BAB II OPEN SKY POLICY SEBAGAI INSTRUMEN HUKUM UDARA
C. Hukum Udara Internasional 1. Sifat dan Tujuan / Jenis Hukum Udara Internasional Ada 4 (empat) prinsip konvensi Paris 1919 yaitu : a. Setiap negara mempunyai kedaulatan penuh terhadap ruang udara yang berada diatasnya b. Berisikan hak lintas damai c. Larangan terbang melintasi daerah/area tertentu. Dengan alasan tidak boleh lain dari alasan pertahanan militer atau keselamatan rakyat-rakyat. d. Membangun kerjasama di antara negara-negara untuk mengamankan penerbangan dan navigasi internasional e. Mengatur aturan penerbangan, ber-schedule f. Mengatur aturan penerbangan, un-schedule Kesimpulan konvensi Paris 1919 : a. Dalam konvensi Paris 1919, disamping menyetujui prinsi - prinsip umum peraturan navigasi udara internasional (dari prinsip satu sampai enam), juga memuat sebagian besar ketentuan operasi penerbangan internasional khususnya bagi bidang keselamatan penerbangan. b. Sebagai hasil pemikiran negara-negara pemenang perang dunia I konvensi bersifat “diskriminatif”. 1)
Hal ini dilatar belakangi dengan kekhawatiran akan bangkitnya negara yang kalah perang
22 Universitas Sumatera Utara
23
2)
Hasil konvensi kebanyakan tentang security approach belum terpikirkan pada ketentuan penerbangan komersial.
Dengan hal konvensi Paris ini tidak berlaku karena beberapa negara kuat tidak meratifikasinya dan jumlah negara yang meratifikasi tidak memenuhi syarat. Maka diadakanya lanjutan konvensi Paris 1919 terhadap The Chicago Convention On International Civil Aviation 1944 yang mana konvensi ini merupakan a. Perjanjian yang menetapkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban diantara negara-negara peserta. b. Konstitusi Organisasi Penerbangan Sipil Internasional Sebab adanya keyakinan dan niat negara-negara untuk menggunakan pesawat sebagai alat transportasi internasional sehingga terdorong untuk segera menetapkan prinsip dan kaidah bersama guna dijadikan landasan beroperasinya sistem angkutan udara sipil internasional, dengan pengertian lain demi keselamatan penerbangan perlu ditetapkan standarisasi internasional yang berkaitan dengan prosedur teknis penerbangan (navigasi) udara. Dan menegaskan prinsip kedaulatan yang utuh dan penuh dari negara-negara atas ruang udara di atas wilayah nasional mereka, diusahakan agar dicapai derajat kebebasan tertentu guna memungkinkan dilangsungkannya jaringan penerbangan sipil internasional secara aman, sehat, dan ekonomis. Hal ini diiringi dengan 4 (empat) prinsip konvensi Chicago 1944 yaitu : a. Airspace Sovereignity (prinsip kedaulatan di ruang udara) b. Nationality of Aircraft (prinsip kebangsaan dari setiap pesawat udara)
Universitas Sumatera Utara
24
c. Condition to Fufill With Respect to Aircraft or by Their Operators (prinsip adanya persyaratan tertentu yang harus dipenuhi baik oleh pesawat udara atau pun oleh operatornya ) d. International Cooperation and Facilitation (prinsip kerjasama dan penyediaan fasilitas internasional) Dengan adanya konvesi Chicago 1944, yang merupakan kelanjutan dari konvensi Paris 1919 membuat suatu kesadaran baru dan semangat kerjasama internasional bagi negara-negara maju dengan hasil : 1. The Interim Agreement on International Civil Aviation (persetujuan sementara tentang penerbangan sipil internasional). 2. The Main Chicago Convetion on International Civil Aviation (dengan berlakunya konvensi Chicago ini, Interim Agreement tidak berlaku lagi). 3. The International Air Service Transit “2 freedom Agreement” (persetujuan international tentang pelayanan transit udara yang mana 2 (dua) kebebasan tersebut adalah: a. Transit yang berarti hanya lewat dan tidak turun b. Transit yang berarti turun tetapi bukan untuk tujuan tertentu, tetapi hanya untuk mengisi bahan baker, membersihkan pesawat. 14
