It's About Time [EDITING] Ini tentang seorang Adintya Larissa, si periang namun ceroboh, si baik hati namun naif yang bertemu dengan seseorang yang membuatnya berubah sejak kejadian 2 tahun yang lalu itu. Ini juga tentang Adion Julian Annafi si vokalis band My Lucky yang mempunyai ribuan fans perempuan di sekolahnya ataupun luar. Hingga suatu hari dia sadar bahwa wanita yang selalu ada di dekatnya ternyata orang yang dia cari-cari selama ini. Dan ini tentang sahabat Adintya Larissa, Rendy Prayudi Affan si cerdas blasteran Thailand yang mempunyai banyak rahasia yang ia sembunyikan pada sahabatnya itu selama bertahun-tahun. Cerita ini tentang waktu, waktu memang misterius dan mematikan. Yang membuat seorang Rissa ingin menyalahkan waktu namun tak bisa. Ini tentang penyesalan, penyesalan memang kata orang-orang selalu datang terlambat, penyesalan memang seharusnya seperti itu. 'Datang Terlambat' . . . . It's About Time Copyright, November 2015 by Ana Sulistiana
Part 1: Visualisasi Tokoh Adintya Larissa a.k.a Nattasha Nauljam
Adion Julian Annafi a.k.a Jirayu Laongmanee
Rendy Prayudi Affan a.k.a Poom Rungsrithananon
Adinda Erhanial Boison a.k.a Punpun Sutatta Udomsilp
Part 2: 1. Kekeliruan PoV Rissa Ku pandang sosok diriku di cermin. Ikatan demi ikatan yang tanganku buat pada rambutku sendiri akhirnya selesai. Hari ini adalah hari pertama aku masuk SMA. Seperti SMA kebanyakan, sekolah baruku pun mengikutsertakan dalam MOPDB. Sering kudengar jika MOS ala SMA itu lebih menakutkan dari pada SMP, namun aku tak mengindahkan kata-kata mereka. Karena saat SMP-pun aku sering merasakan MOS
walaupun bukan hari MOPDB saat itu. Mengertikan apa yang ku katakan? Aku tersenyum simpul menatap diriku di cermin. Menatap gelang pete di pergelangan tanganku, tas kresek yang tersingkap di bahuku, dan papan nama yang tergantung di leher bertuliskan 'Pencari Jodoh'. Aku tersenyum miris saat membacanya, untunglah aku tidak sesial Rendy. Lucu sekali jika membayangkan sahabatku itu memakai jepitan pink, bros di kerah bajunya, dan papan nama yang bertuliskan 'Pangeran dari septiteng'. Rendy ini sahabatku. Nama panjangnya Rendy Prayudi Affan. Menurutku dia tidak terlalu tampan, namun tidak jelek juga. Bahkan di SMP dia sangat most wanted, mungkin karena dia selalu menjadi kapten Bola di ekskulnya. Apalah aku, hanya siswi yang biasa saja. Ekskul pun tari tradisional karena memang aku suka menari. Setelah selesai mempersiapkan peralatan untuk MOPDB, aku keluar dari kamarku untuk sarapan dengan keluargaku. Di sana sudah ada papah, mamah, dan kak Jeremy. Aku ini anak bungsu, di tempat meja makan ini hanya ada kakak keduaku. Kakak pertamaku yaitu kak Ressa, ia sudah menetap bersama suami dan anaknya di Perancis. "Makin jelek aja si Rissa pake peralatan kayak gitu. Mau ke pasar, Bu?" ledek kak Jeremi, sialan memang lelaki itu. "Kan lagi mau MOS kak!!" tegasku. "Ahhhh, sekolah kakak aja dulu gak pake pete kayak gitu. Sekolahan kamu aja tuh yang alay." Kak Jeremi kembali meledekku lagi. "Terserah lahh!!" Aku sudah lelah jika harus beradu mulut dengan kakakku itu, dia memang jagonya meledek orang sampai kesal. Dan malah kakakku itu ketawa-ketawa sendiri jika sudah mengerjaiku itu Tuh kan, dia cengengesan sekarang. "Hihihihi." "Diem lu! Ketawa mulu kayak kunti!" "Hehh, syutttt ahh. Berantem mulu kalian. Ini lagi si papah, bukannya misahin malah sibuk baca koran," ucap mamahku yang baru datang dari dapur. "Hmmm," deham papahku yang malah membuat mamah keki sendiri. Keluargaku ini sederhana dan menyenangkan, walaupun hanya berpenghuni 4 orang namun bisa membuat ramai seperti ada puluhan orang. Dulu aku orang paling ramai di sini, namun semenjak kejadian itu aku sudah tak seramai dulu. Hanya diam, dan memperhatikan. Setelah sarapan aku hendak berangkat sekolah. Aku pun keluar rumah, dan sudah ada Rendy yang setia menunggu di depan gerbang rumahku. Rendy melambaikan tangannya ke arahku. Ku perhatikan penampilannya, sangat persis seperti apa yang tadi ku bayangkan saat di kamar. Dia lucu. Lengkungan senyumanku tak berhenti saat sudah ada di hadapannya. Sungguh, dia lucu sekali memakai itu. "Heh, lu jangan ketawa, lu! Sedih gua dari tadi orang-orang pas lewat ngetawain gua mulu," ucapnya yang sudah mengerti arti senyumanku sejak tadi.
"Maaf, Ren. Masalahnya lu lucu sihh," ucapku cekikikan. Mendengar ucapanku tadi, Rendy tersenyum lebar. "Iya dong, Rendy gitu. Selalu berhasil buat orang tersenyum." "By the way, lu dapet jepitan sama bros itu dari mana? Gua kira lu mau minjem ke gua." "Ohhh." Rendy melirik bros yang ada di kerah bajunya. "Ini punya ibu," ucapnya pelan. Duhh.. Aku saat ini jadi tak enak dengannya. Bodohnya aku yang membahas itu, karena ibunya Rendy baru saja meninggal 1 bulan yang lalu. "Hmm, ya udah kita berangkat aja yuk, Ren. Udah siang." Aku berusaha mengalihkan pembicaraan agar Rendy bisa melupakan itu, dan rasa tak enak itu masih terasa olehku. ------_________------Suasana sekolah saat pagi ini begitu ramai. Banyak sekali siswa-siswi yang akan mengikuti MOPDB. Mereka sibuk dengan urusan mereka sendiri, ada yang mengobrol, memainkan ponsel, diam, dan adapun yang bengong. Kesempatan ini mereka ambil karena belum ada arahan dari kakak OSIS, sembari menunggu waktu dan anak-anak lain yang belum datang. Sesekali aku melihat kakak-kakak OSIS yang sedang sibuk. Dari yang tampan sampai biasa pun ada. Jujur saja, aku dari tadi melihat kakak kelas cowok saja, kalau cewek sih engga. Hehe. Aku celingak-celinguk melihat keadaan. Hingga sesuatu yang aneh terasa. Aku memandang perempuan di sebelahku, sangat cantik. Sesuatu yang aneh yang aku rasakan darinya adalah ia sedari tadi menatap Rendy yang ada di depanku. Untung saja Rendy tak menyadari, bisa-bisa ia geer. Aku sudah bisa merasakan aura famous Rendy saat masuk di sekolah ini. Wajarlah, ia lumayan tampan, kulit sawo matang namun terlihat keren, tinggi, dan senyuman manisnya bisa membuat wanita keleyengan. Tidak termasuk aku sih. Tiba-tiba kakak OSIS datang, yang aku yakini adalah ketua OSIS. Ia memberi arahan MOPDB, lalu membagikan gugus. "Untuk gugus satu diharapkan maju kedepan dan baris dibelakang teman saya yang memegang karton gugus satu. Nama yang disebut diharapkan langsung maju yah, Abdurrafi, Alia Nur Fadillah, ......." ucap ketua itu. Aku mendengar nama-nama itu namun tak ada namaku dengan Rendy. Sepertinya aku tidak masuk di gugus 2. "Untuk gugus dua yang namanya dipanggil, diharapkan maju kedepan dan baris di belakang kakak gugusnya. Adinda Erhanial Boison, Adintya Larissa, Arina Rizki, ..........., Rendy Prayudi Affan,......." Aku tersenyum puas karena akhirnya bisa segugus dengan Rendy, dan yang buat aku terkejut adalah perempuan di sebelahku itu ternyata segugus juga denganku. Saat gugusku sudah semuanya baris, aku mengikuti kakak gugusku. "Eh, Ren. Kita kayaknya sekelas lagi deh," ucapku senang. "Takdir lahh kita bersama terus, duduk sebangku yakkk." Ajaknya seperti biasa. "Iyanihh, kita sekelas terus. Ihiyyy!!"
BRUK..... Aku kaget setengah mati. Bodoh sekali aku. Aku menabrak ketua osis itu, dan ia jatuh ke kubangan. Bersambung
Part 3: 2. Tak seperti dulu lagi POV Rendy "Eh kak!! itu yang kumisan ... mau nanya dong!!" ujar Rissa dengan nada yang keras dan tak sopan. "Saya?" Senior itu menoleh dan menunjuk dirinya sendiri. "Iya kak," ucap Rissa keras. "Beneran saya?" Cowo itu langsung celingak-celinguk melihat keadaan bahwa tidak ada seorang pun yang ada disini selain dirinya. "Yaiyalah kak, lagian di daerah sini juga kan cuman ada lj, kakak." Rissa menggaruk kepalanya walaupun sepertinya tidak sedang gatal. "Ohh, saya kira siapa," sahut lelaki itu. "Ngapain manggil saya? Minta foto ya?" tanya lelaki tadi dengan pedenya. "Eh maksudnya kak gini, kita mau nyari sama yang namanya kak Dony Ari Junaedi, dia ada dimana yah??" ucapku menengahi mereka. "Oh si Edi? Si ketua OSIS 1? Ngapain nyari dia?" tanha Senior itu penasaran. "Lagi ada tugas negara, hehe," seru Rissa cengengesan. "Tugas negara?" Senior itu mengerutkan dahinya bingung. "Maksudnya ada tugas buat nemuin kak gitu." "Ohh, si Edi mahh ada di kantin nohh." Senior itu menunjukkan kantin, dan mataku tiba-tiba langsung menangkap seseorang lelaki yang tak sengaja baru saja keluar dari kantin. Aku menoleh pada Rissa. Wajah Rissa sangat terlihat terkejut melihat lelaki itu, mungkin dia sangat syok. Kenapa? itu lelaki yang dulu pernah ia cintai, lelaki yang selalu ia bangga-banggakan di depanku, lelaki yang selalu jadi bahan curhatan saat bersamaku. Sekarang sedang berada di depa matanya. Entah, dia masih mencintainya atau tidak. Semuanya gara-gara kejadian 2 tahun yang lalu itu. Rissa jadi tidak pernah membicarakannya di hadapanku lagi, dia jadi sedikit pendiam setelah itu. Sepertinya Rissa baru
tahu kalau senior itu siswa sekolah ini. Rissa langsung memberi tatapan tajam kehadapanku dan seperti memberi isyarat "ada kak Dion." Lelaki itu sudah menyadari keadaanku dan Rissa. Ia malah berdiri di lorong yang menuju kantin itu sambil melihat DSLR yang ada di kalungan lehernya. "Ada jalan lain gak kak selain arah ini ke kantin?" ucap Rissa yang menyela. "Hah? Jalan lain? Gak ada lah dek. Kok lu nanyain jalan lain sih? Apa susahnya lewat lorong situ? Takut? Serius, gak ada apa-apa kok." serunya. Ku akui lorong itu memang terlihat menyeramkan. Hanya saja tidak ada sinar matahari yang masuk ke arah lorong itu, jadi terlihat gelap dan mencekam. Seharusnya para petugas ob menyalakan lampu di lorong itu, jadi terlihat enak dipandang. Sudah itu di lorong terdapat lab-lab, gudang, perpus, dan kamar mandi yang di pintunya terdapat tulisan "kamar mandi tidak bisa dipakai, karena terjadi kerusakan pada gagang pintu" Feelnya kan jadi terasa agak seram. "Gua tau lo takut kan sama lorong itu? Akui aja, mau gue anterin ke kantin?" tawar senior itu langsung berdiri dari kursinya. "Gausah kak," ucap Rissa. "Gausah ngelak lo dek, selowin aja, gausah takut. Disini cuman suka ada kuntilanak lewat-lewat iseng aja kok," ucap lelaki itu menyunggingkan bibirnya. Rissa sebenarnya tidak takut akan hal-hal ghaib seperti itu. Dia sudah biasa melihatnya, karena dia memang memiliki indra ke 7 sejak dia kecil. Bahkan dia sering diberi tatapan aneh oleh orang-orang karena suka membeli minuman 2 gelas, yang sebenarnya itu untuk di beri kepada jin yang sering tiba-tiba memaksa dirinya untuk membeli minuman itu.
Part 4: 3. Permulaan Maklumi saja, aku masih pemula Cekidot... . . . . POV AUTHOR "Lu beneren ngasih hukuman itu ke mereka?" Perempuan itu nampak tak percaya. "Pengen iseng aja gua." jawab lelaki itu. "Eh lo nyari masalah aja, lo gak tau yah kalo si Dion marah kayak gimana?" Ucap perempuan itu meyakinkan lelaki tersebut. Edi langsung tertawa. "Selow aja kali gua tau kok si Lucy sama Dion lagi di gosipin pacaran, gua mau minta kepastian aja dari mereka." "Iya juga sih kita sebagai sahabat Dion harus minta kepastian akan hubungan mereka yang katanya pacaran itu." Perempuan itu beranjak dari kursinya, dia hendak membeli bakso di mang ojan yang katanya bakso
paling enak di sekolah. Lahh wong cuman ada satu tukang baksonya, mang Ojan doang-_Vira kembali ke meja dengan semangkuk baksonya. Dia langsung ingat kepada perempuan tadi dengan kejadian 2 tahun yang lalu itu saat di smpnya. Dia jadi bingung, kenapa perempuan tadi seperti tidak mengingat dirinya?. "Eh yang cewek tadi lo masih inget kan Di? Kenapa lu ngasih hukuman itu ke dia? Nanti dia makin galau Di hahaha... Terus tadi kenapa dia kayak gak kenal kita yahh? Padahal kan kita ada disitu saat kejadian 2 tahun yang lalu." Tanya Vira yang membuat Edi puyeng akan banyaknya pertanyaan dari dia. "Itu udah keputusan gue Vir. Kalau gue ngomong gini ya gini, kalau gitu ya gitu, kalau masalah Rissa gak kenal kita sih gue gak mempermasalahkan itu yahh, lahh lo kenapa bingung? dia gak kenal sama lo, lah lo itu siapa dia yang harus di kenal?" Jawab Edi yang membuat Vira langsung diam. "Udah lah kita liat aja gimana kelanjutannya." Edi langsung beranjak dari kursinya dan berjalan ke arah pedagang mie ayam.
*_____________*
Tell me why You're so hard to forget Don't remind me I'm not over it Tell me why I can't seem to face the truth I'm just a little too not over you David Archuleta - A Little Too Not Over You Tak tahu harus seperti apa. Harus bagaimana dia melakukannya? Bahkan dia baru saja bertemunya. Setelah kejadian 2 tahun yang lalu itu dia tidak pernah melihatnya lagi dan sekarang dia menemuinya. Apakah ini sebuah permulaan? Mengapa kakak kelas tersebut memberi hukuman seperti itu padanya? Apakah dia harus bertemu dengannya lagi? malah dia harus berbicara dengan lelaki itu. Melihatnya saja membuat dia ingat kejadian 2 tahun yang lalu itu. Tapi aku masih mencintainya, sekalipun lelaki itu menyakitiku aku tetap mencintainya. Aku tak peduli dengan itu. Huhh ... mengapa cinta bisa senaif itu. Batin Rissa. Entah kemana kaki Rissa akan membawanya saat ini. Dia hanya membawa handycam yang kebetulan dia bawa dan sebuah donat yang ditengahnya terdapat lilin. Dia jadi bingung. Kenapa tanggal ulang tahun dia dengannya bisa sama? Padahal dia sudah mencintainya 3 tahun. Mengapa dia baru tahu sekarang. Rissa berjalan mendekati sebuah taman. Disana dia mendapati seseorang yang ia cintai sedang membaca sebuah buku tengah duduk di hamparan rumput sekolah. Rissa tidak ingin mendekati dia, namun hatinya malah sebaliknya. Hatinya terus berkata ayo dekati dia.
