Journal of Physical Education, Sport, Health and Recreation 6 (2) (2017)
Journal of Physical Education, Sport, Health and Recreations http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/peshr
PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN INTERVAL ANAEROB TERHADAP HASIL SHOOTING UNDERBASKET DITINJAU DARI RASIO TINGGI BADAN DAN PANJANG TUNGKAI Agni Herarta Anindya Satria, Sugiyanto, Kristiyanto Argus Prodi Ilmu Keolahragaan Program Pascasarjana,Universitas Sebelas Maret Surakarta, Indonesia
Info Artikel
Abstrak
Sejarah Artikel: Diterima April 2017 Disetujui Mei 2017 Dipublikasikan June 2017
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) perbedaan pengaruh antara rasio latihan interval anaerob 1:3 dan rasio latihan interval anaerob 1:5 terhadap hasil shooting underbasket, (2) perbedaan hasil shooting underbasket antara rasio tinggi badan:panjang tungkai tinggi dan rasio tinggi badan:panjang tungkai rendah, (3) pengaruh interaksi antara rasio latihan interval anaerob dan rasio tinggi badan:panjang tungkai terhadap hasil shooting underbasket. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan faktorial 2 x 2. Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa: (1) Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara rasio latihan interval anaerob 1:3 dan rasio latihan interval anaerob 1:5 terhadap hasil shooting underbasket, pvalue < 0, 05. Pengaruh latihan interval anaerob dengan rasio 1:5 memiliki hasil yang lebih baik daripada latihan interval anaerob dengan rasio 1:3 dengan rerata hasil masing-masing 9, 43 dan 8, 43. (2) Ada perbedaan hasil shooting underbasket yang signifikan antara rasio tinggi badan : panjang tungkai tinggi dan rasio tinggi badan : panjang tungkai rendah, pvalue < 0,05. Hasil shooting underbasket yang diraih oleh sampel dengan rasio tinggi badan : panjang tungkai dengan kategori rendah lebih baik daripada sampel dengan rasio tinggi badan : panjang tungkai dengan kategori tinggi dengan rerata hasil masingmasing 19,14 dan 16,67. (3) Ada pengaruh interaksi antara rasio latihan interval anaerob dan rasio tinggi badan : panjang tungkai terhadap hasil shooting underbasket, pvalue < 0, 10.
Keywords: anaerobic interval exercise Method; the ratio of height and long limbs; Shooting underbasket ____________________
Abstract The purpose of this research is to know (1) the difference between the influence of the ratio of anaerobic interval exercise 1:3 exercise, anaerobic interval and the ratio of 1:5 against shooting underbasket results, (2) the difference between the ratio shooting results underbasket height: long legs and high ratio of height: long limbs are low, (3) the influence of the interaction between exercise anaerobic interval ratio and the ratio of height: the length of the limbs results shooting underbasket. This research uses experimental methods with a 2 x 2 factorial design. Based on the results of the analysis of the data shows that: (1) there is a significant influence on the differences between the ratio of anaerobic interval exercise 1:3 exercise anaerobic interval and the ratio of 1:5 against results shooting underbasket, pvalue < 0, 05. Influence of exercise anaerobic interval with the ratio of 1:5 has better results than an anaerobic interval workout with a 1:3 ratio with average results respectively 9 and 8, 43, 43. (2) no difference shooting results significant underbasket between height ratio: the ratio of height and limb length height: long limbs, pvalue < 0.05. Results of shooting underbasket earned by the sample with a ratio of height: the length of the limb with a low category better than the sample with a ratio of height: long limbs with high category with average results each 19.14 and 16.67. (3) there is the influence of the interaction between exercise anaerobic interval ratio and the ratio of height: the length of the limbs results shooting underbasket, pvalue < 0, 10.
