BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI
A. Perjanjian Pemberian Garansi/Jaminan Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu perjanjian utang piutang yang disebut perjanjian pokok karena tidak mungkin ada perjanjian pemberian garansi/jaminan tanpa ada perjanjian pokoknya. Hal ini disebabkan karena tidak mungkin ada perjanjian pemberian garansi/jaminan yang dapat berdiri sendiri, melainkan selalu mengikuti perjanjian pokoknya. Apabila perjanjian pokoknya telah selesai, maka perjanjian garansi/jaminannya juga selesai. Sifat perjanjian seperti ini disebut dengan accessoir. Kedudukan perjanjian pemberian garansi/jaminan sebagai perjanjian yang bersifat accessoir (tambahan) mempunyai ciri-ciri: 64 a. Lahir dan hapusnya tergantung kepada perjanjian pokok; b. Ikut batal dengan batalnya perjanjian pokok; c. Ikut beralih dengan berlihnya perjanjian pokok. Lembaga jaminan mempunyai tugas melancarkan dan mengamankan kredit, jaminan yang ideal (baik) itu adalah: 65
64
Edy Putra Tje ‘Aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, (Yogyakarta: Liberti, 1985), hal. 41. 65 Rachmadi Usman, Op.,Cit. hal. 70.
29 Universitas Sumatera Utara
30
1. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit oleh pihak yang memerlukannya; 2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si penerima kredit untuk melakukan (meneruskan) usahanya; 3. Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti bahwa yaitu bila perlu mudah diuangkan untuk melunasi utangnya si debitur. Adapun perjanjian pemberian garansi/jaminan ini bersifat accesoir, yang berarti bahwa perjanjian pemberian garansi/jaminan ini dapat terjadi atau terbentuk karena adanya perjanjian pendahuluan atau perjanjian pokok. Dalam hal ini jelas bahwa harus tetap ada perjanjian pendahuluan atau perjanjian pokok yang menjadi landasan atau dasar terbentuknya perjanjian pemberian garansi/jaminan ini. Namun seorang penjamin/guarantor tidak dapat mengikatkan untuk syarat yang lebih berat daripada perjanjian pokok, artinya perjanjian pemberian garansi/jaminan ini hanya dapat dibentuk dan sebagai suatu keseluruhan syarat dalam perjanjian pokok. Namun tidak boleh melebihi dari perjanjian pokok, seperti yang disebutkan bahwa tidak mungkin ada borgtocht untuk kewajiban perikatan yang isinya lain daripada menyerahkan sejumlah uang atau melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Orang hanya menjamin perikatan sekunder yang muncul dari perikatan bersangkutan. 66
66
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Pribadi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996),
hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
31
Hal ini tidak akan mengakibatkan batal secara langsung terhadap perjanjian pemberian garansi/jaminan atau perjanjian penanggungan itu, melainkan perjanjian pemberian garansi/jaminan itu hanya sah sebatas apa yang diliputi atas syarat dari perjanjian pokok, selain itu tidak sah (dapat dibatalkan). 67 Hal ini logis bila dilihat dari sifat perjanjian pemberian garansi/jaminan itu sendiri, juga didukung oleh dasar bahwa suatu perikatan dalam suatu perjanjian yang sifatnya tunduk kepada suatu perjanjian pokok, tidak bisa melebihi perikatan-perikatan yang diterbitkan oleh perjanjian pokok itu. Sesuai dengan sifat accesoir dari perjanjian pemberian garansi/jaminan ini, maka jaminan ini turut beralih apabila pokoknya beralih. Masalah peralihan ini baru berarti apabila disertai dengan diberikan kepada orang lain yang juga mengalihkan perjanjian pokoknya. Dalam hal ini hak kreditor tidak mengalami perubahan yang berarti sepanjang tidak ditentukan lain. Dalam rumusan yang diberikan oleh Pasal 1820 KUH Perdata mengenai penjamin/borgtocht mengandung tiga unsur, yaitu: 68 1. Ciri sukarela Seorang pihak ketiga yang sama sekali tidak mempunyai urusan dan kepentingan apa-apa dalam suatu persetujuan yang dibuat antara debitor dan kreditor, dengan sukarela membuat “pernyataan mengikatkan diri” akan menyanggupi pelaksanaan perjanjian, apabila nanti si debitor tidak melaksanakan pemenuhan kewajiban terhadap kreditor. 67 68
Megarita, Op. Cit., hal. 66. M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Jakarta: Alumni, 2002), hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
32
2. Ciri subsidair Yakni dengan adanya pernyataan mengikatkan diri memenuhi perjanjian dari borg/ penjamin, seolah-olah konstruksi perjanjian dalam hal ini menjadi dua, tanpa saling bertindih. Yang pertama ialah perjanjian pokok itu sendiri antara kreditor dan debitor. Perjanjian yang kedua, yang kita anggap perjanjian subsidair ialah perjanjian pemberian garansi/ jaminan tersebut antara si penjamin/guarantor dengan pihak kreditor. 3. Ciri accesoir Sebenarnya dengan memperhatikan ciri subsidair diatas, sudah jelas terlihat accesoir yang melekat atau menempel pada perjanjian pokok yang dibuat oleh debitor
dan
kreditor.
