19
JUDUL 1 RESPON IMUN NONSPESIFIK DAN RESISTENSI UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) YANG DIBERI PAKAN BERSUPLEMEN NUKLEOTIDA Abstrak Efikasi nukleotida yang ditambahkan dalam pakan untuk meningkatkan respon imun nonspesifik, resistensi dan pertumbuhan udang vaname(Litopenaeus vannamei) telah diteliti. Juvenil udang berukuran rata-rata 6.0±0.5 g diberi pakan pelet komersial yang sebelumnya telah ditambahkan nukleotida dengan 6 dosis berbeda yakni A: 0, B:100, C:200, D:300, E:400, dan F:500 mg.kg-1 pelet masingmasing dengan tiga ulangan. Udang diberi pakan 3 kali per hari selama 4 minggu berturut-turut dengan tingkat pemberian 3%/bb/hari.Pada akhir periode pemberian pakan, udang diuji tantang melalui injeksi intramuskular dengan Vibrio harveyi 0.1x106 cfu.udang-1. Nukleotida yang ditambahkan dalam pakan memperlihatkan pengaruh signifikan pada udang setelah diberikan selama empat minggu. Jumlah total hemosit(THC) udang pada perlakuan D (300 mg nukleotida) meningkat 76% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Aktivitas PO udang pada perlakuan D (300 mg nukleotida) juga berbeda nyata (p=0.005) dibandingkan dengan kontrol namun tidak berbeda dibandingkan dengan perlakuan E (400 mg nukleotida) dan F (500 mg nukleotida). Resistensi yang diukur berdasarkan sintasan rata-rata (83.33±7.21%) pada perlakuan E(400 mg nukleotida) empat belas hari setelah uji tantang berbeda nyata (p=0.005) dibandingkan dengan kontrol, namun tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan D (300 mg nukleotida).Pertumbuhan udang yang diamati sampai akhir periode pemberian pakan pada perlakuan E (400 mg nukleotida) berbeda nyata (p=0.001) dibandingkan dengan kontrol maupun dengan perlakuan lainnya. Sebagai kesimpulan, penambahan nukleotida pada dosis300 mg.kg-1 pelet selama 4 minggu dapat meningkatkan jumlah hemosit dan aktivitas PO, sedangkan resistensi dan pertumbuhan terbaik dicapai pada dosis 400 mg.kg-1 pakan. Kata kunci: Aktivitas PO, Litopenaeus vannamei, nukleotida, resistensi, total hemocyte count TOPIC 1 NONSPECIFIC IMMUNE RESPONSE AND RESISTANCE OF WHITELEG SHRIMP (Litopenaeus vannamei) FED NUCLEOTIDE- SUPPLEMENTED DIET Abstract The efficacy of nucleotides diet in enhancing nonspecific immune response, disease resistance and growth of Litopenaeus vannamei was investigated. Shrimp juveniles (mean weight 6.0±0.5 g) were fed commercial pellet previously supplemented with nucleotides with six different doses (A:0, B:100, C:200, D:300, E:400, F:500 mg.kg-1 pellet), each with three replication. Shrimps were fed three times a day for four consecutive weeks at a feeding rate of 3%/bw.day-1. At the end of feeding, each shrimp was challenged intramuscularly
20
with 0.1 mlVibrio harveyi solution containing 1x106 cfu. Nucleotides diet showed significant effect on shrimp after four weeks of feeding. Mean THC per ml of hemolymph in treatment D(300 mg nucleotides) increased up to 76% higher than control. PO activity of shrimp in treatment D (300 mg nucleotides) was also significantly different (p=0.005) compared to control shrimp, but not different as compared to those of treatments E (400 mg nucleotides) and F (500 mg nucleotides). Resistancemeasured as survival rate (83.33±7.21%) of shrimp in treatment E (400 mg nucleotides) fourteen days post-challenge with V. harveyi was significantly different (p=0.005) from that of control, but not different compared to treatment D (300 mg nucleotides). Shrimp growth observed in treatment E (400 mg nucleotides) was significantly higher (p=0.001) than those of other treatments. As conclusion, oral administration of nucleotides at 300 mg.kg-1 pellet for four weeks enhanced total hemocyte count dan PO activity while the highest disease resistance and growth were obtained at 400 mg.kg-1 diet. Keywords: resistance, Litopenaeus vannamei, nucleotides, total hemocyte count, PO activity
PENDAHULUAN Budidaya udang mulai berkembang dengan pesat di Indonesia sejak tahun 1980 setelah pemerintah mengeluarkan larangan terhadap pengoperasian alat tangkap trawler di beberapa daerah di Indonesia, sekaligus mencanangkan Program Budidaya Udang Nasional. Namun sejak awal tahun 1990, budidaya udang menghadapi kegagalan produksi akibat munculnya serangan penyakit terutama virus (MBV) dan vibriosis.