Alamat korespondensi: Jln. Rifle 1 No. 13 09/18 kadipiro village sub district of banjarsari, solo, 57136 E-mail:
[email protected] / 087836660606
© 2017 Universitas Negeri Semarang ISSN 2252-6773 (online) ISSN 2460-724X (cetak)
122
Agni Harerta Anindya Satria / Journal of Physical Education, Sport, Health and Recreation (2) (2017)
PENDAHULUAN Bolabasket termasuk permainan yang kompleks gerakannya yaitu terdiri dari gabungan unsur-unsur gerak yang terkoordinasi dengan rapi sehingga memerlukan waktu cukup lama untuk menguasai teknik dasar permainan bolabasket dengan benar. Imam Sodikun (1992: 18) “teknik dasar bolabasket dapat dibedakan menjadi: teknik melempar dan menangkap, teknik menggiring bola, teknik menembak atau shooting, teknik berporos atau pivot dan teknik lay up shot”. Dari beberapa teknik dasar permainan bolabasket di atas yang paling dominan dalam permainan bolabasket adalah lempar tangkap (passing & catching), menggiring bola (dribbling) dan menembak bola (shooting). Menurut Danny Kosasih (2008: 50-52) tembakan dibagi menjadi lima macam, yaitu lay up shot, set and jump shot, free throw shot, three point shot, dan hook shot. Tujuan dalam permainan bolabasket adalah untuk menciptakan tembakan yang tepat dan mendapat angka pada setiap kesempatan, yang merupakan syarat regu tersebut dinyatakan pemenang. Menurut Machfud Irsyada (1999: 14) bahwa sesuai dengan tujuan utama permainan bolabasket itu sendiri yaitu memasukkan bola sebanyak mungkin ke keranjang lawan dengan cara yang sportif sesuai dengan aturan yang telah disepakati. Tingkat keberhasilan seseorang memasukkan bola ke dalam keranjang dapat dipengaruhi oleh kebiasaan dan penguasaan teknik menembak yang baik. Dibutuhkan proporsi latihan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan shooting underbasket. Dalam penerapan latihan, prinsip-prinsip latihan wajib diperhatikan, yaitu berkelanjutan, beban berlebih, beban bertambah, individual dan reversibilitas. Dalam latihan shooting underbasket, permasalahan yang ditemui para pengajar adalah menentukan besaran rasio yang digunakan. Fox dan Matthew (1981: 262) mengatakan rasio antara kerja dan istirahat dalam latihan kecepatan adalah 1:3. Namun, rasio kerja dan istirahat 1:3 dan 1:5 untuk interval jarak pendek adalah latihan untuk mengembangkan daya tahan (Rushall dan Pyke, 1992: 210). Shooting underbasket merupakan teknik menembak yang dilakukan secara cepat dan berulang-berulang, sehingga jelas unsur kecepatan dan daya tahan dominan dalam pelaksanaannya. Berdasar teori tersebut, perlu diadakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil shooting underbasket dari rasio latihan interval anaerob 1:3 dan 1:5. Shooting underbasket dibagi menjadi 3 tahap: awalan, tolakan,saat di udara, dan pendaratan yang dilakukan secara maksimal dan be-
rulang-ulang. Rangkaian gerakan tersebut dipengaruhi oleh kinerja otot-otot, sendi, dan tulang pada tungkai sebagai pengungkitnya. Tungkai yang panjang, secara biomekanik mampu melakukan lompatan berulang-ulang dengan cepat, namun tetap efisien dalam penggunaan energi sehingga diduga sangat membantu individu dalam melakukan shooting underbasket. Individu harus mampu memaksimalkan panjang tungkainya untuk menghasilkan lompatan yang tinggi sehingga lebih dekat dengan keranjang, dan efisien dalam penggunaan energi sehingga