Apabila
debitor
sendiri
telah
melaksanakan
kewajibannya kepada debitor, hapuslah kewajiban penjamin/guarantor. 4. Perjanjian pemberian garansi/jaminan batal, apabila perjanjian pokoknya batal. Dalam prakteknya untuk mencegah agar perjanjian pemberian garansi/jaminan tidak batal disebabkan batalnya perjanjian pokok, maka perjanjian pemberian garansi/jaminan selalu dikumulasikan dengan pemberian indemnity ex Pasal 1316 KUHPerdata. Pemberian indemnity ex Pasal 1316 KUHPerdata adalah perjanjian pokokyang berdiri tersendiri di samping perjanjian utang piutangnya, sehingga bila perjanjian utang piutang itu batal, maka pemberian indemnity ini tidak akan ikut menjadi batal. Lahirnya suatu perjanjian pemberian garansi/penjaminan dapat juga dikatakan sebagai terbentuknya atau telah dilakukan atas dibuatnya suatu penjaminan baik
Universitas Sumatera Utara
33
oleh perseorangan (personal guarantee) maupun suatu badan usaha (corporate guarantee). Seperti yang telah disebutkan lahirnya perjanjian pemberian garansi/jaminan ini harus diikuti dengan perjanjian pokok terlebih dahulu, baik itu perjanjian kredit bank maupun perjanjian lainnya. Sesuai dengan sifat dari perjanjian pemberian garansi/jaminan itu sendiri yang senantiasa diikuti dan didahului oleh perjanjian pokok. Jadi jelas bahwa perjanjian pemberian garansi/jaminan
timbul
sebagai
adanya
akibat
perjanjian
pokok
yang
menyebutkan secara khusus adanya penjaminan tersebut.
B. Pentingnya Perjanjian pemberian Garansi/Jaminan Setiap kredit yang diberikan oleh Bank atau fasilitas kredit yang diberikan oleh kreditor lainnya kepada debitor diharapkan oleh bank atau kreditor lainnya untuk dibayar kembali oleh debitor tepat pada waktunya, Setelah masa pembayaran kredit tiba, Bank mengharapkan agar debitor membayar kredit dan bunga yang telah disepakati bersama dalam perjanjian kredit. Kredit yang diberikan oleh Bank biasanya disertai dengan adanya pemberian garansi/jaminan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 8 Ayat (1) Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang berbunyi “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, Bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.”
