between subject 2x2x2 dengan menjadikan mahasiswa pasca sarjana MIA dan mahasiswa S1 sebagai responden dalam penelitian ini, alasannya yaitu karena mahasiswa tersebut dapat mewakili keadaan yang sesungguhnya. Bedasarkan hasil pengujian hipotesa diperoleh hasil bahwa hipotesa pertama, ketiga, dan kelima secara statistik tidak terdukung sedangkan hipotesa kedua dan keempat terdukung. Ketidakterdukungan hipotesa satu, tiga, dan lima mungkin disebabkan oleh faktor karakteristik yang dimiliki oleh individu. Keywords: Asimetri Informasi, Perasaan Bertanggung jawab, Reputasi, Eskalasi Komitmen, Self Justification Theory, Agency Theory. A. LATAR BELAKANG Anggaran modal merupakan salah satu alat yang penting dalam suatu perusahaan sehingga, tak jarang banyak manajer yang melakukan tindakan disfungsional seperti eskalasi komitmen sebagai akibat dari adanya moral hazard yang terdapat dalam diri pribadi seseorang. Eskalasi komitmen merupakan kecenderungan pengambil keputusan untuk bertahan atau mengeskalasi komitmennya pada serangkaian tindakan yang gagal (Brockner: 1992),
Sebagian pakar menyebutkan tindakan
eskalasi komitmen merupakan tindakan yang irasional, sedangkan sebagian lagi 6
Dosen Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung 423
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
menyebutkan bahwa tindakan ini merupakan tindakan yang rasional ketika seseorang berada dalam posisi yang dilematis. Berkaitan dengan hal tersebut, tak sedikit peneliti yang mencoba melakukan penelitian dibidang akuntansi keprilakuan, salah satunya yaitu penelitian yang berusaha untuk menjelaskan faktor-faktor anteseden dari eskalasi komitmen, namun perbedaan karakteristik yang dimiliki oleh setiap individu tentu saja akan membuat hasil yang berbeda pula (Schulz dan Cheng, 2002). Merujuk pada hal tersebut maka, peneliti mencoba mengaji ulang hasil penelitian tersebut dengan maksud untuk melihat kekonsistenan hasil penelitian dari peneliti-peneliti sebelumnya melalui pengembangan model penelitian yang sudah ada. Hal ini yang kemudian menjadi motivasi awal bagi peneliti sehingga, peneliti mencoba untuk mereplika penelitian yang dilakukan oleh Schulz dan Cheng (2002). Schulz dan Cheng mencoba untuk meneliti faktor anteseden dari eskalasi komitmen dengan menjadikan perasaan bertanggung jawab dan asimetri informasi sebagai variabel independen (X) dan eskalasi komitmen sebagai variabel dependen (Y), tak hanya itu mereka juga mencoba mengajukan proposisi dengan menjadikan variabel asimetri informasi sebagai variabel pemoderasi hubungan antara perasaan bertanggung jawab dengan eskalasi komitmen. Namun, dari hipotesa yang diajukan ternyata hipotesa yang menjadikan asimetri informasi sebagai pemoderasi tidak tedukung. Hal ini tentu saja menjadikan keterunikan tersendiri bagi peneliti karena berdasarkan SJT hipotesa tersebut memiliki peluang yang kuat untuk terdukung. Merujuk hal tersebut maka, peneliti mencoba untuk mencari pembeda antara penelitian yang dilakukan oleh Schulz dan Cheng pada tahun 2002 dengan sedikit merubah model penelitian yang ada.
Hal ini peneliti lakukan dengan bersandarkan kepada 2 hal yaitu self
justification theory atau yang lebih dikenal dengan SJT
dan faktor internal dan
eksternal yang dikemukakan oleh Staw (1981). SJT yaitu teori yang menerangkan bahwasannya ketika seorang pengambil keputusan proyek dihadapkan dengan kemunduran selama proyek itu berlangsung, maka mereka akan menaikkan komitmen yang mereka miliki sebagai upaya untuk kembali ke proyek atau untuk menunjukkan rasionalitas dari sejumlah tindakan yang mereka lakukan (Staw: 1981). Maka, hal ini semakin memperkuat keyakinan 424
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
peneliti untuk mengembangkan model yang sudah dilakukan oleh Schulz dan Cheng pada tahun 2002. Model yang peneliti kembangkan yaitu dengan menjadikan asimetri informasi, perasaan bertanggung jawab, dan reputasi sebagai variabel anteseden dari eskalasi komitmen, selain itu peneliti juga mencoba untuk mengajukan proposisi dengan menjadikan variabel perasaan bertanggung jawab dan reputasi sebagai veriabel pemoderasi hubungan antara asimteri informasi dengan eskalasi komitmen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris pengaruh asimetri informasi yang diterima oleh manajer atas proyek yang sedang dijalankan berupa pengetahuan atas informasi yang ada, yang pengetahuan tersebut tidak dimiliki oleh prinsipal, perasaan bertanggung jawab, serta reputasi terhadap tingkat eskalasi komitmen, selain itu juga penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh perasaan bertanggung jawab dan reputasi sebagai variabel pemoderasi hubungan antara asimetri informasi terhadap eskalasi komitmen. Sehingga diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dibidang teoritis yaitu berupa meningkatnya pemahaman kita mengenai profesionalisme dan
konflik etika ketika masalah
disfungsional terjadi, sehingga hal ini dapat meningkatkan wawasan khasanah keilmuan bagi penelitti maupun yang lainnya dibidang akuntansi keprilakuan maupun akuntansi manajemen. Metoda penelitian yang peneliti gunakan yaitu dengan menggunakan pendekatan eksperimen semu dengan desain 2x2x2.
Metoda
tersebut dimaksudkan untuk mencari hubungan sebab akibat atas variabel-variabel yang peneliti gunakan.
Ada pun pertanyaan yang peneliti rumuskan dalam
penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Adakah pengaruh asimetri informasi terhadap eskalasi komitmen? 2. Adakah pengaruh perasaan bertanggung jawab terhadap eskalasi komitmen? 3. Adakah pengaruh reputasi terhadap eskalasi komitmen? 4. Adakah pengaruh asimetri informasi terhadap tingkat eskalasi komitmen dengan perasaan bertanggung jawab sebagai pemoderasi? 5.
Adakah pengaruh asimetri informasi terhadap tingkat eskalasi komitmen dengan reputasi sebagai pemoderasi?
425
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Menyadari banyaknya faktor anteseden yang mempengaruhi eskalasi komitmen maka, peneliti mencoba untuk mengontrol hubungan dari variabel-variabel yang peneliti ajukan dengan menjadikan pengalaman kerja, komitmen, konsistensian, framing, dan preferensi resiko sebagai variabel kontrol.
B. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESA GRAND THEORY Self Justification Theory Penelitian ini menggunakan teori justifikasi diri sebagai grand teori dari penelitian ini. Self justification theory yaitu teori yang paing kuat untuk menjelaskan mengenai eskalasi komitmen (Brockner: 1992). Teori ini menjelaskan bahwa ketika seorang pengambil keputusan proyek dihadapkan dengan kemunduran selama proyek itu berlangsung, maka mereka akan menaikkan komitmen yang mereka miliki sebagai upaya untuk kembali ke proyek atau untuk menunjukkan rasionalitas dari sejumlah tindakan yang mereka lakukan (Staw: 1981). Teori ini mendukung teori cognitive dissonance dari Festinger (1957) dan teori komitmen psikologi dari Kiesler (1971) dalam menjelaskan motivasi yang menyebabkan terjadinya eskalasi komitemn dalam diri seorang manajer dalam Santoso (2012).
SUPPORTING THEORY Teori Keagenan Teori keagenan dalam penelitian ini merupakan supporting theory. Teori ini dibangun sebagai upaya untuk memahami dan memecahkan masalah yang muncul manakala ada ketidaklengkapan informasi pada saat melakukan ikatan kontrak. Kontrak yang dimaksudkan disini adalah kontrak antara prinsipal dan agen.
Teori keagenan
meramal jika agen memiliki keunggulan informasi dibanding prinsipal dan kepentingan agen dan prinsipal berbeda, maka akan terjadi agent-principal problem yang dalam hal ini agen akan melakukan yang menguntungkan dirinya namun merugikan prinsipal (Gudono, 2009, p.177).
426
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
DEFINISI ESKALASI KOMITMEN Eskalasi komitmen merupakan kecenderungan pengambil keputusan untuk bertahan atau mengeskalasi komitmennya pada serangkaian tindakan yang gagal (Brockner, 1992). Eskalasi komitmen merupakan bentuk kegagalan dalam membuat keputusan yang rasional, yang dalam hal ini seseorang melanjutkan keputusan yang sudah tampak rugi dalam beberapa periode. Bukti empiris menunjukkan bahwa manajer yang memulai suatu proyek yang kemudian menjadi tidak menguntungkan justru lebih cenderung untuk meneruskan proyek itu daripada manajer yang tidak memulai proyek (Staw, 1976, 1981). Kreitner dan Kinicki (2002, dalam gudono, 2009, p.72) menyebutkan beberapa kategori penyebab eskalasi komitmen, diantaranya yaitu: 1. Faktor psikologis (misalnya: ego defense) 2. Faktor keorganisasian (misalnya: kegagalan komunikasi) 3. Faktor karakteristik proyek (misalnya: return yang tertunda) 4. Faktor kontekstual (misalnya: tekanan politik)
ASIMETRI INFORMASI Asimetri informasi merupakan suatu kondisi yang terjadi yang dalam hal ini salah satu pihak memiliki informasi yang lebih dibandingkan dengan pihak yang lain. Hal ini biasanya sering terjadi antara agen dan prinsipal. Sehingga, konflik keagenan pun muncul yang berujung pada rasa ketidak percayaan antara satu dengan yang lainnya. Prinsipal sebagai pihak yang menyerahkan kekayaannya untuk diolah oleh pihak agen sering kali merasa dirugikan. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya dalam diri manusia ada sifat ingin memenuhi kebutuhan yang dialaminya, hal ini tentu saja berimbas pada moral hazard. Teori keagenan merupakan suatu teori yang sangat jelas menceritakan konflik tersebut. Informasi yang berlebih yang dimiliki oleh pihak agen yang dalam hal ini informasi tersebut tidak dimiliki oleh pihak prinsipal tak pelak akhirnya ditenggarai sebagai salah satu penyebab dari munculnya perilaku disfungsional.
