ISSN 2252 - 4487 Volume.3 | No.3 | September - Nopember 2014
1. Perbedaan Penurunan Gangguan Inkontinensia Urine Sebelum dan Sesudah Dilakukan Kegel Exercise Di RSU Sultan Sulaiman Sei Rampah Elfrida Simanjuntak ............................................................................................................ 1-9 2. Pengaruh Tindakan Slow Stroke Back Massage Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam ISkandar Markus Sembiring .............................................................................................. 10-16 3. Efektivitas Pemasangan Kateter Menggunakan Jelly yang Dimasukkan Ke Uretra dan Jelly yang Dioleskan Di Kateter Terhadap Tingkat Nyeri Pasien Di Instalasi Gawat Darurat Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Kuat Sitepu ........................................................................................................................... 17-25 4. Pengaruh Latihan Slow Deep Brithing Terhadap Intensitas Nyeri Akut pada Pasien Cidera Kepala Ringan Di Rumah Sakit Umum Kumpulan Pane Tebing Tinggi Fredy Kalvind Tarigan ........................................................................................................ 26-35 5. Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien Tb Paru Rawat Inap Di RSUD Deli Serdang Ni Nyoman Ayu Tamala Hardis ......................................................................................... 36-47 6. Perbedaan Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Dilakukan Kompres Dingin pada Pasien Post Laparatomi pada Pasien Post Operatif Di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua Agustina Simamora ............................................................................................................. 48-56 7. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Respon Time Perawat pada Penanganan Pasien Gawat Darurat Di Instalansi Gawat Darurat Di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Herri Novita Tarigan ......................................................................................................... 57-67 8. Perbandingan Tingkat Dehidrasi (Kekurangan Cairan ) Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Oralit Pada Anak yang Menderita Diare Di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Dewi Frintina Silaban .......................................................................................................... 68-75 9. Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat Insomnia Lansia Di Puskesmas Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahan Adrianus Manalu ..................................................................................................... 76-83
ISSN : 2252 - 4487
NERSTRA-NEWS JURNAL ILMIAH PROGRAM STUDI KEPERAWATAN AKPER D.III MEDISTRA LUBUK PAKAM September – Nopember 2014
Volume : 3, No : 3
DAFTAR ISI 1. Perbedaan Penurunan Gangguan Inkontinensia Urine Sebelum dan Sesudah Dilakukan Kegel Exercise Di RSU Sultan Sulaiman Sei Rampah Elfrida Simanjuntak .............................................................................................................
1-9
2. Pengaruh Tindakan Slow Stroke Back Massage Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam ISkandar Markus Sembiring ............................................................................................... 10-16 3. Efektivitas Pemasangan Kateter Menggunakan Jelly yang Dimasukkan Ke Uretra dan Jelly yang Dioleskan Di Kateter Terhadap Tingkat Nyeri Pasien Di Instalasi Gawat Darurat Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Kuat Sitepu............................................................................................................................ 17-25 4. Pengaruh Latihan Slow Deep Brithing Terhadap Intensitas Nyeri Akut pada Pasien Cidera Kepala Ringan Di Rumah Sakit Umum Kumpulan Pane Tebing Tinggi Fredy Kalvind Tarigan ......................................................................................................... 26-35 5. Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien Tb Paru Rawat Inap Di RSUD Deli Serdang Ni Nyoman Ayu Tamala Hardis .......................................................................................... 36-47 6. Perbedaan Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Dilakukan Kompres Dingin pada Pasien Post Laparatomi pada Pasien Post Operatif Di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua Agustina Simamora .............................................................................................................. 48-56 7. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Respon Time Perawat pada Penanganan Pasien Gawat Darurat Di Instalansi Gawat Darurat Di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Herri Novita Tarigan ..........................................................................................................57-67 8. Perbandingan Tingkat Dehidrasi (Kekurangan Cairan ) Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Oralit Pada Anak yang Menderita Diare Di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Dewi Frintina Silaban ........................................................................................................... 68-75 9. Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat Insomnia Lansia Di Puskesmas Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahan Adrianus Manalu ...................................................................................................... 76-83
PENGANTAR REDAKSI Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan ridhoNya telah terbit Jurnal Ilmiah Program Studi Keperawatan D.III Akper MEDISTRA Lubuk Pakam dengan nama NESTRA-NEWS yang merupakan majalah ilmiah yang diterbitkan berkala setiap Tiga bulanan, yaitu periode Januari– Juni dan Juli – Desember. Kami mengharapkan untuk terbitan periode berikutnya para Peneliti / Dosen dapat meningkatkan kualitas maupun mutu dari tulisan ini, sehingga memungkinkan sebagai bahan rujukan dalam melakukan kegiatan penelitian. Dalam kesempatan ini Redaksi mengucapkan terimakasih kepada para Peneliti / Dosen dan semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penerbitan jurnal ilmiah ini. Semoga Program Studi Keperawatan D.III Akper MEDISTRA Lubuk Pakam, sukses dan maju.
Salam,
Redaksi
PENGURUS Pelindung
: 1. Drs. Johannes Sembiring, M.Pd Ketua Yayasan MEDISTRA Lubuk Pakam 2. Drs. David Ginting, M.Pd Ketua STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam
Penanggungjawab
: Rosita Ginting, SH BAA Akper MEDISTRA Lubuk Pakam
Pimpinan Redaksi
: Kuat Sitepu, S.Kep, Ns, M.Kes
Sekretaris Redaksi
: Desideria Yosepha Ginting, S.Si.T, M.Kes
Redaktur Ahli
: 1. 2. 3. 4. 5.
Tahan Adrianus Manalu, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.MB Jul Asdar Putra Samura, SST, M.Kes Efendi Selamat Nainggolan, SKM, M.Kes Christine Vita Gloria Purba, SKM, M.Kes Grace Erlyn Damayanti Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep
Koordinator Editor
: 1. 2. 3. 4. 5.
Basyariah Lubis, SST, M.Kes Dameria, SKM, M.Kes Rahmad Gurusinga, S.Kep, Ns,M.Kep Fadlilah Widyaningsih, SKM Luci Riani Br. Ginting, SKM, M.Kes
Sekretariat
: 1. Tati Murni Karo-Karo, S.Kep, Ns, M.Kep 2. Sri Wulan, SKM 3. Raisha Octavariny, SKM, M.Kes
Distributor
: 1. Layari Tarigan, SKM 2. Arfah May Syara, S.Kep, Ns
Penerbit
: STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam Jl. Sudirman No. 38 Lubuk Pakam, K0de Pos : 20512 Telp. (061) 7952262, Fax (061) 7952234 e-mail :
[email protected] Website: medistra.ac.id
Diterbitkan2 (Dua) kali setahun, Bulan Januari - Juni dan Juli – Desember.
PERBEDAAN PENURUNAN GANGGUAN INKONTINENSIA URINE SEBELUM DAN SESUDAH DAN DILAKUKAN KEGEL EXERCISE PADA LANSIA DI RSU SULTAN SULAIMAN Elfrida Simanjuntak, S.Kep, Ns, M.Kep Dosen Akper MEDISTRA Lubuk Pakam ABSTRACT Changes that occur in the elderly almost all organs included the urinary organs was the impact of the aging process. Weak pelvic floor muscles that support, bladder and urethral sphincter, uncontrolled contractions onset of the stimulus that causes the bladder to urinate before his time. The study was quasi experimental design models Time Series Design. This study aims to determine the differences decrease urinary incontinence disorders before and after kegel exercise in Sultan Sulaiman. The population in this research are all patients and 49 samples, samples by purposive sampling techniques, methods of data collection by interviewing indirectly by using the observation sheet. Based on the results of statistical tests used the test sample t-test/paired dependent t test indicated that the then there was a significant relationship between urinary incontinence before and after Kegel exerise (p = 0.003). For it was expected to nurses to provide health education on the benefits of Kegel exercises so that the elderly can overcome secaramandiri urinary incontinence. tahun,usia sangat tua (veryold) ialah di atas 90 tahun (darmojdo 2009).
Latar Belakang Penuaan merupakan suatu proses yang terjadi secara alamiah yang akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik itu sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan karena dengan semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena factor alamiah maupun karena suatu proses penyakit.(Budhi darmojo,2009). Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun1998 dalam Bab1Pasal1ayat2 yang berbunyi“Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Menurut Usia lanjut dibagi menjadi empat criteria berikut : usia pertengahan(middleage) ialah 45-59 tahun,lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun,lanjut usia tua (old) ialah75-90
Jumlah lansia diseluruh dunia diperkirakan ada 500 juta dengan usia ratarata 60 tahun dan diperkirakan pula tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Menurut data demografi penduduk internasioanal yang dikeluarkan Berreau OfThe Cencus USA 1993, dilaporkan bahwa Indonesia pada tahun 19902025 akan mengalami kenaikan jumlah lansia sebesar 4,4%, merupakan angka tertinggi diseluruh dunia (Nugroho, 2008). Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan lansia dari sebesar 554.761 jiwa(4,6%) pada tahun 2005 meningkat menjadi sebesar 765.822 jiwa dan 767.120 jiwa (5,9%) pada tahun
1
2010(http://sumut.bps.go.id/, Badan Pusat Statistik, 2010) Dengan melihat peningkatan lansia yang sangat signifikan dari data diatas tersebut, maka sangat memunginkan berbagai penyakit dapat menyerang dan penyebab penyakit pada lansia pada umumnya berasal dari dalam tubuh (endogen), serta Penanganan penyakit pada usia lanjut bersifat khusus, hal itu karena penyakit pada usia lanjut biasanya tidak berdiri sendiri (multipatologi) dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri maupun saling berkaitan dan memperberat kesehatan dari lansia (Boedhi Darmojo, 2009). Dimana lansia yang berusia 60 tahun ke atas, mengalami arthritis sebanyak 58,1%, hipertensi 45,0%, gangguan hati 21,4%, kanker 19,4%, diabetes 12,0%, stroke 8,9% , anemia30,7%, katarak23% dan Inkontinensia urine 14,2%. Penyakit-penyakit tersebut merupakan penyebab utama disabilitas pada usia lanjut (Komisi Nasional Lanjut Usia, 2010). Manusia mempunyai kebutuhan dasar (kebutuhan pokok) untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Walaupun setiap individu mempunyai karateristik yang unik. Kebutuhan dasarnya sama. Perbedaannya hanya dalam cara pemenuhan kebutuhan dasar tersebut. Kebutuhan dasar manusia mempunyai banyak katagori atau jenis. Salah satunya ialah kebutuhan fisiologis, seperti oksigen, cairan, nutrisi, eliminasi, sebagai kebutuhan yang paling mendasar dalam jasmaniah (Asmiadi, 2008). Kebutuhan eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan penting dalam menentukan kelangsungan hidup
manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan homeostatis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme (Asmiadi, 2008). Perubahan yang terjadi pada lanjut usia hampir seluruh organ tubuh termasuk organ berkemih adalah dampak dari proses menua. Lemahnya otot dasar panggul yang menyangga, kandung kemih dan sfingter uretra, timbulnya kontraksi yang tidak terkontrol pada kandung kemih yang menimbulkan rangsangan untuk berkemih sebelum waktunya, dan pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna. Semua hal ini dapat menyebabkan gangguan eliminasi urine (Inkontinensia urine) (Nursalam,2008). Inkontinensia urine merupakan salah satu keluhan utama pada penderita lanjut usia, dimana variasi dari inkontinenisa urine meliputi dari kadang – kadang hanya keluar dari beberapa tetes urine saja, sampai benar-benar banyak, bahkan disertai juga Inkontinensia alvi. Inkontinensia dapat merupakan faktor tunggal yang menyebabkan seorang lanjut usia dirawat karena sudah tidak lagi teratasi oleh penderita sendiri. Selain itu Inkontinensia mempunyai dampak medik, psikososial dan ekonomi (Boedhi darmojho 2009). Dampak medik dari Inkontinensia urine antara lain dikaitkan dengan ulkus dekubitus, infeksi saluran kemih, urosepsis, gagal ginjal dan mortalitas yang meningkat. Sedangkan dampak psikososial dari Inkontinensia urine adalah kehilangan percaya diri, depresi, menurunnya aktifitas seksual dan pembatasan aktifitas sosial. Dan dari segi ekonomi ialah bagi perawatan
2
dan pengobatan dari indikasi Inkontinensia tersebut. Di amerika serikaht biaya pengelolaan Inkontinensia urine dan komplikasinya mencapai lebih dari $ 13 Milyar per tahun (Purnomo 2011). Prevalensi Inkontinensia urine pada wanita didunia berkisar antara 10 58%, sedang di Eropa dan Amerika berkisar antara 29,4%. Menurut APCAB menetapkan prevalensi Inkontinensia Urine 20,6% pada Wanita Asia, sedangkan Wanita Indonesia 9,8%. Prevalensi pada Pria Asia berdasar survei dari APCAB (Asia Pacific Continence Advisor Board) sekitar 6,8%, sedangkan untuk Pria Indonesia 5% (http://www.continenceworldwide.or g/, Asia Pacific Continence Advisor Board 2008). RSU Sultan Sulaiman merupakan salah satu desa di kabupaten serdang bedagai dengan luas wilayah 6400 Km3, dengan topografis pertanian, perindustrian dan perniagaan. Selain itu RSU Sultan Sulaiman ini memliki jumlah penduduk 11.685 jiwa yang tersebar disepuluh dususn di RSU Sultan Sulaiman tersebut. Yang mana jumlah dari penduduk laki- laki 5955 jiwa dan perempuan 5719 jiwa pada tahun 2012 dan pada tahun 2013, jumlah penduduk 11680 jiwa, dimana penduduk laki – laki sebanyak 5952 jiwa dan perempuan 5717 jiwa. Selain itu jumlah penduduk dengan pengklasifikasian usia meliputi 0 -5 tahun 1436 jiwa, 612 tahun 2006 jiwa, 13 – 16 tahun 1986 jiwa, 17 – 59 tahun 4612 jiwa dan >60 tahun 1708 jiwa (Bina keluarga lansia 2013). Dimana Angka kejadian dari beberapa penyakit yang dialami masyarakat lanjut usia di RSU Sultan
Sulaiman pada usia 60 tahun keatas antara lain yang mengalami Inkontinensia urinesebanyak 58,1%, hipertensi 45,0%, konstipasi21,4%, reumathoid atritis19,4%, diabetes 12,0%, stroke 8,9% , anemia30,7%, katarak23% dan Penyakit paru obstrktif kronik 14,2%(Dinkes Serdang Bedagai, 2013). Dengan jumlah lansia dari data diatas yang begitu sangat mendominasi dari tingkat jumlah penduduk yang ada didesa tersebut, yang menjadi salah satu keluhan pada lansia ialah gangguan Inkontinensia urine, yang mana lansia didesa tersebut mengeluh dengan ganguan pola miksi yang tidak tertahan sehingga sering kali terjadi pengeluaran urine baik yang sengaja maupun yang tidak dapat menahan pada saat ingin melakukan miksi. Data tersebut menunjukkan Inkontinensia urine merupakan salah satu faktor utama dari beberapa penyakit yang dialami para lansia di desa tersebut , dimana pendeteksian dan penanganan serta pengobatanya masih sangat minim, dikarenakan penderita lanjut usia menganggap Inkontinensia urine ini hanya sebuah gangguan biasa dalam penurunan kualitas kesehatan diri dari penderita lansia tersebut. Maka dari itu peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang “perbedaan penurunan gangguan Inkontinensia sebelum dan sesudah dilakukan kegel exercisepada lansia Tahun 2013di RSU Sultan Sulaiman kecamatan Sei Rampah kabupaten Serdang Bedagai”. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah
3
penelitian sebagai berikut: apakah adaperbedaan penurunan gangguan inkontinensia sebelum dan sesudah dilakukan kegel exercise pada lansia di RSU Sultan Sulaiman kecamatan Sei Rampah ?
Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini direncanakan mulai bulan April sampai dengan bulan April 2013. Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah keseluruhan/ sekelompok subyek dengan karateristik tertentu (Satroasmoro 2010). Dimana populasi pada penelitian ini adalah semua Lansia yang menderita gangguan inkontinensia urine yang berada di RSU Sultan Sulaiman kecamatan Sei Rampah sebanyak 280 orang. Berdasarkan hasil survei rata – rata jumlah lansia yang menderita gangguan inkontinensia urine pada desa tersebut adalah 80 orang. Sampel penelitian adalah objek yang diteliti yang dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo 2010). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian yang diteliti yang dianggap mewakili lansia yang mengalami gangguan inkontinensia urine yang ada di RSU Sultan Sulaiman kecamatan Sei Rampah. Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non-Probability Sampling dengan teknik “Purposive sampling”, yang merupakan suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (notoatmodjo 2010).
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian Quasi eksperimen atau eksperimen semu untuk mengetahui pengaruh kegel exercise terhadap penurunan gangguan inkontinensia urine pada lansia diRSU Sultan Sulaiman tahun 2013. Quasi eksperimen suatu penelitian dengan melakukan kegiatan percobaan (eksperiment), yang bertujuan untuk mengetahui gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu atau eksperiment tersebut (Notoatmojo 2010). Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di RSU Sultan Sulaiman kecamatan Sei Rampah. Adapun alasan peneliti memilih tempat penelitian ini karena RSU Sultan Sulaiman terletak di kecamatan Sei Rampah kabupaten serdang bedagai sehingga mudah dicapai peneliti untuk melakukan penelitian dan dilihat dari data statistik bina keluarga lansia di RSU Sultan Sulaiman. Yang mana angka kejadian gangguan inkontinensia urine yang sangat relatif cukup banyak, adapun jumlah lansia yang tinggal di desa tersebut 280 orang dari 80 orang yang mengalami gangguan inkontinensia urine. Selain itu lokasi tersebut belum pernah diteliti dengan penelitian dengan topik atau judul penelitian yang sama.
Variabel dan Defenisi Operasional Variabel penelitian adalah karateristik subyek penelitian yang
4
berubah dari satu subyek ke subyek lain (Satroasmoro, 2011). Dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel independent (bebas) adalah vaiabel yang menghubungkan yaitu latihan kegel exercise dan variabel dependent (terikat) adalah variabel yang dihubungkan yaitu penurunan gangguan inkontinensia urine pada lansia. Defenisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang besangkutan (Satroasmoro, 2011).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Gangguan Inkontinensia Urine Sebelum Dilakukan Kegel Exerise Pada Lansia Di RSU Sultan Sulaiman Kecamatan Sei Rampah Inkontinensia Urine (Pre Test)
Mean
Inkontinensia Urine
4,39
Standar Deviasi (SD) 1,037
Hasil analisis inkontinensia urine sebelum dilakukan kegel exerise pada lansia yaitu dengan nilai ratarata 4,39 dengan standar deviasi 1,037. Gangguan Inkontinensia Urine Sesudah Dilakukan Kegel Exerise Pada Lansia Di RSU Sultan Sulaiman Kecamatan Sei Rampah Hasil Analisis Gangguan Inkontinensia Urine Sesudah Dilakukan Kegel Exerise Pada Lansia Di RSU Sultan Sulaiman Kecamatan Sei Rampah
Analisa Data Analisis univariat, untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karateristik setiap variabel penelitian. Penelitian ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari hasil variabel. Analisis ini diperlukan untuk menjelaskan atau mengetahui apakah ada pengaruh atau perbedaan yang signifikan antar variabel independent dengan variabel dependent. Analisis bivariat dilakukan setelah karateristik masing-masing variabel diketahui. Data analisis untuk perhitungan bivariat pada penelitian ini menggunakan one-way ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% (pValue< α). Pembuktiaan ini dilakukan untuk membuktikan hipotesa perbedaan penurunan gangguan inkontinensia urine sebelum dan sesudah dilakukan latihan kegel exercise pada lansia apabila p value < 0,05.
Inkontinensia Urine (Post Test) Inkontinensia Urine
Mean 2,62
Standar Deviasi (SD) 0,905
Hasil analisis inkontinensia urine sesudah dilakukan kegel exerise pada lansia yaitu dengan nilai rata-rata 2,62 dengan standar deviasi 0,905. Tabulasi Hasil Bivariat Perbedaan penurunan gangguan inkontinensia sebelum dan sesudah dilakukan kegel exercise pada lansia di RSU Sultan Sulaiman kecamatan Sei Rampah dapat dilihat pada berikut ini:
5
Kebutuhan eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan penting dalam menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan homeostatis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme (Asmiadi, 2008). Perubahan yang terjadi pada lanjut usia hampir seluruh organ tubuh termasuk organ berkemih adalah dampak dari proses menua. Lemahnya otot dasar panggul yang menyangga, kandung kemih dan sfingter uretra, timbulnya kontraksi yang tidak terkontrol pada kandung kemih yang menimbulkan rangsangan untuk berkemih sebelum waktunya, dan pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna. Semua hal ini dapat menyebabkan gangguan eliminasi urine (Inkontinensia urine) (Nursalam,2008). Inkontinensia urine merupakan salah satu keluhan utama pada penderita lanjut usia, dimana variasi dari inkontinenisa urine meliputi dari kadang – kadang hanya keluar dari beberapa tetes urine saja, sampai benar-benar banyak, bahkan disertai juga Inkontinensia alvi. Inkontinensia dapat merupakan faktor tunggal yang menyebabkan seorang lanjut usia dirawat karena sudah tidak lagi teratasi oleh penderita sendiri. Selain itu Inkontinensia mempunyai dampak medik, psikososial dan ekonomi (Boedhi darmojho 2009).
Perbedaan penurunan gangguan inkontinensia sebelum dan sesudah dilakukan kegel exercise pada lansia di RSU Sultan Sulaiman kecamatan Sei Rampah Inkontine nsia Urine
Paired Test
pVa lue
Rat arata
Stan dar Devi asi
95% Confidence Interval Upp Low er er
Sebelum Sesudah
1,7 63
0,60 1
1,89 6
1,62 9
0,00 6
Berdasarkan tabel didapatkan bahwa nilai mean antara pengukuran pertama dan kedua sebesar 1,763 dengan standar deviasi (SD) 0,601. Hasil Uji statistik didapatkan nilai p= 0,006 ≤ α=0,05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa dalam penelitian ini diterima yaitu ada Perbedaan penurunan gangguan inkontinensia sebelum dan sesudah dilakukan kegel exercise pada lansia di RSU Sultan Sulaiman kecamatan Sei Rampah. Pembahasan Gangguan Inkontinensia Urine Sebelum Dilakukan Kegel Exerise Pada Lansia Di RSU Sultan Sulaiman Kecamatan Sei Rampah Hasil analisis inkontinensia urine sebelum dilakukan kegel exerise pada lansia yaitu dengan nilai ratarata 4,39 dengan standar deviasi 1,037. Dari hasil ini dapat diasumsikan bahwa pada lanjut usia terjadi penurunan fungsi organ yang dapat menyebabkan lanjut usia mengalami inkontinensia urine untuk itu diperlukan suatu senam yang dapat menguatkan otot –otot saluran kemih.