Universitas Sumatera Utara
34
Oleh karena itu pada umumnya Bank menggunakan instrumen analisa yang terkenal dengan the fives of credit atau 5C, yaitu: 69 1. Character (watak) Watak dapat diartikan sebagai kepribadian, moral dan kejujuran pemohon kredit. Debitor yang mempunyai watak yang tidak baik seperti tidak jujur, kemungkinan besar akan melakukan penyimpangan dalam menggunakan kredit. Kredit yang digunakan tidak sesuai tujuan yang ditetapkan dalam perjanjian kredit akibatnya proyek yang dibiayai dengan kredit tidak menghasilkan pendapatan sehingga mengakibatkan kredit macet. 2. Capital (modal) Seseorang atau badan usaha yang akan menjalankan usaha atau bisnis sangat memerlukan modal untuk memperlancar kegiatan bisnisnya. Seorang yang akan mengajukan permohonan kredit baik untuk kepentingan produktif atau konsumtif maka orang itu harus memiliki modal. Pemohon kredit yang berbentuk badan usaha, besarnya modal yang dimiliki pemohon kredit ini dapat dicermati dari laporan keuangannya. Semakin besar jumlah modal yang dimiliki maka menunjukkan perusahaan tersebut memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban membayar utangnya.
69
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung: Alfabeta, 2003), hal. 93-
94.
Universitas Sumatera Utara
35
3. Capacity (kemampuan) Untuk dapat memenuhi kewajiban pembayaran, debitor harus memiliki kemampuan yang memadai yang berasal dari pendapatan pribadi jika debitor perorangan atau pendapatan perusahaan bila debitor berbentuk badan usaha. 4. Collateral (jaminan) Jaminan berarti harta kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan guna menjamin kepastian pelunasan utang jika di kemudian hari debitor tidak melunasi utangnya dengan jalan menjual jaminan dan mengambil pelunasan dari penjualan harta kekayaan yang menjadi jaminan itu. Jaminan meliputi jaminan yang bersifat materil berupa barang atau benda yang bergerak atau benda yang tidak bergerak misalnya tanah, bangunan, mobil, motor, saham dan jaminan yang bersifat immateril seperti jaminan pribadi. 5. Condition of Economy (kondisi ekonomi) Selain faktor-faktor di atas, yang perlu mendapat perhatian penuh dari analis adalah kondisi ekonomi negara. Kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi pada waktu dan jangka waktu tertentu dimana kredit itu diberikan oleh Bank kepada pemohon. Apakah kondisi ekonomi pada kurun waktu kredit dapat mempengaruhi usaha dan pendapatan pemohon kredit untuk melunasi utangnya. Bermacam-macam kondisi diluar pengetahuan Bank dan diluar pengetahuan pemohon kredit. Kondisi
Universitas Sumatera Utara
36
ekonomi yang dapat mempengaruhi kemampuan pemohon kredit mengembalikan utangnya sering sulit untuk diprediksi. Kondisi ekonomi negara yang buruk sudah pasti mempengaruhi usaha pemohon kredit dan pendapatan perorangan yang akibatnya berdampak pada kemampuan pemohon kredit untuk melunasi utangnya. Bank tidak akan memberikan kredit kepada siapapun tanpa disertai dengan garansi/jaminan dengan disyaratkan adanya suatu garansi/jaminan di dalam permohonan kredit. Diharapkan apabila ternyata di kemudian hari debitor lalai yaitu tidak membayar utang beserta bunga, maka garansi/jaminan inilah yang akan dipergunakan oleh pihak kreditor (bank) untuk melunasi utang debitor. Karena sesuai dengan pengertian dari Pasal 1820 KUHPerdata yang menentukan
bahwa
“pemberian
garansi/penjaminan
adalah
suatu
perjanjian/persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan si berpiutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang manakala orang itu sendiri tidak memenuhinya.” 70 Pemberi
garansi/penjamin
ini
merupakan
jaminan
berupa
orang
pribadi/badan hukum dengan tujuan melindungi kepentingan kreditor atau Bank yang bersifat umum artinya dapat mengakibatkan seluruh harta kekayaan pemberi garansi/penjamin menjadi jaminan dari debitor yang bersangkutan. Perjanjian pemberian garansi/jaminan dapat diminta oleh kreditor dengan menunjuk pemberi garansi/penjamin tertentu, atau yang 70
Pasal 1820 KUHPerdata.