427
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
PERASAAN BERTANGGUNG JAWAB Perasaan bertanggung jawab memiliki kata dasar bertanggung jawab atau tanggung jawab.
Kata-kata ini sering kali kita dengar dalam kehidupan keseharian kita.
Secara harfiah bertanggung jawab memiliki arti yaitu keadaan wajib menganggung segala sesuatu yang terjadi atas konsekuensi dari tindakan yang telah kita lakukan baik disengaja maupun tidak disengaja.
REPUTASI Banyak peneliti yang mendefinisikan reputasi sebagai bentuk pengendalian ekonomi dan sosial sebagai wujud dari perilaku opportunistik (stevens:2002).
Baiman:
1990,355-357 menjelaskan bahwa dalam mekanisme ekonomi keberadaan reputasi dapat mendisiplinkan perilaku agen.
A. PENGEMBANGAN HIPOTESA Berdasarkan teori justifikasi diri terlihat jelas bahwa perilaku eskalasi komitmen sangat mungkin terjadi ketika seseorang memperoleh feedback information yang tidak jelas atau informasi yang negatif. Teori ini menggambarkan dengan jelas adanya upaya manajer sebagai pengambil keputusan untuk mempertahankan keputusan awalnya yang telah gagal sebagai bentuk rasionalitas atas keputusan yang telah diambil (Staw dan Fox: 1977). Upaya ini sangat memungkin sekali dipengaruhi oleh faktor lain, yaitu faktor psikologi akibat dorongan dari internal maupun dari eksternal. Menurut para ahli psikologi bahwa setiap diri individu butuh untuk membenarkan keputusan mereka terhadap diri mereka sendiri atau terhadap orang lain (Staw dan Ross: 1987 dalam Schulz dan Cheng: 2002).
Faktor psikologi yang sangat
memungkinkan sekali terjadi yaitu adanya asimetri informasi, perasaan bertanggung jawab, dan reputasi.
Terkait dengan asimetri informasi, terkadang manajer
bertindak sebagai seorang agen atau sebagai bagian dari prinsipal. Namun, dalam konteks terjadinya asimetri informasi yang dalam hal ini manajer memperoleh informasi yang lebih mengenai suatu keadaan baik dimasa lalu maupun dimasa 428
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
yang akan datang maka, biasanya manajer akan bertindak sebagai seorang agen (Schulz dan Cheng: 2002). Meskipun asimetri informasi ini sangat erat kaitannya dengan teori keagenan namun, peneliti memandang perilaku opportunistic dari seorang manajer dari sisi self justification theory. Dari sudut teori ini sangat tergambar dengan jelas peluang terjadinya eskalasi komitmen dari seorang manajer. Sehingga berdasarkan teori tersebut maka, peneliti mengajukan hipotesa yang pertama yaitu: Ha1: Meningkatnya eskalasi komitmen akan terjadi ketika asimetri informasi ada dibandingkan dengan asimetri informasi tidak ada. Ditinjau dari segi perasaan bertanggung jawab bahwasannya Staws (1976) berargumen bahwa perasaan bertanggung jawab personal merupakan suatu anteseden yang penting dalam menentukan tingkat eskalasi komitmen.
Hasil
penemuan Staws menunjukkan keterdukungannya terhadap teori justifikasi diri dan dukungannya terhadap eskalasi komitmen, hal ini dilihat dari hipotesa yang Staws ajukan terdukung yaitu bahwasannya manajer akan kembali mengalokasikan dananya kembali pada proyek yang telah gagal ketika seorang manajer berada dalam perasaan bertanggung jawab tinggi dibandingkan dengan ketika seseorang berada dalam perasaan bertanggung jawab yang rendah. Hasil penelitian Staws ini pun didukung dengan hasil penelitian yang diajukan oleh Schulz dan Cheng (2002). Meskipun demikian hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bowen (1987) yang menemukan bahwa adanya dukungan yang lemah terhadap perasaan bertanggung jawab sebagai anteseden dari eskalasi komitmen. Hal ini kemudian menjadikan alasan bagi peneliti bahwasannya persaan bertanggung jawab sangat dimungkinkan untuk menjadi variabel pemoderasi dari adanya anteseden sebelumnya, yang mungkin saja dapat berupa asimetri informasi. Sehingga berdasarkan argument tersebut dan teori justifikasi diri maka, peneliti mengajukan hipotesa sebagai berikut: Ha2: Manajer dengan perasaan bertanggung jawab tinggi akan suatu proyek yang sedang
dijalankan
akan
mendorong
terjadinya
eskalasi
komitmen
dibandingkan dengan manajer dengan perasaan bertanggung jawab rendah. Ha3: Eskalasi komitmen yang dihasilkan oleh keberadaan asimetri informasi akan meningkat ketika seseorang berada dalam perasaan bertanggung jawab yang tinggi dibandingkan dengan perasaan bertanggung jawab yang rendah. 429
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Menurut Staws (1981) eskalasi komitmen dapat disebabkan oleh adanya upaya untuk menjaga reputasi didepan orang lain. Upaya ini dilakukan sebagai bentuk rasionalitas dari seseorang.
Sehingga, hal ini memicu seseorang untuk
mempertahankan keputusan awalnya. Secara teori justifikasi diri, hal ini sangat memungkin sekali terjadi ketika seseorang berada dalam dilematis. Selain itu, ada sebagian peneliti yang menyatakan bahwasannya reputasi dapat juga bertindak sebagai pemoderasi antara hubungan variabel determinan dengan variabel konsekuensis sebagai bentuk dari perilaku dari ketertarikan diri (Arrow: 1985 dalam Stevens: 2002).
Sehingga berdasarkan hal tersebut maka, hipotesa yang peneliti
ajukan yaitu: Ha4: Eskalasi komitmen akan menigkat ketika seseorang berada dalam keadaan upaya menjaga reputasiyang tinggi dibandingkan upaya menjaga reputasi yang rendah Ha5: Eskalasi komitmen yang dihasilkan oleh keberadaan asimetri informasi akan meningkat ketika seseorang berada dalam upaya menjaga reputasi yang tinggi dibandingkan dengan upaya menjaga reputasi yang rendah
C. METODA PENELITIAN Populasi Populasi dari penelitian ini yaitu mahasiswa pasca sarjana dilingkungan FEB Unila beserta mahasiswa profesi dilingkungan FEB Universitas Lampung.
Metoda Pengambilan Sampel dan Sampel Pengambilan sampel peneliti lakukan melalui metoda non probabilitas yaitu dengan menggunakan teknik purposive sampling judgment. Adapun kriteria yang peneliti berikan yaitu: 1. Mahasiswa pasca sarjana yang memiliki keilmuan dibidang akuntansi yaitu mahasiswa MIA semester ketiga. 2. Mahasiswa S1 akuntansi yang telah duduk disemester 5 atau yang telah atau sedang mengambil mata kuliah sistem pengendalian manajemen.
430
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Kriteria ini peneliti terapkan dengan asumsi bahwa mahasiswa tersebut telah memiliki pemahaman yang lebih mendalam dibidang akuntansi khususnya dalam proses pengambilan keputusan.
Sehingga, hal ini diharapkan dapat mewakili
keadaan yang sesungguhnya. Selain itu, alasan peneliti menggunakan mahasiswa S1 yaitu karena mahasiswa tersebut masih tergolong naïf sehingga memungkinkan untuk
terdukungnya
dilakukan
eksperimen.
Sedangkan
alasan
peneliti
menggunakan mahasiswa MIA yang sedang duduk disemester akhir yaitu pada semester tersebut mahasiswa sedang berada dalam proses penyusunan tesis sehingga animo mahasiswa untuk menjadi responden dalam penelitian ini secara sukarela pun kemungkinan akan besar.
Variabel dan Alasan Pemilihan Variabel Variabel yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yaitu meliputi variabel independen, variabel pemoderasi, serta variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini yaitu meliputi asimetri informasi, perasaan bertanggung jawab, dan reputasi. Selain bertindak sebagai variabel independen, perasaan bertanggung jawab dan reputasi juga bertindak sebagai variabel pemoderasi. Sedangkan eskalasi komitmen bertindak sebagai variabel dependen. Alasan penggunaan variabel tersebut karena masih jarangnya penelitian yang menggunakan variabel asimetri informasi, reputasi, maupun perasaan bertanggung jawab sebagai variabel independen maupun sebagai variabel pemoderasi dalam hal kaitannya dengan eskalasi komitmen. Sehingga, hal ini membuat peneliti merasa perlu untuk dikaji kembali.
Data yang Digunakan Dan Proses Pengambilan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan data primer. Proses pengambilan data yaitu dengan menggunakan metoda eksperimen semu yaitu desain factorial between subjek 2x2x2, hal ini peneliti lakukan karena keterbatasan wewenang peneliti untuk merandom subjek yang akan menjadi responden dalam eksperimen yang peneliti jalankan. Instrumen yang peneliti gunakan yaitu berupa naskah yang peneliti adopsi dari Staw (1976) untuk perasaan bertanggung jawab dan 431
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
asimetri informasi, sedangkan untuk instrumen reputasi peneliti adopsi dari Stevens (2002). Namun, agar hasil penelitian sesuai dengan yang peneliti inginkan maka, instrument tersebut akan peneliti sesuaikan dengan keadaan yang sengaja peneliti desain. Uji Reliabilitas dan Validitas Uji ini dilakukan untuk mengukur kehandalan dan kevalidan dari instrument yang digunakan dalam penelitian. Uji ini peneliti lakukan dengan menggunakan data yang peneliti dapatkan dari hasil uji pilot.