Gangguan Inkontinensia Urine Sesudah Dilakukan Kegel Exerise Pada Lansia Di RSU Sultan Sulaiman Kecamatan Sei Rampah
6
Hasil analisis inkontinensia urine sesudah dilakukan kegel exerise pada lansia yaitu dengan nilai rata-rata 2,62 dengan standar deviasi 0,905. Dari hasil ini dapat diasumsikan bahwa inkontinensia dapat diatasi dengan melakukan senam kegel yang bertujuan untuk melatih otot saluran kemih. Kebutuhan eliminasi urine merupakan kebutuhan dasar yang esensial dan berperan penting dalam menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan hemostatis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme (Asmadi, 2008). Latihan kegel adalah suatu latihan otot dasar panggul (pubococcygeal muscle). Senam ini awalnya digunakan sebagai terapi pada wanita yang tidak mampu mengontrol keluarnya urine. Nama kegel sendiri diambil dari nama penemunya, yaitu Arnold Kegel, sekitar tahun 1950-an, ia adalah seorang dokter spesialis dalam bidang kebidanan dan penyakit kandungan di Los Angeles.
pengaruh yang signifikan antara inkontinensia urine sebelum dan sesudah dilakukan kegel exerise. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Ratnawati (2010) mengenai pengaruh kegel exercise terhadap inkontinensia urine yaitu didapatkan 73% lansia mengalami perubahan dan 27% tidak mangalami perubahan. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan Mann Whitney Test Program Mini Tab, didapatkan the test significan 0.0014 yang berarti terdapat perubahan inkontinensia pada lansia. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wayan Chandra (2009) di Panti Jompo Daerah Bali mengenai pengaruh senam kegel pada pasien inkontinensia urine maka didapat hasil bahwa lansia yang mengalami perubahan setelah dilakukan senam kegel yaitu sebanyak 13 orang dan pasien yang tidak mengalami perubahan setelah dilakukan senam kegel yaitu sebanyak 7 orang. Hal tersebut disebabkan oleh faktor proses penyakit lainnya (Chandra, 2009). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Susilowati (2009) di Panti Jompo Daerah Surakarta tentang pengaruh senam kegel terhadap inkontinensia urine maka didapat hasil penelitian bahwa dari 28 orang pasien maka 23 diantaranya mengalami perubahan inkontinensia urine setelah dilakukan senam kegel dan 5 orang lainnya tidak terjadi perubahan inkontinensia urine setelah dilakukan senam kegel. Latihan atau senam kegel adalah latihan yang bertujuan untuk memperkuat alat-alat dasar panggul
Perbedaan penurunan gangguan inkontinensia urine sebelum dan sesudah dilakukan kegel exercise pada lansia di RSU Sultan Sulaiman kecamatan Sei Rampah Dari hasil penelitian didapat bahwa rerata inkontinensia urine 1,763 dengan standar deviasi (SD) 0,601. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rerata inkontinensia urine sebelum dilakukan kegel exerise 4,39 dan sesudah diberikan kegel exerise adalah 2,62. Hasil Uji statistik didapatkan nilai p= 0,003 (α=0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada
7
terutama otot pubococcygeal sehingga seseorang dapat memperkuat otot-otot saluran kemih. Otot panggul atau otot pubococcygeal muscle adalah otototot yang melekat pada tulang-tulang panggul seperti ayunan yang berperan menggerakan organ-organ dalam panggul yaitu rahim, kantong kemih dan usus (Angriyana 2010). Latihan kegel (kegle exercaise) adalah suatu bentuk kegiatan fisik yang memberikan pengaruh baik terhadap tingkat kemampuan fisik manusia bila dilaksanakan dengan tepat dan terarah. Latihan kegel pada usia lanjut dapat mencegah atau memperlambatkan kehilangan fungsional tubuh menurut Witehead (Nursalam, 2008). Menurut teori Latihan kegel bertujuan untuk meningkatkan tonus otot kandung kemih dan kekuatan otot dasar panggul serta sfingter uretra agar dapat tertutup dengan baik, meningkatkan efisiensi serta memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit, meningkatkan aliran darah ke ginjal, memperpanjang latihan interval waktu berkemih sehingga lansia dapat menahan sensasi untuk berkemih sebelum waktunya.
exerise pada lansia yaitu dengan nilai rata-rata 4,39 dengan standar deviasi 1,037. 2. Hasil analisis inkontinensia urine sesudah dilakukan kegel exerise pada lansia yaitu dengan nilai rata-rata 2,62 dengan standar deviasi 0,905. 3. Ada perbedaan penurunan gangguan Inkontinensia sebelum dan sesudah dilakukan kegel exercise. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji dependen sample ttest/paired t test menunjukan bahwa pValue yaitu 0.003 yang berarti pValue< dari α=0.05.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil uji statistik dan pembahasan tersebut diatas bahwa dapat disimpulkan bahwa perbedaan penurunan gangguan Inkontinensia sebelum dan sesudah dilakukan kegel exercise pada lansia Tahun 2013 di RSU Sultan Sulaiman kecamatan Sei Rampah kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013: 1. Hasil analisis inkontinensia urine sebelum dilakukan kegel
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta . As`adi. M. 2011. Beragam Tekhnik Senam Khusu Stimulasi OrganOrgan Seksual. Jogjakarta: Buku Biru. Darmojdo, Boedhi. 2009. Ilmu Kesehatan Usia Lanjut (Geriarti). Semarang: Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia
Saran Diharapkan agar dapat menerapkan kegel exercise agar dapat menahan urine dan memperbaiki otot saluran kemih. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dalam mengatasi inkontinensia urine. Sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya dapat lebih mengembangkan bahan masalah peneliti tentang faktor mengatasi inkontinensia urine.
DAFTAR PUSTAKA
8
Satroasmoro, Sudigdo. 2011. Dasardasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:Sagung Seto. Notoatmojdo, soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Nursallam.2008. Konsep dan penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: pedoman Skripsi, Tesis Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Potter, perry. 2009. Fundamental Keperawatan Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika
Purnomo,Basuki B. 2011. Dasardasar Urologi. Jakarta: Salemba Medika Masdani,Jos. 2008. Ilmu Kesehatan Lansia dan Kebutuhan Dasar lansia. http//www.Scribs.org.ac.id. diakses pada hari senin, 28 april, Pukul: 01.00 wib. Nursallam. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika Ariza, dkk 2009. Pentalaksanaan KeperawatanGangguan Perkemihan Dasar. Bandung: Araska
Siti, M. 2008. Mengenal usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medikasar
Azwar, A. 2010. Penyakit di Usia Tua. Jakarta: EGC
Setiati. 2008. Lima Puluh Masalah Kesehatan di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Anggiyana. Kesehatan. Medika
9
2010. Senam Yogyakarta: Kuha
PENGARUH TINDAKAN SLOW STROKE BACKMASSAGE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DELI SERDANG LUBUK PAKAM Iskandar Markus Sembiring, S.Kep, Ns, M.Kep Dosen Akper MEDISTRA Lubuk Pakam ABSTRACT Hypertension has become a deadly disease populations in developed countries and developing countries over the last eight decades. Hypertension is a circulatory system disorder that causes increased blood pressure above the normal value, which is 140/90 mmHg. This study aims to determine the effect of slow stroke back massage action to decrease blood pressure in hypertensive patients at the General Hospital of Deli Serdang Lubuk pakam 2013. This type of research is pre-experiment. The population in this study are patients with hypertension were hospitalized in room jasmine and roses in the General Hospital of Deli Serdang Lubuk pakam 2013. With non-probability sampling technique sampling, the sample is numbered 34 people. Taken by using purposive sampling technique. Data were collected through observation data were analyzed using paired t-test with a confidence level of 95% or p = 0.05. Based on the analysis shows no significant effect P value = 0.003≤ α (α = 0.05). The results showed blood pressure experienced a significant drop in blood pressure systolic and diastolic. The conclusion of this study, there is significance influence stroke back massage slowdown blood pressure of hypertensive patients ,and and practiced as a simple and cheap. Keywords : Decrease in Blood Pressure, Slow Stroke Back Massage, Reference
: 14 pieces (years 2005-2013). Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004. Kelompok Kerja Serebrokardiovaskuler FK UNPAD/RSHS tahun 1999,
Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah, termasuk hipertensi telah menjadi penyakit yang mematikan banyak penduduk di Negara maju dan Negara berkembang lebih dari 8 dekade terakhir. Hipertensi merupakan gangguan system peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah diatas nilai normal, yaitu 140/90 mmHg (Triyanto, 2013). Menurut WHO (World Health Organitation) dan the International
10
menemukan prevalensi hipertensi sebesar 17,6% dan MONICA Jakarta tahun 2000 melaporkan prevalensi hipertensi di daerah urban adalah 31,7% (Nugroho, 2008 dalam Indah). Di Amerika di perkirakan 30% penduduknya (± 50 juta jiwa) menderita tekanan darah tinggi (≥ 140/90 mmHg)dengan persentase biaya kesehatan cukup besar setiap tahunnya. Menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES), insiden hipertensi pada orang dewasa di Amerika tahun 2010-2012 adalah sekitar 39-51%, yang berarti bahwa terdapat 58-65 juta orang menderita hipertensi, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES II. Prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi mengalami komplikasi stroke. Sedangkan sisanya mengalami penyakit jantung, gagal ginjal, dan kebutaan.Hipertensi sebagai penyebab kematian ke-3 setelah stoke dan tuberculosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia (Riskesdas, 2010 dalam Triyanto, 2013). Perbandingan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi.Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah di dapatkan angka prevalensi 6%dari pria dan 11% pada wanita. Laporan dari Sumatera Barat menunjukkan 18,6% pada pria dan 17,4% wanita. Di daerah perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita. Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta di dapatkan 14,6% pada pria dan pada wanita 13,7% (Puspita, 2013).
Data yang diperoleh dari Rekaman Medik RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam tahun 2012 pasien dengan penderita hipertensi yang rawat inap berjumlah 205 orang (1,98 %) dan jumlah pasien yang rawat jalan adalah 11.088 orang (20,72 %). Pada tahun 2013 bulan Januari-Juni pasien dengan hipertensi yang rawat inap berjumlah 310 dan pada tahun 2013 Tujuan Penulisan Mengetahui pengaruh tindakan slow stroke back massage terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam tahun 2013. Mengidentifikasi karakteristik responden (umur, jenis kelamin, dan faktor keturunan). Mengidentifikasi tekanan darah pada penderita hipertensi sebelum dilakukan tindakan slow stroke back massage. Mengidentifikasi tekanan darah pada penderita hipertensi sesudah dilakukan tindakan slow stroke back massage. Untuk mengetahui pengaruh slow stroke back massageterhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam tahun 2013. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah pra eksperimen dengan model rancangan penelitian one group pre test-post test. Yaitu sebelum dilaksanakannya perlakuan maka dilakukan observasi pada sampel dan sesudah perlakuan juga dilakukan beberapa kali observasi (Sugiyono, 2010).Dalam penelitian ini, peneliti memilih pasien dengan dengan hipertensi yang
11
menjadi sampel penelitian. Selanjutnya dilakukan pengukuran Tekanan Darah (observasi pre-test). Setelah itu pasien diberikan tindakan pasien diberikan tindakan slow stroke back massage (pijat lembut pada punggung) yang kemudian diukur kembali tekanan darah (observasi post-test).
3) Merupakan pasien yang rawat inap diruangan Melur dan Mawar di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam tahun 2013. b. Kriteria Ekslusi Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagi berikut : (a) Pasien dengan luka bakar, daerah kemerahan pada kulit, atau decubitus pada punggung. (b) Pasien yang mengikuti perawatan alternative semacam pijat lainnya seperti akupuntur. (c) Lansia dengan asam urat.
Populasi dan Sampel Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri ats objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien hipertensi rawat inap di ruang Melur dan Mawar di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. Dalam hal ini diketahui populasi dari bulan Maret-April tahun 2013 sebanyak 37 orang. Sampel adalah subset bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sastroasmoro, 2011). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling dengan carapurposive sampling
Variabel dan Defenisi Operasional Variabel adalah sebuah konsep yang dapat dibedakan menjadi dua, yakni yang bersifat kuantitatif dan kualitatif (Hidayat, 2007). Didalam penelitian ini membuktikan pengaruh slow stroke back massage terhadap penurunan tekan darah pada penderita hipertensi. Untuk dapat membuktikan pengaruh tersebut maka penelitu menetapkan variable sebagai berikut : a) Bebas(Variabel Independent) Variabel bebas dalam penelitian ini adalah slow stroke back massage. b) Variabel Terikat (Variable Dependent) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi.
Adapun kriteria sampel adalah : a. Kriteria Inklusi Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah : 1) Pasien penderita hipertensi disertai dengan keluhan sakit kepala, sakit pada tengkuk, dan gangguan penglihatan. 2) Pasien hipertensi yang belum pernah mendapat terapi slow stoke back massage.
Defenisi operasional adalah mendefenisikan variable secara secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2007).
12
Setelah dilakukan pengumpulan data, maka komponen variable penelitian dapat dilakukan analisis. Berdasarkan Saryono (2011) dalam Indah (2013), analisis data dilakukan dalam 2 tahap yaitu : a. Analisis Univariate Analisis univariate dalam penelitian ini adalah mengatahui tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan terapi slow stroke back massage. b. Analisis Bivariate Analisis bivariate dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh slow stroke back massage terhadap penurunan Tekanan darah pada penderita hipertensi dengan melihat pre test dan post test. Penelitian ini menggunakan uji t atau t-tes yaitu untuk mengetahui adanya pengaruh tindakan slow stroke back massage terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam, dengan tingkat kepercayaan 95%(α=0,05) jika p≤0,05 maka Hipotesis alternatif diterima Hipotesis nol ditolak, slow stroke back massage terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam (Notoadmojo, 2010).
Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2010). Data yang diperoleh berasal dari data primer, merupakan data yang dikumpulkan dan diperoleh secara langsung di lapangan oleh peneliti. Data dari penelitian ini adalah data jumlah penderita hipertensi yang rawat inap di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam tahun 2013. Metode Analisa Data Pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan Setelah pengumpulan data. Data yang masih mentah (raw data), perlu diolah sehingga informasi yang akhirnya dapat digunakan untuk menjawab tujuan penelitian. Pengolahan data dilakukan Melalui empat tahapan (Hidayat, 2007) yaitu: a. Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan isi lembar observasi, apakah Jawaban yang ada dilembar observasi sudah lengkap, jelas relevan, dan konsisten. b. Coding yaitu merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi menjadi data berbentuk angka/bilangan c. Entri data adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel tau database computer. d. Melakukan teknik analisis, dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis analitik .
HASIL PENELITIAN Responden dalam penelitian ini adalah penderita Gastritis di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. Dikarenakan waktu penelitian yang terbatas maka peneliti hanya mendapatkan jumlah responden sebanyak 32 responden yang digambarkan menurut umur dan jenis kelamin.
13
PEMBAHASAN Karakteristik Responden a. Umur Hasil penelitian dilakukan di RSUD. Deli Serdang Lubuk Pakam dapat dikehui bahwa kelompok umur tertinggi adalah 50-54 tahun sebanyak 14 0rang (41,2%), kelompokumur 45-49 tahun sebanyak 12 orang (35,3%), dan kelompok umur 40-44 sebanyak 8 orang (23,5%). Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa yang mendominasi pasien hipertensi yang dirawat di RSUD.Deli Serdang Lubuk Pakam adalah berusia 50-54 tahun yaitu dikalangan lansia. Hal ini diakibatkan karena factor usia, factor makanan,dan gaya hidup . Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Anastasi dkk, 2010) kasus hipertensi umumnya diderita oleh kalangan lansia.Disebabkan oleh berbagai factor misalnya pola makan dan gaya hidup. b. Jenis Kelamin Hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dapat diketahui bahwa jenis kelamin terbanyak kelamin adalah perempuan berjumlah 23 0rang (67,6 %) dan yang terendah adalah laki-laki berjumlah 11 orang (32,4%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyakit hipertensi lebih banyak menyerang kaum laki-laki daripada perempuan.Hal ini dikaitkan dengan pola hidup laki-laiki lebih cenderung mempunyai banyak tekanan, kelelahan, sters, serta makan yang tak terkiontrol.Sedangkan darah tinngi pada perempuan biasanya lebih banyak menyerang setelah berusia 45 tahun.
Tekanan Darah Penderita Hipertensi Sebelum Dilakukan Tindakan Slow Stroke Back Massage. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 34 responden yang terbanyak adalah berjumlah tekanan darah sistolik tahap 2 sebanyak 20 orang (58,8%), dan tekanan darah sistolik tahap 1 berjumlah 14 orang (41,2%). Sedangkan tekanan darah diastolic tahap 2 berjumlah 20 orang (58,8%) dan tekanan diastolic tahap 1 berjumlah 14 orang ( 41,2%). Menurut (Sutanto, 2010) seorang penderita hipertensi akan mengalami pusing, atau sakit kepala, gelisah, wajah merah, telinga berdengung, tengkuk terasa pegal, sukar tidur, sesak, mudah lelah, mata berkunangkunang, mimisan, muka pucat, dan suhu tubuh rendah. Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Sesudah Dilakukan Tindakan Slow Stroke Back Massage. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 34 responden dapat dilihat sesudah dilakukan tindakan slow stoke back massage bahwa responden yang terbanyak adalah tekanan darah sistolik tahap 2 sebanyak 27 orang (79,4%) dan responden yang mempunyai tekanan darah sistolik tahap 2 sebanyak 7 orang (20,6%). Sedangkan responden yang mempunyai tekanan darah diastolic tahap 2 yang terbanyak adalah 24 orang (70,6%), responden yang mempunyai tekanan darah diastolic tahap 1 sebanyak 9 orang (26,5%) dan responden yang mempunyai tekanan darah diastolic pre hipertensi adalah 1 orang (2,9 %).
14
Berdasarkan hasil analisis rerata tekanan darah sebelum dilakukan tindakan slow stroke back massage tekanan darah pertama 157,35 sebelum dilakukan tindakan slow stroke back massage dengan standar deviasi sistolik 9,345 dan sesudah dilakukan tindakan slow stroke back massage didapatkan rerata 0,412 dengan standar deviasi 8,995. Dan hasil rata-rata tekanan darah pertama pada diastolic 99,94 dengan standar deviasi 3,481 dan sesudah dilakukan tindakan slow stroke back massage didapatkan rerata 4,383, terlihat nilai mean 0,941 dan terlihat nilai perbedaan nilai mean antara observasi sebelum dan sesudah. Slow stroke back massage dapat memberikan efek meningkatkan sirkulasi darah dan kelenjar getah bening, melepaskan respon saraf, melepaskan bahan kimia tubuh sehingga terjadi respon relaksasi (Healey, 2011 dalam Indah, 2013). Dengan menggunakan uji statisticpairedT-test didapatkan p=0,03≤α=0,05 pada sitolik dan p=0,023≤α0,05. Yang berarti ada pengaruh tindakan slow stroke backmassage terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di ruang rawat Melur dan Mawar di RSUD. Deli serdang lubuk pakam tahun 2013.
orang (41,2%), berumur 45-49 tahun sebanyak 12 orang (35,3%), dan berumur 40-44 sebanyak 8 orang (23,5%). Responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 11 orang (32,4%) dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 23 0rang (67,6 %). 2. Rerata tekanan darah sistolik pada responden sebelum intervensi adalah sebanyak 157,35 dengan standar deviasi sistolik 9,345 dan hasil rerata tekanan darah pertama sebelum dilakukan tindakan slow stroke back massage pada diastolic 99,94 dengan standar deviasi 3,481. 3. Rerata rerata tekanan darahsistolik sesudah dilakukan tindakan slow stroke back massage didapatkan rerata 0,412 dengan standar deviasi 8,995 dan tekanan darah diastolic sesudah dilakukan tindakan slow stroke back massagedidapatkan rerata 4,383, terlihat nilai mean 0,941. 4. Ada pengaruh tindakan slow stroke back massage terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di RSUD. Deli Serdang Lubuk Pakam pValue=0,003 (α=0,05) (tekanan darah sistolik) dan pValue==0,023 (α=0,05) (tekanan darah diastolic).
KESIMPULAN DAN SARAN
Saran Disarankan bagi pasien hipertensi dapat dilakukan tindakan slow stroke back massage sebagai salah satu metode penanganan hipertensi non farmakologi. Disarankan kepada pihak Rumah Sakit melalui hasil penelitian ini rumah sakit dapat menggunakan tindakan slow stroke back
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Karakteristik responden yaitu berdasarkan umur maka mayoritas karakteristik responden yaitu yang berumur 50-54 tahun sebanyak 14
15
massagesebagai intervensi kepada pasien hipertensi untuk penurunan stress. Hendaknya intitusi pendidikan menambah referensi tentang slow stroke back massage dan hipertensi dengan literature yang baru. Hendaknya digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya agar dapat dimanfaatkan hasil penelitian ini sebagai perbandingan ataupun meningkatkan penelitian ini dengan desaign yang berbeda
perawatan -tubuh. Diakses tanggal 25 april 2013. Notoatmojo, Soekijo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta : Rineka Cipta Puspita RM, Minni RI. 2013. Tahukah anda? Makanan Berbahaya Untuk Penyakit Darah Tinggi. Jakarta Timur : Dunia Sehat. Prawesti Dian, Widyo Retno Anastasi. (2013). Tindakan Slow Stroke Back Massage Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi. Jurnal STIKES RS Babtis Kediri, Volume 5, no. 2. Prince, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, Volume 1. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Sastroasmoro Sudigdo, Ismael Sofyan, 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : Sagung Seto. Sugyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta Susanto, 2010. CEKAL (Cegah dan Tangkal) Penyakit Modern. Yoyakarta : Andi. Tryanto, Endang. 2013. Pelayanan Keperawatan Penderita Hipertensi Secara Terpadu. Graha Ilmu.
DAFTAR PUSTAKA Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. : Buku Kedokteran EGC. Dewi, Ratna 2013. Penyakit Penyakit Mematikan. Yogyakarta : Nuha Madika. Gonce Morton Patricia, Fontaine Dorrie, Hudak M. Carolyn, Gallo M. Barbara, 2012. Keperawatan kritis : Pendekatan Asuhan Holistik, Edisi 8, Volume 1. Jakarta : EGC. Handayani, Hema. 2011. Hubungan Tindakan Massage Punggung Dan Leher Terhadap Nyeri Kepala Pada Pasien Hipertensi Di RSUD Lubuk Pakam. Hidayata. Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika. Marta, Karnia. Panduan Cerdas Mengatasi Hipertensi. Yogyakarta : Araska. Mithayani, 2012. Back massage. http://www.wordpress.com/2 012/05/31/massage-berbagai-
16
EFEKTIVITAS PEMASANGAN KATETER MENGGUNAKAN JELLY YANG DIMASUKKAN DI URETRA DAN JELLY YANG DIOLESKAN DIKATETER TERHADAP TINGKAT NYERI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DELI SERDANG LUBUK PAKAM Kuat Sitepu, S.Kep, Ns, M.Kes Dosen Akper MEDISTRA Lubuk Pakam ABSTRACT Pain is the primary complaint that is often experienced by patients with urinary catheterization for action insert a catheter into the bladder hose has a risk of infection or trauma to the uretra. This study aims to determine the effectiveness of using a catheter inserted in the uretra jelly and jelly applied to the catheter to the level of pain of patients in the emergency department of RSUD hospitals Deli Serdang Lubuk Pakam 2013. Type of research is Describtive. Population in this study were all patients using a catheter and a sample of 36 people. Sampling technique is purposive sampling, data collection method in this study using observations. Data analysis using paired t-test the effectiveness of existing catheter inserted using jelly and jelly smeared on level of pain a patient . Based on the statistical result of the acquisition value p ≤ 0,05 that is p=0,001. For the nursing professions is expected to be a reference in SOP catheterization action with emphasis on patient comfort. peningkatan tindakan kateterisasi urin, mencakup kompleksitas perawatan dan tingkat keparahan penyakit.Kateterisasi urin berdampak trauma pada uretra dan menimbulkan ketidaknyamanan serta rasa nyeri yang signifikan pada pasien (Madeo& Roodhouse, 2009). Di Indonesia sekitar 5,8% penduduk Indonesia menderita inkontinensia urin. Jika dibandingkan dengan negara-negara Eropa, angka ini termasuk kecil. Hasil survei yang dilakukan di rumah sakit – rumah sakit menunjukkan penderita inkontinensia di seluruh Indonesia mencapai 4,7% atau sekitar 5-7 juta penduduk dan 60 persen diantaranya wanita. Meski tidak berbahaya, namun gangguan ini tentu sangat mengganggu dan membuat malu,
Latar Belakang Menurut data dari WHO, 200 juta penduduk dunia mengalami inkontinensiaurin. Di Amerika Serikat, jumlah penderita inkontinensia urin mencapai 13 juta dengan 85 % diantaranya perempuan. Jumlah ini sebenarnya masih sangat sedikit dari kondisi sebenarnya, sebab masih banyak kasus yang tidak dilaporkan (Cholina, 2010 ). Lebih dari 30 juta kateterisasi urin dilakukan setiap tahun di Amerika Serikat, yaitu berkisar 10% pada pasien akut dan 7,5% sampai dengan 10% pada pasien yang memerlukan fasilitas perawatan jangka panjang, angka ini diperkirakan akan meningkat hingga mencapai 25%. Banyak alasan yang membuat
17
sehingga menimbulkan rasa rendah diri atau depresi pada penderitanya (Cholina, 2010). Garbutt, David, Victor, & Michael (2008), kateterisasi urin termasuk dalam empat besar sebagai prosedur yang paling menimbulkan nyeri selama masa perawatan di rumah sakit.Sekitar 32% dari kateterisasi urin menyebabkan trauma iatrogenik, dari jumlah tersebut 52% mempengaruhi uretra bulbar dan atau prostatik.Komplikasi dari kateterisasi urin menyebabkan ketidakmampuan melakukan perawatan diri dan mempengaruhi kualitas hidup individu. Nyeri merupakan sinyal untuk berhenti melakukan sesuatu yang menyakitkan, sehingga melindungi tubuh dari keadaan berbahaya.Nyeri dibedakan menurut tingkat keluhan yang dirasakan yaitu derajat ringan sampai berat. Penderita nyeri ringan biasanya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, sedangkan nyeri berat dapat mengganggu cara hidup secara normal. Nyeri merupakan keluhan utama yang sering dialami oleh pasien dengan kateterisasi urin karena tindakan memasukkan selang kateter dalam kandung kemih mempunyai resiko terjadinya infeksi atau trauma pada uretra (Kozier & Erb, 2009). Craig (2009) mengungkapkan bahwa nyeri merupakan pengalaman individu yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah tingkat kecemasan individu. Hubungan antara nyeri dan asietas bersifat kompleks, ansietas sering kali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas, stimulus nyeri akan mengaktifkan bagian
sistem limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang khususnya kecemasan dan memproses reaksi emosi terhadap nyeri yang berdampak memperburuk atau menghilangkan nyeri. Sumanto, Marsito & Ernawati (2011) bahwa nyeri dapat menyebabkan kecemasan, hal ini disebabkan karena rasa nyeri sangat mengganggu kenyamanan seseorang sehingga menimbulkan rasa cemas.Rasa cemas tersebut timbul akibat seseorang merasa terancam oleh dirinya atau adanya akibat yang lebih buruk dari nyeri tersebut. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan kecemasan, sulit untuk memisahkan antara dua sensasi. Berdasarkan hasil studi mengenai dampak kateterisasi urin pada lakilaki terhadap respon nyeri yang dialami, diketahui bahwa 86,7% dari 15 pasien yang menjalani kateterisasi urin dengan jelly biasa yang dimasukkan di uretra mengalami nyeri dengan kategori sedang dan 13,3% mengalami nyeri kategori berat, sementara dari 15 pasien yang menjalani kateterisasi urin dengan jelly yang dioleskan ke selang kateter 66,7% diantaranya mengalami nyeri kategori berat dan 33,3% mengalami nyeri kategori sangat berat (Riadiono, Handoyo, & Dina, 2008). Pada studi lain dari 25 pasien lakilaki yang menjalani tindakan kateterisasi urin 52% mengalami nyeri kategori sedang dan 12% mengalami nyeri kategori berat. Kateter diindikasikan untuk beberapa alasan yaitu untuk menentukan jumlah urin, sisa dalam kandung kemih setelah pasien buang air kecil (Chandra & Ningsih, 2010). Dengan demikian seorang perawat
18
professional memiliki pengetahuan dan kompetensi untuk melakukan prosedur kateterisasi urin secara aman. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 647/Menkes/SK/2000 tentang registrasi dan praktek perawatan, khusus dalam pasal 15(b) tertulis, tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada pasal 15(a) meliputi intervensi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan. Organisasi profesi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menetapkan tindakan keperawatan yang dimaksud dalam pasal 15(b), salah satunya adalah kebutuhan eliminasi urin seperti melakukan tindakan pemasangan, perawatan dan pelepasan kateter urin. Dalam prosedur tetap tindakan pemasangan kateter dapat dilakukan oleh petugas Instalasi Gawat Darurat yaitu Dokter dan Perawat.Sebagai seorang petugas kesehatan khususnya Perawat diharapkan dalam melakukan suatu tindakan dapat memahami dan mengerti betul tentang anatomi, tehnik komplikasi/risiko dari suatu tindakan termasuk pemasangan kateter.Tindakan pemasangan kateter adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk mengeluarkan atau mengosongkan urin dari kandung kemih. Tindakan pemasangan kateter dapat dilakukan pada kasus kedaruratan, misalnya pasien dengan retensio urin akibat adanya sumbatan di saluran kemih maupun bukan pada pasien dengan kedaruratan, misalnya untuk pasien-pasien yang memerlukan observasi atau pemantauan balance
cairan yaitu untuk mengetahui intake dan output cairan. Dalam pelaksanaan tindakan pemasangan kateter, petugas Instalasi Gawat Darurat (IGD) mengacu pada prosedur tindakan pemasangan kateter yang telah ada yaitu dengan menggunakan tehnik pemasangan kateter dengan menggunakan jelly yang dioleskan di kateter sedangkan prosedur tindakan pemasangan kateter dengan menggunakan jelly yang dimasukkan ke uretra belum ada prosedurnya. Dari hasil survey awal penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada tahun 2013 jumlah pasien yang dipasang kateter urin sebanyak 310 orang dari seluruh pasien yang berjenis kelamin laki-laki di IGD RSUD Deli Sedang Lubuk Pakam dan pada bulan Januari sampai Maret tahun 2013 terdapat 39 pasien lakilaki yang dipasang kateter di IGD RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terdapat pasien yang mengalami nyeri pada saat pemasangan kateter. Dari uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Efektivitas Pemasangan Kateter Menggunakan Jelly Yang Dimasukkan Di Uretra Dan Jelly Yang Dioleskan Di Kateter Terhadap Tingkat Nyeri Pasien Di IGD RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah ada efektivitas pemasangan kateter rmenggunakan jelly yang
19
dimasukkan uretra dan jelly yang dioleskan di kateter terhadap tingkat nyeri pasien di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013.