Kondisi ini lebih diperburuk lagi dengan
mewabahnya WSSV di Indonesia sejak tahun 1992/1993. Sejak ditemukan pada tahun 1992, WSSV telah menyebabkan masalah penyakit yang serius dan telah menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi industri budidaya udang dengan mortalitas kumulatif mencapai 100% (Wang et al. 1999; Witteveldt et al. 2003). Masalah ini terjadi bukan hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara produsen lain seperti di Thailand dan Filipina. Pada tahun 2006, penyakit virus yang baru, infectious myonecrosis virus (IMNV), terdeteksi menyerang budidaya udang vaname di Indonesia (Taukhid dan Nuraini 2008). Sejumlah pendekatan telah diterapkan dalam upaya mengatasi masalah penyakit. Belakangan ini, berbagai bahan kimia, polisakarida, ekstrak tumbuhan dan beberapa nutrien semakin mendapat perhatian untuk digunakan dalam pakan
21
sebagai imunostimulan (Misra et al. 2006;Pais et al. 2008). Nukleotida merupakan nutrient semi esensial yang mulai mendapat perhatian serius untuk dikembangkan penggunaannya sebagai imunostimulan dalam budidaya ikan dan krustase dalam beberapa tahun terakhir ini. Nukleotida memiliki fungsi penting dalam fisiologi dan biokimia seperti penandaan (encoding) dan penerusan informasi genetik, memediasi energi metabolisme dan cell signalling maupun sebagai koensim, allosteric effectors, dan cellular agonist (Galtin& Li 2007). Evaluasi terhadap penggunaan nukleotida sebagai suplemen pakan ikan telah mulai dilakukan sejak awal tahun 1970-an. Penelitian-penelitian pada saat itu terutama bertujuan untuk mengevaluasi kemungkinan penggunaan nukleotida sebagai atraktan pakan (Li & Galtin 2006). Pada hewan ternak, nukleotida sudah lama dimanfaatkan sebagai atraktan pakan. Beberapa produk nukleotida komersil untuk ternak telah tersedia di pasaran dengan merek dagang ascogen dan optimun (Chemoforma, Switzerland). Beberapa laporan penelitian yang sudah ada menunjukkan bahwa selain terlibat dalam palatabilitas pakan dan biosintesa asam amino non esensial, eksogenous nukleotida dapat meningkatkan respon imun dan resistensi ikan terhadap sejumlah patogen secara simultan (Burrels et al. 2001).
Selain itu,
pemberian nukleotida juga dapat meningkatkan efikasi vaksinasi, meningkatkan pertumbuhan, meningkatkan kualitas larva, serta meningkatkan toleransi terhadap stres. Hasil pengamatan Leonardi et al. (2003) menunjukkan bahwa pemberian nukleotida (optimun) pada atlantik salmon menurunkan level serum cortisol dan menghasilkan peningkatan resistensi terhadap penyakit. Pada udang, laporan-laporan penelitian tentang penggunaan nukleotida masih belum tersedia, atau jika ada, masih sangat terbatas. Disisi lain, nukleotida sangat aman digunakan dalam kontrol penyakit sebab bahan ini selain tidak meninggalkan residu dalam tubuh, juga tidak mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan. Penelitian tentang penggunaan nukleotida dalam budidaya udang juga dirasa sangat diperlukan untuk menyediakan solusi praktis guna mengurangi resiko terjadinya serangan penyakit infeksius maupun kerusakan lingkungan perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan
22
nukleotida dengan dosis berbeda dalam pakan terhadap jumlah hemosit, aktivitas PO, resistensi terhadap infeksi Vibrio harveyidan pertumbuhan udang vaname.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari – Maret 2009. Hewan Uji Hewan uji adalah juvenil udang vaname yang diperoleh dari fasilitas pembesaran udang vaname di areal pertambakan Bakauheni, Lampung Selatan.Udang yang dikumpulkan dimasukkan dalam kotak styrofoam yang dilengkapi aerator baterei kemudian diangkut ke Laboratorium Kesehatan Ikan Institut Pertanian Bogor menggunakan mobil. Nukleotida Nukleotida yang digunakan adalah nukleotida murni (Sigma-Aldrich) yang terdiri atas adenosine monophosphate (AMP), guanosine monophosphate (GMP), cytidine monophosphate (CMP), uridinemonophosphate (UMP), dan inosinemonophosphate (IMP). Persiapan Pakan Uji Sebelum dicampurkan ke dalam pakan, kelima jenis nukleotida dalam jumlah yang sama (1:1:1:1:1) dicampur terlebih dahulu secara merata. Selanjutnya campuran nukleotida ditimbang sesuai dosis yang dibutuhkan (perlakuan), dilarutkan dalam sedikit air, dan dicampurkan ke dalam pakan komersilsecara merata. Pakan kemudian dikering-anginkan dalam temperatur ruang. Setelah kering, putih telur (sebagai coater) dicampurkan secara merata ke dalam campuran pakan-nukleotida, dan dikering-anginkan kembali. Pelet selanjutnya dimasukkan dalam kantong plastik kemudian disimpan dalam lemari pendingin sampai saat akan digunakan. Pakan pelet komersil yang digunakan
23
memiliki komposisi: protein 38%, lemak 6%, serat kasar 3%, abu 13% dan kadar air 11%. Sebelum pakan yang telah ditambahkan nukleotida ini digunakan dalam percobaan maka dilakukan uji ketahanan dalam air (water stability).