Uji pilot peneliti lakukan sebelum
ekseperimen yang sesungguhnya dilaksanakan. Uji ini menggunakan responden lain yang bukan menjadi target dari penelitian. Responden dari uji pilot ini yaitu mahasiswa ekonomi jurusan manajemen yang telah duduk dibangku semester V. Pelaksanaan uji pilot ini dilaksanakan pada hari selasa jam 09.40 wib secara bergilir di ruang E114 dengan melibatkan responden sebanyak 120 orang selama 15 menit. Setelah melakukan pilot kemudian penelitian melakukan uji reliabilitas dengan menggunakan Cronbach Alpha, standar yang peneliti gunakan untuk menggolongkan bahwa instrumen yang peneliti gunakan reliabel yaitu dengan menggunakan standar Nunnally (1960) dalam Ghazali (2007, p. 44) nilai Cronbach Alpha > 0,60 atau diatas 60%. Berdasarkan hasil uji reliabel terhadap empat konstruk yang peneliti gunakan yaitu eskalasi komitmen, perasaan bertanggung jawab, asimetri informasi, dan reputasi diperoleh hasil cronbach alpha masing-masing senilai 0.737 untuk eskalasi komitmen, 0.729 untuk asimetri informasi, 0.810 untuk perasaan bertanggung jawab, dan 0.791 untuk reputasi. Hasil-hasil tersebut diatas 0.60 sehingga dapat disimpulkan bahwa instrument tersebut reliabel. Untuk uji validitas, penguji menggunakan uji validitas tampang yaitu dengan cara membentuk tim hakim untuk memeriksa makna yang terselip dalam setiap kalimat pertanyaan agar tidak terjadi keambiguan makna. Tim hakim ini terdiri dari 4 orang, yaitu 2 orang dari kalangan mahasiswa dan 2 orang dari rekan sesama profesi.
432
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Pengujian Hipotesa Pengujian hipotesa dilakukan dengan menggunakan uji anava yang akan peneliti olah dengan menggunakan SPSS versi 21.
Task dan Prosedur Eksperimen Eksperimen yang peneliti lakukan yaitu eksperimen semu, dengan menggunakan mahasiswa MIA dan S1 akuntansi semester 5 tau yang sedang atau telah mengambil mata kuliah sistem pengendalian manajamene. Eksperimen dilaksanakan dalam hari yang berbeda yaitu hari Sabtu dan rabu pada pukul 9.55 wib di dua gedung terpisah yaitu gedung E dan G. Alasan pelaksanaan dilakukan pada dua hari yang berbeda dikarenakan waktu luang yang dimiliki oleh responden untuk memungkinkannya dilakukan eksperimen. Sebelum
eksperimen
dijalankan,
peneliti
terlebih
dahulu
membentuk
tim
eksperimenter sebanyak empat orang yang berasal dari mahasiswa jurusan akuntansi yang telah duduk disemester akhir.
Keempat tim tersebut kemudian
peneliti arahkan untuk dapat menjadi eksperimenter dengan menjalan tugas sebagai mana mestinya. Setelah tim ekperimenter dibentuk kemudian peneliti bersama tim eksperimenter meminta kesediaan mahasiswa S1 dan MIA untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Namun, karena keterbatasan peneliti untuk merandom subyek yang akan menjadi responden dalam setiap kelompok maka, hal ini membuat peneliti untuk menjadikan eksperimen yang peneliti lakukan sebagai eksperimen semu. Kelompok yang peneliti bentuk yaitu sebanyak delapan kelompok. Pada saat pelaksanaan eksperimen, tim eksperimen memberikan pengarahan cara pengisian serta mengambarkan keadaan atau kondisi perusahaan baik mengenai kondisi keuangan maupun kondisi manajemen. Setelah itu tim eksperimen meminta responden untuk dapat menjadi seperti yang tertera dalam instrumen dan kemudian mengisi pertanyaan yang tertera dalam instrument tersebut.
Kemudian setelah
responden menjawab pertanyaan dari satu bagian maka, responden dilarang untuk membaca treatments tanpa ada instruksi dari tim eksperimenter. Setelah responden selesai menjawab semua pertanyaan kemudian tim membagi soal cek manipulasi 433
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
untuk diisi oleh responden dengan tujuan untuk mengetahui apakah responden sudah memahami isi dari naskah yang diberikan. Setelah responden selesai mengisi maka, responden dilarang untuk meninggalkan ruangan sebelum ada instruksi dari tim. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya konsentrasi yang memudar bagi responden yang belum selesai mengisi pertanyaan cek manipulasi. Instrumen yang peneliti sebar yaitu sebanyak 200 angket dengan sebaran dimasing-maisng kelompok sebanyak 25 instrumen namun yang lulus cek manipulasi yaitu sebanyak 155 angket.
Sehingga yang masuk kedalam pengolahan data selanjutnya yaitu
sebanyak 155 angket dari 155 responden dengan sebaran masing-masing kelompok yaitu 20 orang kelompok 1, kelompok 3, kelompok 4, dan kelompok 8. 19 responden untuk kelompok 2, kelompok 6, kelompok 7, dan 18 responden untuk kelompok 5.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil uji manipulasi yang peneliti lakukan, ternyata dari 200 instrumen yang peneliti sebar hanya 155 instrumen yang lulus atau 45 instrumen yang tidak lulus manipulasi. Banyaknya instrument manipulasi yang tidak lulus ini disebabkan karena 15 angket yang tidak terisi lengkap dan sisanya disebabkan karena pemahaman responden yang tidak tepat mengenai kemauan dari yang ada dalam instrumen yang berjumlah sebanyak 12 serta ada juga yang disebabkan karena ketidak konsistenan reponden dalam menjawab yang berjumlah sebanyak 18 angket. 155 responden tersebut kemudian peneliti data biografinya sehingga dapat diperoleh hasil seperti tabel yang ada berikut ini.
JENIS KELAMIN Frequency Valid
Laki-laki
Percent
46
29.7
Perempuan
109
70.3
Total
155
100.0
Dari tabel-tabel tersebut terlihat bahwa yang menjadi responden dalam penelitian ini sebagian besar didominasi oleh perempuan sebanyak 70,3% sedangkan laki-laki sebanyak 29,3%. 434
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Berdasarkan uji anava diperoleh hasil sebagai berikut: Source Corrected Model Intercept Asimetri Informasi Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares .705a 3116.937 .705 556.005 3673.000 556.710
df
Mean Square
1 1 1 153 155 154
F
.705 3116.937 .705 3.634
Sig.
.194 857.711 .194
.660 .000 .660
a. R Squared = ,001 (Adjusted R Squared = -,005) Dari tabel tersebut terlihat hasil F sebesar 0.194 dengan tingkat signifikansi yaitu 0.660 yaitu lebih besar dari 0.05 atau 5%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa secara uji statistic hipotesa pertama tidak terdukung atau gagal untuk menolak Ho. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Schulz dan Cheng (2002).
Hal ini
mungkin disebabkan karena keputusan untuk melakukan reinvestasi kembali terhadap suatu proyek yang gagal tidak saja didorong akan adanya asimetri informasi, namun juga faktor psikis berupa karakter yang dimiliki oleh seorang manajer. Hal ini bisa dilihat dari R square yang diperoleh yaitu sebesar 1%. Test of Between-Subjects Effects Dependent Variabel Eskalasi Komitmen Source Corrected Model Intercept Bertanggung Jawab Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 11.471a 1891.775 11.471 223.719 2131.000 235.190
df
Mean Square
1 1 1 77 79 78
F
11.471 1891.775 11.471 2.905
3.948 651.116 3.948
Sig. .050 .000 .050
a. R Squared = ,049 (Adjusted R Squared = ,036) Dari tabel diatas terlihat hasil signifikansi sebesar 0.05 atau sebesar 5% dengan kemampuan untuk menjelaskan yaitu sebesar 4,9%.
Hal ini dapat disimpulkan
bahwa berdasarkan hasil uji statistic hipotesa kedua terdukung.
Hasil ini
mendukung penelitian yang dilakukan oelh Schukz dan Cheng (2002) bahwa eskalasi
komitmen
akan
meningkat
ketika
seseorang
memeiliki
perasaan
bertanggung jawab yang tinggi.
435
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Test of Between-Subjects Effects Dependent Variabel Eskalasi Komitmen Source Corrected Model Intercept Kelompok Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 5.142a 1496.401 5.142 356.934 1860.000 362.076
df
Mean Square
3 1 3 75 79 78
1.714 1496.401 1.714 4.759
F
Sig.
.360 314.428 .360
.782 .000 .782
a. R Squared = ,014 (Adjusted R Squared = -,025) Berdasarkan hasil pengujian hipotesa ketiga diperoleh hasil tingkat siginifikansi sebesar 0,782 diatas 0.05 maka, dapat disimpulkan bahwa secara statistic gagal untuk menolak H0. Hasil ini mendukung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Schulz dan Cheng (2002). Hal ini mungkin disebabkan oleh lemahnya kemampuan asimetri informasi yang berperan sebagai variabel idependen, sehingga hal ini membuat ketidak terdukungan hipotesa yang peneliti ajukan. Test of Between-Subjects Effects Dependent Variabel Eskalasi Komitmen Source Corrected Model Intercept Reputasi Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 22.118a 1621.066 22.118 173.816 1817.000 195.934
df
Mean Square
1 1 1 74 76 75
22.118 1621.066 22.118 2.349
F
Sig.
