Vol.2 No.1, Desember 2008
ISSN 1412-260X
JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP Perencanaan, Perancangan dan Pengelolaan Bentang Alam
Landscape Changes and Global Warming ( Perubahan Lansekap dan Pemanasan Global)
www.epi-ed.eu
FAO Climate Change Publication - 2009
FAO Climate Change Publication - 2009
www.plainair.com
Documenting Climate Change UNSCC - 2005
Top Plan Landscape – Rihan CC 53, TOP ARCH 2
Penerbit : Jurusan Arsitektur Lansekap Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti
SUSUNAN PERSONALIA REDAKSI JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP Perencanaan, Perancangan dan Pengelolaan Bentang Alam Penerbit Jurusan Arsitektur Lansekap Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti Pelindung Dekan Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti Penanggung Jawab Ketua Jurusan Arsitektur Lansekap Ketua Ikatan Arsitek Lansekap Indonesia Mitra Bestari Prof.Dr.Ir. Zoer’aini Djamal Irwan, Msi. Ir. Jusna M Amin, PhD. Dr.Ir. Nizar Nasir Nasrullah, MS. Dr.Ir. Indra Tjahjani, MLA. Dewan 1Redaksi Dr.Ir. Titien Suryanti, MSi. Ir. Sumiantono Raharjo, MT. Ir. Quintarina Uniaty, MSA. Ir. Hendrati Pringgodigdo Redaktur Pelaksana Dr.Ir. Titien Suryanti, MSi. Ir. Ahmad S. Hamzah, MM. Percetakan UPT Penerbitan dan Percetakan, Universitas Trisakti Alamat Gedung K, Lantai VII – Jurusan Arsitektur Lansekap Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan – Universitas Trisakti Jln. Kyai Tapa Grogol – Jakarta Barat Telp. 021 – 5663232 ext. 760/761 Fax. 021 – 5667525 E-mail:
[email protected]
JAL,Vol.2 No.1, Desember 2008
i
ISSN 1412-260X
*) Gambar Sampul diambil dari : 1). www.epi-ed.eu, 2). FAO Climate Change Publication – 2009, 3). FAO Climate Change Publication – 2009, 4). www.plaiair.com, 5). Documenting Climate Change UNSCC – 2005, 6). Top Plan Landscape, Rihan.CC – TOP ARCH 53
Redaksi Jurnal Arsitektur Lansekap menerima artikel/makalah ilmiah yang berisi informasi maupun gagasan asli dan belum pernah dipublikasikan atau dimuat di media cetak lain. Informasi lengkap dapat diperoleh melaui alamat Penerbit/Redaksi, seperti tercantum dalam jurnal ini.
JAL,Vol.2 No.1, Desember 2008
ii
ISSN 1412-260X
JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP Perencanaan, Perancangan dan Pengelolaan Bentang Alam
Daftar Isi Susunan Personalia Redaksi Jurnal Arsitektur Lansekap Editorial RUANG TERBUKA HIJAU
KAWASAN REKLAMASI JAKARTA
INTERNATIONAL RESORT Iwan Ismaun. LANDSCAPE SUSTAINABILITY DAN PENGEMBANGAN PROSPEKTIF LANSEKAP PERKOTAAN Quintarina Uniaty. PENELUSURAN PENYEBAB DAN UPAYA PENANGGULANGAN MASALAH BANJIR DI JAKARTA Silia Yuslim PENANGGULANGAN LAHAN PASCA PEKERJAAN ENGINEERING Landasan Konseptual Rencana dan Rancangan Lansekap IB. Rabindra, Arri Gunarsa, Ahmad S. Hamzah VISUAL ASSESSMENT AND FACTOR AFFECTING VISUAL RATING OF MAN-MADE LANDSCAPE ELEMENTS IN WETLAND Mohd. Kher, H., Noorizan, M., Awang Noor, A.G., Kamariah, D.
JAL,Vol.2 No.1, Desember 2008
iii
ISSN 1412-260X
Editorial Dunia saat ini, sedang menghadapi permasalahan besar menyongsong perubahan iklim yang mulai dianggap sebagai bencana, terutama naiknya suhu bumi dan akan terjadi pada abad ini. Sebuah kondisi yang dinilai sebagai ancaman global warming. Bagaimana manusia dan masyarakat bumi menyikapi hal tersebut?. Kesiapan apa yang harus dilakukan jika kita tidak ingin menuai bencana? Amukan badai yang makin sering terjadi, iklim yang tidak terprediksi, kekeringan, banjir dalam skala masif yang akan memporak-porandakan bentukan muka lahan bumi. Dalam Arsitektur Lansekap, dikenal istilah unit lansekap dasar atau basic landscape units yang terdiri dari pesisir pantai (coastal area), dataran rendah (plain area) lembah dan perbukitan (ridge and valleys), pegunungan (mountain area) dan kawasan danau (lake zones). Setiap unit lansekap memiliki identitas dan karakter masing-masing, memiliki sisi-sisi yang rawan apabila tidak diperlakukan sesuai dengan hukum alam yang ada, oleh karena permukaan lahan dan tanahnya memiliki run-off corridors; memiliki kapasitas menahan air, kematangan, tekstur dan porositas. Setiap upaya pembangunan pada unit lansekap dasar tanpa memperhatikan standar, parameter dan dimensi alam dengan karakter dan sistem ekologi setempat mengakibatkan kerusakan nilai fisik dan estetika, yang akan merubah outstanding landscape quality yang ada. Ancaman global warming, perlu disikapi dengan konsep dan pendekatan pembangunan berwawasan lingkungan, dalam pengertian pembangunan harus seimbang dan setara dengan tujuan konservasi, sebagai upaya menjauhkan diri dari perilaku absural manusia yang akan merusak potensinya. Sebuah perencanaan pembangunan kawasan hendaknya merupakan alat kendali terhadap pertumbuhan dan perkembangan kawasan; peraturan dan perundang-undangan serta ‘dialog publik’ perlu dibangun sebagai strategi dan penerapan mekanisme pengawasan pembangunan (SR).
JAL,Vol.2 No.1, Desember 2008
iv
ISSN 1412-260X
RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN REKLAMASI JAKARTA INTERNATIONAL RESORT Iwan Ismaun Jurusan Arsitektur Lansekap – FALTL – Universitas Trisakti
[email protected] Abstract Urban development in general focused more on economic dimension than ecologic dimension. Natural environment conversed into built environment without considering ecosystem principles. Development of urban physical structure head to maximum, while development of natural structure were minimum. In urban system open green space were hopped to becoming main proponent of areal system where its natural elements and structures were supposed to be a united system integrated with areal space system plan, on specified site, urban or regional area. The pattern of urban green open space’s network, function, and distribution will create a system known as Urban Green Open Space System, that will act as control tool to physical development. Jakarta International Resort Reclamation Area as part of urban development in Jakarta were built with ecological principles in order to maintain a balance environmental system in the development of built area. Keywords; green open space, ecology, reclamation
san berwawasan lingkungan, peruba
I. PENDAHULUAN
han penggunaan lahan didasarkan pada
Perkembangan kota Jakarta, sesuai
Social Use Values, Market Values dan
arahan tata ruang sangat dibatasi ke
Ecological Values (Urban Land Use
arah selatan sebagai daerah resapan air.
Planning, 2000). Pendekatan baru da
Perkembangan arah barat dan timur
lam model manajemen perubahan tata
juga semakin terbatas, oleh karena itu
guna lahan perkotaan adalah untuk
dalam upaya memenuhi lahan untuk
mencoba mengintegrasikan vitalitas
pembangunan, pemerintah daerah DKI
dan aktivitas perkotaan dengan segala
Jakarta berencana untuk membangun
aspeknya melalui kriteria ekologis; se
kawasan reklamasi di pantai utara Ja
bagai sebuah sistem yang akan dapat
karta. Didalam pembangunan, terutama
menjaga keberlangsungan ekosistem
pembangunan fisik, perubahan lahan
kawasan pada saat kini dan masa da
alami menjadi area terbangun tetap
tang. Pendekatan ini mengembangkan
harus mengedepankan prinsip-prinsip
sistem ekologi alam (the ecology of
ekologi yang saat ini lebih dikenal se
natural system) dan penekanan pada
bagai pembangunan berwawasan ling
sistem ekologi masyarakat (the ecology
kungan. Dalam konsep struktur kawa
of community) khususnya pada kawas JAL,Vol.2 No.1, Desember 2008
1
Iwan Ismaun
an perkotaan. Prinsip keanekaragaman
gis lain. Selanjutnya akan meningkat
berkaitan dan sejalan dengan proporsi
kan ketersediaan udara bersih yang di
serta desentralisasi dalam sistem ekolo
perlukan masyarakat, serta sekaligus
gi yang diharapkan dapat berperan
dapat meningkatkan nilai estetika kota.
dalam konsep pembangunan kawasan.
Untuk lebih meningkatkan fungsi dan proporsi ruang terbuka hijau, pemerin tah, masyarakat, dan swasta didorong untuk menanam tumbuhan di atas ba ngunan gedung miliknya yang lebih di kenal sebagai taman atap (green roof dan green wall). Undang-undang RI tentang Penataan Ruang telah mengako modasikan pembangunan kawasan per kotaan berwawasan lingkungan dengan tetap mempertimbangkan kelestarian
Gambar 1.
lingkungan dan diharapkan menjadi
Gambar 1. Tiga Pilar Utama dalam Manajemen
alat kendali bagi setiap pembangunan
Perubahan Tata Guna Lahan
fisik termasuk reklamasi pantai.
Undang-undang Republik Indonesia No.26 tahun 2007 tentang Penataan
II. FUNGSI EKOLOGIS RUANG
Ruang mengisyaratkan tentang pemba
TERBUKA HIJAU
ngunan kota berwawasan lingkungan
Kawasan Reklamasi Jakarta Inter
dengan amanat perihal proporsi ruang
national Resort (JIR) dengan luas
terbuka dan ruang terbangun, dimana
821,30 Ha merupakan bagian pengem
luas Ruang Terbuka Hijau minimal
bangan tata ruang wilayah pantai utara
30% dari total keseluruhan luas kota;
DKI Jakarta. Secara ekologis unsur
terdiri dari minimal 20% ruang terbuka
alam sebagai pembentuk ruang terbuka
hijau publik dan 10% merupakan ruang
hijau seperti vegetasi dan badan air
terbuka privat. Proporsi 30% merupa
dapat meningkatkan kualitas lingku
kan ukuran minimal untuk menjamin
ngan kawasan reklamasi, terutama
keseimbangan ekosistem kota, baik
dalam memperbaiki iklim mikro atau
keseimbangan sistem hidrologi dan sis
ameliorasi iklim, penyerapan polusi
tem mikroklimat, maupun sistem ekolo
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
udara (terutama karbon dioksida/CO2) 2
Iwan Ismaun
dan produksi oksigen (O2) yang sangat
dihasilkan oksigen (O2) yang me
diperlukan oleh manusia dalam per
rupakan
napasan. Oleh karena itu keberadaan
langsungan hidup semua makhluk di
vegetasi dan badan air di kawasan
muka bumi, termasuk manusia. Dari
reklamasi sebagai unsur ruang terbuka
hasil penelitian yang telah dilakukan,
hijau sangat berperan dalam mening
bahwa pohon besar dengan tinggi
katkan kualitas lingkungan.
kurang lebih 25 meter dengan diameter
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa,
hijauan
tanaman
unsur
penentu
bagi
ke
15 meter dapat memproduksi 1,7 kg
terutama
oksigen (O2) per jam setelah men
tanaman pohon mampu menjerat dan
yerap 2,3 kg karbon dioksida (CO2)
menyerap bahan cemaran udara, baik
(A.N. Rao dan Wee Yeow Chin, dalam
yang berupa gas maupun partikel.
Singapore Trees, 1989).
Salah satu organ tanaman yang dapat berfungsi untuk mengeliminer bahan
CO2 (2,3 kg/Jam)
cemaran adalah daun. Daun merupakan O2 (1,7 kg/Jam)
salah satu organ vegetatif tanaman yang
mempunyai
fungsi
penting,
karena pada daun terjadi suatu proses perubahan energi cahaya matahari menjadi energi kimia, sehingga semua Gambar 2 . Proses Fotosintesa
tanaman tergantung kepada daun, baik
Sumber: Wikipedia 2006 dan Singapore Trees 1989
secara langsung maupun tidak lang sung. Peran vegetasi sebagai paru-paru
Pohon tinggi 25 meter dengan dia
kota terwujud karena adanya zat hijau
meter tajuk 15 meter, termasuk dalam
daun yang sering disebut chlorophyl,
kategori pohon besar, dimana luas
yang memungkinkan terjadinya foto
hijau daun dapat mencapai 150 m2.
sintesa, yang persamaan reaksi kimia
Hijau daun dengan clorophyll inilah
nya dapat dituliskan sebagai berikut:
yang memungkinkan terjadinya proses fotosintesa, untuk menghasilkan O2
12 H2O + 6 CO2
Energi cahaya matahari chlorofil
dan menyerap CO2.
C6H12O6 + 6 H2O + 6 O2
Badan air seperti danau, waduk,
Dalam proses fotosintesa tersebut
situ, kolam dan badan air lainnya yang
gas karbon dioksida (CO2) diserap
tidak berarus mempunyai ekosistem
oleh tanaman dan dari proses tersebut
akuatik yang khas. Badan air yang
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
3
Iwan Ismaun
selalu mendapat cahaya matahari yaitu
dihasilkan oksigen. Oksigen akan ter
“zona limne” dan tepian air yang
lepas ke dalam air dan ke udara. Oleh
berhubungan dengan daratan yaitu
karena itu badan air seperti situ, danau,
“zona litoral” dipenuhi oleh organisme
kolam merupakan ekosistem akuatik
autotrof seperti fitoplankton, algae dan
yang dapat menjalankan proses-proses
tanaman air lainnya. Organisme ter
ekologis terutama siklus karbon.
sebut dengan cahaya matahari selalu melakukan proses fotosintesis dalam hidupnya. Badan air seperti situ me mainkan peranan penting dalam proses perombakan bahan organik yang ber asal dari lahan sekitarnya dan juga pencemar udara yang masuk ke dalam air. Lewat proses perombakan oleh mikroorganisme, bahan pencemar ter sebut berubah menjadi senyawa esen
Gambar 3. Ekosistem Akuatik
sial seperti nitrogen (N) dan phospor
Sumber: Environmental Science, Earth as living planet, 4th edition, 2003
(P) yang dimanfaatkan fitoplankton dalam perairan sebagai bahan untuk
III.
perkembangannya.
fito
PENYERAPAN KARBON DIOKSI
plankton akan memanfaatkan karbon
DA DAN EKO - HIDROLOGI KA
yang terbentuk atau masuk dari udara
WASAN REKLAMASI
Selanjutnya
KEBUTUHAN
OKSIGEN,
untuk proses fotosintesis. Selain fito Berdasarkan
plankton, beberapa jenis makrofita
Resort Island dan Marina Island) pada
fotosintesis yang berarti ikut me
kawasan JIR akan dihuni sekitar
nambah suplai oksigen dalam air.
681.570 jiwa apabila dikembangkan
Fitoplankton di dalam air berperan
dengan KLB 1.53. jumlah penduduk
sebagai produsen primer di perairan
setiap pulau dengan pengembangan
situ atau badan-badan air yang tidak
KLB 1.53 dapat dilihat pada tabel 1.
berarus. Dalam proses biologisnya,
Dari
fitoplankton akan memanfaatkan kar
fotosintesis
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
data
tersebut
diperkirakan
kebutuhan oksigen (O2) bagi penghuni
bon sebagai sumber energinya dan proses
konsultan,
ketiga area reklamasi (Golf Island,
dalam air juga turut membantu proses
melalui
analisis
ketiga pulau reklamasi.
akan 4
Iwan Ismaun
Tabel 2. Kebutuhan Oksigen (O2) Tabel 1.
Pengembangan
Reklamasi
Pengembangan Reklamasi dengan KLB
dengan KLB 1,53
NAMA PULAU
PENGHUNI TETAP
TENA GA KERJ A
JML (orang)
287,5 ha
18.498
246.422
264.920
286,7 ha
16.059
195.357
211.416
247,1 ha
14.922
190.249
205.171
821,3 ha
49.479
632.028
681.507
LUAS
Pulau 2A (Golf Island) Pulau 1 (Resort Island) Pulau 2B (Marina Island)
1,53 NAMA PULAU/ BLOK
LUAS
PDDK TETAP
TENA -GA KERJA
JML
Pulau 2A (Golf Island)
287,5 ha
18.498 2. 219,76 kg
246.422 29.570, 64 kg
264.920 31.790, 40 kg
Pulau 1 (Resort Island)
286,7 ha
16.059 1.927,08 kg
195.357 23.442, 84 kg
211.416 25.369, 92 kg
Pulau 2B (Marina Island)
247,1 ha
14.922 1.790,64 kg
190.249 22.829, 88 kg
205.171 24.620, 52 kg
821,3 ha
49.479 5.937,48 kg
632.028 75.834, 36 kg
681.507 81.780, 84 kg
Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2007
Sumber: Hasil Analisis, 2007
3.1. Penghijauan untuk Memenuhi orang (KLB 1.53), maka dibutuhkan
Kebutuhan Oksigen (O2) oksigen
oksigen sejumlah 81.780,84 kg/jam
(O2) untuk pernapasan demi keber
atau 1.962.740,16 kg/hari. Kebutuhan
langsungan hidupnya. Setiap orang
oksigen tersebut dapat dipenuhi dengan
membutuhkan oksigen 2,9 kg/hari atau
penanaman
0,12 kg/jam. Kebutuhan oksigen ini
sejumlah
harus dapat dipenuhi oleh vegetasi
kategori besar (dapat memproduksi
dengan berbagai jenis yang ada di
1,7 kg O2/jam) atau 96.212 pohon
ruang terbuka hijau kawasan reklamasi
dengan kategori pohon sedang (dapat
JIR.
memproduksi 0,850 kg O2/jam).
Manusia
membutuhkan
tanaman 48.106
penghujauan
pohon
dengan
Dari data jumlah penduduk tetap
Khusus untuk Pulau 1 (International
dan penduduk bergerak yang ada di
Resort Island), dengan jumlah pendu
setiap pulau maka dapat dihitung
duk tetap dan bergerak 211.416 orang
kebutuhan
Kebutuhan
dengan kebutuhan oksigen 25.369,92
oksigen untuk penduduk setiap pulau
kg/jam maka diperlukan 14.923 pohon
maupun seluruh pulau dapat dilihat
dengan kategori pohon besar atau
pada tabel 2. Dengan asumsi jumlah
29.846 pohon dengan kategori pohon
penghuni seluruh kawasan JIR 681.507
sedang.
oksigennya.
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
5
Iwan Ismaun
3.2. Penghijauan untuk Menyerap
Penghijauan untuk menyerap kar
Karbondioksida (CO2)
bon dioksida (CO2) dengan KLB
Jumlah kendaraan/moda angkutan
1,53
yang beroperasi di kawasan reklamasi
Dari
berbagai
referensi
bahwa
(KNI) berdasarkan bangkitan dan tarik
diasumsikan,
an perjalanan (tripgen) dengan KLB
daraan/moda angkutan dapat menge
1,53 jumlah kendaraan berbagai moda
luarkan 3,4 kg CO2 per kendaraan
angkutan yang beroperasi diperkirakan
(kontribusi pencemaran udara) dalam
berjumlah 48.890 unit, terdiri dari
proses pembakaran mesin kendaraan.
internal 15.572 unit (31,85%) dan
Dengan jumlah kendaraan/moda ang
eksternal 33.318 unit (68,15%). Untuk
kutan 48.890 unit maka CO2 yang
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
dihasilkan
berikut:
166.266 kg. Jumlah ini harus dapat
mencapai
rata-rata
dapat
kurang
ken
lebih
dielimenir oleh RTH dengan unsur Tabel 3. Bangkitan dan Perjalanan (Trip Gen) Pengembangan KLB 1,53
Tarikan dengan
vegetasinya untuk menciptakan ling kungan yang bersih dan sehat. Untuk menyerap karbon di oksida sejumlah
NAMA PULAU Pulau 2A (Golf Island) Pulau 1 (Resort Island) Pulau 2B (Marina Island)
LUAS
TRIP GEN Internal
TRIP GEN Eksternal
JML
tersebut diperlukan vegetasi sejumlah 72.272 pohon dengan kategori pohon
287,5 ha
6.058
12.959
19.071
286,7 ha
4.827
10.328
15.155
besar (dapat menyerap 2,30 kg CO2 /jam). Atau dapat menanam pohon penghijauan sejumlah 144.544 pohon
247,1 ha
4.687
10.031
14.718
821,3 ha
15.572 (31,85%)
33.318 (68,15%)
48.890 (100%)
dengan
kategori
sedang
(dapat
menyerap 1,150 kg CO2/jam). Khusus untuk Pulau 1 (International
Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2007
Resort Island) yang akan segera di bangun
Dari data tersebut dapat diperkirakan
22.043
pohon
besar, atau 44.806 pohon sedang untuk
produk karbon dioksida (CO2) yang
menyerap CO2 yang dikeluarkan oleh
dihasilkan oleh kendaraan/moda ang
kendaraan. Berikut contoh tanaman
kutan yang harus dieliminir oleh vege
pantai yang dapat menjalankan proses-
tasi (ruang terbuka hijau) di kawasan
proses ekologis.
reklamasi.
