27
0
TEMA : PERISTIWA – PERISTIWA SEJARAH YANG TERJADI DI TINGKAT DAERAH KALIMANTAN BARAT
JUDUL : TANJUNGPURA DI MATA GENERASI MUDA
PENULIS : NURHAFIZAH
KANTOR PERPUSTAKAAN, ARSIP DAN DOKUMENTASI KOTA PONTIANAK
1
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan petunjuk-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah yang berjudul “ Tanjungpura Dimata Generasi Muda”. Sumber dari karya tulis ini berupa buku – buku, browsing di internet, ditambah dengan wawancara terhadap masyarakat setempat, terutama pada mahasiswa – mahasiswa. Diantara sumber – sumber tersebut saya susun, semua informasi dan fakta yang sesuai dengan karya tulis ini, sehingga menurut saya data – data ini cukup akurat. Dalam penulisan karya tulis ini pastilah ada banyak kendala yang saya dapatkan, namun saya berhasil menghadapi dan menyelesaikan karya tulis ini dengan tepat waktu. Akhir kata jika ada sesuatu yang tidak berkenan pada hati pembaca mohon dimaklumi. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Pontianak, 30 November 2012
Penulis
26
karena unsur bahan zaman dahulu yang berbeda. Motif kain – kai tersebut diantaranya : 1. 2. 3. 4.
Motif corak Nage Belimbur Motif Pelagi Bekubak Motif Corak Lingsang Motif Lunggi
25
2
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Kalimantan Barat merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang kaya akan budaya dan sejarahnya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya ditemukan bekas-bekas peninggalan kerajaan. Salah satu kerajaan yang terkenal di Kalimantan Barat yaitu Kerajaan Tanjungpura yang terletak di Simpang – Matan, Kabupaten Ketapang. Namun seiring dengan berlalunya waktu, banyak orang-orang yang tidak meneruskan atau menginformasikan tentang kejayaan kerajaan tersebut kepada generasi. Pada era globalisasi sekarang ini banyak pemuda-pemudi yang sudah mengabaikan atau tidak mau peduli terhadap kebudayaan dan adat istiadat di masa lampau. Cara untuk melanjutkan perjuangan pahlawan pada masa lalu, diantaranya dengan melestarikan kebudayaan dan adat istiadat, serta mempelajari kerajaan - kerajaan yang pernah berdiri di Kalimantan Barat. Salah satu kerajaan yang pernah berdiri di Kalimantan Barat adaah Kerajaan Matan atau Tanjungpura dan merupakan kerajaan tertua di Kalimantan Barat.
Peninggalan lain yang cukup unik adalah motif kain kerajaan yang sudah berusiia 200 – 300 tahun. Pakaian – pakaian ini tidak dapat dicuci dengan cara biasa tetapi harus menggunakan kunyit
Kita sering mendengar kata “ Tanjungpura” yang dapat ditemukan pada nama jalan, kodam, bahkan nama perguruan tinggi negeri di Kalimantan Barat. Tetapi banyak yang tidak mengetahui arti dan asal usul dari nama “ Tanjungpura”. Sebagian masyarakat sudah mulai melupakan sejarah yang terjadi di masa lalu, hal ini disebabkan masyarakat sudah terbiasa dengan kehidupan modernisasi dan globalisasi.
3
1.2
24
15. Majelis Pemerintah Kerajaan Matan (1943−1948), terdiri dari Uti Halil (Pg. Mangku Negara), Uti Apilah (Pg. Adipati), Gusti Kencana (Pg. Anom Laksamana).
Rumusan Masalah
Nama tokoh pahlawan nasional yang diangkat menjadi nama jalan, gedung, tempat merupakan hal yang biasa, begitupula dengan tokoh daerah. Apabila nama kerajaan diangkat menjadi nama universitas merupakan hal yang sangat jarang. Tetapi tidak dengan kerajaan pertama di Kalimantan Barat, yaitu Kerajaan Tanjungpura. Berasal dari manakah kata Tanjungpura ? Dan apakah asal – usul Kerajaan Matan - Tanjungpura. Mengapa nama Kerajaan Tanjungpura dijadikan nama universitas, nama jalan, dan kodam ? Karena kebanyakan dari nama jalan, nama gedung, dan tempat adalah nama tokoh pahlawan nasional dan tokoh daerah. Contohnya GOR Pangsuma, Sultan Abdurahman, Dara Nante, Putri Candramidi, Dara Hitam, M.Sohor, dan masih banyak lainnya.
2.5
Peninggalan Benda – benda Bersejarah Berikut koleksi yang masih ada di keraton ini adalah :
1. Meriam Padam Pelita
Apakah keistimewaan dari Kerajaan Tanjungpura sehingga dijadikan nama universitas, nama jalan, dan kodam ? Karena sangat jarang sekali nama kerajaan bisa diangkat menjadi nama universitas, jalan, dan kodam. 1.3
Pembatasan Masalah Suatu penelitian agar tidak terjadi kesalahpahaman yang terlalu jauh haruslah ditentukan pembatasan masalah penelitian. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini salah satunya adalah subjek penelitian. Yang menjadi subjek penelitian ini masyarakat setempat, terutama mahasiswa – mahasiswa.
1.4
Tujuan Pembuatan karya tulis ini bertujuan untuk memberitahukan asal – usul nama Tanjungpura diangkat menjadi nama universitas, jalan, serta kodam.
Apabila meriam ini dibunyikan maka seluruh Ketapang pada waktu itu, lampu pelitanya akan padam karena terkena bisa suara meriam ini. Yang lebih aneh lagi, diceritakan meriam ini meskipun kecil akan tetapi beratnya sangat luar biasa sehingga hanya kerabat keraton saja yang bisa mengangkatnya. 2. Aneka Motif Kain
23
2. b. Pangeran Agung Martadipura (1725−1730); Anak Sultan Muhammad Zainuddin, pembagian kekuasaan memimpin kerajaan di Tanah Merah. 7. Pangeran Mangkurat/Sultan Aliuddin Dinlaga (1728−1749); Anak Sultan Muhammad Zainuddin, pembagian kekuasaan di Sandai dan Tanah Merah. a. Pangeran Ratu Agung (1735−1740); Anak Sultan Muhammad Zainuddin, pembagian kekuasaan, memimpin kerajaan di Simpang. b. Sultan Muazzidin Girilaya (1749−1762); Anak Pangeran Ratu Agung, memimpin kerajaan di Simpang. 8. Sultan Akhmad Kamaluddin/Panembahan (1762−1792); Anak Sultan Aliuddin Dinlaga.
Tiang
Tiga
9. Pangeran Ratu atau Sultan Muhammad Jamaluddin (1792−1830); Anak Sultan Akhmad Kalamuddin. 10. Pangeran Adi Mangkurat Iradilaga atau Panembahan Anom Kusuma Negara (1831−1843); Anak Pangeran Mangkurat. 11. Pangeran Cakra yang Tua atau Pangeran Jaya Anom (1843−1845); Sebagai pejabat perdana menteri, anak Pangeran Mangkurat. 12. Panembahan Gusti Muhammad Sabran (1845−1908); Anak Panembahan Anom Kusuma Negara. 13. Pangeran Laksamana Uti Muchsin (1908−1924); Anak Panembahan Gusti Muhammad Sabran. 14. Panembahan Gusti Muhammad Saunan atau Pangeran Mas (1924−1943); Anak Gusti Muhammad Busra.
