JIPP
Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-Empiris Vol. 1, No. 1, 2015. Hal. 9-16
Optimalisasi Emosi Sebagai Sistem Peringatan Dini Moral
Subhan El Hafiz a Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA a
[email protected]
Abstrak Moral merupakan salah satu isu utama dalam kehidupan sehari-hari. Banyak harapan yang dilekatkan pada konsep moral namun sedikit pengetahuan yang didapat dari riset tentang moral yang memberi sumbangan terhadap peningkatan moral. Dalam banyak penelitian, moral justru hanya dilihat dalam konsep dilemma moral daripada moral itu sendiri. Dengan demikian arah penelitian justru semakin menggiring moral adalah kemampuan mengatasi dilemma daripada membimbing perilaku. Untungnya, beberapa penelitian tentang moral menunjukkan bahwa emosi memainkan peran penting dalam dinamika moral seseorang yang berkaitan dengan mengarahkan perilakunya. Dengan demikian penting untuk memiliki pemahaman yang signifikan terkait dengan nilai moral dan bagaimana peran emosi dalam mengarahkan perilaku moral seseorang. Partisipan penelitian berjumlah enam orang yang dipilih dari pesantren yang ada di Jakarta. Partisipan dipilih dengan kriteria bahwa partisipan merupakan siswa yang baik berdasarkan penilaian dari guru. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif fenomenologi dan data dikumpulkan menggunakan observasi tak terstruktur dan wawancara mendalam. Data kemudian dianalisa menggunakan reduksi eidetic dan reduksi fenomenologi. Hasilnya, emosi negatif akan muncul pada saat seseorang melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai moralnya. Selain itu, emosi positif atau emosi netral juga muncul saat seseorang melakukan tindakan yang sesuai dengan nilai moralnya. Menariknya, emosi negatif akan semakin berkurang pada kesempatan berikutnya seseorang akan melakukan pelanggaran moral yang sama Kata Kunci: Emosi, Moral, Sistem Peringatan Dini
Pendahuluan
Dalam studi ini, moral ditempatkan pada
Interaksi antar manusia memberi ruang
posisi yang lebih mungkin untuk dipelajari
terjadinya
dapat
karena dapat dibahas dalam wacana yang sedikit
menyebabkan masalah. Untuk mengatasi hal itu
lebih objektif daripada agama. Walaupun
manusia diberi alat yang mengatur hubungan
demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa semua
manusia dengan lingkungan sekitarnya. Alat
nilai moral diyakini bersumber dari agama
pengatur hubungan antar manusia dengan
(Haidth & Kesebir, 2010). Oleh karena itu bukan
lingkungannya ini memiliki banyak istilah, dari
tempatnya untuk memperselisihkan apakah nilai
agama, etika, norma, aturan, akhlak, dan moral.
yang digunakan adalah moral atau agama.
untuk
pergesekan
yang
9
JIPP ©November 2015, 1(1), h. 9-16 Walaupun
manusia
sudah
memiliki
Freud
mengatakan
bahwa
manusia
moral sebagai alat untuk mengatur hubungan
memiliki dua sub sistem super ego yaitu ego
dengan lingkungannya, namun kenyataannya
ideal dan conscience. Ego ideal adalah aturan
perilaku yang tidak bermoral (amoral) atau
sudah terinternalisasi dalam diri seseorang yang
perilaku yang bertentangan dengan nilai moral
seharusnya ditaati oleh mereka, sedangkan
(immoral)
keseharian
concience adalah aturan yang terinternalisasi
manusia. Perilaku yang amoral antara lain:
yang berisi hal-hal yang dilarang. Apabila
pelanggaran
pembajakan,
manusia melakukan tindakan yang sesuai
penggunaan narkoba, pengabaian anak, dan
dengan ego idealnya maka akan muncul
sebagainya yang dilakukan oleh orang yang
perasaan
mengetahui bahwa perilaku itu salah. Begitu
melanggar conciencenya akan muncul perasaan
juga dengan perilaku immoral, seperti korupsi,
negatif (dalam Hall & Lindzey, 1993).
tetap
pencurian,
hadir
lalu
dalam
lintas,
kekerasan,
pembunuhan,
dan
positif,
sedangkan
jika
mereka
Perasaan positif adalah perasaan yang
sebagainya yang dilakukan dengan sembunyi-
menyenangkan,
sembunyi atau terang-terangan.