9.417 690.149 9.417
.003 .000 .003
a. R Squared = ,113 (Adjusted R Squared = ,101) Berdasarkan tabel diatas untuk pengujian hipotesa ke empat diperoleh hasil R Square yaitu sebesar 11,3% dengan tingkat signifikansi sebesar 0.003 yaitu lebih kecil dari 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa ke empat terdukung. Test of Between-Subjects Effects Dependent Variabel Eskalasi Komitmen Source Corrected Model Intercept Kelompok Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares .868a 1573.026 .868 211.921 1788.000 212.789
df 3 1 3 72 76 75
Mean Square .289 1573.026 .289 2.943
F .098 534.434 .098
Sig. .961 .000 .961
436
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
a. R Squared = ,004 (Adjusted R Squared = -,037) Berdasarkan hasil uji antar sel untuk pengujian hipotesa kelima diperoleh hasil yaitu R Squared yaitu sebesar 0,004 dengan tingkat signifikansi yaitu sebesar 0.961 atau lebih besar dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa kelima tidak terdukung. Hal ini mungkin disebabkan karena ketidakmampuan variabel asimteri informasi sebagai variabel independen baik bertindak secara tunggal maupun diinteraksikan dengan reputasi.
E. KESIMPULAN DAN SARAN Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menguji secara empiris pengaruh langsung antara variabel asimetri informasi, reputasi, dan perasaan bertangung jawab terhadap eskalasi komitmen.
Serta menguji pengaruh interaksi antara asimetri
informasi dan reputasi terhadap esakalsi komitmen serta menguji pengaruh interaksi antara asimetri informasi dan perasaan bertanggung jawab terhadap eskalasi komitmen. Dari hasil uji hipotesa diperoleh kesimpulan bahwa perasaan bertanggung jawab dan reputasi mempunyai pengaruh terhadap eskalasi komitmen, sedangkan asimetri informasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap eskalasi komitmen. Selain itu dari hasil uji interaksi ternyata hipotesa ketiga dan kelima tidak terdukung tentu saja hal ini menimbulkan keterunikan yang semestinya secara teoritis dan logika hubungan interaksi tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap eskalasi komitmen. Hal ini dimungkinkan karena adanya faktor psikologi yang lain yang lebih berperan dalam interaksi tersebut seperti reward dan punishment sehingga hal ini dimungkinkan menimbulkan kurangnya pengahayatan dari responden akan kasus yang diberikan. Dari keterbatasan ini disarankan untuk mengkaji kembali dan menambah faktor psikologis yang lain dalam pembentukan model.
437
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
DAFTAR PUSTAKA Baiman, S. 1990. Agency Research in managerial accounting: A second look. Accounting, Organizations and Society, 15 (4): 341-371. Bowen. 1987. The escalation phenomenon reconsidered: decisions dilemmas or decisions errors?. Academy of management review, 12 (1), 52-66. Brockner, J. 1992. The escalation of commitment to a failing course of action: toward theoretical progress. Academy of Management Review, 17 (1): 39-61. Gudono. 2009. Teori Organisasi. Pensil, Yogyakarta Santoso, A.B. 2012. Peranan locus of control, self-set dan organizational set, hurdle rates terhadap tingkat eskalasi komitmen pada level pengambilan keputusan pada penganggaran modal. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi, 1 (3). Schulz, Axel. Dan Cheng, Mandy. 2002. Persistence in capital budgeting reinvestment decisions-personal responsibility antecedent and information asymmetry moderator: A note. Accounting and Finance, 42: 73-86 Staw, B.M. 1976. Knee-deep in the big muddy: A study escalation commitment to chosen course of action. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 16 (27-44) Staw, B.M. 1981. The Escalation of Commitment to a Course Action, Academy of Management Review, 6 (4): 577-587. Staw, B.M. dan F. Fox. 1977. Escalation: some determinants of commitment to a previously chosen course of action. Human Relations, 30 (431-450). Stevens, D.E. 2002. The effects of reputation and ethics on budgetary slack. Journal of Management Accounting Research, Vol.14.
438
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
KONTRIBUSI RASIO KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN LABA PERBANKAN DI BURSA EFEK JAKARTA Abdul Naser7
ABSTRACT This research aim to know influence of financial ratio which seen from ratio of CAR, NPL, PPAP, LDR, ROA, ROE, K / D, BOPO, NIM by parsial and simultant to change of banking company earning in Indonesia and also to know dominant ratio influence change of banking company earning in Indonesia. Approach of research the used is functioning quantitative approach to test hypothesis which is raised in research and also to answer the problem of this research. Population in this research amount to 23 company of banking which listing in Jakarta Stock Exchange. The analysis use multiple tinier regression analysis. Result of analysis indicate that financial ratio consisting of ratio of CAR, NPL, PPAP, LDR, ROA, ROE, K / D, BOPO, NIM have an effect on simultant of change of banking company earning in Jakarta Stock Exchange. Result of research also indicate that financial ratio which have an effect on by parsial to change of banking company earning in Jakarta Stock Exchange is ratio of CAR, LDR and ROA. The dominant ratio influence change of banking company earning in Jakarta Stock Exchange is ROA. Keywords: financial ratio, change of earnings, banking company Pendahuluan Perbankan merupakan salah satu sektor ekonomi yang semakin penting peranannya dalam pembangunan ekonomi Indonesia terutama dalam menghadapi era perdagangan bebas dan globalisasi, baik sebagai perantara antara sektor defisit dan sektor surplus maupun sebagai agent of development. Pada tanggal 15 April 1994 perjanjian umum mengenai tarif dan perdagangan (GATT) telah ditandatangani di Maroko dan berlaku sejak tahun 1995. Isi dari perjanjian tersebut adalah mengenai liberalisasi perdagangan dunia yang bebas dari segala bentuk hambatan bukan tarif (non tarif barrier). Oleh karena itu segala bentuk proteksi dan monopoli yang bisa menghambat liberalisasi harus dihapuskan, sehingga banyak pihak terutama negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia merasa khawatir mengenai dampak negatif dari persetujuan tersebut. Sejak Paket Oktober (Pakto) 1988, terlihat bahwa perkembangan perbankan di Indonesia sangat luar biasa, dimana jumlah bank
7
Dosen tetap Fakultas Ekonomi Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 439
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
sebelum Pakto 88 kurang lebih sebanyak dua puluhan kemudian sesudah Pakto berkembang menjadi ratusan, tanpa memperhatikan bahwa mendirikan bank tersebut tidak hanya mernbutuhkan modal saja, tetapi juga membutuhkan tenaga kerja yang trampil dan mampu bekerja secara efektif dan efisien (Usman, 2004). Persaingan yang sangat ketat membuat bank-bank sulit bergerak dalam Skala ekonomi yang efisien, karena terlalu banyak kompetisi berlangsung sementara nasabah yang diperebutkan tetap bersifat terbatas, akibatnya muncullah masalah kredit macet, kekurangan modal kerja, sampai dilikuidasinya Bank Summa dan BUMJ. Namun setelah tahun 1990 pemerintah mendinginkan perekonomian dengan tight money policy
dan selanjutnya otoritas moneter memberlakukan Prudential
Regulation yang berdasarkan Bank International Settlement pada Februari 1991. Dengan diberlakukannya kebijakan-kebijakan ini, maka kondisi bank-bank di Indonesia saat ini banyak yang menghadapi masalah, apalagi didukung oleh segmen pasar saat ini yang begitu terfragmentasi, sehingga membuat bank-bank sulit bergerak dalam Skala ekonomi yang efisien (Usman, 2004). Dari realitas kondisi dunia perbankan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pihak otoritas keuangan seperti diungkapkan di atas, mendorong pars pelaku dunia perbankan di Indonesia berupaya meningkatkan efisiensi secara maksimal. Peningkatan efisiensi ini bukan saja bisa diukur dengan biaya intermediasi yang rendah, tetapi juga dalam kaitannya dengan persaingan non harga. Keadaan tersebut menuntut kebutuhan dana yang cukup bagi perusahaan perbankan untuk bertahan dan bersaing. Salah satu cara yang diambil perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dana guna mengembangkan agar tetap dapat bersaing adalah penjualan saham perusahaan kepada masyarakat melalui pasar modal. Pasar modal memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu Negara karena memiliki fungsi ekonomi dan fungsi keuangan (Husnan, 2000 ). Sebagai fungsi ekonomi, pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dana. Sebagai fungsi keuangan, pasar modal menyediakan dana yang diperlukan oleh pihak yang membutuhkan dana. Pihak yang membutuhkan dana dan pihak yang kelebihan dana tidak harus bertemu secara langsung dalam 440
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
transaksi di pasar modal, akan tetapi dibantu oleh pialang sekuritas, yaitu pihak yang mempertemukan penjual dan pembeli sekuritas (Atmaja, 1999). Perusahaan yang telah mencatat sahamnya di pasar modal harus mengeluarkan laporan keuangan setiap tahun yang memuat informasi tentang kekayaan perusahaan, termasuk laporan keuntungan dan pembayaran dividen perusahaan. Selain itu, laporan keuangan mempunyai tujuan agar para investor mengetahui perkembangan dan prospek perusahaan sehingga investor mengetahui tindakan yang seharusnya diambil. Ada beberapa informasi laporan keuangan yang dapat diperhatikan yaitu informasi tentang cash flow, earnings atau informasi-informasi lain yang berhubungan dengan kebijakan perusahaan, misalnya informasi mengenai pembagian dividen dan sebagainya (Husnan, 2000). Untuk pengambilan keputusan ekonomi, para pelaku bisnis dan pemerintah membutuhkan informasi tentang kondisi dan kinerja keuangan perusahaan. Analisis laporan keuangan sangat dibutuhkan untuk memahami informasi laporan keuangan. Analisis kinerja keuangan merupakan alternatif untuk menguji apakah informasi keuangan bermanfaat untuk melakukan klasifikasi atau prediksi terhadap harga saham. Analisis rasio keuangan didasarkan pada data keuangan historis yang tujuan utamanya adalah memberi suatu indikasi kinerja perusahaan pada masa yang akan datang. Informasi akuntansi termasuk laporan keuangan memiliki sejumlah data yang dapat dikaji sebagai bahan penelitian. Oleh karena itu, telah banyak dilakukan penelitianpenelitian yang menggunakan laporan keuangan perusahaan sebagai bahan atau data penelitian. Analisis rasio keuangan merupakan suatu alternatif untuk menguji apakah informasi keuangan yang dihasilkan oleh akuntansi bermanfaat untuk melakukan klasifikasi atau prediksi terhadap laba di pasar modal. Tingkat kesehatan perusahaan penting artinya bagi penisahaan untuk meningkatkan efisiensi dalam menjalankan usahanya, sehingga kemampuan untuk memperoleh keuntungan dapat ditingkatkan yang akhirnya dapat menghindari adanya kemungkinan kebangkrutan (terlikuidasi) pada perusahaan perbankan. Beaver ( 1966), membuktikan bahwa secara empiris rasio keuangan dapat digunakan sebagai alas prediksi kegagalan perusahaan, meskipun tidak semua rasio dapat memprediksi dengan sama baiknya 441
