Jurnal HPT Volume 1 Nomor 1 April 2013
EVALUASI KETAHANAN TANAMAN JERUK (Citrus sp.) HASIL FUSI PROTOPLAS JERUK SATSUMA MANDARIN (Citrus unshiu) DAN JERUK SIAM MADU (Citrus nobilis) TERHADAP INFEKSI PENYAKIT KULIT DIPLODIA (Botryodiplodia theobromae Pat.) Dharmawan Putra P. R.1, Liliek Sulistyowati1, Abdul Cholil1, C. Martasari2 1
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran Malang 65145 2 Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Sub Tropika (BALITJESTRO)
ABSTRACT Protoplast fusion mandarin satsuma orange and honey thai orange to increase the quality of the honey thai orange into a seedless. Character of orange as product of protoplast fusion has not been known include resistance against pest and disease. One important disease of citrus is skin disease of diplodia that cause loosing yield. Protoplast fusion has highly genetic variability that cause many probabilities of resistance expression can be happened on infection of skin disease of diplodia on orange as product of protoplast fusion. Research was conducted at glass house of BALITJESTRO and Phytopathology Laboratory, Department of Plant Protection, Faculty of Agriculture, University of Brawijaya. The purpose of this research was to evaluation of resistance of orange as product of protoplast fusion and its parental on infection of skin disease of diplodia by incubation period and infection symptom area. Result of this research were known that there were 26 oranges as product of protoplast fusion had different resistance level compared by its parental in incubation period; there were 16 oranges as product of protoplast fusion had different resistance level compared by its parental in infection symptom area and there were 11 oranges as product of protoplast fusion had not different resistance level compared by its parental in infection symptom area; Classification of the resistance level of oranges as product of protoplast fusion were obtained 8 plants were classified resistant, 17 plants were classified moderate, 5 plants were classified susceptible. Keywords: Plant endurance, Protoplast fusion, Citrus unshiu, Citrus nobilis, Botryodiplodia theobromae Pat. ABSTRAK Fusi protoplas jeruk satsuma mandarin dan siam madu bertujuan meningkatkan kualitas jeruk siam madu menjadi jeruk seedless. Karakter tanaman jeruk hasil fusi protoplas belum banyak diketahui termasuk ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit. Salah satu penyakit penting jeruk yaitu penyakit kulit diplodia yang mampu menyebabkan kerugian hasil. Fusi protoplas menghasilkan variabilitas genetik yang tinggi, sehingga banyak kemungkinan ekspresi ketahanan yang terjadi terhadap infeksi penyakit kulit diplodia pada tanaman jeruk hasil fusi protoplas tersebut. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca BALITJESTRO dan laboratorium fitopatologi, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Tujuan penelitian adalah
16
Putra et al, Evaluasi Ketahanan Tanaman Jeruk