Uji ini
dilakukan dengan cara memasukkan 5 g pakan ke dalam sebuah kotak berukuran 10x10x10 cm. Rangka kotak terbuat dari kawat sedangkan dindingnya berupa kain saring berdiameter 0.5 mm. Pakan yang telah ditambahkan nukleotida dimasukkan ke dalam kotak, kemudian kotak dimasukkan dalam akuarium dalam posisi menggantung dekat dasar. Akuarium berisi 50 l air, diberi aerasi dan menggunakan resirkulasi air sehingga kotak akan bergerak-gerak mengikuti gerakan air. Kondisi ini dibuat sama seperti pada akuarium percobaan. Setelah 3 jam, kotak dikeluarkan, pakan sisa dikeringkan pada 60oC selama 4 jam, kemudian ditimbang. Water stability(Ketahanan dalam air) merupakan ratio antara berat kering pakan sisa setelah direndam dalam air dalam waktu tertentu dan berat kering pakan sebelum direndam di kali 100%. Water stability yang diperoleh adalah 77.4% (3096 g/4 g x 100). Rancangan Percobaan Penelitian dikerjakan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dimana masing-masing perlakuan memiliki 3 ulangan. Penempatan perlakuan ke dalam unit-unit percobaan dilakukan secara acak. Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut: A:
Nukleotida 0 mg.kg-1 pakan (pakan standar)
B:
Nukleotida 100 mg.kg-1 pakan
C:
Nukleotida 200 mg.kg-1 pakan
D:
Nukleotida 300 mg.kg-1 pakan
E:
Nukleotida 400 mg.kg-1 pakan
F:
Nukleotida 500 mg.kg-1 pakan
24
Prosedur Penelitian dan Pengambilan Data Juvenil udang vaname sebanyak 270 ekor dipelihara selama dua minggu dalam bak fiberglas berkapasitas 1000 l yang dilengkapi dengan aerator untuk proses aklimatisasi. Selama periode aklimatisasi, udang diberi pakan standar sebanyak 3%/bb/hari dan diberikan tiga kali sehari yakni pada pukul 09.00, 13.00, dan 17.00. Kualitas air dipertahankan stabil dan penggantian air dilakukan setiap 3-4 hari sekali. Selanjutnya udang (berat rata-rata 6.0±0.5 g) didistribusikan ke dalam 18 unit akuarium percobaan masing-masing berukuran 60x30x30 cm. Setiap akuarium berisi 50 l air dengan 15 ekor udang, dilengkapi dengan aerasi dengan airlift system serta menggunakan sistem resirkulasi air.
Kualitas air media
pemeliharaan adalah temperatur air 28-29oC, Salinitas 24-26 ppt, Oksigen 4.5– 4.7 mg/L, pH 7.4-7.5. Pakan perlakuan diberikan selama 4 minggu berturut-turut dengan tingkat pemberian 3%/bb/hari dan frekuensi pemberian 3 kali sehari yakni pukul 09.00, 13.00, dan 17.00. Selama masa percobaan, kualitas air dimonitor setiap hari untuk menjamin agar kondisi lingkungan tetap stabil. Kotoran dan sisa pakan yang terakumulasi dalam akuarium dikeluarkan melalui penyiponan. Pengambilan sampel hemolim untuk pengukuran parameter imunitas udang dilakukan seminggu sekali sampai akhir periode pemberian nukleotida. Pengambilan hemolim dikerjakan berdasarkan prosedur Liu & Chen(2004). Secara singkat, sekitar 0.1 mlhemolim diambil dari ventral sinus pada pangkal ruas tubuh pertama dengan menggunakan alat suntik 1-ml setelah sebelumnya dimasukkan 0.1 ml antikoagulan(30 mM trisodium citrate, 0.34 M sodium chloride, 10 mM EDTA, pH 7.5). Selanjutnya tambahkan antikoagulan sehingga perbandingan hemolim : antikoagulan menjadi 1 : 9. Parameter Imun Parameter imun udang yang diukur terdiri atas total hemocyte count (THC, sel.mL-1), dan aktivitas phenoloxidase (PO). imun sebagai berikut:
Prosedur pengukuran parameter
25
Penghitungan THC Sebanyak 50 µlcampuran hemolim-antikoagulan dimasukkan dalam neutral buffered formalin (10%) selama 30 menit. Selanjutnya, THC dihitung dengan menggunakan hemasitometer di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 40x. AktivitasPhenoloxidase (PO) Aktivitas PO hemosit diukur berdasarkan formasi dopachrome yang dihasilkan oleh L-DOPA.
