ISSN No. 1978-3787
Media Bina Ilmiah 55
TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM JAMSOSTEK PRESPEKTIF MANAJEMEN Oleh: Siti Maemunah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi AMM Mataram Abstract: Social Security Labor set forth in the Act No. 3 of 1992 on Social Security Labor jo. Government Regulation No. 14 of 1993 concerning Social Security is intended to provide protection for workers against the risk of affecting the socio-economic labor in doing a good job of work accidents, illness, old age and death. It is expected the peace of work for employees will materialize, so productivity will increase. The Company shall involve employees in the Social Security program in accordance with the provisions of Government Regulation No. 14 of 1993 on Social Security Organization in Article 2, paragraph 3 which states that "employers who employ as many as 10 (ten) or more, or pay wages of at least Rp. 1,000,000,. (One million rupiah) per month, includes compulsory labor in the social security program. This study classified the types of normative legal research studies that examine the legislation in a coherent legal system. This study uses the approach: (1) Approach legislation (Statute approach) that is by studying and researching legislation on Social Security regulations and other regulations relating to the invitation of Social Security. (2) The concept (conceptual aproach), which is the approach taken to assess the opinions of experts relating to corporate responsibility in the implementation of the Social Security according to Act No. 3 of 1992 on Social Security. Forms of corporate responsibility towards the implementation of the Social Security includes Social Security workers into the program as set forth in Article 6 paragraph (1) of Law No. 3 Year 1992 on Manpower Social Security, Social Security programs Labor include: 1) Work Accident Insurance, 2) Security Death; 3) Old Age Security, 4) Health Insurance. For Private Companies that employ as many as 10 (ten) or more or pay wages of at least Rp. 1,000,000,. (One million rupiahs) a month, should have selfawareness in its workforce enrolled in the Social Security program, because it actually is the right of workers/ laborers who worked in his company as mandated in the Act No. 3 of 1992 on Social Security and Government Regulation No. 14 of 1993 on Social Security Organisation in Article 2, paragraph 3. Keywords: Corporate Responsibility in the Implementation of Social Security, Social Security Program Pendahuluan Pembangunan Nasional yang telah dan terus berlangsung selama ini dan dengan dibuka dan terus berkembangnya industri baru diberbagai bidang usaha telah memperluas kesempatan kerja dan memberikan penghasilan bagi tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta keluarganya. Namun penghasilan yang diperoleh tenaga kerja tersebut dapat berkurang atau bahkan hilang karena berbagai risiko yang dialami oleh tenaga kerja, baik selama bekerja atau di luar kerja, yaitu akibat mengalami kecelakaan, cacat, sakit, usia tua (pensiun) dan tidak mampu bekerja lagi dan meninggal dunia. Sehubungan dengan perkembangan ilmu serta teknologi yang kian maju dan membutuhkan keahlian khusus, dan di lain pihak diikuti dengan tuntutan masalah peningkatan jaminan sosial dan keselamatan kerja para buruh/pekerja di suatu perusahaan merupakan bagian integral dari peningkatan produktivitas perusahaan yang berorientasi kepada efisiensi dan efektivitas kerja para tenaga kerja. Masalah keselamatan kerja sesungguhnya merupakan kepentingan perusahaan dan tenaga kerja. Tetapi masih banyak perusahaan
dan tenaga kerja yang kurang atau bahkan tidak peduli akan masalah yang erat hubungannya dengan keselamatan kerja. Oleh karena itu, untuk mendukung aktivitas perusahaan dan menjamin ketenangan dan kenyamanan tenaga kerja dalam bekerja Pemerintah telah mewajibkan perusahaan untuk mengikutsertakan para buruh/pekerjanya dalam program Jamsostek. Program Jamsostek ini memberikan manfaat perlindungan dasar dalam memberikan jaminan kenyamanan dan keamanan kerja serta untuk menjaga harkat dan martabat manusia, jika mengalami risiko-risiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang terjangkau oleh perusahaan dan buruh/pekerja. Selain hal tersebut di atas program jaminan sosial tenaga kerja ini memberikan kepastian tetap berlangsungnya penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang kemungkinan bisa hilang akibat berbagai risiko dalam bekerja. Oleh karena itu, jaminan sosial tenaga kerja ini dikatakan mempunyai beberapa aspek, antara lain: (1). Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi tenaga
