Efektivitas Metode Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) Terhadap Motivasi Belajar Bahasa Inggris Pada Siswa SMP Swasta R.K Santo Petrus Medan Istiana* ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas metode kontekstual terhadap motivasi belajar bahasa Inggris pada siswa SMP swasta R.K Santo Petrus Medan. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 2 SMP Swasta R.K Santo Petrus Medan. Hipotesis yang diajukan adalah Adanya perbedaan motivasi belajar bahasa Inggris siswa yang menempuh proses belajar mengajar dengan model pembelajaran kontekstual dan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Dengan asumsi Semakin tinggi skor pada skala motivasi belajar maka semakin tinggi pula motivasi belajar siswa, sebaliknya semakin rendah skor pada skala motivasi belajar maka semakin rendah pula motivasi belajar siswa. Penelitian ini menggunakan satu skala yakni skala motivasi belajar yang terdiri dari dua belas ciri-ciri yaitu: tekun dalam melaksanakan tugas, ulet menghadapi kesulitan, menunjukkan minat pada bermacam masalah, senang bekerja mandiri, tidak mudah bosan pada tugas rutinitas, dapat mempertahankan pendapatnya, tidak mudah melepas hal yang diyakininya, senang mencari dan memecahkan masalah, memiliki rasa selalu ingin tahu, kreatif, ingin mendapat simpati, dan ingin memperbaiki kegagalan. Jumlah populasi yang ada sebanyak 134 orang, dan seluruhnya dijadikan sebagai sampel di dalam penelitian ini. Dalam upaya membuktikan hipotesis maka digunakan teknik analisis t – test untuk menganalisis bagaimana perbedaan motivasi belajar bahasa Inggris ditinjau dari metode kontekstual. Dan hasilnya diketahui bahwa (1) Terdapat perbedaan motivasi belajar bahasa Inggris yang sangat signifikan ditinjau dari metodekontekstual pada siswa SMP swasta R.K Santo Petrus Medan. Hasil ini dibuktikan dengan koefisien perbedaan t – test = -5,957 ; p = 0,00.Dengan demikian maka hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian ini, dinyatakan diterima. (2) Hasil penelitian ini membuktikan bahwa metode kontekstual dalam proses pembelajaran bahasa Inggris sangat mempengaruhi motivasi belajar bahasa Inggris siswa. Proses pembelajaran bahasa Inggris yang diajarkan dengan menggunakan metode kontekstual ini, ternyata dapat meningkatkan motivasi belajar bahasa Inggris siswa. Terbukti bahwa nilai rata-rata motivasi belajar bahasa Inggris siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode kontekstual sebesar 152,396, sementara siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode konvensional nilai rata-rata motivasi belajar bahasa Inggrisnya adalah sebesar 143,724. Secara umum, hasil penelitian ini menggambarkan bahwa para siswa memiliki motivasi belajar bahasa Inggris yang tinggi. Kata kunci : metode kontekstual, motivasi
A. PENDAHULUAN Laporan Human Development Report United Development Program (UNDP) tahun 1997 menyatakan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (HDI) yang meliputi pendidikan, kesehatan dan perekonomian dari 173 negara, *Dosen Psikologi Universitas Medan Area
Indonesia berada pada peringkat 102 di tahun 2001 dibandingkan dengan Jepang pada peringkat ke-8, dan Thailand ke-47. Suyanto (2003), menerangkan bahwa pada tahun 2002 responden 3.404 siswa di sepuluh propinsi (Jatim, Jateng, DIY, Bali, NTT, 45