Rissa mencoba memberanikan diri untuk mendekati lelaki tersebut. Hingga dia pun berjalan dengan ragu. Rissa hanya memainkan jarinya saja saat melihat punggung leher lelaki itu. Rissa pun mulai bergumam dan lelaki itu langsung mendongak kala menyadari ada seseorang yang berdiri di hadapannya.
Part 5: 4. Hanya Harapan Heyy.. gimana nih mulmednya? Pada ganteng sama cantik gak? Hehehe langsung aja yahh. Cekidot... POV Rissa "Kamu itu cantik makanya aku suka." Godaan kak Jeremy pada pacarnya itu. "Apa sih? Gak malu tuh ada adeknya?" Sahut pacar kakakku itu yang bernama Alia. Aku sedang di ruang keluarga. Setiap minggu kakakku itu sering mengajak pacarnya main kesini. Aku sendiri, menyendiri menjadi lalat yang tersakiti akan kejonesan ku itu. Fyi, mamah dan Ayahku itu baru saja tadi pergi keluar kota untuk dinas selama sebulan. Jauh dari mereka memang menyakitkan, lebih baik aku ikut dengan mereka saja, tak apa tidak sekolah sebulan dari pada disini selalu diganggui oleh Emi. Ting nong... Suara bell membuyarkan percakapan mereka berdua. "Riss buka noh! Palingan si Rendy yang mencet bell." Ucap kak Jeremy. "iya...." sahutku malas. Tak seperti biasanya Rendy datang kerumahku dengan memencet bell. Biasanya dia langsung nyelonong aja masuk rumah tanpa izin. Aku berjalan menuju pintu depan rumahku. Saat aku sudah di depan pintu aku mulai membukanya. Ku lihat disitu terdapat seorang lelaki berperawakan cukup tinggi, tampan, mempunyai sedikit kempot di pipinya saat tersenyum, lelaki yang masih ada di hatiku saat ini sedang di hadapanku, tersenyum padaku, dia mulai bergumam. "Ada kak Alia?" Ucap lelaki itu. Bingung melandai pikiranku saat ini. Mengapa dia tau rumahku? Mengapa dia mencari kak Alia? Janganjangan dia selingkuhan kak Alia atau jangan-jangan kak Jeremy merebut pacar orang. Eh ... tunggu-tunggu dia tadi manggil kak kan? OH MY GOSH.. jangan bilang dia adiknya kak Alia? Aku pun berbalik dan menemui kak Jeremy dan kak Alia, sahutan kak Dion tidak ku gubris sama sekali. Aku syok, jantungan, serasa ingin minum baygon. Aku ingin bertanya kepada mereka ada apa hal ini? Apakah mereka sedang bermain di film ftv? Mengapa sangat kebetulan? "Riss kok temen kamu yang namanya Rendy itu gak di bawa kesini?" Kak Alia sepertinya tidak tahu kalau yang datang itu bukan Rendy, melainkan kak Dion yang sedang mencarinya.
"Bukan Rendy kak yang datang." Ucapku langsung duduk di sofa. "Lah terus siapa dong? Itu tamunya kenapa gak di bawa masuk?" Sahut kak Jeremy yang menyadarkanku karena telah meninggalkan lelaki itu di pintu depan. "Ya ampun..." Aku menjedotkan dahiku dengan telapak tangan. Aku pun bergegas pergi ke pintu depan. Kak jeremy hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kecerobohanku. Aku pun berjalan menunduk sambil melihat langkah kakiku. Brukk... Aku terjatuh, aku menabrak sesuatu. Aku mencoba mendongak apa yang aku tabrak itu. Ahh, lelaki itu. Aku menabrak lelaki itu. Dia pun mencoba menarikku dan membangunkanku. Dia mulai berbicara. "Gadis ceroboh." Lelaki itu langsung melewatiku berjalan ke arah ruang keluarga. Aku hanya mengikutinya dari belakang. Aku bingung, syok, jantungan, serasa ingin berteriak. Bagaimana mungkin dia ada disini? Otakku mulai bertanya-tanya akan kehadirannya. "Kak Alia!" Lelaki itu mencoba memanggil kak Alia. Kak Alia sedikit terkejut melihat lelaki itu. "Ngapain lu kesini Dion? Kakak kan gaminta lu kesini."
Part 6: 5. Friendzone Yaampun, kak Dion ganteng juga yah. Pantes Rissa suka, mulmednya manis bgt Aku pengen tau gimana sih cerita aku menurut kalian? Ada yang gaje gak sih? Comment yah! Cekidot... POV Author "Kak coba ngertiin kak Jeremy deh!" "Ngertiin kaya gimana? Harusnya dia yang ngertiin gue!" "Lo gitu doang Baper, lah kan kak Jeremy ngasih nomor juga buat reonian. Jangan terlalu protect kak!" "Coba lo jadi cewe deh dek. Semeniiit aja, lo pasti tau apa yang gue rasain sekarang!" Dion hanya menghela nafas melihat kakaknya itu mondar-mandir di depannya. Dia bingung harus bagaimana nanggepin kakaknya itu. Dia pun bangun dan meraih kunci motor disakunya. Dion buru-buru mengambil ponselnya dan membuka fitur LINE. Dia mencari akun Dony Ari Junaedi dan mulai mengetik sesuatu di ponselnya. Adion J.A : Dimana lu? Tanpa basa-basi notification LINE pun muncul di handphonenya.
D.A Junaedi : Gua di rumah sama temen-temen, sini lu gabung! ada Adinda. Adion J.A : Anjir gak lucu, ngapain si Dinda disitu? D.A Junaedy : Lu gak tau yah? Si Dinda adeknya si Erhan bego!! Adion J.A : Hah? Ngapain si Dinda gabung maen? D.A Junaedi : Berisik lu, mendingan langsung kesini aja deh lu! ngomong mulu. Adion J.A : Iye. Dion langsung bergegas pergi keluar rumah, panggilan kakaknya tidak dia gubris karena telah nyelonong pergi. -____________"Riss menurut lu kakak harus ngapain?" Ucap Jeremy "Ya, kak Emi minta maaf lah!" "Kan gua gak salah Riss!" Seru Jeremy meyakinkannya. "Se-gak salah salahnya seorang cowo, tetep aja di mata cewe selalu salah. Menurut Rissa sih kak Emi salah dan sekarang mending minta maaf deh! Dari pada berantem terus, gaenak kan?" "Udah udah! Minta maaf lagi dah gua dek." Jeremy pun cepat-cepat mengambil handphonennya dia mencari fitur LINE dan mencoba video call dengan Alia. "Hayyy" ucap Jeremy menatap layar handphonennya itu. "Ngapain ngevideo call? Lupa sama kesalahannya?" Rissa hanya tersenyum geli melihat kelakuan mereka itu. POV Dion "Iiiihhhhhh kak Rey balikin." "Gak mau wleeeeee...." "Awas yahh kalau kak Erhan pulang dari tukang nasi goreng, aku kasih tau. CAMKAN ITU!!" "Masa Bodo, gua gak akan takut sama si Erhan. Malah si Erhan yang takut sama gua." Aku terkekeh geli melihat kelakuan mereka. Apalagi rengekan Dinda pada Rey itu, membuatku ingat pada Winda kekasihku dulu. Jika di ingat-ingat aku sangat rindu pada dirinya saat marah. Mulutnya itu sering di tekuk, selalu membuat aku ingin cepat-cepat mencium dirinya. Tapi dia telah tiada, kenangan-kenangan itu telah habis di babat oleh waktu. Aku sangat merindukan dirinya, jika boleh bilang aku disini belum bisa menerimanya telah pergi. Aku disini bersama waktu.
Part 7: 6. Tak Terduga
Lucunya Rissa, manis deh.... Kalo cantik sih jangan di tanya lagi... Cekidot.... POV Dion "Kakak gak mau tau, lu harus jemput dia!" Ucap wanita 20 tahun itu. "Tapi kak, gua kan mau maen sama Rey dulu." Ucapku merengek. "Kakak gak mau tau, titik! Tut.. tutt..tutt..tutt.." Aku hanya menghela nafas kala kakakku itu langsung menutup telefonnya. Tak bisa apa mengerti keadaan ku saat ini seperti apa. "Kenapa yon?" Tanya Erhan. "Iya, kenapa kak Dion?" Tanya Dinda juga. "Kayanya gua gak bisa latihan Band." Aku memejamkan sejenak mataku itu dan menyenderkan kepalaku pada bangku kantin. "Kenapa? Kakak lo?" Tanya Vira penasaran. "Ya," ucapku diam sejenak, "dia minta gue anter si Rissa." Lanjutku malas. Edi yang sedang mengobrol dengan Rey tiba-tiba langsung terkejut dan menoleh padaku kala mendengar nama Rissa. Semua teman-temanku langsung menatapku kepo seperti ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. "Cerita sama gue!!" Vira memberikan tatapan horrornya. Aku mendecak sebal melihat mereka yang sangat penasaran dengan hal itu. Seandainya bisa bilang aku ingin sekali menusuk mata mereka. "Sebenarnya ... kakak gue sama kakaknya Rissa pacaran." Sahutku. Rey langsung memberikan tepukan tangan. "Anjass FTV." Ucapnya, "terus-terus?" "Ya gitu." Seruku menjawabnya. "Gitu apanya bego?" Erhan bertanya kesal. "Ya gitu deh ... gue pergi dulu ya." Aku pun langsung beranjak dari kursiku dan keluar dari kantin. Sahutan demi sahutan temanku itu tidak ku gubris sama sekali. -_______Aku mencari-cari di seantero sekolah, namun tak ada Rissa. Susah sekali mencari anak itu. Apa dia sudah pulang? Padahal tadi anak-anak ekskul basket masih ada di ruangannya. Saat aku melihat lapangan, aku lihat Rendy. Temannya anak itu sedang berjalan berlawanan arah menuju tempat ini. Dia tadi melirikku sebentar namun dia langsung memalingkan wajahnya.
"Rendy." Ucapku sedikit berteriak. "Ya?" Rendy melepaskan headsetnya itu. "Lo liat Rissa?" Tanyaku padanya. Rendy mengerutkan dahinya itu. "Rissa? Ngapain nyari Rissa?" "Gua yang nanya kenapa lo malah balik nanya?" Ucapku emosi padanya. "Kagak tau, cari aja sendiri." Rendy pun langsung melewatiku dan memasang headsetnya kembali. Aku tak tahu sekarang harus kemana. Menurutku Rissa sudah pulang. Aku pun langsung pergi ke tempat parkir. Sebenarnya langit sudah mendung, namun sebaiknya aku harus pulang agar tidak terjebak hujan di sekolah. Aku pun mulai menyalakan motorku itu dan menjalannkannya. Aku lihat petir sudah muncul di langit abu itu. Tak lama kemudian saat di gerbang sekolah, aku lihat seorang gadis yang rambutnya diikat ala pony tail sedang berdiri melongok ke arah jalan. POV Rissa Langit sudah mendung. Padahal waktu masih belum sore, mungkin hatiku yang sedang mendung saat ini. Aku tak kuasa mengingat perlakuan Rendy tadi. Hampir saja dia tadi menciumku, tapi ternyata tidak. Mungkin saja aku sedikit Baper saat itu.
Part 8: 7. My Devil Ini visualnya Rendy. Menurut ngana sih ganteng heheheheh...... Cekidot.... POV Dion Suara decitan pintu kamarku tiba-tiba menghiasi suasana hening ini. Aku mulai menoleh untuk mengetahui siapa yang datang ke kamarku itu. Aku sedang belajar kimia yang akan di ulangankan besok. Aku mulai bergumam pada wanita itu. Sudah 4 jam dia tidur dari pingsannya. Wanita itu tadi tiba-tiba pingsan kala aku akan memberi tahunya kalau kak Jeremy kecelakaan dan masuk ruangan ICU. Padahal sebelumnya aku belum memberitahunya tentang itu. Dia pingsan karena kedinginan. Bodohnya diriku yang tidak langsung menyuruhnya untuk berganti baju, malahan aku suruh dia duduk di sofa. Baju yang di kenakannya sekarang yaitu baju kak Alia. Aku tadinya tak berani untuk menggantikan bajunya, untungnya dia pakai baju dua. Kak Alia sekarang sedang di rumah sakit, menunggu lelaki yang terpaut lebih muda 2 tahun dengannya di ICU. Untung saja Kayla dan kak Alia tidak kenapa-napa. "Kak!" Rissa menatapku. Aku hanya bergumam saja.
"Tadi sebelum Rissa pingsan, Rissa dengar ada yang kecelakaan. Siapa kak?" Tanyanya. "Kakak kamu dek .... kakak kamu kecelakaan," Ucapku, "dia sekarang di ruangan ICU sama kak Alia." Rissa menatap tajam kearahku. "Kak Dion gak bohong kan?" Sahutnya tak percaya. "Kata kak Alia kak Jeremy ke tabrak mobil pas mau nyebrangin anak-anak, saat itu mereka lagi jalan-jalan di trotoar sama Kayla." Rissa masih menatap tak percaya padaku. Dia tidak berbicara apa-apa sekarang. Dia menatapku dengan sendu. Entah, aku tahu perasaannya sekarang. Tiba-tiba Rissa langsung menarik pergelangan tanganku dan menyuruhku berdiri. "Anter Rissa ke kak Jeremy!" Ucap Rissa memaksa. Aku melepaskan lenganku dari genggamannya. "Kamu disini aja! Mamah kamu udah kak Alia telefon dan katanya dia mau ke sini." "Tapi Rissa mau ke kak Jeremy!!" "Udah lo disini aja!! Udah tau keadaan fisik lo lagi lemah. Lo tuh baru bangun dari pingsan tau gak? Sekarang liat jam deh!! .... Udah jam 1 malem kan? Besok sekolah!" Ucap ku keras padanya. Aku sangat kesal padanya. Sifatnya masih belum berubah sampai sekarang. Aku tak memikirkan bagaimana perasaan dia sekarang. Terkadang seseorang harus di geretak terlebih dahulu agar tidak seenaknya melakukan apapun. Sekarang dia sudah pergi dari kamarku. Aku pun kembali belajar untuk ulangan besok sampai rasa kantuk ini muncul. POV Author Pusing melandai kepalanya. Rissa meringis kesakitan di sekitar kepalanya itu. Dia mulai menghampiri kaca yang ada di tempat rias kak Alia tersebut. Di lihatnya mata Rissa sangat sembab akibat menangis semalaman. Dia sangat sedih atas kecelakaan kakaknya. Dia ingin bertemu kakaknya namun di malam itu dia tak boleh kemana-mana oleh lelaki tersebut. Suara ketukan pintu dari arah luar memecahkan pikiran Rissa akan kekhawatirannya kepada kak Jeremy. Dia pun mulai bergumam menyuruh seseorang untuk masuk. Pintu pun dibuka, dan disana .... terlihat lelaki itu yang sudah memakai baju seragamnya dengan rapih. Dia pun menghampiri Rissa. Tiba-tiba Rissa terkejut kala lelaki itu langsung memegang dahinya dengan telapak tangannya.
Part 9: 8. Cemburu? Huhu ini kak David Jeremy dan kak Jesica Alianda... Cepet Sembuh kak Jeremy, semoga bisa berantem lagi ya sama kak Alia.. hehehe.
Ups, Sorry, Cekidot... POV Dion Aku mulai membuka pagar rumah ini. Aku lihat arloji yang melekat pada tangan kiriku, ternyata jarum panjang sudah menujuk pukul 16.00. Entah ... sepertinya dia sudah kabur dari rumah ini dan pergi kerumah sakit. Aku sempat menelfon kak Alia namun tak diangkat oleh yang bersangkutan. Aku mulai khawatir dengan gadis itu, takutnya dia pingsan di jalan dan merepotkan orang-orang yang ada di jalanan. Krekkk..... Suara decitan pintu yang kubuka meramaikan susana hening rumah ini. Semenjak Ayahku pergi, rumah ini menjadi sepi. Di tambah pula Bundaku yang pergi keluar negeri untuk mengurus pekerjaannya. Aku mencari gadis itu di sudut-sudut rumah namun tidak ada. Arghhhh gadis itu memang menyusahkan. Dengan cepat aku meraih handphoneku di saku celana. Aku mencari nama Jessica Alianda di daftar kontakku. "Hallo?" Ucapku pada seseorang di seberang sana. "Diooonnnnnn!!! Kapan gue bilang sama lo kalau kunci pintu rumah si Jeremy ilang?" Aku menjauhkan handphoneku itu dari telinga karena teriakan kak Alia. "Apa sih? Berisik tau! Gue bisa budeg." sahutku padanya. "Eh jahat lo ya, gue waktu itu bilang sama lo kalau minta jemput si Rissa aja dan gue juga gak ngomong kalau kunci pintu rumah si Jeremy ilang!!" Ucap kak Alia, "Eh.. eh terus-terus kenapa si Rissa pake baju gue sekarang? Jangan bilang lo..." lanjutnya langsung diam sejenak. "Anjrit enggak lah!!! Gue gini-gini juga anak baik-baik kak." Seruku membela diri. "Hueekkk.... anak baik cuman di depan aja lo. Emang gue gak tau apa pas lo lagi ciuman sama Winda? Untung aja gue gangguin, kalo gak? Hmmm itu mah udah di apain lagi." Kakakku itu memang jagonya meledek. "Syutttttttt berisik..." ucapku mencoba mendiamkannya, aku pun keluar dari rumah dan menaiki motorku. "Anak bandel lo, najis!!" "Gue OTW kak, bye..." Aku pun langsung mematikan telefonku dengannya. Sudah di pastikan disana dia sedang mengomel tidak jelas. Kakakku itu memang jagonya ngomel, tak jarang kak Alia dan kak Jeremy bertengkar gara-gara masalah sepele. Aku pun mulai menggas motorku itu lalu menjalankannya, menuju rumah sakit Citra Nusa dengan berbalut
seragam putih abu.
