Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
39
ANALISIS DAYA SAING DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI CABE MERAH (KASUS KECAMATAN CIWIDEY KABUPATEN BANDUNG DAN KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG BARAT) Netti Tinaprilla Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB
ABSTRACT
This paper aims to analyze (1) profitability of chili farming privately and socially; (2) competitiveness of chili through competitive and comparative advantages; (3) impacts of government policy on chili farming; (4) impacts of the government policy change on the competitiveness of chili. This research was conducted in Ciwidey sub-district, Bandung district and Lembang sub-district, Bandung Barat district. Both primary and secondary data were used in this research whereas the samples were chosen by snowball sampling method. Policy Analysis Matrix (PAM) was employed in this paper. The survey was conducted from December 2007 to February 2008. The results showed that chili farming in both sub-districts was profitable privately and socially. Chili farming in Lembang was more profitable than in Ciwidey. Both sub-districts have competitive and comparative advantages where the competitive and comparative advantages in Ciwidey were higher. Impacts of output policy have caused the chili farming in both sub-districts received actual output price lower that its social price. Subsidy of tradable and nontradable inputs caused farmers received cheaper input price. Government policy on input-output has benefited chili farming in Lembang. Increase of production cost, decrease of output price and decrease of production partially or as a whole have caused smaller profitability and higher PCR and DRC that are nearly to one. However, these changes would not change the profit to be the loss or competitive and comparative advantages to be not competitive. Keywords : farming, competitiveness, comparative advantage, competitive advantage, policy
PENDAHULUAN 1.
LATAR BELAKANG
Sektor pertanian dirasakan semakin penting peranannya dalam pembentukan PDRB, termasuk di Kabupaten Bandung. Subsektor utama dalam pembentukan PDRB pertanian di Kabupaten Bandung adalah tanaman pangan dan hortikultura dimana pertumbuhannya berasal dari komoditas palawija dan sayuran (Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 2006). Pertumbuhan komoditas sayuran sebesar 0,17 persen masih relatif lebih rendah dari komoditas palawija sebesar 3,11 persen seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Pertumbuhan sayuran memang lebih rendah dari komoditas palawija, tetapi sayuran memiliki peluang karena Kabupaten Bandung memiliki sentra produksi sayuran yang luas dan
Netti Tinaprilla
kesesuaian agroklimat. Berdasarkan keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif, pemerintah Kabupaten Bandung telah menetapkan beberapa sayuran sebagai komoditas unggulan yaitu kentang, kubis, tomat, cabe merah dan bawang merah (Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 2005). Cabe
merah
merupakan
salah
satu
komoditas sayuran unggulan yang memiliki angka
pertumbuhan
produksi
tertinggi
dibanding komoditas sayuran unggulan lainnya. Rata-rata pertumbuhan produksi cabe merah dari tahun 2001 sampai 2005 adalah 10,18 persen. Menurut
Dinas Pertanian Kabupaten
Bandung (2005) beberapa kecamatan sentra produksi meliputi:
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
40
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
Tabel 1. Pertumbuhan Produksi Beberapa Komoditas Pertanian di Kabupaten Bandung Tahun 2001-2005 (dalam ton) Tahun 2003
2004
690.180 571.908 42.101 38.591 732.281 610.499
577.619 37.446 615.065
618.030 629.841 37.191 31.225 655.221 661.066
- 1,21 -6,21 -1,49
80.714 63.548 1.572 570 145.478 143.671 39.078 30.703 3.753 3.493 89 63 720.684 242.048
69.870 896 122.011 32.925 3.866 307 229.875
82.119 1.116 139.469 30.434 2.996 384 256.518
85.076 819 183.462 31.125 3.304 144 303.930
3,58 -9,65 4,89 -4,92 -4,01 21,83 3,11
283.328 258.362 330.515 278.917 81.851 63.681 34.611 24.184 15.435 12.562 745.758 637.706
245.280 266.271 119.702 55.792 40.387 727.432
261.388 221.658 91.884 40.516 18.433 633.906
257.116 346.788 90.306 35.787 23.776 753.773
-1,89 0,85 5,04 4,89 10,18 0,17
Jenis Komoditas 1. Padi - Padi Sawah - Padi Gogo Jumlah 2. Palawija - Jagung - Kedelai - Ketela Pohon - Ketela Rambat - Kacang Tanah - Kacang Hijau Jumlah 3. Sayuran - Kentang - Kubis - Tomat - Bawang Merah - Cabe Merah Jumlah
2001
2002
Pertumbuhan (%)
2005
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 2006.
Kecamatan Lembang,
Pangalengan,
Cimenyan,
Kertasari,
Cilengkrang,
Pacet,
Mekanisme
pasar
memang
akan
mendorong suatu daerah ke arah sektor dimana
Cisarua, Pasir Jambu, Ciwidey, Ngamprah,
daerah
Parompong, lembang, Cikalongwetan, Ibun,
komparatif. Akan tetapi mekanisme pasar
Cimaung, Cikancung, Cililin, Arjasari, Batujajar
seringkali bergerak lambat dalam mengubah
dan Rancabali dengan luas potensi lahan pada
struktur ekonomi suatu daerah, sehingga untuk
tahun 2005 seluas 16.481 hektar.
meningkatkan keunggulan komparatif suatu
Pengembangan sayuran unggulan perlu
tersebut
memiliki
keunggulan
daerah perlu didukung oleh intervensi para
diarahkan melalui sistem kemitraan yang saling
penentu
menguntungkan, dan berorientasi pasar dengan
perubahan struktur perekonomian daerah ke
kebijakan
sebagai
pendorong
menekankan pada mutu produk. Hal tersebut
arah sektor yang mengandung keunggulan
harus dilakukan untuk mengantisipasi pasar
komparatif.
yang semakin kompetitif, kemudian dengan semakin
terbatasnya
lahan
subur
akibat
konversi serta semakin tingginya biaya produksi sebagai dampak dari kenaikan harga BBM, maka
orientasi
sistem
produksi
harus
dikembangkan ke arah peningkatan daya saing, penerapan teknologi tepat guna serta efisien dalam
pemanfaatan
sumberdaya,
baik
sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia.
2.
PERUMUSAN MASALAH Kabupaten
mengalami
Bandung
pemekaran
saat
wilayah.
ini
telah Hal
ini
berdampak pada penurunan sektor pertanian di daerah tersebut. Rata-rata penurunan nilai produksi
sektor
pertanian
di
Kabupaten
Bandung pasca pemekaran secara keseluruhan rata-rata sebesar 20 persen. Komoditas sayuran mengalami penurunan paling rendah. Hal ini
Netti Tinaprilla
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
disebabkan
karena
wilayah
pemekaran
tergabung
ke
41
utara
setelah
yang mungkin, melalui pajak, retribusi serta
dalam
wilayah
pungutan lainnya, termasuk di sektor pertanian.
administratif Kabupaten Bandung Barat, dan
Peraturan dan pungutan yang tumpang tindih
Kabupaten Bandung masih memiliki
wilayah
antar daerah tentunya dapat mengakibatkan
sentra sayuran di wilayah selatan seperti
biaya perdagangan menjadi tinggi, sehingga
Ciwidey (Dinas Pertanian Kabupaten Bandung,
konsumen harus membayar mahal. Pungutan-
2005).
pungutan
Terbentuknya Kabupaten Bandung
Barat,
secara
ekonomi
akan
menambah
kabupaten pesaing bagi Kabupaten Bandung dalam
menghasilkan
komoditas
sayuran,
ini
dapat
menambah
biaya
perdagangan antar wilayah. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah benar
dengan
pemekaran
wilayah
akan
sehingga komoditas sayuran yang berasal dari
memberikan keuntungan bagi setiap daerah,
Kabupaten
Bandung
menghadapi
yang dilandasi bahwa pengambil keputusan
tantangan.
Tantangan
terutama
merasa lebih yakin dalam memahani kondisi
akan tersebut
muncul di pasar regional dalam menghadapi
daerahnya.
komoditas sayuran yang dihasilkan Kabupaten
pengelolaan
Bandung Barat, hal tersebut terjadi karena
pemerintah
komoditas sayuran yang dihasilkan oleh kedua
meningkatkan
daerah tersebut memiliki pasar tujuan yang
alokasi
sama yaitu pasar-pasar di sekitar Kota Bandung
pemanfaatan
dan
terarah dan peningkatan kualitas infrastruktur
Ibu
Kota
Jakarta.
Dengan
demikian
keuntungan dan daya saing yang tinggi harus menjadi karakter strategis dari komoditas
Selain
itu
wilayah daerah daya
benarkah yang
akan saing
sumberdaya potensi
dengan
lebih
kecil
lebih
mampu
melalui
langkah
lebih
efisien,
secara daerah
secara
lebih
sesuai dengan posisinya sebagai kabupaten. Pemekaran
wilayah
sudah
semestinya
sayuran yang dihasilkan kedua kabupaten,
dapat diisi melalui rumusan dan implementasi
dimana daya saing dapat diciptakan melalui
kebijakan yang mampu menciptakan iklim yang
peningkatan
kondusif
efisiensi
produksi
dan
bagi
keberlangsungan
usahatani
produktivitas usaha yang ditunjang dengan
komoditas
efisiensi pemasaran.
unggulan seperti cabe merah. Untuk itu,
pertanian,
khususnya
sayuran
Kemampuan pemerintah daerah untuk
diperlukan informasi sebagai bahan acuan dan
meningkatkan daya saing komoditas sayuran
bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah
unggulan tersebut tergantung dari tujuan dan
tentang
sasaran yang ingin dicapai pemerintah daerah
merah di daerahnya masing-masing setelah
itu sendiri. Pemahaman yang akurat dan
pemekaran. Berdasarkan hal tersebut, maka
lengkap
akan
potensi
daya
komoditas
sayuran
pada
berdampak
pada
rumusan
saing
suatu
penelitian ini mencoba untuk mengetahui
akhirnya
akan
tingkat daya saing dan kebijakan pemerintah
implementasi
pada usahatani cabe merah di Kabupaten
kebijakan pemerintah daerah yang mampu menciptakan
iklim
yang
bagaimana kondisi usahatani cabe
kondusif
bagi
Bandung dan di Kabupaten Bandung Barat. Berdasarkan
uraian
diatas,
maka
keberlanjutan usaha pertanian pada umumnya
permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini
dan
pada
adalah bagaimana daya saing dan kebijakan
khususnya. Salah satu fokus kebijakan otonomi
pemerintah terhadap usahatani cabe merah di
daerah
Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung
komoditas adalah
sayuran
unggulan
meningkatkan
pendapatan
daerah (PAD) melalui tiap sumber dan peluang Netti Tinaprilla
Barat. Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
42
3.
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
TUJUAN
dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat daya saing dan kebijakan pemerintah terhadap usahatani cabe merah di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung
Barat.
Adapun
tujuan
khusus
penelitian ini adalah untuk: 1.
Menganalisis
tingkat
keuntungan
usahatani cabe merah secara finansial dan ekonomi di Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. 2.
Menganalisis
daya
saing
usahatani
cabe merah di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat melalui keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. 3.
Menganalisis pemerintah
dampak pada
kebijakan
usahatani
cabe
merah di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat. 4.
Menganalisis
dampak
perubahan
kebijakan pemerintah terhadap daya saing
usahatani
cabe
merah
di
Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat.
kompetitif dan komparatif. Kajian mengenai daya saing berawal dari pemikiran
Adam
“spesialisasi”
Smith
dan
mengenai
“perdagangan
konsep bebas”
melalui teori keunggulan absolut (absolute advantage).