Sulsel, Kalteng, Kalsel, Sumbar, dan Sumsel) menunjukkan bahwa siswa dengan NEM tinggi (66,9%) dan dengan NEM rendah (56,4%) telah belajar Bahasa Inggris ketika di SD. Mereka merasa senang belajar Bahasa Inggris (89,4% NEM tinggi dan 85,4% NEM rendah). Walaupun merasa senang, mereka juga menyatakan bahwa belajar Bahasa Inggris itu sulit. Sayang sekali rasa senang belajar Bahasa Inggris di SD ini ketika di SMP justru menurun menjadi 63% dan lebih dari separuh (62,9%) menyatakan mengalami kesulitan dalam pelajaran Bahasa Inggris. Hasil survey The Political and Economic Risk Consultancy (PERC) di Hongkong menyatakan sistem pendidikan di Indonesia menempati peringkat 12 di Asia setelah Vietnam, sehingga Indonesia harus mengejar kemajuan negara lain dengan memperbaiki kualitas pendidikannya. Kenyataan dan penelitian diagnostik (Sadtono dkk, 1996) menunjukkan bahwa hasil belajar Bahasa Inggris di SMP masih jauh dari target yang diharapkan. Sebagai contoh, nilai ratarata tes untuk mengukur keterampilan membaca 48 siswa SLTP 2 Boyolali Jawa Tengah adalah 4,2 yang menunjukkkan bahwa lebih dari 75% siswa memiliki keterampilan membaca dan penguasaan kosakata yang rendah (Syamsudin, 2001). Di sisi lain menghadapi era globalisasi dan AFTA sejak tahun 2003, tidak dapat diragukan bahwa bahasa asing merupakan alat komunikasi terpenting sekaligus merupakan salah satu keterampilan hidup (life skill) yang harus dikuasai oleh seseorang, khususnya siswa. Untuk menjawab kebutuhan terhadap penguasaan bahasa Inggris, kurikulum di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan (Dardjowidjojo, 2000). Dimulai dengan pendekatan tata bahasa dan terjemahan (1945), oral *Dosen Psikologi Universitas Medan Area
(1968), audio-lingual (1975), komunikatif (1984) dan kebermaknaan (1994). Perubahan drastis dalam tahap perumusan kurikulum standar terjadi di tahun 1984 saat pengajaran bahasa asing bergeser dari behaviorism menuju konstruktivisme. Pengajaran Bahasa Inggris di sekolah SMP Santo Petrus Medan khususnya di kelas 2 lebih banyak berfokus pada pengajaran tata bahasa dan kurangnya kesempatan pada siswa untuk dapat berlatih berbicara dalam Bahasa Inggris. Hal ini terjadi karena kurangnya bekal dasar bahasa Inggris mereka selama di sekolah dasar, dan harus belajar dasar lagi di SMP, yang seharusnya mereka pelajari di sekolah dasar. Akibatnya muncul keluhan siswa bahwa Bahasa Inggris merupakan bahasa kebatinan karena hanya di batin saja dan tidak dapat berbicara. Itulah mengapa siswa SMP Santo Petrus Medan tidak dapat berbicara bahasa Inggris sebaik lulusan kursus dan tidak dapat berbicara dalam bahasa Inggris seperti orang asing yang sedang berbicara dalam bahasa Indonesia walaupun terpatah-patah. Hal ini disebabkan karena guru di SD mengajar dengan cara konvensional, dengan demikian konsep yang harus diusahakan antara lain meningkatkan kesadaran dari guru akan pentingnya menyajikan pembelajaran Bahasa Inggris dengan mengikutsertakan siswa secara aktif, interaktif dan komunikatif melalui berbagai alat bantu kegiatan atau tugas yang dapat mendorong siswa untuk berlatih menggunakan bahasa yang dipelajarinya. Akan tetapi, pemahaman yang kurang sempurna atas konsep-konsep tersebut membuat tujuan pengajaran kurang berhasil. Selain itu, perlunya sarana atau buku yang bervariasi, bergambar dapat menarik siswa untuk memiliki minat baca yang tinggi. Untuk mencapai suatu hasil belajar yang optimal tersebut, maka 46
salah satu faktor yang sangat penting adalah motivasi belajar. Sardiman (1984) mengatakan bahwa yang memotivasi siswa untuk belajar adalah apabila seorang siswa memiliki tujuan dalam belajarnya. Karena dengan memiliki tujuan tersebut siswa menjadi lebih giat belajar. Motivasi belajar juga mempengaruhi prestasi belajar siswa, karena motivasi menggerakkan organisme, mengarahkan tindakan, serta memilih tujuan belajar yang dirasa paling berguna bagi kehidupan individu atau siswa (Ahmadi dan Supriyono, 1991). Apabila seorang siswa memiliki motivasi belajar akademik yang tinggi maka prestasi belajarnya juga akan baik Berdasar latar belakang masalah tersebut maka pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) Bahasa Inggris bagi anak usia Sekolah Menengah Pertama, diangkat menjadi permasalahan penelitian ini. Sehingga peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas Metode Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) terhadap Motivasi Belajar Bahasa Inggris pada Siswa SMP Swasta R.K Santo Petrus Medan”. B. TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Motivasi Belajar Sutikno (dalam Clara, 2004), menyatakan motivasi belajar adalah kekuatan mental yang mendorong terjadinya belajar. Motivasi belajar dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku siswa dalam belajar. Dalam motivasi belajar terkandung adanya keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran, dan insentif. Sejalan dengan Suryosubroto (1997), menyatakan motivasi belajar merupakan pencapaian dari tujuan atau sasaran untuk meraih hasil belajar yang *Dosen Psikologi Universitas Medan Area
baik, lebih baik, dan terbaik, yang pada awalnya memicu timbulnya energi atau tenaga dan membentuk suatu tindakan nyata berupa suatu aktivitas atau usaha perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seorang siswa. Dimana perubahan tingkah laku tersebut merupakan pengalaman – pengalaman baru yang didapatkan seorang siswa melalui kegiatan belajar. Perubahan dalam kepribadian siswa yang menyatakan sebagai suatu pola baru dan pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Berdasarkan uraian – uraian di atas disimpulkan bahwa motivasi belajar suatu konsep yang menggambarkan tentang kekuatan-kekuatan yang menggerakkan organisme, atau kekuatan-kekuatan di dalam organisme untuk membangkitkan, mengarahkan dan mempertahankan perilaku belajar. Tinggi rendahnya motivasi belajar individu dapat dilihat dari intensitas dan arah serta keajegan kegiatan belajar yang dilakukannya. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa menurut beberapa para ahli: a John dan Medimus (dalam Puspita, 2008) adalah pola asuh, dimana orangtua dengan pola asuh yang hangat, memelihara dengan kasih sayang akan dapat menghilangkan konflik dan frustasi pada diri anak sendiri. b. Paterson (dalam Nugroho, 1998) mengemukakan pendidikan salah satu hal yang dapat mengembangkan aktualisasi diri akhirnya akan menjadikan perilaku mandiri atau mewujudkan kemampuan dan potensi yang ada dalam dirinya, mampu mempersepsikan diri secara spontan dan bebas sehingga meningkatkan motivasi belajar. c. Gerungan (dalam Clara, 1981) mengatakan bahwa factor-faktor yang 47
mempengaruhi motivasi belajar ada yang berasal dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya. Faktor yang berasal dari dalam diri individu antara lain ; minat, sikap, kepandaian, inteligensi, kecakapan, kebiasaan anak dalam bertingkah laku untuk mencapai motivasi belajar yang lebih baik. Sedangkan faktor yang berasal dari luar individu adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, serta lingkungan masyarakat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar dipengaruhi oleh faktor intern yaitu: faktor yang ada dalam diri individu itu sendiri, seperti minat sikap, kepandaian, inteligensi, dan kecakapan. Sedangkan faktor ekstern dalah faktor yang berasal dari luar diri individu seperti: lingkungan keluarga, meliputi pola asuh orangtua, lingkungan sekolah meliputi pendidikan dari guru, serta lingkungan masyarakat meliputi pergaulan dengan orang-orang sekitar lingkungan masyarakat. 3.Konsep Bahasa a. Bahasa dan Berbahasa Chaer (1995), bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi, sedangkan berbahasa adalah proses penyampaian informasi dalam berkomunikasi itu. b. Hakikat Bahasa Wardhaugh (1972), bahasa itu adalah satu sistem, sama dengan sistemsistem lain, yang sekaligus bersifat sistematis dan bersifat sistemis. Jadi, bahasa itu bukan merupakan satu sistem tunggal melainkan dibangun oleh sejumlah subsistem. Sistem bahasa ini merupakan sistem lambang, sama dengan sistem lambang lalu lintas, atau sistem lambang lainnya. Hanya, sistem lambang bahasa ini berupa bunyi, bukan gambar atau tanda lain. Dan bunyi itu *Dosen Psikologi Universitas Medan Area