4
1.5
Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk memberikan informasi dan gambaran, serta menambah pengetahuan tentang Kerajaan Matan – Tanjungpura untuk mayarakat luas terutama untuk masyarakat Kalimantan Barat. BAB II PEMBAHASAN 2.1
Latar Belakang
Kerajaan Matan atau Tanjungpura merupakan kerajaan tertua di provinsi Kalimantan Barat tepatnya di Simpang – Matan Kabupaten Ketapang. Kejayaan Kerajaan ini pada abad ke-14 menjadi bukti bahwa peradaban negeri Tanah Kayong sudah cukup maju pada masa lalu. Tanjungpura adalah provinsi Singhasari yang semula bernama Bakulapura. Nama bakula berasal dari bahasa Sansekerta artinya pohon tanjung (mismonup alengi), sehingga Bakulapura mendapat nama Melayu menjadi Tanjungpura. Wilayah kekuasaan Tanjungpura dari Dato ( Sambas ) sampai Tanjung Puting yaitu mencakup Provinsi Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Tengah. Kemudian Tanjungpura menjadi sebuah provinsi Majapahit, lalu nama Tanjungpura menjadi umum untuk sebutan pulau Kalimantan. Setelah mangkatnya Gajah Mada kemungkinan ibukota pulau Tanjungpura berada di Kalimantan Selatan sebagai pangkalan yang lebih strategis utuk menguasai wilayah lebih luas lagi. Sumber yang menyatakan tentang keberadaan Kerajaan Tanjungpura dapat dibaca dalam Negarakertagama karangan Mpu Prapanca pada masa Kertanegara (1268—1292) dari Singosari dan pada masa Kerajaan Majapahit dengan Sumpah Palapa Patih Mangkubumi Gajah Mada (Gusti Mhd. Mulia [ed.], 2007:1).
5
22
Menurut Hikayat Banjar, kerajaan di Kalimantan Selatan saat itu yaitu Negara Dipa sudah memiliki pengaruh luas membentang dari Kerajaan Sambas hingga Karasikan ( Kerajaan Tidung ) di perbatasan Kalimantan Timur - Sabah dengan rajanya seorang dara ketika ia mulai memerintah yaitu Putri Junjung Buih/Raden Galuh Ciptasari/Putri Ratna Janggala-Kadiri. Putri Junjung Buih ( Bhre Tanjungpura I ) digantikan oleh puteranya yang urutan ketiga bernama Pangeran Aria Dewangsa ( Bhre Tanjungpura II ). Raden Sekar Sungsang putera Pangeran Aria Dewangsa ( Bhre Tanjungpura III ) memindahkan ibukota ke hilir dengan nama kerajaan Negara Daha. Ketika merantau ke Giri, Raden Sekar Sungsang mulai mengena agama Islam dan menjadi besan Sunan Giri kemudian ia mendapat gelar Panji Agung Rama Nata. Menurut Pararaton, Bhre Tanjungpura bernama Mangalawardhani Dyah Suragharini yang berkuasa 1429-1464, dia menantu Bhre Tumapel II ( abangnya Suhita ). Bhre Tanjungpura bernama Tumapel III Kertawijaya. Kemudian dalam Prasasti Trailokyapuri disebutkan Manggalawardhani Dyah Suragharini menjaba Bhre Daha VI ( 1464-1474). Di dalam mandala Majapahit, Ratu Majapahit merupakan prasada, sedangkan Madura dan Tanjungpura sebagai ansa-nya.
5. Prabu Jaya/Brawijaya (1447-1461); Taklukan Majapahit, menurut Negarakertagama, menurut Prasasti Waringin Pitu (1447).
Kerajaan Tanjungpura mengalami masa keemasan pada sekitar abad ke-14. Kerajaan ini adalah kerajaan tertua di Tanah Kayong bahkan di Kalimantan Barat. Nama Tanah Kayong digunakan untuk menyebut Ketapang yang terkenal sebagai tanah asal orang-orang sakti. Ibukota Kerajaan Tanjungpura beberapa kali mengalami perpindahan dari satu tempat ke tempat lainnya. Beberapa penyebab Kerajaan Tanjungpura berpindah ibukota adalah terutama karena serangan dari kawanan perompak (bajak laut) atau dikenal sebagai “Lanon”. Dimasa itu gerombolan “Lanon” sangat kejam dan meresahkan penduduk, serta sering beralih pusat pemerintahan adalah demi mempertahankan diri karena sering mendapat serangan
3. Panembahan Ayer Mala (1622−1630); Anak Panembahan Bandala.
6. Raja Baparung, Pangeran Prabu (1461−1481). 7. Karang Tunjung, Panembahan Pudong Prasap (1481−1501). 8. Panembahan Kalahirang (1501−1512); Kerajaan pindah ke Sukadana, politik ekspansi sampai Tanjung Datuk, Tanjung Putting, Karimata, dan Pulau Tujuh. 9. Panembahan Bandala (1512−1538); Anak Kalahirang. 10. Panembahan Anom (1538−1565); Saudara Panembahan Bandala. 11. Panembahan Dibarokh atau Sibiring Mambal (1565−1590). 1. Kerajaan Matan 1. Giri Kusuma (1590−1608); Anak Panembahan Bandala. 2. Ratu Sukadana atau Putri Bunku/Ratu Mas Jaintan (1608−1622); Istri Giri Kusuma/Anak Ratu Prabu Landak.
4. Sultan Muhammad Syafeiudin, Giri Mustaka, atau Pangeran Iranata/Cakra (1630−1659); Anak/Menantu Giri Kusuma. 5. Sultan Muhammad Zainuddin/Pangeran Muda (1659−1725); Anak Sultan Muhammad Syaeiuddin. 6. a. Pangeran Agung (1710−1711); Perebutan kekuasaan.
21
6
Meski terpecah-pecah menjadi beberapa kerajaan, namun kerajaan-kerajaan turunan Kerajaan Tanjungpura (Kerajaan Sukadana, Kerajaan Simpang-Matan, dan Kerajaan Kayong-Matan atau Kerajaan Tanjungpura II) masih tetap eksis dengan pemerintahannya masing-masing. Silsilah raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Matan (dan sebelum berdirinya Kerajaan Matan) di atas adalah salah satu versi yang berhasil diperoleh.
dari kerajaan lain. Karena sering berpindah-pindah ibukota Kerajaan
Terdapat versi lain yang juga menyebutkan silsilah raja-raja Matan yang diperoleh dari keluarga Kerajaan Matan sendiri dengan menghimpun data dari berbagai sumber (P.J. Veth, 1854; J.U. Lontaan, 1975; H. von Dewall, 1862; J.P.J. Barth, 1896; Silsilah Keluarga Kerajaan Matan-Tanjungpura; Silsilah Raja Melayu dan Bugis; Raja Ali Haji, Tufat al-Nafis; Harun Jelani, 2004; H.J. de Graaf, 2002; Gusti Kamboja, 2004), yakni sebagai berikut: Kerajaan Tanjungpura 1. Sang Maniaka atau Krysna Pandita (800 M), menurut Bustan Arifin Al Salatin, Sejarah Nasional, Sejarah Melayu, Pengaruh Syailendra dan Sriwijaya (850-900). 2. Hyang-Ta (900−977), Menurut kronik Cina, Pengaruh Sriwijaya Periode Kerajaan Kalingga (India Selatan). 3. Siak Bahulun (977−1025); Menurut Sejarah Kalimantan Barat/Cerita Lisan Periode serangan Kerajaan Cola (India Selatan) ke Sriwijaya. 4. Rangga Sentap (1290); Taklukan Singhasari, Ekspedisi Pamalayu Periode Singhasari (1222−1293).
Tanjungpura dapat dibuktikan dengan adanya situs sejarah yang ditemukan di bekas ibukota - ibukota kerajaan tersebut. Gambar 2.1. Istana Matan-Tanjungpura Tahun 1977 Negeri Baru di Ketapang merupakan salah satu tempat yang pernah dijadikan pusat pemerintahan Kerajaan Tanjungpura. Dari Negeri Baru, ibukota Kerajaan Tanjungpura berpindah ke Sukadana. Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Zainuddin (1665−1724), pusat istana bergeser lagi, kali ini ditempatkan di daerah Sungai Matan (Ansar Rahman, tt:110). Dari sinilah riwayat Kerajaan Matan dimulai. Pusat pemerintahan kerajaan ini kemudian berpindah lagi yaitu pada tahun 1637 di wilayah Indra Laya. Indra Laya adalah nama dari suatu tempat di tepian Sungai Puye, anak Sungai Pawan. Kerajaan Tanjungpura kembali beringsut ke Kartapura, kemudian ke Desa Tanjungpura, dan terakhir pindah lagi ke Mulia Kerta di mana Keraton Muhammad Saunan sekarang berdiri.