senang, dan sebagainya. Sedangkan perasaan
Beberapa
fakta
yang
dapat
negatif
seperti
adalah
bahagia,
perasaan
bangga,
yang
tidak
menunjukkan bahwa pelaku yang melakukan
menyenangkan, seperti sedih, kesal, malu,
tindakan amoral atau immoral mengetahui
marah,
bahwa
perasaan
tindakan
mereka
penyembunyian
salah
identitas
adalah atau
dan
sebagainya.
tersebut
Bentuk-bentuk
bisa sangat
bergradasi
tergantung pada tingkat kesalahannya.
menyembunyikan tindakan mereka yang tidak
Suharsono mengatakan bahwa emosi
sesuai dengan nilai moral tersebut. Berdasarkan
yang berhubungan dengan perilaku dan masalah
hal
bahwa
moral adalah emosi kesadaran diri. Emosi ini,
pelaku
terutama rasa malu dan rasa bersalah, terjadi
menunjukkan bahwa sesungguhnya mereka
dalam hubungan interpersonal dan berkaitan
mengetahui bahwa tindakan mereka salah dan
dengan
mereka
dimintai
lingkungannya yang terjadi secara otomatis
pertanggunganjawab atau akibat yang muncul.
(Suharsono, 2000). Penjelasan ini menunjukkan
Begitu juga dengan penyembunyian tindakan
bahwa rasa malu dan rasa bersalah (emosi
dengan upaya meniadakan barang bukti atau
negatif) sangat mungkin tidak muncul apabila
meminimalisir jumlah orang yang mengetahui
pemaknaan individu terhadap lingkungannya
tindakan mereka.
tidak sejalan dengan konsep moralnya.
tersebut
dapat
penyembunyian
tidak
diasumsikan
identitas
ingin
oleh
pemaknaan
individu
terhadap
Begitu juga penelitian yang dilakukan Emosi sebagai Sistem Peringatan
oleh Dossje dkk. (1998) yang meneliti rasa berasalah pada sekelompok orang. Hasilnya,
10
JIPP ©November 2015, 1(1), h. 1-8 kelompok yang merasa bersalah setuju apabila
Adapun konsep sistem peringatan dini
kelompok lain mendapat kompensasi terhadap
moral dalam hal ini adalah bagaimana pola kerja
perilaku salah mereka. Namun demikian, hal ini
emosi untuk memberi peringatan pada individu
juga
bahwa
sangat
bergantung
pada
besarnya
apa
yang
akan
mereka
lakukan
identifikasi individu terhadap kelompok lain
seharusnya mereka hindari. Sebagaimana yang
tersebut, makin besar identifikasi maka semakin
dikatakan oleh Haidt mengenai hasil penelitian
besar pula rasa bersalah dan keinginan untuk
di atas, semakin kuat emosi maka semakin besar
memberikan kompensasi (Dossje, dkk, 1998).
kemungkinan seseorang membatalkan perilaku
Namun
penjelasan
diatas
hanya
yang tidak sesuai dengan nilai moralnya. Dalam
menempatkan emosi sebagai akibat dari sebuah
kontek tersebut maka optimalisasi peran emosi
perilaku. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
sebagai sistem peringatan dini pada perilaku
emosi juga dapat muncul sebelum perilaku yang
manusia perlu ditingkatkan.
tidak sesuai dengan nilai moralnya muncul. Makin kuat emosi yang muncul ketika seseorang
Metode
akan melakukan perilaku tertentu maka akan
Baik Piaget maupun Kohlberg, dua
semakin besar kecenderungan orang tersebut
ilmuan utama dalam bidang perkembangan
untuk membatalkan perilakunya, dan sebaliknya
moral, mengatakan bahwa moral memiliki fase
makin lemah emosi yang muncul sebelum
perkembangan yang baru sempurna setelah
perilaku yang tidak sesuai dengan nilai moralnya
individu berusia lebih dari 10 tahun (Piaget) dan
muncul maka semakin kecil kemungkinan
15 tahun (Kohlberg). Oleh karena itu patisipan
perilaku tersebut untuk dibatalkan (Haidth &
dalam penelitian ini adalah siswa pondok
Kesebir, 2010).
pesantren Darunnajah yang berusia 15-17
Emosi sebagai peringatan dini ini lebih menekankan
pada
emosi
bersifat
tahun. Harapannya adalah konsep moral yang
negatif
mereka miliki telah sempurna sehingga dapat
terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan nilai
menghindari error penelitian akibat partisipan
moralnya. Walaupun tetap dibahas mengenai
yang tidak sesuai.