mengevaluasi ketahanan terhadap infeksi penyakit kulit diplodia pada tanaman jeruk hasil fusi protoplas dengan tanaman tetuanya menggunakan variabel masa inkubasi dan luas gejala infeksi. Hasil penelitian diketahui bahwa pada masa inkubasi terdapat 26 tanaman jeruk hasil fusi protoplas memiliki tingkat ketahanan yang berbeda dengan kedua tanaman tetuanya; pada luas gejala infeksi terdapat 16 tanaman jeruk hasil fusi protoplas memiliki tingkat ketahanan yang berbeda dengan kedua tanaman tetuanya dan terdapat 11 tanaman jeruk hasil fusi protoplas memiliki tingkat ketahanan yang tidak berbeda dengan kedua tanaman tetuanya; klasifikasi ketahanan tanaman jeruk hasil fusi protoplas didapatkan 8 tanaman tergolong tahan; 17 tanaman tergolong moderat; dan 5 tanaman tergolong rentan. Kata kunci: Ketahanan tanaman, Fusi Protoplas, Citrus unshiu, Citrus nobilis, Botryodiplodia theobromae Pat. PENDAHULUAN Jeruk (Citrus sp) merupakan salah satu komoditi buah-buahan yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia. Permintaan dan kebutuhan jeruk akan meningkat, mengingat manfaat penting jeruk. Perkiraan tersebut dapat menjadi sebuah peluang bagi jeruk lokal Indonesia untuk menguasai pasar jeruk domestik, namun menurut BPS (2011) rata-rata pertumbuhan impor jeruk tiap tahun sejak tahun 2000-2011 meningkat secara signifikan sebesar 11 % atau 5.099.686 kg. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor permintaan konsumen yang lebih menyukai jeruk impor karena memiliki karakteristik seperti rasa manis, berbiji sedikit, dan warna buah yang cerah dibandingkan jeruk lokal Indonesia yang sebagian besar memiliki karakter berbiji banyak serta berwarna kurang menarik. BALITJESTRO telah melakukan salah satu upaya perbaikan kualitas jeruk lokal yaitu melalui fusi protoplas jeruk satsuma mandarin (Citrus unshiu) dan siam madu (Citrus nobilis) untuk meningkatkan kualitas jeruk siam madu menjadi jeruk seedless (tanpa biji), berkulit mudah dikupas dan kulit buah menarik (Martasari, 2009). Fusi
protoplas diharapkan mendapat tanaman bersifat sibrid karena adanya perpindahan organel tanpa diikuti perpindahan inti yang memungkinkan terjadinya perpindahan gen Cytoplasmic Male Sterility (CMS) yang mengendalikan sifat seedless pada satsuma mandarin untuk mendapatkan jeruk siam madu seedless (Husni, 2010). Karakter tanaman jeruk hasil fusi protoplas belum banyak diketahui, utamanya ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit. Salah satu penyakit penting tanaman jeruk yaitu penyakit kulit diplodia disebabkan Botryodiplodia theobromae Pat. yang dapat mengakibatkan kematian ranting, cabang, batang tanaman, bahkan menyebabkan kematian tanaman. Secara umum, tanaman jeruk satsuma mandarin dan siam madu tergolong kelompok jeruk mandarin yang menurut Timmer et al (2000) dan Rieger (2006) mempunyai sifat toleran terhadap infeksi diplodia, namun hasil fusi protoplas mempunyai variabilitas genetik yang tinggi, sehingga banyak kemungkinan ekspresi ketahanan yang terjadi pada tanaman jeruk hasil fusi protoplas jeruk satsuma mandarin dan siam madu.
17
Jurnal HPT Volume 1 Nomor 1 April 2013