mampu meningkatkan hasil shooting underbasketnya. Para mahasiswa di Universitas Tunas Pembangunan Surakarta belum bisa mencapai hasil maksimal dalam perkuliahan Teori dan Praktek Bolabasket tahap 2, hal ini ditunjukkan dengan sedikitnya mahasiswa yang lulus dalam ujian shooting underbasket. Menyikapi hal ini, perlu untuk mempertimbangkan pendekatan dan metode latihan yang tepat untuk menghasilkan shooting underbasket yang lebih baik, maka penulis melakukan penelitian berjudul “Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Interval Anaerob terhadap Hasil Shooting Underbasket ditinjau dari Rasio Tinggi Badan Panjang Tungkai”. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Adakah perbedaan pengaruh antara rasio latihan interval anaerob 1:3 dan rasio latihan interval anaerob 1:5 terhadap hasil shooting underbasket? 2. Adakah perbedaan hasil shooting underbasket antara rasio tinggi badan:panjang tungkai tinggi dan rasio tinggi badan:panjang tungkai rendah? 3. Adakah pengaruh interaksi antara rasio latihan interval anaerob dan rasio tinggi badan:panjang tungkai terhadap hasil shooting underbasket? Tujuan Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Perbedaan pengaruh antara rasio latihan interval anaerob 1:3 dan rasio latihan interval anaerob 1:5 terhadap hasil shooting underbasket? 2. erbedaan hasil shooting underbasket antara rasio tinggi badan : panjang tungkai tinggi dan rasio tinggi badan : panjang tungkai rendah? 3. Pengaruh interaksi antara rasio latihan interval anaerob dan rasio tinggi badan : panjang tungkai terhadap hasil shooting underbasket?
Agni Harerta Anindya Satria / Journal of Physical Education, Sport, Health and Recreation (2) (2017) 123
KAJIAN TEORI Permainan Bolabasket Permainan bolabasket merupakan permainan beregu yang dimainkan oleh dua regu baik putra maupun putri yang masing-masing regu terdiri dari lima orang pemain. Dimainkan di lapangan berbentuk segi panjang dengan ukuran tertentu yang bertujuan memasukkan bola ke arah keranjang lawan dan menahan lawan agar tidak memasukkan bola. Kemenangan suatu regu ditentukan oleh banyaknya bola yang dimasukkan ke dalam keranjang lawan (Perbasi, 1990: 2). Teknik Dasar Bola Basket Imam Sodikun (1992: 47) mengemukakan tentang unsur-unsur keterampilan dasar yang terdapat dalam permainan bolabasket terdiri dari: Teknik melempar dan menangkap (passing), Teknik menggiring bola (dribble), Teknik menembak (shoting), Teknik gerak berporos (pivot), Teknik lay up shoot, Merayah. Shooting Underbasket Shooting underbasket adalah tembakan yang sangat penting (mendasar) dalam permainan bolabasket. Shooting underbasket merupakan teknik dasar dalam permainan bolabasket yang mudah dilakukan karena dekat dengan keranjang, namun sulit dipelajari, lebih-lebih untuk mahasiswa yang belum terampil. Metode latihan yang efektif untuk meningkatkan hasil shooting underbasket adalah metode latihan interval anaerob, karena sesuai dengan karakteristik shooting underbasket yang dilakukan dengan cepat dan membutuhkan daya tahan yang bagus agar meminimalisir kelelahan yang bisa mengurangi hasilnya. Mengenai latihan interval, ada dua unsur pokok yang harus diperhitungkan dengan baik, yaitu rasio antara waktu kerja dan waktu istirahat. Secara umum, olahraga bolabasket menggunakan 60% ATP-PC + LA, 20% LA-oksigen dan 20% oksigen. Sedangkan