sehingga dapat memenuhi kriteria sampel yang diinginkan. Waktu penelitian ini direncanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2013. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah pasien laki-laki yang menggunakan kateter di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Deli Serdang Lubuk Pakam pada bulan Januari 2013 sampai Maret 2013 sebanyak 39 orang pasien Laki-laki.
Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pemasangan kateter dengan menggunakan jelly yang dimasukkan di uretra dan jelly yang dioleskan di kateter terhadap tingkat nyeri di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013. Mengidentifikasi tingkat nyeri terhadap pemasangan kateter menggunakan jelly yang dimasukkan di uretra. Mengidentifikasi tingkat nyeri terhadap pemasangan kateter menggunakan jelly yang dioleskan di kateter.
Sampel Sampling merupakan cara mengambil sampel dari populasinya dengan tujuan sample yang diambil dapat mewakili populasi yang akan diteliti ( Abd. Nasir dkk, 2011 ). Pada penelitian ini tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability sampling yaitu purposive sampling yang disebut juga judgmental sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan “penilaian” (judgment) peneliti mengenai siapa-siapa saja yang pantas (memenuhi persyaratan) untuk dijadikan sampel (Abd.Nasir dkk, 2011). Adapun sampel yang diambil harus mewakili kriteria sebagai berikut :
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian Deskriptif, yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemasangan kateter dengan jelly yang dimasukkan uretra dan jelly yang dioleskan di kateter terhadap tingkat nyeri pasien dan desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study.
Dengan rumus : 𝑁 n = 2 𝑁𝑑 + 1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini direncanakan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Deli Serdang.Alasan peneliti memilih Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Deli serdang Lubuk Pakam karena memiliki jumlah pasien yang dipasang kateter relative banyak
Keterangan : n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi d= Tingkat kepercayaan (0.05) Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus diatas, maka jumlah yang diperoleh adalah :
20
39
komputerisasi yaitu SPSS (Statistical Product and Service Solutions) dengan uji Paired-T test terhadap efektivitas pemasangan kateter menggunakan jelly yang dimasukkan uretra dan jelly yang dioleskan di kateter terhadap tingkat nyeri pasien. Dengan perhitungan statistik, jika H0 ditolak dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) jika p ≤ 0,05 maka Hipotesisalternatif diterima Hipotesis nol ditolak,. artinya ada efektivitas antara diberi perlakuan jelly yang dimasukkan uretra dan jelly yang dioleskan di kateter terhadap tingkat nyeri pada pasien di IGD RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013.
= 39 ×(0.05)2 + 1 =
39
39 × 0,0025+1 39
= 1,0975
= 35,53 = 36 Orang Metode Pengumpulan Data Metode pengambilan datadalam penelitian ini adalah sebagai berikut:Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu membagikan informed consent kepada klien yang hendak dijadikan responden penelitian. Pada saat dilakukan pemasangan kateter, peneliti melakukan observasitingkat nyeri yang dialami klien. Alat atau instrumen yang digunakanuntuk pengumpulan data yaitu kateter folley, K.Y Jelly, lembar observasi, metode pengumpulan dan dilakukan pengamatan pemasangan kateter dengan tehnik jelly yang dimasukkan uretra dan jelly yang dioleskan di kateter terhadap tingkat nyeri pasien di IGD RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013.
HASIL PENELITIAN Hasil Analisa Univariat Tingkat Nyeri Pada Pemasangan Kateter Sesudah Jelly Dimasukkan Ke Uretra Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Deli Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013 Hasil Analisis Tingkat Nyeri Pada Pemasangan Kateter Menggunakan Jelly Dimasukkan Di Uretra Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Deli Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013
Metode Pengukuran Data Pada variabel independen menggunakan pemasangan kateter, sedangkan pada variabel dependen yaitu untuk tingkat nyeri pasien, penulisan menggunakan skala ordinal. Metode Analisa Data Metode analisa data dalam penelitian ini adalah Analisis Multivariate yaitu untuk mengetahui hubungan lebih dari satu variabel independen dengan satu variabel dependen (Notoatmdjo, 2012). Tehnik analisa data pada penelitian ini menggunakan program 21
Kategori
N
%
Tidak Nyeri
-
-
Nyeri Ringan
29
80,6
Nyeri Sedang
7
19,4
Nyeri Berat Terkontrol Nyeri Berat Tidak Terkontrol Total
-
-
-
-
36
100,0
Tabel di atas menujukkan bahwa intensitas nyeri pada pemasangan kateter menggunakan jelly dimasukkan di uretra yaitu responden mengalami nyeri ringan sebanyak 29 orang (80.6%), dan responden yang mengalami nyeri sedang sebanyak 7 orang (19,4%) Tingkat Nyeri Pada Pemasangan Kateter Sesudah Dioleskan Jelly Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013
pasien di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013. PEMBAHASAN Tingkat Nyeri Pada Pemasangan Kateter Sesudah Jelly Dimasukkan Di Uretra Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013. Berdasarkan hasil interpretasi data maka didapatkan bahwa intensitas nyeri sebelum jelly dimasukkan di uretra yaitu responden yang mengalami nyeri ringan sebanyak 29 orang (80,6%) dan responden yang mengalami nyeri sedang sebanyak 7 orang (19,4%). Nyeri merupakan sinyal untuk berhenti melakukan sesuatu yang menyakitkan, sehingga melindungi tubuh dari keadaan berbahaya.Nyeri dibedakan menurut tingkat keluhan yang dirasakan yaitu derajat ringan sampai berat. Penderita nyeri ringan biasanya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, sedangkan nyeri berat dapat mengganggu cara hidup secara normal. Nyeri merupakan keluhan utama yang sering dialami oleh pasien dengan kateterisasi urin karena tindakan memasukkan selang kateter dalam kandung kemih mempunyai resiko terjadinya infeksi dan trauma pada uretra (Kozier & Erb, 2009). Craig (2009) mengungkapkan bahwa nyeri merupakan pengalaman individu yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah tingkat kecemasan individu. Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas
Hasil Analisis Tingkat Nyeri Pada Pemasangan Kateter SesudahDioleskanJelly Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Deli Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013. N
%
Tidak Nyeri
-
-
Nyeri Ringan
13
36,1
Nyeri Sedang
23
63,9
-
-
-
-
10
100,0
Kategori
Nyeri Berat Terkontrol Nyeri Berat Tidak Terkontrol Total
Tabel di atas menunjukkan bahwa intensitas nyeri sesudah dioleskan jelly di kateter yaitu responden yang mengalami nyeri ringan sebanyak 13 orang (36,1,%) dan responden yang mengalami nyeri sedang sebanyak 23 orang (63,9,%). Hasil Analisis Bivariat Efektivitas pemasangan kateter menggunakan jelly yang dimasukkan di uretra dan jelly yang dioleskan dikateter terhadap Tingkat nyeri
22
seringkalimeningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas, stimulus nyeri akan mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang khususnya kecemasan dan memproses reaksi emosi terhadap nyeri yang berdampak memperburuk atau menghilangkan nyeri.
demikian seorang perawat profesional memiliki pengetahuan dan kompetensi untuk melakukan prosedur kateterisasi urin secara aman. Efektivitas pemasangan kateter menggunakan jelly yang dimasukkan di uretra dan jelly yang dioleskan dikateter terhadap Tingkat nyeri pasien di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013
Tingkat Nyeri Pada Pemasangan Kateter Sesudah Jelly Dioleskan Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013. Berdasarkan hasil interpretasi data maka didapatkan bahwa intensitas nyeri sebelum jelly dioleskan yaitu responden yang mengalami nyeri ringan sebanyak 13 orang (36,1%) dan responden yang mengalami nyeri sedang sebanyak 23 orang (63,9%). Garbutt, David, Victor, & Michael (2008), kateterisasi urin termasuk dalam empat besar sebagai prosedur yang paling menimbulkan nyeri selama masa perawatan dirumah sakit.Sekitar 32% dari kateterisasi urin menyebabkan trauma iatrogenik, dari jumlah tersebut 52% mempengaruhi uretra bulbar dan atau prostatik.Komplikasi dari kateterisasi urin menyebabkan ketidakmampuan melakukan perawatan diri dan mempengaruhi kualitas hidup individu. Kateter diindikasikan untuk beberapa alasan yaitu untuk menentukan jumlah urin, sisa dalam kandung kemih setelah pasien buang air kecil (Chandra & Ningsih, 2010).Doherty mengemukakan bahwa kateterisasi urin merupakan keterampilan yang harus menjadi bagian dari pendidikan perawat profesional.Dengan
Dari hasil penelitian didapat rata-rata nyeri -1.167 dengan standar deviasi (SD) 1.875. Dan rerata skala nyeri pemasangan kateter menggunakan jelly yang dimasukkan yaitu 2.58 dan rerata skala nyeri pemasangan kateter menggunakan jelly yang dioleskan yaitu 3.75. Hal tersebut bahwa terdapat efektivitas yang positif antara pemasangan kateter menggunakan jelly yang dimasukkan di uretra dan pemasangan kateter menggunakan jelly yang dioleskan dikateter. Berdasarkan hasi uji statistik dengan menggunakan uji paired t test menunjukkan bahwa nilai signifikan Pvalue 0.001 < 0.05. maka Ho ditolak yang berarti ada efektivitas pemasangan kateter menggunakan jelly yang dimasukkan di uretra dan jelly yang dioleskan dikateter terhadap tingkat nyeri pasien di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013. Tehnik pemasangan kateter ini dapat digunakan sebagai alternative pilihan untuk mengurangi rasa nyeri secara non farmakologis yang relative tidak menimbulkan efek samping.
23
Diharapkan menjadi bahan masukan dalam mengembangkan keilmuan khususnya ilmu keperawatan medikal bedah, agar mahasiswa/i PSIK Medistra Lubuk Pakam dapat mengetahui perannya sebagai seorang perawat dalam peningkatan penanganan intensitas nyeri pada pemasangan kateter. Sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya dapat lebih mengembangkan bahan dan masalah peneliti tentang faktor mengatasi penalaksanaan dan penanganan intensitas nyeri pada pemasangan kateter.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uji statistik dan pembahasan tersebut diatas bahwa dapat disimpuulkan bahwa efektivitas pemasangan kateter menggunakan jelly yang dimasukkan di uretra dan jelly yang dioleskan dikateter terhadap tingkat nyeri pasien di instalasi gawat darurat RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013: 1. Intensitas nyeri pada pasien dengan pemasangan kateter menggunakan jelly yang dimasukkan di uretra yaitu responden yang berintensitas nyeri ringan sebanyak 29 orang (80,6%) dan berintensitas nyeri sedang sebanyak 7 orang (19,4%). 2. Intensitas nyeri pada pasien dengan pemasangan kateter menggunakan jelly yang dioleskan dikateter yaitu responden yang berintensitas nyeri ringan sebanyak 13 orang (36,1%) dan berintensitas nyeri sedang sebanyak 23 orang (63,9%). 3. Ada efektivitas pemasangan kateter menggunakan jelly yang dimasukkan di uretra dan jelly yang dioleskan di kateter. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa pValue yaitu 0,001 ≤ α= 0.05.
DAFTAR PUSTAKA Abd.Nasir, dkk.(2011). Buku Ajar Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Aziz Alimul, H. (2008). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia- Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Chandra, D., & Ningsih, K. 2010. Efektivitas Pemasangan Kateter pada Pria Menggunakan Jelly Biasa yang Dimasukkan ke Urethra dan Jelly yang Dioleskan di Kateter terhadap Nyeri Klien di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta:Prodi S1 Ilmu KeperawatanSTIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Saran Diharapkan agar dapat menggunakan jelly yang dimasukkan di uretra sebelum dilakukan pemasangan kateter. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam SOP tindakan kateterisasi dengan mengutamakan kenyamanan psien
Diah, C.A, & Kustianingsih. 2014. Tingkat Nyeri Pemasangan Kateter Menggunakan Jeli Oles dan Jeli yang Dimasukkan Uretra. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol.11, No. 2, 168-176.
24
Ely, A & Tjie, AP (2011), Penuntun praktikum keterampilan kritis I, Salemba Medika: Jakarta.
RSUD Deli Serdang, 2013.Buku Registrasi Instalasi Gawat Darurat RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam.
Garbutt, R.B., David.M.T., Victor. L.,& Michael. R.A. 2008.Delayed Versus Immediate Urethral Catheterization Following Instillation of Local Anaesthetic Gel in Men: A Randomized, Controlled Clinical Trial.Emergency Medicine Australasia, 20: 328-332.
Riadiono, B., Handoyo, & Dina, I.D.S. 2008.Efektivitas Pemasangan Kateter dengan Menggunakan Jelly yang Dimasukkan Uretra dan Jelly yang Dioleskan di Kateter terhadap Respon Nyeri Pasien.JurnalKeperawatan Soedirman (TheSoedirman Journal of Nursing), 3 (2).
Lu Verne, Wolff, Marlene H, Wetzel, Elinor Vuest, 1989, Fundamental of Nursing, J.B. Lippincott Company
Setiadi, (2013).Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nursalam, (2011).Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Dan Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Siderias, J., Guadio. F., & Adam.J : Nazarko. 2007. Comparison of Topical Anesthetics and Lubricants Prior toUrethral Catheterization inMales: A Randomized ControlledTrial, (Online), (www.aemj.orgdoi:10.1197)
Notoatmodjo, S. (2012).Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Cetakan Pertama. Jakarta: Rineka Cipta. Prabowo , E, dkk. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Nuha Medika : Yogyakarta.
Siregar,T.C. (2010). Internet.Pengaruh Bladder Training Terhadap Minimalisasi Inkontenensia Urin Post Kateterisasi Di RSUP HAM Medan.Diakses dari http/www.reporsitory,usu.ac.id, Selasa, 13 Maret 2013.
Purnomo, B. (2011). Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto. Rannayer, L, dkk. (2012). DasarDasar Patofisiologi Terapan. Bumi Medika : Jakarta.
Toto, dkk.(2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.
Retno, I, dkk.(2012). “Perbedaan Efektivitas Tehnik Pengolesan Jelly pada Kateter dan Tehnik Memasukkan Jelly Langsung ke Meatus Urethra Terhadap Skala Nyeri pada Pemasangan Kateter Urin Pria”.
25
PENGARUH LATIHAN SLOW DEEP BREATHING TERHADAP INTENSITAS NYERI AKUT PADA PASIENCEDERA KEPALA RINGAN DI RUMAH SAKIT UMUM KUMPULAN PANE TEBING TINGGI Fredy Kalvind Tarigan, S.Kep, Ns M.Kes Dosen Akper MEDISTRA Lubuk Pakam ABSTRACT Generally, patient stuberklosis in a state of malnutrition because the process was growth of germs gets energy from the oxidation ofa variety ofsimple carbon compounds derived from the patient body so the weight to around 30-50 kg in adults. Implementation of oral hygiene was rarelyper form edbecause of the many patients who want to do so the task of implementation of oral hygiene was more often doneby students. The study was preexperiment(pre-experiment) with amodel ofone-group pretest posttest design. This study aimed to determine differences Nutrients In take In Patients Tuberculosis (TB) Lung Before and After Oral Hygiene Forum Regional General Hospital (Hospital) Kumpulan Pane. The population in this research was all patients Tuberculosis(TB) who are hospitalized and lungsamples in as many as 49 people, samples accidental sampling techniques, methods of data collection by interview in gindirectly byusing the observation sheet, data analysisused thet-test the difference Nutrients Intake In Patients tuberculosis(TB) Lung Before and After Oral Hygiene Forum (p =0.005). For it was expected to nurses in order to implement the execution of oral hygiene so as toi ncrease appetite. dalam jangka panjang (Japardi, 2013). Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2014, sekitar 16.000 orang meninggal dunia di seluruh dunia setiap hari diakibatkan oleh semua jenis cedera kepala yang mewakili sekitar 12% dari beban keseluruhan penyakit, sehingga trauma kepala merupakan penyebab penting ketiga kematian secara keseluruhan. Setiap tahun di Amerika Serikat mencatat 1,7 juta kasus trauma kepala, 52.000 pasien meninggal dan selebihnya dirawat inap. Menurut penelitian yang dilakukan bahwa diantara semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu sebanyak 78,7 %
LATAR BELAKANG Cedera kepala merupakan salah satu masalah utama penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia yang produktif di Indonesia. Dibandingkan dengan trauma lainnya, persentase trauma kapitis adalah yang tertinggi, yaitu sekitar lebih atau sama dengan 80%. Kirakira sekitar 5% korban gawat darurat trauma kapitis meninggal ditempat kejadian. Trauma kapitis mempunyai dampak emosi, psikososial, dan ekonomi yang cukup besar sebab korban gawat daruratnya menjalani masa perawatan rumah sakit yang panjang, dan 5-10% setelah perawatan rumah sakit yang masih membutuhkan fasilitas pelayanan 26
trauma kepala dan kematian yang paling banyak juga disebabkan oleh trauma kepala (National Trauma Project di Islamic Republic of Iran, 2012). Menurut data dari kepolisisan Republik Indonesia, angka kecelakaan dijalan raya pada tahun 2014 sebanyak 26.464 kasus, menurun dari 2013 sebanyak 29.544 dan 31.234 kasus pada tahun 2010. Di Indonesia, sebagian (70%) korban kecelakaan lalu lintas adalah pengendara dengan sepeda motor dengan golongan umur 15-55 tahun, trauma kepala merupakan pertama dari semua jenis cedera yang dialami korban kecelakaan. Insiden cedera kepala yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara, prevalensi tertinggi dari cedera kepala terdapat pada daerah Kota Sibolga (9,7%) sedangkan yang terendah terdapat pada kabupaten Labuhan Batu (0,8%). Menurut Brain Injury Association of American, terdapat beberapa manifestasi yang dapat timbul akibat dari cedera kepala. Defisit neurologik tidak hanya dapat mempengaruhi pernapasan saja tetapi proses pikir dan kognitif pada pasien sehingga muncul masalah ganggguan proses pikir. Kejang, sakit kepala, dan vertigo menjadi salah satu risiko terjadinya cedera dan timbulnya rasa nyeri pada pasien cedera kepala (Rahmi, 2013). Nyeri kepala pada pasien tentu menimbulkan banyak perasaan yang tidak nyaman dan ini mempengaruhi terhadap aktivitas nya dan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar, bahkan berdampak pada faktor psikologis, seperti: menarik diri, menghindari percakapan,
menghindari kontak dengan orang lain. Prinsip utama dalam penanganan nyeri kepala post trauma kepala adalah dengan adekuatnya perfusi jaringan otak dengan mempertahankan tekanan perfusi serebral 60 mmHg sehingga oksigenasi otak terjaga.upaya untuk menurunkan laju metabolisme otak dengan menghindari keadaan kejang, stres, demam, suhu lingkungan yang panas, dan aktifitas yang berlebihan (Tarwoto, 2011). Menurut Jerath, dkk ( 2006) dalam Tarwoto (2011), mengemukakan bahwa mekanisme penurunan metabolisme tubuh pada pernapasan lambat dan dalam masih belum jelas, Selama inspirasi, peregangan jaringan paru menghasilkan sinyal inhibitor atau penghambat yang mengakibatkan adaptasi reseptor peregangan lambat atau Slowly Adapting Stretch Reseptors (SARS) dan hiperpolarisasi pada fibroblas. kedua penghambat hantaran impuls dan hiperpolarisasi ini untuk menyinkronkan unsur saraf yang menuju ke modulasi sistem saraf parasimpatis. Napas dalam lambat dapat menstimulasi respon saraf otonom, yaitu dengan menurunkan respon saraf simpatis dan meningkatkan respon parasimpatis . stimulasi saraf simpatis meningkatkan aktivitas tubuh, sedangkan respon parasimpatis lebih banyak menurunkan aktivitas tubuh sehingga dapat menurunkan aktifitas metabolik. Pada terapi non farmakologi ditawarkan berbagai strategi alternatif untuk mengatasi nyeri kepala akut post trauma kepala seperti Slow Deep Breathing (nafas dalam) yang bisa menimbulkan efek 27
relaksasi sehingga dapat menurunkan metabolisme otak. Slow Deep Breathing bukan merupakan suatu bentuk latihan fisik, ini merupakan relaksasi jiwa dan tubuh yang bisa ditambahkan dalam berbagai rutinitas guna untuk mendapatkan efek relaks. Bernafas dengan diafragmaa akan menghasilkan banyak oksigen yang mencapai selsel tubuh sehingga pertukaran karbondioksida dan oksigen dapat secara maksimal (Tarwoto, 2011). Pemberian tindakan Slow Deep Breathing Pada pasien cedera kepala ringan seseuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Tarwoto (2011), hasil penelitian Tarwoto menunjukkan adanya penurunan rasa nyeri dengan menggunakan skala intensitas nyeri Visual Analog Scale (VAS) mengalami penurunan nyeri yang sangat signifikan. Maka dapat disimpulkan bahwa ada penurunan intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukannya pemberian teknik relaksasi napas dalam dan cara melakukan teknik relaksasi napas dalam dengan latihan Slow Deep Breathing dengan durasi 10 menit (Tarwoto, 2011). Terapi non farmakologi sangat mudah dilakukan dan tidak mengeluarkan biaya yang banyak dan Penatalaksanaan nyeri non Farmakologi khususnya Slow Deep Breathing belum banyak dilakukan oleh tenaga medis atau tenaga kesehatan lainnya pada pasien cedera kepala ringan, penelitian-penelitian tentang penatalaksanaan nyeri non farmakologi umumnya dilakukan dengan relaksasi nafas pada pasien kronik sedangkan penelitian tentang relaksasi nafas untuk mengatasi nyeri akut pada cedera kepala di RSUD
Deli Serdang Lubuk Pakam belum banyak yang melakukan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 05 Februari 2013 di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang didapatkan bahwa jumlah penderita cedera kepala pada tahun 2014 sebanyak 194 orang sedangkan pada bulan januarinovember 2015 terdapat jumlah penderita cedera kepala sebanyak 149 orang dan 39 orang penderita cedera kepala pada bulan Januari – Maret 2013 Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh Latihan Slow Deep Breathing Terhadap Intensitas Nyeri Kepala Akut Pada Pasien Cedera Kepala Ringan Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk pakam Tahun 2013”, Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh latihan Slow Deep Breahting terhadap intensitas nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala ringan Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli serdang Lubuk PakamTahun 2013. Untuk mengetahui intensitas nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala ringan sebelum mendapatkan terapi latihan Slow Deep Breathing. Untuk mengetahui intensitas nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala ringan setelah mendapatkan terapi latihan Slow Deep Breathing. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Deli Serdang Lubuk Pakam. 28
peneliti dapat digunakan sebagai sampel. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu: Data primer yang diperoleh langsung dari responden melalui lembar observasi skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan tindakan Latihan Slow Deep Breathing, pengukuran skala nyeri pretest dilakukan setelah 3 jam pasien diberikan obat analgetik. Selanjutnya pasien diajarkan dan dibimbing melakukan Latihan d Slow Deep Breathing, setelah Latihan Slow Deep breathing dilakukan pengukuran intensitas nyeri posttest. Data sekunder sering disebut juga metode penggunaan bahan dokumen, karena dalam hal ini peneliti tidak secara langsung mengambil data sendiri tetapi meneliti dan memanfaatkan data atau dokumen yang dihasilkan oleh pihak lain. Data sekunder diperoleh dari Rekam Medis RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam.
Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang mengalami cedera kepala ringan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Deli Serdang Lubuk Pakam tahun 2013. Sampel Penelitian Perhitungan besar sampel menggunakan rumus uji estimasi proporsi. Rumus perhitungan besar sampel adalah: n = Z 1-a/2 P(1-P)
n = 1,96x0,5x0,5
n = 9,8 n = 10 Keterangan: n :Besar Sampel Z1-a/2 :Nilai Z pada derajat kemaknaan (biasanya 95%=1,96) P: Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi, bila tidak diketahui proporsinya, ditetapkan 50% (0,5) D: derajat penyimpangan terhadap proporsi yang diinginkan:10%(0,10), 5%(0,05), atau 1%(0,01). Berdasarkan perhitungan diatas, besar sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah 10 responden.
HASIL PENELITIAN Tabel Distribusi Karakteristik Responden meliputi Umur, Jenis Kelamin, Suku, di Rumah Sakit Umum Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013 Jumlah (N)
Persen (%)
Karakteristik Responden Umur
Teknik Pengambilan Sampel Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability sampling yaitu Accidental Sampling, teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan
10-20
7
70,0
21-30
3
30,0
Jumlah
10
100,0
Jenis Kelamin Laki-Laki
29
6
60,0
Perempuan
4
40,0
Jumlah
10
100,0
Batak
4
40,0
Jawa
3
30,0
Melayu
2
20,0
Minang
1
10,0
Jumlah
10
100,0
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari hasil pengamatan dengan menggunakan lembar observasi sebelum dilakukan latihan Slow Deep Breathing, intensitas nyeri terbanyak adalah intensitas nyeri 5 yaitu sebanyak 5 orang (50,0%), intensitas nyeri 6 yaitu sebanyak 4 orang (40,0%), dan intensitas nyeri yang paling sedikit yaitu adalah intensitas nyeri 4 sebanyak 1 orang (10,0%).
Suku
Dari table diatas bahwa mayoritas responden yang berusia 10-20 tahun yaitu sebanyak 7 orang (70,0%), yang berusia 21-30 tahun yaitu sebanyak 3 orang (30,0%), dan mayoritas jenis kelamin responden terbanyak adalah jenis kelamin lakilaki yaitu sebanyak 6 orang (60,0) dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 4 0rang (40,0%). Mayoritas suku responden yang terbanyak adalah suku Batak yaitu sebanyak 4 orang (40,0%), suku Jawa sebanyak 3 orang (30,0%), suku melayu sebanyak 2 orang (20,0%), dan suku minang sebanyak 1 orang (10,0%).
Intensitas Nyeri pada Pasien Cedera Kepala Sesudah dilakukan Latihan Slow Deep Breathing Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Nyeri Sesudah dilakukan Latihan Slow Deep Breathing Di Rumah Sakit Umum Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013
Intensitas Nyeri Pada Pasien Cedera Kepala Sebelum dilakukan Latihan Slow Deep Breathing Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Nyeri Sebelum dilakukan Latihan Slow Deep Breathing di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil dari pengamatan dengan menggunakan lembar observasi sesudah dilakukan Latihan Slow Deep Breathing, intensitas nyeri yang terbanyak adalah intensitas nyeri 3 yaitu sebanyak 4 orang (40,0%), dan adanya jumlah seimbang antara intensitas nyeri 2 dan 4 yaitu sebanyak 3 orang (30,0%).
Intensitas Nyeri Sebelum
Jumlah 1
10,0
5
5
50,0
6
4
40,0
10
Jumlah
Persentase
3
30,0
3
4
40,0
4
3
30,0
Jumlah
Persentase
4
Jumlah
Intensitas Sesudah 2
100,0
30
Nyeri
10
100,0
jenis kelamin mayoritas responden yang terbanyak adalah jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 6 orang (60,0%) dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 4 orang (40,0%). Responden yang berusia 10-20 tahun yaitu sebanyak 7 orang (70,0%), yang berusia 21-30 tahun yaitu sebanyak 3 orang (30,0%). Mayoritas suku responden yang terbanyak adalah suku Batak yaitu sebanyak 4 orang (40,0%), suku Jawa sebanyak 3 orang (30,0%), suku Melayu sebanyak 2 orang (20,0%), dan suku Minang sebanyak 1 orang (10,0%). Dari hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan Tarwoto mengenai karakteristik penderita cedera kepala rawat inap di RSUP Fatmawati tahun 2011 menunjukkan, proporsi berdasarkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari perempuan (64,3%), yaitu 14 orang (33,3%), sebagian besar responden beretnis betawi (40,2%). Asumsi penulis, bahwa laki-laki lebih rentan terkena cedera kepala dibandingkan dengan perempuan. penanganan nyeri yang kurang tepat akan menyebabkan meningkatnya angka intensitas nyeri dan penderitaan yang dialami penderita. Apabila penanganan nyeri yang tepat dan benar dapat mengurangi angka kesakitan intensitas nyeri pada penderita.
Pengaruh Latihan Slow Deep Breathing Terhadap Intensitas Nyeri Akut Pada Pasien Cedera Kepala Ringan Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013 Distribusi Rata-Rata Antara Sebelum dan Sesudah dilakukan Latihan Slow Deep Breathing Variabel
Mean/ratarata
Sebelum
5,30
Sesudah
3,00
Uji Statistik t-test
Sig(2tailed)
15,057
0,000
Menunjukkan bahwa responden sebelum Latihan Slow Deep Breathing dalam rata-rata intensitas nyeri pasien cedera kepala ringan 5,30, kemudian turun menjadi 3,00 sesudah diberikan intervensi Latihan Slow Deep Breathing. Berdasarkan uji paired sampel t-test, dengan p-value sebesar 0,000 < (0,05), ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan intensitas nyeri pasien cedera kepala ringan di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk pakam sebelum dan sesudah Latihan Slow Deep Breathing. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Februari 2013 yang membahas tentang pengaruh latihan Slow Deep Breathing terhadap intensitas nyeri akut pada pasien cedera kepala ringan di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013, melalui pengumpulan data secara observasi terhadap 10 responden orang pasien, diperoleh data sebagai berikut berdasarkan
Sebelum Latihan Slow Deep Breathing Terhadap Intensitas Nyeri Akut Pada Pasien Cedera Kepala Ringan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa intensitas nyeri sebelum dilakukan Latihan Slow Deep Breathing yaitu 31
responden dengan intensitas nyeri 4 sebanyak 1 orang (10,0%), responden dnegan intensitas nyeri 5 sebanyak 5 orang (50,0%), dan responden dengan intensitas nyeri 6 sebanyak 4 orang (40,0%). Dimana dalam teori Yusrizal penanganan nyeri bisa dilakukan secara farmakologi dan non farmakologi. Pengkombinasian antara teknik non farmakologi dan teknik farmakologi adalah salah satu cara yang sangat efektif untuk menghilangkan rasa nyeri terutama nyeri yang sangat hebat yang berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Penanganan nyeri dengan teknik non farmakologi merupakan modal utama menuju kenyamanan. Asumsi penulis bahwa nyeri seseorang berbeda-beda dan di beberapa pengaruhi faktor seperti usia, jenis kelamin, dan suku bangsa. Untuk mengurangi intensitas nyeri dapat dilakukan dengan cara farmakologi dan non farmakologi. Cara farmakologi yaitu dengan pemebrian obat analgesik sedangkan cara non farmakologi yaitu seperti pemberian Latihan Slow Deep Breathing.
Dimana dalam teori Tarwoto Latihan Slow Deep Breathing merupakan salah satu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klilen bagaimana cara melakukan nafas dalam, bernafas lambat (menahan inspirasi maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, Latihan Slow Deep Breathing juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Asumsi peneliti bahwa pemberian Latihan Slow Deep Breathing efektif untuk penurunan intensitas nyeri pada pasien cedera kepala ringan. Dilihat dari dari segi biaya dan manfaat, penggunaan manajemen non farmakologi lebih ekonomis dan tidak ada efek sampingnya jika dibandingkan dengan penggunaan manajemen farmakologi. Selain itu juga mengurangi ketergantungan pasien terhadap obat-obatan analgesik. Pengaruh Latihan Slow Deep Breathing Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Cedera Kepala Ringan Dari hasil analisa dengan menggunakan uji statistic paired sampel t-test diperoleh hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai signifikan selama melakukan Latihan Slow Deep Breathing sebelum dan sesudah dapat dilihat dari angka sig(2-tailed) p = 0,000 < = 0,05, sehingga Ho di tolak artinya ada pengaruh Latihan Slow Deep Breathing di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013.
Sesudah dilakukan Latihan Slow Deep Breathing Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Cedera Kepala Ringan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sesudah dilakukan Latihan Slow Deep Breathing, yaitu responden dengan intensitas nyeri 2 yaitu sebanyak 3 orang (30,0%), responden dengan intensitas nyeri 3 yaitu sebanyak 4 orang (40,0%), responden dengan intensitas nyeri 4 yaitu sebanyak 3 orang (30,0%). 32
Dari hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan Tarwoto 2011, pada kasus cedera kepala ringan, bahwa terdapat pengaruh antara Latihan Slow Deep Breathing terhadap intensitas nyeri akut pada pasien cedera kepala ringan perbandingan responden sebelum dan sesudah pemberian intervensi semuanya berjumlah 21 orang, rata-rata intensitas nyeri kepala sebelum intervensi Latihan Slow Deep Breathing pada kelompok kontrol sebesar 4,48%(SD=1,167) dan setelah intervensi Latihan Slow Deep Breathing didapatkan rata-rata intensitas nyeri kepalaa sebesar 1,24% (SD=0,995).
pada Tahun 2013. Menunjukkan bahwa mayoritas intensitas nyeri sebelum dilakukan Latihan Slow Deep Breathing responden yaitu dengan intensitas nyeri 4 sebanyak 1 orang (10,0%), responden dengan intensitas nyeri 5 sebanyak 5 orang (50,0%), dan intensitas nyeri 6 sebanyak 4 orang (40,0%). 3. Intensitas nyeri sesudah dilakukan Latihan Slow Deep Breathing pada pasien cedera kepala ringan di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam pada Tahun 2013. Menunjukkan bahwa mayoritas penurunan sesudah dilakukan Latihan Slow Deep Breathing responden adalah dengan intensitas nyeri nyeri 2 sebanyak 3 orang (30,0%). 4. Ada pengaruh Latihan Slow Deep Breathing dalam terhadap intensitas nyeri akut pada pasien cedera kepala ringan dengan p value 0,000 < 0,05. Saran 1. Bagi Peneliti Diharapkan kepada peneliti untuk menambah wawasan tentang Latihan Slow Deep Breathing untuk penurunan intetnsitas nyeri akut dan dapat mengaplikasikannya. 2. Bagi Institusi Diharapkan kepada institusi pendidikan mampu menmbah referensi tentang Latihan Slow Deep Breathing Terhadap intensitas nyeri akut pada pasien cedera kepala ringan. 3. Bagi Pelayanan Kesehatan Diharapkan setelah penelitian ini, pihak Rumah Sakit dapat melakukan pelatihan Latihan Slow Deep Breathing untuk memperdalam bagaimana teknik Latihan Slow Deep Breathing yang benar dan tepat, sehingga dapat diaplikasikan kepada
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dibahas pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian yang telah dilakukan terhadap 10 orang responden pada pasien cedera kepala ringan yang dilakukan Latihan Slow Deep Breathing di Rumah Sakit Umum Daerah Delli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013. 1. Setelah dilakukan observasi kepada 10 orang responden, dapat dilihat bahwa intensitas nyeri pada pasien cedera kepala ringan pada umur 10-20 tahun terdapat 7 oranng dan usia 21-30 orang sebanyak 3 orang, sedangkan pada jenis kelamin mayoritas terdapat pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 6 orang, sedangkan pada suku yang mayoritas terdapat pada suku Batak. 2. Intensitas nyeri sebelum dilakukan Latihan Slow Deep Breathing pada pasien cedera kepala ringan di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam 33
pasien yang mengalami nyeri terutama nyeri pada pasien cedera kepala ringan. 4. Bagi Pasien Diharapkan kepada pasien yang mengalami cedera kepala ringan dapat mempelajari dan mengaplikasikan Latihan Slow Deep Breathing sebagai salah satu tindakan mandiri yang efektif dalam mengatasi rasa nyeri.
Bedah,Yogyakarta: Medika. Putri,
Irawan, O. (2009). Cedera Kepala, https://yayankhyar.files.wordpr ess.com.pdf. diakses tanggal 24 Maret 2013.
Rahayu, Dwi, P. (2015). Pemberian latihan slow deep breathing terhadap intensitas nyeri kepala akut pada asuhan keperawatan Nn.L dengan cedera kepala ringan Di ruangan Tulip Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta, http://digilib.stikeskusumahusa da.ac.id. pdf, diakses tanggal 07 Maret 2013. Sastroasmoro, S. 2014. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi 4, Jakarta : Sagung Seto.
Japardi, Iskandar. (2013). Pemeriksaan dan sisi Praktis Merawat Penderita Cedera Kepala. library.usu.ac.id/download/fk/b edah saraf.pdf. Diakses tanggal 24 Maret 2013. Kozier, Barbara et al. 2010.Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi ke-7. Vol 2. Jakarta : EGC.
Satmoko, Susilo., B. (2015). Pengaruh Slow Deep Breathing Terhadap Skala Nyeri Akut Pada Pasien Cedera Kepala Ringan Di Ruang IGD RSUD Pandan Arang Bonyolali. Http:/digilib.stikeskusumahusa da.ac.id/.pdf. diakses tanggal 28 februari 2013.
Krisandi, Ebiet., A. (2013). Gambaran Status Kognitif Pada Pasien Cedera kepala yanng Telah Diizinkan Pulang Di RSUD Arifin Achmad, www.scribd.com.pdf. Diakses tanggal 28 februari 2013. Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. https://repository.uksw.edu.pdf . Diakses tanggal 24 Maret 2013. Buku
Rahmi. (2013). Analisis Praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Cedera Kepala, https://lib.ui.ac.id.pdf. diakses tanggal 28 Februari 2013.
Potter & Perry, A. 2006. Fundamentals of Nursing. Edisi ke-6. St.Louis Missouri: Mosby-Year Book,Inc.
DAFTAR PUSTAKA
Padila. 2012. Keperawatan
Nuha
Setiadi. 2013. Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan, Edisi ke-2, Yogyakarta : Graha Ilmu.
Ajar: Medikal 34
Sinurat, Y.D. 2014. Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah Dilakukan Latihan Slow Deep Breathing (Napas dalam) Pada Pasien Hipertensi Primer Di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Pada tahun 2014. Skripsi: Tidak dipublikasikan. Sulfaruansyah. 2013. Perbedaan Intensitas Nyeri Kepala pada pasien Head Injury (HI) dengan Tindakan Distraksi dan Relaksasi Napas Dalam Di Ruangan Rindu A4 RSUP H.Adam Malik Medan Tahun 2013. Skripsi: Tidak dipublikasikan. Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Gangguan Sistem Persarafan,Edisi ke-2, Jakarta : Sagung Seto Tarwoto. (2011). Pengaruh Latihan Slow Deep Breathing Terhadap Intensitas Nyeri Kepala Akut Pada Pasien Cedera Kepala Ringan. Jurnal Universitas Indonesia. Jakarta ISBN 978602-97846-3-3. diakses tanggal 28 Februari 2013
35
PENGARUH FISIOTERAPI DADA TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGEN PADA PASIEN TB PARU RAWAT INAP DI RSUD DELI SERDANG Ni Nyoman Ayu Tamala Hardis, S.Kep, Ns, M.Kes Dosen Akper MEDISTRA Lubuk Pakam ABSTARCT WHO data in 2008, showed that Insidence Rate (IR) Pulmonary TB in some ASEAN countries such as Malasyia of 100 per 100,000 population, the Philippines amounting to 280 per 100,000 population, Singapore's by 39 per 100,000 population, Thailand amounting to 140 per 100,000 people while in Indonesia for 190 per 100,000 population (MOH, 2009). This type of research was experimental, quasi-experiment research design (quasi experiment) with a model of design time series design. That was, before the implementation of the treatment were observed on the sample and after treatment are also carried out several times of observation (Sugiyono, 2007). Based on preliminary results of the survey will be undertaken in RSUD Deli Serdang pulmonary TB is found that a total of 689 outpatients and those who are hospitalized during the year 2010 as many as 217 people (Deli Serdang Hospital Medical Record, 2010). Over the last 3 months as many as 97 people with pulmonary TB. Earlier this month five the number of pulmonary TB patients are hospitalized in the room jessamine 11. This study aims at the influence of chest physiotherapy on oxygen needs in pulmonary TB patients hospitalized in rawat Inap in RSUD Deli Serdang. The population in this research is all pulmonary TB patients rawat Inap di RSUD Deli Serdang was the number 15. Based on the results of statistical testing using dependent test ttest/paired sample t test showed that the average oxygen requirement before chest physiotherapy was 4.42, the average oxygen requirement before chest physiotherapy was 6.08, and averages before and after chest physiotherapy is 1.667. It shows that there was a positive effect between before and after chest physiotherapy. Significance was 0003 which means the significance of ≤ 0.05. Then the hypothesis in this study received which means there was a significant effect on the oxygen needs of pulmonary TB patients before and after chest physiotherapy. Suggested to the nurses to perform chest physiotherapy in order to perform chest physiotherapy in order to increase the oxygen demand in patients with pulmonary TB. salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs (Depkes, 2009). Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Hingga saat ini, belum ada satu Negara pun yang bebas TB. Angka kematian dan
Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menular melalui droplet orang yang terinfeksi basil TB. Bersama dengan malaria dan HIV/AIDS, TB menjadi
36
kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosisi pun tinggi. Tahun 2009, 1,7 juta orang meninggal karena TB (600.000 diantaranya perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus baru TB (3,3 juta diantaranya perempuan). Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15-55 tahun). Di Indonesia TB Paru merupakan pembunuh nomor satu diantara penyakit menular yang menyebabkan sekitar 100.000 kematian setiap tahunnya dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah jantung dan penyakit pernafasan akut pada seluruh kalangan usia (Anonim, 2009). Data WHO tahun 2008, menunjukkan bahwa Insidence Rate (IR) TB Paru dibeberapa Negara ASEAN seperti Malasyia sebesar 100 per 100.000 penduduk, Filipina sebesar 280 per 100.000 penduduk, Singapura sebesar 39 per 100.000 penduduk, Thailand sebesar 140 per 100.000 penduduk sedangkan di Indonesia sebesar 190 per 100.000 penduduk (Depkes, 2009). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 di Indonesia TB menduduki ranking ketiga sebagai penyebab kematian (9,4% dari total kematian), setelah penyakit jantung dan sistem pernafasan. Hasil survei tuberkulosis di Indonesia tahun 2007 menunjukkan bahwa angka insidensi tuberkulosis Basil Tahan Asam (BTA) positif secara nasional 105 per 100.000 penduduk (Depkes RI, 2006). Hasil survei tuberkulosis di Indonesia tahun 2006 menunjukkan
bahwa angka penemuan kasus TB di Indonesia (CDR = Case Detection Rate ) adalah 75,7%, namun pada tahun 2007 turun menjadi 69,1%. Adapun angka keberhasilan pengobatan (Success Rate = SR) mencapai 91,0% melebihi target WHO sebesar 85%. Sementara itu, di Sumatera Utara angka penemuan kasus TB tahun 2006 adalah 82,7%, namun pada tahun 2007 turun menjadi 65,1%. Angka SR mencapai 94,5% melebihi target WHO sebesar 85% (Depkes RI, 2008). Berdasarkan Kabupaten/Kota dengan angka SR tinggi adalah : Pematang Siantar (99,6%), Labuhan Batu (99,3%), Dairi (98,2%), dan terendah Asahan (22,2%), Medan (30,7%),Deli Serdang (48,9%) (Profil Sumatera Utara, 2008). Data Profil kesehatan Indonesia pada tahun 2009 jumlah kasusu penyakit TB Paru paling banyak terdapat diprovinsi Jawa Barat sebanyak 44.407 kasus dengan CDR sebesar 70,8%, kasus baru BTA+ sebanyak 31.433 kasus dengan proporsi (70,7%). Jawa Tengah sebanyak 35.165 kasus dengan cDR sebesar 48,1% kasus BTA positif sebanyak 16.906 kasus dengan proposi (48,1%). Sumatera Utara sebanyak 21.197 kasus dengan CDR sebesar 65,6% kasus baru BTA+ sebanyak 13.897 kasus dengan proporsi (65,6%) (Depkes, 2009). Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit tuberkulosis serta mencegah terjadinya resistensi obat telah dilaksanakan program nasional penanggulangan tuberkulosis dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasi oleh WHO. Metoda DOTS telah 37
diterapkan di Indonesia mulai tahun 1995 dengan 5 komponen yaitu komitmen politik kebijakan dan dukungan dana penanggulangan TB, diagnosis TB dengan pemeriksaan secara mikroskopik, pengobatan dengan obat anti TB yang diawasi langsung oleh pengawas menelan obat (PMO), ketersediaan obat dan pencatatan hasil kinerja program TB ( Depkes RI, 2002). Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang di lakukan di RSUD. Deli Serdang didapat bahwa pendirita TB paru yang rawat jalan sebanyak 689 orang dan yang dirawat inap selama tahun 2010 yaitu sebanyak 217 orang (Rekam Medik RSUD Deli Serdang, 2010). Selama 3 bulan terakhir sebanyak 97 orang penderita TB Paru. Awal bulan 5 jumlah pasien TB Paru yang rawat inap di ruangan melur 11 orang. Umumnya gejala utama yang dirasakan oleh penderita adalah batuk berdahak lebih dari dua atau tiga minggu. Batuk berdahak timbul karena ada peradangan akibat tuberkulosis pada saluran nafas, karena peradangan tersebut maka timbullah penumpukan cairan dahak di saluran nafas dan paru. Reaksi tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2 adalah dengan menambah frekuensi pernafasan sehingga menimbulkan gejala sesak nafas, expirasi memanjang, batuk wheezing dan produksi sputum banyak (Anonym, 2009). Fisioterapi adalah suatu cara atau bentuk pengobatan untuk mengembalikan fungsi suatu organ tubuh dengan memakai tenaga alam. Dalam fisioterapi tenaga alam yang dipakai antara lain listrik, sinar, air, panas, dingin, massage dan latihan
yang mana penggunaannya disesuaikan dengan batas toleransi penderita sehingga didapatkan efek pengobatan. Fisioterapi dada ini walaupun caranya kelihatan tidak istimewa tetapi ini sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu. Jadi tujuan pokok fisioterapi pada penyakit paru adalah mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan dan membantu membersihkan sekret dari bronkus dan untuk mencegah penumpukan sekret, memperbaiki pergerakan dan aliran sekret. Fisioterapi dada ini meliputi rangkaian : postural drainage, perkusi, dan vibrasi (Wijaya, 2009). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Grahadyarini menunjukkan bahwa fisioterapi membawa pengaruh dalam meningkatkan pemenuhan oksigenasi pada pasien TB paru, 64% penderita TB mengalami peningkatan kebutuhan oksigen dan pelepasan sekret yang baik selama proses fisioterapi dan 36% penderita TB tidak mengalami peningkatan kebutuhan oksigen dan pelepasan sekret yang tidak baik selama proses fisioterapi yang dikarenakan oleh adanya penambahan penyakit lainnya (Grahadyarini, 2006). Penelitian lainnya yang berkaitan dengan fisioterapi dada yaitu yang dilakukan oleh Susanti (2008) di RS Purbaratu Kota Tasikmalaya, diketahui bahwa ada hubungan antara fisioterapi dada dan kebutuhan oksigenasi pasien tuberkulosis paru dengan keteraturan pemebrian fisioterapi dada (Susanti, 2008). 38
Menurut penelitian Widya (2007) yang dilakukan di Puskesmas Kota Semarang, ada beberapa variabel yang berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen pada penderita TB paru yaitu : jumlah sekret yang meningkat, ada tidaknya tindakan keperawatan dalam meminimalkan produksi sekret pasien. Analisa hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kebutuhan oksigen di paru di pengaruhi oleh upaya tubuh dalam melakukan proses pernafasan, fisioterapi dada merupakan suatu tindakan yang dapat membantu proses pelepasan sekret sehingga kebutuhan oksigen terpenuhi dan menujukkan hasil kemungkinan 6,097 kali lebih besar kebutuhan oksigen terpenuhi baik sehingga mempercepat penyembuhan TB paru (Widya, 2007). Berdasarkan hasil penelitian yang didapat bahwa pengaruh fisoterapi dada terhadap pelepasan secret dalam upaya pemenuhan kebutuhan oksigen pada penderita TB paru 2009, kebutuhan oksigen pada penderita TB paru paling baik karena mendapat tindakan keperawatan fisioterapi dada sebanyak 8 orang (66,7%), sedangkan kebutuhan oksigen pada penderita TB paru paling buruk karena tidak mendapat tindakan keperawatan fisioterapi dada sebanyak 4 orang (33,3%). Hal ini dikarenakan bahwa fisioterapi pada penyakit paru dapat mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan dan membantu membersihkan sekret dari bronkus dan untuk mencegah penumpukan sekret, memperbaiki pergerakan dan aliran secret (Dedi, 2009).