adalah bunyi bahasa yang dilahirkan oleh alat ucap manusia. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi, sedangkan berbahasa adalah proses penyampaian informasi dari pengguna bahasa kepada pendengar di sekitarnya. 4. Faktor-Faktor Penentu dalam Pembelajaran Bahasa Kedua Beberapa faktor yang berkaitan dengan keberhasilan pembelajaran bahasa kedua: a. Faktor Motivasi Brown (1981), menyatakan bahwa motivasi adalah dorongan dari dalam, dorongan sesaat, emosi atau keinginan yang menggerakkan seseorang untuk berbuat sesuatu. b. Faktor Usia Dalam hal kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa dapat disimpulkan : (1). Anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa dalam pemerolehan sistem fonologi atau pelafalan. (2). Orang dewasa maju lebih cepat daripada anak-anak dalam bidang morfologi dan sintaksis. (3) Anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa tetapi tidak selalu lebih cepat. Disimpulkan bahwa, perbedaan umur mempengaruhi kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa kedua pada aspek fonologi, morfologi dan sintaksis tetapi tidak berpengaruh dalam pemerolehan urutannya. c. Faktor Penyajian Formal Steiberg (1979), menyebutkan karakteristik lingkungan pembelajaran bahasa kedua di kelas atas lima segi sebagai berikut : (1) Lingkungan pembelajaran bahasa kedua di kelas sangat diwarnai oleh fakor psikologi sosial kelas yang meliputi penyesuaian-penyesuaian, disiplin, dan prosedur yang digunakan.
48
(2) Dilakukan preseleksi terhadap data linguistik, yang dilakukan guru berdasarkan kurikulum yang digunakan. (3) Disajikan kaidah-kaidah gramatikal secara eksplisit untuk meningkatkan kualitas berbahasa siswa yang tidak dijumpai di lingkungan alamiah. (4) Disajikan data dan situasi bahasa yang artifisial (buatan), tidak seperti dalam lingkungan kebahasaan alamiah. (5) Disediakan alat-alat pengajaran seperti buku teks, buku penunjang, papan tulis, tugas-tugas yang harus diselesaikan. d. Faktor Bahasa Pertama (1) Menurut teori stimulus-respon oleh kaum behaviorisme, bahasa adalah hasil perilaku stimulus-respon. Apabila seorang pembelajar ingin memperbanyak penggunaan ujaran, dia harus memperbanyak penerimaan stimulus. Oleh karena itu, peranan lingkungan sebagai sumber datangnya stimulus menjadi dominan dan sangat penting di dalam membantu proses pembelajaran bahasa kedua. (2) Teori kontrastif menyatakan bahwa keberhasilan belajar bahasa kedua sedikit banyaknya ditentukan oleh keadaan linguistik bahasa yang telah dikuasai sebelumnya oleh si pembelajar (Klein, 1986). Berbahasa kedua adalah suatu proses transferisasi. Maka, jika struktur bahasa yang dikuasai (bahasa pertama) banyak mempunyai kesamaan dengan bahasa yang dipelajari, akan terjadilah semacam pemudahan dalam proses transferisasinya. Maka dapat disimpulkan faktorfaktor yang mendukung penentu pembelajaran bahasa adalah faktor motivasi, usia, penyajian formal dan faktor bahasa pertama. 5. Efektivitas Metode Kontekstual terhadap Motivasi Belajar Bahasa Inggris Efektivitas berasal dari bahasa inggris yaitu Effective yang berarti berhasil, tepat atau manjur. Efektivitas *Dosen Psikologi Universitas Medan Area
menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu mencapai tujuannya. Di dalam kamus bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mencapai tujuan, mencapai target/sasaran atau efektif juga dapat diartikan dengan memberikan hasil yang memuaskan. Dari uraian diatas dapat dijelaskan kembali bahwa efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukkan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Dalam penelitian yang berjudul: efektivitas metode kontekstual terhadap motivasi belajar bahasa Inggris, dimana proses pelaksanaannya melalui pendekatan kontekstual, yakni berupa konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Dan melalui pendekatan ini akan tercapai pemahaman, penguasaan, dan guru dapat mempraktekkan sepenuhnya metode pengajaran ini, sehingga siswa pun akan dapat dengan mudah memahami pelajaran yang sudah dipelajari, karena proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalaminya. Dengan demikian diharapkan dengan penggunaan metode CTL (Contextual Teaching and Learning), guru dapat memahami, menguasai, dan memperaktekkan sepenuhnya metode pengajaran ini, agar nantinya motivasi belajar bahasa Inggris siswa SMP menjadi meningkat/tinggi, sehingga tujuan guru dan siswa dalam kegiatan belajar dan mengajar akan dapat tercapai dengan hasil belajar yang baik/memuaskan.
49
C. METODE PENELITIAN Dalam mengambil sampel, peneliti mengambil seluruh populasi untuk dijadikan sebagai sampel, yaitu berjumlah 134 orang, sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode obsevasi dan metode skala. Dimana skala yang digunakan hanya satu skala, yakni skala motivasi belajar bahasa Inggris, yaitu dengan cara membagikan skala dengan menggunakan daftar pernyataan yang telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa yang harus dijawab oleh individu yang telah dijadikan sebagai sampel pada penelitian ini. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 1 jenis skala yaitu skala motivasi belajar. Skala ini disebarkan kepada siswa kelas 2 di sekolah SMP swasta R.K Santo Petrus Medan. Jenis skala dalam penelitian ini adalah skala langsung, yaitu skala yang diberikan secara langsung kepada subjek penelitian. Sedangkan menurut sifatnya skala ini tergolong skala tertutup karena pilihan jawabannya sudah disediakan. Adapun aitem-aitem dalam skala dibuat berdasarkan skala Likert dengan empat pilihan jawaban, berisikan pernyataan-pernyataan positif (Favourable) dan negatif (Unfavourable). Suatu skala dikatakan favourable apabila aitem-aitem tersebut memuat pernyataan yang bersifat mendukung, sedangkan aitemaitem unfavourable memuat pernyataan yang bersifat tidak mendukung. Penilaian yang diberikan kepada masing-masing jawaban subjek pada setiap aitem adalah untuk aitem yang favourable, jawaban Sangat Setuju (SS) mendapat nilai 4, jawaban Setuju (S) mendapat nilai 3, jawaban Tidak Setuju (TS) mendapat nilai 2, dan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) mendapat nilai 1. *Dosen Psikologi Universitas Medan Area
Untuk aitem yang unfavourable maka penilaian yang diberikan adalah sebaliknya, jawaban Sangat Setuju (SS) mendapat nilai 1, jawaban Setuju (S) mendapat nilai 2, jawaban Tidak Setuju (TS) mendapat nilai 3, dan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) mendapat nilai 4.Setelah data diperoleh maka dilakukan analisis statistik untuk menguji hipotesa yang diajukan, yaitu untuk mengetahui perbedaan antara metode pengajaran kontekstual dengan metode pengajaran sebelumnya terhadap motivasi belajar bahasa Inggris dengan menggunakan metode statistik t – test (dalam Hadi dan Pamardiningsih, 2000). D. Pembahasan Berdasarkan hasil Analisis data yang menggunakan Metode Analisis Ttest, didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan motivasi belajar bahasa Inggris yang sangat signifikan ditinjau dari metode contextual teaching and learningpada siswa SMP Swasta R.K Santo Petrus Medan. Hasil ini diketahui dengan melihat nilai atau koefisien perbedaan t – test = -5,957 ; p = 0,00. Hal ini berarti hipotesis yang diajukan yang berbunyi ada perbedaan motivasi belajar bahasa Inggris ditinjau dari metode pengajaran, dimana motivasi belajar bahasa Inggris pada siswa SMP Swasta R.K Santo Petrus Medan terlihatkondisinya rendah (nilai rataratanya 143,724) pada saat sebelum diberikan metode contextual teaching and learning, dan dengan sesudah diberikan metode contextual teaching and learning (nilai rata-ratanya 152,396). Kondisi motivasi belajar bahasa Inggris pada siswa SMP Swasta R.K Santo Petrus Medan terlihat perbedaannya menjadi memiliki motivasi belajar bahasa Inggris yang tinggi, karena dengan metode contextual teaching and learningmampu mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan 50