-________Ku buka pintu ruang perawatan bernomor 112. Disana tidak ada siapa-siapa, hanya kak Jeremy dengan selang infusnya dan suara air keran di dalam kamar mandi. Aku sudah menyangkal, di kamar mandi itu pasti ada kak Alia atau Rissa. Aku pun duduk di sofa ruang perawatan kelas 1 itu, sambil melihat kepala kak Jeremy yang di lapisi perban. Seketika aku jadi ingat ayahku yang koma karena penyakit Strokenya, selang ada dimana-mana saat itu. Dokter waktu itu pernah bilang kalau umur ayahku tak lama lagi, saat itu aku tak tahu apa-apa karena aku masih berumur 10 tahun. 2 perempuan yang aku sayangi waktu itu menangis. Entah, saat itu aku benar-benar takut. Bukan karena umur ayahku yang tak lama lagi, tapi karena melihat mereka menangis.
Part 10: 9. Broken Nii adiknya kak Erhan... Adinda Erhanial Boison.. Adudu cantiknya... Menurut para readers cantikan Dinda apa Rissa? Hayooo hayooo Udahlah, cekidot yukk....
POV Author Rissa mencoba mengambil selapis roti itu lalu di lapisi dengan selai strawberri. Jeremy menatapnya dengan bingung. "Gak di makan nasi gorengnya?" Rissa hanya bergumam menanggapi ucapan Jeremy. "Mamah cape-cape bikin nasi goreng buat kamu juga," "Ishhh kak Jeremy ngertiin sedikit coba!! Rissa tuh ... lagi diet." Ucapnya sedikit berbisik. Tiba-tiba Jeremy langsung tertawa tebahak-bahak melihat kelakuan adiknya itu. Rissa hanya mengerutkan bibirnya sebal. "Makanya jangan makan terus!! pipi udah chubby gini juga." Sahut Jeremy sambil mencubit pipi adiknya itu.
Rissa menepuk tangan jeremy. "Awww.. rese banget sih!!" Serunya meringis kesakitan. "Cepet makan tuh Roti!!" "Ishhh.. oh iya kak, anter Rissa ke Mall yah!! Rissa mau beli baju, pembersih muka, bedak, lipgloss, sama minyak wangi, yah yah yah? Stok kosmetik Rissa kan udah abis jadi ... anter Rissa yah?" Serunya sambil memohon-mohon. Jeremy langsun terkejut mendengar perkataan Rissa, karena setaunya Rissa dulu sangat tomboi. Dan akhirnya sekarang dia baru menyadari bahwa Rissa ... berubah. Jeremy pun berpikir keras kenapa Rissa berubah. Setaunya itu, lelaki yang selalu dekat dengan adiknya adalah Rendy. "Gue rasa ... kok adek gue ini berubah ya? Lo suka sama siapa? Siapa orangnya?" Tanya Jeremy dengan tatapan mengintrogasi. Rissa mendelik sebal pada Jeremy. "Suka sama siapa sih gue emang kak?" Rissa malah balik nanya. Ya, andai lo tau kak ... gua suka sama calon adek ipar lo. Batin Rissa. "Udah ah cepetan anterrr!" "Iye iye, bentar lah gua makan dulu." Rissa pun meraih handphone di sakunya, lalu ia langsung mencari aplikasi Clash Of Clans a.k.a COC. Ginigini juga Rissa seorang gamers berat, karena selalu bersama Rendy Rissa jadi ikut terbawa gamers-nya Rendy. Beginilah bersahabat dengan seorang gamers. Bentar-bentar Elixir, bentar-bentar War, bentar-bentar Gold. Dan ... seperti itu juga jika berpacaran dengan anak 'Gamers'. Jadi ... sabar saja jika punya pacar atau teman yang anak 'Gamers' Insyaallah anda akan di abaikan.
-________Sungguh ... hari ini adalah hari yang menyebalkan untuk Jeremy. Bagaimana tidak, dia sudah 4 jam ada di mall besar ini bersama adiknya itu. Jeremy langsung menghembuskan nafasnya kasar saat duduk di sebuah Foodcurt. Dia langsung menoleh pada Rissa yang sedang asyik melihat belanjaannya. "Udah belanjanya?" Jeremy sangat berharap apabila jawabannya 'ya'. "Hmmmm.. " Rissa tengah berpikir, "tinggal beli lipgloss sih kak, tadi Rissa lupa hehehe..." Rissa langsung tertawa tanpa ada perasaan dosa sekalipun. Jeremy langsung kelimpungan mendengar jawaban Rissa. "Perasaan kalau kakak belanja sama kak Alia gak sampe 4 jam gini loh ... palingan juga sampe 1 jam." Sahutnya menyindir.
Part 11: 10. Mencari Kebenaran Nih para personil band My Lucky Aku kasih tau nama panjang mereka ya.... - Virana Liosina (vokalis + gitaris) - Adion Julian Annafi (vokalis + gitaris) - Bryan Erhanial Boison (Drummer) - Dony Ari Junaedi (pianis) - Reynard Nicolas (gitaris) Cekidot.... Aku hanya tersenyum saja saat melihat mereka 'bercanda tawa' sungguh, mereka sedang ada di depanku. Aku sangat sakit hati saat ini, bagaimana bisa melihat orang yang kamu cintai sedang bercanda tawa dengan orang lain selain dirimu? Ya, sakit. Mungkin dia memang mencintainya, tatapannya sangat berbeda saat menatap Dinda. Tak seperti saat menatapku, dingin. "Oh iya Riss, lo mau ikut nyumbang pensi gak?" Sahut Dinda. Aku langsung menoleh padanya saag aku sedang termenung meratapi kesedihan. "Kayaknya gak deh," aku tersenyum kikuk pada Dinda. Dinda tampak berpikir. "Gue denger-denger sih katanya lo pernah juara 1 tari traditional tingkat provinsi, lo nyumbang pensi aja Riss." Kak Dion yang tadi sedang memainkan ponselnya langsung menatapku penasaran. Aku sangat Rindu tatapannya, walau itu hanya sesaat tetapi sangat berharga. Tapi apa daya, dia mencintainya. Aku bisa apa, hanya berdiam diri memandangnya dari kejauhan. Sungguh, ini sangat berat untukku. Aku hanya tesenyum menanggapi Dinda. Rasanya aku ingin keluar dari cafe ini, keluar dari penjara mematikan yang pernah ada. Ya, penjara hati. Tiba-tiba, "Ngomong-ngomong kalian berdua udah kenal belum sih?" Ucap Dinda padaku dan kak Dion. Entah, aku kira Dinda sudah tau kalau kami sudah saling kenal. "Udah," ucapku. "Belum," ucap kak Dion. "Haishhhhhhh, yang bener yang mana sih? Udah apa belum?" tanya Dinda bingung. "Belum," sahutku.
"Udah," sahut kak Dion. Kak Dion ini apaan sih gak lucu banget, tadi dia bilang 'belum' sekarang 'iya' rese. Aku bingung mau menjawab apa, lebih baik aku memandangi ponselku saja dari pada harus berkenalan 'lagi' dengan kak Dion. Aku terkejut saat ada seseorang memegang pundakku. Aku hendak menoleh padanya dan tiba-tiba mataku di tutup oleh tangan yang aku bisa kenali. Tangan laki-laki, "Ini siapa?" tanyaku pada seseorang yang berada di belakang. Aku mendengar suara cekikikan dari arah Dinda dan kak Dion. "Hmmmmm, siapa ya?" Sahutnya mengujiku. Entah, aku sepertinya tak asing mendengar suara ini. Orang itu pun langsung melepaskan tangannya dariku, dan aku bisa melihat wajahnya. Kak Rey -_"Eh Dion Dinda ternyata lo disini juga? Kira gua Rissa sendirian aja disini," ucap kak Rey sambil merangkul bahuku. "Kak Rey kenal Rissa? Sejak kapan kalian deket?" Dinda menatap kami penuh penasaran. "Udah lama, iya gak Riss." Kak Rey mengedipkan matanya itu dan menguatkan rangkulannya padaku. Oh my God, what does he mean _- ? Aku hanya tersenyum menganggapinya.
Part 12: 11. Kenangan Halohaa.... Author lagi badmood nihh huhuhu... Ini beneran dehhh lagi gak mood bikin cerita soalnya si doi ngeselin mulu, bbm ckls, terus orangnya cuek-cuek aja *curhatsebentar Dan tadi gue liat-liat foto di ig tuh, ternyata eh ternyata gue nemuin foto Mantan Gebetan gue foto duaan sama Pacarnya, itu bikin gue nyesssss banget. Serasa di timpuk sumo 1 ton, kalo di bandingin sakit yg mana sih mending gue di timpuk sumo deh... You know lahh ...Malam ini ku sendiri tak ada yang menemani seperti malam-malam yang sudahsudah.. Tuhan kirimkanlah aku kekasih yang baik hati, Yang mencintai aku apa adanya.... #MAAFKALOSUARAGUEANCUR
POV Author
Dion merasa hancur hari ini. Ia tak rela melepaskan Papa-nya pada Allah SWT. Dia pergi ke sebuah taman dekat SDnya untuk menenangkan diri. Dion serasa ingin menangis, namun ... tak bisa. Semuanya serasa di tahan oleh kenangan, ia ingat saat ia bermain mobil-mobilan dengan Papa-nya, ia ingat saat Papa-nya mengajarkan pelajaran Matematika padanya. Ia sangat ingin menangis saat ini. Dion pun duduk pada bangku yang ada di taman. Disitu dia melihat seorang perempuan yang sedang bercanda tawa dengan ayahnya, disitu dia merasa menyedihkan. Seorang anak yang masih berumur 10 tahun sudah di tinggalkan Ayahnya. Poor Dion. Ia melihat gadis kecil itu berlari-lari di sekitar taman. Ayahnya tadi sudah pergi meninggalkan gadis itu dengan mobil. Gadis itu mengenakan baju seragam SD yang sudah sedikit kotor karena tanah. Dia termenung sambil menatap bunga di hadapannya. Bunga mawar yang tadinya akan ia beri pada Papanya sekarang telah layu. Bunga itu tadinya akan ia simpan pada vas bunga ruang perawatan Papa-nya, namun ... sekarang sudah tak bisa. Penghuninya telah pergi meninggalkan dunia ini. "Hayy..." Dion setengah terkejut saat tiba-tiba gadis tadi menyapanya. Ia langsung menoleh pada gadis itu. "Kamu sendirian aja?" Ucap gadis itu pada Dion. Dion hanya mengangguk kepadanya. "Hmmm, nama kamu siapa?" Dion hanya terdiam sambil menatap sepatu yang di berikan Papa-nya itu. "Kamu bisu yahh?" Matanya membelalak dan langsung menoleh pada gadis kecil tadi. "Enggak," ucapnya dengan penuh penekanan. "Ohhhh.. nama kamu siapa?" Lagi-lagi Dion hanya berdiam saja sambil menatap gadis itu. Gadis itu jadi sedikit kesal pada Dion karena terus diam saja. "Gak punya nama ya? Hmmm... aku panggil kamu Banteng aja deh." Dion mengangguk setuju. "Kenapa panggil aku Banteng?" "Soalnya itu binatang kesukaanku, kata Papaku kalau Banteng itu kuat dan gagah." "Nama kamu siapa?"
"Karena aku suka Maung juga, jadi nama aku Maung. Panggil aku Maung yahh Banteng" Gadis itu tersenyum ria menatap Dion. Dion tersenyum karena terpesona melihat senyuman gadis itu. Dia jadi merasa ada penyemangat dalam hidupnya. "Bunga itu buat siapa?" Gadis itu menunjuk Mawar yang ada pada genggaman Dion.
Part 13: 12. Relationship? Halooo para Readers.. Gimana kabar kalian??? Dapet salam dari bang Rendy yang mau tanding nihh... Hueehehehehe... Mungkin karena liburan sekolah sudah mulai, sepertinya author akan sangat cepat mengupdate cerita ini... Tapi gak cepet buanget juga sih hehehe, karena ini tergantung mood yahhh... Ya... soalnya saya suka sedih sih liat votenya, jadi serasa cerita saya tuh kurang menarik dan gaje... Jadi kalo liat votenya suka jadi males bikin ceritanya... hehehehe #kodebadag POV Author
Sudah seminggu Rissa tidak bicara dengan Rendy. Ia masih terbayang-bayang dengan kecupan Rendy pada malam itu, hingga ia demam seharian dan tidak masuk sekolah. Rissa sedang belajar di perpustakaan dengan Tami. Rissa sudah memberitahu Tami tentang kecupan pada malam itu, dan alhasil Tami pun syok dengan apa yang di beritahu Rissa, yang tidak merasakannya saja bisa syok ... apalagi yang merasakannya ya. Bukannya belajar untuk UAS, Tami malah menceloteh tak jelas tentang kecupan Rissa dengan Rendy pada malam itu. "Riss, lo baper gak sih?" "Riss, gue rasa Rendy suka sama lo." "Please deh Tam, ini perpus ... kalau mau ngobrol di luar aja!!" Bisik Rissa penuh penekanan. "Hehehe, sorry Riss," seru Tami. Rissa membolak-balikkan buku kimianya tanpa membacanya. Badannya sedang berada dalam perpus namun pikirannya tidak ada pada tempatnya. Lagi-lagi ia masih memikirkan kecupan waktu itu. Entah, aku bingung harus bagaimana. Mungkinkah rendy saat itu bercanda? Tapi Rendy tidak akan bercanda sampai keluar batas seperti itu. Saat di mobil pun ia tertawa-tawa karena membicarakan kembali komentar di Ig-nya, itu ... seperti tidak terjadi apa-apa. Dia seperti melupakan kecupan itu. Batin Rissa Kring... kringg... kringg
"Suara bell Riss!! OMG itu 3 kali suara bellnya ... yeyyyyyy kita pulangg..." Tami memelukku riang karena bell pulang berbunyi sebelum waktunya. Siswa-siswi di perpustakaan pun bersorak ria hingga penjaga memarahinya dengan pukulan rotan. Seketika perpus hening kembali. Rissa dan Tami pun segera cepat keluar dari perpustakaan dan mengambil tas mereka yang berada di kelas. Semenjak kejadian kecupan itu, setiap istirahat Rissa selalu mengajak Tami ke perpustakaan. Makan pun mereka di perpus hingga mereka pernah tertangkap basah lalu di usir dari perpus gara-gara ketahuan makan disitu. "Riss nonton tanding futsal yukk," ajak Tami. "Tanding futsal? Kapan?" Rissa meraih tasnya itu. "Sekarang, jam 4 paling." "Enggak ah, lagian juga pasti Rendy ikutan main. Gue canggung ngeliat dia," ucap Rissa sedikit mengumpat. "Please lah Riss, tadi gue liat bbm terus ... liat pmnya kak Erhan tulisannya 'Futsal' gue pengen liat dia Riss, udah 4 hari gue belum liat dia," ucapnya memohon-mohon pada Rissa. Rissa mendecak pasrah saat melihat temannya seperti ini. Jika permintaan Tami belum di laksanakan, Tami pasti akan menjadi-jadi. Tami saat itu pernah bilang kalau ia suka dengan Erhan, walaupun Rissa sudah melarangnya karena Erhan sudah punya pacar, tetap saja Tami terus menyukainya. Cinta memang sebercanda itu. Rissa pun duduk bermalas-malasan di bangku kelas bersama Tami. Penghuni kelas sudah berhamburan kecuali Rissa dan Tami, jam masih pukul 12.40 sedangkan mereka harus menunggu tanding futsal jam 16.00. Alhasil mereka harus menunggu 3 jam 20 menit untuk itu.