7
20
Setelah raja pendiri kota Kerajaan Tanjungpura wafat dan dimakamkan di Kota Tanjungpura , pemerintahannya dilanjutkan oleh Pangerang Perdana Menteri ( Pangeran Jaya Anom ) ( 1833 – 1845 ). Tahun 1845, sebagai Pengganti Pangeran, Perdana Menteri dinobatkanlah Haji Muhammad Sabran. Panembahan ini pulalah memindahkan pusat pemerintahannya ke Mulia Kerta ( 1876 ). Padanya diberkahi 3 putra dengan nama masing – masing : 1. Gusti Solihin bergelar Pangeraan Bendahara. 2. Uti Mukhsin bergelar Pangeran Laksamana. 3. Gusti Busrah bergelar Pangeran Ratu. Semasa hidupnya, Penembahan Haji Sabran, telah ditunjuk beliau putera mahkota Gusti Busrah sebagai penggantinya. Tetapi, sebelum naik tahta Gusti Busrah meninggal secara misterius, sedangkan puteranya Pangeran Mas masih belum dewasa. Pangeran Mas kemudian bergelar Panembahan Saunan. Selama Pangeran MAS menambah ilmu keluar daerah, Pemerintahan dipegang oleh Pangeran Laksaman Uti Mukhsin ( 1908 – 1924 ). Sekembalinya dari luar daerah, Pangeran Mas naik tahta dengan Gelar Panembahan Saunan. Beliau masih belum menikah. Keraton diubahnya menurut apa yang dilihatnya dari daerah modern diwaktu itu. Keraton tersebut masih berdiri hingga sekarang ini. Kerajaan Matan diperintahnya sejak tahun 1924 – 1943. Pemerintahannya berakhir karena kekejaman Jepang. Salah seorang Raja yang terhisap korban keganasan Jepang yang terkenal dengan sebutan “Penyungkupan”, yaitu menggunakan kain berupa sarung menutupi kepala sampai mukanya. Tapi keterangan banyak orang yang melihatnya, bahwa beliau tak sempat terbunuh oleh Jepang,
Pangeran Muhammad Sabran. Muhammad Saunan merupakan cucu dari Panembahan Sabran yang dinobatkan sebagai pewaris tahta kerajaan karena sang putra mahkota, anak pertama Panembahan Sabran yang bernama Pangeran Ratu Gusti Muhammad Busra, wafat terlebih dulu dari ayahnya. Ketika dilantik sebagai pemimpin kerajaan pada 1909, Gusti Muhammad Saunan (putra pertama Gusti Muhammad Busra) masih belum cukup dewasa, maka kendali pemerintahan dipegang oleh Uti Muchsin Pangeran Laksamana Anom Kesuma Negara (paman Gusti Muhammad Saunan/adik Gusti Muhammad Busra). Gusti Muhammad Saunan resmi menjabat sebagai Panembahan Matan pada 1922 dan meninggal dunia pada era pendudukan Jepang di Indonesia yaitu tahun 1942.
19
8
Dipertuan Syah Raja Negara Sukadana. Posisi kepemimpinan Kerajaan Kayong kemudian dialihkan kepada kakak Pangeran Anom yaitu Pangeran Cakra Negara yang berkuasa sebagai Panembahan Matan pada periode 1833−1835. Atas campur tangan Belanda, mulai tahun 1835 Pangeran Anom kembali didudukkan menjadi Panembahan Matan hingga tahun 1847.
katanya pada detik – detik rencana pengakapan untuk jadi makanan pedang samurai Jepang, beliau menghilang secara misterius pada malam hari. Tahun 1945 – 1946 dikerajaan Matan diangkatlah 3 orang Pangeran untuk mengatur Pemerintahan yang telah tersusun sebagai berikut :
5. Pangeran Muhammad Sabran. Muhammad Sabran adalah anak dari Panembahan Anom. Ketika diresmikan menjadi sultan dengan Surat Keputusan Gubernemen (Pemerintah Kolonial Hindia Belanda) No. 3 tertanggal 11 Maret 1847, Pangeran Muhammad Sabran masih berusia sangat muda sehingga dibentuklah sebuah presidium yang beranggotakan 5 orang menteri dan diketuai oleh Pangeran Mangkurat untuk menjalankan roda pemerintahan. Muhammad Sabran baru menjabat sebagai Panembahan Matan pada 1856. Pada masa pemerintahan Panembahan Muhammad Sabran, pusat kerajaan berpindah dari Tanjungpura ke Muliakerta, Ketapang, Kalimantan Barat. Panembahan Sabran memerintah hingga tahun 1908. Setahun kemudian, pada 1909, Panembahan Sabran meninggal dunia. 6. Gusti Muhammad Saunan,
1. Uti Halil diangkat menjadi Pangeran Mangku Negara 2. Uti Aplah diangkat menjadi Pangeran Adipati 3. Uti Kencana diangkat menjadi Anom Laksamana Kemudian ketiga orang tersebut menjadi anggota majelis pemerintahan Kerajaan Matan. 2.2
Wilayah Kekuasaan
Wilayah Kerajaan Tanjungpura yang menurunkan Kerajaan Sukadana, Kerajaan Matan, Kerajaan Simpang-Matan, dan Kerajaan Kayong-Matan, cukup sulit dipetakan dengan pasti. Seperti yang telah dipaparkan di atas, pusat pemerintahan Kerajaan Tanjungpura beberapa kali mengalami perpindahan. Salah satu pusat pemerintahan Kerajaan Tanjungpura adalah di Negeri Baru (disebut juga Benua Lama). Menurut beberapa sejarawan, Kota Baru terletak di Ketapang, Kalimantan Barat. Kerajaan Tanjungpura sering dikenal juga dengan nama Bakulapura dengan ibu negerinya di Tanjungpuri (Mulia [ed.], 2007:5). Dari Negeri Baru, ibukota Kerajaan Tanjungpura berpindah ke Sukadana hingga berdirinya kerajaan baru bernama Kerajaan Sukadana.
9
18
5. Gusti Roem atau Panembahan Gusti Roem (1912−1942). 6. Gusti Mesir atau Panembahan Gusti Mesir (1942−1943). 7. Gusti Ibrahim (1945).
Gambar 2.2 Peta Kerajaan Matan - Tanjungpura Kedudukan Kerajaan Tanjungpura Berdasarkan Peta Kuno Tahun 1602 yang Dibuat oleh Theodore de Bry. Kerajaan Sukadana telah merintis perluasan kekuasaannya pada masa pemerintahan Panembahan Baroh (1548−1550) hingga ke daerah pedalaman Sungai Melano, yaitu sampai ke sebuah desa bernama Desa Matan (sekarang bernama Desa Batu Barat) yang kini termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. Pengembangan wilayah kekuasaan ini adalah juga dalam usaha mengembangkan agama Islam yang telah masuk ke Sukadana. Perpindahan ini juga mempengaruhi arus perpindahan penduduk Sukadana yang bermigrasi ke pedalaman, menyusuri tepian Sungai Melano, Sungai Matan, Sungai Bayeh, dan bermukim di Kampung Bukang, Banjor, Kembereh, Gerai, Kalam, Simpang Dua, hingga ke daerah Balai berkuak. Meskipun pusat pemerintahan Kerajaan Sukadana telah dipindahkan ke Desa Matan sejak masa kepemimpinan Panembahan Baroh, namun nama Kerajaan Matan baru dikenal pada era pemerintahan Sultan Muhammad Zainuddin (1665-1724), yang
Gusti Mesir menjadi tawanan tentara Jepang yang berhasil merebut wilayah Indonesia dari Belanda pada 1942, karena itulah maka terjadi kekosongan pemerintahan di Kerajaan Simpang. Pada akhir masa pendudukan Jepang di Indonesia, sekira tahun 1945, diangkatlah Gusti Ibrahim, anak lelaki Gusti Mesir, sebagai raja. Namun, karena saat itu usia Gusti Ibrahim baru menginjak 14 tahun maka roda pemerintahan dijalankan oleh keluarga kerajaan yaitu Gusti Mahmud atau Mangkubumi yang memimpin Kerajaan Simpang hingga wafat pada 1952. Kerajaan Kayong-Matan atau Kerajaan Tanjungpura II 1. Gusti Irawan atau Sultan Mangkurat. Gusti Irawan merupakan putra kedua Sultan Muazuddin (Raja Kerajaan Matan) dan adik dari Sultan Muhammad Tajuddin yang melanjutkan tahta Sultan Muazuddin sebagai Raja Matan. 2. Pangeran Agung. 3. Sultan Mangkurat Berputra. 4. Panembahan Anom Kesuma Negara atau Muhammad Zainuddin Mursal (1829-1833). Panembahan Anom diberhentikan sebagai sultan sejak 1833 karena dianggap tidak loyal kepada Sultan Abdul Jalil Yang