Berdasarkan data di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien TB Paru Rawat Inap RSUD Deli Serdang Tahun 2013. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh fisioterapi dada terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien TB Paru rawat Inap di RSUD Deli Serdang. Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien TB paru sebelum dilakukan fisoterapi dada. Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien TB paru sesudah dilakukan fisoterapi dada. Untuk mengetahui perubahan pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien TB paru sebelum dan sesudah dilakukan fisoterapi. Manfaat Penelitian Sebagai bahan pembelajaran dalam menerapkan fisioterapi dada secara mandiri yang dilakukan oleh anggota keluarga sehingga terpenuhi kebutuhan oksigen. Sebagai masukan dalam menerapkan asuhan keperawatan terutama pada pasien dengan gangguan system pernafasan. Sebagai bahan acuan dalam penelitian selanjutnya yang sejenis Untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam mengembangkan penelitian berikutnya.
39
Teknik sampling yang digunakan purposive sampling, yaitu tehnik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. a) Krteria Inklusi 1) Pasien TB Paru dengan BTA Positif 2) Pasien TB Paru yang rawat inap 3) Bersedia menjadi responden b) Kriteria Eksklusi 1) Pasien TB Paru tidak BTA Positif 2) Pasien TB Paru yang rawat inap 3) Tidak Bersedia menjadi responden
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah eksperimental, desain penelitian quasi experiment (experiment semu) dengan model rancangan time series design. Yaitu sebelum dilaksanakannya perlakuan maka dilakukan observasi pada sample dan sesudah perlakuan juga dilakukan beberapa kali observasi (Sugiyono, 2007). Dalam penelitian ini, peneliti memilih pasien TB Paru yang menjadi sampel penelitian. Selanjutnya dilakukan pengukuran kebutuhan oksigen (observasi pretest). Setelah itu ibu diberikan tindakan fisioterapi dada yang kemudian akan diukur kebutuhan oksigen (observasi post-test). Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. Adapun alasan peneliti memilih melakukan penelitian di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam adalah: a) Belum pernah dilakukan penelitian sejenis tentang pengaruh fisioterapi dada terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien TB Paru. b) Pasien TB Paru rawat inap selama 3 bulan terakhir meningkat sebanyak 97 orang
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Data primer merupakan data yang didapat dari sumber yang pertama, baik dari individu atau perseorangan seperti wawancara atau hasil pengisian lembar observasi yang berisi tentang data demografi dan tanda pemenuhan kebutuhan oksigen. Data sekunder diperoleh dari rekam medik RSUD Deli Serdang, dengan mengambil data 3 bulan terakhir yaitu sebanyak 97 orang dan survey lanjut pada awal bulan yaitu sebanyak 11 orang.
Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitan ini adalah seluruh pasien TB Paru rawat inap di RSUD Deli Serdang yang jumlahnya 15 orang . Sampel pada penelitian ini adalah pasien TB Paru rawat inap di RSUD Deli Serdang yang berjumlah 12 orang.
Variable dan Defenisi Operasional Variable penelitian terdiri dari dua yaitu : a. Variabel bebas (independent) adalah variable yang mempengaruhi yaitu fisioterapi dada. b. Variabel terikat (dependent) adalah variable yang dipengaruhi, 40
yaitu No 1.
2.
3.
pemenuhan
Karakteristik Umur 1. 30-40 tahun 2. 41-50 tahun Total Pendidikan 1. SD 2. SMP 3. SMA
kebutuhan f
%
6 6 12
50,0 50,0 100,0
4 4 4
33,3 33,3 33,4
Total
12
100,0
Jenis Kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan
10 2
83,3 16,7
Total
12
100,0
Tabulasi Hasil Univariat Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien Tb Paru Sebelum Dilakukan Fisoterapi Dada Tahun 2013 Tabel Distribusi Responden Menurut Hasil Pengamatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien TB Paru Sebelum Dilakukan Fisoterapi Dada No 1. 2. 3. 4.
Aspek Yang Diamati Bibir Biru Sesak Nafas Batuk Berdahak Sakit Kepala
f 8 9 12
Ya % 66,7 75,0 10,0
f 4 3 0
Tidak % 33,3 25,0 0
11
91,7
1
8,3
oksigen pada pasien TB Paru. Masalah kebutuhan oksigen merupakan masalah utama dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Hal ini terbukti pada seseorang yang kekurangan oksigen akan mengalami hipoksia dan akan terjadi kematian. Dari tanda kebutuhan oksigen yaitu bibir biru, sesak nafas, batuk berdahak dan sakit kepala maka mayoritas responden yang mengalami bibir biru sebanyak 8 orang (66,7%), responden yang mengalami sesak nafas sebanyak 9 orang (75,0%), responden yang mengalami batuk berdahak sebanyak 12 orang (10,0%), responden yang mengalami sakit kepala sebanyak 11 orang (91,7%). Berdasarkan perhitungan jumlah skor pada kategori kebutuhan oksigen pada pasien TB paru sebelum dilakukan fisoterapi dada maka pemenuhan kebutuhan oksigen dapat dikategorikan terpenuhi dan tidak terpenuhi. Hasil penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kategori Pemenuhan Kebutuhan
HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden Tabel Distribusi Frekuensi Dan Presentase Responden Berdasarkan Umur, Pendidikan, Jenis Kelamin di RSUD Deli Serdang Tahun 2013 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa karakteristik responden yaitu berdasarkan umur maka responden yang berumur 30-40 tahun sebanyak 6 orang (50,0%) dan responden yang berumur 41-50 tahun sebanyak 6 orang (50,0%). Responden yang memiliki pendidikan SD sebanyak 4 orang (33,3%), responden yang memiliki pendidikan SMP sebanyak 4 orang (33,3%) dan responden yang memiliki pendidikan SMA sebanyak 4 orang (33,3%) . Berdasarkan jenis kelamin yaitu responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 10 orang (83,3%) dan responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 2 orang (16,7%).
41
Oksigen Pada Pasien TB Paru Sebelum Dilakukan Fisoterapi Dada Kebutuhan Oksigen Terpenuhi Tidak Terpenuhi Total
f
%
3
25,0
9
75,0
12
100%
mengalami batuk berdahak yaitu sebanyak 9 orang (75,0%) dan responden yang tidak mengalami sakit kepala yaitu sebanyak 2 orang (16,7%). Berdasarkan perhitungan jumlah skor pada kategori kebutuhan oksigen pada pasien TB paru sesudah dilakukan fisoterapi dada maka pemenuhan kebutuhan oksigen dapat dikategorikan terpenuhu dan tidak terpenuhi. Hasil penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini. Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kategori kebutuhan oksigen pada pasien TB paru sesudah dilakukan fisoterapi dada di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kebutuhan oksigen responden yang terpenuhi sebanyak 3 orang (25,0%) dan kebutuhan oksigen yang tidak terpenuhi sebanyak 9 orang (75,0%). Kebutuhan Oksigen Pada Pasien Tb Paru Sesudah Dilakukan Fisoterapi Dada di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013 Tabel Distribusi Frekuensi Kategori kebutuhan oksigen pada pasien TB paru sesudah dilakukan fisioterapi dada di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013 No 1. 2. 3. 4.
Aspek Yang Diamati Bibir Biru Sesak Nafas Batuk Berdahak Sakit Kepala
Ya
Kebutuhan Oksigen Terpenuhi Tidak Terpenuhi Total
%
f
%
3 6 3
25,0 50,0 25,0
9 6 9
75,0 50,0 75,0
10
83,3
2
16,7
%
7
58,3
5
41,7
12
100%
Dari table di atas dapat dilihat bahwa kebutuhan oksigen responden yang terpenuhi sesudah fisioterapi dada yaitu sebanyak 7 orang (58,3%) dan kebutuhan oksigen yang tidak terpenuhi sebanyak 5 orang (41,7%).
Tidak
f
f
Masalah kebutuhan oksigen merupakan masalah utama dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Fisioterapi dada merupakan suatu tindakan yang dapat membantu proses pelepasan sekret sehingga kebutuhan oksigen terpenuhi Dari tanda kebutuhan oksigen yaitu bibir biru, sesak nafas, batuk berdahak dan sakit kepala maka mayoritas responden yang tidak mengalami bibir biru sebanyak 9 orang (75,0%), responden yang mengalami sesak nafas sebanyak 6 orang (75,0%), responden yang tidak
Tabulasi Hasil Bivariat Tabel Perbedaan Rerata antar Sebelum Dan Sesudah Fisioterapi Dada Perbedaan rerata antar sebelum dan sesudah fisioterapi dada Rerata sebelum fisioterapi dada = 4,42 Rerata sesudah fisioterapi dada = 6,08 Rerata sebelum dan sesudah fisioterapi dada = 1,667 Nilai Signifikansi = 0,003
42
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji dependen sample ttest/paired t test menunjukan bahwa rerata kebutuhan oksigen sebelum fisioterapi dada yaitu 4,42, rerata kebutuhan oksigen sebelum fisioterapi dada yaitu 6,08, dan rerata sebelum dan sesudah fisioterapi dada yaitu 1,667. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara sebelum dan sesudah fisioterapi dada. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji dependen sample ttest/paired t test menunjukan bahwa signifikansi yaitu 0.003 yang berarti signifikansi ≤ 0.05. Maka Hipotesa dalam penelitian ini diterima yang berarti ada pengaruh yang signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien TB Paru sebelum dan sesudah diberikan fisioterapi dada.
batuk berdahak lebih dari dua atau tiga minggu. Batuk berdahak timbul karena ada peradangan akibat tuberkulosis pada saluran nafas, karena peradangan tersebut maka timbullah penumpukan cairan dahak di saluran nafas dan paru. Reaksi tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2 adalah dengan menambah frekuensi pernafasan sehingga menimbulkan gejala sesak nafas, expirasi memanjang, batuk wheezing dan produksi sputum banyak (Anonym, 2009). Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien TB Paru Sesudah Dilakukan Fisoterapi Dada Fisioterapi adalah suatu cara atau bentuk pengobatan untuk mengembalikan fungsi suatu organ tubuh dengan memakai tenaga alam. Dalam fisioterapi tenaga alam yang dipakai antara lain listrik, sinar, air, panas, dingin, massage dan latihan yang mana penggunaannya disesuaikan dengan batas toleransi penderita sehingga didapatkan efek pengobatan. Dari hasil distribusi frekuensi dapat dilihat bahwa kebutuhan oksigen responden yang terpenuhi sesudah fisioterapi dada yaitu sebanyak 7 orang (58,3%) dan kebutuhan oksigen yang tidak terpenuhi sebanyak 5 orang (41,7%). Fisioterapi dada ini walaupun caranya kelihatan tidak istimewa tetapi ini sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu. Jadi tujuan pokok fisioterapi pada penyakit paru adalah mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan dan membantu
PEMBAHASAN Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien TB Paru Sebelum Dilakukan Fisoterapi Dada Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menular melalui droplet orang yang terinfeksi basil TB. Bersama dengan malaria dan HIV/AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs (Depkes, 2009). Dari hasil distribusi frekuensi dapat dilihat bahwa bahwa kebutuhan oksigen responden yang terpenuhi sebanyak 3 orang (25,0%) dan kebutuhan oksigen yang tidak terpenuhi sebanyak 9 orang (75,0%). Umumnya gejala utama yang dirasakan oleh penderita adalah 43
membersihkan sekret dari bronkus dan untuk mencegah penumpukan sekret, memperbaiki pergerakan dan aliran sekret. Fisioterapi dada ini meliputi rangkaian : postural drainage, perkusi, dan vibrasi (Wijaya, 2009). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Grahadyarini menunjukkan bahwa fisioterapi membawa pengaruh dalam meningkatkan pemenuhan oksigenasi pada pasien TB paru, 64% penderita TB mengalami peningkatan kebutuhan oksigen dan pelepasan sekret yang baik selama proses fisioterapi dan 36% penderita TB tidak mengalami peningkatan kebutuhan oksigen dan pelepasan sekret yang tidak baik selama proses fisioterapi yang dikarenakan oleh adanya penambahan penyakit lainnya (Grahadyarini, 2006).
sebelum dan sesudah diberikan fisioterapi dada. Hasil Penelitian ini sejalan denga penelitian yang dilakukan oleh Widya (2007) yang dilakukan di Puskesmas Kota Semarang, ada beberapa variabel yang berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen pada penderita TB paru yaitu : jumlah sekret yang meningkat, ada tidaknya tindakan keperawatan dalam meminimalkan produksi sekret pasien. Analisa hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kebutuhan oksigen di paru di pengaruhi oleh upaya tubuh dalam melakukan proses pernafasan, fisioterapi dada merupakan suatu tindakan yang dapat membantu proses pelepasan sekret sehingga kebutuhan oksigen terpenuhi dan menujukkan hasil kemungkinan 6,097 kali lebih besar kebutuhan oksigen terpenuhi baik sehingga mempercepat penyembuhan TB paru (Widya, 2007). Menrut teori tujuan pokok fisioterapi pada penyakit paru adalah mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan dan membantu membersihkan sekret dari bronkus dan untuk mencegah penumpukan sekret, memperbaiki pergerakan dan aliran sekret. Fisioterapi dada ini dapat digunakan untuk pengobatan dan pencegahan pada penyakit paru obstruktif menahun, penyakit pernafasan restriktif termasuk kelainan neuromuskuler dan penyakit paru restriktif karena kelainan parenkim paru seperti fibrosis dan pasien yang mendapat ventilasi mekanik.
Pengaruh fisioterapi dada terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien TB Paru rawat Inap di RSUD Deli Serdang. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji dependen sample ttest/paired t test menunjukan bahwa rerata kebutuhan oksigen sebelum fisioterapi dada yaitu 4,42, rerata kebutuhan oksigen sebelum fisioterapi dada yaitu 6,08, dan rerata sebelum dan sesudah fisioterapi dada yaitu 1,667. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara sebelum dan sesudah fisioterapi dada. Signifikansi yaitu 0.003 yang berarti signifikansi ≤ 0.05. Maka Hipotesa dalam penelitian ini diterima yang berarti ada pengaruh yang signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien TB Paru 44
penelitian ini diterima yang berarti ada pengaruh yang signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien TB Paru sebelum dan sesudah diberikan fisioterapi dada.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil uji statistic dan pembahasan tersebut diatas bahwa dapat disimpulkan bahwa pengaruh fisioterapi dada terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien TB Paru rawat Inap di RSUD Deli Serdang: a. Berdasarkan hasil penelitian dari 12 responden adalah pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien TB paru sebelum dilakukan fisoterapi dada yaitu kebutuhan oksigen responden yang terpenuhi sesudah fisioterapi dada sebanyak 7 orang (58,3%) dan kebutuhan oksigen yang tidak terpenuhi sebanyak 5 orang (41,7%). b. Berdasarkan hasil penelitian dari 12 responden adalah pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien TB paru sebelum dilakukan fisoterapi dada yaitu sebanyak 7 orang (58,3%) dan kebutuhan oksigen yang tidak terpenuhi sebanyak 5 orang (41,7%). c. Pengaruh fisioterapi dada terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien TB Paru rawat Inap di RSUD Deli Serdang. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji dependen sample t-test/paired t test menunjukan bahwa rerata kebutuhan oksigen sebelum fisioterapi dada yaitu 4,42, rerata kebutuhan oksigen sebelum fisioterapi dada yaitu 6,08, dan rerata sebelum dan sesudah fisioterapi dada yaitu 1,667. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara sebelum dan sesudah fisioterapi dada. Signifikansi yaitu 0.003 yang berarti signifikansi ≤ 0.05. Maka Hipotesa dalam
Saran Diharapkan agar dapat meningkatkan kesehatan terutama dalam proses penyembuhan penyakit TB paru dan dapat menerapkan fisioterapi dada secara mandiri sehinnga kebutuhan oksigen terpenuhi. Agar dapat menerapkan pelaksanaan fisoterapi dada pada pasien TB paru terutana yang mengalami masalah pemenuhan kebutuhan oksigen. Sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya dapat lebih mengembangkan bahan masalah peneliti tentang faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan oksigen. DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Umar F. 2008. Respiratory. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Aditama,
Tjandra Y. 2007. Tuberkulosis Paru: Masalah dan Penanggulangannya. UI Press. Jakarta.
Alvian, J. 2008. Tuberkulosis Klinis. Edisi 2, Widya Medika. Jakarta. Anonim,
45
2009. Pengobatan Tuberkulosis Paru Masih Menjadi Masalah. http://www. Tbcindonesia.or.id. Diakses tanggal 10 April 2013
http//www.Depkes.go.id. Diakses tanggal 11 Mei 2013
-----------, 2005. Lembar Fakta Tuberkulosis. http//www.tbcindonesia.or.id. Diakses tanggal 11 Mei 2013 Arikunto, Penelitian Jakarta.
Djojodibrototo, D. Respirarologi. Jakarta.
S. 2006. Prosedur . PT Rineka Cipta,
Elisa,
2009. EGC.
2007. Fisioterapi Dada. http://www.fisioterapi.com. Diakses tanggal 10 April 2013
Aziz, Alimul, A. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Salemba Medika, Jakarta.
Grahadyarni, 2006. Fisioterapi Dada terhadap pengembalian Fungsi Paru. http://nursingbegin.com. Diakses tanggal 14 April 2013
Dedi, 2009. Pengaruh Fisioterapi Dada Pada TB Paru. http://infopenyakit.com. Diakses tanggal 12 April, 2013
Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba, Jakarta.
Depkes RI, 2002. Penanggulangan TBC. Jakarta
Rizal,
2008. Pengetahuan Masyarakat Tentang Pengawasan Minum obat. http://nursingbegin.com. Diakses tanggal 11 April 2013 Serli, 2009. Pengaruh Pengawas Minum Obat Pada Pasie TB Paru. http://els.fk.umy.ac.id. Diakses tanggal 10 April 2013 Setiadi, 2007. Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan. Graha Ilmu, Yogyakarta.
------------, 2006. Pedoman Penyakit Tuberkulosis dan Penanggulangannya. Jakarta. -------------, 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta. -------------, 2008. Pedoman Penyakit Tuberkulosis dan Penanggulangannya. Edisi 2. Jakarta.
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Pendidikan . ALFABETA, Bandung.
-------------, 2009. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2008. http//www. Depkes.go.id. Diakses tanggal 11 Mei 2013
Susanti, 2008.Fisioterapi dan Kebutuhan Oksigen. http://nursingbegin.com. Diakses tanggal 17 April 2013
-------------, 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2009. 46
Viska, 2007. Konsep TB Paru. http://dinkesbanggai.wordpress. com. Diakses tanggal 13 November 2010 Widya, 2007. Fisioterapi Dada Terhadap Pelepasan Sekret Pada Pasien TB Paru. http://www.scribd.com. Diakses tanggal 11 Mei 2013 Wijaya, H. 2009. Ilmu Fisioterapi. Mitra Pelajar, Surabaya
47
PERBEDAAN SKALA NYERI SEBELUM DAN SESUDAH DI LAKUKAN KOMPRES DINGIN PADA PASIEN POST LAPARATOMI DI RUMAH SAKIT UMUM SEMBIRING DELITUA AGUSTINA SIMAMORA, S.Kep, Ns, M.Kep Dosen Akper MEDISTRA Lubuk Pakam ABSTRAK Laparatomi merupakan suatu tindakan bedah mayor abdomen yang dimulai dari dinding abdomen hingga ke rongga abdomen. Luka pasca operasi seringkali menimbulkan berbagai efek, diantaranya nyeri. Nyeri adalah suatu pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang dialami seseorang. Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan dengan dua cara yaitu farmakologis dan non farmakologis.Salah satu penanganan nyeri secara non farmakologis adalah kompres dingin. Kompres dingin merupakan suatu metode penggunaan suhu dingin setempat yang dapat menimbulkan efek fisiologis. Kompres dingin dilakukan dengan suhu 10 - 18º C yang dilakukan selama 20 menit. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan rerata skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan kompres dingin pada pasien post laparatomi di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua tahun 2013. Pengukuran skala nyeri dilakukan sebelum dan sesudah kompres dingin. Penelitian ini merupakan penelitian quasy eksperimen dengan pendekatan one group pretst-posttest. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien post laparatomi yang berjumlah 23 orang yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Rerata skala nyeri pre test adalah (M=3,91, SD=1,564). Rerata skal nyeri posttest adalah(M=2,52, SD=0,994). Uji statistik yang digunakan adalah pired sample t-test. Nilai p value yang didapat adalah 0,001 (α=0,05) yang berarti ada perbedaan skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan kompres dingin. Maka dari itu perawat agar dapat meng implementasikan kompres dingin sebagai metode pengurangan nyeri di rumah sakit. Salah satu jenis tindakan operasi bedah mayor adalah bedah abdomen.Bedah abdomen merupakan pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsuhidayat & Jong, 2005). Tindakan bedah abdomen juga merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan obstetri gynecologi. Dengan kata lain bedah abdomen
Latar Belakang Operasi atau pembedahan merupakan tindakan invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani.Pembukaan bagian tubuh ini pada umumnya dilakukan dengan membuat sayatan, setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan dilakukan tindakan perbaikan yang diakhiri dengan penjahitan dan penutupan luka (Robiansyah, 2008).