Universitas Sumatera Utara
37
diajukan debitor. Dalam pemberian garansi/jaminan ini bukan berarti setiap orang atau badan hukum bisa menjadi penjamin, melainkan orang atau badan hukum yang betul-betul mampu membayar utangnya debitor. Agar dapat menjadi pemberi garansi/penjamin seseorang atau badan hukum harus memenuhi syarat-syarat yaitu: 71 1. Cakap atau mampu untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian artinya tidak dibawah umur, dibawah pengampuan atau pailit. 2. Mempunyai kemampuan untuk memenuhi kewajibannya sebagai pemberi garansi/penjamin artinya yang bersangkutan dinilai mampu dan mempunyai harta yang cukup untuk memenuhi kewajibannya. 3. Berdiam di wilayah Indonesia, syarat ini bertujuan untuk memudahkan bagi kreditor (bank) di dalam menagih utang tersebut. Sebab bila pemberian garansi/penjamin berada di luar negeri tentunnya akan menyulitkan untuk menyelesaikan masalah penjaminan tersebut. Dengan adanya perjanjian pemberian garansi antara kreditor dengan pemberi garansi/jaminan, maka lahirlah akibat-akibat hukum yang berupa hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu yang harus diperhatikan baik oleh pemberi garansi/penjamin maupun oleh kreditor. Bentuk akta perjanjian pemberian garansi/jaminan dapat dibuat dengan akta di bawah tangan atau dengan akta otentik karena Undang-undang tidak mensyaratkan atau menentukan secara formal mengenai bentuk akta 71
Pasal 1827 KUHPerdata.
Universitas Sumatera Utara
38
perjanjian pemberian garansi/jaminan tersebut. Namun pada umumnya dalam praktek perbankan akta perjanjian pemberian garansi/jaminan selalu dibuat dengan akta notaris karena lebih menjamin kebenaran dan kelengkapan isi akta perjanjian pemberian garansi/jaminan tersebut dan dapat menjamin kekuatan pembuktian sebagai akta otentik sekaligus agar para pihak mengetahui masing-masing yang menjadi hak dan kewajibannya. 72
C. Akibat Hukum Perjanjian Pemberian Garansi/jaminan Suatu perjanjian pemberian garansi/jaminan akan membawa akibat hukum, sebagai berikut: 1. Akibat hukum antara guarantor/penjamin dengan kreditor Perjanjian pemberian garansi/jaminan merupakan perjanjian antara seorang penjamin/guarantor dengan kreditur yang menjamin pembayaran kembali utang debitor
manakala
debitor
sendiri
tidak
memenuhinya
(cidera
janji).
Penjamin/guarantor merupakan pihak ketiga yang mengikatkan diri kepada kreditor untuk menjamin pembayaran kembali utang debitor. Penjamin yang mengikatkan diri kepada kreditor dapat dilakukan dengan sepengetahuan debitor atau diluar pengetahuan debitor. Seorang guarantor/penjamin yang telah mengikatkan diri sebagai guarantor/penjamin membawa akibat hukum bagi
72
Sutarno, Op. Cit., hal. 243.
Universitas Sumatera Utara
39
guarantor/penjamin untuk melunasi utang debitor (si berutang utama) manakala debitor cidera janji. Kewajiban guarantor/penjamin untuk melunasi utang debitor tersebut baru dilakukan setelah kreditor mengeksekusi harta kekayaan milik debitor yang hasilnya tidak mencukupi untuk melunasi utangnya. 73 Selama kreditor belum melakukan eksekusi atau penjualan harta kekayaan debitor, guarantor/penjamin tidak memiliki kewajiban membayar utang debitor yang dijaminnya. Jadi meskipun
guarantor/penjamin
telah
mengikatkan
diri
sebagai