Selanjutnya pada tahun
1817
David Ricardo melalui bukunya “Principles of Political Economy and Taxation” memperluas teori keunggulan absolut Adam Smith menjadi teori
keunggulan
komparatif
(comparative
advantage) (Salvatore, 1997). Ternyata ide tersebut
bukan
saja
bermanfaat
dalam
perdagangan internasional tapi juga penting dalam ekonomi regional. Sedangkan model Hechkscer-ohlin
(H-O)
menekankan
pada
keseimbangan perdagangan antara dua kutub ekonomi neoclassic. Ide dasar model H-O adalah wilayah yang mempunyai tenaga kerja melimpah, secara relatif akan memanfaatkan kemampuan dirinya untuk memproduksi barang dengan faktor produksi
padat karya yang
relatif lebih murah. Dengan demikian, wilayah tersebut
akan
komparatif
dalam
mempunyai
keunggulan
memproduksi
barang
tersebut (Salvatore, 1997). Keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang ditunjukan oleh suatu negara atau daerah dalam daya saing produk yang dihasilkan
TINJAUAN PUSTAKA Daya
saing
dibandingkan dengan negara atau daerah lain.
merupakan
kemampuan
Keunggulan kompetitif merupakan perluasan
produsen memproduksi dengan mutu yang baik
konsep keunggulan komparatif
dan biaya rendah sehingga pada harga-harga
Porter sebagai kesuksesan suatu perusahaan
yang terjadi di pasar internasional dapat
dalam beroperasi pasar. Keunggulan kompetitif
diproduksi
adalah
dan
dipasarkan
oleh
produsen
alat
untuk
mengukur
dari Michael
daya
saing
dengan memperoleh laba yang mencukupi
komoditi suatu wilayah dengan wilayah lain.
sehingga dapat mempertahankan kelanjutan
Keunggulan ini dihitung berdasarkan harga
usahanya (Simanjuntak dalam Novianti, 2003).
pasar, dan nilai uang yang berlaku atau
Pendekatan yang sering digunakan adalah
berdasarkan analisis finansial sehingga bukan
tingkat keuntungan dan efisiensi. Keuntungan
merupakan konsep yang menggantikan konsep
dilihat dari dua sisi yaitu keuntungan privat
keunggulan
dan keuntungan sosial. Sementara itu, efisiensi
melengkapi (Prihartanti, 2005).
Netti Tinaprilla
komparatif,
tetapi
saling
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
Porter dalam bukunya The Competitive
43
termasuk sayuran baik di pasar regional,
Advantage of Nation (1990), mengemukakan
domestik
tidak adanya korelasi langsung antar dua faktor
Kebijakan
produksi (sumber daya alam yang melimpah
peningkatan ekspor atau melindungi produk
dan sumber daya manusia yang murah) yang
dalam
dimiliki
diberlakukan terhadap input dan output yang
suatu
sebagai
negara,
keunggulan
yang
dimanfaatkan
daya
saing
perdagangan
internasional.
mengembangkan
model
menerangkan
bahwa
internasional
dapat
negeri.
internasional.
ditujukan
Kebijakan
untuk
pemerintah
menyebabkan
Porter
antara harga input dan output yang diterima
yang
negara
secara
meraih
pasar
pemerintah
dalam
berlian,
suatu
maupun
produsen
terjadinya
dengan
harga
perbedaan yang
harga
sebenarnya
terjadi jika dalam kondisi persaingan sempurna.
keunggulan
Pengaruh intervensi pemerintah pada harga
kompetitif, apabila dipenuhi empat syarat yang
output diterangkan oleh Monke and Pearson
saling terkait dan membentuk empat titik
(1989) yang membagi ke dalam delapan tipe
sudut dari poin yang dinamakan bangunan
kebijakan subsidi dan dua tipe kebijakan
intan yaitu : (a) keadaan faktor produksi,
perdagangan. Klasifikasi dari kebijakan harga
seperti tenaga kerja terampil atau prasarana,
komoditas dapat dijelaskan pada Tabel 2.
(b) keadaan permintaan dan tuntutan mutu di
Komoditas sayuran memiliki karakteristik
dalam negeri untuk hasil industri tertentu, (c)
khas yang mengakibatkan memiliki risiko tinggi
eksitensi industri terkait dan pendukung yang
dari aspek budidaya maupun dari pemasaran.
kompetitif secara internasional, (d) strategi
Agustian
perusahaan itu sendiri, dan
permasalahan yang sering dihadapi petani
struktur serta
dalam
sistem persaingan antar perusahaan. Kebijakan
pemerintah
diharapkan
et.
al
(2005)
mengembangkan
mengemukakan usahatani
4
sayuran,
yaitu pertama: sayuran relatif cepat busuk.
meningkatkan daya saing komoditas pertanian Tabel 2. Klasifikasi Kebijakan Harga Komoditas Instrumen Kebijakan Subsidi • Tidak mengubah harga pasar dalam negeri • Mengubah harga pasar dalam negeri Kebijakan perdagangan (mengubah harga pasar dalam negeri)
Dampak Pada Produsen
Dampak Pada Konsumen
Subsidi pada produsen (4 kebijakan) • Pada barang-barang substitusi impor (S+PI; S-PI) • Pada barang-barang orientasi ekspor (S+PE; S-PE)
Subsidi Pada Konsumen (4 kebijakan) • Pada barang-barang substitusi impor (S+CI; S-CI) • Pada barang-barang orientasi ekspor (S+CE; S-CE)
Hambatan pada barang impor (TPI)
Hambatan pada barang ekspor (TCE)
Sumber: Monke and Pearson, 1989. Keterangan: S + = Subsidi S= Pajak PE = Produsen Barang Orientasi ekspor PI = Produsen Barang Substitusi Impor CE = Konsumen Barang Orientasi Ekspor CI = Konsumen Barang Substitusi Impor TCE = Hambatan Barang Ekspor TPI = Hambatan Barang Impor
Netti Tinaprilla
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
44
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
Kedua, petani umumnya menggunakan
dan pencarian pasar) dan pemantapan sentra
pestisida secara intensif untuk menekan resiko
produksi (penerapan iptek untuk meningkatkan
produksi.
kuantitas dan kualitas hasil). Strategi yang
Konsekuensinya
adalah
residu
pestisida pada komoditas sayuran relatif tinggi,
harus
dan menjadi penghambat ekspor sayuran.
komoditas hortikultura adalah (1) menetapkan
Ketiga, petani umumnya tidak berorentasi
komoditas unggulan; (2) membuat pewilayahan
pasar tetapi orientasi produksi.
komoditas yang mengacu pada rencana tata
Keempat
ditempuh
dalam
pengembangan
adalah fluktuasi harga. Oleh karena itu, dalam
ruang
pengembangan komoditas sayuran diperlukan
mengembangkan kemitraan antara petani dan
keberpihakan
pengusaha; (4) memberdayakan kelompok tani;
resiko.
pemerintah
Kebijakan
yang
untuk
menekan
diambil
perlu
(5)
masing-masing
meningkatkan
daerah;
penerapan
(3)
teknologi
menekankan pada aspek pemasaran (off-farm)
rekomendasi dan manajemen usahatani efisien;
dan bukan pada aspek produksi (on-farm) saja.
dan (6) memberdayakan sumberdaya manusia
Berbagai kebijakan yang memacu produksi yang
berorientasi
agribisnis
hortikultura
di bidang teknis dan manajemen usahatani (Agustian et. al 2005).
terutama sayuran masih terbatas. Menurut
Selanjutnya dijelaskan bahwa berdasarkan
Agustian et. al (2005) kebijakan secara spesifik
acuan dari strategi tersebut, maka terdapat
dan langsung pada komoditas hortikultura
tiga pola pengembangan yang dapat ditempuh,
dalam memacu produksi mulai mendapat porsi
yaitu: (1) intensifikasi dan sistem jaminan
perhatian yang terfokus sejak tahun 2001.
mutu
Menurut Sutrisno dalam Agustian et. al (2005)
pasar; (2) memperluas areal tanam melalui
beberapa kebijakan yang dilaksanakan yaitu:
penumbuhan daerah pengembangan dengan
(1) pembinaan teknis pengembangan sayuran
fokus kegiatan pada penyediaan modal usaha,
sesuai dengan dinamika permintaan
dan buah-buahan di daerah hinterland; (2)
sentra produksi, pemberdayaan kelompok tani,
pengembangan sistem produksi sayuran pada
pelatihan,
saat produksi rendah (diluar musim) dan pada
alsintan, pengendalian organisme pengganggu
saat permintaan tinggi, khususnya cabe dan
tanaman
bawang merah; (3) meningkatnya produksi
meningkatkan indeks pertanaman dari 200
sayuran dan buah-buahan melalui pemanfaatan
persen menjadi 300 persen setahun dengan
penyuluhan, dan
pemanfaatan
penangkaran
bibit;
jasa (3)
pekarangan di pedesaan dan perkotaan; (4)
jenis
memperbaiki teknik budidaya sayuran dan
sayuran,
buah-buahan melalui penerapan cara bercocok
sangat
tanam
mengembangkan
teknologi maju dan jarak antar waktu panen
komoditas ekspor, substitusi impor dan bahan
sangat singkat. Selanjutnya dijelaskan bahwa
baku
dan
dalam rangka memperlancar pemasaran hasil
minuman; (6) memperbaiki pola tanam; (7)
pertanian, pemerintah memberikan fasilitas
mengembangkan kawasan usahatani terutama
antara lain; (1) pembinaan kemitraan usaha
yang berorientasi ekspor dan substitusi impor;
antara petani atau kelompok tani dengan
(8) membina peningkatan mutu dan keamanan
pengusaha seperti eksportir, pemilik toko
secara industri
benar;
(5)
pengolahan
pangan
tanaman dimana intensif,
yang
berbeda,
teknik sarat
khususnya
pemeliharaannya
dengan
penerapan
hasil; (9) memperbaiki sistem kelembagaan
swalayan atau pabrik pengolahan makanan-
dan
melalui
minuman; (2) perbaikan infrastruktur seperti
penumbuhan sentra produksi (perluasan areal
jaringan jalan, pelabuhan, angkutan darat,
manajemen
Netti Tinaprilla
usahatani
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
laut/ferry dan udara sehingga pengangkutan menjadi
semakin
efisien;
(3)
penyediaan
informasi pasar; dan (4) pembangunan terminal agribisnis.