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
diperlukan
6
Iwan Ismaun
Tabel 4. Volume air hujan berdasarkan curah hujan harian tertinggi 317 mm (awal Januari 2008) NAMA PULAU
LUAS
VOLUME AIR HUJAN
Pulau 2A (Golf
287,5 ha
91.353,06 m3
286,7 ha
91.169,20 m3
247,1 ha
77.760,10 m3
821,3 ha
260.282,36 m3
Island)
Barringtonia sp.
Pulau 1
Bruquiera sp.
(Resort Island) Pulau 2B (Marina Island)
Sumber: Hasil Analisis, 2007
Hibiscus tiliacius
Tabel 5. Volume air hujan berdasarkan
Gambar 4. Tanaman Pantai yang dapat menjalankan
curah hujan rata-rata tahunan 1.700
proses-proses Ekologis.
mm NAMA PULAU
3.3. Pembangunan Badan Air Pada
perencanaan
VOLUME AIR HUJAN
Pulau 2A
Kawasan Reklamasi Sesuai
LUAS
(Golf
287,5 ha
489.906 m3
286,7 ha
488.920 m3
247,1 ha
417.010 m3
821,3 ha
1.395.836 m3
Island)
kawasan
Pulau 1
reklamasi JIR, pada setiap pulau ter
(Resort Island)
dapat kolam yang berfungsi sebagai pe
Pulau 2B (Marina
nampungan air untuk menjaga Sali
Island)
nitas, sistem drainase, menjaga iklim mikro dan fungsi ekologis lainnya.
Sumber: Hasil Analisis, 2007
Dengan curah hujan tertinggi harian 317 mm dan rata-rata tahunan 1.700
Dari tabel tersebut dapat diketahui
mm (data BMG 2007), maka volume
bahwa kontribusi air hujan di kawasan
curah hujan yang dapat ditampung di
reklamasi selama satu tahun dengan cu
kawasan reklamasi seperti terlihat pada
rah hujan rata-rata tahunan 1.700 mm
tabel berikut:
untuk fungsi eko-hidrologis sebanyak 1.395.836 m3.
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
7
Iwan Ismaun
kawasan
IV. KESIMPULAN
reklamasi,
dapat
dipergu
nakan sebagai penampungan curah Sesuai dengan rencana tata guna
hujan yang berfungsi untuk menjaga
lahan reklamasi KNI, maka kebutuhan
salinitas dan men ciptakan iklim mikro
tanaman/vegetasi
pemenuhan
kawasan reklamasi. Disamping itu
oksigen (O2) dan penyerapan karbon
badan-badan air tersebut dapat ber
dioksida (CO2) akan didistribusikan
fungsi sebagai eko-hidrologi kawasan
pada lahan Ruang Terbuka Hijau
reklamasi.
untuk
(RTH) baik yang bersifat publik V. SARAN
maupun privat yang berada di atas
Dengan adanya
tanah (landed). Ruang terbuka hijau
keterbatasan luas
dibangun dapat berupa taman-taman
lahan reklamasi, maka perlu
diper
lingkungan, halaman bangunan, jalur
timbangkan beberapa alternatif distri
hijau jalan, jalur hijau tepi air, hijau
busi penghijauan di kawasan KNI
bangunan dan lahan hijau lainnya.
sebagai media penanaman. Alternatif lain dalam pemenuhan penghijauan untuk
fungsi
penyerapan
karbon
dioksida (CO2) dan kebutuhan oksigen (O2), selain penanaman pada lahan peruntukan Ruang Terbuka Hijau se Catatan: dengan adanya rencana JIR
bagai Hijau Alami yang berada diatas
Sumber: Konsultan, 2007
tanah (landed), juga dapat dikembang kan Hijau Kanopi seperti Taman Atap
Disamping itu untuk menghijaukan
(Roof Garden /Eco-roof), Taman
pantai Muara Angke (bagi pening kakan dengan
kualitas
lingkungan
penambahan
hutan
Gantug (Hanging Garden), Peng
pantai)
hijauan di Atas Tanggul dan Peng
bakau
hijauan Vertikal (Green Wall/ Verti
sepanjang 1.790 m dengan ketebalan
cal Landscape / Verti culture).
100 m (luas 17,90 hektar), dapat mengkontribusi pohon dengan kategori sedang sejumlah 19.888 pohon (diper lukan lahan 9m2/ph). Adanya badan-badan air seperti ko lam retensi dan saluran drainase pada JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
8
Iwan Ismaun
Dengan disribusi Ruang Terbuka Hijau dan Penghijauan berdasarkan kajian ekologis, diharapkan kawasan reklamasi Jakarta International Resort dapat menjadi kawasan lingkungan binaan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan (sustainable built environment).
Gambar 5. MASTER PLAN KAWASAN REKLAMSI JAKARTA INTERNATIONAL RESORT Sumber: Jakarta Konsultindo, 2007
Gambar 6. PERSPEKTIF KAWASAN REKLAMSI JAKARTA INTERNATIONAL RESORT Sumber: Jakarta Konsultindo, 2007 JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
9
Iwan Ismaun
DAFTAR PUSTAKA
A.N. Rao & Wee Yeow Chin, 1989, Singapore
Trees.
Singapore
Institute of Biology. Botkin & Keller, 2003, Environmental Science, Earth as living planet, 4th edition. John Wiley &Sons. Girardet, Herbert, 1992, Cities; New Direction for Sustainable Urban Living. Anchor Book Doubleday. Grove, AB&RW, Creswell, 1983, City Landscape,
Butterworth,
Lon
don. Leitman,
Josef,
1999,
Sustaining
Cities, Environmental Planning and
Management
in
Urban
Design, Mc.Graw Hill Book Company. Mc.Harg, Ian.L, 1992, Design With Nature, John Willey & Sons, Inc. Simonds,
John
Ormsbee,
1994,
Garden Cities 21, Creating A Livable
Urban
Environment,
Mc. Graw Hill Book Company. Stren, Richard (ed), 1992, Sustainable Cities; Urbanization and The Enviroment
in
International
Perspective. Westview Press. Undang Undang Republik Indonesia, Nomor 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan
Umum,
Direktorat
Jenderal Penataan Ruang. JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
10
Iwan Ismaun
LANDSCAPE SUSTAINABILITY DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN LANSEKAP PROSPEKTIF KOTA Quintarina Uniaty *) Jurusan Arsitektur Lansekap – FALTL – Universitas Trisakti
[email protected]
Abstract The trend world wide is towards urbanization. By the year 2000, more than half of the world’s population is expected to live in urban areas. Of this, the greater part, nearly twothirds will be found in developing countries. Many cities in developing world are experiencing environmental problem which often lack direction at the strategic level to address them. At the most obvious, a sustainable city will imply ecological sustainability. Stated otherwise, it will imply working with the natural environment; that seeing nature as a system, planning and design in accordance with its proccesses and cycles. The sustainable city, at the second level, implies economic sustainability; the issues of how to achieve production that will have a low impact on the environment, and low energy use-in one sense they are the same issues that arise in ecological sustainability. A third level of understanding of the sustainable city would typically focus on cultural sustainability, in the face of an increasingly global civilization; that local culture and diversity have to be sustained. Landscape is strength of a concept lies in the way in which it focuses on the interaction between people and nature. Landscape is both a way of viewing the environment which is more than objectively scientific, and a means of describing the world about natural and the human aspects. The notion of landscape has certain distinctive characteristics ; • It contains both natural and cultural values and features, and focuses on the relationship between these; • It is both physical and metaphysical, with social, cultural and artistic association. While landscape is how we see the world, it must more than mere scenery and appearance. • While we can experience landscape only in the present, it is the sum of all past changes to the environment it is where past and present meet. • Landscape is universal – it exists throughout each country • Landscape gives identity to place, and hence diversity to the setting places of our lives To develop an urban lanscape prospective we need to build ‘sustainable-city concept’ in approaching landscape sustainability and will support in strategy for sustainable development that ensuring a better quality of life for everyone, now and future generations to come. Key Words; Sutainable Development, Sustainable City, Landscape Sustainability, Prospective Landscape, Urban Landscape Design.
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
11
Quintarina Uniaty
yang akan menghasilkan kepercayaan
I. PENDAHULUAN
masyarakat dan hasil pembangunan Prospektif lansekap perkotaan me
yang efektif dan efisien.
rupakan basis potensi bagi kawasan
Dokumen Caring for the Earth
yang ingin membangun dirinya sebagai
dalam Strategy for Sustanable Living,
sebuah pembangunan kawasan berba
1991 sebagai usulan dari UNEP,
sis lingkungan dan berkelanjutan. Bebe
IUNC, WWF, menyebutkan; bahwa
rapa pemikiran dan konsep pemba
antara pembangunan dan konservasi
ngunan merupakan pertimbangan bagi
sumber daya alam haruslah seimbang.
keberhasilannya. Sustainable
Konservasi bukan dimaksudkan seba Development
adalah
gai penghambat, tetapi merupakan
pembangunan yang mampu memenuhi
pendukung utama dari pembangunan.
kebutuhan masyarakat masa kini tanpa mengabaikan
kemampuan
Konservasi akan menjamin kebutuhan
generasi
masa datang, untuk memastikan pem
yang akan datang didalam memenuhi
bangunan dapat berlanjut. Dengan
kebutuhan mereka (WCED - Piagam
demikian suatu kawasan perlu menjaga
Brundtland, 1987). Sustainable Deve lopment
merupakan
keseimbangan perkembangannya me
perkembangan
lalui nilai-nilai dan fungsinya dengan
yang melahirkan pelayanan terhadap
baik. Makna sustainable harus me
lingkungan, sosial dan ekonomi tanpa membahayakan
keberadaan
menuhi prasyarat utama terhadap kon
sistem
disi surplus atau minimal sama; antara
alam, sosial dan lingkungan terbangun
total natual capital stock sebagai total
sebagai tempat hidup dan bergantung. Sustainable
Development
resources masa yang akan datang.
bertujuan
Dengan
meningkatkan kualitas hidup manusia
sustainable
dalam segala aspek dengan tidak mem
serta
tidak
1992
dalam
tiga aspek utama, yaitu; sistem eko
melampaui
logi, ekonomi dan sosial.
kapasitas dan daya dukung lingkungan.
Sistem perkotaan terpadu adalah
Sosialisasi pembangunannya harus me
perkotaan yang mampu membangun
lalui mekanisme pengawasan masyara
sinergi antara elemen terbangun, ling
kat yang dilakukan secara vertikal dan
kungan dan sosial, yang akan menjadi
horizontal, sehingga dapat menjadi
tolak ukur keberhasilan perkembangan
satu kesatuan sustainable management JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
(Stern,
pemahaman
Srinivas, 1997) harus berpijak pada
boroskan sumberdaya alam yang tidak terbarukan
demikian
kota 12
masa
depan.
(Srinivas,1997) Quintarina Uniaty
Environmental Sustainability Ecosystem integrity Carrying capacity Biodiversity
ENVIRONMENT
Economic Sustainability Growth Development Productivity Trickle-down
Social Sustainability Cultural identity Empowerment Accessibility Stability Equity
SOCIETY
ECONOMY
Human Well Being Gambar.1 Diagram Elemen sustainable development Sumber; Jenks, M., Birton. E., William, K, 1996
Pembangunan berkelanjutan didasar Permasalahan ruang kota dapat
kan pada dua konsep terkait, yaitu ;
dilihat dari komponen pembentuknya,
• Konsep kebutuhan (the concept of
yaitu ; komponen lingkungan sosial
needs) ; menciptakan kondisi yang
(socio-environment), komponen lingku
menjaga tetap terpenuhinya kebu
ngan alam (natural environment) dan
tuhan hidup yang memadai bagi
komponen lingkungan buatan (built
masyarakat.
environment).
• Konsep keterbatasan (the concept II. PENDEKATAN KEPADA
of limits) ; memperhatikan dan men
KONSEP SUSTAINABLE CITY
jaga kapasitas lingkungan untuk da pat memenuhi kebutuhan masa kini
Kota adalah wadah aktifitas ma
dan masa yang akan datang.
nusia dimana mereka merupakan kon sumen terbesar terhadap sumber daya
Dalam wacana lingkungan, ‘sus
alam. Perkembangan pembangunan ber
tainable’ sering digunakan sebagai
kelanjutan merupakan hal yang esen
istilah umum untuk merujuk pada
sial bagi kota-kota di dunia, demikian
istilah ‘ecologically sustainable’ atau
pula bagi kota-kota di Indonesia. Kare
‘environmentally sustainable’. Pada
na aktifitas manusia tidak dapat selalu
pertengahan abad kedua puluh manusia
memanfaatkan sumber daya alamnya
mulai memahami sepenuhnya bahwa
tanpa upaya penyelamatannya untuk
keberlangsungan keberadaan manusia
generasi penerus.
bergantung
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
13
pada
jaringan
proses-
Quintarina Uniaty
proses alam. Kapasitas sistem ini untuk
nya kehidupan. Istilah ‘carrying capa
mendukung kehidupan terbatas dan
city’ telah digunakan dalam ekologi un
sangat mungkin untuk dikurangi oleh
tuk merujuk jumlah maksimum spesies
tuntutan-tuntutan yang ada.
yang dapat didukung oleh sebuah kawa
Aktivitas manusia dapat dianggap
san dalam jangka waktu tertentu.
‘ecologically sustainable’, jika akti
Sustainable City mengakomodasi
vitas-aktivitas tersebut tidak mengu
prinsip-prinsip
rangi kapasitas sistem alam untuk men
kelanjutan yang mengutamakan integ
dukung kehidupan. Aktivitas tersebut
rasi pembangunan terhadap lingkungan
dianggap ‘ecologically unsustainable’,
alam, ekonomi dan sosial. Dalam
jika ia tidak dapat dilanjutkan dalam
lingkup urban sustainability; pemaham
jangka panjang tanpa membahayakan
an sustainable city dapat digambarkan
sistem-sistem yang memungkinkan ada
seperti diagram berikut dibawah ini:
pembangunan
ber
Ecological sustainability Melihat alam sebagai sebuah sistem, serta merencanakan dan merancang sesuai dengan daur dan prosesnya
SUSTAINABLE CITY
Economic sustainability Mewujudkan produksi dengan tingkat penggunaan energi rendah dan dampak yang relatif rendah terhadap lingkungan
Cultural sustainability Merupakan bagian dari sejarah dan identitas manusia yang harus dijaga oleh manusia sendiri.
Gambar 2. Diagram Pendekatan Urban Sustainability dan Ruang Lingkup Pemahaman Sustainable City Sumber: Foo, A.F. & Yuen, Belinda, 1999
sosial masyarakat yang harus dieks
III. LANDSCAPE SUSTAINABILITY
presikan sebagai ukuran praktis dalam
Aplikasi konsep sustainability ke dalam pembangunan kota disebutkan sebagai berikut ; sebuah keberlanjutan
Ukuran
menegaskan
efisiensi
ini
haruslah
penggunaan
ruang perkotaan, mengurangi peng
memiliki implikasi penting pada ben
gunaan sumber daya material dan
tuk perkotaan, basis material kehidup
energi, meningkatkan kenyamanan hi
an perkotaan, dan pada hubungan JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
perencanaan.
14
Quintarina Uniaty
dup masyarakat, dan mengatur proses-
membentuk dan menegaskan sis
proses administratif dan perencanaan
tem keruangan dalam skala tapak
yang dapat bersinggungan secara sen
maupun kawasan. • Penggunaan lahan (Land Use); or
sitif dan komprehensif dengan adanya kompleksitas
ekologis
dan
sosial
ganisasi, bentuk dan bentukan lan
ekonomi.
sekap terkait dengan penggunaan
Karakteristik lansekap sebuah kawa
lahan.
san terdiri dari aspek-aspek yang kasat
• Tradisi budaya (Cultural Tradi
mata (tangible) dan tidak kasat mata
tions); kegiatan kegiatan yang mem
(intangible). Aspek-aspek ini secara
pengaruhi penggunaan dan pola
individual ataupun kolektif memberi
pembagian lahan, bentuk bangun
karakter historis pada lansekap dan
an, dan penggunaan material.
membantu pemahaman akan arti pen
• Penataan kluster (Cluster Arrange
ting nilai kebudayaan. Karakteristik lan
ment); lokasi bangunan dan struk
sekap sangat beragam, dari pola ber
tur lain dalam kawasan.
skala besar hingga hal-hal yang ber
• Sirkulasi (Circulation); ruang-ru
hubungan dengan detil dan material pa
ang, fitur-fitur, dan material-materi
da sebuah kawasan. Di bawah ini ada
al yang membentuk sistem per
lah komponen dalam karakteristik lan
gerakan.
sekap (Page, Robert. R, Cathy Gilbert,
• Topografi (Topography); konfigura
Susan A. Dolan, 1998, p; 53) ya itu ;
si tiga dimensi permukaan lansekap
• Sistem dan ciri alam (Natural
yang dicirikan oleh struktur yang terbentuk dan orientasinya.
Systems and Features); ciri-ciri alam yang mempengaruhi perkem
• Vegetasi (Vegetation); tanaman-
bangan lansekap dan bentukan
tanaman asli atau baru berupa po
yang dihasilkan alam pada kawa
hon, semak, tanaman rambat, rum
san (geomorfologi, geologi, hidro
put, dan tanaman herbal. • Bangunan dan struktur (Buildings
logi, ekologi, iklim, vegetasi se
and Structures); konstruksi tiga
tempat). • Organisasi
keruangan
dimensi seperti bangunan umum, ja
(Spatial
lan, rumah, jembatan.
Organization); pengaturan elemen elemen pencipta bidang dasar, bi
• View dan vista (Views and Vistas);
dang vertikal dan bidang atap yang
fitur-fitur alami atau buatan yang
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
15
Quintarina Uniaty
dapat menciptakan kontrol pandang
detil yang memberikan keanekara
an.
gaman.
• Fitur-fitur air buatan (Constructed
• Kawasan arkeologis (Archeological
Water Features); fitur buatan dan
Sites); kawasan yang di dalamnya
elemen-elemen air untuk tujuan
terdapat sisa peninggalan masa
fungsional dan estetika.
lampau bernilai historis.
• Fitur-fitur berskala kecil (Small Scale Features); kombinasi fungsi dan estetik dengan elemen-elemen
Keberlanjutan Ekologis (Ecological Sustainability) Pembangunan berjalan selaras dengan proses-proses ekologis Biodiversity/Keberagaman makhluk hidup Konservasi dan perlindungan sumber daya alam
Keberlanjutan Ekonomi
Keberlanjutan Sosial Pembangunan meningkatkan kontrol individu terhadap kehidupan mereka masing-masing.
Pembangunan efisien dan kompetitif secara ekonomi. Pembangunan juga memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang.
Keberlanjutan Kultural Pembangunan selaras dengan konsep budaya setiap orang yang terlibat di dalamnya.
Hasil pembangunan didistribusikan secara merata.
Gambar 3. Diagram Dimensi sustainable development Sumber: Benson, John F and Maggie H Roe, 2000
IV. KASUS : LANSEKAP
dan akibat-akibat yang ditimbulkan
PROSPEKTIF KOTA
nya. Permasalahan yang kemudian
SAWAHLUNTO, POTENSI DAN
muncul adalah makin meningkatnya
PERMASALAHAN
frekuensi dan cakupan bencana, ling
Permasalahan
lingkungan
global
kungan kumuh, menurunnya kualitas
yang terjadi secara umum adalah me
lingkungan ; banjir, kekeringan, pence
nurunnya daya dukung lingkungan
maran udara, air dan tanah.
akibat peningkatan aktifitas manusia
Kota-kota di Indonesia pada umum
dengan eksploitasi sumberdaya alam
nya merupakan warisan sejarah Islam
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
16
Quintarina Uniaty
dan pendudukan Belanda. Kota-kota
antara peninggalan sejarah pendudukan
kolonial umumnya berkembang dari
Belanda dimasa lalu dengan arsitektur
kombinasi antara kota administratif
tradisional Sumatera Barat didukung
dan perdagangan. Sebagai warisan seja
oleh lingkungan alam yang spesifik.
rah kolonial Sawahlunto memiliki ciri
Sebagai sebuah kota orang rantai; po
khusus, bukan hanya karena kebera
tensi budaya kota merupakan aset nasi
daannya, tetapi juga dari sejarah kota,
onal yang perlu mendapat perhatian
pertumbuhan bentuk serta fisik kota
dalam upaya konservasi dan preserva
nya. Pemerintahan Belanda memba
si kota dalam pengembangan urban
ngun Sawahlunto sebagai kota dengan
heritage, cultural heritage dan land
kegiatan ekonomi melalui pembangun
scape heritage (warisan kesejarahan
an tambang batubara Ombilin, jaringan
kota, budaya dan lansekap).
kereta api dan pelabuhan Teluk Bayur.
