Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 PERAN PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT SEBAGAI LEMBAGA PEMBERDAYAAN NARAPIDANADI LAPAS KLAS IIB MERAUKE SYAHMUHAR M. ZEIN Abstract Center for Social Studies Activities which is known as PKBM, Indonesian abbreviated for Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (Center for Social Studies Activities) has the relevant meaning with the Social Empowering System regulated in 12 th Constitution 1995 about The Socialization (UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan). This constitution gives a new perspective perception in Indonesian Laws Enforcement to totally change from the old system of punishment which was no civil and human right considerations to totally civil and human right considerations. In accordance with this tremendous challenge PKBM as one among some of social empowering, education, training, and development units within The Socialize Foundation of 2nd Class Merauke, Ministry of Laws and Human Right Republic of Indonesia. To see that resources linkage within the PKBM which was built since 2009 until now there are many problems connected with human resources management to manage the PKBM foundation. All ideas and programs are still directly controlled and executed by the principle alone. No team work under a system, no experience in social-organization to exist, limit superstructures and facilities make stagnancy in the PKBM‟s training and education activities. No well coordination yet as no commitment of training & development, education and empowering programs processing between the The Socialize Foundation of 2nd Class Merauke, Ministry of Laws and Human Right Republic of Indonesia and the PKBM. No operational costs and annual planning and budgeting from the Socialize Foundation (Lapas) planned for PKBM. The Socialize Foundation must take advantages with the existence of PKBM as a unit of office work who can assist the commitment of training & development, education and empowering programs in the The Socialize Foundation of 2nd Class Merauke, Ministry of Laws and Human Right Republic of Indonesia. If the Socialize Foundation (Lapas) has already understood the functions of the PKBM in assisting empowering activities such as vocational training & education and also PKBM is able to open some access for getting fund or financial from central government ministries even open the social donation from companies or industries to fulfill needs of empowering human resources training & development in The Socialize Foundation of 2nd Class Merauke. We hope the good will between the two foundations will allocate the annual socialize empowering fund to help operational cost of programs. As the conclusion of problems within the Tunas Mandiri PKBM I divide cases into two road map. They are the coordination problem with the principle or manager of The Socialize Foundation of 2nd Class Merauke and the un-capable PKBM administration staff to execute their jobs descriptions professionally, in high motivations, creativities and dedications. If this two cases can be solved properly then Tunas Mandiri PKBM will be a good pilot project foundation for the nation-wide Socialize Foundation in the Ministry of Laws and Human Right Republic of Indonesia. Keywords : Socialize Foundation, Ministry Of Law And Human
76
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 punyai aktifitas, organisasi harus ada koordinasi secara sistemik, organisasi harus bersifat terbuka dalam menajemen terkait dengan situasi lingkungan eksternal. Merujuk daripada pemahaman tentang pengertian organisasi di atas, maka secara administrasi kelembagaan mulai ditata secara benar sesuai aturan yang telah diatur untuk pendirian suatu lembaga secara legal. Maka di Tahun 2012 telah di tata kelembagaan PKBM di Lapas Klas IIB Merauke, mulai dari pembuatan akta Notaris, pengurusan ijin operasional penyelenggaraan pendidikan non formal di Dinas Pendidikan dan pengajaran setempat, pengurusan NPWP dan lain sebagainya untuk kepentingan legalitas kelembagaan. Dengan adanya legalitas kelembagaan PKBM tersebut, maka menajerial kelembagaan harus dibuat secara legal juga, artinya Surat Keputusan pimpinan terkait kepengurusan PKBM juga harus dibuat, untuk kepentingan manajerial yang baik, sehingga dengan demikian nama-nama petugas yang di SK-kan itu benar-benar merasa tanggungjawab dan dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara baik. Lembaga PKBM ini hemat peneliti sangat relevan jika di jalankan secara baik dan benar di dalam Lapas, karena Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) secara khusus berkonsentrasi pada kegiatan pembelajaran, usaha ekonomi produktif dan pemberdayaan masyarakat sesuai kebutuhan komunitas tersebut guna mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, sejahtera, mandiri dan selalu mengembangkan diri secara positif dan hidup harmonis (4:2011). Jika dikaitkan dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 yang menyatakan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
PENDAHULUAN Keberhasilan suatu proses pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan tidak terlepas dari penerapan sistem pembinaan yang benar-benar berjalan secara efektif, salah satu keberhasilan pembinaan di Lapas juga tidak terlepas dari lembagalembaga sosial yang dibentuk di dalam Lapas, seperti misalnya di Lapas Klas IIB Merauke, telah terbentuk lembaga pembinaan dan pendidikan di luar sistem atau struktur kedinasan yang ada tetapi pengelolaannya adalah Petugas Pemasyarakatan itu sendiri. Hal ini adalah merupakan suatu kebijakan Pimpinan Lapas saat itu tahun 2009, pertama terbentuknya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang diberi nama “PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIB Merauke” karena pertimbangan saat itu untuk membuka akses kepada Dinas Pendidikan dan Pemuda Olahraga Kabupaten Merauke guna menjalin kerjasama, namun saat itu secara pengelolaannya belum optimal dikarenakan keorganisasiannya belum sempurna. Sehingga proses penyelenggaraan kegiatan-kegiatan PKBM saat itu yang di laksanakan untuk kepentingan narapidana atau warga binaan belum maksimal. Terkait dengan masalah kelembagaan harus di tata secara ideal sesuai dengan pedoman yang ada, sehingga efektifitas organisasi dapat berjalan secara baik, sejalan dengan pendapat daft dalam Agustinus Yelipele (2014:18) yang mengemukakan bahwa organisasi adalah kumpulan orang (sosial entities) yang mempunyai satu tujuan serta dirancang secara sengaja untuk beraktifitas yang dikoordinasikan secara sistematik serta terbuka dan terkait dengan lingkungan eksternal. Pengertian organisasi di atas memberikan penjelasan yang sangat terperinci terkait dengan unsur-unsur yang ada dalam pengertian tersebut, unsur-unsur yang dimaksud yaitu organisasi harus ada sekumpulan orang, organisasi harus mem-
77
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 untuk perkembangannya peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Oleh karena itu PKBM sebagai lembaga pendidikan non formal harus mampu menciptakan tujuan pendidikan nasional, walaupun objek penyelenggaraan PKBM itu adalah narapidana atau warga binaan pemasyarakatan. Seiring dengan tujuan pendidikan nasional itu juga ada suatu konsep di dalam pembinaan narapidana atau warga binaan pemasyarakatan yaitu sistem pemasyarakatan. Menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Ayat (2) Sistem Pemasyarakatan adalah cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulang tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung-jawab. Secara jelas sistem pemasyarakatan merupakan “pembinaan terpadu antara pembina, warga binaan pemasyarakatan serta masyarakat untuk meningkatkan kualitas narapidana atau warga binaan yang menjadi objek binaan. Narapidana juga merupakan bagian dari masyarakat yang termarjinalisasikan akibat mereka melakukan hal-hal yang melanggar hukum, namun dilain pihak mereka juga adalah manusia yang patut diayomi atau dibina, sehingga dalam perlakuan pembinaan untuk warga binaan atau narapidana dilandasi dengan penghormatan terhadap hak-hak dasar sebagai seorang manusia.
Untuk itu formulasi yang dibuat dalam pembinaan warga binaan atau narapidana yaitu Undang-undang RI No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan yang menyebutkan dalam pasal 5 bahwa sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan Pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan, pendidikan, pembimbingan, penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan, serta terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. Dengan dasar inilah pembinaan di dalam Lembaga pemasyarakatan diarahkan untuk“memanusiakan-manusia”. Maka secara eksplisit, peneliti cenderung melihat potensi lembaga Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) perlu diterapkan di dalam Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) untuk menjadi lembaga pemberdayaan warga binaan atau narapidana, lembaga PKBM ini dapat diposisikan secara strategis dalam kaitan peranannya di Dalam Lembaga Pemasyarakatan. Karena PKBM terbentuk di dalam Lembaga Pemasyarakatan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan warga binaan atau narapidana, karena di dalam PKBM terdapat beberapa program pendidikan dan pelatihan, seperti Pendidikan kesetaraan Sekolah Dasar (Paket A), Pendidikan Kesetaraan Sekolah Menengah Pertama (Paket B), Pendidikan Kesetaraan Sekolah Menengah Umum (Paket C), Program Life Skill (Keterampilan Hidup), Program Keaksaraan Fungsional (Buta Aksara), Program kursus, Program Taman Baca Masyarakat (perpustakaan). Di samping itu juga PKBM dapat mengakses bantuanbantuan operasional pendidikan lewat Dinas pendidikan dan Pengajaran di level Kabupaten bahkan dapat direkomendasikan oleh Dinas Pendidikan dan pengajaran setempat untuk mengakses bantuan operasional di tingkat Dinas Pendidikan dan pengajaran Propinsi maupun level Kementerian Pen-
78
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 didikan nasional di Pusat atau Jakarta tentunya sesuai dengan jenis program yang diakses. PKBM juga dapat dijadikan sarana untuk membuka akses kerjasama dengan Pemerintah Daerah yang bukan hanya terkait Dinas Pendidikan dan pengajaran tetapi bisa juga terkait bidang-bidang pemerintahan lainnya yaitu Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Perkebunan, artinya PKBM dapat Membuka akses untuk narapidana atau warga binaan dapat diperdayakan atau dikaryakan. Khusus di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Merauke, PKBM telah terselenggara dari tahun 2009 hingga saat ini 2015, dan sudah berperan sebagaimana hal di atas, namun dalam proses penyelenggaraannya secara ideal belum berjalan efektif, karena terdapat beberapa kendala, yaitu kurang menjalankan peran secara baik karena kurang adanya perhatian pimpinan baik kepala seksi yang menangani maupun pimpinan tertinggi di Lapas Klas IIB Merauke terkait alokasi dana operasional PKBM yang belum dimasukan dalam anggaran tahunan Lapas Klas IIB Merauke, Pengurus PKBM kurang aktif dan kurang kreatif dalam penyelenggaraan programprogram pendidikan, kurang efektifnya kegiatan pendidikan karena tidak terencana secara baik dalam satu tahun ajaran atau tahun akademik, para pengurus kurang fokus karena pengurus yang di-SK-Kan hanya menjadikan pekerjaan di PKBM sebagai sampingan saja karena mereka mempunyai tugas pokok lainnya yang harus dan wajib hukumnya mereka harus kerjakan (Pengurus PKBM adalah pegawai Lapas Klas IIB Merauke), gedung pembelajaran yang kurang representativ dengan banyaknya program yang di selenggarakan, Tamping PKBM (narapidana yang dikaryakan untuk membantu administrasi PKBM) kerja mereka tidak maksimal atau tidak fokus karena sering pula disuruh untuk menger-
jakan pekerjaan lain oleh petugas Lapas lainnya, keterlibatan warga binaan atau narapidana dalam program pendidikan atau pelatihan kurang efektif karena kurang didukung oleh pimpinan dalam hal ini kepala seksi atau Pimpinan tertinggi di Lapas Klas IIB Merauke dalam menegaskan untuk narapidana aktif mengikuti kegiatan yang telah di programkan. Disamping permasalahan di atas, dalam pengamatan peneliti juga terkait masalah di Lembaga Pemasyarakatan terkadang ada ketidakseimbangan perlakuan di dalam Lapas, antar warga binaan atau narapidana yang berduit dan warga binaan atau narapidana yang tidak berduit, artinya warga binaan atau narapidana yang berduit dapat mengendalikan petugas pemasyarakat untuk kepentingan keleluasaannya di luar Lapas dan hal ini biasanya terjadi dalam proses penentuan asimilasi (kerja di luar Lapas), dengan motiv misalnya; mereka membangun suatu bangunan untuk tempat cukur rambut atau bangunan pencucian motor dengan kompensasi mereka dengan leluasa dapat mengendalikan petugas bukan hanya pada tingkat petugas penjagaan saja tetapi juga pada level pejabat dengan alasan bahwa Kementerian Hukum dan HAM RI tidak menganggarkan uang atau dana pembinaan yang cukup sehingga dengan alasan itu melegalkan praktek-praktek yang dijelaskan di atas. Maka dengan kondisi yang tersebut di atas, peneliti akan memfokuskan penelitian ini pada seberapa besar peran PKBM di Lapas Klas IIB Merauke? sehingga akan menjadi pertimbangan untuk kedepan, eksistensi PKBM di Lembaga Pemasyarakatan bukan hanya di Merauke tapi Lembaga Pemasyarakatan seluruh Indonesia dapat diperankan sebagai lembaga pemberdayaan warga binaan atau narapidana yang disinergikan dengan peluang-peluang pada lembaga-lembaga yang ada di luar Lapas (Lembaga Pemasyarakatan).
