ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 13 ………...…………………………………………….………………………………………………… EKPLOITASI BURUH ANAK PADA NEGARA DUNIA KE TIGA Oleh : Dewi Sartika Nasution Fakultas Syari’ah IAIN Mataram
Abstrak: Isu buruh anak-anak merupakan suatu kontroversi di dunia, namun buruh di kalangan anak-anak menjadi semakin popular dan sering digunakan di negara-negara dunia ketiga yang terbelakang. Buruh anakanak merupakan suatu masalah serius dan perlu diperhatikan memandang anak-anak tersebut merupakan aset penting bagi perekonomian suatu negara di masa depan. Tulisan ini mencoba mengupas isu eksploitasi buruh anak-anak yang berlaku di dunia ketiga, melihat faktor penyebab berkembangnya buruh anak-anak, masalahmasalah yang berkaitan dengan buruh anak, keterbukaan ekonomi di negara dunia ketiga yang berorientasikan sektor ekspor dan import yang mempengaruhi permintaan dan penawaran buruh anak-anak. Abstract: Child labor is a pervasive problem and a controversy throughout the world, especially in the developing countries. Child labor becomes more popular in the third worlds countries especially in the rural areas. It is a serious problem and we should put attention on it because children are important asset of the country to develop their economic in the future. This paper try to explore child labor exploitation issues in the third world countries, to find out factors that caused increasing of child labor, problem that face in the child labor issues, globalization of economic in the third world countries which is orientation are import and export that influences demand and supply of child labor. Keywords : Buruh anak, Ekploitasi Anak, Ekonomi Global, Perdagangan Terbuka, Penyiksaan anak-anak, Kemiskinan. PENDAHULUAN Buruh anak-anak merupakan suatu masalah yang dianggap serius terutama di negara-negara dunia ketiga. Tetapi hal ini dianggap masalah biasa pada negara-negara dunia ketiga yang terbelakang dimana pertanian atau agrikultur masih sebagai sumber pendapatan utama negaranya. Organisai Buruh Internasional (ILO) menyatakan bahwa masalah buruh anak-anak ini bukan saja berlaku di kawasan pedalaman melainkan juga berlaku di daerah perkotaan. Banyak kasus buruh anak-anak ini dilaporkan berlaku di negara-negara yang sangat miskin. Pada tahun 1996, ILO menganggarkan antara 100 juta sehingga 200 juta pekerja adalah berumur di bawah 15 tahun di seluruh dunia. Sembilan puluh lima persen dari buruh anak-anak tersebut adalah berasal dari negara-negara dunia ketiga dan setengah daripada jumlah tersebut merupakan kasus yang berlaku di Asia dan mayoritas di negara-negara dunia ketiga yang mempunyai pendapatan yang rendah. ILO juga turut menganggarkan sekurang-kurangnya 15% daripada anak-anak di Asia yang berumur antara 10 hingga 14 tahun terlibat dalam pasar buruh. Sehingga kini dapat dikatakan bahwa satu daripada enam anakanak di dunia terlibat dalam aktivitas buruh dan jumlahnya mencapai sehingga 246 juta orang buruh anak-anak. Seperti yang kita ketahui, buruh anak-anak adalah pekerja yang melibatkan mereka yang masih
bersekolah namun persoalannya apakah definisi sebenarnya dari buruh anak-anak dan berapakah umur yang dijadikan patokan untuk menentukan buruh anak-anak tersebut ? Buruh anak-anak merupakan suatu pengeksposan terhadap anak-anak yang bisa menyebabkan ekploitasi terhadap mereka dan sekaligus mengganggu proses pertumbuhan mereka. Ini bukan saja meberikan kesan buruk kepada zaman anak-anak mereka malah dapat berefek pada perusakan potensi diri dan mungkin saja harga diri mereka. ILO menyatakan bahwa aktivitas buruh anak-anak tidak boleh disamakan dengan pekerjaan yang dilakukan di rumah sama ada membantu ibu membuat kerja-kerja rumah dan sebagainya. Buruh anak-anak melibatkan pekerjaan di bawah umur minimum yang boleh menyebabkan kesan buruk kepada proses pembelajaran sama ada merampas hak mereka untuk kesekolah, menyebabkan mereka meninggalkan sekolah pada tahap paling awal atau menyebabkan mereka terpaksa belajar sambil bekerja dalam jangka masa yang panjang. Dalam ILO Convention 138 yang diberlakukan pada juni 1976 menyatakan umur minimum bagi mereka untuk bekerja adalah berumur diatas 15 tahun. Tetapi bagi negara-negara yang kurang membangun 14 tahun ditetapkan sebagai umur minimum. Pada Juni 1999, diberlakukan ILO Convention 182 yang bertujuan memenuhi keperluan untuk
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 6, No. 5, September 2012
14 Media Bina Ilmiah memastikan situasi buruk buruh anak-anak dapat dihapuskan melalui tindakan-tindakan komprehensif seperti menyediakan pembelajaran gratis untuk anak-anak dan juga memenuhi keperluan keluarga secara keseluruhan. Istilah situasi buruh anak-anak adalah merujuk kepada : 1. Segala bentuk perhambaan atau yang sejenis dengannya seperti penjualan dan penyelundupan anak-anak, perhambaan disebabkan utang, dipaksa untuk bekerja termasuk paksaan atau penyertaan wajib anak-anak dalam konflik senjata; 2. Penggunaan, atau menawarkan anak-anak untuk pelacuran, pengeluaran pornografi atau persembahan pornografi; 3. Penggunaan atau menawarkan anak-anak untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang menyalahi undang-undang khususnya penyelundupan narkoba; 4. Pekerjaan yang sifatnya secara semulajadi atau memberi kesan ke atas kesihatan, keselamatan atau moral anak-anak. Konvensi ini juga turut menerangkan tentang keadaan atau situasi pekerjaan yang dkategorikan sebagai berbahaya bagi anak-anak yang berumur dibawah 18 tahun yaitu pekerjaan di pertambangan, di lautan, pengoperasian mesin, mengangkat beban berat, bekerja di bawah suhu yang terlalu sejuk atau panas, kerja-kerja agrikultur, kerja-kerja yang menggunakan pestisida, bahan-bahan kimia dan debu silica. Di samping itu, apabila berhadapan dengan isu eksploitasi ini, terdapat dua jenis buruh yang utama yaitu terikat (bonded) dan tidak terikat (nonbonded). Dalam kasus tidak terikat atau tidak wujud eksploitasi, anak-anak bekerja bukan karena terpaksa membayar utang (keluarga) kepada majikan. Namun, ini tidak bermakna buruh anakanak yang tidak terikat ini baik karena anak-anak tersebut tidak dikehendaki membayar utang tetapi masih “terpaksa” melakukan kerja demi sesuap nasi dan perlindungan. Dalam kasus terikat pula, anakanak dikehendaki bekerja, sama ada secara sukarela atau paksaaan untuk membayar balik utang-utang mereka termasuklah utang keluarga mereka ke majikan, di bawah keadaan yang mendorong penyekatan terhadap kebebasan dan pertumbuhan anak anak terkait dan menyebabkan mereka mudah terekspos pada penyiksaan, penyalahgunaan dan kehilangan hak mereka. Majikan mereka akan mengambil kesempatan dengan menyediakan sejumlah uang untuk dipinjam tetapi diganti dengan jasa anak-anak mereka untuk bekerja dengan gaji yang rendah dan kadar bunga pinjaman yang tinggi. Ini menyebabkan utang makin bertambah dan anakanak tadi mungkin akan bekerja sehingga dewasa