Untuk keberhasilan pembangunan
Produksi tambang batubara meningkat
kotanya diharapkan disusun pedoman
hingga tahun 1985.
rancangan
kota
Sawahlunto
yang
Alam memiliki keterbatasan daya
mengedepankan aspek lingkungan da
tampung dan daya dukung terhadap
lam konsep sustainable city, dimana
beban dari setiap akibat dalam berba
lansekap prospektif kawasan kota perlu
gai aspek. Terutama kota dan pemuki
diangkat sebagai potensi kawasan un
man yang seluruh kegiatannya sangat
tuk
bergantung pada sumberdaya alam.
karakteristiknya.
dikembangkan
sesuai
dengan
Melalui potensi kesejarahan dan
Sebagai kota tambang tertua di
fisik kota serta keunikan budaya
Indonesia Sawahlunto memiliki pening
masyarakat yang berkembang, diharap
galan sejarah yang menarik didukung
kan Sawahlunto dapat dikembangkan
oleh fisik kota dan sosial budaya yang
sebagai kota pariwisata, sebagai antisi
beragam. Namun karena menurunnya
pasi bagi alternatif pembangunan per
kapasitas produksi tambang batubara,
ekonomian kota dari ketergantungan
dikhawatirkan Sawahlunto akan menja
nya pada pertambangan batubara.
di kota mati. Lokasi bekas galian tam
Perubahan iklim akan merubah sifat
bang dipastikan akan menjadi problem
alam dan perilaku manusia. Kearifan lo
lingkungan yang sangat serius dalam
kal yang dimiliki Sawahlunto sebagai
waktu dekat. Perlu disadari dan disepa
sebuah kota yang mewarisi sejarah
kati bahwa antara pembangunan dan
kota dengan tatanan fisik; perpaduan
koservasi sumberdaya alam harus meru
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
17
Quintarina Uniaty
pakan keseimbangan sistem, dimana
Lansekap kota Sawahlunto berada
konservasi akan mendukung pemba
pada cekungan diantara perbukitan.
ngunan dan menjamin kebutuhan masa
Panorama yang merupakan natural
datang.
scenery.
Perlu dilakukan perubahan men dasar dalam sistem perencanaan, yaitu perencanaan berwasasan lingkungan de ngan konsep pembangunan berkelan
Gambar 5. Pemandangan alam perbukitan (sumber : dokumen pribadi, 2008)
jutan, yang memperhatikan; 1) unit ana lisis mencakup satu kesatuan region, 2)
Pemandangan alam perbukitan me
perhitungan neraca lingkungan sebagai
rupakan potensi visual yang belum di
alokasi pemanfaatan sumberdaya, 3)
manfaatkan secara optimal.
perhatian terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan, 4) alokasi ruang yang sesuai antara jenis kegiatan dan karakteristik ruang serta karakteris Gambar 6. Komposisi alam, budaya dan arsitektur
tik lokal sebagai local values 5) penyu
(sumber : dokumen pribadi, 2008)
sunan detail tata ruang dan pedoman rancang bangun untuk operasionalisasi
Pengelolaan sumber daya alam
rencana umum, 6) konsistensi antar
kota yang perlu ditingkatkan. Arsitek
tingkatan rencana kota, 7) keterlibatan
tur lokal keberadaannya semakin pu
pemangku kepentingan dalam setiap
nah memerlukan upaya pelestarian. Po
penyusunan rencana tata ruang,
tensi alam, nilai-nilai kesejarahan kawa
Dibawah ini dikemukakan kondisi
san yang merupakan genius loci dan
fisik kota Sawahlunto yang mewakili
lansekap prospektif bagi pengembang
potensi dan permasalahan kawasan
an fisik kawasan kota sebagai sebuah
kotanya.
setting places yang tidak terlupakan.
Gambar 7. Arsitektur kolonial dan arsitektur lokal (sumber : dokumen pribadi, 2008)
Gambar 4. Lansekap kota Sawahlunto (sumber : dokumen pribadi, 2008)
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
18
Quintarina Uniaty
Arsitektur kolonial dan arsitektur
Unsur
unsur
kota
membentuk
lokal menyatu dalam satu setting
setting places dan image yang spesifik
places; sebuah potensi dan aset kota
yang perlu dikelola dengan pertimbang
yang unik membentuk citra kota; perlu
an terhadap orientasi kota dan penga
dilakukan revitalisasi, preservasi, reha
laman keruangan yang tercipta dari
bilitasi terhadap aset fisik dan ling
atraksi perkotaannya dalam bentuk
kungan alam kota. Pengembalian ben
serial vision. Perlu peninjauan kemba
tuk dan keberadaan arsitektur lokal
li terhadap pemugaran peninggalan ba
sebagai kekayaan dan nilai lokal perlu
ngunan dan aset arsitektural yang telah
dibangun
dilakukan.
kembali
dipadu-padankan
dengan lingkungan fisik yang ada.
Gambar 9. Bangunan yang menonjol dan fasad yang atraktif (sumber : dokumen pribadi, 2008)
Menara masjid sebagai landmark kawasan perlu lebih ditonjolkan, de ngan pengembangan konsep skyline dan pembingkaian membentuk vista. Fungsi masjid sebagai tempat ibadah dapat dikembangkan menjadi pusat ke giatan masyarakat atau Islamic Centre yang multifungsi. Salah satu detail atraktif fasad bangunan peninggalan kolonial sebagai atraksi sejarah kota.
Gambar 8. Unsur unsur kota (sumber : dokumen pribadi, 2008)
Gambar 10. kekayaan seni dan budaya (sumber : dokumen pribadi, 2008)
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
19
Quintarina Uniaty
Percampuran etnik, seni dan bu
nah, sedimentasi dan banjir di kawasan
daya merupakan salah satu atraksi
Kandi dikhawatirkan akan menjadi per
dalam living museum kota; kekayaan
masalahan yang semakin meluas dan
percampuran budaya lokal yang perlu
mempengaruhi sistem lingkungan kota
dipertahankan
dan kawasan.
dan
dikelola
dalam
bentuk atraksi budaya pada kegiatan pariwisata.
Gambar 11. Bekas galian tambang (sumber : dokumen pribadi, 2008)
Lokasi
bekas
galian
tambang,
kawasan Kandi. Kondisi lahan yang se makin kritis, cepat atau lambat akan menjadi problem bagi kawasan dan Gambar 13. Bangunan di pinggir sungai
lingkungan kota. Sistem reboisasi yang
(sumber : dokumen pribadi, 2008)
telah dilakukan membuktikan ketidak
Pembangunan di tepi sungai tidak
tepatan pada sistem penghutanan dan
mengindahkan garis sempadan, me
penentuan jenis tanaman penghijauan,
merlukan penataan kembali sebagai
sehingga upaya pelestarian lingkungan
upaya antisipasi dampak lingkungan.
dan konservasi lahan dan air menjadi
Pedoman Rancang Kota dan Urban
tidak efektif. Diperlukan Studi Kelayak
Landscape Guidelines perlu dilaksana
an dan Analisis Mengenai Dampak
kan sebagai bentuk antisipasi permasa
Lingkungan, perencanaan kawasan ber
lahan fisik kota.
basis lingkungan dengan konsep sus tainability.
Gambar 12. Banjir dikawasan Kandi (sumber : dokumen pribadi, 2008)
Debit air yang terus meningkat pada
Gambar 14. Bekas pabrik pengolahan batu bara.
musim hujan, erosi dan pengikisan ta JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
(sumber : dokumen pribadi, 2008
20
Quintarina Uniaty
Lahan bekas pengolahan dan indus
Perlu dilakukan Studi dan kajian
tri batubara dapat difungsikan sebagai
terhadap substansi permasalahan ling
tempat wisata dan/atau rekreasi dengan
kungan untuk membangun dan me
pemanfaatan sebagai tempat rekreasi
nentukan strategi Lansekap regional ba
dan museum dengan konsentrasi pada
gi penanganan masalah kawasan kota.
ruang terbuka hijau. Aspek pembelaja
Ketidaksesuaian antara faktor-faktor
ran kepada masyarakat akan sejarah
pembangunan; ekonomi, sosial budaya
kota dan pemahaman akan pentingnya
dan pelestarian lingkungan dikhawatir
lingkungan hidup yang berkelanjutan.
kan akan mempengaruhi keberlanjutan pembangunan kota. Dalam Urban Landscape Design; doperlukan harmonisasi urban land scape
heritage
antara
man-made
scenery dan natural scenery dalam pembentukan
harmonisasi
living
culture. Berbagai pertimbangan yang telah dibahas
merupakan bagian
integral dari kriteria bagi kesatuan perencanaan-perancangan kota. Penyusunan perancangan kota mem butuhkan teknik pengintegrasian krite
Gambar 15. Lahan bekas pabrik dan industri (sumber : dokumen pribadi, 2008)
ria-kriteria yang telah dijelaskan seba
Lahan bekas pabrik dan indutri
gai solusi pemecahan untuk menghasil
yang terbengkalai merupakan salah
kan konsep sustainability (keberlan
satu potensi bagi lansekap prospektif
jutan sungan); yaitu hidup selaras
dalam arti dapat dimanfaatkan bagi
dengan
alam
melalui
pembangunan untuk park-park/taman
pertimbangan-pertimbangan
bahwa
kota, sebagai antisipasi kondisi iklim
lingkungan terbangun tidak hanya
mikro dan perbaikan sistem lahan dan
berorientasi pada aspek ekonomi dan
tata
struktur
air
kawasan
kota.
Upaya
batasan
fisik,
melainkan
dalam
peningkatan prosentase lahan hijau
terbentuknya aspek edukasi tentang
akan meningkatkan kenyamanan dan
kepedulian dan pemahaman pelestarian
keindahan kota.
lingkungan.
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
21
Quintarina Uniaty
FALSAFAH DAN STRATEGI
Perencanaan Lansekap prospektif pa
PERENCANAAN-PERANCANGAN
da kawasan kota tua, bekas tambang batu bara, daerah aliran sungai, pen
Dalam Perda No.2 tahun 2001
gembangan Ruang Terbuka Hijau dan
tercantum visi kota Sawahlunto untuk
seluruh komponen kota secara teliti
dapat mewujudkan diri menjadi Kota
dan seksama akan melahirkan kondisi
Wisata Tambang Berbudaya tahun
kota yang diharapkan. Falsafah pe
2020.
rancangan kota perlu dibangun dalam
Upaya revitalisasi kawasan perlu
pendekatan konsep preservasi dan kon
dicanangkan dengan tujuan; 1) pening
servasi meliputi ; nilai-nilai heritage,
katan vitalitas kota melalui pening
kekayaan
katan kualitas lingkungan, 2) pertim
sosial-budaya,
estetika
lingkungan, konteks kota, perkotaan
bangan aspek sosial budaya dan karak
dan kawasan regional, sumberdaya
teristik kawasan, 3) Meningkatkan per
lansekap, keanekaragaman arsitek
tumbuhan perekonomian kota, 4) meng
tural, ‘genius loci-the sense of place’,
hidupkan kembali aktivitas yang per
untuk pengembangan pariwisata yang
nah ada serta rekstruturisasi aktivitas
menekankan pada pembangunan eko-
ekonomi kota.
wisata (eco-tourism development).
Kota Tua/Kota Lama Down town
Kawasan DAS Daerah Aliran Sungai
Urban Heritage LANSEKAP PROSPEKTIF
Cultural Heritage
Kawasan Sumber Daya Air
SKENARIO RENCANA INDUK LANSEKAP KAWASAN Landscape Design Guidelines LDGL
Landscape Heritage
Conservation: Land – (lahan) Water – (perairan)
ECO - TOURISM
Historic – (kesejarahan)
Urban Landscape Design Guidelines ULDGL
KOTA KONSERVASI The living museum
Gambar 16. Diagram Falsafah Perencanaan Lansekap Prospektif
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
22
Quintarina Uniaty
Sasaran Strategi Ekonomi
Sasaran Strategi Lansekap Regional
Tema Pedoman Perencanaan Regional
Meningkatkan aset dan potensi lingkungan kawasan
Perlindungan dan perbaikan aset-aset lingkungan
Lingkungan alami Tepian Sungai, Bangunan Tua/Bersejarah, Ruang Terbuka hijau perkotaan
Meningkatkan dan memelihara kualitas air
Peningkatan kualitas lingkungan (air, udara, tanah)
Kualitas udara dan air ; Lansekap di pinggiran kota
Meningkatkan dan memelihara wilayah yang dilalaikan
Reklamasi dan penggunaan kembali lahan terlantar
Lahan yang tidak stabil, terlantar dan terkontaminasi
Managemen sumber daya berkelanjutan
Buangan mineral non-energi
Membangun sektor pariwisata dan rekreasi
Meningkatkan kesempatan untuk berwisata dan berekreasi
Wisata , Rekreasi dan olah raga Ruang hijau perkotaan
Meningkatkan citra kawasan dengan promosi dan pemasaran aset-aset kota
Membangun citra positif kawasan
Gambar 17. Diagram Sasaran Strategi Lansekap Regional
Tatanan budaya dan sosial masyarakat
scape dan Urban Landscape Design
yang berkaitan dengan upaya pe
Guidelines.
lestarian lingkungan kota dan alamnya
Dengan itikad dan pelaksanaan
merupakan aset yang perlu dijaga
pembangunan berwawasan lingkungan
untuk keberlangsungan pembangunan
dan berkelanjutan Sawahlunto dapat
kota, agar senantiasa tercapai keseim
mengajukan dirinya untuk dinobatkan
bangan kebutuhan manusia dalam me
se bagai Kota Konservasi. Dengan
manfaatkan kapasitas lingkugan kota
demi kian the living museum Sawah
nya; seperti nilai sosial budaya, potensi
lunto akan
alam dan lingkungan serta meminimal
Kota
kan dampak penggunaan material dan
ditahun 2020.
energi.
mencapai target sebagai
Wisata
Tambang
Berbudaya
Keberlangsungan pembangunan ko
Dukungan terhadap pengembangan
ta didukung oleh konsep sustainability
lansekap prospektif adalah penyusun
akan melahirkan kearifan lokal sebagai
an perencanaan lansekap wilayah kota
warisan bangsa yang perlu secara me
Sawahlunto; sebagai panduan rancang
nerus dipertahankan, meliputi; keutuh
kota yang didukung oleh Urban Land
an dan kelangsungan kualitas alam dan
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
23
Quintarina Uniaty
lingkungan, keberlangsungan vitalitas
keberlangsungan kehidupan dan peng
living culture, kehidupan perekonomi
hidupan kota sebagai wadah aktifitas
an, dan terpeliharanya harmonisasi an
masyarakat dapat dicapai dan dapat
tara pemanfaatan ruang dalam kota ter
mendukung stabilitas perekonomian
hadap aktifitas masyarakat yang mem
kota.
bentuk setting places dalam kota serta infra struktur pendukungnya. Lansekap
kawasan
tidak
PENUTUP akan Penerapan the green park system de
dinilai hanya melalui nilai politis, tam
velopment (pembangunan sistem park
pilan estetika atau nilai ekonominya sa
dan kawasan hijau) sebagai salah satu
ja, tetapi terhadap potensi ekologis
pendekatan utama perancangan per
yang tidak terpisahkan dengan keber
kotaan, mengisyaratkan kepada kita
lanjutan aliran energi pada setiap ta
perlunya
pak, distrik, ekosistem atau bioma.
kembali
kawasan hijau dalam bentuk hutan,
Sebagai parameter dan dukungan ke
kawasan lindung (wilderness areas,
berhasilan perencanaan dan perancang
protected areas, national park areas),
an kota berwawasan lingkungan diper
ruang-ruang
lukan dukungan konsep sustainable
terbuka
hijau
binaan
(urban park areas, recreational areas
landscape melalui strategi lingkup
dan urban development open spaces)
regional, distrik maupun kawasan atau
sebagai sistem pengkondisian dan
tapak terbatas untuk memperhitungkan,
antisipasi kawasan agar dapat mening
merencanakan dan merancang kawasan
katkan daya dukung dan daya tam
berdasar perhitungan keseimbangan
pung lingkungannya dalam hal keseim
energi dan daur energi kawasan.
bangan sistem tata lingkungan, lahan
Upaya Konservasi dan Revitalisasi
dan ketersediaan sumber daya alam.
kawasan tidak dapat hanya menitik
Landasan faktor-faktornya adalah
beratkan pada preservasi dan rehabi
pada ketersediaan dan keberlangsung
litasi fisik bangunan saja, melainkan
an sumber daya air, faktor hutan, lahan
perlu dilaksanakan secara sistem da
produksi, faktor tepian, ruang-ruang
lam satu kesatuan sinergi dalam kebija
terbuka, faktor tuntunan agama mau
kan preservasi dan konservasi terhadap
pun budaya; sebagai sebuah pemikiran
alam, fisik kota dan sosial budayanya.
bijak yang memerlukan dukungan pe
Sehingga tujuan visi dan misi sebuah
nuh dalam kebijakan politik nasional,
kota bagi peningkatan kualitas dan JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
pembangunan
24
Quintarina Uniaty
sehingga manfaatnya dapat dibangun
gi, termasuk industri, transportasi
secara sistemik dan menerus.
dan kebutuhan fasilitas umum,
Dengan demikian penekanan aspek
• ‘Development Ethics’ atau etika
dalam perencanaan-perancangan kota
pembangunan yang berwawasan
perlu menitikberatkan pada hal-hal
lingkungan, dan preservasi nilai-
berikut ;
nilai serta budaya lokal,
• Aspek lingkungan atau environ
• Pengembangan estetika dan kein
mental aspect yang di dukung oleh
dahan baik alam maupun kawasan
pemikiran terhadap sistem ekologi,
terbangun,
restorasi sistem alam, penggunaan
• ‘Enforcement’ atau penegakan hu
sumberdaya alam secara efisien,
kum, dukungan peraturan dan per
mengurangi polusi, limbah dan ben
undang-undangan,
cana.
• ‘Enjoyment’ atau kenikmatan atau
• Aspek pemanfaatan lahan yang
kenyamanan hidup dan kenyama
kompak dan efisien serta kebijakan
nan lingkungan hidup.
batasan pertumbuhan kawasan,
Kesembilan aspek tersebut men
• Aspek ‘employment atau economy’
cerminkan pendekatan baru bagi ter
yang berkelanjutan, baik pada sek
ciptanya eco-societies dalam prinsip
tor formal dan informal yang meng utamakan;
restorasi
sustainability, melalui pembentukan
ekonomi,
civil society dan good governance yang
human-centered economy dan eko
akan melibatkan peran masyarakat dan
nomi berorientasi lokal,
pelaku pembangunan (stakeholders) • Aspek engagement atau partisipasi
yang partisipatif.
dan keterlibatan warga kota dan
Dukungan intensif dari perilaku
stakeholders, serta sistem dan meka
hijau melahirkan Urban Landscape
nisasi pengawasan pembangunan
Guidelines (Pedoman Lansekap Perko
oleh masyarakat,
taan) yang diharapkan dapat menjadi
• Aspek equity, yaitu persamaan hak,
alat kendali bagi pembangunan kawas an kota. Pengembangan kawasan pro
kesetaraan dan keadilan.
duktif dan prospektif lansekap terhadap
• Prinsip energy conservation, terha
kota kota lain di Indonesia dapat men
dap pemanfaatan sumber daya
jadi acuan bijak bagi perencanaan-pe
alam terbarukan, penggunaan ener JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
25
Quintarina Uniaty
rancangan kota, dalam sistem dan me
University of Singapore, Singa
kanisme
pore University Press.
pengawasan
pembangunan
yang seksama.
Hall, Peter and Ulrich Pfeiffer, 2000, Urban Future 21, A Global
DAFTAR PUSTAKA
Agenda For Twenty First Cen tury Cities, Federal Minis try of
Battle Guy and Christopher Mc.
Transport, Building and Hou
Carthy, 2001, Sustainable Eco
sing, E&FN Spon, New York.
systems and the Built Envi
Jack Todd, Nancy and John Todd,
ronment, Wiley Academy,John
1994, From Eco-Cities to Li
Wiley and Sons Ltd., New
ving Machines, Principles of
York.
Ecological Design, North At
Benson, John. F, and Maggie H Roe,
lantic Book, Berkeley, Califor
2000, Landscape and Sustaina
nia.
bility, Spon Press, London. Chapman,
David,
1996,
Jenks, M. Burton, E. William, K.,
Creating
1996, The Compact City; A
Neighbourhoods and Places in
Sustainable
the Built Environment, E &
SPON
Press, London UK.
FN Spon, London.
Katz, Peter, 1994, The New Urbanism
Cohen, Nahoum, 1999, Urban Conser
Toward an Architecture Com
vation, the MIT Press, Cam
munity,
bridge.
McGraw-Hill
Inc,
New York.
Erman, Erwisa, 2005, Membaranya
Leccese, Michael and Kathleen Mc.
Batubara, Konflik Kelas dan
Cormick. Editor, 2000, Charter
Etnik; Ombilin Sawahlunto Su
of The New Urbanism, Cong
matera Barat (1892-1996)
ress for The New Urbanism,
Foo, A.F., Belinda Yuen, Oct. 1992,
Mc. Graw Hill, London.
Sustainable Cities Editorial,
Leilman, Josef, 1999, Sustaining Ci
Environment and Urbaniza
ties, Environmental Planning
tion, Vol.4, p.3.
and Management in Urban
Foo, A.F, Belinda Yuen, 1999, Sustai
Design, Mc. Graw Hill Book
nable Cities in the 21st Cen
Company, New York.
tury, Faculty of Architecture,
Page, Robert. R, Cathy A. Gilbert,
Building&Real Estate, National JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
Form?