Proses evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui keragaman ketahanan dengan harapan didapatkan tanaman unggul yang tahan terhadap infeksi penyakit kulit diplodia sebagai upaya perbaikan kualitas jeruk lokal Indonesia. METODE Penelitian dilaksanakan di rumah kaca BALITJESTRO, Batu dan Laboratorium Fitopatologi, Jurusan Hama Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Penelitian dilaksanakan mulai bulan April sampai Agustus 2012. Metode penelitian ini adalah eksperimen dengan menguji tingkat ketahanan terhadap infeksi penyakit kulit diplodia (B. theobromae) pada 30 individu tanaman jeruk hasil fusi protoplas*) jeruk satsuma mandarin dan siam madu yang berusia 1,5 tahun dibandingkan dengan tanaman tetuanya yaitu 10 tanaman jeruk siam madu yang berusia 9 bulan dan 10 tanaman jeruk satsuma mandarin yang berusia 1 tahun. *) Tanaman diperoleh dari Martasari (peneliti dari BALITJESTRO) Pemeliharaan Tanaman Jeruk Tanaman jeruk ditumbuhkan dengan media campuran tanah dan sekam pada sebuah polibag dengan ukuran 35 cm x 15 cm. Pemupukan dilakukan setiap satu kali dalam 2 minggu dengan menggunakan pupuk urea dan NPK. Penyiraman dilakukan setiap hari pada saat pagi hari. Pengendalian hama, penyakit dan gulma dilakukan secara mekanik. Isolasi Patogen Isolasi B. theobromae dilakukan dengan cara memotong bagian batang tanaman yang menunjukkan gejala
awal dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm yang sebagiannya adalah bagian batang sehat. Potongan batang dicuci dengan alkohol 70% selama satu menit sebanyak dua kali dan aquades selama satu menit sebanyak dua kali. Potongan kecil batang tanaman ditumbuhkan di media PDA dalam cawan petri sampai diperoleh isolat murni B. theobromae yang diidentifikasi dengan menggunakan buku kunci identifikasi Illustrated Genera of Imperfect Fungi (Barnet & Hunter, 1972). Biakan murni B. theobromae diperbanyak pada media PDA lainnya untuk dipergunakan sebagai sumber inokulum dalam penelitian. Persiapan Sumber Inokulum Sumber inokulum merupakan kulit batang jeruk sehat berukuran 0,51 cm yang dicuci dengan alkohol 70% selama 1 menit sebanyak dua kali dan dicuci dengan aquadest selama 1 menit sebanyak dua kali. Kulit batang tersebut di inkubasikan di atas koloni B. theobromae dalam cawan petri sampai kulit batang tersebut terinfeksi oleh B. theobromae. Perlakuan Sumber inokulum di selipkan dalam batang tanaman jeruk yang telah dilukai kemudian bagian tepi batang yang telah dilukai diikat dengan parafilm. Daerah sekitar pelukaan tersebut diinkubasi dalam keadaan lembab dengan cara menyemprotkan air steril sampai gejala muncul. Pengamatan Pengamatan masa inkubasi dilakukan setiap hari, sejak hari pertama inokulasi sampai kenampakan gejala awal muncul pada batang tanaman jeruk. Pengamatan luas gejala infeksi dilakukan setiap 4 hari sekali setelah
18
Putra et al, Evaluasi Ketahanan Tanaman Jeruk
inokulasi. Metode pengamatan luas gejala infeksi dilakukan dengan mengukur secara vertikal (v) dan horisontal (h) panjang antara titik gejala yang paling ujung. Kemudian panjang (v) dan (h) dikalikan untuk mendapat luas gejala Infeksi (cm²). Penilaian tingkat ketahanan tanaman berdasarkan pada metode Miller-Gaervin and Viands yaitu kategori Tahan (T) 0-10 %, Moderat (M) 10,1-20,0 %, Rentan (R) 20,1-50 % dan Sangat Rentan (SR) > 50,0 %. Penilaian tingkat ketahanan tanaman berdasarkan