Pengukuran aktivitas PO dikerjakan berdasarkan
prosedur yang dikemukakan oleh Liu & Chen
(2004). Pertama-tama, 1 ml
campuran hemolim-antikoagulan disentrifuse pada 700 g selama 20 menit pada temperatur 4oC. Supernatan dikeluarkan dan pelet disuspensikan kembali secara perlahan-lahan ke dalam larutan cacodylate-citrate buffer (0.01 M sodium cacodylate, 0.45 M sodium chloride, 0.10 M trisodium citrate, pH 7) dan disentrifuse kembali. Pelet kemudian diambil dan disuspensikan dalam 200 µl cacodylate buffer (0.01 M sodium cacodylate, 0.45 M sodium chloride, 0.01 M calsium chloride, 0.26 M magnesium chloride, pH 7). Aliquot sebanyak 100 µl diinkubasi dengan 50 µl tripsin (1 mg.ml-1 cacodylate buffer) sebagai aktivator selama 10 menit pada temperatur 25-26oC. Selanjutnya tambahkan 50 µl L-DOPA (3 mg.ml-1 cacodylate buffer), setelah 5 menit, tambahkan 800 µl cacodylate buffer.Densitas optikal (OD) 490 nm diukur dengan menggunakan Spectrophotometer. Larutan standar mengandung 100 µl suspensi hemosit, 50 µl cacodylate buffer (pengganti tripsin), dan 50 µl L-DOPA digunakan untuk mengukur background aktivitas PO pada semua larutan uji. Densitas optikal (OD) dari aktivitas PO padasemua kondisi uji dinyatakan sebagai formasi dopachrome dalam 50 µl hemolim. Resistensi Uji-tantang dilakukan pada akhir periode pemberian pakan perlakuan. Sebelum dilakukan uji-tantang, aerator dan resirkulasi air dimatikan terlebih
26
dahulu selama kurang lebih 30 menit, kemudian semua udang (8 ekor/akuarium) diuji tantang melalui injeksi intramuskular 0.1 ml larutan bakteri Vibrio harveyi 1x106cfu.udang-1 pada bagian punggung ruas badan ke 3. Setelah disuntik, udang dimasukkan kembali ke dalam akuarium. Selama periode uji-tantang, resirkulasi air dimatikan. Udang diberi pakan standar 3%/bb/hari dan diberikan tiga kali sehari yakni pukul 09.00, 13.00, dan 17.00. Kualitas air dimonitor agar berada dalam kondisi stabil, kotoran dan sisa pakan dikeluarkan melalui penyiponan, dan air yang terbuang diganti dengan air yang baru. Udang mati dikeluarkan setiap hari dan jaringan udang diambil untuk isolasi bakteri guna mengkonfirmasi bahwa penyebab kematian adalah V. harveyi. Pengamatan mortalitas dilakukan setiap hari selama 14 hari setelah uji tantang. Parameter yang diukur untuk penentuan resistensi udang adalah tingkat sintasan (SR) yang dicapai sampai pada akhir periode pengamatan. Tingkat sintasan dihitung dengan formula berikut: SR (%) = Nt/No x 100 Dimana:
SR = Sintasan Nt = jumlah udang hidup pada waktu t No = jumlah udang hidup waktu tebar
Pertumbuhan Pertumbuhan udang diukur setiap dua minggu sekali yakni pada hari ke 14 dan 28.Pertumbuhan udang dinyatakan sebagai selisih antara berat udang yang diukur pada akhir percobaan dengan berat udang pada awal percobaan: G = Wt – Wo dimana:
G= pertumbuhan (g) Wt = berat udang pada waktu t (g); Wo = berat udang pada awal percobaan (g) Analisis Data
Data hasil pengukuran dinyatakan dalam nilai rata-rata±Sdv. Evaluasi perbedaan respon imun udang (THC,aktivitasPO), resistensi dan pertumbuhan akibat pemberian perlakuan nukleotida dilakukan melalui analisis ragam. Apabila
27
terdapat perbedaan antar nilai-rata-rata perlakuan maka analisis data dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan dengan menggunakan program SPSS 17 untuk windows. Namun apabila tidak terdapat perbedaan pengaruh antar perlakuan maka analisis hanya dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan angka mutlak.