_______________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 7, No. 2, Maret 2013
56 Media Bina Ilmiah kerja beserta keluarganya; (2) Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pemikirannya kepada perusahaan tempatnya bekerja (Zaeni Asyhadie, 2008: 84). Namun Kenyataannya, masih banyak perusahaan yang belum menyadari arti pentingnya program Jaminan sosial tenaga kerja yang memberikan keselamatan, kenyamanan dan keamanan kerja bagi buruh/pekerja, karena tidak mendaftarkan perusahaan dan buruh/pekerjanya dalam program Jaminan sosial tenaga kerja. Karena itu Perusahaan wajib mengikutsertakan pekerjanya dalam program Jamsostek sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek, dimana dalam Pasal 2 ayat 3 menentukan “pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) sebulan, wajib mengikut sertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja”. Menurut Sentanoe Kertonegoro dalam Zaeni Asyhadie (2008: 33), jaminan sosial dapat diartikan sebagai: ”Perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk risikorisiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak.” Ruang lingkup yang diatur dalam UndangUndang Nomor 3 Tahun 1992 dalam Pasal 6 dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 2003 pasal 2 yang meliputi: (1) Jaminan yang berupa uang, yaitu : Jaminan Kecelakaan Kerja; Jaminan Kematian; Jaminan Hari Tua; (2) Jaminan yang berupa pelayanan, yaitu : Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Sesuai ketentuan Undang Undang No. 3 tahun 1992 Pasal 7, program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Hari Tua berlaku untuk buruh/pekerja sendiri sedang untuk program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan selain berlaku bagi buruh/pekerja juga berlaku untuk keluarganya. Jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek jo. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Jamsostek dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kerja terhadap risiko sosial-ekonomi yang _______________________________________________ Volume 7, No. 2, Maret 2013
ISSN No. 1978-3787 menimpa tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan, baik berupa kecelakaan kerja, sakit, perlindungan hari tua maupun meninggal dunia. Dengan demikian diharapkan dengan diikutsertakan dalam program Jamsostek ketenangan kerja bagi buruh/pekerja akan terwujud, sehingga produktivitas akan semakin meningkat. Berdasarkan pembahasan sebagaimana diuraikan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat untuk diteliti dalam jurnal ilmiah ini adalah bagaimanakah tanggung jawab perusahaan dalam pelaksanaan program Jamsostek menurut kajian manajemen, sedangkan tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami tanggung jawab perusahaan dalam pelaksanaan program Jamsostek. Metode Penelitian Penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian hukum normatif, yakni penelitian yang mengkaji peraturan perundang-undangan dalam suatu tata hukum yang koheren (Soetandyo Wignjosoebroto, 1995: 5). Sunaryati Hartono, (1995: 123-124) menjelaskan agar dapat memberikan pemahaman lebih lanjut terhadap permasalahan yang diangkat, maka secara lebih holistik akan dipergunakan beberapa pendekatan, yaitu : (1) Pendekatan perundang-undangan (statute approach), yaitu pendekatan yang diakukan dengan mengkaji dan meneliti peraturanperundangan tentang Jamsostek serta peraturan perundang undangan lain yang berhubungan dengan Jamsostek. (2) Pendekatan konsep (konseptual aproach), yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mengkaji pendapat para ahli yang berkaitan dengan tanggung-jawab perusahaan dalam pelaksanaan Jamsostek menurut Undang-Undang No 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek. Pembahasan Tanggung jawab perusahaan dalam pelaksanaan Jamsostek itu telah tertuang dalam peraturan perundang-undangan, yaitu terdapat dalam Peraturan Pemerintah No 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek, di mana dalam Pasal 2 ayat 3 berbunyi “pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) sebulan, wajib mengikut sertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja.” Tanggung jawab pengusaha (employer’s liability) menggunakan metode kewajiban pengusaha, dimana pengusaha diwajibkan secara http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 hukum memberikan jaminan kepada tenaga kerjanya, keluarganya atau kedua-duanya. Bentuk jaminan kepada tenaga kerja yang berkaitan dengan hubungan kerja, seperti kompensasi kecelakaan kerja dan sakit akibat kerja, pesangon untuk PHK dan jaminan hari tua. Pembiayaan sepenuhnya ditanggung oleh pengusaha dan dapat berfluktuasi tergantung peristiwa yang terjadi (Jamsostek, 2007: 8). Bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap pelaksanaan Jamsostek yaitu mengikut sertakan buruh/pekerjanya ke dalam program Jamsostek sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga kerja, antara lain: a.