presentase luas gejala infeksi (%) yang didapatkan dari perbandingan luas gejala infeksi (cm²) dengan luas permukaan batang (cm²) tanaman jeruk. Luas permukaan batang tanaman jeruk diperoleh dengan cara mengukur tinggi permukaan batang (t) yang ditentukan sebesar 5 cm, angka tersebut merupakan panjang antara batas sambungan batang atas dan batang bawah jeruk sampai batas tepi bawah tempelan parafilm dan panjang lingkar permukaan (l) batang tanaman jeruk, kemudian (t) dan (l) dikalikan untuk mendapat luas permukaan batang tanaman jeruk. Analisa Data Metode analisis data yang digunakan pada penelitian adalah uji T (One Sample Test), dengan menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 5%. HASIL Identifikasi Cendawan Botryodiplodia theobromae Pat. Penyebab Penyakit Kulit Diplodia Pada Tanaman Jeruk Secara makroskopis (Gambar 1.A) didapatkan koloni berwarna putih tipis yang kemudian memenuhi cawan petri dalam waktu 5 hari setelah
inokulasi. Warna koloni berubah menjadi kehitaman pada umur sekitar 8 hari, hal ini menurut Khanzada et al (2004) koloni B. theobromae yang dibiakkan pada media PSA (Potato Sucrose Agar) dan diinkubasi pada suhu 30˚C selama 2 minggu, pada awal pertumbuhannya koloni berwarna putih kemudian berubah menjadi kehitaman dan termasuk cepat berkembang memenuhi cawan petri dan menurut Palmer (1992) B. theobromae bisa dibiakkan dengan media standar seperti MA (Malt exact Agar) ataupun PDA, dan diinkubasi pada suhu 20-25˚C selama 2-4 hari, koloni berkembang cukup cepat, pada saat awal perkembangan koloni berwarna putih berubah menjadi semakin gelap seiring pertumbuhan dan pertambahan umur miselia cendawan. Kenampakan secara makroskopis dari B.theobromae yang ditemukan pada penelitian ini identik dengan kenampakan makroskopis dari hasil penelitian sebelumnya. Secara mikroskopis (1.B) B. theobromae. yaitu konidia matang (Mature Conidia) berbentuk jorong, berwarna coklat gelap, mempunyai 1 sekat di bagian tengah konidia, dan beukuran panjang sekitar 21,34 µm dan lebar 12,78 µm dan menurut Alves et al (2008) B. theobromae mempunyai konidia matang yang bagian tengahnya lebih besar di banding bagian lainnya, berdinding tebal, berbentuk cenderung menjorong, granular, mempunyai 1 sekat di tengah, berwarna coklat kehitaman, dan rata-rata berukuran 1932,5 µm x 12-18,5 µm. Kenampakan mikroskopis lainnya yaitu pada gambar (1.C) konidia muda (Immature conidia) berbentuk granular, tidak bersekat, dan berwarna hialin. dan Alves et al (2008) menyatakan konidia muda berwarna hialin, granular, dan tidak bersekat. Pada gambar (1.D) merupakan hifa yang bersekat berwarna hialin.
19
Jurnal HPT Volume 1 Nomor 1 April 2013
Gambar 1. (A) Kenampakan Makroskopis Cendawan B. theobromae pada Umur 5 HSI (Hari Setelah Inokulasi) (B) Konidia Matang (Mature Conidia) (C) Konidia Muda (Immature Conidia), dan (D) Hifa. Keterangan : (10 µm). Masa Inkubasi Berdasarkan hasil pengamatan tanaman jeruk hasil fusi protoplas dengan masa inkubasi tercepat diperoleh F3, F6, F8, F12, F13, F16, F21, F24, F28 dan F30 dengan nilai 9 hari dan masa inkubasi terlama adalah F25 dengan nilai 37 hari. Tanaman jeruk tetua siam