45
WTO. Tetapi jika melebihi, maka hal tersebut harus melalui izin WTO (Dirjen BP2HP dalam Agustian et. al 2005). Sebagian besar ekspor ke Asia dan Afrika
Para
pelaku
pemindahan produsen
yang
produk sampai
dan ke
terlibat jasa
dalam
mulai
konsumen
harus
disertai
dengan
sertifikat
yang
dari
dikeluarkan oleh Asian Standard Committee.
sangat
Pungutan tarif dapat dibedakan menurut status
menentukan keberhasilan pemasaran. Oleh
negara,
karena itu, untuk mendukung pemasaran maka
berasal dari negara-negara status Most Favored
sarana transportasi perlu mendapat perhatian
Nation (MFN) dikenakan tarif umum, sedangkan
karena
terhadap
dari negara yang tidak berstatus MFN pungutan
kecepatan dan ketepatan distribusi produk.
impor dikenakan tarif dua kali lebih besar dari
Karakteristik
komoditas
tarif MFN. Pemerintah telah memberlakukan
pertanian cenderung bersifat panjang dan
fasilitas “Green Corridor” yaitu mengenai
dengan
kemudahan
sangat
saluran
nilai
mengurangi
berpengaruh
yang
distribusi rendah.
keuntungan
Hal
ini
barang-barang
pemeriksaan
impor
dokumen
yang
custom
dalam
seperti berkaitan dengan safe guard, anti
Karena tingginya biaya
dumping dan countervailing measures. Untuk
pemasaran akibat panjangnya saluran distribusi
negara berkembang dikenakan biaya impor
maka akan mempersempit keleluasan petani
sangat rendah dan untuk negara-negara belum
untuk menentukan harga jualnya. Hal ini akan
berkembang (negara ACP: Afrika, Carribia,
menciptakan tingginya biaya pemasaran yang
Pasific) dikenakan bea masuk sebesar nol
persaingan harga.
petani
akan
untuk
selanjutnya mengurangi daya saing produk di
persen.
Untuk
pasar (Mayrowani, 2006).
sayuran
berdasarkan
produk
buah-buahan
GATT,
bea
dan masuk
Sejak Januari 1995, Indonesia sebagai
dikurangi sampai 20 persen dari tahun 1995
salah satu negara berkembang dan sebagai
sampai dengan tahun 2001. untuk beberapa
anggota WTO telah menjalankan reformasi
produk bea masuk tersebut akan dikurangi
kebijakan pertanian dan perdagangan dengan
sampai 36 persen (Disindagro Propinsi Jawa
mengacu
Barat, 2007).
(Agreement
kepada on
perjanjian
Agriculture)
pertanian
WTO.
Semua
Jika dilihat dari penelitian terdahulu
bentuk NTB (Non Tariff Barrier) diubah ke
tentang
dalam TB (Tariff Barrier). Terkait dengan hak
bahwa
atas akses pasar, sesungguhnya semua anggota
menguntungkan
WTO, baik negara-negara maju, negara-negara
Dengan menggunakan alat analisis PAM, selain
sedang berkembang maupun negara-negara
dapat menganalisis daya saing usahatani, juga
terbelakang, berhak mengenakan hambatan
dapat mengidentifikasi dampak intervensi atau
tarif impor sebagai alat perlindungan kepada
kebijakan
petani dalam negeri. Hambatan tarif itu dapat
usahatani.
dikenakan sepanjang tidak melebihi tingkat
sektor pertanian di negara berkembang seperti
komitmen tarif yang sudah disepakati (binding
Indonesia
tariff rate). Selama tarif impor yang diusulkan
melindungi konsumen maupun produsen dalam
tidak melebihi binding
negeri,
rate negara yang
bersangkutan tidak perlu minta izin kepada Netti Tinaprilla
usahatani usahatani
cabe
merah,
diketahui
cabe
merah
umumnya
dan
memiliki
pemerintah Kebijakan masih
terhadap
pemerintah
tetap
mengingat
daya
sistem terhadap
diperlukan
komoditas
saing.
untuk
pertanian
memiliki karakteristik yang khas dan memiliki Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
46
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
peranan strategis dalam struktur perekonomian nasional.
Berdasarkan
hal
tersebut,
maka
dan
baris
kedua
yang
menggambarkan
divergensi. Menurut Pearson, S et. Al (2005)
untuk menganalisis tingkat daya saing suatu
bahwa suatu divergensi
komoditas dengan memperhitungkan dampak
perbedaan
dari kebijakan pemerintah lebih tepat jika
perhitungan berdasarkan harga privat dan
menggunakan alat analisis PAM.
perhitungan
Policy Analyisis Matrix (PAM) atau matrik kebijakan
digunakan
pengaruh
intervensi
untuk
menganalisis
pemerintah
hasil
akan menyebabkan
perhitungan
berdasarkan
antara
harga
divergensi dapat disebabkan
sosial,
oleh adanya
kegagalan pasar atau kebijakan pemerintah.
dan
dampaknya pada sistem komoditas. Sistem komoditas yang dapat dipengaruhi meliputi aktivitas tingkat usahatani, penyampaian dari usahatani ke pengolahan maupun pemasaran (Monke and Pearson, 1989). Metode PAM merupakan
suatu
analisis tiga
mengidentifikasikan keuntungan
privat
sosial/ekonomi,
yang
dapat
analisis
yaitu
dan
analisis
keuntungan daya
saing
METODOLOGI PENELITIAN 1.
KERANGKA PEMIKIRAN Pendekatan
yang
digunakan
untuk
menganalisis permasalahan meliputi bagian usahatani
cabe
pemerintah.
merah
Pada
dan
kebijakan
bagian
usahatani,
ditunjukkan bahwa usahatani cabe merah ini
(keunggulan kompetitif dan komparatif) serta
ditentukan
analisis dampak kebijakan pemerintah yang
produksi dan harganya. Begitu pula dengan
mempengaruhi sistem komoditas.
faktor penunjang lainnya baik yang berkaitan
Matrik terdiri dari tiga baris dan empat kolom,
dimana
baris
pertama
adalah
dengan
oleh
aspek
pengolahan
penggunaan
produksi,
seperti
faktor-faktor
pemasaran
penyediaan
dan
teknologi,
perhitungan dengan harga privat atau harga
penyuluhan, insentif investasi dan ketersediaan
yang aktual untuk mengestimasi keuntungan
investasi publik seperti sarana transportasi,
privat. Keuntungan privat dihitung berdasarkan
irigasi
selisih
diperlukan
antara
pendapatan
dan
biaya
berdasarkan harga aktual yang mencerminkan nilai-nilai
yang
dipengaruhi
oleh
semua
dan
lembaga dalam
penelitian pengembangan
Di negara berkembang seperti Indonesia,
kebijakan dan kegagalan pasar. Keuntungan
pemerintah
privat
komoditas
masih
angka
absolut
atau
rasio
dan
kemajuan usahatani cabe merah. intervensi/kebijakan
dalam
sangat
pertanian
untuk
tetap
ada,
merupakan indikator keuntungan atau daya
mengingat komoditas pertanian yang memiliki
saing (keunggulan kompetitif) dari usahatani
karakteristik
berdasarkan teknologi, nilai output, biaya
kebijakan
input dan transfer kebijakan yang ada. Baris
pemerintah daerah menjadi lebih besar dalam
kedua merupakan perhitungan
mengelola potensi sumberdaya. Salah satu
keuntungan
yang otonomi
Dengan
daerah,
pendekatan
bayangan yaitu harga yang menggambarkan
kebijakan
nilai ekonomi yang sesunguhnya bagi unsur-
perbedaan harga-harga input baik
unsur biaya dan hasil, dimana efek kebijakan
maupun
distorsif dan kegagalan pasar tidak ada. Baris
finansial dan ekonomi. Dengan menganalisis
ketiga merupakan selisih antara baris pertama
perbedaan harga-harga finansial dan ekonomi
adalah asing
melihat
adanya
kewenangan
ekonomi berdasarkan harga sosial atau harga
Netti Tinaprilla
untuk
khas.
dampak
dengan
(tradable)
dan
dari
menganalisis domestik
penerimaan
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
dapat diketahui tingkat daya saing cabe merah
3.
serta dampak kebijakan terhadap daya saing. Apabila dengan kebijakan yang ada mampu memberikan keunggulan kompetitif terhadap komoditas yang di analisis, maka kebijakan tersebut
dapat
dipertahankan.
Namun
sebaliknya, jika dengan adanya kebijakan menghambat atau mengurangi nilai kompetitif maka kebijakan tersebut perlu dikaji ulang. Kerangka
pemikiran
konseptual
dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. 2.
47
DATA DAN SUMBER DATA Data yang digunakan adalah data primer
dan data sekunder baik secara kualitatif maupun kuantitatif dari usahatani komoditas sayuran unggulan. Data usahatani berasal dari wawancara dengan petani yang mengusahakan cabe merah yaitu sebanyak 20 petani (10 petani untuk masing-masing kecamatan). Sedangkan data sekunder berasal dari Dinas
Pertanian
Kabupaten
Bandung,
Departemen Pertanian, BPS, perpustakaan IPB dan dinas-dinas lain yang terkait yang dapat
TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
membantu untuk ketersediaan data.
Penelitian dilakukan di dua tempat, yaitu Kecamatan Lembang (Desa Wangunharja dan
4.
Desa Cikidang) dan Kecamatan Ciwidey (Desa Lebakmuncang,
Desa
Rawabogo
dan
Desa
Nengkelan). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
(purposive)
berdasarkan
atas
pemekaran yang terjadi di Kabupaten Bandung dengan pertimbangan bahwa kedua daerah tersebut merupakan salah satu daerah sentra produksi cabe merah di Kabupaten Bandung dan
Kabupaten
Bandung
Barat.
Setelah
pemekaran, Kecamatan Lembang termasuk ke dalam
wilayah
administratif
Kabupaten
Bandung Barat sedangkan Kecamatan Ciwidey termasuk
kedalam
wilayah
administratif
Kabupaten Bandung. Pengumpulan data untuk keperluan
penelitian dilakukan
dari bulan
Desember 2007 sampai bulan Pebruari 2008.
METODE PENGUMPULAN DATA Dalam penelitian ini sampel dipilih dengan
teknik snowball sampling, yaitu sampel dipilih berdasarkan informasi yang diperoleh dari Petugas Penyuluh Lapang (PPL) yang relevan untuk menunjuk calon responden yaitu petani cabe merah, kemudian dari petani tersebut diperoleh
informasi
calon
responden
selanjutnya. 5.
METODE ANALISIS Penelitian ini meliputi analisis daya saing
dan kebijakan pemerintah pada usahatani serta analisis simulasi kebijakan terhadap daya saing usahatani cabe merah. Analisis daya saing dan kebijakan
dilakukan
dengan
menggunakan
metode PAM. Tabel matrik analisis kebijakan (PAM) dapat dilihat pada Tabel 3.
Netti Tinaprilla
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
48
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
Kebijakan Otonomi daerah (UU No 32 Thn 2004 tentang pemerintah daerah dan UU No 33 Thn 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah )
Kebijakan Pemerintah Pusat
Kebijakan Pemerintah Daerah
Kebijakan pemerintah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kebijakan Pemekaran Wilayah
Inovasi Teknologi Input Investasi dan Modal Insentif Infrastruktur Institusi Industri
Harga dan volume input, serta ketersediaan input -
Tenaga kerja Pupuk anorganik Obat-obatan Alat pertanian Input pertanian lainnya
Luas areal lahan
Usahatani Cabe merah di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat
Harga Sayuran Produktivitas Lahan Faktor Lainnya
Keunggulan kompetitif
Dampak kebijakan
Keunggulan komparatif
Daya Saing Komoditas Cabe Merah
IMPLIKASI KEBIJAKAN
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual
Netti Tinaprilla
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
49
Tabel 3. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) Uraian Harga Privat Harga Sosial Dampak Kebijakan dan Distorsi Pasar Sumber : Monke and Paerson (1989) Keterangan : 1. Keuntungan Privat 2. Keuntungan Sosial 3. Transfer Output 4. Transfer Input Tradable 5. Transfer Input Non Tradable 6. Transfer Bersih 7. Rasio Biaya Privat 8. Rasio Biaya Sumberdaya Domestik 9. Koefisien Proteksi Output Nominal 10. Koefisien Proteksi Input Nominal 11. Koefisien Keuntungan
A E I
(D) (H) (I) (J) (K) (L) (PCR) (DRC) (NPCO) (NPCI) (PC)
= = = = = = = = = = =
Keuntungan
D H L
A – (B + C) E – (F + G) A–E B–F C–G I – (K + J) C/(A – B) G/(E – F) A/E B/F D/H
Asumsi yang digunakan dalam analisis
4.