Part 14: 13. He's Birthday Hayyyyyyyyy para Readerssss.... Gimana kabarnya???? Aku pengen tau dong tebakan-tebakan kalian tentang ending cerita ini kaya gimana? Please jawab yahh....
Rissa sangat kedinginan hari ini, angin-angin yang berhembus pada pagi hari ini sangat menusuk poriporinya itu. Hari ini adalah hari pertama ia UAS dan sungguh hari ini bertepatan dengan tanggal ulang tahun Rendy, 22 November. "Rissaaaa ada yang jemput kamu tuhhh, cepet ke bawahnya!!" Teriak mamahnya Rissa dari lantai bawah. "Iya mahhhhh bentarr, Rissa ngebenerin rambut dulu," ucap Rissa.
"Cepetttt!" Bad hair day, rambutnya sangat susah diatur hari ini dan butuh untuk satu jam merapihkan rambutnya yang tak beraturan itu. Masalahnya sekarang adalah ada yang menjemputnya hari ini, tumben sekali kan ada yang menjemput seorang Rissa ... jadi dia harus ekstra cepat-cepat merapihkannya. Dengan kecepatan maksimal, akhirnya butuh waktu 15 menit untuk merapihkan rambut yang tadinya kribo menjadi lembut bak iklan sampo. Rissa melirik jam dindingnya, jarum jam sudah menunjuk pukul 06.20. Ia pun langsung cepat-cepat menuruni tangga karena takut terlambat UAS, dan ingin melihat siapa yang menjemputnya itu. Rissa langsung menuju kearah ruang makan karena saat ia melongok ke arah ruang tamu tak ada siapapun disana. Ia mendengar suara orang sedang berbincang-bincang di ruang makannya. Rissa mendongak dan dia terkejut saat melihat Rendy dan Dion yang ternyata hendak akan menjemputnya. Demi apapun ngapain mereka berdua jemput gue?? Batinnya. Semua orang yang sedang mengobrol pun langsung menoleh ketika menyadari bahwa Rissa sudah turun kebawah. Mamahnya pun menghampirinya. "Riss, kamu kok lama banget sih? Terus itu kenapa ada dua orang yang mau jemput kamu? Mamah kan jadinya bingung harus gimana," bisik mamahnya. Entah, Rissa jadi ikutan bingung saat ini. Untuk apa 2 manusia famous ini rela-rela menjemput dirinya yang seperti beast? Akhirnya Rissa pun punya solusi lalu dia langsung menghampiri Jeremy. "Hmmm kak, jadi kan bareng sama aku?" Ucapnya menepuk pundak Jeremy. Jeremy menoleh pada Rissa dan menatapnya bingung. "Kapan gue bilang mau bareng sama lo?" Mati gue... Ini orang kenapa susah banget diajak komprominya? Lirih Rissa penuh penekanan dalam hati. Rissa menatap Jeremy kesal, dan Jeremy hanya nyengir penuh kepuasan. Mampus lo.. Batin Jeremy. "Ya udah yuk Riss, bareng sama gue!!" Dion berdiri lalu menghampiri Rissa. Melihat Dion yang langsung mengajak Rissa, Rendy pun langsung berdiri dan menghampiri Rissa tak mau kalah. "Udah lah Riss, waktu itu lo udah janji kan mau bareng sama gue?" Ajak Rendy tak mau kalah. "Kamu lupa yahh janji semalem?" Ucap Dion. Janji apa sih?? Rissa menatap mereka bingung.
"Riss gue kan ulang tahun sekarang, masa lo gak mau bareng gue?" Gue serasa kaya emaknye mereka -_-
Part 15: 14. Baper (1) Karena saat di part kemarin vote+comment tidak sampai 15 jadi saya usahakan untuk menulis lagi saja.... Disitu author cuma ngetest aja sih, gimana rasa ambisiusnya diri kalian pada cerita author.... Dan ternyata kalian tidak seambisius itu pada cerita yang author tulis... Hiks hiks hiks.....
POV Rissa
Aku sangat canggung saat melihat kearah pintu aula, banyak sekali laki-laki yang melihatku dan yang membuatku sangat canggung adalah ada kak Dion dan teman-temannya yang melihatku. Gerakan demi gerakan tari sudah kuhapal sekarang, tinggal H-6 pensi sekolah akan dilaksanakan. Guru ekskul tari disini sudah tau kalau aku pernah menjuarai tari traditional se-provinsi, akhirnya dengan desakan para guru, Rendy, dan teman-teman sekelas aku pun menyanggupi tampil nari saat pensi. Latihan yang sangat melelahkan. Saat aku sudah menyelesaikan latihanku itu, aku pun menoleh pada pintu aula ... cowo-cowo yang melihatku tadi sudah berhamburan keluar kecuali kak Dion dan teman-temannya. "Istirahatnya 1 jam yah," ucap kak Livie kepadaku. Aku mendengus saat kak Livie pengajar tariku disini memberitahu kalau istirahatnya hanya satu jam, gak pendek aja kan itu waktu. Aku pun menyenderkan kepalaku pada sofa aula, seketika aku lihat Dinda menghampiri diriku, aku pun langsung duduk tegap sambil menoleh padanya. Dinda tersenyum padaku lalu duduk di sebelahku. "Lo keren banget Riss, cowo-cowo aja tadi sampai terpesona liat lo." "Makasih Din," ucapku. "Mau ke kantin gak?" Ajak Dinda. "Males jalan hehehehe... lo kalau mau ke kantin ke kantin aja." Dinda pun bangun. "Ya udah gue ke kantin yah, lo mau nitip apa gitu?" Tawarnya. "Kayanya engga deh." "Okayyy..." Dinda pergi menuju kantin. Agar tidak jenuh aku pun meraih ponselku lalu membuka fitur Ask fm, aku lihat
disitu ada 5 ask yang masuk padaku. Imp Rendy dong Dyandra Nadia Desc Rendy Yunitami Fransisca Udah berapa tahun sahabatan sama kak Rendy? Ciee friendzone sama kak Rendy Pap bareng gue Rendy Prayudi Affan Semua ask itu tentang Rendy semua, aku suka malas membalas ask mereka ... apalagi jika pertanyaan itu dari para anon dan aku sudah menyimpulkan bahwa anon itu adalah para dedek gemes Rendy. Tiba saja aku merasa ada yang duduk di sebelahku, aku pun mendongak kepada seseorang yang duduk itu. Kak Dion, dia sedang menatap handphoneku yang sedang membuka aplikasi Ask fm. "Wihh Rendy semua," ucapnya, "huahahahahaha itu ada yang nanya lo friendzone." Kak Dion tertawa sambil menunjuk-nunjuk ponselku. Aku menatapnya dengan wajah datar. "Kenapa?" "Gak, ngomong-ngomong lo nanti nari pas pensi?" Tanya kak Dion penasaran "Menurut kak Dion gimana?" Aku menatap wajah tampannya sambil tersenyum padanya. "Ohhh, bagus lah," ucapnya, "Itu asknya bales dong!!" Lanjutnya mengalihkan perhatian. "Males kak," sahutku.
Part 16: 15. Baper (2) Hayyyy para Readerrrsssss...... Maaf kalo ada typo atau ceritanya gaje hehee.....
"Ngapain kesini?" Ucapku ketus. "Emang gua mau silaturahmi gak boleh? Ya udahlah kalau gak boleh mendingan pulang." Kak Dion langsung berbalik lalu menuruni tangga teras. Kenapa dia jadi pulang? Padahal kan aku hanya pura-pura ketus padanya. "Ehhhh... ja-jangan kakk!!" Seruku menghentikannya. Ia menoleh lalu tersenyum padaku. "Ternyata pancingan gua manjur juga." "Ishhhhh..." cibirku, "ayo cepet masuk!!"
Tiba-tiba saja dia merangkulku, aku pun menoleh padanya yang ternyata menatap diriku juga. Mata hitamnya membuatku tak berkutik saat ini, aku hanya bisa menunduk agar bisa menghindarinya. Menghindar dari perasaan baper. Ia terus merangkulku saat aku mengajaknya ke ruang keluarga. Kak Ressa pasti sangat terkejut saat dia melihat kak Dion, melihat orang yang pernah menyakiti adiknya dulu. "Kak ini lepasin dong!!" Aku menggoyang-goyangkan bahuku agar rangkulannya terlepas. "Diem!!" Ucapnya menatapku tajam sambil mempererat rangkulannya. Rendy... tolong aku!!! Kali pertama aku mengenal kak Dion, aku kira dia sangat baik, ternyata ... dia tidak seperti apa yang aku pikirkan. Aku masih ingat perlakuannya kepadaku saat 2 tahun yang lalu, jika fansnya itu tau mereka pasti sangat tidak akan menduganya. Kak Jeremy juga pernah bilang kalau kak Dion itu tidak seperti apa yang ada di depan, makanya kak Jeremy pun kurang suka kalau aku berdekatan dengannya. Kak Dion melirik kepadaku saat ia lihat ada seorang perempuan yang tidak ia kenal sedang menonton TV. "Siapa dia," bisiknya. "Itu kak Varessa, dia kakak Rissa yang tinggal di Perancis." "Whoaaa, baru tau gua kalo lu ternyata punya kakak cewe," serunya girang, "kalo dilihat dari samping sih dia lumayan cantik juga." "Dia udah punya suami kak." Aku memukul perutnya dengan siku. "Awwww," ringisnya, "tapi gak apa lah yah, yang penting gua bisa milikin adeknya." Adek? Adeknya siapa nih? *pura-pura bego. "Kak, ini lepasin dulu dong rangkulannya!! Takutnya disangka kak Ressa kita ada apa-apa," seruku. "Bukannya kita ada apa-apa yah?" Dia pun melepaskan rangkulannya. "Rissa udah pernah bilang kan, kita itu gak pa--" "Udah lah, gua pengen lu ngenalin kakak lu ke gua." Kak Dion langsung mendorong bahuku untuk menghampiri kak Ressa. Kak Ressa yang sedang menonton TV itu tak menyadari kalau aku dan kak Dion sedang berada di belakangnya. "Kak," panggilku pada kak Ressa. Ia pun mendongak kearahku. "What?" "Ada yang mau Rissa kenalin." "Siapa?"
"Kakak bangun aja dulu!!" Kak Ressa pun bangun menuruti permintaanku. Ia berbalik lalu membelalakan matanya saat ia melihat kak Dion. "KAMU??" tunjuknya pada kak Dion. Kak Dion mengerutkan dahinya bingung seraya langsung melihat kearahku. Kak Ressa pun menatapku dengan tajam. Entah, keadaan seperti inilah yang saat tadi ingin aku hindari.
Part 17: 16. Pensi (1) Hayyy para readers, gimana? Kalian udah tau arti dari bahasa Thailand yang diucapin Rendy belum? Maaf kalo di part ini gaje atau banyak typo.... POV Rendy
"Udah siap?" tanyaku meyakinkan Rissa. Rissa merapihkan bajunya yang menurutku sangat luar biasa. Ia sedikit bercermin, walaupun sebagaimanapun wajahnya di mataku ia tetap cantik, apalagi yang paling aku suka adalah wajah saat dia bangun tidur, rambut yang berantakan, mata yang lesu, kotoran di ujung matanya. Entahlah, aku sangat suka saat dia seperti itu, seperti menunjukan sosok Rissa yang sebenarnya. Acara pensi hari ini sudah akan di mulai dengan pembukaan tarian Rissa, kepala sekolah, guru, dan siswasiswi lainnya sudah menunggu di depan panggung. Aku tahu saat ini Rissa pasti sangat dag dig dug serr, mengingat bahwa ada Dion yang kutangkap sedang melirik Rissa, melihat lelaki itu saja sontak aku jadi ingin langsung menonjoknya saat ini. Aku sedikit meringis melihat Rissa yang sangat ribet saat menaiki panggung, apalagi perhiasan yang sedang di pakainya sekarang, sangat banyak dan menyusahkan. Detik demi detik, menit demi menit, akhirnya tarian Rissa selesai dengan sangat riuh oleh keprokankeprokan para penonton. Aku akui pertunjukan Rissa tadi sangat membuatku terkesima padanya, di situ juga aku lihat para penonton laki-laki menatap Rissa seperti anjing yang siap meminta makanan. Itu membuatku geli sendiri. Jika diingat, Rissa padahal sering ditatap rendah saat SMP oleh para lelaki maupun wanita. Saat dulu malah Rissa sering di ejek si jerawat oleh siapa pun, aku juga pernah sekali menonjok seorang lelaki gara-gara ia menjelek-jelekan Rissa tepat di hadapanku dengannya, hingga aku sampai berhasil masuk ruang BP. Aku melirik Rissa yang sedang meminum sebotol aqua karena dia sangat lelah. Keringatnya mengucur di pelipisnya, dan dahinya, aku mencoba meraih tisu yang dari tadi berada di dekatku dan mengelapkannya ke pelipis Rissa. Sontak Rissa pun langsung kaget dan menjatuhkan seisi aqua itu mengenai batu tarinya. "Oh My God, baju gue Ren."
"Ya ampun, maaf Riss, gue gak tau kalau lo bakal kaget cuman karena gue ngelapin pelipis lo itu. Arghhhh..," umpatku kesal pada diriku sendiri. "Gak apa-apa kok Ren, mungkin pas lagi minum gue terlalu di bawa serius," kekeh Rissa padaku. Dalam keadaan seperti ini saja Rissa bisa tertawa. Arghhhh Rissa beda dengan yang lain. "Gue butuh baju Ren, yang paling menyedihkan adalah gue gak bawa baju ganti," ujar Rissa pelan. Aku tak tahu bisa cari baju ganti dimana, baju yang di pakai Rissa saat ini sudah membanjirinya dengan air. "Coba tanya Tami deh," usulku. "Bukannya dia ke Solo yah?" "Oh iya gue lupa. Terus siapa dong Riss?" sahutku malu. Bodohnya diriku mempermalukan diri sendiri di depan Rissa, mungkin karena otak ini sudah tak lama lagi. Aku pun mulai bepikir, siapa yang akan meminjamkan baju Rissa? Jikalau Rissa masuk angin nanti dia sakit, terus nanti di rawat, terus nanti dia koma, dan yang parah lagi nanti Rissa mendahului untuk meninggalkanku. Parah-parah. "Lo tunggu disini dulu Riss," ujarku langsung bangun dari tempat duduk. "Mau kemana?" "Mau nanya temen-temen gue dulu, kali aja mereka ada yang bawa baju ganti." "Jangan tinggalin gue Ren, udah lah gak apa-apa pake baju basah juga, nanti juga kering sendiri, kan?" sahut Rissa tak rela ditinggalkan aku.
Part 18: 17. Pensi (2) Di multimedianya ada lagu Afgan noh yang Knock Me out, nyalain aja kalau kuotanya lagi banyakkk hehehd.... Yang kuotanya limit mungkin lain kali saja liat videonya, nanti kalian abis lagi. Kan nya'ahh... POV Author
Rissa menyapu matanya kepada riuhan para penonton yang dari tadi sudah mendesaknya. Ia masih disini, menunggu sang Guest Star yang kata anak OSIS itu sangat terkenal dan amat ditutup-tutupi. Sendiri mungkin sudah menjadi kebiasaannya semenjak ia masuk SMA, Rendy pun sudah tidak seperti dulu ... yang suka bermain kerumahnya tiap pulang sekolah. Sudah 2 jam Rissa di perkumpulan para penonton itu. Ia merasa seperti anak hilang. Ponselnya sudah mati saat ini. Entahlah, sepertinya nanti Rissa harus pulang naik busway atau taxi. Panggung sudah ditaiki oleh mc yang sedang berbicara tentang sang Guest Star, tiba-tiba saja ada seseorang yang berguman, "lo tau gak Guest Star-nya itu siapa?"