untuk shooting underbasket, aktivitas kerja dengan intensitas tinggi dalam waktu 30 detik, energi yang digunakan adalah ATP-PC + LA menurut tabel Fox, Bowers, dan Foss (1993: 290; 306). Jadi tes shooting underbasket termasuk aktivitas yang menggunakan sistem energy ATP-PC + LA. Fox, Bowers, dan Foss (1993: 33) mengatakan bahwa penipisan jumlah PC dan proses resintesa ATP terjadi dalam aktivitas kurang dari 3 menit. Dari hal tersebut, diambil kesimpulan bahwa sistem ATP-PC + LA berlangsung dalam waktu maksimal 3 menit. Untuk memberikan waktu istirahat, latihan bisa dihentikan dulu atau dilanjutkan dengan intensitas atau beban yang lebih rendah. Oleh karena itu, tujuan utama latihan untuk meningkatkan prestasi shooting underbasket ditujukan pada pengembangan sistem energi ATP-PC
dan ditambah pengembangan LA. Latihan Menurut Bompa (1990: 3), latihan adalah kegiatan sistematis dalam waktu yang lama ditingkatkan secara progresif dan individual yang mengarah pada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis manusia utuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Menurut Fox, Bowers, dan Foss (1998:288) prinsip dasar dalam program latihan adalah mengetahui sistem energi utama yang dipakai untuk melakukan suatu aktivitas dan melalui prinsip beban berlebih (overload) untuk menyusun satu program latihan yang akan mengembangkan sistem energi yang bersifat khusus pada cabang olahraga. Menurut Bompa (1990:34) ada dua hal yang perl diperhatikan dalam prinsip kekhususan yaitu; (1) melakukan latihan-latihan khusus sesuai dengan karakteristik cabang olahraga, (2) melakukan latihan untuk mengembangkan kemampuan biomotorik khusus dalam olahraga. Soekarman (1987:60) mengemukakan bahwa latihan itu harus khusus untuk meningkatkan kekuatan atau sistem energy yang digunakan dalam cabang olahraga yang dibutuhkan. Menurut Pyke, Robert, Woodman, Telford, dan Jarver (1991:119) latihan harus ditujukan khusus terhadap sistem energi atau serabut otot yang digunakan, juga dikaitkan dengan peningkatan keterampilan motor khusus. Program latihan yang dilakukan harus bersifat khusus, disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam cabang olahraga. Peningkatan pemberian beban hendaknya dilakukan secara progresif dan bertahap. Progresif artinya beban latihan selalu meningkat, dari awal sampai akhir latihan. Beban latihan yang bersifat kuantitatif ini, beban latihannya dapat berupa berat beban yang harus diangkat, banyaknya repetisi set, lama istirahat per set, kecepatan, frekuensi per minggu, dan sebagainya. Bagi atlet cabang olahraga yang lain, tentu bahanlatihannya juga akan berbeda, sebab tujuan latihannya pun berbeda. Atlet pelari cepat 100 meter berlatih agar dapat berlari secepat-cepatnya. Atlet pelompat tinggi tujuan latihannya adalah agar mampu melompat setinggi-tinginya. Sedangkan atlet pelempat lembing berlatih dengan harapan agar mampu melempar lembig sejauh mungkin. Dengan demikin dapatlah dimengerti bahwa mengapa atlet pelari cepat 100 meter beban latihan utamanya tidak erupa mengangkat beban (halter) seberat-beratnya, tetapi berupa kecepatan, jarak tempuh atau lamanya berlatih lari dalam sehari. Beban latihan yang bersifat kualitatif dapat berupa persentase intesitas latihan, berapa persen beban latihan diambil pada awal latihan dan berapa persen peningkatannya.