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari siswa sehingga siswa menjadi memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar bahasa Inggris. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian ini diterima. Bahasa Inggris diajarkan sebagai bahasa asing yang wajib dipelajari di sekolah mulai jenjang Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Berkaitan dengan hal itu, beberapa jenis metode pengajaran dan pendekatan telah diterapkan di dalam pengajaran bahasa Inggris di Indonesia. Dalam pengajaran bahasa Inggris, metode yang pertama sekali digunakan adalah metode pengajaran dengan pendekatan konvensional. Di dalam metode pengajaran ini, siswa dituntut untuk dapat membaca teks dan menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia, sehingga siswa hanya mengingat bentuk dan latihan struktural dari bahasa Inggris, dan membandingkannya dengan bentuk dan struktur bahasa Indonesia. Dalam metode ini siswa pasif dalam menggunakan bahasa Inggris, karena mereka tidak dituntut untuk menggunakan bahasa Inggris secara aktif, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari siswa sehingga siswa kurang atau tidak termotivasi untuk belajar bahasa Inggris. Beranjak dari motivasi belajar dalam hal ini pelajaran bahasa Inggris, tinggi ataupun rendahnya motivasi belajar bahasa Inggris siswa, tidak terfokus pada materi pelajaran yang diajarkan oleh guru di dalam kelas, akan tetapi metode pengajaran yang tepat adalah hal yang terpenting bagi siswa, dan yang menjadi dasar pengajaran seorang guru dalam hal ini khususnya guru mata pelajaran bahasa Inggris ialah metode pengajaran yang mampu menarik minat dan menumbuhkan *Dosen Psikologi Universitas Medan Area
motivasi belajar bahasa Inggris siswa, oleh karena itu dianggap sangat tepatlah metode pengajaran contextual teaching and learning untuk dipakai dan diterapkan di sekolah SMP Swasta R.K Santo Petrus Medan. Dalam aktivitas belajar mengajar yang menggunakan metode contextual teaching ang learning ialah merupakan metode yang mengaitkan antara materi yang diajarkan oleh guru dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Dalam metode ini siswa dituntut berperan secara aktif dalam bermacam situasi dan kondisi, dan pengajar juga dengan sendirinya terlatih menjadi lebih kreatif sehingga nantinya latihan dan aktivitas belajar mengajar antara siswa dengan pengajar di dalam kelas tidak membosankan. Maka metode contextual teaching and learning ini merupakan metode yang paling tepat untuk meningkatkan motivasi belajar bahasa Inggris pada siswa SMP Swasta R.K Santo Petrus Medan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa metode contextual teaching and learning dalam proses pembelajaran bahasa Inggris sangat mempengaruhi motivasi belajar bahasa Inggris siswa. Proses pembelajaran bahasa Inggris yang diajarkan dengan menggunakan metode contextual ini, ternyata dapat meningkatkan motivasi belajar bahasa Inggris siswa SMP Swasta R.K Santo Petrus Medan. Terbukti bahwa nilai rata-rata motivasi belajar bahasa Inggris siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode contextualsebesar 152,396, sementara siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode conventional nilai rata-rata motivasi belajar bahasa Inggrisnya adalah sebesar 143,724. Berdasarkan perolehan data ini, maka dapat dinyatakan bahwa metode contextual yang diterapkan oleh 51