Rissa tersentak kaget. Ia refleks langsung menoleh ke seseorang yang tiba-tiba berbicara kepadanya itu. Lakilaki yang mengenakan baju hijau, batik yang di ikat dipinggangnya, dan rambut yang sedikit berantakan namun memberikan kesan hot untuk Rissa. Dion, laki-laki itu berada disampingnya sambil tersenyum melihat ke arah panggung. Ritme jantungnya sekarang berubah menjadi tak normal, berdegup-degup kencang bak ada lagu dangdut di dalamnya. "Sendirian aja?" tanya Dion yang langsung memberi efek lebih lagi ke jantungnya. Enggak kok, ini lagi sama jantung yang lagi nari-nari Caesar. "I--iya kak," ucap Rissa pelan. "Oh, pacarnya gak ada?" Kan pacarnya elo kak, masa gak inget yang beberapa minggu lalu lo tiba-tiba ngakuin gue pacar? "Hehe," jawab Rissa cengengesan, berbeda dengan lirihan batinnya. "Oh iya, gue kan pacar lo." Jantung Rissa saat ini sudah tak bisa ditangani. Ia butuh pendonor jantung, tolonggggg ia butuhhhh jantungggg saat ini.... "Gue bukan pacar lo kak," seru Rissa munafik. Gue pengen jadi pacar lo kak.... "Oke para penonton, kita saksikan sang Guest Star yang kita nanti-nantikan," ucap seorang mc yang langsung membuyarkan pikiran mereka berdua. Dentingan melodi pun mulai yang langsung membuat para siswa dan siswi menjerit kesenangan, apalagi para wanita yang mengetahui kalau yang jadi Guest Star itu Afgan. I wanna love you girl.. Satu lirik yang membuat sang penyanyi keluar dari persembunyiannya, Afgan datang dengan memakai jas biru dan rambut yang dioleskan pomade sukses membuat Rissa ikut menjerit. Dion menyilangkan tangannya di dada, sebenarnya ia tahu bahwa yang jadi Guest Star itu Afgan, namun entah kenapa ia tadi pura-pura saja bertanya pada Rissa. Telah kutemukan sebuah cinta yang kunantikan Ternyata engkau yang selalu kutunggu.. Hiasi hatiku Baby, you knock me out "Ternyata yang datang itu Afgan yah kak, dia itu penyanyi yang Rissa suka, udah ganteng, manis, lucu, baik, segalanya deh." Rissa menatap sang penyanyi sekaligus aktor itu dengan mata yang berbinar-binar. "Masih gantengan juga gua, Afgan mah jauh," cerocos Dion yang tak mau kalah dengan Afgan. "Sebelas dua belas lah kak, kak Dion dua belasnya, Afgan sebelasnya hehehe," gumam Rissa pelan.
Part 19: 18. He is Darian Hayy hay para readers semua, ini visualnya Rissa yang sempet-sempetnya selfie padahal bentar lagi mau take off ke Venice.... POV Rissa
"Bajunya udah?" "Udah mah." "Celana dal-" "Udah mah." "Makanya, kata mamah juga kalau mau siap-siap dari kemarin dong!! Dengerin kata mamah!!!" ujar mamahku yang sedari tadi cerewet akan liburan ke Venice. Kami sekeluarga akan pergi ke Venice - Italia. Tadinya kami berencana untuk ke Sydney, namun kak Geo mengusulkan untuk liburan ke Venice tempat dimana satu-satunya kota pejalan kaki di dunia (kabar buruk untuk kakiku). Hari ini sudah malam, besok pagi aku dan sekeluarga akan langsung take off. "Mamah tunggu di meja makan yah, cepetan beres-beresnya!! Semuanya udah pada nunggu di bawah," ucap mamah yang langsung meninggalkanku. Aku hanya bergumam saja menanggapi mamahku. Aku pun merapihkan bajuku yang akan pakai besok, lalu menggantungkannya di gantungan kamar mandi. Aku meraih iphoneku yang tersimpan di nakas. Aku disitu melihat banyak notif namun tak ada satupun yang masuk dari Rendy, yang ada hanya notif instagram tentang foto yang menandaiku. Sudah berkisar ratusan foto dan video yang telah menandaiku di instagram yaitu foto saat aku, kak Dion, dan kak Afgan sedang bernyanyi bersama. Entahlah, sepertinya aku akan jadi bulan-bulanan para siswa dan siswi di sekolah saat masuk setelah liburan nanti. Pernah saat aku melihat-lihat instagram, tiba-tiba saja ada satu notif di pemberitahuan. Aku pun menekannya dan itu sangat mengejutkanku, kalian tahu? Afgan memasukan dan menandai foto saat di panggung bersama kak Dion dan aku. Aku di situ sedikit syok karena tiba-tiba saja banyak orang yang jadi memfollowku di instagram. Aku jadi terkenal, teman-teman. Bahkan, foto-fotoku di instagram jadi membludak karena banyak yang ngelove. Aku bingung, padahal waktu itu aku hanya menyanyikan katakan tidak dengan suara yang jelek, tapi masyarakat-masyarakat instagram berkomentar kalau suaraku amat bagus. Mungkin videonya ada kesalahan teknis. Aku pun menyimpan ponselku di saku celana, lalu membuka pintu dan menuruni tangga. Sesampai di ruang makan, aku melihat bi Atun sedang menaruh piring-piring ke meja makan.
Aku pun duduk di sebelah kak Jeremy yang sedang asik membaca novel bergenre fantasi itu. "Kak, nanti gue pinjem novel lo yah buat bisa dibaca di Venice." "Tumben," ujar kak Jeremy ketus. "Buat pengisi kekosongan aja pas di pesawat." "Ya udah, nanti ambil aja di rak yang warna merah," jeda, "cieee yang jadi dikenal artis," sindirnya padaku. Di kenal artis? Jangan bilang kak Jeremy tahu kalau aku waktu itu nyanyi di panggung? Mati aku. "Maksudnya?" tanyaku sok bodoh. "Emang gue gak tahu apa, home instagram gue jadi banyak foto sama video lo waktu sama Afgan dan juga ... adek pacar gue," ucapnya, "Lo pacaran sama Dion?" tanyanya pelan, namun berhasil membuat jantungku kena bom. "Apa sih, gak jelas lo kak." Aku menyiukkan sesendok nasi dan satu ayam bakar yang membuat cacingcacingku joget sambalado. "Gak usah munafik lo, lo suka sama adeknya pacar gue kan?" tanya kak Jeremy yang langsung merebut centong nasi yang berada di tanganku.
Part 20: 19. Kebenaran (no 1) Hai para readers, maaf kalau ceritanya makin gaje atau apalahh hahaha, kalau ada kata-kata yg gak nyambung, dan typo, maafkeunnya... Dan satu lagi, jika kalian tidak suka dengan genre/jalan cerita ini mendingan langsung delete aja di perpustakaan kalian. Oke... POV Rendy Plung.. Suara pantulan batu yang kulemparkan ke danau memberikan efek yang sangat besar pada ikan-ikan yang ada di sana. Aku menatap danau kecil yang berada di hadapanku, sudah beberapa jam aku disini, merasakan hembusan-hembusan angin yang menusuk pori-pori kulitku. Aku menikmati udara-udara sejuk pagi ini. Hiasan hijau yang Tuhan gambarkan pada dedaunan, cat biru yang Tuhan lukiskan pada langit-langit, menjadi pengalihan pikiranku akan banyaknya masalah yang aku hadapi saat ini. I always knew after all these years There'd be laughter there'd be tears But never thought that I'd walk away With so much joy but so much pain And it's so hard to say goodbye But yesterday's gone
Aku memandangi ponselku yang sedari tadi bergetar dan memutarkan lagu Miley Cyrus itu. Ada seseorang yang menelfonku, tapi aku tak tahu itu siapa. "Hallo?" "Selamat sore, apakah ini dari saudara Rendy Prayudi?" ucap seorang wanita di seberang. "Iya, ini siapa?" "Saya dari pihak rumah sakit memberi tahu bahwa hasil tes kemarin bisa diambil sekarang." "Iya terimakasih, besok akan saya ambil hasil tes itu," ujarku langsung menutup telefon. Aku memikirkan saat tes kemarin, tak bisa ku pikirkan, mungkin sudah tak ada harapan lagi. Aku memandangi ponselku yang memiliki banyak sekali notif di sana, aku ingin membukanya, namun ... aku takut. Notif itu, ya aku tahu, itu dari sahabatku yang aku sayangi lebih dari sekedar sahabat. Aku mencoba untuk tidak menghubunginya, membaca LINE-nya, BBM-nya, dan SMS-nya. Aku sudah kalah. Aku sudah kalah untuk mendapatkan perhatian Rissa. Aku kalah dengan laki-laki brengsek itu. Aku sudah kalah taruhan dengannya. Dia sudah mendapatkan perhatian Rissa, bahkan kedekatannya sudah diketahui seluruh warga sekolah. Aku seharusnya tidak menerima taruhan yang diinginkannya, sebenarnya aku yang brengsek atau dia yang brengsek?
POV Author
Dion berjalan menuju lapangan yang telah dijanjikan untuk bertemu dengan Rendy. Ia meminta untuk bertemu dengannya hari ini, ia ingin mempertanyakan kenapa Rendy seperti punya masalah dengannya. Dion sudah melihat disana ada seorang laki-laki, ia yakini itu adalah Rendy. Dion sangat ingin menyelesaikan masalah ini dengan jantan. Di lain sisi, Rendy sedang berdiri sambil melihat seorang laki-laki yang kemarin sore meminta bertemu dengannya hari ini. Ia tahu, laki-laki itu pasti akan menanyakan kenapa ia sangat tidak suka dengannya. Saat ini Dion berada di hadapannya. Laki-laki itu memasukan lengannya di saku jaketnya seraya berkata, "gue mau ngomong sama lo," ucapnya. Rendy tersenyum menyeringai. "Lo tau, sebenernya gue yang pengen ngomong sama lo," ucapnya, "lo sama papah lo itu sama-sama brengsek, bangsat!!!" Rahang Dion mengeras, tangannya sudah mengepal kuat siap untuk meninju sebuah target. Ia sudah menahan emosinya jauh dari sebelumnya, dan sekarang ... Rendy malah menjadi-jadi.
Part 21: 20. New Year and New Problem
Itu visualnya Dion sama Dinda yahh Readerss... Jangan envy ahhh Maaf kalau ada typo POV Rissa
Aku membuka pintu mobil berwarna silver itu dengan hati-hati. Kutapakkan kaki jenjangku ke aspal jalan yang baru saja dihujani kapas putih itu. Malam ini cukup dingin, apalagi saat ini aku memakai dress yang kurang bahan berwana pink dusty. Hari ini, aku mendatangi pesta yang di adakan ESMOD bersama kak Geovani. Mungkin inilah sebabnya kak Geo meminta berlibur ke Venice, ternyata itu untuk mendatangi pesta bersama rekan bisnisnya. Saat di perjalanan, kak Geo berbicara ... bahwa sejak dia mengambil design yang di buat olehku, katanya sih design satu-satunya yang paling bagus. Ada suatu informasi yang membuat aku terharu, kau tahu? Kak Geo memberi tahu ... bahwa rancanganku telah di buat menjadi baju, lalu ditampilkan di acara fashion show. Saat itu, pihak ESMOD langsung memberikanku beasiswa untuk masuk ke sekolah itu. Sontak perasaanku disitu langsung senang, sebenarnya sudah lama aku ingin sekolah di kampus designer terkenal itu, namun ... aku agak tidak sregg kalau harus pindah ke Perancis. Kalau saja Perancis itu berjarak antara Jakarta dengan Bogor, pasti aku akan menerima sebesar-besarnya masuk kesitu. Aku berjalan dengan sangat terpatah-patah karena high heels yang tingginya 7 cm itu. Bahkan, saat aku berjalan berdua dengan kak Ressa, aku dan dia hampir tingginya sama, kau tahu lah bagaimana tinggi seorang model? Aku, kak Geo, dan kak Ressa sudah disambut oleh para bodyguard yang sudah menjaga di pintu utama. Bodyguard itu memberi kami hormat yang amat sopan, aku pun membalasnya dengan senyuman tanpa memperlihatkan gigi. Gedung yang besar, elegan, dan casual. Sungguh, aku sangat nyaman berada disini, jika boleh aku ingin terus di sini kapan pun. Semua mata pun langsung melihat diriku saat aku sudah memasuki gedung, sebegitukah penampilan diriku? Munkinkah ada yang salah denganku? Aku merasa risih dengan pandangan-pandangan mereka kepadaku, apalagi dari tadi aku terus di lihati para laki-laki dan sesekali mereka bersiul sambil melihatku. Jijik sekali. "Ekhemm..," deheman kak Ressa membuatku menoleh padanya. "What?" tanyaku sambil mengendikan bahu. Kak Ressa tersenyum padaku. "Gak sadar apa dari tadi diliatin terus?" "Udah lah, mungkin mereka merasa aneh ada cewek culun masuk sini," ujarku. "Culun? Mana ada cewe culun disiulin sama cowo-cowo bule? Kamu itu cantik Rissa. Please deh jangan gitu, kalau kamu cantik buat apa itu si Dion-Dion ngakuin kamu pacar?" sahutnya seraya mencubit pipiku. Kak Dion? Arghh sudahlah. Kak Geovani tiba-tiba saja berhenti pada seorang laki-laki paruh baya, dan ia pun berjabat tangan dengan laki-laki itu yang aku yakini ialah rekan kerjanya. Obrolan yang cukup lama, aku dan kak Ressa sedikit
bosan dengan bisnis yang mereka bicarakan. Aku pun langsung meraih ponselku untuk membalas chat yang belum aku balas dari laki-laki yang aku temui di pesawat itu. Darian Curter: Where are you? Adintya Larissa: Gedung, kenapa? Tak lama, ponselku pun bergetar. Darian Curter: I want to see you in the night of the new year today. Tiba-tiba saja aku dikagetkan dengan tepukan kak Geo pada bahuku. Aku pun menoleh padanya. "Apa kak?" "Rissa, kenalkan ini rekan kerja kakak sekaligus pemilik gedung besar ini. Dia sudah tahu kamu lohh, di sini kamu sudah terkenal." Sontak aku langsung kaget.
Part 22: 21. Pernyataan Hayyy para readers, suaranya coba testt di comment ini!!!! Egila, author suka kesel deh sama yang silent readers... ayo dong mana suaranya buat cerita ini???????????? Bagi para fans Dion dan Rendy juga boleh kokkk, ayoooo dong kalian coment disini!!!!! Oy oy oy... POV Author "Tam ekskul gak?" "Yess miss." "Gile lo, baru juga masuk udah ekskul, ahhh bukan temen lu mahh," ujar Rissa tak terima. "Kan gue mau lomba Riss." Tami mengambil parfum di tasnya, lalu menyemprotkannya. "Ya udah deh, kayanya gue bareng si Rendy aja, gue duluan yah Tam, dah." Rissa pun keluar kelas sambil berlari. Rissa melongok-longok ke arah lapangan sambil berjinjit-jinjit mencari batang hidung Rendy. Saat ia pulang dari Venice, Rendy baru membalas chat, Line, dan BBM dari Rissa, lalu ia beralasan pergi ke Kalimantan dan hpnya lupa dibawa kesana. Rissa kurang percaya dengan apa yang dibilang Rendy, tapi apa boleh buat ... yang penting ia bisa bermain lagi dengan sahabat tersayangnya itu. Rissa pun duduk di dekat pohon yang ada di lapangan. Ia memainkan ponselnya yang tak memiliki notif dari siapapun. Sepi, ya ... seperti hatinya saat ini. Ia pun membuka galeri fotonya yang di kunci dengan pola 'R', dengan melihat-lihat foto dirinya dengat sahabatnya dari SD dulu. Masa yang lucu, memori tentang dirinya dengan Rendy tiba-tiba saja muncul di otak kecilnya. Ia ingat saat dirinya dengan Rendy yang berkemah di belakang rumahnya, saat itu ia masih SD kelas 4, ia masih culun dengan rambut yang masih sering di kepang dua. Ia juga masih ingat saat mereka berdua pernah mabal saat SMP, masa yang menyenangkan. Lucu sekali, ia membayangkan kala ia dan Rendy sudah tua, lalu berkumpul bersama istri Rendy dan suami Rissa, ia juga punya rencana untuk menjodohkan anaknya dengan sahabatnya. Sungguh lucu sekali. Rissa tak tersadar jika ia senyum-senyum sendiri sembari melirik ke ponselnya, hingga ada seseorang laki-
laki melihat dirinya seperti itu dan kini ia menghampirinya. Tiba-tiba laki-laki itu pun duduk di sebelahnya dan menatap Rissa yang berperawakan tinggi, cantik, manis, rambut yang dikuncir, dan bibir yang kemerahmerahan. "Hey!!" Rissa terkejut setengah nyawa, dan memegang dadanya sambil melafadzkan, astaghfirullah batinnya. Ia pun menoleh pada si keparat yang mengagetkannya. "Apaan sih?" "Hallo, kita baru ketemu lagi yah," ucap laki-laki itu melambaikan tangannya. Rissa mendengus. "Kak Dion? Ngapain kesini?" Pertanyaan yang sebenarnya bullshit, ia sok-sokan jutek padahal sebenarnya ingin bermanja-manja (baca: Gengsi). "Gak kangen sama kakak?" ujar Dion asal. "Gak!!!" Pernyataan bullshit lagi. "Jadi, Rissa gak sayang dong sama kakak?" "Gggakkk!!!" Oalahhh, ini lebih bullshit. "Ya udahlah, ngomong-ngomong ... Rissa lagi sendiri? Nungguin siapa? Mau dianterin pulang?" Singkat dan cukup padat. Dion tak akan menyerah untuk memenangkan taruhan ini. "Gak usah kak," ujarnya terpaksa. Pernyataan bullshit yang selalu Rissa lontarkan itu sedikit membuatnya tak rela untuk mengucapkannya. Entahlah, perasaan gengsi yang menjangkit dirinya saat ini sudah menyebar keseluruh tubuhnya.