guarantor/penjamin tidak serta merta memiliki kewajiban uuntuk membayar utang debitor. Bisa dikatakan bahwa tanggung jawab guarantor/penjamin hanyalah sebagai cadangan atau subsider, dalam hal penjualan harta kekayaan debitor tidak mencukupi atau sama sekali debitor tidak memiliki harta benda yang dapat dijual. Hal ini sesuai Pasal 1831 KUHPerdata yang mengaskan bahwa guarantor/penjamin tidaklah diwajibkan membayar kepada kreditor, selain jika debitor lalai sedangkan harta benda debitor ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya. 74 Pasal 1832 KUHPerdata memberikan pengecualian terhadap ketentuan pasal 1831 KUHPerdata sehingga memberikan peluang kepada kreditor untuk dapat menuntut langsung kepada seorang guarantor/penjamin untuk melunasi utang seluruhnya tanpa harus menjual harta benda debitor terlebih dahulu, dalam hal 73 74
Sutarno, Op. Cit., hal. 250-251. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
40
penjamin/guarantor telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut dilakukan lelang-sita lebih dahulu atas harta benda debitor. Bagi penjamin/guarantor yang telah melepaskan hak istimewanya yang dinyatakan secara tegas dalam akta pemberian garansi atau penjaminan maka kreditor dapat melakukan sita-lelang harta kekayaan guarantor/penjamin tanpa harus menunggu sita-lelang harta kekayaan debitor terlebih dahulu. 75 Dapat disimpulkan bahwa dalam perjanjian pemberian garansi/penjaminan ini membawa akibat hukum bagi guarantor/penjamin dan kreditor yaitu: 76 a. Penjamin/guarantor
berkewajiban untuk melunasi utang debitor
manakala debitor cidera janji. b. Sebelum
penjamin/guarantor
membayar
utang
debitor,
penjamin/guarantor dapat meminta kepada kreditor untuk menyita dan melelang harta kekayaan debitor terlebih dahulu, baru kemudian harta kekayaan penjamin/guarantor jika hasil lelang harta debitor tidak cukup unruk melunasi utangnya. Permintaan guarantor/penjamin harus disampaikan pertama kali saat memberikan jawaban atas gugatan kreditor di pengadilan. c. Namun hak istimewa penjamin/guarantor untuk meminta supaya harta kekayaan debitor disita atau dilelang terlebih dahulu, menjadi hapus
75 76
Ibid. Ibid.,hal. 252.
Universitas Sumatera Utara
41
manakala guarantor dengan tegas melepaskan hak istimewanya yang dinyatakan dalam perjanjian pemberian garansi/jaminan. d. Penjamin/guarantor yang meminta kepada kreditor agar menyita dan melelang harta kekayaan debitor terlebih dahulu mempunyai kewajiban menunjukkan harta kekayaan debitor dan wajib menyediakan biaya sita dan lelang. 2. Akibat hukum antara penjamin/guarantor dan debitor Jika penjamin/guarantor telah membayar utang debitor ia dapat menuntut kembali pembayaran tersebut dari si debitor, baik pemberian garansi/penjaminan itu terjadi dengan pengetahuan atau tanpa sepengetahuan debitor. Hak menuntut kembali tersebut lazim juga disebut hak regres, timbul karena diberikan oleh Undang-undang. Hak regres demikian tetap ada sekalipun tidak tercantum secara khusus dalam akta perjanjian pemberian garansi/jaminan. Hak regres itu timbul setelah penjamin/guarantor membayar utang debitor, baik pembayaran itu terjadi secara
sukarela
maupun
atas
dasar
keputusan
hakim
yang
memutuskan/menghukum penjamin/guarantor untuk membayar utang tersebut. 77 Hak regres itu dilakukan baik mengenai utang pokok, bunga maupun biaya-biaya yang timbul. Penjamin/guarantor juga berhak menuntut penggantian kerugian (yang berupa biaya, kerugian dan bunga) jika ada alas an untuk itu. 78
77
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberti Offset, 1980). hal. 100. 78 Pasal 1839 Ayat 4 KUHPerdata.