Jaminan Kecelakaan Kerja
Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan berhak atas jaminan kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, termasuk dan meliputi pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah ke tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Selain untuk tenaga kerja sendiri juga yang termasuk dalam program Jaminan Kecelakan Kerja sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 adalah: 1. Magang, atau murid yang bekerja pada perusahaan baik yang menerima upah maupun tidak; 2. Mereka yang memborong pekerjaan kecuali yang memborong adalah perusahaan, (pemborong termasuk tenaga kerja jika pemborong itu bukan pengusaha sehingga pemborong tersebut dianggap bekerja pada pengusaha yang memborongkan); 3. Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan. Penyakit yang timbul sebagai akibat dari hubungan kerja hubungan kerja, bagi tenaga kerja yang telah berakhir hubungan kerjanya dan mengalami sakit yang berdasarkan keterangan dokter yang ditunjuk, menderita penyakit masih berhak memperoleh perlindungan dari program Jaminan Kecelakaan Kerja untuk jangka waktu selama 3 (tiga) tahun sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Pemerintah No. 14 ahun 1993 Pasal 50. Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas Jaminan Kecelakaan Kerja berupa penggantian biaya yang meliputi, biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja ke RS dan atau kerumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan dan biaya pengobatan/perawatan sampai dinyatakan sembuh oleh dokter yang merawatnya.
Media Bina Ilmiah 57 b.
Jaminan Kematian
Jaminan kematian dibayarkan jika tenaga kerja meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja. Hal ini diatur dalam Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992. Selanjutnya yang berhak menerima jaminan kematian adalah keluarga tenaga kerja dengan urutan janda atau duda, anak, orang tua, cucu, kakek atau nenek, saudara kandung dan mertua. Menurut penjelasan Pasal 12 ayat 1 UndangUndang No. 3 Tahun 1992 tersebut disebutkan bahwa bagi tenaga kerja yang tidak mempunyai keluarga maka hak atas Jaminan Kematian dibayarkan kepada pihak dari tenaga kerja yang bersangkutan atau perusahaan untuk menguruskan pemakaman. Jika yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja adalah magang atau murid atau yang memborong pekerjaan atau narapidana maka keluarga yang ditinggalkan tidak berhak atas Jaminan Kematian. Hal ini disebut dalam penjelasan Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek. Adapun macam dan besarnya Jaminan Kematian diatur dalam Pasal 22 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek yang meliputi: (1) Jaminan kematian dibayar sekaligus kepada Janda atau Duda, atau Anak, dan meliputi: a. Santunan kematian sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah);dan b. Biaya pemakaman sebesar Rp. 200.000,(dua ratus ribu rupiah). Ahli waris tersebut dapat berupa janda atau duda, anak, orang tua, cucu, kakek atau nenek, saudara kandung, mertua. Bagi tenaga kerja yang tidak memiliki keluarga, hak atas Jaminan Kematian diberikan kepada pihak yang mendapat surat wasiat dari tenaga kerja yang bersangkutan atau perusahaan untuk pengurusan pemakaman. Untuk mendapatkan pembayaran jaminan kematian dengan mengajukan pembayaran Jaminan Kematian kepada Badan Penyelenggara dengan disertai bukti-bukti yaitu kartu peserta dan surat keterangan kematian. Setelah hal tersebut diisi dan dilengkapi maka baru dia boleh menerima santunan kematian tersebut. c.