madu dan satsuma mandarin memiliki rerata masa inkubasi masing-masing sebesar 11,4 hari dan 20,2 hari. Analisa data masa inkubasi menggunakan uji T dengan taraf kepercayaan sebesar 5 % dan nilai T tabel sebesar 2,262. Pada tabel (1) hasil analisa data masa inkubasi antara jeruk hasil fusi protoplas dengan jeruk siam madu yang berbeda nyata diantaranya F1, F2, F3, F4, F5, F6, F7, F8, F10, F11, F12, F13, F14, F15, F16, F17, F18, F19, F20, F21, F23, F24, F25, F26, F27, F28, F29 dan F30; sedangkan hasil analisa data masa inkubasi antara jeruk hasil fusi protoplas dengan jeruk satsuma mandarin yang berbeda nyata diantaranya F2, F3, F4, F5, F6, F7, F8, F9, F10, F11, F12, F13, F14, F15, F16, F17, F18, F19, F20, F21, F22, F23, F24, F25, F26, F27, F28 dan F30;
terdapat masa inkubasi beberapa tanaman jeruk hasil fusi protoplas yang berbeda secara nyata dengan kedua tanaman tetuanya yaitu F2, F3, F4, F5, F6, F7, F8, F10, F11, F12, F13, F14, F15, F16, F17, F18, F19, F20, F21, F23, F24, F25, F26, F27, F28 dan F30. Luas Gejala Infeksi Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan luas gejala infeksi tertinggi pada tanaman jeruk hasil fusi protoplas F16 dengan nilai 4,76 cm² dan luas gejala infeksi terendah diperoleh F20 dengan nilai 0,12 cm². Tanaman jeruk tetua siam madu dan satsuma mandarin memiliki rerata luas gejala infeksi masing-masing sebesar 1,40 cm² dan 1,26 cm². Analisa data luas gejala infeksi menggunakan uji T dengan taraf kepercayaan sebesar 5 % dan nilai T tabel sebesar 2,262. Pada tabel (2) hasil analisa data luas gejala infeksi antara jeruk hasil fusi protoplas dengan jeruk siam madu yang berbeda nyata diantaranya F1, F3, F5, F7, F9, F11, F12, F14, F15, F16, F18, F19, F20, F23, F24, F25 sedangkan hasil analisa data luas gejala infeksi antara jeruk hasil fusi protoplas dengan jeruk
20
Putra et al, Evaluasi Ketahanan Tanaman Jeruk
satsuma mandarin yang berbeda nyata diantaranya F1, F3, F5, F7, F9, F11, F12, F14, F15, F16, F18, F19, F20, F22, F23, F24, F25, F26, F29. Kemudian, beberapa tanaman jeruk hasil fusi protoplas yang berbeda secara nyata dengan kedua tanaman tetuanya yaitu F1, F3, F5, F7, F9, F11,
A
21
F12, F14, F15, F16, F18, F19, F20, F23, F24, F25 dan juga terdapat beberapa tanaman jeruk hasil fusi protoplas yang tidak berbeda secara nyata dengan kedua tanaman tetuanya yaitu F2, F4, F6, F8, F10, F13, F17, F21, F27, F28 dan F30.
B
C
Gambar 2. Gejala Infeksi Penyakit Kulit Diplodia (B.theobromae) pada Tanaman Jeruk Hasil Fusi Protoplas Satsuma Mandarin dan Siam Madu (A) Tahan (B) Moderat (C) Rentan. PEMBAHASAN Ketahanan tiap individu tanaman jeruk hasil fusi protoplas mempunyai beragam tingkat ketahanan diantaranya terdapat beberapa tanaman yang berbeda secara nyata dengan salah satu tanaman tetuanya dan tidak berbeda secara nyata dengan salah satu tetuanya sehingga tanaman tersebut dianggap mempunyai sifat ketahanan yang sama dengan salah satu tetuanya tersebut, kemudian terdapat beberapa tanaman yang berbeda secara nyata dengan kedua tetuanya, sehingga dianggap mempunyai sifat ketahanan yang berbeda dengan kedua tetuanya, dan terdapat beberapa tanaman yang tidak berbeda secara nyata dengan kedua tetuanya, sehingga dianggap mempunyai sifat ketahanan yang sama dengan kedua tetuanya, hal ini menurut Husni et al (2004) hasil fusi protoplas menghasilkan beberapa macam tipe karena sel hasil fusi protoplas jeruk