ISSN No. 1978-3787 dan akan diteruskan oleh generasi seterusnya dan proses ini akan berterusan. Fenomena ini adalah salah satu contoh situasi buruh anak-anak yang berlaku di India. Walaupun ternyata isu buruh anak-anak ini merupakan suatu kontroversi, namun buruh dikalangan anak-anak menjadi semakin popular dan sering digunakan majikan di negara-negara dunia ketiga yang terbelakang terutamanya memandangkan anak-anak ini adalah aset penting kepada ekonomi suatu negara tersebut. Negaranegara yang berorientasikan sektor ekspor banyak menggunakan anak-anak sebagai pekerja mereka karena memandangkan biaya lebih murah dan ini dapat meningkatkan lagi sektor manufaktur mereka. Disamping itu, negara-negara barat akan secara drastis mengurangkan biaya pengeluaran mereka dengan mengirim barang-barang mereka untuk dipabrikkan di negara-negara dunia ketiga seperti Cina dan India dan meningkatkan lagi permintaan untuk buruh anak-anak. Walaupun buruh anak-anak ternyata memberi kepentingan kepada ekonomi di dunia ketiga, namun ia memberi kesan negatif kepada anak-anak yang terlibat. Buruh anak-anak ini biasanya bekerja dalam keadaan yang amat buruk dengan jangka masa bekerja yang panjang melebihi kemampuan mereka dengan upah yang terlalu rendah. Ada juga yang dijadikan hamba dan dijual. Majikan juga bersikap buruk kepada mereka dengan penyikasaan baik secara fisik maupun mental. Semua ini memberi kesan yang buruk dan berkepanjangan kepada diri dan emosi anak-anak tersebut. Walaupun banyak organisasi di seluruh dunia yang menentang pekerjaan yang melibatkan buruh anak-anak, namun fenomena buruh anak-anak ini menjadi suatu perkara biasa di kalangan negaranegara dunia ketiga yang mempunyai penduduk yang padat dan dilanda kemiskinan. Norma masyarakat yang dikatakan sebagai suatu budaya turun temurun seperti isu kasta di India menyebabkan buruh anak-anak tidak dianggap sebagai suatu masalah yang serius. Selain itu, berbagai masalah lainnya turut dikaitkan dengan isu ini seperti keadaan persekolahan dan pembelajaran yang turut mendorong anak-anak berkurang bahkan hilang minat dan semangatnya untuk belajar dan lebih memilih memasuki alam pekerjaan di usia dini. Selain itu sikap majikan yang coba mencari keuntungan memberi efek terhadap pertambahan permintaan buruh anak-anak ini dan secara tidak langsung negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan negara Eropa sebenarnya turut menyumbang pada peningkatan dalam permintaan buruh anak-anak karena mereka akan meningkatkan sektor ekpor dan impor ke negara-negara dunia
_____________________________________ Volume 6, No. 5, September 2012
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 15 ………...…………………………………………….………………………………………………… ketiga disebabkan oleh biaya pengeluaran yang rendah. Kajian ini akan mencoba untuk mengupas isu eklpoitasi buruh anak-anak yang berlaku di dunia ketiga melalui beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa sarjana sebelumnya seperti penelitian di Nigeria, Bangladesh, India dan Yaman. Kita juga akan melihat faktor-faktor penyumbang atau penentu kepada buruh anak-anak ini melalui beberapa penelitian terdahulu. Selanjutnya akan mengkaji masalah-masalah yang berkaitan dengan buruh anak-anak ini terutamanya kesan buruk pada anak-anak yang terlibat daripada aspek persekolahan terutamanya dan aspek-aspek lain seperti kesan mental dan fisik mereka. Pada kajian ini juga akan melihat mengenai permasalahan keterbukaan ekonomi terutamanya di negara-negara dunia ketiga yang berorientasikan sektor ekpor dan impor, adakah keterbukaan ekonomi atau globalisasi menyebabkan permintaan untuk buruh anak-anak meningkat atau sebaliknya. PEMBAHASAN a.
The Determinants Of Child Labor : Theory And Evidance Jurnal yang diterbitkan pada September 2001 oleh Brown Deardorff dan Stern ini menjadi jurnal rujukan utama dalam kajian ini. Jurnal ini membahas mengenai faktor-faktor yang menentukan permintaan dan penawaran buruh anak-anak terutama di negara- negara dunia ketiga melalui teori -teori dan bukti- bukti secara empiris oleh penelitian- penelitian sebelumnya.Tujuan utama penelitian ini bukan hanya untuk membuat diagnosa bagi sebab dan akibat pada buruh anak-anak tetapi lebih kepada penilaian kembali penelitian- penelitian empiris,teori dan sejarah yg telah ada dan menjawab persoalan kapan dan kenapa anak-anak bekerja. Jurnal ini juga mengaitkan buruh anak - anak dengan beberapa faktor yang dapat di kaitkan dengan fenomena ini. Diantaranya adalah status pendidikan orang tua dimana diperoleh dari penelitian Strauss dan Thomas, orang tua yang mempunyai latar belakang pendidikan yang cukup mampu untuk menghidupi keluarga mereka dengan baik dan dapat menghindari anak anak mereka dari kerja - kerja paksa di usia dini. Bukti - bukti empiris yang dikemukakan juga mengatakan bahwa orang tua yang berpendidikan bukan saja dapat mengatasi masalah kemiskinan tetapi juga mempunyai nilai nilai tinggi terhadap proses pembelajaran dan menggalakkan anak anak mereka untuk lebih memilih bersekolah di bandingkan dengan terjun kedunia kerja di usia muda. Sedangkan bagi orang tua yang tidak berpendidikan keputusan untuk pembangunan kualitas kepribadian,pendidikan,
sebagai modal dimasa yang akan datang dalam mengarungi kehidupan dianggap tidak diperlukan. Selain itu, kualitas sekolah juga turut dikatakan sebagai faktor penentu dalam buruh anak-anak ini. Jurnal mengemukakan kajian yang dijalankan di Ghana dan Afrika dimana keadaan sekolah yang uzur serba kekurangan fasilitas belajar mengajar menyebabkan anak-anak tidak tertarik untuk sekolah, mereka lebih memilih untuk bekerja. Selain itu penelitian sebelumnya juga menunjukkan walaupun orang tua mempunyai pendapatan yang cukup untuk menghidupi keluarga tetapi kondisi sekolah dan pembelajaran yang buruk menyebabkan orang tua lebih cenderung untuk tidak mengantarkan anak mereka kesekolah. Secara umum terdapat kolerasi negative antara buruh anak-anak dengan pendapatan KNK perkapita. Ini berarti bahwa pendapatan keluarga yang rendah menyebabkan peningkatan dalam jumlah buruh di kalangan anakanak. Satu lagi penemuan menarik yang dikemukakan dalam jurnal ini yaitu terdapat kemungkinan jumlah saudara dapat mempengaruhi fenomena buruh anakanak. Ini terjadi apabila anak yang lebih tua (sulung) membantu keluarga meringankan beban untuk menyekolahkan adik mereka dengan pergi bekerja. Ini menyebabkan mereka yang sulung menerima latihan dalam pekerjaan (On the job training) sedangkan adik-adiknya yang lain menerima pendidikan secara formal. Namun begitu didapati interpretasi ini tidak sesuai dengan bukti yang menunjukkan hasil yang signifikan dimana jika diantara bersaudara mempunyai jarak umur yang tidak jauh berbeda antara satu sama lain maka kemungkinan untuk mendapatkan pendidikan lebih tinggi dari pada kemungkinan untuk bekerja. b.