124
Agni Harerta Anindya Satria / Journal of Physical Education, Sport, Health and Recreation (2) (2017)
Pada prinsipnya masing-masing individu berbeda satu dengna yang lainnya. Begitu pula dalam latihan, setiap individu juga memiliki kemampuanyang berbeda-beda. Manfaat latihan akan lebih berarti dan bermanfaat apabila program latihan tersebut sudah direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi individu atlet. Oleh karena itu, karakteristik individu atet harus ikut serta dipertimbangkan dalam menyusun program latihanyang akan dilaksanakan. Berkaitan dengan hal ini, menurut Harsono (1998, 112-113) mengemukakan bahwa factor-faktorseperti umur, jenis kelamin, benuk tubuh, kedewasaan, latar belakang pendidikan, lamanya berlatih, tingkat kesegaran jasmani, ciri-ciri psikologis, dan lain sebagainya semua itu harus ikut dipertimbangkan dalam menyusun sebuah program latihan. Kemampuan fisik yang dimiliki oleh seseorang tidak menetap, dapat berubah sesuai dengan aktivitas yang dilakukan. Keaktifan seseorang melakukan latihan atau latihan fisik dapat meningkatkan kemampuan fisik, sebaliknya ketidakaktifan atau tanpa latihan akan menibulkan kemunduran kemampuan fisik seseorang tersebut. Menurut Soekarman (1987:60) dikatakan bahwa, setiap hasil latihan kalau tidak dipelihara maka akan kembali seperti semula. Berdasarkan prinsip ini, latihan fisik haruslah dilakukan secara teratur dan kontinyu. Seorang pelatih harus mempertimbangkan aspek-aspek yang menjadi komponen latihan. Seperti disebutkan oleh Bompa (1990: 75) “Efisiensi dari suatu latihan merupakan akibat dari; waktu yang dipakai; jarak yang ditempuh dan jumlah pengulangan (volume); beban dan kecepatannya (intensitas); serta frekuensi penampilannya (densitas). Sistem Energi Sumber energi pokok dalam memenuhi kebutuhan aktivitas otot sehari-hari adalah ATP. ATP tersimpan dalam glikogen otot dan dalam jumlah terbatas, mampu dihasilkan kembali melalui proses resintesa ATP melalui bahan-bahan yang tersedia di dalam tubuh. Sumber energi yang utama adalah karbohidrat, kemudian lemak dan protein. Dalam keadaan eksersi karbohidrat yang rendah, pembakaran lemak memegang peranan penting. ATP dapat digunakan sebagai energi aktivitas otot dalam tiga cara, dua di antaranya secara anaerob, yaitu sistem energi ATPPC dan sistem energi ATP-PC + LA. Sistem energi ATP-PC+LA adalah sistem energi anaerob yang merupakan lanjutan dari sistem ATP-PC. Bedanya adalah terjadi resintesa ATP melalui proses glikolisis, Glikogen dalam darah dipecah menjadi ATP dan asam piruvat. Asam piruvat akan menjadi asam laktat dalam
ketiadaan oksgen. Ini adalah hasil akhir dari sistem energi anaerobik. Asam laktat yang menumpuk dalam otot akan menimbulkan kelelahan pada otot. Latihan Interval Latihan interval adalah serangkaian sistem latihan fisik yang diulang dan diselingi istirahat. Karena latihan interval anaerob terdiri dari aktivitas (anaerob) dan istirahat (aerob), maka kecepatan akan meningkat. Program latihan yang efektif adalah program latihan yang disesuaikan dengan sistem energinya. Sedangkan sistem energi diidentifikasi dari waktu dan intensitasnya. Rasio antara waktu kerja dan istirahat dalam latihan ikut menentukan hasil latihan. Penentuan rasio yang salah dapat mengubah tujuan latihan. Latihan interval anaerob dengan rasio 1:3 adalah perbandingan 1 untuk waktu kerja dan 3 untuk waktu istirahat. Misalnya, melakukan shooting underbasket selama 30 detik, maka istirahatnya 3 kali 30 detik yaitu 90 detik. Pada latihan shooting underbasket, setiap ulangan dilakukan dengan usaha submaksimal