satsuma mandarin dan siam madu yang dihasilkan tidak bersifat spesifik (random) sehingga tanaman yang dihasilkan pada suatu populasi mempunyai variabilitas genetik yang tinggi. Hasil penelitian ini mempunyai banyak kemungkinan yang terjadi pada perubahan sifat ketahanan tanaman secara genetik, hal ini menurut Mariska dan Husni (2006) hasil dari fusi protoplas secara umum terdiri dari 3 kemungkinan yaitu menghasilkan hibrid atau kombinasi dua genom lengkap, menghasilkan asymmetric hybrid atau partial hybrid, dan menghasilkan sibrid, beragamnya kemungkinan hasil fusi protoplas ini mampu mempengaruhi ekspresi ketahanan tanaman terhadap infeksi penyakit kulit diplodia. KESIMPULAN Terdapat perbedaan tingkat ketahanan antara tanaman jeruk hasil
Jurnal HPT Volume 1 Nomor 1 April 2013
fusi protoplas dengan kedua tanaman tetuanya pada parameter masa inkubasi, tanaman tersebut F2, F3, F4, F5, F6, F7, F8, F10, F11, F12, F13, F14, F15, F16, F17, F18, F19, F20, F21, F23, F24, F25, F26, F27, F28 dan F30. Terdapat perbedaan tingkat ketahanan antara tanaman jeruk hasil fusi protoplas dengan kedua tanaman tetuanya pada parameter luas gejala infeksi, tanaman tersebut F1, F3, F5, F7, F9, F11, F12, F14, F15, F16, F18, F19, F20, F23, F24, F25 dan tidak adanya perbedaan tingkat ketahanan
antara tanaman jeruk hasil fusi protoplas jeruk dengan kedua tanaman tetuanya pada parameter luas gejala infeksi, tanaman tersebut F2, F4, F6, F8, F10, F13, F17, F21, F27, F28 dan F30. Klasifikasi ketahanan tanaman jeruk hasil fusi protoplas terhadap infeksi penyakit kulit diplodia diantaranya, Tahan (F1, F5, F7, F11, F14, F15, F19, F20); Moderat (F2, F4, F6, F8, F9, F10, F13, F17, F18, F21, F23, F25, F26, F27, F28, F29, F30); dan Rentan (F3, F12, F16, F22, F24).
22
Putra et al, Evaluasi Ketahanan Tanaman Jeruk
23
Tabel 1. Hasil Analisa Data Masa Inkubasi antara Jeruk Hasil Fusi Protoplas Satsuma Mandarin dan Siam Madu dengan Tanaman Tetua. Keterangan : (*) Berbeda nyata
TANAMAN
MASA INKUBASI
SIAM MADU F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11 F12 F13 F14 F15 F16 F17 F18 F19 F20 F21 F22 F23 F24 F25 F26 F27 F28 F29 F30
11.4 17* 14* 9* 34* 35* 9* 33* 9* 13 35* 28* 9* 9* 34* 36* 9* 14* 36* 14* 35* 9* 11 36* 9* 37* 34* 36* 9* 16* 9*
TANAMAN SATSUMA MANDARIN F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11 F12 F13 F14 F15 F16 F17 F18 F19 F20 F21 F22 F23 F24 F25 F26 F27 F28 F29 F30
MASA INKUBASI 20.2 17 14* 9* 34* 35* 9* 33* 9* 13* 35* 28* 9* 9* 34* 36* 9* 14* 36* 14* 35* 9* 11* 36* 9* 37* 34* 36* 9* 16 9*
24
Jurnal HPT Volume 1 Nomor 1 April 2013
Tabel 2. Hasil Analisa Data Luas Gejala Infeksi antara Jeruk Hasil Fusi Protoplas Satsuma Mandarin dan Siam Madu dengan Tanaman Tetua. Keterangan : (*) Berbeda nyata TANAMAN
LUAS GEJALA INFEKSI
SIAM MADU F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11 F12 F13 F14 F15 F16 F17 F18 F19 F20 F21 F22 F23 F24 F25 F26 F27 F28 F29 F30