79
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 Dan juga menepis praktek-praktek pemberlakuan ketidak-adilan di dalam Lapas (Lembaga Pemasyarakatan). Secara jelas bahwa penelitian ini lebih mengarah pada peran kelembagaannya yang akan di teliti apakah sudah maksimal perannya sehingga berdampak pada pemberdayaan narapidana atau warga binaan pemasyarakatan, artinya Peran lembaga PKBM jika di efektifkan maka akan menjadi baik pola pemberdayaan narapidana atau warga binaan pemasyarakatan. Hal inilah yang menjadi fokus penelitian. Berdasarkan pembahasan di atas, maka peneliti merumuskan beberapa masalah penelitian ini adalah : (1).Bagaimana Peran PKBM Sebagai Lembaga Pemberdayaan Narapidana di Lapas KLas IIB Merauke ? (2). Faktor-faktor apa sajakah yang mendukung dan menghambat peran PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIB Merauke ? (3). Bagaimana upaya-upaya atau usaha-usaha yang dilakukan oleh PKBM dalam pemecahan masalah yang dihadapi ?.
liau adalah konsep pembinaan narapidana yang diteliti tersebut dalam kerangka normatif sesuai dengan peraturan per undang-undangan yang berlaku sedang penelitian ini mencoba untuk menghasilkan suatu pola pembinaan narapidana yang disinergikan dengan pola pendidikan luar sekolah atau non formal dalam kerangka kelembagaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat. Selanjutnya untuk penelitiannya Willem Marko Erari, mengkaji tentang penanggulangan kenakalan Anak di dalam Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan yang masih umum sistem pembinaannya untuk semua umur sehingga tidak berfokus kepada pembinaan anak pidana, sedangkan yang membedakan dari kajian penelitian adalah peneliti akan meneliti tentang peran PKBM sebagai satu Lembaga Pembinaan dan Pendidikan di dalam Lapas untuk para narapidana untuk memperdayakan narapidana secara keseluruhan sesuai dengan potensi dan klasifikasi umur yang ada, sehingga bukan berfokus ke anak saja tapi secara keseluruhan sehingga penelitian ini dapat direkomendasikan kepada pihak Lapas yang sekiranya terdapat anak pidana yang dibina, atau ada terpidana dengan kasus khusus seperti narkoba dan penggunaan obat-obat terlarang di dalam Lapas yang masih bersifat umum, dapat membentuk PKBM dan menyelenggarakan program-program sesuai dengan kebutuhan pembinaan di dalam Lapas. Setelah mempelajari penelitian terdahulu sebagaimana yang di jelaskan sebelumnya hanya untuk memberikan informasi terkait pembedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terkait pemberdayaan narapidana melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang di Kelola di dalam Lembaga Pemasyarakatan untuk kepentingan pem-binaan narapidana, selanjutnya akan di lihat juga terkait teori dan konsep sesuai dengan kajian
TINJAUAN PUSTAKA Dari penelitan terdahulu terdapat perbedaan dari penelitian ini; untuk Penelitian agustinus Yelipele penelitiannya terfokus pada peran kelembagaan yaitu Bidang Sosial Budaya di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Pegunungan Bintang namun dalam pengembangan penelitiannya, ia hanya melihat dari sisi penjabaran Tugas fungsinya secara normatif, kaitannya dengan penelitian peneliti, penelitian ini mengarah pada peran kelembagaan namun peran lebih cenderung pada pengembangan kegiatankegiatan kreatif dan inovatif serta bagaiman kelembagaan itu bisa berdiri secara mandiri dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan kelembagaan tersebut, kelembagaan yang dimaksud adalah PKBM. kemudian untuk penilitian Budi Hermidi, yang membedakan penelitian be-
80
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 penelitian ini yang berbicara tentang; Teori dan Konsep Peranan, Teori tentang organisasi atau suatu kelembagaan, Teori Pembangunan dan konsep pemberdayaan, serta konsep pendidikan non formal yang disenergikan dengan pola pembinaan pemasyarakatan sesuai aturan yang belaku.
Disamping itu Levinson dalam Soekanto (2009:213) mengatakan peranan mencakup tiga hal, antara lain: a) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. b) Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. c) Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
a. Teori dan Konsep Peranan Dalam pemaparan teori dan konsep peranan tentunya disandarkan pada peranan kelembagaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Untuk itu perlu dilihat tentang definisi peranan itu sendiri. Menurut sukamto (2009:212-213), berpendapat bahwa: “Peranan (role) merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya”. Secara praktis juga soekamto juga memberi penekanan bahwa peranan itu merupakan aspek dinamis kedudukan artinya dia menggambarkan bahwa dengan adanya kedudukan maka secara otomatis juga harus dapat menjalan tanggungjawaban kedudukan tersebut dan tanggungjawab inilah yang dinamakan dengan peranan. Terkait dengan pemahaman sukamto di atas, jelaslah bahwa posisi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat ini harus mempunyai kedudukan stategis dalam sistem kemasyarakatan (sistem pembinaan di dalam Lapas). Sehingga akan mampu menyelenggaran kegiatan atau programprogram pembinaan, secara psikologis juga pengelola PKBM, akan merasa terhargai atas penyelenggaraan program pendidikan maupun pembinaan yang telah di lakukan melalui jalur PKBM.
Bertolak dari pendapat Levinson dalam Soekanto, bagian kedua dalam tiga point di atas, jelaslah bahwa Pusat kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) adalah merupakan suatu organisasi yang tentunya mempunyai peranan, karena PKBM di Lapas Kelas IIB Merauke telah berjalan dalam penyelenggaraan pendidikan non formal. Artinya dalam konteks peranan tidak dilihat dari sisi individu-individu yang berada dalam pengelolaan PKBM tersebut tapi peneliti lebih menekankan pada peran kelembagaannya atau PKBM itu sendiri. Wirutomo (1981 : 99 – 101) mengemukakan pendapat David Berry bahwa dalam peranan yang berhubungan dengan pekerjaan, seseorang diharapkan menjalankan kewajiban-kewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya. Peranan didefinisikan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada individu yang menempati kedudukan social tertentu. Peranan ditentukan oleh norma-norma dalam masyarakat, maksudnya kita diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan masyarakat di dalam pekerjaan kita, di dalam
81
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 keluarga dan di dalam peranan-peranan yang lain. Selanjutnya dikatakan bahwa di dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu : pertama, harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajibankewajiban dari pemegang peran, dan kedua harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya. Dalam konteks pengertian peranan sebagaimana penjelasan di atas sangatlah jelas bahwa peranan individu dapat diartikan sebagai peranan kelembagaan sehingga ada terdapat harapan-harapan pada kelembagaan tersebut. Secara konkrit terkait dengan peranan yang akan dimainkan oleh PKBM seperti apa, tentunya harus terinci secara baik tidak terjadi multi penafsiran terhadap peran PKBM, peneliti mengambil dari Pedoman pembentukan dan penyelenggaraan PKBM (2011:24), yaitu dari 2 (sisi) : satu sisi mengembangkan Kegiatan – Kegiatan di PKBM dengan indikator; a). Mengembangkan dan menerapkan sistem peningkatan mutu kegiatan pembelajaran sesuai dengan potensi dan masalah setempat, b). Mengembangkan unit usaha/produksi yang dapat dipasarkan oleh PKBM minimal di lingkungan masyarakat sekitar, c). Mengembangkan sistem teknologi komunikasi dan informasi sesuai kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki. d). Mengembangkan upaya-upaya peningkatan partisipasi orang tua/wali peserta didik, mitra kerja dan masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengawasan kegiatan maupun lembaga PKBM, e). Mengembangkan berbagai inovasi yang produktif secara terusmenerus dan dapat menghasilkan teknologi tepat guna yang bermanfaat. f). Mengembangkan usaha-usaha yang inovatif untuk pemberdayaan masyarakat sekitar. Sisi yang lain adalah kemitraan dengan indikator; a). Bermitra dengan per-
usahaan, industri, pedagang, LSM, perguruan tinggi dan dinas/instansi lintas sektoral terkait dalam mendukung dan mengembangkan kegiatan PKBM. b). Bermitra dengan organisasi profesi terkait dalam meningkatkan dan mengembangkan kelembagaan dan pembelajaran. c). Jejaring antar PKBM, terutama dalam pemasaran produksi dan manajemen/pengelolaan usaha dan pembelajaran. b.
Teori Organisasi Untuk memperdalam analisis tentang Peran Lembaga PKBM, tentunya peneliti melihat PKBM sebagai suatu wadah atau suatu organisasi untuk itu akan dikaji tentang teori organisasi. Berbicara dalam konteks peranan organisasi tentunya organisasi yang terbentuk dalam suatu komunitas tertentu harus sesuai dengan budaya karakter setempat, sehingga penggiringan kearah visi dan misi organisasi akan jelas, terkait dengan itu yang selalu menjadi pertanyaan adalah untuk apa sebuah organisasi itu berdiri dalam suatu komunitas tertentu Ndaraha (1:2005) memberikan pernyataan bahwa terdapat empat hal mengapa organisasi menjadi penting untuk dikaji; Karena salah satu pendekatan adalah budaya organisasi, Karena organisasilah sumber vehicle bagi setiap nilai budaya organisasi, Karena kajian organisasi memberikan pemahaman tentang organisasi sebagai subjek dan objek, dan yang terpenting adalah organisasi mempunyai visi dan misi merupakan sumber budaya organisasi. Sejalan dengan pernyataan tersebut dalam penelitian ini, organisasi sebagai Subjek yaitu PKBM dalam rangka pembinaan dan pendidikan warga binaan atau narapidana. Untuk itu perlu kita pahami definisi dari organisasi itu. Menurut Maluhu (vii:2010) Organisasi sebagai alat dan wadah kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan, pengertian tersebut sejalan dengan beberapa
82
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 pendapat dari Daft dalam Agustinus yelipele (2014:18) berpendapat bahwa organisasi adalah kumpulan orang - orang (social entities) yang mempunyai suatu tujuan serta dirancang secara sengaja untuk beraktifitas yang dikoordinasikan secara sistemik serta terbuka dan terkait lingkungan eksternal, sedangkan menurut Robbins dalam Agustinus Yelipele (2014:18) berpendapat bahwa organisasi sebagai kumpulan entitas sosial yang secara sadar terkoordinasi dalam batas-batas yang efektif serta secara bersama -sama dalam batas waktu tertentu dan terus menerus berupaya mencapai suatu sasaran. Disamping itu menurut Darsono (57:2009) organisasi adalah tempat manusia berinteraksi untuk memenuhi kehidupannya, ada juga yang berpendapat bahwa (7:2011) organisasi harus bisa mengembangkan berbagai strategi untuk menyesuaikan dengan perkembangan lingkungan. Menurut Pabundu organisasi kumpulan orang-orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Berbicara tentang organisasi tentunya tidak berhenti pada sekumpulan orang yang bekerjasama dan mencapai suatu tujuan bersama, namun Terry memberikan inti dari sebuah organisasi yaitu manajemen (9:2013), ia menyatakan bahwa manajemen mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan, mengapa demikian karena menajemen adalah inti dari sebuah organisasi, jika tidak berjalan menajemen yang baik maka organisasipun akan tidak berjalan efektif. Dalam konteks pengertian organisasi ini tentunya PKBM harus berjalan dengan baik, ketika terjadi pembagian kerja yang kurang baik, atau sistem kerjasama yang kurang efektif, maka roda organisasi tersebut akan menjadi stagnan atau jalan ditempat dan tidak mengalami perkembangan yang signifikan sesuai dengan tujuan daripada organisasi tersebut dalam hal ini PKBM.