kondisi emosi setelah perilaku itu muncul,
Pemilihan partisipan dilakukan dengan
namun dalam studi mengenai peran emosi
model purposive dengan meminta pada guru
sebagai sistem peringatan dini perilaku akan
pondok pesantren untuk memilihkan partisipan
lebih tepat menggunakan model emosi negatif
penelitian
sebelum perilaku yang tidak sesuai dengan nilai
penelitian. Guru pondok pensantren dianggap
moral muncul. Penelitian ini juga membahas
orang yang paling mengenal karakter siswanya
mengenai
periode
sehingga pemilihan partisipan penelitian yang
berikutnya ketika kecenderungan perilaku yang
dilakukan dengan model purposive dapat
hampir sama akan muncul.
memenuhi karakter partisipan yang diharapkan.
kondisi
emosi
pada
yang
sesuai
dengan
karakter
11
JIPP ©November 2015, 1(1), h. 9-16 Adapun karakter partisipan penelitian adalah siswa merupakan siswa yang dinilai baik, jarang
Hasil dan Pembahasan
melakukan
Konsep Moral
kesalahan,
namun
juga
tetap
memiliki hubungan sosial yang baik terhadap temannya.
Berdasarkan penelitian ini didapatkan hasil bahwa terjadi bermacam kondisi emosi
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif
sebelum mereka melakukan tindakan yang tidak
dengan menggunakan metode fenomenologis.
sesuai dengan nilai moralnya. Adapun yang
Peneliti merupakan alat pengumpul data primer
dimaksud dengan tindakan yang tidak sesuai
dengan menggunakan teknik wawancara dan
dengan nilai moral menurut mereka tidak
observasi.
secara
berlaku umum, namun universalisme dalam nilai
mendalam (in depth) dengan semi terstruktur,
moral yang mereka sampaikan adalah mengikuti
sedangkan observasi dilakukan dengan model
aturan yang sudah ditetapkan adalah bagian dari
tidak terstruktur (non-guidance).
nilai moral.
Wawancara
dilakukan
Adapun teknik analisa yang digunakan
Hal ini sesuai dengan konsep yang
dalam penelitian ini adalah reduksi eidetik dan
diajukan Haidt mengenai lima hipotesa baru
reduksi fenomenologis. Reduksi eidetik adalah
tentang moral, salah satunya adalah kesesuaian
upaya memisahkan substansi dengan yang
dengan aturan yang ada (Haidth, dkk. 2007).
bukan substasi penelitian. Sedangkan reduksi
Dengan demikian, walaupun individu tidak
fenomenologis dilakukan setelah reduksi eidetis,
melakukan sesuatu yang dianggap melanggar
yaitu upaya mencari apa yang ada dibalik
nilai moral di luar pesantren, namun karena
fenomena yang tampak (Bagus, 2000).
kesadarannya
Untuk
warga
pesantren
kesahihan
data,
menjadikannya taat terhadap aturan pesantren
triangulasi,
yaitu
sebagai bagian dari nilai moralnya. Hal ini
mengumpulkan data dari orang lain sebagai
menunjukkan bahwa etika, norma, peraturan,
pembanding untuk melihat kesesuaian data
dan sebagainya sesungguhnya satu konsep
yang sudah dikumpulkan oleh peneliti dari
dalam konsep moral sesuai dengan hipotesa
partisipan (Moleong, 1991). Adapun orang-
yang diajukan Haidth.
penelitian
orang
menguji
sebagai
melakukan
yang
dijadikan
narasumber
untuk
triangulasi adalah siswa lain yang mengenal
Emosi sebagai Peringatan Dini Perilaku
partisipan penelitian dengan baik, guru yang
Adapun peran emosi sebagai sistem
mengenal partisipan dengan cukup baik, serta
peringatan dini terhadap perilaku yang tidak
ahli yang memahami konsep yang diteliti.
sesuai dengan nilai moralnya tersebut sangat
Hasilnya, dari ketiga narasumber triangulasi
beragam bentuknya. Perasaan yang muncul
terlihat
sebelum perilaku yang tidak sesuai dengan nilai
kesesuaian
data
disampaikan oleh partisipan. 12
dengan
yang
moralnya adalah rasa takut, was-was, serta hati
JIPP ©November 2015, 1(1), h. 1-8 tidak tenang. Namun demikian, masih belum
perilaku yang salah tersebut tidak mendapat
dapat diketahui dengan pasti apakah perasaan
hukuman atau tidak diketahui oleh orang lain
yang muncul adalah perasaan karena kesadaran
maka emosi negatif yang berfungsi memberi
terhadap nilai moral ataukah rasa takut
peringatan akan terus melemah. Apabila hal ini
terhadap hukuman yang akan diterima jika
terjadi secara terus menerus maka emosi
perilaku tetap dilanjutkan.