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
dan tidak dapat memprediksi dengan tingkat keberhasilan yang sama. Beaver menggunakan Univariate Analysis. Beaver mempertemukan sampel perusahaan yang gagal dengan yang tidak gagal kemudian meneliti rasio keuangan selama lima tahun sebelum perusahaan gagal dan menemukan temyata rasio keuangan perusahaan yang tidak gagal berbeda dengan yang gagal, lima tahun sebelum perusahaan gagal. Pada perusahaan yang gagal cash flow to total debt lebih rendah, cadangan aktiva lancar untuk melunasi kewajibannya lebih kecil dan hutangnya lebih besar dibandingkan perusahaan yang tidak gagal. Analisa rasio keuangan merupakan instrumen analisa perusahaan yang ditujukan untuk menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan perusahaan yang bersangkutan. Dengan analisa rasio keuangan ini dapat diketahui kekuatan dan kelemahan perusahaan di bidang keuangan. Analisa rasio keuangan dapat juga dipakai sebagai sistem peringatan awal (early warning system) terhadap kemunduran kondisi keuangan perusahaan yang mengakibatkan tidak akan memberikan kepastian going concern perusahaan khususnya untuk perusahaan yang go public. Perusahaan yang melakukan penjualan kepada masyarakat bertujuan untuk menambah modal kerja perusahaan, perluasan usaha dan diversifikasi produk. Untuk menarik investor, perusahaan perbankan harus mampu menunjukkan kinerjanya. Pengukuran kinerja dapat dilakukan menggunakan rasio keuangan. Investor tertarik dengan saham yang memiliki return positif dan tinggi karena akan meningkatkan kesejahteraan investor. Investor sebelum melakukan investasi pada perusahaan yang terdaftar di BEJ melakukan analisis kinerja perusahaan antara lain menggunakan rasio keuangan sehingga kinerja keuangan perusahaan berkaitan dengan return perusahaan (Husnan, 2000). Penelitian yang dilakukan bertujuan mereplikasi penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Zainuddin dan Hartono (1999) dan Resmi (2002). Hasil penelitian diharapkan sebagai konfirmasi atas penelitian terdahulu, selain itu penelitian yang dilakukan dengan memodifikasi rasio keuangan yang digunakan peneliti terdahulu dengan menggunakan rasio keuangan versi Bank Indonesia (Info bank, 2006) sehingga diharapkan lebih tepat dibandingkan penelitian sebelumnya. Berdasarkan uraian diatas permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini 442
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
adalah: 1. Apakah kinerja keuangan yang terdiri dari rasio CAR, NPL, PPAP, LDR, ROA, ROE, K/D, BOPO, NIM secara serentak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta? 2. Apakah kinerja keuangan yang terdiri dari rasio CAR, NPL, PPAP, LDR, ROA, ROE, K/D, BOPO, NIM secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta ? 3. Rasio apakah yang dominan mempengaruhi perubahan laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta ? Kerangka Teoretis dan Pengembangan Hipotesis Rasio Keuangan Sebagai Indikator Kinerja Keuangan Analisis rasio keuangan merupakan instrumen analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan yang ditujukan untuk menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa lalu. Makna dan kegunaan rasio keuangan dalam praktik bisnis pada kenyataannya bersifat subyektif, bergantung pada untuk apa suatu analisis dilakukan dalam konteks apa analisis tersebut diaplikasikan (Helfret, 1999). Selanjutnya perkembangan yang terjadi pada pendekatan penyusunan teori akuntansi telah mendorong dilakukannya studi akuntansi yang menghubungkan rasio keuangan dengan fenomena akuntansi tertentu. Harapannya akan dapat ditemukan berbagai kegunaan obyektif dari rasio keuangan. Beberapa yang telah dilakukan diantaranya adalah yang menguji kegunaan rasio keuangan untuk memprediksi kondisi keuangan perusahaan khususnya perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan memprediksi perubahan laba perusahaan (Machfoed, 1994; Zainuddin dan Hartono, 1999). Salah satu tahapan dalam proses akuntansi yang penting untuk keperluan pengambilan keputusan manajemen adalah tahap interprestasi laporan akuntansi, yang didalamnya mencakup rasio keuangan. Rasio keuangan yang merupakan bentuk informasi akuntansi yang penting bagi perusahaan selama suatu periode tertentu. Berdasarkan rasio tersebut, dapat dilihat informasi keuangan yang dapat 443
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
mengungkapkan posisi, kondisi keuangan, maupun kinerja ekonomis di masa depan. Rasio keuangan memiliki keunggulan dan keterbatasan. Menurut Harahap (2002) ada beberapa keunggulan dari analisa rasio yaitu: 1. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan. 2. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit. 3. Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain. 4. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi (Altman Z-score). 5. Menstandarisir ukuran perusahaan. 6. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau time series". 7. Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang. Banyak penulis yang memberi masukan jenis rasio yang bisa digunakan untuk memahami kondisi perusahaan. Beberapa rasio yang umumnya dikenal antara lain rasio likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas, akan tetapi masih banyak lagi rasio yang dapat dihitung dari laporan keuangan perusahaan yang kemudian dapat memberikan informasi bagi pars pemakai laporan keuangan. Salah satunya adalah J. Courties sebagaimana yang dikutip dari Harahap (2002) memberikan kerangka rasio keuangan secara kategori sebagai berikut: 1. Probabilitas. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang digambarkan oleh Return on Investment (ROI). 2. Management Performance adalah rasio yang dapat menilai prestasi manajemen. Dilihat dari segi kebijakan kredit, persediaan, administrasi, dan struktur harta dan modal. 3. Solvency yatu kemampuan perusahaan melunasi kewajibannya. Solvency ini digambarkan oleh arus kas baik jangka pendek maupun jangka panjang. Masih menurut Harahap (2002) adapun jenis rasio keuangan yang sering sekali digunakan adalah: 444
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
1. Rasio likuiditas, rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. 2. Rasio solvabilitas, rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajiban apabila perusahaan dilikuidasi. 3. Rasio rentabilitas/profitabilitas, rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui seluruh kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal jumlah karyawan dan sebagainya. 4. Rasio Leverage, rasio ini menggambarkan hubungan antara hutang perusahaan terhadap modal maupun asset. 5. Rasio Aktivitas, rasio ini menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian atau kegiatan lainnya. 6. Rasio Pertumbuhan, rasio ini menggambarkan persentasi kenaikan penjualan tahun ini dibanding dengan tahun lalu. Semakin tinggi berarti semakin baik. 7. Penilaian Pasar, rasio ini merupakan rasio yang khusus dipergunakan di pasar modal yang menggambarkan situasi perusahaan di pasar modal. 8. Rasio Produktivitas, rasio ini menunjukkan tingkat produktivitas dari unit atau kegiatan yang dinilai. Banyaknya penelitian mengenai aplikasi analisa rasio keuangan dalam praktik bisnis Berta pengkajian-pengkajian dan studi yang telah dilakukan mengantarkan kepada pemikiran untuk menjadikan rasio keuangan sebagai indikator yang paling penting dalam praktek bisnis dan ekonomi. Bahkan pernah terdapat kecenderungan untuk menggunakan rasio keuangan tunggal seperti Price Earning Ratio (Suryaputri dan Astuti, 2003). Akan tetapi tidak semua peneliti beranggapan sama, Gilman sebagaimana dikutip dari Pramuka (2002) menolak penggunaan rasio keuangan sebagai indikator yang sangat penting dengan mengajukan, beberapa alasan yaitu: 1. Perubahan rasio keuangan sebenamya merupakan angka yang tidak dapat diinterprestasikan karena pembilang dan penyebutnya bervariasi. 2. Pengukuran rasio keuangan yang bersifat artificial. 445
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
3. Rasio keuangan mengalihkan perhatian analis dari pandangan terhadap perusahaan secara komprehensif. 4. Keandalan rasio keuangan sebagai indikator sangat bervariasi diantara setiap rasio.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa telah terdapat keragaman pendapat mengenai analisis rasio keuangan dalam praktek bisnis dan ekonomi, mulai dari yang menginginkan rasio keuangan tersebut dijadikan indikator paling penting hingga yang beranggapan minimalis terhadap rasio keuangan tersebut. Kenyataannya, praktek bisnis yang nyata masih mengaplikasikan analisa rasio keuangan ini sebagai salah satu model analisis keuangan, meskipun relevansinya tentu bersifat sangat subyektif, tergantung kepada tujuan dan kepentingan masingmasing analis (Pramuka, 2002). Menurut Bank Indonesia (Infobank, 2006) ada beberapa rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan perbankan yaitu: a. CAR (Capital Adequacy Ratio) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur permodalan perusahaan yang dibandingkan dengan aktiva menurut resiko yang ada. Rumus CAR sebagai berikut: CAR =
b. LDR (Loan to Deposit Ratio) Merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Ratio ini merupakan rasio yang digunakan untuk melihat likuiditas perusahaan. Besamya LDR maksimum yang diperkenankan oleh pemerintah adalah 110%.Rumus LDR sebagai berikut: LDR =
c. ROA (Return on Assets) Merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen dalam menghasilkan pendapatan dari pengelolaan aset. Rumus ROA sebagai berikut: ROA =
446
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
d. ROE (Return on Equity) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola modal yang ada untuk mendapatkan net income. Rumus ROE sebagai berikut:
ROE =
e. BOPO (Beban Operasional Pendapatan Operasional) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan menanggung beban operasional dengan pendapatan operasional perusahaan. Rumus BOPO sebagai berikut:
BOPO =
f. NPL (Non Performing Loans) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kredit bermasah dari total kredit yang ada. Rumus NPL sebagai berikut: BOPO =
!
