BAB IV
MODEL WEB-VOTE
Bab ini membahas mengenai model sistem e-voting yang memenuhi persyaratan sesuai dengan hasil analisis pada bab sebelumnya. Pada bab sebelumnya (bab III.4 tentang Aspek Sistem E-voting) telah disebutkan aspek-aspek yang sangat berpengaruh agar sistem evoting dapat berjalan lancar dan memberikan hasil sesuai yang diharapkan. Aspek tersebut adalah aspek teknologi, hukum, sosial, dan prosedur operasional. Pada bab ini, model sistem akan dilakukan dari sudut pandang teknologi, hukum, sosial, dan prosedur operasional. Model sistem e-voting yang dikembangkan pada tesis ini diberi nama “Web-Vote”. Model Web-Vote adalah model e-voting berbasis web untuk memenuhi kebutuhan pemilihan umum legislatif maupun presiden di Indonesia. Gambar IV-1 menunjukkan gambar model Web-Vote secara umum. Penjelasan lebih detail setiap bagian pada model Web-Vote dapat dilihat pada sub bab-sub bab berikutnya.
Gambar IV-1 Model Umum Web-Vote
IV-1
IV.1 Model Teknologi Web-Vote Faktor teknologi adalah faktor yang paling menonjol pada sistem e-voting. Secara umum, desain sistem e-voting adalah berbasis client dan server seperti pada gambar IV-2 Desain Umum Sistem karena sistem e-voting ini berbasis web. Sistem e-voting beserta seluruh datanya di simpan pada komputer server. Kemudian sistem tersebut dapat diakses dari komputer client dengan menggunakan web browser. Jaringan komunikasi data yang dilewati antara client dan server harus dipastikan aman misalnya menggunakan VPN (Virtual Private Network).
Gambar IV-2 Desain Umum Sistem
Pada sistem e-voting berbasis web, bagian yang menonjol adalah pada bagian server. Pada bagian client, hanya berupa web browser biasa seperti Internet Explorer, Mozilla Firefox, Opera, Safari, Google Chrome atau web browser lainnya. Sedangkan bagian server, terdapat beberapa fungsi yang harus ditangani. Pada gambar IV-3 tentang Desain E-voting Server dapat dilihat desain server sistem e-voting secara lebih detail.
Gambar IV-3 Desain E-voting Server
Berikut ini penjelasan mengenai setiap modul pada gambar IV-3 mengenai desain e-voting server. 1. Modul Authentication. Modul untuk menangani permintaan login dari komputer client. Jika data antara username dan password telah sesuai, maka kemudian IV-2
dilakukan pengecekan status pemilih. Jika pemilih sudah melakukan pemungutan suara maka pemilih tidak berhak mengakses modul selanjutnya. 2. Modul Ballot casting. Modul ini digunakan untuk menangani proses pemungutan suara. Pemilih (voter) akan memilih peserta (candidate) sesuai yang mereka inginkan. Hasil pemungutan suara harus melalui modul Anonymizer terlebih dahulu sebelum data hasil pemilihan disimpan. 3. Modul Anonymizer. Modul ini digunakan untuk menyamarkan data surat suara yang masuk. Jadi selain pemilih, tidak ada seorangpun yang mengetahui pilihan yang dimasukkan oleh pemilih. Data surat suara yang telah disamarkan harus tetap valid dan merepresentasikan hasil pemilihan umum yang benar. 4. Modul Counter. Modul ini digunakan untuk menghitung hasil surat suara yang telah masuk setelah proses pemungutan suara selesai dilakukan. Berikut ini penjelasan mengenai setiap basis data pada gambar VI-3 mengenai desain evoting server. 1. Basis data Voter. Basis data ini berisi data pemilih (voter) yang telah dinyatakan valid dan berhak mengikuti pemilihan umum. Sebelum pelaksanaan pemilihan umum berlangsung, penyelenggara (KPU) harus memastikan bahwa data yang disimpan pada basis data voter benar-benar valid. Basis data Voter harus memenuhi persyaratan sebagai berikut. a. Data pemilih valid. b. Menyimpan data terkait status pemilih apakah telah melakukan proses pemungutan suara atau belum. 2. Basis data Candidate. Basis data ini berisi data peserta (candidate) pemilihan umum yang akan dipilih oleh pemilih. Basis data Candidate harus memenuhi persyaratan sebagai berikut. a. Berisi data kandidat calon anggota legislatif dan calon presiden. b. Data kandidat valid. 3. Basis data Voting result. Basis data ini berisi data surat suara yang telah masuk. Basis data Voting result harus memenuhi persyaratan sebagai berikut. a. Berisi data detail hasil pemungutan suara. b. Detail hasil pemungutan suara tidak dapat dihubungkan dengan data pemilih.