17
10
1. Gusti Jakar Kencana atau Sultan Muhammad Zainuddin (1665−1724).
menegaskan bahwa pusat kerajaan berada di daerah Sungai Matan (Rahman, tt:110). Pada 1637, pusat pemerintahan Kerajaan Matan berpindah lagi, kali ini ke Indra Laya yang terletak di Sungai Puye, anak Sungai Pawan. Kemudian, kerajaan kembali berpindah ke Kartapura, kemudian baru ke Desa Tanjungpura, dan terakhir pindah ke Muliakerta di mana Keraton Muhammad Saunan sekarang berdiri.
Kerajaan Matan
2. Gusti Kesuma Bandan atau Sultan Muhammad Muazzuddin (1724−1738). 3. Gusti Bendung atau Pangeran Ratu Agung atau Sultan Muhammad Tajuddin (1738−1749). 4. Gusti Kencuran atau Sultan Ahmad Kamaluddin (1749−1762). 5. Gusti Asma atau Sultan Muhammad Jamaluddin (1762−1819). Gusti Asma adalah raja terakhir Kerajaan Matan dan pada masa pemerintahannya, pusat pemerintahan Kerajaan Matan dialihkan ke Simpang, dan nama kerajaannya pun berganti menjadi Kerajaan Simpang atau Kerajaan Simpang - Matan. Kerajaan Simpang - Matan 1. Gusti Asma atau Sultan Muhammad Jamaluddin (1762−1819). 2. Gusti Mahmud (1819−1845).
atau
Panembahan
Anom
Suryaningrat
3. Gusti Muhammad Roem atau Panembahan Anom Kesumaningrat (1845−1889). 4. Gusti Panji atau Panembahan Suryaningrat (1889−1920).
Setelah era pemerintahan Sultan Muhammad Jamaluddin (1762-1819), raja terakhir Dinasti Matan, berakhir, pusat pemerintahan kerajaan dipindahkan ke wilayah bernama Simpang, letaknya tidak seberapa jauh dari Matan, dan nama kerajaannya pun berubah menjadi Kerajaan Simpang atau Kerajaan Simpang-Matan karena kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan Matan. Sebelumnya, Kerajaan Kayong-Matan sudah terlebih dulu berdiri sebagai akibat dari perpecahan internal Kerajaan Matan. Maka kemudian disepakatilah pembagian wilayah antara Kerajaan Simpang - Matan dan Kerajaan Kayong-Matan dengan batas Sungai Pawan. Sebelah kiri Sungai Pawan adalah wilayah Kerajaan Simpang Matan sementara wilayah Kerajaan Kayon - Matan adalah di sebelah kanan sungai. Adapun batas-batas daratnya adalah sebagai berikut: 1. Di daerah Kubing Sei. Laur (Penggenting Asah). 2. Di Desa Baya (Kematanan Agol). 3. Di hulu Sei. Laur (Tembenang Pantap). Nama Simpang - Matan digunakan karena kerajaan ini berada di persimpangan dua sungai: satu cabang teletak di sebelah kanan Sungai Matan, dan cabang lainnya berada di sebelah kiri Sungai Pagu di Lubuk Batu. Jarak antara Kerajaan Simpang-Matan dan Kerajaan Kayong-Matan cukup dekat, dapat ditempuh dalam waktu setengah hari.
11
2.3
Sistem Pemerintahan
Pendiri Kerajaan Tanjungpura adalah Raja Brawijaya dari Majapahit. Dalam menjalankan roda pemerintahan Kerajaan Tanjungpura, Raja Brawijaya dibantu oleh lima saudaranya yang masing-masing didaulat mengampu lima suku dengan pangkat, tugas, serta wewenang yang berbeda. Pertama adalah Maya Agung yang bertugas menerima setiap utusan yang datang ke kerajaan. Maya Agung merupakan hulubalang pertama atau bertindak sebagai wakil raja yang diberi kewenenangan menangani urusan-urusan besar, termasuk perang dan menggelar upacara penobatan raja. Kedua adalah Mengkalang yang bertugas menangani hal-hal yang tidak bisa dilakukan raja dan Maya Agung. Suku ketiga dinamakan Priyayi atau Rerahi Muka Raja yang menjalankan fungsinya sebagai pengisi kekosongan pemerintahan ketika raja wafat dan belum ada penggantinya. Suku keempat adalah Siring yang menjadi pengiring raja dan pemegang pusaka raja. Terakhir adalah suku Mambal dengan tugas sebagai penambal urusan-urusan raja, istana, adat, dan sarana-sarana yang rusak. Kelima suku inilah yang berhak untuk menyelenggarakan prosesi pengangkatan dan penobatan raja (Mulia [ed.], 2007:9). Ketika Kerajaan Tanjungpura berganti nama menjadi Kerajaan Sukadana, ajaran Islam mulai masuk dan perlahan-lahan menggeser agama Buddha yang menjadi keyakinan Brawijaya pada era Kerajaan Tanjungpura, kendati keluarga kerajaan belum memeluk Islam. Perkembangan ajaran Islam yang dibawa pedagang-pedagang Arab dari Palembang pada permulaan tahun 1500 bertambah pesat pada masa pemerintahan Panembahan Baroh, meski raja ini juga belum memeluk Islam.
16
2. Bapurung (1472−1487). 3. Panembahan Karang Tanjung (1487−1504). Pada masa pemerintahan Panembahan Karang Tanjung, pusat Kerajaan Tanjungpura yang semula berada di Negeri Baru dipindahkan ke Sukadana, dengan demikian nama kerajaannya pun berubah menjadi Kerajaan Sukadana. Kerajaan Sukadana 1. Panembahan Karang Tanjung (1487−1504). 2. Gusti Syamsudin atau Pundong Asap atau Panembahan Sang Ratu Agung (1504−1518). 3. Gusti Abdul Wahab atau Panembahan Bendala (1518−1533). 4. Panembahan Pangeran Anom (1526−1533). 5. Panembahan Baroh (1533−1590). 6. Gusti Aliuddin atau Giri Kesuma atau Panembahan Sorgi (1590−1604). 7. Ratu Mas Jaintan (1604−1622). 8. Gusti Kesuma Matan atau Giri Mustika atau Sultan Muhammad Syaifuddin (1622−1665). Inilah raja terakhir Kerajaan Sukadana sekaligus raja pertama dari Kerajaan Tanjungpura yang memeluk agama Islam.
15
2.4
Silsilah Raja-Raja
Bagan Silsilah Raja – raja Kerajaan Matan - Tajungpura Dalam melacak jejak raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Matan, patut diketahui pula silsilah raja-raja Kerajaan Tanjungpura karena kedua kerajaan ini sebenarnya masih dalam satu rangkaian riwayat panjang. Berhubung terdapat beberapa versi tentang sejarah dan silsilah raja-raja Tanjungpura beserta kerajaankerajaan lain yang masih satu rangkaian dengannya, maka berikut ini dipaparkan silsilahnya menurut salah satu versi, yaitu berdasarkan buku Sekilas Menapak Langkah Kerajaan Tanjungpura (2007) suntingan Drs H Gusti Mhd. Mulia: Kerajaan Tanjungpura 1. Brawijaya (1454−1472).