48
juga disebut dengan laparotomi. Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi.Laparo sendiri berati perut atau abdomen sedangkan tomi berarti penyayatan.Adapun tindakan bedah yang sering dilakukan adalah, gasterektomi,kolesistoduodenostomi, hepatektomi, splenektomi, apendektomi, kolostomi, dan fistulektomi (Muttaqin & Sari, 2013). Pembedahandapat menyebabkan ketidaknyamanan dan dapat menimbulkan berbagai keluhan dan gejala pada pasien. Keluhan dan gejala yang sering ditemukan adalah nyeri,demam, takikardi,batuk atau sesak nafas, kolaps,semakin memburuknya keadaan umum,mual atau muntah, serta penyembuhan luka operasi (Sjamsuhidayat & Jong, 2005) Laparatomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor, dengan melakukan penyayatan pada lapisanlapisan dinding abdomen untuk mendapatkan bagian organ abdomen yang mengalami masalah (hemoragi, perforasi, kanker dan obstruksi).Laparatomi dilakukan pada kasus-kasus seperti apendiksitis, perforasi, hernia inguinalis, kanker lambung, kanker colon dan rectum, obstruksi usus, inflamasi usus kronis, kolestisitis dan peritonitis (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Menurut Mansjoer (2007) Laparatomi merupakan pembedahan perut, membuka selaput perut dengan Laparatomi merupakan pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi yang dilakukan untuk memeriksa organ-organ perut dan membantu diagnosis masalah termasuk menyembuhkan penyakit-
penyakit pada perut.Perkiraan tindakan pembedahan di dunia adalah 234 juta tindakan setiap tahunnya bahkan melebihi jumlah kelahiran.Pada tahun 2002, bank dunia melaporkan bahwa dari 164 juta angka kesembuhan didapat setelah ditatalaksana dengan tindakan pembedahan. Beberapa penelitian di negara-negara industri menunjukkan tingkat kematian perioperatif dari operasi rawat inap adalah 0,4% sampai 0,8% dan 3% sampai 17% menderita komplikasi berat. Salah satu tindakan pembedahan adalah laparotomi.Laparotomi merupakan suatu tindakan pembedahan dengan membuat penyayatan pada dinding abdomen untuk mendapatkan organ abdomen yang mengalami masalah pada kasus perdarahan, perforasi, kanker dan trauma (Sjamsuhidajat, 2010). Data World Health Organisationmenunjukkan bahwa selama lebih dari satu abad, perawatan bedah telah menjadi komponen penting dari perawatan kesehatan di seluruh dunia.Diperkirakan setiap tahun ada 230 juta tindakan bedah dilakukan di seluruh dunia.Saat ini tindakan operasi laparatomi bukan hal yang baru lagi bagi masyarakat luas.Sejak awal, tindakan operasi merupakan pilihan yang harus dijalani karena keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan nyawa pasien.Menurut World Health Organisation, standar rata-rata laparatomi di sebuah negara adalah sekitar 5-15 % dari 5361 jiwa. Pada tahun 2010 jumlah kasus laparatomi dengan berbagai indikasi di Amerika mencapai 25% dari 982 jiwa.Di
49
Amerika serika pada tahun 2011, laparatomi rates adalah 5,5% dari 827 dan meningkat drastis menjadi 24,4% dari 927 pada 2012.Dengan berbagai upaya telah dilakukan sehingga pada 2013 angka tersebut dapat bertahan sekitar 22,8% dari 981 dan terus diusahakan untuk ditekan,sehingga akhir-akhir ini stabil di angka 15-18%(Yuwono, 2013). Menurut World health Organization(2009), diperkirakan setiap tahun ada 230 juta pembedahan utama yang dilakukan di seluruh dunia.Laparatomi merupakan salah satu jenis pembedahan yang memiliki prevalensi tinggi(Paden, 2010). Menurut National Emergency Laparotomy Audit (2014) telah terjadi terjadi sekitar 30.000 tindakan laparatomi di Inggris dan Wales.Angka kejadian dilakukannya tindakan laparatomi dengan berbagai kasus medis ini sangat tinggi. Tahun 2010, di tujuh negara didunia yaitu: USA, Jepang, Prancis, Jerman, Italia, Spanyol dan Inggris, tercatat sekitar 7,436,000 tindakan bedah mayor abdomen yang telah dilakukan dan diperkirakan akan meningkat hingga tahun 2020 mencapai 8,109,000 pembedahan (Paden, 2010). Laporan Departemen Kesehatan RI (2007) menyatakan laparatomi meningkat dari 162 pada tahun 2005 menjadi 983 kasus pada tahun 2006 dan 1.281 kasus pada tahun 2007.Komplikasi pada pasien post laparatomi adalah nyeri yang hebat, perdarahan, bahkan kematian. Post operasi laparatomi yang tidak mendapatkan perawatan maksimal setelah pasca bedah dapat memperlambat penyembuhan dan
menimbulkan komplikasi. Pasien post laparatomi memerlukan perawatan yang maksimal untuk mempercepat pengembalian fungsi tubuh. Hal ini dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk efektif dan mobilisasi dini. Perawatan post laparatomi merupakan bentuk perawatan yang diberikan kepada pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut. Tujuan perawatannya adalah mengurangi komplikasi, meminimalkan nyeri, mempercepat penyembuhan, mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi, mempertahankan konsep diri dan mempersiapkan pulang, hal ini dilakukan sejak pasien masih di ruang pulih sadar (Mansjoer, 2010). Berdasarkan data tabulasi nasional Depkes RI tahun 2009, tindakan bedah menempati urutan ke 11 dari 50 pertama pola penyakit di Indonesia dengan persentase 12,8% dan diperkirakan 32% diantaranya adalah tindakan bedah laparotomi. Data dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Juli – Desember 2004 menyebutkan adanya operasi laparotomi emergensi terhadap 83 orang penderita, dengan kematian mencapai 9 orang (10,84%) dan komplikasi infeksi pasca operasi mencapai 19 orang (44,19%) (Yuwono, 2013). Berdasarkan survei pendahuluan peneliti pada tanggal 14 Mei 2013, peneliti memperoleh data di rekam medik jumlah pasien post laparatomi di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Pada Tahun 2015 sebanyak 226 orang pasien. Sedangkan dalam waktu Januarisampai Maret2013 telah ditemukan sebanyak 78 orang
50
pasien post laparatomi. Dari hasil wawancara dengan perawat ruangan di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua bahwa selama ini pasien post laparatomi yang mengalami nyeri hanya diberikan terapi farmakologi saja.
Berdasarkan uraian hasil survei pendahuluan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Perbedaan Intensitas Nyeri Sebelum
tindakan kompres dingin di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua Tahun 2013. 2.Untuk mengetahui rerata nyeri post laparatomi setelah dilakukan tindakan kompres dingin di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua Tahun 2013.
Tujuan Penelitian Tujuan pada penelitian ini adalah untuk membandingkan rerataskala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan kompres dingin terhadappasienpost laparatomi di Rumah Sakit Umum Deli Serdang tahun 2013. Untuk mengetahui rerata nyeri post laparatomi sebelum dilakukan dan Sesudah Dilakukan Kompres Dingin Pada Pasien Post Laparatomi di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Tahun 2013. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, peneliti memilih pasien post laparatomi menjadi sampel penelitian. Selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap intensitas nyeri (observasi pre-test). Setelah itu pasien diberikan tindakan kompres dingin yang kemudian akan diukur kembali intensitas nyeri (observasi post-test).
Adapun penelitian akan dilakukan mulai bulan April-Juli 2013. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 78 pasien post laparatomi di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua Tahun 2013. Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah pasien post laparatomi yang mengalami nyeri di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Tahun 2013.
Lokasi Dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua.Adapun alasan peneliti melakukan penelitian di tempat tersebut adalah: Tingginya angka kejadian laparatomi (9,4% dari seluruh pasien rawat inap) di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua dan selama ini pasien post laparatomi hanya mendapat terapi farmakologis saja.
Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan adalah urposivesampling.Perhitungan besar sampel apabila populasi tidak diketahui maka menggunakan rumus uji estimasi proporsi. Pasien post laparatomi yang tidak dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Tahun 2013 1) Tidak bersedia menjadi responden dan menandatangani inform concent. 2) Tidak bersikap kooperatif
Waktu Penelitian
51
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari rekam medik di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dengan mengambil data pasien post laparatomi yang di rawat inap RSUD Sembiring Delitua tahun 2013.
Metode Pengumpulan Data Data primer yang diperoleh langsung dari responden melalui lembar observasi intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan kompres dingin pada pasien post laparatomi yang mengalami nyeri di RSUD Sembiring Delitua tahun 2013.
Pengolahan data adalah merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan penelitian setelah pengumpulan data. Data yang masih mentah (raw data), perlu diolah sehingga menjadi informasi yang akhirnya digunakan untuk menjawab tujuan penelitian agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar.
Metode Pengukuran Data Tindakan kompres dingin metode pengukuran data dilakukan dengan memberikan perlakuan tindakan kompres dingin. Nyeri metode pengukuran data dilakukan dengan menggunakan Numeric Rating Scale.
. Karakteristik Responden HASIL PENELITIAN memenuhi kriteria untuk dilakukan penelitian yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua. Jumlah pasien laparatomi sendiri berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Deli Serdang sebanyak 226 pasien selama periode tahun 2015.Tahun 2014 sendiri jumlah pasien laparotomi di Rumah Sakit Umum Deli Serdang sebanyak 186 orang.Berdasarkan data tersebut terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2014 ke tahun 2013.Sedangkan di tahun 2013 periode Januari-Maret 2013 mencapai 78 orang. Berdasarkan survey pendahuluan di Rumah sakit umum deli serdang pasien yang mengalami nyeri post 50 laparatomi hanya mendapatkan terapi farmakologis saja.
52
Karakteristik responden yang diamati meliputi usia, pekerjaan dan jenis kelamin. Karakteristik responden disajikan pada tabel berikut ini: Distribusi Karakteristik Responden Di Rumah Sakit Umum DeliSerdang Lubuk Pakam Tahun 2013. No 1
2
3
Karakteristi k Usia ≤ 36 > 36 Jumlah Pekerjaan Wiraswasta PNS Petani Jumlah Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Jumlah
Frekue nsi
Persentase (%)
7 10 17
41,2 58,8 100
9 1 7 17
41,2 5,9 41,2 100
11 6 17
64,7 35,3 100
Berdasarkan tabel 4.1 di atas jumlah pasien yang berusia di bawah 36 tahun sebanyak 7 (41,2%) dan usia di atas 36 tahun sebanyak 10 (58,8)%. Berdasarkan pekerjaan, mayoritas responden bekerja sebagai
wiraswasta (41,2%). Berdasarkan jenis kelamin mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki (64,7%). Rerata Skala Nyeri Sebelum Dilakukan Kompres Dingin Pada Pasien Post Laparatomi Di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua Tahun 2013.
Rerata Skala Nyeri Sesudah Dilakukan Kompres Dingin Post Laparatomi Di Rumah Sakit Umum Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013
Sebelum dilakukan kompres dingin responden diminta untuk menunjukkan skala nyeri yang dirasakan. Adapun rerata skala nyeri sebelum dilakukan kompres dingin disajikan dalam tabel 4.2 berikut ini: Rerata Skala Nyeri Sebelum Dilakukan Kompres Dingin Pada Pasien Post Laparatomi Di Rumah Sakit Umum Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013. Rerata skala nyeri sebelum dilakukan kompres dingin
Mean
SD
Min
Max
3,82
1,551
2
7
Rerata skala nyeri sesudah dilakukan kompres dingin
Mean 2,24
SD 0,752
Min 1
Max 3
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa nilai rerata skala nyeri sesudah dilakukan kompres dingin yaitu sebesar 2,24 dengan standart deviation adalah 0,752. Skala nyeri terendah adalah 1 (17,6%) dan tertinggi adalah 3 (41,2%). Perbedaan Rerata Skala Nyeri Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Kompres Dingin Pada Pasien Post Laparatomi Di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua Tahun 2013.
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa nilai rerata skala nyeri sebelum dilakukan kompres dingin yaitu sebesar 3,82 dengan standart deviation adalah 1,551. Skala nyeri terendah adalah 2 (23,5%) dan skala nyeri tertinggi adalah 7 (5,9%).
Perbedaan rerata skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan kompres dingin disajikan dalam tabel berikut ini:
Rerata Skala Nyeri Sesudah Dilakukan Kompres Dingin Post Laparatomi Di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua Tahun 2013.
Tabel 4.4 Perbedaan Rerata Skala Nyeri Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Kompres Dingin Pada Pasien Post Laparatomi Di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua Tahun 2013.
Sesudah dilakukan kompres dingin responden diminta untuk menunjukkan skala nyeri yang dirasakan. Adapun rerata skala nyeri sesudah dilakukan kompres dingin disajikan dalam tabel 4.3 berikut ini:
Skala Nyeri
53
Mea n
Paired Differences 95 % SD SE confidence interval of
P valu e
the difference. Low Upp er er Sebelu m Sesud ah
1,58 8
1,53 4
0,37 4
0,79 5
2,38 2
Berdasarkan tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa (M=1,588, SD=1,534) dan nilai p (0,01) ≤ (0,05). Maka Ha diterima yang artinya terdapat perbedaan skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan kompres dingin pada pasien post laparatomi di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua Tahun 2013. skala nyeri 6 sebanyak 2 orang (11,8%) dan skala nyeri 7 sebanyak 1 orang (5,9%). Rerata skala nyeri Agar dapat mengembangkan ilmu keperawatan dan menambah literatur mengenai kompres dingin pada pasien pasca operasi untuk mengurangi nyeri. Kepada seluruh mahasiswa khususnya keperawatan agar menegembangkan ilmu keperawatan.Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi di perpustakaan STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam dan bagi peneliti selanjutnya penelitian ini dapat diajdikan sumber referensi.
0,00 1
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil uji statistik dan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Perbedaan Intensitas Nyeri Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Kompres Dingin Pada Pasien Post Laparatomi Di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua Tahun 2013 adalah sebagai berikut: 1) Skala nyeri responden sebelum dilakukan kompres dingin yaitu skala nyeri 2 sebanyak 4 orang (23,5 %), skala nyeri 3 sebanyak 4 orang (23,5%), skala nyeri 4 sebanyak 4 orang (23,5%), skala nyeri 5 sebanyak 2 orang (11,8%),
Outcome Volume 3. www.elseveirs.com/about/o pen-science-accessjournal.Diakses tanggal 06 april 2013.
DAFTAR PUSTAKA Andarmoyo, Sulistyo. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Churlish, 2009. Jawaban-Jawaban Alternatif Untuk Arthritis Dan Rheumatic. Yogyakarta: Citra Adi Pratama.
Azis. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Dan Praktik Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika. Bambang, 2009. Infeksi Payudara: http://www.frekuensiasi.co m/2012. Diakses tanggal 06 April 2013.
Jean, Joyce. 2010. Buku saku Prosedur Klinis Keperawatan. Jakarta: EGC Judha, Mohammad. 2012. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Dan Praktik Keperawatan. Edisi Empat Jakarta: EGC
Black & Hawks. 2009. Medical Surgical Nursing Clinical Management for Positive 54
Keperawatan Profesional. Edisi 3 Jakarta: Salemba Medika.
Jitowiyono, 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta: Nuha Medika Paden,
Kemp,Charles. 2010.Klien sakit terminal,Seri asuhan keperawatan Edisi 2.Jakarta: Buku Kedokteran ECG
Prastyo,Sigit Nian. 2010.Konsep Dan ProsesKeperawatan Nyeri. Jakarta:Graha Ilmu
Kozier & Erb, 2010. Buku Ajar Praktik Keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran ECG
Prawiroharjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Kozier,dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klinis. Jakarta:EGC
Robiansyah, 2008. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Kristinasari, Weni. 2012. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta: Nuha Medika.
Rukiyah, Yulianti. 2010.Asuhan kebidanan patologi kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Mansjoer, Arif. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Euculapcius.
Setiadi,2013. Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Maryuani, A. 2010. Nyeri Dalam Persalinan. Jakarta: CV. Trans Info Media. Muttaqin, A dan Sari, K. 2013. Asuhan Keperawatan Perioperatif :Konsep, Proses, dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
Sjamsuhidayat, R. & Jong, W. D, 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Sjamsuhidayat,2010. Buku Ajarilmu Bedah. Jakarta. EGC.
Noor Helmi, Zairin. 2014. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer dan Barc. 2011. Tindakan Keperawatan Apendiksitis.h ttp://ejournal.undip.ac.id/ind ex.php/jnursing. Diakses pada tanggal 20 Januari 2013.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam, 2011. Keperawatan: Dalam
C J. 2010. Emergency laparotomy. Jakarta: EGC
Tamsuri, Anas, 2012. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC
Manajemen Aplikasi Praktik
55
Wolf, 2009.Diagnosa keperawatan:Aplikasi pada praktek klinis,Jakarta:EGC Workman, & Ignativicus. Laparatomi. Dalam http//www.Laparatomi.co.id Diakses pada Tanggal 2 Mei 2013. Yuwono, 2013. Pengaruh beberapa faktor risiko terhadap kejadian Surgical Site Infection (SSI), Jakarta: JMJ.
56
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESPONSE TIME PERAWAT PADA PENANGANAN PASIEN GAWAT DARURAT DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT GRAND MEDISTRA LUBUK PAKAM Herri Novita Tarigan, S.Kep, Ns, M.Kes Dosen Akper MEDISTRA Lubuk Pakam ABSTRAK Response Time perawat adalah gabungan dari waktu tanggap saat pasien tiba di depan pintu rumah sakit sampai mendapat respon dari petugas Instalasi Gawat Darurat dengan waktu pelayanan yang di perlukan sampai selesai proses penanganan gawat darurat. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan Pengetahuan, Pelatihan emergency, Beban Kerja dan Keterampilan Perawat terhadap Response Time Perawat pada Penanganan Pasien Gawat Darurat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Tahun 2013. Jenis penelitian ini bersifat survey analitik dengan rancangan penelitian yang digunakan yaitu cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah 24 perawat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam, pengambilan sampel menggunakan total sampel dan metode pengumpulan data dengan menggunakn kuesioner dan lembar observasi. Analisis data yang digunakan dengan uji Chi Square. Berdasarkan hasil penelitian uji Chi Square diketahui bahwa tidak ada hubungan pengetahuan perawat dengan response time perawat bahwa (p value = 0,163), ada hubungan pelatihan perawat dengan response time perawat bahwa (p value = 0,000) dan tidak ada hubungan beban kerja dengan response time perawat bahwa (p value = 0,493) dan ada hubungan keterampilan Perawat dengan response time bahwa (p value = 0,004). Menurut asumsi peneliti mengapa pengetahuan perawat tidak berhubungan dengan response time perawat saja tidak cukup untuk membatu proses penanganan pasien gawat darurat, dan menurut asumsi peneliti mengapa beban kerja tidak berhubungan dengan response time dikarenakan beban kerja yang berat dapat menghambat proses penanganan pasien gawat darurat. Disarankan kepada seluruh perawat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Grand Medistra sebaiknya pengetahuan dan beban kerja dapat di ubah, karena pengetahuan yang baik harus di barengin dengan keterampilan yang menghuni, dan untuk beban kerja sebaiknya harus propesional untuk menangani pasien gawat darurat dan tidak terpengaruh oleh beban kerja. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks (Depkes, 2011). Keadaan gawat darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja. Kondisi ini menuntut kesiapan
Latar belakang masalah Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat maupun swasta yang berfungsi untuk pelayanan kesehatan. 57
petugas kesehatan untuk mengantisipasi kejadian itu. Bila kita cermati kematian-kematian karena henti jantung dan henti nafas selama ini cukup banyak khususnya pada area Pre Hospital. Manajemen pertolongan keadaan gawat darurat pada area tersebut sampai saat masih sangat menyedihkan. Banyak kematian-kematian di masyarakat yang mestinya bisa dicegah bila kita punya kepedulian terhadap masalah tersebut (Depkes, 2011). Upaya peningkatan mutu Rumah Sakit meliputi semua bidang pelayanan yang ada dan harus secara terencana, terpadu (integrated) dan berkesinambungan. Pelayanan Gawat darurat adalah salah satu faktor penting dalam proses tindakan penyelamatan jiwa pasien (life saving), sehingga pelayanan ini menjadi salah satu kunci utama dalam proses pelayanan medik dirumah sakit, salah satu indikator penting dalam pelayanan gawat darurat di rumah sakit adalah angka keterlambatan pertama gawat darurat Emergency Respon time (Musliha, 2010). Hasil penelitian pada 120 emergency medical service di Beijing, China pada tahun 2009 oleh Zhang, Wang dan Zhao didapatkan 51.918 kasus dengan waktu tanggap adalah 16,5 menit lebih lama dari standar nasional yang ditetapkan oleh China yaitu 15 menit ( Zhang JJ, Wang LD, Zhao YC, 2010). Pada tahun 2010, data kunjungan pasien ke Instalasi Gawat Darurat di seluruh Indonesia mencapai 4.402.205 913,3% dari seluruh total kunjungan di Rumah Sakit Umum) dengan jumlah kunjungan 12% dari kunjungan Instalasi Gawat Darurat
berasal dari rujukan dengan jumlah Rumah Sakit Umum 1.033 Rumah Sakit Umum dari 1.319 Rumah Sakit yang ada. Jumlah yang signifikan ini kemudian memerlukan perhatian yang cukup besar dengan pelayanan pasien gawat darurat (Keputusan Menteri Kesehatan, 2011). Hasil penelitian oleh tim peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera tahun 2010 menggambarkan sejauh mana perlunya waktu tanggap terhadap pasien, hal ini terlihat dari sejumlah faktor penyebab dan dampak meningkatnya minat masyarakat berobat ke luar negeri antara lain : Faktor Internal meliputi : keyakinan akan kemampuan dokter untuk mengatasi penyakit atau masalah yang diderita (36,50%), percaya akan akurasi diagnosis yang diberikan dokter luar negeri (30,50%), transparansi hasil diagnosis (30,0%), butuh pelayanan prima (32,50%), dan merasa lebih cepat sembuh (42,50%). Faktor eksternal meliputi : fasilitas dan teknologi rumah sakit/pelayanan kesehatan lebih canggih dan modern (34,00%), pelayanan yang diberikan lebih baik (31,00%), layanan satu paket (26,50%), penanganan terhadap pasien lebih cepat (30,00%), biaya lebih murah (26,50%), keramah tamahan/keterampilan tenaga medis yang lebih baik (36,50%), rekomendasi dokter dalam negeri (38,00%). (Tsaniyah, 2011). Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Permata Bunda Medan diperoleh gambaran Data Waktu Tanggap yang diperoleh dari Bagian Perencanaan dan Evaluasi Rumah Sakit Permata Bunda Medan
59
yaitu 8 menit 20 detik. Waktu Tanggap Rumah Sakit Permata Bunda Medan yang lebih lama dibandingkan ukuran waktu tanggap selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2jam (Basoeki dkk, 2013). Menurut Kepmenkes nomor 129 tahun 2008 mengenai Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit (SPM-RS), waktu tanggap pelayanan dokter di gawat darurat memiliki dimensi mutu keselamatan dan efektifitas. Kecepatan pelayanan dokter di gawat darurat adalah kecepatan pasien dilayani sejak pasien datang sampai mendapat pelayanan dokter (menit). Waktu tanggap tersebut memiliki standar maksimal 5 menit di tiap kasus. Waktu tanggap pelayanan perlu diperhitungkan agar terselenggaranya pelayanan yang cepat, responsif dan mampu menyelamatkan pasien gawat darurat. Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keterlambatan penanganan waktu tanggap kasus gawat darurat antara lain karakteristik pasien (triase), pengetahuan perawat, pelatihan emergency, ketrampilan perawat, dan beban kerja perawat. Hal ini bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan konsep tentang waktu tanggap penanganan kasus di Instalasi Gawat Darurat rumah sakit (Yoon et al, 2012). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis pada tanggal 29 juni 2013, didapatkan data jumlah pasien yang masuk Instalasi Gawat Darurat selama bulan februari 2013 adalah 2.124 pasien dan jumlah pasien gawat darurat sebanyak 216 dengan angka kematian pasien gawat darurat
sebanyak 16 orang. Rata-rata jumlah pasien setiap hari yang masuk mencapai 71 pasien (Rekam Medis Grand Medistra, 2013). Data tenaga perawat yang dinas di Instalasi Gawat Darurat Grand Medistra Lubuk Pakam berjumlah 24 perawat. Dari keterangan kepala ruang Instalasi Gawat Darurat belum ada evaluasi tentang waktu tanggap dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Fenomena lambatnya Waktu Tanggap Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam membuat penulis ingin mengetahui lebih jauh lagi mengenai strategi pelayanan di Rumah Sakit Permata Bunda Medan dengan judul penelitian : “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Respon Time Perawat Pada Penanganan Pasien Gawat Darurat Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Tahun 2013”. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Respon Time Perawat pada Penanganan Pasien Gawat Darurat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Tahun 2013. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan perawat dengan waktu tanggap perawat pada pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Tahun 2013. Untuk mengetahui hubungan antara pelatihan emergency dengan waktu tanggap perawat pada pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Tahun 2013. Untuk mengetahui hubungan antara beban kerja dengan waktu tanggap
60
perawat pada pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Tahun 2013. Untuk mengetahui hubungan antara keterampilan perawat dengan waktu tanggap perawat pada pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Tahun 2013. Untuk Mengetahui Respon Time Perawat pada penanganan pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Tahun 2013.
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach).). Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di IGD Grand MedistraLubuk Pakam. Penelitian di lakukan pada bulan April- juli 2013 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat IGD Grand Medistra Lubuk Pakam 2013, Sejumlah 24 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah semua perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat Grand MedistraLubuk Pakam sebanyak 24 orang.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat bermanfaat : Bagi Rumah Sakit hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi kualitas kerja kinerja perawat IGD dan menjad indikator untuk peningkatan kualitas pelayanan perawat di IGD. Bahan masukan untuk memberikan arahan kepada perawat IGD agar mrningkatkan pelayanan keperawatan sehingga keselamatan pasien dapat maksimal dan terjaga baik. Bagi Institusi hasil penelitian dapat dijadikan sebagai : Bahan masukan dalam pembelajaran mahasiswa yang akan melakukan fraktik lahan di IGD.