HASIL DAN PEMBAHASAN Total Hemocyte Count Hemosit memainkan peranan penting dalam sistem imun krustase. Hemosit berperan dalam fagositosis, enkapsulasi, degranulasi dan agregasi nodular terhadap patogen atau partikel asing, serta produksi dan pelepasan proPO(Sahoo et al. 2008). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nukleotida yang ditambahkan ke dalam pakan dapat meningkatkan THC udang vaname setelah diberikan selama 4 minggu. THC udang setelah diberi pakan dengan suplementasi nukleotida dapat dilihat pada Tabel 1 (Lampiran 1 dan 2). Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa tidak terdapat perbedaan pada nilai THC rata-rata setelah udang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida selama 1 minggu, 2 minggu dan 3 minggu. Setelah diberikan selama 4 minggu, penambahan nukleotida dalam pakan udang secara nyata (p=0.005) meningkatkan THC (Lampiran 3). THC rata-rata yang diukur pada perlakuan C (200 mg nukleotida), D (300 mg nukleotida), E (400 mg nukleotida), dan F (500 mg nukleotida) pada minggu ke 4 berbeda nyata (p=0.005) jika dibandingkan dengan THC pada perlakuan A (0 mg nukleotida) dan perlakuan B (100 mg nukleotida), namun antar perlakuan C, D, E, dan F, THC tidak berbeda nyata(Lampiran 4). Pada perlakuan D (300 mg nukleotida) dan E (400 mg nukleotida), THC mencapai 76% (2.137±0.252 sel/ml) dan 73% (2.109±0.553sel/ml) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (1.216±0.158sel/ml).Temuan ini sama seperti yang dilaporkan oleh Hill et al. (2006) dimana juvenil udang windu yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida komersil (ekstrak yeast, Vannagen 0.2%) selama 6 minggu memiliki THC 100% yang lebih tinggi dibandingkan dengan udang yang diberi pakan tanpa
28
penambahan nukleotida dan pada udang yang lebih besar, THC mencapai 30% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.
Belum diketahui dengan jelas
bagaimana kerja nukleotida dalam meningkatkan THC pada udang. Menurut Barnes (2006), nukleotida merupakan nutrien semi esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perbanyakan sel. Sajeevan et al. (2006) juga menyatakan bahwa nukleotida yang ditambahkan dalam pakandapat mengoptimalkan fungsi pembelahan sel termasuk sel-sel imum.Hal yang sama diduga terjadi pada udang vaname dimana nukleotida yang ditambahkan dalam pakan akan digunakan untuk pertumbuhan dan perbanyakan sel-sel hemosit.Nukleotida akan diurai oleh nukleotidaseuntuk melepaskan molekul fosfat dan menghasilkan nukleosida. Nukleosida
selanjutnya
diurai
oleh
nukleosidase
atau
nucleoside
phosphorylaseuntuk melepaskan molekul gula dan menghasilkan basa purin dan pirimidin. Nukleosida dan basa nitrogen akan diserap oleh usus untuk selanjutnya di sintesa kembali membentuk nukleotida yang dibutuhkan untuk replikasi DNA dan sintesa RNA dalam pembelahan sel (Devlin, 2002). Tabel 1 THC rata-rata L.vannameiyang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida dengan dosis berbeda selama 4 minggu Perlakuan
THC (x 107 sel.mL-1)
A
Hari-7 0.421±0.097a
Hari-14 0.560±0,183a
Hari-21 1.160±0.195a
Hari-28 1.216±0.158a
B
0.422±0.075a
0.888±0.752a
1.199±0.168a
1.497±0.132a
C
0.427±0.251a
0.927±0.200a
1.648±0.160a
2.026±0.069b
D
0.435±0.018a
1.138±0.718a
1.715±0.358a
2.137±0.252b
E
0.481±0.126a
1.105±0.485a
1.704±0.466a
2.109±0.553b
F
0.489±0.459a
1.088±0.267a
1.526±0.695a
2.020±0.120b
Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p=0.005)
Aktivitas PO Phenoloxidase (PO) merupakan suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap proses melanisasi pada krustase sebagai respon terhadap penyerang asing (Vargas-Albores & Yepiz-Plascencia 2000; Sritunyalucksana & Söderhäll 2000;
29
Rodriquez & Le Moullac 2000). Enzim PO mengkatalis hidroksilasi monophenol dan oksidasi phenol menjadi quinones. Quinone selanjutnya diubah melalui suatu reaksi non-enzymatic menjadi melanin dan sering dideposit pada benda yang dienkapsulasi, dalam nodulhemosit, dan pada daerah kulit yang terinfeksi jamur. Dalam proses melanisasi yaitu selama pembentukan quonoid terjadi produksi reactive oxygen spesies seperti superoxide anion dan hydroxyl radical yang memainkan peranan penting sebagai antimikroba. Reaksi fagositosis, enkapsulasi dan nodulasi juga diaktifkan. Pengaruh pemberian nukleotida terhadap aktivitas PO cenderung sama seperti pengaruhnya terhadap THC udang. Nilai aktivitas PO udang setelah diberi suplementasi nukleotida selama 4 minggu disajikan pada Tabel 2 (Lampiran 5 dan 6). Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa pemberian pakan dengan suplementasi nukleotida selama 1, 2 dan 3 minggu tidak berpengaruh terhadap aktivitas PO udang. Penambahan nukleotida dalam pakan memperlihatkan pengaruh sangat nyata (p=0.005)terhadap aktivitas PO setelah diberikan selama 4 minggu (Lampiran 7). Tabel 2 Aktivitas PO L.vannamei yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida dengan dosis berbeda selama 4 minggu Perlakuan
Hari-7
Hari-14
Hari-21
Hari-28
A
0.172±0,045a
0.197±0.022a
0.219±0.040a
0.236±0.008a
B
0.178±0,020a
0.199±0.037a
0.222±0.031a
0.242±0.019a
C
0.196±0,060a
0.234±0.043a
0.273±0.081a
0.283±0.036ab
D
0.209±0,085a
0.270±0.021a
0.335±0.055a
0.423±0.082c
E
0.188±0,011a
0.244±0.003a
0.296±0.029a
0.364±0.086bc
F
0.184±0,068a
0.243±0.198a
0.287±0.101a
0.358±0.031bc
Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p=0.005)
Nilai aktivitas PO udang yang diberi pakan dengan penambahan nukleotida 300 mg.kg-1 pakan (perlakuan D) berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol namun tidak berbeda nyata jika dibandingkan perlakuan E (400 mg nukleotida) dan F (500 mg nukleotida). Aktivitas PO udang pada perlakuan E dan F juga berbeda nyata jika dibandingkan dengan kontrol (Lampiran 8).