2. Pelaksanaan Hukum Udara Internasional Kedaulatan suatu negara di ruang atas wilayah teritorialnya bersifat utuh dan penuh. Ketentuan ini merupakan masalah satu tiang pokok hukum
14
Ibid, hal. 25-32
Universitas Sumatera Utara
25
internasional yang mengatur ruang udara. Ini dinyatakan dalam Pasal I konvensi Chicago 1944 tentang penerbangan sipil internasional. 15 Sifat kedaulatan yang utuh dan penuh dari negara di ruang udara nasionalanya tersebut berbeda, misalnya dengan sifat kedaulatan negara di laut wilayahnya. Karena sifatnya yang demikian maka di ruang udara nasional tidak dikenal hak lintas demi pihak asing seperti terdapat di laut territorial suatu negara. Sifat tertutup ruang udara nasional dapat dipahami mengingat udara sebagai media gerak amatlah rawan ditinjau dari segi pertahanan dan keamanan negara kolong. 16 1. Sipil Pelanggaran wilayah udara adalah suatu keadaan, dimana pesawat terbang suatu negara sipil memasuki wilayah udara negara lain tampa izin sebelumnya dari negara yang dimasukinya. Hal ini berarti pada dasarnya wilayah udara suatu negara adalah tertutup bagi pesawat-pesawat negara lain. Penggunaan dan kontrol atas wilayah udaranya tersebut hanya menjadi hak yang utuh dan penuh dari negaranya. 2. Militer Ruang udara nasional suatu negara sepenuhnya tertutup bagi pesawat udara asing baik militer maupun sipil. Hanya dengan izin negara kolong terlebih dahulu baik melalui perjanjian bilateral ataupun multilateral, maka ruang udara nasional dapat dilalui pesawat udara asing. Sifat tertutup ruang udara masional
15
Pasal I konvesi Chicago 1944 : Bahwa setiap negara berkedaulatan penuh dan eksklusif atas ruang udara diatasnya 16 T. May Rudy, Op.Cit, hal. 32
Universitas Sumatera Utara
26
dapat dipahami mengingat udara sebagai media gerak amatlah rawan bila ditinjau dari segi pertahanan dan keamanan Hal ini pulalah yang mendorong setiap negara menggunakan standar penjagaan ruang udara wilayahnya secara ketat dan kaku, pelanggaran wilayah udara nasional sering kali ditindak dengan kekerasan senjata. Dari satu sisi penindakan tersebut dapat dibenarkan karena negara penuh dan utuh dalam kasuskasus demikian. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya mengalami kemajuan, khususnya dalam menghadapi pelanggaran wilayah udaranya oleh pesawat sipil asing. Atas pertanyaan asas dan norma hukum yang menuju pada pembatasan tindakan,
akhirnya
secara
tegas
dinyatakan
bahwa
asas
pertimbangan
kemanusiaan yang mendasar (Elementary Consideration of Humanity) sebagai asas yang harus melandasi tindakan negara-nagara kolong dalam menghadapi pelanggaran wilayah udaranya oleh pesawat udara sipil asing. 17
D. Open Sky Policy (Kebijakan Udara Terbuka) 1. Pengertian Open Sky Policy (OSP) Open sky policy pada awalnya digulirkan oleh Amerika Seraikat (AS) dalam kompetisinya menghadapi Eropa; namun didalam perjalanannya, ternyata negara-negara di Eropa, khususnya Eropa barat, sepakat untuk menjadi suatu uni Eropa yang bersatu (European Union). Pada berbagai negara, open sky policy ini dapat mempumyai arti dan bisa diartikan berbeda, dengan demikian cara menyingkapinyapun akan berbeda pula. Negara-negara dengan ruang udara yang 17
Ibid, hal. 37.
Universitas Sumatera Utara
27
luas seperti halnya Indonesia, tentu akan sangat berbeda dengan Singapura dalam mengartikan open sky policy, serta cara menyingkapinya. Namun demikian, beberapa hal penting yang patut dilakukan adalah bahwa a.
Open sky policy, baik dari sisi bilateral ataupun multilateral, harus dilihat dari kacamata national interest, dan
b.