PAM ini adalah : 1.
Biaya Input Input Input Non Tradable Tradable B C F G J K
Penerimaan
Tabulasi dan analisis indikator-indikator yang dihasilkan tabel PAM.
Harga pasar adalah harga yang benarbenar diterima petani yang didalamnya terdapat kebijakan pemerintah (distorsi
KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
pasar) 2.
Harga bayangan adalah harga pada kondisi pasar persaingan sempurna yang mewakili biaya imbangan sosial yang sesungguhnya. Pada komoditi tradable, harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar dunia (internasional)
3.
Output bersifat tradable sedangkan input dapat dipisahkan berdasarkan faktor asing (tradable)
dan
faktor
domestik
(non
tradable) 4.
Eksternalitas dianggap sama dengan nol.
Wilayah
Kabupaten
Bandung
dibagi
menjadi 45 kecamatan yang terdir dari 431 desa
dan
9
administratif
kelurahan.
Batas
wilayah
di sebelah utara berbatasan
dengan Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta, sebelah barat dengan Kabupaten Cianjur, di sebelah timur dengan Kabupaten Garut
dan
Kabupaten
Sumedang,
dan
di
sebelah selatan dengan Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur, di bagian tengah terletak Kota Bandung dan Kota Cimahi dan sebelah selatan dibatasi oleh Samudera Indonesia. Pada tahun 2007 Kabupaten Bandung
Tahapan penyusunan tabel PAM adalah sebagai berikut :
dimekarkan menjadi dua kabupaten, yaitu
1.
Penentuan komponen fisik untuk faktor
Kabupaten Bandung sebagai kabupaten induk
input dan output secara lengkap dari
dan
aktivitas ekonomi usahatani cabe merah.
kabupaten baru hasil pemekaran. Kabupaten
Pemisahan
Bandung Barat terbentuk berdasarkan Undang-
2.
seluruh
biaya
ke
dalam
komponen domestik dan asing. 3.
Kabupaten
Bandung
Barat
sebagai
Undang No 12 tahun 2007. Jumlah penduduk
Penentuan harga finansial (privat) dan
Kabupaten Bandung pada tahun 2006 sebanyak
penafsiran
4.399.482
harga
input-output. Netti Tinaprilla
bayangan
(ekonomi)
kecamatan.
orang,
yang
Setelah
tersebar
terjadi
di
45
pemekaran,
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
50
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
Kabupaten
Bandung
hanya
memiliki
30
terdiri dari lahan sawah seluas 64.906 hektar
kecamatan karena dikurangi 15 kecamatan
dan
yang tergabung ke wilayah Kabupaten Bandung
sebagian besar merupakan lahan produktif
Barat. Kabupaten Bandung Barat mewarisi
meskipun masih sebagian belum dimanfaatkan
beberapa
daerah
secara
tanaman
sayuran
yang
merupakan
terutama
sentra
Kecamatan
Lembang, Parongpong dan Cisarua. Pada
tahun
2007
jumlah
lahan
kering
optimal.
seluas
Luas
251.523
Kecamatan
hektar,
Ciwidey
adalah 3.474 hektar terdiri dari lahan sawah 1.436 hektar, tanah kering 2.038 hektar, lahan
penduduk
basah 17 hektar, tanah hutan 289 hektar,
Kecamatan Ciwidey adalah 67.189 orang yang
tanah
terdiri
keperluan fasilitas umum 47,5 hektar. Luas
dari
33.868
laki-laki
dan
33.321
perkebunan
33
hektar
dan
tanah
perempuan. Dari jumlah tersebut sebanyak
wilayah
25.163 orang bermata pencaharian sebagai
hektar terdiri dari lahan sawah 25 hektar,
petani. Jumlah kepala keluarga 18.890 dengan
lahan
kepadatan
penduduk
538
jiwa/km.
Jenis
Kecamatan bukan
sawah
hektar,
Kecamatan Ciwidey adalah petani, nelayan,
4.164,083 hektar.
pertambangan,
612,013
hektar,
hutan
negara
dan
perkebunan
Pada tahun 2006 Kecamatan Ciwidey
pedagang, pengrajin, buruh industri, buruh buruh
10.637,916
tegal/kebun 5.153,224 hektar, kolam 22,7
pekerjaan yang ditekuni oleh penduduk di
bangunan,
Lembang
buruh
menghasilkan cabe merah 13.845 kwintal atau
perkebunan, pegawai negeri sipil, TNI/POLRI
4,77 persen dari total produksi cabe merah di
dan peternak. Sedangkan Kecamatan Lembang,
Kabupaten Bandung. Sedangkan Kecamatan
pada tahun 2007 berpenduduk 130.424 orang
Lembang
mampu menghasilkan cabe 46.790
yang terdiri dari 65.753 laki-laki dan 64.671
kwintal atau 16,11 persen dari total produksi
perempuan. Jumlah kepala keluarga 33.979
cabe merah di Kabupaten Bandung.
orang, yang terdiri dari 21.954 kepala keluarga
merah diusahakan dengan pola tumpang sari
tani dan 12.135 kepala keluarga bukan tani.
baik di kedua kecamatan, petani umumnya
Cabe
Jenis pekerjaan yang ditekuni oleh penduduk
menanam cabe merah dengan tomat, sawi,
Kecamatan Lembang adalah petani hortikultura,
selada, petcai dan burkol. Sistem tumpang sari
pekebun, peternak, petani ikan, pedagang,
bertujuan untuk meminimalkan resiko kerugian
TNI/POLRI, pegawai negeri sipil dan jasa.
bila harga atau produksi cabe merah sedang
Hasil sensus pertanian 2003 menunjukkan
rendah, sehingga biaya yang telah dikeluarkan
bahwa sektor pertanian merupakan sumber
dapat
mata pencaharian dari 535.120 rumah tangga
komoditas yang ditanam.
atau 52,2 persen dari total jumlah rumah tangga
di
Kabupaten
Pola
oleh
pertanaman
dua cabe
atau merah
lebih di
sebanyak
Kecamatan Lembang dilakukan secara terus-
1.024.871, sisanya 47,8 persen didominasi oleh
menerus, sedangkan di Kecamatan Ciwidey
sektor industri, buruh dan perdagangan. Hal ini
cabe
menunjukkan peran dominan sektor pertanian
dengan komoditi lain terutama untuk lahan
dalam
tangga
sawah, ketika musim hujan petani memilih
perekonomian
bertani padi karena lebih menguntungkan.
struktur
pedesaan
dan
Bandung
ditanggung
ekonomi pertumbuhan
rumah
daerah.
merah
dilakukan
secara
bergantian
Selain itu jika dipaksakan menanam cabe
Lahan pertanian yang ada di Kabupaten
merah akan dibutuhkan perawatan yang lebih
Bandung adalah seluas 298.646 hektar, yang
intensif, bahkan biaya obat-obatan dua sampai
Netti Tinaprilla
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
51
tiga kali lipat dari musim biasanya. Masa
konsumen akhir. Perdagangan cabe merah
produktif untuk tanaman cabe merah adalah
dimulai
7-8 bulan, memasuki bulan keempat tanaman
konsumen
akhir.
Ada
sudah dapat dipanen. Pemetikan rata-rata
pemasaran
dalam
penyampaian
dilakukan sebanyak 15 sampai 20 kali. waktu
tersebut ke konsumen akhir: (1) petani –
dari
petani
produsen
sampai
beberapa
ke
saluran
komoditas
pemetikan setiap 5-7 hari dengan masa panen
pedagang pengumpul – pedagang besar – pasar
3 bulan.
induk
caringin
(Bandung)
–
pengecer
-
Ketidakpastian kondisi alam merupakan
konsumen; (2) petani – pedagang pengumpul –
faktor yang mempengaruhi produksi. Selain itu,
pedagang besar – pasar induk Kramat Jati
fluktuasi harga yang tinggi mengakibatkan
(Jakarta) – pengecer – konsumen; dan (3)
resiko usahatani sangat tinggi. Keunikan cabe
petani – pedagang pengumpul – pedagang besar
merah
– supermarket – konsumen.
tersebut
menimbulkan
berbagai
permasalahan baik dalam budidaya maupun pemasarannya
yang
pengumpul
pada
saluran
sistem
pemasaran ketiga biasanya sekaligus sebagai
manajemen usahatani yang baik mulai dari
pedagang besar, ada beberapa pedagang besar
budidaya
sampai
memerlukan
Pedagang
Beberapa
dalam saluran pemasaran ke supermarket baik
permasalahan yang umumnya dikeluhkan oleh
yang ada di Kabupaten Bandung atau Kota
para petani adalah harga sarana produksi
Bandung
mahal,
Segar, PT Multi Fresh Farm, PT Alamanda
sulit
pemasarannya.
mendapatkan
modal
usaha,
produksi yang rendah terutama di musim hujan dan
fluktuasi
menghindari
harga. hal
Petani
tersebut
tidak
karena
adanya
ketika musim hujan harga cabe merah akan tinggi, tetapi pada saat itu serangan hama dan penyakit sangat tinggi juga sehingga diperlukan modal lebih untuk membeli obat-obatan. Sifat komoditas sayuran yang perishible, dan
produksi
bersifat
Sejati Utama, dan PD Rama Putra.
dapat
keterbatasan modal. Seperti diketahui bahwa
bulky
diantaranya CV Bimandiri, CV Putri
musiman
DAYA SAING DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI CABE MERAH 1.
ANALISIS KEUNTUNGAN USAHATANI CABE MERAH Hasil
analisis
keuntungan
privat
dan
mengharuskan pemasaran yang lebih cepat,
keuntungan sosial usahatani cabe merah dari
karena apabila tidak segera dipasarkan akan
kedua tempat penelitian yang merupakan salah
terjadi penurunan kesegaran dan pada akhirnya
satu daerah sentra produksi di Kabupaten
akan mempengaruhi harga jual. Panjangnya
Bandung yaitu Kecamatan Ciwidey dan di
saluran
Kabupaten
pemasaran
mempengaruhi
harga
tentunya sayuran
di
akan tingkat
Bandung
Barat
di
Kecamatan
Lembang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. Nilai Keuntungan Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Ciwidey dan Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam (dalam Juta Rupiah) tahun 2008 Keuntungan
Kecamatan Ciwidey
Kecamatan Lembang
Finansial atau Privat
29,274
36,194
Ekonomi atau Sosial
37,727
35,575
Netti Tinaprilla
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
52
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
Secara umum usahatani cabe merah di
usahatani cabe merah di Ciwidey 37,727 juta
kedua kecamatan menguntungkan baik secara
rupiah atau 54,26 pesen dari total penerimaan,
finansial maupun ekonomi. Adanya perbedaan
sementara di Lembang sebesar 35,575 juta
kesuburan tanah dan pengalaman bertani,
rupiah atau 48,25 persen dari total penerimaan.
menyebabkan cara bertani yang berbeda di
Keuntungan ekonomi usahatani cabe merah di
kedua
Ciwidey relatif lebih besar dibandingkan di
daerah.