Susan A. Dolan , 1998. A 26
Quintarina Uniaty
Uniaty, Quintarina, 2009, Eco City
Guide To Cultural Landscape Reports;
Contents,
and Urban Sustainability, The
Process
and Techniques, U.S. Depart
International
ment of Interior National Park
Green City ; The Future Chal
Service, Cultural Resource Ste
lenge, Department of Land
wardship
Partnerships;
scape Architecture, Faculty of
Park Historic Structures and
Agriculture, Bogor Agriculture
Cultural Landscapes Program,
University.
and
Symposium
of
Washington, DC Parfect, Michael and Gordon Power, 1997. Planning for Urban Quality,
Urban
Design
in
Towns and Cities, Routledge, London and New York. Srinivas, Hari, 1997, Information System
in
Urban
Environ
mental Management, Interna tional Seminar, Groningen. Uniaty, Quintarina, 2008, INTEN SIVE GREENERY SYSTEM; Telaah Teoritik terhadap Pena taan Ruang Kawasan JakartaBogor-Depok-Tangerang- Be kasi-Puncak-Cianjur; Sebuah Pendekatan Penataan Kawas an Yang Berkelanjutan, Work shop Asosiasi Profesi “Telaah Kritis Terhadap Peraturan Presi den No. 54 tahun 2008, tentang Penataan Ruang Kawasan JA BODETABEK-BOPUNJUR, IAP-Dept PU, Hotel Borobudur Jakarta
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
27
Quintarina Uniaty
PENELUSURAN PENYEBAB DAN UPAYA PENANGGULANGAN MASALAH BANJIR DI JAKARTA
Silia Yuslim Dosen Arsitektur Lansekap Jurusan Arsitektur Lansekap, FALTL-Usakti Abstract Water is very important for life. The existence of water in the earth should be always kept in balance because there is air cycling. Now, when everything is using modern technology, Jakarta as a big city is facing into a chronic problem related to the availability of water. In rainy season, we are surplus water, which causes flood. Based on the flood in the year of 1996, 2002 and 2007 in Jakarta, there are 2 main factors which caused the flood. First, the natural condition of Jakarta which has declivity position and has passed by 13 rivers with the bad treatment from the communities who live around the rivers. They do not have totality awareness to take care the balanced environment and it makes Jakarta become worst. By doing the integrated concept of zone structuring and totality processing of water resources starting from upper to lower course as one river, one plan and one integrated process with external control mechanism followed by clear action and cooperation between related department also participation from the communities, we hope Jakarta could be free from flood in the future. Key word : The flood, cause, and solution
resapan air yang merupakan salah satu
PENDAHULUAN
tahapan dalam siklus air. Akibatnya, Air memiliki arti penting bagi ke
saat musim hujan, terutama jika curah
hidupan makhluk hidup di bumi.
hujannya besar, terjadilah banjir dan
Siklus air menyebabkan keberadaan air
ketika musim kemarau air bersih sulit
di bumi selalu tersedia. Keberlangsung
diperoleh.
an siklus air secara berkesinambungan
Wilayah Jakarta yang sebagian be
menjaga ketersediaan air di bumi. Na
sar merupakan hutan beton (kedap air)
mun, adanya campur tangan manusia
tidak dapat meresapkan air. Akibatnya,
yang tidak bertanggung jawab dalam
air hujan yang jatuh menjadi aliran per
mengelola lingkungan menyebabkan
mukaan (runoff). Keadaan ini semakin
keberlangsungan siklus air terganggu.
diperparah jika daerah di sekitar Jakar
Pesatnya pembangunan di perkotaan menyebabkan
kota
menjadi
ta, seperti Bogor dan Depok, juga se
hutan
dang hujan deras. Air kiriman dari Bo
beton. Luasan lahan terbangun yang re
gor dan sekitarnya dengan volume air
latif tinggi menghambat terjadinya pe JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
28
Silia Yuslim
mencapai
jutaan
kubik
mengalir
Menurut data BMG (Badan Meteo
melalui beberapa sungai masuk wila
rologi dan Geofisika) curah hujan ter
yah Jakarta. Sistem drainase yang ada
tinggi pada saat banjir tahun 1996 ada
tidak mampu menampung volume air
lah 113 mm dan 210 mm pada tahun
yang menyerbu Jakarta. Keadaan ini ju
2002, sedangkan curah hujan tertinggi
ga disebabkan karena sistem drainase
pada saat Jakarta dilanda banjir awal
yang buruk; masih banyak drainase
Februari 2007 ini mencapai 339 mm,
yang tidak berfungsi. Keberadaan ban
tertinggi sepanjang 10 tahun terakhir.
jir kanal barat dan banjir kanal timur
Banjir siklus lima tahunan sebagai aki
yang sudah dimulai pembangunannya
bat dari curah hujan yang semakin me
juga tidak mampu menampung (Sindo
ningkat dan akibat yang ditimbulkan
Pagi 13 Februari 2007) berakibat banjir
nya dapat di lihat pada tabel 1.
besar tidak tehindarkan.
Tabel 1.Perkembangan Wilayah Terendam Banjir di Jakarta dengan Curah Hujan Kumularif pada Bulan Terjadinya Banjir
No
1.
2.
3.
Waktu
Feb. 1996 : 5 hr terakhit 10 hr terakhir 20 hr terakhir 29 hr terakhir Jan. 2002 5 hr terakhit 10 hr terakhir 20 hr terakhir 29 hr terakhir Feb. 2007 5 hr terakhit 10 hr terakhir 20 hr terakhir 29 hr terakhir
Akibat Bencana Banjir
Curah Hujan/ tahun (mm)
Ketinggian Banjir
Wilayah terendam
40-100 cm
40%
40-120 cm
50%
50-500 cm
70%
221,4 285.7 341.7 442.1
232,9 361.7 572.7 668
327 401.5 427 427
Sumber: BMG : Banjir 2007 Bukan Terbesar, http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2007/02/09/brk
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
29
Silia Yuslim
Dengan intensitas hujan tersebut
ISI
banjir besar melanda Jakarta awal Feb
Penyebab Banjir Di Jakarta
ruari 2007. Banjir ini menenggelam kan hampir 70% kota Jakarta dan kota
Banjir di Jakarta terjadi karena
kota di sekitarnya seperti Bekasi,
kondisi yang tidak seimbang, yaitu
Tangerang, Depok dan Bogor, ter
ketidakseimbangan
genang
beragam
curah hujan yang menyerap ke dalam
ketinggian dari 50 sentimeter sampai 5
tanah dan volume curah hujan yang
meter (Kompas, 9 Februari 2007)
menjadi run-off, volume runoff jauh
dengan wilayah yang meliputi kawasan
lebih besar dibandingkan yang menye
pemukiman, perkantoran, kawasan per
rap
dagangan dan jasa, serta sarana dan pra
penyebab terjadinya kondisi tersebut
sarananya ; Jakarta porak poranda dan
bersifat alamiah dan sebagian lagi
lumpuh total.
merupakan dampak aktifitas manusia,
banjir
dengan
Dengan kata lain, banjir banyak
ke
dalam
antara
tanah.
volume
Sebagian
yang kedua nya saling berhubungan.
mendatangkan kerugian bagi warga
Jakarta berada di bagian utara dari
yang sangat meresahkan warga dan
pulau Jawa dengan kondisi landai dan
pemerintah.
merupakan tempat bermuaranya 13
Banjir besar yang menimpa Ibu kota
sungai. Pulau Jawa yang memiliki ka
Jakarta sebenarnya telah terjadi sejak
rakteristik lahan dengan pegunungan
tahun tahun 1996, awal tahun 2002,
di bagian tengah, memanjang dari
dan awal Februari 2007. Hal tersebut
Timur ke Barat dan landai pada bagian
merupakan permasalahan yang selalu
Selatan dan Utara serta jarak antara
berulang secara periodik, sehingga
puncak gunung menuju ke arah Utara
diperlukan
yang
/Selatan relatif pendek menyebakan air
mendasar untuk menghasilkan suatu
yang mengalir akan cepat sampai ke
pemecahan efektif.
bawah (Budihardjo,1997). Keadaan
upaya
pemikiran
Diharapkan bencana banjir besar
yang cukup curam dengan aliran
yang pernah melanda Jakarta dapat
sungai yang pendek, tingginya curah
dihindari
di
hujan serta solum tanah yang dalam
kurangi. Dengan demikian, kecemasan
tapi tidak stabil, menyebabkan usaha
warga dan pemerintah dapat teratasi.
pertanian di daerah aliran sungai
atau
minimal
dapat
bagian
hulu
berlangsung
secara
ekstensif, tapi tidak mapan. Ini meng JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
30
Silia Yuslim
akibatkan tanah di sekitar aliran sungai
lahan alami untuk meresapkan air
mengalami tingkat erosi yang cukup
hujan telah banyak dirubah menjadi
tinggi, yang menyebabkan pelumpuran
lahan terbangun, diantaranya, menjadi
pada sungai (Puslitbang pengairan,
perumahan, perkantoran, dan mall-
1984). Keberadaan Jakarta yang landai
mall yang kini menjamur di wilayah
dengan ketigabelas sungainya menye
DKI Jakarta.
babkan terjadinya pendangkalan pada
Jika melihat perkembangan pem
hilir sungai akibat dari pelumpuran.
bangunan Jakarta dari tahun ke tahun
Hal tersebut menyebabkan debit air
(1973-2005), terlihat bahwa perkem
yang dapat di tampungnya menjadi
bangan keberadaan ruang terbuka
berkurang, dan akhirnya terjadilah
hijau sebagai daerah alami yang dapat
banjir.
menjalankan fungsi-fungsi ekologis,
Dampak aktifitas manusia yang juga
termasuk hidro-orologis, telah berubah
sangat berperan dalam mengakibatkan
menjadi
terjadinya banjir, salah satunya adalah
kedap air. Dengan luasan wilayah
kebijakan Tata Ruang Kota yang ku
661,62
rang mengakomodasi aspek ekologi.
sebanyak 608,61 km2. Hanya 8,01 %
Peruntukan lahan lebih diutamakan
sisa wilayah Jakarta tidak tertutup
untuk kegiatan yang bernilai ekonomi
bangunan. (Kompas, 9 Februari)
kawasan
km2,
terbangun
lahan
yang
terbangun
peruntukan,
Menurut Walhi, luas ruang terbuka
kawasan komersial, jasa, & CBD, ka
hijau kota Jakarta secara keseluruhan
wasan real-estate, kawasan perkantoran
cenderung menurun dari tahun ke
dan kawasan industri.
tahun dan dapat terlihat pada tabel 2.
dan
produktif,
seperti
Ruang terbuka hijau seperti taman-
Ber dasarkan RTRW, target RTH di
taman, jalur hijau dan kawasan alami
Jakarta di tahun 2010 adalah 13,94%
dianggap tidak produktif dan tidak
(Kom pas, 21 April 2007). Padahal
bernilai ekonomi menjadi terabaikan.
luas minimal RTH Kota yang telah
Kebijakan ekonomi sering melupakan
disepakati
pertimbangan
Johannesburg (Rio+10) adalah 30%
ekologi,
sehingga
dalam
KTT
Bumi
di
dari luas kota.
banyak ruang terbuka hijau beralih fungsi. Banjir merupakan hal berhubungan dengan siklus hidrologi. Keberadaan ruang terbuka hijau sebagai lahanJAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
31
Silia Yuslim
Tabel 2. Kondisi Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Keberadaan Tata Ruang Jakarta Lahan Terbangun (%) RTH (%)
No
Tahun
1.
1985
71,24
28,76
2.
1995
75,12
24,88
3.
2005
80,62
9,38
Sumber : Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) tahun 2007
Pranata untuk pengendalian pem
“tempat parkir air” sementara yang se
bangunan yang belum kuat, menyebab
makin berkurang menyebabkan air
kan fungsi-fungsi metropolitan me
mencari tempat lain untuk “parkir”
lakukan ‘invasi’ ke daerah sekitarnya
yang celakanya merupakan hunian,
untuk memenuhi berbagai kepentingan.
jalan atau tempat bisnis.
Tata ruang yang terjadi merupakan
Akibat adanya kebutuhan air yang
suatu gambaran yang murni dari ke
cukup tinggi, menyebabkan terjadinya
kuatan sosial dan ekonomi yang me
pemakaian air tanah yang berlebihan di
nentukan tata ruang atas kepentingan
Jakarta. Menurut Salim(1990), terdapat
masing-masing, yang sering disertai de
lebih dari 2500 buah sumur bor yang
ngan benturan-benturan (Poerbo, 1989)
memompa sebanyak 3,1 m per-detik
Adanya pembangunan pada area di
air dari lapisan tanah tertekan yang
sepanjang pantai yang memanfaatkan
berada antara 40-250 m. Selain itu, air
hutan bakau menjadi vila, restoran dan
tanah dangkal yang terdapat pada
hotel, serta menjadi suatu pemukiman
kedalaman kurang dari 40 m juga telah
dengan segala fasilitasnya, seperti sa
banyak dimanfaatkan untuk mencukupi
lah satu contohnya Pantai Indah Kapuk
kebutuhan air penduduk setempat, de
yang mengakibatkan berkurangnya da
ngan jumlah yang di taksir 3,6 m per
ya retensi air (tempat penampungan air
detik. Dari hasil penelitian diketahui
sebelum ke laut), menyebabkan be
bahwa potensi air di Jakarta memiliki
ralihnya fungsi kawasan pesisir dan ter
debit air aman yakni banyaknya air
ancam punahnya ekosistem pesisir. Hal
yang diperkenankan untuk diambil
ini menambah buruk keadaan, karena
tanpa
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
32
menimbulkan
dampak
yang
Silia Yuslim
merugikan adalah di bawah 3,6 m per
sungai, pelumpuran dan pendangkalan
detik.
di bagian hilir menimbulkan banjir
Keadaan
ini
menyebabkan
(Hehanussa, 1980):
(Salim, 1990).
• Terjadinya penyusupan air laut pada
Menurut Notohadiprawiro (1989),
lapisan tanah akifer yang terdapat di
air erat hubungannya dengan konser
kedalaman kurang dari 100 m
vasi dan pembangunan sumber daya
• Terjadinya penurunan muka tanah,
hutan. Ketika hujan turun, air akan ter
karena pada lapisan akifer yang ter
tahan oleh akar-akar pohon, menyubur
dapat pada kedalaman 100-250 m
kan hutan dan melindungi tanahnya
penyusupan air laut tidak terjadi,
dari erosi. Rusaknya lahan konservasi
sehingga menyebabkan berkurang
yang merupakan daerah resapan air
nya tekanan pada lapisan tersebut
karena pesatnya pembangunan, seperti
yang diikuti oleh pemampatan
yang terjadi di bagian hulu DAS
Hal tersebut tidak dapat diabaikan.
sungai Ciliwung yaitu daerah Puncak,
Keamblesan yang sebenarnya merupa
menyebabkan ke seimbangan ekologis
kan peristiwa alamiah menjadi di
terganggu atau mengakibatkan banjir
percepat dengan adanya kenyataan
dan longsor. Hal ini diperburuk oleh
terlalu banyaknya pemakaian air tanah
adanya pembuangan limbah industri
sementara laju peresapan air kedalam
dan limbah rumah tangga ke sungai.
tanah banyak berkurang sebagai efek
Akibatnya, daerah hilir akan mendapat
dari pembangunan. (Kompas, 19 April
efek akumulatif berupa sedimen, sam
1996). Keamblesan ini lebih lanjut
pah dan polusi. Pada waktu debit air
menyebabkan letak Jakarta semakin
besar, pendangkalan yang telah terjadi
rendah terhadap permukaan air sungai
secara alamiah akibat keberadaan kota
dan laut, akibatnya bahaya banjir men
Jakarta dan didukung oleh ulah masya
jadi semakin tinggi.
rakat yang tidak bertanggung jawab semakin memperburuk keadaan se
Dampak perbuatan manusia yang
hingga banjir tidak terhindarkan lagi.
lain dan juga sangat berperan dalam mengakibatkan terjadinya banjir adalah
Kenyataan lain adalah banjir di
pengambilan pasir dan batu dari alur
Jakarta juga disebabkan karena belum
sungai dengan menggunakan alat-alat
adanya sistem jaringan yang memadai.
berat,
di
Jaringan tersebut meliputi jalan, drai
sepanjang alur. Akibatnya kikisan arus
nase, maupun pembuangan air limbah.
menimbulkan
kerusakan
Menurut JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
33
hasil
penelitian
Pusat
Silia Yuslim
Penelitian Pengem bangan Wilayah
sebutan upaya penanggulangan jangka
dan Kota (P3WK) ITB, perbandingan
pendek serta upaya penanggulangan
perkembangan kota dengan sistem
jangka panjang.
jaringan yang ada tidak seimbang. Untuk
ukuran
kota
besar
Upaya
penanggulangan
jangka
seperti
pendek. pertama adalah dengan mem
Jakarta, sistem jaringan jalan, drai
perdalam dan memperlebar muara-mu
nase, maupun air limbah seharusnya
ara sungai yang ada serta mengeruk su
mencapai 20 %, tapi sekarang sistem ja
ngai/waduk, membuat atau memper
ringan yang dimiliki Jakarta hanya 5 %
tinggi tanggul dan memperbaiki pintu
(Republika, 12 Februari 1996).
air yang ada. Hasil kerukan tersebut
Hal lain yang juga harus diper
dapat dimanfaatkan dalam program re
timbangkan adalah dampak dari pema
klamasi, seperti yang pernah dikemuka
nasan global yang menyebabkan terjadi
kan oleh Presiden. (Kompas, 15 Febru
nya perubahan iklim, antara lain tidak
ari 1996). Upaya ini sebagian besar te
menentunya musim kemarau dan peng
lah dilakukan, tapi ternyata laju penge
hujan, perubahan curah hujan dan me
rukan lebih rendah daripada laju pen
ningkatnya intensitas badai. Di Asia
dangkalan, sehingga dilakukanlah pe
Tengara peningkatan curah hujan yang
ninggian tanggul. Akibatnya Jakarta se
tinggi telah terjadi. (Kompas, 14 Febru
makin berada dibawah sungai dan
ari 1996). Pengaruhnya telah dialami
bahayanya telah dirasakan bersama pa
Jakarta dan mengakibatkan banjir yang
da saat banjir yang terjadi di awal ta
lebih dahsyat pada awal tahun 2007.
hun 2007 ini, di mana hampir seluruh
Kondisi Jakarta dengan berumpuk per
wilayah kota Jakarta tergenang air
masalahan, menjadikan Jakarta tak ter
dengan kedalaman lebih dari satu me
elakan dari bencana banjir yang mulai
ter untuk beberapa hari lamanya. Upa
menjadi tardisi.
ya lain yang dapat dilakukan adalah pembangunan Banjir Kanal Timur.