12
Pada masa ini, penyebutan raja mulai diganti dengan gelar gusti. Gelar di lingkungan kerajaan bukanlah menunjukkan kasta/kelas sosial, namun cenderung merujuk pada ikatan kekerabatan yang menganut garis laki-laki atau dari keturunan bapak (patriarki). Sementara, panembahan pertama yang memeluk agama Islam adalah Giri Kesuma atau Gusti Aliuddin atau Panembahan Sorgi (1590−1604) yang menggantikan Panembahan Baroh. Pada masa inilah, keberadaan calon Kerajaan Matan sudah merintis pondasi dan sudah mulai berperan di samping sisa-sisa kerajaan sebelumnya, yaitu Kerajaan Sukadana, yang masih berdiri (De Graaf & Pigeaud, 1989:172). Memasuki pertengahan abad ke-18, penjajah Belanda mulai turut campur dalam pemerintahan kerajaan pada masa Sultan Muhammad Jamaluddin yang menjadi raja terakhir Kerajaan Matan sebelum mendirikan Kerajaan Simpang-Matan, sementara Kerajaan Kayong-Matan berdiri di bawah pimpinan Gusti Irawan dengan gelar Sultan Mangkurat. Belanda mulai membangun tangsi-tangsi militer di wilayah Kerajaan Simpang-Matan serta menjadikan daerah Sukadana sebagai basis kekuatan dan pertahanannya dalam menguasai daerah-daerah pantai selatan di Kalimantan Barat. Perkembangan selanjutnya adalah Belanda kemudian mengadakan perjanjian dengan Sultan Simpang-Matan dengan kedok menawarkan jasa kepada Sultan untuk mengurusi wilayah Kerajaan Simpang-Matan yang terlalu luas. Tawaran ini diterima oleh Sultan Muhammad Jamaluddin hingga akhirnya Belanda berhasil menguasai Kerajaan Simpang-Matan. Sejak saat itu, pengaruh Belanda semakin kuat dan selalu mencampuri urusan-urusan internal kerajaan kendati beberapa kali terjadi perlawanan dari orang-orang kerajaan untuk menangkal pengaruh Belanda, seperti perlawanan Gusti Panji bergelar Panembahan Suryaningrat (raja keempat Kerajaan Simpang-
13
14
Matan), Patih Kampung Sepuncak (Hulubalang I), Uti Usma, Gusti Muhammad Shalehan, Gusti Hamzah, dan lain-lainnya.
memiliki tiga orang putra, yaitu Gusti Bendung, Gusti Irawan, dan Gusti Muhammad Ali. Ketika Sultan Muhammad Muazzuddin wafat, ditunjuklah Gusti Bendung atau Pangeran Ratu Agung sebagai penerus tahta Kerajaan Matan dengan gelar Sultan Muhammad Tajuddin (1738−1749). Sementara anak kedua Sultan Muhammad Muazzuddin, yaitu Gusti Irawan, menjadi raja di Kayong (Muliakerta) dengan gelar Sultan Mangkurat yang membawahi Kerajaan Kayong-Matan (sering pula disebut sebagai Kerajaan Tanjungpura II).
Pada era pendudukan militer Jepang yang menggusur kolonialisme Belanda sejak tahun 1942, rakyat serumpun Kerajaan Matan mengalami masa-masa mencekam akibat kekejaman Jepang. Tanggal 23 April 1943, Jepang menangkap raja-raja di Kalimantan Barat dan nyaris semuanya dibunuh. Gusti Mesir, Sultan Kerajaan Simpang-Matan beruntung dapat lolos dari pembunuhan massal itu. Akan tetapi, nasib tragis menimpa Gusti Muhammad Saunan, yang memimpin Kerajaan Kayong-Matan sejak tahun 1922. Panembahan Matan terakhir ini meninggal dunia tahun 1943 sebagai korban fasisme Jepang (Rahman, 2000:22). Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, wilayah yang semula di bawah kuasa kerajaan dihimpun dalam suatu daerah pemerintahan yang disebut swapraja dan dibentuklah suatu majelis yang bernama Majelis Pemerintahan Kerajaan Matan (MPKM) sebagai pengampu pemerintahan adat. Pada akhirnya, seiring dengan terbentuknya pemerintahan di daerahdaerah pascapenyerahan kedaulatan dari Belanda ke pemerintah Republik Indonesia tahun 1949, wilayah kerajaan ini dilebur dan diserahterimakan kepada Pemerintah Daerah Kalimantan Barat dengan dihapuskannya swapraja berdasarkan Undang-Undang No. 27 tahun 1959 tertanggal 4 Juli 1959, dan Instruksi Gubernur Kepala Daerah Provinsi Kalimantan Barat tertanggal 29 Februari 1960 No. 376/Pem-A/16. (Iswara NR/Krj/02/07-2009). Setelah Sultan Muhammad Zainuddin lengser, pemerintahan Kerajaan Matan diteruskan oleh putranya yang bernama Gusti Kesuma Bandan dan bergelar Sultan Muhammad Muazzuddin yang memerintah pada kurun 1724−1738. Sultan Muhammad Muazzuddin
Pada kurun berikutnya (1749−1762), pemerintahan Matan dipegang oleh anak tertua dari Sultan Muhammad Tajuddin yaitu Sultan Ahmad Kamaluddin yang bernama asli Gusti Kencuran (Mulia [ed.], 2007:24). Terakhir, tahta kuasa Kerajaan Matan diturunkan kepada Gusti Asma yang bergelar Sultan Muhammad Jamaluddin (1762−1819). Sultan inilah yang menjadi raja pamungkas Dinasti Matan karena setelah itu pusat pemerintahan dipindahkan ke wilayah bernama Simpang yang letaknya tidak seberapa jauh dari Matan, dan nama kerajaannya pun berubah menjadi Kerajaan Simpang atau sering pula dikenal sebagai Kerajaan Simpang-Matan, karena kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan Matan. Dengan demikian, terdapat dua kerajaan yang menyandang nama Matan, yaitu Kerajaan Simpang-Matan di bawah komando Sultan Muhammad Jamaluddin, dan Kerajaan Kayong-Matan yang dipimpin oleh Gusti Irawan atau Sultan Mangkurat. Jika diurutkan, terdapat beberapa kerajaan yang merupakan keturunan dari Kerajaan Tanjungpura, yaitu Kerajaan Sukadana, Kerajaan Matan, Kerajaan Simpang-Matan, serta Kerajaan Kayong-Matan. Di antara kerajaankerajaan tersebut masih terjalin hubungan kekerabatan yang cukup erat kendati masih sering terjadi pasang surut karena beberapa sebab perselisihan dan campur tangan penjajah Belanda.
28
3. Timbangan Naga
29
50
Timbangan Naga ini digunakan pada saat upacara – upacara adat seperti : 1) Tradisi Tijak Tanah 2) Tradisi anak gadis yang pertama kali datang bulan 3) Tradisi 7 bulan para wanita yang sedang mengandung ( hamil ), dan sebagainya.Hingga saat ini timbang naga masih digunakan pada acara – acara tersebut.
BAB III PENUTUP 3.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil wawancara, ternyata masih bamyak masyarakat khususnya pada generasi muda yang tidak mengetahui tentang asal – usul Tanjungpura diangkat menjadi sebuah nama untuk universitas, jalan, dan kodam.
4. Guci – Guci 3.2
Saran Diharapkan pada pembaca untuk bisa memberitahukan atau menginformasikan asal – usul Tanjungpura diangkat menjadi sebuah nama untuk universitas, jalan, dan kodam. Sehingga peritiwa peristiwa sejarah akan selalu dikenang oleh generasi – generasi penerus.