Di penuhinya tuntutan standarisasi yang berlaku secara internasional serta harmonisasinya. 18 Di Indonesia, open sky policy akan benar-benar dilakukan pada tahun
2008, itu menyangkup segala semua kebijakan yang tertera. Hal-hal pokok dalam menjajaki kerjasama open sky policy diantaranya menyangkut rute penerbangan, hak-hak angkut, kerjasama perusahaan penerbangan, pelayanan intermoda, dan ground handling. Selain itu sesasama operator bebas bersaing secara sehat dengan memperhatikan perarturan dan ketentuan yang berlaku. Perjanjian open sky policy di Indonesia akan diberlakukan secara bertahap, bukan full open sky policy. Sebagai misal, untuk angkutan penumpangan hanya pada sampai hak angkut ke lima, yakni hak perusahaan angkutan udara untuk menaikan dan menurunkan penumpang, barang, pos dari atau ke negara mitra ke atau negara ketiga dan sebaliknya. Open sky policy yang diberlakukan di Indonesia diharapkan memunculkan efek berantai terutama pada sektor perdagangan dan pariwisata. Kerjasama udara dengan negara lain tidak terlepas dari prasyarat faktor keamanan bandar udara. Karena itu, pemerintah menekankan kepada pengelola bandara untuk lebih meningkatkan keamanan dan keselamatan penerbangan di 18
Fadli Soesilo, “system transpotasi udara di Indonesia : kondisi terkini, tantangan, dan peluang dimasa depan” dalam http://komputasi.inn.bppt.go.id/semiloka06/Fadli_Soesilo.pdf, diakses 19 January 2014.
Universitas Sumatera Utara
28
bandara. 19 Selain keamanan bandara pun, akuntan kargo harus bersiap menghadapi open sky policy diantara lain meliputi penambahan tonase angkutan udara khusus kargo meningkat dari 100 ton per minggu menjadi 250 ton antar negara Asean, adanya penambahan rute domestic maupun internasional, dan perubahan tarif. Hal tersebut sekaligus sebagai upaya mendukung industri angkutan udara kargo, sebab kargo tidak bisa lepas dari industri. 20 Open sky policy yang berlaku di Indonesia sedang dijalankan, sehingga pemerintah Indonesia akan menandatangani kesepakatan open sky ini untuk 13 kota di daerah perbatasan dengan pemerintah Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina.
21
Jika sesuai kesepakatan yang ada antara negara-negara Asean, 2008
nanti akan diberlakukan open sky policy yang berdampak pada terbukanya Indonesia terhadap perusahaan penerbangan asing. Seiring semakin dekatnya jadwal tersebut, beberapa perusahaan penerbangan asing sudah ada yang menanamkan sahamnya di perusahaan penerbangan nasional. Berbagai persoalan menghinggapi airlines nasional dalam dua tahun terakhir ini. Terdapat berbagai masalah yang timbul seiring makin banyak bermunculannya perusahaan penerbangan baru sejak dilakukannya relaksasi izin mendirikan perusahaan angkutan udara komersial di Indonesia pada tahun 2000. Open sky policy yang berlaku di Asean mulai 2008 dan secara global pada 2010 merupakan sebuah hal yang tidak bisa dicegah, intermoda pada akhirnya pasti menuju ke arah itu. Dan industri penerbangan nasional mesti siap 19
Pemerintah jajaki open sky dengan Jepang, Harian Kompas, Jakarta 01 September 2004.
hal 14. 20
Tranportasi udara : kargo Indonesia mengarah ke open sky, Harian Kompas, Surabaya 24 april 2006, hal 2. 21 Kilas ekonomi : open sky di 13 kota, Harian Kompas, Jakarta 08 Desember 2006, hal 18.
Universitas Sumatera Utara
29
menghadapi kondisi tersebut karena jika tidak akan terasing dalam industri internasional. Industri penerbangan nasional melakukan konsolidasi agar keuntungan dan peluang yang ada bisa lebih besar dinikmati para pelaku penerbangan nasional. Melihat pertumbuhan penumpang Indonesia yang diperkirakan mencapai 20 persen/tahun, tentunya pangsa pasar dalam beberapa tahun ke depan masih akan cukup besar dan perlu kerja keras agar industri penerbangan nasional bisa lebih besar porsi market sharenya dibandingkan airlines asing yang sebentar lagi akan berlomba-lomba masuk ke Indonesia. 22 Open Sky Policy merupakan persejutuan Langit Terbuka yang mengijinkan angkutan udara untuk membuat keputusan dalam perjalanan udara dengan kapasitas, penetapan harga, dan secara penuh menjadikan liberal dalam kondisikondisi aktivitas penerbangan. 23 Open sky policy (OSP) bisa bilateral dan multilateral.