Child Abuse Among Working Children in Rural Bangladesh: Prevalence and Determinants Penelitian membahas mengenai permasalahan buruh anak anak di pedalaman Bangladesh dilakukan oleh A Hadi pada tahun 2000 dalam Public Health Journal. Didapati Jumlah anak –anak yang terlibat dalam pasaran buruh semakin meningkat dan di prediksi akan terus meningkat pada masa yang akan datang. Situasi buruh anakanak di Bangladesh yang digambarkan sangat buruk dimana anak-anak terpaksa bekerja dengan jam kerja yang lama dengan upah yang sangat rendah dan dalam keadaan yang boleh membahayakan mereka. Penghapusan buruh anak-anak menjadi tujuan sosial di Bangladesh tetapi masalah kemiskinan yang buruk dikawasan pedalaman Bangladesh menjadi halangan daripada pencapaian penghapusan buruh anak-anak. Penglibatan anak-anak dalam pasaran buruh tidak dianggap sebagai satu kesalahan di
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 6, No. 5, September 2012
16 Media Bina Ilmiah Bangladesh karena ia bukan saja dapat membantu meringankan beban yang ditanggung orang tua malah mempersiapkan anak-anak dengan kemahiran yang diperlukan untuk kepentingan masa depan mereka. Penyiksaan anak-anak yang terjadi di Bangladesh lebih banyak terjadi ditempat kerja dibandingkan dirumah. Penelitian menggunakan data dari 150 buah kampung di Bangladesh dan sampel yang digunakan terdiri dari anak-anak yang berumur antara 10 hingga 15 tahun yang terlibat dalam pekerjaan seperti pekerja yang mengurus kendaraan,pekerja pabrik dan pembantu rumah tangga. Hadi juga mendefenisikan penyiksaan di kalangan anak-anak yang bekerja kepada 4 bentuk yaitu: 1)Serangan secara fisikan atau memukul, 2) Eksploitasi dari segi keuangan atau tidak membayar upah secara penuh atau dalam jumlah yang seharusnya diterima, 3)Memaksa anak-anak terlibat dalam segala bentuk keadaan yang tidak sesuai untuk anak-anak seperti pelacuran, 4)Beban kerja yang berlebihan atau terlalu banyak kerja yang terpaksa disiapkan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan oleh majikan. Dari hasil kajian ini diperoleh secara relatif jumlah anak-anak yang bekerja dalam waktu yang terlalu lama adalah lebih sedikit dimana 8.0 % anakanak menghabiskan sekurang-kurangnya 6 jam untuk bekerja dalam sehari dan hanya 3.1 % bekerja lebih dari 8 jam sehari. Hasil dari model juga menunjukkan bahwa keterlibatan dalam pasar kerja mempunyai kaitan positif linear dengan umur anakanak. Faktor kemiskinan juga menjadi penyumbang pada masalah ini dimana ia adalah signifikan positif yaitu keadaan keluarga yang tidak berpendidikan dan tidak mempunyai tanah untuk bercocok tanam memaksa orang tua menghantar anak mereka untuk bekerja. Hasil penelitian juga menunjukkan sebanyak 2,3 % anak-anak dilaporkan disiksa secara fisik, 2.0 % tidak menerima gaji penuh, 1.7 % anakanak dipaksa bekerja dalam keadan yang tidak sesuai dan 3.0 % dilaporkan bekerja melebihi waktu dan kemampuan mereka. c. Children At Work In Rural Northern Nigeria : Patterns Of Age Space And Gender Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2004 oleh Robson, ia menilai bagaimana anak-anak dalam komuniti Hausa di Utara Nigeria di kampong Zarewa bekerja secara mandiri tanpa tergantung pada orang lain dalam kondisi kerja di ladang (agrikultur), industry rumah tangga, dan perdagangan. Analisa yang dikemukakan disini adalah secara terperinci di mana peneliti mengkaji mengenai aktivitas harian anak-anak disana. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa buruh anak-anak memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dianggap sebagai
ISSN No. 1978-3787 kesan negatif pada negara tersebut bahkan anakanak berperan dalam membantu ibu mereka khususnya untuk memenuhi kepbutuhan harian. (Di Zarewa, wanita yang telah menikah tidak dibenarkan keluar rumah). Kerja-kerja yang dilakukan oleh anak-anak juga tidak selalu dibayar dengan upah tetapi lebih kepada bentuk ganjaran. Metode yang digunakan peneliti adalah tehnik pemerhatian selama 15 tahun dari tahun 1991 hingga 1995 di komunitas Zaewa yang mempunyai mayoritas penduduk beragama Islam. Zarewa adalah sebuah kampong yang tidak mempunyai kemudahan baik dari segi listrik, rumah sakit, kantor pos, surat kabar ataupun televisi. Sampel yang diambil terdiri dari anak-anak yang berumur di bawah 16 tahun dan masih bujang yaitu sebanyak 30 orang anak-anak perempuan dan 54 orang anak laki-laki. Setelah dilakukan analisa, diperoleh semua nak-anak baik l aki-laki maupun perempuan mengutamakan menghabiskan waktu mereka diluar rumah. Tetapi didapati anak perempuan lebih banyak menggunakan waktu mereka di rumah dibandingkan dengan anak laki-laki. Dimana anak perempuan menghabiskan waktu mereka dirumah sebanyak 3.4 jam sehari sedangkan anak laki-laki sebanyak 3.0 jam sehari. Selain itu, juga ditemukan bahwa anak-anak merupakan sumber utama bagi para ibu untuk mendapatkan dan memenuhi bahan kebutuhan hidup sehari-hari. Anak perempuan diberi tanggung jawab untuk menjaga adik-adik mereka sambil bekerja dan ini menunjukkan bahwa anak perempuan lebih banyak melakukan kerja-kerja domestik atau rumahan dibandingkan anak laki-laki. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan anak perempuan lebih banyak terlibat dalam kegiatan berdagang dibandingkan anak laki-laki. Anak laki-laki berdagang kurang dari satu hari dalam 1 minggu sedangkan anak perempuan menjajakan barang dagangannya lebih dari sekali dalam 1 minggu. Anak laki-laki yang berumur antara 6-9 tahun juga dilaporkan lebih banyak menjajakan barang ketimbang anak laki-laki berumur 10-15 tahun. ini menggambarkan ibu mereka mempunyai pengawasan yang lebih pada anak-anak yang masih muda. Apabila mereka meningkat dewasa meraka akan mulai melakukan kerja sendiri. Kesimpulan paling penting dalam kajian ini adalah anak-anak yang bekerja di Zarewa dianggap sebagai pendukung kepada proses ekonomi dan bagi anak-anak itu sendiri, dengan bekerja membolehkan mereka untuk mendapatkan peluang pekerjaan yang lebih baik di masa depan dan juga untuk menyara kehidupan mereka. Economic Growth : A Panacea For Child Labor? Dalam penelitian yang dijalankan di India, Kambhampati dan Rajan (2005) meneliti