Organisasi yang mempunyai kaitan dengan proses kegiatan pemerintahan dalam bidang tertentu, tentunya dapat dikatakan pula sebagai organisasi public atau kata lain administrasi publik, sedangkan menurut gray dalam harbani pasalong (2010:18) menjelaskan peran administrasi public terdapat 3 hal : menjamin pemerataan distribusi pendapatan nasional, kepada kelompok masyarakat miskin secara berkeadilan, administrasi public melindungi hak-hak masyarakat atas pemilikan kekayaan, serta menjamin kebebasan bagi masyarakat untuk melaksanakan tanggungjawab atas diri mereka sendiri dalam bidang kesehatan, pendidikan dan pelayanan bagi kelompok masyarakat (Lanjut usia), administrasi public berperan melestarikan nilainilai kearifan lokal yang variatif dan menselarasikan dengan perkembangan zaman tanpa menghilangkan ke-khas-annya. Jadi peranan administrasi public pada dasarnya untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif, oleh karenanya setiap kegiatan dalam administrasi public diupayakan tercapainya tujuan sesuai dengan yang direncanakan dan mengandung rasio terbaik antara input dan output. Sehingga orientasi PKBM ini berada pada lingkungan administrasi public sebagaimana tuntutan dari peranan administrasi public itu sendiri. Sejalan dengan itu maka untuk menunjang pelaksanaan organisasi dalam hal ini PKBM maka telah ada pedoman pelaksanaan PKBM, sehingga tata kerja maupun tata organisasinya dapat berjalan sesuai dengan Pedoman Penyelenggaraan PKBM. Sebelum menyelenggarakan PKBM perlu dipahami dahulu apa yang dimaksud dengan PKBM itu sendiri, berdasarkan Pedoman Pembentukan dan Penyelenggaraan PKBM (2011:6-9) dijelaskan bahwa : “secara Akronim PKBM berarti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat. Pemaknaan nama ini pun dapat menjelaskan filosofi PKBM. Hal ini dapat dijelaskan secara lebih
83
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 rinci sebagai berikut : Pusat, berarti bahwa penyelenggaraan PKBM haruslah terkelola dan terlembagakan dengan baik. Hal ini sangat penting untuk efektivitas pencapaian tujuan, mutu penyelenggaraan kegiatankegiatan, efisiensi pemanfaatan sumbersumber, sinergitas antar berbagai kegiatan dan keberlanjutan keberadaan PKBM itu sendiri. Hal ini juga berkaitan dengan kemudahan untuk dikenali dan diakses oleh seluruh anggota masyarakat untuk berkomunikasi, berkoordinasi dan bekerjasama dengan berbagai pihak baik yang berada di wilayah keberadaan PKBM tersebut maupun dengan berbagai pihak di luar wilayah tersebut misalnya pemerintah, lembagalembaga nasional maupun internasional, dan sebagainya. Adanya pelembagaan berbagai kegiatan pembelajaran ini juga merupakan salah satu kelebihan dari keberadaan PKBM dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Pada umumnya, dalam setiap kelompok masyarakat hampir selalu ada berbagai upaya pembelajaran yang bersifat non formal. Namun seringkali berbagai kegiatan dan program tersebut tidak terkelola dan terlembagakan dengan baik dan tidak terpadu sehingga keberlanjutan dan mutu kegiatannya sulit dipertahankan dan ditingkatkan. Kegiatan, berarti bahwa di PKBM diselenggarakan berbagai kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat setempat. Ini juga berarti bahwa PKBM selalu dinamis, kreatif dan produktif melakukan berbagai kegiatan-kegiatan yang positif bagi masyarakat setempat. Kegiatankegiatan inilah yang merupakan inti dari keberadaan PKBM. Kegiatan-kegiatan ini tentunya juga sangat tergantung pada konteks kebutuhan dan situasi kondisi masyarakat setempat. Belajar, berarti bahwa berbagai kegiatan yang diselenggarakan di PKBM haruslah merupakan kegiatan yang mampu
memberikan terciptanya suatu proses transformasi dan peningkatan kapasitas serta perilaku anggota komunitas tersebut ke arah yang lebih positif. Belajar dapat dilakukan oleh setiap orang sepanjang hayatnya di setiap kesempatan. Belajar tidak hanya monopoli kaum muda, tetapi juga mulai dari bayi sampai pada orang-orang tua. Belajar juga dapat dilakukan dalam berbagai dimensi kehidupan. Belajar dapat dilakukan dalam kehidupan berkesenian, beragama, berolahraga, adat istiadat dan budaya, ekonomi, sosial, politik dan sebagainya. Dimensi belajar seluas dimensi kehidupan itu sendiri. Dengan demikian PKBM merupakan suatu institusi terdepan yang langsung berada di tengah-tengah masya-rakat yang mengelola dan mengimple-mentasikan konsep belajar sepanjang hayat atau Life Long Learning dan Life Long Education serta pendidikan untuk semua atau Education For All. Penggunaan kata „belajar‟ dalam PKBM dan bukan kata „pendidikan‟ juga memiliki makna tersendiri. Belajar lebih menekankan pada inisiatif dan kemauan yang kuat serta kedewasaan seseorang untuk dengan sadar menghendaki untuk mengubah dirinya ke arah yang lebih baik. Belajar lebih menekankan upaya-upaya warga belajar itu sendiri sedangkan peran sumber belajar atau pengajar lebih sebagai fasilitator sehingga lebih bersifat bottom up dan lebih berkesan non formal. Sedangkan pendidikan sebaliknya lebih bersifat top-down, dan lebih berkesan formal, inisiatif lebih banyak datang dari sumber belajar atau pengajar. Dan Masyarakat, berarti bahwa PKBM adalah upaya bersama suatu masyarakat untuk memajukan dirinya sendiri secara bersama-sama sesuai dengan ukuranukuran idealisasi masyarakat itu sendiri akan makna kehidupan. Dengan demikian ciri-ciri suatu masyarakat akan sangat kental mewarnai suatu PKBM baik mewarnai
84
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 tujuan-tujuannya, pilihan dan disain program dan kegiatan yang diselenggarakan, serta budaya yang dikembangkan dan dijiwai dalam kepemimpinan dan pengelolaan kelembagaannya. Hal ini juga berarti bahwa dalam suatu masyarakat yang heterogen PKBM akan lebih mencerminkan multikulturalisme sedangkan dalam masyarakat yang relatif lebih homogen maka PKBM juga akan lebih mencerminkan budaya khas masyarakat tersebut. PKBM bukanlah suatu institusi yang dikelola secara personal, individual dan elitis. Dengan pemahaman ini tentunya akan lebih baik apabila PKBM tidak merupakan institusi yang dimiliki oleh perorangan atau kelompok elitis tertentu dalam suatu masyarakat. Tetapi keberadaan penyelenggara maupun pengelola PKBM tentunya mencerminkan peran serta seluruh anggota masyarakat tersebut. Dalam situasi transisi ataupun situasi khusus tertentu peran perorangan atau tokoh-tokoh tertentu atau sekelompok anggota masyarakat tertentu dapat saja sangat dominan dalam penyelenggaraan dan pengelolaan PKBM demi efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan, prakteknya tidaklah menjadi kaku, dapat saja lebih fleksibel. Kata „masyarakat‟ juga untuk membedakan secara dikotomis dengan pemerintah. Artinya seyogyanya PKBM itu milik masyarakat bukan milik pemerintah. Kontribusi pemerintah adalah dalam mendukung dan memfasilitasi keberlangsungan dan pengembangan PKBM dapat saja jauh lebih besar porsinya dibandingkan kontribusi masyarakat dalam nilai kuantitas tetapi semuanya itu haruslah diposisikan dalam kerangka dukungan bukan mengambil-alih tanggungjawab masyarakat. Hal ini bukanlah mengarah pada seberapa besar proporsi kuantitas, tetapi lebih kepada semangat, kualitas dan komitmen. Tentu saja hal ini harus didasarkan pada konteks dan potensi masing masing
masyarakat. Ini juga tidak berarti bahwa mustahil adanya pegawai negeri sipil bekerja dalam suatu PKBM baik sebagai tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan, ataupun ini tidak berarti mustahil adanya alokasi anggaran pemerintah untuk membangun dan meningkatkan sarana dan prasarana PKBM serta dana operasional PKBM. Bahkan sebaliknya, tanggungjawab pemerintah dalam pembangunan dan pembinaan PKBM haruslah tercermin dalam alokasi-alokasi anggaran pemerintah yang signifikan dalam memperkuat penyelenggaraan dan mutu pogram PKBM namun keseluruhannya itu haruslah dikembangkan selaras dengan dukungan bagi penguatan peran dan tanggungjawab masyarakat dalam menyelenggarakan dan mengelola PKBM. Penggunaan kata „masyarakat‟ juga perlu dipahami secara lebih khusus. Dalam pengertian bahasa Indonesia, kata „masyarakat‟ dapat dipahami dalam arti yang lebih luas misalnya „masyarakat Indonesia‟ tetapi dapat juga dipahami dalam arti yang lebih sempit dan terbatas, misalnya „masyarakat yang berada di dalam Lapas Masyarakat yang terpidana‟. Kata „masyarakat‟ dalam PKBM lebih dimaksudkan pada pengertian masyarakat dalam arti lebih sempit dan terbatas. Dalam bahasa Inggris, padanan katanya adalah community, atau diterjemahkan menjadi „komunitas‟. Pemahaman ini memberi implikasi bahwa PKBM haruslah merupakan institusi yang dibangun dan dikembangkan dalam suatu masyarakat yang bersifat terbatas dan bersifat setempat, bersifat lokal. Batasan ini dapat dikategorikan dalam batasan geografis maupun batasan karakteristik. Batasan geografis dapat berarti dalam suatu wilayah tertentu seperti suatu Kampung atau Dusun tertentu, suatu Desa atau Kelurahan tertentu ataupun suatu Kecamatan tertentu. Batasan Karakteristik dapat saja mengacu pada suatu kelompok masyarakat yang mengalami
85
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 suatu persamaan permasalahan tertentu misalnya suatu kelompok masyarakat yang karena permasalahan sosial tertentu samasama berada dalam suatu Lembaga Pemasyarakatan tertentu dan sebagainya. Dengan pemahaman ini tentu sulitlah dipahami adanya suatu PKBM yang mengklaim PKBM skala yang terlalu luas wilayah cakupannya misalnya skala propinsi atau skala nasional.
specific improvements. These programmes are usually concerned with local communities because of the fact that the people living together in a locality have many and varied interests in common. Some of their interests are expressed in functional groups organized to further a more limited range of interests not primarily determined by locality.” Berdasarkan pendapat di atas selanjutnya Muhammad Rachman Aziz (2003:20) merumuskan kandungan pengertian tersebut, sebagai berikut : 1. Dalam artian “proses” pembangunan masyarakat merupakan semua usaha swadaya digabungkan dengan usahausaha pemerintah setempat guna meningkatkan kondisi masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan budaya, serta mengintegrasikan masyarakat yang ada ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan member kesempatan yang memungkinkan masyarakat itu sendiri dalam usaha penuh pada kemajuan dan kemakmuran bangsa. Proses ini mengutamakan dua unsur penting, yakni (a) partisipasi masyarakat itu sendiri dalam usaha meningkatkan taraf hidup masyarakat; dan (b) pembentukan pelayanan teknis dan bentuk-bentuk pelayanan yang mendorong timbulnya inisiatif, serta berswadaya dan gotong royong masyarakat. 2. Dalam artian “metode”, pembangunan masyarakat menekankan pada aspek “partisipasi dan keterlibatan langsung masyarakat dalam proses pembangunan”, dapat diartikan sebagai “gerakan”. Sebagaimana rumusan pengertian pembangunan yang telah disimpulkan, pada penelitian ini lebih menekankan pembangunan dalam arti metode, karena fokus dari penelitian ini adalah bagaimana cara yang dapat diciptakan untuk mendukung terlaksanakannya peranan PKBM tersebut. Dari pemahaman peneliti dari pengertian
c.