Part 23: 22. Try Bonus nihh buat hari ini, Author nerbitinnya cepet yahh hahaha.... Chapter ini cuma sedikit Maaf ya kalau cerita aku makin gaje... Aku orangnya moodian, jadi maaf aja kalau gaje hahaha... Cerita ini bentar lagi mau udahan nih, gak kerasa yahh..
POV Author
Rendy berjalan menuju garasi, ia berniat untuk mengantar Rissa pagi sekali. Sudah dua bulan kejadian itu terjadi, Rissa jadi agak menjauhinya. Setiap Rendy akan mengantarnya, pasti dia sudah pergi dahulu dengan Jeremy. Pernah suatu kali Rissa membalas LINE darinya, namun itu hanya untuk menanyakan COC dan PR. Ia merasa bersalah, ia salah karena sudah mengungkapkan semuanya, ia harus sadar, Rendy dan Rissa hanya sepasang sahabat, bukan sepasang kekasih. Rissa jadi bersikap sedikit dingin padanya, omongannya begitu singkat, padat, dan jelas. Rendy pun menaiki motor barunya yang berwarna hijau pemberian ayahnya saat ia ulang tahun. Bremmm.... Suara geraman motor yang berbunyi menghantui pagi ini yang masih gelap. Ia rela untuk bangun jam 4 subuh untuk bisa berangkat pagi mengantar Rissa, padahal ... biasanya rendy bangun jam setengah 6 pagi. Rendy pun menggas motornya dan keluar dari gerbang rumahnya. Rumah Rendy dan Rissa hanya berjarak 200 m, rumahnya hanya berbeda blok saja, Rendy blok C, dan Rissa di blok D. Rendy pun terus menjalankan motornya walaupun komplek masih sepi, bahkan jangkrik pun masih berbunyi di pagi hari ini. Akhirnya, ia pun sampai di rumah bergaya Victoria bernomor 122, dan berwarna putih itu. Rumah Rissa cukup besar, rumah itu berlantai 3 dengan 5 kamar dan 7 kamar mandi di dalamnya, lalu terdapat kolam renang dan tempat gym. Keluarga Rissa cukup kaya, ayahnya itu CEO dari perusahan batu bara, dan ibunya pemilik butik yang terkenal. Pantas saja, Rissa bisa membuat design baju, dan kakaknya seorang model yang terkenal, karena itu sudah menurun dari sang ibu tercinta. Jeremy, ia sudah pasti menjadi pewaris perusahaan batu bara yang sudah terkenal di kalangan pembisnis. Rendy adalah seorang anak Dokter, yang mempunyai ibu berkewarganegaraan Thailand. Sungguh lucu, saat ayahnya Rendy yang bernama Ari, ia bertemu dengan gadis yang bernama Pimtha. Kejadiannya sudah berpuluh-puluh tahun yang lalu, saat itu ayahnya Rendy di datangi seorang pasien yang habis kecelakaan, lalu ia pun menjadi dokter yang menanganinya. Disitu ayahnya Rendy sangat kasihan kepada perempuan yang dianggapnya sangat menyedihkan. Perempuan itu lumpuh, ia perkirakan perempuan itu hanya punya kesempatan 30% untuk bisa berjalan lagi. Saat sudah diberitahu, Pimtha sangat histeris dan tak bisa menyangkal kalau kakinya sudah tak bisa bergerak, semuanya kaku dan tak berasa. Ari mencoba menyemangati pasien yang sedih tak berdaya itu. Akhirnya, Ari pun membujuk untuk melakukan terapi dan memberitahu Pimtha kalau ia hanya punya kesempatan 30% untuk belajar. Dengan satu gerakan senyuman, Pimtha menganggukan keinginannnya untuk bisa berjalan. Seiring berjalan waktu, walaupun cukup bertahun-tahun, akhirnya Pimtha bisa berjalan lagi dengan sempurna. Sejak terbiasanya ia bersama Ari, Pimtha jadi merasa punya perasaan pada laki-laki itu. Hingga suatu hari, saat Pimtha akan pulang ke Thailand, Ari mencegahnya dan ingin berbicara sesuatu pada perempuan itu. Ia menggenggam tangan Pimtha dan berbicara, "maaf Pim, saya menyatakan ini dengan terlambat," ucap Ari seraya menatap Pimtha, "Will you marry me Pimtha Sujira?" Rendy menghembuskan nafasnya dengan pelan, ia menekan tombol bell dengan hati-hati.
Ting.. Nong.. Suara bell berbunyi dengan sangat keras. Ia mencoba menatap pagar itu dengan berharap, berharap Rissa membukanya, dan bersedia menaiki jok belakang motornya yang sudah rindu pada sahabat kecil Rendy. Rendy akhirnya mendengar suara pagar yang akan dibuka, saat dibuka, Itu, Hanya bi Atun. "Eh den Rendy, ada apa kesini pagi-pagi?" tanya bi Atun yang masih mengenakan daster tidurnya. Rendy tersenyum. "Ada Rissanya, bi?" "Oh non Rissa, baru aja tadi ia berangkat sekolah, den." Rendy menarik nafasnya lesu, ia pun tersenyum miris pada bi Atun. "Oh iya, tadi dia berangkat sama siapa ya, bi?" "Bi Atun liat sih, tadi non Rissa jalan kaki ke jalan raya. Pas tuan mau nawarin buat di anter, non Rissa malah nolak, terus alesannya sambil olahraga pagi gitu, den," ujarnya dengan nada serius. Rendy pun mengangguk dan tersenyum paksa. Ia lesu, lunglai, dan tak berdaya. Rendy menyalami bi Atun, lalu ia menaiki motornya yang sudah nangis kejer-kejeran merindukan sang rembulan. Motornya saja bisa rindu, bagaimana Rendy coba? -______-
Rendy berlari berusaha menangkap lengan Rissa. Ia ingin mencoba dan terus mencoba agar hubungannya tidak secanggung ini. Happ.. Dengan segala kekuatan, Rendy berhasil menangkapnya. Ia pun menarik Rissa hingga ia berhadapan dengannya. Rissa mentautkan alisnya. "Kenapa?" Rissa pun melepaskan lengannya dengan kuat. "Gue mau bicara sama lo," sahut Rendy dengan nada rendah. Rissa menggigit bibirnya. "Eh Ren, gu-gue tadi dipanggil guru perpus, gue pergi dulu ya." Rissa membalikkan tubuhnya, namun dengan sigap ... tangan Rendy menahannya. Rendy membenarkan posisi Rissa hingga seperti semula. "Please, ini cuma sebentar." Rissa diam tak bergeming sekalipun, ini tanda ia siap mendengar kata-kata yang Rendy lontarkan. "Buat kejadian dua bulan yang lalu itu, gue minta maaf. Mungkin karena ini lo jadi agak menjauh sama gue, lo jadi agak beda Riss, lo berubah. Maafin gue, gue emang salah, gue pengin lo anggap aja itu semua cuma angin lalu, gue pengin kita kaya dulu lagi, gak kaya gini." Rendy menatap Rissa dalam-dalam. Mata Rissa melihat ke arah lain, namun telinganya mendengar semua kata yang ia tak suka. Rissa pun
melirik Rendy. "Emang gue berubah yahh, lucu banget lo," ucapnya cengengesan, "udah lah, gue nanti di marahin bu Rina lagi gegara belum dateng ke perpustakaan." Rissa pun berbalik, namun Rendy berhasil lagi menangkapnya dengan cepat. "Gue serius!!! Gue mohon jangan jadiin ini bahan bercandaan, Riss," seru Rendy sedikit membentak. Rissa melepaskan genggaman Rendy dengan kasar. "Lo tuh kenapa sih? Gue rasa lo yang berubah Ren, lo jadi alay tau gak?" Rissa pun pergi meninggalkan Rendy. Rendy mengacak-acak rambutnya. "Arghhhh," geramnya. . . . . Bersambung. Maaf yahh kalo part ini sedikit, karena author niatnya bikin part ini sedikit.. Maaf juga kalau gaje... See you byee
Part 24: 23. The Bet Bentar lagi mau udahan nihh, hahahaha.. Gak kerasa yahhh udah 3 bulan huhuhu... POV Rissa Aku duduk di kamarku dengan perasaan penuh sesak di rongga dadaku. Pembicaraan Rendy saat minggu kemarin, dan 2 bulan yang lalu itu ... masih terngiang di otakku. Sesekali aku hanya bisa meneteskan air mata saat aku mengingat itu. Aku kecewa padanya, bagaimana bisa persahabatan yang dibangun selama bertahun-tahun bisa hancur karena perasaan lebih dari Rendy? Aku tak menyangkal Rendy akan mencintaiku, bahkan aku saja seorang wanita yang biasanya baperan pun tidak ada perasaan apa-apa pada Rendy. Pantas saja, kak Varessa dan kak Jeremy benar, Rendy mempunyai perasaan lebih padaku. Aku pun membaringkan tubuhku, memejamkan mataku untuk melupakan semuanya sejenak. Aku tak tahu harus bagaimana lagi dengan Rendy, semuanya jadi serba canggung, bisa kau bayangkan, ketika kau sudah bersahabat dengan seseorang laki-laki selama bertahun-tahun, lalu tiba-tiba lelaki itu menyatakan dia mencintaimu. Apa yang kau rasakan? Semuanya jadi serba salah kan? Canggung. Tok tok... Aku mendengar suara pintu diketuk dengan pelan. "Siapa?" ucapku berteriak. "Ini mamah, Riss," ujar mamahku berteriak juga.
Pintu pun dibuka. Aku melihat seseorang yang melahirkanku itu menghampiriku dengan wajah yang terlihat kelelahan. "Rendy datang lagi tuh, dia minta buat ketemu kamu," sahut mamahku dengan wajah datar. "Mahh," ujarku memelas, "kan Rissa udah bilang, kalau Rendy dateng kesini nyariin aku, bilang kek kalau aku kemana gitu." Mamahku mengerutkan dahinya. "Kalian tuh kenapa sih? Perasaan kok dulu gak gini-gini amat," ujarnya penasaran. "Udah lah mah, bilang aja Rissa lagi tidur gitu, kecapean." Aku pun menarik selimut dan menutup tubuhku setengahnya. Ia pun mendengus. "Ya udah," ucapnya samar-samar. Suara langkah kaki mamahku pun terdengar menjauh, aku tak kuasa melihat Rendy hari ini, benar-benar tak mau. Aku mencoba tertidur walaupun kantung mataku sedang tak ingin tidur, padahal sekarang sudah jam 11 malam, dan berani-beraninya ... Rendy datang semalam ini hanya ingin bertemu denganku. Aku berusaha untuk menghitung domba, namun tak berhasil. Mataku ini benar-benar sialan, saat aku mengantuk, aku sedang banyak tugas, dan saat aku berusaha untuk tidur, aku tak ingin tidur. Ahhh. Tiba-tiba saja aku mendengar suara pintu terbuka lalu, aku mendengar suara langkah kaki mendekat. Aku tak bisa melihat itu siapa karena, aku sedang pura-pura tidur saat ini. Orang yang memasuki kamarku itu sekarang duduk di pinggir kasurku. Aku sedikit terkejut di dalam hati, orang itu sekarang mengelus-elus pipiku, memainkan rambutku, lalu menggenggam tanganku. Aku sangat ingin membuka mataku namun, aku ingin tahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya. "Riss." Aku kenal suara itu. "Lu tidur ya?" Ya ampun. "Maaf yah gue dateng malem-malem." Itu Rendy. Jantungku pun berdegup kencang tidak sesuai dengan ritmenya, saat dia menggenggam tanganku erat. Aku dengar dia menghembuskan nafasnya kasar, aku yakin pasti dia mengacak-acak rambutnya saat ini. "Maafin gue yah," lirihnya, "Gue berani ngomong banyak kalau lo lagi tidur. Sebenernya sih udah banyak rahasia yang gue ceritain ke lo cuman, gue beraninya waktu lo tidur. Maafin gue yahh sahabat kecil."
Part 25: 24. Far Away POV Author Rissa terdiam sambil menikmati angin malam yang semilir mengibaskan rambut-rambutnya. Hatinya masih sesak saat kejadian 3 hari yang lalu itu, ia sudah tak lagi hidup dalam persemayangan kebahagiaan. Rissa
menjadi lebih pendiam, bahkan sesekali bu Aisyah menegurnya karena ketahuan bengong saat di pelajarannya. Hidupnya seperti Flappy Bird, dinaikkan lalu dihempaskan, setelah itu dinaikkan kembali dan dihempaskan kembali, begitu seterusnya. Rissa pun menyadari, Rendy benar-benar menjauhinya, menepati permintaannya saat itu. Namun, ia merasa kosong di sela-sela harinya, walaupun ada Tami dan Orang tuanya yang selalu berada di dekatnya. Dia merasa hampa, bahkan sekarang ia telah menghapus nomor, kontak BBM, Line, lalu ia telah mengunfoll Instagram, Twitter, Ask Fm, dan Snapchat. Ia berusaha untuk menjauhi Rendy, menjauh dari apapun yang menyangkut dirinya, namun bunga yang Rendy beri beberapa hari yang lalu, masih terpampang di vas bunga Rissa. Entahlah, Rissa hanya tak rela membuang bunga itu, dia menyangkal mungkin dia suka dengan warnanya. Rissa menghirup nafasnya, lalu menghembuskan nafasnya perlahan. Setetes air mata jatuh dari kedua matanya, tak bisa dipungkiri jika Rendy telah membohonginya. Ia merasa nestapa dengan mereka yang melakukan dirinya seperti itu, dia kira kak Dion sudah berubah, namun laki-laki itu sama saja seperti dulu. Devil. Rissa menghapuskan air matanya dengan punggung tangannya. Dia harus siap, dia siap hidup sendiri tanpa sahabatnya lagi. Ia pun bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan menuju kamar untuk meninggalkan balkon. Ia merogoh ponselnya yang berada di nakas, lalu ia mematikan lampu kamarnya. Untunglah besok hari sabtu, dia bisa bangun siang, setelah itu melakukan kebiasaan hidupnya yang begitu monoton. Ia pun menarik selimutnya hingga bahu, mencoba untuk tertidur agar esok hari hidupnya berubah 360 derajat. -______"Hehhh, makan sana!!" "....." "Lo kenapa sih? Gitu amat, gak bergairah tau gak hidup lo." "Gak." "Ehh cepet, mau ikut gak ke rumah Alia? Dari pada disini sendiri, mending ikut gue." "Gue gak mau ikut kak Jeremy," ujar Rissa. "Gak mau tau, lo harus ikut!! Gue kan disuruh ngejagain lo sama mamah." "Kak Jeremy kalau mau pergi, pergi aja, lagian Rissa bisa sendiri kok di sini, Rissa tuh bukan anak kecil yang harus dijagain terus sama kak Emi, tau gak?" seru Rissa sedikit membentak. Jeremy mengernyitkan dahinya, untung saja laki-laki itu tidak terbawa emosi karena bentakan Rissa. "Dih, biasa aja kali, kalau mamah marah gue gak akan tanggung jawab yahh." "Tapi kak, Rissa mager banget nih," rengek Rissa. Padahal jika Jeremy mengetahuinya, Rissa sebenarnya bukan mager, tapi karena ia tak mau bertemu Dion.
Tiba-tiba saja Jeremy langsung menjitak kepala Rissa. "Lo harus ikut! Gue males ngedenger amukan mamah, cepet!!" Jeremy pun dengan sigap menyuapkan satu sendok nasi ke mulut Rissa. "Tuapi kaghk," ucapnya dengan mulut yang dipenuhi nasi. "Kalau jadi anak gak boleh manja," serunya sambil menyuapkan satu sendok penuh.