_____________________________________ Volume 6, No. 5, September 2012
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 17 ………...…………………………………………….………………………………………………… pertumbuhan ekonomi dapat membantu mengurangkan masalah buruh anak-anak. Namun begitu, dari penelitian yang telah dijalankan, hasil yang didapat dari sampel di India menunjukkan bahwa keadaan yang sebaliknya terjadi dimana pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat menyebabkan permintaan buruh anak-anak semakin meningkat. Tahap NDP (net domestic product) di daerah-daerah di India, upah dan pendapatan rumah tangga dilihat sebagai media dimana pertumbuhan boleh mempengaruhi penawaran buruh anak-anak pada pasaran buruh. Penelitian ini lebih membahas ke sebelah penawaran dimana pengeluaran dalam bidang pertanian yang berkembang, yang menjadi penyumbang utama produk nasional bruto menyebabkan peluang pekerjaan meningkat. Memandangkan pekerjaan yang ditawarkan adalah pekerjaan yang memerlukan kemahiran yang rendah, maka peluang pekerjaan ini lebih banyak diisi oleh mereka yang masih di peringkat persekolahan. Analisis kedua adalah pertikaian mengenai sumbangan pertumbuhan makroekonomi ke atas pengurangan buruh anak-anak tidak selalunya benar, di mana pengkaji mendapati bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan yang berbentuk seakan-akan U terbalik dengan buruh anak-anak di mana pada awal pertumbuhan ekonomi menyebabkan peningkatan dalam buruh anak-anak dan kemudian penurunan jumlah buruh anak-anak. Penelitian ini menggunakan kurva buruh – Kuznets untuk menggambarkan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan buruh anak-anak. Apabila ekonomi meningkat, kurva permintaan buruh akan bergerak ke kanan bagi buruh dewasa dan anak-anak. Pada awalnya, pekerjaan yang perlu diisi adalah terdiri dari pekerjaan yang memerlukan kemahiran yang rendah. Apabila pertumbuhan ekonomi tetap dalam kondisi baik, ini akan menyebabkan sektor pertanian dan industri berkembang maju dan memerlukan teknologi yang canggih bagi memenuhi keperluan permintaan. Ini memerlukan pengetahuan dan kemahiran yang tinggi dan menyebabkan lebih ramai orang tua mulai menghantar anak-anak mereka ke sekolah dan akan menyebabkan pengurangan pada jumlah buruh anak-anak. Ini akan membentuk kurva yang mempunyai bentuk U terbalik. Data – data yang digunakan adalah kompleks dan besar di mana semua daerah di India sejumlah 356.352 individu dan 69.231 rumah tangga terlibat dalam memberi informasi. Umur anak-anak didefinisikan sebagai mereka yang berumur 5 hingga 15 tahun. Variabel terikat adalah sekolah dan pekerjaan yang bergantung kepada pertumbuhan ekonomi, kelamin dan umur anak-anak, sifat dan
karakter rumah tangga (seperti status pendidikan dan pekerjaan orang tua atau status hutang). Penemuan yang menarik dalam penelitian ini adalah perbandingan di daerah Bihar yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang rendah turut mempunyai kadar buruh anak-anak yang rendah. Ini mengesahkan teori mereka bahwa terdapat dua kemungkinaan dalam bilangan buruh anak-anak ini dimana apabila pertumbuhan ekonomi menyebabkan anak-anak terpaksa bekerja seterusnya meningkatkan buruh anak-anak atau kemungkinan juga berlaku apabila pertumbuhan ekonomi yang rendah menyebabkan peluang pekerjaan yang wujud seterusnya menyebabkan kadar buruh anak-anak juga rendah. d.
Trade Openness, Foreign Direct Investement And Child Labor
Penelitian yang dijalankan oleh Soysa dan Neumayer ini menguji kesan globalisasi ke atas permintaan buruh anak-anak. Ramai yang berpendapat bahwa keterbukaan ekonomi dan investasi asing secara langsung memberi kesan kepada permintaan buruh di kalangan anak-anak dimana ia menggalakkan negara-negara di dunia ketiga untuk menggunakan buruh anak-anak untuk memastikan biaya buruh senantiasa rendah. Penelitian ini pula akan mempertikaikan pendapat tersebut dimana globalisasi sebenarnya memberi kesan sebaliknya ke atas permintaan buruh anakanak. Bukti – bukti yang dikemukakan dalam penelitian ini mendapati negara-negara yang lebih mengamalkan keterbukaan ekonomi dan lebih banyak pengaliran investasi asing sebenarnya mempunyai kadar buruh anak-anak yang lebih rendah. Dalam metodologi penelitian, peneliti menggunakan 4 variabel terikat yaitu anak-anak yang berumur di antara 10-14 tahun di negaranegara membangun yaitu merangkumi 117 negara, kadar ketidakhadiran ke sekolah termasuk di peringkat rendah dan menengah, dan sektor yang terlibat yaitu sebanyak 7 sektor (tekstil atau pakaian, pembuatan, perlombongan, agrikultur, pembinaan, peternakan dan sektor jasa baik secara formal dan informal). Bagi pembolehubah bebas pula adalah KNK yang digunakan untuk mengukur kadar kemiskinan, kadar urbanisasi, pertumbuhan agrikultur, peratus dagangan yang mengukur keterbukaan ekonomi dan faktor-faktor lain seperti investasi asing dan pendidikan umum. Tehnik penganggaran yang digunakan adalah OLS. Hasil penelitian yang diperoleh adalah semakin tinggi pendapatan per kapita dan semakin tinggi kadar urbanisasi maka semakin rendah buruh anakanak. kedua- dua variabel bagi keterbukaan ekonomi dan investasi asing mempunyai kesignifikanan yang
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 6, No. 5, September 2012
18 Media Bina Ilmiah tinggi dan berkorelasi secara negatif dengan penyertaan buruh di kalangan anak-anak. Negaranegara yang mengamalkan keterbukaan ekonomi juga mempunyai bilangan ketidakhadiran ke sekolah yang lebih rendah seterusnya memberi kesimpulan bahwa globalisasi atau keterbukaan ekonomi dapat membantu pengurangan dalam buruh anak-anak. Teori Buruh Kanak-Kanak. Dalam menguraikan teori buruh anak-anak yaitu sebelah permintaan dan sebelah penawaran penelitian ini dimulakan dengan analisia penentuan buruh anakanak di sebelah penawaran dalam konteks teori pengambilan keputusan rumahtangga dalam pasar persaingan sempurna dan kemudian beberapa keadaan dalam pasar persaingan tidak sempurna yang memberi dampak kepada rumahtangga yang menyebabkan kegagalan pasaran dan selanjutnya akan menentukan keadaan yang mengundang fenomena buruh anak-anak. a) Model Asas dalam membuat Keputusan Rumahtangga Menurut Becker (1981) mengandaikan bahwa rumah tangga akan bertindak memaksimumkan kepuasan yang berfungsi pada jumlah anak-anak, persekolahan setiap anak, masa lapang setiap anakanak, masa lapang orang tua dan penggunaan barang komposit. Pendapatan rumah tangga boleh diperolehi melalui barang-barang yang dikeluarkan dan dijual atau dengan bekerja dan mendapatkan upah. Disini diandaikan bahwa suami akan membagi waktu antara bekerja dan waktu senggang; ibu akan memperuntukkan waktu antara kerja, membesarkan anak dan produksi di rumah; dan anak-anak pula akan memperuntukkan masa untuk kerja, belajar, waktu luang dan kegiatan produksi di rumah. Uncompensated cross-elasticities yang dikaitkan dengan anak-anak adalah dihuraikan seperti berikut yaitu : • Kenaikan dalam upah yang diperoleh seorang bapak secara implisit akan meningkatkan harga waktu luang dan membawa kepada kesan penggantian terhadap pendidikan anak-anak jika pendidikan anak-anak dan masa lapang merupakan barang pengganti. Kenaikan dalam upah yang diperoleh oleh si bapak juga akan meningkatkan pendapatan rumah tangga. Jika kualitas anak (berpendidikan) merupakan barang normal, maka pendidikan akan meningkat. •
Kenaikan dalam upah bagi ibu akan meningkatkan kos dalam setiap kelahiran seterusnya menyebabkan pengurangan dalam ukuran optimal sesebuah keluarga. Dalam kasus ini, kualitas anak merupakan pengganti bagi kuantitas anak dan kejatuhan dalam ukuran
ISSN No. 1978-3787 keluarga akan meningkatkan pelaburan dalam pendidikan. •
Kenaikan dalam upah yang diberikan kepada buruh anak-anak menyebabkan biaya peluang untuk berada di sekolah semakin tinggi dan hasil dalam setiap kelahiran juga semakin tinggi. Oleh karena itu jumlah ukuran keluarga yang besar menyebabkan orangtua bertindak untuk menukar kualitas anak-anak dengan kuantitas anak-anak yang seterusnya akan menyebabkan kemerosotan dalam pendidikan.