OSP
menyebabkan
penerbangan
internasional
dan
bertambahnya menciptakan
permintaan bisnis
untuk
untuk
jasa
perusahaan
pengangkutan udara. 24 Kebijakan dari open sky tersebut, kebanyakan perjanjian sipil yang meliputi : a. Kompetisi pasar bebas b. Harga ditentukan oleh kebutuhan pasar c. Kesempatan yang adil dan setara untuk berkompetisi/bersaing d. Pengaturan kerjasama dalam hal pemasaran
22
Analysis : Kebijakan ''Open Sky'', Ancaman Penerbangan Lokal?, dalam http://www.dephan.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=6386, diakses 27 Desember 2013 23 Open Skies Agreements, dalam http://www.state.gov/e/eb/rls/othr/2006/22281.htm. diakses 26 Desember 2013 24 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
30
e. Ketetapan dalam konsultasi dan penyelesaian perselisihan f. Pengaturan undang undang yang liberal. “liberal charter arrangement” g. Keselamatan dan keamanan h. Hak pilihan ke delapan mengenai muatan saja “all cargo”. 25
2. Tujuan Open Sky Policy (OSP) Tujuan dari OSP menghapus segala bentuk pelarangan di bidang layanan penerbangan antar negara demi untuk memajukan travel dan perusahaan perdagangan yang sedang berkembang, produktivitas, kesempatan kerja dengan kualitas tinggi, dan pertumbuhan ekonomi. Mereka melakukannya dengan cara mengurangi
interferensi
pemerintah
pada
keputusan
niaga
perusahaan
pengangkutan udara, membebaskan mereka untuk menyediakan jasa pelayanan udara yang dapat dijangkau, nyaman, dan efisien. 26 OSP memperbolehkan perusahaan pengangkutan udara untuk membuat keputusan pada rute, kapasitas, dan harga, dan pilihan yang beragam untuk menyewa dan kegiatan penerbangan lain termasuk hak-hak codesharing yang tidak terbatas. Kebijakan-kebijakan OSP sangat sukses karena mereka berhubungan langsung dengan globalisasi perusahaan penerbangan. Dengan memperbolehkan akses tidak terbatas perusahaan pengangkutan udara ke negaranegara pelaku/peserta penandatanganan dan akses tidak terbatas untuk menengah
25
Key Open Skies Provisions, Category: Aviation agreements (terjemahan Diantra Safitri), dari Wikipedia, the free encyclopedia, 30 Desember 2006 dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Open_skies diakses 03 December 2013. 26 Open Skies Agreements, Op.Cit.
Universitas Sumatera Utara
31
dan diluar batas-batas, perjanjian seperti itu menyediakan fleksibilitas operasional yang maksimal untuk partner perserikatan perusahaan penerbangan. 27
3. Pemberlakuan Open Sky Policy dalam Hukum Penerbangan Internasional Dua puluh lima tahun terakhir telah terlihat perubahan signifikan yang bermanfaat dalam peraturan penerbangan. United States (U.S) mulai mengikuti Open Sky Policy (OSP) pada tahun 1979 dan pada tahun 1982, telah menandatangani 23 (dua puluh tiga) perjanjian bilateral mengenai layanan udara di berbagai penjuru dunia, kebanyakan dengan negara kecil. Langkah besar diambil pada tahun 1992 ketika Belanda menandatangani OSP pertama dengan U.S, mengesampingkan penolakan oleh masyarakat Uni Eropa. Ini memberikan kedua negara hak pendaratan yang tidak terbatas di wilayah satu sama lain. Normalnya, hak pendaratan diberikan untuk beberapa penerbangan terbatas setiap/per minggu ke tempat tujuan yang terbatas. Setiap penyesuaian melalui banyak negosiasi, terkadang dilakukan antar pemerintah daripada antar perusahaan. U.S sangat puas dengan posisi independent yang diambil oleh Belanda melawan masyarakat Uni Eropa, yang menciptakan kekebalan anti-trust kepada persekutuan Northwest Airlines dengan KLM Royal dutch Airlines yang dimulai pada thn 1989 (ketika Northwest Airlines dan KLM berbagi saham dalam jumlah besar) dan, pada kenyataannya adalah persekutuan pertama yang masih berfungsi sampai sekarang. Persekutuan lain telah berjuang
27