Konsep pemberdayaan dalam pembangunan. Berbicara tentang pembangunan menurut Mardikanto (6:2012), pembangunan adalah “upaya yang dilakukan secara sadar dan terencana, dilaksanakan terus menerus oleh pemerintah bersama segenap warga masyarakat...”, sehingga perlu adanya pengembangan pembangunan. Pengembangan pembangunan masyarakat yang digunakan dan diilhami oleh konsep community development. Konsep ini telah dirumuskan oleh Dewan Sosial Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1956. Rumusan definisi pembangunan masyarakat sebagai berikut (Bhattacharyya, dalam Ndraha, dalam Aziz Rachman, 2003:19-20); “Community development is the processes by which the efforts of the people themselves are united with those of governmental authorities to improve the economic, social and cultural conditions of communities, to integrate these communities into the live of the nation and to enable them to contribute fully to national progress. This complex of processes is thus made up of two essential element : the participation of the people themselves in efforts to improve their level of living with as much reliance as possible on their own initiative ; and the provisions of technical and other services in ways which encourage initiative, self-help and mutual help and make these more effective. It is expressed in programmes designed to achieve a wide variety of
86
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 pembangunan ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwasannya inti dari pembangunan “bagaimana masyarakat dapat di perdayakan dengan menstimulasikan masyarakat untuk terlibat aktif dalam pembangunan”. Terkait dengan pengertian pemberdayaan Suharto menjelaskan dalam fatem (35:2004) bahwa secara konseptual, pemberdayaan berasal dari kata “power” (kekuasaan atau keberdayaan), selanjutnya juga suharto dalam Fatem (36:2004) menyatakan bahwa :“Pemberdayaan diarahkan untuk meningkatkan kemampuan dalam; a). memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan, dalam artian bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan, b). menjangkau sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang dan jasa yang mereka perlukan dan berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan yang mempengaruhi mereka”. Terdapat beberapa definsi pemberdayaan yang dapat dijadikan pengetahuan sebagai berikut; menurut Andi Alfatah (23:2010) “pemberdayaan adalah serangkai usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan, pengembangan dan kemandirian agar dapat berbuat lebih banyak dan lebih baik lagi terhadap lingkungan....”, selanjutnya menurut Suhendra (81:2006) melihat dari sisi dimensi konsep bahwa pemberdayaan masyarakat adalah satu konsep yang mulia karena sangat menghargai harkat dan martabat manusia, Secara jelas pembangunan itu terjadi dalam suatu kehidupan masyarakat tertentu didasari oleh siapa yang menggerak itu artinya gerakan yang dilakukan itu benarbenar dengan niatan yang positif guna pengembangan suatu masyarakat tertentu, dan juga dikatakan melihat situasi, melihat situasi itu sangat penting artinya dalam mendorong masyarakat untuk berkembang
harus juga disesuaikan dengan situasi sekitar contohnya apakah PKBM ini bisa menjadi lembaga yang mendorong adanya perubahan bagi narapidana atau warga masyarakat tentunya, dalam penyelenggaraan PKBM harus disesuaikan dengan situasi tempat penyelenggaraan tersebut. Dan konteks penyelenggaraannya juga tidak seperti PKBM pada umumnya tetapi untuk orang yang dikhususkan yaitu narapidana atau warga binaan pemasyarakatan. Tentunya pembangunan itu terwujud karena didasari oleh tujuan pembangunan itu sendiri, Tujuan pembangunan bukan sematamata meningkatkan kesejahteraan hidup tetapi juga memberi kesempurnaan hidup kepada rakyatnya dalam aspek lain seperti sosial dan politik. Pembangunan juga bertujuan untuk menaikkan tingkat hidup dan kesejahteraan rakyat usaha untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat dengan lebih baik, kebutuhan dasar untuk hidup hayati, yang manusiawi dan derajat kebebasan untuk memilih. Disamping itu pemberdayaan menurut Hasniah (24:2013), pada dasarnya menempatkan manusia sebagai pusat perhatian dan sekaligus pelaku utama pembangunan. Sejalan dengan itu bahwa pembangunan mempunyai tujuan, kaitannya dengan penyelenggaraan PKBM di dalam Lapas juga berorientasi kepada tujuan pembangunan itu sendiri. Sejalan dengan pandangan teori Fungsionalisme. Talcot Parson beranggapan bahwa masyarakat tidak ubahnya seperti organ tubuh manusia yang memiliki berbagai bagian yang saling bergantung. Dan setiap organ tersebut memilki fungsi yang jelas dan khas. Demikian pula dalam kelembagaan masyarakat, setiap elemen masyarakat (lembaga) melaksanakan tugas tertentu untuk stabilitas dan pertumbuhan masyarakat tersebut. Sehingga dengan demikian secara teori fungsionalisme sangat mendukung penyelenggaraan PKBM di dalam Lapas karena
87
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 dilihat dari fungsi serta sinergitas yang terbangun dalam sebuah sitem pembinaan atau pendidikan di dalam Lapas Klas IIB Merauke.
mandiri, membuat pertimbangan dan rasa tanggungjawab pribadi yang semakin besar, ingatan, penalaran, rasa estetika, kemampuan fisik, dan keterampilan berkomunikasi”. Dari rekomendasi pilar tersebut di atas, kaitannya dengan penelitian peneliti adalah pilar “learning to be”, mempunyai pemahaman mendalam adalah pendidikan itu dikembang untuk membuat pribadi menjadi baik sehingga dapat bertindak mandiri, dapat membuat pertimbangan secara mendalam untuk melakukan sesuatu tindakan, mempunyai rasa tanggungjawab pribadi yang besar, ingatan yang baik, penalaran dengan analisis yang etis, memiliki rasa estetika, kemampuan fisik yang baik serta dapat berkomunikasi secara terampil. Pendidikan berbasis masyarakat menurut umberto sihombing (81:2012) merupakan pendidikan yang dirancang, dilaksanakan, dinilai, dan dikembangkan dari peluang yang ada di lingkungan masyarakat tertentu yang berorientasi pada masa depan. Disamping itu juga pendidikan masyarakat dapat dikemas dengan pendidikan karakter Elkind dan Sweet dalam Heri Gunawan (23:2012) menyatakan bahwa: “Pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja untuk membantu memahami manusia, peduli dan intinya atas nilai-nilai etis atau susila, mengapa peneliti mengambil hal ini sebagai sebuah rujukan karena inti dari penelitian ini adalah mempengaruhi narapidana secara psikologis melalui kegiatan-kegiatan pendidikan non formal”. Dalam penelitian ini PKBM adalah menyelenggarakan berbagai program tentang pendidikan luar sekolah yang didalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2013 disebut dengan jalur pendidikan non formal, yang mempunyai sifat fungsional dan praktis serta mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja peserta didik yang berguna bagi usaha
d.
Sinergitas Pola Pendidikan non formal dengan pola pembinaan Warga Binaan atau Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Dalam pemaparan atau pembahasan ini, peneliti akan melihat tentang teori atau konsep pendidikan dan konsep pembinaan pemasyarakatan dan bisa disinergikan. Dari pandangan sosiologis Jacques Delors dan rekannya dalam Anwar Yesmil dkk (2013:275-276) mengemukakan bahwa ada empat buah sendi atau pilar pendidikan, yaitu : “(1), Learning to know, dengan memadukan pengetahuan umum yang cukup luas dengan kesempatan untuk mempelajari secara mendalam pada sejumlah kecil mata pelajaran, pilar ini berarti juga “belajar untuk belajar, sehingga memperoleh keuntungan dari kesempatan-kesempatan pendidikan yang disediakan sepanjang hayat. (2).Learning to do, untuk memperoleh bukan saja suatu keterampilan kerja tetapi lebih luas sifatnya, kompetensi utuk berurusan dengan banyak situasi bekerja dalam tim. Ini juga belajar berbuat dalam konteks pengalaman kaum muda dalam berbagai kesempatan sosial dan pekerjaan yang mungkin bersifat informal, sebagai akibat konteks lokal atau nasional, atau bersifat formal melibatkan kursus-kursus, program bergantian antara belajar dan bekerja. (3). Learning to live together, learning to live with others, dengan jalan mengembangkan pengertian akan orang lain dan apresiasi atas interpendensi-melaksanakan proyek-proyek bersama dan belajar mengelola konflik- dalam semangat menghormati nilai-nilai kemajemukan, saling memahami dan perdamaian. (4) Learning to be, sehingga dapat mengembangkan kepribadian lebih baik dan dapat bertindak
88
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 perbaikan taraf hidupnya. Hasbullah (2005:56) mencirikan pendidikan non formal menjadi 7 (tujuh) ciri yaitu : “1). pendidikan diselenggarakan dengan sengaja di luar sekolah, 2). peserta pada umumnya mereka yang sudah tidak bersekolah atau droup out, 3). pendidikan tidak mengenal jenjang, dan program pendidikan untuk jangka waktu pendek, 4). peserta tidak homogen, 5).ada waktu belajar dan metode formal, serta evaluasi yang sistematis, 6). isi pendidikan bersifat praktis dan khusus, 7). keterampilan kerja sangat di tekankan sebagai jawaban terhadap kebutuhan meningkatkan taraf hidup”. Hasbullah (2005:56-57- 58) juga, menjelaskan tentang beberapa istilah jalur pendidikan luar sekolah, namun yang terkait dengan Pusat kegiatan Belajar Masyarakat yang diselenggarakan di Lembaga Pemasyarakatan, hemat peneliti masuk dalam kategori kerangka pelaksanaan pendidikan luar sekolah yaitu pendidikan sosial dan pendidikan masyarakat. Mengapa peneliti memberikan kesimpulan demikian? karena sesuai dengan penjelasan yang dikemukan Hasbullah, pendidikan sosial merupakan proses yang diusahakan dengan sengaja di dalam masyarakat untuk mendidik individu dalam lingkungan sosial, supaya bebas dan bertanggungjawab menjadi pendorong ke arah perubahan dan kemajuan, disamping itu juga dijelaskan bahwa pendidikan masyarakat merupakan pendidikan ditujukan kepada orang dewasa, termasuk pemuda di luar batas umur tertinggi kewajiban belajar, dan dilakukan di luar lingkungan dan sistem persekolahan resmi. Dengan penjelasan dan uraian tersebut, secara jelas bahwa sangatlah sinergi dengan penelitian ini, artinya bahwa jalur pendidikan luar sekolah ini dengan kerangka pelaksanaan pendidikannya yaitu pendidikan sosial dan pendidikan masyarakatan sangat relevan jika di kembangkan dalam Lembaga Pemasyarakatan yang notabene mereka atau narapidana atau warga
binaan pemasyarakat adalah maasyarakat juga yang perlu di ayomi dan di bina serta dididik, sehingga PKBM sangat layak dan pantas serta mempunyai efek signifikansinya sangat besar jika diselenggarakan secara baik dan benar. Di dalam proses pembinaan pemasyarakatan di kenal istilah “sistem pemasyarakatan” untuk saat ini, namun sebelumnya oleh pemerintahan kolonial belanda, pembinaan narapidana di Indonesia secara konstitusional memberlakukan Reglemen Penjara (Gesichten Reglement 1917 Nomor 708) yaitu yang dikenal dengan “sistem Kepenjaraan” sebagai realisasi dari pasal 10 KUHP. Sistem kepenjaraan tersebut mengalami perubahan menjadi sistem pemasyarakatan, hal ini di jelaskan oleh Saharjo dalam Willem Marco Erari (2014:65), bahwa.....narapidana bukanlah orang hukuman melainkan orang tersesat yang mempunyai waktu dan kesempatan untuk bertobat, tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan melainkan melalui bimbingan. Hal inilah yang menjadi dasar falsafah pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Dengan dasar filsafat tersebut maka dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa : “Sistem Pemasyarakatan adalah tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan berdasarkan pancasila yang di laksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggungjawab”. Melihat dari dua pokok bahasan yang dibahas dalam pembahasan ini, peneliti ingin mencari sinergitas antara pola
89
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 pendidikan Luar sekolah dengan pola pembinaan Lembaga Pemasyarakatan yang juga didukung dengan beberapa referensi, sehingga nampak jelas bahwa Pola Pembinaan Pemasyarakatan dapat bersinergi dengan pola pendidikan luar sekolah atau pendidikan non formal, jadi dapat disimpulkan bahwa pola pendidikan luar sekolah ini atau non formal ini menjadi bagian yang integral dalam satu kesatuan sistem pemasyarakatan yang di bangun karena merujuk dari falsafah Suharjo.