•
Kesan kenaikan upah buruh anak-anak juga bergantung baik waktu luang dan pendidikan merupakan barang penggenap atau pengganti. Jika waktu luang dan pendidikan adalah penggenap, maka kenaikan dalam kos waktu luang menyebabkan kemerosotan dalam pendidikan. Tetapi jika ia adalah barang pengganti maka kenaikan dalam upah menyebabkan kenaikan dalam pendidikan. Dalam menentukan kesan bersih upah anakanak, kita harus menilai kesan pendapatan dan kesan penggantian. Jika sumbangan anak-anak terhadap pendapatan rumahtangga adalah kecil, maka kesan penggantian akan lebih dominan daripada kesan pendapatan seterusnya anakanak tersebut akan meningkatkan kerja dan kurang belajar.
b)
Kesetaraan (trade off) antara Kualitas dan Kuantiti Terjadi akibat kesan dari kenaikan upah para ibu dimana upah ibu yang mengalami peningkatan akan menigkatkan biaya membesarkan anak-anak dan menyebabkan kemerosotan kuantitas anak-anak dalam satu keluarga. Jumlah anak yang sedikit akan memberi lebih banyak peluang dan sumber kepada orang tua untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka dan selanjutnya dapat meningkatkan kualitas anak mereka. c)
Kualitas anak-anak yang beragam pada jumlah saudara Berkaitan dengan investasi pada setiap anak untuk mendapatkan pendidikan yang berbeda diantara mereka bersaudara, terdapat tiga kemungkinan yang menerangkan keadaan ini yaitu batas pengeluaran rumah tangga, biologi dan hasil keterampilan dalam hal pengeluaran rumah tangga. Pada batas pengeluaran rumahtangga, terdapat dua alasan yang menerangkan mengapa pengeluaran untuk anak pertama dan bungsu lebih besar diatas pengeluaran rata-rata yaitu pertama keluarga yang mempunyai ekonomi yang kurang lebih mengutamakan anak-anak mereka yang lebih tua
_____________________________________ Volume 6, No. 5, September 2012
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 19 ………...…………………………………………….………………………………………………… untuk lebih awal memasuki dunia pekerjaan sehingga anak-anak mereka yang lebih kecil mendapatkan pendidikan yang lebih baik ketimbang anak-anak mereka yang lebih tua. Kedua, ditemukan bahawa pada keluarga kecil waktu yang dihabiskan untuk anak sulung dan bungsu lebih banyak daripada waktu untuk anak tengah. Anak bungsu akan menerima bonus dalam bentuk pendidikan yang lebih baik dikarenakan ukuran keluarga akan semakin kecil apabila anak sulung memasuki dunia pekerjaan. Selain itu, akibat hasil pengurangan waktu kerja oleh ibu akibat dari pertambahan jumlah anak akan memberikan dampak negatif pada pendapatan dan ini akan memaksa mereka untuk meminta anak-anak mereka yang lebih dewasa berhenti sekolah dan memasuki dunia kerja pada usia muda. Dari aspek biologi pula, orangtua akan menilai anak-anak mereka untuk dapat mempunyai keterampilan dan kemahiran secara otodidak yang dapat dipergunakan untuk mendapatkan modal manusia yang baik. Dalam kasus ini orang tua akan memaksimalkan indeks modal manusia dalam diri anak-anak mereka. Yang terakhir adalah hasil berdasarkan keterampilan yang dimiliki anggota rumah tangga dalam pengeluaran pada rumah tangga tersebut dimana anak-anak yang berada dalam lingkungan umur yang hampir sama akan diberikan tugas yang berbeda oleh orangtuanya seperti ada diantara anak mereka yang bertanggung jawab dan terlibat dalam hal pengeluaran kebutuhan rumahtangga dan ada juga yang akan medapatkan pendidikan. d)
Krisis ekonomi Ketidakseimbangan dalam ekonomi akan mempengaruhi pembuatan keputusan pengeluaran rumahtangga melalui beberapa cara. Kemerosotan dalam aktivitas perekonomian akan menyebabkan pengurangan dalam tenaga kerja dan selanjutnya akan mengurangi biaya peluang pendidikan dan akan menyebabkan keluarga akan membuat keputusan untuk meningkatkan pendidikan anakanak. Bagi mereka yang memiliki keterbatasan kredit, dampak yang sebaliknya akan berlaku dimana anak-anak terpaksa berhenti sekolah dan diminta bekerja akibat kodisi ekonomi yang meleset. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Cameron (2002) adalah untuk menganalisa dampak krisis ekonomi setelah tahun 1990 terhadap pendidikan, keterlibatan buruh di kalangan anakanak dan juga kesehatan. Berdasarkan penilaian terhadap 100 buah kampung di Indonesia, didapati hanya terdapat perubahan kecil ke atas ketidakhadiran anak-anak ke sekolah pada waktu terjadi kemerosotan ekonomi dan setelah kondisi ekonomi kembali pulih, kehadiran anak-anak ke
sekolah dilaporkan lebih tinggi daripada keadaan sebelum krisis. Penelitian yang dilakukan Manning pula menyatakan hanya terdapat perubahan kecil dalam jumlah bilangan anak-anak yang tidak ke sekolah di tahun 1998 dibandingkan tahun 1997, tetapi perubahan drastis tampak pada jumlah anak-anak jalanan yang terdapat di Indonesia. Fenomena anakanak menjual makanan , minuman dan Koran di jalanan didapati merupakan fenomena biasa yang ada terutamanya di Jakarta. Selain dari faktor-faktor diatas, terdapat juga faktor-faktor lain yang dianggap dapat mempengaruhi penawaran buruh anak-anak seperti sikap orang tua itu sendiri, adakah mereka mementingkan diri sendiri atau sebaliknya, kegagalan pasar yang menyebabkan lebih banyak pengangguran dan selanjutnya memberi dampak kepada pendapatan rumahtangga yang dapat meningkatkan keterlibatan buruh anak-anak dan khususnya bagi orang tua yang tidak berpendidikan akan melihat anak-anak mereka sebagai sumber aset yang