Universitas Sumatera Utara
42
Dari ketentuan Undang-undang dapat disimpulkan bahwa guarantor/penjamin yang telah membayar itu mempunyai dua macam hak menuntut kembali terhadap si berutang, yaitu: a. Penjamin/guarantor mempunyai hak menuntut kembali yang merupakan haknya sendiri terhadap debitor. 79 b. Penjamin/guarantor yang telah membayar itu karena hukum bertindak menggantikan kedudukan kreditor mengenai hak-haknya terhadap debitor, menggantikan hak-hak kreditor karena subrogasi. 80 Dari kedua macam penuntutan kembali dari penjamin/guarantor tersebut dapat disimpulkan ada perbedaan mengenai akibat hukumnya. Pada hak regres yang merupakan hak sendiri dari guarantor, disini penjamin/guarantor mempunyai hak untuk menuntut kembali tidak hanya mengenai utang yang telah dibayarnya, melainkan juga berhak untuk menuntut penggantian kerugian yang timbul karena akibat penjualan terhadap barang penjamin/guarantor. Hak menuntut penggantian kerugian demikian tidak ada pada penjamin/guarantor yang menggantikan kedudukan kreditor. Sebaliknya pada penjamin/guarantor yang menggantikan hak-hak kredir yang karena subrogasi, memperoleh hak-hak kreditor terhadap si berutang, termasuk jaminan-jaminan accesoir yang melekat pada hak kreditor yang digantinya. Misalnya jika utang pokok itu dijamin dengan
79 80
Pasal 1839 KUHPerdata. Pasal 1840 KUHPerdata.
Universitas Sumatera Utara
43
hipotik maka penjamin/guarantor juga memperoleh hak hipotik yang melekat pada utang tersebut. 81 3. Akibat hukum antar penjamin/guarantor Apabila ada beberapa penjamin/guarantor yang telah mengikatkan diri untuk menjamin debitor yang sama dan untuk utang yang sama, maka bagi guarantor/penjamin yang telah melunasi utang debitor tersebut mempunyai hak menuntut kepada penjamin/guarantor lainnya masing-masing sesuai bagiannya. Beberapa penjamin/guarantor yang menjamin debitor yang sama dan untuk satu utang yang sama diperlakukan seperti orang-orang yang berutang secara jamin menjamin, kecuali mereka menggunakan hak istimewa untuk meminta pemecahan utangnya. 82
D. Akibat Hukum Terhadap Penjamin/Guarantor yang Melepaskan Hak Istimewanya. Penjamin/guarantor memiliki hak istimewa. Hak istimewa penjamin ini membawa akibat hukum bahwa penjamin tidak diwajibkan untuk melunasi kewajiban debitor kepada kreditor sebelum harta kekayaan debitor yang cidera janji tersebut, yang ditunjuk oleh penjamin, telah disita dan dijual, dan hasil penjualan harta kekayaan debitor tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban
81 82
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.Cit., hal. 100-101. Sutarno, Op.Cit., hal. 254.
Universitas Sumatera Utara
44
debitor kepada kreditor. Dalam hal yang demikian berarti penjamin hanya akan melunasi sisa kewajiban debitor yang belum dipenuhinya kepada kreditor.83 Penjamin/guarantor tidak dapat menuntut supaya harta debitor disita terlebih dahulu dan dijual untuk melunasi utangnya jika penjamin telah melepaskan hak istimewanya yang diatur dalam Pasal 1831 KUHPerdata. 84 Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1832 KUHPerdata yang menentukan bahwa penjamin tidak dapat menuntut supaya benda-benda debitor lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya: 1. Apabila penjamin telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut supaya benda-benda debitor lebih dahulu disita dan dijual; 2. Apabila penjamin telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan debitor utama secara tanggung menanggung; dalam hal mana akibatakibat perikatannya diatur menurut asas-asas yang ditetapkan untuk utangutangnya secara tanggung renteng.; 3. Jika debitor dapat memajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya sendiri secara pribadi; 4. Jika debitor dalam keadaan pailit; 5. Dalam hal penjaminan yang diperintahkan oleh hakim. Ternyata kreditor juga diberikan hak yang cukup seimbang. Ketentuan tersebut memungkinkan kreditor untuk seketika menagih kepada penjamin untuk melunasi semua kewajiban, prestasi, atau perikatan debitor, tanpa ia perlu terlebih dahulu menyita dan menjual harta kekayaan debitor yang telah cidera janji atau wanprestasi tersebut. 85