Jaminan Hari Tua
Semula sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek, Jaminan hari tua (JHT) dibayarkan kepada tenaga kerja jika tenaga kerja telah mencapai umur 55 tahun (usia pensiun) atau jika tenaga kerja menderita cacat total untuk selama lamanya (cacat tetap).
_______________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 7, No. 2, Maret 2013
58 Media Bina Ilmiah Di samping itu, menurut Penjelasan Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992, Jaminan Hari Tua dapat dibayarkan jika tenaga kerja meninggal dunia sebelum berumur 55 tahun. Selanjutnya dalam Pasal 15 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 ditentukan Jaminan Hari Tua dapat juga dibayarkan kepada tenaga kerja yang berhenti bekerja sebelum tenaga kerja berumur 55 tahun tetapi setelah tenaga kerja mencapai masa kepesertaan tertentu dalam Jamsostek yaitu serendah-rendahnya 5 tahun. Menurut Pasal 32 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993, pembayaran Jaminan Hari Tua hanya dapat dilakukan setelah melewati masa tunggu 6 bulan terhitung sejak tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja. Selanjutnya menurut Pasal 27 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993, masih ada satu kemungkinan pembayaran Jaminan Hari Tua pada saat tenaga kerja berusia melebihi 55 tahun karena masih tetap bekerja. Adapun besarnya Jaminan Hari Tua adalah keseluruhan iuran yang telah disetor beserta hasil pengembangannya. Hal itu diatur dalam Pasal 24 ayat 1 Peraturan Pemerintah No.14 tahun 1993. Jadi santunan jaminan har tua dapat diminta setelah tenaga kerja memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Telah mencapai umur 55 (lima puluh lima ) tahun; 2. Mendapat cacat total, sehingga tidak dapat bekerja atau meninggal dunia; 3. Diputuskan hubungan kerja oleh pengusaha sekurang-kurangnya menjadi peserta selama 5 (lima) tahun dan masa tunngu 6 (enam) bulan; 4. Diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil/PNS/POLRI/TNI atau pergi ke luar negeri. Namun ketentuan mengenai pembayaran Jaminan Hari Tua tersebut telah mengalami beberapa kali perubahan dan terakhir sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2009 tentang Perubahan Ke-enam Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, maka ketentuan Pasal 32 tersebut dirubah dan untuk mencairkan dana Jaminan Hari Tua tidak harus menunggu masa kepesertaan 5 (lima) tahun dengan masa tunggu selama 6 (enam) bulan, tetapi dengan tanpa memandang masa kerja seorang karyawan yang telah putus hubungan kerja dengan perusahaan tempat bekerja dapat langsung mencairkan dana Jaminan Hari Tua sekaligus dengan masa tunggu 1 (satu) bulan setelah tidak bekerja lagi. Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia sebelum berusia 55 (lima puluh lima) tahun atau setelah berusia 55 (lima puluh lima) tahun tetapi _______________________________________________ Volume 7, No. 2, Maret 2013
ISSN No. 1978-3787 belum menerima JHT maka JHT diterima oleh janda atau duda atau anak yang ditinggalkannya secara sekaligus (lumpsum). Besarnya JHT yang dibayarkan adalah keseluruhan iuran yang telah disetor beserta pengembangannya. Cara pembayaran secara berkala atau sekaligus dilakukan atas pilihan tenaga kerja bersangkutan. d.