sebagai sistem peringatan dini tidak lagi dapat
Pada individu yang menganggap bahwa
berfungsi.
aturan yang ada tidak harus diikuti karena sudah
Hal ini menunjukkan bahwa penegakan
biasa diabaikan, maka rasa takut tidak muncul
hukum yang konsisten dan tidak pandang bulu
sebelum perilaku. Rasa takut untuk melakukan
sangat perlu untuk dilakukan sebagai upaya
perilaku yang sama baru akan muncul apabila
menjaga
individu mendapatkan konsekuensi negatif dari
peringatan dini tetap berfungsi. Hal ini sejalan
perilakunya, yaitu hukuman. Namun pada
dengan hasil kajian world bank terhadap korupsi
individu yang tidak sengaja melakukan tindakan
di
yang tidak sesuai dengan nilai moralnya atau
penegakan hukum yang lemah dan banyak
tidak mengetahui aturannya maka rasa takut
terjadi manipulasi dapat mengganggu upaya
tidak muncul.
melawan korupsi walaupun tidak dapat dilihat
emosi
Indonesia
yang
yang
berperan
sebagai
menunjukkan
bahwa
Pada saat perilaku yang tidak sesuai nilai
bahwa penegakan hukum ini telah gagal (Rinaldi,
diketahui oleh orang lain yang tidak diharapkan,
dkk., 2007). Dengan demikian sistem hukum
maka
akan
yang tegas harus menjadi bagian penting dalam
berusaha untuk tidak melakukannya lagi. Hal ini
upaya meningkatkan fungsi emosi sebagai
kemungkinan terjadi karena penguatan emosi
sistem peringatan dini.
pada
kesempatan
berikutnya
sebagai peringatan yang disebabkan karena diketahuinya perilaku individu yang tidak sesuai
Emosi sebagai Peringatan Dini Pikiran
dengan nilai moral oleh orang lain. Hal sesuai
Pada aspek kognitif, emosi tidak banyak
dengan yang disampaikan Haidt bahwa pada
berperan sebagai sistem peringatan dini karena
individu dengan emosi negatif yang kuat
kemunculan pikiran yang tidak sesuai nilai
cenderung
terjadi secara cepat dan otomatis. Namun
akan
membatalkan
perilakunya
(Haidth & Kesebir, 2010). Namun apabila perilaku tersebut tidak
demikian emosi negatif tetap akan muncul apabila
individu
akan
mengarahkan
hasil
diketahui oleh orang lain maka perilaku yang
pikirannya pada perilaku. Oleh karena itu, peran
tidak sesuai dengan nilai moralnya akan
emosi dalam aspek kognitif adalah sebagai
melemah sehingga perilaku tetap dilakukan
upaya mencegah pikiran yang tidak sesuai
walaupun dirinya sadar bahwa perilaku tersebut
dengan nilai moralnya dapat dicegah menjadi
adalah salah. Yang menarik adalah apabila
perilaku. 13
JIPP ©November 2015, 1(1), h. 9-16 Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan
Sistem Peringatan Dini Moral
konsep Suharsono bahwa sebelum munculnya
Berdasarkan penelitan ini, dapat dibuat
emosi kesadaran diri maka individu akan
pola dari sistem peringatan dini dengan
mengawali dengan upaya mengenali situasi. Hal
memperhatikan aspek hukuman, pengetahuan
ini berarti kognisi yang tidak sesuai nilai
mengenai peraturan, dan kehadiran orang asing.
kemungkinan besar tidak diarahkan oleh emosi
Ketiga hal ini merupakan aspek penting dari
karena sifatnya yang otomatis (Suharsono,
emosi sebagai sistem peringatan dini. Selain
2000). Namun demikian masih perlu dibuktikan
ketiga hal tersebut, terdapat juga kebiasaan
apakah emosi dapat mengarahkan pikiran
pengabaian aturan yang mempengaruhi sistem
seseorang.
peringatan ini (lihat bagan I). Pada individu yang tidak mengetahui peraturan
maka
informasi
menjadi aspek utama untuk membangun sistem ini. Namun pada kondisi yang sudah sangat biasa
mengabaikan
aturan
maka hukuman menjadi faktor yang
penting
untuk
mengoptimalkan peran emosi. Penetapan aturan juga tetap perlu memperhitungkan apakah peraturan bersifat tegas dan konsisten. Peraturan yang tegas akan
meningkatkan
peran
emosi
sebagai
sistem
peringatan
dini.