dapat dipergunakan untuk memberikan pendapatan kepada keluarga. Disamping itu, dalam melihat teori buruh anakanak juga, kita akan mengkaji permintaan akan buruh anak-anak. Walaubagaimanapun, banyak penelitian terdahulu tidak menekankan aspek permintaan buruh anak-anak berlaku disebabkan ciri-ciri istimewa yang terdapat pada seorang anakanak itu seperti jari kecil dan badan kecil yang mungkin memudahkan proses pekerjaan dilakukan. Majikan juga lebih tertarik untuk memperkerjakan buruh anak-anak karena biaya lebih murah dan mereka lebih mudah diekploitasi. Selain itu, terdapat juga dampak lain yang dilihat ikut memberi dampak ke atas permintaan anak-anak, contohnya seperti kemajuan teknologi di mana apabila teknologi semakin berkembang dalam sesuatu proses pengeluaran, permintaan pekerja ahli/berketrampilan akan meningkat sekaligus akan menyebabkan penurunan dalam permintaan buruh anak-anak. Melalui kajian oleh Admassie (2002) menyatakan bahwa apabila sistem pengeluaran bersifat “backwards and labor intensive”, maka terdapat permintaan yang besar dalam penyertaan buruh di kalangan anak-anak. Selain itu, terdapat juga permintaan buruh anak-anak untuk menjalankan perdagangan yang menyalahi undangundang seperti penyelundupan narkoba karena mereka akan dikenakan hukuman yang lebih ringan apabila didapati bersalah. Penelitian juga mendapati bahwa pada kasus - kasus tertentu dimana buruh anak-anak bersifat pengganti kepada asset rumah tangga seperti tanah dimana apabila terdapat kegagalan dalam pasaran, akan menyebabkan
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 6, No. 5, September 2012
20 Media Bina Ilmiah orangtua cenderung untuk mengambil anak-anak mereka sendiri bekerja dengan mereka. e.
Ekpolitasi Buruh Anak-Anak Di NegaraNegara Dunia Ketiga
1.
Buruh anak-anak di Afrika Afrika merupakan benua yang paling miskin di dunia dan sering dikaitkan dengan masalah buruh anak-anak. Didapati seramai 250 juta anak-anak di seluruh dunia, sebanyak 32% anak-anak bekerja di Afrika dan kebanyakan daripada mereka terlibat dalam sektor agrikultur terutama pada perkebunan coklat. Selain itu, penyelundupan anak-anak juga dilaporkan amat tinggi di Afrika barat dan pemerintah tidak mengambil tindakan yang sewajarnya bagi membendung masalah tersebut. 2.
Buruh anak-anak di Bangladesh Dalam survey yang dijalankan pada tahun 1995-1996 oleh biro statistik Bangladesh mendapati dan menganggarkan sejumlah 6.6 juta anak-anak bekerja sebagai buruh dan merangkumi 2.6% daripada jumlah buruh anak-anak di seluruh dunia dan 19% daripada seluruh populasi anak-anak di Bangladesh dan diekploitasi dari hak mendapatkan pendidikan yang seharusnya. Tiga puluh ribu dari jumlah anak-anak yang bekerja itu juga didapati bekerja dalam keadaan yang berbahaya oleh UNICEF seperti bekerja pada pabrik pemrosesan udang dan pekerjaan yang berkaitan dengan listrik. Anak-anak juga dilaporkan banyak bekerja di sektor agrikultur yaitu sebanyak 65.4% daripada jumlah keseluruhan buruh anak-anak di Bangladesh. Kebanyakan anak-anak di Bangladesh juga bekerja sebanyak 48 jam seminggu dan memperoleh 500 taka sebulan (kurang lebih 90.000 rupiah). Anakanak dalam jumlah yang besar juga terlibat dalam pekerjaan pembantu rumah tangga terutama di kawasan perkotaan dan kebanyakan dari mereka berusia 11-13 tahun yang bekerja selama 15-18 jam sehari. Penyelundupan anak-anak juga berlaku di Bangladesh dimana anak-anak diselundup keluar dan dijual sebagai hamba / budak di negara lain. Penyebab utama adanya buruh anak-anak di Bangladesh ini adalah masalah kemiskinan. Dengan memaksa anak-anak bekerja mereka dapat membiayai kebutuhan hidup dan demi sesuap nasi. Walaupun ada yang mampu untuk menghidupi anakanak mereka namun para orang tua tersebut masih tidak mampu untuk memberikan pendidikan formal kepada anak-anak mereka. 3.
Buruh anak – anak di Cina Terdapat bukti yang menunjukkan fenomena buruh anak-anak di Cina, dimana dianggarkan 10 juta anak-anak tidak bersekolah sedangkan lebih dari 5 juta anak-anak dilaporkan bekerja di pabrik. Anakanak yang dilaporkan diculik juga didapati
ISSN No. 1978-3787 meningkat dan mereka ini akan dijual kepada pabrik-pabrik. Contohnya pada tahun 1994, 48 pekerja di pabrik batu menculik lebih dari 100 anakanak untuk dijadikan pekerja dan dipaksa bekerja lebih dari 10 jam sehari. 4.
Buruh anak-anak di Amerika Latin Dianggarkan terdapat 250 juta pekerja anakanak yang berumur diantara 5-14 tahun dan 18 juta dari pekerja tersebut berumur di antara 10-14 tahun. dalam keseluruhan anak-anak di Amerika latin, sebanyak 26% dipaksa untuk melibatkan diri dalam pekerjaan dan kebanyakan dari mereka terpaksa bekerja dalam jangka masa yang panjang. Ramai yang bekerja di sektor pertanian, kebiasaannya menuai dan menanam kopi. Di Colombia dianggarkan 2.5 juta anak-anak terpaksa bekerja untuk menghidupi keluarga mereka. hanya 60% anak-anak di Colombia yang meninggalkan sekolah dengan membawa gelar diploma. Rata-rata buruh anak-anak bekerja selama 6-7 jam sehari dan bisa mencapai 9 jam sehari. Upah yang diterima pula secara relatif amat rendah dan kebanyakan dari mereka tidak menerima faedah dalam bentuk kesehatan. Lima ribu anak-anak yang berumur di antara 6-14 tahun ditemukan di tempat-tempat yang menyalahi undang-undang di Guatemala. Mereka diupah untuk membuat kembang api dan senjata seperti bom/peledak. 5.