Seksi di Struktur Lembaga Pemasyarakatan. Dengan adanya kejelasan posisi kelembagaan itu, tidak terlepas dari memaknai data-data yang nampak dari PKBM itu sendiri yang telah eksis dari tahun 2009 s/d 2015 ini, dan secara jelas pula penelitian ini akan mengarah pada, bagaimana untuk memahami perasaan pengelola PKBM di Lapas karena ketidak-jelasan posisi PKBM apakah dia sebagai beban tugas yang diberikan dan diberikan nilai oleh pimpinan ataukah hanya sebagai sampingan belaka, terkait dengan arah penelitian ini maka peneliti menyebutnya dengan policy research, dengan adanya kejelasan yang detail atau terperinci maka akan dianalisis dan diinteprestasikan secara benar untuk mencapai kepastian dan pengakuan terhadap peran PKBM sebagai salah satu eksistensi membantu proses pembinaan di dalam Lapas, khususnya di Lapas Klas IIB Merauke. Focus dalam penelitian ini, peneliti melihat dari sisi peran PKBM selaku Lembaga pendidikan masyarakat dan pendidikan sosial bagi Warga binaan atau narapidana, berperan dari dua sisi yaitu bagaimana pengembangan kegiatan-kegiatan yang ada dalam PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIB Merauke, dan membangun mitra kerja dengan pihak luar, dengan demikian efektifitas kegiatan PKBM akan berjalan sehingga narapidana akan diperdayakan dengan baik, sehingga akan memperdayakan narapidana dari sisi sifat pemberdayaan itu sendiri yaitu dimensi Psikologis, mereka dengan diberikan atau diperdayakan dalam kegiatan-kegiatan yang sesuai potensi mereka maka akan mempengaruhi kejiwaan mereka, dengan demikian mereka akan berinteraksi sosial dengan baik dan mereka tidak akan minder karena ada nilai yang mereka miliki yaitu skill yang di dapati dari kegiatan-kegiatn PKBM yang dilaksanakan didalam Lapas Klas IIB Merauke.
METODE PENELITIAN Perspektif pendekatan penelitian ini adalah Pendekatan penelitian kualitatif yang artinya metode penelitian yang digunakan berlandaskan pada filsafat postpositivisme. Filsafat ini sering juga disebut sebagai paradigma interpretif dan konstruktif, yang memandang realitas social sebagai sesuatu yang holistic/utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala bersifat interaktif. Merujuk dari penjelasan di atas, maka penelitian ini cenderung melihat permasalahan bagaimana peranan PKBM ( Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) di Dalam Lapas telah Optimal dalam memperdayakan narapidana sebagai warga binaan pemasyarakatan untuk menjadikan mereka sebagai manusia yang mandiri dengan keterampilan mereka yang ada dan juga mereka dapat produktif dalam mengikuti kegiatan pembinaan hingga mereka dilepaskan atau Bebas dari hukuman pidana yang mereka jalani, secara jelas masalah penelitian inilah yang peneliti namakan sebagai dasar penelitian atau grounded research, sedangkan untuk memahami permasalahan penelitian yang belum jelas dari sisi peran PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) yang memposisikan posisi lembaga PKBM sebagai mitra kerja di luar Lapas, ataukah Lembaga PKBM ini dia berdiri sebagai lembaga di bawah salah satu
90
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan KLas IIB Merauke khususnya Lembaga PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) yang eksis melakukan kegiatan-kegiatan pembinaan maupun pendidikan di Lapas Klas IIB Merauke. Jenis data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti dan data sekunder yaitu data yang diperoleh lewat dokumentasi. Sedangkan untuk sumber data peneleti diambil dari unsur yang terkait dengan pengelolaan PKBM yang diselenggarakan di Lapas KLas IIB Merauke. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif dan aktifitas diterapkan dengan proses analisa (Prof. DR.Sugiyono, 89-116:2014) yaitu : a) Analisis sebelum di lapangan : dalam analisa awal ini dianalisis berdasarkan studi pendahuluan atau data sekunder yang akan digunakan untuk menentukan focus penelitian, namun demikian focus penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di lapangan. b) Analisis selama di lapangan Model Miles dan Huberman Analisis ini terproses saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Karena pada wawancara peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh dari data yang dianggap kredibel, sebagaimana menurut Miles dan Huberman bahwa aktifitas analisa kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh, dengan tahapan reduksi data lalu display data dan terakhir adalah kesimpulan atau verifikasi.
PEMBAHASAN 1. Penyelenggaraan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). a. Kaitan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dan Lembaga Pemasyarakat (Lapas). Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang disingkat PKBM adalah suatu lembaga yang mengakomodir beberapa program kegiatan pendidikan non formal yang berbasis masyarakat, artinya pengelolaan atau penyelenggaraan-nya dari masyarakat dan peserta didiknya juga berasal dari masyarakat. Jadi prinsip PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) yaitu dari masyarakat, untuk masyarakat dan oleh masyarakat (Lampiran SKB,2004:7). Secara filosofis PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) dapat diartikan sesuai dengan pengertian akronim PKBM, Hal tersebut dapat dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut: ”P kepanjangannya adalah Pusat, berarti penyelenggaraan PKBM haruslah terkelola dan terlembagakan dengan baik. Hal ini sangat penting untuk efektivitas pencapaian tujuan, mutu penyelenggaraan kegiatankegiatan, efisiensi pemanfaatan sumbersumber, sinergitas antar berbagai kegiatan dan keberlanjutan keberadaan PKBM itu sendiri. K kepanjangannya adalah Kegiatan, berarti di PKBM diselenggarakan berbagai kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat setempat. Ini juga berarti bahwa PKBM selalu dinamis, kreatif dan produktif melakukan berbagai kegiatankegiatan yang positif bagi masyarakat setempat. B kepanjangannya adalah Belajar, berarti bahwa berbagai kegiatan yang diselenggarakan di PKBM haruslah merupakan kegiatan yang mampu memberikan terciptanya suatu proses transformasi dan peningkatan kapasitas serta perilaku ang-
91
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 gota komunitas tersebut ke arah yang lebih positif. Belajar dapat dilakukan oleh setiap orang sepanjang hayatnya di setiap kesempatan. M kepanjangannya adalah Masyarakat, berarti PKBM adalah upaya bersama suatu masyarakat untuk memajukan dirinya sendiri secara bersama-sama sesuai dengan ukuran-ukuran idealisasi masyarakat itu sendiri akan makna kehidupan. Dengan demikian ciri-ciri suatu masyarakat akan sangat kental mewarnai suatu PKBM baik mewarnai tujuan-tujuannya, pilihan dan disain program dan kegiatan yang diselenggarakan, serta budaya yang dikembangkan dan dijiwai dalam kepemimpinan dan pengelolaan kelembagaannya”. Berdasarkan nilai filosofis PKBM diatas, maka di tahun 2014 telah dibuat Kesepakatan Bersama antara Pihak Pertama adalah Direktur Jendral Pendidikan Luar Sekolah Dan Pemuda Departemen Pendidikan Nasional dan Pihak Kedua adalah Direktur Jendral Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia serta Pihak Ketiga adalah Forum Komunikasi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, dengan 3 (tiga) nomor surat dari para pihak : 88/ E/ MS/ 2004, E. PP. 01.01-59, 158/ FKPKBM/ E/ 2004, tentang Pengembangan Sumberdaya Manusia bagi Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan dan Klien Pemasyarakatan. Dengan pertimbangan bahwa : ”pendidikan merupakan hal yang terpenting untuk masa depan Narapidana, anak didik Pemasyarakatan dan klien Pemasyarakatan sehingga perlu dilaksanakan dengan terencana, terprogram dan teruji hasilnya secara optimal sehingga di buatlah kesepakatan bersama antara pihak pertama yang merupakan instansi yang berwenang dan bertanggungjawab menentukan kebijakan dalam bidang pendidikan luar sekolah dan kepemudaan, pihak kedua yang merupakan instansi pemerintah yang berwenang dan
bertanggungjawab menentukan kebijakan dalam bidang pembinaan dan bimbingan terhadap narapidana, anak didik pemasyarakatan, dan klien pemasyarakatan serta pihak ketiga adalah mitra pemerintah yang berperan serta dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat dari berbagai kalangan”(SKB, 2004:2). Terkait dengan tujuan dibentuknya PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) di dalam Lembaga Pemasyarakatan adalah : ”memperluas dan meningkatkan layanan Direktorat Pendidikan Masyarakat, Direktorat Bina Bimbingan Kemasyarakatan, Direktorat Bina Latihan Kerja dan Produksi serta Forum Komunikasi PKBM untuk mengembangkan potensi, minta, bakat, keterampilan, kewirausahaan dan keprofesian, mengembangkan pendidikan kecakapan hidup yang bermanfaat untuk bekerja atau berusaha mandiri sesuai dengan potensi sumberdaya alam, ekonomi, industri, kebutuhan masyarakat, serta meningkatkan kerjasama antara Para Pihak serta lembaga terkait lainnya” (SKB, 2004:3). Penjelasan tujuan penyelenggaraan PKBM di dalam Lembaga Pemasyarakatan di atas sudah sangat jelas bahwa PKBM (pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) kalau dijalankan secara optimal di Lembaga Pemasyarakatan yang diperuntukan untuk pembinaan Narapidana, Anak didik Pemasyarakatan, Klien Pemasyarakatan, akan sangat membantu untuk memaksimalkan penyelengaraan Sistem Pemasyarakatan, sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Bab I. pasal 1 ayat (2)dijelaskan bahwa: ”sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat agar menyadari
92
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab”. Disamping itu Dr. Adi Sujatno SH, MH dalam bukunya Negara Tanpa Penjara (Sebuah Renungan), mengemukakan penekanan terkait memaknai pembinaan narapidana (WBP) dalam konteks sistem pemasyarakatanbahwa : ”Sistem pemasyarakatan berasumsi bahwa narapidana (WBP) bukan saja objek melainkan subjek yang tidak berbeda dengan manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan dan kehilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Yang diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana (WBP) berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana. Oleh sebab itu eksistensi pemidanaan diartikan sebagai upaya untuk menyadarkan narapidana (WBP) agar menyesali perbuatannya, dan mengembalikannya men-jadi warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai norma, sosial dan keagamaan, sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai (2012:18)”. Dengan semangat UU No. 12 Tahun 1995, di tahun 2013 Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Jakarta mengeluarkan Buku Pedoman Pembinaan Kepribadian Nara-pidana bagi Petugas di Lapas atau Rutan, serta di dalam Bab V-nya tentang Pembinaan Kepribadian Bidang Intelektual menempatkan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) sebagai satuan pendidikan non formal yang perlu di
bina secara berkesinambungan menuju standar yang mapan di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau Rumah Tahanan (Rutan). Dengan demikian PKBM mempunyai peranan penting dalam mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan karena sudah sangat jelas bahwa PKBM memberikan porsi pengembangan intelektual dengan beberapa kegiatan pembinaan yang telah di urai jelas dalam Buku Pedoman Pembinaan Kepribadian Narapidana bagi Petugas di Lapas atau Rutan, dengan model pembinaan ke-pribadian bidang intelektual diantaranya: Pelatihan motivasi dan ESQ, Kuliah program perguruan tinggi, ujian paket dan ujian nasional (UN), kursus dan menyeleng-garakan siaran edukatif lewat media elektronik maupun cetak. Sehingga ujung dari pembinaan kepribadian bidang intelek-tual ini melalui PKBM bukan hanya sebatas pada pengembangan wawasan berfikir tentang arti kehidupan tetapi juga membentuk narapidana untuk menjadi orang yang bangkit, mandiri dan produktif. Hal yang menjadi konsen dalam penyelenggaraan PKBM biar efektif di dalam Lembaga Pemasyarakatan memiliki pentahapan, pentahapan yang pertama bagaimana narapidana dididik dengan membuka ruang partisipasi lembaga masyarakat di luar, dan setelah itu pentahapan kedua membentuk program kerjasama dengan pihak luar Lapas dalam hal ini kelompokkelompok masyarakat yang peduli pembinaan di dalam Lapas dalam mengembangkan potensi atau skill narapidana yang sudah dibina melalui pentahapan pertama, sehingga dengan demikian akan mewujudkan Lembaga Pemasyarakan (Lapas) Mitra Bina. Konsep Lapas Mitra Bina dapat digambarkan sebagai berikut :
93
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 Gambar Lapas Mitra Bina SIST.PEMASY. (LAPAS)
NARAPIDANA PRODUKTIF
BINA NARAPIDANA
MENJALIN KERJASAMA MITRA PRODUKTIFITAS NAPI
MENJALIN KERJASAMA MITRA BINA NAPI
PEMERINTAH/KELOMPOK MASY. PEDULI BINA NAPI DAN KELOMPOK-2 USAHA U/ PENYALURAN BAKAT DAN MINAT NAPI
TUJUAN 1. MEWUJUDKAN KESADARAN 2. MENGEMBALIKAN KEPERCAYAAN DIRI 3. MENGENAL POTENSI DAN BAKAT DIRI.