pengajar dalam hal ini guru bahasa Inggris telah berjalan dengan baik dalam upaya meningkatkan motivasi belajar bahasa Inggris pada siswa SMP. Selanjutnya dari penelitian ini juga diketahui bahwa secara umum siswa SMP Swasta R.K Santo Petrus Medan yang diajarkan dengan menggunakan metode contextual ini tergolong memiliki motivasi belajar bahasa Inggris yang tinggi sebab nilai rata-rata empirik motivasi belajar bahasa Inggris para siswa adalah sebesar 152,396 lebih besar dari pada nilai rata-rata hipotetiknya, yakni 112,5. Kondisi ini juga didukung oleh adanya perbedaans nilai rata-rata motivasi belajar bahasa Inggris ditinjau dari metode contextual teaching and learningadalah 152,396, sementara metode sebelumnya nilai rata-rata motivasi belajar bahasa Inggrisnya sebesar 143,724. A. Kesimpulan Berdasarkan hasil-hasil yang telah diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Terdapat perbedaan motivasi belajar bahasa Inggris yang signifikan ditinjau dari metode contextual teaching and learning dan metode konvensional pada siswa SMP Swasta R.K Santo Petrus Medan. Hasi ini diketahui dengan melihat nilai atau koefisien perbedaan t – test = -5,957 ; p = 0,00. Hal ini berarti hipotesis yang diajukan yang berbunyi ada perbedaan motivasi belajar bahasa Inggris pada siswa SMP Swasta R.K Santo Petrus Medan saat diajar dengan menggunakan metode contextual teaching and learningdan saat diajar dengan metode konvensional, dapat diterima atau dengan kata lain ada efektivitas terhadap motivasi belajar bahasa Inggris dengan penggunaan
*Dosen Psikologi Universitas Medan Area
metode contextual teaching and learning. 2. Secara umum siswa SMP Swasta R.K Santo Petrus Medan yang diajarkan dengan menggunakan metode contextual teaching and learning, ini tergolong memiliki motivasi belajar bahasa Inggris yang tinggi sebab nilai rata-rata empirik motivasi belajar bahasa Inggris mereka adalah sebesar 152,396 lebih besar daripada nilai rata-rata hipotetiknya, yakni 112,5. B. SARAN Sejalan dengan hasil penelitian serta kesimpulan yang telah dibuat, maka hal-hal yang dapat disarankan adalah sebagai berikut : 1. Kepada Staf Pengajar Melihat adanya perbedaan motivasi belajar bahasa Inggris ditinjau dari metode pengajaran contextual teaching and learning, maka disarankan kepada para staf pengajar agar menggunakan metode contextual teaching and learning dalam proses pembelajaran bahasa Inggris. Diharapkan melalui proses pembelajaran bahasa Inggris yang menggunakan metode contextual teaching and learning ini, motivasi belajar siswa semakin meningkat dan kondisi ini akan menguntungkan siswa untuk meperoleh hasil belajar maupun prestasi belajarnya menjadi lebih baik. 2. Kepada Subjek Penelitian Kepada subjek penelitian diharapkan agar tetap mempertahankan kondisi motivasi belajar bahasa Inggris yang sudah baik karena tergolong tinggi dengan cara tetap mau berlatih melalui media metode contextual teaching and learning, dan mempraktekkan apa yang sudah diketahui para siswa dalam kehidupan sehari-hari siswa dengan teman-temannya dan dengan orang yang lebih dewasa yang memahami bahasa Inggris, sebab hal ini sangat penting dan baik bagi siswa untuk memicu siswa 52
untuk meraih hasil belajar yang lebih baik. 3. Kepada Peneliti Selanjutnya Menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki berbagai kekurangan, maka disarankan kepada peneliti selanjutnya yang ingin melanjutkan penelitian ini untuk mengkaji faktorfaktor lain yang berhubungan dengan motivasi belajar bahasa Inggris, antara lain: jeda waktu yang lebih lama, beda kelas, tempat penelitian cita-cita siswa, kemampuan siswa, lingkungan sosial siswa, upaya guru dalam mendidik siswa, dan lingkungan pendidikan. Diharapkan dengan dilakukannya penelitian lanjutan ini dapat diperoleh hasil yang lebih lengkap.