Buruh anak-anak di Pakistan Pakistan amat terkenal di kalangan Amerika Syarikat karena produk Nike yang di produksi disana. Nike telah di tuduh beberapa kali karena mengekploitasi buruh anak-anak dalam produksi sepatu untuk sepak bola. Pendapatan perkapita yang diperoleh Pakistan dianggarkan berjumlah 1900 dolar dan rata-rata mereka dari golongan pertengahan mampu memperoleh 5 dolar sehari dan setiap pekerja terpaksa menghidupi 9-10 orang untuk setiap 5 dolar yang diperoleh itu dan masalah kadar inflasi yang tinggi memberi dampak yang lebih buruk kepada mereka. Pekerja –pekerja di Pakistan mendapati untuk hidup mereka perlu memaksa anak-anak mereka bekerja untuk mendapatkan pendapatan lebih. Buruh anak-anak terdapat dimana-mana di Pakistan tetapi dampak dari buruh anak-anak yang paling terlihat jelas adalah di daerah barat-utara yang dikenali sebagai Sialkot. Sialkot memainkan peranan penting dalam industry barang eksport terutama untuk alat-alat olah raga. pada tahun 1994 ianya menyumbang sebanyak $385 juta pada pendapatan negara. Buruh anak-anak dilaporkan wujud dalam sektor domestik dan juga eksport dalam ekonomi Sialkot dan ia dianggap telah menyalahi undang-undang Pakistan, namun pemerintah Pakistan dilihat tidak bertindak atas penyelewangan tersebut karena sumbangan
_____________________________________ Volume 6, No. 5, September 2012
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 21 ………...…………………………………………….………………………………………………… keterlibatan buruh anak-anak yang besar terhadap ekonomi Pakistan secara keseluruhannya. Lebih dari separuh peralatan sepak bola di seluruh dunia dihasilkan di Pakistan dan pembuatannya itu melebihi produksi yang bukan saja mempunyai pekerja yang terdiri dari orang dewasa melainkan juga anak-anak. Nike dianggap sebagai penyebab utama pada fenomena buruh anak-anak tetapi mereka mengatakan bahwa mereka tidak boleh dipersalahkan mengingat bukan mereka yang mengambil buruh anak-anak sebagai pekerja. Hakikatnya, Nike juga berperan karena mereka subkontrak dengan firma-firma setempat yaitu dalam kasus ini SAGA sport dan firma ini yang sepatutnya terikat dengan syarat-syarat yang telah dikenakan. Nike melakukan sebaliknya dengan mengambil anak-anak sebagai pekerja untuk mendapatkan biaya produksi yang rendah. Oleh sebab itu, didapati perusahaan-perusahaan multinasional yang besar ikut menyumbang kepada peningkatan dalam buruh anak-anak. f.
Kesan Globalisasi / Keterbukaan Ekonomi Ke Atas Buruh Anak-Anak
Banyak kajian menunjukkan hubungan di antara dagangan terbuka melalui import dan eksport dan hubungannya dengan isu buruh anak-anak. Dalam konteks perdagangan terbuka atau globalisasi ini, sesebuah negara dikatakan mengamalkan keterbukaan ekonomi jika melepasi salah satu daripada 5 tahap ujian berikut yaitu 1) mesti tidak mempunyai tariff rata-rata lebih dari 40%, 2) Nontariff barriers haruslah tidak merangkumi lebih daripada 40% daripada dagangan, 3) mana-mana kewujudan pasaran gelap premium bagi kadar tukaran mestilah dibawah 20%, 4) negara tersebut bukan mengamalkan sistem sosialis , 5) Tidak wujud keadaan monopoli bagi major eksport. Dalam membahas teori dalam perdagangan yang dapat memberi dampak pada buruh anak-anak, terbagi menjadi 3 kategori yaitu dampak dalam perubahan pendapatan, dampak perubahan dalam pendapatan relative hasil dari buruh anak-anak (melalui peralihan dalam permintaan barang) dan kesan interaksi dalam polisi pemerintah. Secara umumnya apabila perdagangan meningkat lebih tinggi akan menyebabkan kenaikan dalam pendapatan yaitu kenaikan dalam upah orang tua. Ini menyebabkan buruh anak-anak akan berkurang karena orang tua tidak lagi akan menghantar anak mereka bekerja untuk mengatasi masalah kemiskinan. Dalam penelitian Brown menunjukkan bahwa apabila ekonomi berintegrasi sepenuhnya dalam pasaran dunia, upah akan ditentukan oleh harga barang di pasar internasional di mana ini menyebabkan kurva permintaan buruh menjadi elastis sempurna. Oleh Karena itu, kenaikan harga
barang yang di ekport oleh negara-negara dunia ketiga, liberalisasi dagangan atau kenaikan dalam penyertaan pasaran global akan menyebabkan pengurangan dalam buruh anak-anak. Selain itu dalam model ekonomi yang ditunjukkan Maskus yang mengaitkan hubungan antara barang pengeluaran ekspor (buruh dewasa intensif) dan barang persaingan – import (modal intensif). Sektor ekspor akan subkontrakkan input daripada sektor informal yang menggunakan jasa buruh anak-anak. Oleh karena itu, permintaan untuk buruh anak-anak akan ditentukan oleh permintaan produk bagi barang ekspor. Penawaran buruh diandaikan mempunyai fungsi positif dengan upah anak-anak dan berfungsi negative dengan upah dewasa. Jika penawaran buruh mempunyai elastisitas yang tinggi dengan upah pekerja dewasa, perdagangan akan menyebabkan pengurangan dalam buruh anak-anak. Buruh anak-anak juga dianggap sebagai pengganti bagi pekerja dewasa yang mempunyai keterampilan dan keahlian yang rendah di mana perdagangan akan memberikan dua dampak kepada buruh anak-anak di negara yang mempunyai jumlah pekerja tidak memiliki keahlian yang cukup besar. Liberalisasi perdagangan akan meningkatkan upah bagi pekerja tanpa keahlian dan mengurangi pendapatan bagi pekerja yang ahli dan berpendidikan, menyebabkan orang tua membuat keputusan untuk menghantar anak mereka bekerja dibandingkan ke sekolah. Namun, bagi dampak yang kedua, pendapatan rumah tangga bagi pekerjapekerja tersebut akan meningkat dan mungkin akan menyebabkan mereka mempunyai keuangan yang cukup untuk menghidupi keluarga sekaligus mengurangkan insiden buruh anak-anak. Kesimpulannya, kesan keseluruhan keterbukaan ekonomi ke atas buruh anak-anak bergantung pada bagaimana dagangan memberi dampak ke atas pendapatan, bagaimana pendapatan memberi kesan ke atas buruh anak-anak, bagaimana anak-anak merespon kepada perubahan tersebut. Jika perdagangan meningkatkan pendapatan dan kemerosotan dalam buruh anak-anak, maka nampaklah keterbukaan ekonomi akan memberi kesan negative kepada buruh anak-anak. Walaubagaimanapun perdagangan juga akan menyebabkan permintaan relatif terhadap buruh tanpa keahlian dan boleh mempengaruhi kenaikan dalam permintaan untuk buruh anak-anak. SIMPULAN Disini dapat kita lihat bahwa masalah buruh anak-anak bukan saja memberi dampak yang buruk kepada anak-anak dalam jangka masa pendek tetapi juga dalam jangka masa panjang. Dianggarkan menjelang tahun 2020 terdapat 720 juta pekerja anak-anak akan menyertai pasaran buruh dewasa
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 6, No. 5, September 2012