Part 26: 25. When I Look He Shoot The Girl POV Rissa Aku menulis nama-nama temanku yang absen di hari ini. Sudah menjadi makananku kalau aku yang pasti menulis buku absensi di sini, karena lah aku sebagai sekertaris di X MIA 4. Hanya satu orang yang alfa di hari ini, semuanya masuk termasuk orang-orang yang sering alfa pun masuk, karena akan mempersiapkan UAS di minggu depan, kecuali ... Rendy. Mantan sahabatku itu sekarang tidak masuk, entahlah, selama satu bulan ini dia jadi sering tidak masuk karena sakit dan alfa. Aku saja bingung, padahal kan si orang pintar itu (baca: julukan anak kelas untuk Rendy) pasti akan masuk dan belajar karena sudah akan memasuki masa UAS. Saat kemarin, Rendy masuk. Namun, wajahnya sangat pucat hingga dibawa Adinda ke UKS. Aku masih ingat saat Dinda bilang kalau ia mencintai Rendy. Yang benar saja, Dinda yang jadi most wanted di sekolah bisa mencintai mantan sahabatku. Aku merasa insecure saat tahu dia menyukai Rendy, perasaanku merasa gelisah dan resah. Aku pun menutup buku absensi, lalu menyimpannya di meja guru. Aku menghampiri Tami yang sedang menyalin PR IPS-ku, untung saja aku sudah mengerjakan pelajaran itu, biasanya sih aku pasti yang akan menyalin PR Rendy. Saat tadi malam, aku sangat panik karena belum mengerjakan PR itu, hingga kak Jeremy menghampiriku dan menanyai ada hal apa. Setelah aku beritahu, kak Jeremy pun membantuku karena mumpung dia kuliah jurusan Ekonomi. Semuanya sibuk dengan mengerjakan PR yang soalnya ada 40. Satu soal saja, jawabannya beranak-anak, dan aku berhasil mengerjakannya dalam satu malam. Sungguh amazing. "Riss," ujar Tami yang selesai menyalin. Aku menoleh. "Apa?" "Gue mau bilang sesuatu, tapi ... gue malu," ucapnya sembari senyum-senyum tidak jelas. Aku mendekatkan tubuhku pada Tami penasaran. "Emang kenapa sihh?" "Gue ... umm, gue...," ucapnya, "PACARAN SAMA KAK REY." Tami histeris sambil berjingkrak-jingkrak bahagia. "Serius lo?" tanyaku tak percaya. Sebelumnya, aku belum pernah tahu kalau Tami dekat dengan kak Reynard, aku senang Tami yang sering galau-galauan denganku akhirnya punya pacar juga. Bukannya aku sirik, tapi aku merasa sedih sendiri karena belum punya pacar juga. "Iya, kemaren malem ia nembak tau," ujarnya masih histeris.
"Kok bisa sih? Kapan kalian deket? Kok gue gak pernah tau?" "Hehehehe, maaf yah kalau gue nyembunyiin. Gue deket sama dia mulai pas 6 bulan yang lalu, Riss." Tami tersenyum puas sambil memperlihatkan giginya. "Cieee PDKTnya 6 bulan, hati-hati aja kalau pas pacaran nanti cuma 1 bulan, ckckckck," ledekku padanya. Tami cemberut. "Jirrr, parah lo ngedoain gue." "Hahahaha, sorry Tam, becanda kok." "Iye iye," ujar Tami malas. -________Bunyi bell pun berbunyi menandakan sekarang istirahat. "Jangan lupa lusa depan power pointnya udah jadi," ucap bu Jenab yang langsung nyelonong keluar. "Iya, bu," sahut anak-anak sekelas. Kami akhirnya membereskan buku Kimia yang baru saja dipelajarkan tadi. Aku melirik Umar si pintar kedua setelah Rendy, sekaligus si Ustadz yang sering berdakwah. "Mar, besok bawa laptop yah, kita ngerjain kimia, laptop gue lagi ngeblank nih," ujarku berbohong. Sebenarnya laptopku baik-baik saja, hanya saja aku menyuruh Umar untuk memakai laptopnya, agar jika besok tidak selesai ... bisa dikerjakan oleh dia. Sungguh, walaupun lelaki itu pintar, tapi sayangnya dia gampang di bohongi.
Part 27: 26. He Lost, and I Miss him POV Author
Sudah 5 hari Rendy tidak masuk sekolah, dan sekarang sudah terjadi UKK. Mungkin sudah berpuluh-puluh kali Rissa mengirim pesan pada Rendy, namun hasilnya tetap nihil. Ia khawatir kepada Rendy, pasti akan gawat darurat kalau Rendy tidak mengikuti UKK, si orang pintar itu pasti tidak akan naik jika tidak mengikutinya. Tinggal 5 menit lagi UKK akan dilaksanakan, semua peserta ulangan sudah hadir, kecuali Rendy Prayudi Affan. Rissa mengetukan jarinya menunggu anak itu datang dengan membawa tas ransel. Ia kelimpungan sambil melihat pintu kelas dengan harapan yang besar. Geo datang menghampiri Rissa. Dia mengambil duduk tepat di sebelah kanan perempuan itu. "Gimana, Rendy?" tanyanya dengan tatapan sendu. Rissa menggelengkan kepalanya tidak tahu. Geo menghela nafas resah. "Lo udah coba ke rumahnya?" tanya Geo lagi. "Udah, malah udah beberapa kali gue kerumahnya. Namun hasilnya tetep sama, nihil, Rendy sama keluarganya gak ada di rumah." Rissa memasang wajah sedihnya
Geo memasang wajah seriusnya. "Pulang sekolah lo harus bareng sama gue! Kita ke rumah Rendy hari ini," ucapnya seraya menepuk pundak Rissa, "Ada guru tuh," desisnya yang membuat perempuan itu bersitegap. Pengawas UKK sudah hadir. Pa Habib datang dengan memicingkan matanya curiga, ia menatap bangku kosong yang berada di ujung belakang. "Itu orangnya kemana?" tunjuk guru berkepala botak di depan itu. "Gak ada, pak!" seru semua siswa. Pak Habib menghampiri meja guru, lalu menaruh kertas menyeramkan (baca: kertas ulangan) di atas meja. Ia duduk dengan perlahan, dan membuka suara, "siapa yang gak ada di sini? Kalian tahu 'kan ini UKK?" "Ia pak, tahu," seru mereka serempak. "Ya, kalau gitu kenapa dia gak ada?" tunjuk pak Habib lagi. Satu orang menunjuk tangan, "intrupsi, pak." Fandy berdiri, lalu menurunkan tangannya. "Saya waktu itu pernah sms ke dia, cuman dia gak ngebales. Terus sahabatnya juga sms, gak di bales juga, pak," jelas Fandi. "Memang siapa namanya?" tanya pak Habib. Guru itu memang belum pernah mengajar kelas X MIA 4, jadi tidak salahnya dia tak tahu murid yang tidak mengikuti UAS. "Namanya Rendy Prayudi Affan, pak," sahut Fandi memperjelas. "Ha? Rendy? Yang anak futsal itu kan? Yang suka menang kalau lomba?" tanya pak Habib berturut-turut. "Iya, pak. Dia udah gak masuk sekolah seminggu ini," jawabnya. Pak Habib mendengus resah. "Sudah lah, pulang sekolah kamu coba sms dia! Kalau besok dia sekolah, suruh dia menghadap bapa nanti." "Iya, pak." Fandi pun duduk kembali. Pak Habib membagikan kertas ulangan agama dengan hati-hati, karena ulangan ini akan dinilai oleh scan computter. Rissa sudah menyiapkan semuanya termasuk pensil 2b dan penghapusnya. Ini adalah hari UKK pertamanya di SMA National Pelita Angkasa tanpa Rendy.
-________-
Kringg... Kring... Kring.. Semua orang yang ada diruangan gresak-grisuk mencoba meminta jawaban ulangan PKN. Untunglah Rissa sudah belajar, kalau tidak, ia akan bernasib sama dengan para teman-temannya itu. Ia memberikan kertas jawaban kepada pak Habib, lalu pergi keluar untuk pulang. Mungkin hanya kelas X MIA 4 saja yang belum keluar semua hari ini, saat Rissa sudah berada di luar kelas, koridor sekolah sudah dipenuhi siswa-siswi yang berhamburan pulang. Rissa tersenyum, ia melihat Rey yang sedang berjalan ke arah Rissa. Rey berjalan dengan semangat, karena hari ini ia berencana untuk mengajak Tami menonton di PIM. Rey sangat bahagia mempunyai pacar seperti Tami, ia bahkan sangat berharap jika nanti ia menikah dengannya dan punya anak 3.
Part 28: 27. The News Sad Warning!! Wajib di baca malam-malam!! Lalu pasang earphone dan memutar lagu sedih. Maaf jika Typo bertebaran dimana-mana. POV Rissa
"Ayolah, Riss. Lo harus ikut!!" paksa Tami kepadaku. "Tapi, Tam. Gue mau pulang aja," tolakku halus. "Risss, please deh ayoo. Sekali ini aja, yahhh!!" "Tapi, Tam." "Gak mau tau, lo harus ikut." Tami menarik tanganku kasar hingga aku meringis kesakitan. Rencana bermain Tami dengan teman-temannya kak Rey itu sangat ku tolak. Disana pasti ada kak Dion dengan Dinda, kak Erhan dengan kak Vira, tak lupa dengan kak Rey dan Tami. Sangat dipastikan aku menjadi lalat saat itu. Aku menaiki mobil yang ditaiki kak Rey, kak Edi, dan Tami. Kak Rey yang menyetir mobil, kak Edi di sebelah kak Rey, dan pastilah aku dan Tami di belakang. Tami bilang, katanya meraka ingin bermain ke puncak di Bogor. Untunglah UN dan UKK sudah selesai, dan sekolah sekarang sedang melaksanakan classmeet. Hatiku merasa tak enak, entah kenapa, seperti akan ada sesuatu. Tadinya aku akan melaksanakan misi lagi dengan Geo, namun karena semenjak tadi aku belum bertemu Geo, aku mengiyakan saja permintaan Tami dengan setengah hati. Kak Rey menyalakan radio di mobilnya yang langsung memberi lagu cinta 2 hati. Lagu Afgan yang sangat mengena di hatiku, ada beberapa bait yang sangat tidak enak di telingaku. Maafkan bila cintaku. Tak mungkin ku persembahkan seutuhnya. Maaf bila kau terluka. Karena ku jatuh di dua hati. Entahlah, saat kemarin lusa kak Jeremy memberi aku nasihat. Aku tak bisa mempungkiri, kalau aku sebenarnya mencintai Rendy.
"Kalau lo gak suka sama dia, kenapa lo nyariin dia sampai sekarang? Teleponin dia, walaupun gak pernah diangkat. Sms dia, walaupun gak pernah dibales. Kalau lo gak cinta sama dia, kenapa setiap lo cerita sama gue kalau ada yang suka sama Rendy dan harus yang lo tau, muka lo saat itu lesu, lunglai, dan nelangsa. Gue tau Riss, lo itu cemburu. Gue pikir, kalau persahabatan yang berlawanan jenis itu gak akan pernah tetep jadi sahabat sampai kapanpun, pasti di salah satu dari mereka ada yang mencintai diam-diam." Perkataan kak Jeremy saat kemarin masih terngiang dipikiranku. "Pasti di salah satu dari mereka ada yang mencintai diam-diam" Ya, yang pertama adalah Rendy. Dan, yang kedua adalah aku. Omongan bullshit saat rooftop itu sangat menyayat di hatiku. Aku bilang aku tidak menerima jika dia mencintai aku, namun nyatanya, aku juga mencintai dia. Bodoh, aku sangat bodoh untuk menyadari hal itu. Mungkin saat aku curhat tentang kak Dion, hati Rendy pasti akan remuk. Aku telah mencintai 2 hati, 2 hati yang aku butuhkan, dan yang aku rindukan. Aku memakai earphoneku, dan menikmati kemacetan di puncak. Lagu back to december saat ini mengingatkanku atas sesuatu. Rendy. Aku menunggu Rendy yang sedang menunggu rapotnya. Mamahku sudah pergi pulang karena aku dan Rendy akan rencana bermain di sebuah tempat. UAS yang kulaksanakan kemarin itu memberikanku peringkat 3, peningkatan yang cukup mengesankan. Umar juga mendapatkan peringkat 2, sudah biasa, Umar dan Rendy selalu bersaing mendapatkan rangking 1 dari SMP. Akhirnya nama Rendy pun di panggil oleh bu Aisyah. Kak Bisma bangkit dari kursinya, lalu menghampiri bu Aisyah. Wajahnya yang tadi datar, akhirnya berubah menjadi sumringah saat bu Aisyah membicarakan sesuatu.
Part 29: 28. a Grave Wonderful Life- Alter Bridge Nadanya kurang begitu sedih, cuman liriknya itulohhh.. unyu-unyu... POV Author
Suara kenop pintu terbuka, mendatangkan Bisma yang membawa sebuah jinjingan kecil. Rendy menoleh, tersenyum kecil pada Bisma yang menatapnya dengan parau. Bisma memberikan jinjingan kecil itu pada Rendy. Wajahnya pucat, bibirnya sudah tak semerah dulu, kakinya yang biasa berjalan akhirnya sudah lumpuh, tangannya yang tadinya hangat menjadi dingin, rambutnya yang lebat sekarang sudah habis oleh penyakitnya. Ia tersenyum lebar melihat isi dari jinjingan itu, barang yang sudah ia pesan dari dulu akhirnya telah jadi. Rendy merogohnya dengan semangat, Bisma mengerutkan dahinya bingung, begitu semangatnya Rendy hanya dengan kalung yang ada di jinjingan itu. Rendy memajangkan kalungnya di depan kak Bisma, "bagus gak, kak?"
"Selera lu bagus juga, Ren," puji Bisma. "Iya dong, gue gitu," ucap Rendy sedikit sombong. Bisma menaiki kasur inap Rendy hingga bergoncang. "Buat Rissa, yah??" Rendy mengangguk, ia mengambil tangan Bisma, lalu menyimpan kalung itu di telapak tangannya. "Kalau nanti pas tanggal 22 Agustus, gue pengen lo ngasih ini ke dia. Bilang aja ini dari lo sebagai tanda terima kasih karena udah nemenin gue selama 12 tahun," ujar Rendy tersenyum parau. Bisma membelalakan matanya. "Kok jadi gue yang ngasih sih?" gerutunya, "kan bisa lo, Ren." Rendy bangkit dari kasur. Ia membawa alat infusnya, kemudian ia membawa kakinya pada kursi roda, lalu ia memutar roda itu menghadap jendela. Bau rumah sakit yang menyeruak di dalam, seketika hilang saat ia menghirup udara segar di luar. Ia menutup matanya sambil menghirup nafasnya, dan menghembuskannya perlahan. Rendy mengerjapkan matanya. "Gue gak akan lama, kak. Lo bisa liat gue, 'kan?" sahutnya tertawa renyah, "gue udah gak ada harapan lagi." Rendy menatap pemandangan luar jendela tanpa menengok pada Bisma. "Setidaknya lo itu harus kuat, Ren. Lo dulu pernah bilang ke gue, kalau nanti lo udah dapet kerja, beli rumah, mobil, lo bakalan manggil gue buat ngelamar Rissa buat lo, 'kan. Masa lo lupa sih? Kalau lo beneran cinta sama Rissa, lo tuh harus memperjuangkan dia. Dan, yang sekarang harus lo lakuin yaitu memperjuangkan hidup lo terlebih dahulu. Gimana mau merjuangin Rissa, kalau lu-nya gak bisa merjuangin hidup lo sendiri?" seru Bisma tegas. "Gue salut punya kakak kaya lo, Bis. Tapi, jagain kalung buat Rissa dulu aja dari sekarang, kalau ada waktunya, mungkin lo bisa ngasih ke gue, dan kalau gak ... lo bisa ngasih ke Rissa langsung. Gue cuma mau pesen, kalau pas gue udah gak ada, please gue mohon, lo harus jagain sahabat gue. Gue sayang sama dia, kak. Mungkin lebih dan lebih dari sayang. Gue pengen dia itu bisa bahagia tanpa ada gue, bisa senyum bukan karena gue lagi, bukan ketawa bareng gue lagi, bukan COC-an bareng gue lagi. Lo tau gak sih, kak? Waktu pertama gue kenal dia di PAUD, gue pernah ngeludahin sepatu dia. Di situ Rissa langsung marah-marah, malah sampe nangis. Arghhh, gue bego banget yah, pertama ketemu aja gue langsung bikin dia nangis. Entahlah, untungnya di situ gak ada mamah dia, gue berani meluk dia coba di hadapan guru PAUD. Terus gue di cie-ciein sama temen-temen, eh mulai dari situ gue jadi deket, dan sahabatan dehh." Rendy menengok pada Bisma yang malah menatapnya teduh. Bisma sedikit ikut tersayat mendengar perkataan Rendy. Ia sangat bangga dengan rasa sayang Rendy pada Rissa yang begitu besar. Rasa sayang yang baru ia lihat, bahkan rasa sayangnya pada Viola sangat jauh dengan rasa sayangnya Rendy. Rendy membuka kupluknya yang terpasang di kelapa, botak klimisnya terlihat sangat jelas.