hingga maksimal. Setelah selesai langsung dihitung istirahatnya hingga waktu istirahat hampir habis, sampel segera disiapkan untuk melakukan repetisi berikutnya. Rasio Latihan Interval Anaerob 1) Rasio Latihan Interval Anaerob 1:3 Latihan interval anaerob dengan rasio 1:3 adalah perbandingan 1 untuk waktu kerja dan 3 untuk waktu istirahat. Misalnya, melakukan shooting underbasket selama 30 detik, maka istirahatnya 3 kali 30 detik yaitu 90 detik. Pada latihan shooting underbasket, setiap ulangan dilakukan dengan usaha submaksimal hingga maksimal. Setelah selesai langsung dihitung istirahatnya hingga waktu istirahat hampir habis. Rasio latihan interval anaerob 1:3 merupakan latihan interval dengan waktu istirahat yang tidak cukup untuk memulihkan ATP-PC, sehingga kelelahan mulai timbul akibat penumpukan asam laktat dalam darah dan otot. Jika hal ini dilakukan terus menerus, maka latihan interval anaerob dengan rasio 1:3 telah beralih menjadi latihan daya tahan. 2) Rasio Latihan Interval Anaerob 1:5 Latihan interval anaerob dengan rasio 1:5 adalah perbandingan 1 untuk waktu kerja dan 5 untuk waktu istirahat. Misalnya, melakukan shooting underbasket selama 30 detik, maka istirahatnya 5 kali 30 detik yaitu 150 detik. Pada latihan shooting underbasket, setiap ulangan dilakukan dengan usaha submaksimal hingga maksimal. Setelah selesai langsung dihitung is-
Agni Harerta Anindya Satria / Journal of Physical Education, Sport, Health and Recreation (2) (2017) 125
tirahatnya hingga waktu istirahat hampir habis, sampel segera disiapkan untuk melakukan repetisi berikutnya. Rasio Tinggi Badan : Panjang Tungkai Tinggi badan dan panjang tungkai merupakan salah satu bidang kajian anthropologi ragawi. Peranan anthropologi ragawi atau anthropobiologis dalam olahraga bukanlah hal yang baru. Menurut T. Jacob (1991: 1) sejak Olimpiade 1928, dan pada hampir setiap Olimpiade sesudahnya selalu dilakukan penelitian anthropobiologis pada atlet-atlet dari berbagai cabang olahraga. Bentuk tubuh yang ideal sesuai dengan cabang olahraga yang dipelajari merupakan salah satu syarat dalam mencapai prestasi olahraga. Sajoto (1988: 11) menyatakan salah satu aspek untuk mencapai prestasi dalam olahraga adalah aspek biologis yang meliputi struktur dan postur tubuh, yaitu: 1) ukuran tinggi badan dan panjang tungkai, 2) ukuran besar, lebar dan berat badan, 3) bentuk tubuh. Tungkai manusia terbagi atas tungkai atas dan tungkai bawah, sehingga rasio tinggi badan dan panjang tungkai secara biomekanika diduga dapat meningkatkan hasil shooting underbasket. Peranan Rasio Tinggi Badan : Panjang Tungkai dalam Shooting Underbasket Pada shooting underbasket, ukuran tinggi badan dan panjang tungkai, serta tipe perawakan menjadi sangat penting dan dapat memberikan kontribusi terhadap prestasi. Tinggi badan sangat berperan dalam olahraga bolabasket, Sehingga semakin tinggi badan, maka semakin mempermudah dalam memasukkan bola ke keranjang. Ukuran tungkai yang panjang memberikan banyak sekali keuntungan dalam melakukan shooting underbasket. Tungkai yang panjang akan memberikan sistem pengungkit yang lebih baik daripada tungkai yang lebih pendek. Sistem pengungkit oleh tungkai yang panjang akan menghasilkan tolakan yang lebih kuat, bisa membawa tubuh lebih tinggi dan lebih dekat ke keranjang. Tungkai yang panjang menghasilkan luas penampang yang lebih besar, sehingga mempersempit ruang gerak dalam melakukan shooting underbasket, sehingga dapat menghemat waktu. Dengan demikian, mempunyai ukuran tungkai yang panjang dan ditunjang oleh latihan yang teratur maka akan diperoleh hasil shooting underbasket yang lebih baik. METODE Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen dengan desain faktorial 2 x 2. Penelitian ini untuk mengetahui in-