IV-3
Berikut ini adalah penjelasan langkah-langkah yang terjadi pada e-voting server. 1. Calon pemilih (voter) melakukan permintaan login dengan memasukkan username dan password melalui komputer client. 2. Modul Authentication akan memeriksa apakah data username dan password yang dimasukkan tersebut telah sesuai dengan basis data voter. Jika telah sesuai, maka pemilih berhak untuk mengakses modul selanjutnya. 3. Pemilih mengakses modul ballot casting untuk memasukkan pilihannya. Modul ballot casting akan mengambil data peserta pemilihan umum dari basis data candidate. 4. Setelah
pemilih
menentukan
pilihannya,
maka
modul
anonymizer
akan
menyamarkan data pemilih sehingga tidak dapat ditelusuri pilihan apa yang telah dimasukkan oleh pemilih tersebut. Modul anonymizer tersebut akan memberikan receipt (bukti) bahwa pemilih telah memasukkan suaranya. Cara kerja modul anonymizer adalah modul ini akan memberikan nomor acak dan unik (berbeda untuk setiap pemilih), dan kemudian nomor tersebut yang akan disimpan ke basis data voting result beserta pilihannya. Kemudian pemilih memperoleh receipt (bukti) yang berisi nomor acak tersebut. Jadi ketika proses penghitungan suara telah dilakukan, pemilih dapat memastikan bahwa suara yang dia masukkan telah benarbenar dihitung dan tidak ada manipulasi terhadap surat suara yang telah masuk. 5. Proses yang terakhir adalah proses perhitungan suara oleh modul counter. Modul ini akan menghitung suara yang tersimpan dalam basis data voting result setelah periode pemungutan suara selesai dilakukan. 6. Penyelenggara pemilihan umum (KPU) dan pengawas pemilihan umum (Banwaslu) harus melakukan validasi data hasil perhitungan suara dengan membandingkan antara jumlah suara yang telah masuk dengan jumlah pemilih yang telah melakukan proses pemungutan suara.
IV.2 Model Hukum Web-Vote Secara umum, model hukum Web-Vote dibagi menjadi dua bagian, yaitu Dasar Hukum dan Materi Hukum. Dasar hukum berisi sistem e-voting harus mempunyai dasar hukum yang jelas sehingga hasil yang diperoleh mempunyai kekuatan hukum yang jelas. Sistem evoting minimal diatur oleh peraturan setingkat undang-undang (UU). Jadi hasil pemilihan umum yang diperoleh dengan sistem e-voting dapat diakui dan digunakan. IV-4
Sedangkan Materi Hukum berisi tentang isi materi hukum terkait sistem e-voting. KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum dan Banwaslu sebagai pengawas pemilihan umum harus menunjuk masing-masing wakil mereka untuk mengakses sistem e-voting. Sistem evoting hanya boleh diakses oleh perwakilan dari KPU dan pada saat pengaksesan harus selalu dalam pengawasan perwakilan Banwaslu yang telah ditunjuk. Berikut ini adalah mekanisme pengaturan akses terhadap komputer server, client, dan jaringan yang akan digunakan pada pelaksanaan sistem e-voting. 1. Pengaturan hak akses terhadap komputer server e-voting. a. Komputer server e-voting hanya boleh diakses oleh perwakilan pihak penyelenggara (KPU). b. Setiap pengaksesan ke komputer server harus dilakukan pengawasan oleh pihak pengawas (Banwaslu). c. Pihak penyelenggara harus melakukan validasi terhadap data pemilih yang disimpan dalam basis data voter. d. Sebelum pelaksanaan pemungutan suara, pihak penyelenggara bersama pihak pengawas harus memastikan bahwa komputer server berjalan dengan baik dan basis data voting result masih kosong. 2. Pengaturan hak akses terhadap komputer client. a. Server e-voting hanya dapat diakses oleh komputer client yang telah tersedia di TPS (Tempat Pemungutan Suara). b. Sebelum pelaksanaan pemungutan suara, pihak penyelenggara bersama pihak pengawas harus memastikan bahwa komputer client berjalan dengan baik dan dapat digunakan untuk mengakses server e-voting. 3. Pengaturan hak akses terhadap jaringan internet. a. Jaringan internet yang digunakan untuk komunikasi antara komputer server dan client sistem e-voting harus benar-benar aman.