Metode Pengumpulan Data & Instrumen penelitian Data primer merupakan data yang didapat dari sumber yang pertama, baik dari individu atau perseorangan seperti kuesioner dan lembar observasi yang berisi pernyataan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan respon time perawat pada penanganan pasien gawat darurat di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Tahun 2013. Data sekunder sering disebut metode pengambilan bahan dokumen, karena dalam hal ini peneliti tidak secara langsung mengambil data sendiri meneliti dan memanfaatkan data atas dokumen yang melibatkan pihakpihak lain. Data sekunder dari peneliti ini dari catatan petugas Rekam Medis di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam.
METODE PENELITIAN Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah pendekatan cross sectional. Penelitian dengan pendekatan cross sectional berusaha mempelajari hubungan antara faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau
61
memilki pendidikan terakhir Ners sebanyak 5 orang (20.8%), dan perawat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam yang dikategorikan sebagai pekerja baru sebanyak 18 orang (75.0%) dan pekerja lama sebanyak 6 orang (25.0%).
HASIL PENELITIAN Hasil pengukuran terhadap status gizi dan kinerja perawat akan disajikan dalam bentuk tabel berikut ini: Karakteristik Responden Setelah melakukan pengumpulan data terhadap 24 perawat di Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam pada Tahun 2013 maka didapatkan data yang berkaitan dengan penelitian ini. Data karakteristik responden meliputi: data usia, pendidikan terakhir dan masa kerja, . Data dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Pengetahuan Perawat Berdasarkan pengumpulan data yang telah dilakukan di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam terhadap pengetahuan pada perawat di Instalasi Gawat Darurat, maka hasil pengolahan data pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Perawat di Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Tahun 2013. Pengetahuan N % Perawat Kurang 10 41.7 Baik 14 58.3 Total 24 100.0
Distribusi Frekuensi Umur, Jenis Kelamin, Jabatan Perawat, Pendidikan Terakhir Dan Masa Kerja Perawat di Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Tahun 2013. Karakteristik Usia Usia Muda Usia Tua Total Pendidikan Terakhir D3 Keperawatan Ners Total Masa Kerja Pekerja Baru Pekerja Lama Total
n
%
13 11 24
54.2 45.8 100.0
19 5 24
79.2 20.8 100.0
18 6 24
75.0 25.0 100.0
Berdasarkan Tabel di atas maka dapat diketahui bahwa perawat Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam yang memilki pengetahuan kurang sebanyak 10 orang (41.7%) dan yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 14 orang (58.3%).
Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa perawat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam yang memiliki umur ≤ 25 tahun berjumlah 13 orang (54.2%) dan > 25 tahun berjumlah 11 orang (45.8%), Pendidikan terakhir perawat yang berada di Instalasi Gawat DaruratRumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam yaitu D3 Keperawatan sebanyak 19 orang (79.2%) dan yang
Keterampilan Perawat Berdasarkan pengumpulan data yang telah dilakukan di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam terhadap keterampilan perawat di Instalasi Gawat Darurat, maka hasil
62
pengolahan data pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
beban kerja berat sebanyak 10 orang (41.7%).
Distribusi Responden Berdasarkan Keterampilan di Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Tahun 2013.
Pelatihan Keperawatan Berdasarkan pengumpulan data yang telah dilakukan di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam terhadap perawat yang pernah mengikuti pelatihan di Instalasi Gawat Darurat, maka hasil pengolahan data pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Keterampilan Perawat Kurang Baik Total
N
%
22 2 24
91.7 8.3 100.0
Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa perawat di IGD di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam yang memilki keterampilan yang kurang yaitu sebanyak 22 orang (91.7%) dan perawat yang memiliki keterampilan baik sebanyak 2 orang (8.3%).
Distribusi Responden Berdasarkan Pelatihan Keperawatan di Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Tahun 2013. Pelatihan Keperawatan Pelatihan Cardiologi Dasar BTCLS BLS Total
Beban Kerja Perawat Berdasarkan pengumpulan data yang telah dilakukan di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam terhadap beban kerja perawat di Instalasi Gawat Darurat, maka hasil pengolahan data pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
N 14 10 24
% 8.3 8.3 83.3 100.0
Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa perawat di IGD di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam yang pernah mengikuti pelatihan cardiologi dasar sebanyak 2 orang (8.3%) yang pernah mengikuti pelatihan BTCLS sebanyak 2 orang (8.3%) dan yang pernah mengikuti pelatihan BLS sebanyak 20 orang (83.3%).
Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Beban Kerja di Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Tahun 2013. Beban Kerja Ringan Berat Total
N 2 2 20 24
Respon Time Perawat Berdasarkan pengumpulan data yang telah dilakukan di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam terhadap respon time perawat di Instalasi Gawat Darurat, maka hasil pengolahan data pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
% 58.3 8.3 100.0
Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa perawat di IGD di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam yang memiliki beban kerja yang ringan yaitu sebanyak 14 orang (58.3%) dan perawat yang memiliki
63
Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa dari 10 perawat yang memiliki pengetahuan kurang terdapat 2 orang (8.3%) yang memiliki respon time yang cepat dan sebanyak 8 orang (33.3%) yang memilki respon time yang lambat. Dari 14 perawat yang memiliki pengetahuan yang baik tidak terdapat perawat yang memiliki respon time yang cepat dan 14 orang (58.3%) yang memiliki respon time lambat. Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p (0.163) > α (0.05), hal ini berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan respon time perawat pada penanganan pasien di IGD Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam. Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa dari 14 perawat yang memilki beban kerja ringan terdapat 2 orang (8.3%) memliki respon time yang cepat dan 12 orang (50.0%) yang memiliki respon time yang lambat. Dari 10 perawat yang memilki beban kerja berat tidak terdapat perawat yang memiliki respon time yang cepat dan 10 orang (41.7%) yang memilki respon time yang lambat. Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p (0.493) >α (005), hal ini berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara beban kerja perawat dengan respon time perawat pada penanganan pasien di IGD Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam. Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa dari 22 perawat yang memilki keterampilan yang kurang, tidak terdapat perawat yang memliki respon time yang cepat dan 22 orang (91.7%) yang memiliki respon time yang lambat. Dari 2 orang (8.3%) terdapat perawat yang
Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Response Timedi Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Tahun 2013. Respon Time N % Perawat Cepat 2 8.3 Lambat 22 91.3 Total 24 100.0 Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa perawat di IGD di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam yang memilki respon time perawat yang cepat yaitu sebanyak 2 orang (8.3%) dan perawat yang memiliki respon time perawat yang lambat sebanyak 22 orang (91.3%). Analisis Bivariat Teknik yang dipergunakan untuk menganalisis data yang didapat dari hasil penelitian ini adalah teknik uji Chi Square dengan taraf signifikan 5% untuk mengetahui apakah FaktorFaktor Yang Berhubungan Dengan Respon Time Perawat Pada Penanganan Pasien Gawat Darurat Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Tahun 2013, dan hasil pengolahan data dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Respon Time Perawat Pada Penanganan Pasien Gawat Darurat Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Tahun 2013
64
memilki keterampilan yang baik terdapat 2 orang (8.3%) perawat yang memiliki respon time yang cepat dan tidak terdapat perawat yang memilki respon time yang lambat. Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p (0,004) < α (0,05), hal ini berarti ada hubungan yang signifikan antara keterampilan perawat dengan dengan respon time perawat pada penanganan pasien di IGD Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam. Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa dari 2 perawat (8.3%) yang pernah mengikuti pelatihan Cardiologi Dasar tidak terdapat perawat yang memilki respon time yang cepat dan 2 orang (8.3%) yang memilki respon time yang lambat. Dari 2 perawat (8.3%) yang pernah mengikuti pelatihan BTCLS terdapat 2 orang (8.3%) yang memliki respon time yang cepat dan tidak terdapat perawat yang memiliki respon time yang lambat. Dari 20 orang (83.3%) yang mengikuti pelatihan tidak terdapat perawat yang memilki respon time yang cepat dan 20 orang (83.3%) yang memilki respon time yang lambat. Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p (0,000) < α (0,05), hal ini berarti ada hubungan yang signifikan antara pelatihan perawat dengan dengan respon time perawat pada penanganan pasien di IGD Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam.
2.
3.
4.
5.
6.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut : 1. Perawat IGD Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam yang memiliki pengetahuan kurang
7.
65
sebanyak 10 orang (41.7%) dan yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 14 orang (58.3%). Perawat IGD Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam yang memiliki pelatihan pelatihan cardiologi dasar sebanyak 2 orang (8.3%) yang pernah mengikuti pelatihan BTCLS sebanyak 2 orang (8.3%) dan yang pernah mengikuti pelatihan BLS sebanyak 20 orang (83.3%). Perawat IGD Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam yang memiliki beban kerja yang ringan yaitu sebanyak 14 orang (58.3%) dan perawat yang memiliki beban kerja berat sebanyak 10 orang (41.7%). Perawat IGD Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam yang memiliki keterampilan yang kurang yaitu sebanyak 22 orang (91.7%) dan perawat yang memiliki keterampilan baik sebanyak 2 orang (8.3%). Perawat IGD Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam yang memiliki respon time perawat yang cepat yaitu sebanyak 2 orang (8.3%) dan perawat yang memiliki respon time perawat yang lambat sebanyak 22 orang (91.3%). Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan respon time perawat pada penanganan pasien di IGD Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam. tidak ada hubungan yang signifikan antara beban kerja perawat dengan respon time perawat pada penanganan pasien di IGD Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam.
8. ada hubungan yang signifikan antara keterampilan perawat dengan dengan respon time perawat pada penanganan pasien di IGD Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam. 9. ada hubungan yang signifikan antara pelatihan perawat dengan dengan respon time perawat pada penanganan pasien di IGD Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam.
DAFTAR PUSTAKA AIPNI (2012). Kompetensi Perawat Berdasarkan Pendidikan. (On Line), www.aipniainec.com. Diakses tanggal 10 Maret 2012 As’ad, M. (2012). Psikologi Industry. Liberty. Yogyakarta Basoeki, A.P., Koeshartono, Rahardjo, E., & Wirjoatmodjo. 2011. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Anestesiologi &Reanimasi. Surabaya: FK. Unair. Departemen Kesehatan RI. (2011). Standar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Di Rumah Sakit. Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Dan Keteknisan Medik Direktorat Jenderal dan Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. Fakhrizal. (2010). Pengaruh Pelatihan dan Suvervisi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana Fakultas Kesehtan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan. Haryatun, N, Sudaryanto A 2011. Perbedaan Waktu Tanggap Tindakan Keperawatan Pasien Cidera Kepala Kategori I-V di Insatalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Moewardi. Berita Ilmu Keperawatan. Irwandy. (2010). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Beban Kerja Perawat di Unit Rawat Inap RSJ Dadi Makassar Tahun 2005. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar
Saran Perlunya diberikan pelatihan yang berhubungan tentang kegawat daruratan secara berkala dan berkesinambungan serta perlu melakukan eksplorasi secara mendalam terhadap ketepatan waktu tanggap pelayanan serta faktor yang mempengaruhi waktu tanggap pelayanan di IGD Rumah sakit Medistra Lubuk Pakam. Hasil penelitian ini dijadikan sebagai sumber informasi khususnya tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja perawat dan khususnya pada waktu tanggap perawat pada penanganan pasien gawat darurat sehingga dapat meningkatkan kualitas perawat di IGD Rumah sakit Medistra Lubuk Pakam. Sebagai bahan informasi atau referensi bagi perpustakaan STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam untuk data - data bagi mahasiswa/i dalam pengembangan program penelitian selanjutnya.
66
Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Standar Instalasi GawatDarurat (IGD) Rumah Sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Krisanty, dkk. (2013). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Buku Ajar. Salemba Medika. Jakarta. Maryuani, Anik & Yulianingsih. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan. Jakarta : Trans Info Media Medis. Maatilu, Vitrise. 2013. FaktorFaktor yang Berhubungan dengan Response Time Perawat pada Penanganan Pasien Gawat Darurat di IGD RSUP Prof. Dr . R. D. Kandou Manado. Manado : Universitas Sam Ratulangi. Menteri Kesehatan RI. (2011). Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit.di unduh dari :http://www.hukor.depkes.go.id/up_p rod_kepmenkes/KMK%20No.%2034 0%20ttg%20Klasifikasi%20%Rumah %20Sakit.pdfdiakses tanggal 29 Februari 2013. Morton, Dkk.2013. Keperawatan Kritis Volume 2. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Musliha. (2010). Kepeawatan Gawat Darurat Medical Book. Nuha Medika. Yogyakarta. MubarakW.I., Chayatin N., Rozikin. (2011). Promosi kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dan Pendidikan. Graha Ilmu. Yogyakarta. Munandar AS. (2011). Psikologi Industri dan Organisasi.
Universitas Indonesia Press, Jakarta. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik indonesia. (2008). Oman, K., Koziol, J & Scheetz, 2013, Panduan Belajar Keperawatan Emergency ECG. Jakarta Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 63/PER/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Jakarta Syofyanti, R.A. (2014). Hubungan Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSSN Bukittinggi Tahun 2014.skripsi. UMSB. Bukittinggi. Tsaniyah. (2011). Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera. Wilde, E. T.2010. Do Emergency Medical System Response Times Matter for Health Outcomes?.New York: Columbia University. Yoon, P. Steiner, I. Reinhardt, G. 2012. Analysis of Factos Influencing Length of Stay in The Emergency Departments, (on line). Diakses pada tanggal 24 februari 2015. jam 10.10 w Zhang JJ, Wang LD & Zhao YC. (2010). Respon Time of The Beijing 120 Emergency Medical Service Emergency Medicine Journalemj,bmj.com. Emerg Med J 2010;27:784-785 doi:10.1136/emj.2009.086561 http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme d/20679424. Diakses tanggal 1 maret
67
PERBANDINGAN TINGKAT DEHIDRASI (KEKURANGAN CAIRAN) SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN TERAPI ORALIT PADA ANAK YANG MENDERITA DIARE DI RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM Dewi Frintina Silaban, S.Kep, Ns, M.Kep Dosen Akper MEDISTRA Lubuk Pakam ABSTRACT Diarrhea is a condition where a person suffers from diarrhea-diarrhea, watery stool and sometimes vomiting. Dehydration is due to lack of body fluids and electrolytes excessive. oral rehydration is one of the fluids to prevent and treat dehydration. The purpose of this study to compare the rate of dehydration before and after oral rehydration therapy in children with diarrhea in Deli Serdang Hospital Lubukpakam. This type of research is experimental, research design is quasi experiment (quasi-experimental). The population in this study were all pediatric patients suffering from diarrhea accompanied by dehydration are treated in hospitals Deli Serdang Lubukpakam. The sampling technique used was purposive sampling with a sample of 16 people. File collection methods and instruments observation by observation sheet. Scale ordinal scale measurement file and test file analysis techniques paired t-test, with a confidence level of 95%. Based on the results of the study it can be concluded that although the level of dehydration before being given oral rehydration therapy in children with diarrhea average of 2,56 and 1,00 after being given oral rehydration therapy. Decreased levels of dehydration between before and after oral rehydration therapy was 1,56. Based on the results of statistical tests showed that although the significance of p = 0,000, where t-count = 12,199 and a significance level of 5% so that 0,000 <0,005. This indicates that although there is a comparison before and after oral rehydration therapy. Then the alternative hypothesis (Ha) is accepted that there is no comparison dehydration levels before and after oral rehydration therapy in children with diarrhea. pada bayi dan anak-anak usia dibawah lima tahun. Hal ini disebabkan karena faktor makanan dan minuman yang telah terkontaminasi kuman diare, serta kebiasaan yang mencuci tangan sebelum makan/minum dan memasak makanan. Hindari memberikan makanan setengah masak pada bayi dan balita (Kissanti, 2008). Lebih dari 10% episode diare disertai dehidrasi akibat kekurangan cairan
Latar Belakang Diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita mencretmencret, tinjanya encer dan kadang muntah-muntah.Diare juga disebut dengan muntaber(muntah mencret) kadang tinja penderita mengandung darah dan lendir dan diare juga dapat menyebabkan cairan tubuh terkuras keluar melalui tinja. Bila penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat juga menyebabkan kematian terutama
68
dan elektrolit tubuh secara berlebihan. Bayi dan anak kecil lebih mudah mengalamidehidrasidari pada anak yang lebih besar. Karena itu, penanganan awal sangat penting pada anak dengan diare adalah untuk mencegah dan mengatasi keadaandehidrasi (Maryunani, 2009). Pada diare akut disertai muntah, rasa mual, kejang perut disertai nyeri, dan BAB cair sering dengan atau tanpa demam.Dalam banyaknya kasus diare akut penyebabnya adalah bakteri atau virus.Terkadang diare ini tidak berlangsung lama sehingga penyebabnya belum sempat ditelusuri, tetapi bila tidak mendapat pengobatan segera dapat mengakibatkan kematian. Umumnya penderita diare buang air besarnya lebih dari tiga kali dalam sehari. Perubahan tinja dan konsistensi tinja menjadi lebih encer, bahkan mungkin seperti air. Tergantung pada jenis penyebabnya, tinja dapat pula mengandung lendir atau darah, atau mengandung keduanya disertai keluhan rasa mulas atau lokikusus (Sitorus, 2008). Oralit merupakan salah satu cairan pilihan untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi.Oralit sudah dilengkapi dengan cairan elektrolit, sehingga dapat yang hilang bersama cairan yang keluar.Sedangkan jika telah terjadi dehidrassi sedang atau berat sebaiknya diberikan terapi oralit (Medicastore, 2010). Sampai saat ini diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat ditinjau dari angka kesakitan diare masih tinggi. Di negara berkembang, angka kejadian diare berkisar antara 3 kali per anak pertahun, pada anak dibawah 5
tahun, tetapi pada beberapa negara melaporkan hingga 6 – 8 kali peranak pertahunnya. Dalam kondisi ini malnutrisi merupakan akibat lain yang paling sering ditemukan pada anak-anak penderita diare, selain itu akan disertai dengan terhambatnya pertumbuhan anak (Yayana, 2010). Diare yang disebabkan oleh infeksi virus memiliki angka yang tinggi.Rotavirus dan adenovirus terutama terjadi pada anak kurang dari 2 tahun.Astrovirus dan norovirus biasanya mengenai anak kurang dari 5 tahun.YerseniaEnterocolitis paling sering mengenai anak kurang dari 1 tahun, dan Aeromonassp, paling sering mengenai balita. Penyebab utama dari diare secara mendunia adalah retrovirus, sehingga pengembangan vaksin, dan pentingnya kesehatan tubuh bagi anak, akan mengurangi insidensi ini pada masa yang akan datang. Pada bayi yang mengalami diare paling sering terjadi dehidrasi dan gangguan penyerapan nutrisi. Usia dan status nutrisi menjadi faktor penting dari penderita untuk menentukan berat dan durasi dari diare. Semakin muda anak dan ketidakmampuan tubuh anak untuk mengkompensasi kehilangan cairan, akan meningkatkan resiko kematian akibat diare. Kematian yang disebabkan oleh diare secara mendunia masih tinggi, penyebab kematian kedua pada anak-anak, dengan 10,6 juta kematian pertahun (18%) pada anak usia kurang dari 5 tahun (Suharyono, 2008). Pada tahun 2009 penderita diare pada balita di Kabupaten Deli Serdang sebanyak 24.973 penderita diare yang dilaporkan. Jadi angka kesakitan diare 13,96 per penduduk
69
tahun 2009.Keseluruhan penderita mendapatkan penanganan medis baik di puskesmas maupun di rumah sakit. Upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dalam mencegah penyakit diare adalah dengan meningkatkan sistem kewaspadaan terhadap diare disetiap puskesmas (Profil Kesehatan Propinsi Kota Medan). Mekanisme dasar penyebab diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan multilitas usus yang akan mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik.Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolic dan hipokalemi), gangguan gizi (intake kurang, output berlebihan) hipoglikemi dan gangguan sirkulasai darah (Sudarmoko, 2011). Dampak negatif penyakit diare pada bayi dan anak-anak antara lain adalah menghambat proses tumbuh kembang anak yang akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup anak. Penyakit diare di masyarakat Indonesia lebih dikenal dengan istilah Muntaber. Penyakit ini mempunyai konotasi yang mengerikan serta menimbulkan kecemasan dan kepanikan warga masyarakat karena bila tidak segera
diobati, dalam waktu singkat kurang lebih 48 jam, penderita akan meninggal. Proses penyembuhan, pemberian air minum dan cairan oralit sangat dianjurkan agar tidak terjadidehidrasi(Triatmodjo, 2008). Berdasarkan survey awal yang di lakukan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam, pada bulan Januari sampai dengan bulan Desember Tahun 2011 jumlah pasien diare yang rawat inap adalah 376 orang. Pada bulan Januari sampai dengan bulan Desember Tahun 2012 jumlah pasien diare yang dirawat inap adalah 397 orang dan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2013 anak yang mengalami diare sebanyak 63 orang, pada umumnya menderita diare yang disertai dengan dehidrasi ringan sampai dengan berat. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai “Perbandingan Tingkat Dehidrasi (kekurangan cairan) Sebelum Dan Sesudah Pemberian Terapi Oralit Pada Anak Yang Menderita Diare di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013”. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah ada perbandingan tingkat dehidrasi (kekurangan cairan) sebelum dan sesudah pemberian terapi oralit pada anak yang menderita diare di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui perbandingan tingkat dehidrasi (kekurangan cairan) sebelum dan sesudah
70
pemberian terapi oralit pada anak yang menderita diare di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013. Untuk mengetahui tingkat dehidrasi (kekurangan cairan) sebelum dilakukan pemberian terapi oralit pada anak yang menderita diare di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013. Untuk mengetahui tingkat dehidrasi (kekurangan cairan) sesudah dilakukan pemberian terapi pada anak yang sedang menderita diare di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013. HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
responden berdasarkan jenis kelamin maka jenis kelamin laki-laki 10 orang (62,5%), perempuan 6 orang (37,5%). Tabulasi Hasil Univariat Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat dehidrasi sebelum diberikan terapi oralit di ruangan rawat inapRSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013. No
Tingkat Dehidrasi Dehidrasi
DAN
Persentase (%)
0
0
7
43,75
9
56,25
16
100
Ringan Dehidrasi
Tabulasi Berdasarkan Karakteristik Responden Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur di ruangan rawat inapRSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013. Umur (Tahun) 1-3
Frekuensi 8
50 %
4-6
2
12,5 %
7-9
4
25 %
10-12 Total
2 16
12,5 % 100
Jenis Kelamin
Frekuensi
Laki-laki
10
62,5 %
Perempuan
6
37,5 %
16
Frekuensi
Sedang Dehidrasi Berat Total
Persentase (%)
Berdasarkan tabel dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat dehidrasi sebelum diberikan terapi oralit yaitu dehidrasi berat 9 orang (6,25%), dehidrasi berat 7 orang (43,75%) dan dehidrasi ringan tidak ada.
Persentase (%)
Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat dehidrasi sesudah diberikan terapi oralit di ruangan rawat inapRSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013.
100%
Tingkat
Dari tabel dapat dilihat bahwah jumlah responden berdasarkan umur maka umur 1-3 tahun 8 orang (50%), umur 4-6 tahun 2 orang (12,5%), umur 7-9 tahun 4 orang (25%), umur 10-12 tahun 2 0rang. Jumlah
No
Persentase Frekuensi
Dehidrasi
(%)
Dehidrasi 16 Ringan
71
100
Dehidrasi 0
0
0
0
16
100
dan taraf signifikansi 5% sehingga 0,000 < 0,005 ini menunjukkan bahwah ada perbandingan sebelum dan sesudah diberikan terapi oralit. Maka hipotesa alternatif (Ha) diterima yaitu ada perbandingan tingkat dehidrasi sebelum dan sesudah diberikan terapi oralit pada anak yang menderita diare.
Sedang Dehidrasi Berat Total
Dari table dapat dilihat tingkat dehidrasi setelah diberikan terapi oralit jumlah dehidrasi berat tidak ada, dehidrasi sedang tidak ada, dan dehidrasi ringan16 orang (100%).
Pembahasan Berdasarkan penelitian ini peneliti mencoba menjawab pertanyaan awal yaitu untuk mengetahui perbadingan tingkat dehidrasi sebelum dan sesudah diberikan terapi oralit pada anak yang menderita diare pada anak di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2013.