Perbedaan
tersebut
dapat
dicermati dari penggunaan input yang berbeda
Lembang.
baik
dari
jenis,
volume
maupun
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
harga.
usahatani cabe merah di Ciwidey relatif lebih
Perbedaan kesuburan tanah dan cara bertani
memberikan manfaat bagi masyarakat secara
menyebabkan
keseluruhan dibandingkan di Lembang.
keuntungan
privat
dan
keuntungan ekonomi usahatani cabe merah tersebut berbeda di kedua tempat penelitian. Keuntungan
finansial
usahatani
cabe
Tingkat keuntungan ekonomi usahatani cabe merah di Ciwidey lebih besar dari keuntungan
finansialnya,
merah di Kecamatan Ciwidey adalah 29,274
kebijakan
juta rupiah per hektar per musim tanam atau
mengakibatkan
atau
artinya
intervensi
keuntungan
adanya
pemerintah
yang
diterima
sebesar 50,45 persen dari total penerimaan,
petani menjadi lebih kecil dari keuntungan
sementara di Kecamatan Lembang sebesar
yang seharusnya diterima apabila tanpa adanya
36,194 juta rupiah atau sebesar 51,23 persen
kebijakan
dari total penerimaan. Sementara tingkat
Sementara di Lembang tingkat keuntungan
produktivitas cabe merah di Lembang adalah
ekonomi usahatani cabe merah lebih kecil dari
9,50 ton per hektar per musim tanam lebih
keuntungan finansialnya, hal ini menunjukkan
tinggi dibandingkan di Ciwidey sebesar 8,96 ton
bahwa adanya kebijakan atau intervensi dari
per hektar per musim tanam.
pemerintah justru memberikan insensif yang
Perhitungan keuntungan ekonomi pada
baik
pada
atau
intervensi
usahatani
pemerintah.
tersebut
sehingga
penelitian ini didasarkan pada kondisi tidak
keuntungan yang dihasilkan menjadi lebih
ada kebijakan pemerintah dalam usahatani
tinggi dibanding keuntungan yang diperoleh
cabe merah atau tanpa adanya distorsi pasar,
tanpa
sehingga harga input-output
pemerintah.
yang berlaku
adanya
kebijakan
atau
intervensi
mencerminkan harga sosial yang sebenarnya. Secara umum, keuntungan ekonomi usahatani
2.
besar dari nol, artinya usahatani tersebut memperoleh keuntungan atas biaya normal yang
dihitung
berdasarkan
harga
sosial/bayangan. Tingkat keuntungan ekonomi
ANALISIS DAYA SAING USAHATANI CABE MERAH
cabe merah di kedua tempat penelitian lebih
Hasil analisis PAM yang digunakan untuk mengukur tingkat daya saing adalah nilai DRC dan PCR yang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai Indikator Daya Saing Usahatani Cabe Merah di Kecamatan Ciwidey dan di Kecamatan Lembang per Hektar per Musim Tanam. Tahun 2008 Indikator
Kecamatan Ciwidey
Kecamatan Lembang
PCR competitive
0,44
0,45
DRC comparative
0,39
0,46
Netti Tinaprilla
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
Berdasarkan nilai DRC, usahatani cabe
53
keunggulan kompetitif dari pengusahaan cabe
merah di kedua daerah menghasilkan nilai DRC
merah
yang
dari satu. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa usahatani cabe merah di
sejalan dengan hasil analisis keuntungan sosial
kedua tempat penelitian memiliki keunggulan
pada Tabel 4 yang bernilai positif. Hal ini
kompetitif
menunjukkan bahwa usahatani cabe merah di
dibawah kebijakan pemerintah yang ada. Hal
Ciwidey dan di Lembang memiliki tingkat
ini terlihat dari nilai PCR yang kurang dari satu.
efisiensi ekonomi yang relatif tinggi dalam
Hasil ini sejalan dengan tingkat keuntungan
menggunakan
privat yang dihasilkan usahatani cabe merah di
kurang
sumberdaya
ekonomi
yang
tersebut.
atau
Dari
Tabel
mempunyai
di
atas,
daya
saing,
langka, yaitu lahan yang cocok dan tenaga
kedua
kerja. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa
tersebut
kebijakan atau intervensi, secara ekonomi
memproduksi atau menghemat satu unit nilai
usahatani
daerah
tambah memerlukan faktor domestik lebih
dan
kecil dari satu unit, dengan kata lain komoditas
cabe
memiliki
merah
keunggulan
di
kedua
komparatif
daerah
yang
bernilai
menunjukkan
berpotensi untuk dikembangkan, sehingga akan
tersebut
lebih
domestiknya pada harga privat.
menguntungkan
sendiri
di
dalam
apabila
diproduksi
Hal untuk
membiayai
faktor
dibandingkan
Apabila dibandingkan, nilai PCR cabe
mengimpor karena untuk menghasilkan atau
merah di Ciwidey dan di Lembang tidak
memproduksi
tambah
signifikan perbedaannya, dengan kata lain
memerlukan pengorbanan sumberdaya ekonomi
Ciwidey dan Lembang memiliki keunggulan
yang lebih kecil dari satu satuan.
kompetitif yang tidak berbeda
satu
negeri
mampu
positif.
bahwa
satuan
nilai
Dengan membandingkan nilai indikator
terhadap
usahatani
cabe
signifikan
merah.
Hal
ini
tersebut, Kecamatan Ciwidey lebih efisien
menunjukkan
dalam menggunakan sumberdaya dibandingkan
pemerintah terhadap usahatani cabe merah di
dengan Kecamatan Lembang. Hal tersebut
Lembang
dapat dicermati dari nilai DRC cabe merah di
keunggulan
Ciwidey
dibahas
sebesar
0,39
relatif
lebih
kecil
dibandingkan di Lembang sebesar 0,46.
bahwa
dukungan
berpengaruh
positif
kompetitifnya.
sebelumnya
kebijakan terhadap
Seperti
bahwa
telah
keunggulan
komparatif Kecamatan Lembang terhadap cabe
Keunggulan kompetitif dilihat dari alokasi
merah
relatif
lebih
rendah
dibandingkan
sumberdaya untuk mencapai efisiensi privat.
Kecamatan Ciwidey, tetapi dengan adanya
Efisiensi privat diukur dengan Rasio Biaya
kebijakan pemerintah, Kecamatan Lembang
Privat (PCR). PCR merupakan rasio antara
justru dapat memiliki keunggulan kompetitif
biaya faktor domestik dengan nilai tambah
yang relatif sejajar dengan Kecamatan Ciwidey.
output dan biaya input yang diperdagangkan
Berdasarkan hasil analisis daya saing baik
pada harga aktual atau pada kondisi dibawah
secara komparatif maupun kompetitif maka
kebijakan pemerintah. Nilai PCR menunjukkan
dapat disusun suatu prioritas dalam pemilihan
kemampuan usahatani dalam membiayai faktor
lokasi usahatani cabe merah diantara kedua
domestik pada harga aktual. Semakin kecil
tempat
nilai
Tabel 6.
PCR,
Netti Tinaprilla
maka
semakin
tinggi
tingkat
penelitian
seperti
terlihat
pada
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
54
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
Table 6. Prioritas Tempat Usahatani Cabe Merah Diantara Kedua Tempat Penelitian Berdasarkan Kriteria Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif. Uraian - Keunggulan Komparatif - Keunggulan Kompetitif Maka Prioritas tempat usahatani Kriteria
dalam
menentukan
prioritas
Prioritas 1
Prioritas 2
Ciwidey Ciwidey Ciwidey
Lembang Lembang Lembang
terjadi
di
pasar
internasional.
Kebijakan
tempat usahatani cabe merah adalah tempat
pemerintah biasanya terdiri dari kebijakan
yang memiliki daya saing baik keunggulan
subsidi
kompetitif maupun keunggulan komparatif,
Dampak kebijakan pemerintah terhadap output
dimana
keunggulan
komparatif
baik
subsidi
positif
atau
negatif.
menjadi
dapat teridentifikasi dari Nilai Transfer Output
kriteria yang utama. Hal tersebut didasarkan
(OT) dan Koefisien Proteksi Output Nominal
pada keyakinan bahwa keunggulan komparatif
(NPCO) seperti dapat dilihat pada Tabel 7.
merupakan keunggulan yang bersumber dari
Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa
kelimpahan dan kekhasan wilayahnya, sehingga
nilai Transfer Output (OT) dari usahatani cabe
sulit untuk diciptakan. Berdasarkan Tabel di
merah di kedua tempat penelitian bernilai
atas
memiliki
negatif. Hal ini menunjukkan bahwa adanya
keunggulan komparatif dibandingkan dengan
diketahui
bahwa
kebijakan atau intervensi pemerintah pada
Lembang.
output
Mengingat
Ciwidey tempat
penelitian
terhadap
usahatani
cabe
merah
merupakan salah satu daerah sentra produksi
tersebut
sayuran
dengan kata lain telah terjadi pengalihan
di
Kabupaten
Kabupaten Bandung
Bandung
Barat,
dan
maka
di
secara
lebih
menguntungkan
surplus dari petani
konsumen
ke konsumen, sehingga
ekonomis akan lebih menguntungkan untuk
distorsi pasar yang terjadi mengakibatkan
memprioritaskan
usahatani
harga aktual cabe merah lebih rendah dari
cabe merah tersebut di daerah yang lebih
harga sosialnya. Kenyataan tersebut membuat
memiliki keunggulan komparatif.
petani dirugikan karena tidak memperoleh
pengembangan
penerimaan yang seharusnya dapat mereka 3.
ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN
terima dalam kondisi tanpa adanya intervensi
PEMERINTAH
atau
Adanya
intervensi
pemerintah
menyebabkan harga output berbeda antara
kebijakan
pemerintah.