22 Media Bina Ilmiah dan 90% daripada mereka wujud di negara-negara dunia ketiga. Ini menyebabkan semakin ramai anakanak yang tidak sehat tidak terurus dan juga tidak berpelajaran. Diandaikan mereka mungkin akan meninggal lebih awal yaitu sebelum 18 tahun dan lowongan kerja untuk diisi oleh mereka yang berpelajaran mungkin akan banyak kosong. Jika dilihat pengaruh buruh anak-anak mungkin tidak dilihat seawal usia mereka namun apabila mereka meningkat dewasa, secara tidak langsung akan menurunkan kedudukan ekonomi negara. Oleh karena itu, seharusnya pihak-pihak tertentu yang bukan saja terdiri daripada pemerintah semata-mata tetapi juga firma-firma dan orang perseorangan harus bahu membahu untuk membendung masalah ini daripada menjadi lebih buruk. Konvensi Buruh Internasional dan Kesatuan Buruh Internasional telah menetapkan beberapa Konvensi untuk 175 anggotanya yaitu Konvensi 138 yang diberlakukan pada tahun 1973 yang menyatakan umur minimum yang dibeperbolehkan bekerja yaitu 15 tahun kecuali beberapa negara di dunia ketiga. Selain itu, terdapat juga Konvensi 182 yang membicarakan situasi buruk dan berbahaya bagi anak-anak di tempat kerja. Tujuan konvensi ini adalah untuk memberi jalan kepada negara-negara miskin untuk menghapuskan fenomena buruh anakanak. Konvensi ini bukan saja membicarakan hak anak-anak tetapi merangkumi lebih daripada itu seperti penglibatan anak-anak dalam pelacuran dan ketentaraan. Selain undang-undang internasional terdapat juga undang-undang lokal di Amerika yang memboikot segala import yang dihasilkan oleh anakanak. Ini menyebabkan industri pakaian di Bangladesh terpaksa membuang ¾ daripada buruh anak-anak yang diambil karena mengkhawatirkan pemboikotan tersebut. Malangnya keadaan ini memberi kesan yang lebih buruk kepada anak-anak itu sendiri karena mereka tidak lagi mempunyai sumber pendapatan untuk sesuap nasi dan menyara keluarga. Program IPEC (International Programme for Elimination of Child Labor), UNICEF dan organisasi-organisasi lain telah mengadakan perjumpaan dengan mereka yang bertanggungjawab dan mengatur program untuk menghantar anak-anak ke sekolah sebagai suatu pemulihan. Ini menunjukkan suatu langkah yang diambil bersama antara pihak internasional. Selain itu, ahli keluarga memainkan peranan penting dalam membendung masalah ini karena terdapat kasus di mana anak-anak terpaksa bekerja apabila terdapat kepincangan dalam keluarga karena mempunyai orang tua yang tidak mempunyai pendapatan tetap atau pendapatan yang cukup. Oleh Karena itu, mengikut penelitian yang dilakukan “pendapatan minimum keluarga” yang diberikan
ISSN No. 1978-3787 pemerintah mungkin dapat membantu mereka untuk menghidupi keluarga mereka. Di samping itu terdapat beberapa program yang dijalankan di seluruh dunia untuk membantu menghapuskan masalah ini. Diantaranya adalah seperti di Brazil dan Mexico di mana dua program yang dinamakan sebagai Progresa dan Bolsa Escola memberikan insentif kepada orangtua untuk berinvestasi demi kepentingan anak-anak mereka. Program ini akan menghadiahkan uang pada keluarga tertentu jika anak-anak mereka pergi ke sekolah secara tetap dan didapati berkesan dan efektif dalam membendung isu buruh anak-anak ini. Oleh itu, penyelesaian ke atas buruh anak-anak turut melibatkan sejauhmana usaha pemerintah setempat untuk menyediakan penyelesaian. Kita sebagai individu juga boleh membantu membendung masalah ini melalui beberapa cara seperti memberi motivasi kepada anak-anak dan orangtua akan kepentingan menyekolahkan anak mereka untuk masa hadapan. Selain itu, kita juga boleh melaporkan kasus-kasus yang berkaitan penganiayaan dan pekerjaan yang melibatkan anakanak kecil kepada pihak berkuasa dalam usaha untuk memberantas pekerjaan di kalangan anak-anak ini. Kita juga boleh terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam kampanye-kampanye yang dilakukan. Setiap pihak harus mengambil berat mengenai masalah ini karena anak-anak merupakan pendukung ekonomi negara pada di masa yang akan datang. Dengan membantu untuk membendung fenomena ini kita bukan saja membantu menyelamatkan nyawa anak-anak yang terancam kepada keadaan berbahaya di tempat kerja, bahkan dapat menghapuskan kejahatan yang melibatkan anak-anak seperti pelacuran dan penyelundupan narkoba. Kita juga dapat melindungi hak-hak manusia dan membantu negara mencapai perkembangan ekonomi di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA Admassie(2003). Child Labour and Schooling in The Context of a subsistence Rural Economy : Can They Be Compatible?. International Journal of educational Development, No. 2, Vol. 23,(Maret, 2003), h. 167–185. Brown,D.K., Stern,M.R., Deardroff,A.V (2002). The Determinants of Child Labor:Theory, Evidence and Policy. Research Seminar in International Economics. Discussion Paper 486.
_____________________________________ Volume 6, No. 5, September 2012
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 23 ………...…………………………………………….………………………………………………… Cameron, Lisa A (2002). The impact of the Indonesian financial crisis on children : data from 100 villages survey. Policy Research Working Paper- The World Bank, Vol. 2799, Dyer (2007). Working Children and educational inclusion in Yemen. International Journal of Educational Development (2007)27 :512-524. Edmonds&Pavenik (2006). International Trade and child Labor: Cross country evidence. Journal of International Economics (2006)68: 115-140. Ghafani Awang Teh “ Larangan Ekploitasi KanakKanak “, dalam http://www.utusan.com.my/utusan/info. asp? , diambil tanggal 15 April 2012, pukul 10.00 WITA. Hadi A (2000). Child Abuse among working children in Rural Bangladesh: prevalence and determinants. Journal of Public Health (2000)114: 380-384. Kambhampati & Rajan (2006). Economic Growth: A Panacea for Child Labor?. Journal of World Development(2006) Vol 34 No 3: 426-445. Kolk & Tulder (2004). Ethics in International Business: Multinational Approaches to Child Labor. Journal of World Business (2004) 39:49-60.
Neumayer & Soysa (2005). Trade Openness, Foreign Direct Investment and Child Labor. Journal of World Development (2005) Vol 33 No 1:43-63. Manning (2000). Labour Market Adjustment To Indonesia'S Economic Crisis: A Reply," Bulletin of Indonesian Economic Studies, Taylor and Francis Journals, vol. 37(1), h. 117-118. Maskus.K (1997). Core labor Standards: Trade Impacts and Implication for international Trade Policy . World Bank International Trade Division manuscript. Ranjan
(2001). Credit constraints and the phenomenon of Child Lamor. Journal of Development Economics (2001)Vol 64:81-102.
Robson (2004). Children At Work in Rural Northern Nigeria: patterns of age, space and gender. Jouranl of Rural Studies (2004)20:193-210. Strauss,J.,Thomas,D., (1995). “Human Resources : Empirical Modeling of household an Family Decision dalam J.Behrman,T.N Srinivasan (Ed),Handbook of Development Economics (Amsterdam: Elsevier,1995), vol.3, hal 1883-2023.
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 6, No. 5, September 2012