83
Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Op. Cit., hal. 24-25. Sunarmi, Op. Cit., hal. 197. 85 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Op. Cit., hal. 25. 84
Universitas Sumatera Utara
45
Dalam praktek perbankan, umumnya hak istimewa yang dimiliki seorang penjamin sebagaimana tercantum pada Pasal 1831, Pasal 1837, Pasal 1848 dan Pasal 1849 KUHPerdata tersebut biasanya dilepaskan sehingga dengan pelepasan hak istimewa tersebut penjamin tidak berhak untuk menuntut supaya dilakukan sita dan lelang lebih dahulu harta kekayaan debitor. Melepaskan hak-hak istimewa penjamin harus dinyatakan secara tegas dalam perjanjian pemberian garansi/penjaminan. Dengan melepaskan hak-hak istimewa tersebut membawa akibat hukum, yaitu: 86 a. Kreditor dapat menuntut atau menggugat langsung kepada penjamin sendiri atau bersama-sama dengan debitor agar penjamin sendiri atau bersama-sama debitor, tanggung renteng untuk membayar utang debitor kepada kreditor. b. Hak istimewa penjamin menjadi hapus. Dalam hal seorang penjamin/guarantor melepaskan hak istimewa yang dimiliki olehnya berdasarkan Pasal 1831 KUHPerdata, juga membawa akibat hukum yaitu dapat saja dimintakan kepailitannya, tanpa harus dimintakan terlebih dahulu kepailitan dari debitornya. Sebab, dengan melepaskan hak-hak istimewanya yang dimiliki oleh penjamin/guarantor itu sebenarnya sama saja kedudukannya dengan seorang debitor, sekalipun secara formal ia tetap dinamakan sebagai penjamin/guarantor. 87 86 87
Sutarno, Op. Cit., hal. 247. Sunarmi. Op. Cit., hal. 197.
Universitas Sumatera Utara
46
E. Pengaturan Hak Istimewa Dalam Perjanjian Pemberian Garansi/ Jaminan. Dalam pemberian garansi/jaminan, penjamin wajib memenuhi kewajibannya debitor sejak debitor cidera janji atau tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan yang diperjanjikan. Penjamin yang telah mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban debitor, berada dalam posisi yang lemah. Hal ini disebabkan karena pemberian garansi/jaminan dibuat untuk melindungi kepentingan kreditor, sehingga
pada
saat
debitor
mengalami
kegagalan
dalam
pemenuhan
kewajibannya, penjamin/guarantor segera dapat dimintakan untuk pemenuhannya berdasarkan perjanjian pemberian garansi/jaminan yang telah dibuat. 88 Dalam Memberikan perlindungan bagi guarantor dalam melaksanakan kewajibannya, Undang-undang memberikan beberapa hak istimewa kepada seorang penjamin/guarantor. Dalam perjanjian pemberian garansi/jaminan biasanya
diatur
mengenai
hak-hak
istimewa
yang
dimiliki
oleh
penjamin/guarantor yang pengaturannya sesuai dengan yang terdapat pada KUHPerdata, hak istimewa tersebut yaitu: 89 1. Hak untuk menuntut lebih dahulu (voorrecht van uitwinning). 90 Hak untuk menuntut lebih dahulu ini adalah agar harta debitorlah yang harus lebih dulu disita untuk memenuhi pelaksanaan perjanjian. Tidaklah langsung 88
Samsul Rais Siregar, Pelaksanaan Penanggungan Utang Sebagai Jaminan Dalam Pemberian Kredit, (Magister Kenotariatan USU: Tesis, 2007), hal. 65. 89 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Penerbit Alumni: 1986), hal. 321-323. 90 Pasal 1831 KUHPerdata.