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Program Jaminanan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) diadakan dalam rangka untuk menjaga kondisi tenaga kerja agar selalu sehat, sehingga dalam melaksanakan tugasnya tidak terganggu dan berjalan lancar. Untuk terciptanya hal demikian, telah diatur dalam peraturan–perundangan agar pengusaha mengikutsertakan pekerjanya dalam Program Kesehatan, tetapi dalam prakteknya belum sepenuhnya dilaksanakan karena besarnya biaya yang dikeluarkan. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan diberikan kepada tenaga kerja, suami atau isteri dan anak-anak sebanyak 3 orang yang semuanya itu mengalami gangguan kesehatan. Paket pemeliharaan kesehatan yang diberikan adalah pelayanan tingkat dasar yang meliputi pelayanan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Menurut Pasal 35 Peraturan Pemerintah No 14 tahun 1993 tentang penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja menyebutkan jaminan Pemeliharaan Kesehatan diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara dengan paket Jaminan pemeliharaan kesehatan dasar yang meliputi pelayanan: 1. Rawat jalan tingkat pertama; 2. Rawat jalan tingkat lanjutan; 3. Rawat inap; 4. Pemeliharaan kehamilan dan pertolongan persalinan; 5. Penunjang diagnostik; 6. Pelayanan khusus; 7. Gawat darurat. Untuk memberikan pelayanan jaminan Kesehatan (JPK) kepada Badan Penyelenggara menunjuk Pelaksana Pelayanan Kesehatan yang terdiri dari: Balai Pengobatan, Puskesmas, Dokter Praktik Swasta, Rumah Sakit. Rumah Bersalin. Rumah Sakit Bersalin, Apotik, Optik dan Perusahaaan alat-alat Kesehatan. Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan tenaga kerja dapat memilih Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan yang ditunjuk oleh Badan Penyelenggara atau dapat memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan diluar Pelaksanaaan Pelayanan Kesehatan. Untuk memperoleh pelayanan pemeliharaan http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 kesehatan tersebut di atas maka tenaga kerja harus menunjukkan Kartu Pemeliharaan Kesehatan. Namun dalam hal pelayanan kesehatan tersebut pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit, Balai Pengobatan, rumah sakit bersalin, tidak memperoleh pelayanan yang maksimal (Suratman, 2010: 46). Penutup a.
Daftar Pustaka Zaeni Asyhadie, 2008. Aspek-Aspek Hukum Jaminan sosial Tenaga Kerja di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lalu
Husni, 2006. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Simpulan
Perusahaan memegang peranan penting dalam pelaksanaan Jamsostek. Perusahaan yang mengetahui pentingnya program Jamsostek bagi tenaga kerjanya, pasti mendaftarkan seluruh tenaga kerjanya pada program Jamsostek. Kesadaran betapa pentingnya program Jamsostek bagi pekerja sangat diperlukan, karena jika tenaga kerjanya telah terjamin dalam program jamsostek yaitu, (1) Jaminan Kecelakaan kerja, (2) Jaminan Kematian, (3) Jaminan Hari Tua, (4) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, maka para pekerja akan bekerja secara maksimal sehingga perusahaan sangat di untungkan terutama untuk kemajuan usahanya. b.
Media Bina Ilmiah 59
Saran
Bagi Perusahaan-Perusahaan swasta yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) sebulan, seharusnya mempunyai kesadaran sendiri dalam mendaftarkan tenaga kerjanya dalam program Jamsostek karena sebenarnya merupakan hak pekerja/buruh yang bekerja di perusahaanya sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang Undang no 3 tahun 1992 tentang Jamsostek serta Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek Pasal 2 ayat 3.