TUJUAN 1. MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN 2. MEWUJUDKAN PRODUKTIFITAS 3. DAPAT TERPERDAYA DALAM MASY.
PROSES MITRA BINA INI DISESUAIKAN DENGAN PROSES PEMASY. YAITU PADA TAHAP SATU DAN TAHAP LANJUTAN DENGAN KETENTUAN 0 S/D ½ MASA TAHANAN
PROSES MITRA PRODUKSI NAPI INI DISESUAIKAN DENGAN PROSES PEMASYARAKATAN PADA TAHAN LANJUTAN HINGGA TAHAP INTEGRASI DENGAN KETENTUAN ½ S/D 2/3 MASA PIDANA HINGGA BEBAS NANTINYA.
Sumber : Pemikiran Peneliti 20 Posisi PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) sangat mempunyai tempat yang strategis dalam membuka peluang untuk mitra bina, baik mitra bina napi maupun mitra produksi napi, sesuai konsep Lapas Mitra Bina di atas. Karena suatu proses pemasyarakatan yang di dalamnya juga PKBM mempunyai posisi trategis dalam membantu jalannya pembinaan dan lebih memperkuat proses pembinaan napi di dalam Lapas tujuannya adalah sadar akan keberadaan dirinya, dapat berpartisipasi aktif dan positif dalam pembangunan (manusia mandiri), dapat hidup tenang dan nyaman dalam keluarga maupun masyarakat sekelilingnya, membangun manusia produk-tif dan dapat berdaya upaya yang positif se-
hingga dapat berkompetisi dengan masyarakat umum secara sehat. b. Eksistensi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIB Merauke. a) Perintisan Pembentukan PKBM Tunas Mandiri di Lapas Klas IIB Merauke. Inisiatif pembentukan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat di Lapas Klas IIB Merauke di tahun 2009, diinisiasikan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Ka. Lapas) Klas IIB Merauke yang bernama Lilik Sujandi Bc.IP, S.IP, M.Si, awalnya di koordinasikan ke Pemerintahan Daerah Kabupaten Merauke Dinas Pemuda dan
94
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 Olahraga dan Pendidikan Luar Sekolah, sehingga membuahkan hasil sebuah Surat Keputusan Nomor 421.9/09/2009, tertanggal 07 Januari 2009 tentang Pembentukan Lembaga Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Kabupaten Merauke. Dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah perlu dibentuk di dalam Lapas Klas IIB Merauke dengan nama “TUNAS MANDIRI” (SK dapat dilihat pada lampiran Tesis ini). Dan juga disertai dengan lampiran Surat Keputusan terkait Susunan Kepengurusan PKBM Tunas Mandiri Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Merauke. Namun jika dikaji kembali bahwa sebenarnya tidak perlu ada Surat Keputusan tersebut karena di tahun 2004 sebenarnya sudah ada Surat Kesepakatan Bersama antara Pihak Pertama adalah Direktur Jendral Pendidikan Luar Sekolah Dan Pemuda Departemen Pendidikan Nasional dan Pihak Kedua adalah Direktur Jendral Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia serta Pihak Ketiga adalah Forum Komunikasi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, dengan 3 (tiga) nomor surat dari para pihak : 88/ E/ MS/ 2004, E.PP.01.01-59, 158/ FKPKBM/ E/ 2004, tentang Pengembangan Sumber daya Manusia bagi Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan dan Klien Pemasyarakatan. Yang telah dilengkapi dengan lampiran Piagam Pendirian PKBM yang langsung ditandatangani oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau Rutan (Rumah Tahanan). Dan setelah itu sesuai dengan lampiran II Pedoman tentang Langkah Pembentukan PKBM di UPT Pemasya-rakatan pada bagian II ayat (2) dijelaskan bahwa pengelola PKBM adalah petugas Pemasyarakatan yang dipilih dan ditunjuk oleh kepala UPT Pemasyarakatan dibuat dalam surat Keputusan atau surat Tugas Ka. UPT pemasyarakatan yang susunannya minimal Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Ketua
Penyelenggaraan Program Pendidikan non formal. Sehingga penyelenggaraan PKBM dapat berjalan dengan tertib dan lancar dibawah koordinasi Kepala UPT Pemasyarakatan. Sehingga di tahun 2012 penertiban legalitas lembaga (PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIB Merauke), maka di rubah Surat Keputusan Pengelolan di-keluarkan atau ditandatangani oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB merauke sesuai dengan petunjuk Surat Kesepakatan Bersama antara ke-3 pihak yang telah diuraikan di atas. Maka diterbitkanlah Surat Keputusan Kepala Lembaga pemasyarakatan Klas IIB Merauke, Nomor: W.30.PK.04.03541 Tahun 2012 Tentang Pengelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat lapas Klas IIB Merauke, yang ditandatangani oleh pejabat Ka. Lapas Klas IIB Merauke saat itu adalah Aris Munandar Bc.IP,S.Sos, M.Si. tertanggal 18 Desember 2012 (SK Pengelola PKBM tahun 2012 dapat dilihat pada lampiran Tesis ini). a) Pengelolaan PKBM Tunas Mandiri di Lapas Klas IIB Merauke. Berdasarkan pertimbangan bahwa penyelenggaraan pembinaan yang bersifat non fomal perlu diberikan kepada warga binaan pemasyarakatan alias narapidana, dengan pendidikan yang diperoleh tersebut nantinya dapat dijadikan bekal untuk hidup ditengah-tengah masyarakat sebagai warga Negara yang aktif dan produktif, sehingga di keluarkan SK Pengelola PKBM Nomor: W.30.PK.04.03-541 Tahun 2012 Tentang Pengelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat lapas Klas IIB Merauke dengan beberapa keputusan yaitu : (a) Mengangkat pegawai Lapas untuk menjadi pengelola PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIB Merauke. Adapun susunan pengelolanya (Konsideran SK Pengelola PKBM Tunas Mandiri tahun 2012) sebagai berikut :
95
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 Tabel Pengelola PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIB Merauke Penasehat : Penanggung-jawab: Pengarah :
Ketua Pengelola:
Wakil Ketua : Sekretaris: Bendahara : Ka. Prodik Kesetaraan : Ka. Prodik Keaksaraan Fungsional : Ka. Prodik Taman Baca Binaan Pemasyarakatan: Ka. Prodik Keterampilan Hidup :
Diagram Klasifikasi TK. Pddkan Pengelola PKBM Tunas Mandiri LP Klas IIB Merauke
Ka. Lapas Klas IIB Merauke Ka. Sie. Bimbingan Anak didik Kasubsie. Registrasi dan Bimbingan Kemasyarakatan Syahmuhar Muhammad Zein, S. Sos Renddy Febrianti Tagernan Floren Kupumim Bekti Utomo, S.Sos Eko Suprayitno Isman Mony
Sarjana S-2 9%
Sarjana S-1 36%
Sumber data : Hasil Pengelolaan Data Primer.
Dengan adanya susunan pengelola PKBM, maka perlu juga di lihat bagaimana mestinya peran pengelola : “Mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, masalah yang dihadapi masyarakat, dan sumber daya yang ada dalam masyarakat, Menganalisis data dasar, Menentukan prioritas kebutuhan masyarakat yang tepat sebagai dasar untuk pelaksanaan kegiatan, Melakukan koordinasi dengan jaringan kerja terkait, Menyelenggarakan pertemuan untuk berdiskusi dan bekerjasama dalam rangka pengerahan sumber daya yang dibutuhkan (tenaga, dana, dan bahanbahan) untuk pengembangan masyarakat, Mensosialisasikan kegiatan dan memberi kesempatan kepada warga untuk berpartisipasi melalui kontribusi pemikiran maupun dukungan, Memusyawarahkan rencana kegiatan PKBM, Melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan. (meng-organisasikan kegiatan-kegiatan PKBM), Mendukung, memantau, menindaklanjuti, dan memecahkan masalah. (Jika ada masalah, pengurus harus turut serta dalam mencarikan solusinya) (Petunjuk Teknis Penyelengaraan PKBM tahun 2002)” (b) Tugas Pengelola PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIB Merauke sebagai berikut: ”Untuk membina maupun mendidik melalui program-program pendidikan luar sekolah, Untuk berkoordinasi dengan instansi dan lembaga terkait lainnya dalam menyelenggarakan kegiatan PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIB Merauke yang di
Agus Siswanto Geradus Siso.
Sumber :(Lampiran SK Pengelola PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIB Merauke tahun 2012)
Berikut ini akan di tampilkan klasifikasi tingkat pendidikan pengelola PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIB merauke. Tabel Klasifikasi Tingkat Pendidikan Pengelola PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIb Merauke No
Tingkat Pendidikan
1 2
SMA/Sederajat Sarjana Starta-1
Jmlh Pengelola 6 4
3 4
Sarjana Strata-2 Sarjana Strata-3 Total
1 11
SMA/Sed erajat 55%
Persentase 54,55% 36,36% 9,09% 100%
96
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 maksud, dan untuk melaporkan kegiatan pengelolaan PKBM Tunas Mandiri Lapas KLas IIB Merauke (Konsederan SK Pengelola PKBM Tunas Mandiri tahun 2012)”. Dengan berdirinya PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIB Merauke di tahun 2009, selang satu tahun kemudian tepatnya di tahun 2010 PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIB Merauke melaksanakan Program pendidikan Kesetaraan dan mengikuti ujian Nasional bagi narapidana Lapas Klas IIB Merauke yang mengikuti program pendidikan kesetaraan paket A (setara SD), paket B (setara SMP) dan paket C (setara SMA) pertama-kalinya di Lapas Klas IIB Merauke. Sehingga pendidikan kesetaraan ini menjadi program rutin yang setiap tahun dilaksanakan hingga saat ini.
Ijin Operasional dari Dinas Pendidikan Dan Pengajaran Kabupaten Merauke melalui suatu proses penilaian kelayakan untuk mengoperasikan atau menyelenggarakan PKBM yang dimaksud. PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIB Merauke setelah dinilai layak untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan di PKBM untuk pembinaan Narapidana maka Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Merauke mengeluarkan Surat Ijin Operasional Nomor : 421.9/ 199/ PLS/ 2013 tentang Ijin Operasional Penyelenggaraan PKBM Tunas Mandiri di Kabupaten Merauke. 2.