Upaya
Penanggulangan
Pembangunan dapat dipercepat agar se
Bencana
gera berfungsi menampung dan mem
Banjir Dalam rangka mengantisipasi ben
percepat aliran air menuju ke laut, di
cana banjir khususnya di Kota Jakarta,
samping dilakukan perbaikan jaringan
ada beberapa upaya penanggulangan
drainase disertai pengawasan pemeliha
yang dapat dilakukan; yang langsung
raannya.
dapat dikerjakan dan dikenal dengan JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
34
Silia Yuslim
Sebagai upaya penanggulangan jang
sanakannya; sehingga pembuatan su
ka pendek yang kedua adalah mewajib
mur resapan tidak hanya ada secara
kan setiap bangunan rumah tangga me
tergambar di IMB tetapi dilaksanakan
miliki sumur resapan. Ketentuan ini
dengan baik. Untuk itu, perlu adanya
harus dimasukkan kedalam persyaratan
informasi mengenai keuntungan dan
IMB yang akan dikeluarkan. Adapun
arti penting keberadaan sumur resapan
sumur resapan ialah suatu sistem
bagi mereka dan lingkungan.
resapan buatan yang dapat menampung
Disamping itu, sebagai alternatif
air hujan, baik dari permukaan tanah
jangka pendek lainnya pemerintah juga
maupun air hujan yang disalurkan
mengharapkan partisipasi masyarakat
melalui atap bangunan. Fungsi sumur
dalam menjaga keutuhan lingkungan
resapan tersebut, sebagai wadah untuk
sekitarnya maupun dalam menjaga
menahan air hujan dalam waktu yang
kebersihan lingkungan. Wujudnya da
cukup lama, sehingga laju infiltrasi
pat berupa kerja bakti dari warga misal
dapat ditingkatkan. Dengan laju infil
nya membersihkan selokan dari sum
trasi tinggi tidak hanya akan me
batan sampah yang dilaksanakan seca
ningkatkan jumlah air tanah yang ter
ra gotong-royong maupun pembentuk
simpan di dalam tanah, tapi juga
an kesadaran masing-masing warga
mengurangi besarnya resiko banjir dan
akan pentingnya lingkungan
erosi yang diakibatkan oleh ‘run-off ‘
Pembangunann kesadaran ini dapat di
(Hakim,1986). Bentuknya dapat beru
lakukan dalam bentuk penyuluhan, per
pa sumur, kolam dengan resapan, salur
aturan setempat
an resapan dan sejenisnya. Menurut
displin dan tegas.
bersih.
dilaksanakan secara
BBLH (1994), pembangunan sumur
Untuk upaya penanggulangan ben
resapan rumah tangga, antara lain juga
cana banjir jangka panjang dapat di
untuk mengatasi masalah ketidakseim
lakukan dengan mulai melaksanakan
bangan antara penggunaan air tanah
pembenahan terhadap penataan ruang
dan masuknya air hujan kedalam tanah
secara terpadu antar kota terkait seba
di kota-kota besar seperti kota Jakarta
gai suatu kesatuan ekosistem. Dalam
khususnya, dan di pesisir pulau Jawa
penataan ruang, berbagai jenis ruang
pada umumnya.
terbuka hijau dengan berbagai fungsi
Dalam memasyarakatkan peraturan
dan manfaatnya, harus diintegrasikan
ini, pemerintah sangat mengharapkan
dengan rencana tata ruang kota, tata
kesadaran masyarakat untuk melak
ruang wilayah dan rencana tata ruang
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
35
Silia Yuslim
regional sebagai satu kesatuan sistem
Kebijakan tata ruang yang ditujukan
(Regional Park System). Dengan demi
untuk peningkatan kualitas hidup dan
kian akan tampak jelas keterkaitan
kesejahteraan masyarakat juga tidak
antara kota dengan wilayah yang lebih
terlepas dari pandangan terhadap pro
luas disekitarnya (hinterland). Dengan
ses-proses alam sebagai nilai (value),
demikian pendekatan tata ruang berwa
karena setiap lahan mempunyai nilai
wasan lingkungan dan berkelanjutan
intrinsiknya masing-masing. Daerah
seharusnya tidak didasarkan batas-ba
cekungan yang selalu tergenang air le
tas administratif suatu daerah tetapi
bih cocok untuk situ atau danau yang
didasarkan pada batas-batas ekologis.
berfungsi untuk retensi air dan dapat
Inilah yang disebut “tata ruang yang
digunakan untuk area rekreasi. Daerah
berbasis ekosistem” (Ismaun, 2006).
dengan jenis tanah dengan berper
Wilayah DKI Jakarta yang secara fi
meabilitas tinggi, sesuai untuk daerah
sik berada di cekungan artois Jakarta
hijau, karena dapat meresapkan air
dialiri 13 sungai yang berhulu di
hujan secara optimum untuk mengisi
wilayah Bogor Jawa Barat; secara
air tanah. Keadaan ini juga dapat
ekologis merupakan satu kesatuan sis
ditingkatkan dengan mengoptimalkan
tem daerah aliran sungai. Oleh sebab
keberadaan ruang terbuka hijau, me
itu, penataan ruang daerah hulu yang
lalui penataan dengan penerapan kom
merupakan kewenangan pemerintah da
posisi tanaman secara berstrata. Ini
erah Bogor, Jawa Barat harus dapat
dimaksudkan agar kondisi ruang ter
terintegrasi dengan penataan ruang
buka hijau yang ada di Jakarta, yang
wilayah DKI Jakar ta (RTRW 2010),
luasnya masih jauh dari luas ruang
sehingga dapat dihasilkan suatu keten
terbuka yang diharapkan, yaitu 30%
tuan ratio taman yang diperuntukan
dari luas DKI Jakarta, dapat berfungsi
bagi lahan hijau dan ratio pembangun
secara optimal. Dengan demikian, pro
an yang harus dipatuhi bersama (Kom
ses inflitrasi air dapat dilakukan secara
pas, 11 Februari 2007). Dengan adanya
optimal dan run-off dapat dikurangi.
koordinasi dan pengawasan terhadap
Salah satu konsep pembangunan
kebijakan tata ruang antar wilayah se
lingkungan binaan yang berwawasan
cara terpadu diharapkan dapat membe
lingkungan dan berkelanjutan adalah
rikan manfaat bagi masing-masing
dengan “Pendekatan PCD”(PCD-App
daerah.
roach)-(Simonds,1994).
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
36
Silia Yuslim
Pendekatan ini perlu dilakukan baik
ngani secara serius. Beberapa upaya
dalam skala regional/wilayah, skala
penanggulangan banjir yang diungkap
lokal/ kota, maupun skala tapak, kare
kan berikut jangka waktu pelaksanaan,
na dalam sistem ekologi wilayah
selain membutuhkan biaya yang cukup
maupun lokal saling berkait memben
tinggi juga membutuhkan adanya koor
tuk suatu ekosistem. Pada pendekatan
dinasi secara terpadu antar lembaga
ini, menurut Ismaun, 2006, perlu suatu
terkait. Melalui penerapan konsep pe
suatu studi yang mendalam (landscape
ngembangan penataan wilayah secara
assessment) terhadap kawasan yang
terpadu dan pengelolaan sumber daya
harus dilindungi (Preservation), kawas
air secara utuh mulai dari hulu sampai
an yang harus di konservasi (Conser
ke hilir sebagai satu sungai, satu
vation) dan kawasan yang boleh di
rencana dan satu pengeloaan terpadu
bangun (potential Development); me
dengan mekanisme ‘external control’
lalui penetapan daerah atau kawasan
yang disertai dengan tindakan tegas,
agar dapat menjalankan fungsi-fungsi
dan kerjasama antar instansi terkait
ekologis, dan diharapkan dapat terca
dengan masyarakat, pelaksanaan upaya
pai keseimbangan lingkungan. Dengan
penanggulangan
demikian, wilayah-wilayah yang secara
dapat memberikan manfaat secara
geografis menjadi satu kesatuan eko
nyata bagi masyarakat luas, sehingga
logi diintegrasikan dalam satu kebija
kerja keras dan biaya yang dikeluarkan
kan tata ruang terpadu, untuk memini
tidak
malkan dampak yang melanda Jakarta
masyarakat kota Jakarta tidak perlu
maupun
mengalami penderitaan yang lebih
daerah
lainnya
dan
menghindari bencana alam seperti
sia-sia.
banjir
Dengan
diharapkan
demikian
parah lagi.
banjir. DAFTAR PUSTAKA Biro Bina Lingkungan Hidup. Program
PENUTUP Berdasarkan
kenyataan
bahwa
Sumur Resapan Sebagai Upaya
Jakarta masih dilanda banjir yang
Penegasan Defisit Air Tanah.
cukup besar pada awal tahun 2007 ini,
BBLH : 1994.
maka permasalahan kompleks yang dihadapi
sekarang
dalam
BMG : Banjir 2007 Bukan Terbesar,
mengan
dalam
tisipasi bencana banjir di Jakarta, men
http://www.tempointeraktif.com/
jadi bertambah berat dan harus dita
hg/nasional/2007/02/09/brk
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
37
Silia Yuslim
Budihardjo, Eko. Arsitektur, pemba
Notohadiprawiro, Tejoyuwono. Tanah
ngunan dan konservasi. Jakarta,
dan Lingkungan. Dikti. Dep.
Djembatan, 1997.
Pendidikan dan Kebudayaan :
Hakim, Nurhajati, dkk. Dasar-dasar
1989.
Ilmu Tanah. Lampung, Badan Pe
Poerbo, Hassan. Lingkungan Binaan
nerbit Unila L : 1986. Hehanussa.
Pengaruh
untuk Rakyat. Jakarta, Djem Kedudukan
batan. 1989. Puslitbang Pengairan. Monitoring Sedi
Muka Hidrostatika terhadap Pen yusupan Air Laut ke dalam Ce
mentasi
kungan Artois Jakarta. Ban dung,
sungai di Pulau Jawa dan Bali.
Riset LIPI :1980
Laporan
Har/Inn. Daerah Hulu segera diper
Teknik
Sungai-
No.170/LA-
Presiden:“Kembalikan
Ito. Jakarta Dilanda Banjir Lebih
Daerah
Puncak” Kompas, 15 Februari
Hebat Lagi. Republika, 12 Feb
1996.
ruari 1996.
Salim, Emil. Kualitas Lingkungan di
Ism. Drainase Harus Terintegrasi.
Indonesia.
Sindo Pagi, 13 Februari 2007. Iwan.
erosi
14/1984. Jakarta : 1984 Rie.
baiki. Kompas, 11 Februari 2007.
Ismaun,
dan
“Pendekatan
Kantor
Menteri
Negara Kependudukan dan Ling
PCD
kungan Hidup. Jakarta : 1990. Simonds,
dalam Sistem Ruang Terbuka
John
Ormsbee.
Garden
Hijau Metropolitan”, dalam Se
Cities 21 Creating a Livable Ur
minar Peluang dan Tantangan
ban Environment. McGraw-Hill
Pengelolaan Megalopolis dalam
Company. 1994
Perspektif
Publik.
FALTL-
Soemarwoto, Otta. Banjir Jakarta.
Usakti, 11 Juli 2006. Ksp.
Warga
Jakarta
Membuat
Kom pas, 14 Februari 1996. Diwajibkan
Sumur
Syukri,
Resapan.
M.Effendy.
Air,
Hutan
dan
Wilayah Pesisir. Kompas 19
Kompas, 19 April 1996. Manan,
Ahmad.
April 1996.
Klimatologi
Utami, Ruth Hesti. Ruang Terbuka
Pertanian Dasar. Bagian Klima
Hijau Tersingkir, Jakarta pun
tologi,
Banjir. Kompas, 21 April 2007
Dep.Ilmu
Pengetahuan
Alam, Fakultas Petanian-IPB :
Walhi. Forum Pembaca Kompas :
1980.
Banjir Ja karta 2007. Kompas, 9 Februari 2007
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
38
Silia Yuslim
PENANGGULANGAN LAHAN PASCA PEKERJAAN ENGINEERING: LANDASAN KONSEPTUAL RENCANA DAN RANCANGAN LANSEKAP
I.B. Rabindra, Arri Gunarsa, Ahmad S. Hamzah Lembaga Bina Lansekap dan Lingkungan Universitas Trisakti
Abstract The collide between engineering developers and environmental developers has been a dillema for a long time. Environmentalists protest on the developing of roads across forest area or conservation area due to their lack of respect on environmental aspects. Environment became the victims of concrete structures and asphalt construction cross along the line, consume the areas and green hills existed. Those actions cause new threats on the area; like erosion and landslide, while the preventive actions haven’t done yet. Sad as it is, but it happen as a fact. Everyone did nothing but watching while it happen, but if we willing to be wiser as the actors of the development itself, this issue can be prevented before the development concept was proposed. Researches on environmental impact need to be done earlier so that the development concepts will refer to environmental and sustainable principles instead of environmental destruction concepts. “Natural and Engineering in Harmony” is something that we should establish , without having to give a higher value on one of them, but more on giving the ideal value to both. So that the harmony of nature and engineering can be accomplished and each aspect could give more positive values to the natural and sustainable development. Keywords: rehabilitation, sustainable development, succession, green construction
PENDAHULUAN Perilaku pembangunan yang di Seiring dengan strategi dan ke
lakukan secara sadar oleh manusia se
bijakan Pembangunan Berkelanjutan
bagai pelaku pembangunan seringkali
yang berwawasan lingkungan, maka
tidak mengindahkan sisi-sisi ataupun
disadari bahwa setiap pembangunan
aspek-aspek ekologis. Secara sadar tin
yang ada dituntut untuk lebih memiliki
dakan-tindakan ini mereka lakukan de
konsep-konsep yang mengedepankan
mi kepentingan ekonomi semata. Ke
sisi ekologis. Issue dunia mengenai
pentingan lingkungan seringkali tera
“Global Warming” mungkin merupa
baikan akibat pemahaman-pemahaman
kan tindakan manusia yang mulai sadar
yang salah dan sempit dalam meng
terhadap bahaya yang akan ditimbul
artikan hubungan pembangunan ekono
kan terhadap dirinya dan lingkungan
mi dan lingkungan. Sebagian besar
hidupnya.
menggangap
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
39
bahwa
pembangunan
I.B. Rabindra, Arri Gunarsa, Ahmad S.Hamzah
identik
dengan
perusakan
lahan,
terhadap lingkungan hidup, sehingga
mempertahankan
lingku
konsep pembangunan yang mengacu
ngan identik dengan tidak adanya
pada prinsip-prinsip berwawasan ling
pembangunan yang nyata.
kungan dan berkelanjutan-lah yang di
sebaliknya
Hal ini menjadi suatu dilema ber kepanjangan, sebagai contoh adalah
hasilkan, bukan konsep perusakan ling kungan yang muncul.
pelaku pembangunan di bidang engin
Telah banyak terdapat terori-teori
eering yang berbenturan dengan pelaku
dan konsep engineering penuh dengan
pembangunan di bidanglingkungan.
contoh-contoh praktis ataupun kasus
Pembangunan Jalan yang melewati
mengenai
bagaimana
memperta
Kawasan Hutan ataupun Kawasan
hankan dan menanggulagi lahan pasca
Konservasi sebagai satu contoh kasus,
pekerjaan engineering dan banyak pula
seringkali mendapat banyak protes
riset akademis yang relevan dalam
karena pembangunan tersebut dinilai
pengoperasian konsep tersebut.
tidak mengindahkan aspek lingkungan.
Dibawah ini dikemukakan sebuah
Lingkungan akan menjadi korban oleh
hasil studi yang bertujuan untuk mem
terbangunnya
dan
buat beberapa kontribusi pada rencana
asphalt yang melintas sepanjang jalur,
lansekap yang konseptual. Pertama
memakan lahan-lahan dan bukit-bukit
studi ini mencoba untuk menyediakan
hijau yang ada. Bahaya-bahaya baru
ulasan awal dari hasil temuan dan
akan timbul seperti erosi dan lo ngsor,
analisa kedalam suatu rumusan yang
sementara
pence
mencakup pola, sistem dan konsepsi
gahan belum juga usai dilaksana kan.
lansekap yang tepat dan efektif dalam
Memang menyedihkan tetapi ini sudah
bentuk definisi dan karakteristik. Ke
ada yang terjadi, saat ini semua nya
dua, studi ini mencoba untuk meng
bisa hanya menyaksikan,
dan bila
optimalkan konsep perbaikan pada bu
mana kita mau lebih bijaksana sebagai
kaan-bukaan lahan dari dampak pemba
pelaku pembangunan, seharusnya per
ngunan struktur-struktur jalan dan jem
masalahan ini sebelumnya dapat dianu
batan melalui penyediaan media untuk
lir, disaat konsep pembangunan jalan
percepatan suksesi vegetasi.
struktur
beton
tindakan-tindakan
ini akan diajukan Sebaiknya pelaku
Ketiga, studi ini mencoba untuk
pembangunan terlebih dahulu meng
menyusun arahan konseptual Rencana
adakan
dan Panduan Rancangan Lansekap
kajian-kajian
yang
dalam
mengenai dampak yang akan timbul JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
40
Koridor jalan. I.B. Rabindra, Arri Gunarsa, Ahmad S.Hamzah
Natural and Engineering in Harmony
bung; Jembatan Kelok 9 yang tengah dibangun saat ini akan sangat penting
Pendekatan
Natural
and
Engi
untuk kelancaran jalur distribusi ekono
neering in Harmony, merupakan sebu
mi pada kedua wilayah tersebut seba
ah konsep dasar yang perlu dikaji dan
gai salah satu contoh keberhasilan
dipelajari lebih dalam. Alam dan engi
yang telah dihasilkan oleh pelaku pem
neering merupakan suatu keharmoni
bangunan bangsa ini.
san yang harus kita bina tanpa kita
Secara Arsitektur dan Engineering
harus memberikan nilai yang mana le
Jembatan ini merupakan suatu maha
bih tinggi dari keduanya, tetapi bagai
karya spektakuler anak bangsa yang
mana kita memberikan nilai yang ideal
manakjubkan,
terhadap keduanya, sehingga keharmo
mengalahkan karya sebelumnya yaitu
nisan keduanya dapat berjalan dan
jalan kelok 9 yang dibangun oleh Peme
masing-masing aspek tersebut dapat
rintah Kolonial Belanda tahun 1932.
memberikan nilai tambah yang positif
Dari segi engineering dan Arsitekutral
terhadap konsep pembangunan berwa
keberadaan jembatan ini mungkin akan
wasan lingkungan dan berkelanjutan.
menjadi suatu icon baru, dari segi trans
mungkin
saja
akan
Dalam kasus Sumatera Barat–Riau,
portasi dan ekonomi keberadaan jemba
tuntutan akan kelancaran jalur distri
tan kelok 9 ini akan sangat membantu
busi ekonomi di wilayah-wilayah stra
kelancaran jalur distribusi ekonomi di
tegis seperti halnya jalur ekonomi
kedua wilayah tersebut. Sedangkan da
menjadi sangatlah penting. Jalur trans
ri segi lingkungan, pembangunan jem
portasi darat menjadi jantung dari
batan kelok 9 ini akan menjadi tolok
keberhasilan suatu pembangunan wila
ukur keberhasilan pelaku pembangun
yah dan kota, dimana dalam studi ini
an dalam mengharmonisasikan alam
wilayah Sumatera Barat sebagai Pro
dan engineering. Keberadaan jembatan
dusen, sedangkan wilayah Provinsi
yang tepat berada pada kawasan suaka
Riau sebagai konsumen produk-produk
alam
Agro-Pertanian Tanaman Pangan. Sela
yek tersebut harus sangatlah hati-hati,
yaknya jalur-jalur transportasi ekonomi
bila terjadi kesalahan akan berakibat
ini harus selalu diperbarui mengikuti
sangat fatal terhadap lingkungan.
tingkat perkembangan dan kebutuhan
menjadikan pembangunan pro
Pendekatan
Natural
and
Engi
ekonomi di kedua wilayah tersebut,
neering in Harmony merupakan landa
sehingga keberadaan jalur penghu
san konseptual lansekap yang perlu di
41
I.B. Rabindra, Arri Gunarsa, Ahmad S.Hamzah
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
ajukan dalam penanggulangan dan per
itu perlu diambil langkah-langkah yang
baikan lahan pasca pekerjaan enji
tepat sehingga kondisi lahan yang
nering guna mempertahankan lingku
kritis tersebut dapat segera diperbaiki
ngan kawasan konservasi alam ter
dan teratasi secara fungsi maupun
sebut.
visual. Langkah-langkah ataupun ta hap-tahapan tersebut berupa kerangka konseptual rencana dan panduan ra
Perbaikan Lahan Perbaikan terhadap bukaan-bukaan
ncangan. Tetapi hal yang perlu disepa
lahan dari dampak pembangunan struk
kati sebelum masuk kedalam tahapan-
tur konstruksi jembatan kelok 9 men
tahapan
jadi sangat penting karena keberadaan
adanya pemahaman-pemahaman me
proyek ini di dalam bagian kawasan
ngenai
konservasi suaka alam Air Putih.
pergertian yang berhubungan erat deng
tersebut
teori-teori
hendaknya
dan
perlu
pergertian-
Perbaikan lahan ini diupayakan
an perbaikan lahan. Sehingga kerangka
semaksimal mungkin agar keaslian dan
perbaikan lahan yang akan diajukan
fungsi kawasan konservasi tetap terja
semaksimal mungkin dapat dihasilkan
ga. Upaya-upaya perbaikan yang te
secara tepat dan nyata (layak kerap).
ngah dilakukan antara lain dengan pe ningkatan kualitas visual, perbaikan te bing-tebing lereng/lahan dan perbaikan vegetasi pada bukaan-bukaan lahan. Permasalahannya adalah bagaimana mengembalikan lahan yang sudah ru sak akibat suatu kegiatan pembangun an fisik struktur kontstruksi kepada ben tukan aslinya sangatlah sulit yang me merlukan waktu cukup lama. Apalagi kerusakan lahan tersebut memiliki ting kat kerusakan kritis dan berada pada kawasan konservasi.
Gambar 1. Suasana Lahan saat pembangunan konstruksi jembatan kelok – 9. Terlihat lahanlahan yang rusak dan kritis Sumber : Hasil Survey Lapangan,2008
Peningkatan Visual Menurut Zainuddin Noor (1997), kualitas visual merupakan persepsi se
Kondisi lahan yang berbukit yang memiliki tingkat kemiringan lereng yang curam (>40%) akan sangat men
seorang terhadap suatu rangsangan ya ng dilihatnya berdasarkan interaksi ma ta dan emosional serta intelegensia dan
yulitkan dalam proses perbaikan, untuk JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
42
I.B. Rabindra, Arri Gunarsa, Ahmad S.Hamzah
skemata yang dimilikinya, sehingga
bukaan-bukaan lahan berupa pemang
manusia dapat menetapkan/menilai vi
kasan tebing lereng yang terjadi; secara
sual tersebut baik atau buruk. Terdapat
pandangan (Visual) ketika orang melin
perbedaan dalam pandangan visual dari
tas didaerah ini akan sangat meng
masing-masing
manusia,
gangu. Kesan ektrim dari bukaan le
sehingga hal yang dilihat dan di
reng tersebut dengan kemiringan le
usulkan dalam perbaikan visual adalah
reng > 90% akan sangat menggangu
kepada satuan visual yang normatif
pandangan, menjadikan orang berfikir
dalam
bahwa lereng-lereng tersebut akan run
halnya
setiap orang
individu
pandangan. menikmati
Seperti suatu
tuh menimpanya.
panorama alam pedesaan, dimana hal
Hal yang penting dalam pena
utama yang akan diingat setiap orang
nganan kualitas visual adalah bagai
adalah hamparan padi yang hijau di
mana terciptanya serial visual dan
sawah.
gerak (serial vision and motion) harus
Dalam konteks koridor Kelok – 9,
direncanakan dan dirancang sebagai
rangsangan yang diterima sangatlah
suatu rangkaian panorama dari satu
variatif akibat pergerakan dan beragam
titik ke titik lainya. Sejalan dengan hal
objek dalam satuan waktu yang ter
tersebut, maka pengembangan koridor
batas. Namun obyek-obyek dominan
jalan; khususnya daerah tepian jalan
saja yang akan tertangkap dan mem
perlu dirancang secara rinci sama
bentuk kesan yang kuat, sedangkan
seperti segi-segi jalan raya umumnya.