Soetandyo Wignjosoebroto, 1995. Sebuah Pengantar Ke Arah Perbincangan Tentang Pembinaan Penelitian Hukum Dalam Pjp Ii Jakarta : BPHN Departemen Kehakiman, Sunaryati Hartono, 1994. Penelitian Hukum di Indonesia pada akhir abad ke 20, alumni Bandung, Jamsostek, 2007.Prinsip dan Praktik Jaminan Sosial Tenaga Kerja, PT Jamsostek (Persero), Jakarta Selatan, Suratman, 2010.Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Indeks, Jakarta, Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor: 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor : 3468) Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor: 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor : 3520)
_______________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 7, No. 2, Maret 2013
60 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787
FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI TERHADAP KEPATUHAN PELAPORAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA SUMBAWA BESAR oleh: I Nyoman Sutama Dosen Unsa Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor Faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak pada KPP Pratama Sumbawa Besar, Jenis penelitian tergolong penelitian Ex post fakto artinya penelitian ini menggunakan data dari gejala yang telah terjadi sebelumnya, jugan termasuk penelitian asosiatif artinya bahwa penelitian ini menghubungkan antara variable satu dengan variable yang lain yaltu variable kesadran dengan sanksi perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak.. Jenis data yang diperlukan adalah data kuantitative yaitu data berupa skor kesadaran, skor sanksi perpajakan dan skor kepatuhan, sedangkan data ini bersumber dari data primer yaitu data diperoleh langsung dari wajib pajak. Data penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa kuesioner skala 4 yang berjumlah 16 item pertanyaan dikengkapi pencatan dokumen digunakan untuk memperoleh data tentang jumlah wajib pajak perorangan. Dari data yang dikumpulkan akan diolah dengan pengolahan data regresi linier berganda ( multiple regretion ) menggunakan program SPSS persi 15, setelah diadakan pengujian maka hasilnya menunjukkan bahwa secara parsial dengan uji t memperoleh hasil bahwa factor kesadaran dan sanksi perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak pada KPP Pratama Sumbawa Besar, selanjutnya berdasarkan uji F menunjukkan bahwa secara simultan factor kesadaran dan sanksi perpajakan perpengaruh sugnifikan terhadap kepatuhan pelaporan orang pribadi pada KPP Pratama Sumbawa Besar. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa factor kesadaran wajib pajak lebih dominan mempengaruhi kepatuhan pelaporan pa KPP Pratama Sumbawa Besar. Dari hasil penelitian ini disarankan kepada K{PP Pratama Sumbawa Besar agar memberikan informasi secara berkelanjutan kepada wajib pajak agar terbentuk dan meningkat kesadaran untuk melakukan kewajibannya Kata Kunci : Kepatuhan pelaporan, Kesadaran Wajib Pajak dan sanksi wajib pajak, Pendahuluan Sebagai negara yang berkembang, Indonesia tengah menggalakkan pembangunan nasional di segala bidang, baik bidang politik, ekonomi, sosial maupun di bidang budaya. Bangsa Indonesia telah melaksanakan pembangunan nasional yang berkelanjutan dari satu Pelita ke Pelita berikutnya, agar proses pembangunan ini dapat dilakukan secara lancer dan berkesinambungan diperlukan adanya hubungan yang selaras san serasi dan seimbang antara Anggaran Pendapatan dan Belanja negarasecara dinamis dan proporsional dalam rangka menciptakan proses pemangunan yang berkesinambungan dan bertanggung jawab. Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia dilakukan disegala bidang, yaitu bidang ekonomi, social budaya, politi, pertahanan dan hulum. Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan atas Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Tujuan Pembangunan Nasional sesuai dengan alenia keempat pada pembukaan Undang Undang Dasar 1945adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spiritual secara adil makmur dan
merata, Untuk mewujudkan pembangunan yang dicita-citakan, diperlukan sarana dan prasarana yang dapat berupa sumber daya manusia, pengetahuan dan teknologi, serta situasi politik yang mantap dan dana yang memadai. dengan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembiayaan pembangunan menggali sumber dana yang berasal masyarakat. Sektor pajak memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan kesejahteraan bangsa, karena pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas negara yang pada akhirnya dipergunakan untuk pembangunan dengan tujuan akhir kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara perlu terus ditingkatkan sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan pendapatan Negara yang bersumber dari pajak dalam tabel di bawah ini: Peningkatan penerimaan pajak dengan meningkatkan kepatuhan wajib pajak karena kepatuhan pajak merupakan faktor utama keberhasilan tercapainya penerimaan pajak. Tanggung jawab atas tercapainya penerimaan
_______________________________________________ Volume 7, No. 2, Maret 2013
http://www.lpsdimataram.com