Part 30: 29. Letter Warning!! Siapkan tisu sebelum membaca, siapkan lagu sedih jika perlu. Maafkan jika ada typo bertebaran. POV Author
Rissa menatap kamar tidurnya. Sudah berhari-hari ia terus menangis di tempat itu. Pagi, siang, sore, malam,
Rissa tidak pernah keluar dari kamar tidurnya. Makanan yang di simpan bi Atun di depan pintu mungkin sudah diganti dengan yang baru. Ia tidak nafsu makan, bahkan bergerak saja tak sudah tak mau. Ketukan yang ada di pintunya terus bersuara sampai saat ini. Sangat berisik dan mengganggu. Rissa bangun, menggerakkan kakinya menuju pintu. Ia berjalan dengan gontai. Suara kunci pintu terbuka memberhentikan ketukan itu, Rissa membukanya, mendapati seseorang yang ia kenal. Mamahnya. Dewi menatap anaknya dengan sendu. Melihat anaknya sudah seperti gembel, rambut acak-acakan, mata yang sembab, dan pakaian yang masih dengan baju kemarin lusa. Piyama bergambar Maung. Ia sedih, anaknya sudah seperti tak punya harapan hidup, nelangsa dan tak berdaya. Dewi menghela nafasnya. "Ada yang mau ketemu." "Siapa, mah? Kalau gak penting mending Rissa mau masuk kamar lagi," sergapnya langsung memegang kenop pintu. "Bisma. Katanya penting, ia mau ngasih sesuatu ke kamu, mending kamu mandi dulu aja, bau tau," rewel Dewi. "Ohh, gak usah." Rissa berjalan melewati ibunya dengan cepat. Ia mengikat rambutnya di tangga, yang dari tadi sebelumnya masih terurai. Rissa berjalan menuju ruang tamu mengikuti perintah Dewi. Bisma sedang duduk, sambil menatap kosong surat yang ada di depannya. Rissa berdeham kecil, Bisma mendongak dan memicingkan matanya terhadap wanita itu. Bisma terus menatap Rissa sampai ia mengambil duduk di sebelah kanannya. Ia tak habis pikir jika Rissa sampai seperti ini, hidupnya sangatlah menyedihkan. Bahkan penampilannya saat ini tidak seperti Rissa yang dulu, dia menjadi berubah. "Kak Bisma mau ngasih apa? Kalau gak penting, Rissa mending balik lagi aja ke kamar," seru Rissa datar. Bisma tersenyum, sontak langsung memeluk Rissa. Ia mengusap rambutnya. "Lo kok jadi menyedihkan gini sih, Riss?" Rissa diam. "Kalau misalkan lo gini terus, Rendy pasti sedih di sana. Padahal kan gue udah di kasih amanat buat ngejagain lo," gerutu Bisma. Wanita itu melepaskan pelukannya. Bisma juga melepaskan pelukan itu. Rissa menatap Bisma. "Kak Bisma gak usah repot-repot jagain Rissa, Rissa bisa sendiri kok." Lelaki itu menghela nafasnya. "Andai kalau Rendy masih ada, gue pasti udah di maki sama dia karena gak bisa jaga amanat, apalagi ini amanatnya buat lo, bisa-bisa gue langsung bonyok deh," kekeh Bisma, "Ayo dong, Riss. Tetep semangat yahh, jangan lesu gitu dong, fake smile kaya dulu aja adikku. Kak Bisma juga jadi ikutan sedih kalau liat lo gini." "Fake smile? Emang Rissa bisa gitu karena perbuatan Rendy? Rendy jahat, kak. Bahkan dia gak pamit sama aku kalau dia mau pergi. Dia jahat karena dia menghilang selama berminggu-minggu. Dia jahat karena dia berani naruhin aku. Dia jahat karena dia berani cinta sama aku. Dia jahat. Dia orang jahat, kak." Rissa menekankan kata jahat pada Bisma. "Tapi, lo sayang dia, 'kan?"
Deg.. Jantung Rissa berdegup melebihi ritmenya. Hatinya sakit mengetahui kebenaran itu memang benar. Satu tetes air mata langsung saja menetes di tangannya. Ia menundukkan kepala, sembari mengusap matanya dengan punggung tangannya.
Rissa mengetuk pintu rumah Rendy, berharap di sana ada seseorang. Ia ingin menyelesaikan PR-nya dengan dibantu oleh Rendy. Padahal sebenarnya di rumah ada kak Jeremy, namun Rissa ingin saja minta bantuan pada sahabatnya. Pintu pun dibuka, memperlihatkan wanita berperawakan tinggi yang begitu awet muda. Bahkan wajah ibunya dengan wanita itu lebih terihat tua ibunya. Jikalau menyangkut umur, Pimthalah yang lebih tua 5 tahun dari Dewi.
Part 31: 30. The Truth (no 2) END Maafkan jika ada typo bertebaran... Maaf jika tidak ada feelnya... Ini part terakhir kawan-kawan.... POV Dion Tidak selamanya aku akan selalu menjadi pusat perhatian. Orang-orang di sini sangat sibuk saat bekerja, tidak seperti di luar sana yang selalu memperhatikanku dari atas sampai bawah. Jujur, aku suka merasa risih jika ada yang suka melihatku dengan tatapan yang amat aneh. Apalagi perempuan dari kalangan remaja, mereka menatapku, lalu setelah aku melewatinya ... mereka berteriak sampai aku bisa mendengar suara sepatu mereka yang berjingkrak-jingkrakan. Itu membuatku sedikit ... geli. Bukannya terlalu pede, tapi di sekolah pun tetap begitu, para wanita yang melewatiku langsung senyumsenyum sendiri. Namun, ada 2 wanita yang berbeda di antara mereka. Rissa dan Adinda. Kebanyakan para perempuan sangat terkesima saat menatapku, ada yang membuat Adinda dan Rissa berbeda di antara para perempuan itu. Bisa dilihat saat cara mereka menatap dan berbicara padaku. Jikalau Dinda, ia menatapku dengan teduh dan tidak dengan cara berbinar terkesima, dan bicaranya pun tidak selewengan atau berarti lembut. Namun kalau Rissa, sungguh berbanding terbalik, ia menatapku dengan datar tanpa bisa dilihat apa yang dia pikirkan, bicaranya juga lumayan ketus dan asal. Tapi ada yang aku tahu dari wanita itu, dulu ia pernah mencintaiku. Aku masih berhubungan baik dengan Dinda, walaupun kami sudah tak bersama, kami tetap berkomunikasi layaknya antara senior dan junior. Mungkin rasanya sakit diputuskan saat di kuburan, namun aku tahu itu baik, Dinda berani menyatakan apa yang ia rasakan. Ia jujur akan halnya ia mencintai Rendy, tepat dia bilang aku hanya sebagai pelampiasannya saja, sungguh menyakitkan dan menyayat hati.
Aku hanya bisa menerima itu dengan lapang dada, menerima bahwa aku tak akan bersama Dinda. Jikalau aku tak ditakdirkan dengannya, mungkin Tuhan sudah menyiapkan yang terbaik untukku, menyiapkan yang benar-benar aku butuhkan dan impikan. Jalani dulu saja hidup ini, siapkan dahulu bekal yang akan aku tuntun menuju kesuksesan. Aku melihat resepsionis yang sedang menelpon seseorang. Mungkin sudah lama aku menunggu mamah di sini, 1 jam yang aku lalui hanya dengan duduk di Lobby. Ku injakkan karpet beludru merah ini di kakiku, aku berjalan menuju resepsionis yang baru saja selesai menelpon. Namanya Rina, sudah beberapa tahun aku mengenalnya. Dia berumur sama dengan kak Alia, namun dia tidak melanjutkan kuliah dan langsung bekerja. Rina melambaikan tangannya kearahku, aku tersenyum lebar. "Dari kapan lo kesini?" tanya Rina. "Dari sejam lalu, bu Astrid mana?" Aku tak tahu, mamahku selalu bilang kalau misalkan aku di gedung perusahaannya harus memanggil 'Ibu atau namanya saja', tidak mengerti kenapa aku diharuskan seperti itu, mamahku bilang itu agar lebih profesional kalau nanti aku sudah dipindahkan di sini. "Ohhh, bu Astid-nya lagi rapat sama investor, lo bisa nunggu di sini atau gue panggil asistennya bu Astrid--" "Jangan-jangan, biar gue nunggu di sini aja," tolakku. "Ya udah, lu balik lagi aja ke sofa, gue sibuk nih ngurusin anak-anak kuliah yang lagi magang." Rina mengusirku dengan menghepaskan tangannya. Aku mendengus kecil, kemudian berjalan gontai menuju tempat dudukl tadi. Aku mempunyai firasat kalau aku akan berjam-jam di sini, karena aku tahu tabiat mamahku yang jikalau rapat ... pasti akan berjam-jam lamanya Ponselku bergetar menandakan ada notif di ponselku. Ku rogoh sakuku, melihat siapa yang siang-siang begini membuat notif LINE. Bryan Erhanial: Gimana rencana buat promnight-nya?
Part 32: BONUS PART (It's About Time) Hallo readerss... aku kangen kalian buangettt... chuap-chuap... Oke, ini terlalu lebayyy..... Kalian, di mulmed ada trailernya It's About Time lohhh, tinggal geser ke kiri aja, okee... CERITA INI RESMI SELESAI!! sebenernya sih ada sequel, hahaha... Part ini hanya sedikit, karena ini hanya bonus. POV Author
"Bangsat." Dion merutuk sesuatu yang menimpa kepalanya. Ia mengusap kepalanya sambil mengaduh kesakitan. Ia merasa bego sendiri karena tak sengaja menimpa pintu yang berada di depannya. Tak disangka besok ia akan delay menuju Yogyakarta, berniat untuk membeli sesuatu dulu di Alfamart. Dion mengambil 2 keranjang dengan malas, mengambil barang-barang untuk keperluannya di sana selama 4 tahun--atau mungkin 8 tahun. Setelah ini, ia akan pergi menuju rumah Edi, sekilas hanya untuk perpisahan dengan kawan-kawan tercinta. Ini agak homo, yahh. Ia menyodorkan 2 keranjang berat itu pada seorang kasir, terlihat kasir itu seperti mencari perhatian dengan--menjatuhkan sesuatu barang yang Dion beli. Ohh, mengapa harus seperti ini lagi. Dion sudah terbiasa akan hal itu, bahkan mungkin sudah menjadi makanannya. Setelah membayar, ia mengambil kresek belanjaan dan dengan terpaksa ia tersenyum pada kasir itu. Seketika kasir itu pipinya bersemu merah. Dih, malu-malu Banteng. Ia masukan kresek itu pada garasi mobilnya, lalu menaiki dan menancapkan gas. Begitu membosankan, ia menyetel radio yang sudah ada di mobil itu. Dia putarkan, hingga ia berhenti di sebuah lagu. But yesterday's gone We gotta keep moving on. I'm so thankful for the moments. So glad I got to know ya.... The times that we had. I'll keep like a photograph, And hold you in my heart forever. I'll always remember you. Ouhh, ia jadi teringat. Saat itu-hatinya hancur karena penyesalannya. Tak di sangka, bahkan tiba-tiba saja saat malam--Astrid langsung terkejut melihat anaknya sedang mabuk dan dibopong oleh Erhan dan Edi. Dion tak pernah bepikir mengapa ia segila itu, hingga bisa pergi ke club malam dan meminum banyak Vodka. Ia mengusap pipinya, masih terasa sakit saat ditampar oleh Astrid pagi-pagi lalu. Bangun tidur langsung diberi sarapan tamparan yang amat menyakitkan, itu luar biasa. Astrid memarahinya habis-habisan karena Dion menyalahkan waktunya hanya untuk minum-minuman dan bukan belajar. "Jangan salahin mamah kalau nanti kamu jadi gelandangan di masa depan. Mau jadi apa kamu kalau hidup kamu dipakai buat minum-minum? Mau jadi gadun, hah?? Mamah tahu kalau kamu itu hancur karena cinta, 'kan? Tapi gak segini juga, Dion. Mamah gak larang kalau kamu jatuh cinta atau pacaran. Tapi mamah gak mau sampai kelewat batas gini, ngeredemin emosi dengan minum-minum di club. Gak nyangka mamah sama kamu, Dion." Kata-kata menyakitkan itu selalu terngiang di pikiran Dion akhir-akhir ini. Terpintas di benaknya, ia terpikur kalau ilmu lebih dulu penting dari pada cinta. Mamahnya memang benar, ilmu haruslah diutamakan, dan cinta? Nanti juga pada ngantri kalau udah sukses. Eitt, berharapnya sihh bukan yang matre. Ia mengklakson gerbang rumah Edi, seketika satpam keluar dan membukakan pintunya. Ia memparkirkan mobilnya itu asal, lalu melemparkan kunci mobilnya pada satpam. Ting.. nong.. Suara bell yang ia tekan memberikan suara teriakan didalam sana. Vira, ya, wanita itu. Suaranya begitu
melengking hingga terdengar dari luar. Sungguh, Vira terdengar seperti wanita tangguh.
Part 33: Set The Time, riliss guyyss [A/N] Oke, cukup senang karena cerita kedua aku berhasil muncul di dunia orange ini. Set The Time sudah muncul dan memperlihatkan 2 part * The Incident of Eleven Years Ago * 1. The messenger Ayooo semuanya cek work aku!!!! Silahkan kalian tambahkan di library kalian jika kalian masih mau baca cerita aku. Ayo.... Jangan lupa Vote dan Comment di cerita Set The Time yahhh, aku berharap banyak sama kalian banget.... See you..
Part 34: The Power of Promotion Hayyy para pembaca setia @anasulistiana_ Ceritanya saya mau promosi nih. Saya punya cerita baru lohh, ini lebih keren mungkin karena ini cerita ada unsur non fiksinya, tetapi saya kasih bumbu-bumbu untuk memperkuat cerita itu. Mungkin yang sama itu sifat dan kejadian yang pernah dialami sang terdakwa eaaa. Namun, nama dan semuanya disamarkan kecuali kota yaitu Bogor. Lihat dehh di mulmed-nya! Saya udah tampilin trailer cerita itu yang divisualkan oleh artis dan aktor terkenal. So, saya kasih nihh blurb-nya Betapa jengahnya ketika Andrio Revo Nugroho, si sanguinis yang populer, segalanya, dan loyalist. Ia tak akan pernah bisa tuk mencoba semuanya menjadi indah saat selalu berjumpa dengan Akira Nindia, si penyanyi yang dingin. Wanita itu sangat sebal dengan Andrio, bagaimana bisa? Lelaki itu selalu membuatnya darah tinggi. Namun, di balik itu semua Andrio tidak punya maksud apa-apa. Ia ... hanya ingin melihat wajah tekuk Akira. Tetapi, bagaimanakah dengan Riola Anastasya. Cucu dari tetangganya yang menjadi pengajar pribadinya lagi. Nasi sudah menjadi bubur. Tak pernah disangka, ternyata ia mencintai Andrio. Riola hanya bisa memendamnya dalam-dalam. Keinginannya hanya satu, yaitu: ingin melihat senyuman Andrio. Semuanya dimulai saat perjanjian itu ada. Perjanjian antara Andrio dengan teman-temannya. Hingga perjanjian itu membawa dampak buruk bagi mereka, yang bisa membuat senjata yang siap menusuk mereka dengan pelan-pelan. Unalienable Copyright, mei 2016 by Sulistiana
Gimana-gimana? Kalau kalian mau baca langsung aja liat di work saya yang judulnya UNALIENABLE. Saya tunggu kalian di cerita ke-3 saya. Ngomong-ngomong itu cerita hasil writer blocks lohhh hahahaha.... Terus vomment cerita saya yahhh....