Sebaliknya
konsumen atau pedagang menerima insentif dari petani.
harga yang diterima petani dengan harga yang Tabel 7. Nilai Indikator Dampak Kebijakan Output Terhadap Daya Saing Usahatani Cabe Merah di Kecamatan Ciwidey dan di Kecamatan Lembang per Hektar per Musim Tanam, tahun 2008. Indikator Transper Output (OT) (Dalam Rupiah) NPCO
Netti Tinaprilla
Kecamatan Ciwidey
Kecamatan Lembang
- 11.502.420,72
- 3.075.228,06
0,83
0,96
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
Berdasarkan nilai OT yang bernilai negatif,
55
meningkatkan produksinya. Berdasarkan nilai
kebijakan
NPCO di atas, petani cabe merah di Ciwidey
terhadap output membuat penerimaan petani
menerima harga aktual cabe merah hanya
berkurang. Dengan adanya kebijakan output,
sebesar 83 persen dari harga sosialnya, dengan
penerimaan petani cabe merah di Ciwidey
kata lain petani di Ciwidey menerima harga
menunjukkan
bahwa
adanya
berkurang sebesar 11.502.420,72 rupiah relatif
aktual cabe merah 17 persen lebih rendah dari
lebih tinggi dibanding petani cabe merah di
harga sosialnya. Demikian juga untuk usahatani
Lembang
cabe merah di Lembang, petani cabe merah di
yang
3.075.228,06
berkurang
rupiah.
hanya
Dengan
sebesar
kata
lain,
Lembang menerima harga aktual cabe merah
kebijakan terhadap output yang ada cenderung
hanya sebesar 96 persen dari harga sosialnya,
melindungi konsumen, karena dengan adanya
4 persen lebih rendah dari harga sosialnya.
kebijakan, konsumen menerima harga cabe merah lebih rendah dari harga sosialnya. Nilai
NPCO
yang
mempengaruhi
antara
harga input asing di pasar dalam negeri digunakan indikator nilai Transfer Input (IT),
privat
dan Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI).
dengan
rasio
pemerintah
penerimaan yang dihitung berdasarkan harga berdasarkan
adalah
Untuk mengidentifikasi kebijakan atau intervensi
penerimaan
harga
yang
bayangan.
dihitung
Nilai
NPCO
Sedangkan
untuk
mengidentifikasi
dampak
menunjukkan dampak kebijakan dan kegagalan
kebijakan pemerintah terhadap input domestik
pasar yang tidak terkoreksi dengan kebijakan
(non tradable) digunakan indikator Transfer
efisiensi
divergensi
Faktor. Adapun jenis input asing (tradable)
harga privat dengan harga sosial atas output.
dalam penelitian ini antara lain benih, pupuk
NPCO
sehingga merupakan
menyebabkan indikator
yang
dapat
anorganik, dan obat-obatan. Indikator yang
digunakan untuk melihat besarnya dampak
digunakan
untuk
kebijakan
kebijakan
input
pemerintah
terhadap
komoditas
cabe merah yang dianalisis. Dari Tabel di atas,
mengidentifikasi terhadap
dampak
usahatani
cabe
merah dapat dilihat pada Tabel 8.
nilai NPCO cabe merah di Ciwidey dan di
Nilai transfer input (IT) merupakan selisih
Lembang kurang dari satu, artinya petani cabe
antara biaya input tradable pada harga privat
merah di kedua tempat tidak mendapatkan
dengan biaya input tradable pada harga sosial.
perlindungan dari pemerintah, karena harga
Nilai IT di kedua tempat bernilai negatif. Hal
aktual cabe merah yang diterima petani lebih
ini
rendah dari harga sosialnya. Kondisi tersebut
memberikan subsidi kepada usahatani cabe
menunjukkan
merah atas penggunaan input asing (tradable).
bahwa
produsen
tidak
mendapatkan insentif dari pemerintah untuk
menunjukkan
Subsidi
pada
bahwa
harga
pemerintah
input
tersebut
Tabel 8. Nilai Indikator Dampak Kebijakan Input Terhadap Usahatani Cabe Merah di Kecamatan Ciwidey dan di Kecamatan Lembang per Hektar per Musim Tanam Tahun 2008. Indikator Transfer Input (IT) (dalam rupiah) NPCI Transfer Faktor (FT) (dalam rupiah)
Netti Tinaprilla
Kecamatan Ciwidey
Kecamatan Lembang
-2.256.571,65
-2.256.827,55
0,71
0,70
-793.456,99
-1.438.244,63
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
56
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
mengakibatkan biaya input pada harga aktual
Ciwidey dan di Lembang membeli input asing
lebih rendah dari harga sosialnya, sehingga
(tradable) lebih rendah berturut-turut sebesar
petani menerima harga input asing lebih murah
29 persen dan 30 persen dari harga sosialnya.
dari yang seharusnya dibayarkan jika tanpa
Transfer Faktor (FT) adalah perbedaan
adanya kebijakan. Bentuk subsidi tersebut
harga sosial dengan harga finansial yang
dapat berupa pengadaan sarana dan prasarana
diterima oleh produsen untuk pembayaran
pertanian. Subsidi input asing relatif lebih
faktor produksi yang tidak diperdagangkan (non
besar
diterima
petani
di
Lembang
yang
tradable/input
domestik).
Nilai
FT
yang
menerima subsidi sebesar 2.256.827,55 rupiah.
bernilai
Sedangkan petani di Ciwidey menerima subsidi
kebijakan
sebesar
insentif kepada petani atas penggunaan input
2.256.571,65
rupiah.
Petani
cabe
negatif
menunjukkan
pemerintah
yang
terdapat
memberikan
merah di Lembang menerima subsidi lebih
domestik (non tradable), sehingga petani harus
besar dibanding petani di Ciwidey, petani cabe
membayar input domestik (non tradable) lebih
merah di Lembang menerima subsidi 255,90
rendah
rupiah atau 0,01 persen lebih besar dari subsidi
besaran nilai FT, usahatani cabe merah di
yang diterima petani di Ciwidey.
Lembang relatif lebih diuntungkan dengan
dari
harga
sosialnya.
Berdasarkan
Koefisien proteksi input nominal (NPCI)
adanya kebijakan, karena subsidi terhadap
adalah rasio antara biaya input tradable
input domestik yang diterima petani cabe
berdasarkan harga sosial atau harga bayangan
merah di Lembang adalah 1.438.244,63 rupiah
dengan harga finansial. Perbedaan antara
relatif lebih besar dari petani di Ciwidey yang
kedua biaya tersebut menunjukkan adanya
hanya menerima subsidi sebesar 793.456,99
kebijakan yang mengakibatkan harga finansial
rupiah.
input tradable berbeda dengan harga sosial
Kebijakan pemerintah pada input-output
input tradable. Nilai NPCI digunakan untuk
adalah analisis gabungan antara kebijakan
mengukur dampak kebijakan input tersebut,
input dan kebijakan output. Dampak kebijakan
dimana nilai NPCI cabe merah di kedua tempat
secara
penelitian kurang dari satu. Artinya dengan
maupun terhadap output dapat dilihat dari
adanya
kebijakan
asing
baik
terhadap
input
(tradable),
Kofisien Proteksi Efektif (EPC), transfer bersih
petani cabe merah di kedua tempat secara
(NT), koefisien keuntungan (PC) dan rasio
tidak langsung menerima subsidi atas input
subsidi produsen (SRP). Hasil analisis dampak
asing
kebijakan
(tradable)
input
keseluruhan
sehingga
petani
dapat
input-output
terhadap
usahatani
membeli input asing (tradable) lebih rendah
cabe merah di kedua tempat penelitian dapat
dari harga sosialnya. Petani cabe merah di
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai Indikator Dampak Kebijakan Input-Output Terhadap Usahatani Cabe Merah di Kecamatan Ciwidey dan Lembang per Hektar per Musim Tanam Tahun 2008. Indikator Koefisien proteksi efektif (EPC) Transfer Bersih (NT) (dalam rupiah) Koefisien Keuntungan (PC) Rasio Subsidi Produsen (SRP)
Netti Tinaprilla
Kecamatan Ciwidey
Kecamatan Lembang
0,85
0,99
-8.452.392,08
619.844,11
0,78
1,02
-0,12
0,01
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
Nilai
Koefisien
menggambarkan pemerintah
Proteksi
sejauh
Efektif
mana
bersifat
(EPC)
kebijakan
melindungi
atau
57
keuntungan petani cabe merah sebesar 2 persen
dari
diterima
keuntungan
tanpa
adanya
yang
seharusnya
kebijakan.
Namun
menghambat produksi domestik. Nilai EPC
sebaliknya untuk usahatani cabe merah di
usahatani
Ciwidey,
cabe
merah
di
kedua
tempat
dengan
adanya
kebijakan
penelitian bernilai kurang dari satu. Artinya
menyebabkan keuntungan yang diterima lebih
kebijakan yang ada tidak melindungi petani
rendah dari keuntungan sosial.
cabe
merah
tersebut
atau
penerapan
Nilai
SRP
menunjukkan
proporsi
instrumen kebijakan pemerintah dalam pasar
penerimaan produsen pada harga sosial yang
input-output
berdampak
atau
dapat menutupi subsidi dan pajak sehingga
menghambat
terhadap
pengembangan
melalui nilai SRP memungkinkan membuat
disinsentif
usahatani cabe merah. Namun jika dicermati
perbandingan
nilai EPC cabe merah di Lembang mendekati
perekonomian bagi suatu sistem komoditas.
nilai satu, hal ini menunjukkan bahwa secara
Nilai SRP cabe merah di Lembang bernilai
keseluruhan
positif yaitu sebesar 0,01 artinya, petani cabe
kebijakan
di
Lembang
relatif
tentang
besarnya
subsidi
memberikan insentif terhadap usahatani cabe
merah
merah di daerah tersebut dibandingkan di
keuntungan
Ciwidey.
keuntungan sosialnya. Dengan kata lain, petani
Nilai Transfer Bersih (NT) mencerminkan dampak
kebijakan
keseluruhan
pemerintah
terhadap
penerimaan
di
Lembang yang
menikmati diterima
tambahan
dibandingkan
cabe merah di Lembang membayar biaya
secara
produksi lebih kecil dari tambahan keuntungan
petani
yang diterima. Hal sebaliknya terjadi pada
apakah merugikan petani atau sebaliknya. Nilai
usahatani cabe merah di Ciwidey, nilai SRP
NT usahatani cabe merah di Ciwidey bernilai
usahatani cabe merah justru bernilai negatif.
negatif. Hal tersebut mencerminkan adanya
Artinya telah terjadi transfer dari petani ke
pengurangan nilai tambah atau surplus petani
pemerintah atau konsumen, dengan kata lain,
akibat
kebijakan
adanya
kebijakan,
sehingga petani
pemerintah
berpengaruh
negatif
Ciwidey dirugikan sebesar 8.452.392,08 rupiah,
terhadap struktur biaya produksi, karena biaya
sedangkan petani cabe merah di Lembang
yang diinvestasikan petani lebih besar dari
justru menerima surplus sebesar 619.844,11
pada nilai tambah keuntungan yang dapat
rupiah.
diterima.
Koefisien
Keuntungan
(PC) merupakan
indikator yang menunjukkan dampak insentif dari semua kebijakan output, kebijakan input asing (tradable) dan input domestik (net policy transfer).