Open Skies Agreements, dalam http://www.state.gov/e/eb/rls/othr/2006/22281.htm. diakses 26 Desember 2013
Universitas Sumatera Utara
32
bertahun tahun lamanya untuk melewati rintangan antar negara sampai sekarang pun. 28 Pada november tahun 2000 United States (U.S)
menandatangani
Multilateral Agreement on the Liberalization of International Air Transportation (MALIAT) bersama New Zeland, Singapura, Brunei dan Chili. MALIAT diresmikan pada tgl 1 mei 2001 di Washington DC. Samoa dan Tonga juga telah terakses ke dalam MALIAT. U.S sangat menikmati posisi negosiasi keras tapi Komisi Eropa sebagai badan supranasional adalah sedang dalam negosiasi dengan U.S dalam komunitas perjanjian layanan udara atau air service agreement. Negosiasi-negosiasi ini sudah lama melampaui masa waktunya, september 2005. Dan hasilnya diperkirakan sebentar lagi. Isu yang dihadapi adalah : 1. Cabotage membuka hubungan dan pembicaraan mengenai jaringan di kedua pihak di Atlantis akan menjadi perdebatan sengit. 2. Peraturan U.S dalam kepemilikan asing. Hal ini dibuat secara untuk melindungi jasa pengangkutan mereka dan juga untuk memuaskan militer U.S yang mengurus cadangan armada udara sipil. Dengan cara menarik armada komersial untuk melakukan pengangkutan pada saat keadaan darurat
negara.
Maskapai
penerbangan,
sebagai
quid
pro
quo,
mendapatkan keuntungan dari prioritas pengangkutan untuk anggota pemerintahan dan militer. 3. Posisi bebas pajak penerbangan United States America-Eropa Union
28
Civil Transport Open Skies, Category: Aviation agreements (terjemahan Diantra Safitri), dari Wikipedia, the free encyclopedia, 30 Desember 2006 dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Open_skies, diakses 03 December 2013.
Universitas Sumatera Utara
33
4. Mungkin juga ada masalah dalam harmonisasi kerangka kebijakan antitrust (untuk melindungi diri masing masing dari ketamakan). 29 USA telah menandatangani lebih dari 70 (tujuh puluh) Open Sky Policy bilateral dengan negara-negara dari setiap daerah di dunia dan pada setiap level perkembangan ekonomi, termasuk beberapa perjanjian mengenai operasi kargo. Adanya open sky policy tidak tertutup adanya permasalahan untuk mendapatkan kekuasaan, yang mana sebuah negara bagian mesti dikenal sebagai pemilik hak de facto dan de jure atas wilayah kekuasaannya, tanah, laut dan udara yang ditetapkan dalam batas batas teritori. Setelah sebuah negara bagian menjadi nyata, konsep pelanggaran diterapkan ke setiap batas negara yang dimasuki tanpa izin. Karena itu, apakah itu keinginan pribadi untuk melewati batas negara, kapal yang memasuki atau melewati perairan teritori, atau pesawat yang ingin melewati batas wilayah membutuhkan persetujuan terlebih dahulu. Kepada yang tidak memiliki surat izin, setidaknya akan dapat ditahan dan diproses oleh pengadilan. Paling buruknya, bisa dianggap tindakan perang. Contohnya pada tahun 1983, Korean air flight 007 kehilangan arahnya diatas wilayah udara Uni Soviet dan ditembak jatuh. Untungnya, kesalah pahaman seperti itu jarang terjadi. Sejak perang dunia II, mayoritas negara bagian telah menginvestasikan kebanggaan negara dalam penciptaan dan pertahanan perusahaan penerbangan. Transportasi udara berbeda beda dalam bentuk komersil, bukan hanya karena ini mempunyai komponen internasional yang besar, tapi juga karena banyak dari
29
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
34
perusahaan penerbangan yang secara keseluruhan atau sebagian dimiliki oleh pemerintah. Demikian, semakin berkembangnya kompetisi internasional, berbagai tingkat perlindungan pun dilakukan. 30
30
“The problem, Category: Aviation agreements (terjemahan Diantra Safitri)”, dari Wikipedia, the free encyclopedia, 30 Desember 2006 dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Open_skies, diakses 03 December 2013.
Universitas Sumatera Utara