" (
)
!
g. PPAP (Penghapusan dan Penyisihan Aktiva Produktif) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya penyisihan aktiva produktif dibandingkan aktiva produktif yang diklasifikasikan. Rumus NPL sebagai berikut: PPAP =
" ( )
% & % ' " % & % ' % *% %
h. K/D (Pertumbuhan kredit/dana) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan kredit dibandingkan dengan pertumbuhan dana. Rumus K/D sebagai berikut: K/D = (
+
" ! "
)
i. NIM (Net Interest Margin) merupakan rasio untuk mengukur pendapatan bunga bersih dari aktiva produktif yang digunakan oleh perusahaan. Rumus NIM sebagai berikut: NIM = ,
+
% &
" % '
Konsep Laba (Earnings) Dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) disebutkan bahwa laba atau penghasilan 447
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
bersih seringkali digunakan sebagai ukuran kinerja atau sebagai dasar bagi ukuran yang lain seperti imbalan investasi (return of investment) atau penghasilan per saham (earnings per share). Unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih (laba) adalah penghasilan beban. Financial Accounting Standard Boards (FASB) mendefinisikan laba ke dalam beberapa definisi yaitu Earnings menitikberatkan pada apa yang telah diterima atau diharapkan untuk diterima oleh suatu entitas dari suatu output (pendapatan) dan apa yang telah dikorbankan untuk menghasilkan dan mendistribusikan output tersebut (biaya). Earnings juga mencakup, transaksi tambahan atau insidentil dari entitas tersebut dan efek dari kejadian dan keadaan lain yang bermula dari lingkungan (laba dan rugi). Earnings adalah konsep, laba yang mencerminkan laba saat ini. Jika suatu perusahaan
menggunakan
metode
pengukuran
atau
taksiran
yang
berbeda,
dimungkinkan terjadinya dua angka laba yang berbeda yang ditunjukkan oleh laba. Jadi laba dari perusahaan yang berbeda akan sulit dibandingkan, mengingat tiap perusahaan berhak untuk memilih metode tertentu yang dirasakan paling tepat yang sesuai dengan general accepted accounting principle. Laba hanya salah satu jenis informasi akuntansi yang memiliki keterbatasan untuk mengungkapkan informasi yang dibutuhkan oleh investor. Apa yang perlu diperhitungkan untuk menghasilkan laba, tergantung pada tujuan yang ingin dicapai dari pengujian laba itu sendiri. Tujuan utama penyajian laba adalah untuk menyediakan informasi bagi mereka yang berkepentingan dengan laporan keuangan. Menurut SFAC No.5 tujuan penyajian laba yang lebih spesifik meliputi: a. Penggunaan laba sebagai pengukur efisiensi manajemen. b. Penggunaan laba historis untuk membantu dalam memprediksi perilaku perusahaan di masa yang akan datang atau memprediksi dividen yang akan dibagikan. c. Penggunaan sebagai alat bantu untuk pengambilan keputusan manajemen.
448
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Berdasarkan SFAC No.5, ada dua konsep untuk menghitung laba, the current operating concept (dirty surplus) dan the all inclusive concept (clean surplus). The current operating concept memfokuskan pengukuran efisiensi badan usaha, yakni efisiensi pada penggunaan sumber daya yang dimasukkan dalam laporan laba rugi suatu periode hanya berasal dari usaha pokok perusahaan yang terjadi pada periode yang bersangkutan. Jadi pos luar biasa dan korelasi laba tahun lalu sebagai akibat perubahan metode akuntansi, atau perubahan penaksiran umur aktiva tidak dimasukkan dalam laporan laba rugi. Menurut current operating concept, laba merupakan hasil dari perubahan nilai dan peristiwa yang terkendali bagi manajemen dan hasil dari keputusan periode saat ini. Hanya perubahan yang disebabkan oleh operasi normal yang dimasukkan dalam perhitungan laba. Metode yang kedua, the all inclusive concept, memperhitungkan semua transaksi dan perubahan yang terjadi dalam suatu badan usaha selama periode tertentu, kecuali distribusi dividen dan transaksi modal. Konsep ini yang dipakai oleh FASB untuk mendefinisikan laba komprehensif. Jadi laba komprehensif dihitung atas dasar asumsi bahwa penilaian efisiensi badan usaha dan prediksi kinerja perusahaan di masa yang akan datang akan meningkat jika laba dihitung berdasarkan seluruh peristiwa historis dari perusahaan selama tahun-tahun operasi perusahaan yang bersangkutan. Laba memang mungkin tidak memiliki makna sintaksis (tidak adanya aturan yang konsisten dan pasti untuk menghasilkan angka laba). Juga mungkin tidak memiliki makna semantik (karena tidak memiliki makna ekonomi dalam dunia nyata). Namun paling tidak sampai saat ini informasi mengenai laba masih dipercaya oleh banyak investor dan analisis saham sebagai salah satu indikator penting untuk menilai kinerja suatu badan usaha. Pemerintah juga masih mempercayai laba, terbukti adanya usaha dari manajemen untuk mengelabui masyarakat, misalnya dengan
merubah
metode
akuntansi
atau
taksiran,
dengan
tujuan
untuk
meningkatkan laba. Perubahan laba perusahaan dapat diukur sebagai berikut. Rt =
-. + -. -/01
Keterangan: 449
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Rt
= Tingkat perubahan laba saham i pada periode t.
Pi
= Laba saham i pada periode t.
Pt-1 = Laba saham sebelum periode t. Keterkaitan Rasio Keuangan Sebagai Indikator Kinerja Keuangan Dengan Laba Perusahaan Husnan (2000) mengemukakan bahwa laba ataupun tingkat keuntungan saham lebih tepat disebut sebagai persentase perubahan laba. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga saham ataupun laba adalah sebagai berikut : a. Harapan investor terhadap tingkat keuntungan dividen untuk masa yang akan datang. Jika pendapatan atau dividen suatu saham stabil maka harga saham cenderung stabil. Sebaliknya jika pendapatan atau dividen suatu saham berfluktuasi maka harga saham cenderung akan berfluktuasi. b. Tingkat pendapatan perusahaan. Tingkat pendapatan perusahaan yang tercermin dari EPS (Earning per share) berhubungan erat dengan peningkatan harga saham. Apabila fluktuasi EPS makin tinggi maka semakin tinggi juga perubahan laba. c. Kondisi perekonomian. Kondisi perekonomian saat ini dan sekarang salah satunya dipengaruhi oleh kondisi perekonomian masa lalu. Apabila kondisi perekonomian stabil dan mantap maka investor optimis terhadap kondisi perekonomian yang akan datang sehingga harga saham cenderung stabil. d. Di samping dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut di atas, harga saham ataupun laba juga dipengaruhi oleh psikologis pembeli, tindakan irasional yaitu ikutikutan membeli saham, kondisi perusahaan, tingkat suku bunga, harga komoditas, kondisi perekonomian, faktor investasi, inflasi, permintaan dan penawaran dan sebagainya. Koesno (1990) dalam Resmi (2000) mengatakan bahwa salah satu faktor penting yang mempengaruhi pengharapan investor adalah kinerja keuangan dari tahun ke tahun. Kinerja keuangan perusahaan dapat menjadi petunjuk arah naik turunnya harga saham dan laba suatu perusahaan melalui rasio keuangan. Membeli saham adalah membeli sebagian atau suatu kekayaan atau keuntungan perusahaan serta hak-hak lain yang melekat padanya. Oleh karena itu, nilai saham lebih banyak ditentukan oleh reputasi atau performance perusahaan itu sendiri dibandingkan faktor-faktor 450
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
lainnya. Secara umum kinerja keuangan perusahaan ditunjukkan dalam laporan keuangan yang dipublikasikan yang kemudian dianalisis menggunakan rasio keuangan. Kerangka hubungan kinerja perusahaan dengan laba perusahaan sebagai berikut: Rasio keuangan perbankan CAR NPL PPAP LDR ROA ROE K/D BOPO NIM
Perubahan laba perusahaan
Gambar 1. Kerangka Pikiran Pengembangan Hipotesis Bertitik tolak dari permasalahan yang diajukan dan tujuan penelitian serta landasan teori mengenai pengaruh antara kinerja keuangan terhadap perubahan laba perusahaan perbankan di BEJ, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: HI
:
Kinerja keuangan yang dilihat dari rasio CAR, NPL, PPAP, LDR, ROA, ROE, K/D, BOPO, NIM secara simultan berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba perusahaan perbankan di Indonesia.
H2
:
Kinerja keuangan yang dilihat dari rasio CAR, NPL, PPAP, LDR, ROA, ROE, K/D, BOPO, NIM secara parsial berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba perusahaan perbankan di Indonesia.
Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yang berfungsi untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian serta untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber lain, seperti buku dan bacaan lain, hasil analisa pasar yang berhubungan dengan masalah 451
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
yang diteliti. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan perusahaan perbankan dan laba perusahaan melalui dokumentasi di perpustakaan Bank Indonesia. Data laporan keuangan yang digunakan adalah yang memiliki tahun akuntansi yang berakhir 31 Desember 2002-2004. Populasi dalam penelitian ini adalah saham-saham Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEJ sebanyak 23 perusahaan perbankan yang masih aktif selama tahun penelitian. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional adalah batasan pengertian variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Definisi operasional diperlukan untuk menjelaskan supaya ada kesamaan penaksiran dan tidak mempunyai arti yang berbeda-beda. CAR (Capital Adequacy Ratio) (X1) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur permodalan perusahaan yang dibandingkan dengan aktiva menurut resiko yang ada. LDR (Loan to Deposit Ratio) (X2) merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Ratio ini merupakan rasio yang digunakan untuk melihat likuiditas perusahaan. Besamya LDR maksimum yang diperkenankan oleh pemerintah adalah 110%. ROA (Return on Assets) (X3) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen dalam menghasilkan pendapatan dari pengelolaan asset. ROE (Return on Equity) (X4) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola modal yang ada untuk mendapatkan net income. BOPO (Beban Operasional Pendapatan Operasional) (X5) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan menanggung beban operasional dengan pendapatan operasional perusahaan. NPL (Non Performing Loans) (X6) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur 452
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
kredit bermasah dari total kredit yang ada.