Craft,
Anna. 2000. Membangun Kreativitas Anak. Depok: Inisiasi Press.
Crow. L.D., Crow, A. 1984. Psikologi Pendidikan. Surabaya: PT. Bina Ilmu. Dryden, Gordon dan Jeannette Vos. 2000. Revolusi Cara Belajar. Bandung : Kaifa. Emilda,W. 2007 Hubungan Antara Taraf Kecerdasan Intelektual Dengan Motivasi Belajar Siswa SMAN 3 MEDAN. Fromm, Erich. 2001. Motivasi dan Kreativitas. Jakarta : Grasindo.
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, A. H. 1991 Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta. Ali
Mohammad, dan Asrori Mohammad. 2009. Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Atkinson. R. L., dkk. 1983. Pengantar Psikologi. Jakarta : Erlangga.
Hasan, C. 1999 . Psikologi Pendidikan. Jakarta : Al-Iklas . Hawadi, Reni Akbar, R. Sihadi Darmo Wihandjo, dan Mardi Wiyono. 2001. Keberbakatan Intelektual. Jakarta: Grasindo. Mc. Niff, 2001. Motivasi Belajar dan Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Grasindo
Azwar, Saifuddin. 2003. Penyusunan Skala Psikologi.Yogyakarta : Pustaka Jaya.
Munandar, Utami. 2002. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Buzan, Tony. 2003.Head First. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Nugroho, 1998. Psikologi Pendidikan. Surabaya : Bina Ilmu.
Campbell, David.1986. Mengembangkan Kreativitas. Yogyakarta : Kanisius.
Pater,
Chandra, Julius. 1994. Kreativitas Bagaimana Menanam, Membangun dan Mengembangkannya. Yogyakarta : Kanisius.
Purwanto, Ngalim. 1993. Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis. Bandung: Remaja. Rosdakarya.
*Dosen Psikologi Universitas Medan Area
J. 1998. Mengajar. Kanisius.
Proses Belajar Yogyakarta:
53
Rusyan,
1992. Psikologi Jakarta : Erlangga.
Belajar.
Sadli, 1989. Motivasi Belajar, Jakarta: Bina Aksara. Safaria.
T. 2005. Interpersonal Intelligence: Metode Pengembangan Kecerdasan Interpersonal Anak. Yogyakarta : Amara Books.
Sardiman, 1997. Belajar Berhasil. Jakarta: Cipta.
Untuk Rineka
Sardiman, 1984. Motivasi Siswa. Bandung: Rosdakarya.
Belajar Remaja
Webe. A. 2005. Belajar Mandiri. Yogyakarta : Saujana. Winkel,
W. S. 1987. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Granedia.
http://lead.sabda.org/node/ 24 Desember 2010
Soemanto, 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta. Soenarto dan Hartono Agung. 1994. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Rineka Cipta Zabda.
1980. Pengantar Ilmu Pendidikan Teoritis Sistimatis. Yogyakarta: Susmasmedia.
Kemmis, Stephen. 2002. Sukses Profesi Guru dengan Penelitian Tindakan Kelas Yogyakarta: Interprebook Suryabrata. S. 2000. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta : Andi. Sutikno, Sobry 2008. Artikel : Peran Guru Dalam Membangkitkan Motivasi Belajar Siswa Tim Penyusun Kamus. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta : Balai Pustaka.
*Dosen Psikologi Universitas Medan Area
54