30
Nilai aktivitas PO tertinggi teramati pada perlakuan D (300 mg nukleotida), kemudian E (400 mg nukleotida) dan F (500 mg nukleotida). Menurut Gullian et al. (2004), nilai aktivitas PO sebesar 0.350–0.500 dikategorikan memiliki aktivitas tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwapemberianoral nukleotida 300-400 mg.kg-1 pakan dapat meningkatkan aktivitas PO.
Aktivitas PO yang tinggi
berkaitan dengan jumlah total hemosityang tinggi (Tabel 1). Sebab, hemosit udang berfungsi dalam produksi dan pelepasan PO ke dalam hemolim dalam bentuk inactive pro-enzyme yang disebut proPO.
Dalam keadaan normal,
semakin banyak jumlah hemosit semakin tinggi pula produksi proPO. Bagaimana mekanisme eksogenous nukleotida dalam merangsang atau meningkatkan fungsi imun belum diketahui. Berdasarkan hasil-hasil penelitian pada hewan, nukleotida berfungsi dalam berbagai proses selular yakni sebagai sumber energi kimia (ATP) dan berfungsi dalam cellular communication (Field et al. 2002).
Li & Galtin (2006) juga menyatakan bahwa nukleotida yang
ditambahkan dalam pakan ikan selain digunakan sebagai nutrien untuk prosesproses biosintesa, juga akan terlibat dalam cell signaling pathway.Proses yang sama diduga terjadi pula pada krustase. Pada krustase, proPO berfungsi dalam sistem pengenalan benda asing dan melanisasi (Morales et al. 2007; Sritunyalucksana &Söderhäll 2000). Resistensi Mortalitas udang mulai terlihat pada 24 jam setelah udang diuji tantang dengan bakteri Vibrio harveyi. Kematian terus berlanjut hingga hari ke empat (96 jam) terutama pada perlakuan A (0 mg nukleotida), B (200 mg nukleotida), dan F (500 mg nukleotida). Pada semua perlakuan, kematian udang tidak lagi terjadi pada hari ke lima (120 jam) dan seterusnya sampai akhir pengamatan pada hari ke 14 setelah uji-tantang. Sintasan kumulatif udang setelah diuji-tantang dengan V.harveyi dapat dilihat pada Gambar 5 (Lampiran 9)
31
Sintasan Kumulatif (%)
100 90 80 70 60 50 A B C D E F
40 30 20 10 0 0
1
2
3
4
5
6
10
14
Hari setelah uji tantang Gambar 5 Sintasan kumulatif udang vanameyang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida selama 4 minggu dan diuji tantang dengan Vibrio harveyi Resistensi udang diukur berdasarkan tingkat sintasan yang dicapai sampai pada akhir pengamatan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata sintasan (p=0.005) yang dicapai sampai akhir periode pengamatan (Lampiran 11).Sintasan udang pada perlakuan E (400 mg nukelotida)mencapai 83.33%±7.21. Angka ini berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol, namun tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan D (300 mg nukleotida) yakni sebesar 66.66±7.21% (Lampiran 12).