Berdasarkan
nilai
PC
DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING USAHATANI CABE MERAH
memperlihatkan bahwa nilai PC cabe merah di Lembang lebih besar dari satu, sedangkan PC cabe merah di Ciwidey bernilai kurang dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah secara keseluruhan berpengaruh positif terhadap usahatani cabe merah di Lembang, Netti Tinaprilla
sehingga
mampu
meningkatkan
Peningkatan biaya produksi yang terdiri dari kenaikan harga benih sebesar 12,5 persen, kenaikan harga pupuk sebesar 16 persen, kenaikan
harga
obat-obatan
sebesar
12,5
persen dan kenaikan upah sebesar 12 persen akan
berdampak
pada
berkurangnya
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
58
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
keuntungan dan daya saing usahatani cabe
merah menjadi lebih rendah dari kondisi awal,
merah seperti dapat dilihat pada Tabel 10.
hal ini dapat dilihat dari nilai PCR dan DRC
Peningkatan biaya produksi menyebabkan penurunan keuntungan pada usahatani cabe
setelah peningkatan biaya produksi menjadi lebih besar dari kondisi awal.
merah di kedua tempat penelitian. Keuntungan
Penurunan harga output yang terjadi,
usahatani cabe merah di Ciwidey adalah 26,53
yaitu penurunan harga cabe merah sebesar 7
juta
penurunan
persen akan berdampak pada keuntungan dan
keuntungan sebesar 2,74 juta rupiah atau 9,36
daya saing usahatani cabe merah seperti dapat
persen
dilihat pada Tabel 11.
rupiah dari
atau
mengalami
kondisi
awal,
sementara
di
Lembang keuntungannya sebesar 33,74 juta
Penurunan harga output menyebabkan
rupiah terjadi penurunan keuntungan sebesar
menurunnya
2,45 juta rupiah atau 6,78 persen dari kondisi
Usahatani cabe merah di Ciwidey memperoleh
awal.
keuntungan sebesar 25,21 juta rupiah atau
Seperti telah diuraikan di atas bahwa
peningkatan
biaya
produksi
keuntungan
dan
daya
saing.
menyebabkan
terjadi penurunan keuntungan sebesar 4,06
tingkat keuntungan menjadi lebih kecil dari
juta rupiah atau sebesar 13,87 persen dari
kondisi awal. Namun demikian, usahatani cabe
kondisis
merah di kedua tempat penelitian tetap
merah di Lembang memperoleh keuntungan
memiliki
dan
sebesar 31,25 juta rupiah, terjadi penurunan
keunggulan kompetitif, hal ini dapat dicermati
keuntungan sebesar 4,95 atau 13,67 persen
keunggulan
komparatif
awal,
sementara
usahatani
cabe
dari nilai PCR dan DRC yang nilainya masih
lebih rendah dari kondisi awal. Penurunan
lebih kecil dari satu. Namun peningkatan biaya
harga
output
menyebabkan
keuntungan
produksi menyebabkan tingkat daya saing cabe Tabel 10. Indikator Keuntungan dan Daya Saing Usahatani Cabe Merah di Ciwidey dan di Lembang per Hektar per Musim Tanam, Tahun 2008 Akibat Peningkatan Biaya Produksi. Indikator Keuntungan privat (juta) Keuntungan ekonomi (juta) PCR DRC Keterangan
Kecamatan Ciwidey Kondisi 1 Kondisi 2 29,27 26,53 37,73 33,79 0,44 0,49 0,39 0,45
Kecamatan Lembang Kondisi 1 Kondisi 2 36,19 33,74 35,58 32,16 0,45 0,48 0,46 0,51
: Kondisi 1 = kondisi awal Kondisi 2 = kondisi setelah peningkatan biaya produksi (kenaikan harga benih 12.5 persen, kenaikan harga pupuk 16 persen, kenaikan harga obat-obatan 12.5 persen dan kenaikan upah 12 persen)
Tabel 11. Indikator Keuntungan dan Daya Saing Usahatani Cabe Merah di Ciwidey dan di Lembang per Hektar per Musim Tanam, Tahun 2008 Akibat Penurunan Harga Output Indikator Keuntungan privat (juta) Keuntungan ekonomi (juta) PCR Keterangan
Netti Tinaprilla
: Kondisi 1 Kondisi 2
Kecamatan Ciwidey Kondisi 1 Kondisi 2 29,27 25,21 37,73 32,86 0,44 0,48
Kecamatan Lembang Kondisi 1 Kondisi 2 36,19 31,25 35,58 30,41 0,45 0,48
= kondisi awal = kondisi setelah terjadinya penurunan harga output 7 persen Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
59
usahatani cabe merah di kedua tempat
11,16 juta rupiah atau mengalami penurunan
penelitian mengalami penurunan daya saing.
keuntungan sebesar 25,03 juta rupiah atau
Hal
69,16 persen dari kondisi awal.
ini
terlihat
dari
nilai
PCR
setelah
Terjadinya
penurunan harga output yang lebih besar
penurunan produksi menyebabkan daya saing
dibanding kondisi awal.
komoditas
cabe
merah
di
kedua
tempat
Apabila produksi usahatani cabe merah
menjadi lebih rendah dibanding kondisi awal.
mengalami penurunan sebesar 36 persen, maka
Hal ini dapat dicermati dari nilai PCR dan DRC
usahatani di kedua tempat akan mengalami
yang nilainya lebih besar dari kondisi normal.
penurunan
saing.
Namun demikian, kedua komoditas tersebut
Perubahan keuntungan dan daya saing tersebut
masih tetap memiliki daya saing karena nilai
dapat dilihat pada Tabel 12.
PCR dan DRC masih lebih kecil dari satu.
keuntungan
Usahatani
daya
Ciwidey
Hasil analisis keuntungan dan daya saing
memperoleh keuntungan sebesar 8,78 juta
dari usahatani cabe merah di kedua tempat
rupiah atau terjadi penurunan keuntungan
penelitian setelah adanya peningkatan biaya
sebesar 20,49 juta rupiah atau 70,00 persen
produksi dan penurunan harga output secara
dari
bersamaan
kondisi
Lembang
cabe
dan
awal.
merah
Sedangkan
memperoleh
di
petani
keuntungan
di
dapat
dilihat
pada
Tabel
13.
sebesar
Tabel 12. Indikator Keuntungan dan Daya Saing Usahatani Cabe Merah di Ciwidey dan di Lembang per Hektar per Musim Tanam, Tahun 2008 Akibat Penurunan Produksi Indikator
Kecamatan Ciwidey Kondisi 1 Kondisi 2
Kecamatan Lembang Kondisi 1 Kondisi 2
Keuntungan privat (juta)
29,27
8,78
36,19
11,16
Keuntungan ekonomi (juta)
37,73
14,09
35,58
10,49
0,44
0,72
0,45
0,72
0,39
0,62
0,46
0,74
PCR DRC Keterangan : Kondisi 1 Kondisi 2
= kondisi awal = Kondisi setelah terjadi penurunan produksi 36 persen
Tabel 13. Indikator Keuntungan Dan Daya Saing Usahatani Cabe Merah Di Ciwidey dan Di Lembang per Hektar per Musim Tanam, Tahun 2008 Akibat Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Harga Output Indikator
Kecamatan Ciwidey Kondisi 1 Kondisi 2
Kecamatan Lembang Kondisi 1 Kondisi 2
Keuntungan privat (juta)
29,27
22,47
36,19
28,80
Keuntungan ekonomi (juta)
37,73
28,93
35,58
26,99
PCR
0,44
0,53
0,45
0,52
DRC
0,39
0,49
0,46
0,55
Keterangan : Kondisi 1 = kondisi awal Kondisi 2 = kondisi setelah terjadinya peningkatan biaya produksi dan penurunan harga output secara bersamaan
Netti Tinaprilla
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
60
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
Usahatani
cabe
merah
di
Ciwidey
Usahatani
cabe
merah
di
Ciwidey
memperoleh keuntungan sebesar 22.470.000
memperoleh keuntungan sebesar 6,04 juta
rupiah atau mengalami penurunan keuntungan
rupiah atau terjadi penurunan keuntungan
sebesar 6,80 juta rupiah atau sebesar 23,24
sebesar
persen dari kondisi awal, sementara usahatani
Sementara usahatani cabe merah di Lembang
cabe
merah
di
Lembang
79,36
persen
dari
kondisi
awal.
memperoleh
memperoleh keuntungan sebesar 8,17 juta
keuntungan sebesar 28.800.000 juta rupiah
rupiah atau terjadi penurunan keuntungan
atau mengalami penurunan keuntungan sebesar
sebesar
7,39 juta rupiah atau 20,44 persen dari kondisi
Walaupun
kedua
awal. Dengan demikian, walaupun terjadi
penurunan
keuntungan
kombinasi
biaya
biaya produksi yang disertai dengan penurunan
harga
output,
produksi, namun kedua komoditas tersebut
kedua
tempat
masih
perubahan
produksi
dan
usahatani
cabe
peningkatan
penurunan merah
di
75,93
memiliki
persen
dari
kondisi
komoditas
daya
akibat
saing
awal.
mengalami peningkatan
baik
secara
penelitian masih menguntungkan baik secara
kompetitif maupun komparatif. Hal ini dapat
finansial maupun secara ekonomi. Peningkatan
dicermati dari nilai PCR dan DRC cabe merah di
biaya produksi dan penurunan harga output
kedua tempat penelitian yang bernilai kurang
menyebabkan nilai PCR dan DRC dari kedua
dari satu, tetapi nilai PCR dan DRC setelah
komoditas yang dianalisis di kedua tempat
terjadi
penelitian tetap bernilai kurang dari satu, hal
disertai dengan penurunan produksi lebih besar
tersebut menunjukkan bahwa kedua komoditas
dari kondisi awal. Hal tersebut menunjukkan
tersebut masih tetap memiliki keunggulan
bahwa
komparatif dan keunggulan kompetitif.
disertai dengan
Hasil analisis keuntungan dan daya saing dari usahatani cabe merah di kedua tempat penelitian setelah adanya peningkatan biaya produksi
dan
penurunan
produksi
bersamaan dapat dilihat pada Tabel 14.
secara
peningkatan
peningkatan
biaya
biaya
penurunan
produksi
produksi
yang
yang
produksi telah
mengakibatkan daya saing cabe merah di kedua tempat penelitian menjadi berkurang. Hasil analisis keuntungan privat dan daya saing cabe merah di kedua tempat setelah adanya peningkatan biaya produksi, penurunan harga output dan penurunan produksi secara bersamaan, dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 14. Indikator Keuntungan dan Daya Saing Usahatani Cabe Merah Di Ciwidey dan Di Lembang per Hektar per Musim Tanam, Tahun 2008 Akibat Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi Indikator Keuntungan privat (juta) Keuntungan ekonomi (juta) PCR DRC
Kecamatan Ciwidey Kondisi 1 Kondisi 2 29,27 6,04 37,73 10,15 0,44 0,81 0,39 0,72
Kecamatan Lembang Kondisi 1 Kondisi 2 36,19 8,71 35,58 7,07 0,45 0,78 0,46 0,82
Keterangan
: Kondisi 1 = kondisi awal Kondisi 2 = kondisi setelah terjadinya peningkatan biaya produksi dan penurunan produksi secara bersamaan
Netti Tinaprilla
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
61
Tabel 15. Indikator Keuntungan dan Daya Saing Usahatani Cabe Merah Di Ciwidey dan Di Lembang per Hektar per Musim Tanam, Tahun 2008 Akibat Peningkatan Biaya Produksi, Penurunan Produksi dan Penurunan Harga Output Kecamatan Ciwidey Kondisi 1 Kondisi 2
Indikator
Kecamatan Lembang Kondisi 1 Kondisi 2
Keuntungan privat (juta)
29,27
3,44
36,19
5,54
Keuntungan ekonomi (juta)
37,73
7,04
35,58
3,77
PCR
0,44
0,88
0,45
0,85
DRC
0,39
0,79
0,46
0,90
Keterangan : Kondisi 1 = kondisi awal Kondisi 2 = kondisi setelah terjadinya peningkatan biaya produksi, penurunan produksi dan penurunan harga output secara bersamaan
Apabila
terjadi
peningkatan
biaya
produksi, penurunan produksi dan penurunan harga output secara bersamaan, usahatani cabe
merah
di
Ciwidey
memperoleh
keuntungan sebesar 3,44 juta rupiah atau
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN KESIMPULAN 1.