teraksi antara rasio latihan interval anaerob rasio tinggi badan : panjang tungkai terhadap peningkatan hasil shooting underbasket. Populasi dan sampel penelitian ini adalah mahasiswa putra semester V Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Tunas Pembangunan Surakarta tahun 2014/2015. Teknik sampel yang digunakan adalah random sampling untuk memilih sampel yang berjumlah 60 mahasiswa. Keseluruhan jumlah populasi mahasiswa putra semester V Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Tunas Pembangunan Surakarta tahun 2014/2015 adalah kurang lebih 240 mahasiswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Hipotesis pertama dalam penelitian ini dinyatakan bahwa ”terdapat perbedaan pengaruh antara rasio latihan interval anaerob 1:3 dan rasio latihan interval anaerob 1:5 terhadap hasil shooting underbasket”.Hasil analisis varians untuk Rasio Latihan Interval Anaerob diperoleh Fhitung sebesar 10,715 dengan signifikansi sebesar 0,002. Karena harga signifikansi dari Fhitung untuk Rasio Latihan Interval Anaerob lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis alternatif diterima dan hipotesis nol ditolak. Skor rata-rata Shooting underbasketkelompok rasio latihan interval anaerob 1:3 (10,7)lebih besar dari skor rata-rata Shooting underbasketkelompok rasio latihan interval anaerob 1:5 (9,10). Dengan demikian, hipotesis pertama dalam penelitian ini dapat diterima kebenarannya. Hipotesis kedua dalam penelitian ini dinyatakan bahwa ”ada perbedaan yang signifikan hasil shooting underbasket antara rasio tinggi badan:panjang tungkai tinggi dan rasio tinggi badan:panjang tungkai rendah”. Hasil analisis varians untuk rasio tinggi badan:panjang tungkai diperoleh Fhitung sebesar 6,094 dengan signifikansi sebesar 0,017. Karena harga signifikansi dari Fhitung untuk Rasio tinggi badan:panjang tungkai lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis alternatif diterima dan hipotesis nol ditolak. Hipotesis ketiga dalam penelitian ini dinyatakan bahwa ”ada perbedaan Shooting underbasketsiswa dari interaksi antaraRasio Latihan Interval Anaerob1:3 dan 1:5 dengan rasio tinggi badan:panjang tungkai kategori tinggi dan rendah”. Hasil analisis varians untuk interaksi Rasio Latihan Interval Anaerob dan rasio tinggi badan:panjang tungkai diperoleh Fhitung sebesar 4,320dengan signifikansi sebesar 0,042. Karena harga signifikansi dari Fhitung untuk interaksi Rasio Latihan Interval Anaerobdan rasio tinggi badan:panjang tungkai lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis alternatif diterima dan hipotesis nol ditolak.
126
Agni Harerta Anindya Satria / Journal of Physical Education, Sport, Health and Recreation (2) (2017)
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode latihan interval anaerob rasio 1:3 dan interval anaerob rasio 1:5 terhadap kemampuan shooting underbasket. Metode latihan interval anaerob rasio 1:5 memberikan pengaruh yang lebih baik daripada metode latihan interval anaerob 1:3 terhadap kemampuan shooting underbasket. 2. Ada perbedaan kemampuan shooting underbasket antara mahasiswa yang memiliki rasio tinggi badan:panjang tungkai“tinggi” dan “rendah”. Mahasiswa dengan rasio tinggi badan : panjang tungkai, kategori “rendah” memiliki kemampuan shooting underbasket yang lebih baik dibanding mahasiswa dengan rasio tinggi badan : panjang tungkai kategori “tinggi”. 