Peran PKBM sebagai Lembaga Pemberdayaan Narapidana di LP Merauke. Dalam peran PKBM sebagai Lembaga pemberdayaan narapidana di Lapas Klas IIB Merauke akan dikaji dari beberapa indikator yaitu kemampuan PKBM di Lapas Merauke dalam menyelenggarakan program-program pendidikan non formal. Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam penyajian data di atas hasil wawancara dengan RT selaku Wakil Ketua Pengelola PKBM Tunas Mandiri dikatakan Bahwa : “kegiatan-kegiatan pembelajaran pendidikan dan latihan terkait dengan life skill, Taman Baca, kursus computer, dan keaksaraan fungsional, secara maksimal sesuai kemampuan yang ada, telah dilaksanakan dengan baik dan lancar”. Dan lain pihak GS selaku ka. Prodik kecakapan hidup PKBM Tunas mandiri Lapas Klas IIB Merauke memamaparkan dalam wawancaranya : “Dalam pelaksanaan life skill atau keterampilan hidup sering kami arahkan atau rekomendasikan peserta didik kami, yang kami anggap mampu dengan penilaian yang baik, untuk mengikuti kegiatan kerjasama dengan pihak luar Lapas dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Balai Latihan Kerja. Kegiatan yang biasa dilaksanakan adalah kegiatan pelatihan listrik,
Disamping pendidikan kesetaraan yang dilaksanakan secara rutin, Program pendidikan Taman Baca Masyarakat pun telah di aktifkan untuk aktifitas membaca para narapidana untuk menambah wawasan dan pengetahun dan akses ruangan Taman Bacanya di dalam Lapas sehingga memudahkan narapidana untuk meluangkan waktu membaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sedangkan untuk pengelolaan program pendidikan Keaksaraan Fungsional, program pendidikan Kecakapan Hidup (life skill), program-program tersebut dilaksanakan tidak secara rutin tetapi biasanya terdapat program kerjasama dengan pihakpihak di luar Lapas baik itu pemerintah kementerian pendidikan maupun kelompok masyarakat peduli pembinaan dan pendidikan narapidana. Pengelolaan PKBM di Lapas Klas IIB Merauke setelah di dasarkan oleh Surat Keputusan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) KLas IIB Merauke, maka langkah selanjutnya untuk memperoleh legalitas dalam mengoperasionalisasikan kegiatan-kegiatan pendidikan non formal maka wajib memperoleh Surat
97
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 kegiatan pelatihan meubeler, kegiatan pelatihan Las”. Disamping itu DS selaku pelindung Pengelola PKBM sekaligus Kepala Lapas Klas IIB Merauke dalam wawancaranya menyatakan bahwa : “Kegiatan pembelajaran di PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIB Merauke, sering menyesuaikan dengan program pembinaan dari Lapas Klas IIB Merauke, sehingga metode yang dilakukan dalam merekrut narapidana yang sudah dibina di PKBM wajib hukumnya untuk direkomendasikan dari PKBM untuk disidangkan dalam Tim Pengamat Pemasyarakatan dalam memeriksa prasyarat dari pelaksanaan pelatihan yang dimaksud, misalkan ada kegiatan pembinaan di luar Lapas seperti kerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Balai Latihan Kerja Kabupaten Merauke”. Dari ketiga pernyataan di atas, berarti PKBM ini jika di kelola secara benar di dalam Lapas sangat membantu proses pembinaan yang ada, karena dalam trukturisasi PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIB Merauke mempunyai 5 (lima) Program pendidikan yaitu pendidikan kesetaraan, pendidikan life skill atau keterampilan hidup, pendidikan Taman Baca, Pendidikan Keaksaraan fungsional, dan pendidikan kursus-kursus. Dampak manfaatnya sudah bisa dirasakan selama kurun waktu dari tahun 2009 s/d 2015 ini oleh narapidana sebagai beberapa komentar mereka, diantaranya IG selaku narapidana yang masih aktif mengikuti program pendidikan kesetaraan Paket C, menyatakan bahwa: “kegiatankegiatan yang diselenggarakan di PKBM Tunas Mandiri LP Merauke seperti pendidikan kesetaraan, kami mendapatkan pendidikan walaupun seminggu sekali jadwal tatap muka untuk penjelasan Tutor, tapi ada terdapat informasi-informasi berupa nasihat penting yang kami serap dan juga kami diikutsertakan untuk ujian nasional dan kami mendapat ijazah sehingga dapat
bermanfaat bagi kami untuk masa depan kami, secara skill juga kami mengikuti kegiatan-kegiatan pelatihan computer, pelatihan bahasa inggris dan pelatihan skill lainnya”. MP selaku narapidana yang telah bebas juga dan telah memiliki ijazah paket C dalam wawancaranya menyatakan bahwa ; “Saya merasa bahwa PKBM dengan kegiatannya terutama dapat mengarahkan saya untuk mengikuti non formal dan dapat memiliki ijazah dan saat ini di tahun 2015 saya telah di luar Lapas dan saya telah mendaftar disalah satu perguruan tinggi di Kabupaten Merauke, karena saya punya motivasi untuk mau merubah masa depan saya lewat pendidikan dan ini saya dapatkan di PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIB Merauke”. Untuk mempertegas pengaruhnya PKBM dalam membantu kegiatan pembinaan di dalam Lapas Klas IIB Merauke, DS selaku pelindung Pengelola PKBM sekaligus Kepala Lapas Klas IIB Merauke dalam wawancaranya menyatakan bahwa : “kegiatan-kegiatan PKBM sangat perlu dikembangkan, karena PKBM merupakan salah satu unit kerja di Lapas KlasIIB Merauke yang juga mempunyai peranan penting untuk membantu kegiatan pembinaan di Lapas Klas IIB Merauke, karena disadari bahwa PKBM mempunyai koneksi dengan lembaga-lembaga pendidikan di luar Lapas seperti kelompokkelompok peduli masyarakat, maupun pemerintah Kabupaten Merauke bahkan pemerintah Pusat, karena PKBM mampu dan mempunyai akses untuk menawarkan program-program pendidikan non formal”. Sudah sangat jelas bahwa peran PKBM di Lapas sangatlah membantu dalam proses kegiatan pembinaan, karena terdapat sinergitas atau keselarasan dalam proses pendidikan non formal dengan proses pemasyarakatan, sehingga dalam proses pemasyarakatan PKBM dapat memposisikan
98
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 lembaga sebagai proses pendidikan awal narapidana dibina dengan status tahanannya, dalam tahapan ini sudah diarahkan PKBM sudah mulai pendataan terkait identitas kepesertaannya di PKBM, sehingga kegiatan pembinaan kerohanian dan mental sudah mulai diarahkan oleh PKBM. Didalam proses pemasyarakatan ada dikenal 3 (tiga) tahapan pembinaan narapidana yaitu tahap awal yang disebut dengan maksimum security dengan perhitungan masa pidananya 0 s/d 1/3 dalam masa ini narapidana atau tahanan diarahkan untuk orientasi lingkungan tempat ia bergaul serta Pembinaan kepribadian, sedangkan tahap kedua adalah medium security dengan perhitungan masa pidanannya pada bagian satu 1/3 s/d 1/2 dalam masa ini masih diberikan kegiatan pembinaan kepribadian disamping itu juga sudah diarahkan untuk pembinaan kepribadian (life skill), bagian dua-nya masa pidana-nya 1/2 s/d 2/3 dalam masa ini narapidana telah di berikan hak assimilasi baik itu kerja di laur lapas dengan berbagai kegiatan, dan yang terakhir tahapan ketiga yaitu minimum security dengan masa pidanannya 2/3 s/d bebas, dalam masa ini narapidana di integrasikan dengan masyarakat dengan terdapat hak-hak yang bisa di dapatkan yaitu Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas. Dalam pentahapan tersebut di atas sudah sangat jelas bahwa PKBM dapat dengan leluasa bermain peran untuk membantu pelaksanaan tugas pemasyarakatan dalam hal membina narapidana, mulai dari tahap awal, tahap kedua dan tahap akhir. Pada tahap awal PKBM dapat berfungsi untuk membuka ruang kerjasama dengan pihak luar Lapas untuk memberikan pencerahan terkait dengan persoalan-persoalan kehidupan sebagai bekal hidup atau penyadaran hidup dalam menjalani masamasa pemidanaannya, semisalnya bekerjasama dengan dinas pendidikan untuk memberikan motivasi bahwa pendidikan
sangat diperlukan, dapat pula bekerjasama dengan kepolisian untuk memberikan kuliah kesadaran hukum dalam berkehidupan sosial, dan masih banyak instansi atau organisasi kemasyarakatan lainnya yang dapat membantu memberikan motivasi dan semangat hidup. Pada Tahap kedua juga, dalam tahapan asimilasi PKBM dapat membuka akses kepada perusahaan-perusahaan untuk dapat mempergunakan potensi narapidana sehingga akan terbina bekerja sambil belajar, bahkan sampai tahap ketiga pun PKBM dapat mengarahkan narapidana untuk bekerja pada perusahaan-perusahaan setelah ia mendapatkan haknya berupa pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas. Kata kuncinya peran PKBM dalam Lapas yaitu untuk membuka mitra kepada pihak luar Lapas, sehingga peneliti dalam penelitian ini mengidealkan adanya Lapas Mitra Bina yang bersinergi dengan penyelenggaraan PKBM dalam setiap pentahapan proses pemasyarakatan. Mengapa peneliti mengidealkan demikian, karena untuk mewujudkan narapidana yang aktif dalam arti menyibukan narapidana sehingga dalam keterbatasan kemerdekaannya tidak berfikir yang negatif yang merugikan dirinya, mewujudkan narapidana yang kreatif dan mandiri dalam arti memberikan nilai jual yang cukup sebagai bekal narapidana untuk dapat bermanfaat di tengah-tengah keluarga dan masyarakat ketika sudah selesai menjalani pidanannya. Mengapa bersinergi dengan PKBM, karena akses kerja PKBM ini dapat terakses melalui jalur pemerintah Kabupaten, dapat pula terakses untuk mendapat bantuan dari pemerintah pusat, dan hal ini telah di buktikan oleh PKBM Tunas Mandiri yang telah mendapatkan bantuan Sosial untuk Taman baca Masyarakat dalam tahapan perintisan di PKBM Tunas Mandiri Lapas Merauke, dari kementerian Pendidikan Dan
99
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal hal tersebut berdasar surat nomor 2671/B4.3/MS/2014 perihal Undangan orientasi teknis calon penerimaan bantuan sosial 2014 tanggal surat 06 november 2014. Dan juga di tanggal 08 mei 2014 surat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dengan nomor surat 1647/ C3/ KP/ 2014 perihal Informasi Penyaluran dana bantuan soaial program paket B 2014 (copian surat terlampir). Sehingga tidak diragukan lagi ketika PKBM telah mampu bekerja dengan baik maka akses kegiatan baik itu lingkup pemerintah daerah ataupun pusat dapat diakses, tujuan akhirnya yaitu bagaiman membentuk narapidana agar aktif, kreatif mandiri dan produktif, dengan demikian narapidana akan terperdayakan secara baik di tengah-tengah masyarakat dan keluarganya dalam menatap masa depannya setelah ia telah selesaai menjalani masa pidananya.
assimilasi, serta memberikan ruang keleluasaan mengatur rumah tangga PKBM secara internal oleh Pengelola PKBM, pimpinan hanya tahu saja terselenggaranya kegiatan dan akhir dari pada itu laporan kegiatan. Sehingga pengelola dalam menjalankan program pendidikannya tidak terlalu diintervensi secara mendalam apalagi terkait dengan pengelolaan keuangan PKBM yang didapatkan dari hasil lobi pengelola PKBM sendiri di pihak luar Lapas. Sebagaimana pernyataan VA selaku penanggungjawab PKBM Tunas Mandiri LP Merauke sekaligus Kasie. Binadik bahwa: “Saya selaku ketua Tim Pengamat Pemasyarakatan selalu mengarahkan ketua PKBM untuk memperhatikan dan mengamati peserta didik yang tergabung di PKBM harus didata sehingga arah pembinaan yang diberikan sesuai dengan potensi atau kemampuan yang dimiliki dan mereka dapat belajar untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang mereka miliki”. Disamping itu juga perlu kita lihat terdapat beberapa factor penghambat PKBM Tunas Mandiri dalam penyelenggraaan kegiatannya yaitu : sumber daya pengelolan yang belum matang dalam berorganisasi, sehingga semuanya masih bertumpu pada kekuatan dan kemampuan ketua PKBM dalam mengeksiskan. sarana prasarana yang belum memadai sehingga mengganggu proses penyelenggaraan kegiatan. Belum terkoordinir dengan baik karena belum ada kesepakatan terkait mekanisme sinergitas antar proses pembinaan pemasyarakatan dengan proses PKBM. Tidak ada biaya operasional dari dinas atau Anggaran Tahunan Lapas yang diperuntukan untuk PKBM, sehingga terkesan operasionalisasi ditanggungjawab oleh pengelola secara keseluruhan.