IV-5
IV.3 Model Sosial Web-Vote Faktor sosial sering kali terlupakan pada desain suatu sistem. Cara konversi sistem dan cara sosialisasi sering kali kurang diperhatikan pada awal pengembangan sistem. Berikut ini adalah faktor-faktor sosial yang harus diperhatikan agar sistem e-voting dapat berjalan dengan baik. Prosedur pelaksanaan pemilihan umum menggunakan sistem e-voting dibuat serupa dengan sistem konvensional yang telah dilakukan sebelumnya agar memudahkan masyarakat dalam belajar dan mengurangi resistensi terhadap sistem yang baru. Kegiatan sosialisasi sistem baru harus dilakukan ke semua lapisan masyarakat melalui media cetak (surat kabar), media elektronik (televisi, radio, internet), dan penyuluhan langsung ke masyarakat melalui perwakilan dari kelurahan, RW (Rukun Warga), atau RT (Rukun Tetangga). Secara umum, konversi sistem dari sistem lama ke sistem baru ada empat macam metode. Gambar IV-4 Konversi Sistem menunjukkan perbedaan antara keempat metode tersebut.
Gambar IV-4 Konversi Sistem
Berikut ini adalah penjelasan dari setiap metode tersebut. 1. Konversi hanya dilakukan pada sebagian tempat atau sub organisasi (menggunakan pilot project atau proyek percontohan) dan dilakukan secara paralel (ada overlapping antara sistem lama dan sistem baru). 2. Konversi dilakukan pada seluruh bagian organisasi dan dilakukan secara paralel.
IV-6
3. Konversi dilakukan pada sebagian tempat atau sub organisasi dan dilakukan secara langsung. Jadi sistem lama langsung tidak terpakai, digantikan oleh sistem yang baru. 4. Konversi dilakukan pada seluruh organisasi dan dilakukan secara langsung. Konversi sistem pemilihan umum dari konvensional ke sistem e-voting sebaiknya menggunakan metode pertama, yaitu metode yang menggunakan proyek percontohan dan dilakukan secara paralel. Masyarakat bebas memilih akan menggunakan pemungutan suara secara konvensional maupun menggunakan sistem e-voting. Jadi masyarakat yang masih berpendidikan rendah dan kurang mengenal teknologi tidak dipaksakan secara langsung untuk mengadopsi sistem baru. Penerapan sistem e-voting di Indonesia pada tahap pertama sebaiknya diprioritaskan pada masyarakat dengan kriteria sebagai berikut. •
Pendidikan relatif tinggi, minimal setingkat SLTA (Sekolah Lanjut Tingkat Atas).
•
Tinggal di daerah perkotaan yang mempunyai akses informasi dan khususnya informasi melalui internet cukup baik.
•
Penguasaan mengenai teknologi informasi khususnya internet cukup baik.
•
Masyarakat yang cukup terbuka dalam menerima hal-hal yang baru khususnya halhal yang berkaitan dengan teknologi baru.