5. Singgasana Kerajaan
49
dari 12 buah Swapraja dan tiga buah Neo Swapraja. Federasi ini diakui oleh NICA sebagai daerah Istimewa, memerintah sendiri. Untuk itu daerah Kalimantan Barat membentuk satu dewan yang dinamaka Dewan Kalimantan Barat (DKB), dengan nama Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DKIB). Surat pangkuan Letnan Gubernur tanggal 2 Maret 1948 ( Staatsblad 1948 No.58). Keputusan tanggal 7 Mei 1950 No.234/R dan 235/R, Daerah Istimewa Kalimantan Barat dengan seluruh daerah Kalimantan Barat, dengan berlakunya Undang-Undang No.27 Tahun 1959. Dalam keputusan ini hampir-hampir keragu-raguan dari Majelis Pemerintahan Kerajaan Matan Ketapang. Tapi hasilnya kebijaksanaan Gubernur Kalimantan Barat tanggal 29 Februari 1960 No.376/PEM-A/1-6, swapraja-swapraja Daerah Kabupaten Ketapang dengan ketentuan : 1. Bekas wakil Panembahan Sukadana diperbantukan pada kantor Wedana Sukadana 2. Anggota Majelis Pemerintahan Kerajaan Matan, diperbantukan pada kantor Bupati KDH.Kabupaten Ketapang. (nukilan Sejarah Kerajaan Tanjungpura, hal 22-23. Tulisan A.Chalik Hassan 15 Mei 1974).
30
Ini merupakan tempat pemimpin kerajaan. 6. Kamar Tidur Panembahan Gusti Muhammad Saunan
31
7. Peninggalan Hasil Kebudayaan dari Tembaga
8. Meriam Peninggalan Portugis
48
Mas kemudian bergelar Panenbahan Saunan. Selama Pangeran Mas menambah ilmu ke luar daerah. Pemerintah dipegang oleh Pangeran Laksamana Uti Mukhsin (1908-1924). Sekembalinya dari luar daerah, Pangeran Mas diangkat naik tahta kerajaan, denngan gelar Panembahan Saunan. Beliau masih belum menikah. Keraton diubahnya menurut apa yang dilihatnya dari daerah yang telah modern di waktu itu. Keraton tersebut masih berdiri hingga sekarang ini. Hanya saying sekarang keadaannya sangat menyedihkan, tak terurus lagi. Kerajaan Matan diperintahnya sejak tahun 1924-1943. Pemerintahannya berakhir karena kekejaman Jepang. Salah seorang raja yang terhisap korban keganasan Jepang yang terkenal dengan sebutan “penyungkupan”. Karena cara penangkapan Jepang, mereka menggunakan kain berupa sarung menutupi kepala sampai mukanya. Seperti menggunakan topi yang panjang menutupi langsung muka yang dimaksud. Tapi keterangan banyak orang yang melihatnya, bahwa beliau bahwa beliau tidak sempat dibunuh oleh Jepang. Katanya pada detik-detik rencana penangkapan untuk jadi makanan pedang samurai Jepanng, beliau menghilang di malam hari. Tak tahu kemana rimbanya hingga dewasa ini, hilang secara misterius. Tahun 1945-1946 di kerajaan Matan diangkatlah tiga orang Pangeran untuk mengatur pemerintahan dan telah tersusun sebagai berikut : 1. Uti Halil diangkat menjadi Pangeran Mangku Negara 2. Uti Aplah dianglat menjadi Pangeran Adipati 3. Uti Kencana diangkat menjadi Anom Laksamana Kemudian ketiga orang tersebut menjadi anggota Majelis Pemerintahan Kerajaan Matan. Akhirnya Majelis Pemerintahan Kerajaan Matan menggabungkan diri dalam sebuah Federasi Swapraja se-Kalimantan Barat. Waktu itu Kalimantan Barat terdiri
47
32
Kerajaan Tanjungpura dalam kenyataannya telah dijalankan dengan undang-undangnya yang cukup melindungi rakyatnya dari bermacam-macam kekacauan. Karena setiap pelanggaran hokum ditindak tegas, sehingga rakyat melihat tindakan hukum bagi pelanggarnya tak berani melakukan seperti apa yang telah dilakukan terhadap terhukum. Kerajaan Tanjungpura menggunakan Hukum Syara/hokum KISAS. Si pembunuh hukumannya harus dibunuh juga, pencuri dipotong tangannya. Hukuman dilakukan secara terbuka. Seluruh rakyat diubndang untuk menyaksikannya. Tempat pelaksanaan hukuman, biasanya di dekat tiang bendera. Maksud dipertontonkan demikian, agar rakyat yang melihatnya menjadi takut untuk melakukan pelanggaran. Karena jika berani melakukan pelanggaran berarti berani menanggung resiko yang sama (tulisan hasil research team Sejarah Kerajaan Matan. Widodo Adiudharto Kep.Ktr.Pembinaan Kebudayaan Kabupaten Ketapang, 1972) Wafatnya raja pendiri kota kerajaan Tanjungpura yang telah dimakamkan di kota Tanjungpura, pemerintahnya dilanjutkan oleh Pangeran Perdana Menteri (Pangeran Jaya Anom) (1833-1845). Tahun 1845, sebagai pengganti pangeran perdana menteri dinobatkan Haji Mohammad Sabran. Panembahan ini pulalah memindahkan pusat pemerintahnnya ke Mulia Kerta (1876). Padanya diberkahi tiga putera dengan nama masing-masing : 1. Uti Solihin, bergelar Pangeran Bendahara 2. Uti Mukhsin bergelar Pangeran Laksamana 3. Gusti Busrah bergelar Pangeran Ratu Semasa hidupnya Panembahan Haji Sabran ditunjuk beliau putera mahkota Gusti Busrah sebagia gantinya. Tetapi sayangya, sebelum naik tahta, Gusti Busrah meninggal secara misterius, sedangkan pteranya Pangeran Mas masih belum dewasa. Pangeran
9. Makam Kerajaan Keramat Tujuh
33
Kerajaaan Tanjungpura
46
Kerajaan Tanjungpura pada waktu menduduki kota Tanjungpura telah mengenal takaran. Takaran yang disebutnya “gantang”. Gantang terbuat dari kayu, volumenya kl.4 1/2 kilogram. Gantang buatan rakyat Tanjungpura tak diizinkan digunakan, sebelum disyahkan pangeran. Yang dipentingkan supaya volumenya sama. Harus dibuat sama, tidak boleh berbeda sedikitpun. Untuk pertanggunganjawab dalam penggunanan gantang harus bertuliskan “Gantang Pangeran Jaya Anom”. Seluruh rakyat dididiknya menjadi manusia jujur. Pangeran Jaya Anom wafat dimakamkan di tengah-tengah kota kerajaan Tanjungpura yang sekarang hanya merupakan sebuah perkampungan. Tanjungpura dizamannya telah menggunakan uang buatannya sendiri. Uang yang berbentuk gobang daripada logam. Untuk ketertiban lalu lintas dagang, maka jaringan-jaringannya, di kuala Kandang Kerbau dan kuala sungai lainny, ditetapkan petugas-petugas yang melakukan tugas rangkap. Untuk bea cukai pedagang masuk ke luar dan lanun bajak laut yang berkeliaran di perairan laut Jawa. Tanjungpura memiliki potensi moliter yang ampuh, terutama armada laut yang berlatih perang. Medcan serangnya dapat disebutkan sebagai berikut. Serangan ke Sekadau dibawah pimpinan Pangeran Ratu Kesuma Anom. Serangan ke Kendawangan, pasukan dipimpin oleh Pangeran Adi. Ke Pontianak serangan dipimpin oleh Sultan Kamaluddin. Dalam serangan ini kerajaan Pontianak tidak memberikan reaksi. Pasukan disambut ramah, sehingga terjadilah persahabatan. Persahabatan ini lebih mesra lagi dengan terjalinnya tali perkawinan antara puteri Sultan Kamaluddin dengan putera Sultan Kasim dari kerajaan Pontianak.Hubungan politik kawin telah menjadi suatu alat ampuh untuk menghindari serang menyerang antar kerajaan tetangganya.