Gambar 2. Implementasi Rancangan Lansekap Koridor Kelok – 9 Sumber : Hasil Rancangan, 2008 JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
43
I.B. Rabindra, Arri Gunarsa, Ahmad S.Hamzah
Pertimbangan akan suatu keindah
tahanan sedikit lebih besar daripada
an mutlak menjadi perhatian, dan un
gaya-gaya yang menyebabkan lereng
tuk kepentingan tersebut seringkali per
menjadi tidak stabil, serta kemungki
lu melakukan pengorbanan biaya dan
nan untuk terjadi keruntuhan lereng
jarak tempuh untuk memperolehnya.
pada suatu waktu apabila gaya-gaya yang menyebabkan terjadinya long
Perbaikan Tebing-tebing kritis pada
soran mencapai suatu nilai tertentu. • Tidak stabil; lereng dinyatakan ber
Lereng Menurut Abramson, L.W., Lee, T.S., Sharma, S., and Boyce, G.M.,
ada dalam kondisi tidak stabil apabila terdapat pergerakan secara kontinu.
(1996); kestabilan lahan berlereng ber
Pembagian ketiga tahapan kondisi
variasi sepanjang waktu. Hal ini dise
kestabilan tersebut sangat berguna da
babkan antara lain karena adanya mu
lam mempelajari penyebab-penyebab
sim hujan dan kering sehingga terdapat
ketidakstabilan lereng dan membagi
perubahan musiman dari permukaan
nya menjadi 2(dua) berdasarkan fungsi
air tanah atau terjadi perubahan keku
nya yaitu :
atan geser material yang diakibatkan
• Faktor-faktor penyebab pendahuluan
proses pelapukan. Penurunan kestabi
yaitu faktor-faktor yang dapat me
lan lereng dapat juga terjadi secara dras
nyebabkan lereng menjadi rentan ter
tis apabila terjadi perubahan yang tiba-
hadap longsoran sehingga merubah
tiba, seperti hujan lebat dengan inten
kondisi kestabilan lereng dari aman
sitas yang tinggi, erosi pada lereng atau
menjadi cukup aman.
pembebanan pada permukaan lereng.
• Faktor-faktor pemicu longsoran yaitu
Kondisi kestabilan lereng berda
faktor-faktor yang memicu sehingga
sarkan tahapannya dapat dibagi men
terjadi pergerakan pada lereng atau
jadi tiga, yaitu :
lereng mengalami longsoran. Faktor
• Sangat stabil; pada tahap ini lereng
pemicu akan menurunkan kestabilan
mempunyai tahanan yang cukup be
lereng dari cukup aman menjadi
sar untuk mengatasi gaya-gaya yang
tidak stabil.
menyebabkan lereng menjadi tidak
Hal yang penting dalam pena nganan perbaikan tebing-tebing yang
stabil. • Cukup stabil; pada kondisi lereng-
terbuka pada lereng adalah bagaimana
lereng yang mempunyai kekuatan
mengetahui kestabilan lereng, sehingga perbaikan yang diusulkan merupakan
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
44
I.B. Rabindra, Arri Gunarsa, Ahmad S.Hamzah
suatu kerangka konseptual yang tepat,
dan terwujudlah sebuah cedimentary
dimana lahan-lahan tersebut akan tetap
rock.
stabil, dan bahaya-bahaya erosi permu kaan dan longsor dapat diminimalkan serta penanganan terhadap bukaanbukaan lahan tersebut cepat dilakukan. Pergerakan formasi bebatuan alam akibat
gravitasi
tidak
selalu
ber
langsung secara tiba-tiba. Pergerakan batuan tersebut terkadang hanya ber langsung sebesar satu atau dua centi meter pertahun. Pergeseran gerakan
Gambar 3. Rekomendasi rekayasa tebing dan lereng dengan terasering Sumber : Abramson, L.W., Lee, T.S., Sharma, S., and Boyce, G.M., (1996);
Perbaikan Vegetasi
dari formasi bebatuan atau lapisan ta nah yang terlepas biasa disebut creep.
Vegetasi secara fungsional dapat di
Indikasi terjadinya gerakan pergeseran
rekomendasikan sebagai pelapis muka
tersebut dapat diamati dari perubahan
lahan gundul akibat dari bukaan lahan
tata letak elemen-elemen yang berada
yang ditimbulkan, baik itu sebagai sua
diatasnya.
tu cara bagi kepentingan teknis dalam
Wujud pembatas yang memisahkan
menjaga kestabilan lahan, ekologi ling
lapisan bebatuan yang lebih muda dari
kungan maupun penampilan visual
lapisan yang lebih tua meng ekspose
yang dapat diberikan oleh tanaman.
gejala erosi, gejala ini sering dikenal denga sebutan unconformity.
Tanaman pada dasarnya terbagi atas beberapa kelompok besar, yaitu pohon,
Sebuah lapisan sedimen biasanya
semak
dan
perdu
serta
tanaman
terlapisi oleh lapisan terbaru, partikel
penutup tanah dan rumput (ground
partikel saling menekan akibat be
cover). Secara fungsi vegetasi, strata ta
ratnya beban yang ada diatasnya, ter
naman paling bawah yang akan banyak
kadang lapisan mineral seperti quarst
berfungsi sebagai dasar perbaikan vege
atau calcite, mengisi rongga-rongga
tasi dan dapat mengantisipasi erosi,
diantara partikel. Apabila hal ini ter
selain fungsi teknis dan estestis; dima
jadi, maka lapisan sedimentasi tersebut
na vegetasi berupa pohon akan banyak
merekat dengan kuat antar sesamanya.
berfungsi sebagai pembentuk ruang
Formasi bebatuan terbentuk ketika
lansekap.
sebuah lapisan sedimen menjadi solid JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
45
I.B. Rabindra, Arri Gunarsa, Ahmad S.Hamzah
Fungsi vegetasi menjadi penting da lam proses perbaikan terhadap bukaan-
naan kegiatan terhadap aspek geologi setempat.
bukaan lahan pada objek studi, karena
Hal yang perlu dianalisis adalah
fungsi vegetasi diharapkan dapat mem
bagaimana kekuatan lapisan tanah ba
bantu menjaga kestabilan lereng. Tek
gian atas lereng. Jika dilihat dan diper
nologi rekayasa lansekap pada bukaan-
hatikan, lapisan tanah tersebut rawan
bukaan ruang dengan percepatan suk
terhadap erosi, sehingga diperlukan
seksi vegetasi merupakan hal yang
adanya penanganan aliran air permuka
tepat, dimana percepatan sukseksi ini
an agar aliran tersebut dapat diarahkan
secara
dan erosi permukaan dapat dimini
prinsip
akan
menggunakan
tanaman lokal yang terdapat dalam
malkan.
kawasan suaka alam, sehingga diharap kan vegetasi yang ditanam akan mem punyai kemampuan tumbuh kuat dan cepat, sedangkan secara konservasi; sukseksi vegetasi akan dapat menjaga keaslian vegetasi kawasan suaka alam
a
tersebut.
Penentuan Titik-Titik Kritis Lahan
Klasifikasi tingkat kerusakan lahan perlu dilakukan dan dipelajari sehing ga dapat segera di diatasi dan secara maksimal di perbaiki.
b Gambar 4. Bukaan Tebing yang rawan terhadap erosi Sumber : Hasil Survey,2009
Berdasarkan survey dan pengamat Bukaan-bukaan lahan dan pember
an lapangan pada obyek studi; faktor kemiringan lereng yang cukup terjal diatas > 50%. Merujuk dari laporan Revisi Studi Amdal pembangunan jem batan kelok - 9, terjadi sedikit long soran walaupun keadaan lereng tetap stabil dan tidak ada dampak pelaksa
sihan lahan yang diperuntukan bagi konstruksi jembatan telah menimbul kan
gangguan
terhadap
kestabilan
tanah dan vegetasi. Walaupun
pada
saat pembukaan lahan dampak tersebut telah dicoba untuk diminimalisasir, na mun kerusakan tidak bisa dihindarkan.
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
46
I.B. Rabindra, Arri Gunarsa, Ahmad S.Hamzah
Hal yang perlu diusulkan dalam hal pengatasan masalah kerusakan lahan
an perancangan yang dilakukan secara komprehensif.
ini adalah percepatan sukseksi ve
Terkadang untuk mendapatkan ke
getasi, sehingga ketika bukaan-bukaan
nyamanan yang lebih baik, dikorban
lahan bisa tertutup dengan tanaman,
kan jarak dan biaya yang lebih besar.
kestabilan lahan dapat sedikit ber
Kenyataan tersebut telah ditunjukkan
tambah. Namun perlu diperhatikan bah
dari sejak awal konsep pembangunan
wa vegetasi yang direkomendasikan
jembatan kelok-9, dimana kenyaman
harus tanaman lokal setempat, me
an pemakai jalan dan konsep arsitek
ngingat kawasan ini merupakan kawa
tural dan struktur yang berwawasan
san suaka alam.
lingkungan telah menjadi perhatian pen
Rekayasa Lansekap akan sedikit me
ting. Kesadaran ini telah mendorong
ngalami kesulitan, dilihat dari ke
para perancang jalan untuk tidak hanya
miringan lahan dan jenis batuan yang
berpikir secara teknis melainkan juga
keras. Hal pertama yang harus segera
mengedepankan pertimbangan estetis
diatasi dan direkomendasikan adalah
dan ekologis, sekalipun bahasan ten
penyempurnaan
dengan
tang ini masih sangat terbatas. Dalam
melakukan terasering pada lereng, di
kedudukan tersebut maka pertimbang
mana lereng-lereng yang terjal sedikit
an terhadap koridor yang menyenang
dilandaikan, sehingga aliran air per
kan perlu dijadikan perhatian lebih sek
mukaan dapat diatur, dan tanaman-ta
sama, baik dalam pemilihan alinyemen
naman dapat berpijak lebih kuat dalam
menarik atau menjaga keberadaan land
pertumbuhan akarnya.
scape scenery unggulan.
kemiringan
Kesan pada koridor jalan dapat Pendekatan Perancangan Lansekap
terjadi akibat rangsangan yang di tim bulkan dari apa yang tertangkap atau
Berbagai
pendekatan
dapat
di
tervisualisasi. Dalam kaitan ini rang
lakukan dalam perancangan landasan
sangan elemen dominan merupakan
konseptual dan panduan rancangan lan
faktor yang paling berpengaruh. Objek
sekap koridor jembatan kelok - 9, baik
yang terlihat akan diolah dan berin
melalui pertimbangan teknis, sosial
teraksi antara pikiran, emosi dan ting
ekonomi, ekologis, maupun estetis, di
kat intelektual dan melahirkan kesan
mana hal tersebut merupakan pendekat
yang kemudian dapat disimpulkan baik atau buruk. Melandasi pengertian terse
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
47
I.B. Rabindra, Arri Gunarsa, Ahmad S.Hamzah
but, maka pendekatan visual dijadikan
Konsep perancangan secara umum
acuan dalam studi ini, karena kualitas
dilakukan melalui upaya memberikan
visual yang buruk, monoton dan men
kemungkinan visual yang terbaik dan
jemukan dan lebih cepat memicu kele
termudah bagi pengemudi untuk me
lahan. Kondisi yang tidak mengun
ngenali tanda, alinyemen jalan dan
tungkan tersebut memungkinkan terja
kondisi atau situasi yang ada disekitar
dinya kelengahan dan menurunkan
jalan. Untuk menjawab kebutuhan dan
tingkat kewaspadaan serta tidak jarang
tuntutan tersebut, maka diperlukan se
menimbulkan hypnosis travelling dan
suatu yang dapat membangkitkan kesa
dapat mengakibatkan kecelakaan lalu
daran secara terus menerus dari ruang
lintas yang tidak diharapkan.
terbentuk pada internal view ataupun
Menyadari
bahwasanya
jalan
external view. Obyek-obyek menarik
merupakan ruang pergerakan yang di
atau ruang terbuka berpanorama indah
namis dan selalu berubah, maka kori
seyogyanya dapat dijadikan sarana
dor jalan merupakan rangkaian ruang
penggugah kesadaran, karena variasi
dari satu titik ke titik lainnya atau me
yang terbentuk memungkinkan penge
rupakan rangkaian visual dan mem
mudi menjadi lebih siap dan lebih
bentuk kesan dinamis. Dalam upaya
waspada dalam menghadapi berbagai
menampilkan visual setting yang dapat
kemung kinan yang akan terjadi.
mengantarkan pengemudi dan penum
Mengacu pada konsep natural and
pangnya mencapai tujuan secara aman,
engineering in harmony, dimana alam
lancar, dan menyenangkan, diperlukan
dan engineering adalah suatu harmoni
kajian visual yang dapat meningkatkan
yang harus kita bina tanpa harus mem
kualitas visual yang signifikan ter
berikan nilai yang mana lebih tinggi
hadap setiap koridor jalan. Oleh kare
dari keduanya, melainkan bagaimana
nanya pemahaman berbagai teori yang
kita memberikan nilai yang harmonis
berkait dengan aspek visual menjadi
terhadap keduanya, sehingga keharmo
penting. Bertumpu pada teori vision
nisasian keduanya dapat berjalan dan
and motion pendekatan rancangan ini
masing-masing aspek tersebut dapat
di lakukan, dimana karakter alinyemen
memberikan value yang tinggi terha
dan karakter visual dari suatu segmen
dap konsep pembangunan berwa wasan
dijadikan pertimbangan dalam menilai
lingkungan dan berkelanjutan. Imple
elemen dan fasilitas yang terdapat pada
mentasinya pada setiap ruas jalan dan
koridor jalan tersebut.
segmen jalan harus dijabarkan lebih
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
48
I.B. Rabindra, Arri Gunarsa, Ahmad S.Hamzah
rinci dengan memperhatikan alinye
lain itu model terasering juga da
men, elemen dan karakter dominan
pat meningkatkan kestabilan. Diha
dari ruang yang terbentuk. Upaya pene
rapkan dengan model terasering
rapan konsep dapat dilakukan dengan
ini, kecuraman lereng dapat lebih
menggunakan elemen alamiah, binaan
dapat dikurangi, dimana pada per
ataupun variasi dari keduanya, yang
mukaan terasering yang datar akan
terpenting adalah nilai obyek tersebut
dibuat cekungan-cekungan dengan
secara kuantitatif maupun kualitatif
penambahan media tanah, sehingga
dapat menggugah kesan yang melihat
vegetasi dapat lebih mudah ber
nya.
kembang dan lebih stabil terhadap tekanan. Diantara cekungan terse but akan dibuat selokan yang
Konseptual Rencana Lansekap
berfungsi mengalirkan air permuka Dalam rangka pengembangan pro
an. Dengan metoda ini diharapkan
duk, maka hal yang akan didahulukan
erosi dan longsoran permukaan
dalam konsep rencana adalah perbaik
dapat diminimalkan.
an terhadap bukaan lahan terbangun Daerah yang akan ditanami dengan Vegetasi Lokal
yang timbul saat ini sehingga perlu mempertimbangkan
hal-hal
sebagai
berikut : Daerah yang akan ditanami dengan Vegetasi Lokal jenis Semak dan ground cover dengan konsep Jaring Jala
a. Model Perbaikan Lahan
Daerah yang akan ditanami dengan Vegetasi Lokal dari jenis Pohon dan Perdu, lahan dibuat cekungan sehingga media tanah dapat ditempatkan
Perbaikan lahan terhadap bukaan-
Daerah yang akan ditanami dengan Vegetasi Lokal dari jenis semak dan perdu, dan mencegah longsoran jatuh kejalan
bukaan lahan akan diatasi dengan rang kaian model rekayasa lansekap se bagai berikut : •
Terasering Model terasering di rekomendasi kan untuk lahan-lahan yang mem
Gambar 5. Konsep Perbaikan Bukaan-bukaan pada lahan dengan upaya penyelesaian tebing dan pertahanan/penguatan lereng, membentuk lereng menjadi trap-trap, dimana kecuraman yang ada coba dilandaikan dari segi keamanan lereng akan menjadi lebih stabil. Sumber Gambar : Zainuddin Noor (1997)
punyai tingkat kemiringan yang ektrim yaitu >50 %. Model ini
•
Pengaliran aliran Permukaan
dimaksudkan mengatasi bahaya ero
Pengaliran aliran air pada per
si atau pun longsoran dari atas agar
mukaan tanah dilakukan dengan
tidak langsung jatuh ke jalan. Se
membuat selokan pada daerah trap-
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
49
I.B. Rabindra, Arri Gunarsa, Ahmad S.Hamzah
trap pada terasering. Dimaksudkan
percepatan vegetasi, dengan meng
supaya air tidak terlalu banyak ma
unakan bahan sejenis nilon ataupun
suk kedalam rongga struktur tanah
serat sejenis pertumbuhan akar ta
dan batuan, sehingga kejenuhan
naman dan tegakan-tegakan vege
struktur dibawah tidak terbentuk.
tasi sejenis semak dan ground co ver pada lereng akan lebih stabil ter hadap arus dan aliran air permu
Selokan-selokan yang dibentuk, berfungsi untuk mengalirkan aliran air permukaan.
kaan. Jaring jala memiliki daya ke kuatan terhadap pelapukan untuk
Gambar 6. Perbaikan Bukaan-bukaan pada lahan dengan upaya penyelesaian tebing dan pertahanan/penguatan lereng, membentuk selokan-selokan untuk mengalirkan aliran air permukaan.
waktu yang cukup lama, diper
Sumber Gambar : Zainuddin Noor (1997)
hancur. Pengunaan jaring jala ini
Jaring Jala
dinilai lebih bersahabat dengan ling
Model Jaring Jala direkomendasi
kungan dalam kata arti lebih ramah
kan untuk lahan-lahan yang mem
lingkungan.
•
kirakan ketika akar-akar tanaman telah kuat, jaring jala ini baru akan
punyai tingkat kemiringan yang ektrim >50 %. Model ini dimak sudkan untuk menjaga sukseksi
Gambar 7. Masterplan Lansekap Koridor Jembatan dan Jalan Kelok – 9 Sumber : Hasil Rancangan, 2008
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
50
I.B. Rabindra, Arri Gunarsa, Ahmad S.Hamzah
Implementasi Rancangan Lansekap
Berdasarkan pembagian zonasi, ka wasan akan dikembangkan berdasar
Bentuk
implementasi
rancangan
kan ;
lansekap yang dibangun bertumpu
• Zona penyangga; zona ini berada
pada potensi alam, karena kawasan
diluar kawasan suaka alam Air
obyek
Putih,
studi
adalah
bagian
dari
yang
berbatasan
kawasan suaka alam, dengan demikian
kawasan
implementasinya
pengembangannya
akan
diarahkan
suaka
alam,
dengan dimana
direncanakan
kepada kerharmonisan antara alam dan
sebagai
engineering. Rancangan arsitek tural
kegiatannya adalah sebagai rest
berfungsi sebagai faktor pe nunjang
area, dan sebagai zona penerima
sedangkan nilai alam dan pelestarian
dan pusat informasi. Pengembangan
merupakan faktor utama yang akan
zona tidak terlepas dari kegiatan
dipertahankan.
zona inti, sehingga keberadaan zona
Ilustrasi
akan
disajikan
dalam
publik
area.
Fungsi
inti secara fungsi konservasi tetap
bentuk-bentuk sketsa suasana, sehing
terjaga.
ga implementasi ide dan gagasan lebih
rencana yang diusulkan didukung
mudah dipahami dan ditangkap untuk
oleh
pengembangan
Conservation.
rancangan
kedepan.
Orientasi
konsep
pendekatan
Community
Based
Gambar 8. Implementasi Desain Lansekap Koridor Jembatan dan Jalan Kelok – 9 Sumber : Hasil Rancangan, 2008
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
51
I.B. Rabindra, Arri Gunarsa, Ahmad S.Hamzah
tipologi lansekapnya, dan konsep pendekatan
engineering
yang
dibangun. •
Melalui pendekatan Natural and Engineering
in
Harmony;
Sehingga keharmonisan keduanya dapat berjalan dan masing-masing aspek tersebut dapat memberikan values Gambar 9. Implementasi Rancangan Lansekap Koridor Jembatan dan Jalan Kelok – 9 Sumber : Hasil Rancangan, 2008
•
yang
tinggi
terhadap
konsep pembangunan wawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Zona Inti; zona ini berada di dalam kawasan suaka alam Air Putih,
DAFTAR PUSTAKA
merupakan kawasan objek studi,
Baud-Bovy, M. and F. Lawson. 1977.
dimana
pengembangan
zona
Tourism
and
Recreation
diarahkan sebagai area terbatas.
Development. A Handbook of
Fungsi kegiatannya adalah sebagai
Physical Planning. Boston:
rekreasi alam, dengan pembagian
CBI. Publishing Company.
area meliputi; Laboratorium Alam, Museum
Alam,
Guest
Departemen Kehutanan. 1994. Surat
House,
Keputusan Menteri Kehutan
Menara Pengamatan/Pandang, Stu
an Nomor 446 tahun 1994
dio Alam, Gerai Cindera Mata,
tentang Tata Cara Permohon
Canopy Trail (jembatan gantung),
an, Pemberian dan Pencabut
Area Service.
an
Ijin
Pengusahaan
Pari
wisata Alam di Zona Peman faatan Taman Nasional dan
KESIMPULAN •
Interprestasi Kekayaan
sebagai
Blok Pemanfaatan Taman wi
interprestasi
sata Alam dan Taman Hutan
Lansekap menjadi
yang dinilai tepat karena objek studi memiliki suatu nilai yang tinggi secara ekologi/lingkungan
dalam
Raya. Departemen Kehutanan. 1994. Surat Keputusan
Menteri
kawasan suaka alam. Nilai yang
Kehutanan Nomor 167 tahun
tinggi terlihat dari panorama alam,
1994 Prasara
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
52
tentang
Sarana
dan
Pengusahaan
I.B. Rabindra, Arri Gunarsa, Ahmad S.Hamzah
Pariwisata Alam di Kawasan
dan Blok Pemanfaatan Taman
Pelestarian Alam.