Tingkat
sintasanudang pada perlakuan D (300 mg nukleotida) juga berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Tabel 3(Lampiran 10) memperlihatkan resistensi udang vaname setelah diuji-tantang dengan bakteri V. harveyi. Tabel 3Resistensi L.vannameiyang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida dengan dosis berbeda dan diuji-tantang dengan V. harveyi Perlakuan Sintasan (%) A 41.66±7.21a B 50.00±12.5ab C 62.50±12.5b D 66.66±7.21bc E 83.33±7.21c F 62.50±12.5b Superskrip berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata (p=0.005)
32
Beberapa imunostimulan seperti β-glukan, LPS dan peptidoglikan telah diketahui dapat meningkatkan resistensi udang terhadap bakteri dan virus (Chang et al. 2003; Sahoo et al. 2008; Song et al. 2003; Sung et al. 2001; Takahashi et al. 2000). Sebaliknya, laporan tentang pengaruh eksogenous nukleotida terhadap resistensi udang masih sangat terbatas. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa suplementasi nukleotida pada dosis 300 dan 400 mg.kg-1pakan (perlakuan D dan E) dapat meningkatkan jumlah hemosit dan aktivitas PO. Meningkatnya kedua parameter imun ini selanjutnya akan menghasilkan peningkatan resistensi udang setelah diuji tantang dengan bakteri patogen.Pada ikan, beberapa laporan penelitian memperlihatkan bahwa suplementasi nukleotida dalam pakan pelet dapat meningkatkan resistensi ikan terhadap berbagai patogen. Hasil penelitian Li et al. (2004a) menunjukkan bahwa setelah diberi pakan nukleotida selama 6-7 minggu dan diuji-tantang dengan Streptococcus iniae, produksi oxidative radical neutrofil darah hybrid striped bass (7.1–9.1 g) meningkat dan sintasan ikan yang diberi pakan nukleotida (80%) lebih tinggi dib&ingkan dengan ikan yang diberi pakan tanpa suplemen nukleotida (60%). Sakai et al. (2001) melaporkan pemberian nukleotida yang diisolasi dari RNA yeast sebanyak 15 mg/ikan selama 3 hari pada Cyprinus carpio100 g meningkatkan aktivitasfagositosis, respiratory burst, serum complement dan aktivitas lisozyme serta meningkatkan resistensi terhadap infeksi A. hydrophila. Dalam pengamatan yang dilakukan oleh Burrells et al. (2001), rainbow trout yang berukuran 53-55 g dan diberi pakan nukleotida dengan suplementasi nukleotida komersil (Optimûn, 2 g/kg pakan) selama 2 minggu memiliki mortalitas 35.7% sedangkan ikan yang diberi pakan tanpa suplementasi nukleotida mengalami mortalitas 48% setelah 53 hari diperhadapkan dengan ikan yang sebelumnya telah disuntik dengan ISAV (Infectious Salmon Anaemia Virus). Burgents et al. (2004) juga melaporkan bahwa resistensi udang vaname terhadap infeksi buatan Vibriosp meningkat jika udang diberi pakan mengandung Saccharomyces cerevisiae. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa penambahan nukleotida dalam pakan udang dapat meningkatkan resistensi udang vaname terhadap patogen dan berpotensi untuk diterapkan dalam manajemen kesehatan budidaya udang. Dalam
33
penelitian ini, data sintasan udang setelah uji tantang digunakan sebagai ukuran resistensi penyakit. Sebab, metodologi untuk secara komprehensif menetapkan imunitas dan resistensi ikan masih terbatas sehingga biomarker tentang resistensi masih sulit ditentukan (Li & Galtin 2006). Pertumbuhan Data pertumbuhan udang setelah diberi pakan bersuplemen nukleotida dengan dosis berbeda disajikan pada Tabel4 (Lampiran 13 dan 14). Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa tidak terdapat perbedaan pada nilai rata-rata pertumbuhan udang yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida selama 2 minggu pertama. Setelah 4 minggu pemberian, nukleotida secara nyata (p=0.001) mempengaruhi pertumbuhan udang (Lampiran 15). Pertumbuhan rata-rata udang pada perlakuan E (400 mg nukleotida)berbeda nyata jika dibandingkan dengan pertumbuhan udang kontrol, maupun dengan pertumbuhan udang pada semua perlakuan uji lainnya (Lampiran 16). Tabel 4 Pertumbuhan L.vannamei yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida dengan dosisberbeda selama 4 minggu Perlakuan Berat Awal (g) A
6.0±0.5
Berat Akhir (g)
Perolehan Berat (g)
Hari-14
Hari-28
Hari-14
Hari-28
7.36±0.86a
9.35±0.38a
1.36±0.86
3.35±0.37
a
ab
B
6.0±0.5
7.55±0.56
9.43±0.58
1.55±0.56
3.43±0.57
C
6.0±0.5
7.86±0.07ab
9.67±0.12ab
1.86±0.07
3.67±0.12
D
6.0±0.5
8.21±0.67ab
10.26±0.54b
2.21±0.66
4.26±0.55
E
6.0±0.5
8.65±0.17b
11.05±0.40c
2.65±0.17
5.05±0.40
F
6.0±0.5
8.25±0.68ab
9.03±0.34a
2.25±0.67
3.03±0.33
Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.01) Hasil penelitian menunjukkan bahwa udang yang diberi nukleotida 400 -1
mg.kg pellet (perlakuan E) memiliki berat akhir yang lebih besar (11.05g±0.40 g) jika dibandingkan dengan berat akhir yang dicapai pada semua perlakuan lainnya (Tabel 4). Perolehan berat udang mencapai 5.05 g atau 50.75% lebih tinggi dari perolehan berat udang kontrol (3.35 g).