45
buatannya sendiri. Beberapa jam kemudian raja berhanyut, terdamparlah rakitnya pada sebuah batu di tepian sungai Pawan. Batu tersebut dikatakan rakyat, Batu Pura. Walaupun batu tersebut terletak agak di teluk, tapi menanjung /menonjol kurang lebih sebesar lapangan bola kaki. Di sinilah kota pusat kerajaan dibangun. Situasi daerah itu dibangun dengan batu pura ini telah menarik satu kesimpulan bagi raja/Sultan Zainuddin II, menetapkan lokasi sesuai dengan nama kerajaan yang diperintahnya itu, ialah Tanjungpura. Lebih mengintensifkan dan lebih menambah cinta nama Tanjungpura untuk kerajaan itu sendiri dan untuk generasi mendatang. Karena kalau tadinya nama Tanjungpura hanya sebagai julukan terhadap rajanya Karang Tunjung, maka sekarang nama tersebut telah benarbenar berada di lokasinya sendiri. Kerajaan Tanjungpura berada di kota Tanjungpura. Kerajaan Tanjungpura merupakan suatu pusat pendidikan agama islam yang pertama di seluruh Klaimantan Barat. Mulai kerajaan Tanjungpura di bawah pimpinan raja Giri Kusuma di Sukadana, berlangsung terus sampai ke kota kerajaan Tanjungpura, Lebih hebat lagi dengan adanya guru besar Syekh Makhribi dari Arab. Sebagai hasil karyanya membentuk manusia beragama, para pemuja beliau, sewaktu wafatnya telah memakamnya di samping makam Sultan Mohammad Zainuddin II di kota bekas kerajaan Tanjungpura. Pada batu nisannya tertulis tahun 1244 H (18222 M). Di sebelah kanan makam beliau dimakamkan pula seorang Imam Gedong, sebagai imam dari mesjid kerajaan Tanjungpura. Makin jelas pula sikap kerajaan zaman itu tidak mengabaikan pendidikan manusia ke arah agama yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
34
Prasasti Nisan Keramat 7, Berangka Tahun 1363 atau 1441 Masehi, ditemukan di Muliakerta, Ketapang, Kalimantan Barat.
Istana Matan-Tanjungpura Sekarang
35
Keraton Gusti Muhammand Saunan (GM) Saunan adalah salah satu objek wisata menarik yang dapat dijumpai di Ketapang, Kalimantan Barat. Keraton ini terletak di Kelurahan Mulia Kerta, Kecamata Benua Kayong, hanya sekitar 30 menit dengan menggunakan sepeda motor dari Kota Ketapang.. Pendirian Keraton Panembahan Gusti Muhammad Saunan, dimulai sejak Panembahan Anom Kusuma Negara, namun pada zaman GM Saunan inilah, Keraton ini dipercantik dengan gaya Eropa. Keraton Gusti Muhammad Saunan yang berwarna hijau kuning ini, memiliki arti yaitu Keraton Melayu Ketapang. 2.6
Syair Keraton Matan - Tanjungpura
44
putera yang diberi nama Syarif Hassan. Semasa raja Giri Kusuma lanjut usianya, Syarif Hassan ditunjuk beliau untuk menggantikan tahtanya. Dalam pelantikan ini telah dihadiri oleh seluruh anak jajahannya. Undangan dari luar negeripun hadir, seperti Inggris, Portugis, Kamboja, dan Johor. Riau, Palembang, Banjar, Makassar dan kerajaan dari Jawa juga turut menghadirinya serta turut memeriahkan pelantikan dengan membunyikan meriam mereka masing-masing. Pada waktu pelantikanpun hadir juga dua orang dari Mekah. Tuan Syech Baruan dan tuan Syech Syamsuddin. Keduanya telah membawakan surat gelar yang dibacakan oleh tuan Syech Baruan. Surat ini berisi dan menyebutkan gelar Sultan Aliuddin. Sebelum Sultan Aliuddin mmerintah dikala Giri Kusuma wafat, pemerintahan dilangsungkan oleh Ratu Mas Jaintan dengan gelar Ratu Sukadana. Tahun 1604, dimasa Ratu Sukadana sedanng memerintah kompeni Belanda datang mengunjungi Sukadana mohon mengadakan hubungan dagang. Meraka beralasan untuk membeli intan. Sejak tahun 1724 kota Sukadana menjadi kosong. Kemudian tahun 1827, datanglah Tengku Akil, atas perintah kompeni Belanda menduduki dan memerintah Sukadana. Kerajaan Tanjungpura dilanjutkan oleh Sultan Zainuddin II bergelar Iradilaga dengan kota pusat pemerintahannya ke Tanjungpura sekarang. Kota kerajaan Tanjungpura didirikan akibat perpindajan kerajaan dari lokasi tadinya berada di Sijenguk (Tanah Merah) di hulu sungai Pawan.
Berikut merupakan Syair Keraton Matan – Tanjungpura : Tersebut kisah Kerajaan Tanjungpura Kerajaan besar pernah berjaya Menguasai Kalimantan hampir semua
Perpindahan terjadi bukan karena serangan-serangan dari Belanda saja tetapi berdasarkan kepercayaan kepada mimpi. Dalam mimpi Sultan diperintahkan harus pindah ke tempat yang lain. Menghilir, Sultan harus membuat sebuah rakit. Rakit harus ditumpangi raja Tanjungpura. Dimana rakit itu akan tersangkut, di sanalah kota kerajaan akan dibangun. Rajapun menaiki rakit
43
Sibiring Mambal memangku jabatan sejak tahun 1538 sampai dengan tahun 1550 M. Sejak pemerintahan Sibiring Mambal inilah terciptanya “Raja Sehari”. Maksudnya, bilamana seorang raja meninggal dunia, selama belum ada pengangkatan raja, untuk sementara keturunan Sibiringlah yang menampungnya. Setelah Giri Kusuma dewasa, maka kerajaan diserahkan dan beliau dinobatkan naik tahta. (1550 M). Giri Kusuma dikawinkan dengan seorang puteri dari kerajaan Landak yang bernama Ratu Mas Jaintan, Dalam perkawinan mereka, telah dikaruniakan tiga orang anak dengan nama masing-masing: 1. Pangeran Iranata 2. Ratu Suria Kusuma 3. Raden Lekar Pada masa Giri Kusuma atau Panembahan Sorgi ( Sorong), datanglah ssebuah kapal masuk pelabuhan Sukadana. Mulanya kapal tersebut disangka musuh, seluruh pasukan dikerahkan untuk siap menghancurkannya. Tapi dari kejauhan seorang dari kapal itu keluar untuk memberi alamat baik kepada raja Sorgi/Giri Kusuma. Dengan demikian kapal tidak dipengapakan, dibiarkan berlabuh dengan aman. Pendatang itu dengan tegas mengaku bahwa ia bernama Syekh Husin (bukan Syeh Habib Husin beragama Muhammad, yang dimaksudnya adalah agama Islam). Mulai waktu itulah kerajaan Tanjungpura mengenal agama islam. Raja Sorgi alias Giri Kusuma sangat setuju dengan perkembangan agama yang baik perlakuannya, Syekh Husin diberi kesempatan beristirahat, sementara raja berunding dengan segala menteri dan kepala rakyat kerajaan Tanjungpura. Tidak berapa lama Syekh Husin berada di Sukadana kerajaan Tanjungpura, beliau dikawinkan dengan anak sepupu raja Giri Kusuma. Dalam perkawinan ini mereka mendapatkan seorang
36
Kabupaten Ketapang inilah lokasinya Dalam sejarah dapat dibaca Ada tercabtum dalam Negara Kertagama Tersebut juga di Sumpah Palapa Tentang kebesaran Kerajaan Tanjungpura Waktu Panembahan Giri Kusuma Raja Tengah datang berkelana Diambil raja jadi menantunya Dinikahkan dengan Ratu Suria Waktu Zainuddin menjadi Sulthan Banyak sekali terjadi peperangan Termasuk kerabat yang jadi lawan Kalah dan menang saling bergantian Pangeran Agung rebut kekuasaan Sulthan ke Banjar menghimpun kekuatan Meneteri hulubalang dikumpulkan Merebut kembali tahta kerajaan