1,398 0.6* 0.98 2.25* 1.36 0.76* 1.26 0.24* 1.04 0.66* 1.08 0.15* 2.24* 1.32 0.44* 0.28* 4.76* 1.08 0.78* 0.72* 0.12* 1.26 1.68 0.68* 2.7* 0.75* 0.84 0.96 1.15 0.84 1.26
TANAMAN SATSUMA MANDARIN F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11 F12 F13 F14 F15 F16 F17 F18 F19 F20 F21 F22 F23 F24 F25 F26 F27 F28 F29 F30
LUAS GEJALA INFEKSI 1,255 0.6* 0.98 2.25* 1.36 0.76* 1.26 0.24* 1.04 0.66* 1.08 0.15* 2.24* 1.32 0.44* 0.28* 4.76* 1.08 0.78* 0.72* 0.12* 1.26 1.68* 0.68* 2.7* 0.75* 0.84* 0.96 1.15 0.84* 1.26
Putra et al, Evaluasi Ketahanan Tanaman Jeruk
Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Ketahanan terhadap Infeksi Penyakit Kulit Diplodia (B.theobromae) pada Tanaman Jeruk Hasil Fusi Protoplas Jeruk Satsuma Mandarin dan Siam Madu dengan Metode Miller-Gaervin and Viands TANAMAN F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11 F12 F13 F14 F15 F16 F17 F18 F19 F20 F21 F22 F23 F24 F25 F26 F27 F28 F29 F30
INFEKSI (%) 8 13.67 34.61 19.42 9.5 16.8 3.69 17.34 11 15.42 2 32 17.6 7.4 4.3 59.5 16.61 11.14 9.6 1.6 18 22.4 10.46 36 11.53 12 12.8 17.69 11.2 19.38
DAFTAR PUSTAKA Alves, A., Crous, P. W., Correia, A., and Philips, A. J. L. 2008. Morphological and Molecular Data Reveal Cryptic Speciation in Lasiodiplodia theobromae. Fungal Diversity 28: 1-13.
KLASIFIKASI TAHAN MODERAT RENTAN MODERAT TAHAN MODERAT TAHAN MODERAT MODERAT MODERAT TAHAN RENTAN MODERAT TAHAN TAHAN RENTAN MODERAT MODERAT TAHAN TAHAN MODERAT RENTAN MODERAT RENTAN MODERAT MODERAT MODERAT MODERAT MODERAT MODERAT
Barnet, H. L. and B.B. Hunter. 1972. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Burgress Publishing Company. Mineapolis. Minnesota. BPS. 2011. Data Ekspor-Impor. Badan Pusat Statistik. Available at
25
Jurnal HPT Volume 1 Nomor 1 April 2013
http://www.bps.go.id/html. (Verified 30 Juli 2012) Husni A, Mariska I, Hobir. 2004. Fusi Protoplas dan regenerasi protoplas hasil fusi antara Solanum melongena dengan S. torvum. Jurnal Bioteknologi Pertanian 9(1):1-8. Husni, A. 2010. Fusi Protoplas Interspesies antara Jeruk Siam Madu (Citrus nobilis Lour) dengan Mandarin Satsuma (Citrus unshiu Marc). Disertasi. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. p 161. Khanzada M. A., A. M. Lodhi,. And S. Shahzad. 2004. Mango Die Back and Gummosis in Sindh, Pakistan Caused by Lasiodiplodia theobromae. Department of Botany, University of Karachi, Pakistan. Available at http://www.plantmanagementne twork.org/mango/html. (Verified 07 Juli 2012)
Mariska I., dan Husni A. 2006. Perbaikan Sifat Genotipe Melalui Fusi Protoplas pada Tanaman Lada, Nilam dan Terung. Jurnal Litbang Pertanian, 25 (2). Martasari, C.2009. Laporan Akhir RPTP Perbaikan Varietas Jeruk Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika. Palmer, M. A. 1992. How to Identify and Control Diplodia Shoot Blight, Collar Rot, and Cancer if Conifers. St. Paul, Minnesota. Available at http://www.na.fs.fed.us/html. (Verified 05 Mei 2012). Rieger, Mark. 2006. Introduction to Fruit Crops. The Haworth Press, Inc. USA. Timmer, L. W., S. M. Garnsey and J. H. Graham. 2000. Compedium of Citrus Diseases. Second Edition. APS Press The American Phytopathological Society. USA. p 43.
26