IV.4 Model Prosedur Operasional Web-Vote Model prosedur operasional sistem adalah desain mengenai cara pengoperasian sistem evoting pada saat proses pemungutan suara. Prosedur pengoperasian sistem e-voting pada bagain server dan jaringan yang menghubungkan client dengan server sudah cukup tercakup dalam desain hukum sistem yang telah dijelaskan pada sub bab IV.2 Model Hukum Sistem. Gambar IV-4 menunjukkan prosedur operasional sistem pada bagian client. Sistem e-voting berbasis web sebenarnya memungkinkan untuk diakses dari mana saja dan dengan komputer dengan spesifikasi standar asalkan komputer tersebut mempunyai web browser. Namun, pada desain prosedur operasional sistem ini hak akses sistem e-voting dibatasi hanya boleh diakses dari komputer-komputer yang berada di TPS. Cara ini dipilih
IV-7
agar teknologi ini bisa diadopsi dengan baik oleh masyarakat dan dengan tingkat resistensi sekecil mungkin. Pada perkembangan ke depannya, sistem e-voting berbasis web ini diharapkan dapat diakses dari mana saja. Hal tersebut mungkin tercapai apabila tingkat pendidikan dan kesejahteraan penduduk Indonesia sudah cukup tinggi. Dengan tingkat pendidikan dan kesejahteraan yang tinggi, peluang untuk munculnya praktek jual beli suara dapat diminimalisir. Cara adopsi secara bertahap dipilih sesuai dengan pengalaman implementasi sistem evoting yang telah dilakukan oleh negara lain. Negara-negara tersebut rata-rata membutuhkan dua sampai tiga periode pemilihan umum agar sistem e-voting dapat diterapkan secara nasional.
Gambar IV-5 Alur Pelaksanaan Pemungutan Suara
Berikut ini adalah alur pergerakan pemilih (voter) pada saat pelaksanaan pemungutan suara seperti pada Gambar IV-5. 1. Pertama calon pemilih memasuki pintu masuk TPS. Pintu masuk dan pintu keluar TPS dibedakan, jadi calon pemilih tidak boleh masuk dari pintu keluar. Setelah memasuki pintu masuk, calon pemilih akan melakukan pendaftaran. Pada bagian pendaftaran ini akan dilakukan pengecekan apakah calon pemilih tersebut telah IV-8
terdaftar sebagai calon pemilih. Selain itu juga dilakukan pengecekan apakah dia telah mengikuti pemungutan suara atau belum. Setelah calon pemilih dinyatakan telah terdaftar dan belum melakukan pemungutan suara maka dia berhak untuk mengikuti tahap selanjutnya, yaitu tahap pemungutan suara. Dia berhak memilih untuk melakukan pemungutan suara secara konvensional maupun menggunakan sistem e-voting. 2. Pelaksanaan pemungutan suara dengan metode konvensional terdiri dari tiga tahapan yang harus dilalui. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut. a. Pemilih mengambil kertas suara. Pada saat pengambilan kertas suara, pemilih harus memastikan bahwa kertas suara yang dia ambil dalam kondisi baik dan tidak cacat. b. Pemilih melakukan pencoblosan atau pencontrengan pada kertas suara di dalam bilik suara. c. Setelah selesai melakukan pencoblosan atau pencontrengan, pemilih memasukkan kertas suara tersebut ke dalam kotak suara. 3. Pelaksanaan pemungutan suara menggunakan sistem e-voting. Berikut ini tahaptahap yang dilakukan selama mengakses sistem e-voting. a. Pertama sebelum mengakses sistem e-voting yang ada di server, pemilih harus memasukkan data username dan password untuk melakukan login. b. Setelah pemilih berhasil melakukan login, pemilih kemudian memilih calon anggota legislatif atau partai, calon anggota DPD, atau calon kepala pemerintahan sesuai dengan pilihannya. c. Sistem kemudian membangkitkan kode yang unik untuk setiap pemilih sebagai bukti pemilih telah memasukkan pilihannya. Kode tersebut digunakan untuk menyamarkan data pilihan yang telah dimasukkan oleh pemilih. d. Pemilih kemudian mencatat kode tersebut untuk mengecek apakah hasil pilihan yang telah dia masukkan telah tersimpan dan tidak ada manipulasi terhadap hasil pilihan setelah tahap perhitungan hasil suara selesai dilakukan. e. Pemilih kemudian menyimpan hasil pilihan tersebut. 4. Setelah pemilih selesai melakukan pemungutan suara baik menggunakan metode konvensional maupun menggunakan sistem e-voting harus melalui tahap Pencatatan terlebih dahulu sebelum keluar TPS. Data pemilih akan dicatat telah melakukan IV-9
pemungutan suara sehingga dia tidak akan bisa melakukan pemungutan suara kembali baik ditempat semula maupun di TPS lainnya. Jari pemilih diberi tanda dengan tinta, seperti yang telah dilakukan pada pemilu-pemilu sebelumnya di Indonesia, sebagai tanda bahwa dia telah melakukan proses pemungutan suara.
IV-10