Usahatani cabe merah di kedua tempat
terjadi penurunan keuntungan sebesar 88,23
penelitian
menguntungkan
persen dari kondisi awal, sementara usahatani
finansial
maupun
cabe
ekonomi
memperoleh
Lembang
keuntungan sebesar 5,54 juta rupiah atau
finansial
turun sebesar 84,69 persen dari kondisi awal.
dibandingkan Ciwidey.
merah
di
Lembang
Peningkatan biaya produksi dan penurunan
2.
baik
menghasilkan yang
relatif
secara dimana
keuntungan lebih
besar
Cabe merah di kedua tempat menghasilkan
harga yang disertai dengan penurunan produksi
nilai PCR dan DRC lebih kecil dari satu, hal
membuat usahatani cabe merah di kedua
ini menunjukkan bahwa usahatani di kedua
tempat penelitian semakin tidak efisien atau
tempat memiliki keunggulan kompetitif
dengan kata lain daya saing cabe merah
dan
tersebut menjadi rendah. Walaupun demikian,
memiliki keunggulan komparatif maupun
usahatani
keunggulan kompetitif untuk menghasilkan
cabe
merah
di
kedua
tempat
penelitian masih tetap berdaya saing, hal tersebut tergambarkan dari nilai keuntungan
komparatif.
Ciwidey relatif
lebih
cabe merah dibanding Lembang. 3. Dampak
kebijakan
dari nol dan nilai PCR dan DRC yang lebih kecil
usahatani di kedua tempat menerima
dari satu. Hal tersebut menunjukkan bahwa
harga aktual output lebih kecil dari harga
usahatani
sosialnya.
merah
di
kedua
tempat
Dengan
merah
di
merah
terhadap
privat dan keuntungan sosial yang lebih besar
cabe
cabe
output
usahatani
menyebabkan
demikian, kedua
usahatani
penelitian tetap layak untuk dikembangkan
cabe
tempat
tidak
baik secara finansial maupun ekonomi.
mendapat perlindungan dari pemerintah, sehingga terjadi pengurangan penerimaan petani akibat adanya kebijakan terhadap output tersebut.
Netti Tinaprilla
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
62
4.
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
Hasil analisis dampak kebijakan terhadap
PCR
input
mendekati
menunjukkan
memberikan (tradable)
dan
tradable),
sehingga
pemerintah
atas
input
DRC
yang
satu.
semakin
Namun,
perubahan
sampai
mengubah
asing
tersebut
domestik
(non
keuntungan menjadi negatif (rugi) maupun
petani
menerima
tidak
mengubah
keunggulan
kompetitif
keunggulan
seharusnya dibayarkan jika tanpa adanya
berdaya
saing.
Dengan
kebijakan.
walaupun
terjadi
peningkatan
Artinya
besar
input
harga input tersebut lebih murah dari yang dengan
adanya
komparatif
menjadi
dan tidak
demikian, biaya
kebijakan input, usahatani cabe merah di
produksi, penurunan harga output dan
kedua
penurunan produksi baik secara parsial
tempat
secara
tidak
langsung
menerima subsidi atas input tersebut.
atau
Usahatani
kedua
cabe
menerima
merah
insentif
dibandingkan kebijakan
di
Lembang
lebih
Ciwidey.
terhadap
sekarang, 5.
bahwa
subsidi
dan
besar
Artinya input
usahatani cabe
ada
merah
di
bersamaan,
tempat
usahatani
tetap
dikembangkan.
dengan
yang
secara
layak
di
untuk
Dengan demikian secara
keseluruan, kebijakan pemekaran wilayah Kabupaten Bandung
Bandung Barat
dan
tidak
Kabupaten
mengakibatkan
Lembang relatif lebih diuntungkan.
penurunan
Hasil analisis dampak kebijakan input-
merah di kedua lokasi tersebut.
daya
saing
komoditi
cabe
output secara keseluruhan menunjukkan bahwa kebijakan terhadap input-output yang
ada
sekarang
meningkatkan
hanya
mampu
keuntungan petani cabe
IMPLIKASI KEBIJAKAN 1.
di
merah di Lembang sebesar dua persen dari
petani.
tanpa adanya kebijakan. Sedangkan untuk cabe
kebijakan
pemerintah
output
yang
berpengaruh
merah ada
di
sekarang
negatif terhadap
input-
kebijakan
diterima.
obatan,
struktur
pemerintah
Secara
umum
terhadap
input-
output lebih menguntungkan usahatani cabe merah di Lembang. 6.
Hasil
analisis
menunjukkan
perubahan
kebijakan
bahwa
terjadinya
peningkatan biaya produksi, penurunan harga output dan penurunan produksi yang dilakukan baik secara parsial maupun secara bersamaan, menyebabkan tingkat keuntungan yang semakin kecil dan nilai Netti Tinaprilla
peningkatan
pemerintah perlu
sistem
daerah
melakukan
pemasaran
dan
distribusi input khususnya pupuk dan obat-
justru
kemudian
untuk
mendukung
efisiensi pemasaran input maupun output, diperlukan
lebih besar dari nilai tambah keuntungan dapat
itu
Bandung
pembenahan
biaya, karena biaya yang diinvestasikan yang
diperlukan
Untuk
Kabupaten
Ciwidey,
terhadap
Ciwidey,
produktivitas dan harga yang diterima
keuntungan yang seharusnya diterima jika usahatani
Untuk meningkatkan keuntungan usahatani
peningkatan
aksesibilitas
daerah melalui pembangunan sarana jalan dan fasilitas pemasaran yang memadai. 2.
Meskipun secara finansial usahatani cabe merah di Lembang lebih menguntungkan, Lembang memiliki kompetensi dasar di sektor
pariwisata
dan
perdagangan.
Implikasinya, dalam rangka meningkatkan produksi cabe merah, Kabupaten Bandung Barat
perlu
mendorong pengembangan
daerah sentra baru. Hal tersebut dapat dilakukan tersedia
mengingat lahan
masih
potensial
yang
banyak belum
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
termanfaatkan
di
wilayah
Kabupaten
bimbingan teknis penerapan benih unggul
Bandung Barat. 3.
Untuk
dan
meningkatkan
63
pemupukan
berimbang,
keunggulan
penanggulangan hama dan penyakit. Untuk
kompetitif dan keunggulan komparatif,
mencapai tujuan tersebut maka diperlukan
maka perlu peningkatan efisiensi disertai
pembinaan
peningkatan
penyuluh
produktivitas
dan
dan
pengembangan
pertanian.
Oleh
tenaga karena
pemanfaatan hasil. Untuk itu perlu iklim
pemekaran wilayah Kabupaten Bandung
usaha
dan
yang
kondusif
dengan
cara
penyediaan fasilitas kredit usaha (agar
Barat
tidak
menurunkan daya saing komoditi
Kabupaten
Bandung
cabe
petani tidak menggantungkan modalnya
merah di kedua lokasi, maka kedua lokasi
dari hasil panen), pelayanan teknis seperti
ini dapat melanjutkan programnya untuk
standarisasi produk dan informasi pasar
mengembangkan
dan mendorong pengembangan kemitraan
cabe merah di masing-masing kabupaten
usaha
secara terpisah.
antara
petani
dengan
industri
hortikultura
khususnya
pengolahan 4.
Dari
simulasi
bahwa
kebijakan,
usahatani
cabe
menunjukkan merah
rentan
terhadap perubahan harga input, harga output dan perubahan produksi baik secara parsial
maupun
secara
bersamaan.
Implikasinya adalah (1) diperlukan evaluasi dan pengawasan sistem distribusi dan pemasaran input terutama pupuk dan obat-obatan untuk mencegah kelangkaan dan mahalnya input tersebut ketika musim tanam;
(2)
untuk
menekan
tingginya
fluktuasi harga diperlukan strategi antara lain, pembangunan infrastruktur untuk memperlancar distribusi dan pemasaran, upaya
penanganan
pasca
panen
dan
pengaturan pergiliran tanaman agar tidak terjadi panen serentak di semua wilayah sentra produksi, sehingga dapat menjamin kontinuitas
produksi.
Disamping
itu,
diperlukan keseriusan pemerintah untuk mengembangkan sub terminal agribisnis sampai tingkat kecamatan disertai dengan pelatihan dan standarisasi mutu produk. (3) Untuk menekan fluktuasi produksi cabe merah, diperlukan langkah strategis antara
DAFTAR PUSTAKA Agustian, A, Armen Z, Syahyuti, Herlina T, Ade S, Yana S dan Tjetjep N. 2005. Laporan Akhir “Analisis Berbagai Bentuk Kelembagaan Pemasaran dan Dampaknya Terhadap Kinerja Usaha Komoditas Sayuran dan Buah”. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Adi,
W. 2006. Analisis Kesejahteraan Masyarakat Pasca Pemekaran Propinsi Di Indonesia Dalam Jurnal Ekonomi dan Pembangunan (JEP), XIV (1) 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan. Jakarta.
Dinas Pertanian Kabupaten Bandung. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2005-2010. Bandung. ______________________________ . 2005. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Bandung 2005. Bandung. ______________________________ . 2006. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Bandung 2006. Bandung.
lain, pemberian pelatihan kepada petani tentang inovasi teknik budidaya seperti Netti Tinaprilla
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
64
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 – Desember 2008)
______________________________ . 2006. Rencana Strategis Pembangunan Pertanian Kabupaten Bandung. Kerjasama Puslit Kebijakan Pertanian dan Agribisnis Universitas Padjadjaran dengan Dinas Pertanian Kabupaten Bandung. Bandung. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Agro Propinsi Jawa Barat. 2007. Petunjuk Pasar Sayur Mayur dan Buah-buahan di Asia dan Afrika. Bandung. A. 2005. Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) pada Pemerintah Daerah. UII Press Jogjakarta. Yogyakarta. Mayrowani, H. 2006. Kebijakan Otonomi Daerah Dalam Perdagangan Hasil Pertanian dalam Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4 No 3 September 2006. Pusat Analisis Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Latief,
Monke, E. A dan S.R. Pearson. 1989. The Policy Analysis Matrix For Agricultural Development. Cornell University Press: Itacha and London. Novianti, T. 2003. Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Unggulan Sayuran. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pearson, S, Carl Gotsch dan Sjaiful Bahri. 2005. Aplikasi Policy Analysis Matrix pada Pertanian Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Pemerintah Kabupaten Bandung, Kecamatan Ciwidey. 2007. Data Monografi Kecamatan Ciwidey. Bandung.
Program Pasca Sarjana. Pertanian Bogor. Bogor.
Institut
Rosfaulina. 2000 Analisis Pendapatan Usahatani Cabe Merah keriting di Tiga Desa di Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Salman, M. 1993. Analisis Ekonomi Komoditas Kapas Indonesia: Pendekatan Simulasi Kebijakan Dengan Model Ekonometrika. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Erlangga. Jakarta. Saragih, B. 2001. Analisis Pendapatan Usahatani Cabe Merah Keriting (studi kasus di desa Karawang Kecamatan Sukabumi Kabupaten Sukabumi Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Simanungkalit, J. 2003. Analisis Tipologi Daya saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Simanupang, P. 2003. Analisis Kebijakan: Konsep Dasar dan Prosedur Pelaksanaan dalam Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian Volume 1 Nomor 1, maret 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan. Jakarta. Tarigan, R. 2004. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara. Jakarta.
Pemerintah Kabupaten Bandung, Kecamatan Lembang. 2007. Data Monografi Kecamatan Lembang. Bandung. Pusat Data dan Informasi Dirjen Hortikultura. 2008. Volume dan Nilai Ekspor-Impor Komoditas Sayuran di Indonesia. Jakarta. Rusono, N. 1999. Analisis Daya saing Beberapa Komoditi Tanaman Pangan Pada Beberapa Lokasi Pengembangan. Tesis. Netti Tinaprilla
Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah pada Usahatani Cabe Merah (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)