Hasil yang
sama juga
34
dilaporkan oleh Li et al. (2007) dimana penambahan campuran nukleotida murni 0.04% atau 400 mg.kg-1 pakan dan diberikan selama 5 minggu secara signifikan meningkatkan berat akhir udang vaname dibandingkan dengan udang yang diberi pakan tanpa suplementasi nukleotida. Lin et at. (2009) juga menemukan bahwa ikan kerapu (Epinephelus malabaricus) yang diberi pakan dengan penambahan nukleotida murni selama 8 minggu memiliki perolehan berat yang lebih besar dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan tanpa suplementasi nukleotida. Selanjutnya, Burrells et al. (2001) melaporkan bahwa pertumbuhan ikan salmon meningkat setelah 8 minggu diberi pakan yang ditambahkan nukleotida komersil (Optimun) pada dosis 2 g.kg-1 pakan. Menurut Burrells et al. (2001), nukleotida yang ditambahkan dalam pakan akan meningkatkan napsu makan ikan sehingga pengambilan pakan meningkat. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rumsey et al. (1992) ditemukan bahwa penambahan guanine 1.85% dalam pakan secara nyata meningkatkan napsu makan ikan rainbow trout sehingga meningkatkan pengambilan pakan setelah diberikan selama 12 minggu. Pada ikan grouper, pemberian adenosine monophosphate (AMP) dapat meningkatkan pertumbuhan dan respon imun lebih baik dibandingkan dengan nukleotida lainnya (Lin et al. 2009). Kubitza et al. (1997) juga melaporkan bahwa pemberian nukleotida pada ikan largemouth bass meningkatkan pengambilan pakan sebesar 46% lebih banyak dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan tanpa suplementasi nukleotida. Suplementasi inosine monophosphate (IMP) dalam pakan akan meningkatkan pengambilan pakan ikan sebesar 23% lebih banyak dibandingkan dengan ikan kontrol. Jadi dapatlah diduga bahwa nukleotida yang ditambahkan dalam pakan akan meningkatkan napsu makan udang sehingga meningkatkan pengambilan pakan yang selanjutnya menghasilkan peningkatan pertumbuhan udang. Namun demikian, hasil-hasil penelitian pada ikan memperlihatkan bahwa pengaruh nukleotida terhadap respon makan ikan berbeda-beda menurut spesis ikan (spesies specific). Hal yang sama mungkin terjadi pada udang dan oleh karena itu maka jenis nukleotida mana yang potensial meningkatkan napsu makan udang masih perlu diteliti.
35
Pada udang yang diberi nukleotida 500 mg.kg-1 pelet (perlakuan F), pertumbuhan meningkat sampai pada minggu ke 2. Selanjutnya pertumbuhan nampak menurun pada akhir minggu ke 4 dan bahkan lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan udang kontrol (tanpa nukleotida).
Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Adamek et al. (1996) diacu dalam Galtin & Li (2007) menunjukkan bahwa pemberian nukleotida komersil (ascogen) 5 g/kg pakan (setara 750 mg nukleotida) menekan pertumbuhan rainbouw trout dan goldfish setelah 37 hari pemberian, sedangkan pemberian 0.62 g (setara 93 mg nukleotida) dan 2.5 g ascogen/kg pakan (setara 375 mg nukleotida) meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan rainbouw trout. Dalam laporan penelitian oleh Li et al. (2004), hybrid striped bass yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida (ascogen) selama 8 minggu mengalami peningkatan respon imun nonspesifik dan pertumbuhan namun jika diberi selama 16 minggu tidak terjadi peningkatan. Rumsey et al. (1992) melaporkan bahwa suplementasi 4.1% ekstrak RNA bakteri dalam pakan tidak menekan pertumbuhan rainbow trout namun penambahan 10% ekstrak RNA bakteri sebaliknya akan menekan pertumbuhan. Menurunnya pertumbuhan berkaitan dengan meningkatnya serum urea yang berasal dari metabolisme nukleotida. Jadi, dosis dan lama waktu pemberian perlu dipertimbangkan dalam aplikasi nukleotida sebab dosis yang berlebihan dan diberikan dalam waktu berkepanjangan mungkin tidak akan mendorong pertumbuhan tetapi justru akan menekan pertumbuhan. Menurut Li & Galtin (2006), penambahan nukleotida yang seimbang dalam pakan dapat memacu pertumbuhan dan pemanfaatan pakan ikan.
KESIMPULAN Penambahan nukleotida dengan dosis 300 mg.kg-1 pakan menghasilkan peningkatan jumlah hemosit dan aktivitas PO tertinggi sedangkan resistensi dan pertumbuhan udang terbaik dicapai pada dosis 400 mg.kg-1 pakan.