37
Dua kali menyerang Tanjungpura Pangeran Agung kuat pertahanannya Bahkan Zaenuddin sempat ditawannya Dalam mesjid dipenjarakannya Sebelum Zainuddin kirim utusan Ke Johor beliau minta bantuan Ada anak raja Luwak lima pahlawan Itulah Daeng Menambon lima sekawan Segera berangkat Upu Lima Saudara Dari Johor berlayar ke Tanjungpura Sulthan Zaenuddin dibebaskan Dibawa ke Banjar menemui sanak keluarga Daeng Menambon Panglima Perang Pangeran Agung harus diserang Setelah perlengkapan centang perentang Laut diarung gelombang diterjang Sudah kehendak Ilahi Rabbi
42
Tanjung”. Inilah salah sebabnya kerajaan yang dibawah kekuasaannya dinamai orang kerajaan Tunjung kemudian disempurnakan kerajaan Tanjungpura. Kerajaan Tanjungpura di zamannya telah berkembang luas. Di utara berbatasan sampai ke Tanjung Datuk. Di selatan berbatas sampai ke Tanjung Putting. Di timur berbatas sampai Sintang dan di sebelah Barat perbatasan mencapai ke pulau Tujuh dan Karimata. Melihat batas tersebut, nyatalah luas daerah hokum pemerintahan Kerajaan Tanjungpura hamper meliputi seluruh Provinsi Kalimantan Barat. Hubungan dagang dengan daerah lainnya seperti raja Malaka, Iskandar Syah dengan kerajaan Mojopahit pun selalu ada saja pertukaran antara barang jadi dari daerah luar dengan barang hasil hutan dari kerajaan Tanjungpura. Pada tahun kl. 1502 Panembahan Bandala naik tahta kerajaan Tanjungpura. Beliau mengalihkan perhatian rakyatnya ke arah kerajaan maritime. Dengnan armada yang kuat dibentuknya dan lengkap dengan persenjataan, berlayarlah kapal-kapalnya pergi pulang ke Banjarmasin dan Brunai. Panembahan ini mempunyai kekuatan maritime yang ampuh. Ia berani menyerang pulau Karimata, akhirnya kerajaan Karimata pun tundukndalam pemerintahannya. Untuk menghalang-halangi serangan ulangan, beliau menggunakan siasat kawin. Panembahan Bandala telah kawin dengan puteri raja Sambar dari kerajaan Karimata siasat yang telah berkhasiat dan telah menciptakan alam perdamaian dalam rasa kekeluargaan antara keduanya dan untuk selamanya. Wafatnya Panembahan Bandala, tahta kerajaan diserahkan kepada Sibiring Mambal bergelar Panembahan Dibarokh karena putera mahkota Sorgi alias Giri Kusuma masih dibawah umur.
41
melihatnya dengan kaget. Karena Prabu Jaya pernah mengalami penyakat yang sama, maka segera ia mengundang segala ikan patin, belang ulin dating menjilat penyakit Dayang Putung. Tak berapa lama penyakit itu pun pulih. Prabu Jaya mengubah nama Dayang Putung menjadi Junjung Buih. Prabu Jaya sangat tertarik dengan kecantikan Junjung Buih. Ia ingin cepat-cepat mempersunting Junjung Buih. Prabu Jaya pun bertanya dimana oranngtua Junjung Buih untuk meminta izin atau keluasaan meminangnya, lalu Junjung Buih pun menunjuk ke arah hulu sungai Keriau dan menyebuutkan Siak Bahulun Raja Ulu Air. Untuk melanjutkan perkawinan mereka yang syah, pihak Junjung Buih member syarat, harus mempersembahkan satu kalung emas, satu lancing/perahu tujuh depa panjangnya, empat puluh orang laki-laki dengan ada yang ditawar Prabu Jaya. Semuanya disiapkan dari Jawa, kemudian upacara perkawinan ini dilangsungkan ke Jawa. Dalam perkawinan ini keduanya telah diberkati tiga orang putera, yaitu: 1. Pangeran Perabu yang bergelar Raja Baparung, diangkat sebagi pendiri kota kerajaan di Sukadana. 2. Gusti Likar diangkat dan mendirikan kerajaan di Meliau. 3. Pangeran Mancar diangkat menjadi kepala daerah di Kerajaan Tayan. Cerita Pendek tentang Kerajaan Matan - Tanjungpura Wafatnya Raja Bapurung, putera mahkota Karang Tunjung naik tahta pada tahun 1431. Putera ini senang sekali tidur-tiduran ke atas daun bunga Tanjung. Sesuai dengan cerita rakyat, bahwa Karang Tanjung adalah seorang yang sakti, sehingga daun kembang Tanjung yang sangat kecil ini mampu menampungnya. Karena perlakuan yang sangat mengagumkan rakyat, timbullah julukan orang “Raja Karang
38
Kuala Kandang Kerbau tempat berhenti Daeng Menambon tertambat hati Dengan Zainuddin empunya puteri Dipendekkan kisah dipendekkan scerita Daeng Menambon seorang Panglima Dinikahkan dengan Puteri Kesumba Sulthan Zaenuddin jadi Mertua Didampingi oleh sang suaminya Daeng Menambon seorang Panglima Diangkat Zaenuddin jadi Menteri Perdana Dengan Gelar Pangeran Mas Surya Negara Sampai wafat gelar melekat Seorang Pangeran bukan raja berdaulat Karena itu wahai sahabat Sejarah jangan diputar ligat Dalam jaman penjajahan Belanda Tanjungpura dipecah tiga
39
40
Matan, Simpang dan Sukadana
Memberseihkan diri dalam dan luar
Kerajaan kecil tiada berdaya
2.7
Berkat Upaya Morkes Effendi
Kurang lebih enam ratus tahun lampau seorang Dayak Laman Kenduruhan kisah sekeluarganya. Seorang bapak bernama bernama Teruna Munang ( yang lain menyebutkan Bintan Puitn ) dengan isterinya bernama Teruna Moning ( yang lain menyebut Ratu Bintan Cukai ). Kedua suami isteri ini telah dikarunia dua orang anak. Seorang lelaki bernama Bujang Bengkung ) dan seorang perempuan bernama Dara Dondang. Anak anak mereka hidup dan telah menembangkan keturunannya. Ketujuh anak kakak beradik kedapatan perempuan belaka.
Satu persatu peninggalan diperbaiki Makam raja dan Keraton ini Agar peninggalan tetap lestari Menurut pendapat para Kyai andalan Keramat Tujuh dan Keramat sembilan Tapak wali di Pulau Kalimantan Tempat Islam mula disebarkan Menurut Almarhum Kyai Hasan Basri Beliau adalah ketua MUI Islam masuk Kalimantan bermule disini Wahai saudare sadarlah diri Rabu terakhir dibulan Safar Adat Melayu makan diluar Setelah itu mandi air tawar
Cerita Pendek tentang Kerajaan Matan - Tanjungpura
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Dayang Punta Dayang Bakala Dayang Bercandi Dayang Berkeris Dayang Berimbung Dayang Bercalung Dayang Puntung
Ketujuh puteri ini tak ada seorangpun yang menetap di daeah kelahirannya. Semuanya telah berangkat meninggalkan tanah tumpah darahnya, di hulu sungai Keriau. Keturunan Raja Ulu Air. Dari ketujuh kakak beradik tersebut, sengajalah Dayang Putung alias Junjung Buih ditonjolkan, karena dari keturunannya terurai rajaraja kerajaan Tanjungpura Matan. Dayang Putung menderita penyakit kulit yang sama yang dialami Prabu Jaya. Karena Dayang Putung berpenyakit, ia dibungkus dengan buih yang besar, berada di atas air. Prabu Jaya