Tabulasi Hasil Bivariat Perbandingan Tingkat dehidrasi sebelum dan sesudah diberikan terapi oralit pada anak yang menderita diare di RSDUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2013. N
N
o
Variabe
Mean
Tingkat Dehidrasi Pada Anak Yang menderita diare sebelum diberikan terapi oralit. Berdasarkan penelitian didapatbahwah tingkat dehidrasi pada anak yang menderita diare sebelum diberikan terapi oralit yaitu dehidrasi berat 9 orang (56,3%), dehidrasi berat 7 orang (43,7%) dan dehidrasi ringan tidak ada. Berdasarkan teori dehidrasi adalah ketidakseimbangan hiperosmolar (hyper-osmolar imbalance) terjadi akibat kehilangan cairan yang tidak seimbang dengan kehilangan elektrolit dalam jumlah yang proporsional terutama natrium (Anas Tamsuri, 2009). Dehidrasi merupakan kehilangan cairan dan elektrolit karena kehilangan air/output daripada asupan /input. Kehilangan air dan elektrolit yang berlebihan menyebabkan dehidrasi berat, berat badan turun ubun-ubun besar cekung pada bayi, tonus dan turgor kulit
Uji Statistik
l
t-test
Sig,(2tailed)
1
1
Pretest
2.5
12.19
0.00
6
9
0
6 2
1
Posttest
1.0
6
0
Penurunan peretest dan post test
1 .56
Dari table dapat dilihat bahwah tingkat dehidrasi sebelum diberikan terapi oralit pada anak yang menderita diare rata-rata 2,56. Dan setelah diberikan terapi oralit 1,00. Maka dapat dilihat penurunan tingkat dehidrasi antara sebelum dan sesudah diberikan terapi oralit adalah 1,56. Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwah signifikansi p = 0,000 dimana t-hitung = 12,199 72
berkurang. Selaput lendir mulut dan bibir tanpak kering.Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan dapat menimbulkan sesak, kejang, dan kesadaran menurun.Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan tinja yang berulang-ulang.Kehilangan cairan akibat diare menyebabkan dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat dan apabila tidak cepat di obati, penderita dapat meninggal(Suharyono, 2008).
membantu penyerapan pada saat malabsorbsi (Harianto, 2009). Tingkat Dehidrasi Sebelum Dan Sesudah Diberikan Terapi Orali Pada Anak Yang Menderita Diare di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2013. Berdasarkan hasil penelitian didapatbahwah tingkat dehidrasi pada anak yang menderita diare sebelum diberikan terapi oralit yaitu dehidrasi berat 9 orang (56,3%), dehidrasi berat 7 orang (43,7%) dan dehidrasi ringan tidak ada.Dan sesudah penelitian dehidrasi ringan 16 orang (100%). Berdasarkan hasil penelitian bahwah tingkat dehidrasi sebelum diberikan terapi oralit pada anak yang menderita diare rata-rata 2,56. Dan setelah diberikan terapi oralit 1,00. Maka dapat dilihat penurunan tingkat dehidrasi antara sebelum dan sesudah diberikan terapi oralit adalah 1,56. Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwah signifikansi p = 0,000 dimna t-hitung = 12,199 dan taraf signifikansi 5% sehingga 0,000 < 0,005 ini menunjukkan bahwah ada perbandingan sebelum dan sesudah diberikan terapi oralit. Maka hipotesa alternatif (Ha) diterima yaitu ada perbandingan tingkat dehidrasi sebelum dan sesudah diberikan terapi oralit pada anak yang menderita diare.
Tingkat Dehidrasi Pada Anak Yang menderita diare sesudah diberikan terapi oralit. Berdasarkan hasil penelitian bahwah tingkat dehidrasi setelah diberikan terapi oralit pada anak yang menderita diare mengalami penurunan.menjadi dehidrasi ringan sebanyak 16 orang (100%). Oralit merupakan salah satu cairan pilihan untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi.Oralit sudah dilengkapi dengan cairan elektrolit, sehingga dapat menganti elektrolit tubuh yang hilang bersama cairan yang keluar (Medicastore, 2010). Menurut WHO Oralit mempunyai komposisi campuran Natrium Klorida,Kalium Klorida, Glukosa dan Natrium Bicarbonat atau Natrium Sitrat. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sudigbia (1991) oralit merupakan cairan rehidrasi oral menanggulangi dehidrasi akibat diare (Tamsuri, 2009). Hasil penelitian sejalan dengan hasil penelitian Winardi (1990) bahwah oralit merupakan cairan yang paling efektif digunakan untung menanggulani dehidrasi yang disebabkan karena diare, serta dapat
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian bahwah dari 16 responden di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam, tingkat dehidrasi sebelum diberikan terapi
73
oralit pada anak yang menderita diare rata-rata 2,56. Dan setelah diberikan terapi oralit 1,00. Maka dapat dilihat penurunan tingkat dehidrasi antara sebelum dan sesudah diberikan terapi oralit adalah 1,56. Berdasarkan hasil uji statistikmenunjukkan bahwah signifikansi p = 0,000 dimana thitung = 12,199 dan taraf signifikansi 5% sehingga 0,000 < 0,005 ini menunjukkan bahwah ada perbandingan sebelum dan sesudah diberikan terapi oralit. Maka hipotesa alternatif (Ha) diterima yaitu ada perbandingan tingkat dehidrasi sebelum dan sesudah diberikan terapi oralit pada anak yang menderita diare. Sesuai dengan uji statistik dan pembahasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa ada perbandingan tingkat dehidrasi sebelum dan sesudah diberikan terapi oralit pada anak yang menderita diare di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam tahun 2013. Dapat disimpulkan bahwah pemberian terapi oralit berpengaruh terhadap penurunan tingkat dehidrasi pada anak yang menderita diare.
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam penelitian serta hasil penelitian ini diharapkan menberikan informasi dalam aplikasi keperawatan anak yang menderita diare. Diharapkan dapat sebagai masukan atau referensi bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian yang selanjutnya khususnya tentang diare pada anak. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi.2010. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta, Yogjakarta Aziz, Alimul, Hidayat. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik AnalisaData. Salemba Medika, Jakarta. Anas, Tamsuri, 2009. KlienGanguanKeseimbanganCaira nDanElektrolit. Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Freedman, 2009.AngkaKejadianDiare. diakses 13 Maret 2013. http://www.depkes.co.id/2009/01/19/ angka-kejadian-diare-masihtinggi/index.php.htm Depkes, 2009. Propil Kesehatan Propinsi Kota Medan, diakses 13 Maret 2013. http: //repository. Usu. ac. Id ----------------. Data Departement Kesehatan. Diakses 13 Maret 2013. www. Hileud. Com/ diare-penyebabkematian-kedua- balita-di dunia. Htlm- Tembolok. Harianto, 2009.Gambaran Penderita Diare dan Dehidrasi.Diakses 24 maret 2013.http://www. gambaran diare. infection.co.id
Saran Diharapkan dapat mempercepat penyembuhan dehidrasi pada anak yang menderita diare.Dengan pemberian terapi oralit pada anak yang menderita diare terhindar dari dehidrasi (kekurangan cairan). Diharapkan dapat sebagai bahan imformasi dan evaluasi dalam proses asuhan keperawatan anak yang menderita diare di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam .
74
Hidayat, 2008. PengantarIlmuKeperawatanAnak. Salemba Medika, Jakarta. Kissanti, Annia.2008. Kesehatan & Tumbuh Kembang Anak. Ariska Printika, Yogjakarta. Maryunani, Anik. 2010. IlmuKesehatan Anak Dalam Kebidanan. Trans Info Media, jakarta Medicastore, 2010.Media Kesehatan Informasi Obat Dan Penyakit.http://www. MedicaStore.com. diakses 13 Maret 2013.
Notoatmodjo, Soekidjo.2010. Metodologi Penelitian Kesehatan.Rineka Cipta, Jakarta. Nursalam, 2009. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian IlmuKeperawatan. Salemba Medika. Ed. 2, Jakarta. Sitorus, H, Ronald. 2008. Pedoman Perwatan Kesehatan Anak. Yrama Wydia, Bandung. Soewadji, Jusuf. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Mitra wacana Media, Jakarta. Soegiyanto, 2009.FaktorPenyebabDiare. Ariska Printika, Yogjakarta.
75
PENGARUH LATIHAN RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP TINGKAT INSOMNIA LANSIA DI PUSKESMAS SEKIP KECAMATAN LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG
TAHAN ADRIANUS MANALU, S.Kep, Ns, M.Kep Dosen Akper MEDISTRA Lubuk Pakam ABSTRACT One of the efforts made by the elderly to improve their welfare is to meet basic needs. However, approximately 60% of the elderly suffer from insomnia or difficulty sleeping. Insomnia in the elderly can be overcome by non medications, one of which is with progressive muscle relaxation exercises. This study aimed to identify the level of insomnia before and after progressive muscle relaxation exercise in health centers Sekip District of Lubuk pakam. This research uses a method of pre-experimental design with the approach of one group pretestposttest design with the involvement of a group of subjects, namely the intervention group with no control group. Before the intervention is given questionnaires that have been set are given a pretest and post-test after the intervention. Once the intervention is completed, then the level seen changes experienced by the elderly insomnia. Results of the study, there is an influence on the reduction of insomnia before and after practice progressive muscle relaxation, which can be seen is the effect of a decrease in the number of respondents at the level of insomnia. Respondents who did not have insomnia as many as people (13.3%), whereas severe insomnia prior to progressive muscle relaxation exercise intervention amounted to 12 people (40%) and after the intervention to 5 people (16.7%). Statistical analysis showed no effect of progressive muscle relaxation exercises on the level of insomnia in the elderly so Ha is received. Latar Belakang Usia lanjut sebagai tahap akhir dari kehidupan dimana seseorang mengalami kemunduran fisik, dan social secara bertahap. Ada beberapa pendapat mengenai „‟usia lanjut‟‟ yaitu ada yang menetapkan 60 tahun,65 tahun,dan 70 tahun. World Health Organization (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses yang berlangsung secara nyata dan seseorang yang disebut telah lanjut usia (WHO,2010). Menurut Menkokesro pada tahun 2008, Indonesia termasuk Negara
yang memaski era penduduk yang berstruktur lanjut usia (Aging Structured Population), karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun keatas sekitar 7,18%. Meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia menyebabkan bertambahnya jumlah lansia (Azizah, 2011). Pada tahun 2010 di Amerika Serikat, Lansia yang mengalami gangguan tidur per tahun sekitar 100 juta jiwa. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering di temukan. Setiap tahun di perkirakan sekitar 20%-50% dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami
76
gangguan tidur serius. Prevelensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67% pada tahun 2010 (WHO, 2010). Survei yang dilakukan oleh national institut of health di Amerika menyebutkan bahwa pada tahun 1970, total penduduk yang mengalami insomnia 17% dari populasi, persentase penderita insomnia lebih tinggi dialami oleh lansia dimana 1 dari 4 pada usia 60 tahun mengalami sulit tidur yang serius (Chopra,1994 dalam purwanto, 2009). Menurut data Depkes Indonesia pada tahun 2009, lansia yang mengalami gangguan tidur sekitar 24,4 juta jiwa. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering di temukan, setiap tahun diperkirakan sekitar 35%-45% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 25% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevelensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 50% pada tahun 2009 (Depkes RI, 2010). Menurut data Dinkes Sumatera Utara, jumlah lansia yang mengalami gangguan tidur per tahun sekitar 350.730 orang data didapat dari hasil penelitian di seluruh rumah sakit yang ada di Sumatera Utara. Insomnia merupakan gangguan tidur yang serius. Prevlensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 75% pada tahun 2011 (Dinkes Sumatera Utara, 2011). Fenomena ini jelas mendatangkan sejumlah konsekuensi, antara lain masalah fisik,mental,sosial,serta kebutuhan pelayanan kesehatan dan keperawatan, terutama degeneraif. Tidak terlepas dari pandangan terhadap manusia, bahwa manusia
adalah makhluk yag komprehensip dan holistik. Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki usia lanjut akan mengalami penurunan. Lansia rentan terkena berbagai macam penyakit karena semakin bertambahnya umur maka akan mengalami penurunan fungsi organ. Penurunan fungsi organ ini lah yang berpengaruh pada kondisi mental dan psikosial pada lansia yang memicu sebagian bear lansia mengalami Insomnia (Stenley, 2009). Penelitian yang pernah dilakukan mengenai tehnik relaksasi otot progrsif yaitu pengaruh relaksasi otot progresif terhadap kebutuhan istirahat tidur klien di Ruang Vip-B diperoleh hasil tidur baik sebanyak 8 orang (40%) setelah dilakukan. dan seblum dilakukan tindakan tidak ada yang memiliki tidur yang baik (0%), sedangkan yang tidur kurang, naik menjadi (12%) dibandingkan sebelum dilakukan tindakan berjumlah 20 orang (100%) (Haris, 2010). Menurut hasil penelitian Susanti (2011), dengan judul hubungan tingkat kecemasaan dengan kejadian insomnia pada lansia umur 60-85 tahun di Panti Tresna Werda Hargo Dedali Surabaya, terdapat kejadian insomnia pada lansia usia 60-85 tahun yaitu 6 dari 10 lansia mengeluh insomnia. Lansia beresiko tinggi mengalami insomnia akibat berbagai faktor salah satunya yaitu kecemasan. Desain penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan cross sectional.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia berusia 60-85 tahun yang tidak mengalami demensia dan kooperasional. Besar bsampel 23 responden diambil secara random sampling, hasil penelitian
77
menunjukkan hampir setengahnya (43,5%) responden mengalami kecemasan, dan sebagian besar (65,2%) mengalami insomnia (Susanti, 2011). Secara umum sebagian besar orang mengatasi insomnia dengan menggunakan obat tidur, cara ini dianggap paling efektif mengatasi insomnia. Namun jika terlalu banyak di konsumsi , obat tidur membuat tidak enak, muncul keluhan pusing, lemas, dan rasa melayang keesokan harinya dan akan menyebabkan ketergantungan (Hanum, 2011). Berkenaan dengan hal diatas penurunan terhadap tingkat insomnia sangat diperlukan. Relaksasi merupakan salah satu tehnik dalam terapi prilaku yang mengembangkan metode Fisiologis untuk melawan ketegangan dan kecemasan. Metode relaksasi terdiri dari beberapa macam yaitu : (1) relaksasi otot (progresive muscle relaxation), (2) pernafasan diafragma, (3) imagery training, (4) biofeedback, dan (5) hipnosis. Relaksasi progresif sampai saat ini mejadi metode relaksasi termurah, tidak memerlkan imajinasi, tidak ada efek samping, mudah untuk dilakukan, serta dapat membuat tubuh dan fikiran menjadi tenang, rileks, dan lebih mudah untuk tidur (Miltenberger 2004). Berdasarkan survey awal yang dilakukan di Puskesmas Sekip Kecamatan Lubuk Pakam, dari jumlah total lansia pada tahun 2014 terdapat 2.625 jiwa. lansia yang mengalami insomnia sebanyak 300 jiwa, dan pada bulan januari sampai dengan bulan april tahun 2014 baru 90 yang datang berobat di Puskesmas Sekip Kecamatan Lubuk Pakam.
Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana pengaruh tehnik relaksasi otot progresif terhadap tingkat insomnia pada lansia di puskesmas Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Tahun 2014. Tujuan Penelitian Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh latihan tehnik relaksasi otot progresif terhadap tingkat insomnia di puskesmas Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Tahun 2014. Mengidentifikasi tingkat insomnia sebelum dilakukan tehnik latihan relaksasi otot progresif di puskesmas Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Tahun 2014. Mengidentifikasi tingkat insomnia sesudah dilakukan tehnik latihan relaksasi otot progresif di Puskesmas Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Tahun 2014. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode pre-eksperimental Design dengan pendekatan one group pre-test-post test Design dengan melibatkan satu kelompok subjek, yaitu kelompok intervensi tanpa kelompok kontrol. Sebelum intervensi diberikan kuesioner yang telah ditetapkan yaitu pretest dan sesudah intervensi diberikan post test. Setelah intervensi selesai dilakukan, maka dilihat perubahan tingkat insomnia yang dialami oleh lansia. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.
78
Waktu pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – September 2014.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden saat observasi sebelum dilakukan latihan relaksasi otot progresif yaitu tingkat insomnia ringan sebanyak 10% (3 orang), tingkat insomnia sedang sebanyak 50% (15 orang), tingkat insomnia berat sebanyak 40% (12 orang). Insomnia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yang paling banyak menyebabkan insomnia adalah masalah psikologi. Hal yang paling penting dalam penanganan insomnia adalah melihat latar belakang penderita dan riwayat kesehatannya. Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan insomnia yaitu karena stres, depresi (Susilo & wulandari, 2011).
Populasi Dan Sampel Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang mengalami insomnia dan terdaftar di Puskesmas Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Distribusi Frekuensi dan persentase Responden berdasarkan Jenis Kelamin di Puseksmas Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kbaupaten Deli Serdang Tahun 2014. Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total
Jumlah 15 15 30
Tingkat insomnia sesudah dilakukan Latihan Relaksasi Otot Progresif (Post Test) pada lansia di Puskesmas Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.
Persentase (%) 50 50 100
Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang berjenis kelamin lakilaki sebanyak 50% (15 orang) dan jenis kelamin perempuan 50% (15 orang).
Tingkat insomnia jumlah Tidak insomnia 4 Insomnia ringan 10 Insomnia sedang 11 Insomnia berat 0 Total
Tingkat insomnia sebelum dilakukan Latihan Relaksasi Otot Progresif (Pre Test) pada lansia di Puskesmas Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.
30
Persen (%) 13.3 46.7 83.3 0 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa, tingkat insomnia responden sesudah dilakukan latihan relaksasi otot progresif yaitu, tidak insomnia sebanyak 46.7% (14 orang), tingkat insomnia ringan sebanyak 36.7% (11 orang), tingkat insomnia sedang sebanyak 36,7% (11 orang) merupakan kelompok yang paling banyak, dan insomnia sedamg sebanyak 16.7% (5 orang).
Tingkat insomnia Jumlah Persen (%) Tidak insomnia 0 0 Insomnia ringan 3 10 Insomnia sedang 15 50 Insomnia berat 12 40 Total 30 100
79
Dari kedua tabel diatas dapat kita lihat bahwa terdapat perbandingan yang nyata dari masing-masing tingkat insomnia sebelum dan sesudah dilakukan intervensi latihan relaksasi otot progresif pada lansia di Puskesmas Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, yang tidak mengalami insomnia naik menjadi 46.7% (14 orang), insomnia ringan sebanyak 10% (3 orang) menjadi 36.7% (11 orang), insomnia sedang sebanyak 50% (15 orang) menjadi 36.7%), dan tidak ada lansia yg mengalami insomnia berat.
otot progresif selama 20-30 menit, satu kali sehari secara teratur selama satu minggu. Hal ini terbukti dari penurunan skor insomnia pada lansia tersebut yaitu setelah diberikan latihan relaksasi otot progresif . Penyembuhan insomnia sangat diperlukan. Relaksasi otot progresif merupakan salah satu tehnik di dalam terapi prilaku yang digunakan untuk melawan ketegangan dan kecemasan, metode relaksasi terdiri dari beberapa macam, diantaranya yaitu: (1) relaksasi otot progressive muscle relaxation), (2) pernafasan difragma, (3) imageri training, (4) biofeedback, (5) hipnosis. Relaksasi progresif sampai saat ini menjadi metode relaksasi termurah, tidak ada efek samping, tidak memerlukan imajinasi, tidak ada efek samping, serta dapat membuat tubuh dan fikiran terasa tenang, rileks, dan lebih mudah untuk tidur ( Gerlad, 2009). Adapun latihan relaksasi yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu latihan relaksasi otot progresif. Latihan relaksasi otot progresif ini memberikan manfaat untuk menenangkan fikiran atau perasaan, meningkatkan ketenangan dan membuat seseorang untuk mudah tertidur (Gerald, 2009). Ini telihat dari hasil observasi pada lansia yang didapatkan peneliti sebelum dan sesudah latihan relaksasi otot progresif dan dapat dinyatakan bahwa latihan relaksasi otot progresif dapat mengubah tingkat insomnia pada lansia di Puskesmas Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.
Tabulasi Hasil Bivariat Pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap tingkat insomnia pada lansia sebelum dan sesudah latihan relaksasi otot progresif dapat dilihat dari uji paried sampel t test. PEMBAHASAN Berdasarkan analisa dari interpretasi data yang didapat bahwa jumlah responden berdasarkan jenis kelamin 30 responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 15 orang (50%) dan perempuan sebanyak 15 orang (50%). Berdasarkan hasil penelitian sebelum diberikan intevensi latihan relaksasi otot progresif terhadap lansia di Puskesmas Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang pada saat observasi terdapat responden dengan insomnia ringan sebanyak 10% (3 orang), insomnia sedang sebanyak 50% (15 orang), insomnia berat sebanyak 40% (12 orang). Terjadi penurunan yang segnifikan terhadap tingkat insomnia lansia sesudah dilakukan latihan relaksasi
Tingkat Insomnia Lansia Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Latihan Relaksasi Otot Progresif.
80
Hasil uji paired t-test menunjukkan bahwa latihan relaksasi otot progresif mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap penurunan tingkat insomnia pada lansia (p=0.000<0.05). ini menyatakan bahwa latihan relaksasi otot progresif berpengaruh dalam penurunan tingkat insomnia pada lansia di Puskesmas Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014. Dari Hasil Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan judul hubungan tingkat kecemasaan dengan kejadian insomnia pada lansia umur 60-85 tahun di Panti Tresna Werda Hargo Dedali Surabaya, terdapat kejadian insomnia pada lansia usia 60-85 tahun yaitu 6 dari 10 lansia mengeluh insomnia. Lansia beresiko tinggi mengalami insomnia akibat berbagai faktor salah satunya yaitu kecemasan.
relaksasi otot progresif value=0.000<0.05).
(p
Saran Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan sumber informasi untuk mengurangi tingkat insomnia. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan menambah pengetetahuan dalam pelayanan kesehatan di puskesmas tentang teknik relaksasi otot progresif terhadap tingkat insomnia lansia. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan atau tambahan ilmu dalam profesi keperawatan tentang teknik relaksasi otot progresif terhadap tingkat insomnia lansia. Hasil penelitian ini menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dan pengalaman peneliti tentang pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap tingkat insomnia.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat insomnia lansia sebelum intervensi latihan relaksasi otot progresif (pre-test) yaitu insomnia ringan sebanyak 3 orang (10%), insomnia sedang sebanyak 15 orang (50%), dan insomnia berat sebanyak 12 orang (40%). 2. Dengan uji paired sampel t test didapatkan p=0,000 (p<0,05). Ada pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap penurunan tingkat insomnia pre dan post intervensi latihan
DAFTAR PUSTAKA Ahmad.
Konsep Autisme.Digilib.Unimus.A c.Id/Files/Disk1/124/Jtptunimus-GdlTiming2a2d-6191-2Babii.Pdf. Diakses Pada Tanggal 10 April 2014. Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : Egc. Casmini. 2012. Upaya Yang Dilakukan Untuk Penanganan Interaksi Sosial Pada Anak Autis. Yogyakarta : Universitas Islam Sunan Kalijaga
81
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Corner,Leo.KonsepAutisme.Http://Re pository.Usu.Ac.Id/Bitstream/123456 789/26977/4
Nursalam. 2011. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
/Chapter%20ii.Pdf. Diakses Pada Tanggal 10 April 2014. Cuningham,Dkk. 2006. William Obstetri. Jakarta: Egc.
Petrasuruan. 2010. Buku Ajar Anak Autisme. Jakarta : Egc Pendidikan Potter, P.A. & Perry, A.G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : Egc. Rahayu,Siti. 2012.Hambatan Perkembangan Dan Belajar Anak Autis.
Departemen Pedoman Pelayanan Bagi Anak Autistik. Depdiknas Jiwa: Jakarta. Hidayat, A. A. 2009. Metode Penelitian Keperawatan Dan Tekhnik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.
Nasional
Dir
Jakarta. Salemba Medika
Khatim. 2012. Cara Bermain Dengan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung : Budi Mulia
Rohani, Reni.S, Marisah. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan. Jakarta: Salemba Medika.
Mangunsong. 2011. Keterlambatan Anak Luar Biasa: Bandung. Budi Mulia
Rossyana.2014.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Autisme. Jurnal Keperawatan. Fkui : Jakarta
Muhammad,Ari. 2010. Hambatan Komunikasi Dan Teknik Komunikasi Pada Anak Luar Biasa. Jakarta : Yudistira
Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan. Purwokerto: Upt. Percetakan Dan
Nailatul. Terapi bermain anak autisme. Www.Library.Upnvj.Ac.Id/P df/2s1 Keperawatan/206312001/Ba b2.Pdf. Diakses Pada Tanggal 10 April 2014.
Penerbitan Unsoed. Setiadi. 2007. Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu. Smeltzer S. C., Bare B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Egc.
82
Stuart G.W. Sundeen, S.J. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta : Egc. Sumito. 2014. Pengaruh Terapi Bermain Pada Anak Autisme Terhadap Interaksi Sosial . Jurnal Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu Sunartini. 2012. Keterampilan Interaksi Pada Anak Kebutuhan Khusus. Jakarta : Ecg Suryana. 2012. Individu Dengan Gangguan Autis. BPG UPI
83