Wisata
Direktorat Jenderal PHPA. 1996. Surat
Alam
dan
Taman
Hutan Raya.
Keputusan DJ PHP A Nomor
Pemerintah Indonesia. 1997. Undang-
129 tahun 1996 tentang Pola
Undang Nomor 23 tahun 1997
Pengelolaan
tentang Lingkungan Hidup.
Alam,
Kawasan
Kawasan
Suaka
Pelestarian
Sekartjakrarini, S. 2001. Perencanaan
Alam, Taman Buru, dan Hutan
Ekoturisme. Workshop oleh
Lindung.
CRMP-NRM.
Gold, S.M. 1980. Recreation Planning and
Design.
New
York:
McGraw-Hill Book Company.
Balikpapan,
27-28 Nopember 2001. Simonds,
J.O.
1961.
Landf}cape
Architecture. An Ecological
Gunn, C.A. 1994. Tourism Planning :
Approach to Environmental
Basics, Concepts, and Cases.
Planning.
Third Edition. Washington DC:
McGraw-Hill Book Company.
Taylor and Francis.
New
York:
United States Department of the
Hendler, B. 1989. Caring for the Land: Environmental
Principles
Site
and
for
Interior.
1993.
Principles
of
Guiding Sustainable
Review.
Design.
National
American Society of Planning
Service.
Denver
Official.
Center.
Design
McHarg, I.L. 1969. Design with Nature. New Press.
York:
Natural
Pemerintah
History
Indonesia.
Pa'rk Service
World Tourism Organization dan United Nations Environment Programme.
1992.
Guide
1990. Undang-Undang Nomor 5
lines: Development of Natio
talmn 1990 tentang Konservasi
nal
Sumber Daya Alam Hayati dan
Areas for Tourism. WTO/
Ekosistemnya.
UNEP Joint Publication.
Parks
and
Protected
Pemerintah Indonesia. 1994. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1994
tentang
Pariwisata
Alam
Pengusahaan di
Zona
Pemanfaatan Taman Nasional
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
53
I.B. Rabindra, Arri Gunarsa, Ahmad S.Hamzah
VISUAL ASSESSMENT AND FACTORS AFFECTING VISUAL RATINGS OF HUMAN-MADE LANDSCAPE ELEMENTS IN WETLAND MOHD KHER, H., NOORIZAN, M., AWANG NOOR, A.G., AND KAMARIAH, D. Department of Landscape Architecture, Faculty of Design And Architecture, Universiti Putra Malaysia, 43400 UPM Serdang, Selangor, Malaysia. Email:
[email protected] . Tel./Fax: 603-89464092. Abstract Visual quality of landscape is becoming an important element in eco-friendly design for nature-based tourism areas in Malaysia. However, the majority of the human-made landscape elements of nature-based tourism areas such as buildings do not harmonize with the natural environment and are considered as not eco-friendly in design. A study was conducted in Paya Indah Wetlands aimed to determine factors that affect visual rating of human-made landscape and to determine visual rating of human-made landscape at the study site. This study used selected photographs of the human-made landscape elements in Paya Indah Wetlands representing different types of buildings, park furniture, parking features, pedestrian facilities, drainage and signage. The scoring scheme for visual quality and landscape features was valued using the six basic design elements, namely, form, line, colour, texture, shape and space. Data were gathered from 100 experts using a structured questionnaire with surrogated photos, distributed equally among landscape architects and architects. The results of regression analysis revealed that the visual rating was affected significantly by the respondents’ age, sector of employment and professional memberships in certified bodies. From the result, it showed that more than 60% of the respondents give visual ratings to the human-made landscape elements in Paya Indah Wetlands ranging from scores of 1 to 3 (means from 1.51 to 3.2).
can also be interpreted as the elements
INTRODUCTION
designed and built by humans to fulfil
Human-made landscape in wetlands
the landscape functions and for beauty.
refers to the structure incorporated into
The purpose of human-made landscape
the landscape such as building, park
is to support the human needs where
furniture, boardwalk, pavement, park
the natural landscape cannot give the
ing features, drainage, signage and
effects and to give complimentary
others. These types of structures form
effects to enhance the beauty of natural
an integral part of creating and in
landscape.
creasing the functionality of outdoor
ease to those who prefer a more leisure
space in wetland development areas.
ly journey through the wetlands.
Human-made landscape in wetlands
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
It provides comfort and
54
Mohd Kher, H., Noorizan, M., dkk
Wakaf
Signage Figure 1. Signage and wakaf as examples of human-made landscape in wetland area
Zube (1993) says that Albert Good
the structures within the wetland area.
defines harmonious relationships in
Understanding the nature of the wet
natural park developments as the sub
land is vital to the landscape and visual
ordination of a structure to the envi
quality. This should include a consi
ronment and having buildings blended
deration of alternatives and a clear
in with the landscape.
His definition
description of the components of the
is based on the use of local materials
development that will affect the land
and a scale and form that appear fitting
scape. All stages of the development
to the existing landscape context.
project should be addressed: site pre
Materials used for human-made land
paration, construction, operation and
scape in wetlands must reflect regional
decommissioning. These writers’ be
materials and be sympathetic with tradi
lieved that by understanding the nature
tional forms and the existing land
and going through the design process
scape.
especially at the early stage of design
To have the harmonious design, the
(in terms of identifying the patterns
visible construction materials must
found in the existing landscape) will
relate to the surrounding landscape. It
help designers in producing eco-
also should be a continuity of form,
friendly and harmonious designs.
materials, colours and details among
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
55
Mohd Kher, H., Noorizan, M., dkk
Techniques for assessing landscape
better life to human and other living
attractiveness are becoming increasing
things (plants, wildlife, etc.)
ly important in environmental plan
From the literature review, some
ning. They are a manifestation of the
research indicated several variables
growing need to monitor landscape
hypothesized to influence landscape
deterioration, to help preserve natural
preferences. The variables that have
beauty, to learn about our cultural
been
perceptions, and to satisfy an ever-
training (Zube, 1973; Zube et al., 1975;
increasing body of environmental laws
Daniel and Boster, 1976; Buhyoff et
(Kane,1981).
Without great expec
al., 1978), familiarity of the respondent
tations or justification we have often
either with the actual sites under
acted to preserve, protect, and even
evaluation or similar sites (Beckett,
create beautiful and unique landscapes.
1974; Jackson et al., 1978; Buhyoff et
Numerous national parks, green belts,
al., 1978; Nieman, 1980; Wellman and
parklands, wilderness areas and scenic
Buhyoff, 1980), socio-economic such
preserves have already been set aside.
as age and sex (Brush, 1976;Clamp,
But this is not enough because such
1976; Penning-Rowsell et al., 1977;
preservation has been, for the most
Macia, 1979). Hence, the objective of
part, largely unplanned and irrational
the study was to assess the influence of
(Kane, 1981).
For these reasons, we
various socio-economic variables, age,
as human beings who live in the fragile
education, sector of work, experience
planet are responsible for managing
and professional memberships, on
and changing any unplanned and
landscape assessment. To summarise,
irrational framework (without thinking
the objectives of the study were;
about negative effects on surrounding
(a) To determine factors that affect
areas and the development itself) with
visual rating of human-made land
a more structured one for our better
scape; and
life. A structured development would
(b) To determine visual rating of
lead to sustainable development that
human-made landscape at the study
more stressed on environment, social
site.
identified
are
professional
and economy effects that enhance
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
56
Mohd Kher, H., Noorizan, M., dkk
View at the Nypha Lake
and
include
psychophysical
and
surrogate component models. What ever method is used, the goal is to protect and minimise the negative visual impact of development on the landscape and environment. The method used in this study was a descriptive View at the jetty area
inventory
through
an
adaptation of BLM’s VRM system using surrogate pictures.
Experts,
mainly landscape architects, mostly applied this method. It is practical to carry out this method in terms of time and budget constraints. This method was also efficient for evaluating the visual quality of landscape features
Figure 2. Part of view could be seen in
(natural
beautiful Paya Indah Wetland area
and
human-made)
where
quality is assumed as inherent in the RESEARCH METHODOLOGY
land.
Experts were selected as the
ADOPTED
respondents in this study as there was a lack of documented information on this been
area and a lack of knowledge on
devised by the researchers on the
potential impacts especially in cases
subjective assessments of landscape
where there was disagreement on the
quality. The Macaulay Institute (2003)
visual values of natural resources. The
has split assessment into three cate
use of experts was because they could
gories:
produce evaluations of complex land
Numerous
methods
have
that
scape with a high levelof accuracy by
include ecological and formal aesthetic
relying on their professional judgment
models, (ii) public preference models,
to rate the relevant criteria (Amir and
such as psychological and phenomeno
Gidalizon, 1990).
(i)
descriptive
inventories
logical model, and (iii) quantitative holistic techniques which use a mixture of subjective and objective methods JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
57
Mohd Kher, H., Noorizan, M., dkk
photos were categorized into six types,
SURVEY METHOD
namely, The instrument used in the study was a structured questionnaire.
buildings
(administration
building, toni’s bistro, rumah melayu,
The
commercial percinct, chalets and the
three
albatross), park furniture (gazebo,
sections: background of the study, the
shelter, benches, rubbish bin, wakaf),
socio-demography
landscape
parking features (rubbish collector,
evaluation. The second section covered
lighting pole, guard house, covered
socio-demography of the respondents
parking),
which included gender, age, ethnicity,
(boardwalk, jetty, covered walkway,
and occupation, sector category of
pedestrian path), drainages (parking
employer, education level, income,
drainage,
experience and membership of any
signage’s
professional body. The third section
location and road signage). They were
pertained to human-made landscape
taken from four different views. Each
evaluation and consisted of three parts.
photo was printed in size of 7cm x
The first part was an instruction to the
5cm. All the photos were mounted on
evaluators on how to do the evaluation
A4 size paper and compiled according
process together with the explanation
to their types as an attachment together
about the scores and the variables. The
with the questionnaire.
second part was the score boxes for the
size of the respondents was based on
evaluators to fill in the visual rating
the formula of Tabachnick and Fidell
scores according to the human-made
(1996) in which N>50+8m, where m is
landscape element types and variables
the number of independent variables
(form, line, colour, texture, shape and
tested in the regression model (the 6
space). The last part was for the
variables were: AGE, GEN, EDU,
evaluators
SEC, EXP, and PROF). In the first
questionnaire
consisted
to
of
and
give
regarding the study.
any
comment
To enable the
selection,
pedestrian
building
drainage)
(direction,
the
total
facilities
and
information,
The sample
number
of
evaluators to evaluate the human-made
respondents willing to participate was
landscape
elements,
evaluators
was
each
of
the
98. However, at the end of the survey,
set
of
another 2 respondents volunteered to
photographs. The photos were taken
become respondents, making the total
from the study site during field work
number
under existing conditions.
Statistically, the sample size was
given
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
a
These 58
to
100
respondents.
Mohd Kher, H., Noorizan, M., dkk
considered to be expert representative
categorized according to their types
because it had 19% number of experts
and functions.
in the professional body (more than
iii. The photos were taken using a
10% minimum was required for data
digital camera between 10.00 am
analysis).
and 2.30 pm on clear days from
selected
The
respondents
“judgemental”
were
through
a
four different angles.
company list of Institute Landscape Architect
Malaysia
and
evaluation. All the selected photos
Association
were mounted on A4 size paper
(PAM). They were called and asked
and compiled according to their
whether they were willing to become
categories.
Malaysian
(ILAM)
iv. Only clear photos were selected for
Architect
respondents for this survey.
When
v. Each image was assessed using six
they agreed, explanations were given
basic design elements (form, line,
to them personally and then the
colour, texture, shape and space as
evaluation forms together with photos
shown in Table 1. The experts were
to evaluate also were given.
The
trained to observe and judge spe
the
cific landscape attributes based on
respondents
self
administered
evaluation process.
The evaluation
the
principles
of
art,
design,
forms together with the photos were
resource management and ecology.
collected after two days to give enough
vi. Based on the photo showing the
time
for
their
human-made landscape elements of
evaluation. The evaluation procedures
Paya Indah Wetlands, evaluators
that were used in the study are as
were asked to evaluate and give a
follows:
score in the score forms according
i. The entire process was limited to
to their types and descriptions
the
evaluators
to
human-made
elements
in
the
do
landscape Paya
based on the variables in Table 1.
Indah
vii. Evaluators were asked to do the
Wetland corridor. ii. The
evaluation
human-made
elements furniture,
of
landscape
buildings, parking
dependently
were
on
in their
professionalism without any ex
features,
ternal interference when giving the
identified
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
based
and
park
pedestrian facilities, drainages and signage’s
sincerely
score for each photo.
and
59
Mohd Kher, H., Noorizan, M., dkk
viii. After
the
evaluation,
Visual
affecting visual rating, the following
Rating (VR) was calculated as
regression model was used:
follows:
VR =
VRij = BTij + PFij + PFeij + PAij +
f ( AGE , GEN , EDU , SEC , EXP,
DRij + SGij where :
PROF ).
VR = Visual rating for a personal and
The functional relationship of the
subjective assessment of aesthetic
above model is defined as follows: VR i = α + β 1 AGEi + β 2 GEN i
satisfaction derived from a land scape type
+ β 3 EDU i + β 4 SECi + β 5 EXPi +
BT = Total scores of building types,
β 6 PROFi + ε i where :
6,6
∑a
BTij =
i =1, j =1
ij
α , β 1 ,...., β 6
PF = Total scores of park furniture,
∑a
i =1, j =1
with mean zero and common variance
ij
(i.e., ε i ∼ iid, N (0, σ2) and i is index
PFe = Total scores of parking features,
∑ aij
for observation.
i =1, j =1
where:
Total scores of pedestrian
VR = Total scores of visual rating,
4, 6
PFeij = PA
=
AGE = Age of respondents in year,
4, 6
facilities, PAij =
∑ aij
GEN = Dummy for gender: 1 = Male,
i =1, j =1
0 = Female,
DR = Total scores of drainage, DRij =
EDU =
2, 6
∑ aij
Graduate (MS & PhD).
SG = Total scores of signage, SGij =
SEC
4, 6
i =1, j =1
Dummy for respondents’
qualification: 1 = Bachelor, 0 =
i =1, j =1
∑a
ε is
normally distributed random errors
5, 6
PFij =
are parameters,
ij
=
Dummy for respondents’
working sector: 1 = Government, 0 = Private
i = Elements of man-made landscape, i
EXP = Experience of the respondents
= 1,….,6 j = Basic design elements, j = 1,….,6
in year.
The
analysed
PROF = Dummy for respondents’
manually as well as using SPSS
memberships in professional bodies:
package. To determine the factors
1 = Yes, 0 = No.
data
gathered
are
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
60
Mohd Kher, H., Noorizan, M., dkk
Table 1: Explanation of Variable and Rating Score Variable
Score
Form
5
form blends with the environment and has a spirit of place (genius loci)
4
form reflects regional and existing landscape context
3
form partially fits the existing landscape context
2
form slightly respects the natural character of landscape
1
form does not respect the natural character of landscape
5
utilizes natural lines of forces
4
major lines of force recognize some effort to mitigate contrast
3
lines partially utilize natural lines of force
2
lines slightly break natural lines of force
1
break natural lines of force causing tension and starkly contrasting boundaries
Colour
5
complements nature and existing landscape
landscape
4
in harmony with the surrounding, deliberately simple and natural
3
colours blend with the surroundings but moderately complement existing
2
colours are not in sharp contrast to natural landscape colours
1
does not complement nature
5
pleasing, comfortable feeling and touch
4
blends with the existing landscape
3
moderate feeling and touch through human’s view
2
deliberately pleasing and blends with the existing landscape
1
too contrasting with the surrounding
5
follows natural forms and is concerned with the variation of lines and
Line
Texture
Shape
Criteria
edges of planes and volumes 4
moderate, follows natural forms and is partially concerned with the variation of lines and edges of planes and volumes
Space
3
deliberately follows natural forms and relates to existing landscape
2
is slightly concerned with the natural forms of landscape
1
does not concern with the natural forms of landscape
5
the structural composition is parallel to the line of vision that evokes a landscape
4
object’s background gives a visual sense of space
3
the structural composition is partially parallel to the line of the density and gradient of background textures
2
Object’s background slightly gives a visual sense of space
1
The structural composition does not concern with the sense of space and landscape background
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
61
Mohd Kher, H., Noorizan, M., dkk
The estimated regression model is: ∧
∧
∧
give higher rating ( VR i = α + β 4 ),
∧
VR i = α + β 1 AGEi + β 2 GEN i + ∧
compare SEC = 0 (Private), VR i = α +
∧
∧
β 3 EDU i + β 4 SECi + β 5 EXPi +
β 4 (0), private give lower rating
∧
β 6 PROFi ∧
( VR i = α ). However, it was expected ∧
∧
∧
where, α , β 1 , ..., β 6 are parameters to
that β 5 < 0 as the more experience the
∧
respondents had, the lower the rating.
be estimated. It is expected that α >0,
Lastly, it was expected that PROF =
∧
β 1 <0 as the older the respondents, the
1(Yes),
lower the rating. It was expected that
VR i = α
+
β 6 (1), those
respondents joined the professional bo
GEN = 1 (Male), VR i = α + β 2 (1),
dies gave higher rating ( VR i = α
give higher rating ( VR i = α + β 2 )
+ β 6 ), and PROF = 0 (No), VR i = α +
compare GEN = 0 (Female), VR i = α
β 6 (0), those respondents who were
+ β 2 (0), give lower rating ( VR i = α ).
not members of the professional bodies
It was also expected that EDU = 1 (Bachelor), VR i
=
α
+
gave lower rating ( VR i = α ).
β 3 (1),
model
bachelor respondents give higher rating ( VR i
Ordinary
= α + β 3 ), and EDU = 0
(Graduate), VR i
= α
was
estimated
Least
The
using
Square
the
(OLS)
technique. OLS were used in order to minimize the sum of the square of
+ β 3 (0),
differences between the actual value of
graduate respondents give lower rating
each case and predicted value. It could
( VR i = α ). Also expected that SEC =
also show the best estimator possible under a set of fairly restrictive assump
1(Government), VR i = α + β 4 (1),
tions (Studenmund, 1997). The results of the visual rating of the human-made landscape elements
RESULTS
for Paya Indah Wetlands by the res A) Visual rating for human-made
pondents are shown in Table 2.
landscape elements
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
62
Mohd Kher, H., Noorizan, M., dkk
Table 2: Visual Rating (VR) of Man-Made Landscape Elements Item
% Respondents (n)
Building Types (BT)
Mean
1
2
3
4
-
15
51
33
34
46
37
7
28
43
3.2
1 Park Furniture (PF)
6
12
2.7
2 Parking Features (PFe)
56
-
1.51
Pedestrian Facilities (PA)
10
16
2.74
3 Drainage (DR)
30
37
26
6
2.11
40
8
4
1.68
1 Signage (SG)
48 -
Note: Mean =
∑x
ij
N
From Table 2, the results show that
(mainly score 3, mean = 3.2). Parking
more than 60% of the respondents give
features (rubbish collectors, lighting
visual ratings to human-made land
poles, covered parking and guard
scape elements in Paya Indah ranging
house) and signages (direction signage,
from scores of 1 to 3 (means from 1.51
information signage, location signage
to 3.2).
Score 1 means ‘not harmo
and road signage) were rated the
nious at all’ to 5 which means
lowest (mainly score 1, means =1.51
‘harmonious
the
and 1.68 respectively) which revealed
environment’. The results show that
that the designs of these two elements
the visual quality of building types
are not harmonious with the surround
(administration building, Toni bistro,
ing environment of the wetlands.
and
blend
with
Rumah Melayu, commercial precinct, chalets and the albatross) is moderate
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
63
Mohd Kher, H., Noorizan, M., dkk.
Shelter
Toni’s Bistro
Chalet Figure 3. Human-made landscapes in Paya Indah Wetlands have been rated as moderate in visual quality.
This study revealed that on the whole
the
human-made
context in terms of form. These three
landscape
elements
were
rated
as
partially
elements were moderately comple
utilizing natural lines of forces, for
menting and harmoniously blended
example, association of roof lines and
with wetland environment. However,
vegetation lines.
some of the elements such as parking
application for those three elements,
features and signage were considered
the evaluators thought that these
as not harmonious with the surround
elements blended with the surrounding
ing environment. The average mean
but only moderately complementary.
rating of below 3.2 shows that the
These three elements tend to be rated
respondents tend to consider the visual
as inducing moderate feeling and
quality to be of moderate or poor
touch. This is probably due to the way
quality.
they are used in the existing park
Based on their professional
background, the respondents preferred
environment of Paya Indah Wetlands.
three human-made landscape elements; (i)
building
types
In terms of colour
The results also revealed that
(administration
parking features (rubbish collectors,
building, toni’s bistro, Rumah Melayu,
lighting poles, covered parking, and
commercial precinct, chalets and The
guard house) and signage had poor
Albatross), (ii) park furniture (gazebo,
visual quality. Evaluators unanimous
shelter, benches, wakaf and rubbish
ly agreed that the form of these
bins) and (iii) pedestrian facilities
elements did not suit the natural land
(boardwalk, jetty, covered walkway
scape. Furthermore, their structure
and
broke the natural lines of force causing
pedestrian
path)
as
partially
appropriate for the existing landscape JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
stark 64
contrasting
boundaries.