PPAP (Penghapusan dan Penyisihan Aktiva Produktif (X7) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur besamya penyisihan aktiva produktif dibandingkan aktiva produktif yang diklasifikasikan. K/D (Pertumbuhan kredit/dana) (X8) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan kredit dibandingkan dengan pertumbuhan dana. NIM (Net Interest Margin) (X9) merupakan rasio untuk mengukur pendapatan bunga bersih dari aktiva produktif yang digunakan oleh perusahaan. Analisis Data Uji Asumsi Klasik Model persamaan regresi linear berganda dapat diterima secara ekonometrika jika memenuhi syarat Best Linear Unbiased Estimation (BLUE) dan memenuhi asumsi klasik antara lain bebas dari multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi diantara variabel-variabel bebas dalam model regresi tersebut.
Uji Multikolinearitas Uji multikolinieritas dimaksudkan untuk mengetahui adanya hubungan yang sempuma antar variabel dalam model regresi. Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dalam penelitian ini maka digunakan korelasi matriks. Dari perhitungan estimasi korelasi matrik dengan program SPSS versi 11, 0 dapat dilihat pada tabel 1 berikut: Tabel 1 Hasil Uji Multikolinieritas Variabel bebas CAR NPL PPAP LDR ROA ROE
Nilai VIF 1.815 3.732 2.345 1.559 2.663 4.642 453
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013 BOPO NIM K/D
4.578 1.924 1.080
Sumber Data diolah 2011 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai VIF dari variabel CAR sebesar 1,815, NPL sebesar 3,732, PPAP sebesar 2,345, LDR sebesar 1,559, ROA sebesar 2,663, ROE sebesar 4,642, BOPO sebesar 4,578, NIM sebesar 1,924 dan K/D sebesar 1,080 lebih kecil dari 5, maka tidak terjadi multikolinieritas antar variabel. Berdasarkan hasil perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai VIF semua variabel bebas lebih kecil dari 5, sehingga tidak terjadi gejala korelasi antar variabel.
Uji Heteroskedastisitas Untuk mendeteksi terjadinya heteroskedastisitas dalam penelitian ini maka digunakan Metode Rank Spearman dengan cara meregresikan variable-variabel bebas dengan variabel residual yang kemudian dikorelasikan secara matriks. Apabila nilai probabilitas dari residual lebih besar dari
α = 0,05, maka tidak terjadi gejala
heteroskedastisitas begitu juga sebaliknya apabila nilai dari residual lebih kecil dari α = 0,05, maka akan terjadi gejala heteroskedastisitas. Berikut adalah tabel 2 yang menunjukkan estimasi matrik dengan metode Rank Spearman. Berdasarkan tabel diatas, dapat dianalisis hubungan antara residu dengan variabel bebas. Koefisien korelasi antara residu CAR adalah sebesar -0,003 dengan probabilitas 0,978 yang nilainya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa antara residu dengan CAR tidak terjadi heteroskedastisitas. Koefisien korelasi antara residu NPL adalah sebesar 0,033 dengan probabilitas 0,786 yang nilainya > 0,05 sehingga dapat
disimpulkan
bahwa
antara
residu
dengan
NPL
tidak
terjadi
heteroskedastisitas. Koefisien korelasi antara residu PPAP adalah sebesar 0,068 dengan probabilitas 0,576 yang nilainya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa antara residu dengan PPAP tidak terjadi heteroskedastisitas. Koefisien korelasi antara residu LDR adalah sebesar 0,228 dengan probabilitas 0,060 yang nilainya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa antara residu dengan LDR tidak terjadi 454
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
heteroskedastisitas. Koefisien korelasi antara residu ROA adalah sebesar 0,731 dengan probabilitas 0,083 yang nilainya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan, bahwa antara residu dengan ROA tidak terjadi heteroskedastisitas. Koefisien
korelasi
antara residu ROE adalah sebesar 0,311
455
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Tabel 2 Uji Heteroskedastisitas Variable CAR
Residu -0.003
Probalitias 0.978
Α 0.05
NPL
0.033
0.786
0.05
PPAP
0.068
0.576
0.05
LDR
0.228
0.060
0.05
ROA
0.731
0.083
0.05
ROE
0.311
0.070
0.05
BOPO
-0.212
0.080
0.05
NIM
0.187
0.124
0.05
K/D
-0.057
0.644
0.05
Keterangan Tidak Terjadi Hteroskedastisitas Tidak Terjadi Hteroskedastisitas Tidak Terjadi Hteroskedastisitas Tidak Terjadi Hteroskedastisitas Tidak Terjadi Hteroskedastisitas Tidak Terjadi Hteroskedastisitas Tidak Terjadi Hteroskedastisitas Tidak Terjadi Hteroskedastisitas Tidak Terjadi Hteroskedastisitas
Sumber: Data Diolah, 2011
dengan probabilitas 0,070 yang nilainya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa antara residu dengan ROE tidak terjadi heteroskedastisitas. Koefisien korelasi antara residu BOPO adalah sebesar -0,212 dengan probabilitas 0,080 yang nilainya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa antara residu dengan BOPO tidak terjadi heteroskedastisitas. Koefisien korelasi antara residu NIM adalah sebesar 0,187 dengan probabilitas 0,124 yang nilainya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa antara residu dengan NIM tidak terjadi heteroskedastisitas. Koefisien korelasi antara residu K/D adalah sebesar -0,057 dengan probabilitas 0,644 yang nilainya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa antara residu dengan K/D tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji Autokorelasi Untuk mendeteksi autokorelasi dalam penelitian ini maka digunakan uji Durbin Watson (DW) dengan melihat DW test. Menurut Algifari (2003:221) untuk mengetahui terjadinya autokorelasi, maka digunakan tabel sebagai berikut: Dari perhitungan SPSS for windows, nilai Durbin Watson (DW) sebesar 1,625. Nilai DW terletak antara 1,55 sampai dengan 2,46 dengan kesimpulan tidak ada 456
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
autokorelasi antar masing-masing variabel bebas, sehingga model regresi yang terbentuk dari nilai variabel terikat yaitu perubahan laba hanya dijelaskan oleh variabel bebas yaitu rasio keuangan. Pembahasan Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Perubahan Laba Adapun hasil regresi linier berganda pengaruh rasio keuangan terhadap perubahan laba perusahaan perbankan yang terdaftar di BEJ adalah sebagai berikut : Tabel 3 Pengukuran Autokorelasi Durbin Watson Kurang dari 1.10 1.10 sampai dengan 1.54 1.55 sampai dengan 2.46 2.47 sampai dengan 2.90 Lebih dari 2.90
Kesimpulan Ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Tidak ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Ada autokorelasi
Sumber : Algifari (2000) Tabel Hasil Analisis Regresi Variabel (Constant) CAR NPL PPAP LDR ROA ROE BOPO NIM K/D
Beta -1970.942 23.782 28.518 12.538 11.023 30.686 5.438 9.775 -23.308 -0.316
Std. Error 1030.680 11.732 22.517 61.498 4.370 6.045 3.776 8.686 41.138 2.895
T-Hitung -1.912 2.027 1.266 0.204 2.523 5.077 1.440 1.125 -0.567 -0.109
Sig 0.061 0.047 0.210 0.839 0.014 0.000 0.155 0.265 0.573 0.913
F-Hitung = 8.759 Sig = 0.000 R = 756 R2 = 0.572 Adj R2 = 0.507 Dari tabel di atas dapat dirumuskan suatu persamaan regresi untuk perubahan laba perusahaan perbankan sebagai berikut: Y = - 1970,942 + 23,782 X I + 28,518 X 2 + 12,538 X3 + 11,023 X4 + 30,686 X5 + 5,438 X6+ 9,775 X7 - 23,308 X8- 0,316 X9
457
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Keterangan Y
: Perubahan laba
Xi
: CAR
x2
: NPL
X3
: PPAP
X4
: LDR
X5
: ROA
X6
: ROE
X7
: BOPO
X8
: NIM
X9
: K/D
Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa hubungan masing-masing nilai rasio keuangan dengan perubahan laba ditunjukkan dengan besarnya koefisien masingmasing variabel. Besarnya koefisien variabel CAR sebesar 23,782 yang berarti setiap peningkatan CAR sebesar 1% akan meningkatkan laba sebesar 23,782%. Besarnya koefisien variabel NPL sebesar 28,518 yang berarti setiap peningkatan NPL sebesar 1% akan meningkatkan laba sebesar 28,518%. Besarnya koefisien variabel PPAP sebesar 12,538 yang berarti setiap peningkatan PPAP sebesar 1% akan meningkatkan laba sebesar 12,538%. Besarnya koefisien variabel LDR sebesar 11,023 yang berarti setiap peningkatan LDR sebesar 1% akan meningkatkan laba sebesar 11,023%. Besamya koefisien variabel ROA sebesar 30,686 yang berarti setiap peningkatan ROA sebesar 1% akan meningkatkan laba sebesar 30,686%. Besarnya koefisien variabel ROE sebesar 5,438 yang berarti setiap peningkatan ROE sebesar 1% akan meningkatkan laba sebesar 5,438%. Besarnya koefisien variabel BOPO sebesar 9,775 yang berarti setiap peningkatan. BOPO sebesar 1% akan meningkatkan laba sebesar 9,775%. Besarnya koefisien variabel NIM sebesar -23,308 yang berarti setiap peningkatan NIM sebesar 1% akan menurunkan laba, sebesar 23,308%. Besarnya koefisien variabel K/D sebesar -0,316 yang berarti setiap peningkatan K/D sebesar 1% akan menurunkan laba sebesar 0,316%. Dengan demikian berdasarkan besarnya nilai koefisien variabel, variabel rasio keuangan yang dominan mempengaruhi perubahan laba perusahaan 458
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