3. Ada pengaruh interaksi yang signifikan antara metode latihan interval anaerob dan rasio tinggi badan : panjang tungkai terhadap kemampuan shooting underbasket. a. Mahasiswa yang memiliki rasio tinggi badan : panjang tungkai kategori “tinggi” lebih cocok jika menggunakan metode latihan interval anaerob rasio 1: 5. b. Mahasiswa yang memiliki rasio tinggi badan : panjang tungkai kategori “rendah” lebih cocok jika menggunakan metode latihan interval anaerob rasio 1: 3. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Arma. 1981. Olahraga untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: P.T. Sastra Hudayat. Adnyana, I Komang Sukarata. 2011. Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Continous Circuit dan Football Circuit terhadap Peningkatan VO2 Max Pemain Sepakbola Mahasiswa ditinjau dari Rasio Istirahat 1:2 dan 1:3. Tesis. Ambler, Vic. 1990. Petunjuk untuk Pelatih dan Pemain Bolabasket. Bandung: Tarsito. Biyakto, Mulyono. 1993. Pembinaan Kondisi Fisik. Surakarta: UNS Press Bompa, Tudor. O. 1990. Theory and Methodology of Training. The Key to Athletic Performance. Dubuque Iowa: Kendall Hunt. Fox, Edward L. Richard B Bowers. et all. 1988. The Psysiological Basis of Physical Education and Athletics. Philadelphia: WB. Sounders Company. Harsono. 1988. Coaching dan Aspek-Aspek Psikologis dalam Coaching. Jakarta: Ditjen Dikti. Harre, Diettrich. 1982. Principles of Sport Training. FPOK IKIP Bandung. Hidayat, Imam. 1997. Biomekanika. FPOK IKIP
Bandung. Herywansyah. 2010. Perbedaan Pengaruh Pendekatan Pembelajaran dan Persepsi Kinestetik terhadap Hasil Tembakan Lay Up Bolabasket. Tesis. Imam, Sodikun. 1992. Olahraga Pilihan Bolabasket. Jakarta: Depdikbud Dirjendikti Proyek Tenaga Pendidikan. Johnson, B. L. and Nelson J. K. 1986. Practical Measurement for Evaluation in Physycal Education. New York: Macmillan Publishing Company. Kirkendall, R.D. 1980. Motor Learning Concept and Application. Iowa. WE. Brown Company. Kosasih, Danny. 2008. Fundamental Basketball. Semarang: Karmedia. Machfud, Irsyada. 1999. Bola Basket. Jakarta: Depdikbud. Munir, M. (2013). MENINGKATKAN PEMBELAJARAN PASSING BOLAVOLI DENGAN MEDIA KERANJANG TARGET. ACTIVE: Journal of Physical Education, Sport, Health and Recreation, 2(8). Pate, R., Clenaghan, M.B., and Rotella, R. 1993. Dasar-dasar Ilmiah Kepelatihan. Alih Bahasa Dwijawinoto. Semarang: IKIP Semarang Press. Perbasi. 1990. Pedoman Pelatih Bolabasket Modern. Jakarta: Perbasi ________. 2004. Peraturan Bola Basket Resmi. Jakarta: Perbasi. Sarumpaet, A. Zulfar Djazet, et all. 1992. Permainan Besar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Sucipto. 2010. Permainan Bola Basket. Jakarta: FPOK Universitas Pendidikan Indonesia. Sugiyanto. 1993. Pertumbuhan dan Perkembangan. KONI Pusat: Ditjen Diklusepora. PB PBSI. Bahan Penataran Pelatih Bulu Tangkis Seluruh Indonesia. Suharno. 1985. Kepelatihan Olahraga. Yogyakarta. FPOK. ________. 1993. Ilmu Coaching Umum. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. Triaksama, I Nyoman Arnanda. 2014. Pengaruh Metode Latihan Interval Anaerob terhadap Peningkatan Kecepatan Lari 100 Meter Ditinjau dari Rasio Panjang Telapak Kaki dan Tinggi Badan. Tesis Welkowits, Ewen and Cohen. 1982. Introduction Statistics for Behavior Sciences. Orlando: HBJ Inc. Wissel, Hal. 1996. Bolabasket Dilengkapi dengan Program Pemahiran dan Tehnik. Alih Bahasa. Bagus Pribadi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Yusmawati, Y. (2014). UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR LAY-UP BOLA BASKET. Journal of Physical Education Health and Sport, 1(2), 77-85.