The
Mohd Kher, H., Noorizan, M., dkk
colour application for these elements
the landscape. The low rating of these
did not complement with the wetland
two elements was based on space and
nature
too
location as the respondents believed
surrounding
that the composition of these facilities
environment. They also rated the shape
did not blend with the sense of space
of parking features and signage as not
and landscape.
and
contrasting
the with
texture the
was
harmonious with the natural forms of
Lighting poles
Covered parking
Rubbish collector
Figure 4. Parking features of Paya Indah Wetlands have been rated as poor visual quality.
For the overall results, the mean VR
degradation, preservation of the natural
which is below 3.2 revealed that the
process, and protection of biological
basic
design
were
not
diversity if we wanted to increase the
by
the
visual quality of the park. The Paya
designers to improve the visual quality
Indah management should make more
during the design process. The designs
efforts to increase the visual quality of
that were not well integrated into this
this wetland especially concerning
park were the elements that had been
elements that have low scores such as
rated the lowest: form, colour, texture
park furniture and signage through
and space. Probably, the designers did
upgrading of activities or replacement
not go to the field before designing and
of furniture.
they did not use the form, colour,
about the basic design elements and the
texture and space according to the site
architectural character of the park
condition. Zube (1993) mentioned that
facilities especially for future develop
the facilities designed for a park should
ment.
creatively
elements
manipulated
They have to rethink
concern form, colour, materials, and concerns for issues such as landscape
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
65
Mohd Kher, H., Noorizan, M., dkk
the independent variables.
B) Factors Affecting Visual Rating
Eighty
percents of the variation in visual Regression analysis was performed
rating scores might be influenced by
using SPSS programme to determine
other factors that were not accounted
factors that affecting the visual rating
for in the model. R square also might
of human-made landscape elements in
be influenced by dummy variables that
Paya Indah Wetlands. The descriptive
were used in the regression model (too
statistics of the variables used in the
many dummy variables) and also types
analysis are given in Table 3. From
of measures of the variables.
the table, the mean scores of the visual
regression coefficients indicated that
rating were 385.77 while the minimum
not all the signs of the coefficients
visual rating scores were 223, and the
were present as expected. From Table
maximum score were 577.
4, the estimated sign coefficients for
The
estimated
coefficients
and
The
AGE and EDU were positive, while
corresponding t-values are presented in
GEN,
Table 4. From the table, the R square
coefficients were negative. The value
value was 0.20, indicating that only
of F (3.95) means that the regression
twenty percents of the variation of the
model as a whole was significant at 5%
visual rating scores were explained by
level.
SEC,
EXP
and
PROF
Table 3: Descriptive Statistics of Variables Used in the Analysis Variables
N
Mean
Standard
Minimum
Maximum
Deviation VR
100
385.77
76.68
223
577
AGE
100
33.30
5.72
25
56
GEN
100
-
0.49
0
1
EDU
100
-
0.40
0
1
SEC
100
-
0.50
0
1
EXP
100
8.12
5.62
2
31
PROF
100
-
0.48
0
1
Notes: -
VR = visual rating
-
SEC = sector of employer
-
AGE = age
-
EXP = experience
-
GEN = gender
-
PROF = professional memberships
-
EDU = education
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
66
Mohd Kher, H., Noorizan, M., dkk
Table 4 also reveals that the visual
government
rating was affected significantly by the
1(Government), VR i = α + β 4 (1) =
age of the respondents (AGE), the sector
of
professional
employers
(SEC)
membership
respondents:
SEC
=
223.29 + (-)0.30 = 223.29 – 0.30 =
and
222.99 compared to SEC = 0 (Private),
(PROF). + β 4 (0) = α
AGE significantly affected the visual
VR i = α
rating and indicating that the older the
PROF also significantly affected the
respondents, the higher the visual
visual ratings where those respondents
rating. The increase in age, made the
who joined the professional bodies
respondents
the
gave lower ratings: PROF = 1(Yes)
design foundation and become more
= α + β 4 (1) = 223.29 + (-) 0.26 =
understand
more
aware of the environment.
SEC
= 223.29.
223.29 – 0.26 = 223.03 compared to
significantly affected the visual ratings
those who did not join any professional
at the level of 5% where the visual
body.
ratings were rated lower by the Table 4: Results of the Regression Analysis Variable
Parameter
Coefficient
Standard Error
t-value
(Constant)
α
∧
223.29
74.80
2.99**
AGE
β1
∧
0.54
2.75
2.66**
GEN
β2
∧
-0.13
15.09
-1.39 ns
EDU
β3
∧
0.13
20.62
1.17 ns
SEC
β4
∧
-0.30
15.66
-2.92**
EXP
β5
∧
-0.35
2.88
-1.66 ns
PROF
β6
∧
-0.26
16.84
-2.42**
Observation
100 2
R
0.20
F
3.95
Notes: ns - Not significant at the 5% level ** - Significant at the 5% level - AGE = age - GEN = gende
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
- EDU = education - SEC = sector of employer - EXP = experience - PROF = professional memberships
67
Mohd Kher, H., Noorizan, M., dkk
Based on the regression results
lower, while the scores increased with
presented above, age was found to be
age.
significant because as age increased,
Regarding to the sector category of a respondent’s employer, it was found
the visual rating score was higher ( VR i
that the government sector tended to = α + β 1 AGEi = 223.29 + 0.54 =
give a lower rating while the private
223.83).
This result shows that the
sector gave a higher rating (SEC =
visual rating increases when the age of
1(Government), VR i = α + β 4 (1) =
a respondent increases. Age is seen to
223.29 + (-0.30)(1) = 222.99, SEC =
be having a great influence on the evaluation. This is due to with age, the
0(Private), VR i = α + β 4 (0) = 223.29
respondents have a stronger philoso
+ (-0.30)(0) = 223.29).
phy, understanding designs better, and
shows that the government sector has
know the application of basic design
great influenced on the rating scores in
elements to harmoniously blend with
this study. There was a decrease in the
nature. Their evaluation is according
visual rating scores to 0.30 by the
to their experience on past works and
government respondents.
familiarity
landscape
type of employment of the respondents
visual quality. Based on the regression
has affected the evaluation because the
results, if the respondents’ number was
two groups have their own characteris
added, the visual rating scores in this
tics and interpretation in assessing
study should increase to 0.54 according
landscape visual quality. The gover
to the age of respondents.
nment
in
assessing
and
private
This result
Thus, the
sectors
have
This results are similar with the
different views when they want to
study results done by Asakawa, et al.
develop tourism projects. This is true
(2004), where they found in their study
when
relating to perceptions of urban stream
differently as an image, a construct of
corridors within the greenway system
the mind or feeling (Arriaza, M., et al.,
of Sapporo, Japan, that the age factor
2004).
was significant for the factors tested
landscape
is
considered
Furthermore, the regression results
(recreational use, participation, nature
also
and scenery, sanitary management, and
memberships of the respondents can
water safety). They found that younger
affect the visual rating. Based on the
people’s scores for participation were
regression results, it was shown that
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
68
indicate
that
professional
Mohd Kher, H., Noorizan, M., dkk
the respondents who were registered
quality in our natural environment, the
with professional bodies gave a lower
factors of age, sector of employer and
rating than those who are not registered
memberships of professional bodies of
with any (PROF = 1(Yes), VR i = α +
a
designer
must
be
taken
into
consideration during the early stage of
β 6 (1) = 223.29 + (-0.26)(1) = 223.03,
design. This consideration is to ensure that
PROF = 0(No), VR i = α + β 6 (0) =
visual
degradation,
223.29). From the regression results, it
quality, and
landscape
preservation
of
natural resources are included in the
is clearly seen that those who are
development of a project.
motivated to join professional bodies have influenced the rating scores in the
CONCLUSION
study due to their environmental awareness. Their visual rating scores were
reduced
respondents
to
0.26
for
registered
professional bodies.
The survey for the park reveals that
the
the respondents seem to consider that
with
the human-made landscape elements in
The code of
the park do not suit the site.
professional conduct has influenced
respondents gave a slightly lower
their members to exert every effort
visual
towards the preservation and protection
features,
elements
drainage
and
(building types, pedestrian facilities
This finding is similar to the results
and park furniture).
found by Dearden (1984) where he
and signage.
(members of an environmental lobby significantly
higher
wilderness
scenes
Some of them
gave poor quality to parking features
revealed that members of Sierra Club
for
these
quality for most of the elements
more aware of visual quality.
preference
for
signage). They tended to give moderate
registered with professional bodies are
had
rating
(parking
of natural resources. Those who are
group)
The
They rated the visual
quality of those elements in the range
compared to groups of professional
of score 1 to score 3.
Clearly the
designers
manipulated
had
not
successfully the form, line, colour,
(planners) and park users who were not
texture, shape and space of the
member of environmental clubs.
buildings,
The results reveal that if we want to
park
furniture,
parking
features, pedestrian facilities, drainage
prevent the degradation of visual
and signage in order to produce a good JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
69
Mohd Kher, H., Noorizan, M., dkk
visual quality.
They also were not
private and government sectors. This
concerned with the natural enviro
is important in order to get better
nment; instead they ignored the “sense
advice in developing the park. They
of place” of the site.
should also set objectives toward a
This
study
reveals
that
the
more eco-friendly design for the park.
perception of the landscape differs
Respondents’ memberships with certifi
from one person to another and has
ed professional bodies should also be
been affected by socio-demography.
considered in appointing the designers
The respondents with difference socio-
to design the park. Likely those pro
demographic
fessionals who are motivated to join
characteristics
have
shown the differences in visual rating.
professional
The
education
awareness of the environment and will
background, sector of a respondent’s
positively affect the design product
employer, and respondents’ member
since the regression analysis reveals
ships with professional bodies.
that age does influence the visual
factors
degree
of
respondents
are
age,
specialization whether
in
The
of
the
bodies
rating assessment.
have
better
The older the
landscape
respondent, the higher is the visual
architecture or architecture has influen
rating. Thus, the older professionals
ced their rating.
Even though they
are needed in designing the park
have the same foundation in basic
together with young professionals in
design, they have different preferences
order to get better “design fit” for eco-
on certain architecture characteristics.
friendly designs.
Therefore, the field of study of
that visual quality of the human-made
landscape architecture or architecture
landscape elements in the park plays
must be taken into consideration in the
important role in providing good visual
development of natural areas.
quality.
The
This study shows
Based on the results, the
place where the respondents work,
human-made landscape elements in
government or private sector, has also
this park were rated as moderate. The
influenced
management
Therefore,
their the
visual park
rating.
management
coordinate
should a
design
establish team
and
before
should have good relationships with
developing the proposed area. Efforts
the
should be made to develop design
professionals in building the
environment
especially
landscape
themes and provides guidelines for
architects and architects from both the
environmental friendly designs in order
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
70
Mohd Kher, H., Noorizan, M., dkk
to develop a park of high visual
other areas in order to assess the scenic
quality.
beauty of landscapes. The information
The visual quality of Paya Indah
obtained by the model can enrich the
Wetlands depends on their flora and
decision-making process in order to
fauna, is supported by facilities that are
evaluate
harmoniously blended with the existing
location of park accommodation that is
landscape. Currently, the visual quality
of high environmental concern and
of this area has become degraded due
eco-friendly. This study reveals that it
to unsuitable facilities and the area is
is better to have a design team in built-
considered as not eco-friendly in
environment so as to establish the
design. The rating of visual quality for
know-how
Paya Indah Wetlands is in the range of
Guidelines should be established for
score 1 to score 3 (score 1 means not
the sake of healthy life and sustainable
harmoniously at all to score 5 which is
development.
harmoniously
the
evaluation of the landscape is impor
environment). The used of form, line,
tant for reducing landscape degra
colour, texture, shape and space have
dation,
not been applied successfully by the
sources, and protecting the biological
designers to produce a good visual
diversity.
blending
with
competing
sites
process
for
successfully.
Visual
preserving
the
the
quality
natural
re
quality. Factors significantly influ encing the visual rating in this study are
respondents’
age,
sector
of
REFERENCES
employment and professional member ship. The differences in the visual
Amir, S. and Gidalizon, E. (1990).
rating are with regards to education,
Expert-based Method for the
employer and professional member
Evaluation of Visual Absorption
ship.
Capacity
of
Journal
of
Finally, further research is needed
the
Landscape.
Environmental
to indicate whether different pro
Management, 30, 251-263.
fessional teams such as planners and
Arriaza, M., Ortega, J.F.C., Madueno,
engineers have different perceptions
J.A.C and Aviles, P.R.. (2004).
and procedures in assessing the visual
Assessing the Visual Quality of
quality of the wetland landscapes. The
Rural Landscapes.
Landscape
same methodology can be applied to JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
71
Mohd Kher, H., Noorizan, M., dkk
and Urban Planning 69 (2004)
Developments.
115-125.
A, 8:79-92
Environ. Plann.
Asakawa, S., Yoshida, K., and Yabe,
Daniel, T.C. and Boster, R.S. (1976).
K. (2004). Perceptions of Urban
Measuring Scenic Beauty: The
Stream Corridors Within the
SBE Method. USDA For. Serv.,
Greenway System of Sapporo,
Rocky Mount. For. Range Exp.
Japan.
Stn., Fort Collins, CO.
Landscape and Urban
Planning Journal, 68 (167-182). Beckett, P.H.T.
(1974).
Between
Dearden,
Interaction
P.
(1984).
Influencing
Knowledge
And
rences:
Aesthetic Appreciation.
Land
tigation.
scape Res., 1:5-7.
An
Factors
Landscape
Prefe
Empirical
Inves
Landscape Planning,
11, 293-306. Jackson, R.H., Hudman, L.E. and
Bell, S. (1993). Elements of Visual Design in the Landscape. E &
England,
FN Spon, London.
Assessment of the Environmental
Brush, R.O. Quality
(1976). of
Perceived
Scenic
K.H.
Craik
and
E.H.
(1978).
Impact of High Voltage Power
And
Recreational Environments.
J.L.
Tranmission Lines. J. Environ.
In:
Manage., 6: 153-170.
Zube
Kane,
P.S.
(1981).
Assessing
(Editors), Environmental Quality.
Landscape Attractiveness:
Plenum Press, New York, pp. 47-
Comparative Test of Two New
58.
Methods.
Buhyoff, G.J., Wellman, J.O., Harvey, H. and Fraser, R.A. Landscape
A
Applied
Geography, 1, 77-96.
(1978).
Macia, A. (1979). Visual Perception
Architects’
of
Landscape:
Sex
and
Interpretation of People’s Land
Personality Differences. In:G.H.
scape Preferences.
Elsner
J. Environ.
Manage., 6: 255-262.
and
R.C.
Smardon
(Editors), Our National Land
Bureau of Land Management (1980).
scape. Pacific Southwest Forest
Visual Resources Management
and Range Experiment Station,
Program.
Berkeley, pp. 279-285.
U.S.Department of
Interior, Washington D.C.
Mohd Kher, H. (2005). Unpublished
Clamp, P., (1976). Evaluating English Landscapes
–
Some
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
MSc. Thesis “Visual Assessment
Recent
of the Quality of Landscape 72
Mohd Kher, H., Noorizan, M., dkk
Design In Paya Indah Wetlands,
Regional Development, Univer
Malaysia.
sity of Arizona, Tucson, the
Universiti
Putra
United States of America.
Malaysia, Malaysia. Nieman, T.J.
(1980).
Zube, E.H.
The Visual
(1973).
Rating The
Environment of the New York
Everyday Rural Landscape of the
Coastal Zone: User Preferences
Northeastern
and Perceptions.
Arch., 63: 370-376.
Coastal Zone
U.S.
Landscape
Zube, E.H., Pitt, D.G. and Anderson,
Manage., J., 8: 45-61.
T.W.
Penning-Rowsell, E., Gullett, G.H.,
(1975).
Perception and
Searle, G.H. and Witham, S.A.
Prediction of Scenic Resource
(1977).
Public Evaluation of
Values of the Northeast. In: E.H.
Landscape Quality. Plann. Res.
Zube, R.O. Brush and J.G. Fabos
Group
(Editors),
Rep.
13,
Middlesex
Landscape
Assess
ment: Values, Perceptions and
Polytechnic, Enfield, England. Using
Resources. Dowden, Hutchinson
Econometrics: A practical guide
and Ross, Stroudsburg, pp. 151-
(Third Edition). Addison-Wesley
168.
Studenmund.
(1997).
Educational
Publishers,
the
United States of America. Tabachnick and Fidell. (1996). Using Multivariante edition).
Statistics
(3rd
HarperCollins. New
York Wellman, J.D. and Buhyoff, G.J. (1980).
Effects of Regional
Familiarity on landscape Prefe rences. J. Environ. Manage., 11: 105-110. Zube, E.H. (1993). The Search for Harmony in Park Development. Visual
Quality
of
Built
Environments in National Parks. Department of Geography and
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
73
Mohd Kher, H., Noorizan, M., dkk
Pedoman Penulisan Naskah Jurnal Ilmiah Arsitektur Lansekap 1. Kriteria Naskah
10 s/d 15 lembar ukuran kuarto
•
Naskah harus asli dan belum per
(termasuk gambar, tabel, ilustrasi
nah dipublikasikan di media lain.
dan daftar pustaka).
•
Naskah
dapat
berupa
•
hasil
Format penulisan terdiri dari 2
penelitian, studi kepustakaan yang
(dua) kolom dengan jarak antar
bersifat obyektif, sistematis, ana
kolom 0,5 cm, margin kiri dan
litis dan deskriptif, atau karya lain
bawah kertas 3 cm, dan margin
yang bersifat ilmiah yang layak di
kanan dan atas kertas 2,5 cm. •
publikasikan.
Naskah ditulis dengan menggu nakan Bahasa Indonesia yang baku,
2. Struktur Penulisan
baik dan benar, dengan kalimat-
•
Sistematika penulisan sesuai deng
kalimat yang sederhana, lugas,
an bidang ilmu masing-masing. Ter
komunikatif (mudah dimengerti)
diri dari: Judul, Abstrak, Penda
dan tidak rancu. •
huluan (berisi latar belakang, per
Jika menggunakan bahasa asing,
masalahan, tujuan, ruang lingkup,
penggunaannya dengan tanda petik
teori dan metodologi), Isi (tinjauan
atau
pustaka, data dan pembahasan),
diterjemahkan.
Penutup (kesimpulan dan saran)
menggunakan kata serapan setelah
dan Daftar Pustaka.
di Indonesiakan. •
dalam
kurung
setelah
Diperkenankan
Judul harus singkat dengan kata-
3. Tata Tulis
kata
•
Abstrak ditulis dalam Bahasa Ing
mencerminkan isi tulisan, namun
gris, menggunakan font Times
tidak lebih dari 12 (dua belas) kata. •
New Roman 11, spasi 1, dan jum •
atau
Abstrak
fraksa
ditulis
kunci
dalam
yang
Bahasa
lah maksimal 500 kata.
Inggris untuk makalah yang ditulis
Naskah ditulis dengan program
dalam Bahasa Indonesia, begitu
MS-Word,
pula sebaliknya.
menggunakan
font •
Times New Roman 12, spasi 1½, awal paragraf menjorok ke dalam
Pencantuman sumber kutipan dila kukan langsung pada tulisan yang
0,5 cm dan jumlah halaman antara
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
74
Pedoman Penulisan Naskah Jurnal
•
dikutip dengan menuliskan nama,
nuhi
tahun serta halaman.
diperbaiki lagi. •
Daftar pustaka disusun tanpa no
persyaratan
atau
perlu
Keterangan lebih lengkap dapat
mor dan berurutan berdasarkan ab
menghubungi
jad dari nama pengarang. Teknis
Arsitektur Lansekap, pada alamat
penulisan terdiri dari nama penga
yang terlera pada sampul jurnal.
redaksi
jurnal
rang, tahun penerbitan, judul, pener bit dan kota penerbitan. Cara lain dengan menulis nama pengarang, judul, penerbit, kota penerbit dan tahun penerbitan. Nama pengarang ditulis tanpa gelar. •
Sumber Tulisan.
•
Judul
gambar
dan
Sumber-
sumbernya.
4. Lain-lain •
Naskah diserahkan pada redaksi berupa hard copy naskah lengkap sebanyak 2 (dua) eksemplar dan soft copy dalam bentuk CD.
•
Isi tulisan bukan tanggung jawab redaksi. Redaksi berhak mengedit redaksional penulisan, tanpa mengu bah arti.
•
Redaksi berhak menolak naskah yang dianggap tidak layak untuk di terbitkan.
•
Tidak dilakukan surat menyurat ke cuali melalui email atau pos jika pengiriman tulisan yang disertai dengan perangko; akan dikembali kan pada penulis jika tidak meme
JAL, Vol.2 No.1, Desember 2008
75
Pedoman Penulisan Naskah Jurnal