Universitas Sumatera Utara
47
dilakukan penyitaan terhadap harta kekayaan si penjamin, barulah nanti penyitaan dapat dilakukan terhadap harta si penjamin umtuk memenuhi kekurangan apabila ternyata harta kekayaan debitor tidak mencukupi. Hanya kekurangan itu sajalah yang dibebankan kepada harta penjamin/gurantor. Kalau harta kekayaan debitor ternyata mencukupi untuk melunasi tagihan, harta kekayaan penjamin harus bebas dari penyitaan dan penjualan. 91 Hak untuk lebih dahulu menuntut harta kekayaan debitor harus dimajukan penjamin sebagai jawaban pertama pada persidangan di muka hakim. apabila dia lalai memajukannya pada jawaban pertama, dan baru kemudian dimajukan pada sidang atau jawaban berikutnya, maka hak untuk menuntut lebih dahulu kekayaan debitor, tidak lagi dapat diterima. 92 2. Hak untuk membagi hutang (vorrecht van schuldsplitsing). 93 Hak untuk membagi hutang ini terdapat pada penjamin yang penjaminannya lebih dari satu orang penjamin terhadap seorang debitor. Maka para penjamin masing-masing dapat memajukan hak untuk membagi debitor-debitor tadi diantara para penjamin. Sehingga utang debitor yang mereka jamin, dibagidibagi diantara mereka masing-masing. Seperti halnya hak mendahulukan penuntutan/penyitaan terhadap harta debitor, pada hal untuk membagi-bagi utang inipun harus dimajukan pada jawaban pertama dalam sidang
91
Sutarno, Op. Cit., hal. 246. Pasal 1833 KUHPerdata. 93 Pasal 1837 KUHPerdata. 92
Universitas Sumatera Utara
48
pengadilan. 94 Apabila terlambat memajukannya maka hak untuk membagi utang harus dinyatakan tidak dapat diterima. Dalam hal membagi utang ini perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 95 a.
Apabila ternyata salah seorang dari penjamin/guarantor tidak mampu untuk membayar bahagian yang ditentukan kepadanya, penjamin yang cukup mampu tidak wajib memikul pembayaran itu. Dia cukup membayar bahagiannya saja.
b. Apabila pembahagian utang itu datangnya atas kemauan sendiri dari pihak
kreditor,
kemudian
ternyata
salah
seorang
dari
penjamin/guarantor sedang dalam keadaan tidak mampu, kreditor tetap terikat atas pembahagian yang telah diperbuatnya. 3. Hak untuk diberhentikan dari penjaminan 96 Seorang
penjamin/guarantor
diberhentikan
atau
berhak
dibebaskan
dari
minta
kepada
kedudukannya
kreditor sebagai
untuk seorang
penjamin/guarantor jika ada alasan untuk itu. Alasan yang bisa digunakan sebagai dasar hukum meminta diberhentikan atau dibebaskan dari kedudukan seorang penjamin/guarantor ialah kemungkinan penjamin/guarantor tidak dapat menggunakan hak-hak subrogasi. Hak subrogasi timbul setelah penjamin/guarantor membayar atas utang debitor. Hak subrogasi tidak dapat dilaksanakan karena penjamin telah meneliti bahwa jaminan seperti hak 94
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 322. Pasal 1838 KHUPerdata. 96 Pasal 1848 dan Pasal 1849 KUHPerdata. 95
Universitas Sumatera Utara
49
tanggungan, hipotik, fiducia, dan lainnya yang menjamin utang tersebut telah hapus atau tidak ada lagi. Tidak adanya jaminan hipotik, hak tanggungan dikarenakan kreditor membiarkan debitor menjual atau menghilangkan jaminan. Dengan kata lain kreditor tidak mengamankan jaminan-jaminan atas utang debitor itu sehingga bila penjamin/guarantor membayar utang debitor, penjamin/guarantor yang demi hukum menggantikan hak kreditor (subrogasi) tidak memperoleh jaminan hipotik, hak tanggungan dan garansi/jaminan lainnya. 97 Dalam praktek perbankan baik di Nederland maupun di Indonesia, ternyat bahwa antara kreditor dan guarantor/penjamin justru senantiasa diadakan janji agar guarantor/penjamin melepaskan hak istimewanya, sehingga adanya hak istimewa tersebut praktis tidak ada artinya. Janji untuk melepaskan hak istimewa ini dalam praktek senantiasa diperjanjikan, sehingga dapat dikatakan bahwa disini terjadi kebiasaan yang senantiasa diperjanjikan. Hak istimewa tersebut baru ada artinya, jika hak tersebut dengan tegas-tegas tercantum dalam perjanjian pemberian garansi. 98
97 98
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 325. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op. Cit., hal. 93.
Universitas Sumatera Utara