perbankan adalah rasio ROA dengan koefisien sebesar 30,707. Untuk membuktikan hipotesis diterima atau ditolak dilakukan pengujian hipotesis dengan uji-F dan uji-t. Hasil uji-F dan uji-t sebagai berikut : a. Uji-F Uji F digunakan untuk menguji pengaruh rasio keuangan yang terdiri dari rasio CAR, NPL, PPAP, LDR, ROA, ROE, K/D, BOPO, NIM terhadap perubahan laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta secara bersama-sama. Berdasarkan analisis data diketahui nilai F-hitung sebesar 8,759 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari a=5% dibandingkan nilai F-tabel (dfl=9 df2=59) sebesar 2,01 yang berarti Fhitung>F-tabel. Dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima yang berarti rasio keuangan yang terdiri dari rasio berpengaruh secara serentak terhadap perubahan laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta. b. Uji – t Uji-t bertujuan untuk mengetahui pengaruh-pengaruh rasio keuangan yang terdiri dari rasio CAR, NPL, PPAP, LDR, ROA, ROE, K/D, BOPO, NIM terhadap perubahan laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta secara parsial. Tabel 5 Hasil Uji-t Variabel CAR NPL PPAP LDR ROA ROE BOPO NIM K/D
T-hitung 2.027 1.266 0.204 2.523 5.077 1.440 1.125 -0.567 -0.109
Sig. 0.047 0.210 0.839 0.014 0.000 0.155 0.265 0.573 0.913
Hasil Ha diterima Ha ditolak Ha ditolak Ha diterima Ha diterima Ha ditolak Ha ditolak Ha ditolak Ha ditolak
Sumber: Data sekunder, 2011 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa rasio yang berpengaruh secara parsial terhadap perubahan laba perusahaan adalah rasio CAR, LDR dan ROA karena memiliki tingkat signifikansi < 0,05, sedangkan rasio keuangan lainnya secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta. 459
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
b. Koefisien Determinas Melalui pengujian serentak dapat diketahui besamya koefisien determinasi (Adjusted R squared). Dari koefisien determinan (Adjusted R squared) dapat diketahui derajat ketepatan analisis regresi linier berganda yang menunjukkan besarnya variasi sumbangan seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Besarnya nilai pengaruh rasio keuangan ditunjukkan oleh nilai adjusted R squared sebesar 50,7% yang artinya persentase pengaruh rasio CAR, NPL, PPAP, LDR, ROA, ROE, K/D, BOPO, NIM terhadap perubahan laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta adalah sebesar 50,7%. CAR merupakan perbandingan antara pemberian kredit perusahaan dengan permodalan yang tersedia untuk memenuhi kewajiban tersebut. Rasio ini membantu mengetahui posisi keuangan perusahaan (dalam pertimbangan untuk berinvestasi dengan membeli saham atau obligasi yang dikeluarkan perusahaan), CAR akan lebih bermanfaat. Keamanan keuangan perusahaan dijamin apabila paling tidak jumlah modal harus dua kali lebih besar dari pada jumlah kredit yang diberikan. Dengan begitu CAR yang lebih dari satu berarti keaadaan perusahaan likuid maka kondisi perusahaan baik dan kecil kemungkinan untuk delisting. Apabila CAR kurang dari satu berarti keadaan perusahaan rentan mengalami bangkrut. CAR yang rendah menandakan bahwa perusahaan mengalami kesulitan likuiditas sehingga suatu waktu dapat menimbulkan masalah yang mengancam going concern perusahaan. CAR yang tinggi bermakna baik dari sudut pandang perusahaan karena menunjukkan likuiditas tinggi namun dari sudut pandang kreditur CAR tinggi mengindikasikan bahwa modal tidak didayagunakan, dengan efektif sehingga aset yang ada menjadi besar. Sebaliknya CAR yang relatif rendah lebih riskan. tetapi menunjukkan bahwa manajemen telah mengoperasikan aktiva lancar secara efektif. CAR bermanfaat mendeteksi likuiditas perusahaan sehingga rasio ini berperan terhadap perubahan laba perusahaan. LDR (Loan to Deposit Ratio) merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Ratio ini merupakan rasio yang digunakan untuk melihat likuiditas perusahaan. Besarnya LDR maksimum yang diperkenankan oleh pemerintah adalah 110%. Laba yang diterima perusahaan perbankan sebagian besar berasal dari bunga pemberian kredit, semakin tinggi komposisi jumlah kredit yang 460
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri akan mempengaruhi perubahan laba yang diterima perusahaan perbankan. Return on Assets (ROA) termasuk dalam salah satu rasio margin laba, yang menunjukkan bagian penjualan yang melebihi biaya (baik biaya variabel maupun biaya tetap). ROA mengukur seberapa efektif aset perusahaan yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, ROA adalah alas ukur yang sangat umum digunakan untuk mengukur kinerja sebuah pusat investasi. ROA adalah rasio yang diperoleh dengan membagi Laba Rugi bersih dengan Total Assets. Rasio ini digunakan untuk menggambarkan kemampuan manajemen bank untuk memperoleh laba dan efisiensi manajerial secara keseluruhan. Semakin tinggi nilai ROA semakin efektif pula pengelolaan aktiva perusahaan. Murtanto dan Arviana (2002) mengemukakan penurunan profitabilitas dapat diartikan sebagai penurunan kinerja perusahaan. Penurunan kinerja secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya financial distress, yaitu keadaan yang sangat sulit bahkan dapat dikatakan mendekati kebangkrutan yang apabila tidak segera diselesaikan akan berdampak kepada penilaian kinerja perusahaan di mata masyarakat. Walsh (1996) menjelaskan kenaikan angka dari ROA yang baik akan menjamin
kerangka keuangan yang
memungkinkan pertumbuhan sebuah perusahaan karena semakin besar ROA akan semakin baik. Hal tersebut manandakan bahwa aktiva perusahaan akan dapat lebih cepat berputar dan meraih laba. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dengan seluruh modal yang ada didalamnya untuk dapat menghasilkan keuntungan. Dengan demikian semakin tinggi ROA maka semakin tinggi juga tingkat perubahan laba perusahaan.
Kesimpulan Berdasarkan analisis data diperoleh kesimpulan sebagai berikut pertama, rasio keuangan yang terdiri dari rasio CAR, NPL, PPAP, LDR, ROA, ROE, K/D, BOPO, NIM berpengaruh secara serentak terhadap perubahan laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta; kedua, rasio keuangan yang berpengaruh secara parsial terhadap perubahan laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta adalah rasio CAR, LDR dan ROA. Rasio yang dominan mempengaruhi perubahan laba 461
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta adalah rasio ROA. Implikasi dan Keterbatasan Berdasarkan hasil analisis data dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut pertama, bagi investor, rasio keuangan di Bursa Efek Jakarta dapat dijadikan parameter yang baik untuk memprediksi perubahan laba perusahaan perbankan terutama menggunakan rasio CAR, ROA dan LDR. Rasio yang dominan mempengaruhi perubahan laba perusahaan perbankan di BEJ adalah rasio ROA sehingga rasio ini perlu menjadi pertimbangan investor dalam memprediksi perubahan laba perusahaan. Kedua, Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan referensi bagi penelitian selanjutnya dibidang yang sama untuk dikembangkan
dan
diperbaiki,misalnya
dengan
memperpanjang
periode
pengamatan sehingga dapat lebih mencerminkan hasil penelitian. Selain itu, penelitian ini dapat dikembangkan lagi dengan membandingkan jenis perusahaan lainnya dan menggunakan indikator keuangan yang berbeda.
Daftar Referensi Atmaja, Lukas Setia. (1999). Manajemen Keuangan, Edisi Revisi, Yogyakarta: Andi Offset. Beaver, Williams. (1966). Financial Ratios as Predictor of Failure, Empirical Research in Accounting: Selected Studies Suplement, Journal of Accounting Research (2). Financial Accounting Standards Board (FASB) (1984). Statement of Financial Accounting Concept, No 5. Financial Accounting Standards Boards. Harahap, Sofyan Syafri. (2002). Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Helfert, E.A.(1999). Analisa Laporan Keuangan (Herman Wibowo, penterjemah), Edisi Ketujuh, Jakarta: Erlangga. Husnan, Suad. (2000). Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Yogyakarta: BPFE-UGM. Machfoed, M. (1994). Financial Ratio Analysis and The Earning Changes in Indonesia, Kelola, 114-147. Murtanto dan Arfiana, Zeny. (2002). Analisis Laporan Keuangan dengan Menggunakan Metode Rasio Camel dan Metode Altman Sebagai Alat untuk 462
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013
Memprediksi Tingkat Kegagalan Usaha Bank, Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi 2 (2) Agustus. Pramuka, Bambang Agus. (2002). Evaluasi Kegunaan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan Laba di Masa Yang Akan Datang: Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar di BEJ. Resmi, Siti. (2002). Keterkaitan Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Return Sahara, Yogyakarta, Kompak 6, September Suryaputri & Christina Dwi Astuti. (2003). Pengaruh Faktor Leverage Deviden Payout, Size, Earning Growth and Country Risk Terhadap Price Earning Ratio, Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi 13 (1), April. Usman, Umedi. (2004). Analisis Kinerja Keuangan Bank Umum Swasta Nasional Sebelum dan Sesudah Akuisisi, Jurnal Ekonomi Bisnis 3, Brawijaya Walsh, Ciaran. (1996). Key Management Ratio, Prentice Hall, Inc. Bratain. Zainuddin & Hartono, J. (1999). Manfaat Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Pertumbuhan Laba, Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEJ, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 2(1). Majalah lnfobank. (2006). Edisi Juni, 327.
463