Sebaliknya
peraturan yang tidak tegas akan melemahkan
peran
emosi
sebagai sistem peringatan dini. Hal-hal lain terkait penegakan aturan, konsistensi, Bagan I Cara Kerja Sistem Peringatan Dini Moral 14
seperti
keadilan,
berat-ringannya
hukuman dan sebagainya masih perlu penelitian lebih lanjut.
JIPP ©November 2015, 1(1), h. 1-8 Aspek lain yang ditemukan dalam
Oleh karena itu penelitian lanjutan
penelitian ini adalah kehadiran orang asing.
mengenai sistem peringatan dini terutama
Orang asing yang dimaksud adalah orang yang
dikaitkan dengan konsep ke-Tuhan-an tetap
tidak diketahui akan mendukung atau menolak
perlu dilakukan. Hal ini sangat perlu karena
perilaku
dengan mengkaitkan pada konsep ke-Tuhan-an
yang
akan
dimunculkan.
Namun
demikian kehadiran orang asing yang memang
maka
ketergantungan
pada
pengawasan
diyakini tidak menyetujui perilaku yang akan
manusia dan hukuman manusia dapat diatasi.
dimunculkan jauh lebih efektif meningkatkan
Selain itu, moral yang memiliki rujukan utama
peran emosi sebagai sistem peringatan dini.
dalam kitab suci tentunya akan jauh lebih efektif jika dikembalikan kepada konsep dasar dari
Simpulan dan Saran Emosi
kitab suci tersebut, yaitu keyakinan pada Tuhan.
dapat
dioptimalkan
sebagai
sistem peringatan dini perilaku, semakn kuat
Daftar Pustaka
emosi negatif seseorang maka semakin besar kemungkinan orang tersebut membatalkan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai moral. Emosi negatif sebaga sistem peringatan dini juga dapat ditingkatkan melalui aspek informasi, hukuman, dan kehadiran orang asing. Namun untuk hukuman, inkonsistensi justru dapat menyebabkan sistem peringatan dini semakin melemah. Dalam sebuah organisasi, ketiga hal di atas dapat dilakukan untuk meningkatkan sistem peringatan dini moral tiap individu. Pemberian informasi
dapat
dilakukan
melalui
sarana
sosialisasi yang luas dan spesifik, kehadiran orang asing dapat dilakukan dengan sistem pengawasan yang baik, serta hukuman perlu dilakukan
dalam
bentuk
reward
dan
punishment. Namun demikian, konsep ini masih perlu
diperkaya
dan
dipertajam
untuk
mendorong sistem peringatan dini yang lebih efektif walaupun ketiga hal diatas lemah.
Bagus, L. (2000). Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia. dalam Hall. C.S., & Lidzey, G. (1993). Psikologi Kepribadian I: Teori-teori Psikodinamik (Klinis). (Terj. Supratiknya, A.). Yogyakarta: Kanisius. Dossje, et al. (1998) Guilty by Association: When One's Group Has a Negative History. Journal of Personality and Sosial Psychology. Vol. 75 No. 45.. Haidt, J. et. al. (2007). The New Synthesis in Moral Psychology. Science. www.sciencemag.org. Haidt, J., & Kesebir, S. (2010). Morality. In S. Fiske, D. Gilbert, & G. Lindzey (eds.). Handbook of Social Psychology. 5th edition. Hobeken NJ.: Wiley. Pg. 797 – 832. Moleong, L.J. (1991). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya. Rinaldi, T., et.al.. 2007. Memerangi Korupsi di Indonesia Yang Terdesentralisasi: Studi Kasus Penanganan Korupsi Pemerintah Daerah. http://siteresources.worldbank.org/I NTINDONESIA/Resources/Publication /Memerangi_Korupsi_dprd.pdf (diakses: Feb 19th , 2011) Suharsono.
(2000).
Pengalaman-pengalaman 15
JIPP ©November 2015, 1(1), h. 9-16 Personal Malu dan Rasa Bersalah. Tesis. Jakarta: Fakultas Psikologi UI (tidak diterbitkan)
16