3. Faktor pendukung dan penghambat Eksistensi PKBM Tunas Mandiri di Lapas Klas IIB Merauke. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa PKBM itu jika di eksiskan di dalam Lapas sangat menguntungkan bagi pembinaan di dalam Lapas, dan semua itu juga tidak terlepas dari dukungan dari pimpinan Lapas sendiri sebagai penentu atau pemangku kebijakan terkait dengan proses pembinaan yang dijalankan didalam Lapas. Kalau di dalam Lapas Klas IIB Merauke dari segi dukungan moril pimpinan mulai dari kepala Lembaga Pemasyarakatan sampai kepala Seksi yang membidangi penyelenggaraan PKBM tersebut sangat mendukung, hal tersebut terbukti dengan memberikan ruangan untuk eksistensi proses belajar paket A, B, C, dan ruang Taman Baca, dan sangat mempertimbangkan rekomendasi dari PKBM jika mengusulkan salah satu peserta didiknya untuk mengikuti kegiatan
100
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 hal terkait sarana prasarana akan terpenuhi sesuai kebutuhan yang diperlukan, dan dengan koordinasi yang baik pula Lembaga Pemasyarakatan akan mengalokasikan dana pembinaan PKBM secara rutin untuk membantu proses operasional kegiatan yang telah diprogramkan. Terkait SDM (sumber daya pengelola), ini juga perlu diperhatikan oleh Ketua PKBM untuk dapat menyelenggarakan kegiatan pembinaan kepada para pengelola PKBM, sekiranya untuk memberikan pemahaman tentang tugas dan fungsi pokok mereka masing-masing di kepengurusan pengelolaan PKBM Tunas Mandiri lapas Klas IIB Merauke. Sehingga dengan demikian peneliti dapat memetakan permasalahan dalam tubuh PKBM Tunas Mandiri adalah masalah koordinasi dengan pimpinan Lapas Klas IIB Merauke dan juga ketidakmampuan pengelola yang telah ditunjuk untuk duduki jabatan dalam struktur PKBM Tunas Mandiri, dari segi pemahaman kerja dan kreatifitas kerja, serta motivasi kerja. Sehingga kedua permasalahan tersebut kalau difokuskan untuk diperbaiki maka PKBM Tunas Mandiri akan benar-benar menjadi kokoh dan sebagai sampel percontohan untuk Lembaga Pemasyarakatan lainnya.
4.
Usaha pemecahan masalah dan potensi dukungan untuk kemajuan PKBM Tunas Mandiri di Lapas Klas IIB Merauke Dalam usaha pemecahan permasalahan sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, terkait hambatan atau kendala yaitu : sumber daya pengelolan yang belum matang dalam berorganisasi, sehingga semuanya masih bertumpu pada kekuatan dan kemampuan ketua PKBM dalam mengeksiskan, Sarana prasarana yang belum memadai sehingga mengganggu proses penyelenggaraan kegiatan, belum terkoordinir dengan baik karena belum ada kesepakatan terkait mekanisme sinergitas antar proses pembinaan pemasyarakatan dengan proses PKBM, tidak ada biaya operasional dari dinas atau Anggaran Tahunan Lapas yang diperuntukan untuk PKBM, sehingga terkesan operasionalisasi ditanggungjawabi oleh pengelola secara keseluruhan. Intinya adalah bagaimana dalam hal ini Lembaga Pemasyarakatan melihat peluang PKBM sebagai unit kerja yang dapat membantu proses pembinaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan, untuk itu perlu adanya koordinasi yang baik antara Pimpinan Lapas Klas IIB Merauke dengan pengelola PKBM, sehingga dengan demikian akan mensinergikan pola kegiatan pembinaan pemasyarakatan dengan metode pembelajaran pendidikan non formal di PKBM Tunas Mandiri. Lapas jika sudah memahami peran PKBM dalam membantu penyelenggaraan kegiatan pembinaan berupa latihan dan pendidikan yang bersifat non formal, dan juga PKBM mampu membuka akses untuk pembiayaan kegiatan lintas Kementerian, dan bahkan membuka donasi untuk perusahan-perusahan akan dapat memberikan sumbangsih sosialnya guna pemenuhan kebutuhan pembinaan di Dalam Lapas Klas IIB merauke. Seyogyanya hal-
PENUTUP kesimpulan dari penelitian ini adalah: System pembinaan yang digambarkan dalam proses pemasyarakatan (sebagaimana gambar terlampir) jika disesuaikan mempunyai cela untuk dapat disinergikan dengan Penyelenggaraan kegiatan pendidikan non formal di dalam Lapas semisalnya di Lapas Klas IIB Merauke, program-program pendidikan non formal yang diselenggarakan oleh PKBM Tunas Mandiri sangat membantu untuk menambah nilai kualiats diri dari pada narapidana itu sendiri, sehingga dalam proses pentahapannya itu PKBM dapat bersinergi untuk
101
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan petunjuk dari proses pemasyarakatan yang telah diatur dengan ketentuan melihat dari sisi administrasi yaitu masa pemidanaannya, dan dari sisi substansi yaitu penilaian yang diberikan agar disesuaikan dengan kemampuan atau bakat atau latar belakang kehidupan narapidana tersebut. Peran PKBM di dalam Lapas Klas IIB Merauke selama ini selain menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pembinaan di dalam Lapas Klas IIB Merauke, hal yang paling potensial PKBM dapat membangun mitra kerja dengan beberapa instansi pemerintah baik daerah maupun nasional dan juga perusahaan - perusahaan swasta yang ada di daerah Merauke sehingga dapat mengakses dana kegiatan PKBM untuk kepentingan pembinaan narapidana agar mereka dapat kreatif, mandiri dan produktif. Lapas jika sudah memahami peran PKBM dalam membantu penyelenggaraan kegiatan pembinaan berupa latihan dan pendidikan yang bersifat non formal, dan juga PKBM mampu membuka akses untuk pembiayaan kegiatan lintas Kementerian, dan bahkan membuka donasi untuk perusahan-perusahan akan dapat memberikan sumbangsih sosialnya guna pemenuhan kebutuhan pembinaan di Dalam Lapas Klas IIB Merauke. maka seyogyanya hal-hal terkait sarana prasarana akan terpenuhi sesuai kebutuhan yang diperlukan, dan dengan koordinasi yang baik pula Lembaga Pemasyarakatan akan mengalokasikan dana pembinaan PKBM secara rutin untuk membantu proses operasional kegiatan yang telah diprogramkan. Terkait SDM (sumber daya pengelola), ini juga perlu diperhatikan oleh Ketua PKBM untuk dapat menyelenggarakan kegiatan pembinaan kepada para pengelola PKBM, sekiranya untuk memberikan pemahaman tentang tugas dan fungsi pokok mereka masing-masing di kepen-
gurusan pengelolaan PKBM Tunas Mandiri lapas Klas IIB Merauke. DAFTAR PUSTAKA Sugiyono, 2014, Memahami Penelitian Kualitas, cetakan ke-IX, Alfabeta, Bandung Fatem,A, 2004, Pengaruh Pemberdayaan Masyarakat Terhadap Partisipasi Pembangunan, Universitas Cenderawasih, Jayapura. Anwar,dkk, 2013, Sosiologi Untuk Universitas, Cetakan kesatu,PT Refika Aditama, Bandung. Hasbullah, 2013, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Edisi Revisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Triwiyanto, T,2014, Pengantar Pendidikan, Cetakan Pertama, Bumi Aksara Jakarta. Pasalog, H, 2011, Teori Administrasi Publik, Cetak ke III, Alfata, Bandung. Erari, W, 2014, Lembaga Pemasyarakatan Anak Dalam Penaggulangan Kenakalan Anak (studi pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Abepura), Tesis,Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih, Jayapura. Hermidi, B,1996, Beberapa Aspek Sistem Pemasyarakatan dalam Konteks Sistem Peradilan Pidana, Tesis,Universitas Diponegoro, Semarang. Bruce, J, tanpa tahun, Sosiologi Suatu Pengantar, penerbit Rineka Cipta. Soekamto,S,2009, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru, Rajawali Pers Jakarta Soekamto,S, 2013, Sosiologi Suatu Pengantar, Cetakan ke 45, PT Grafindo persada , Jakarta Suharto,2012, Pendidikan Berbasis Masyarakat (Relasi Negara dan Masyarakat dalam pendidikan),
102
Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015 PT Ckris Piting Cemerlang, Jakarta. Heri Gunawan,2012, Pendidikan Karakter, Konsep dan Implementasi, Cetakan ke2, Alfabeta, Bandung. Suharto, E, 2013, Pemberdayaan Perempuan Papua (Study Pedagang Sektor Informal Di Kota Jayapura), Universitas Cenderawasi, Jayapura. Hasniah, 2013, Pemberdayaan Petani Kakao studi tentang Usaha Petani kakao Lokal di Kampung Waskey Distrik Serui Timur Kabupaten Serui, Universitas Cenderawasi, Jayapura. Ndaraha, T,2005, Teori Budaya Organisasi, PT Rineka Cipta, Jakarta. Darsono, 2009, Kajian Tentang Budaya,Ekonomi,Sosial, dan Politik,Nusantara Consulting, Jakarta. Terry, GR, 2013, Prinsip-Prinsip Menajemen, Cetakan Kedua Belas, PT. Bumi Aksara, Jakarta. Al Fath, A, 2010, Implementasi Kebijakan dan Pemberdayaan Program Kemitraan Dalam Rangka Memperdaya Usaha Kecil, UNPAS Press, Bandung. Suhendra,K, 2006, Peranan Birokrasi Dalam Pemberdayaan Masyarakat, Alfabeta, Bandung. Mardikanto,2012, Pembangunan dan Pemberdayaan, Alfabeta, Bandung. Pabundu,2008, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahan, PT. Bumi Aksara, Jakarta. Hasibuan,M, 2010, Organisasi dan Motivasi, PT. Bumi Aksara, Jakarta. Triwiyanto, T, 2014, Pengantar Pendidikan, PT. Bumi Aksara, Jakarta. Sujatno Adi, 2012,Negara Tanpa Penjara (Sebuah Renungan), Direktorat Jendral Pemasyarakatan (ISBN 979-9762502), Jakarta.
Dokumen : Pedoman Penulisan dan Ujian Tesis Magister Administrasi Publik, Program Stdi Magister Administrasi Publik Program Pasca Sarjana, Universitas Cenderawasi, Jayapura, 2012. Kementerian Hukum dan HAM RI Direktorat Jendral Pemasyarakatan, 2013, Pedoman Pembinaan Kepribadian Narapidana bagi Petugas di Lapas/ Rutan. Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Reglemen Penjara (Geschte Reglemen, 1971, Nomor 708. Surat Kesepakatan bersama, No 88/E/MS/2004, No.E.PP.01.01-59, No 158/FKPKBM/E/2004 Tentang Pengembangan SDM Bagi Narapidana Anak didik Pemasyarakatan dan Klien Pemasyarakatan. Surat Keputusan Kepala Dinas Pemuda, Olah raga dan Pendidikan Luar Sekolah No. 421/9/09/2009 tanggal 7 januari 2009, tentang Pembentukan PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIB Merauke. Surat Keputusan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Merauke No. W.30.PK.04.03-541 tahun 2012 tentang Pengelola PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIB Merauke. Surat Ijin Operasional Penyelenggaraan PKBM Tunas Mandiri No. 421.9/199/PLS/2013.
103